2. RAWAN PANGAN NASIONAL
Pada dua dekade terakhir sangat dirasakan
bahwa situasi pangan nasional sangat rawan.
Realitas kenaikan produksi pangan yang
lamban tidak dapat mengimbangi dinamika
peningkatan permintaan pangan.
Kecepatan pertumbuhan penduduk yang
masih tinggi, peningkatan pendapatan dan
urbanisasi, menyebabkan permintaan
konsumsi pangan pokoknya melebihi
kemampuan produksi dalam negeri.
25/12/2012 2
4. KEMANDIRIAN PANGAN NASIONAL MENURUN
Impor komoditi pangan selama 2011 mencapai USD 15,5
Milliar, dimana hampir semua jenis komoditi pangan di
impor, termasuk singkong dan kacang tanah
Harga komoditi pangan dalam negeri mencapai sekitar 2
kali harga import, terutama untuk beras dan daging
sapi, kedelai dan gula 1,5 kali harga import.
Kerawanan pangan dan tingginya harga komoditi pangan
mengindikasikan terjadinya krisis pengelolaan lahan dan
air dalam dua dekade terakir ini.
Lahan sawah yang ada saat ini diperkirakan hanya tinggal
6,5 juta ha menurun dari 7,5 juta ha tahun 1990, dalam
periode yang sama lahan perkebunan meningkaat dari 9,0
juta ha menjadi sekitar 16,0 juta ha disaat ini.
25/12/2012 4
5. TABEL 1. PERDAGANGAN TANAMAN PANGAN DAN
HORTIKULTURA 2011.
Nilai Vulume Nilai Vulume
Golongan Komoditi
Eksport Ekport Import Import
(US $ 1000) ( Ton) (US $ 1000) (Ton)
Komoditi Tanaman Pangan
1. Beras 1,272 1,752 1,513,164 2,750,476
2. Jagung 9,464 12,717 1,028,527 3,207,657
3. Kedelai 5,886 4,757 1,245,963 2,088,616
4. Gandum dan Tepungnya 18,297 31,657 2,883,954 6,310,577
5. Tanaman Pangan Lainnya 111,666 188,263 200,901 895,846
Hortikultura
1. Sayuran 109,672 613,619 959,093
2. Buah-Buahan dan
257,197 894,458 856,289
Olahannya
TOTAL NILAI 513,454 8,380,584
25/12/2012 5
6. TABEL 2. PERDAGANGAN KOMODITI PERKEBUNAN DAN
PETERNAKAN 2011
Vulume Nilai
Golongan Komoditi Nilai Eksport Vulume
Ekport Import
(US $ 1000) Import (Ton)
( Ton) (US $ 1000)
Komoditi Perkebunan
1. Karet dan Olahannya 11,941,224 2,631,643 1,132,319 337,870
2. Minyak Kelapa Sawit 19,375,125 17,878,868
3. Minyak Makan 1,238,586 1,050,291 169,899 92,577
4. Kopi dan Olahannya 1,036,671 346,493 128,526
5. Kakao dan Olahannya 1,453,387 453,930 175,507
6. Gula dan Olahannya 84,246 546,293 1,872,994 2,718,020
7. Komoditi Perkebunan lainnya 1,067,375 829,032 401,415
Komoditi Peternakan
1. Ternak Hidup 65,066 328,661
2. Daging dan olahannya 86,214 331,854
3. Susu dan Olahannya 83,600 1,148,957
Makanan Olahan dan Minuman
1. Makanan Olahan 886,192 641,310
2. Minuman 96,632 822,315
TOTAL NILAI 37,414,316 7,153,758
25/12/2012 6
7. ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI JAWA
SANGAT MEMPERBURUK POSISI PANGAN NASIONAL
Walaupun dicoba dihalangi oleh berbagai kesepakatan
dan peraturan seperti UU No.41 Tahun 2009 Tentang
Perlidungan Lahan Pangan Berkelanjutan, disisi lain UU
No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Untuk
Kepentingan Umum, alih fungsi lahan sawah di Jawa
tampaknya sulit untuk terbendung.
