1. KEPEMIMPINAN SPIRITUAL dan SPIRITUALITAS PEMIMPIN
Pemimpin-pemimpin sejati menggerakkan kita. Mereka mencipta keadaan, suasana dan
semangat. Kita merasakan impian kita bertumbuh dan dipertajam. Pemimpin-pemimpin itu
membuat potensi atau hal-hal yang baik dari diri kita muncul ke permukaan. Dalam bahasa yang
lebih ilmiah, kita menyebutkan bahwa pemimpin merumuskan visi bersama, menggerakkan orang
bersamanya dan menghasilkan transformasi baik pada dirinya dan orang lain. Ketiga hal itulah
yang membedakan seorang pemimpin sejati dari pemimpin kebetulan atau seorang pengelola
serta birokrat saja
Dari para pemimpin sejati yang kini bekerja keras didapatkan bahwa mereka berhasil
menggerakkan orang bersamanya dan menghasilkan transformasi karena mereka menerima
kepercayaan dari banyak pihak, terutama dari mereka yang mengikutinya. Hal inilah yang dapat
kita garis bawahi. Pekerjaan besar utama seorang pemimpin sejati adalah mendapatkan
kepercayaan dari mereka yang ada disekitarnya.
Bagaimana dengan di gereja? Bagaimana kepercayaan diperoleh? Jawabnya, adalah dengan
menjadi pemimpin spiritual, karena gereja sendiri pada inti urusannya yang terdalam adalah
suatu komunitas spiritual. Jadi bila pemimpin diikuti orang karena kepandaiannya,gelarnya, atau
pesonanya serta bukan karena kulitas pengabdian dan spiritualitasnya, maka ada sesuatu hal yang
secara serius sudah salah.
Bagaimana sosok kepemimpinan spiritual.
Pertama, seorang pemimpin spiritual bukanlah seorang manajer atau pengelola saja. Dalam
pelayanan di gereja atau lembaga-lembaganya, kotbah, KKR, konseling, rapat dan pelawatan
serta pembinan dapat menjadi aktifitas yang memang penting dan bagus. Namun, hal tadi bisa
juga hanya menjadi “tugas atau kegiatan,” bagi seseorang karena ia sudah menjadi pengelola saja.
Seorang pemimpin spiritual tidak hanya mengelola aktifitas-aktifitas yang “semoga”
meningkatkan spiritualitas orang. Seorang pemimpin spiritual adalah seorang yang menjadi
2. teladan dalam perjalanan spiritual, yaitu dalam penggalian makna, dalam kebergantungan pada
Tuhan, dalam transformasi dirinya menuju gambaran Kristus (Roma 8:29), serta dalam
keberaniannya menempuh langkah-langkah yang beresiko. Hal tadi terlihat dalam pemeliharaan
hidup imannya melalui retreat pribadi, doa, perenungan dan sebagainya serta melalui perwujudan
keperdulian dan kasih pada sesamanya.
Jadi ia melakukan segala kegiatan pelayanan di atas dengan kualitas serupa itu, maka setiap
kegiatan benar-benar akan memiliki bobot spiritual. Ia melayani KerajaanNya bagaikan seorang
yang sedang menghitung berlian, yaitu dengan seksama, tidak kenal lelah, serta penuh entusiasme
karena penghayatan makna dan nilai hal itu. Ia tidak mengerjakan apapun sambil lalu, karena
baginya ada makna yang mendalam, sehingga melalui kegiatan rutinpun ia masih melihat hal-hal
yang lebih luas dan jauh serta dalam. Contoh yang tidak terlupakan tercermin dalam sosok
seorang pria. Konon ia pernah memasuki sekolah teologi tapi kandas di jalan. Seumur hidupnya
ia habiskan melayani di jemaat (dulu) jalan Kelinci, untuk menghitung jumlah hadirin dalam
kebaktian pagi. Ia tidak pernah bosan, lelah, dan terus bersenyum sambil mengerjakan hal yang
membosankan itu. Ia menciptakan ruang transenden ….
Kedua, seorang pemimpin spiritual bukan hanya memfasilitasi agar orang berubah dan bergerak.
