Dokumen tersebut membahas tentang adab bertamu menurut Islam. Adab-adab tersebut meliputi memiliki niat yang baik, tidak membebani tuan rumah, memilih waktu yang tepat untuk bertamu, meminta izin, mengenalkan diri, menyebutkan keperluan, segera kembali setelah selesai, dan mendoakan tuan rumah. Dokumen ini memberikan panduan-panduan praktis tentang tata cara yang benar dalam bertamu.
2. Allah berfirman: “Wahai manusia, sesungguhnya
Kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-
laki dan perempuan, dan menjadikan kalian
berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku, supaya
kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah
adalah orang yang paling bertaqwa.” (Al
Hujurat: 13)
3. Berkunjung/bertamu merupakan salah
satu sarana untuk saling mengenal dan
mempererat tali persaudaraan terhadap
sesama muslim.
Namun yang tidak boleh dilupakan bagi
orang yang hendak bertamu adalah
mengetahui adab-adab dan tata krama
dalam bertamu, dan bagaimana
sepantasnya perangai (akhlaq) seorang
mukmin dalam bertamu.
5. 1. Beri’tikad Yang Baik
Di dalam bertamu hendaknya yang paling
penting untuk diperhatikan adalah memilki
i’tikad dan niat yang baik. Bermula dari
i’tikad dan niat yang baik ini akan
mendorong kunjungan yang dilakukan itu
senantiasa terwarnai dengan rasa kesejukan
dan kelembutan kepada pihak yang
dikunjungi.
6. 2. Tidak Memberatkan Bagi Tuan Rumah
Hendaknya bagi seorang tamu berusaha untuk tidak membuat repot
atau menyusahkan tuan rumah
Rasulullah bersabda :
ُهَمِثْؤُي ىَّتَح ِهْي ِخَأ َدْنِع َْميِقُي ْنَأ ٍمِلْسُمِل ُّل ِحَي َال. واُلاَق:ُمِثْؤُي َْفيَك َو ِهللا َلوُس َر اَيَلاَق ُ؟ه:ُهَدْنِع ُمْيِقُي
ِهي ِرْقَي ُهَل َءْيَش َال َوِهِب
“Tidak halal bagi seorang muslim untuk tinggal di tempat saudaranya
yang kemudian saudaranya itu terjatuh ke dalam perbuatan dosa. Para
shahabat bertanya: “Bagaimana bisa dia menyebabkan saudaranya
terjatuh ke dalam perbuatan dosa?” Beliau menjawab: “Dia tinggal di
tempat saudaranya, padahal saudaranya tersebut tidak memiliki
sesuatu yang bisa disuguhkan kepadanya.” (HR. Muslim)
7. Al Imam An Nawawi berkata: “Karena
keberadaan si tamu yang lebih dari tiga hari
itu bisa mengakibatkan tuan rumah terjatuh
dalam perbuatan ghibah, atau berniat untuk
menyakitinya atau berburuk prasangka
(kecuali bila mendapat izin dari tuan rumah).”
(Lihat Syarh Shahih Muslim 12/28)
8. 3. Memilih Waktu Berkunjung
Hendaknya bagi orang yang ingin bertamu juga
memperhatikan dengan cermat waktu yang tepat untuk
bertamu.
Dikatakan oleh shahabat Anas :
ْيِتْأَي َانَك َو ًالْيَل ُهَلْهَأ ُقُرْطَي َال ِهللا ُلوُسَر َانَكْوَأ ًة َوْدُغ ْمِهًةَّيِشَع
“Rasulullah tidak pernah mengetuk pintu pada keluarganya
pada waktu malam. Beliau biasanya datang kepada mereka
pada waktu pagi atau sore.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
9. 4. Meminta Izin Kepada Tuan Rumah
Hal ini merupakan pengamalan dari perintah Allah
di dalam firman-Nya (artinya):
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu
sebelum meminta izin dan memberi salam kepada
penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu
agar kamu selalu ingat.” (An Nur: 27)
10. Bagaimana Tata Cara Meminta Izin?
Dalam masalah meminta izin Rasulullah telah memberikan
sekian petunjuk dan bimbingan kepada umatnya, di
antaranya adalah:
11. Mengucapkan salam
Diperintahkan untuk mengucapkan salam terlebih dahulu, sebagaimana
ayat di atas (An Nur: 27).
Pernah salah seorang shahabat beliau dari Bani ‘Amir meminta izin kepada
Rasulullah yang ketika itu beliau sedang berada di rumahnya. Orang
tersebut mengatakan: “Bolehkah saya masuk?” Maka Rasulullah pun
memerintahkan pembantunya dengan sabdanya:
ُهَل ْلُقَف ، َانَذْئِتْساال ُهْمِِّلَعَف اَذَه ىَلِإ ْجُرْاخ:ْيَلَع ُمَالَّسالُلُخْدَأَأ ْمُك؟
“Keluarlah, ajari orang ini tata cara meminta izin, katakan kepadanya:
Assalamu ‘alaikum, bolehklah saya masuk?