Apalagi dengan adanya Rencana MP3EI yang menjadikan
Jawa wilayah industri, perdagangan, dan jasa.
Pada saat ini kontribusi Jawa kepada produksi padi dan
pangan nasional adalah sekitar 60 %.
25/12/2012 7
8. ALIH FUNGSI LAHAN TIDAK DIIMBANGI
PEMBUKAAN LAHAN SAWAH BARU
Badan Pertanahan Nasional memberi izin prinsip
konversi lahan sawah di Jawa dan Bali seluas 1,8 juta
Ha dan diluar Jawa dan Bali seluas 1,7 juta Ha
Tidak ada perencanaan untuk pembukaan lahan
sawah baru kecuali di Merauke seluas 1,3 juta Ha
untuk pangan dan enerji, itupun masih menghadapi
banyak masalah. Dari data yang didapat ternyata
sebagian besar areal diperuntukan bagi
pengembangan Energi utamanya perkebunan besar
Kelapa Sawit. Untuk Padi sangat kecil.
25/12/2012 8
9. PERKEMBANGAN PRODUKSI PANGAN
DUNIA TIDAK MEMBANTU
Laju pertumbuhan produksi pangan dunia pada saat
ini sangat lambat, yaitu -1,7 %, dibandingkan dengan
laju pertumbuhan penduduk dunia terutama dinegara
berkembang.
Khusus untuk beras prosentase yang ditawarkan di
pasar dunia sangat kecil sekitar 7 % dari produksi
dibandingkan dengan jagung 11 % , gandum 19 %, dan
gula 28 % total produksi masing-masing komoditi.
Semakin mencuat urgensi untuk menghasilkan bio-
energi yang berpotensi mengkonversi lahan pangan
untuk pengembangan komoditi energi terbarukan.
25/12/2012 9
10. KENAIKAN HARGA PANGAN DUNIA
Impor pangan untuk mengimbangi kekurangan
produksi akan makin mahal dan sulit dilakukan
dimasa yang akan datang karena Indonesia adalah
negara dengan penduduk nomor 4 dunia, semua
negara besar surplus pangan pokoknya.
Pertanda tentang gawatnya ketersediaan pangan dunia
adalah langkah negara kaya untuk menguasai lahan di
negara miskin untuk memproduksi pangan.
Gejala itu disebut “Land Grabbing” yang oleh FAO
disebut sebagai penjajahan bentuk baru.
25/12/2012 10
11. DIPERLUKAN TEROBOSAN
Walaupun peningkatan pengelolaan dan kualitas dari
sistem produksi yang sekarang masih menjanjikan, sulit
untuk mengharapkan bahwa target-target yang
dikumandangkan akan dapat tercapai (Swasembada lima
komoditi pangan utama, beras, jagung, kedelai, gula, dan
daging sapi).
Ketepatan angka produksi pangan yang disajikan kurang
meyakinkan, diperkirakan angka produksi “Over Estimate”
sebesar 25 %.
Diperlukan keberanian melakukan terobosan untuk
mengatasi kerawanan pangan yang sudah gawat.
Keberanian untuk meninggalkan “zone kenyamanan”
berupa perubahan “Mind Set” bahwa pembangunan
hendaklah didasarkan pada, data yang tepat, dan potensi
sumberdaya domestik dan nasional.
25/12/2012 11
12. DIPERLUKAN UPAYA NASIONAL
Penanggulangan rawan pangan nasional yang sudah
sangat gawat hanya dapat dicapai apabila didukung
oleh semua wilayah dan semua pihak.
Wilayah di luar Jawa yang tidak terkena alih fungsi
lahan sawah separah di Jawa tidak dapat
mengandalkan penerimaan ekspor untuk mengimpor
pangan karena mahal dan terbatasnya suplai di pasar
dunia, dan Indonesia adalah Negara Besar.
