Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Makalah fiqh jinayah
1. BAB I
PENDAHULUAN
Pada masa jahiliyah sebelum islam, orang-orang Arab selalu cenderung untuk
membalas dendam bahkan terhadap hal yang telah dilakukan beberapa abad
sebelumnya. Kalau seorang anggota keluarga atau suku mereka dibunuh oleh anggota
dari keluarga yang lain, maka pembalasan dilakukan dengan membunuh orang yang
tidak berdosa dari keluarga musuhnya. Sehingga rantai reaksi yang telah dimulai tak
akan berakhir selama beberapa turunan. Ada suatu peristiwa masyhur yang tercatat
dalam buku-buku sejarah bahwa seorang lelaki tua, di pembaringannya menjelang
ajal, memanggil semua anak lelakinya mendekat ke sisinya lalu memperingatkan
mereka “Aku akan mati tetapi aku belum menuntut balas dari beberapa suku tertentu.
Jika kalian menginginkan agar aku memperoleh kedamaian setelah mati, maka
balaslah dendam atas namaku”.
Kecintaan yang mereka miliki hanyalah bagi kehidupan keluarga mereka
sendiri. Mereka biasa menuntut nyawa seseorang lelaki yang berkedudukan sama
keluarga pembunuh. Berkali-kali darah tersimbah dan nyawa beratus-ratus orang
akan terenggut demi kehidupan satu orang pribadi. Bila yang terbunuh berasal dari
kedudukan yang lebih tinggi, maka bukan hanya menuntut si pembunuh melainkan
mereka juga akan memaksa menuntut nyawa semua orang tak berdosa yang
berkedudukan tinggi dari keluarganya.1
1
Abdur Rahman I Doi, Tinda Pidana Dalam Syariat Islam, Cet I, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992),
h. 24
1
2. BAB II
PEMBAHASAN
A. Jarimah Qishash dan Diat
Secara harfiah qishash berasal dari kata “Qaseha” yang berarti memotong atau
membalas. Qishash dalam hukum pidana Islam adalah pembalasan setimpal yang
dikenakan kepada pelaku pidana sebagai sanksi atas perbuatannya. Lain halnya diat.
Diat artinya denda dalam bentuk benda atau harta, sesuai ketentuan, yang harus
dibayar oleh pelaku pidana kepada pihak korban, sebagai sanksi atas pelanggaran
yang dilakukan.2 Jadi jarimah qishash dan diat adalah jarimah yang diancam dengan
hukuman qishash dan diat. Baik qishash maupun diat kedua-duanya adalah hukuman
yang sudah ditentukan oleh syara’. Perbedaannya dengan hukuman had adalah bahwa
hukuman had merupakan hak Allah (hak masyarakat), sedangkan qishash dan diat
merupakan hak manusia (hak individu). Di samping itu, perbedaan yang lain adalah
karena hukuman qishash dan diat merupakan hak manusia maka hukuman tersebut
bisa dimaafkan atau digugurkan.3
1. Pelaksanaan hukuman qishash
Qishash dilaksanakan pada saat seseorang sudah terbukti melakukan
pembunuhan dengan sengaja dan mendapat persetujuan dari keluarga korban. Adapun
orang yang berhak menuntut dan memaafkan qishas menurut Imam Malik adalah ahli
waris ashabah bi nafsih, orang yang paling dekat dengan korban itulah yang berhak.
Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad orang yang berhak itu
adalah seluruh ahli waris, laki-laki maupun perempuan.
Untuk jelasnya perbedaan kedua teori ini dapat digambarkan pada contoh
berikut: Apabila ada ahli waris yang sudah dewasa dan yang masih kecil, maka
2
Zainuddin Ali, Hukum Islam (Pengantar Hukum Islam di Indonesia), cet II, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2008), h. 125
3
Ahmad Wardi Muclich, Hukum Pidana Islam, cet II, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. xi
2
3. menurut teori pertama ahli waris yang dewasa itu punya hak yang sempurna tidak
usah menunggu balighnya ahli waris yang masih kecil, sedangkan menurut teori
kedua ahli waris yang telah dewasa harus menunggu balighnya ahli waris yang masih
kecil untuk kemudian dimusyawarahkan untuk menuntut atau memaafkan qishash,
karena hak qishash adalah hak bersama.4
Apabila korban tidak memiliki wali, maka disepakati ulama bahwa sulthan
menggantikan kedudukan walinya.
