SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 31
Baixar para ler offline
Pertentangan Kelas dalam Lirik
Lagu di Album Kelompok Musik
Swami I
Tugas mata kuliah Seminar dan Metodologi Ilmu Pengetahuan Budaya
Semester Ganjil 2008/2009

Oleh:
Agnes Setyowati H.
Dhita Hapsarini
Irzanti S.
Muhammad Mulyadi
R. Suryanto
Satrio Arismunandar

Program S3 - Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Indonesia
Desember 2008
1
DAFTAR ISI

I. Latar Belakang ………………………………………………………………..
1.1. Kondisi Sosial, Ekonomi, Politik Indonesia 1989 ……………………………
1.2. Alasan Pemilihan Album Swami I ……………………………………………
1.3. Alasan Pemilihan Empat Lagu ……………………………………………….
1.4. Permasalahan …………………………………………………………………
1.5. Tujuan ………………………………………………………………………..
1.6. Metodologi dan Metode Penelitian ……………………………………..........

3
3
5
6
6
6
7

II. Grup Musik Swami ………………………………………………………..… 7
2.1. Lahirnya Swami ……………………………………………………………… 7
2.2. Konteks Pembuatan Lagu ……………………………………………………. 9
III. Kerangka Teori ……………………………………………………………... 9
3.1. Teori Konotasi Roland Barthes ........................................................................ 10
5.2. Teori Pertentangan Kelas Karl Marx ............................................................... 11
IV. Analisis Lirik Lagu …………………………………………………………
4.1. Analisis Teks Potret …………………………………………………………
4.2. Analisis Teks Oh…Ya! ....................................................................................
4.3. Analisis Teks Bento………………………………………………………….
4.4. Analisis Teks Bongkar……………………………………………………….

12
12
16
16
21

V. Kesimpulan ………………………………………………………………….. 22
Referensi ………………………………………………………………………… 27
Lampiran ………………………………………………………………………..
Lampiran 1: Lirik Lagu Potret ……………………………………………………
Lampiran 1: Lirik Lagu Oh…Ya!............................................................................
Lampiran 1: Lirik Lagu Bento…………………………………………………….
Lampiran 1: Lirik Lagu Bongkar…………………………………………………

2

28
28
29
31
32
I. Latar Belakang
Kesenian, khususnya seni musik, merupakan bagian dari kebudayaan. Melalui
musik, manusia mengekspresikan perasaan, harapan, aspirasi, dan cita-cita, yang merepresentasikan pandangan hidup dan semangat zamannya. Oleh karena itu, melalui
kesenian, kita juga bisa menangkap ide-ide dan semangat yang mewarnai pergulatan
zaman bersangkutan.
Indonesia sendiri adalah suatu negeri yang kaya dengan berbagai karya seni,
khususnya seni musik, yang mewakili pandangan hidup dan semangat zamannya.
Salah satu era yang penting dalam perjalanan bangsa ini adalah era Orde Baru yang
dimulai dengan naiknya Jenderal Soeharto ke tampuk pimpinan pemerintahan pada
penghujung 1960-an sampai berakhirnya kekuasaan Presiden Soeharto pada penghujung 1990-an.
Salah satu grup musik yang sempat mewarnai era Orde Baru adalah Swami,
dengan ikonnya Iwan Fals. Mereka telah menelurkan sejumlah album dan salah satu
yang menonjol adalah album Swami I. Lirik-lirik lagu dalam album Swami I ini mewakili pandangan hidup mereka, sekaligus mengekspresikan semangat zamannya.
Untuk memahami lirik-lirik lagu yang ditampilkan dalam album Swami I, kita perlu
meninjau konteks kondisi sosial, ekonomi, dan politik Indonesia pada era tersebut.

1.1 Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Politik Indonesia 1989
Penghujung 1980-an adalah saat rezim Orde Baru di bawah Presiden Soeharto
mencapai puncak kekuatannya. Pemerintah Soeharto menjadikan ekonomi sebagai
panglima dan seluruh elemen masyarakat dimobilisasi di bawah panji “pembangunan”
(development).
Konsep utama pembangunan seharusnya adalah perbaikan mutu kehidupan
rakyat. Dalam pembangunan, seharusnya tercakup unsur perubahan yang berdimensi
sosial kultural dan ekonomi, serta bersifat kualitatif dan kuantitatif. Namun, seperti di
banyak negara berkembang lain, pembangunan di Indonesia telah direduksi maknanya menjadi “pertumbuhan ekonomi” (economic growth) semata sehingga

3
pembangunan secara sederhana berarti pertumbuhan pendapatan setiap orang di
daerah yang secara ekonomis terbelakang.1
Harus diakui, pembangunan ekonomi yang substansial memang pernah berjalan di Indonesia. Pada tahun 1966, pendapatan per kapita tahunan di Indonesia sekitar
US$ 75. Ekonomi ini terus tumbuh lewat utang luar negeri dan sumbangan sektor
migas. Pertumbuhan ekonomi riil selama tahun 1980-an dan 1990-an hampir selalu
berkisar antara 6 sampai 7 persen per tahun. Inflasi tahunan rata-rata masih dapat
ditekan di bawah level 10 persen.
Perbaikan yang berarti juga dicapai dalam pemberantasan tuna aksara di kalangan orang dewasa, peningkatan usia harapan hidup, menurunnya angka kematian
bayi, dan pembatasan tingkat pertumbuhan penduduk lewat program KB.
Berbagai hasil ini mendorong Bank Dunia untuk menjadikan Indonesia sebagai contoh “model sukses” pembangunan. Indonesia diajukan sebagai tolok ukur kinerja negara-negara berkembang lain, dalam Laporan Pembangunan Dunia (World
Development Report) 1990, yang disusun oleh Bank Dunia.
Namun, ada harga yang harus dibayar untuk “kesuksesan ekonomi” itu. Untuk
mengejar pertumbuhan ekonomi tersebut, pemerintah memerlukan kestabilan politik
di dalam negeri. Selanjutnya, dengan dalih perlunya stabilitas politik ini, pemerintah
bersikap represif dan memberlakukan sejumlah aturan otoriter.
Pers dan media massa dikontrol ketat. Media yang kritis dibreidel dan dilarang
terbit. Jumlah partai politik dibatasi, dan mereka tidak boleh masuk ke desa-desa.
Sementara pegawai negeri dan anggota keluarga ABRI dipaksa memilih Golkar,
partainya penguasa. Lewat para pejabat, Golkar justru leluasa masuk ke desa-desa.
Tokoh-tokoh oposisi yang kritis dipenjarakan atau disingkirkan,2 sedangkan,
kebebasan berekspresi di bidang seni juga ditindas, khususnya kalangan seniman yang
tidak sejalan dengan kepentingan rezim.3 Jika diperlukan, pemerintah juga tidak segan-segan menggunakan cara-cara represif, demi “menjaga ketertiban masyarakat”
dan “melancarkan jalannya roda pembangunan.”
1

Itulah tujuan yang diusulkan oleh Lewis pada tahun 1944 dan diselundupkan oleh Piagam PBB 1947.
Diktum Lewis pada 1955, “Pertama-tama haruslah dicatat bahwa persoalan pokok kita adalah partumbuhan, bukannya distribusi.”
2
Tokoh oposisi yang bergabung dalam Petisi 50 seperti mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin dipersulit hidupnya dan dilarang ke luar negeri.
3
Musisi dangdut Oma Irama dilarang tampil di TVRI karena Oma adalah penduduk Partai Persatuan
Pembangunan (PPP), bukan partai pemerintah. Tokoh oposisi yang jujur, bersih dan mantan Kapolri,
Hoegeng juga dilarang muncul di TVRI karena sikapnya yang kritis. Padahal di TVRI, Hoegeng hanya
tampil menyanyikan lagu-lagu Hawai.

4
Karena yang dinomorsatukan adalah pertumbuhan ekonomi, sementara distribusi ekonomi atau pemerataan kesejahteraan tidak menjadi prioritas, maka terjadilah
kesenjangan antara kelompok elite atau mereka yang diuntungkan oleh “pembangunan,” dan rakyat banyak yang tertinggal atau ditinggalkan dalam proses “pembangunan.”
Ada sejumlah konglomerat, pengusaha, birokrat, dan pejabat yang -karena
kedekatan dengan penguasa- menikmati kue pembangunan. Sebaliknya, banyak rakyat kecil yang hidupnya tertekan. Teori bahwa kemakmuran di kalangan atas pada
akhirnya akan mengalir ke bawah (trickle-down effect) dan dinikmati oleh kalangan
bawah, ternyata tidak terbukti.
Yang kaya bisa semakin kaya, sedangkan yang miskin semakin miskin.
Presiden Soeharto sendiri diduga memiliki kekayaan miliaran dollar pada tahun 1989.
Jika digabung dengan harta istri dan anak-anaknya, ditambah lingkaran kroni sipil dan
militernya, jumlah tersebut membengkak sampai puluhan miliar dollar.4 Keakuratan
angka ini mungkin bisa diperdebatkan, tetapi fakta bahwa Soeharto beserta keluarga
dan kroni-kroninya telah menumpuk kekayaan dengan memanfaatkan kekuasaan,
tampaknya disepakati oleh banyak pengamat.
Strategi politik dan ekonomi Soeharto -yang bermotivasi pengumpulan harta
besar-besaran bagi segelintir manusia, sementara mengesampingkan kepentingan mayoritas penduduk- telah ditanamkan di Indonesia sejak akhir tahun 1960-an.5 Sayangnya, sistem politik Indonesia yang otoriter menyulitkan berjalannya pengawasan yang
efektif terhadap pihak-pihak yang ingin menggunakan kekayaan negara untuk keuntungan pribadi.
Kesenjangan semacam inilah yang dilihat para anggota Swami dalam interaksinya sebagai seniman dengan masyarakat sehari-hari. Gambaran suram dan memprihatinkan inilah yang memberi inspirasi pada karya-karya mereka, yang bercorak
kritik sosial. Pihak yang kaya dan berkuasa asyik dengan ambisi dan kenikmatan
hidupnya sendiri, sementara rakyat kecil yang seharusnya disejahterakan ternyata
nasibnya malah diabaikan.

4
5

Winters, Jeffrey A. 1999. Dosa-dosa Politik Orde Baru, Jakarta: Penerbit Djambatan. Hlm. 5.
Ibid, hlm. 9.

5
1.2. Alasan Pemilihan Album Swami I
Album Swami I dipilih karena album ini dianggap mewakili semangat zamannya. Salah satu ukuran keterwakilan itu adalah respons positif masyarakat terhadap
album serta lagu-lagu di dalamnya, yang bisa dilihat dari angka penjualan. Album
Swami ini meledak di pasaran.
Angka penjualan album ini sangat tinggi, hingga mencapai 800 ribu kopi
dalam jangka waktu satu bulan. Padahal, angka penjualan tersebut dicapai tanpa promosi besar-besaran. Swami I berhasil mencapai sukses di pasar industri musik Indonesia dengan lagu-lagu yang sarat dengan kritik sosial sekaligus menghibur.

1.3. Alasan Pemilihan Empat lagu
Hampir semua lagu di album Swami I ini menjadi hits, tetapi yang dikategorikan sebagai hits besar dari Swami adalah lagu Bento dan Bongkar.6 Dua lagu lain
yang dipilih untuk dianalisis di sini adalah Potret dan Oh…Ya!. Empat lagu ini dipilih
karena popularitasnya, dan sekaligus juga karena lagu-lagu itu menunjukkan karakter
yang kuat dalam konteks kritik sosial.

1.4. Permasalahan

Secara sepintas, lagu-lagu dalam album Swami I mengekspresikan kritik
sosial. Namun, tim peneliti ingin menelaah secara lebih spesifik. Yakni, Apakah ada
unsur pertentangan kelas di dalam teks lirik lagu tersebut?
Jika memang terdapat unsur pertentangan kelas di sana, bagaimana
pertentangan kelas itu direpresentasikan atau diekspresikan, dalam keempat lirik lagu
pada album Swami I?

1.5. Tujuan
Makalah ini mencoba membuktikan bahwa di dalam lirik dari keempat lagu
tersebut terdapat unsur pertentangan kelas.

6

Kesuksesan Swami tersebut tidak terlepas dari figur Iwan Fals dan lagu yang dibawakan yaitu Bento
dan Bongkar. Lagu Bento menjadi menjadi identik dengan Iwan Fals. Dimana ada Iwan di situ ada
Bento. Penjualan kaus, poster dan segala pernak-pernik bertuliskan Iwan, Swami, Bento laku keras di
kaki-kaki lima. Bagi Iwan Fals sendiri, ini bisa dikatakan sebagai puncak kejayaan karir bermusiknya.

6
1.6. Metodologi dan Metode Penelitian
Makalah ini menggunakan pendekatan kualitatif dan lintas disiplin yang
meliputi bidang ilmu sejarah, filsafat, susastra, dan linguistik.
Metodologi yang diterapkan adalah metodologi kualitatif karena objek penelitian berupa lirik lagu, dan tujuan penelitian adalah memahami isi lirik lagu, dalam
kaitannya dengan peristiwa sosial. Pemahaman dilakukan melalui interpretasi peneliti
dengan pisau analisis teori konotasi dari Barthes.
Berhubungan dengan metodologi tersebut, berikut ini uraian metode yang
dilaksanakan: Lirik lagu dari album Swami I diklasifikasi berdasarkan topik. Pada
tahap selanjutnya, dipilih empat lirik lagu berdasarkan sebuah topik. Kemudian, katakata yang memperlihatkan fenomena yang sesuai dengan topik dipilah dan dikelompokkan. Akhirnya, data dianalisis untuk mencapai tujuan penelitian.

II. Grup Musik Swami
2.1. Lahirnya Swami
Swami adalah grup musik yang dibentuk oleh Setiawan Djodi, Iwan Fals,
Sawung Jabo, Innisisri, Naniel,7 dan Nanoe pada tahun 1989. Swami dijadikan nama
grup, atas usul Sawung Jabo yang berasal dari plesetan 'Suami,' karena semua
anggotanya berstatus suami.
Kesepakatan awal para anggota Swami adalah membentuk grup untuk jangka
waktu tiga tahun. Oleh karena itu, Swami membubarkan diri pada 1991.
Tidak lama setelah dibentuk, Swami berhasil mengeluarkan album yang diberi
judul Swami. Dalam album Swami I yang berformat kaset, terdapat sepuluh lagu yang
masing-masing side memuat lima lagu. Dalam side A termuat lagu-lagu, dengan data
musisi yang menciptakan lagu tersebut. Lengkapnya adalah sebagai berikut:
Side A
1. Bento (Iwan Fals / Naniel ) -SWAMI
2. Bongkar (Iwan Fals / Sawung Jabo) -SWAMI
3. Badut (Iwan Fals / Sawung Jabo / Naniel) -SWAMI
4. Esek.Esek..Udug.Udug.. (Iwan/ Jabo / Naniel) -SWAMI
5. Potret (Iwan Fals / Sawung Jabo / Naniel) -SWAMI

7

Nama lengkapnya Naniel K Yakin, mantan wartawan tabloid Mutiara.

7
Sementara dalam side B, lagu-lagu yang dimuat dengan data musisi yang
menciptakannya adalah sebagai berikut:
Side B
1. Bunga Trotoar (S Djody / Iwan / Jabo / Naniel) -SWAMI
2. Oh... Ya! (Iwan Fals / Sawung Jabo / Naniel) -SWAMI
3. Condet (Iwan Fals / Naniel) - -SWAMI
4. Perjalanan Waktu (Iwan Fals / S.Jabo / Naniel) –SWAMI
5. Cinta (Iwan Fals/ Sawung Jabo/Naniel)- SWAMI

Album Swami I ini diproduksi pada tahun 1990 oleh Airo Records Productions, suatu perusahaan rekaman yang dapat dikelompokkan sebagai minor label8.
Pada sampul album ini nama Iwan Fals dicantumkan di atas nama Swami, atas usulan
Setiawan Djodi, yang merasa tanpa nama Iwan Fals, album Swami tidak akan dilirik.
Dengan demikian Iwan Fals dijadikan trade mark, bukan Sawung Jabo dengan grup
Sirkus Barock-nya.
Saat itu Iwan Fals dinilai sebagai musisi yang berani mengkritik korupsi
dalam pemerintah yang berkuasa (terutama pada masa rezim Orde Baru) dan yang
lirik-liriknya menyentuh hati berbagai kalangan masyarakat (terutama rakyat kecil).
Hal ini menjadi istimewa mengingat tidak banyak artis yang memiliki keberanian dan
karakter merakyat seperti Iwan Fals. Kebanyakan artis pop pada masa itu dipandang
kurang peka pada masalah-masalah sosial sehingga ada yang mengatakan bahwa musik Iwan Fals merupakan suara rakyat (voices of people).
Faktor utama yang menyebabkan popularitas lagu-lagu Iwan Fals dan kelompok musik Swami I adalah tema musik yang mengambil inspirasinya dari kehidupan
sehari-hari sehingga meninggalkan kesan memasyarakat, serta kritik sosialnya yang
dinilai berani.
Popularitas memang tidak otomatis identik dengan kualitas karya. Namun,
dalam melihat kualitas musik Swami I, harus dipahami bahwa seni (modern) tidak
hanya identik dengan keindahan, melainkan meliputi kategori-kategori lainnya, seperti tragis dan ketidakharmonisan (sebagai kebalikan dari keselarasan), serta pemberontakan.

8

Minor Label adalah perusahaan rekaman dengan angka penjualan, wilayah distribusi, dan akses
promosi yang terbatas. Hal ini berlawanan dengan mayor label.

8
Manusia memang tidak selalu menjadi homo estheticus, melainkan juga
manusia sosial, yang berakar pada sejarah dan kondisi sosial-masyarakat tertentu
sehingga tidak mengherankan, jika dalam menciptakan sebuah karya seni seorang seniman akan mendapat pengaruh pula dari lingkungan dan zamannya.
2.2. Konteks Pembuatan Lagu
Menurut pengakuan Iwan Fals, sebagai bagian dari grup Swami, semua lagu
yang dibuatnya jujur dan mempunyai peristiwa, meskipun ada unsur pendramtisasian. Unsur pendramatisasian paling tampak pada lagu-lagu pesanan.
Secara pasti Iwan Fals juga menyatakan bahwa tujuannya membuat lagu
adalah untuk dijual dan laku. Namun, antara pilihan laku dan suara hati, Iwan menyatakan suara hati adalah pilihannya, meskipun unsur ingin laku selalu mempengaruhinya. Hanya saja pada saat membuat syair, tidak ada urusannya dengan itu.9
Lagu Bongkar, misalnya, pada awalnya bukan seperti yang sudah ada di album rekaman Swami I. Gagasan lagu Bongkar berasal dari beberapa kasus penggusuran yang terjadi pada saat Orde Baru, seperti kasus Kedung Ombo, Kaca Piring, dan
Way Jepara. Kemudian Sawung Jabo mengusulkan perubahan lagu Bongkar dan
disetujui oleh anggota Swami.
Perubahan dilakukan dengan tidak membahas kasus per kasus dalam setiap
lagu. Iwan melihat usulan Sawung Jabo tersebut sebagai pemikiran yang tepat, karena
lagu Bongkar lebih langsung mengenai sasaran. Lebih otentik dan jujur.10

III. Kerangka Teori
Representasi merupakan salah satu proses dalam sirkuit kebudayaan di samping identitas, produksi, konsumsi, dan regulasi yang beroperasi berdasarkan sistem
tanda. Tanda-tanda tersebut menghasilkan makna tertentu, yang pada akhirnya dapat
memperlihatkan identitas individu atau kolektif, serta posisi yang diambil oleh pembuat representasi.
Posisi yang berbeda akan menghasilkan representasi yang berbeda. Representasi budaya yang dihasilkan pemerintah Orde Baru pastilah berbeda dari representasi
9

“Catatan Kehidupan Iwan Fals,” dalam Tabloid Bintang No 293/Th VI. Minggu Kedua Oktober 1996.
Ibid.

