SlideShare a Scribd company logo
1 of 190
Download to read offline
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL
      DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
      (Penelitian Tindakan Kelas Terhadap Siswa Kelas VIII
         SMP Negeri 1 Cicalengka Kabupaten Bandung )


                            Skripsi

          “Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
        memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika”



                              oleh:
                          Ida Rufaida
                           08513058




         JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
   SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
                     GARUT
                      2009
Persembahan




                    Kepada semua insan yang berkhidmah menyiapkan generasi
   yang teguh berakidah, patuh bersyariah dan berakhlakul karimah serta berbakti
                      kepada orang tua, menghargai ilmu dan menghormati guru
Moto

                        All the children are our future

                                      Teach them well

                            And let them lead the way

                  (Semua anak adalah masa depan kita

                         Didiklah mereka dengan baik

                          Biarkan mereka memimpin)

                             Whitney Houston(1991):

                              The greatest Love of all




                I love how you reach Without to touch

                  I love how you teach without to rush

       (Aku suka caramu anda meraih tanpa menyentuh

       Aku suka cara anda mendidik tanpa menghardik)

                                  Odia coates (1982):

                                    The Woman Song
PERNYATAN


       Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul

       “MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

   MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM

                     PEMBELAJARAN MATEMATIKA”

       (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas VIII SMP Negeri 1 Cicalengka)

       Ini benar-benar karya saya sendiri. Pengutipan dari sumber-sumber lain,

telah saya lakukan berdasarkan kaidah-kaidah pengutipan yang sesuai dengan

etika keilmuan yang berlaku sehingga isi skripsi serta semua kelengkapannya ini

merupakan karya asli. Apabila kemudian ditemukan hal-hal yang tidak sesuai

dengan isi pernyataan saya ini, saya bersedia menerima resiko atau sanksi apa

pun.




                                                     Garut,1 Aguntus 2009
                                                   Yang membuat pernyataan




                                                        IDA RUFAIDA
Lembar Pengesahan Skripsi



                                      oleh:

                                IDA RUFAIDA
                                NIM: 08513058



                           Disetujui dan disahkan oleh:




   Pembimbing I                                           Pembimbing II




Drs. Deddy Sofyan, M.Pd.                            Drs. Sukanto Sukandar M.
NIP: 132057541                                      NIP: 131 793 696


                                 Diketahui oleh:




Ketua STKIP Garut                                     Ketua Jurusan Matematika




Drs. H. Imid Hamid, M.Pd.                          Drs. Moersetyo Rahadi, M.Pd.
NIP: 130 143 743                                   NIP: 131 793 701
ABSTRAK

      Kemampuan matematika adalah kemampuan bagi kehidupan sehari-hari,
oleh sebab itu seyogyanya setiap manusia memiliki kemampuan matematika.
Stigma bahwa matematika pelajaran yang sulit menyebabkan hasrat belajar
rendah, akibatnya kemampuan matematika siswa tidak seperti yang diharapkan.
Rendahnya hasrat belajar metematika menyebabkan siswa menghindar dari proses
penyelesaian masalah matematika, akibatnya kemampuan menyelesaikan masalah
matematika tidak terlatih dengan baik. Untuk meningkatkan kemampuan
matematika perlu motivasi belajar yang kuat dan untuk memotivasi siswa perlu
diterapkan pendekatan yang menimbulkan kesan bahwa matematika tidak sesulit
yang diduga. Lingkungan keseharian adalah sumber belajar yang kaya dan murah.
Menghadirkan matematika dalam format keseharian yang dekat dengan kehidupan
siswa ternyata menyadarkan siswa bahwa matematika memang rumit, tetapi tetap
dapat diselesaikan dengan baik. Pembelajaran kontekstual merupakan proses
pembelajaran yang mengajak siswa aktif mengamati keseharian dan kaitannya
dengan matematika. Keterlibatan siswa dalam menemukan dan menyelesaikan
masalah telah meningkatkan motivasi belajar. Kelas merupakan laboratorium
pembelajaran yang sebenarnya, maka penelitian mengenai pembelajaran yang
paling otentik adalah penelitian yang dilakukan di kelas. Salah satu penelitian
tersebut adalah Penelitian Tindakan Kelas. Hasil penelitian tindakan kelas di kelas
VIII SMP Negeri I Cicalengka, menunjukkan adanya peningkatan kemampuan
siswa dalam pemecahan masalah matematika. Peningkatan tersebut antara lain
adanya perbedaan antara nilai awal dengan nilai akhir. Pada tes awal nilai
minimum 10, nilai tertinggi 80 dan nilai rata-rata 46,67. Setelah perlakuan dengan
menerapkan pembelajaran kontekstual, terjadi peningkatan. Pada tes akhir, nilai
minimum 35, nilai tertinggi 100 dan nilai rata-rata 80,46.
Kata Pengantar

         Segala puji adalah milik Ilahi yang Maha Tinggi. Syukur berbinar terujar

bagi yang Akbar, seraya memijar shabar menjalani alur yang tidak sepanjangnya

datar.

         Terima kasih tiada tara dan apresiasi dari lubuk hati dihaturkan dengan

tawadlu kepada segenap insan yang berkenan mendorong, mendukung dan

membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah mencatatkan segala

kebaikan tersebut sebagai jariyah dengan pahala menggelagah tiada henti.

         Ada banyak alasan mengapa sebuah karya ditulis: Karena subyeknya

sedang menjadi topik yang hangat; Karena materinya enak untuk dijadikan bahan

polemik; Karena topiknya menarik untuk diselidik dan alasan-alasan lainnya.

Alasan penulis memilih tema dan mengangkat problema sebagaimana disebut

pada sampul, karena masalahnya adalah bagian tidak terpisahkan dari diri dan

keseharian penulis.

         Siapapun tentu berkehendak melahirkan karya yang sempurna. Tetapi ada

pepatah bahwa bila menunggu kesempurnaan, sebuah buku tidak akan pernah

terbit, karena setiap selesai menulis satu paragrap informasi ada ribuan paragrap

baru yang harus ditulis untuk menyajikan informasi mutakhir. Maka tanpa

menunggu sempurna skripsi ini disajikan apa adanya. Lebih dari itu, skripsi yang

baik adalah skripsi yang selesai, maka dengan disajikannya skripsi maka skripsi

dapat dinyatakan selesai.

         Selesainya skripsi sudah tentu berkat dukungan berbagai pihak, untuk itu

sekali lagi disampaikan terimakasih dan penghargaan kepada siapa saja yang

berkenan membantu, diantaranya sosok-sosok tersebut di bawah ini.
Siswa-siswi tercinta yang telah bersedia berperanserta menggiati

pembelajaran baik dalam putaran-putaran penelitian kelas maupun dalam

wawancara serta observasi. Terima kasih tidak sekadar atas perannya dalam

proses penyusunan skripsi, tetapi secara nyata telah menunjukkan sekaligus

menyadarkan mengenai pentingnya perubahan pandangan mengenai eksistensi

peserta didik sebagai subyek pembelajaran yang sangat menentukan berhasil

tidaknya proses pembelajaran.

        Guru, Kepala dan staf pimpinan SMP Negeri 1 Cicalengka yang dengan

penuh    kesetiakawanan,     di   tengah   kesibukannya   menjalankan   tugas,

menyempatkan diri memberi dorongan dan sumbang saran serta membagi

pengalaman baiknya dalam mendukung proses penelitian tindakan kelas sampai

penyusunan laporan menjadi skripsi,

        Pimpinan STKIP Garut, khususnya, Ketua jurusan Matematika beserta staf

yang memberikan kemudahan-kemudahan dan arahan baik dalam konteks

akademik maupun administratif.

        Dosen Pembimbing yang dengan sabar dan telaten memberikan arahan

dalam merapihkan pola pikir dan penulisan buah pikir menjadi skripsi. Serta

dosen STKIP yang memperluas wawasan akademik sebagai bekal menjalani

program belajar maupun membangun suasana belajar.

        Sekali lagi atas segala kabajikan dan kebijakan yang telah terpancar,

mendapat balasan dari Allah dan menjadi barokah bagi kita semua. Penulis juga

memohon maaf apabila ada hal-hal yang tidak semestinya dikemukakan ternyata

termuat dalam skripsi ini.

        Terakhir, penulis bermunajat, semoga semua yang telah berjariah ilmu

baik disampaikan langsung kepada penulis atau penulis kutip pendapatnya dari
buku dan buah tulisan lainnya, diberikan ganjaran yang pantas. Semoga kebaikan

yang telah mereka lakukan dapat penulis teladani.

                                                    Garut, 1 Agustus 2009




                                                           Penulis
DAPTAR ISI



ABSTRAK                                                    vii
KATA PENANGTAR                                            viii
DAFTAR ISI                                                  xi
DAFTAR TABEL                                              xiii
DAFTAR GAMBAR                                              xv
DAFTAR LAMPIRAN                                            xv
BAB I PENDAHULUAN                                            1
  A. Latar Belakang Masalah                                  1
  B. Pembatasan Masalah                                      6
  C. Rumusan Masalah                                         7
  D. Tujuan penelitian                                       7
  E. Manfaat Penelitian                                      7
  F. Asumsi                                                  8
  G. Hipotesis                                               8
BAB II KAJIAN PUSTAKA                                      10
  A. Pembelajaran Berbasis Kecerdasan                      10
  B. Matematika Sebagai Pelajaran Kehidupan Sehari-hari    14
  C. Kesulitan Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika    15
  D. Pergeseran Konsep Pembelajaran                        20
  E. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and     27
             Learning)
BAB III METODE PENELITIAN                                  37
  A. Penelitian Tindakan Kelas                             37
  B. Variabel Penelitian                                   47
  C. Definisi Operasional
  D. Tehnik Pengumpulan Data                               51
BAB IV LAPORAN HASIL TINDAKAN KELAS                        52
  A. Gambaran Penelitian                                   52
  B. Penjelasan Siklus Pertama                             54
  C. Penjelasan Siklus Kedua                               68
  D. Penjelasan Siklus Ketiga                              86
  E. Post Test                                             97
  F. Pembahasan dan Pengambilan Keputusan                 106
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN                                117
DAFTAR PUSTAKA                                            120
LAMPIRAN-LAMPIRAN                                         123
DAFTAR TABEL

  No                             Judul Tabel                           Hal.
1.1    Standar Kelulusan SMP Tahun Pelajaran 2008/2009                   2
2.1    Perbedaan Pembelajaran kontekstual dengan Konvensional           28
4.1    Deskripsi Kelompok                                               57
4.2    Nilai Kumulatif Tes Prasyarat                                    60
4.3    Siswa yang benar menurut butir soal                              61
4.4    Siswa yang benar dalam prosedur dan perhitungan                  62
4.5    Siswa yang benar prosedurnya tetapi salah dalam operasi          63

       perhitungan
4.6    Siswa yang benar dalam operasi perhitungan tetapi salah dalam    63

       menetapkan ukuran
4.7    Siswa yang benar dalam mengukur dan menghitung                   77
4.8    Hasil pengukuran dan penghitungan kelompok                       78
4.9    Kebutuhan porselin untuk bak air                                 80
4.10   Nilai Tes Siklus Ketiga per butir soal                           93
4.11   Perbandingan Nilai soal nomor 1 dan nomor 2                      94
4.12   Daftar hasil kwadrat                                             96
4.13   Perolehan nilai kumulatif Post Test                              99
4.14   Perolehan nilai post test per butir soal                        100
4.15   Perolehan nilai penerapan per butir soal                        103
4.16   Rekapitulasi nilai penerapan per butir soal                     106
4.17   Tingkat kenaikan nilai Tes prasyarat-Post test                  107
4.18   Sikap siswa terhadap pembelajaran                               110
4.19   Pandangan siswa mengenai pembelajaran                           111
L.1    Validitas Instrumen, Data hasil uji coba                        123
L.2    Validitas butir soal                                            124
L.3    Reliabilitas Instrumen                                          126
L.4    Indeks Kesukaran                                                128
L.5    Daya Pembeda                                                    129
DAFTAR GAMBAR

No                            Nama Gambar        Hal.
 1   Siklus Penelitian Tindakan Kelas             45
 2   Kuis Matematik, Denah Tanah                  69
 3   Kuis Matematik Segitiga bertumpuk            87
 4   Segitiga samasisi                            88
 5   Kuis Matematik, 4 segitiga samasisi          89
 6   Limas                                        93
 7   Prisma                                       93
 8   Persegi & Persegi Panjang                   136
 9   Segitiga Siku-siku, Samasisi dan Samakaki   136
10   Balok dan Kubus                             148
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A: Uji Validitas Instrumen            123
  1    Data hasil uji coba                     124
  2    Validitas butir soal                    125
  3    Reliabilitas instrumen                  127
  4    Indeks Kesukaran                        129
  5    Daya Pembeda                            130
  6    Analisis validitas                      131
Lampiran B: Instrumen Penelitian               134
  1    Tes prasarat                            135
    a Soal tes prasarat                        135
    b Pedoman penilaian                        136
    c Lembar jawab prasarat                    137
    d Kunci jawaban                            138
  2    Tugas Kelompok                          141
    a Lembar tes keelompok                     141
    b Lembar jawab/pelaporan tes kelompok      149
  3    Post Test                               150
    a Soal post test                           150
    b Lembar jawab post test                   153
    c Pedoman penilaian                        154
    d Kunci jawaban post test                  155
  4    Kuisioner 1                             158
  5    Kuisioner 2                             160
  6    Lembar pengamatan dinamika kelompok     162
Lampiran C: Distribusi Hasil Tes               163
  1    Nilai Tes Prasarat                      164
    a Nilai kumulatif                          164
    b Nilai Gambar nomor 1 dan 2               165
    c Nilai Gambar nomor 3                     166
    d Nilai Gambar nomor 4                     167
    e Nilai Gambar nomor 5                     168
  2    Nilai Tes Siklus 3                      169
    a Nilai kumulatif                          169
    b Nilai soal nomor 1                       170
    c Nilai soal nomor 2                       171
  3    Nilai Post Test                         172
    a Nilai Kumulatif                          172
    b Nilai soal nomor 1                       173
    c Nilai soal nomor 2                       174
    d Nilai soal nomor 3                       175
    e Nilai soal nomor 4                       176
LAMPIRAN D: RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN   177
  1    Silabus                                 178
  2    RPP Balok dan Kubus                     179
  3    RPP Limas dan Pisma                     182
  4    Materi Pelajaran                        185
LAMPIRAN E: SURAT-SURAT PENELITIAN             197
1   Surat Keputusan Pengangkatan Dosen Pembimbing    198
 2   Surat Permohonan Izin Penelitian                 199
 3   Surat Keterangan Telah melaksanakan Penelitian   200
 4   Keterangan Supervisi Kepala SMP N 1 Cicalengka   201
 5   Kartu Bimbingan                                  202
DAFTAR RIWAYAT HIDUP                                  203
BAB I


                             PENDAHULUAN


    A. Latar Belakang Masalah


       Pembelajaran di SMP adalah upaya untuk mengembangkan potensi,

kecakapan dan kepribadian siswa. Perkembangan aspek-aspek pada siswa tersebut

tidak diberikan oleh guru, tetapi siswa sendiri yang berusaha mengembangkan

dirinya. Fungsi guru hanyalah menciptakaan situasi, memberikan dorongan,

arahan, bimbingan dan kemudahan agar siswa dapat belajar dan mengembangkan

dirinya. Dalam proses pembelajaran, interaksi siswa dipengaruhi berbagai faktor,

antara lain: Karakteristik dan perkembangan siswa; Intelektual dalam belajar;

Transfer dalam belajar dan Penyesuaian pembelajaran dengan perbedaan

intelektual.

       Sejak awal millennium III telah terjadi upaya-upaya peningkatan kualitas,

baik pada tataran konsep dan strategi pendidikan; kompetensi Pendidik dan

Tenaga Kependidikan; Manajemen; Sarana & Prasarana; Buku dan teknologi

pembelajaran; Anggaran pendidikan dan kebijakan lain yang mendukung.

Sekolah Gratis yang dikampanyekan, antara lain oleh Utomo Danandjaya, pada

tahun 2008 telah terealisasi sampai tingkat SMP.

       Peningkatan mutu tersebut diikuti dengan terus meningkatnya standar

kelulusan sekolah sejak SD hingga SMA/SMK. Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Nomor 78 Tahun 2008, menetapkan Standar Kompetensi Lulusan dan

Kemampuan yang di uji sebagai mana dipresentasikan pada tabel di bawah.



                                       Tabel 1.1
Kisi-kisi Soal Ujian Nasional SMP & Madrasah Tsanawiyah

     Standar Kompetensi
No                                           Kemampuan yang diuji
               Lulusan

                               Menghitung hasil operasi tambah, kurang, kali
                               dan bagi pada bilangan bulat.
     Menggunakan

     konsep           operasi Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
     hitung dan sifat-         bilangan pecahan.

     sifat          bilangan, Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
     perbandingan,             skala dan perbandingan.

1.   aritmetika                Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
     sosial,barisan            jual beli.

     bilangan,            serta Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
     penggunaannya             perbankan dan koperasi.

     dalam        pemecahan Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
     masalah .                 barisan bilangan.

                               Mengalikan bentuk aljabar.

     Memahami         operasi Menghitung operasi tambah, kurang, kali, bagi
     bentuk aljabar,           atau kuadrat bentuk aljabar.

     konsep       persamaan Menyederhanakan          bentuk    aljabar   dengan
     dan pertidaksamaan        memfaktorkan.

     linier,      persamaan Menentukan penyelesaian persamaan linier satu
     garis, himpunan,          variabel.

2    relasi, fungsi, sistem Menentukan irisan atau gabungan dua himpunan
     persamaan           linier dan menyelesaikan masalah yang berkaitan
     serta menggunakan-        dengan irisan atau gabungan dua himpunan.

     nya                 dalam Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
     pemecahan masalah.        relasi dan fungsi.

                               Menentukan     gradien,   persamaan   garis   dan
                               grfiknya.
Menentukan penyelesaian sistem persamaan linier
                             dua variabel.

                             Menyelesaikan        soal    dengan    menggunakan
                             teorema Pythagoras.

                             Menghitung luas bangun datar.

                             Menghitung        keliling    bangun    datar   dan
                             penggunaan konsep keliling dalam kehidupan
    Memahami        bangun
                             sehari-hari.
    datar, bangun ruang,

    garis sejajar, sudut,    Menghitung besar sudut pada bidang datar.

3   serta menggunakan- Menghitung besar sudut yang terbentuk jika dua
    nya     dalam    peme- garis berpotongan atau garis sejajar berpotongan
    cahan masalah.           dengan garis lain.

                             Menghitung besar sudut pusat dan sudut keliling
                             pada lingkaran.

                             Menyelesaikan masalah dengan menggunakan
                             konsep kesebangunan.

                             Menyelesaikan masalah dengan menggunakan
                             konsep kongruen.

                             Menentukan unsur-unsur bangun ruang sisi datar.

                             Menentukan jaring-jaring bangun ruang.

                             Menghitung volume bangun ruang sisi datar dan
                             sisi lengkung.

                             Menghitung luas permukaan bangun ruang sisi
                             datar dan sisi lengkung.

    Memahami        konsep Menentukan ukuran pemusatan dan menggunakan
    dalam statistika, serta dalam menyelesaikan masalah sehari-hari.
    menerapkannya
4

    dalam      pemecahan Menyajikan dan menafsirkan data.
masalah.



      Merujuk kepada kisi-kisi di atas, Standar Kompetensi Lulusan dalam mata

pelajaran matematika semuanya berorientasi kepada pemecahan masalah. Oleh

sebab itu guru seyogianya menciptakan suasana pembelajaran yang dinamis dan

ceria sehingga siswa bersemangat melakukan penyelesaiaan soal-soal metematika

sebagai upaya meningkatkan kemampuan memecahkan masalah. Selain itu guru

juga harus berupaya menghubungkan matematika dengan masalah-masalah

kehidupan nyata. Hal ini penting mengingat matematika merupakan mata

pelajaran yang akan dipergunakan dalam seluruh aspek kehidupan.

      Memiliki kemampuan memecahkan soal matematika akan menjadi bekal

bagi siswa untuk melakukan pemecahan maslah dalam menjalani kehidupan saat

ini dan nanti. Masalah adalah kesenjangan antara kenyataan dengan keseharusan

atau harapan. Pemecahan Masalah adalah upaya untuk menemukan alternatif bagi

penyelesaiannya.

      Bangun datar adalah bagian paling dasar dalam geometri yang lahir dan

berkembang di Mesir dan Babilonia. Geometri merupakan sebuah temuan yang

didorong oleh ambisi para pemimpin pemerintahan pada masa itu untuk dapat

mendirikan bangunan yang besar dan kokoh serta untuk mengusai tanah bagi

kepentingan pendapatan pajak.

      Berbagai fakta tentang Geometri Bangun datar termuat dalam Ahmes

Papirus yang ditulis pada tahun 1650 SM yang ditemukan pada abad ke Sembilan.

Dalam Papyrus terdapat formula tentang perhitungan luas persegi panjang,

segitiga siku-siku, trapezium dengan kaki tegak lurus dan luas lingkaran. Pakar

yang memberikan kontribusi antara lain: Thales (640-546 SM), matematikawan
yang selalu ingin melakukan pembuktian atas teori-teori      geometri; Pythagoras

(528-507 SM), yang menemukan teori panjang garis miring suatu segitiga siku-

siku sebagai akar dari penjumlahan kuadrat kedua sisi yang lain. Teori-teori

tersebut kemudian dikembangkan oleh Euclid dalam buku Element.

      Bangun datar merupakan teori dasar bagi penyelesaian persoalan-persoalan

bangun ruang sebagai kelanjutan atau perkembangan berikutnya. Bangun ruang

merupakan kombinasi dari bangun datar, anatara lain: pasangan-pasangan empat

persegi panjang menjadi balok dan kotak; persegi menjadi kubus; segitiga menjadi

limas; segitiga dan persegi pajang atau persegi menjadi prisma dan sebagainya.

Namun demikian, walaupun siswa telah mengusai masalah bangun datar, ketika

harus menyelesaikan masalah bangun ruang sebaagian bersar siswa menghadapi

kesulitan. Hal ini bukan saja dipengaruhi oleh stigma bahwa matematika pelajaran

yang sangat sulit juga masih kurangnya kesadaran siswa mengenai pentingnya

matematika bagi kehidupan sehari-hari.

      Pembelajaran konsteksual (Teaching Learning consteksual) menurut

Sukmadinata, (2004:196) merupakan suatu sistim atau pendekatan pembelajaran

yang bersifat holistic (menyeluruh). Menurut Johnson (2002:210): pembelajaran

konsteksual sekurang-kurangnya memiliki tiga prinsip, yaitu: interpendence

(kesaling-tergantungan); diferensiasi dan self organization (pengorganisasian

diri). Adapun komponen-komponen pembelajaran konsteksual adalah: hubungan

bermakna, mengerjakan pekerjaan penting, belajar mengatur diri sendiri,

bekerjasama, berpikir kritis, bimbingan individual, pencapaian standar tinggi dan

menggunakan penilaian otentik.

      Penulis    sangat   tertarik   untuk   mengimplementasikan      pendekatan

kontekstual   dalam   pembelajaran    matematika    karena    CTL    memberikan
kesempatan yang sangat luas kepada pembelajar untuk bekerjasama, berfikir kritis

dan mengkaitkan materi ajar dengan latar belakang individual, sosial dan kultural

sehingga pembelajaran lebih bermakna (meaningful).

       Dengan latar belakang di atas maka diajukan penelitian tindakan kelas

dengan judul: “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Melalui Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika “



B. Pembatasan Masalah

       Pendidikan adalah upaya mewariskan dan mengembangkan nilai, oleh

sebab itu memiliki komponen dan faktor yang kompleks. Untuk menegaskan arah

dan keluaran hasil yang ingin dicapai, maka penelitian dibatasi pada hal-hal

berikut:

   1. Dalam upaya mencapai prestasi terbaik akan selalu ada hambatan yang

       dihadapi, termasuk dalam hal prestasi belajar. Dengan demikian siswa

       harus melakukan upaya yang dapat mengatasi hambatan belajar,

       khususnya matematika, sehingga siswa dapat meraih prestasi terbaik.

   2. Guru sebagai fasilitor memberikan dukungan dengan cara antara lain:

       membangun suasana belajar yang menyenangkan; menyajikan materi

       pelajaran yang berkaitan langsung dengan kehidupan keseharian siswa;

       menerapkan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan konteks yang

       dihadapi.