Pemimpin lain memang dapat menimbulkan hal tadi dengan bermodalkan skill, sikap, system
thinking dan sensitivitasnya. Namun seorang pemimpin spiritual, melaksanakan perubahan dan
pergerakan justru berlandaskan hubungan dirinya dengan Tuhan, yaitu pengalamannya berjumpa,
dan bergaul denganNya, serta terutama berdasarkan pengalaman-pengalamannya ketika ia jatuh,
kesepian, dan berada di titik nadir. Mengapa? Menurut Philip Yancey, ia memimpin karena ia
telah mengalami dan terpesona dengan karunia Tuhan yang ia alami sendiri dalam kondisi
hidupnya yang pernah turun di titik nadir tadi. Dengan demikian kepemimpinan spiritual
terutama bukanlah masalah penalaran, kegiatan, organisasi, atau proses. Kepemimpinan spiritual
adalah masalah rasa yang bersyukur karena ia sendiri telah diberi karunia, diubahkan dan
digerakkan Tuhan, kemudian dipercayakan untuk mengemban suatu tugas, seperti Yunus.
Ketiga, kepemimpinan spiritual adalah masalah pemulihan hubungan antara diri sang pemimpin
dengan masa lalunya, dengan orang-orang di sekitarnya (termasuk tokoh ayah dan ibu) serta
dengan Tuhannya. Seorang pemimpin spiritual mencolok dalam kedamaian yang muncul dari
dirinya, bahkan dalam keadaan yang paling suram. Untuk mencapai titik ini ia perlu rela terus
menerus memeriksa diri untuk menemukan luka-luka yang mungkin masih diidapnya, seperti,
3. luka yang diakibatkan oleh kemarahan terpendam, kepahitan, ketakutan yang mendalam, rasa tak
berdaya, kebencian, atau kesepian. Luka-luka yang tidak pernah diselesaikannya dengan Tuhan
membuat dirinya sulit memiliki percaya diri, dan sulit juga mempercayakan diri pada orang lain,
karena pada dasarnya kepercayaan atau kebergantungannya pada Tuhan sangat rendah. Luka-
luka tadi menghalangi dirinya untuk memeluk Tuhan lebih erat. Bahkan tidak mustahil luka tadi
menampakkan diri kelak pada saat yang tidak tepat dalam wujud kemarukan kuasa, kemarukan
uang, penggunaan pengaruh seksualitas secara keliru, atau tindakan self-destruktif dalam
hubungan antar manusia. Pemulihan tercermin dalam kisah antara seorang anak wanita Vietnam
dengan seorang pilot Amerika di masa perang. Anak itu terbakar karena bom napalm yang
dijatuhkan dari kapal terbang sang pilot. Photonya sebagai anak berusia 9 tahun yang berlari dan
terbakar memenangkan hadiah terkenal. Bertahun-tahun sang pilot terus terganggu photo tadi
dan berupaya melacak sang anak yang kini tinggal di Amerika. Ketika dijumpai, anak yang kini
telah menjadi jururawat kepala, hanya memeluknya dan mengatakan “sudah lama aku menantikan
saat ini dan ingin mengatakan bahwa aku sudah mengampuni Anda.” Sang pilot hanya dapat
menangis …
Dengan paham demikian maka seorang pemimpin spiritual akan juga memiliki beberapa ciri lain:
1. ia harus terus belajar di dalam hidupnya, baik mengenai Tuhan yang memanggilnya,
orang lain, dan dirinya
2. ia selalu siap bekerja sebagai bagian dari kepemimpinan yang lebih besar, dan bukan
berjalan sendirian, karena ia telah menyadari batas daya dan ketidakberdayaan nya.
3. ia selalu menyediakan waktu untuk merenungkan makna atau kehendakNya dan
sementara itu ia mempercayakan diri dan komunitasnya ke dalam pemeliharaan Tuhan..
Penutup
Ketika Columbus mengatakan bahwa bumi itu bulat, orang menertawakan dan mengatakan
bahwa ia akan tersasar. Ketika profil pemimpin spiritual dipaparkan, mungkin Anda tertawa dan
mengatakan “pendeta saja belum tentu bisa, apalagi kami di komisi atau majelis jemaat.” Hal
yang terindah dalam kepemimpinan spiritual adalah bahwa hal itu merupakan masalah hati.
Selama Anda memiliki hati tadi, mustinya profil dan kualitas tersebut Tuhan mungkinkan hadir
dalam hidup Anda.