10

9
budaya yang dihasilkan oleh mereka yang berada pada posisi yang berseberangan
dengan Orde Baru.

3.1 Teori Konotasi Roland Barthes
Dalam linguistik modern, makna unsur leksikal dibedakan atas makna yang
objektif dan tetap, serta yang subjektif dan bervariasi. Meskipun berbeda, kedua
makna tersebut ditentukan oleh konteks.
Makna yang pertama, makna denotatif, berkaitan dengan sosok acuan, misalnya kata merah bermakna „warna seperti warna darah‟ (secara lebih objektif,
makna dapat digambarkan menurut tata sinar). Konteks dalam hal ini untuk memecahkan masalah polisemi; sedangkan pada makna konotatif, konteks mendukung
munculnya makna yang tidak objektif.
Barthes mengatakan bahwa sebuah tanda (dalam hal ini tanda bahasa) adalah
sebuah sistem yang terdiri atas expression/Signifier (E) yang dihubungkan
(Relation/R)

dengan

content

(C).

Dalam

kaitannya

dengan

penanda

(expression/signifier) dan petanda/konsep (content/signified), Barthes menggambarkan hubungan kedua makna tersebut sebagai berikut:

Tanda
sekunder: konotasi

Tanda
primer: denotasi

Expression2
MERAH
Expression1 (R
MERAH

(R

2) Content 2
„gembira/komunis‟

1) Content 1
„warna‟

Menurut Barthes, makna lain yang tidak objektif dan tidak tetap seperti itu
adalah makna konotatif. Makna ini berkaitan dengan:
1. majas (metafora, metonimi, hiperbola, eufemisme, ironi, dan sebagainya);
2. pengalaman pribadi atau masyarakat penuturnya, yang menimbulkan reaksi dan
memberi makna konotasi emotif. Misalnya: halus, kasar/tidak sopan, peyoratif, akrab,
kanak-kanak, menyenangkan, menakutkan, bahaya, tenang, dan sebagainya. Jenis ini
tidak terbatas.
Pada contoh di atas: MERAH bermakna konotatif emotif. Konotasi ini
bertujuan membongkar makna yang terselubung.

10
Lirik lagu Swami menarik dianalisis dengan teori Barthes, karena mengandung makna konotatif, baik yang berupa majas maupun yang berupa reaksi.
3.2 Teori Pertentangan Kelas Karl Marx
Marx menyatakan bahwa sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah tentang pertentangan kelas, yakni antara kelas yang memiliki alat-alat produksi (kaum kapitalis) dan kelas yang tidak memiliki alat-alat produksi (kelas pekerja atau buruh).
Kaum kapitalis memeras tenaga buruh demi keuntungan modal dan membuat
kelas pekerja ini hidup dalam kondisi yang sangat tidak manusiawi. Dengan demikian, kelas pekerja ini teralienasi dan tidak bisa mengembangkan potensi-potensi kemanusiaannya.
Marx percaya bahwa kapitalisme yang ada pada akhirnya akan kalah dan digantikan dengan komunisme. Kapitalisme akan berakhir akibat aksi yang dikelola
oleh kelas pekerja internasional. Kondisi ideal masyarakat tanpa kelas akhirnya akan
tercapai, setelah beberapa periode dari sosialisme radikal yang menjadikan negara
sebagai wujud kediktaktoran proletariat.
Di Indonesia, Soekarno mencoba menterjemahkan, mengadaptasi, dan mengaplikasikan teori Marx tersebut ke dalam konteks Indonesia, yang berbeda dengan konteks Rusia, tempat asal teori Marx. Di Indonesia, yang ada bukanlah kelas pekerja
(buruh) yang sama sekali tidak memiliki alat-alat produksi seperti di Rusia, melainkan kalangan rakyat kecil yang memiliki alat produksi sendiri, tetapi dalam jumlah
yang sangat kecil, misalnya, petani yang memiliki sepetak sawah kecil, tukang bakso
yang memiliki satu gerobak bakso sendiri, pedagang asongan yang memiliki lapak
kecil, tukang becak yang memiliki satu becak sendiri, dan sebagainya. Bung Karno
menyebut mereka sebagai “kaum Marhaen,”11 dan ideologinya disebut Marhaenisme.12
Teori pertentangan kelas dari Marx, dengan versi adaptasinya seperti yang
digagas oleh Soekarno, digunakan dalam menganalisis teks di makalah ini.
11

Konon kabarnya, Bung Karno mendapat ide bagi penerapan teori Marx ke dalam konteks Indonesia
ini karena bertemu seorang petani kecil di suatu daerah di Jawa Barat. Dari dialog dengan petani kecil
bernama Marhaen ini, Bung Karno merumuskan ideologi yang dinamainya Marhaenisme.
12
Sejumlah partai politik era reformasi juga menyebut Marhaenisme dan ajaran-ajaran Bung Karno
lainnya sebagai landasan ideologinya, terlepas dari sekadar basa-basi atau betul-betul nyata.

11
Pertimbangan penggunaannya adalah karena teori tersebut dianggap cocok dengan
konteks situasi dan kondisi masyarakat Indonesia era Orde Baru (1989), khususnya
pada saat kelompok musik Swami menghasilkan karya-karyanya.
IV. Analisis Lirik Lagu
4.1 Analisis Teks Potret
Kata “potret” dapat berarti suatu hasil bidikan kamera atau dapat juga berarti
gambaran atau deskripsi, tentang suatu keadaan sosial tertentu dan biasanya memiliki
fokus yang jelas. Dipilihnya kata “potret” untuk lirik lagu ini mengindikasikan bahwa
lirik ini merupakan sebuah gambaran atau deskripsi dari sesuatu hal. Apakah yang
menjadi fokus dari lirik ini?
Orang orang resah
Berlomba kejar nafkah
Demi anak bini
Demi sesuap nasi
Dalam bait pertama, kita disuguhi dengan deskripsi dari orang-orang yang
sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Orang-orang itu
digambarkan sebagai orang-orang resah, yang berarti orang-orang yang tidak tenang
dan gelisah.
Sumber dari keresahan itu adalah kebutuhan hidup, sebagaimana dinyatakan
dalam baris kedua “Berlomba kejar nafkah”. Kata “berlomba” menunjukkan adanya
kompetisi atau persaingan. Kondisi kompetisi atau persaingan juga semakin
dipertegas dengan pemilihan kata “kejar” dan bukan kata “cari,” yang lebih umum
dipakai untuk bersanding dengan kata “nafkah”.
Pemilihan kata “kejar” juga memiliki makna bahwa yang dikejar tidak tinggal
diam, melainkan aktif bergerak juga. Dengan demikian, nafkah merupakan sesuatu
yang sangat berharga dan tidak mudah didapatkan, sehingga harus dikejar dan
diperebutkan.
Motivasi pertama di balik mengejar nafkah adalah “demi anak bini,” yang
menunjukkan bahwa persaingan dilakukan demi tugas mulia kaum laki-laki sebagai
kepala keluarga.
Motivasi kedua adalah “demi sesuap nasi,” yang berarti bahwa semua kerja
keras itu dilakukan bukan untuk membeli barang-barang mewah melainkan hanya
untuk memenuhi kebutuhan primer. Potret yang ditawarkan di sini adalah potret
12
tentang sekelompok orang yang harus berjuang keras untuk dapat memenuhi
kebutuhan pokok mereka.
Kuno kuno memang
Memang memang kuno
Namun kenyataan
Kita butuh soal itu
Bait kedua sepertinya merupakan komentar terhadap potret kehidupan, yang
disajikan di bait pertama. Komentar yang disajikan didominasi oleh repetisi atau
pengulangan kata “kuno” dan kata “memang”. “Kuno kuno memang” menekankan
bahwa kondisi kehidupan kelompok manusia ini masih kuno atau masih primitif
karena masih belum dapat mencukupi kebutuhan primer mereka yang menjadi ciri
dari masyarakat yang belum berkembang.
Sementara “Memang memang kuno” yang mengulang kata “memang”
menegaskan adanya persetujuan atas pernyataan tersebut. Kata penghubung “namun”
memperlihatkan adanya kontras antara apa yang diharapkan dengan kenyataan. Yang
diharapkan adalah kehidupan yang ada sudah maju, tapi kenyataannya masih kuno.
Pemilihan kata “kita” mengindikasikan bahwa orang yang memotret kehidupan dalam
bait pertama termasuk ke dalam kelompok masyarakat yang dipotretnya.
Uang dimana uang?
Nasi dimana nasi?
Uang dimana uang?
Nasi dimana nasi?
Bait ketiga merupakan referen karena bait ini diulang sebanyak dua kali dalam
lirik lagu ini. Bait ini mengulang dua buah pertanyaan, yaitu “Uang dimana uang?”
dan “Nasi dimana nasi?”.
Kedua pertanyaan ini kembali menekankan bahwa yang menjadi kebutuhan
utama adalah uang dan nasi. Uang mengacu pada “nafkah” dan nasi mengacu pada
“sesuap nasi” dalam bait pertama. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa
mencari uang dan mendapat cukup nasi merupakan obsesi dari orang-orang resah
yang dipotret dalam lirik lagu ini.
Seperti binatang
Bila lapar menerjang
Seperti kereta
Nafasnya terdengar
Dalam bait keempat, orang-orang yang resah mencari nafkah yang disebutkan
dalam bait pertama dibandingkan dengan dua hal. Pertama, dengan binatang yang
13
lapar sehingga menerjang apa saja. Dalam perbandingan ini, diperlihatkan bahwa
orang-orang tersebut dikendalikan oleh libido mereka atau oleh hasrat mendasar, yaitu
rasa lapar. Rasa lapar dapat membuat orang berubah perangainya, menjadi seperti
binatang yang tidak mengenal rasa kemanusiaan, etika, aturan, dan sebagainya.
Perbandingan kedua, adalah dengan kereta. Unsur persamaannya terletak pada
cara

bernafas,

yaitu

sama-sama

terdengar.

Kereta

yang

sedang

melaju

dipersonifikasikan sebagai orang dengan nafas memburu. Makna konotatifnya adalah
orang-orang yang mengejar nafkah ini sedang berpacu seperti kereta.
Lidahnya terjulur
Syahwatnya siap lentur
Soal harga diri
Sudah tak berarti
Bait

kelima

merupakan

lanjutan

dari

bait

sebelumnya.

Kali

ini

perbandingannya kembali pada binatang, khususnya anjing yang kehausan sehingga
lidahnya terjulur. Baris kedua menekankan bahwa dorongan libido, dalam hal ini rasa
lapar, bahkan lebih kuat daripada dorongan libido yang lain, yaitu dorongan seksual
(syahwat siap lentur).
Dorongan rasa lapar ini sedemikan kuatnya, sehingga membuat mereka tidak
lagi memerdulikan harga diri ataupun martabat mereka sebagai manusia. Hilangnya
harga diri itu menurunkan manusia ke posisi yang sama tingkatannya dengan
binatang.
Obsesi pada pemenuhan kebutuhan primer dan pada upaya untuk memuaskan
rasa lapar kembali dipertegas, dengan diulangnya bait referen sebagai bait keenam
lirik lagu.
Pergi kau!
Jangan nasehati aku oh ya!
Pergi kau!
Aku mau uangmu oh ya!
Pergi kau!
Jangan menggurui aku oh ya!
Pergi kau!
Aku mau nasimu oh!
Dalam bait ketujuh ini muncul kata ganti orang kedua “kau”. Muncul
pertanyaan, siapakah yang berbicara dan siapakah yang diajak bicara? Jika melihat
pada baris keempat dan kedelapan, dapat disimpulkan bahwa yang berbicara adalah

14
orang-orang yang terobsesi dengan uang dan nasi, yang berarti juga adalah orangorang resah yang mengejar nafkah, yang disebutkan dalam bait pertama.
Pada akhirnya, yang dipotret dari orang-orang bukan hanya tindakan-tindakan
mereka, melainkan juga respon dan perkataan mereka. Kata-kata yang diulang dalam
bait ini adalah “Pergi kau!” yang memperlihatkan ketidaksabaran mereka dan respon
yang kasar, yang ditujukan kepada orang yang menasehati mereka.
“Jangan nasehati aku” dan “Jangan menggurui aku,” yang masing-masing
diikuti dengan “Aku mau uangmu” dan “Aku mau nasimu,” semakin memperkuat
kesan bahwa mereka ini memang benar-benar terobsesi dengan uang dan nasi. Mereka
tidak peduli pada hal-hal yang lain. Mereka juga tidak peduli pada etika, sopan
santun, dan bahkan juga moralitas.
Anak anak kecil tengadahkan tangan
Mainkan tamborin gapai masa depan
Tanah lahirku aku cinta kau
Bumi darahku aku cium engkau

Di bait terakhir lirik, temanya seakan bergeser dari orang-orang yang resah
mencari nafkah. Di dalam bait ini kata ganti orang pertama “aku” tidak mengacu pada
orang-orang resah sebagaimana dalam bait sebelumnya, tetapi pada pemberi komentar
dalam bait kedua.
Kesimpulan ini didukung oleh nada dan gaya bicara yang berbeda dengan
nada dan gaya bicara yang dipakai dalam bait ketujuh. Dalam bait ini, nada bicara
“aku” di sini lebih optimistis. Gaya bicaranya jauh dari kasar, dan tidak seperti gaya
bicara orang-orang yang resah mengejar nafkah.
Kalimat-kalimat perintah dalam baris pertama dan kedua ditujukan kepada
anak-anak jalanan, yang disuruh menengadahkan tangan dan memainkan tamborin
untuk menggapai masa depan. Aku lirik di sini sepertinya masih menaruh harapan
pada anak-anak, yang masih memiliki harapan akan masa depan mereka.
Dua bait terakhir menutup kritik sosial dengan rasa cinta tanah air, yang
seolah-olah mengatakan bahwa meskipun keadaan sangat memprihatinkan, aku lirik
tetap cinta pada tanah air. Meskipun keadaan tanah air begitu mengkhawatirkan, tidak
ada jalan lain kecuali menerimanya, karena itulah keadaan negeri yang ia cintai.

15
4.2 Analisis Teks Oh… ya!
Lirik lagu ini menyampaikan mimpi si miskin yang ingin menjadi kaya dan
terhormat yang tercermin dari pengulangan kata andaikata, seandainya, umpamanya,
dan kalau saja. Karena bosan berjuang, si miskin menyerahkan dirinya pada nasib dan
takdir yang tidak dapat diingkari, sebagaimana dinyatakan dalam nasibmu jelas bukan
nasibku.
Repetisi refrein sebanyak empat kali merupakan penekanan bahwa keadaan
tersebut sudah merupakan takdir, nasib. Jadi, bukanlah kesalahan siapapun apabila
nasibnya tidak bisa berubah. Dengan Oh... Ya!, ia sadar bahwa keadaannya tidak akan
berubah.
Seperti lirik Bongkar, lirik lagu ini pun memperlihatkan pertentangan kelas
melalui makna konotatifnya:

Kemakmuran
mobil „nyaman, kelas menengah ke atas‟
rumah „kokoh, permanen, resmi‟

Kemiskinan
bus „panas, berdesakan, kelas bawah‟
gubuk „rapuh, sewaktu-waktu bisa
digusur‟
penganggur „miskin, disepelekan‟
kere „tak punya uang meskipun bekerja
keras‟

direktur „kaya, terhormat‟
lotere „banyak uang, tanpa kerja keras‟

Makna konotasi kata-kata tersebut menyampaikan pesan secara lebih keras.
Lirik lagu ini hanya berisi dua bait, sedangkan selebihnya adalah refrein yang diulang
empat kali. Pengulangan tersebut dan la la la la yang cukup panjang, dapat
diinterpretasikan sebagai „kepasrahan.‟
4.3 Analisis Teks Bento
Namaku Bento rumah real estate
Mobilku banyak harta berlimpah
Orang memanggilku bos eksekutive
Tokoh papan atas atas s’galanya. Asyik . . . . . . . . .
Syair ini tidak terlalu sulit untuk dipahami, karena hampir semua kata dalam
puisi ini dapat dimaknai secara referensial. Pada pembacaan pertama sudah dapat
dikenali bahwa puisi ini berisi pengakuan “aku lirik,” sebagai seorang yang bernama
Bento. Ia tinggal di rumah real estate. Real estate mengacu pada penamaan perumahan elite dan mewah. Istilah yang juga mengacu pada kalangan berstatus sosial atas.
16
Pada larik kedua, aku lirik memberi pengakuan tentang materi yang dimilikinya, mobil yang banyak dan harta berlimpah. Ia juga mengaku dirinya seorang bos
eksekutif. Kata bos secara denotatif dapat dimaknai sebagai atasan, pemilik modal,
atau penguasa. Seorang bos memiliki kekuasaan dan lazimnya memiliki bawahanbawahan yang membantu pekerjaan-pekerjaannya.
Kata eksekutif memperkuat wilayah kekuasaan tempat si aku lirik berada,
yaitu golongan atas dan berkelas. Tokoh papan atas atas s’galanya, dapat dipahami
sebagai penguat makna sebelumnya, bahwa ia seorang tokoh dari kalangan atas,
bahkan paling atas, paling berkuasa, dan paling berpengaruh.
Kekuasaan aku lirik pun seolah-olah tidak terbatas karena berada di tempat
yang paling tinggi kelasnya. Kata asyik di akhir bait menyiratkan makna sesuatu yang
menyenangkan, memberikan kegembiraan dan kenyamanan. Aku lirik menikmati keberadaanya dalam lingkungan tersebut.
Wajahku ganteng banyak simpanan
Sekali lirik oke sajalah
Bisnisku menjagal jagal apa saja
Yang penting aku menang aku senang
Persetan orang susah karena aku
Yang penting asyik. Sekali lagi asyik . . . . . . . . .
Aku lirik mengaku dirinya berwajah ganteng dan memiliki banyak simpanan.
Pengakuan wajah ganteng memperlihatkan kepercayaan diri aku lirik. Kepercayaan
diri ini dikuatkan lagi dengan banyaknya simpanan yang dimiliki. Simpanan dapat
dimaknai sesuatu yang disembunyikan. Konotasi kata simpanan mengacu pada
sesuatu yang negatif, yang dalam larik ini dapat diartikan sebagai perempuan atau
bisa juga harta atau materi lain karena ia berasal dari golongan atas.
Dalam larik sekali lirik oke sajalah terlihat bahwa kekuatan lirikan si aku
membuat “perempuan” yang diinginkannya, atau apa saja yang diinginkannya mudah
diperoleh. Pada dua bait tersebut, fisik aku lirik menjadi salah satu modal untuk
mendapatkan yang diinginkannya, meskipun secara implisit, kekuatan fisik saja tidak
cukup. Tetapi, kekayaan yang dimiliki si aku liriklah yang menambah kepercayaan
dirinya yang semakin besar dan memungkinkannya mendapatkan banyak hal.
Pada bait berikutnya, aku lirik memberi pengakuan mengenai profesi yang
dijalaninya, yaitu bisnis menjagal. Sebuah profesi yang memberi konotasi negatif,
sesuatu yang mengerikan, dan penuh kekerasan. Kata-kata jagal apa saja menyiratkan
17
aku lirik melakukan aktifitas menjagal, tanpa berpikir siapa yang akan jadi korban.
Sifat egoistik aku lirik terlihat pada larik-larik tersebut.
Penguatan makna bahwa aku lirik sangat mementingkan kesenangan dirinya,
terdapat pada bait berikutnya „yang penting aku menang, aku senang‟. Ia seolah-olah
menghalalkan segala cara untuk memperoleh keinginannya dan yang terpenting
adalah kesenangan dirinya.
Egosentris aku lirik semakin diperkuat dalam larik persetan orang susah
karena aku. Aku lirik tidak peduli kesenangannya akan menyusahkan orang lain.
Baginya yang penting adalah dirinya sendiri di atas segalanya. Dalam pemaknaan bait
ini, terlihat sikap arogansi yang ditunjukkan oleh aku lirik, karena kekayaan dan
kekuasaan yang dimiliki.
Pada bait kedua ini muncul kontradiksi-kontradiksi. Pada awal bait aku lirik
yang memiliki wajah ganteng, yang berkonotasi positif, sebagai ungkapan yang
menguatkan makna positif lainnya di bait satu, yaitu kekayaan, kemewahan, dan pimpinan yang berpengaruh.
Wajah ganteng berasosiasi dengan kekayaan yang dimiliki, tinggal di rumah
mewah, menggambarkan sesuatu yang ideal dan positif. Namun demikian, terlihat
kontradiksi saat ia menyatakan profesinya sebagai pebisnis menjagal. Wajah ganteng
dan penjagal, dua hal yang dipahami memiliki konotasi positif-negatif dan bertentangan.
Kontradiksi yang lain terlihat dari pilihan kata senang dan susah. Aku lirik
mencari kesenangan dengan tidak mempedulikan kesusahan orang lain. Pertentangan
secara tersirat juga terlihat pada kata menjagal dan asyik. Menjagal yang dapat
dipahami sebagai kekerasan seolah-olah dilakukan dengan enteng, tanpa hati dan
dianggap sebagai hiburan yang menyenangkan. Repetisi kata asyik dengan penekanan
melalui kata-kata sekali lagi menegaskan sikap aku lirik yang egosentris dan arogan.
Khotbah soal moral omong keadilan sarapan pagiku
Aksi tipu-tipu lobbying dan upeti woh . . . jagonya . .
Maling kelas teri bandit kelas coro, itu kan tong sampah
Siapa yang mau berguru, datang padaku
Sebut tiga kali namaku: Bento . . . .Bento . . . . Bento . . . . .
Asyik . . . . . . . ! ! ! ! ! ! Asyik . . . . . .