   3. Suasana belajar yang kondusif dapat menolong siswa melakukan upaya

       mengatasi kesulitan/hambatan serta persoalan yang dihadapi berkaitan

       dengan belajar matematika. Dalam suasana yang ceria dan partisipatif

       siswa tidak merasa tertekan dan dapat melakukan eksplorasi sehingga
inspirasi untuk melahirkan solusi bagi penyelesaian masalah mengalir

       dengan lancar.

   4. Dengan keterlatihannya dalam menghadapi dan mengatasi kesulitan secara

       berkelanjutan, siswa menjadi terlatih dalam melakukan penyelesaian

       masalah. Kemampuan melakukan secara terus menerus akan mendorong

       siswa meraih prestasi puncak.



C. Rumusan Masalah

       Rumusan masalah dalam Penelitian Tindakan Kelas adalah: Adakah

peningkatan kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan masalah matematika

melalui pembelajaran kontekstual?



D. Tujuan penelitian

       Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk:

       Mengetahui peningkatan kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan

masalah matematika melalui pembelajaran kontekstual.



E. Manfaat Penelitian

       Manfaat dari penelitian ini, antara lain:


       1. Bagi penulis sebagai penguatan kompetensi kependidikan dan

          pematangan profesi keguruan.


       2. Bagi siswa sebagai pengalaman terstruktur dalam mengikuti metode

          pembelajaran yang variatif , sehingga siswa termotivasi dan merasa

          senang dalam belajar matematik.
3. Bagi guru sebagai bagian dari brainstorming (curah gagasan) dan

           sharing pengalaman untuk pengayaan metode pembelajaran.


       4. Bagi sekolah sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas

           pembelajaran dalam memenuhi standar pelayanan minimum ,

           sekurang-kurangnya dalam hal mutu guru dan proses pembelajaran.


       5. Bagi STKIP Garut menjadi salah satu data penelitian yang dapat

           dimanfaatkan oleh peneliti-peneliti lain untuk lebih didalami atau

           dikembangkan lebih luas.


       6. Bagi dunia pendidikan menjadi salah satu materi untuk bahan studi

           kependidikan dan pengayaan proses pendidikan.



F. Asumsi


       Penelitian ini didasarkan atas asumsi bahwa: pembelajaran kontekstual

dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan masalah.



G. Hipotesis Tindakan


       Hipotesis berasal dari dua kata yaitu hypo (di bawah) dan thesa

(kebenaran). Menurut Rahadi (2003:3), Hipotesis adalah jawaban sementara yang

sifatnya tentatif dari rumusan masalah yang telah disusun dalam suatu penelitian.


       Dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis:


       Terdapat peningkatan kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan

masalah matematika melalui pembelajaran kontekstual.
BAB II

                              KAJIAN PUSTAKA



A. Pembelajaran Berbasis Kecerdasan

       Untuk melahirkan manusia berprestasi ada banyak metode dan

pendekatan, salah satu diantaranya pola dasar system dengan menerapkan lima

disiplin, yaitu: Personal Mastery; Team Learning; Shared Vision; Mental Model

dan System Thinking. (diadaptasi dari Peter M Senge, 1990) dalam The Fifth

Discipline, The Art and Practice of the Learning Organization).

   1. Personal Mastery

           Personal mastery, adalah upaya melahirkan kader-kader yang memiliki

   kompeten dan kompetitif berbasis kecerdasan. Menurut Shepard, (2001):

   Kecerdasan tidak dapat diukur dengan angka. kecerdasan adalah Ability to

   solve Problem or Fashion Product. Kecerdasan adalah kemampuan

   menggunakan keterampilan, menciptakan sesuatu dan mengatasi masalah

   sesuai budaya komunitas. Shepard        mengidentifikasi kecerdasan sebagai

   berikut:

      a.        Interpersonal intelligence, kecerdasan antarpribadi, kemampuan

           memahami orang lain dan tampil dalam kemampuannya berinteraksi

           dengan baik dengan orang lain- dapat melakukan komunikasi dengan

           orang lain.

      b.        Logical Intelligence, Kecerdasan Logika/Matematika, kemampuan

           kuantitatif, kemampuan memproses sesuatu secara analitis dan

           sistematis.
c.        Spatial Intelligence, Kecerdasan Spatial/Visual, kemampuan

        membangun gagasan atau model, membayangkan penerapan dan

        mengubahnya yang semua ini dilakukan dalam pikirannya.

   d.        Musical Intelligence, Kecerdasan Musik, kepekaan terhadap

        irama, melodi dan nada baik sebagai pelaku maupun pendengar.

   e.        Verbal Intelligence, Kecerdasan Verbal berbahasa/berbicara.

        Kemampuan mengekspresikan pikiran-pikirannya dengan jernih baik

        melalui bahasa lisan maupun bahasa tulisan.

   f.        Intrapersonal Intelligence, Kecerdasan intrapersonal, kemampuan

        berinteraksi dengan diri sendiri, introspeksi, refleksi dan kontemplasi

        melalui renungan.

   g.        Kinesthetic intelligence, Kecerdasan kinestik/tubuh, kemampuan

        gerakan fisik, menari, berolah raga, berkelahi, melempar, memotong.

        Keterampilan mengubah suatu obyek /memanipulasi obyek dinamakan

        Tactile.

Goldman (1997) merumuskan kecerdasan sebagai berikut:

   a.        Emotional Intelligence, Kecerdasan Emotional, kemampuan

        mengenali situasi emosi diri sendiri dan kondisi emosi orang lain.

   b.        Natural Intelligence, Kecerdasan terhadap Alam, kemampuan

        menikmati hidup dan berinteraksi serta menyatu dengan alam.

   c.        Exisistential Intelligence, Kecerdasan memahami hidup dan

        kehidupan.

Sternberg memperkenalkan Triarchic Theory

   a.        Componential       Intelligence,    Kemampuan        menganalisis,

        membandingkan dan mengevaluasi (Analyse, Compare & Evaluate).
b.         Creative Intelligence, Kemampuan menciptakan, menemukan dan

        merancang (Create, Invent & Design).

   c.         Contextual    Intelligence,   Kemampuan       menggunakan       dan

        menerapkan (use and apply) secara praktis.

2. Team Learning

        Dalam satu kelompok yang aktif setidaknya ada 5 hal yang dapat

dipelajari, yaitu:

   a. Learning To Know (Belajar Untuk Mengetahui)

        Mengetahui apa yang harus dilakukan dan untuk apa.

   b. Learning To Do (Belajar Untuk Bisa Melakukan)

        Memahami apa yang harus dilakukan, kemampuan apa yang harus

        dimiliki.

   c. Learning To Be (Belajar Untuk Dapat Menjadi Seseorang)

        Menjadi seseorang yang berkarakter sangatlah penting agar dapat

        bersikap dan bertindak dengan nyaman dan mendorong orang lain

        untuk menjadi seseorang.

   d. Learning How To Learn (Belajar Bagaimana Belajar)

        Bisa jadi kita telah cukup banyak belajar tetapi sedikit sekali yang

        menjadi pelajaran. Bergegaslah untuk memahami bagaimana mestinya

        kita belajar.

   e. Learning Live Together (Belajar Hidup Berdampingan)

        Belajar berkontribusi dan apresiatif agar orang lain berpartisipasi secara

        optimal.

3. Shared Vision
Memasyarakatkan         visi      atau   dalam      konteks      pembelajaran

   mengkhalayakkan target yang ingin dicapai dari proses belajar sangatlah

   penting. Bila siswa mengetahui apa target yang ingin dicapai dan manfaat apa

   yang dapat diperoleh dari pembelajaran maka siswa akan lebih semangat

   dalam menjalani pembelajaran.

   4. Mental Model

          Pembinaan dengan menggunakan pemodelan mental, yaitu bagaimana

   seseorang dibiasakan dalam kondisi tertentu sehingga menjadi seperti itu

   selama hidupnya. Mental model akan terjadi di lingkungan keluarga, sekolah,

   organisasi dan masyarakat secara luas.

   5. System of Thinking.

          Senge,– (1994) dalam The Leader,s New Work: Building Learning

   Organization & Managing Learning menjelaskan adanya 10 tahapan system

   berfikir yang dapat menyederhanakan pola kerja, yaitu: Fixes that fail & fight

   back fire ( memperbaiki kegagalan); Shifting the Burden (pengalihan beban);

   Shifting the burden to the intervenor (pengalihan beban kepada pihak lain);

   Eroding    goals     (pengikisan   sasaran);    Limits    to   growth    (batas-batas

   pertumbuhan); Growth and Underinvestment (pertumbuhan dan investasi yang

   rendah);   Success     to   successful    (keberhasilan    berangkai);    Escalation

   (Peningkatan); Tragedy of the Commons (nestapa yang merata); Balancing

   with delay (penyeimbangan dengan penundaan).

       Kelima disiplin di atas pada dasarnya berkehendak melahirkan manusia-

manusia yang memiliki penalaran melalui proses pembelajaran. Belajar

matematika merupakan proses yang paling erat kaitannya karena penalaran atau

kemampuan berfikir logis merupakan inti dari pembelajaran matematika. Berfikir
logis dalam matematika merupakan salah satu tujuan matematika yang

dirumuskan dalam Kurikulum 2004.


B. Matematika Sebagai Pelajaran Kehidupan Sehari-hari

       Semua ilmu dan pengetahuan berkembang dan dikembangkan dari

pengalaman dan realitas. Karena manusia berkomunikasi menggunakan bahasa

maka dikembangkan teori-teori tenang bahasa. Karena ada yang suka berpidato

maka dikembangkan teori tentang berpidato. Karena ada orang yang suka

menyanyi maka dikembangkan teori-teori seni suara. Karena manusia bercocok

tanam maka dikembangkan ilmu pertanian. Demikian juga dengan teori

konstruksi, perikanan, transportasi, komunikasi dan lain-lain.

       Matematika juga sama, ia berkembang karena kebutuhan dalam kehidupan

sehari-hari. Menghitung, mengukur dan menakar telah menjadi bagian kehidupan

sejak zaman Nabi Adam Alaihissalam. Ketika Habil dan Qobil diperintahkan

untuk berqurban. Nabi Adam menyebutkan jumlah dan takaran yang harus

diqurbankan. Demikian juga jarak ke tempat pelaksanaan qurban.

       Bilangan adalah materi paling dasar dalam matematika. Pada mulanya

orang membandingkan jumlah dengan istilah lebih banyak dan lebih sedikit.

Tetapi ketika sistem kepemilikan mulai melekat dalam masyarakat maka jumlah

mulai disebut dengan angka-angka. Konsep bilangan pada awalnya hanyalah

untuk kepentingan menghitung dan mengingat jumlah. Lambat laun para ahli

matematika menambahkan perbendaharaan simbol.dan kata-kata yang tepat untuk

mendefinisikan bilangan. Dari bilangan berkembang ilmu yang lain yaitu

aritmetika dan aljabar.
Demikian halnya dengan geometri. Karena orang harus mengukur luas

tanah dan benda lainnya maka maka dikembangkan ilmu untuk mengukur bangun

datar. Kemudian ketika manusia mulai menempati bangunan yang dibuat, bukan

lagi di lapangan, pohon atau goa, maka mulai dirasakan kebutuhan menghitung

volume dan hal-hal yang berkaitan dengan bangun ruang.

       Cara mengukur luas dan keliling Segiempat merupakan pengetahuan yang

pertama kali dikembangkan, selanjutnya segitiga. Dari teori-teori yang berkaitan

dengan segiempat dan segitiga dikembangkan teori-teori untuk mengukur segi

lainnya, termasuk lingkaran. Dengan dasar pengetahuan bangun datar dua dimensi

maka dikembangkan pengetahuan untuk mengukur bangun ruang tiga dimensi.


C. Kesulitan Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika

       Menurut Hudiono (2008), masalah utama yang dihadapi siswa SMP adalah

lemahnya daya representasi dalam menyelesaikan permasalahan matematika.

Padahal sasaran pembelajaran matematika di antaranya adalah mengembangkan

kemampuan siswa dalam berfikir secara matematika (think mathematically).

Pengembangan kemampuan ini sangat diperlukan agar siswa lebih memahami

konsep yang dipelajari dan dapat menerapkannya dalam berbagai situasi.

       Ada lima standar yang mendeskripsikan keterkaitan pemahaman

matematika dan kompetensi matematika yang perlu dimiliki siswa yaitu: problem

solving, reasoning and proof, communication, connections, and representation

(National Council of Teachers of Mathematics. (2000) Principles and Standards

for School Mathematics. Reston, VA, NCTM p. 29.

       Kemampuan representasi matematika yang dimiliki seseorang, selain

menunjukkan tingkat pemahaman, juga terkait erat dengan kemampuan
pemecahan masalah dalam matematika. Suatu masalah yang dianggap rumit dan

kompleks, bisa menjadi lebih sederhana jika strategi dan pemanfaatan representasi

matematika yang digunakan sesuai dengan permasalahan tersebut. Kemampuan

representasi yang pada akhirnya menjadi kemampuan melakukan pemecahan

masalah matematika terkait erat dengan kemampuan berfikir logis.

          Salah satu keterampilan matematika yang sangat erat kaitannya dengan

karakteristik matematika adalah berfikir logis, karena matematika dipahami

melalui penalaran atau berfikir logis dan penalaran dipahami serta dilatih melalui

belajar    matematika.   Kemampuan        penalaran   atau   berfikir   logis    perlu

dikembangkan karena dapat meningkatkan kemampuan dalam matematika, dari

sekadar     mengingat    kepada   kemampuan      pemahaman.      Audiblox       (2006)

menyatakan, … logical thinking: helping children to become smarter. (berfikir

logis membantu anak menjadi lebih cerdas). Namun demikian di sekolah terdapat

banyak kelainan yang menyebabkan kemampuan siswa dalam hal berfikir logis

masih jauh dari memuaskan.

          Menurut Saragih (2008), hasil belajar matematika siswa sampai saat ini

masih menjadi suatu permasalahan yang sering dikumandangkan baik oleh orang

tua siswa maupun oleh pakar pendidikan matematika itu sendiri. Hasil penelitian

yang dilakukan Suyanto dan Somerset di beberapa Propinsi di Indonesia,

menemukan bahwa hasil tes mata pelajaran matematika siswa SMP sangat rendah,

terutama pada soal aplikasi matematika.

          Suryadi (2005) dalam thesisnya menemukan bahwa siswa kelas dua SMP

di Kota dan Kabupaten Bandung mengalami kesulitan dalam mengajukan

argumentasi serta menemukan pola dan pengajuan bentuk umumnya.
Priatna (2003) melakukan penelitian di Kota Bandung menemukan

kenyataan sebagai berikut: Setelah mendapat penjelasan mengenai segitiga sama

sisi dan segitiga sama kaki, dimana guru mengungkapkan bahwa semua segitiga

sama sisi adalah segitiga sama kaki. Ketika diberikan soal dengan diketahui

panjang salah satu sisi dan dua buah sudut, banyak siswa yang mempersepsi

segitiga sama kaki semua sisinya sama sehingga menghitung keliling dengan

mengalikan tiga panjang sisinya. Kemampuan Secara umum kesulitan siswa

dalam aspek kemampuan berfikir logis berturut-turut pada kemampuan berfikir

deduktif (aspek silogisma dan aspek kondisional) dan kemampuan berfikir

induktif (aspek generalisasi dan aspek analogi).

       Rendahnya hasil belajar di atas merupakan hal yang wajar jika dikaitkan

dengan proses pembelajaran di kelas selama ini menggunakan metode kuliah,

dimana guru sekadar menyampaikan informasi dan siswa sekadar mendengar

serta menyalin. Sesekali guru bertanya dan sesekali siswa menjawab. Pada akhir

pembelajaran guru menjelaskan cara mengerjakan contoh soal dilanjutkan dengan

memberi soal latihan untuk dikerjakan kemudian guru memberikan penilaian.

Soal latihan umumnya bersipat rutin dan kurang melatih daya nalar. Siswa

menjadi robot yang harus mengikuti aturan dan prosedur dalam kegiatan

pembelajaran yang mekanistik. Rendahnya pemahaman konsep matematika

menyebabkan siswa tidak dapat menggunakannya ketika diberi permasalahan

yang agak kompleks.

       Menyikapi permasalahan di atas Cooney menyarankan reformasi

pembelajaran matematika dari pendekatan belajar meniru (menghapal) ke belajar

pemahaman yang berlandaskan pada konsep knowing mathematics is doing

mathematics. Pembelajaran lebih menekankan kepada doing atau proses
dibanding knowing that. Perubahan di atas dimaksudkan agar pembelajaran lebih

memfokuskan pada proses yang menggiatkan siswa untuk menemukan kembali

(reinventing) konsep-konsep, melakukan refleksi, abstraksi, formalisasi dan

aplikasi.

        Untuk mendukung proses pembelajaran yang mengaktifkan siswa

diperlukan pengembangan materi pelajaran matematika yang difokuskan kepada

aplikasi dalam kehidupan sehari-hari (kontekstual) yang disesuaikan dengan

tingkat kognitif siswa, serta menggunakan metode evaluasi yang terintegrasi pada

proses pembelajaran, tidak hanya tes pada akhir pembelajaran, formatif atau

sumatif. Matematika merupakan kegiatan manusia, oleh karenanya salah satu

alternatif yang sesuai dengan tuntutan perubahan adalah diterapkannya

Pendekatan Matematika Realistik (PMR) yang lebih menekankan aktivitas siswa

untuk mencari, menemukan dan membangun sendiri pengetahuan yang

diperlukan.

        Ruseffendi (2001) menyatakan bahwa membudayakan berfikir logis atau

kemampuan penalaran serta bersikap kritis dan kreatif, proses pembelajaran dapat

dilakukan dengan Pendekatan Matematika Realistik. PMR secara garis besar

memiliki lima karakteristik, yaitu: (1) menggunakan masalah kontekstual, (2)

menggunakan model, (3) kontribusi siswa, (4) terjadinya interaksi dalam proses

pembelajaran dan (5) menerapkan berbagai teori pembelajaran yang relevan,

saling terkait dan terintegrasi dengan topik.

        Menurut Sabandar (2001), kontekstual memainkan peranan utama dalam

semua aspek pendidikan, yaitu dalam pembentukan konsep, pembentukan model,

aplikasi dan dalam mempraktekkan keterampilan. Dalam pelaksanaan di kelas,
konteks digunakan sejak awal dan terus menerus untuk membangun pemahaman

siswa melalui learning trajectory dalam suatu proses pembelajaran.

         Proses penyelesaian soal kontekstual dilakukan dengan menggunakan

model.    Pemodelan     berfungsi     menjembatani   jurang   antara     pengetahuan

matematika     tidak   formal   dan    metematika    formal   dari     siswa.   Siswa

mengembangkan model tersebut dengan model-model matematika (formal dan

tidak formal) yang telah diketahuinya dengan menyelesaikan soal kontekstual dari

situasi nyata (real) yang sudah dikenal siswa sehingga ditemukan model dari

bentuk informal kemudian menemukan model dalam bentuk formal. Akhirnya

siswa mendapatkan penyelesaian masalah dalam bentuk matematika yang standar.

         Terciptanya keragaman pemodelan dari masalah kontekstual sangat

penting bagi guru untuk mengetahui kemampuan siswa menemukan hubungan

bagian-bagian dari masalah kontekstual melalui penskemaan, perumusan dan

visualisasi sekaligus sebagai pertimbangan untuk memberikan bimbingan.

Menurut Ruseffendi (1979) ada tiga macam model yang dapat digunakan dalam

proses pembelajaran, yaitu: model kongkrit, model diagram dan model abstrak

atau symbol.


D. Pergeseran Konsep Pembelajaran

         Adanya kebijakan peningkatan jaminan kualitas lulusan SMP membawa

konsekuensi dalam bidang pendidikan, antara lain perubahan dari model

pembelajaran yang mengajarkan mata-mata pelajaran (subject matter based

program) ke model pembelajaran berbasis kompetensi (competencies based

program). Model pembelajaran berbasis kompetensi bermaksud menuntun proses

pembelajaran secara langsung berorientasi pada kompetensi atau satuan-satuan
kemampuan. Pengajaran berbasis kompetensi menuntut perubahan kemasan

kurikulum, dari model lama berbentuk silabus yang berisi uraian mata pelajaran

yang harus diajar ke dalam kemasan yang berbentuk paket-paket kompetensi. Hal

ini membawa konsekuensi bahwa proses pembelajaran harus berorientasi pada

pembentukan seperangkat kompetensi sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Hal

demikian   menuntut kemampuan guru dalam merancang model pembelajaran

yang sesuai dengan karakteristik bidang kajian dan karakteristik siswa agar

mencapai hasil yang maksimal. Oleh kerana itu peran guru dalam konteks

pembelajaran menuntut perubahan, antara lain: (a) peranan guru sebagai penyebar

informasi semakin kecil, tetapi lebih banyak berfungsi sebagai pembimbing,

penasehat, dan pendorong; (b) peserta didik adalah individu-individu yang

kompleks, yang berarti bahwa mereka mempunyai perbedaan cara belajar sesuatu

yang berbeda pula; (c) proses belajar mengajar lebih ditekankan pada belajar

daripada mengajar (Laster, 1985).

       Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan

pergeseran peran guru dalam pembelajaran, yaitu: (a) Cara pandang guru terhadap

siswa perlu diubah. Siswa bukan lagi sebagai obyek pengajaran, tetapi siswa

sebagai pelaku aktif dalam proses pembelajaran. Dalam diri siswa terdapat

berbagai potensi yang siap dikembangkan. Oleh katena itu dalam konteks

pembelajaran guru diharapkan mampu memberikan dorongan kepada siswa untuk

mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya dan (b) Guru

diharapkan mampu mengajarkan bagaimana siswa bisa berhubungan dengan

masalah yang dihadapi dan mengatasi persoalan yang muncul di masyarakat.

Antara lain dengan cara memberikan tantangan yang berupa kasus-kasus yang

sering terjadi di masyarakat yang terkait bidang studi. Melalui kegiatan tersebut
diharapkan siswa dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya, yang pada

akhirnya dapat digunakan sebagai bekal kemandirian dalam menghadapi berbagai

tantangan di masyarakat. Bahkan lebih jauh lagi diharapkan bisa ikut ambil bagian

dalam mengembangkan potensi masyarakatnya.

   1. Prinsip Pembelajaran Kompetensi

          Prinsip pembelajaran yang dikembangkan untuk mencapai keefektifan

   dan efisiensi pengelolaan pembelajaran di SMP, antara lain:

      a. Pembelajaran berfokus pada siswa (student cenrtered), artinya siswa

          menjadi subyek pembelajaran dan kecepatan belajar siswa yang tidak

          sama perlu diperhatikan.

      b. Pembelajaran terpadu (integrated learning), maksudnya pengelolaan

          pembelajaran dilakukan secara integratif. Semua tujuan pembelajaran

          yang berupa kemampuan dasar yang ingin dicapai bermuara pada satu

          tujuan akhir, yaitu mencapai kemampuan dasar lulusan.

      c. Pembelajaran individu (individual learning), artinya siswa memiliki

          peluang untuk melakukan pembelajaran secara individual.

      d. Belajar tuntas (mastery learning), maksudnya pembelajaran mengacu

          pada ketuntasan belajar kemampuan dasar melalui pemecahan masalah.

          Setiap individu dan kelompok harus menuntaskan pembelajaran satu

          kemampuan dasar baru belajar ke kemampuan dasar berikutnya.

      e. Pemecahan masalah (problem solving), artinya proses dan hasil

          pembelajaran mengacu pada aktifitas pemecahan masalah yang ada di

          masyarakat, yaitu dengan menggunakan pendekatan belajar kontekstual.
f. Experience-based learning, yakni pembelajaran dilaksanakan melalui

      pengalaman-pengalaman belajar tertentu dalam mencapai kemampuan

      belajar tertentu.

   g. Selain pemanfaatan prinsi-prinsip tersebut, guru dimungkinkan

      menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran lain yang sesuai dengan

      tuntutan perkembangan.

2. Belajar aktif

       Winkel (1996) mendefinisikan belajar sebagai suatu aktivitas

mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang

menghasilkan       perubahan-perubahan   dalam   pengetahuan,    pemahaman,

keterampilan, nilai, dan sikap. Perubahan itu bersifat tetap dan berbekas.