2. Hapusnya Hukuman Qishash
Hukuman qishash dapat hapus karena hal-hal berikut:
a) Hilangnya tempat untuk diqishash
b) Pemaafan
c) Perdamaian
d) Diwariskan hak qishash.
3. Ketentuan Diat
Diat dalam pembunuhan sengaja itu bukan hukuman pokok, melainkan hukuman
pengganti dari qishash bila qishash itu tidak dapat dilaksanakan atau dihapus dengan
sebab-sebab yang telah disebutkan tadi.
Waktu pembayaran menurut Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad harus
dengan segera dan tidak boleh diakhirkan, karena diat pada pembunuhan sengaja itu
pengganti qishash dan qishash tidak boleh diakhirkan. Disamping itu diakhirkannya
qishash atau diat itu berarti suatu keringanan bagi si pembunuh, sedangkan pembunuh
sengaja itu tidak berhak mendapat keringanan.5
4
A. Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menaggulingi Kejahatan Dalam Islam), cet II, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 1997), h. 150-151
5
A. Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menaggulingi Kejahatan Dalam Islam),h. 158
3
4. Dasar hukum tentang diberlakukannya qishash dan diat terdapat dalam Al-
Qur’an, di antaranya sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan
orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan
hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu
pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara
yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi
ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari
Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu,
Maka baginya siksa yang sangat pedih.” (QS. Al-Baqarah: 178)
“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya
jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga
dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishashnya. Barangsiapa
4
5. yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa
baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan
Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (QS. Al- Maidah: 45)
Ada pun yang termasuk dalam jarimah qishash dan diat adalah pembunuhan dan
penganiayaan seperti yang tercantum dalam surah Al-Baqarah ayat 178 di atas.
B. Pembunuhan
Dalam bahasa Arab, pembunuhan disebut berasal dari kata yang
sinonimnya yang berarti mematikan.6
Pembunuhan dalam bahasa Indonesia diartikan dengan proses, perbuatan, atau
cara membunuh.
Sedangkan menurut istilah pembunuhan adalah suatu aktivitas yang dilakukan
oleh seseorang atau beberapa orang yang mengakibatkan seseorang atau beberapa
orang meninggal dunia.7
Pembunuhan secara garis besar dapat dibagi kepada dua bagian sebagai berikut.
1. Pembunuhan yang dilarang, yaitu pembunuhan yang dilakukan dengan
melawan hukum.
2. Pembunuhan dengan hak, yaitu pembunuhan yang dilakukan dengan tidak
melawan hukum, seperti membunuh orang murtad, atau pembunuhan oleh
seorang algojo yang diberi tugas melaksanakan hukuman mati.
Pembunuhan yang dilarang dapat dibagi menjadi kepada beberapa bagian. Dalam
hal ini terdapat perbedaan pendapat sebagai berikut.
1) Menururt Imam Malik, pembunuhan dibagi kepada dua bagian, yaitu:
a. Pembunuhan sengaja, dan
b. Pembunuhan karena kesalahan.
2) Menurut jumhur fuqaha, pembunuhan dibagi kepada tiga bagian, yaitu:
6
Ahmad Wardi Muclich, Hukum Pidana Islam, h. 136
7
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, cet. I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 24
5
6. a. Pembunuhan sengaja,
b. Pembunuhan menyerupai sengaja, dan
c. Pembunuhan tidak sengaja atau karena kesalahan.8
Sebenarnya masih ada pendapat lain yang membagi pembunuhan kepada empat
dan lima bagian, namun apabila diperhatikan, pembagian tersebut hanyalah
pengembangan dari pembagian yang dikemukakan oleh jumhur fuqaha. Oleh karena
itu dalam pembahasan selanjutnya kami pemakalah akan mengikuti pendapat
jumhurulama tersebut.