Wilayah Sumatera dan Kalimantan menunjukan
konversi lahan pangan untuk Kelapa Sawit cukup
tinggi dan mengkawatirkan, perlu di-imbangi dengan
alokasi lahan untuk pengembangan pangan nasional.
25/12/2012 12
13. PERAN KALIMANTAN TIMUR
Kalimantan Timur yang kaya sumberdaya alam dapat
saja mengandalkan ekspor kayu, minyak, mineral dan
hasil tambang untuk membeli dan mengimpor
pangan, ternyata memilih untuk sepenuhnya
mendukung upaya nasional mengatasi rawan pangan.
Dalam konteks itulah : “Kalimantan Timur Terdepan
Menghadapi dan Mengatasi Rawan Pangan Nasional”
dengan upaya pengembangan lahan pangan baru.
25/12/2012 13
14. “RICE /FOOD ESTATE”
TEROBOSAN KALIMANTAN TIMUR
Kalimantan Timur telah mengundang 14 investor
untuk membangun “rice/food estate”, diantaranya 3
BUMN yaitu PT Sang Hyang Seri, PT Pertani dan PT
Pusri Holding.
Untuk itu 10 Kabupaten menyediakan areal seluas
234.734 Ha untuk pengembangan “rice/food estate”.
Walaupun demikian merealisasikannya menghadapi
masaalah yang cukup berat dan memakan waktu, akan
tetapi upaya harus dimulai dari sekarang.
Untuk ini diperlukan adanya terobosan dalam
mempertimbangkan alokasi lahan potensial yang ada.
25/12/2012 14
15. MASALAH YANG DIHADAPI PENGEMBANGAN
“RICE/FOOD ESTATE”
Besarnya biaya pembukaan dan biaya pembangunan irigasi
untuk mematangkan lahan sawah , kelangkaan tenaga
kerja, Hak Pakai Lahan yang tidak “laku” di bank, dan
kelangkaan infrastruktur penunjang merupakan kendala-
kandala utama yang dihadapi.
Diperlukan waktu melakukan SIDCOM
(Survey, Investigation, Design, Construction, Operation, a
nd Maintenance) yang cukup lama, 10 sampai 15 tahun
sebelum investasi pembukaan sawah baru dapat
menghasilkan, dengan terobosan SIDCOM untuk dapat
diperpendek menjadi 5 – 10 tahun.
Apabila “Food Estate” dikelola Swasta/BUMN maka
investasi prasarana haruslah oleh investor ini, seperti
pengalaman dalam Pengembangan pola PIR.
25/12/2012 15
16. MENYIKAPI KENDALA DAN MASALAH
PENGEMBANGAN “RICE/FOOD ESTATE”
Diperlukan keberanian untuk menerobos “mind set”
bahwa membangun “rice/food estate” adalah
membangun sawah di areal yang luas secara
Monokultur, menjadi pembangunan pertanian
terintegrasi Aneka usaha pertanian dan Agribisines.
Biaya sebesar Rp.40 juta per Ha yang sempat disebut
oleh seorang investor adalah relatif kecil karena
memanfaatkan kedekatan dengan sungai dan hanya
membangun sistem saluran irigasi terbuka. Biaya
membangun irigasi dan mematangkan lahan sawah
jauh lebih tinggi sekitar Rp. 110 juta/ha.
25/12/2012 16
17. LANJUTAN MENYIKAPI KENDALA
Dari sejarah, pembangunan irigasi oleh Belanda
sebenarnya hanya memanfaatkan persawahan
penduduk yang sudah ada.
Demikian pula pembangunan irigasi periode 1968-
1998 memerlukan bantuan Bank Dunia dan Bank
Pembangnan Asia hingga sekitar 15 tahap, yang hanya
mampu meningkatkan areal irigasi sekitar 1,0 juta ha.
Pembangunan “Rice Estate” pasang surut oleh
Pertamina pada tahun 1980an di Sumatera Selatan
gagal, antara lain karena budidaya padi sawah adalah
intensif tenaga kerja, dan pendekatan monokultur.