Belajar dapat dipandang sebagai usaha untuk melakukan proses perubahan

tingkah laku kearah menetap sebagai pengalaman berinteraksi dengan

lingkungannya.

        Belajar aktif merupakan perkembangan dari teori Dewey learning by

 doing (1859-1952). Dewey sangat tidak setuju pada rote learning “belajar

 dengan menghafal”. Dewey merupakan pendiri sekolah Dewey School yang

 menerapkan prinsip-prinsip learning by doing, yaitu bahwa siswa perlu

 terlibat dalam proses belajar secara spontan. Keingintahuan siswa akan hal-

 hal yang belum diketahuinya mendorong keterlibatannya secara aktif dalam

 suatu proses belajar. Menurut Dewey, guru berperan untuk menyediakan

 sarana bagi siswa untuk dapat belajar. Dengan peran serta siswa dan guru

 dalam belajar aktif, akan tercipta suatu pengalaman belajar yang bermakna.

        Belajar aktif mengandung berbagai kiat yang berguna untuk

 menumbuhkan kemampuan belajar aktif pada diri siswa dan menggali potensi
siswa dan guru untuk sama-sama berkembang dan berbagi pengetahuan,

keterampilan, serta pengalaman. Melalui pendekatan belajar aktif, siswa

diharapkan akan lebih mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas

belajar dan potensi yang dimilikinya.

         Belajar aktif menuntut guru bekerja secara profesional, mengajar

secara sistematis, dan berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif

dan efisien. Artinya, guru dapat merekayasa model pembelajaran yang

dilaksanakan secara sistematis dan menjadikan proses pembelajaran sebagai

pengalaman yang bermakna bagi siswa. Untuk itu guru diharapkan memiliki

kemampuan:

    a.                        Memanfaatkan sumber belajar di lingkungannya

         secara optimal dalam proses pembelajaran.

    b.                        Berkreasi dan mengembangkan gagasan baru.

    c.                        Mengurangi     kesenjangan    pengetahuan     yang

         diperoleh siswa dari sekolah dengan pengetahuan yang diperoleh di

         masyarakat.

    d.                        Memperjelas relevansi dan keterkaitan mata

         pelajaran   bidang    ilmu   dengan    kebutuhan    sehari-hari   dalam

         masyarakat.

    e.                        Mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan

         perilaku siswa secara bertahap dan utuh.

    f.                        Memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat

         berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuannya.

    g.                        Menerapkan prinsip-prinsip belajar aktif.
Dengan demikian, belajar aktif diasumsikan sebagai pendekatan

belajar yang efektif untuk dapat membentuk siswa sebagai manusia

seutuhnya yang mempunyai kemampuan untuk belajar mandiri sepanjang

hayatnya, dan untuk membina profesionalisme guru.

3.   Pembelajaran Efektif

       Pembelajaran efektif adalah pembelajaran dimana siswa memperoleh

keterampilan-keterampilan yang spesifik, pengetahuan dan sikap serta

merupakan pembelajaran yang disenangi siswa. Intinya bahwa pembelajaran

dikatakan efektif apabila terjadi perubahan-perubahan pada aspek kognitif,

afektif, dan psikomotor (Reiser Robert, 1996).

     a. Ciri-ciri pembelajaran efektif:

        o Aktif bukan pasif

        o Kovert bukan overt

        o Kompleks bukan sederhana

        o Dipengaruhi perbedaan individual siswa

        o Dipengaruhi oleh berbagai konteks belajar

     b. Kriteria Pembelajaran Efektif:

        o Kecermatan penguasaan

        o Kecepatan unjuk kerja

        o Tingkat alih belajar

        o Tingkat retensi (Reigeluth & Merril, 1989)

4.   Perencanaan Pembelajaran

       Mengajar atau “teaching” adalah membantu siswa memperoleh

informasi,   ide,   keterampilan,    nilai,   cara   berfikir,   sarana   untuk
mengekpresikan dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar (Joyce dan

Well, 1996). Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Secara

implisit dalam pengertian ini terdapat kegiatan memilih, menetapkan,

mengembangkan         metode    untuk   mencapai    hasil   pembelajaran    yang

diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini didasarkan

pada kondisi pembelajaran yang ada.

         Kegiatan-kegiatan ini pada dasarnya merupakan inti dari perencanaan

pembelajaran. Dalam hal ini istilah pembelajaran memiliki hakekat

perencanaan atau perancangan (disain) sebagai upaya untuk membelajarkan

siswa. Itulah sebabnya dalam belajar, siswa tidak berinteraksi dengan guru

sebagai salah satu sumber belajar, tetapi berinteraksi dengan keseluruhan

sumber belajar yang mungkin dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Oleh karena itu pembelajaran menaruh perhatian pada “bagaimana

membelajarkan siswa”, dan bukan pada “apa yang dipelajari siswa”. Dengan

demikian perlu diperhatikan          adalah bagaimana cara mengorganisasi

pembelajaran,      bagiaman cara menyampaikan          isi pembelajaran, dan

bagaimana menata interaksi antara sumber-sumber belajar yang ada agar

dapat berfungsi secara optimal.

         Rancangan Pembelajaran hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai

berikut:

    a.                         Pembelajaran        diselenggarakan         dengan

           pengalaman nyata dan lingkungan otentik, karena hal ini diperlukan

           untuk memungkinkan seseorang berproses dalam belajar (belajar

           untuk memahami, belajar untuk berkarya, dan melakukan kegiatan

           nyata) secara maksimal.
b.                      Isi pembelajaran harus didesain agar relevan

              dengan karakteristik siswa karena pembelajaran difungsikan sebagai

              mekanisme adaptif dalam proses konstruksi, dekonstruksi dan

              rekonstruksi pengetahuan, sikap, dan kemampuan.

         c.                      Menyediakan media dan sumber belajar yang

              dibutuhkan.   Ketersediaan   media    dan   sumber   belajar   yang

              memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar secara

              konkrit, luas, dan mendalam, adalah hal yang perlu diupayakan oleh

              guru yang profesional dan peduli terhadap keberhasilan belajar

              siswanya.

         d.                      Penilaian hasil belajar terhadap siswa dilakukan

              secara formatif sebagai diagnosis untuk menyediakan pengalaman

              belajar secara berkesinambungan dan dalam bingkai belajar

              sepanjang hayat (life long contiuning education).


E. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)

       Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar

yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi

dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan

yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota

keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih

bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk

kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke

siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Landasan filosofi pembelajaran kontekstual adalah konstruktivisme, yaitu

filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghapal,

harus dikonstruksikan pengetahuan dalam benak siswa.

       Siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa

mereka, dan bagaimana mencapainya. Siswa perlu menyadari bahwa yang mereka

pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan demikian siswa memposisikan

sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka

mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya.

       Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa

mencapai tujuan belajar. Oleh karena itu guru lebih banyak berurusan dengan

strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah

tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota

kelas (siswa). Sesuatu yang baru (pengetahuan, keterampilan) datang dari

menemukan sendiri, bukan dari apa kata guru.

   1. Perbedaan pembelajaran kontektual dan konvensional

           Pola     pembelajaran    kontekstual     berbeda   dengan   pembelajaran

   konvensional yang selama ini dikenal. Perbedaan tersebut tergambar dalam

   tabel berikut.

                                        Tabel 2.1

              Perbedaan Pembelajaran kontekstual dengan Konvensional


        Pembelajaran Konvensional                   Pembelajaran Kontektual
      •    Menyandarkan        pada •                 Menyandarkan pada memori
          hafalan.                                spasial.
      •        Pemilihan           informasi •         Pemilihan        informasi
          ditentukan oleh guru.                   berdasarkan kebutuhan individu
                                                  siswa.
•         Cenderung terfokus pada •              Cenderung
        satu bidang tertentu.                 mengintegrasikan           beberapa
                                           bidang.
   •         Memberikan         tumpukan •     Selalu                 mengkaitkan
        informasi kepada siswa sampai         informasi dengan pengetahuan
     pada saatnya diperlukan.      awal yang telah dimiliki siswa.
   •     Penilaian hasil belajar •     Menerapkan          penilaian
        hanya       melalui      kegiatan     auntentik     melalui     penerapan
        akademik berupa ujian ulangan.        praktis      dalam       pemecahan
                                              masalah.


2. Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual.

         Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika

menerapkan komponennya, dalam pembelajaran Pendekatan kontekstual

memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism),

menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning

community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang

sebenarnya (authentic assessment).

       a. Konstruktivisme (Constructivism)

                Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang

       hasilnya diperluas melalui konsteks yang terbatas dan tidak sekonyong-

       konyong. (Bukan seperangkat fakta, konsep, kaidah untuk diingat).

       b. Menemukan (Inquiry)

                Pengetahuan + ketrampilan yang diperoleh siswa bukan hasil

       mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil menemukan sendiri

       melalui:    observasi,   bertanya,   hipotesis,    pengumpulan     data   dan

       penyimpulan.

       c. Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan kegiatan guru untuk mendorong, menimbang

    dan menilai kemampuan berfikir siswa.

    d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

            Hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama, melalui:

         1) Pembentukan kelompok kecil.

         2) Pembentukan kelompok besar.

         3) Mendatangkan ahli ke kelas.

         4) Bekerja dengan kelas sederajat.

         5) Kerja kelompok dengan kelas di atasnya.

         6) Bekerja dengan masyarakat.

    e. Pemodelan (Modelling)

            Pembelajaran atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa

    ditiru, misalnya cara melempar bola, contoh karya tulis, cara

    menghafalkan bahasa Inggris, guru memberi contoh mengerjakan sesuatu,

    cara memerlukan kata kunci dalam bacaan. Artinya ada model yang ditiru

    dan diambil siswa, sebelum mereka berlatih menemukan kata kunci.

    Guru bukan satu-satunya model.

    f.   Refleksi (Refection)

           Cara berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di

   masa lalu.

    g. Penilaian yang sebenarnya (Autentic Assesment)

3. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual

         Penerapan model pembelajaran kontekstual dalam kelas secara garis

besar mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna

         dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi

         sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.

    b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.

    c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

    d. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).

    e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.

    f.   Lakukan refleksi di akhir pertemuan.

    g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

4. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual

         Pembelajaran   kontekstual   menempatkan      siswa dalam konteks

bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang

sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual

siswa dan peran guru. Untuk itu guru dalam menggunakan pendekatan

pengajaran konekstual memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

    a. Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan

         mental siswa (developmentally appropriate).

    b. Membentuk         group    belajar    yang      saling   ketergantungan

         (interdependent learning group).

    c. Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri

         (self regulated learning) yang mempunyai karakteristik: kesadaran

         berfikir, penggunaan strategi, dan motivasi berkelanjutan.

    d. Mempertimbangkan keragaman siswa (disversity of student).

    e. Memperhatikan multi-intelegensi siswa           (multiple intelligences),

         spasial-verbal, linguistic-verbal, interpersonal, musikal ritmik,
naturalis, badan-kinestetika, intrapersonal, dan logismatematis.

          (Gardner, 1993).

    f.    Menggunakan        teknik-teknik    bertanya   yang   meningkatkan

          pembelajaran    siswa,     perkembangan   pemecahan   masalah   dan

          keterampilan berfikir tingkat tinggi.

    g. Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment).

5. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

    a. Adanya kerjasama.

    b. Saling menunjang.

    c. Menyenangkan, tidak membosankan.

    d. Belajar dengan bergairah.

    e. Pembelajaran terintegrasi.

    f. Menggunakan bebagai sumber.

    g. Siswa aktif.

    h. Sharing dengan teman.

    i. Siswa kritis, guru kreatif.

    j. Laporan kepada orang tua bewujud, rapor, hasil karya siswa, laporan

          praktikum, dan karangan siswa, dll.

6. Penilaian

         Penilaian dilakukan dengan menggunakan penilaian authentik, yang

mempunyai karakteristik sebagai berikut:

    a. Penilaian dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran

          berlangsung.

    b. Menggunakan penilaian formatif maupun sumatif.

    c. Mengukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta.
d. Berkesinambungan.

    e. Terintegrasi.

    f.       Digunakan sebagai umpan balik.

         Hal-hal yang digunakan sebagai dasar penilaian prestasi siswa

meliputi:

         •     Penilaian kinerja (performance assessment).

         •     Observasi Sistematik (Systematic observation).

         •     Portofolio (portofolio).

         •     Jurnal Sain (Journal).

         •     Penilaian mencakup umpan balik dan berbagai bentuk refleksi

7. Mengembangkan sikap kritis dan kreatif siswa

         Sebagai salah satu ciri pembelajaran kontekstual adalah sikap kritis

siswa dan kreatif guru dalam proses pembelajaran. Berfikir kritis dan kreatif

merupakan komponen utama berfikir tingkat tinggi (higher order thinking).

Proses berfikir tingkat tinggi harus dikembangkan pada setiap diri siswa. Hal

ini merupakan tugas guru, karena guru harus megembangkan potensi siswa

semaksimal mungkin hingga mencapai kemampuan yang tinggi pada setiap

diri siswa. Oleh karena itu pembelajaran dituntut dapat mengembangkan sikap

kritis dan kreativitas siswa. Sikap kritis dan kreatifitas siswa dapat

dikembangkan melalui pembelajaran yang berpusat pada otak kanan. Otak

kanan mempunyai kemampuan berfikir kreatif, holistik, spasial. sedangkan

otak kiri mengembangkan kemampuan berfikir rasional, analitis, linier. Otak

kiri mengendalikan wicara dan otak kanan mengendalikan tindakan. Tabel

berikut ditunjukkan perbedaan proses berfikir otak kiri dan kanan.
Berfikir Konvergen                              Berfikir Divergen
      (Proses di belahan otak Kiri)             (Proses di belahan otak kanan)
1.                                           1.             Tertarik pada proses
Tertarik pada proses penemuan yang                 pengintegrasian        dari   bagian-
     bersifat bagian-bagian dari suatu             bagian suatu komponen menjadi
     komponen.                                     satu kesatuan yang bersifat utuh
                                                   dan menyeluruh.
                                             2.                  Proses berfikir yang
2.                                                 bersifat                  relasional,
Proses berfikir analisis.                          konstruksional, dan membangun
                                                   suatu pola.
3.                                           3.                  Proses          berfikir
Proses berfikir yang mementingkan                  simultan, dan parallel.
     tata urutan secara sekuensial dan             4.            Proses berfikir lintas
     serial.                                       ruang, tidak terikat pada waktu
4.                                                 kini.
Proses berfikir temporal, terikat pada             5.            Proses berfikir yang
     waktu kini.                                   bersifat visual, lintas ruang dan
     5.                                            musikal.
     Proses berfikir verbal, matematis,
     notasi musikal.
         Berikut disajikan berbagai perilaku dan kaitannya dengan berfikir

kreatif dan kritis pada diri siswa.

                  PERILAKU                           TERKAIT DENGAN
  ♦            Bosan dengan tugas rutin;          ♦ Kreativitas.
       menolak membuat pekerjaan             ♦          Toleransi tinggi untuk makna
       rumah.                                     ganda.
  ♦            Tidak berminat terhadap       ♦          Berfikir bebas, divergen.
       detail dan pekerjaan kotor.           ♦          Berani ambil resiko.
  ♦            Membuat    lelucon    atau    ♦          Imaginatif, sensitive.
       komentar pada saat tidak tepat.
  ♦            Menolak   otoritas,   tidak   Motivasi
konformistis, keras kepala.            ♦ Tekun        dalam      bidang   yang
     ♦           Sukar beralih pada topik          diminatinya.
         lain.                                  ♦ Intens          dalam     menghayati
     ♦           Emosional          sensitif,      perasaan dan nilai.
         overacting, cepat marah atau           ♦ Bebas.
         menangis kalau ada yang salah.
     ♦           Kecenderungan dominasi.        Berfikir kritis
     ♦           Sering tak setuju ide orang    ♦ Dapat melihat kesenjangan antara
         lain atau tak setuju ide gurunya.         kenyataan dan kebenaran.
     ♦           Kritis terhadap diri, tak      ♦ Mengacu pada hal-hal yang ideal.
         sabar menghadapi kegagalan.            ♦ Mampu            menganalisis     dan
     ♦           Kritis terhadap guru dan          evaluasi.
         orang lain.


         Dengan merujuk kepada uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa: (1)

Hasil belajar siswa SMP pada saat ini masih belum memuaskan; (2) Siswa harus

dimotivasi agar lebih bersemangat dalam meningkatkan kemampuannya dalam

hal matematika, karena matematika merupakan pengetahuan yang digunakan

dalam kehidupan sehari-hari; (3) Agar siswa bersemangat maka pembelajaran

harus menarik, dalam arti prosesnya menyenangkan dan materinya tidak terasa

sulit; dan (4) Pendekatan kontekstual menyajikan hal-hal keseharian yang mudah

difahami oleh siswa dan menekankan kepada keceriaan serta berorientasi kepada

peningkatan kemampuan berfikir logis. Dengan demikian pendekatan kontekstual

sangat cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika dan dianggap

dapat meningkatkan kemampuan siswa SMP dalam menyelesaikan masalah

matematika.
BAB III

                             METODE PENELITIAN



A. Penelitian Tindakan Kelas

        Dengan melakukan penelitian ilmiah manusia mencoba mempertanyakan,

menemukan, dan memanfaatkan pengetahuan yang benar. Menurut (Musnir &

Gunawan, 1998/1999:12), ada tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam

penelitian, yaitu:

    •   Pendekatan positivistik, yang berupaya untuk mengkaji dan menguji

        pengetahuan. Bentuknya dapat berupa uji hipotesis, uji teori, uji model, uji

        validitas, uji reliabilitas, perbandingan efektivitas/efesiensi, dsb.

    •   Pendekatan penelitian naturalistik, yang berupaya mencari pengetahuan

        dengan cara menggali pengetahuan baru dari kompleksitas suatu tatanan

        komunitas ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan,

        keamanan, dsb.

    •   Pendekatan penelitian tindakan atau action research, yang merupakan

        pendekatan penelitian untuk menggunakan/memanfaatkan pengetahuan

        dalam dunia nyata.

        Penelitian tindakan atau action research merupakan salah satu pendekatan

yang digunakan dalam penelitian untuk memahami realita. Penelitian tindakan

berpijak pada pendekatan yang yang bersifat kualitatif. Pendekatan penelitian

tindakan relatif baru, ia memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendekatan

penelitian konvensional yang biasa digunakan dalam penelitian kuantitatif.

        Pendekatan penelitian tindakan ini mulai banyak digunakan dalam

berbagai profesi, termasuk dalam profesi pendidikan. Penelitian pendidikan
memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu meningkatkan mutu

pendidikan di sekolah. Dalam melakukan penelitian pendidikan terhadap praktek

pembelajaran di persekolahan, dapat digunakan berbagai pendekatan dan model

penelitian. Salah satu model penelitian yang tepat untuk meneliti dan sekaligus

memperbaiki pembelajaran di sekolah adalah model penelitian tindakan kelas

(classroom action research).

Pengertian Penelitian Tindakan Kelas

           D. Hopkins (1993:44) memberikan definisi tentang action research

   sebagai berikut:

       … a form of self-reflective inquiry undertaken by participants in a social
       (including educational) situation in order to improve the rationality and
       justice of (a) their own social or educational practices, (b) their
       understanding of these practices, and (c) the situations in which practices
       are carried out.

           Secara     singkat   penelitian   tindakan     menurut     Hopkins     dapat

   didefinisikan sebagai suatu bentuk pengkajian yang bersifat reflektif oleh

   pelaku tindakan (partisipan), dalam suatu situasi sosial (termasuk pendidikan)

   dalam upaya untuk meningkatkan kemantapan rasional dan keadilan dari: (a)

   praktek sosial atau pendidikan mereka, (b) pemahaman mereka terhadap

   praktek tersebut, dan (c) memperbaiki kondisi dimana praktek-praktek

   pembelajaran tersebut dilakukan.

           Stringer (1996:15) mengemukakan definisi tentang action research

   sebagai berikut:

       … is a collaborative approach to inquiry or investigation that provides people
       with the means to take systematic action to resolve specific problems. This
       approach to research favors consensual and participatory procedures that
       enable people (a) to investigate systematically their problems and issues, (b) to
       formulate powerful and sophisticated accounts of their situations, and (c) to
       devise plans to deal with the problems at hand.
Jadi menurut Stringer penelitian tindakan merupakan suatu pendekatan

kerja sama (kolaboratif) dalam penelitian atau pengkajian yang menyediakan

sarana bagi seseorang untuk melakukan tindakan sistematis dalam

memecahkan masalah-masalah khusus.            Pendekatan penelitian ini lebih

menyenangi prosedur kesepakatan dan partisipatif yang memungkinkan orang

untuk (a) meneliti masalah-masalah mereka secara sistematis, (b) merumuskan

catatan     situasi   mereka   secara   berkekuatan   dan   canggih,   dan   (c)

mengembangkan rencana untuk mengatasi masalah-masalah yang dekat

tersebut.

          Dengan melihat definisi di atas, maka penelitian tindakan bukan

sekedar kegiatan meneliti untuk meneliti, atau sekedar menemukan

pengetahuan baru, melainkan lebih diarahkan pada tindakan praktis, yakni

untuk menentukan suatu tindakan guna memecahkan masalah tertentu.

Penelitian tindakan ini membantu seseorang menemukan masalahnya secara

sistematis sampai kemudian membuat perencanaan untuk mengatasi masalah

tersebut. Penelitian tindakan dapat diterapkan oleh para praktisi di berbagai

bidang seperti praktisi pendidikan, kesehatan, pekerja sosial, pengembang

ekonomi, pembangunan organisasi, dan sebagainya.

          Grundy dan Kemmis (Zuber-Skerritt, 1996:5) menyatakan:

   Action research is research into practice, by practitioners, for
   practitioners…In action research, all actors involved in the research
   process are equal participants, and must be involved in every stage of the
   research…The kind of involvement required is collaborative involvement.
   It requires a special kind of communication…which has bee described as
   ‘symmetrical communication’…which allows all participants to be
   partners of communication on equal terms…Collaborative participation in
   theoretical, practical and political discourse is thus a hallmark of action
   research and the action researcher.
Dalam pandangan ini penelitian tindakan ditekankan sebagai sebuah

   kegiatan penelitian untuk keperluan praktis (terapan) yang dapat dilakukan

   oleh para praktisi dan untuk para praktisi. Dalam penelitian tindakan, semua

   aktor (pelaku) yang terlibat dalam proses penelitian adalah partisipan yang

   sederajat, karakteristik utamanya adalah adanya keterlibatan secara kolaboratif

   atau kerjasama antara yang meneliti dengan yang diteliti.

Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas

           Penelitian tindakan (action research) adalah penelitian yang berkaitan

   dengan manusia; dengan kata lain, penelitian yang meneliti manusia. Menurut

   Guba (Stringer, 1996:ix) suatu penelitian yang meneliti manusia perlu

   memenuhi tiga karakteristik, yaitu: desentralisasi, deregulasi, dan kerjasama

   dalam pelaksanaannya.

          Desentralisasi diartikan sebagai suatu perpindahan dari upaya untuk

   menemukan “kebenaran” yang tergeneralisasi ke arah suatu penekanan pada

   konteks lokal. Desentralisasi dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan

   antara hukum-hukum yang umum dengan aplikasi yang khusus. Dengan

   pengetahuan yang mendalam tentang konteks lokal, seseorang diharapkan

   dapat menemukan pemecahan terhadap masalah-masalah local. Oleh karena

   itu penelitian didesentralisasi pada konteks lokal.

          Deregulasi merupakan langkah penelitian yang mencoba lepas dari

   ketatnya ikatan regulasi penelitian konvensional, seperti: validitas, reliabilitas,

   objektivitas, dan generalisasi. Penelitian tindakan mengkaji kehidupan sosial

   yang tergantung pada konstruksi mental atau interpretasi mental. Penelitian

   tidak menemukan pengetahuan dengan mengamati alam dari satu arah, tetapi
penelitian secara langsung diciptakan melalui interaksi antara si peneliti

   dengan “objek” (konstruk) yang diteliti.

       Kerjasama dalam pelaksanaan diartikan untuk mengindikasikan gaya

   penelitian dimana tidak ada perbedaan fungsi antara peneliti dengan yang

   diteliti. Keduanya didefinisikan sebagai partisipan yang memiliki kedudukan

   sama dalam menentukan pertanyaan apa yang akan ditanyakan, informasi apa

   yang akan dianalisis, dan bagaimana kesimpulan dan tindakan yang akan

   ditentukan.