1) Pembunuhan Sengaja
Pembunuhan sengaja (amd) adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang
dengan tujuan untuk membunuh orang lain dengan menggunakan alat yang
dipandang layak untuk membunuh.9
Menurut Abdul Qadir Audah pembunuhan sengaja adalah suatu pembunuhan di
mana perbuatan yang menghilangkan nyawa disertai dengan niat untuk membunuh
korban.10
Dari definisi di atas, dapat diketahui bahwa unsur-unsur pembunuhan sengaja
terbagi menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut.11
a. Korban yang dibunuh adalah manusia yang hidup
Salah satu unsur dari pembunuhan sengaja adalah korban harus berupa
manusia yang hidup. Dengan demikian apabiala korban bukan manusia atau
manusia yang ia sudah meninggal lebih dahulu maka pelaku bisa dibebaskan dari
hukuman qishash atau dari hukuman-hukuman yang lain. Akan tetapi, apabila
seseorang dibunuh pada saat dalam keadaan sekarat maka pelaku dikenakan
hukuman, karena orang yang dalam keadaan sekarat termasuk masih hidup.
b. Kematian adalah hasil dari perbuatan pelaku
8
Abd Al-Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islamiy, Juz II, (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1989), h. 6
9
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, h. 24
10
Abd Al-Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islamiy, h. 7
11
Ahmad Wardi Muclich, Hukum Pidana Islam, h. 140
6
7. Antara perbuatan dan kematian terdapat hubungan sebab akibat. Yaitu bahwa
kematian yang terjadi merupakan akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh
pelaku. Apabila hubungan tersebut terputus , artinya kematian disebabkan oleh
hal lain, maka pelaku dianggap sebagai pembunuh sengaja.
Jenis perbuatan yang dilakukan oleh pelaku bisa bermacam-macam, seperti
pemukulan, penembakan, penusukan, pembakaran, peracunan, dan sebagainya.
Sedangkan alat yang digunakan adalah alat yang pada umumnya bisa mematikan.
c. Pelaku tersebut menghendaki kematian
Pembunuhan dianggap sebagai pembunuhan sengaja apabila dalam diri
pelaku terdapat niat untuk membunuh korban, bukan hanya kesengajaan dalam
perbuatannya saja. Niat untuk membunuh inilah yang membedakan antara
pembunuhan sengaja dengan pembunuhan menyerupai sengaja. Pendapat ini
dikemukakan oleh para jumhur fuqaha.
Pembunuhan sengaja dalam syari’at Islam diancam dengan beberapa macam
hukuman, sebagian merupakan hukuman pokok dan pengganti, dan sebagian lagi
merupakan hukum tambahan. Hukuman pokok untuk pembunuhan sengaja
adalah qishash dan kifarat, sedangkan penggantinya adalah diat dan ta’zir.
Adapun hukuman tambahannya adalah penghapusan hak waris dan hak wasiat.
Adapun dasar yang menyebutkan hukuman bagi pembunuh sengaja
tercantum dalam surah Al-Baqarah ayat 178-179, Al-Maidah ayat 45, dan hadits
Nabi SAW yang berbunyi.
“Dari Ibn Abbas ra. Ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW.: “…dan
barang siapa dibunuh dengan sengaja maka ia berhak untuk menuntut
qishash…” (HR. Abu Dawud, An-Nasa’I, dan Ibn Majah dengan sanad yang
kuat)
Hukuman qishash tidak dapat dilaksanakan apabila syarat-syaratnya tidak
terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi syarat-syarat untuk pelaku
7
8. (pembunuh), dan korban (yang dibunuh). Syarat-syarat tersebut adalah sebagai
berikut.12
a. Syarat-syarat pelaku (pembunuh)
1. Pelaku orang mukallaf, yaitu balig dan berakal
2. Pelaku melakukan pembunuhan dengan sengaja
3. Pelaku harus orang yang mempunyai kebebasan (tidak dipaksa)
b. Syarat-syarat untuk korban (yang dibunuh)
1. Korban harus orang yang ma’shum ad-dam. Artinya, ia (korban) adalah
orang yang dijamin keselamatannya oleh Negara Islam.
2. Korban bukan bagian dari pelaku. Artinya. Keduanya tidak ada
hubungan. Contohnya bapak dan anak, berdasarkan hadits nabi SAW.,
“Tidaklah diqoshash orang tua karena membunuh anaknya.”
3. Jumhur ulama hanafiyah mensyaratkan, hendaknya korban seimbang
dengan pelaku. Dasar keseimbangan dalam hal ini adalah Islam dan
merdeka.