Pada bait ini aku lirik memberi pengakuan atas kebiasaan dirinya, yaitu
berkotbah masalah moral dan keadilan. Aktivitas kotbah lazimnya dilakukan oleh
18
para ulama atau pemuka agama. Demikian pula dengan penyampaian pesan-pesan
moral biasanya dilakukan oleh para pemuka agama.
Dalam bait di atas aku lirik, yang menyebut dirinya bernama Bento,
mengambil alih peran tersebut dan mendudukkan dirinya sebagai seorang yang
memahami persoalan moral dan menjadi agen penyampai kepada orang lain. Kotbah
tidak ditempatkan pada makna yang sebenarnya, karena pada larik berikutnya terlihat
adanya hal yang bertentangan.
Aku lirik mengakui kelihaian dalam hal tipu-menipu, dan memberikan
(mendapatkan) upeti. Terdapat kontradiksi pada kata-kata kotbah soal moral dan
omong keadilan dengan aksi tipu-tipu, lobbying dan upeti. Pertentangan ini
memperlihatkan adanya makna aksi manipulatif aku lirik.
Ia memperlihatkan diri sebagai seorang moralis, padahal kelihaiannya adalah
menipu. Ia juga menyukai lobbying yang sebenarnya lebih dekat ke pemaknaan
negatif kasak-kusuk, dan upeti yang dapat dimaknai sebagai sogokan, yang diterima
maupun diberikan saat ia ingin mencapai keinginan-keinginannya. Ironi dalam lariklarik tersebut sangat jelas. Persoalan moralitas yang dipertentangkan dengan aksi tiputipu memperlihatkan sebuah ironi.
Pada larik berikutnya secara tersirat tampak sebuah perbandingan yang dibuat
oleh aku lirik, saat menyebut maling kelas teri bandit kelas coro sebagai tong sampah.
Hal yang tidak berarti dibandingkan dirinya, yang ia sebut sebagai jagoan. „Maling
dan bandit‟ yang berkelas teri dan coro bukan apa-apa dibanding dirinya yang dapat
ditafsirkan sebagai penjahat dengan kelas yang lebih tinggi. Kata sampah diartikan
sebagai sesuatu yang tidak berharga, demikian pula dengan kata teri jenis ikan kecil
dan coro, binatang yang berasosiasi dengan sesuatu yang tidak berharga, kotor, dan
rendahan.
Aku lirik melihat dunia di luarnya sebagai sesuatu yang tidak sebanding
dengan dirinya yang besar dan memiliki banyak kelebihan. Tampak makna arogansi
aku lirik diperkuat melalui larik-larik tersebut.
Pada larik berikutnya, aku lirik menawarkan dirinya untuk menjadi guru
kepada siapa saja yang ingin belajar. Guru bermakna seseorang yang memberikan
ilmu kepada orang lain dalam arti yang sangat positif. Dalam konteks bait ini ada
sebuah pertentangan (ironi) yang sangat jelas, ketika makna guru dipakai untuk
menggambarkan seseorang yang mengajarkan hal negatif, seperti menipu,
memanipulasi dan mencuri.
19
Pada larik berikutnya sebut tiga kali namaku: Bento…Bento…Bento….
menunjukkan adanya penegasan akan pentingnya diri aku lirik, sehingga seseorang
yang ingin menjadikannya guru harus menyebut namanya tiga kali. Penyebutan nama
tiga kali tidak hanya dapat dimaknai adanya penegasan akan pentingnya sosok aku
lirik, tetapi juga dapat bermakna bahwa Bento adalah nama ganjil, dalam pengertian
tidak lazim, lebih menyerupai akronim, dan misterius.
Pengulangan kata asyik di akhir larik juga merupakan penegasan atas sikap
aku lirik yang suka bersenang-senang dan menikmati keberadaan dirinya yang kaya
dan berkuasa. Terlihat pula Bento yang senang, bangga, dan menikmati cara-cara
mencapai keinginannya yang tampak tidak selaras, bahkan menyimpang dari ajaran
moral dan agama.
Setelah memperhatikan makna dalam teks, pemaknaan yang lebih luas dapat
dilakukan dengan memperhatikan konteks penciptaan karya. Pada bait pertama, nama
Bento bukanlah nama yang lazim dipakai untuk orang Indonesia. Nama tersebut lebih
menyerupai sebuah akronim, yang kemudian dikaitkan dengan kekuasaan zaman orde
baru. Bento juga terkesan sebagai nama yang misterius dan lebih bermakna samaran
alias dari identitas seseorang yang sengaja disembunyikan.
Orang kemudian mengaitkan nama Bento dengan orang-orang yang berada di
lingkaran Suharto, dengan menyebutnya benteng Suharto, Beny Suharto, atau besan
Suharto. Bento juga bermakna bodoh dalam ungkapan Jawa Timur. Apabila makna
tersebut dikaitkan dengan teks, akan tampak jelas bahwa gambaran tokoh Bento
dalam syair di atas juga memiliki kaitan yang logis.
Bento yang digambarkan dalam teks terlihat sebagai seorang yang memiliki
materi berlimpah, tetapi secara intelektual tidak berkelas. Hal ini terlihat dari katakata yang disampaikannya menyerupai preman, dengan pengakuan dirinya yang
bangga pada keburukan dan kekerasan. Bento mengabaikan kemanusiaan dan etika
untuk mencapai keinginan-keinginannya. Aksi menjagal, tipu-menipu, dan munafik
terlihat pada pengakuannya yang lugas.
Bento memunculkan imaji tentang seorang preman, manusia pasar atau
mungkin orang yang berpendidikan rendah yang kemudian memiliki kekayaan materi
dan kekuasaaan. Muncul ironi-ironi yang menunjukkan pertentangan, antara hal yang
disampaikan dengan kenyataan yang mendasari. Terdapat oposisi-oposisi makna yang
timbul dari kata-kata dalam larik yang menimbulkan kesan ironis dan sarkasme.

20
4.4. Analisis Teks Bongkar
Lagu ini mengungkapkan ketidakpuasan rakyat terhadap tindakan pemimpinnya. Keluhan mereka tidak diperhatikan, dan mereka bahkan diminta untuk bersabar. Tidak adanya perubahan dipahami oleh rakyat sebagai hilangnya perlindungan
dari para pemimpin. Jalan keluar yang mereka tempuh adalah turun ke jalan dengan
harapan bisa berhasil.
Lirik lagu ini merupakan komunikasi antara pengirim pesan, yaitu kelompok
(P1) yang ditandai oleh kata kami, kita. Jadi, pengirim pesan terdiri atas dua
subkelompok, yaitu penutur seluruh lirik dan “teman”nya. Di pihak lain, penerima
pesan (P2) yang juga merupakan kelompok. P1 menyapa P2 dengan kata ganti yang
sopan dan akrab secara silih berganti: mereka, orang tua, kau. Karena kau
menggantikan orang tua, kata ganti tersebut menimbulkan konotasi „kurang hormat‟.
P1 dan P2 menempati posisi berseberangan, yang merupakan dua blok yang
ber-tentangan. P1 adalah pihak yang didominasi, korban penindasan, dan demonstran.
P2 adalah pihak yang mendominasi dan juga dianggap sebagai orang tua.
Pertentangan antara kedua kelompok tersebut terungkap di sepanjang lirik: kesedihan
„sedih‟ --- tontonan „hiburan‟, diperkuda „kerja keras, budak‟ --- jabatan „dihormati,
kemapanan‟, kau „akrab, setara‟ --- orang tua „dihormati, lebih tinggi‟, setan „jahat‟
--- orang tua „yang melindungi, mencintai‟.
Majas metafora dan metonimi digunakan untuk menyatakan bahwa negara
merupakan sebuah rumah tempat orang tua (pemimpin) dan anak-anaknya (rakyat)
tinggal bersama. Seharusnya, sebuah keluarga memperhatikan kebahagiaan dan mencintai anak-anaknya.
Namun, yang terjadi adalah sebaliknya, tidak ada kenyamanan yang diungkapkan dengan: kalau cinta sudah dibuang (tidak ada cinta), Jangan harap keadilan
akan datang (tidak ada keadilan), setan (pemimpin) yang melakukan penindasan,
kesewenangan, keserakahan, dan tidak bisa dipercaya.
Tekanan dari penindas menimbulkan resistensi yang dinyatakan dengan
metonimi ke jalan (berdemonstrasi –kontiguitas tindak dan tempat) serta metafora
robohkan (menurunkan dari jabatan, tidak berkuasa lagi sebagai penguasa) dan
bongkar (mencabut dari posisinya).
Lagu ditutup dengan plesetan Kok bisa? Ajakan untuk membongkar
mengherankan sementara orang. Mereka tidak percaya bahwa penindas bisa dibong-

21
kar. Kemudian dijawab dengan Bisa kok! Pernyataan tersebut meyakinkan (kok!)
bahwa hal tersebut dapat dilaksanakan.
Lirik lagu ini cukup transparan. Majas yang digunakan pun cukup sederhana.
Dengan demikian, pesan disampaikan dengan sangat jelas.
V. Kesimpulan
Berdasarkan analisis keempat teks lagu Swami I, dapat ditarik sejumlah
kesimpulan. Kesimpulan pertama, lirik lagu-lagu dalam album Swami I ini memang
benar menunjukkan terdapatnya unsur pertentangan kelas. Di dalam lirik lagu-lagu
itu, terlihat jelas adanya dua kelas sosial, yang ditempatkan secara berseberangan.
Kelas pertama, adalah mereka yang menikmati kue pembangunan, punya banyak uang, punya harta dan rumah mewah, punya jabatan tinggi, berkuasa, bisa berbuat semaunya, hidup enak dan nyaman. Mereka asyik dengan kenikmatan hidupnya
sendiri, dan tidak perduli dengan hidup orang lain yang ditindas atau menjadi korban
aksi manipulasinya.
Kelas kedua, adalah adalah kalangan kelas bawah, rakyat kecil, yang kondisi
kehidupannya sangat kontras berbeda dengan kalangan yang menikmati kue pembangunan. Dua kelas ini merupakan pencerminan kondisi sosial di era Orde Baru, di
mana pertumbuhan ekonomi cukup baik, tetapi terdapat kesenjangan sosial yang
lebar, antara kelompok yang sukses dan kelompok masyarakat yang terpuruk atau
tertinggal dalam pembangunan.
Dalam Potret, kelas sosial kedua yang diangkat adalah kaum miskin yang
tertindas oleh kemiskinan. Mereka ini direpresentasikan sebagai orang-orang yang
harus berlomba mengejar nafkah demi sesuap nasi. Perlombaan itu bahkan membuat
mereka tidak lagi memedulikan martabat, harga diri dan kemanusiaan mereka.
Dengan membandingan antara orang-orang ini dengan anjing menunjukkan
bahwa mereka diposisikan pada strata terendah dalam masyarakat. Lirik ini sepertinya
hendak mengatakan bahwa kemiskinan yang demikian akut dapat begitu mendominasi pikiran, hati dan hidup manusia sehingga rasionalitas dan hati nurani tidak lagi
berlaku.
Manusia bahkan kehilangan minat dan kemampuan untuk memikirkan caracara yang lebih strategis untuk mengubah keadaan mereka. Penolakan mereka terhadap ajaran dan nasehat orang lain memerlihatkan sikap yang apatis dan pesimis dalam melihat masa depan mereka.
22
Kesimpulan

kedua,

ada

sejumlah

cara

untuk

menunjukkan

atau

mengekspresikan pertentangan kelas dalam lirik-lirik lagu di album Swami I. Cara
yang sering dilakukan adalah dengan mengkontraskan kondisi antara kedua kelas
tersebut, atau mengkontraskan antara harapan dan kenyataan.
Dalam lirik lagu Oh…Ya!, misalnya, dikontraskan antara impian kelas bawah
yang miskin dengan fakta atau realitas yang mereka hadapi. Yang ada dalam anganangan mereka adalah menjadi kaya yang ditandai dengan naik mobil itu dan bukan
naik bis ini, memiliki rumah itu dan bukan gubuk ini. Pengontrasan yang dilakukan
dengan mengoposisikan mobil dengan bis, rumah dengan gubuk serta itu dengan ini
mempertajam kesenjangan yang ada antara apa yang diharapkan dengan kenyataan.
Di samping itu, kontras antara nasibmu bukan nasibku memperlihatkan dua
kelompok sosial dengan kondisi yang sangat berbeda. Aku ditandai dengan bis, gubuk,
pengangguran, dan kere sementara kamu ditandai dengan mobil, rumah, dan direktur.
Kesenjangan ini tak terjembatani karena tidak ada cara yang dapat ditempuh
oleh kelompok masyarakat miskin untuk dapat meningkatkan status sosial mereka.
Dua macam cara yang mereka anggap dapat mengubah kemiskinan, yaitu dengan
mendapat pekerjaan sebagai direktur serta menang lotere semata-mata merupakan
keniscayaan, karena sudah hampir dapat dipastikan, keduanya tidak mungkin bisa
mereka peroleh.
Memang kedua lirik ini tidak menyatakan secara eksplisit adanya dua kelas
sosial yang memiliki relasi kuasa. Meskipun demikian, Potret dan Oh… ya! dengan
jelas memperlihatkan bahwa kemiskinan ternyata dapat memiliki kuasa yang begitu
dominan atas satu kelompok sosial tertentu.
Nada apatis dan pesimistis yang mewarnai kedua lirik menegaskan bahwa
hirarki yang ada antara kaya/miskin seakan-akan sudah tidak dapat diubah lagi.
Kelompok masyarakat miskin tetap berada pada posisi tertindas dan tidak berdaya.

Cara penggambaran pada lirik lagu berikut masih tetap bernuansa pengontrasan. Namun, jika lirik sebelumnya memandang situasi dari sudut pandang kelas
bawah, yaitu kelompok yang miskin dan tertindas, maka kali ini situasi dilihat dari
sudut pandang kelas atas, atau kelompok penindas yang menikmati kue pembangunan.

23
Berbeda dengan Potret dan Oh ya, Bento mengetengahkan aku lirik yang
mewakili kelompok sosial yang berbeda, yaitu kelas atas yang kaya dan berkuasa,
yang berada pada posisi yang berseberangan dengan kelompok sosial dalam kedua
lirik sebelumnya.
Bento merepresentasikan dirinya sebagai seorang yang kaya dan berhasil
dengan atribut mobil yang banyak, harta berlimpah, jabatan tinggi sebagai boss eksekutif dan tokoh papan atas.
Pemakaian atribut-atribut tersebut, sebagai penanda keberhasilan dan
kekayaan seseorang, menunjukkan bahwa Bento yang mewakili kelompok masyarakat kelas atas mengukur keberhasilan dan kekayaan dengan materi dan kekuasaan
yang dimiliki.
Bento juga dengan pongahnya menampilkan dirinya sebagai penindas dengan
mengatakan bahwa ia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang dia
inginkan (Bisnisku menjagal jagal apa saja; Yang penting aku senang aku menang;
Persetan orang susah karena aku; Yang penting asyik sekali lagi…)
Bento berada pada posisi yang berseberangan dengan kelas bawah yang
disoroti dalam Potret dan Oh… ya!. Secara sepintas tampak adanya hirarki antara
kaya/miskin, berhasil/gagal, dan penindas/tertindas. Kelompok kaya dikatakan berhasil atau sukses karena mampu memperoleh semua yang mereka inginkan, meskipun
semua itu didapatkan dengan cara menjagal dan menindas orang lain.
Nada pongah yang dipakai Bento, ketika menyatakan kualitasnya sebagai
penjahat kelas kakap, yang memiliki ilmu yang tinggi dalam melakukan aksi tipunya,
dan dalam mengelabuhi orang dengan kemunafikannya, memperlihatkan bahwa hasil
lebih penting daripada cara.
Hal yang patut dicatat, meski ada dua kelas sosial yang bertentangan dan berbeda kepentingan, keduanya punya cara pandang yang bisa dibilang serupa, dalam
menetapkan ukuran-ukuran dan kriteria kelayakan hidup. Ukuran dan kriteria itu
sangat “konkret,” untuk tidak mengatakan “materialistik.”
Jika dibandingkan dengan lirik Potret dan Oh… ya!, tampak adanya persamaan dalam cara merepresentasikan kedua kelas sosial ini. Kedua kelas ini samasama mengutamakan hasil. Dalam Potret, hasil yang dikejar berupa uang dan nasi,
bahkan dalam Oh… ya! dan Bento hasil yang diinginkan hampir sama, yaitu kekayaan
yang juga berarti kekuasaan.