Prinsip Penelitian Tindakan Kelas

           Penelitian tindakan ini mesti berpijak atas prinsip-prinsip seperti yang

   diungkapkan oleh, antara lain, Stringer (1996:38):

       a. Prinsip-prinsip hubungan dalam penelitian tindakan, mesti:

           -     Promote feelings of equality for all people involved (mendorong

                 perasaan kesederajatan bagi semua orang yang terlibat);

           -     Maintain harmony (mempertahankan keharmonisan);

           -     Avoid conflicts, where possible (menghindari konflik jika

                 mungkin);

           -     Resolve     conflicts   that    arise,   openly   and    dialogically

                 (menyelesaikan konflik yang muncul secara terbuka dan dialogis);

           -     Accept people as they are, not as some people think they ought to

                 be (menerima orang seperti apa adanya, bukan apa yang mereka

                 pikir seharusnya);

           -     Encourage personal, cooperative relationships, rather than

                 impersonal,      competitive,     conflictual,    or    authoritarian

                 relationships (mendorong hubungan pribadi dan kerja sama,
daripada hubungan yang tak mempribadi, kompetitif, penuh

        pertentangan atau otoriter);

    -   Be sensitive to people’s feelings (bersifat sentifi terhadap perasaan

        orang).

b. Prinsip dalam komunikasi yang efektif seseorang mesti:

    -   Listens attentively to people (mendengarkan orang dengan penuh

        perhatian);

    -   Accepts and acts upon what they say (menerima dan bertindak

        pada apa yang mereka katakan);

    -   Can be understood by everyone (dapat difahami oleh setiap

        orang);

    -   Is truthful and sincere (jujur dan tulus);

    -   Acts in socially and culturally appropriate ways (bertindak dalam

        cara yang pantas secara sosial dan budaya);

    -   Regularly advises others about what is happening (secara teratur

        menasehati orang lain tentang apa yang terjadi).

c. Prinsip dalam partisipasi. Pastisipasi sangat efektif bila ia:

    -   Enables significant levels of active involvement (memungkinkan

        keterlibatkan secara aktif pada tingkatan yang bermakna);

    -   Enables people to perform significant tasks (memungkinkan orang

        untuk melaksanakan tugas-tugas yang bermakna);

    -   Provides support for people as they learn to act for themselves

        (memberikan dorongan bagi orang lain sebagaimana mereka

        belajar bertindak bagi diri mereka sendiri);
-   Encourages plans and activities that people are able to

               accomplish themselves (mendorong rencana dan kegiatan yang

               yang mampu dicapai oleh mereka sendiri);

           -   Deals   personally      with     people       rather   than   with    their

               representatives or agents (berhubungan dengan orang secara

               pribadi dari pada melalui perwakilan atau agen mereka).

       d. Prinsip inklusi dalam penelitian tindakan melibatkan:

           -   Maximization of the involvement of all relevant individuals

               (memaksimalkan keterlibatan semua individu yang relevan);

           -   Inclusion of all groups affected (menyatukan semua kelompok

               yang terpengaruhi);

           -   Inclusion of all relevant issues—social, economic, cultural,

               political—rather than a focus on narrow administrative or

               political agendas (menyatukan semua masalah yang relevan baik

               sosial, ekonomi, budaya, dan politik, dari pada memfokuskan pada

               agenda administratif atau politik yang sempit);

           -   Ensuring    cooperation        with   other     groups,   agencies,    and

               organizations (memastikan kerja sama dengan kelompok, agen,

               dan organisasi lain);

           -   Ensuring that all relevant groups benefit from activities

               (memastikan bahwa semua kelompok yang relevan memperoleh

               keuntungan dari kegiatan).

Siklus Penelitian Tindakan Kelas

          Penelitian tindakan memiliki langkah-langkah yang khas dan berbeda

   dengan penelitian konvensional. Penelitian tindakan (action research)
memiliki langkah-langkah yang bersifat siklus (proses pengkajian berdaur),

yang bergerak dari satu tahap ke tahap berikutnya, tetapi kemudian kembali

pada tahap awal dengan suatu peningkatan. Daur tersebut secara sederhana

digambarkan pada bagan di bawah

                                                    RENCANA
           MERENCANAK                        MELAKUKAN
               AN                             TINDAKAN
                                            REFLEKSI
                   MENGAMATI                           MEREFLEKSI


                       TINDAKAN/OBSERVASI
       Dengan    mengadaptasi     model   Hopkin,    Tim   PGSM     (199:7)

menggambarkan siklus penelitian tindakan kelas dalam bentuk spiral, seperti
                                      REVISI
berikut:

                                          RENCANA


                                    REFLEKSI


                TINDAKAN/OBSERVASI


                             REVISI


                                  RENCANA


                           REFLEKSI


      TINDAKAN/OBSERVASI


                    REVISI
Sementara itu Stringer (1996:16) mengemukakan langkah-langkah pokok

dalam siklus penelitian tindakan sebagai berikut:

Look       : - Gather relevant information (gather data)

              - Build a picture: Describe the situation (define and describe)

Think      : - Explore and analyzes: What is happening here? (hypothesize)

              - Interpret and explain: How/why are things as they are? (theorize)

Act        : - Plan (report)

              - Implement

              - Evaluate

Langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas

            Langkah-langkah pelaksanaan penelitian tindakan secara terinci

      (Musnir dan Gunawan,1998/1999).

         a. Mencari masalah penelitian.

         b. Memilih masalah penelitian.

         c. Mempertajam masalah penelitian.

         d. Mengembangkan rancangan pemecahan masalah putaran pertama.
e. Melaksanakan pemecaham masalah putaran pertama.

       f. Mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah putaran pertama.

       g. Merevisi rancangan pemecahan masalah putaran pertama atau

            mengembangkan rancangan pemecahan masalah putaran kedua.

       h. Melaksanakan pemecahan masalah putaran kedua.

       i.   Mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah putaran kedua.

       j.   Merevisi rancangan       pemecahan    masalah   putaran    ketiga atau

            mengembangkan rancangan pemecahan masalah putaran ketiga.

       k. Melaksanakan pemecahan masalah putaran ke-n.

       l.   Mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah putaran ke-n.

       m. Merevisi       rancangan    pemecahan   masalah    putaran    ke-n   atau

            mengembangkan rancangan pemecahan masalah putaran ke-n+1.

       n. Melaksanakan pemecahan masalah putaran ke-n+1.

       o. Mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah putaran ke-n+1.

       p. Membuat laporan hasil pemecahan masalah.


Rencana Penelitian Tindakan Kelas

       a. Setting penelitian dan karakteristik subjek penelitian.

       b. Variabel yang diselidiki.

       c. Rencana tindakan.

       d. Data dan cara pengumpulannya.

       e. Indikator kinerja.

       f. Tim peneliti dan tugasnya.


B. Variabel Penelitian
Penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan

dan kegunaan tertentu. Menurut Sugiono (2007:1), penelitian ilmiah didasarkan

pada cirri-ciri keilmuan yaitu, rasional, empiriss dan sistematis. Penelitian ini

dimaksudkan untuk menemukan hubungan antara fakta yang satu dengan fakta

lainnya. Salah satu bentuk hubungan dalam menjelaskan mengapa sesuatu ada

atau terjadi, adalah hubungan kasual.

       Namun di sini perlu kiranya jenis-jenis variabel dan hubungan antar

variabel.

   1. Hakikat Variabel dan Atribut

       Variabel (nampak dari kata vary dan able) berarti "bisa beragam." Artinya,

       variabel adalah konsep yang memiliki keragaman nilai.

       Variabel adalah pengelompokan logis atribut-atribut, sebagai contoh: laki-

       laki dan perempuan adalah atribut, sedangkan jenis kelamin atau gender

       adalah variabel.

       Atribut adalah ciri-ciri atau kualitas yang memaparkan suatu obyek -

       dalam hal ini seseorang, misalnya: perempuan, berkebangsaan Timur,

       terasing, konservatif, tak jujur, cerdas, petani, dan sebagainya.

   2. Jenis-jenis Variabel

            a. variabel diskrit (discrete variable).

            b. variabel bersambungan (continuous variable).


Jenis Variabel            Diperoleh dari kegiatan      Contoh
DISKRIT                   MENGHITUNG                   Jumlah anak, jumlah sepeda

                                                       motor, jumlah …
BERSAMBUNGAN              MENGUKUR                     Tinggi badan, bobot badan,

                                                       jarak rumah dengan tempat
kerja, dsb.

          3. Sifat Variabel

          a. Variabel Dependen (bebas) atau vriabel yang tidak terpengaruh,

              disebut juga varibel peubah.

          b. Variabel Independen atau variabel yang terpengaruh dan dapat

              mengalami perubahan

       Dalam Penelitian Tindakan Kelas ini ditetapkan variabel-variabel:

Variabel dependen adalah: Pembelajaran Kontekstual

Variabel Independen adalah: Kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan

masalah matematika


C. Definisi Operasional

          1. Prestasi Belajar

          Prestasi diterjemahkan dari kata achievement yang berarti hasil yang

   telah dicapai. Prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai melalui belajar.

   Menurut Syaodih (2004:78) prestai belajar ada 10 yaitu: pengetahuan,

   pemahaman, keterampilan berpikir, keterampiln umum, penyesuaian diri,

   sikap, nilai, minat dan apresiasi. Masih ada banyak definisi dan uraian aspek-

   aspeknya mengenai prestasi belajar, akan tetapi pada intinya prestasi belajar

   yang terpenting adalah kecerdasan komprehensif. Tugas utama manusia

   adalah menyelesaikan masalah, menurut Zohar (2004): dalam melahirkan

   solusi, kontribusi kecerdasan spiritual dan emosional adalah 80 % dan

   kecerdasan intelektual 20 %. Membina kecerdasan perlu memadukan

   neurocortex-otak kiri (kecerdasan rasional/intelektual) dengan system limbic-

   otak kanan (kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional).
2. Pemecahan Masalah

        Sebagaimana disebut di atas, bahwa tugas manusia adalah melakukan

pemecahan masalah. Suatu masalah adalah suatu situasi yang dirasakan

adanya sejumlah informasi yang hilang (ada kesenjangan). Pemecahan

masalah meliputi mencari pola – pola membuat prediksi, dan pengujian

prediksi .

        Penyelesaian Masalah dilakukan ilmiah (Scientific Problem Solving)

atau dengan menggunakan intuisi secara kreatif (Creative Problem Solving).

Dalam konteks matematika Pemecahan Masalah adalah penyelesaian

persoalan-persoalan matematika dengan dengan menggunakan ukuran atau

data yang telah lebih dulu ditemukan atau dibuktikan. Dengan bekal data awal

maka diterapkan rumus yang berkaitan sehingga dapat ditemukan solusi atau

pemecahannya.

        3. Pembelajaran Kontekstual

        Menurut Dania (2006), Pembelajaran Kontekstual merupakan konsep

belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya

dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan

antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan

mereka. Hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa karena

proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa

bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.

Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Guru matematika

idelanya mengambil peran sebagai mediator, bukan menyuapi siswa. Di dalam

kelas guru adalah instrumen pembelajaran yang utama, bukan sebagai

pengantar materi semata ataupun penyaji utama pelajaran.
D. Teknik Pengumpulan Data

      Pengumpulan datanya dilakukan dengan cara :

   1. Riset kepustakaan, yaitu pengumpulan data referensi-referensi tertulis,

      meliputi buku-buku tentang pendidikan, pembelajaran, perkembangan

      siswa, matematika dan dokumen tertulis yang berkaitan dengan topik

      penelitian.

   2. Pengamatan terlibat (participant observation) yaitu pengamatan langsung

      pada obyek penelitian tanpa intervensi eksistensinya dan terjadi interaksi

      antara peneliti dan yang diteliti.

   3. Wawancara terbuka (open interview) dan mendalam, langkah ini

      dilakukan untuk memperoleh jawaban yang tidak dibatasi dari informan.

      Interview merupakan proses interaksi antara pewawancara dan responden.

   4. Pengujian prestasi belajar melalui tes berkaitan dengan pokok bahasan

      mata pelajaran matematika.

   5. Kuisioner, yaitu serangkaian pertanyaan tertulis yang disebarkan kepada

      siswa untuk mengumpulkan respon atas proses peneliti.
BAB IV

                 HASIL PENELITIAN TINDAKAN KELAS



A. Gambaran Penelitian

      1. Perencanaan

          Penelitian dilakukan di kelas VIII I SMP Negeri I Cicalengka. Materi

   pembelajaran luas permukaan bangun ruang kelas VIII semester genap tahun

   pelajaran 2008 – 2009. Materi termaksud meliputi luas permukaan kubus,

   balok, limas dan prisma. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan selama bulan

   Mei 2008, sebanyak tiga siklus ditambah siklus untuk pos tes. Pelaksanaan

   penelitian melibatkan guru dan kepala sekolah terutama dalam pelaksanaan

   pengamatan dan refleksi selama penelitian.

          Siklus pertama merupakan penjajagan melalui test prasyarat dan

   membangun dinamika kelompok. Sesi ini untuk mengondisikan siswa agar

   siap mengikuti pembelajaran yang menekankan keperansertaan siswa.

          Siklus kedua diawali dengan apersepsi mengenai materi pelajaran

   bidang datar, khususnya persegi dan empat persegi panjang. Selanjutnya

   dilakukan proses pembelajaran mengenai bangun ruang kubus dan balok.

   Setelah proses pembelajaran diberikan tes yang langsung dianalisis.

          Siklus ketiga diawali dengan apersepsi mengenai materi pelajaran

   bidang datar, khususnya segitiga siku-siku, segitiga sama sisi dan segitiga

   sama kaki. Selanjutnya dilakukan proses pembelajaran mengenai bangun

   ruang Limas dan Prisma. Setelah proses pembelajaran diberikan tes.

          Setelah dilaksanakan ketiga siklus di atas kemudian diberikan post tes

   pada waktu tersendiri
2. Tindakan

          Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika melalui

   pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika.


      3. Pengamatan

          Dilaksanakan bersamaan dengan proses pembelajaran. pengamatan

   tersebut   meliputi   kegiatan   guru   dan   siswa;   pengembangan   materi

   pembelajaran dan capaian hasil belajar siswa. Pengamatan dilakukan oleh

   peneliti, guru pamong, wali kelas dan yang ditugasi oleh PKS bidang

   kurikulum. Pengamatan dilakukan terhadap proses pembelajaran serta perilaku

   guru peneliti dan siswa selama pembelajaran berlangsung.


      4. Refleksi

          Proses pembelajaran, hasil tes dan capaian hasil belajar pada umumnya

   dianalisis untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi sekaligus mengukur

   peningkatan kemampuan siswa. Hasil analisis sekaligus dijadikan bahan

   pertimbangan untuk menyusun rencana perbaikan siklus berikutnya.

      5. Diskusi

          Dalam upaya mengidentifikasi masalah dan menghimpun gagasan

   perbaikan yang lebih tepat, peneliti melakukan diskusi dengan guru pamong,

   wali kelas dan PKS Bidang Kurikulum.



B. Penjelasan Siklus Pertama
Sebagaimana disebutkan di atas, siklus pertama merupakan penjajagan

maka pada siklus pertama ini dilasksanakan langkah-langkah pembelajaran

sebagai berikut:

   1. Pembukaan

           Setelah   mengajak    siswa   membaca   basmalah     untuk   memulai

   pembelajaran, peneliti memperkenalkan diri sebagai guru yang akan

   membimbing pembelajaran bangun ruang selama empat kali pertemuan.

           Selanjutnya kepada siswa disampaikan pertanyaan, Berapa enam kali

   delapan (6X8)? Hampir seluruh siswa berteriak menyebutkan empat puluh

   delapan dengan keras. Kemudian disampaikan pertanyaan kedua, mengapa

   enam kali delapan sama dengan empat puluh delapan? Kali ini semua siswa

   bungkam. Lima belas detik pertama hening kemudian terjadi saling bisik

   diantara siswa selama lebih dari satu menit.

           Kemudian seorang siswa mengangkat tangan. Ketika dipersilahkan, ia

   menjawab karena aturannya begitu. Kepada siswa yang lain ditanyakan

   apakah setuju dengan jawaban tersebut, ada sebagian siswa.

           Seorang siswa menyampaikan pendapatnya: karena enam nya ada

   delapan jadi kalau dijumlahkan ada empat puluh delapan.

           Kepada siswa dijelaskan, bahwa siswa yang menjawab pertanyaan,

   lebih memiliki tingkat keberanian yang lebih tinggi. Menjawab dengan

   mengemukakan alasannya lebih baik. Pendahuluan tersebut menghabiskan

   waktu 5 menit

   2. Test Prasyarat

           Siswa mengerjakan tes prasyarat sebanyak 5 soal selama 10 menit.

   Materi tes mengenai Persegi, persegi panjang, segitiga siku-siku, segitiga
sama kaki dan segitiga sama sisi. Tes prasyarat dilakukan untuk mengetahui

sejauh mana siswa menguasai kemampuan menyelesaikan penghitungan

keliling dan luas bangun datar dua dimensi. Untuk menguasai bangun ruang

tiga dimensi, siswa terlebih dulu harus menguasai bangun datar.


3. Simulasi Pengakraban

       Untuk lebih mengakrabkan antara siswa dengan guru dan di antara

sesama siswa, dilakukan proses perkenalan melalui simulasi:

   a. Siswa diminta ke teras kemudian membagi diri menjadi dua kelompok

       besar. Semua siswa, 48 orang hadir sehingga satu kelompok 24 orang.

   b. Kedua kelompok diminta berjajar berhadap-hadapan, satu baris

       membelakangi jendela satu lagi membelakangi halaman kelas. Waktu

       yang terpakai dari keluar hingga berjejer dengan rapih selama 5 menit.

   c. Selanjutnya siswa diminta berjejer dari kanan ke kiri secara alfabetis,

       menurut huruf pertama nama panggilan. Waktu yang terpakai 4 menit.

   d. Setelah berjejer rapih kemudian diverifikasi apakah posisinya benar?

       Ternyata masih belum selaras karena yang huruf awalnya sama lebih

       dari seorang dan urutan menurut huruf kedua belum tersusun.

   e. Peserta mengatur kembali posisinya hingga benar-benar rapih. Waktu

       yang terpakai 3 menit.

   f. Setelah kedua barisan tersusun rapih, siswa diminta mengubah barisan,

       kali ini yang paling kanan yang lebih dulu di lahirkan.

   g. Seperti halnya pada cara berjejer pertama, terjadi revisi posisi dua kali

       pada susunan barisan kedua. Waktu yang terpakai sampai barisan

       benar-benar rapih adalah 6 menit.
h. Setelah barisan rapih, siswa diminta berjejer berdasarkan tinggi badan.

      Kali ini siswa mengatur barisan dengan lebih cepat, hanya 3 menit.

   i. Setelah rapih siswa diminta membentuk kelompok.


4. Pembagian kelompok

   a. Setiap barisan selanjutnya diminta membagi diri menjadi empat

      kelompok, satu kelompok enam orang. Anggotanya terserah selera

      masing-masing.     Pembentukan      kelompok       memerlukan     waktu

      lebih dari 10 menit, karena rebutan anggota.

   b. Setelah terbentuk delapan kelompok, siswa dipersilahkan masuk

      kembali ke dalam kelas dan duduk menurut kelompoknya masing-

      masing. Dilihat dari jenis kelamin, satu kelompok anggotanya laki-laki

      semua, dua kelompok perempuan semua, lima kelompok campuran

      laki-laki dan perempuan.

   c. Siswa kemudian diminta menetapkan pemimpin kelompok dan

      memberi nama kelompoknya masing-masing. Nama kelompok bebas.

   d. Setelah 5 menit nama kelompok dan pemimpin masing-masing

      kelompok semuanya selesai ditetapkan.

   Nama dan anggota kelompok dipresentasikan pada tabel di bawah ini:

                                     Tabel 4.1


                 Deskripsi Kelompok (satu kelompok enam siswa)


     Nama        Jumlah Warga          Ketua                   Yel

   Kelompok        Lk       Pr      Kelompok                  Motto

   Naruto          6         0     Laki-laki         Narrrutto, Hebat Euy!
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual
21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual

More Related Content

What's hot

What's hot (15)

Rpp ukin hubunga roda roda
Rpp ukin hubunga roda rodaRpp ukin hubunga roda roda
Rpp ukin hubunga roda roda
 
Rpp 3 new
Rpp 3 newRpp 3 new
Rpp 3 new
 
Fisika XI SMA/MA
Fisika XI SMA/MAFisika XI SMA/MA
Fisika XI SMA/MA
 
246826497 lks-fluida-statis 4
246826497 lks-fluida-statis 4246826497 lks-fluida-statis 4
246826497 lks-fluida-statis 4
 
Rpp fluida statis
Rpp fluida statisRpp fluida statis
Rpp fluida statis
 
Contoh RPP fisika SMA Fluida Dinamik Seftia Haryani FKIP Fisika Universitas B...
Contoh RPP fisika SMA Fluida Dinamik Seftia Haryani FKIP Fisika Universitas B...Contoh RPP fisika SMA Fluida Dinamik Seftia Haryani FKIP Fisika Universitas B...
Contoh RPP fisika SMA Fluida Dinamik Seftia Haryani FKIP Fisika Universitas B...
 
Rpt sains tahun 6
Rpt sains tahun 6Rpt sains tahun 6
Rpt sains tahun 6
 
Contoh rpp
Contoh rppContoh rpp
Contoh rpp
 
2. rpp dan penilaian kd 3.3 fluida statis tekanan hidrostatis
2. rpp dan penilaian kd 3.3  fluida statis tekanan hidrostatis2. rpp dan penilaian kd 3.3  fluida statis tekanan hidrostatis
2. rpp dan penilaian kd 3.3 fluida statis tekanan hidrostatis
 
Rpp 4 new
Rpp 4 newRpp 4 new
Rpp 4 new
 
RPM Elastisitas Tupel 1 Mikro-Dianesti R. (autosaved)
RPM Elastisitas Tupel 1 Mikro-Dianesti R. (autosaved)RPM Elastisitas Tupel 1 Mikro-Dianesti R. (autosaved)
RPM Elastisitas Tupel 1 Mikro-Dianesti R. (autosaved)
 
7. rpp fluida
7. rpp fluida7. rpp fluida
7. rpp fluida
 
Fluida Statis rpp
Fluida Statis rppFluida Statis rpp
Fluida Statis rpp
 
Hukum archimedes
Hukum archimedesHukum archimedes
Hukum archimedes
 
Pembuatan alat peraga hubungan roda roda
Pembuatan alat peraga hubungan roda rodaPembuatan alat peraga hubungan roda roda
Pembuatan alat peraga hubungan roda roda
 

Viewers also liked

PGSD UMS a510070034 cover proposal ptk catatan terbimbing
PGSD UMS a510070034 cover proposal ptk catatan terbimbingPGSD UMS a510070034 cover proposal ptk catatan terbimbing
PGSD UMS a510070034 cover proposal ptk catatan terbimbingPrapto Ari Perwira
 
Pengembangan desain didaktis bahan ajar penalaran matematis pada materi luas ...
Pengembangan desain didaktis bahan ajar penalaran matematis pada materi luas ...Pengembangan desain didaktis bahan ajar penalaran matematis pada materi luas ...
Pengembangan desain didaktis bahan ajar penalaran matematis pada materi luas ...Sulistiawati .
 