2) Pembunuhan Menyerupai Sengaja
Pembunuhan seperti sengaja adalah perbuatan yang sengaja dilakukan oleh
seseorang kepada orang lain dengan tujuan mendidik. Sebagai contoh: seorang guru
memukulkan penggaris kepada kaki seorang muridnya, tiba-tiba muridnya yang
dipukul itu meninggal dunia, maka perbuatan guru tersebut dinyatakan sebagai
pembunuhan menyerupai sengaja.13
Ada tiga unsur dalam pembunuhan menyerupai/semi sengaja:14
a. Pelaku melakukan suatu perbuatan yang mengakibatkan kematian
12
Ahmad Wardi Muclich, Hukum Pidana Islam, h. 151-152
13
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, h. 24
14
A. Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menaggulingi Kejahatan Dalam Islam),h. 132
8
9. Perbuatan yang mengakibatkan kematian itu tidak ditentukan bentuknya,
dapat berupa pemukulan, pelukan, penusukan, dan sebagainya. Disyaratkan
korban adalah orang yang tepelihara darahnya.
b. Ada maksud penganiayaan atau permusuhan
Persyaratan kesengajaan pelaku melakukan perbuatan yang mengakibatkan
dengan tidak ada niat membunuh korban adalah satu-satunya perbedaan antara
pembunuhan sengaja dengan pembunuhan menyerupai sengaja. Dalam
pembunuhan sengaja pelaku, si pelaku memang sengaja melakukan perbuatan
yang mengakibatkan kematian, sedangkan dalam pembunuhan menyerupai
sengaja, pelaku tidak bermaksud melakukan pembunuhan, sekalipun ia
melakukan penganiayaan.
c. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan pelaku dengan korban kematian
Disyaratkan adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan penganiayaan,
yaitu penganiayaan itu menyebabkan kematian korban secara langsung atau
merupakan sebab yang membawa kematiannya. Jadi, tidak dibedakan antara
kematian korban itu seketika dengan kematian yang tidak terjadi seketika dengan
kematian yang tidak terjadi seketika. Apabila tidak ada hubungan sebab akibat
antara perbuatan dengan kematian, maka si pelaku hanya bertanggung jawab atas
pelukaan atau penganiayaan lainnya.
Pembunuhan menyerupai sengaja dalam hukum Islam diancam dengan beberapa
hukuman, sebagian hukuman pokok dan pengganti, dan sebagian lagi hukuman
tambahan. Hukuman pokok untuk tindak pidana pembunuhan menyerupai sengaja
ada dua macam, yaitu diat dan kifarat. Sedangkan hukuman pengganti yaitu ta’zir.
Hukuman tambahan yaitu pencabutan hak waris dan wasiat.
3) Pembunuhan Tidak Sengaja (Karena Kesalahan)
9
10. Pembunuhan tidak sengaja (khata) adalah perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang dengan tidak ada unsur kesengajaan yang mengakibatkan orang lain
meninggal dunia. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa seseorang melakukan
penebangan pohon yang kemudian pohon yang ditebang itu, tiba-tiba tumbang dan
menimpa orang yang lewat lalu meninggal dunia.15
Ada tiga unsur dalam pembunuhan tidak sengaja atau karena kesalahan:
a. Adanya perbuatan yang menyebabkan kematian
Perbuatan yang menyebabkan kematian itu disyaratkan tidak sengaja
dilakukan oleh pelaku atau karena kelalaiannya. Akan tetapi, tidak
disyaratkan macam perbuatannya, boleh jadi dengan menyalakan api di
pinggir rumah orang lain, membuat lubang di pinggir jalan, melempar batu
ke jalan dan sebagainya.
Berkenaan dengan pembunuhan kesalahan, juga berlaku prinsip-prinsip
pembunuhan sengaja. Misalnya; perbuatan langsung, perbuatan tidak
langsung, pembunuhan massal.
b. Terjadinya perbuatan itu karena kesalahan
Pada prinsipnya, kesalahan itu merupakan perbedaan yang principal
antara pembunuhan kesalahan dengan pembunuhan lainnya.
Tidak ada sanksi terhadap orang yang melakukan kesalahan. Sanksi
hanya dijatuhkan, jika memang menimbulkan kemadharatan bagi orang lain.