24
Baik kelas bawah maupun kelas atas, baik yang tertindas maupun penindasnya, sebenarnya memiliki kualitas yang sama. Kedua kelas sosial ini sama-sama
mengutamakan hasil dan tidak mengindahkan cara memperoleh hasil tersebut. Keduanya juga memaknai keberhasilan dengan materi (mobil, rumah, harta) dan dengan
besarnya kekuasaan (direktur, boss eksekutif, tokoh papan atas) yang ada dalam genggaman mereka.
Bongkar sebagaimana halnya Oh… ya! menghadirkan dua kelas sosial yang
dipertentangkan, yaitu kelas bawah yang tertindas dan kelas atas atau penguasa yang
menindas. Penindas direpresentasikan sebagai orang tua yang kehilangan cinta, sehingga mereka kehilangan hati nurani dan empati pada orang lain. Penempatan
dengan menjajarkan kesedihan hanya tontonan dengan diperkuda jabatan menunjukkan bahwa apa yang dilakukan penguasa ini sudah melewati batas-batas kenormalan.
Selain sebagai orang tua yang telah kehilangan cinta, penindas juga direpresentasikan sebagai setan yang berdiri mengangkang, yang memiliki konotasi kesewenangan dan kesombongan. Ketidaksabaran akibat kekecewaan yang terpendam
lama (karena diharuskan sabar menunggu) membuat mereka mengambil tindakan
untuk merencanakan pembongkaran terhadap kekuasaan penindas.
Pertanyaan Kok bisa? yang dijawab dengan pembalikan kedua kata tersebut
menjadi Bisa kok! memperlihatkan adanya dialog antara keraguan bahwa dominasi
kekuasaan penindas dapat dirobohkan dengan keyakinan bahwa hal itu mungkin
dilakukan. Dengan menutup lirik dengan pernyataan Bisa kok! memperlihatkan nada
optimis bahwa kekuasaan dapat diruntuhkan dan penindasan dapat diakhiri.
Dengan demikian, lirik lagu ini merupakan satu-satunya di antara keempat
lirik yang dibahas dalam esai ini yang mengandung nada optimis bahwa ketertindasan
dan kemiskinan bukan nasib yang harus diterima begitu saja; bahwa mereka yang
tertindas memiliki kekuatan untuk membongkar kekuasaan yang sudah mapan.

25
DAFTAR PUSTAKA
Adian, Donny Gahral. 2006. Percik Pemikiran Kontemporer: Sebuah Pengantar
Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra.
Boangmanalau, Singkop Boas. 2008. Marx, Dostoievsky, Nietzsche: Menggugat
Teodisi dan Merekonstruksi Antropodisi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Budianta, Melani. 2000. “Discourse of Cultural Identity in Indonesia During the
1997-1998 Monetary Crisis,” Inter-Asia Cultural Studies, vol. 1 no. 1, hlm. 110127.
Christomy, T., dan Untung Yuwono (ed.). 2004. Semiotika Budaya. Depok: Pusat
Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, Direktorat Riset dan Pengabdian
Masyarakat UI.
Honderich, Ted. 1995. The Oxford Companion to Philosophy. Oxford/New York:
Oxford University Press.
Kathryn Woodward. 1999. Identity and Difference. London: Sage Publication.
Storey, John. 2006. Cultural Theory and Popular Culture: an Introduction. Fourth
Edition. Athens, Georgia: The University of Georgia Press.
Tabloid Bintang No 293/Th. VI, Minggu Kedua, Oktober 1996.
Winters, Jeffrey A. 1999. Dosa-dosa Politik Orde Baru, Jakarta: Penerbit Djambatan.
Hoed, Benny H. 2008. Semiotika dan Dinamika. Jakarta: Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya, Universitas Indonesia.
Nöth, Wienfried. 1995. Handbook of Semiotics. Indiana: Indiana University Press.
Hlm.311-313.
Sulistyo, Basuki. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

26
Lampiran 1
Potret
(Iwan Fals / Sawung Jabo / Naniel) –SWAMI

Orang orang resah
Berlomba kejar nafkah
Demi anak bini
Demi sesuap nasi
Kuno kuno memang
Memang memang kuno
Namun kenyataan
Kita butuh soal itu
Uang dimana uang?
Nasi dimana nasi?
Uang dimana uang?
Nasi dimana nasi?
Seperti binatang
Bila lapar menerjang
Seperti kereta
Nafasnya terdengar
Lidahnya terjulur
Syahwatnya siap lentur
Soal harga diri
Sudah tak berarti
Uang dimana uang?
Nasi dimana nasi?
Uang dimana uang?
Nasi dimana nasi?
Pergi kau!
Jangan nasehati aku oh ya!
Pergi kau!
Aku mau uangmu oh ya!
Pergi kau!
Jangan menggurui aku oh ya!
Pergi kau!
Aku mau nasimu oh!
Anak anak kecil tengadahkan tangan
Mainkan tamborin gapai masa depan
Tanah lahirku aku cinta kau
Bumi darahku aku cium engkau

27
Lampiran 2

Oh... Ya!
(Iwan Fals & Sawung Jabo) - SWAMI
Andaikata aku di mobil itu
Tentu tidak di bus ini
Seandainya aku rumah itu
Tentu tidak di gubuk ini
A a a andaikata
Se se se seandainya
Oh ya!
Kalau saja aku jadi direktur
Tentu tidak jadi penganggur
Umpamanya aku dapat lotere
Tentu saja aku tidak kere
Ka ka ka kalau saja
U u u umpamanya
Oh ya!
Oh ya! Ya nasib
Nasibmu jelas bukan nasibku
Oh ya! Ya takdir
Takdirmu jelas bukan takdirku
Oh ya! Ya nasib
Nasibmu jelas bukan nasibku
Oh ya! Ya takdir
Takdirmu jelas bukan takdirku
Aku bosan
A a a andaikata
Se se se seandainya
Ka ka ka kalau saja
U u u umpamanya
Oh ya!
Oh ya! Ya nasib
Nasibmu jelas bukan nasibku
Oh ya! Ya takdir
Takdirmu jelas bukan takdirku
Oh ya! Ya nasib
Nasibmu jelas bukan nasibku
Oh ya! Ya takdir
28
Takdirmu jelas bukan takdirku
La la la
La la la
La la la la la la la la la la la la la
La la la
La la la
La la la la la la la la la la la la la

Oh oh
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Kok bisa?
Bisa kok!

29
Lampiran 3:
Bento
(Iwan Fals / Naniel ) -SWAMI

Namaku Bento rumah real estate
Mobilku banyak harta berlimpah
Orang memanggilku bos eksekutive
Tokoh papan atas atas s’galanya. Asyik . . . . . . . . .
Wajahku ganteng banyak simpanan
Sekali lirik oke sajalah
Bisnisku menjagal jagal apa saja
Yang penting aku menang aku senang
Persetan orang susah karena aku
Yang penting asyik. Sekali lagi asyik . . . . . . . . .
Reff:
Khotbah soal moral omong keadilan sarapan pagiku
Aksi tipu-tipu lobbying dan upeti woh . . . jagonya . .
Maling kelas teri bandit kelas coro, itu kan tong sampah
Siapa yang mau berguru, datang padaku
Sebut tiga kali namaku: Bento . . . .Bento . . . . Bento . . . . .
Asyik . . . . . . . ! ! ! ! ! ! Asyik . . . . . .

30
Lampiran 4:
Bongkar
(Iwan Fals / Sawung Jabo) -SWAMI

Kalau cinta sudah di buang
Jangan harap keadilan akan datang
Kesedihan hanya tontonan
Bagi mereka yang diperkuda jabatan
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Sabar sabar sabar dan tunggu
Itu jawaban yang kami terima
Ternyata kita harus ke jalan
Robohkan setan yang berdiri mengangkang
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Penindasan serta kesewenang wenangan
Banyak lagi teramat banyak untuk disebutkan
Hoi hentikan hentikan jangan diteruskan
Kami muak dengan ketidakpastian dan keserakahan
Dijalanan kami sandarkan cita cita
Sebab dirumah tak ada lagi yang bisa dipercaya
Orang tua pandanglah kami sebagai manusia
Kami bertanya tolong kau jawab dengan cinta

31

Mais conteúdo relacionado

Destaque

Tema 1, indahnya kebersamaan kurikulum 2013-bse kelas 4 sd-buku siswa
Tema 1, indahnya kebersamaan kurikulum 2013-bse kelas 4 sd-buku siswaTema 1, indahnya kebersamaan kurikulum 2013-bse kelas 4 sd-buku siswa
Tema 1, indahnya kebersamaan kurikulum 2013-bse kelas 4 sd-buku siswaAbdul Latip
 
Nadya E. Putri (Lagu Indonesia)
Nadya E. Putri (Lagu Indonesia)Nadya E. Putri (Lagu Indonesia)
Nadya E. Putri (Lagu Indonesia)nadyasakura
 
Teruntuk Ibuk Tercinta
Teruntuk Ibuk TercintaTeruntuk Ibuk Tercinta
Teruntuk Ibuk TercintaBen Susilo
 
Karya ilmiah, bahasa indonesia, MEMAHAMI MAKNA DARI SEBUAH PUISI YANG DI BUAT...
Karya ilmiah, bahasa indonesia, MEMAHAMI MAKNA DARI SEBUAH PUISI YANG DI BUAT...Karya ilmiah, bahasa indonesia, MEMAHAMI MAKNA DARI SEBUAH PUISI YANG DI BUAT...
Karya ilmiah, bahasa indonesia, MEMAHAMI MAKNA DARI SEBUAH PUISI YANG DI BUAT...Dian Agatha
 
1000 puisi kehidupan
1000 puisi kehidupan1000 puisi kehidupan
1000 puisi kehidupanmprieska_h
 
Buku kumpulan lirik lagu indonesia + kunci gitar
Buku kumpulan lirik lagu indonesia + kunci gitarBuku kumpulan lirik lagu indonesia + kunci gitar
Buku kumpulan lirik lagu indonesia + kunci gitarputrajulianhakim
 

Destaque (9)

Jalan sepi dibatas kota ini
Jalan sepi dibatas kota iniJalan sepi dibatas kota ini
Jalan sepi dibatas kota ini
 
Kata kata gombal
Kata kata gombalKata kata gombal
Kata kata gombal
 
Tema 1, indahnya kebersamaan kurikulum 2013-bse kelas 4 sd-buku siswa
Tema 1, indahnya kebersamaan kurikulum 2013-bse kelas 4 sd-buku siswaTema 1, indahnya kebersamaan kurikulum 2013-bse kelas 4 sd-buku siswa
Tema 1, indahnya kebersamaan kurikulum 2013-bse kelas 4 sd-buku siswa
 
Lirik lagu 2 bimbo
Lirik lagu 2 bimboLirik lagu 2 bimbo
Lirik lagu 2 bimbo
 
Nadya E. Putri (Lagu Indonesia)
Nadya E. Putri (Lagu Indonesia)Nadya E. Putri (Lagu Indonesia)
Nadya E. Putri (Lagu Indonesia)
 
Teruntuk Ibuk Tercinta
Teruntuk Ibuk TercintaTeruntuk Ibuk Tercinta
Teruntuk Ibuk Tercinta
 
Karya ilmiah, bahasa indonesia, MEMAHAMI MAKNA DARI SEBUAH PUISI YANG DI BUAT...
Karya ilmiah, bahasa indonesia, MEMAHAMI MAKNA DARI SEBUAH PUISI YANG DI BUAT...Karya ilmiah, bahasa indonesia, MEMAHAMI MAKNA DARI SEBUAH PUISI YANG DI BUAT...
Karya ilmiah, bahasa indonesia, MEMAHAMI MAKNA DARI SEBUAH PUISI YANG DI BUAT...
 
1000 puisi kehidupan
1000 puisi kehidupan1000 puisi kehidupan
1000 puisi kehidupan
 
Buku kumpulan lirik lagu indonesia + kunci gitar
Buku kumpulan lirik lagu indonesia + kunci gitarBuku kumpulan lirik lagu indonesia + kunci gitar
Buku kumpulan lirik lagu indonesia + kunci gitar
 

Semelhante a Pertentangan Kelas dalam Lirik Lagu di Album Kelompok Musik Swami I

Ketika Pers Bicara Korupsi: Analisis Tajuk Rencana Harian Pedoman pada Awal O...
Ketika Pers Bicara Korupsi: Analisis Tajuk Rencana Harian Pedoman pada Awal O...Ketika Pers Bicara Korupsi: Analisis Tajuk Rencana Harian Pedoman pada Awal O...
Ketika Pers Bicara Korupsi: Analisis Tajuk Rencana Harian Pedoman pada Awal O...Jojo Lendir
 
Kontroversi kontroversi pembangunan orde baru
Kontroversi kontroversi pembangunan orde baruKontroversi kontroversi pembangunan orde baru
Kontroversi kontroversi pembangunan orde baruSiti Zuariyah
 
Visi indonesia baru setelah reformasi
Visi indonesia baru setelah reformasiVisi indonesia baru setelah reformasi
Visi indonesia baru setelah reformasiPustaka Literasi
 
Kondisi indonesia pasca reformasi dalam bidang politik
Kondisi indonesia pasca reformasi dalam bidang politikKondisi indonesia pasca reformasi dalam bidang politik
Kondisi indonesia pasca reformasi dalam bidang politikMahfuri Mahfuri
 
Sejarah reformasi
Sejarah reformasiSejarah reformasi
Sejarah reformasiANAKilang81
 
Krisis_Orde_Baru_dan_Masa_Reformasi.pptx
Krisis_Orde_Baru_dan_Masa_Reformasi.pptxKrisis_Orde_Baru_dan_Masa_Reformasi.pptx
Krisis_Orde_Baru_dan_Masa_Reformasi.pptxpancaparhusip1
 
Ciri ciri budaya politik yang berkembang di indonesia
Ciri ciri budaya politik yang berkembang di indonesiaCiri ciri budaya politik yang berkembang di indonesia
Ciri ciri budaya politik yang berkembang di indonesiaNyak Nisa Ul Khairani
 
Bab 1 .indonesia pada masaorde baru
Bab 1 .indonesia pada masaorde baruBab 1 .indonesia pada masaorde baru
Bab 1 .indonesia pada masaorde baruNana Cahmaxcy
 
materi_kelas12 Sejarah_indonesia_bab_1.pptx
materi_kelas12 Sejarah_indonesia_bab_1.pptxmateri_kelas12 Sejarah_indonesia_bab_1.pptx
materi_kelas12 Sejarah_indonesia_bab_1.pptxAnisMugni1
 
Relevankah partai islam
Relevankah partai islamRelevankah partai islam
Relevankah partai islamJoko arizal
 
Perkembangan masyarakat indonesia menjelang reformasi
Perkembangan masyarakat indonesia menjelang reformasiPerkembangan masyarakat indonesia menjelang reformasi
Perkembangan masyarakat indonesia menjelang reformasiaswansetiawan
 
Catatan hitam lima presiden indonesia
Catatan hitam lima presiden indonesiaCatatan hitam lima presiden indonesia
Catatan hitam lima presiden indonesiaFebby Utomo
 

Semelhante a Pertentangan Kelas dalam Lirik Lagu di Album Kelompok Musik Swami I (20)

Ketika Pers Bicara Korupsi: Analisis Tajuk Rencana Harian Pedoman pada Awal O...
Ketika Pers Bicara Korupsi: Analisis Tajuk Rencana Harian Pedoman pada Awal O...Ketika Pers Bicara Korupsi: Analisis Tajuk Rencana Harian Pedoman pada Awal O...
Ketika Pers Bicara Korupsi: Analisis Tajuk Rencana Harian Pedoman pada Awal O...
 
Revormasi di indonesia
Revormasi di indonesiaRevormasi di indonesia
Revormasi di indonesia
 
Kontroversi kontroversi pembangunan orde baru
Kontroversi kontroversi pembangunan orde baruKontroversi kontroversi pembangunan orde baru
Kontroversi kontroversi pembangunan orde baru
 
Visi indonesia baru setelah reformasi
Visi indonesia baru setelah reformasiVisi indonesia baru setelah reformasi
Visi indonesia baru setelah reformasi
 
Kondisi indonesia pasca reformasi dalam bidang politik
Kondisi indonesia pasca reformasi dalam bidang politikKondisi indonesia pasca reformasi dalam bidang politik
Kondisi indonesia pasca reformasi dalam bidang politik
 
Sejarah reformasi
Sejarah reformasiSejarah reformasi
Sejarah reformasi
 
Krisis_Orde_Baru_dan_Masa_Reformasi.pptx
Krisis_Orde_Baru_dan_Masa_Reformasi.pptxKrisis_Orde_Baru_dan_Masa_Reformasi.pptx
Krisis_Orde_Baru_dan_Masa_Reformasi.pptx
 
Ciri ciri budaya politik yang berkembang di indonesia
Ciri ciri budaya politik yang berkembang di indonesiaCiri ciri budaya politik yang berkembang di indonesia
Ciri ciri budaya politik yang berkembang di indonesia
 
Presentasi tugas bu probo
Presentasi tugas bu proboPresentasi tugas bu probo
Presentasi tugas bu probo
 
Bab 1 .indonesia pada masaorde baru
Bab 1 .indonesia pada masaorde baruBab 1 .indonesia pada masaorde baru
Bab 1 .indonesia pada masaorde baru
 
materi_kelas12 Sejarah_indonesia_bab_1.pptx
materi_kelas12 Sejarah_indonesia_bab_1.pptxmateri_kelas12 Sejarah_indonesia_bab_1.pptx
materi_kelas12 Sejarah_indonesia_bab_1.pptx
 
Pendidikan pancasila agil
Pendidikan pancasila agilPendidikan pancasila agil
Pendidikan pancasila agil
 
Relevankah partai islam
Relevankah partai islamRelevankah partai islam
Relevankah partai islam
 
Perkembangan masyarakat indonesia menjelang reformasi
Perkembangan masyarakat indonesia menjelang reformasiPerkembangan masyarakat indonesia menjelang reformasi
Perkembangan masyarakat indonesia menjelang reformasi
 
Slide polugri
Slide polugriSlide polugri
Slide polugri
 
Prri
PrriPrri
Prri
 
Prri
PrriPrri
Prri
 
Makalah orde lama
Makalah orde lamaMakalah orde lama
Makalah orde lama
 
Kelompok 6 Sejarah Wajib.pptx
Kelompok 6 Sejarah Wajib.pptxKelompok 6 Sejarah Wajib.pptx
Kelompok 6 Sejarah Wajib.pptx
 
Catatan hitam lima presiden indonesia
Catatan hitam lima presiden indonesiaCatatan hitam lima presiden indonesia
Catatan hitam lima presiden indonesia
 

Mais de Satrio Arismunandar

Kepemimpinan (Leadership) di Industri Media
Kepemimpinan (Leadership) di Industri MediaKepemimpinan (Leadership) di Industri Media
Kepemimpinan (Leadership) di Industri MediaSatrio Arismunandar
 