Pembelajaran berbasis multiple intelligence
Pembelajaran berbasis multiple intelligencePembelajaran berbasis multiple intelligence
Pembelajaran berbasis multiple intelligenceUmi Salamah Anwari
 
Contoh dan-panduan-penyusunan-lap-ptk
Contoh dan-panduan-penyusunan-lap-ptkContoh dan-panduan-penyusunan-lap-ptk
Contoh dan-panduan-penyusunan-lap-ptkKang Murs
 
Berita acara kenaikan pangkat
Berita acara kenaikan pangkatBerita acara kenaikan pangkat
Berita acara kenaikan pangkatDeni Bastian
 
Cover, abstrak, daftar isi proposal ptk
Cover, abstrak, daftar isi proposal ptkCover, abstrak, daftar isi proposal ptk
Cover, abstrak, daftar isi proposal ptkMariz Cha Cha
 
Buku 4-pedoman-pkb-dan-angka-kreditnya
Buku 4-pedoman-pkb-dan-angka-kreditnyaBuku 4-pedoman-pkb-dan-angka-kreditnya
Buku 4-pedoman-pkb-dan-angka-kreditnyariejha
 
Bab 1,2,3,4,5,daftar pustaka dan lampiran.
Bab 1,2,3,4,5,daftar pustaka dan lampiran.Bab 1,2,3,4,5,daftar pustaka dan lampiran.
Bab 1,2,3,4,5,daftar pustaka dan lampiran.Vhentha Agabag
 
Asesmen bagi anak berkebutuhan khusus
Asesmen bagi anak berkebutuhan khususAsesmen bagi anak berkebutuhan khusus
Asesmen bagi anak berkebutuhan khususAgus Wagianto
 

Viewers also liked (20)

Sekripsi
SekripsiSekripsi
Sekripsi
 
PGSD UMS a510070034 cover proposal ptk catatan terbimbing
PGSD UMS a510070034 cover proposal ptk catatan terbimbingPGSD UMS a510070034 cover proposal ptk catatan terbimbing
PGSD UMS a510070034 cover proposal ptk catatan terbimbing
 
Lampiran 3 angket instrumen penelitian
Lampiran 3 angket instrumen penelitianLampiran 3 angket instrumen penelitian
Lampiran 3 angket instrumen penelitian
 
Pendidikan Inklusi
Pendidikan InklusiPendidikan Inklusi
Pendidikan Inklusi
 
Pengembangan desain didaktis bahan ajar penalaran matematis pada materi luas ...
Pengembangan desain didaktis bahan ajar penalaran matematis pada materi luas ...Pengembangan desain didaktis bahan ajar penalaran matematis pada materi luas ...
Pengembangan desain didaktis bahan ajar penalaran matematis pada materi luas ...
 
Pembelajaran berbasis multiple intelligence
Pembelajaran berbasis multiple intelligencePembelajaran berbasis multiple intelligence
Pembelajaran berbasis multiple intelligence
 
Proposal ptk
Proposal ptkProposal ptk
Proposal ptk
 
Contoh dan-panduan-penyusunan-lap-ptk
Contoh dan-panduan-penyusunan-lap-ptkContoh dan-panduan-penyusunan-lap-ptk
Contoh dan-panduan-penyusunan-lap-ptk
 
Cover
CoverCover
Cover
 
Petunjuk operasional pak 27 1-2015
Petunjuk operasional pak 27 1-2015Petunjuk operasional pak 27 1-2015
Petunjuk operasional pak 27 1-2015
 
Seminar Usul penelitian
Seminar Usul penelitianSeminar Usul penelitian
Seminar Usul penelitian
 
Feedback Loops
Feedback LoopsFeedback Loops
Feedback Loops
 
Penilaian kinerja guru
Penilaian kinerja guruPenilaian kinerja guru
Penilaian kinerja guru
 
Berita acara kenaikan pangkat
Berita acara kenaikan pangkatBerita acara kenaikan pangkat
Berita acara kenaikan pangkat
 
contoh PTK Matematika Kelas VI
contoh PTK Matematika Kelas VIcontoh PTK Matematika Kelas VI
contoh PTK Matematika Kelas VI
 
Cover, abstrak, daftar isi proposal ptk
Cover, abstrak, daftar isi proposal ptkCover, abstrak, daftar isi proposal ptk
Cover, abstrak, daftar isi proposal ptk
 
Buku 4-pedoman-pkb-dan-angka-kreditnya
Buku 4-pedoman-pkb-dan-angka-kreditnyaBuku 4-pedoman-pkb-dan-angka-kreditnya
Buku 4-pedoman-pkb-dan-angka-kreditnya
 
Cover Skripsi
Cover SkripsiCover Skripsi
Cover Skripsi
 
Bab 1,2,3,4,5,daftar pustaka dan lampiran.
Bab 1,2,3,4,5,daftar pustaka dan lampiran.Bab 1,2,3,4,5,daftar pustaka dan lampiran.
Bab 1,2,3,4,5,daftar pustaka dan lampiran.
 
Asesmen bagi anak berkebutuhan khusus
Asesmen bagi anak berkebutuhan khususAsesmen bagi anak berkebutuhan khusus
Asesmen bagi anak berkebutuhan khusus
 

Similar to 21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual

Tugas Tutorial 3 PBK.pdf
Tugas Tutorial 3 PBK.pdfTugas Tutorial 3 PBK.pdf
Tugas Tutorial 3 PBK.pdfYusman26
 
Penerapan model pembelajaran berbasis masalah
Penerapan model pembelajaran berbasis masalahPenerapan model pembelajaran berbasis masalah
Penerapan model pembelajaran berbasis masalahmiftahasan
 
Kelas ix smp ipa_dewi ganawati
Kelas ix smp ipa_dewi ganawatiKelas ix smp ipa_dewi ganawati
Kelas ix smp ipa_dewi ganawatiPamela Sandhya
 
MODUL AJAR PERTEMUAN 1 MATEMATIKA KELAS 7
MODUL AJAR PERTEMUAN 1 MATEMATIKA KELAS 7MODUL AJAR PERTEMUAN 1 MATEMATIKA KELAS 7
MODUL AJAR PERTEMUAN 1 MATEMATIKA KELAS 7Restiana8
 
4770849 persepsi-guru-sekolah-dasar-terhadap-program-sertifikasi-guru
4770849 persepsi-guru-sekolah-dasar-terhadap-program-sertifikasi-guru4770849 persepsi-guru-sekolah-dasar-terhadap-program-sertifikasi-guru
4770849 persepsi-guru-sekolah-dasar-terhadap-program-sertifikasi-gururikosmith
 
Kooperatif tipe inside outside circle dan kemampuan komunikasi
Kooperatif tipe inside outside circle dan kemampuan komunikasiKooperatif tipe inside outside circle dan kemampuan komunikasi
Kooperatif tipe inside outside circle dan kemampuan komunikasiUlfah Faoziyah
 
Pembelajaran ilmu pengetahuan alam terpadu dan kontekstual ix
Pembelajaran ilmu pengetahuan alam terpadu dan kontekstual ixPembelajaran ilmu pengetahuan alam terpadu dan kontekstual ix
Pembelajaran ilmu pengetahuan alam terpadu dan kontekstual ixm. syaiful anwar
 
Analisis kemampuan calon guru matematika dalam menerapkan pendekatan saintifi...
Analisis kemampuan calon guru matematika dalam menerapkan pendekatan saintifi...Analisis kemampuan calon guru matematika dalam menerapkan pendekatan saintifi...
Analisis kemampuan calon guru matematika dalam menerapkan pendekatan saintifi...Mathematics Sport
 
Novita yuanari 07301244091
Novita yuanari 07301244091Novita yuanari 07301244091
Novita yuanari 07301244091Fppi Unila
 
SISWA FORMAT MODUL AJAR SMPIT PER 1 FIX.docx
SISWA FORMAT MODUL AJAR SMPIT PER 1 FIX.docxSISWA FORMAT MODUL AJAR SMPIT PER 1 FIX.docx
SISWA FORMAT MODUL AJAR SMPIT PER 1 FIX.docxRestiana8
 
SISWA FORMAT MODUL AJAR SMPIT PER 1 FIX.docx
SISWA FORMAT MODUL AJAR SMPIT PER 1 FIX.docxSISWA FORMAT MODUL AJAR SMPIT PER 1 FIX.docx
SISWA FORMAT MODUL AJAR SMPIT PER 1 FIX.docxRestiana8
 
metode pembelajaran berkarakter yang bagus
metode pembelajaran berkarakter yang bagusmetode pembelajaran berkarakter yang bagus
metode pembelajaran berkarakter yang bagusmashudimashudi6
 
071414046 full Peranan Buku Ajar Bagi Guru
071414046 full Peranan Buku Ajar Bagi Guru071414046 full Peranan Buku Ajar Bagi Guru
071414046 full Peranan Buku Ajar Bagi GuruAndrias Eka
 
Makalah dppm
Makalah dppmMakalah dppm
Makalah dppmaditin
 
RPS Bel Pem Grup A.doc
RPS Bel Pem Grup A.docRPS Bel Pem Grup A.doc
RPS Bel Pem Grup A.docIstiSitepu1
 

Similar to 21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual (20)

Halaman depan
Halaman depanHalaman depan
Halaman depan
 
Skripsi
SkripsiSkripsi
Skripsi
 
Tugas Tutorial 3 PBK.pdf
Tugas Tutorial 3 PBK.pdfTugas Tutorial 3 PBK.pdf
Tugas Tutorial 3 PBK.pdf
 
Penerapan model pembelajaran berbasis masalah
Penerapan model pembelajaran berbasis masalahPenerapan model pembelajaran berbasis masalah
Penerapan model pembelajaran berbasis masalah
 
Kelas ix smp ipa_dewi ganawati
Kelas ix smp ipa_dewi ganawatiKelas ix smp ipa_dewi ganawati
Kelas ix smp ipa_dewi ganawati
 
MODUL AJAR PERTEMUAN 1 MATEMATIKA KELAS 7
MODUL AJAR PERTEMUAN 1 MATEMATIKA KELAS 7MODUL AJAR PERTEMUAN 1 MATEMATIKA KELAS 7
MODUL AJAR PERTEMUAN 1 MATEMATIKA KELAS 7
 
4770849 persepsi-guru-sekolah-dasar-terhadap-program-sertifikasi-guru
4770849 persepsi-guru-sekolah-dasar-terhadap-program-sertifikasi-guru4770849 persepsi-guru-sekolah-dasar-terhadap-program-sertifikasi-guru
4770849 persepsi-guru-sekolah-dasar-terhadap-program-sertifikasi-guru
 
Halaman depan
Halaman depanHalaman depan
Halaman depan
 
Kooperatif tipe inside outside circle dan kemampuan komunikasi
Kooperatif tipe inside outside circle dan kemampuan komunikasiKooperatif tipe inside outside circle dan kemampuan komunikasi
Kooperatif tipe inside outside circle dan kemampuan komunikasi
 
Pembelajaran ilmu pengetahuan alam terpadu dan kontekstual ix
Pembelajaran ilmu pengetahuan alam terpadu dan kontekstual ixPembelajaran ilmu pengetahuan alam terpadu dan kontekstual ix
Pembelajaran ilmu pengetahuan alam terpadu dan kontekstual ix
 
Analisis kemampuan calon guru matematika dalam menerapkan pendekatan saintifi...
Analisis kemampuan calon guru matematika dalam menerapkan pendekatan saintifi...Analisis kemampuan calon guru matematika dalam menerapkan pendekatan saintifi...
Analisis kemampuan calon guru matematika dalam menerapkan pendekatan saintifi...
 
Novita yuanari 07301244091
Novita yuanari 07301244091Novita yuanari 07301244091
Novita yuanari 07301244091
 
SISWA FORMAT MODUL AJAR SMPIT PER 1 FIX.docx
SISWA FORMAT MODUL AJAR SMPIT PER 1 FIX.docxSISWA FORMAT MODUL AJAR SMPIT PER 1 FIX.docx
SISWA FORMAT MODUL AJAR SMPIT PER 1 FIX.docx
 
SISWA FORMAT MODUL AJAR SMPIT PER 1 FIX.docx
SISWA FORMAT MODUL AJAR SMPIT PER 1 FIX.docxSISWA FORMAT MODUL AJAR SMPIT PER 1 FIX.docx
SISWA FORMAT MODUL AJAR SMPIT PER 1 FIX.docx
 
metode pembelajaran berkarakter yang bagus
metode pembelajaran berkarakter yang bagusmetode pembelajaran berkarakter yang bagus
metode pembelajaran berkarakter yang bagus
 
071414046 full Peranan Buku Ajar Bagi Guru
071414046 full Peranan Buku Ajar Bagi Guru071414046 full Peranan Buku Ajar Bagi Guru
071414046 full Peranan Buku Ajar Bagi Guru
 
Makalah dppm
Makalah dppmMakalah dppm
Makalah dppm
 
Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
 
RPS Bel Pem Grup A.doc
RPS Bel Pem Grup A.docRPS Bel Pem Grup A.doc
RPS Bel Pem Grup A.doc
 
Biologi 2
Biologi 2Biologi 2
Biologi 2
 

Recently uploaded

Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxsalmnor
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAppgauliananda03
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfJarzaniIsmail
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...nuraji51
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024ssuser0bf64e
 
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024RahmadLalu1
 
Latihan Soal untuk US dan Tryout SMP 2024
Latihan Soal untuk  US dan Tryout SMP 2024Latihan Soal untuk  US dan Tryout SMP 2024
Latihan Soal untuk US dan Tryout SMP 2024panyuwakezia
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptnovibernadina
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxwawan479953
 
668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf
668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf
668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdfAfriYani29
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxDedeRosza
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxIvvatulAini
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxJuliBriana2
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptnabilafarahdiba95
 
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanAdePutraTunggali
 
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...Kanaidi ken
 
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptxPrakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptxHaryKharismaSuhud
 
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaKonseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaharnosuharno5
 

Recently uploaded (20)

Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
 
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
 
Latihan Soal untuk US dan Tryout SMP 2024
Latihan Soal untuk  US dan Tryout SMP 2024Latihan Soal untuk  US dan Tryout SMP 2024
Latihan Soal untuk US dan Tryout SMP 2024
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
 
668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf
668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf
668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
 
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
 
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptxPrakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
 
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaKonseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
 