25/12/2012 17
18. LANJUTAN MENYIKAPI KENDALA
Mendatangkan tenaga kerja melalui program transmigrasi
masih tetap dalam “mind set” bahwa “rice/food estate”
adalah areal sawah yang luas, sementara itu belum jelas
status yang akan dimiliki transmigran yang didatangkan.
Keberanian yang diperlukan adalah membangun areal luas
untuk pertanian pangan terpadu dengan sistem
Agribisinesnya dilahan basah dan lahan kering.
Penduduk lokal haruslah dilibatkan secara aktif dalam
kegiatan ini, bukan hanya sebagai buruh, sehingga mereka
mendapat manfaatnya (sesuai dengan pasal 33 UUD 1945),
dan menghindari konflik sosial yang mungkin timbul
seperti belakangan ini.
25/12/2012 18
19. LANJUTAN MENYIKAPI KENDALA
Untuk jangka pendek dan menengah perlu pemberdayaan
dan pengembangan tanaman pangan di lahan sawah yang
sudah ada sekarang dengan meningkatkan produktivitas
dan intensitas panen serta mengembangkan pola
diversivikasi sistem budidaya dan Agribisines sehingga
mampu menigkatkan produksi dan pendapatan petani.
BUMN/Swasta bisa berperan dalam penyediaan sarana
produksi benih, pupuk, pasca panen, pengolahan, dan
pemasaran hasil serta pemberdayaan petani dengan
kemitraan, seperti yang telah dilakukan oleh PT BJR.
Perlu dirumuskan Perbaikan GP3K BUMN dengan
perbaikan kemitraan dengan petani lokal, termasuk
mengolah dan memasarkan hasil.
25/12/2012 19
20. PEMBANGUNAN “FOOD ESTATE” LAHAN
KERING
Apabila dirancang dengan cermat membangun
pertanian terintegrasi dengan “food estate” lahan
kering bisa lebih menguntungkan dari “rice/food
estate” bebasis sawah
Diperlukan penelitian untuk menetapkan tanaman
pangan termasuk padi, palawija, sayuran, dan ternak
yang akan diusahakan dalam pertanian terintegrasi
dengan “food estate” lahan kering
Waktu menghasilkan relatif singkat, dan lahan
tersedia untuk ini.
25/12/2012 20
21. PENGEMBANGAN “FOOD ESTATE”
LAHAN KERING, LANJUTAN
Diperlukan kajian untuk merumuskan pola usahatani
dan kemitraan antara investor dan penduduk setempat
yang saling menguntungkan.
Diperlukan kajian biaya dan keterlaksanaan
(feasibility) investasi dan untuk mendapatkan dana
dari bank.
Kaltim dapat menjadi model pengembangan “food
estate” lahan kering.
25/12/2012 21
22. POTENSI GERAKAN PENINGKATAN
PRODUKSI PADI MELALUI KORPORASI
Gerakan P3K yang diprakarsai oleh Menteri BUMN
yang disempurnakan dapat dikembangkan di lahan
kering berpotensi di Kalimantan Timur seluas
1.040.443 ha.
Penyempurnaan GP3K : merumuskan pola
usahatani, Agribisines dan kemiteraan petani-
swasta/BUMN di ikuti sosialisasi intensif kepada
petani peserta.
GP3K yang disempurnakan meliputi padi
gogo, jagung, kedelai, sayuran, dan ternak.
25/12/2012 22
23. PENYEMPURNAAN POLA KEMITERAAN
GP3K
Petani peserta adalah petani setempat yang sudah
aktif berproduksi.
Kemiteraan meliputi kewajiban swasta/BUMN
menyalurkan pupuk, insecticida, benih langsung
kepada petani yang merupakan hutang petani yang
dibayar setelah panen.
Disamping itu swasta/BUMN juga berperan dalam
mengolah dan memasarkan hasil.