Memahami Integrasi, Merger, dan Akuisisi di Industri Media
Memahami Integrasi, Merger, dan Akuisisi di Industri MediaMemahami Integrasi, Merger, dan Akuisisi di Industri Media
Memahami Integrasi, Merger, dan Akuisisi di Industri MediaSatrio Arismunandar
 
Mass Communication 01 - Basic Concepts
Mass Communication 01 - Basic ConceptsMass Communication 01 - Basic Concepts
Mass Communication 01 - Basic ConceptsSatrio Arismunandar
 
Strategi dan Teknologi Militer: Ambisi Indonesia Memproduksi Pesawat Jet Temp...
Strategi dan Teknologi Militer: Ambisi Indonesia Memproduksi Pesawat Jet Temp...Strategi dan Teknologi Militer: Ambisi Indonesia Memproduksi Pesawat Jet Temp...
Strategi dan Teknologi Militer: Ambisi Indonesia Memproduksi Pesawat Jet Temp...Satrio Arismunandar
 
Terciptanya Poros Arab Saudi - Mesir - Israel
Terciptanya Poros Arab Saudi - Mesir - IsraelTerciptanya Poros Arab Saudi - Mesir - Israel
Terciptanya Poros Arab Saudi - Mesir - IsraelSatrio Arismunandar
 
TNI Bosan Menjadi "Macan Ompong"
TNI Bosan Menjadi "Macan Ompong"TNI Bosan Menjadi "Macan Ompong"
TNI Bosan Menjadi "Macan Ompong"Satrio Arismunandar
 
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)Satrio Arismunandar
 
WWF Indonesia 1962–2002: Melestarikan Alam Indonesia dengan Menyejahterakan M...
WWF Indonesia 1962–2002: Melestarikan Alam Indonesia dengan Menyejahterakan M...WWF Indonesia 1962–2002: Melestarikan Alam Indonesia dengan Menyejahterakan M...
WWF Indonesia 1962–2002: Melestarikan Alam Indonesia dengan Menyejahterakan M...Satrio Arismunandar
 
Korupsi Elite Politik dari Zaman Kerajaan ke Era Reformasi
Korupsi Elite Politik dari Zaman Kerajaan ke Era ReformasiKorupsi Elite Politik dari Zaman Kerajaan ke Era Reformasi
Korupsi Elite Politik dari Zaman Kerajaan ke Era ReformasiSatrio Arismunandar
 
Sejarah Irak: Dari Sumeria ke Irak Modern
Sejarah Irak: Dari Sumeria ke Irak ModernSejarah Irak: Dari Sumeria ke Irak Modern
Sejarah Irak: Dari Sumeria ke Irak ModernSatrio Arismunandar
 
Retaknya Kemesraan Antara Dua Sekutu Lama, Amerika dan Arab Saudi
Retaknya Kemesraan Antara Dua Sekutu Lama, Amerika dan Arab SaudiRetaknya Kemesraan Antara Dua Sekutu Lama, Amerika dan Arab Saudi
Retaknya Kemesraan Antara Dua Sekutu Lama, Amerika dan Arab SaudiSatrio Arismunandar
 
Pierre Bourdieu dan Pemikirannya tentang Habitus, Doxa dan Kekerasan Simbolik
Pierre Bourdieu dan Pemikirannya tentang Habitus, Doxa dan Kekerasan SimbolikPierre Bourdieu dan Pemikirannya tentang Habitus, Doxa dan Kekerasan Simbolik
Pierre Bourdieu dan Pemikirannya tentang Habitus, Doxa dan Kekerasan SimbolikSatrio Arismunandar
 
Pemikiran Politik Plato Ditinjau dari Filsafat Politik Demokratis
Pemikiran Politik Plato Ditinjau dari Filsafat Politik DemokratisPemikiran Politik Plato Ditinjau dari Filsafat Politik Demokratis
Pemikiran Politik Plato Ditinjau dari Filsafat Politik DemokratisSatrio Arismunandar
 
Kebudayaan Materi dan Materialisme Budaya
Kebudayaan Materi dan Materialisme BudayaKebudayaan Materi dan Materialisme Budaya
Kebudayaan Materi dan Materialisme BudayaSatrio Arismunandar
 
Indonesia dan Keindonesiaan: Teks dan Konstruksi Identitas
Indonesia dan Keindonesiaan: Teks dan Konstruksi IdentitasIndonesia dan Keindonesiaan: Teks dan Konstruksi Identitas
Indonesia dan Keindonesiaan: Teks dan Konstruksi IdentitasSatrio Arismunandar
 
Kurikulum 2013 dan Paradigma Belajar Abad 21
Kurikulum 2013 dan Paradigma Belajar Abad 21Kurikulum 2013 dan Paradigma Belajar Abad 21
Kurikulum 2013 dan Paradigma Belajar Abad 21Satrio Arismunandar
 
Ketika Presiden SBY Sudah Tidak Punya Rahasia Lagi
Ketika Presiden SBY Sudah Tidak Punya Rahasia LagiKetika Presiden SBY Sudah Tidak Punya Rahasia Lagi
Ketika Presiden SBY Sudah Tidak Punya Rahasia LagiSatrio Arismunandar
 
Jurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah Publik
Jurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah PublikJurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah Publik
Jurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah PublikSatrio Arismunandar
 
Hati Nurani dan Etika: Kasus “korupsi berjamaah” anggota DPR-RI
Hati Nurani dan Etika: Kasus “korupsi berjamaah” anggota DPR-RIHati Nurani dan Etika: Kasus “korupsi berjamaah” anggota DPR-RI
Hati Nurani dan Etika: Kasus “korupsi berjamaah” anggota DPR-RISatrio Arismunandar
 

Mais de Satrio Arismunandar (20)

Kepemimpinan (Leadership) di Industri Media
Kepemimpinan (Leadership) di Industri MediaKepemimpinan (Leadership) di Industri Media
Kepemimpinan (Leadership) di Industri Media
 
Memahami Integrasi, Merger, dan Akuisisi di Industri Media
Memahami Integrasi, Merger, dan Akuisisi di Industri MediaMemahami Integrasi, Merger, dan Akuisisi di Industri Media
Memahami Integrasi, Merger, dan Akuisisi di Industri Media
 
Mass Communication 01 - Basic Concepts
Mass Communication 01 - Basic ConceptsMass Communication 01 - Basic Concepts
Mass Communication 01 - Basic Concepts
 
Strategi dan Teknologi Militer: Ambisi Indonesia Memproduksi Pesawat Jet Temp...
Strategi dan Teknologi Militer: Ambisi Indonesia Memproduksi Pesawat Jet Temp...Strategi dan Teknologi Militer: Ambisi Indonesia Memproduksi Pesawat Jet Temp...
Strategi dan Teknologi Militer: Ambisi Indonesia Memproduksi Pesawat Jet Temp...
 
Terciptanya Poros Arab Saudi - Mesir - Israel
Terciptanya Poros Arab Saudi - Mesir - IsraelTerciptanya Poros Arab Saudi - Mesir - Israel
Terciptanya Poros Arab Saudi - Mesir - Israel
 
TNI Bosan Menjadi "Macan Ompong"
TNI Bosan Menjadi "Macan Ompong"TNI Bosan Menjadi "Macan Ompong"
TNI Bosan Menjadi "Macan Ompong"
 
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)
 
WWF Indonesia 1962–2002: Melestarikan Alam Indonesia dengan Menyejahterakan M...
WWF Indonesia 1962–2002: Melestarikan Alam Indonesia dengan Menyejahterakan M...WWF Indonesia 1962–2002: Melestarikan Alam Indonesia dengan Menyejahterakan M...
WWF Indonesia 1962–2002: Melestarikan Alam Indonesia dengan Menyejahterakan M...
 
Korupsi Elite Politik dari Zaman Kerajaan ke Era Reformasi
Korupsi Elite Politik dari Zaman Kerajaan ke Era ReformasiKorupsi Elite Politik dari Zaman Kerajaan ke Era Reformasi
Korupsi Elite Politik dari Zaman Kerajaan ke Era Reformasi
 
Sejarah Irak: Dari Sumeria ke Irak Modern
Sejarah Irak: Dari Sumeria ke Irak ModernSejarah Irak: Dari Sumeria ke Irak Modern
Sejarah Irak: Dari Sumeria ke Irak Modern
 
Sejarah Filsafat Yunani
Sejarah Filsafat YunaniSejarah Filsafat Yunani
Sejarah Filsafat Yunani
 
Retaknya Kemesraan Antara Dua Sekutu Lama, Amerika dan Arab Saudi
Retaknya Kemesraan Antara Dua Sekutu Lama, Amerika dan Arab SaudiRetaknya Kemesraan Antara Dua Sekutu Lama, Amerika dan Arab Saudi
Retaknya Kemesraan Antara Dua Sekutu Lama, Amerika dan Arab Saudi
 
Pierre Bourdieu dan Pemikirannya tentang Habitus, Doxa dan Kekerasan Simbolik
Pierre Bourdieu dan Pemikirannya tentang Habitus, Doxa dan Kekerasan SimbolikPierre Bourdieu dan Pemikirannya tentang Habitus, Doxa dan Kekerasan Simbolik
Pierre Bourdieu dan Pemikirannya tentang Habitus, Doxa dan Kekerasan Simbolik
 
Pemikiran Politik Plato Ditinjau dari Filsafat Politik Demokratis
Pemikiran Politik Plato Ditinjau dari Filsafat Politik DemokratisPemikiran Politik Plato Ditinjau dari Filsafat Politik Demokratis
Pemikiran Politik Plato Ditinjau dari Filsafat Politik Demokratis
 
Kebudayaan Materi dan Materialisme Budaya
Kebudayaan Materi dan Materialisme BudayaKebudayaan Materi dan Materialisme Budaya
Kebudayaan Materi dan Materialisme Budaya
 
Indonesia dan Keindonesiaan: Teks dan Konstruksi Identitas
Indonesia dan Keindonesiaan: Teks dan Konstruksi IdentitasIndonesia dan Keindonesiaan: Teks dan Konstruksi Identitas
Indonesia dan Keindonesiaan: Teks dan Konstruksi Identitas
 
Kurikulum 2013 dan Paradigma Belajar Abad 21
Kurikulum 2013 dan Paradigma Belajar Abad 21Kurikulum 2013 dan Paradigma Belajar Abad 21
Kurikulum 2013 dan Paradigma Belajar Abad 21
 
Ketika Presiden SBY Sudah Tidak Punya Rahasia Lagi
Ketika Presiden SBY Sudah Tidak Punya Rahasia LagiKetika Presiden SBY Sudah Tidak Punya Rahasia Lagi
Ketika Presiden SBY Sudah Tidak Punya Rahasia Lagi
 
Jurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah Publik
Jurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah PublikJurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah Publik
Jurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah Publik
 
Hati Nurani dan Etika: Kasus “korupsi berjamaah” anggota DPR-RI
Hati Nurani dan Etika: Kasus “korupsi berjamaah” anggota DPR-RIHati Nurani dan Etika: Kasus “korupsi berjamaah” anggota DPR-RI
Hati Nurani dan Etika: Kasus “korupsi berjamaah” anggota DPR-RI
 

Último

MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Penyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMM
Penyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMMPenyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMM
Penyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMMRiniGela
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"baimmuhammad71
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxIvvatulAini
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxsyahrulutama16
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfIwanSumantri7
 
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANTUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANwawan479953
 
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024RahmadLalu1
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxrizalhabib4
 
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxsalmnor
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024ssuser0bf64e
 
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 20241. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024DessyArliani
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...Kanaidi ken
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.ppt
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.pptPenyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.ppt
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.pptpalagoro17
 
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxFitriaSarmida1
 
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...Kanaidi ken
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfJarzaniIsmail
 

Último (20)

MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Penyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMM
Penyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMMPenyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMM
Penyebaran Pemahaman Merdeka Belajar Aksi Nyata PMM
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
 
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANTUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
 
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
 
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 20241. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.ppt
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.pptPenyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.ppt
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.ppt
 