21218804 ida-rufaida-ptk-matematika-kontekstual

  • 1. MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA (Penelitian Tindakan Kelas Terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Cicalengka Kabupaten Bandung ) Skripsi “Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika” oleh: Ida Rufaida 08513058 JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN GARUT 2009
  • 2. Persembahan Kepada semua insan yang berkhidmah menyiapkan generasi yang teguh berakidah, patuh bersyariah dan berakhlakul karimah serta berbakti kepada orang tua, menghargai ilmu dan menghormati guru
  • 3. Moto All the children are our future Teach them well And let them lead the way (Semua anak adalah masa depan kita Didiklah mereka dengan baik Biarkan mereka memimpin) Whitney Houston(1991): The greatest Love of all I love how you reach Without to touch I love how you teach without to rush (Aku suka caramu anda meraih tanpa menyentuh Aku suka cara anda mendidik tanpa menghardik) Odia coates (1982): The Woman Song
  • 4. PERNYATAN Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA” (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas VIII SMP Negeri 1 Cicalengka) Ini benar-benar karya saya sendiri. Pengutipan dari sumber-sumber lain, telah saya lakukan berdasarkan kaidah-kaidah pengutipan yang sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku sehingga isi skripsi serta semua kelengkapannya ini merupakan karya asli. Apabila kemudian ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan saya ini, saya bersedia menerima resiko atau sanksi apa pun. Garut,1 Aguntus 2009 Yang membuat pernyataan IDA RUFAIDA
  • 5. Lembar Pengesahan Skripsi oleh: IDA RUFAIDA NIM: 08513058 Disetujui dan disahkan oleh: Pembimbing I Pembimbing II Drs. Deddy Sofyan, M.Pd. Drs. Sukanto Sukandar M. NIP: 132057541 NIP: 131 793 696 Diketahui oleh: Ketua STKIP Garut Ketua Jurusan Matematika Drs. H. Imid Hamid, M.Pd. Drs. Moersetyo Rahadi, M.Pd. NIP: 130 143 743 NIP: 131 793 701
  • 6. ABSTRAK Kemampuan matematika adalah kemampuan bagi kehidupan sehari-hari, oleh sebab itu seyogyanya setiap manusia memiliki kemampuan matematika. Stigma bahwa matematika pelajaran yang sulit menyebabkan hasrat belajar rendah, akibatnya kemampuan matematika siswa tidak seperti yang diharapkan. Rendahnya hasrat belajar metematika menyebabkan siswa menghindar dari proses penyelesaian masalah matematika, akibatnya kemampuan menyelesaikan masalah matematika tidak terlatih dengan baik. Untuk meningkatkan kemampuan matematika perlu motivasi belajar yang kuat dan untuk memotivasi siswa perlu diterapkan pendekatan yang menimbulkan kesan bahwa matematika tidak sesulit yang diduga. Lingkungan keseharian adalah sumber belajar yang kaya dan murah. Menghadirkan matematika dalam format keseharian yang dekat dengan kehidupan siswa ternyata menyadarkan siswa bahwa matematika memang rumit, tetapi tetap dapat diselesaikan dengan baik. Pembelajaran kontekstual merupakan proses pembelajaran yang mengajak siswa aktif mengamati keseharian dan kaitannya dengan matematika. Keterlibatan siswa dalam menemukan dan menyelesaikan masalah telah meningkatkan motivasi belajar. Kelas merupakan laboratorium pembelajaran yang sebenarnya, maka penelitian mengenai pembelajaran yang paling otentik adalah penelitian yang dilakukan di kelas. Salah satu penelitian tersebut adalah Penelitian Tindakan Kelas. Hasil penelitian tindakan kelas di kelas VIII SMP Negeri I Cicalengka, menunjukkan adanya peningkatan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika. Peningkatan tersebut antara lain adanya perbedaan antara nilai awal dengan nilai akhir. Pada tes awal nilai minimum 10, nilai tertinggi 80 dan nilai rata-rata 46,67. Setelah perlakuan dengan menerapkan pembelajaran kontekstual, terjadi peningkatan. Pada tes akhir, nilai minimum 35, nilai tertinggi 100 dan nilai rata-rata 80,46.
  • 7. Kata Pengantar Segala puji adalah milik Ilahi yang Maha Tinggi. Syukur berbinar terujar bagi yang Akbar, seraya memijar shabar menjalani alur yang tidak sepanjangnya datar. Terima kasih tiada tara dan apresiasi dari lubuk hati dihaturkan dengan tawadlu kepada segenap insan yang berkenan mendorong, mendukung dan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah mencatatkan segala kebaikan tersebut sebagai jariyah dengan pahala menggelagah tiada henti. Ada banyak alasan mengapa sebuah karya ditulis: Karena subyeknya sedang menjadi topik yang hangat; Karena materinya enak untuk dijadikan bahan polemik; Karena topiknya menarik untuk diselidik dan alasan-alasan lainnya. Alasan penulis memilih tema dan mengangkat problema sebagaimana disebut pada sampul, karena masalahnya adalah bagian tidak terpisahkan dari diri dan keseharian penulis. Siapapun tentu berkehendak melahirkan karya yang sempurna. Tetapi ada pepatah bahwa bila menunggu kesempurnaan, sebuah buku tidak akan pernah terbit, karena setiap selesai menulis satu paragrap informasi ada ribuan paragrap baru yang harus ditulis untuk menyajikan informasi mutakhir. Maka tanpa menunggu sempurna skripsi ini disajikan apa adanya. Lebih dari itu, skripsi yang baik adalah skripsi yang selesai, maka dengan disajikannya skripsi maka skripsi dapat dinyatakan selesai. Selesainya skripsi sudah tentu berkat dukungan berbagai pihak, untuk itu sekali lagi disampaikan terimakasih dan penghargaan kepada siapa saja yang berkenan membantu, diantaranya sosok-sosok tersebut di bawah ini.
  • 8. Siswa-siswi tercinta yang telah bersedia berperanserta menggiati pembelajaran baik dalam putaran-putaran penelitian kelas maupun dalam wawancara serta observasi. Terima kasih tidak sekadar atas perannya dalam proses penyusunan skripsi, tetapi secara nyata telah menunjukkan sekaligus menyadarkan mengenai pentingnya perubahan pandangan mengenai eksistensi peserta didik sebagai subyek pembelajaran yang sangat menentukan berhasil tidaknya proses pembelajaran. Guru, Kepala dan staf pimpinan SMP Negeri 1 Cicalengka yang dengan penuh kesetiakawanan, di tengah kesibukannya menjalankan tugas, menyempatkan diri memberi dorongan dan sumbang saran serta membagi pengalaman baiknya dalam mendukung proses penelitian tindakan kelas sampai penyusunan laporan menjadi skripsi, Pimpinan STKIP Garut, khususnya, Ketua jurusan Matematika beserta staf yang memberikan kemudahan-kemudahan dan arahan baik dalam konteks akademik maupun administratif. Dosen Pembimbing yang dengan sabar dan telaten memberikan arahan dalam merapihkan pola pikir dan penulisan buah pikir menjadi skripsi. Serta dosen STKIP yang memperluas wawasan akademik sebagai bekal menjalani program belajar maupun membangun suasana belajar. Sekali lagi atas segala kabajikan dan kebijakan yang telah terpancar, mendapat balasan dari Allah dan menjadi barokah bagi kita semua. Penulis juga memohon maaf apabila ada hal-hal yang tidak semestinya dikemukakan ternyata termuat dalam skripsi ini. Terakhir, penulis bermunajat, semoga semua yang telah berjariah ilmu baik disampaikan langsung kepada penulis atau penulis kutip pendapatnya dari
  • 9. buku dan buah tulisan lainnya, diberikan ganjaran yang pantas. Semoga kebaikan yang telah mereka lakukan dapat penulis teladani. Garut, 1 Agustus 2009 Penulis
  • 10. DAPTAR ISI ABSTRAK vii KATA PENANGTAR viii DAFTAR ISI xi DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xv DAFTAR LAMPIRAN xv BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Pembatasan Masalah 6 C. Rumusan Masalah 7 D. Tujuan penelitian 7 E. Manfaat Penelitian 7 F. Asumsi 8 G. Hipotesis 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 10 A. Pembelajaran Berbasis Kecerdasan 10 B. Matematika Sebagai Pelajaran Kehidupan Sehari-hari 14 C. Kesulitan Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika 15 D. Pergeseran Konsep Pembelajaran 20 E. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and 27 Learning) BAB III METODE PENELITIAN 37 A. Penelitian Tindakan Kelas 37 B. Variabel Penelitian 47 C. Definisi Operasional D. Tehnik Pengumpulan Data 51 BAB IV LAPORAN HASIL TINDAKAN KELAS 52 A. Gambaran Penelitian 52 B. Penjelasan Siklus Pertama 54 C. Penjelasan Siklus Kedua 68 D. Penjelasan Siklus Ketiga 86 E. Post Test 97 F. Pembahasan dan Pengambilan Keputusan 106 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 117 DAFTAR PUSTAKA 120 LAMPIRAN-LAMPIRAN 123
  • 11. DAFTAR TABEL No Judul Tabel Hal. 1.1 Standar Kelulusan SMP Tahun Pelajaran 2008/2009 2 2.1 Perbedaan Pembelajaran kontekstual dengan Konvensional 28 4.1 Deskripsi Kelompok 57 4.2 Nilai Kumulatif Tes Prasyarat 60 4.3 Siswa yang benar menurut butir soal 61 4.4 Siswa yang benar dalam prosedur dan perhitungan 62 4.5 Siswa yang benar prosedurnya tetapi salah dalam operasi 63 perhitungan 4.6 Siswa yang benar dalam operasi perhitungan tetapi salah dalam 63 menetapkan ukuran 4.7 Siswa yang benar dalam mengukur dan menghitung 77 4.8 Hasil pengukuran dan penghitungan kelompok 78 4.9 Kebutuhan porselin untuk bak air 80 4.10 Nilai Tes Siklus Ketiga per butir soal 93 4.11 Perbandingan Nilai soal nomor 1 dan nomor 2 94 4.12 Daftar hasil kwadrat 96 4.13 Perolehan nilai kumulatif Post Test 99 4.14 Perolehan nilai post test per butir soal 100 4.15 Perolehan nilai penerapan per butir soal 103 4.16 Rekapitulasi nilai penerapan per butir soal 106 4.17 Tingkat kenaikan nilai Tes prasyarat-Post test 107 4.18 Sikap siswa terhadap pembelajaran 110 4.19 Pandangan siswa mengenai pembelajaran 111 L.1 Validitas Instrumen, Data hasil uji coba 123 L.2 Validitas butir soal 124 L.3 Reliabilitas Instrumen 126 L.4 Indeks Kesukaran 128 L.5 Daya Pembeda 129
  • 12. DAFTAR GAMBAR No Nama Gambar Hal. 1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas 45 2 Kuis Matematik, Denah Tanah 69 3 Kuis Matematik Segitiga bertumpuk 87 4 Segitiga samasisi 88 5 Kuis Matematik, 4 segitiga samasisi 89 6 Limas 93 7 Prisma 93 8 Persegi & Persegi Panjang 136 9 Segitiga Siku-siku, Samasisi dan Samakaki 136 10 Balok dan Kubus 148
  • 13. DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A: Uji Validitas Instrumen 123 1 Data hasil uji coba 124 2 Validitas butir soal 125 3 Reliabilitas instrumen 127 4 Indeks Kesukaran 129 5 Daya Pembeda 130 6 Analisis validitas 131 Lampiran B: Instrumen Penelitian 134 1 Tes prasarat 135 a Soal tes prasarat 135 b Pedoman penilaian 136 c Lembar jawab prasarat 137 d Kunci jawaban 138 2 Tugas Kelompok 141 a Lembar tes keelompok 141 b Lembar jawab/pelaporan tes kelompok 149 3 Post Test 150 a Soal post test 150 b Lembar jawab post test 153 c Pedoman penilaian 154 d Kunci jawaban post test 155 4 Kuisioner 1 158 5 Kuisioner 2 160 6 Lembar pengamatan dinamika kelompok 162 Lampiran C: Distribusi Hasil Tes 163 1 Nilai Tes Prasarat 164 a Nilai kumulatif 164 b Nilai Gambar nomor 1 dan 2 165 c Nilai Gambar nomor 3 166 d Nilai Gambar nomor 4 167 e Nilai Gambar nomor 5 168 2 Nilai Tes Siklus 3 169 a Nilai kumulatif 169 b Nilai soal nomor 1 170 c Nilai soal nomor 2 171 3 Nilai Post Test 172 a Nilai Kumulatif 172 b Nilai soal nomor 1 173 c Nilai soal nomor 2 174 d Nilai soal nomor 3 175 e Nilai soal nomor 4 176 LAMPIRAN D: RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 177 1 Silabus 178 2 RPP Balok dan Kubus 179 3 RPP Limas dan Pisma 182 4 Materi Pelajaran 185 LAMPIRAN E: SURAT-SURAT PENELITIAN 197
  • 14. 1 Surat Keputusan Pengangkatan Dosen Pembimbing 198 2 Surat Permohonan Izin Penelitian 199 3 Surat Keterangan Telah melaksanakan Penelitian 200 4 Keterangan Supervisi Kepala SMP N 1 Cicalengka 201 5 Kartu Bimbingan 202 DAFTAR RIWAYAT HIDUP 203
  • 15. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran di SMP adalah upaya untuk mengembangkan potensi, kecakapan dan kepribadian siswa. Perkembangan aspek-aspek pada siswa tersebut tidak diberikan oleh guru, tetapi siswa sendiri yang berusaha mengembangkan dirinya. Fungsi guru hanyalah menciptakaan situasi, memberikan dorongan, arahan, bimbingan dan kemudahan agar siswa dapat belajar dan mengembangkan dirinya. Dalam proses pembelajaran, interaksi siswa dipengaruhi berbagai faktor, antara lain: Karakteristik dan perkembangan siswa; Intelektual dalam belajar; Transfer dalam belajar dan Penyesuaian pembelajaran dengan perbedaan intelektual. Sejak awal millennium III telah terjadi upaya-upaya peningkatan kualitas, baik pada tataran konsep dan strategi pendidikan; kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan; Manajemen; Sarana & Prasarana; Buku dan teknologi pembelajaran; Anggaran pendidikan dan kebijakan lain yang mendukung. Sekolah Gratis yang dikampanyekan, antara lain oleh Utomo Danandjaya, pada tahun 2008 telah terealisasi sampai tingkat SMP. Peningkatan mutu tersebut diikuti dengan terus meningkatnya standar kelulusan sekolah sejak SD hingga SMA/SMK. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 78 Tahun 2008, menetapkan Standar Kompetensi Lulusan dan Kemampuan yang di uji sebagai mana dipresentasikan pada tabel di bawah. Tabel 1.1
  • 16. Kisi-kisi Soal Ujian Nasional SMP & Madrasah Tsanawiyah Standar Kompetensi No Kemampuan yang diuji Lulusan Menghitung hasil operasi tambah, kurang, kali dan bagi pada bilangan bulat. Menggunakan konsep operasi Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan hitung dan sifat- bilangan pecahan. sifat bilangan, Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan perbandingan, skala dan perbandingan. 1. aritmetika Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan sosial,barisan jual beli. bilangan, serta Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan penggunaannya perbankan dan koperasi. dalam pemecahan Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan masalah . barisan bilangan. Mengalikan bentuk aljabar. Memahami operasi Menghitung operasi tambah, kurang, kali, bagi bentuk aljabar, atau kuadrat bentuk aljabar. konsep persamaan Menyederhanakan bentuk aljabar dengan dan pertidaksamaan memfaktorkan. linier, persamaan Menentukan penyelesaian persamaan linier satu garis, himpunan, variabel. 2 relasi, fungsi, sistem Menentukan irisan atau gabungan dua himpunan persamaan linier dan menyelesaikan masalah yang berkaitan serta menggunakan- dengan irisan atau gabungan dua himpunan. nya dalam Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pemecahan masalah. relasi dan fungsi. Menentukan gradien, persamaan garis dan grfiknya.
  • 17. Menentukan penyelesaian sistem persamaan linier dua variabel. Menyelesaikan soal dengan menggunakan teorema Pythagoras. Menghitung luas bangun datar. Menghitung keliling bangun datar dan penggunaan konsep keliling dalam kehidupan Memahami bangun sehari-hari. datar, bangun ruang, garis sejajar, sudut, Menghitung besar sudut pada bidang datar. 3 serta menggunakan- Menghitung besar sudut yang terbentuk jika dua nya dalam peme- garis berpotongan atau garis sejajar berpotongan cahan masalah. dengan garis lain. Menghitung besar sudut pusat dan sudut keliling pada lingkaran. Menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep kesebangunan. Menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep kongruen. Menentukan unsur-unsur bangun ruang sisi datar. Menentukan jaring-jaring bangun ruang. Menghitung volume bangun ruang sisi datar dan sisi lengkung. Menghitung luas permukaan bangun ruang sisi datar dan sisi lengkung. Memahami konsep Menentukan ukuran pemusatan dan menggunakan dalam statistika, serta dalam menyelesaikan masalah sehari-hari. menerapkannya 4 dalam pemecahan Menyajikan dan menafsirkan data.
  • 18. masalah. Merujuk kepada kisi-kisi di atas, Standar Kompetensi Lulusan dalam mata pelajaran matematika semuanya berorientasi kepada pemecahan masalah. Oleh sebab itu guru seyogianya menciptakan suasana pembelajaran yang dinamis dan ceria sehingga siswa bersemangat melakukan penyelesaiaan soal-soal metematika sebagai upaya meningkatkan kemampuan memecahkan masalah. Selain itu guru juga harus berupaya menghubungkan matematika dengan masalah-masalah kehidupan nyata. Hal ini penting mengingat matematika merupakan mata pelajaran yang akan dipergunakan dalam seluruh aspek kehidupan. Memiliki kemampuan memecahkan soal matematika akan menjadi bekal bagi siswa untuk melakukan pemecahan maslah dalam menjalani kehidupan saat ini dan nanti. Masalah adalah kesenjangan antara kenyataan dengan keseharusan atau harapan. Pemecahan Masalah adalah upaya untuk menemukan alternatif bagi penyelesaiannya. Bangun datar adalah bagian paling dasar dalam geometri yang lahir dan berkembang di Mesir dan Babilonia. Geometri merupakan sebuah temuan yang didorong oleh ambisi para pemimpin pemerintahan pada masa itu untuk dapat mendirikan bangunan yang besar dan kokoh serta untuk mengusai tanah bagi kepentingan pendapatan pajak. Berbagai fakta tentang Geometri Bangun datar termuat dalam Ahmes Papirus yang ditulis pada tahun 1650 SM yang ditemukan pada abad ke Sembilan. Dalam Papyrus terdapat formula tentang perhitungan luas persegi panjang, segitiga siku-siku, trapezium dengan kaki tegak lurus dan luas lingkaran. Pakar yang memberikan kontribusi antara lain: Thales (640-546 SM), matematikawan
  • 19. yang selalu ingin melakukan pembuktian atas teori-teori geometri; Pythagoras (528-507 SM), yang menemukan teori panjang garis miring suatu segitiga siku- siku sebagai akar dari penjumlahan kuadrat kedua sisi yang lain. Teori-teori tersebut kemudian dikembangkan oleh Euclid dalam buku Element. Bangun datar merupakan teori dasar bagi penyelesaian persoalan-persoalan bangun ruang sebagai kelanjutan atau perkembangan berikutnya. Bangun ruang merupakan kombinasi dari bangun datar, anatara lain: pasangan-pasangan empat persegi panjang menjadi balok dan kotak; persegi menjadi kubus; segitiga menjadi limas; segitiga dan persegi pajang atau persegi menjadi prisma dan sebagainya. Namun demikian, walaupun siswa telah mengusai masalah bangun datar, ketika harus menyelesaikan masalah bangun ruang sebaagian bersar siswa menghadapi kesulitan. Hal ini bukan saja dipengaruhi oleh stigma bahwa matematika pelajaran yang sangat sulit juga masih kurangnya kesadaran siswa mengenai pentingnya matematika bagi kehidupan sehari-hari. Pembelajaran konsteksual (Teaching Learning consteksual) menurut Sukmadinata, (2004:196) merupakan suatu sistim atau pendekatan pembelajaran yang bersifat holistic (menyeluruh). Menurut Johnson (2002:210): pembelajaran konsteksual sekurang-kurangnya memiliki tiga prinsip, yaitu: interpendence (kesaling-tergantungan); diferensiasi dan self organization (pengorganisasian diri). Adapun komponen-komponen pembelajaran konsteksual adalah: hubungan bermakna, mengerjakan pekerjaan penting, belajar mengatur diri sendiri, bekerjasama, berpikir kritis, bimbingan individual, pencapaian standar tinggi dan menggunakan penilaian otentik. Penulis sangat tertarik untuk mengimplementasikan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika karena CTL memberikan
  • 20. kesempatan yang sangat luas kepada pembelajar untuk bekerjasama, berfikir kritis dan mengkaitkan materi ajar dengan latar belakang individual, sosial dan kultural sehingga pembelajaran lebih bermakna (meaningful). Dengan latar belakang di atas maka diajukan penelitian tindakan kelas dengan judul: “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika “ B. Pembatasan Masalah Pendidikan adalah upaya mewariskan dan mengembangkan nilai, oleh sebab itu memiliki komponen dan faktor yang kompleks. Untuk menegaskan arah dan keluaran hasil yang ingin dicapai, maka penelitian dibatasi pada hal-hal berikut: 1. Dalam upaya mencapai prestasi terbaik akan selalu ada hambatan yang dihadapi, termasuk dalam hal prestasi belajar. Dengan demikian siswa harus melakukan upaya yang dapat mengatasi hambatan belajar, khususnya matematika, sehingga siswa dapat meraih prestasi terbaik. 2. Guru sebagai fasilitor memberikan dukungan dengan cara antara lain: membangun suasana belajar yang menyenangkan; menyajikan materi pelajaran yang berkaitan langsung dengan kehidupan keseharian siswa; menerapkan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan konteks yang dihadapi. 3. Suasana belajar yang kondusif dapat menolong siswa melakukan upaya mengatasi kesulitan/hambatan serta persoalan yang dihadapi berkaitan dengan belajar matematika. Dalam suasana yang ceria dan partisipatif siswa tidak merasa tertekan dan dapat melakukan eksplorasi sehingga
  • 21. inspirasi untuk melahirkan solusi bagi penyelesaian masalah mengalir dengan lancar. 4. Dengan keterlatihannya dalam menghadapi dan mengatasi kesulitan secara berkelanjutan, siswa menjadi terlatih dalam melakukan penyelesaian masalah. Kemampuan melakukan secara terus menerus akan mendorong siswa meraih prestasi puncak. C. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam Penelitian Tindakan Kelas adalah: Adakah peningkatan kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan masalah matematika melalui pembelajaran kontekstual? D. Tujuan penelitian Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk: Mengetahui peningkatan kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan masalah matematika melalui pembelajaran kontekstual. E. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini, antara lain: 1. Bagi penulis sebagai penguatan kompetensi kependidikan dan pematangan profesi keguruan. 2. Bagi siswa sebagai pengalaman terstruktur dalam mengikuti metode pembelajaran yang variatif , sehingga siswa termotivasi dan merasa senang dalam belajar matematik.
  • 22. 3. Bagi guru sebagai bagian dari brainstorming (curah gagasan) dan sharing pengalaman untuk pengayaan metode pembelajaran. 4. Bagi sekolah sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas pembelajaran dalam memenuhi standar pelayanan minimum , sekurang-kurangnya dalam hal mutu guru dan proses pembelajaran. 5. Bagi STKIP Garut menjadi salah satu data penelitian yang dapat dimanfaatkan oleh peneliti-peneliti lain untuk lebih didalami atau dikembangkan lebih luas. 6. Bagi dunia pendidikan menjadi salah satu materi untuk bahan studi kependidikan dan pengayaan proses pendidikan. F. Asumsi Penelitian ini didasarkan atas asumsi bahwa: pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan masalah. G. Hipotesis Tindakan Hipotesis berasal dari dua kata yaitu hypo (di bawah) dan thesa (kebenaran). Menurut Rahadi (2003:3), Hipotesis adalah jawaban sementara yang sifatnya tentatif dari rumusan masalah yang telah disusun dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis: Terdapat peningkatan kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan masalah matematika melalui pembelajaran kontekstual.
  • 23.
  • 24. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Untuk melahirkan manusia berprestasi ada banyak metode dan pendekatan, salah satu diantaranya pola dasar system dengan menerapkan lima disiplin, yaitu: Personal Mastery; Team Learning; Shared Vision; Mental Model dan System Thinking. (diadaptasi dari Peter M Senge, 1990) dalam The Fifth Discipline, The Art and Practice of the Learning Organization). 1. Personal Mastery Personal mastery, adalah upaya melahirkan kader-kader yang memiliki kompeten dan kompetitif berbasis kecerdasan. Menurut Shepard, (2001): Kecerdasan tidak dapat diukur dengan angka. kecerdasan adalah Ability to solve Problem or Fashion Product. Kecerdasan adalah kemampuan menggunakan keterampilan, menciptakan sesuatu dan mengatasi masalah sesuai budaya komunitas. Shepard mengidentifikasi kecerdasan sebagai berikut: a. Interpersonal intelligence, kecerdasan antarpribadi, kemampuan memahami orang lain dan tampil dalam kemampuannya berinteraksi dengan baik dengan orang lain- dapat melakukan komunikasi dengan orang lain. b. Logical Intelligence, Kecerdasan Logika/Matematika, kemampuan kuantitatif, kemampuan memproses sesuatu secara analitis dan sistematis.
  • 25. c. Spatial Intelligence, Kecerdasan Spatial/Visual, kemampuan membangun gagasan atau model, membayangkan penerapan dan mengubahnya yang semua ini dilakukan dalam pikirannya. d. Musical Intelligence, Kecerdasan Musik, kepekaan terhadap irama, melodi dan nada baik sebagai pelaku maupun pendengar. e. Verbal Intelligence, Kecerdasan Verbal berbahasa/berbicara. Kemampuan mengekspresikan pikiran-pikirannya dengan jernih baik melalui bahasa lisan maupun bahasa tulisan. f. Intrapersonal Intelligence, Kecerdasan intrapersonal, kemampuan berinteraksi dengan diri sendiri, introspeksi, refleksi dan kontemplasi melalui renungan. g. Kinesthetic intelligence, Kecerdasan kinestik/tubuh, kemampuan gerakan fisik, menari, berolah raga, berkelahi, melempar, memotong. Keterampilan mengubah suatu obyek /memanipulasi obyek dinamakan Tactile. Goldman (1997) merumuskan kecerdasan sebagai berikut: a. Emotional Intelligence, Kecerdasan Emotional, kemampuan mengenali situasi emosi diri sendiri dan kondisi emosi orang lain. b. Natural Intelligence, Kecerdasan terhadap Alam, kemampuan menikmati hidup dan berinteraksi serta menyatu dengan alam. c. Exisistential Intelligence, Kecerdasan memahami hidup dan kehidupan. Sternberg memperkenalkan Triarchic Theory a. Componential Intelligence, Kemampuan menganalisis, membandingkan dan mengevaluasi (Analyse, Compare & Evaluate).
  • 26. b. Creative Intelligence, Kemampuan menciptakan, menemukan dan merancang (Create, Invent & Design). c. Contextual Intelligence, Kemampuan menggunakan dan menerapkan (use and apply) secara praktis. 2. Team Learning Dalam satu kelompok yang aktif setidaknya ada 5 hal yang dapat dipelajari, yaitu: a. Learning To Know (Belajar Untuk Mengetahui) Mengetahui apa yang harus dilakukan dan untuk apa. b. Learning To Do (Belajar Untuk Bisa Melakukan) Memahami apa yang harus dilakukan, kemampuan apa yang harus dimiliki. c. Learning To Be (Belajar Untuk Dapat Menjadi Seseorang) Menjadi seseorang yang berkarakter sangatlah penting agar dapat bersikap dan bertindak dengan nyaman dan mendorong orang lain untuk menjadi seseorang. d. Learning How To Learn (Belajar Bagaimana Belajar) Bisa jadi kita telah cukup banyak belajar tetapi sedikit sekali yang menjadi pelajaran. Bergegaslah untuk memahami bagaimana mestinya kita belajar. e. Learning Live Together (Belajar Hidup Berdampingan) Belajar berkontribusi dan apresiatif agar orang lain berpartisipasi secara optimal. 3. Shared Vision