Penetapan pembagian laba disepakati bersama dan
dikawal pemerintah daerah.
25/12/2012 23
24. TUMPANGSARI SAWIT/KARET DENGAN
TANAMAN PANGAN
Gerakan tumpangsari tanaman perkebunan dengan
tanaman pangan mempunyai potensi untuk
menanggulangi masalah rawan pangan nasional.
Tumpangsari dilakukan pada areal peremajaan
perkebunan atau pada areal perkebnunan baru.
Pola ini dapat diterapkan pada pengembangan
perkebunan kelapa sawit dan karet.
Apabila dilakukan oleh perusahaan besar dengan
kewajipan mengalokasikan 20 % areal plasma, maka
pada petani plasma pola pertanian terintegrasi dapat
diterapkan.
25/12/2012 24
25. GERAKAN TUMPANGSARI, LANJUTAN
Dari total area perkebunan sawit dan karet sekitar 15 juta
Ha. Seluruh Indonesia, sekitar 750.000 Ha (5%) harus
diremajakan setiap tahun artinya setiap tahun terdapat
sekitar 750.000 Ha areal peremajaan yang dapat ditanami
tumpangsari dengan tanaman pangan.
Potensi ini harus dimanfaatkan, dan untuk perkebunan
rakyat upaya peremajaan ini dilakukan paling tidak dengan
pola kridit bersubsidi untuk pengembangan pangan dan
energi.
Terobosan yang mungkin juga adalah membiayai
peremajaan perkebunan rakyat dari dana pajak eksport
(Semacan dana CESS, seperi yang berhasil di Malaysia) .
25/12/2012 25
26. GERAKAN TUMPANGSARI, LANJUTAN
Diperlukan kajian mengenai jarak tanaman
perkebunan dan komposisi tanaman
pangan, sayuran, dan ternak untuk memperoleh laba
optimal.
Gerakan tumpangsari dapat memanfaatkan
tenagakerja dari penduduk setempat dan tidak
terkendala oleh status hak atas tanah.
25/12/2012 26
27. GERAKAN TUMPANGSARI,LANJUTAN
Pola tumpangsari tanaman perkebunan dengan
tanaman pangan sudah diterapkan dengan berhasil di
beberapa negara, antara lain di Thailand dan Sri
Langka.
Masih diperlukan ketetapan pemerintah Pusat dan
Daerah untuk landasan hukum pelaksanaannya
Untuk perkebunan rakyat diperlukan dukungan
kredit.
25/12/2012 27
28. CATATAN PENUTUP
Untuk jangka pendek diperlukan peningkatan
produktivitas, efektivitas, dan intensitas panen lahan
pangan yang sudah ada sehingga mampu memberikan
lonjakan pendapatan petani.
Diperlukan keberanian poltik untuk mengkonservasi lahan
pangan yang sudah dikembangkan.
“Food Estate Lahan Kering”, mungkin dapat diawali dengan
GP3K yang disempurnakan dan Gerakan Tumpang Sari
Perkebunan dengan Tanaman Pangan, potensial bagi
Kaltim.
“Food Estate” lahan basah memerlukan Investasi yang
cukup besar dan waktu yang relatif lama (5 – 10 tahun)
serta kendala ketersediaan lahan, akan tetapi upaya perlu
dilanjutkan.
25/12/2012 28
29. CATATAN PENUTUP LANJUTAN
Perlu terobosan alokasi lahan (konservasi lahan)
untuk kemandirian pangan nasional.
Diperlukan Kajian Inventarisasi secara terinci Potensi
Lahan basah dan lahan kering yang ada.
Diperlukan juga inventarisasi dan pemetaan
kepemilikan lahan potensial ini.
Perlu dirumuskan dengan rinci Program
Pengembangan Pertanian Terintegrasi termasuk pola
kemitraan dan pemberdayaan penduduk lokal.
YAPARI tetap bersedia untuk bersama Pemerintah
Daerah untuk melaksanakan kajian yang diperlukan.
25/12/2012 29