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
 
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 

Pertentangan Kelas dalam Lirik Lagu di Album Kelompok Musik Swami I

  • 1. Pertentangan Kelas dalam Lirik Lagu di Album Kelompok Musik Swami I Tugas mata kuliah Seminar dan Metodologi Ilmu Pengetahuan Budaya Semester Ganjil 2008/2009 Oleh: Agnes Setyowati H. Dhita Hapsarini Irzanti S. Muhammad Mulyadi R. Suryanto Satrio Arismunandar Program S3 - Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Desember 2008 1
  • 2. DAFTAR ISI I. Latar Belakang ……………………………………………………………….. 1.1. Kondisi Sosial, Ekonomi, Politik Indonesia 1989 …………………………… 1.2. Alasan Pemilihan Album Swami I …………………………………………… 1.3. Alasan Pemilihan Empat Lagu ………………………………………………. 1.4. Permasalahan ………………………………………………………………… 1.5. Tujuan ……………………………………………………………………….. 1.6. Metodologi dan Metode Penelitian …………………………………….......... 3 3 5 6 6 6 7 II. Grup Musik Swami ………………………………………………………..… 7 2.1. Lahirnya Swami ……………………………………………………………… 7 2.2. Konteks Pembuatan Lagu ……………………………………………………. 9 III. Kerangka Teori ……………………………………………………………... 9 3.1. Teori Konotasi Roland Barthes ........................................................................ 10 5.2. Teori Pertentangan Kelas Karl Marx ............................................................... 11 IV. Analisis Lirik Lagu ………………………………………………………… 4.1. Analisis Teks Potret ………………………………………………………… 4.2. Analisis Teks Oh…Ya! .................................................................................... 4.3. Analisis Teks Bento…………………………………………………………. 4.4. Analisis Teks Bongkar………………………………………………………. 12 12 16 16 21 V. Kesimpulan ………………………………………………………………….. 22 Referensi ………………………………………………………………………… 27 Lampiran ……………………………………………………………………….. Lampiran 1: Lirik Lagu Potret …………………………………………………… Lampiran 1: Lirik Lagu Oh…Ya!............................................................................ Lampiran 1: Lirik Lagu Bento……………………………………………………. Lampiran 1: Lirik Lagu Bongkar………………………………………………… 2 28 28 29 31 32
  • 3. I. Latar Belakang Kesenian, khususnya seni musik, merupakan bagian dari kebudayaan. Melalui musik, manusia mengekspresikan perasaan, harapan, aspirasi, dan cita-cita, yang merepresentasikan pandangan hidup dan semangat zamannya. Oleh karena itu, melalui kesenian, kita juga bisa menangkap ide-ide dan semangat yang mewarnai pergulatan zaman bersangkutan. Indonesia sendiri adalah suatu negeri yang kaya dengan berbagai karya seni, khususnya seni musik, yang mewakili pandangan hidup dan semangat zamannya. Salah satu era yang penting dalam perjalanan bangsa ini adalah era Orde Baru yang dimulai dengan naiknya Jenderal Soeharto ke tampuk pimpinan pemerintahan pada penghujung 1960-an sampai berakhirnya kekuasaan Presiden Soeharto pada penghujung 1990-an. Salah satu grup musik yang sempat mewarnai era Orde Baru adalah Swami, dengan ikonnya Iwan Fals. Mereka telah menelurkan sejumlah album dan salah satu yang menonjol adalah album Swami I. Lirik-lirik lagu dalam album Swami I ini mewakili pandangan hidup mereka, sekaligus mengekspresikan semangat zamannya. Untuk memahami lirik-lirik lagu yang ditampilkan dalam album Swami I, kita perlu meninjau konteks kondisi sosial, ekonomi, dan politik Indonesia pada era tersebut. 1.1 Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Politik Indonesia 1989 Penghujung 1980-an adalah saat rezim Orde Baru di bawah Presiden Soeharto mencapai puncak kekuatannya. Pemerintah Soeharto menjadikan ekonomi sebagai panglima dan seluruh elemen masyarakat dimobilisasi di bawah panji “pembangunan” (development). Konsep utama pembangunan seharusnya adalah perbaikan mutu kehidupan rakyat. Dalam pembangunan, seharusnya tercakup unsur perubahan yang berdimensi sosial kultural dan ekonomi, serta bersifat kualitatif dan kuantitatif. Namun, seperti di banyak negara berkembang lain, pembangunan di Indonesia telah direduksi maknanya menjadi “pertumbuhan ekonomi” (economic growth) semata sehingga 3
  • 4. pembangunan secara sederhana berarti pertumbuhan pendapatan setiap orang di daerah yang secara ekonomis terbelakang.1 Harus diakui, pembangunan ekonomi yang substansial memang pernah berjalan di Indonesia. Pada tahun 1966, pendapatan per kapita tahunan di Indonesia sekitar US$ 75. Ekonomi ini terus tumbuh lewat utang luar negeri dan sumbangan sektor migas. Pertumbuhan ekonomi riil selama tahun 1980-an dan 1990-an hampir selalu berkisar antara 6 sampai 7 persen per tahun. Inflasi tahunan rata-rata masih dapat ditekan di bawah level 10 persen. Perbaikan yang berarti juga dicapai dalam pemberantasan tuna aksara di kalangan orang dewasa, peningkatan usia harapan hidup, menurunnya angka kematian bayi, dan pembatasan tingkat pertumbuhan penduduk lewat program KB. Berbagai hasil ini mendorong Bank Dunia untuk menjadikan Indonesia sebagai contoh “model sukses” pembangunan. Indonesia diajukan sebagai tolok ukur kinerja negara-negara berkembang lain, dalam Laporan Pembangunan Dunia (World Development Report) 1990, yang disusun oleh Bank Dunia. Namun, ada harga yang harus dibayar untuk “kesuksesan ekonomi” itu. Untuk mengejar pertumbuhan ekonomi tersebut, pemerintah memerlukan kestabilan politik di dalam negeri. Selanjutnya, dengan dalih perlunya stabilitas politik ini, pemerintah bersikap represif dan memberlakukan sejumlah aturan otoriter. Pers dan media massa dikontrol ketat. Media yang kritis dibreidel dan dilarang terbit. Jumlah partai politik dibatasi, dan mereka tidak boleh masuk ke desa-desa. Sementara pegawai negeri dan anggota keluarga ABRI dipaksa memilih Golkar, partainya penguasa. Lewat para pejabat, Golkar justru leluasa masuk ke desa-desa. Tokoh-tokoh oposisi yang kritis dipenjarakan atau disingkirkan,2 sedangkan, kebebasan berekspresi di bidang seni juga ditindas, khususnya kalangan seniman yang tidak sejalan dengan kepentingan rezim.3 Jika diperlukan, pemerintah juga tidak segan-segan menggunakan cara-cara represif, demi “menjaga ketertiban masyarakat” dan “melancarkan jalannya roda pembangunan.” 1 Itulah tujuan yang diusulkan oleh Lewis pada tahun 1944 dan diselundupkan oleh Piagam PBB 1947. Diktum Lewis pada 1955, “Pertama-tama haruslah dicatat bahwa persoalan pokok kita adalah partumbuhan, bukannya distribusi.” 2 Tokoh oposisi yang bergabung dalam Petisi 50 seperti mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin dipersulit hidupnya dan dilarang ke luar negeri. 3 Musisi dangdut Oma Irama dilarang tampil di TVRI karena Oma adalah penduduk Partai Persatuan Pembangunan (PPP), bukan partai pemerintah. Tokoh oposisi yang jujur, bersih dan mantan Kapolri, Hoegeng juga dilarang muncul di TVRI karena sikapnya yang kritis. Padahal di TVRI, Hoegeng hanya tampil menyanyikan lagu-lagu Hawai. 4
  • 5. Karena yang dinomorsatukan adalah pertumbuhan ekonomi, sementara distribusi ekonomi atau pemerataan kesejahteraan tidak menjadi prioritas, maka terjadilah kesenjangan antara kelompok elite atau mereka yang diuntungkan oleh “pembangunan,” dan rakyat banyak yang tertinggal atau ditinggalkan dalam proses “pembangunan.” Ada sejumlah konglomerat, pengusaha, birokrat, dan pejabat yang -karena kedekatan dengan penguasa- menikmati kue pembangunan. Sebaliknya, banyak rakyat kecil yang hidupnya tertekan. Teori bahwa kemakmuran di kalangan atas pada akhirnya akan mengalir ke bawah (trickle-down effect) dan dinikmati oleh kalangan bawah, ternyata tidak terbukti. Yang kaya bisa semakin kaya, sedangkan yang miskin semakin miskin. Presiden Soeharto sendiri diduga memiliki kekayaan miliaran dollar pada tahun 1989. Jika digabung dengan harta istri dan anak-anaknya, ditambah lingkaran kroni sipil dan militernya, jumlah tersebut membengkak sampai puluhan miliar dollar.4 Keakuratan angka ini mungkin bisa diperdebatkan, tetapi fakta bahwa Soeharto beserta keluarga dan kroni-kroninya telah menumpuk kekayaan dengan memanfaatkan kekuasaan, tampaknya disepakati oleh banyak pengamat. Strategi politik dan ekonomi Soeharto -yang bermotivasi pengumpulan harta besar-besaran bagi segelintir manusia, sementara mengesampingkan kepentingan mayoritas penduduk- telah ditanamkan di Indonesia sejak akhir tahun 1960-an.5 Sayangnya, sistem politik Indonesia yang otoriter menyulitkan berjalannya pengawasan yang efektif terhadap pihak-pihak yang ingin menggunakan kekayaan negara untuk keuntungan pribadi. Kesenjangan semacam inilah yang dilihat para anggota Swami dalam interaksinya sebagai seniman dengan masyarakat sehari-hari. Gambaran suram dan memprihatinkan inilah yang memberi inspirasi pada karya-karya mereka, yang bercorak kritik sosial. Pihak yang kaya dan berkuasa asyik dengan ambisi dan kenikmatan hidupnya sendiri, sementara rakyat kecil yang seharusnya disejahterakan ternyata nasibnya malah diabaikan. 4 5 Winters, Jeffrey A. 1999. Dosa-dosa Politik Orde Baru, Jakarta: Penerbit Djambatan. Hlm. 5. Ibid, hlm. 9. 5
  • 6. 1.2. Alasan Pemilihan Album Swami I Album Swami I dipilih karena album ini dianggap mewakili semangat zamannya. Salah satu ukuran keterwakilan itu adalah respons positif masyarakat terhadap album serta lagu-lagu di dalamnya, yang bisa dilihat dari angka penjualan. Album Swami ini meledak di pasaran. Angka penjualan album ini sangat tinggi, hingga mencapai 800 ribu kopi dalam jangka waktu satu bulan. Padahal, angka penjualan tersebut dicapai tanpa promosi besar-besaran. Swami I berhasil mencapai sukses di pasar industri musik Indonesia dengan lagu-lagu yang sarat dengan kritik sosial sekaligus menghibur. 1.3. Alasan Pemilihan Empat lagu Hampir semua lagu di album Swami I ini menjadi hits, tetapi yang dikategorikan sebagai hits besar dari Swami adalah lagu Bento dan Bongkar.6 Dua lagu lain yang dipilih untuk dianalisis di sini adalah Potret dan Oh…Ya!. Empat lagu ini dipilih karena popularitasnya, dan sekaligus juga karena lagu-lagu itu menunjukkan karakter yang kuat dalam konteks kritik sosial. 1.4. Permasalahan Secara sepintas, lagu-lagu dalam album Swami I mengekspresikan kritik sosial. Namun, tim peneliti ingin menelaah secara lebih spesifik. Yakni, Apakah ada unsur pertentangan kelas di dalam teks lirik lagu tersebut? Jika memang terdapat unsur pertentangan kelas di sana, bagaimana pertentangan kelas itu direpresentasikan atau diekspresikan, dalam keempat lirik lagu pada album Swami I? 1.5. Tujuan Makalah ini mencoba membuktikan bahwa di dalam lirik dari keempat lagu tersebut terdapat unsur pertentangan kelas. 6 Kesuksesan Swami tersebut tidak terlepas dari figur Iwan Fals dan lagu yang dibawakan yaitu Bento dan Bongkar. Lagu Bento menjadi menjadi identik dengan Iwan Fals. Dimana ada Iwan di situ ada Bento. Penjualan kaus, poster dan segala pernak-pernik bertuliskan Iwan, Swami, Bento laku keras di kaki-kaki lima. Bagi Iwan Fals sendiri, ini bisa dikatakan sebagai puncak kejayaan karir bermusiknya. 6
  • 7. 1.6. Metodologi dan Metode Penelitian Makalah ini menggunakan pendekatan kualitatif dan lintas disiplin yang meliputi bidang ilmu sejarah, filsafat, susastra, dan linguistik. Metodologi yang diterapkan adalah metodologi kualitatif karena objek penelitian berupa lirik lagu, dan tujuan penelitian adalah memahami isi lirik lagu, dalam kaitannya dengan peristiwa sosial. Pemahaman dilakukan melalui interpretasi peneliti dengan pisau analisis teori konotasi dari Barthes. Berhubungan dengan metodologi tersebut, berikut ini uraian metode yang dilaksanakan: Lirik lagu dari album Swami I diklasifikasi berdasarkan topik. Pada tahap selanjutnya, dipilih empat lirik lagu berdasarkan sebuah topik. Kemudian, katakata yang memperlihatkan fenomena yang sesuai dengan topik dipilah dan dikelompokkan. Akhirnya, data dianalisis untuk mencapai tujuan penelitian. II. Grup Musik Swami 2.1. Lahirnya Swami Swami adalah grup musik yang dibentuk oleh Setiawan Djodi, Iwan Fals, Sawung Jabo, Innisisri, Naniel,7 dan Nanoe pada tahun 1989. Swami dijadikan nama grup, atas usul Sawung Jabo yang berasal dari plesetan 'Suami,' karena semua anggotanya berstatus suami. Kesepakatan awal para anggota Swami adalah membentuk grup untuk jangka waktu tiga tahun. Oleh karena itu, Swami membubarkan diri pada 1991. Tidak lama setelah dibentuk, Swami berhasil mengeluarkan album yang diberi judul Swami. Dalam album Swami I yang berformat kaset, terdapat sepuluh lagu yang masing-masing side memuat lima lagu. Dalam side A termuat lagu-lagu, dengan data musisi yang menciptakan lagu tersebut. Lengkapnya adalah sebagai berikut: Side A 1. Bento (Iwan Fals / Naniel ) -SWAMI 2. Bongkar (Iwan Fals / Sawung Jabo) -SWAMI 3. Badut (Iwan Fals / Sawung Jabo / Naniel) -SWAMI 4. Esek.Esek..Udug.Udug.. (Iwan/ Jabo / Naniel) -SWAMI 5. Potret (Iwan Fals / Sawung Jabo / Naniel) -SWAMI 7 Nama lengkapnya Naniel K Yakin, mantan wartawan tabloid Mutiara. 7
  • 8. Sementara dalam side B, lagu-lagu yang dimuat dengan data musisi yang menciptakannya adalah sebagai berikut: Side B 1. Bunga Trotoar (S Djody / Iwan / Jabo / Naniel) -SWAMI 2. Oh... Ya! (Iwan Fals / Sawung Jabo / Naniel) -SWAMI 3. Condet (Iwan Fals / Naniel) - -SWAMI 4. Perjalanan Waktu (Iwan Fals / S.Jabo / Naniel) –SWAMI 5. Cinta (Iwan Fals/ Sawung Jabo/Naniel)- SWAMI Album Swami I ini diproduksi pada tahun 1990 oleh Airo Records Productions, suatu perusahaan rekaman yang dapat dikelompokkan sebagai minor label8. Pada sampul album ini nama Iwan Fals dicantumkan di atas nama Swami, atas usulan Setiawan Djodi, yang merasa tanpa nama Iwan Fals, album Swami tidak akan dilirik. Dengan demikian Iwan Fals dijadikan trade mark, bukan Sawung Jabo dengan grup Sirkus Barock-nya. Saat itu Iwan Fals dinilai sebagai musisi yang berani mengkritik korupsi dalam pemerintah yang berkuasa (terutama pada masa rezim Orde Baru) dan yang lirik-liriknya menyentuh hati berbagai kalangan masyarakat (terutama rakyat kecil). Hal ini menjadi istimewa mengingat tidak banyak artis yang memiliki keberanian dan karakter merakyat seperti Iwan Fals. Kebanyakan artis pop pada masa itu dipandang kurang peka pada masalah-masalah sosial sehingga ada yang mengatakan bahwa musik Iwan Fals merupakan suara rakyat (voices of people). Faktor utama yang menyebabkan popularitas lagu-lagu Iwan Fals dan kelompok musik Swami I adalah tema musik yang mengambil inspirasinya dari kehidupan sehari-hari sehingga meninggalkan kesan memasyarakat, serta kritik sosialnya yang dinilai berani. Popularitas memang tidak otomatis identik dengan kualitas karya. Namun, dalam melihat kualitas musik Swami I, harus dipahami bahwa seni (modern) tidak hanya identik dengan keindahan, melainkan meliputi kategori-kategori lainnya, seperti tragis dan ketidakharmonisan (sebagai kebalikan dari keselarasan), serta pemberontakan. 8 Minor Label adalah perusahaan rekaman dengan angka penjualan, wilayah distribusi, dan akses promosi yang terbatas. Hal ini berlawanan dengan mayor label. 8
  • 9. Manusia memang tidak selalu menjadi homo estheticus, melainkan juga manusia sosial, yang berakar pada sejarah dan kondisi sosial-masyarakat tertentu sehingga tidak mengherankan, jika dalam menciptakan sebuah karya seni seorang seniman akan mendapat pengaruh pula dari lingkungan dan zamannya. 2.2. Konteks Pembuatan Lagu Menurut pengakuan Iwan Fals, sebagai bagian dari grup Swami, semua lagu yang dibuatnya jujur dan mempunyai peristiwa, meskipun ada unsur pendramtisasian. Unsur pendramatisasian paling tampak pada lagu-lagu pesanan. Secara pasti Iwan Fals juga menyatakan bahwa tujuannya membuat lagu adalah untuk dijual dan laku. Namun, antara pilihan laku dan suara hati, Iwan menyatakan suara hati adalah pilihannya, meskipun unsur ingin laku selalu mempengaruhinya. Hanya saja pada saat membuat syair, tidak ada urusannya dengan itu.9 Lagu Bongkar, misalnya, pada awalnya bukan seperti yang sudah ada di album rekaman Swami I. Gagasan lagu Bongkar berasal dari beberapa kasus penggusuran yang terjadi pada saat Orde Baru, seperti kasus Kedung Ombo, Kaca Piring, dan Way Jepara. Kemudian Sawung Jabo mengusulkan perubahan lagu Bongkar dan disetujui oleh anggota Swami. Perubahan dilakukan dengan tidak membahas kasus per kasus dalam setiap lagu. Iwan melihat usulan Sawung Jabo tersebut sebagai pemikiran yang tepat, karena lagu Bongkar lebih langsung mengenai sasaran. Lebih otentik dan jujur.10 III. Kerangka Teori Representasi merupakan salah satu proses dalam sirkuit kebudayaan di samping identitas, produksi, konsumsi, dan regulasi yang beroperasi berdasarkan sistem tanda. Tanda-tanda tersebut menghasilkan makna tertentu, yang pada akhirnya dapat memperlihatkan identitas individu atau kolektif, serta posisi yang diambil oleh pembuat representasi. Posisi yang berbeda akan menghasilkan representasi yang berbeda. Representasi budaya yang dihasilkan pemerintah Orde Baru pastilah berbeda dari representasi 9 “Catatan Kehidupan Iwan Fals,” dalam Tabloid Bintang No 293/Th VI. Minggu Kedua Oktober 1996. Ibid. 10 9
  • 10. budaya yang dihasilkan oleh mereka yang berada pada posisi yang berseberangan dengan Orde Baru. 3.1 Teori Konotasi Roland Barthes Dalam linguistik modern, makna unsur leksikal dibedakan atas makna yang objektif dan tetap, serta yang subjektif dan bervariasi. Meskipun berbeda, kedua makna tersebut ditentukan oleh konteks. Makna yang pertama, makna denotatif, berkaitan dengan sosok acuan, misalnya kata merah bermakna „warna seperti warna darah‟ (secara lebih objektif, makna dapat digambarkan menurut tata sinar). Konteks dalam hal ini untuk memecahkan masalah polisemi; sedangkan pada makna konotatif, konteks mendukung munculnya makna yang tidak objektif. Barthes mengatakan bahwa sebuah tanda (dalam hal ini tanda bahasa) adalah sebuah sistem yang terdiri atas expression/Signifier (E) yang dihubungkan (Relation/R) dengan content (C). Dalam kaitannya dengan penanda (expression/signifier) dan petanda/konsep (content/signified), Barthes menggambarkan hubungan kedua makna tersebut sebagai berikut: Tanda sekunder: konotasi Tanda primer: denotasi Expression2 MERAH Expression1 (R MERAH (R 2) Content 2 „gembira/komunis‟ 1) Content 1 „warna‟ Menurut Barthes, makna lain yang tidak objektif dan tidak tetap seperti itu adalah makna konotatif. Makna ini berkaitan dengan: 1. majas (metafora, metonimi, hiperbola, eufemisme, ironi, dan sebagainya); 2. pengalaman pribadi atau masyarakat penuturnya, yang menimbulkan reaksi dan memberi makna konotasi emotif. Misalnya: halus, kasar/tidak sopan, peyoratif, akrab, kanak-kanak, menyenangkan, menakutkan, bahaya, tenang, dan sebagainya. Jenis ini tidak terbatas. Pada contoh di atas: MERAH bermakna konotatif emotif. Konotasi ini bertujuan membongkar makna yang terselubung. 10