  • 27. Memasyarakatkan visi atau dalam konteks pembelajaran mengkhalayakkan target yang ingin dicapai dari proses belajar sangatlah penting. Bila siswa mengetahui apa target yang ingin dicapai dan manfaat apa yang dapat diperoleh dari pembelajaran maka siswa akan lebih semangat dalam menjalani pembelajaran. 4. Mental Model Pembinaan dengan menggunakan pemodelan mental, yaitu bagaimana seseorang dibiasakan dalam kondisi tertentu sehingga menjadi seperti itu selama hidupnya. Mental model akan terjadi di lingkungan keluarga, sekolah, organisasi dan masyarakat secara luas. 5. System of Thinking. Senge,– (1994) dalam The Leader,s New Work: Building Learning Organization & Managing Learning menjelaskan adanya 10 tahapan system berfikir yang dapat menyederhanakan pola kerja, yaitu: Fixes that fail & fight back fire ( memperbaiki kegagalan); Shifting the Burden (pengalihan beban); Shifting the burden to the intervenor (pengalihan beban kepada pihak lain); Eroding goals (pengikisan sasaran); Limits to growth (batas-batas pertumbuhan); Growth and Underinvestment (pertumbuhan dan investasi yang rendah); Success to successful (keberhasilan berangkai); Escalation (Peningkatan); Tragedy of the Commons (nestapa yang merata); Balancing with delay (penyeimbangan dengan penundaan). Kelima disiplin di atas pada dasarnya berkehendak melahirkan manusia- manusia yang memiliki penalaran melalui proses pembelajaran. Belajar matematika merupakan proses yang paling erat kaitannya karena penalaran atau kemampuan berfikir logis merupakan inti dari pembelajaran matematika. Berfikir
  • 28. logis dalam matematika merupakan salah satu tujuan matematika yang dirumuskan dalam Kurikulum 2004. B. Matematika Sebagai Pelajaran Kehidupan Sehari-hari Semua ilmu dan pengetahuan berkembang dan dikembangkan dari pengalaman dan realitas. Karena manusia berkomunikasi menggunakan bahasa maka dikembangkan teori-teori tenang bahasa. Karena ada yang suka berpidato maka dikembangkan teori tentang berpidato. Karena ada orang yang suka menyanyi maka dikembangkan teori-teori seni suara. Karena manusia bercocok tanam maka dikembangkan ilmu pertanian. Demikian juga dengan teori konstruksi, perikanan, transportasi, komunikasi dan lain-lain. Matematika juga sama, ia berkembang karena kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari. Menghitung, mengukur dan menakar telah menjadi bagian kehidupan sejak zaman Nabi Adam Alaihissalam. Ketika Habil dan Qobil diperintahkan untuk berqurban. Nabi Adam menyebutkan jumlah dan takaran yang harus diqurbankan. Demikian juga jarak ke tempat pelaksanaan qurban. Bilangan adalah materi paling dasar dalam matematika. Pada mulanya orang membandingkan jumlah dengan istilah lebih banyak dan lebih sedikit. Tetapi ketika sistem kepemilikan mulai melekat dalam masyarakat maka jumlah mulai disebut dengan angka-angka. Konsep bilangan pada awalnya hanyalah untuk kepentingan menghitung dan mengingat jumlah. Lambat laun para ahli matematika menambahkan perbendaharaan simbol.dan kata-kata yang tepat untuk mendefinisikan bilangan. Dari bilangan berkembang ilmu yang lain yaitu aritmetika dan aljabar.
  • 29. Demikian halnya dengan geometri. Karena orang harus mengukur luas tanah dan benda lainnya maka maka dikembangkan ilmu untuk mengukur bangun datar. Kemudian ketika manusia mulai menempati bangunan yang dibuat, bukan lagi di lapangan, pohon atau goa, maka mulai dirasakan kebutuhan menghitung volume dan hal-hal yang berkaitan dengan bangun ruang. Cara mengukur luas dan keliling Segiempat merupakan pengetahuan yang pertama kali dikembangkan, selanjutnya segitiga. Dari teori-teori yang berkaitan dengan segiempat dan segitiga dikembangkan teori-teori untuk mengukur segi lainnya, termasuk lingkaran. Dengan dasar pengetahuan bangun datar dua dimensi maka dikembangkan pengetahuan untuk mengukur bangun ruang tiga dimensi. C. Kesulitan Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika Menurut Hudiono (2008), masalah utama yang dihadapi siswa SMP adalah lemahnya daya representasi dalam menyelesaikan permasalahan matematika. Padahal sasaran pembelajaran matematika di antaranya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam berfikir secara matematika (think mathematically). Pengembangan kemampuan ini sangat diperlukan agar siswa lebih memahami konsep yang dipelajari dan dapat menerapkannya dalam berbagai situasi. Ada lima standar yang mendeskripsikan keterkaitan pemahaman matematika dan kompetensi matematika yang perlu dimiliki siswa yaitu: problem solving, reasoning and proof, communication, connections, and representation (National Council of Teachers of Mathematics. (2000) Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA, NCTM p. 29. Kemampuan representasi matematika yang dimiliki seseorang, selain menunjukkan tingkat pemahaman, juga terkait erat dengan kemampuan
  • 30. pemecahan masalah dalam matematika. Suatu masalah yang dianggap rumit dan kompleks, bisa menjadi lebih sederhana jika strategi dan pemanfaatan representasi matematika yang digunakan sesuai dengan permasalahan tersebut. Kemampuan representasi yang pada akhirnya menjadi kemampuan melakukan pemecahan masalah matematika terkait erat dengan kemampuan berfikir logis. Salah satu keterampilan matematika yang sangat erat kaitannya dengan karakteristik matematika adalah berfikir logis, karena matematika dipahami melalui penalaran atau berfikir logis dan penalaran dipahami serta dilatih melalui belajar matematika. Kemampuan penalaran atau berfikir logis perlu dikembangkan karena dapat meningkatkan kemampuan dalam matematika, dari sekadar mengingat kepada kemampuan pemahaman. Audiblox (2006) menyatakan, … logical thinking: helping children to become smarter. (berfikir logis membantu anak menjadi lebih cerdas). Namun demikian di sekolah terdapat banyak kelainan yang menyebabkan kemampuan siswa dalam hal berfikir logis masih jauh dari memuaskan. Menurut Saragih (2008), hasil belajar matematika siswa sampai saat ini masih menjadi suatu permasalahan yang sering dikumandangkan baik oleh orang tua siswa maupun oleh pakar pendidikan matematika itu sendiri. Hasil penelitian yang dilakukan Suyanto dan Somerset di beberapa Propinsi di Indonesia, menemukan bahwa hasil tes mata pelajaran matematika siswa SMP sangat rendah, terutama pada soal aplikasi matematika. Suryadi (2005) dalam thesisnya menemukan bahwa siswa kelas dua SMP di Kota dan Kabupaten Bandung mengalami kesulitan dalam mengajukan argumentasi serta menemukan pola dan pengajuan bentuk umumnya.
  • 31. Priatna (2003) melakukan penelitian di Kota Bandung menemukan kenyataan sebagai berikut: Setelah mendapat penjelasan mengenai segitiga sama sisi dan segitiga sama kaki, dimana guru mengungkapkan bahwa semua segitiga sama sisi adalah segitiga sama kaki. Ketika diberikan soal dengan diketahui panjang salah satu sisi dan dua buah sudut, banyak siswa yang mempersepsi segitiga sama kaki semua sisinya sama sehingga menghitung keliling dengan mengalikan tiga panjang sisinya. Kemampuan Secara umum kesulitan siswa dalam aspek kemampuan berfikir logis berturut-turut pada kemampuan berfikir deduktif (aspek silogisma dan aspek kondisional) dan kemampuan berfikir induktif (aspek generalisasi dan aspek analogi). Rendahnya hasil belajar di atas merupakan hal yang wajar jika dikaitkan dengan proses pembelajaran di kelas selama ini menggunakan metode kuliah, dimana guru sekadar menyampaikan informasi dan siswa sekadar mendengar serta menyalin. Sesekali guru bertanya dan sesekali siswa menjawab. Pada akhir pembelajaran guru menjelaskan cara mengerjakan contoh soal dilanjutkan dengan memberi soal latihan untuk dikerjakan kemudian guru memberikan penilaian. Soal latihan umumnya bersipat rutin dan kurang melatih daya nalar. Siswa menjadi robot yang harus mengikuti aturan dan prosedur dalam kegiatan pembelajaran yang mekanistik. Rendahnya pemahaman konsep matematika menyebabkan siswa tidak dapat menggunakannya ketika diberi permasalahan yang agak kompleks. Menyikapi permasalahan di atas Cooney menyarankan reformasi pembelajaran matematika dari pendekatan belajar meniru (menghapal) ke belajar pemahaman yang berlandaskan pada konsep knowing mathematics is doing mathematics. Pembelajaran lebih menekankan kepada doing atau proses
  • 32. dibanding knowing that. Perubahan di atas dimaksudkan agar pembelajaran lebih memfokuskan pada proses yang menggiatkan siswa untuk menemukan kembali (reinventing) konsep-konsep, melakukan refleksi, abstraksi, formalisasi dan aplikasi. Untuk mendukung proses pembelajaran yang mengaktifkan siswa diperlukan pengembangan materi pelajaran matematika yang difokuskan kepada aplikasi dalam kehidupan sehari-hari (kontekstual) yang disesuaikan dengan tingkat kognitif siswa, serta menggunakan metode evaluasi yang terintegrasi pada proses pembelajaran, tidak hanya tes pada akhir pembelajaran, formatif atau sumatif. Matematika merupakan kegiatan manusia, oleh karenanya salah satu alternatif yang sesuai dengan tuntutan perubahan adalah diterapkannya Pendekatan Matematika Realistik (PMR) yang lebih menekankan aktivitas siswa untuk mencari, menemukan dan membangun sendiri pengetahuan yang diperlukan. Ruseffendi (2001) menyatakan bahwa membudayakan berfikir logis atau kemampuan penalaran serta bersikap kritis dan kreatif, proses pembelajaran dapat dilakukan dengan Pendekatan Matematika Realistik. PMR secara garis besar memiliki lima karakteristik, yaitu: (1) menggunakan masalah kontekstual, (2) menggunakan model, (3) kontribusi siswa, (4) terjadinya interaksi dalam proses pembelajaran dan (5) menerapkan berbagai teori pembelajaran yang relevan, saling terkait dan terintegrasi dengan topik. Menurut Sabandar (2001), kontekstual memainkan peranan utama dalam semua aspek pendidikan, yaitu dalam pembentukan konsep, pembentukan model, aplikasi dan dalam mempraktekkan keterampilan. Dalam pelaksanaan di kelas,
  • 33. konteks digunakan sejak awal dan terus menerus untuk membangun pemahaman siswa melalui learning trajectory dalam suatu proses pembelajaran. Proses penyelesaian soal kontekstual dilakukan dengan menggunakan model. Pemodelan berfungsi menjembatani jurang antara pengetahuan matematika tidak formal dan metematika formal dari siswa. Siswa mengembangkan model tersebut dengan model-model matematika (formal dan tidak formal) yang telah diketahuinya dengan menyelesaikan soal kontekstual dari situasi nyata (real) yang sudah dikenal siswa sehingga ditemukan model dari bentuk informal kemudian menemukan model dalam bentuk formal. Akhirnya siswa mendapatkan penyelesaian masalah dalam bentuk matematika yang standar. Terciptanya keragaman pemodelan dari masalah kontekstual sangat penting bagi guru untuk mengetahui kemampuan siswa menemukan hubungan bagian-bagian dari masalah kontekstual melalui penskemaan, perumusan dan visualisasi sekaligus sebagai pertimbangan untuk memberikan bimbingan. Menurut Ruseffendi (1979) ada tiga macam model yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran, yaitu: model kongkrit, model diagram dan model abstrak atau symbol. D. Pergeseran Konsep Pembelajaran Adanya kebijakan peningkatan jaminan kualitas lulusan SMP membawa konsekuensi dalam bidang pendidikan, antara lain perubahan dari model pembelajaran yang mengajarkan mata-mata pelajaran (subject matter based program) ke model pembelajaran berbasis kompetensi (competencies based program). Model pembelajaran berbasis kompetensi bermaksud menuntun proses pembelajaran secara langsung berorientasi pada kompetensi atau satuan-satuan
  • 34. kemampuan. Pengajaran berbasis kompetensi menuntut perubahan kemasan kurikulum, dari model lama berbentuk silabus yang berisi uraian mata pelajaran yang harus diajar ke dalam kemasan yang berbentuk paket-paket kompetensi. Hal ini membawa konsekuensi bahwa proses pembelajaran harus berorientasi pada pembentukan seperangkat kompetensi sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Hal demikian menuntut kemampuan guru dalam merancang model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik bidang kajian dan karakteristik siswa agar mencapai hasil yang maksimal. Oleh kerana itu peran guru dalam konteks pembelajaran menuntut perubahan, antara lain: (a) peranan guru sebagai penyebar informasi semakin kecil, tetapi lebih banyak berfungsi sebagai pembimbing, penasehat, dan pendorong; (b) peserta didik adalah individu-individu yang kompleks, yang berarti bahwa mereka mempunyai perbedaan cara belajar sesuatu yang berbeda pula; (c) proses belajar mengajar lebih ditekankan pada belajar daripada mengajar (Laster, 1985). Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan pergeseran peran guru dalam pembelajaran, yaitu: (a) Cara pandang guru terhadap siswa perlu diubah. Siswa bukan lagi sebagai obyek pengajaran, tetapi siswa sebagai pelaku aktif dalam proses pembelajaran. Dalam diri siswa terdapat berbagai potensi yang siap dikembangkan. Oleh katena itu dalam konteks pembelajaran guru diharapkan mampu memberikan dorongan kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya dan (b) Guru diharapkan mampu mengajarkan bagaimana siswa bisa berhubungan dengan masalah yang dihadapi dan mengatasi persoalan yang muncul di masyarakat. Antara lain dengan cara memberikan tantangan yang berupa kasus-kasus yang sering terjadi di masyarakat yang terkait bidang studi. Melalui kegiatan tersebut
  • 35. diharapkan siswa dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya, yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai bekal kemandirian dalam menghadapi berbagai tantangan di masyarakat. Bahkan lebih jauh lagi diharapkan bisa ikut ambil bagian dalam mengembangkan potensi masyarakatnya. 1. Prinsip Pembelajaran Kompetensi Prinsip pembelajaran yang dikembangkan untuk mencapai keefektifan dan efisiensi pengelolaan pembelajaran di SMP, antara lain: a. Pembelajaran berfokus pada siswa (student cenrtered), artinya siswa menjadi subyek pembelajaran dan kecepatan belajar siswa yang tidak sama perlu diperhatikan. b. Pembelajaran terpadu (integrated learning), maksudnya pengelolaan pembelajaran dilakukan secara integratif. Semua tujuan pembelajaran yang berupa kemampuan dasar yang ingin dicapai bermuara pada satu tujuan akhir, yaitu mencapai kemampuan dasar lulusan. c. Pembelajaran individu (individual learning), artinya siswa memiliki peluang untuk melakukan pembelajaran secara individual. d. Belajar tuntas (mastery learning), maksudnya pembelajaran mengacu pada ketuntasan belajar kemampuan dasar melalui pemecahan masalah. Setiap individu dan kelompok harus menuntaskan pembelajaran satu kemampuan dasar baru belajar ke kemampuan dasar berikutnya. e. Pemecahan masalah (problem solving), artinya proses dan hasil pembelajaran mengacu pada aktifitas pemecahan masalah yang ada di masyarakat, yaitu dengan menggunakan pendekatan belajar kontekstual.
  • 36. f. Experience-based learning, yakni pembelajaran dilaksanakan melalui pengalaman-pengalaman belajar tertentu dalam mencapai kemampuan belajar tertentu. g. Selain pemanfaatan prinsi-prinsip tersebut, guru dimungkinkan menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran lain yang sesuai dengan tuntutan perkembangan. 2. Belajar aktif Winkel (1996) mendefinisikan belajar sebagai suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, dan sikap. Perubahan itu bersifat tetap dan berbekas. Belajar dapat dipandang sebagai usaha untuk melakukan proses perubahan tingkah laku kearah menetap sebagai pengalaman berinteraksi dengan lingkungannya. Belajar aktif merupakan perkembangan dari teori Dewey learning by doing (1859-1952). Dewey sangat tidak setuju pada rote learning “belajar dengan menghafal”. Dewey merupakan pendiri sekolah Dewey School yang menerapkan prinsip-prinsip learning by doing, yaitu bahwa siswa perlu terlibat dalam proses belajar secara spontan. Keingintahuan siswa akan hal- hal yang belum diketahuinya mendorong keterlibatannya secara aktif dalam suatu proses belajar. Menurut Dewey, guru berperan untuk menyediakan sarana bagi siswa untuk dapat belajar. Dengan peran serta siswa dan guru dalam belajar aktif, akan tercipta suatu pengalaman belajar yang bermakna. Belajar aktif mengandung berbagai kiat yang berguna untuk menumbuhkan kemampuan belajar aktif pada diri siswa dan menggali potensi
  • 37. siswa dan guru untuk sama-sama berkembang dan berbagi pengetahuan, keterampilan, serta pengalaman. Melalui pendekatan belajar aktif, siswa diharapkan akan lebih mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimilikinya. Belajar aktif menuntut guru bekerja secara profesional, mengajar secara sistematis, dan berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif dan efisien. Artinya, guru dapat merekayasa model pembelajaran yang dilaksanakan secara sistematis dan menjadikan proses pembelajaran sebagai pengalaman yang bermakna bagi siswa. Untuk itu guru diharapkan memiliki kemampuan: a. Memanfaatkan sumber belajar di lingkungannya secara optimal dalam proses pembelajaran. b. Berkreasi dan mengembangkan gagasan baru. c. Mengurangi kesenjangan pengetahuan yang diperoleh siswa dari sekolah dengan pengetahuan yang diperoleh di masyarakat. d. Memperjelas relevansi dan keterkaitan mata pelajaran bidang ilmu dengan kebutuhan sehari-hari dalam masyarakat. e. Mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku siswa secara bertahap dan utuh. f. Memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuannya. g. Menerapkan prinsip-prinsip belajar aktif.
  • 38. Dengan demikian, belajar aktif diasumsikan sebagai pendekatan belajar yang efektif untuk dapat membentuk siswa sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai kemampuan untuk belajar mandiri sepanjang hayatnya, dan untuk membina profesionalisme guru. 3. Pembelajaran Efektif Pembelajaran efektif adalah pembelajaran dimana siswa memperoleh keterampilan-keterampilan yang spesifik, pengetahuan dan sikap serta merupakan pembelajaran yang disenangi siswa. Intinya bahwa pembelajaran dikatakan efektif apabila terjadi perubahan-perubahan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor (Reiser Robert, 1996). a. Ciri-ciri pembelajaran efektif: o Aktif bukan pasif o Kovert bukan overt o Kompleks bukan sederhana o Dipengaruhi perbedaan individual siswa o Dipengaruhi oleh berbagai konteks belajar b. Kriteria Pembelajaran Efektif: o Kecermatan penguasaan o Kecepatan unjuk kerja o Tingkat alih belajar o Tingkat retensi (Reigeluth & Merril, 1989) 4. Perencanaan Pembelajaran Mengajar atau “teaching” adalah membantu siswa memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk
  • 39. mengekpresikan dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar (Joyce dan Well, 1996). Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Secara implisit dalam pengertian ini terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini didasarkan pada kondisi pembelajaran yang ada. Kegiatan-kegiatan ini pada dasarnya merupakan inti dari perencanaan pembelajaran. Dalam hal ini istilah pembelajaran memiliki hakekat perencanaan atau perancangan (disain) sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. Itulah sebabnya dalam belajar, siswa tidak berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang mungkin dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu pembelajaran menaruh perhatian pada “bagaimana membelajarkan siswa”, dan bukan pada “apa yang dipelajari siswa”. Dengan demikian perlu diperhatikan adalah bagaimana cara mengorganisasi pembelajaran, bagiaman cara menyampaikan isi pembelajaran, dan bagaimana menata interaksi antara sumber-sumber belajar yang ada agar dapat berfungsi secara optimal. Rancangan Pembelajaran hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Pembelajaran diselenggarakan dengan pengalaman nyata dan lingkungan otentik, karena hal ini diperlukan untuk memungkinkan seseorang berproses dalam belajar (belajar untuk memahami, belajar untuk berkarya, dan melakukan kegiatan nyata) secara maksimal.
  • 40. b. Isi pembelajaran harus didesain agar relevan dengan karakteristik siswa karena pembelajaran difungsikan sebagai mekanisme adaptif dalam proses konstruksi, dekonstruksi dan rekonstruksi pengetahuan, sikap, dan kemampuan. c. Menyediakan media dan sumber belajar yang dibutuhkan. Ketersediaan media dan sumber belajar yang memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar secara konkrit, luas, dan mendalam, adalah hal yang perlu diupayakan oleh guru yang profesional dan peduli terhadap keberhasilan belajar siswanya. d. Penilaian hasil belajar terhadap siswa dilakukan secara formatif sebagai diagnosis untuk menyediakan pengalaman belajar secara berkesinambungan dan dalam bingkai belajar sepanjang hayat (life long contiuning education). E. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
  • 41. Landasan filosofi pembelajaran kontekstual adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghapal, harus dikonstruksikan pengetahuan dalam benak siswa. Siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Siswa perlu menyadari bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan demikian siswa memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuan belajar. Oleh karena itu guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru (pengetahuan, keterampilan) datang dari menemukan sendiri, bukan dari apa kata guru. 1. Perbedaan pembelajaran kontektual dan konvensional Pola pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran konvensional yang selama ini dikenal. Perbedaan tersebut tergambar dalam tabel berikut. Tabel 2.1 Perbedaan Pembelajaran kontekstual dengan Konvensional Pembelajaran Konvensional Pembelajaran Kontektual • Menyandarkan pada • Menyandarkan pada memori hafalan. spasial. • Pemilihan informasi • Pemilihan informasi ditentukan oleh guru. berdasarkan kebutuhan individu siswa.
  • 42. Cenderung terfokus pada • Cenderung satu bidang tertentu. mengintegrasikan beberapa bidang. • Memberikan tumpukan • Selalu mengkaitkan informasi kepada siswa sampai informasi dengan pengetahuan pada saatnya diperlukan. awal yang telah dimiliki siswa. • Penilaian hasil belajar • Menerapkan penilaian hanya melalui kegiatan auntentik melalui penerapan akademik berupa ujian ulangan. praktis dalam pemecahan masalah. 2. Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual. Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika menerapkan komponennya, dalam pembelajaran Pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment). a. Konstruktivisme (Constructivism) Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konsteks yang terbatas dan tidak sekonyong- konyong. (Bukan seperangkat fakta, konsep, kaidah untuk diingat). b. Menemukan (Inquiry) Pengetahuan + ketrampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil menemukan sendiri melalui: observasi, bertanya, hipotesis, pengumpulan data dan penyimpulan. c. Bertanya (Questioning)
  • 43. Bertanya merupakan kegiatan guru untuk mendorong, menimbang dan menilai kemampuan berfikir siswa. d. Masyarakat Belajar (Learning Community) Hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama, melalui: 1) Pembentukan kelompok kecil. 2) Pembentukan kelompok besar. 3) Mendatangkan ahli ke kelas. 4) Bekerja dengan kelas sederajat. 5) Kerja kelompok dengan kelas di atasnya. 6) Bekerja dengan masyarakat. e. Pemodelan (Modelling) Pembelajaran atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru, misalnya cara melempar bola, contoh karya tulis, cara menghafalkan bahasa Inggris, guru memberi contoh mengerjakan sesuatu, cara memerlukan kata kunci dalam bacaan. Artinya ada model yang ditiru dan diambil siswa, sebelum mereka berlatih menemukan kata kunci. Guru bukan satu-satunya model. f. Refleksi (Refection) Cara berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu. g. Penilaian yang sebenarnya (Autentic Assesment) 3. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual Penerapan model pembelajaran kontekstual dalam kelas secara garis besar mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
  • 44. a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. d. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran. f. Lakukan refleksi di akhir pertemuan. g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara. 4. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa dan peran guru. Untuk itu guru dalam menggunakan pendekatan pengajaran konekstual memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental siswa (developmentally appropriate). b. Membentuk group belajar yang saling ketergantungan (interdependent learning group). c. Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (self regulated learning) yang mempunyai karakteristik: kesadaran berfikir, penggunaan strategi, dan motivasi berkelanjutan. d. Mempertimbangkan keragaman siswa (disversity of student). e. Memperhatikan multi-intelegensi siswa (multiple intelligences), spasial-verbal, linguistic-verbal, interpersonal, musikal ritmik,
  • 45. naturalis, badan-kinestetika, intrapersonal, dan logismatematis. (Gardner, 1993). f. Menggunakan teknik-teknik bertanya yang meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah dan keterampilan berfikir tingkat tinggi. g. Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment). 5. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual a. Adanya kerjasama. b. Saling menunjang. c. Menyenangkan, tidak membosankan. d. Belajar dengan bergairah. e. Pembelajaran terintegrasi. f. Menggunakan bebagai sumber. g. Siswa aktif. h. Sharing dengan teman. i. Siswa kritis, guru kreatif. j. Laporan kepada orang tua bewujud, rapor, hasil karya siswa, laporan praktikum, dan karangan siswa, dll. 6. Penilaian Penilaian dilakukan dengan menggunakan penilaian authentik, yang mempunyai karakteristik sebagai berikut: a. Penilaian dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung. b. Menggunakan penilaian formatif maupun sumatif. c. Mengukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta.
  • 46. d. Berkesinambungan. e. Terintegrasi. f. Digunakan sebagai umpan balik. Hal-hal yang digunakan sebagai dasar penilaian prestasi siswa meliputi: • Penilaian kinerja (performance assessment). • Observasi Sistematik (Systematic observation). • Portofolio (portofolio). • Jurnal Sain (Journal). • Penilaian mencakup umpan balik dan berbagai bentuk refleksi 7. Mengembangkan sikap kritis dan kreatif siswa Sebagai salah satu ciri pembelajaran kontekstual adalah sikap kritis siswa dan kreatif guru dalam proses pembelajaran. Berfikir kritis dan kreatif merupakan komponen utama berfikir tingkat tinggi (higher order thinking). Proses berfikir tingkat tinggi harus dikembangkan pada setiap diri siswa. Hal ini merupakan tugas guru, karena guru harus megembangkan potensi siswa semaksimal mungkin hingga mencapai kemampuan yang tinggi pada setiap diri siswa. Oleh karena itu pembelajaran dituntut dapat mengembangkan sikap kritis dan kreativitas siswa. Sikap kritis dan kreatifitas siswa dapat dikembangkan melalui pembelajaran yang berpusat pada otak kanan. Otak kanan mempunyai kemampuan berfikir kreatif, holistik, spasial. sedangkan otak kiri mengembangkan kemampuan berfikir rasional, analitis, linier. Otak kiri mengendalikan wicara dan otak kanan mengendalikan tindakan. Tabel berikut ditunjukkan perbedaan proses berfikir otak kiri dan kanan.