Ukuran kesalahan dalam syariat islam adalah adanya kelalaian atau kurang
hati-hati atau merasa tidak akan terjadi apa-apa. Dengan demikian, kesalahan
tersebut dapat terjadi karena kelalaian dan mengakibatkan kemadharatan
atau kematian orang lain.
c. Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan kesalahan dengan
kematian korban
15
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, cet. I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 24
10
11. Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan kesalahan dengan
kematian, artinya kematian korban merupakan akibat dari kesalahan pelaku.
Dengan kata lain, kesalahan pelaku itu menjadi sebab bagi kematian korban.
Pembunuhan karena kesalahan, sebagaimana telah dijelaskan adalah suatu
pembunuhan di mana pelaku sama sekali tidak berniat melakukan pemukulan apalagi
pembunuhan, tetapi pembunuhan tersebut terjadi karena kelalaian atau kurang hati-
hatinya pelaku. Hukuman untuk pembunuhan karena kesalahan ini sama dengan
hukuman untuk pembunuhan menyerupai sengaja, yaitu:
1. Hukuman pokok, yaitu diat dan kafarat
2. Hukuman tambahan, yaitu penghapusan hak waris dan wasiat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Secara harfiah qishash berasal dari kata “Qaseha” yang berarti memotong atau
membalas. Qishash dalam hukum pidana Islam adalah pembalasan setimpal yang
dikenakan kepada pelaku pidana sebagai sanksi atas perbuatannya. Lain halnya diat.
Diat artinya denda dalam bentuk benda atau harta, sesuai ketentuan, yang harus
11
12. dibayar oleh pelaku pidana kepada pihak korban, sebagai sanksi atas pelanggaran
yang dilakukan.
Qishash dilaksanakan pada saat seseorang sudah terbukti melakukan
pembunuhan dengan sengaja dan mendapat persetujuan dari keluarga korban. Adapun
orang yang berhak menuntut dan memaafkan qishas menurut Imam Malik adalah ahli
waris ashabah bi nafsih, orang yang paling dekat dengan korban itulah yang berhak.
Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad orang yang berhak itu
adalah seluruh ahli waris, laki-laki maupun perempuan.
Hukuman qishash dapat hapus karena hal-hal berikut:
a) Hilangnya tempat untuk diqishash
b) Pemaafan
c) Perdamaian
d) Diwariskan hak qishash.
Adapun diat dalam pembunuhan sengaja itu bukan hukuman pokok, melainkan
hukuman pengganti dari qishash bila qishash itu tidak dapat dilaksanakan atau
dihapus dengan sebab-sebab yang telah disebutkan di atas.
Dalam bahasa Arab, pembunuhan disebut berasal dari kata yang
sinonimnya yang berarti mematikan.16
Pembunuhan dalam bahasa Indonesia diartikan dengan proses, perbuatan, atau
cara membunuh.
Sedangkan menurut istilah pembunuhan adalah suatu aktivitas yang dilakukan
oleh seseorang atau beberapa orang yang mengakibatkan seseorang atau beberapa
orang meninggal dunia.
Pembunuhan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
a. Pembunuhan secara sengaja
16
Ahmad Wardi Muclich, Hukum Pidana Islam, h. 136
12
13. Pembunuhan sengaja (amd) adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang
dengan tujuan untuk membunuh orang lain dengan menggunakan alat yang
dipandang layak untuk membunuh
b. Pembunuhan menyerupai sengaja
Pembunuhan seperti sengaja adalah perbuatan yang sengaja dilakukan oleh
seseorang kepada orang lain dengan tujuan mendidik. Sebagai contoh:
seorang guru memukulkan penggaris kepada kaki seorang muridnya, tiba-tiba
muridnya yang dipukul itu meninggal dunia, maka perbuatan guru tersebut
dinyatakan sebagai pembunuhan menyerupai sengaja.
c. Pembunuhan tidak sengaja
Pembunuhan tidak sengaja (khata) adalah perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang dengan tidak ada unsur kesengajaan yang mengakibatkan orang
lain meninggal dunia. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa seseorang
melakukan penebangan pohon yang kemudian pohon yang ditebang itu, tiba-
tiba tumbang dan menimpa orang yang lewat lalu meninggal dunia.
13