  • 11. Lirik lagu Swami menarik dianalisis dengan teori Barthes, karena mengandung makna konotatif, baik yang berupa majas maupun yang berupa reaksi. 3.2 Teori Pertentangan Kelas Karl Marx Marx menyatakan bahwa sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah tentang pertentangan kelas, yakni antara kelas yang memiliki alat-alat produksi (kaum kapitalis) dan kelas yang tidak memiliki alat-alat produksi (kelas pekerja atau buruh). Kaum kapitalis memeras tenaga buruh demi keuntungan modal dan membuat kelas pekerja ini hidup dalam kondisi yang sangat tidak manusiawi. Dengan demikian, kelas pekerja ini teralienasi dan tidak bisa mengembangkan potensi-potensi kemanusiaannya. Marx percaya bahwa kapitalisme yang ada pada akhirnya akan kalah dan digantikan dengan komunisme. Kapitalisme akan berakhir akibat aksi yang dikelola oleh kelas pekerja internasional. Kondisi ideal masyarakat tanpa kelas akhirnya akan tercapai, setelah beberapa periode dari sosialisme radikal yang menjadikan negara sebagai wujud kediktaktoran proletariat. Di Indonesia, Soekarno mencoba menterjemahkan, mengadaptasi, dan mengaplikasikan teori Marx tersebut ke dalam konteks Indonesia, yang berbeda dengan konteks Rusia, tempat asal teori Marx. Di Indonesia, yang ada bukanlah kelas pekerja (buruh) yang sama sekali tidak memiliki alat-alat produksi seperti di Rusia, melainkan kalangan rakyat kecil yang memiliki alat produksi sendiri, tetapi dalam jumlah yang sangat kecil, misalnya, petani yang memiliki sepetak sawah kecil, tukang bakso yang memiliki satu gerobak bakso sendiri, pedagang asongan yang memiliki lapak kecil, tukang becak yang memiliki satu becak sendiri, dan sebagainya. Bung Karno menyebut mereka sebagai “kaum Marhaen,”11 dan ideologinya disebut Marhaenisme.12 Teori pertentangan kelas dari Marx, dengan versi adaptasinya seperti yang digagas oleh Soekarno, digunakan dalam menganalisis teks di makalah ini. 11 Konon kabarnya, Bung Karno mendapat ide bagi penerapan teori Marx ke dalam konteks Indonesia ini karena bertemu seorang petani kecil di suatu daerah di Jawa Barat. Dari dialog dengan petani kecil bernama Marhaen ini, Bung Karno merumuskan ideologi yang dinamainya Marhaenisme. 12 Sejumlah partai politik era reformasi juga menyebut Marhaenisme dan ajaran-ajaran Bung Karno lainnya sebagai landasan ideologinya, terlepas dari sekadar basa-basi atau betul-betul nyata. 11
  • 12. Pertimbangan penggunaannya adalah karena teori tersebut dianggap cocok dengan konteks situasi dan kondisi masyarakat Indonesia era Orde Baru (1989), khususnya pada saat kelompok musik Swami menghasilkan karya-karyanya. IV. Analisis Lirik Lagu 4.1 Analisis Teks Potret Kata “potret” dapat berarti suatu hasil bidikan kamera atau dapat juga berarti gambaran atau deskripsi, tentang suatu keadaan sosial tertentu dan biasanya memiliki fokus yang jelas. Dipilihnya kata “potret” untuk lirik lagu ini mengindikasikan bahwa lirik ini merupakan sebuah gambaran atau deskripsi dari sesuatu hal. Apakah yang menjadi fokus dari lirik ini? Orang orang resah Berlomba kejar nafkah Demi anak bini Demi sesuap nasi Dalam bait pertama, kita disuguhi dengan deskripsi dari orang-orang yang sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Orang-orang itu digambarkan sebagai orang-orang resah, yang berarti orang-orang yang tidak tenang dan gelisah. Sumber dari keresahan itu adalah kebutuhan hidup, sebagaimana dinyatakan dalam baris kedua “Berlomba kejar nafkah”. Kata “berlomba” menunjukkan adanya kompetisi atau persaingan. Kondisi kompetisi atau persaingan juga semakin dipertegas dengan pemilihan kata “kejar” dan bukan kata “cari,” yang lebih umum dipakai untuk bersanding dengan kata “nafkah”. Pemilihan kata “kejar” juga memiliki makna bahwa yang dikejar tidak tinggal diam, melainkan aktif bergerak juga. Dengan demikian, nafkah merupakan sesuatu yang sangat berharga dan tidak mudah didapatkan, sehingga harus dikejar dan diperebutkan. Motivasi pertama di balik mengejar nafkah adalah “demi anak bini,” yang menunjukkan bahwa persaingan dilakukan demi tugas mulia kaum laki-laki sebagai kepala keluarga. Motivasi kedua adalah “demi sesuap nasi,” yang berarti bahwa semua kerja keras itu dilakukan bukan untuk membeli barang-barang mewah melainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan primer. Potret yang ditawarkan di sini adalah potret 12
  • 13. tentang sekelompok orang yang harus berjuang keras untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok mereka. Kuno kuno memang Memang memang kuno Namun kenyataan Kita butuh soal itu Bait kedua sepertinya merupakan komentar terhadap potret kehidupan, yang disajikan di bait pertama. Komentar yang disajikan didominasi oleh repetisi atau pengulangan kata “kuno” dan kata “memang”. “Kuno kuno memang” menekankan bahwa kondisi kehidupan kelompok manusia ini masih kuno atau masih primitif karena masih belum dapat mencukupi kebutuhan primer mereka yang menjadi ciri dari masyarakat yang belum berkembang. Sementara “Memang memang kuno” yang mengulang kata “memang” menegaskan adanya persetujuan atas pernyataan tersebut. Kata penghubung “namun” memperlihatkan adanya kontras antara apa yang diharapkan dengan kenyataan. Yang diharapkan adalah kehidupan yang ada sudah maju, tapi kenyataannya masih kuno. Pemilihan kata “kita” mengindikasikan bahwa orang yang memotret kehidupan dalam bait pertama termasuk ke dalam kelompok masyarakat yang dipotretnya. Uang dimana uang? Nasi dimana nasi? Uang dimana uang? Nasi dimana nasi? Bait ketiga merupakan referen karena bait ini diulang sebanyak dua kali dalam lirik lagu ini. Bait ini mengulang dua buah pertanyaan, yaitu “Uang dimana uang?” dan “Nasi dimana nasi?”. Kedua pertanyaan ini kembali menekankan bahwa yang menjadi kebutuhan utama adalah uang dan nasi. Uang mengacu pada “nafkah” dan nasi mengacu pada “sesuap nasi” dalam bait pertama. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa mencari uang dan mendapat cukup nasi merupakan obsesi dari orang-orang resah yang dipotret dalam lirik lagu ini. Seperti binatang Bila lapar menerjang Seperti kereta Nafasnya terdengar Dalam bait keempat, orang-orang yang resah mencari nafkah yang disebutkan dalam bait pertama dibandingkan dengan dua hal. Pertama, dengan binatang yang 13
  • 14. lapar sehingga menerjang apa saja. Dalam perbandingan ini, diperlihatkan bahwa orang-orang tersebut dikendalikan oleh libido mereka atau oleh hasrat mendasar, yaitu rasa lapar. Rasa lapar dapat membuat orang berubah perangainya, menjadi seperti binatang yang tidak mengenal rasa kemanusiaan, etika, aturan, dan sebagainya. Perbandingan kedua, adalah dengan kereta. Unsur persamaannya terletak pada cara bernafas, yaitu sama-sama terdengar. Kereta yang sedang melaju dipersonifikasikan sebagai orang dengan nafas memburu. Makna konotatifnya adalah orang-orang yang mengejar nafkah ini sedang berpacu seperti kereta. Lidahnya terjulur Syahwatnya siap lentur Soal harga diri Sudah tak berarti Bait kelima merupakan lanjutan dari bait sebelumnya. Kali ini perbandingannya kembali pada binatang, khususnya anjing yang kehausan sehingga lidahnya terjulur. Baris kedua menekankan bahwa dorongan libido, dalam hal ini rasa lapar, bahkan lebih kuat daripada dorongan libido yang lain, yaitu dorongan seksual (syahwat siap lentur). Dorongan rasa lapar ini sedemikan kuatnya, sehingga membuat mereka tidak lagi memerdulikan harga diri ataupun martabat mereka sebagai manusia. Hilangnya harga diri itu menurunkan manusia ke posisi yang sama tingkatannya dengan binatang. Obsesi pada pemenuhan kebutuhan primer dan pada upaya untuk memuaskan rasa lapar kembali dipertegas, dengan diulangnya bait referen sebagai bait keenam lirik lagu. Pergi kau! Jangan nasehati aku oh ya! Pergi kau! Aku mau uangmu oh ya! Pergi kau! Jangan menggurui aku oh ya! Pergi kau! Aku mau nasimu oh! Dalam bait ketujuh ini muncul kata ganti orang kedua “kau”. Muncul pertanyaan, siapakah yang berbicara dan siapakah yang diajak bicara? Jika melihat pada baris keempat dan kedelapan, dapat disimpulkan bahwa yang berbicara adalah 14
  • 15. orang-orang yang terobsesi dengan uang dan nasi, yang berarti juga adalah orangorang resah yang mengejar nafkah, yang disebutkan dalam bait pertama. Pada akhirnya, yang dipotret dari orang-orang bukan hanya tindakan-tindakan mereka, melainkan juga respon dan perkataan mereka. Kata-kata yang diulang dalam bait ini adalah “Pergi kau!” yang memperlihatkan ketidaksabaran mereka dan respon yang kasar, yang ditujukan kepada orang yang menasehati mereka. “Jangan nasehati aku” dan “Jangan menggurui aku,” yang masing-masing diikuti dengan “Aku mau uangmu” dan “Aku mau nasimu,” semakin memperkuat kesan bahwa mereka ini memang benar-benar terobsesi dengan uang dan nasi. Mereka tidak peduli pada hal-hal yang lain. Mereka juga tidak peduli pada etika, sopan santun, dan bahkan juga moralitas. Anak anak kecil tengadahkan tangan Mainkan tamborin gapai masa depan Tanah lahirku aku cinta kau Bumi darahku aku cium engkau Di bait terakhir lirik, temanya seakan bergeser dari orang-orang yang resah mencari nafkah. Di dalam bait ini kata ganti orang pertama “aku” tidak mengacu pada orang-orang resah sebagaimana dalam bait sebelumnya, tetapi pada pemberi komentar dalam bait kedua. Kesimpulan ini didukung oleh nada dan gaya bicara yang berbeda dengan nada dan gaya bicara yang dipakai dalam bait ketujuh. Dalam bait ini, nada bicara “aku” di sini lebih optimistis. Gaya bicaranya jauh dari kasar, dan tidak seperti gaya bicara orang-orang yang resah mengejar nafkah. Kalimat-kalimat perintah dalam baris pertama dan kedua ditujukan kepada anak-anak jalanan, yang disuruh menengadahkan tangan dan memainkan tamborin untuk menggapai masa depan. Aku lirik di sini sepertinya masih menaruh harapan pada anak-anak, yang masih memiliki harapan akan masa depan mereka. Dua bait terakhir menutup kritik sosial dengan rasa cinta tanah air, yang seolah-olah mengatakan bahwa meskipun keadaan sangat memprihatinkan, aku lirik tetap cinta pada tanah air. Meskipun keadaan tanah air begitu mengkhawatirkan, tidak ada jalan lain kecuali menerimanya, karena itulah keadaan negeri yang ia cintai. 15
  • 16. 4.2 Analisis Teks Oh… ya! Lirik lagu ini menyampaikan mimpi si miskin yang ingin menjadi kaya dan terhormat yang tercermin dari pengulangan kata andaikata, seandainya, umpamanya, dan kalau saja. Karena bosan berjuang, si miskin menyerahkan dirinya pada nasib dan takdir yang tidak dapat diingkari, sebagaimana dinyatakan dalam nasibmu jelas bukan nasibku. Repetisi refrein sebanyak empat kali merupakan penekanan bahwa keadaan tersebut sudah merupakan takdir, nasib. Jadi, bukanlah kesalahan siapapun apabila nasibnya tidak bisa berubah. Dengan Oh... Ya!, ia sadar bahwa keadaannya tidak akan berubah. Seperti lirik Bongkar, lirik lagu ini pun memperlihatkan pertentangan kelas melalui makna konotatifnya: Kemakmuran mobil „nyaman, kelas menengah ke atas‟ rumah „kokoh, permanen, resmi‟ Kemiskinan bus „panas, berdesakan, kelas bawah‟ gubuk „rapuh, sewaktu-waktu bisa digusur‟ penganggur „miskin, disepelekan‟ kere „tak punya uang meskipun bekerja keras‟ direktur „kaya, terhormat‟ lotere „banyak uang, tanpa kerja keras‟ Makna konotasi kata-kata tersebut menyampaikan pesan secara lebih keras. Lirik lagu ini hanya berisi dua bait, sedangkan selebihnya adalah refrein yang diulang empat kali. Pengulangan tersebut dan la la la la yang cukup panjang, dapat diinterpretasikan sebagai „kepasrahan.‟ 4.3 Analisis Teks Bento Namaku Bento rumah real estate Mobilku banyak harta berlimpah Orang memanggilku bos eksekutive Tokoh papan atas atas s’galanya. Asyik . . . . . . . . . Syair ini tidak terlalu sulit untuk dipahami, karena hampir semua kata dalam puisi ini dapat dimaknai secara referensial. Pada pembacaan pertama sudah dapat dikenali bahwa puisi ini berisi pengakuan “aku lirik,” sebagai seorang yang bernama Bento. Ia tinggal di rumah real estate. Real estate mengacu pada penamaan perumahan elite dan mewah. Istilah yang juga mengacu pada kalangan berstatus sosial atas. 16
  • 17. Pada larik kedua, aku lirik memberi pengakuan tentang materi yang dimilikinya, mobil yang banyak dan harta berlimpah. Ia juga mengaku dirinya seorang bos eksekutif. Kata bos secara denotatif dapat dimaknai sebagai atasan, pemilik modal, atau penguasa. Seorang bos memiliki kekuasaan dan lazimnya memiliki bawahanbawahan yang membantu pekerjaan-pekerjaannya. Kata eksekutif memperkuat wilayah kekuasaan tempat si aku lirik berada, yaitu golongan atas dan berkelas. Tokoh papan atas atas s’galanya, dapat dipahami sebagai penguat makna sebelumnya, bahwa ia seorang tokoh dari kalangan atas, bahkan paling atas, paling berkuasa, dan paling berpengaruh. Kekuasaan aku lirik pun seolah-olah tidak terbatas karena berada di tempat yang paling tinggi kelasnya. Kata asyik di akhir bait menyiratkan makna sesuatu yang menyenangkan, memberikan kegembiraan dan kenyamanan. Aku lirik menikmati keberadaanya dalam lingkungan tersebut. Wajahku ganteng banyak simpanan Sekali lirik oke sajalah Bisnisku menjagal jagal apa saja Yang penting aku menang aku senang Persetan orang susah karena aku Yang penting asyik. Sekali lagi asyik . . . . . . . . . Aku lirik mengaku dirinya berwajah ganteng dan memiliki banyak simpanan. Pengakuan wajah ganteng memperlihatkan kepercayaan diri aku lirik. Kepercayaan diri ini dikuatkan lagi dengan banyaknya simpanan yang dimiliki. Simpanan dapat dimaknai sesuatu yang disembunyikan. Konotasi kata simpanan mengacu pada sesuatu yang negatif, yang dalam larik ini dapat diartikan sebagai perempuan atau bisa juga harta atau materi lain karena ia berasal dari golongan atas. Dalam larik sekali lirik oke sajalah terlihat bahwa kekuatan lirikan si aku membuat “perempuan” yang diinginkannya, atau apa saja yang diinginkannya mudah diperoleh. Pada dua bait tersebut, fisik aku lirik menjadi salah satu modal untuk mendapatkan yang diinginkannya, meskipun secara implisit, kekuatan fisik saja tidak cukup. Tetapi, kekayaan yang dimiliki si aku liriklah yang menambah kepercayaan dirinya yang semakin besar dan memungkinkannya mendapatkan banyak hal. Pada bait berikutnya, aku lirik memberi pengakuan mengenai profesi yang dijalaninya, yaitu bisnis menjagal. Sebuah profesi yang memberi konotasi negatif, sesuatu yang mengerikan, dan penuh kekerasan. Kata-kata jagal apa saja menyiratkan 17
  • 18. aku lirik melakukan aktifitas menjagal, tanpa berpikir siapa yang akan jadi korban. Sifat egoistik aku lirik terlihat pada larik-larik tersebut. Penguatan makna bahwa aku lirik sangat mementingkan kesenangan dirinya, terdapat pada bait berikutnya „yang penting aku menang, aku senang‟. Ia seolah-olah menghalalkan segala cara untuk memperoleh keinginannya dan yang terpenting adalah kesenangan dirinya. Egosentris aku lirik semakin diperkuat dalam larik persetan orang susah karena aku. Aku lirik tidak peduli kesenangannya akan menyusahkan orang lain. Baginya yang penting adalah dirinya sendiri di atas segalanya. Dalam pemaknaan bait ini, terlihat sikap arogansi yang ditunjukkan oleh aku lirik, karena kekayaan dan kekuasaan yang dimiliki. Pada bait kedua ini muncul kontradiksi-kontradiksi. Pada awal bait aku lirik yang memiliki wajah ganteng, yang berkonotasi positif, sebagai ungkapan yang menguatkan makna positif lainnya di bait satu, yaitu kekayaan, kemewahan, dan pimpinan yang berpengaruh. Wajah ganteng berasosiasi dengan kekayaan yang dimiliki, tinggal di rumah mewah, menggambarkan sesuatu yang ideal dan positif. Namun demikian, terlihat kontradiksi saat ia menyatakan profesinya sebagai pebisnis menjagal. Wajah ganteng dan penjagal, dua hal yang dipahami memiliki konotasi positif-negatif dan bertentangan. Kontradiksi yang lain terlihat dari pilihan kata senang dan susah. Aku lirik mencari kesenangan dengan tidak mempedulikan kesusahan orang lain. Pertentangan secara tersirat juga terlihat pada kata menjagal dan asyik. Menjagal yang dapat dipahami sebagai kekerasan seolah-olah dilakukan dengan enteng, tanpa hati dan dianggap sebagai hiburan yang menyenangkan. Repetisi kata asyik dengan penekanan melalui kata-kata sekali lagi menegaskan sikap aku lirik yang egosentris dan arogan. Khotbah soal moral omong keadilan sarapan pagiku Aksi tipu-tipu lobbying dan upeti woh . . . jagonya . . Maling kelas teri bandit kelas coro, itu kan tong sampah Siapa yang mau berguru, datang padaku Sebut tiga kali namaku: Bento . . . .Bento . . . . Bento . . . . . Asyik . . . . . . . ! ! ! ! ! ! Asyik . . . . . . Pada bait ini aku lirik memberi pengakuan atas kebiasaan dirinya, yaitu berkotbah masalah moral dan keadilan. Aktivitas kotbah lazimnya dilakukan oleh 18
  • 19. para ulama atau pemuka agama. Demikian pula dengan penyampaian pesan-pesan moral biasanya dilakukan oleh para pemuka agama. Dalam bait di atas aku lirik, yang menyebut dirinya bernama Bento, mengambil alih peran tersebut dan mendudukkan dirinya sebagai seorang yang memahami persoalan moral dan menjadi agen penyampai kepada orang lain. Kotbah tidak ditempatkan pada makna yang sebenarnya, karena pada larik berikutnya terlihat adanya hal yang bertentangan. Aku lirik mengakui kelihaian dalam hal tipu-menipu, dan memberikan (mendapatkan) upeti. Terdapat kontradiksi pada kata-kata kotbah soal moral dan omong keadilan dengan aksi tipu-tipu, lobbying dan upeti. Pertentangan ini memperlihatkan adanya makna aksi manipulatif aku lirik. Ia memperlihatkan diri sebagai seorang moralis, padahal kelihaiannya adalah menipu. Ia juga menyukai lobbying yang sebenarnya lebih dekat ke pemaknaan negatif kasak-kusuk, dan upeti yang dapat dimaknai sebagai sogokan, yang diterima maupun diberikan saat ia ingin mencapai keinginan-keinginannya. Ironi dalam lariklarik tersebut sangat jelas. Persoalan moralitas yang dipertentangkan dengan aksi tiputipu memperlihatkan sebuah ironi. Pada larik berikutnya secara tersirat tampak sebuah perbandingan yang dibuat oleh aku lirik, saat menyebut maling kelas teri bandit kelas coro sebagai tong sampah. Hal yang tidak berarti dibandingkan dirinya, yang ia sebut sebagai jagoan. „Maling dan bandit‟ yang berkelas teri dan coro bukan apa-apa dibanding dirinya yang dapat ditafsirkan sebagai penjahat dengan kelas yang lebih tinggi. Kata sampah diartikan sebagai sesuatu yang tidak berharga, demikian pula dengan kata teri jenis ikan kecil dan coro, binatang yang berasosiasi dengan sesuatu yang tidak berharga, kotor, dan rendahan. Aku lirik melihat dunia di luarnya sebagai sesuatu yang tidak sebanding dengan dirinya yang besar dan memiliki banyak kelebihan. Tampak makna arogansi aku lirik diperkuat melalui larik-larik tersebut. Pada larik berikutnya, aku lirik menawarkan dirinya untuk menjadi guru kepada siapa saja yang ingin belajar. Guru bermakna seseorang yang memberikan ilmu kepada orang lain dalam arti yang sangat positif. Dalam konteks bait ini ada sebuah pertentangan (ironi) yang sangat jelas, ketika makna guru dipakai untuk menggambarkan seseorang yang mengajarkan hal negatif, seperti menipu, memanipulasi dan mencuri. 19