  • 47. Berfikir Konvergen Berfikir Divergen (Proses di belahan otak Kiri) (Proses di belahan otak kanan) 1. 1. Tertarik pada proses Tertarik pada proses penemuan yang pengintegrasian dari bagian- bersifat bagian-bagian dari suatu bagian suatu komponen menjadi komponen. satu kesatuan yang bersifat utuh dan menyeluruh. 2. Proses berfikir yang 2. bersifat relasional, Proses berfikir analisis. konstruksional, dan membangun suatu pola. 3. 3. Proses berfikir Proses berfikir yang mementingkan simultan, dan parallel. tata urutan secara sekuensial dan 4. Proses berfikir lintas serial. ruang, tidak terikat pada waktu 4. kini. Proses berfikir temporal, terikat pada 5. Proses berfikir yang waktu kini. bersifat visual, lintas ruang dan 5. musikal. Proses berfikir verbal, matematis, notasi musikal. Berikut disajikan berbagai perilaku dan kaitannya dengan berfikir kreatif dan kritis pada diri siswa. PERILAKU TERKAIT DENGAN ♦ Bosan dengan tugas rutin; ♦ Kreativitas. menolak membuat pekerjaan ♦ Toleransi tinggi untuk makna rumah. ganda. ♦ Tidak berminat terhadap ♦ Berfikir bebas, divergen. detail dan pekerjaan kotor. ♦ Berani ambil resiko. ♦ Membuat lelucon atau ♦ Imaginatif, sensitive. komentar pada saat tidak tepat. ♦ Menolak otoritas, tidak Motivasi
  • 48. konformistis, keras kepala. ♦ Tekun dalam bidang yang ♦ Sukar beralih pada topik diminatinya. lain. ♦ Intens dalam menghayati ♦ Emosional sensitif, perasaan dan nilai. overacting, cepat marah atau ♦ Bebas. menangis kalau ada yang salah. ♦ Kecenderungan dominasi. Berfikir kritis ♦ Sering tak setuju ide orang ♦ Dapat melihat kesenjangan antara lain atau tak setuju ide gurunya. kenyataan dan kebenaran. ♦ Kritis terhadap diri, tak ♦ Mengacu pada hal-hal yang ideal. sabar menghadapi kegagalan. ♦ Mampu menganalisis dan ♦ Kritis terhadap guru dan evaluasi. orang lain. Dengan merujuk kepada uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa: (1) Hasil belajar siswa SMP pada saat ini masih belum memuaskan; (2) Siswa harus dimotivasi agar lebih bersemangat dalam meningkatkan kemampuannya dalam hal matematika, karena matematika merupakan pengetahuan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari; (3) Agar siswa bersemangat maka pembelajaran harus menarik, dalam arti prosesnya menyenangkan dan materinya tidak terasa sulit; dan (4) Pendekatan kontekstual menyajikan hal-hal keseharian yang mudah difahami oleh siswa dan menekankan kepada keceriaan serta berorientasi kepada peningkatan kemampuan berfikir logis. Dengan demikian pendekatan kontekstual sangat cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika dan dianggap dapat meningkatkan kemampuan siswa SMP dalam menyelesaikan masalah matematika.
  • 49.
  • 50. BAB III METODE PENELITIAN A. Penelitian Tindakan Kelas Dengan melakukan penelitian ilmiah manusia mencoba mempertanyakan, menemukan, dan memanfaatkan pengetahuan yang benar. Menurut (Musnir & Gunawan, 1998/1999:12), ada tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam penelitian, yaitu: • Pendekatan positivistik, yang berupaya untuk mengkaji dan menguji pengetahuan. Bentuknya dapat berupa uji hipotesis, uji teori, uji model, uji validitas, uji reliabilitas, perbandingan efektivitas/efesiensi, dsb. • Pendekatan penelitian naturalistik, yang berupaya mencari pengetahuan dengan cara menggali pengetahuan baru dari kompleksitas suatu tatanan komunitas ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, dsb. • Pendekatan penelitian tindakan atau action research, yang merupakan pendekatan penelitian untuk menggunakan/memanfaatkan pengetahuan dalam dunia nyata. Penelitian tindakan atau action research merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam penelitian untuk memahami realita. Penelitian tindakan berpijak pada pendekatan yang yang bersifat kualitatif. Pendekatan penelitian tindakan relatif baru, ia memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendekatan penelitian konvensional yang biasa digunakan dalam penelitian kuantitatif. Pendekatan penelitian tindakan ini mulai banyak digunakan dalam berbagai profesi, termasuk dalam profesi pendidikan. Penelitian pendidikan
  • 51. memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Dalam melakukan penelitian pendidikan terhadap praktek pembelajaran di persekolahan, dapat digunakan berbagai pendekatan dan model penelitian. Salah satu model penelitian yang tepat untuk meneliti dan sekaligus memperbaiki pembelajaran di sekolah adalah model penelitian tindakan kelas (classroom action research). Pengertian Penelitian Tindakan Kelas D. Hopkins (1993:44) memberikan definisi tentang action research sebagai berikut: … a form of self-reflective inquiry undertaken by participants in a social (including educational) situation in order to improve the rationality and justice of (a) their own social or educational practices, (b) their understanding of these practices, and (c) the situations in which practices are carried out. Secara singkat penelitian tindakan menurut Hopkins dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk pengkajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan (partisipan), dalam suatu situasi sosial (termasuk pendidikan) dalam upaya untuk meningkatkan kemantapan rasional dan keadilan dari: (a) praktek sosial atau pendidikan mereka, (b) pemahaman mereka terhadap praktek tersebut, dan (c) memperbaiki kondisi dimana praktek-praktek pembelajaran tersebut dilakukan. Stringer (1996:15) mengemukakan definisi tentang action research sebagai berikut: … is a collaborative approach to inquiry or investigation that provides people with the means to take systematic action to resolve specific problems. This approach to research favors consensual and participatory procedures that enable people (a) to investigate systematically their problems and issues, (b) to formulate powerful and sophisticated accounts of their situations, and (c) to devise plans to deal with the problems at hand.
  • 52. Jadi menurut Stringer penelitian tindakan merupakan suatu pendekatan kerja sama (kolaboratif) dalam penelitian atau pengkajian yang menyediakan sarana bagi seseorang untuk melakukan tindakan sistematis dalam memecahkan masalah-masalah khusus. Pendekatan penelitian ini lebih menyenangi prosedur kesepakatan dan partisipatif yang memungkinkan orang untuk (a) meneliti masalah-masalah mereka secara sistematis, (b) merumuskan catatan situasi mereka secara berkekuatan dan canggih, dan (c) mengembangkan rencana untuk mengatasi masalah-masalah yang dekat tersebut. Dengan melihat definisi di atas, maka penelitian tindakan bukan sekedar kegiatan meneliti untuk meneliti, atau sekedar menemukan pengetahuan baru, melainkan lebih diarahkan pada tindakan praktis, yakni untuk menentukan suatu tindakan guna memecahkan masalah tertentu. Penelitian tindakan ini membantu seseorang menemukan masalahnya secara sistematis sampai kemudian membuat perencanaan untuk mengatasi masalah tersebut. Penelitian tindakan dapat diterapkan oleh para praktisi di berbagai bidang seperti praktisi pendidikan, kesehatan, pekerja sosial, pengembang ekonomi, pembangunan organisasi, dan sebagainya. Grundy dan Kemmis (Zuber-Skerritt, 1996:5) menyatakan: Action research is research into practice, by practitioners, for practitioners…In action research, all actors involved in the research process are equal participants, and must be involved in every stage of the research…The kind of involvement required is collaborative involvement. It requires a special kind of communication…which has bee described as ‘symmetrical communication’…which allows all participants to be partners of communication on equal terms…Collaborative participation in theoretical, practical and political discourse is thus a hallmark of action research and the action researcher.
  • 53. Dalam pandangan ini penelitian tindakan ditekankan sebagai sebuah kegiatan penelitian untuk keperluan praktis (terapan) yang dapat dilakukan oleh para praktisi dan untuk para praktisi. Dalam penelitian tindakan, semua aktor (pelaku) yang terlibat dalam proses penelitian adalah partisipan yang sederajat, karakteristik utamanya adalah adanya keterlibatan secara kolaboratif atau kerjasama antara yang meneliti dengan yang diteliti. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas Penelitian tindakan (action research) adalah penelitian yang berkaitan dengan manusia; dengan kata lain, penelitian yang meneliti manusia. Menurut Guba (Stringer, 1996:ix) suatu penelitian yang meneliti manusia perlu memenuhi tiga karakteristik, yaitu: desentralisasi, deregulasi, dan kerjasama dalam pelaksanaannya. Desentralisasi diartikan sebagai suatu perpindahan dari upaya untuk menemukan “kebenaran” yang tergeneralisasi ke arah suatu penekanan pada konteks lokal. Desentralisasi dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan antara hukum-hukum yang umum dengan aplikasi yang khusus. Dengan pengetahuan yang mendalam tentang konteks lokal, seseorang diharapkan dapat menemukan pemecahan terhadap masalah-masalah local. Oleh karena itu penelitian didesentralisasi pada konteks lokal. Deregulasi merupakan langkah penelitian yang mencoba lepas dari ketatnya ikatan regulasi penelitian konvensional, seperti: validitas, reliabilitas, objektivitas, dan generalisasi. Penelitian tindakan mengkaji kehidupan sosial yang tergantung pada konstruksi mental atau interpretasi mental. Penelitian tidak menemukan pengetahuan dengan mengamati alam dari satu arah, tetapi
  • 54. penelitian secara langsung diciptakan melalui interaksi antara si peneliti dengan “objek” (konstruk) yang diteliti. Kerjasama dalam pelaksanaan diartikan untuk mengindikasikan gaya penelitian dimana tidak ada perbedaan fungsi antara peneliti dengan yang diteliti. Keduanya didefinisikan sebagai partisipan yang memiliki kedudukan sama dalam menentukan pertanyaan apa yang akan ditanyakan, informasi apa yang akan dianalisis, dan bagaimana kesimpulan dan tindakan yang akan ditentukan. Prinsip Penelitian Tindakan Kelas Penelitian tindakan ini mesti berpijak atas prinsip-prinsip seperti yang diungkapkan oleh, antara lain, Stringer (1996:38): a. Prinsip-prinsip hubungan dalam penelitian tindakan, mesti: - Promote feelings of equality for all people involved (mendorong perasaan kesederajatan bagi semua orang yang terlibat); - Maintain harmony (mempertahankan keharmonisan); - Avoid conflicts, where possible (menghindari konflik jika mungkin); - Resolve conflicts that arise, openly and dialogically (menyelesaikan konflik yang muncul secara terbuka dan dialogis); - Accept people as they are, not as some people think they ought to be (menerima orang seperti apa adanya, bukan apa yang mereka pikir seharusnya); - Encourage personal, cooperative relationships, rather than impersonal, competitive, conflictual, or authoritarian relationships (mendorong hubungan pribadi dan kerja sama,
  • 55. daripada hubungan yang tak mempribadi, kompetitif, penuh pertentangan atau otoriter); - Be sensitive to people’s feelings (bersifat sentifi terhadap perasaan orang). b. Prinsip dalam komunikasi yang efektif seseorang mesti: - Listens attentively to people (mendengarkan orang dengan penuh perhatian); - Accepts and acts upon what they say (menerima dan bertindak pada apa yang mereka katakan); - Can be understood by everyone (dapat difahami oleh setiap orang); - Is truthful and sincere (jujur dan tulus); - Acts in socially and culturally appropriate ways (bertindak dalam cara yang pantas secara sosial dan budaya); - Regularly advises others about what is happening (secara teratur menasehati orang lain tentang apa yang terjadi). c. Prinsip dalam partisipasi. Pastisipasi sangat efektif bila ia: - Enables significant levels of active involvement (memungkinkan keterlibatkan secara aktif pada tingkatan yang bermakna); - Enables people to perform significant tasks (memungkinkan orang untuk melaksanakan tugas-tugas yang bermakna); - Provides support for people as they learn to act for themselves (memberikan dorongan bagi orang lain sebagaimana mereka belajar bertindak bagi diri mereka sendiri);
  • 56. - Encourages plans and activities that people are able to accomplish themselves (mendorong rencana dan kegiatan yang yang mampu dicapai oleh mereka sendiri); - Deals personally with people rather than with their representatives or agents (berhubungan dengan orang secara pribadi dari pada melalui perwakilan atau agen mereka). d. Prinsip inklusi dalam penelitian tindakan melibatkan: - Maximization of the involvement of all relevant individuals (memaksimalkan keterlibatan semua individu yang relevan); - Inclusion of all groups affected (menyatukan semua kelompok yang terpengaruhi); - Inclusion of all relevant issues—social, economic, cultural, political—rather than a focus on narrow administrative or political agendas (menyatukan semua masalah yang relevan baik sosial, ekonomi, budaya, dan politik, dari pada memfokuskan pada agenda administratif atau politik yang sempit); - Ensuring cooperation with other groups, agencies, and organizations (memastikan kerja sama dengan kelompok, agen, dan organisasi lain); - Ensuring that all relevant groups benefit from activities (memastikan bahwa semua kelompok yang relevan memperoleh keuntungan dari kegiatan). Siklus Penelitian Tindakan Kelas Penelitian tindakan memiliki langkah-langkah yang khas dan berbeda dengan penelitian konvensional. Penelitian tindakan (action research)
  • 57. memiliki langkah-langkah yang bersifat siklus (proses pengkajian berdaur), yang bergerak dari satu tahap ke tahap berikutnya, tetapi kemudian kembali pada tahap awal dengan suatu peningkatan. Daur tersebut secara sederhana digambarkan pada bagan di bawah RENCANA MERENCANAK MELAKUKAN AN TINDAKAN REFLEKSI MENGAMATI MEREFLEKSI TINDAKAN/OBSERVASI Dengan mengadaptasi model Hopkin, Tim PGSM (199:7) menggambarkan siklus penelitian tindakan kelas dalam bentuk spiral, seperti REVISI berikut: RENCANA REFLEKSI TINDAKAN/OBSERVASI REVISI RENCANA REFLEKSI TINDAKAN/OBSERVASI REVISI
  • 58. Sementara itu Stringer (1996:16) mengemukakan langkah-langkah pokok dalam siklus penelitian tindakan sebagai berikut: Look : - Gather relevant information (gather data) - Build a picture: Describe the situation (define and describe) Think : - Explore and analyzes: What is happening here? (hypothesize) - Interpret and explain: How/why are things as they are? (theorize) Act : - Plan (report) - Implement - Evaluate Langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas Langkah-langkah pelaksanaan penelitian tindakan secara terinci (Musnir dan Gunawan,1998/1999). a. Mencari masalah penelitian. b. Memilih masalah penelitian. c. Mempertajam masalah penelitian. d. Mengembangkan rancangan pemecahan masalah putaran pertama.
  • 59. e. Melaksanakan pemecaham masalah putaran pertama. f. Mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah putaran pertama. g. Merevisi rancangan pemecahan masalah putaran pertama atau mengembangkan rancangan pemecahan masalah putaran kedua. h. Melaksanakan pemecahan masalah putaran kedua. i. Mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah putaran kedua. j. Merevisi rancangan pemecahan masalah putaran ketiga atau mengembangkan rancangan pemecahan masalah putaran ketiga. k. Melaksanakan pemecahan masalah putaran ke-n. l. Mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah putaran ke-n. m. Merevisi rancangan pemecahan masalah putaran ke-n atau mengembangkan rancangan pemecahan masalah putaran ke-n+1. n. Melaksanakan pemecahan masalah putaran ke-n+1. o. Mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah putaran ke-n+1. p. Membuat laporan hasil pemecahan masalah. Rencana Penelitian Tindakan Kelas a. Setting penelitian dan karakteristik subjek penelitian. b. Variabel yang diselidiki. c. Rencana tindakan. d. Data dan cara pengumpulannya. e. Indikator kinerja. f. Tim peneliti dan tugasnya. B. Variabel Penelitian
  • 60. Penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Menurut Sugiono (2007:1), penelitian ilmiah didasarkan pada cirri-ciri keilmuan yaitu, rasional, empiriss dan sistematis. Penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan hubungan antara fakta yang satu dengan fakta lainnya. Salah satu bentuk hubungan dalam menjelaskan mengapa sesuatu ada atau terjadi, adalah hubungan kasual. Namun di sini perlu kiranya jenis-jenis variabel dan hubungan antar variabel. 1. Hakikat Variabel dan Atribut Variabel (nampak dari kata vary dan able) berarti "bisa beragam." Artinya, variabel adalah konsep yang memiliki keragaman nilai. Variabel adalah pengelompokan logis atribut-atribut, sebagai contoh: laki- laki dan perempuan adalah atribut, sedangkan jenis kelamin atau gender adalah variabel. Atribut adalah ciri-ciri atau kualitas yang memaparkan suatu obyek - dalam hal ini seseorang, misalnya: perempuan, berkebangsaan Timur, terasing, konservatif, tak jujur, cerdas, petani, dan sebagainya. 2. Jenis-jenis Variabel a. variabel diskrit (discrete variable). b. variabel bersambungan (continuous variable). Jenis Variabel Diperoleh dari kegiatan Contoh DISKRIT MENGHITUNG Jumlah anak, jumlah sepeda motor, jumlah … BERSAMBUNGAN MENGUKUR Tinggi badan, bobot badan, jarak rumah dengan tempat
  • 61. kerja, dsb. 3. Sifat Variabel a. Variabel Dependen (bebas) atau vriabel yang tidak terpengaruh, disebut juga varibel peubah. b. Variabel Independen atau variabel yang terpengaruh dan dapat mengalami perubahan Dalam Penelitian Tindakan Kelas ini ditetapkan variabel-variabel: Variabel dependen adalah: Pembelajaran Kontekstual Variabel Independen adalah: Kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan masalah matematika C. Definisi Operasional 1. Prestasi Belajar Prestasi diterjemahkan dari kata achievement yang berarti hasil yang telah dicapai. Prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai melalui belajar. Menurut Syaodih (2004:78) prestai belajar ada 10 yaitu: pengetahuan, pemahaman, keterampilan berpikir, keterampiln umum, penyesuaian diri, sikap, nilai, minat dan apresiasi. Masih ada banyak definisi dan uraian aspek- aspeknya mengenai prestasi belajar, akan tetapi pada intinya prestasi belajar yang terpenting adalah kecerdasan komprehensif. Tugas utama manusia adalah menyelesaikan masalah, menurut Zohar (2004): dalam melahirkan solusi, kontribusi kecerdasan spiritual dan emosional adalah 80 % dan kecerdasan intelektual 20 %. Membina kecerdasan perlu memadukan neurocortex-otak kiri (kecerdasan rasional/intelektual) dengan system limbic- otak kanan (kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional).
  • 62. 2. Pemecahan Masalah Sebagaimana disebut di atas, bahwa tugas manusia adalah melakukan pemecahan masalah. Suatu masalah adalah suatu situasi yang dirasakan adanya sejumlah informasi yang hilang (ada kesenjangan). Pemecahan masalah meliputi mencari pola – pola membuat prediksi, dan pengujian prediksi . Penyelesaian Masalah dilakukan ilmiah (Scientific Problem Solving) atau dengan menggunakan intuisi secara kreatif (Creative Problem Solving). Dalam konteks matematika Pemecahan Masalah adalah penyelesaian persoalan-persoalan matematika dengan dengan menggunakan ukuran atau data yang telah lebih dulu ditemukan atau dibuktikan. Dengan bekal data awal maka diterapkan rumus yang berkaitan sehingga dapat ditemukan solusi atau pemecahannya. 3. Pembelajaran Kontekstual Menurut Dania (2006), Pembelajaran Kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka. Hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa karena proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Guru matematika idelanya mengambil peran sebagai mediator, bukan menyuapi siswa. Di dalam kelas guru adalah instrumen pembelajaran yang utama, bukan sebagai pengantar materi semata ataupun penyaji utama pelajaran.
  • 63. D. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan datanya dilakukan dengan cara : 1. Riset kepustakaan, yaitu pengumpulan data referensi-referensi tertulis, meliputi buku-buku tentang pendidikan, pembelajaran, perkembangan siswa, matematika dan dokumen tertulis yang berkaitan dengan topik penelitian. 2. Pengamatan terlibat (participant observation) yaitu pengamatan langsung pada obyek penelitian tanpa intervensi eksistensinya dan terjadi interaksi antara peneliti dan yang diteliti. 3. Wawancara terbuka (open interview) dan mendalam, langkah ini dilakukan untuk memperoleh jawaban yang tidak dibatasi dari informan. Interview merupakan proses interaksi antara pewawancara dan responden. 4. Pengujian prestasi belajar melalui tes berkaitan dengan pokok bahasan mata pelajaran matematika. 5. Kuisioner, yaitu serangkaian pertanyaan tertulis yang disebarkan kepada siswa untuk mengumpulkan respon atas proses peneliti.
  • 64. BAB IV HASIL PENELITIAN TINDAKAN KELAS A. Gambaran Penelitian 1. Perencanaan Penelitian dilakukan di kelas VIII I SMP Negeri I Cicalengka. Materi pembelajaran luas permukaan bangun ruang kelas VIII semester genap tahun pelajaran 2008 – 2009. Materi termaksud meliputi luas permukaan kubus, balok, limas dan prisma. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan selama bulan Mei 2008, sebanyak tiga siklus ditambah siklus untuk pos tes. Pelaksanaan penelitian melibatkan guru dan kepala sekolah terutama dalam pelaksanaan pengamatan dan refleksi selama penelitian. Siklus pertama merupakan penjajagan melalui test prasyarat dan membangun dinamika kelompok. Sesi ini untuk mengondisikan siswa agar siap mengikuti pembelajaran yang menekankan keperansertaan siswa. Siklus kedua diawali dengan apersepsi mengenai materi pelajaran bidang datar, khususnya persegi dan empat persegi panjang. Selanjutnya dilakukan proses pembelajaran mengenai bangun ruang kubus dan balok. Setelah proses pembelajaran diberikan tes yang langsung dianalisis. Siklus ketiga diawali dengan apersepsi mengenai materi pelajaran bidang datar, khususnya segitiga siku-siku, segitiga sama sisi dan segitiga sama kaki. Selanjutnya dilakukan proses pembelajaran mengenai bangun ruang Limas dan Prisma. Setelah proses pembelajaran diberikan tes. Setelah dilaksanakan ketiga siklus di atas kemudian diberikan post tes pada waktu tersendiri
  • 65. 2. Tindakan Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika melalui pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika. 3. Pengamatan Dilaksanakan bersamaan dengan proses pembelajaran. pengamatan tersebut meliputi kegiatan guru dan siswa; pengembangan materi pembelajaran dan capaian hasil belajar siswa. Pengamatan dilakukan oleh peneliti, guru pamong, wali kelas dan yang ditugasi oleh PKS bidang kurikulum. Pengamatan dilakukan terhadap proses pembelajaran serta perilaku guru peneliti dan siswa selama pembelajaran berlangsung. 4. Refleksi Proses pembelajaran, hasil tes dan capaian hasil belajar pada umumnya dianalisis untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi sekaligus mengukur peningkatan kemampuan siswa. Hasil analisis sekaligus dijadikan bahan pertimbangan untuk menyusun rencana perbaikan siklus berikutnya. 5. Diskusi Dalam upaya mengidentifikasi masalah dan menghimpun gagasan perbaikan yang lebih tepat, peneliti melakukan diskusi dengan guru pamong, wali kelas dan PKS Bidang Kurikulum. B. Penjelasan Siklus Pertama
  • 66. Sebagaimana disebutkan di atas, siklus pertama merupakan penjajagan maka pada siklus pertama ini dilasksanakan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut: 1. Pembukaan Setelah mengajak siswa membaca basmalah untuk memulai pembelajaran, peneliti memperkenalkan diri sebagai guru yang akan membimbing pembelajaran bangun ruang selama empat kali pertemuan. Selanjutnya kepada siswa disampaikan pertanyaan, Berapa enam kali delapan (6X8)? Hampir seluruh siswa berteriak menyebutkan empat puluh delapan dengan keras. Kemudian disampaikan pertanyaan kedua, mengapa enam kali delapan sama dengan empat puluh delapan? Kali ini semua siswa bungkam. Lima belas detik pertama hening kemudian terjadi saling bisik diantara siswa selama lebih dari satu menit. Kemudian seorang siswa mengangkat tangan. Ketika dipersilahkan, ia menjawab karena aturannya begitu. Kepada siswa yang lain ditanyakan apakah setuju dengan jawaban tersebut, ada sebagian siswa. Seorang siswa menyampaikan pendapatnya: karena enam nya ada delapan jadi kalau dijumlahkan ada empat puluh delapan. Kepada siswa dijelaskan, bahwa siswa yang menjawab pertanyaan, lebih memiliki tingkat keberanian yang lebih tinggi. Menjawab dengan mengemukakan alasannya lebih baik. Pendahuluan tersebut menghabiskan waktu 5 menit 2. Test Prasyarat Siswa mengerjakan tes prasyarat sebanyak 5 soal selama 10 menit. Materi tes mengenai Persegi, persegi panjang, segitiga siku-siku, segitiga
  • 67. sama kaki dan segitiga sama sisi. Tes prasyarat dilakukan untuk mengetahui sejauh mana siswa menguasai kemampuan menyelesaikan penghitungan keliling dan luas bangun datar dua dimensi. Untuk menguasai bangun ruang tiga dimensi, siswa terlebih dulu harus menguasai bangun datar. 3. Simulasi Pengakraban Untuk lebih mengakrabkan antara siswa dengan guru dan di antara sesama siswa, dilakukan proses perkenalan melalui simulasi: a. Siswa diminta ke teras kemudian membagi diri menjadi dua kelompok besar. Semua siswa, 48 orang hadir sehingga satu kelompok 24 orang. b. Kedua kelompok diminta berjajar berhadap-hadapan, satu baris membelakangi jendela satu lagi membelakangi halaman kelas. Waktu yang terpakai dari keluar hingga berjejer dengan rapih selama 5 menit. c. Selanjutnya siswa diminta berjejer dari kanan ke kiri secara alfabetis, menurut huruf pertama nama panggilan. Waktu yang terpakai 4 menit. d. Setelah berjejer rapih kemudian diverifikasi apakah posisinya benar? Ternyata masih belum selaras karena yang huruf awalnya sama lebih dari seorang dan urutan menurut huruf kedua belum tersusun. e. Peserta mengatur kembali posisinya hingga benar-benar rapih. Waktu yang terpakai 3 menit. f. Setelah kedua barisan tersusun rapih, siswa diminta mengubah barisan, kali ini yang paling kanan yang lebih dulu di lahirkan. g. Seperti halnya pada cara berjejer pertama, terjadi revisi posisi dua kali pada susunan barisan kedua. Waktu yang terpakai sampai barisan benar-benar rapih adalah 6 menit.
  • 68. h. Setelah barisan rapih, siswa diminta berjejer berdasarkan tinggi badan. Kali ini siswa mengatur barisan dengan lebih cepat, hanya 3 menit. i. Setelah rapih siswa diminta membentuk kelompok. 4. Pembagian kelompok a. Setiap barisan selanjutnya diminta membagi diri menjadi empat kelompok, satu kelompok enam orang. Anggotanya terserah selera masing-masing. Pembentukan kelompok memerlukan waktu lebih dari 10 menit, karena rebutan anggota. b. Setelah terbentuk delapan kelompok, siswa dipersilahkan masuk kembali ke dalam kelas dan duduk menurut kelompoknya masing- masing. Dilihat dari jenis kelamin, satu kelompok anggotanya laki-laki semua, dua kelompok perempuan semua, lima kelompok campuran laki-laki dan perempuan. c. Siswa kemudian diminta menetapkan pemimpin kelompok dan memberi nama kelompoknya masing-masing. Nama kelompok bebas. d. Setelah 5 menit nama kelompok dan pemimpin masing-masing kelompok semuanya selesai ditetapkan. Nama dan anggota kelompok dipresentasikan pada tabel di bawah ini: Tabel 4.1 Deskripsi Kelompok (satu kelompok enam siswa) Nama Jumlah Warga Ketua Yel Kelompok Lk Pr Kelompok Motto Naruto 6 0 Laki-laki Narrrutto, Hebat Euy!