  • 20. Pada larik berikutnya sebut tiga kali namaku: Bento…Bento…Bento…. menunjukkan adanya penegasan akan pentingnya diri aku lirik, sehingga seseorang yang ingin menjadikannya guru harus menyebut namanya tiga kali. Penyebutan nama tiga kali tidak hanya dapat dimaknai adanya penegasan akan pentingnya sosok aku lirik, tetapi juga dapat bermakna bahwa Bento adalah nama ganjil, dalam pengertian tidak lazim, lebih menyerupai akronim, dan misterius. Pengulangan kata asyik di akhir larik juga merupakan penegasan atas sikap aku lirik yang suka bersenang-senang dan menikmati keberadaan dirinya yang kaya dan berkuasa. Terlihat pula Bento yang senang, bangga, dan menikmati cara-cara mencapai keinginannya yang tampak tidak selaras, bahkan menyimpang dari ajaran moral dan agama. Setelah memperhatikan makna dalam teks, pemaknaan yang lebih luas dapat dilakukan dengan memperhatikan konteks penciptaan karya. Pada bait pertama, nama Bento bukanlah nama yang lazim dipakai untuk orang Indonesia. Nama tersebut lebih menyerupai sebuah akronim, yang kemudian dikaitkan dengan kekuasaan zaman orde baru. Bento juga terkesan sebagai nama yang misterius dan lebih bermakna samaran alias dari identitas seseorang yang sengaja disembunyikan. Orang kemudian mengaitkan nama Bento dengan orang-orang yang berada di lingkaran Suharto, dengan menyebutnya benteng Suharto, Beny Suharto, atau besan Suharto. Bento juga bermakna bodoh dalam ungkapan Jawa Timur. Apabila makna tersebut dikaitkan dengan teks, akan tampak jelas bahwa gambaran tokoh Bento dalam syair di atas juga memiliki kaitan yang logis. Bento yang digambarkan dalam teks terlihat sebagai seorang yang memiliki materi berlimpah, tetapi secara intelektual tidak berkelas. Hal ini terlihat dari katakata yang disampaikannya menyerupai preman, dengan pengakuan dirinya yang bangga pada keburukan dan kekerasan. Bento mengabaikan kemanusiaan dan etika untuk mencapai keinginan-keinginannya. Aksi menjagal, tipu-menipu, dan munafik terlihat pada pengakuannya yang lugas. Bento memunculkan imaji tentang seorang preman, manusia pasar atau mungkin orang yang berpendidikan rendah yang kemudian memiliki kekayaan materi dan kekuasaaan. Muncul ironi-ironi yang menunjukkan pertentangan, antara hal yang disampaikan dengan kenyataan yang mendasari. Terdapat oposisi-oposisi makna yang timbul dari kata-kata dalam larik yang menimbulkan kesan ironis dan sarkasme. 20
  • 21. 4.4. Analisis Teks Bongkar Lagu ini mengungkapkan ketidakpuasan rakyat terhadap tindakan pemimpinnya. Keluhan mereka tidak diperhatikan, dan mereka bahkan diminta untuk bersabar. Tidak adanya perubahan dipahami oleh rakyat sebagai hilangnya perlindungan dari para pemimpin. Jalan keluar yang mereka tempuh adalah turun ke jalan dengan harapan bisa berhasil. Lirik lagu ini merupakan komunikasi antara pengirim pesan, yaitu kelompok (P1) yang ditandai oleh kata kami, kita. Jadi, pengirim pesan terdiri atas dua subkelompok, yaitu penutur seluruh lirik dan “teman”nya. Di pihak lain, penerima pesan (P2) yang juga merupakan kelompok. P1 menyapa P2 dengan kata ganti yang sopan dan akrab secara silih berganti: mereka, orang tua, kau. Karena kau menggantikan orang tua, kata ganti tersebut menimbulkan konotasi „kurang hormat‟. P1 dan P2 menempati posisi berseberangan, yang merupakan dua blok yang ber-tentangan. P1 adalah pihak yang didominasi, korban penindasan, dan demonstran. P2 adalah pihak yang mendominasi dan juga dianggap sebagai orang tua. Pertentangan antara kedua kelompok tersebut terungkap di sepanjang lirik: kesedihan „sedih‟ --- tontonan „hiburan‟, diperkuda „kerja keras, budak‟ --- jabatan „dihormati, kemapanan‟, kau „akrab, setara‟ --- orang tua „dihormati, lebih tinggi‟, setan „jahat‟ --- orang tua „yang melindungi, mencintai‟. Majas metafora dan metonimi digunakan untuk menyatakan bahwa negara merupakan sebuah rumah tempat orang tua (pemimpin) dan anak-anaknya (rakyat) tinggal bersama. Seharusnya, sebuah keluarga memperhatikan kebahagiaan dan mencintai anak-anaknya. Namun, yang terjadi adalah sebaliknya, tidak ada kenyamanan yang diungkapkan dengan: kalau cinta sudah dibuang (tidak ada cinta), Jangan harap keadilan akan datang (tidak ada keadilan), setan (pemimpin) yang melakukan penindasan, kesewenangan, keserakahan, dan tidak bisa dipercaya. Tekanan dari penindas menimbulkan resistensi yang dinyatakan dengan metonimi ke jalan (berdemonstrasi –kontiguitas tindak dan tempat) serta metafora robohkan (menurunkan dari jabatan, tidak berkuasa lagi sebagai penguasa) dan bongkar (mencabut dari posisinya). Lagu ditutup dengan plesetan Kok bisa? Ajakan untuk membongkar mengherankan sementara orang. Mereka tidak percaya bahwa penindas bisa dibong- 21
  • 22. kar. Kemudian dijawab dengan Bisa kok! Pernyataan tersebut meyakinkan (kok!) bahwa hal tersebut dapat dilaksanakan. Lirik lagu ini cukup transparan. Majas yang digunakan pun cukup sederhana. Dengan demikian, pesan disampaikan dengan sangat jelas. V. Kesimpulan Berdasarkan analisis keempat teks lagu Swami I, dapat ditarik sejumlah kesimpulan. Kesimpulan pertama, lirik lagu-lagu dalam album Swami I ini memang benar menunjukkan terdapatnya unsur pertentangan kelas. Di dalam lirik lagu-lagu itu, terlihat jelas adanya dua kelas sosial, yang ditempatkan secara berseberangan. Kelas pertama, adalah mereka yang menikmati kue pembangunan, punya banyak uang, punya harta dan rumah mewah, punya jabatan tinggi, berkuasa, bisa berbuat semaunya, hidup enak dan nyaman. Mereka asyik dengan kenikmatan hidupnya sendiri, dan tidak perduli dengan hidup orang lain yang ditindas atau menjadi korban aksi manipulasinya. Kelas kedua, adalah adalah kalangan kelas bawah, rakyat kecil, yang kondisi kehidupannya sangat kontras berbeda dengan kalangan yang menikmati kue pembangunan. Dua kelas ini merupakan pencerminan kondisi sosial di era Orde Baru, di mana pertumbuhan ekonomi cukup baik, tetapi terdapat kesenjangan sosial yang lebar, antara kelompok yang sukses dan kelompok masyarakat yang terpuruk atau tertinggal dalam pembangunan. Dalam Potret, kelas sosial kedua yang diangkat adalah kaum miskin yang tertindas oleh kemiskinan. Mereka ini direpresentasikan sebagai orang-orang yang harus berlomba mengejar nafkah demi sesuap nasi. Perlombaan itu bahkan membuat mereka tidak lagi memedulikan martabat, harga diri dan kemanusiaan mereka. Dengan membandingan antara orang-orang ini dengan anjing menunjukkan bahwa mereka diposisikan pada strata terendah dalam masyarakat. Lirik ini sepertinya hendak mengatakan bahwa kemiskinan yang demikian akut dapat begitu mendominasi pikiran, hati dan hidup manusia sehingga rasionalitas dan hati nurani tidak lagi berlaku. Manusia bahkan kehilangan minat dan kemampuan untuk memikirkan caracara yang lebih strategis untuk mengubah keadaan mereka. Penolakan mereka terhadap ajaran dan nasehat orang lain memerlihatkan sikap yang apatis dan pesimis dalam melihat masa depan mereka. 22
  • 23. Kesimpulan kedua, ada sejumlah cara untuk menunjukkan atau mengekspresikan pertentangan kelas dalam lirik-lirik lagu di album Swami I. Cara yang sering dilakukan adalah dengan mengkontraskan kondisi antara kedua kelas tersebut, atau mengkontraskan antara harapan dan kenyataan. Dalam lirik lagu Oh…Ya!, misalnya, dikontraskan antara impian kelas bawah yang miskin dengan fakta atau realitas yang mereka hadapi. Yang ada dalam anganangan mereka adalah menjadi kaya yang ditandai dengan naik mobil itu dan bukan naik bis ini, memiliki rumah itu dan bukan gubuk ini. Pengontrasan yang dilakukan dengan mengoposisikan mobil dengan bis, rumah dengan gubuk serta itu dengan ini mempertajam kesenjangan yang ada antara apa yang diharapkan dengan kenyataan. Di samping itu, kontras antara nasibmu bukan nasibku memperlihatkan dua kelompok sosial dengan kondisi yang sangat berbeda. Aku ditandai dengan bis, gubuk, pengangguran, dan kere sementara kamu ditandai dengan mobil, rumah, dan direktur. Kesenjangan ini tak terjembatani karena tidak ada cara yang dapat ditempuh oleh kelompok masyarakat miskin untuk dapat meningkatkan status sosial mereka. Dua macam cara yang mereka anggap dapat mengubah kemiskinan, yaitu dengan mendapat pekerjaan sebagai direktur serta menang lotere semata-mata merupakan keniscayaan, karena sudah hampir dapat dipastikan, keduanya tidak mungkin bisa mereka peroleh. Memang kedua lirik ini tidak menyatakan secara eksplisit adanya dua kelas sosial yang memiliki relasi kuasa. Meskipun demikian, Potret dan Oh… ya! dengan jelas memperlihatkan bahwa kemiskinan ternyata dapat memiliki kuasa yang begitu dominan atas satu kelompok sosial tertentu. Nada apatis dan pesimistis yang mewarnai kedua lirik menegaskan bahwa hirarki yang ada antara kaya/miskin seakan-akan sudah tidak dapat diubah lagi. Kelompok masyarakat miskin tetap berada pada posisi tertindas dan tidak berdaya. Cara penggambaran pada lirik lagu berikut masih tetap bernuansa pengontrasan. Namun, jika lirik sebelumnya memandang situasi dari sudut pandang kelas bawah, yaitu kelompok yang miskin dan tertindas, maka kali ini situasi dilihat dari sudut pandang kelas atas, atau kelompok penindas yang menikmati kue pembangunan. 23
  • 24. Berbeda dengan Potret dan Oh ya, Bento mengetengahkan aku lirik yang mewakili kelompok sosial yang berbeda, yaitu kelas atas yang kaya dan berkuasa, yang berada pada posisi yang berseberangan dengan kelompok sosial dalam kedua lirik sebelumnya. Bento merepresentasikan dirinya sebagai seorang yang kaya dan berhasil dengan atribut mobil yang banyak, harta berlimpah, jabatan tinggi sebagai boss eksekutif dan tokoh papan atas. Pemakaian atribut-atribut tersebut, sebagai penanda keberhasilan dan kekayaan seseorang, menunjukkan bahwa Bento yang mewakili kelompok masyarakat kelas atas mengukur keberhasilan dan kekayaan dengan materi dan kekuasaan yang dimiliki. Bento juga dengan pongahnya menampilkan dirinya sebagai penindas dengan mengatakan bahwa ia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang dia inginkan (Bisnisku menjagal jagal apa saja; Yang penting aku senang aku menang; Persetan orang susah karena aku; Yang penting asyik sekali lagi…) Bento berada pada posisi yang berseberangan dengan kelas bawah yang disoroti dalam Potret dan Oh… ya!. Secara sepintas tampak adanya hirarki antara kaya/miskin, berhasil/gagal, dan penindas/tertindas. Kelompok kaya dikatakan berhasil atau sukses karena mampu memperoleh semua yang mereka inginkan, meskipun semua itu didapatkan dengan cara menjagal dan menindas orang lain. Nada pongah yang dipakai Bento, ketika menyatakan kualitasnya sebagai penjahat kelas kakap, yang memiliki ilmu yang tinggi dalam melakukan aksi tipunya, dan dalam mengelabuhi orang dengan kemunafikannya, memperlihatkan bahwa hasil lebih penting daripada cara. Hal yang patut dicatat, meski ada dua kelas sosial yang bertentangan dan berbeda kepentingan, keduanya punya cara pandang yang bisa dibilang serupa, dalam menetapkan ukuran-ukuran dan kriteria kelayakan hidup. Ukuran dan kriteria itu sangat “konkret,” untuk tidak mengatakan “materialistik.” Jika dibandingkan dengan lirik Potret dan Oh… ya!, tampak adanya persamaan dalam cara merepresentasikan kedua kelas sosial ini. Kedua kelas ini samasama mengutamakan hasil. Dalam Potret, hasil yang dikejar berupa uang dan nasi, bahkan dalam Oh… ya! dan Bento hasil yang diinginkan hampir sama, yaitu kekayaan yang juga berarti kekuasaan. 24
  • 25. Baik kelas bawah maupun kelas atas, baik yang tertindas maupun penindasnya, sebenarnya memiliki kualitas yang sama. Kedua kelas sosial ini sama-sama mengutamakan hasil dan tidak mengindahkan cara memperoleh hasil tersebut. Keduanya juga memaknai keberhasilan dengan materi (mobil, rumah, harta) dan dengan besarnya kekuasaan (direktur, boss eksekutif, tokoh papan atas) yang ada dalam genggaman mereka. Bongkar sebagaimana halnya Oh… ya! menghadirkan dua kelas sosial yang dipertentangkan, yaitu kelas bawah yang tertindas dan kelas atas atau penguasa yang menindas. Penindas direpresentasikan sebagai orang tua yang kehilangan cinta, sehingga mereka kehilangan hati nurani dan empati pada orang lain. Penempatan dengan menjajarkan kesedihan hanya tontonan dengan diperkuda jabatan menunjukkan bahwa apa yang dilakukan penguasa ini sudah melewati batas-batas kenormalan. Selain sebagai orang tua yang telah kehilangan cinta, penindas juga direpresentasikan sebagai setan yang berdiri mengangkang, yang memiliki konotasi kesewenangan dan kesombongan. Ketidaksabaran akibat kekecewaan yang terpendam lama (karena diharuskan sabar menunggu) membuat mereka mengambil tindakan untuk merencanakan pembongkaran terhadap kekuasaan penindas. Pertanyaan Kok bisa? yang dijawab dengan pembalikan kedua kata tersebut menjadi Bisa kok! memperlihatkan adanya dialog antara keraguan bahwa dominasi kekuasaan penindas dapat dirobohkan dengan keyakinan bahwa hal itu mungkin dilakukan. Dengan menutup lirik dengan pernyataan Bisa kok! memperlihatkan nada optimis bahwa kekuasaan dapat diruntuhkan dan penindasan dapat diakhiri. Dengan demikian, lirik lagu ini merupakan satu-satunya di antara keempat lirik yang dibahas dalam esai ini yang mengandung nada optimis bahwa ketertindasan dan kemiskinan bukan nasib yang harus diterima begitu saja; bahwa mereka yang tertindas memiliki kekuatan untuk membongkar kekuasaan yang sudah mapan. 25
  • 26. DAFTAR PUSTAKA Adian, Donny Gahral. 2006. Percik Pemikiran Kontemporer: Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra. Boangmanalau, Singkop Boas. 2008. Marx, Dostoievsky, Nietzsche: Menggugat Teodisi dan Merekonstruksi Antropodisi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Budianta, Melani. 2000. “Discourse of Cultural Identity in Indonesia During the 1997-1998 Monetary Crisis,” Inter-Asia Cultural Studies, vol. 1 no. 1, hlm. 110127. Christomy, T., dan Untung Yuwono (ed.). 2004. Semiotika Budaya. Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI. Honderich, Ted. 1995. The Oxford Companion to Philosophy. Oxford/New York: Oxford University Press. Kathryn Woodward. 1999. Identity and Difference. London: Sage Publication. Storey, John. 2006. Cultural Theory and Popular Culture: an Introduction. Fourth Edition. Athens, Georgia: The University of Georgia Press. Tabloid Bintang No 293/Th. VI, Minggu Kedua, Oktober 1996. Winters, Jeffrey A. 1999. Dosa-dosa Politik Orde Baru, Jakarta: Penerbit Djambatan. Hoed, Benny H. 2008. Semiotika dan Dinamika. Jakarta: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Nöth, Wienfried. 1995. Handbook of Semiotics. Indiana: Indiana University Press. Hlm.311-313. Sulistyo, Basuki. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra. 26
  • 27. Lampiran 1 Potret (Iwan Fals / Sawung Jabo / Naniel) –SWAMI Orang orang resah Berlomba kejar nafkah Demi anak bini Demi sesuap nasi Kuno kuno memang Memang memang kuno Namun kenyataan Kita butuh soal itu Uang dimana uang? Nasi dimana nasi? Uang dimana uang? Nasi dimana nasi? Seperti binatang Bila lapar menerjang Seperti kereta Nafasnya terdengar Lidahnya terjulur Syahwatnya siap lentur Soal harga diri Sudah tak berarti Uang dimana uang? Nasi dimana nasi? Uang dimana uang? Nasi dimana nasi? Pergi kau! Jangan nasehati aku oh ya! Pergi kau! Aku mau uangmu oh ya! Pergi kau! Jangan menggurui aku oh ya! Pergi kau! Aku mau nasimu oh! Anak anak kecil tengadahkan tangan Mainkan tamborin gapai masa depan Tanah lahirku aku cinta kau Bumi darahku aku cium engkau 27
  • 28. Lampiran 2 Oh... Ya! (Iwan Fals & Sawung Jabo) - SWAMI Andaikata aku di mobil itu Tentu tidak di bus ini Seandainya aku rumah itu Tentu tidak di gubuk ini A a a andaikata Se se se seandainya Oh ya! Kalau saja aku jadi direktur Tentu tidak jadi penganggur Umpamanya aku dapat lotere Tentu saja aku tidak kere Ka ka ka kalau saja U u u umpamanya Oh ya! Oh ya! Ya nasib Nasibmu jelas bukan nasibku Oh ya! Ya takdir Takdirmu jelas bukan takdirku Oh ya! Ya nasib Nasibmu jelas bukan nasibku Oh ya! Ya takdir Takdirmu jelas bukan takdirku Aku bosan A a a andaikata Se se se seandainya Ka ka ka kalau saja U u u umpamanya Oh ya! Oh ya! Ya nasib Nasibmu jelas bukan nasibku Oh ya! Ya takdir Takdirmu jelas bukan takdirku Oh ya! Ya nasib Nasibmu jelas bukan nasibku Oh ya! Ya takdir 28
  • 29. Takdirmu jelas bukan takdirku La la la La la la La la la la la la la la la la la la la La la la La la la La la la la la la la la la la la la la Oh oh Oh oh ya oh ya oh ya bongkar Oh oh ya oh ya oh ya bongkar Oh oh ya oh ya oh ya bongkar Oh oh ya oh ya oh ya bongkar Kok bisa? Bisa kok! 29
  • 30. Lampiran 3: Bento (Iwan Fals / Naniel ) -SWAMI Namaku Bento rumah real estate Mobilku banyak harta berlimpah Orang memanggilku bos eksekutive Tokoh papan atas atas s’galanya. Asyik . . . . . . . . . Wajahku ganteng banyak simpanan Sekali lirik oke sajalah Bisnisku menjagal jagal apa saja Yang penting aku menang aku senang Persetan orang susah karena aku Yang penting asyik. Sekali lagi asyik . . . . . . . . . Reff: Khotbah soal moral omong keadilan sarapan pagiku Aksi tipu-tipu lobbying dan upeti woh . . . jagonya . . Maling kelas teri bandit kelas coro, itu kan tong sampah Siapa yang mau berguru, datang padaku Sebut tiga kali namaku: Bento . . . .Bento . . . . Bento . . . . . Asyik . . . . . . . ! ! ! ! ! ! Asyik . . . . . . 30
  • 31. Lampiran 4: Bongkar (Iwan Fals / Sawung Jabo) -SWAMI Kalau cinta sudah di buang Jangan harap keadilan akan datang Kesedihan hanya tontonan Bagi mereka yang diperkuda jabatan Oh oh ya oh ya oh ya bongkar Oh oh ya oh ya oh ya bongkar Sabar sabar sabar dan tunggu Itu jawaban yang kami terima Ternyata kita harus ke jalan Robohkan setan yang berdiri mengangkang Oh oh ya oh ya oh ya bongkar Oh oh ya oh ya oh ya bongkar Oh oh ya oh ya oh ya bongkar Oh oh ya oh ya oh ya bongkar Penindasan serta kesewenang wenangan Banyak lagi teramat banyak untuk disebutkan Hoi hentikan hentikan jangan diteruskan Kami muak dengan ketidakpastian dan keserakahan Dijalanan kami sandarkan cita cita Sebab dirumah tak ada lagi yang bisa dipercaya Orang tua pandanglah kami sebagai manusia Kami bertanya tolong kau jawab dengan cinta 31