Sabda Rasulullah tersebut didengar oleh orang tadi, maka dia mengatakan:
ُ؟لُخْدَأَأ ْمُكْيَلَع ُمَالَّسال
Akhirnya Nabi pun mempersilahkannya untuk masuk rumah beliau. (HR.
Abu Dawud)
12. b. Meminta izin sebanyak tiga kali
Rasulullah bersabda:
َف َّالِإ َو َكَل َنِذُأ ْنِإَف ،ٌثَالَث ُناَذْئِتْساالْْ ِِ ْار
“Meminta izin itu tiga kali, apabila diizinkan,
maka masuklah, jika tidak, maka kembalilah.”
(Muttafaqun ‘Alaihi)
13. 5. Mengenalkan Identitas Diri
Ketika Rasulullah menceritakan tentang kisah Isra’
Mi’raj, beliau bersabda: “Kemudian Jibril naik ke
langit dunia dan meminta izin untuk dibukakan
pintu langit. Jibril ditanya: “Siapa anda?” Jibril
menjawab: “Jibril.” Kemudian ditanya lagi: “Siapa
yang bersama anda?” Jibril menjawab:
“Muhammad.” Kemudian Jibril naik ke langit
kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya di setiap
pintu langit, Jibril ditanya: “Siapa anda?” Jibril
menjawab: “Jibril.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
14. Al Imam An Nawawi rahimahullah dalam kitabnya yang terkenal
Riyadhush Shalihin membuat bab khusus, “Bab bahwasanya termasuk
sunnah jika seorang yang minta izin (bertamu) ditanya namanya:
“Siapa anda?” maka harus dijawab dengan nama atau kunyah
(panggilan dengan abu fulan/ ummu fulan) yang sudah dikenal, dan
makruh jika hanya menjawab: “Saya” atau yang semisalnya.”
Ummu Hani’, salah seorang shahabiyah Rasulullah mengatakan:”Aku
mendatangi Nabi ketika beliau sedang mandi dan Fathimah menutupi
beliau. Beliau bersabda: “Siapa ini?” Aku katakan: “Saya Ummu
Hani’.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Demikianlah bimbingan Nabi yang langsung dipraktekkan oleh para
shahabatnya, bahkan beliau pernah marah kepada salah seorang
shahabatnya ketika kurang memperhatikan adab dan tata cara yang
telah beliau bimbingkan ini. Sebagaimana dikatakan oleh Jabir :”Aku
mendatangi Nabi , kemudian aku mengetuk pintunya, beliau bersabda:
“Siapa ini?” Aku menjawab: “Saya.” Maka beliau pun bersabda: “Saya,
saya..!!.” Seolah-olah beliau tidak menyukainya.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
15. 6. Menyebutkan Keperluannya
Di antara adab seorang tamu adalah menyebutkan urusan
atau keperluan dia kepada tuan rumah. Supaya tuan rumah
lebih perhatian dan menyiapkan diri ke arah tujuan
kujungan tersebut, serta dapat mempertimbangkan dengan
waktu/ keperluannya sendiri. Hal ini sebagaimana Allah
mengisahkan para malaikat yang bertamu kepada Ibrahim
u di dalam Al Qur’an (artinya):
“Ibrahim bertanya: Apakah urusanmu wahai para
utusan?” Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami diutus
kepada kaum yang berdosa.” (Adz Dzariyat: 32)
16. 7. Segera Kembali Setelah selesai Urusannya
Termasuk pula adab dalam bertamu adalah segera
kembali bila keperluannya telah selesai, supaya
tidak mengganggu tua rumah. Sebagaimana
penerapan dari kandungan firman Allah :
“…tetapi jika kalian diundang maka masuklah, dan
bila telah selesai makan kembalilah tanpa
memperbanyak percakapan,…” (Al Ahzab: 53)
17. 8. Mendo’akan Tuan Rumah
Hendaknya seorang tamu mendoakan atas jamuan yang
diberikan oleh tuan rumah, lebih baik lagi berdo’a sesuai
dengan do’a yang telah dituntunkan Nabi , yaitu:
َل ْرِفْغا َو ْمُهَتْقَز َر اَم ْيِف ْمُهَل ْك ِارَب َّمُهَّلالَو ْمُهْمُهْمَح ْار
“Ya Allah…, berikanlah barakah untuk mereka pada apa
yang telah Engkau berikan rizki kepada mereka,
ampunilah mereka, dan rahmatilah mereka.” (HR.
Muslim)
18. Adapun untuk orang yang menerima tamu, maka
diperintahkan untuk memuliakan tamunya.
ْلَف ِر ِألخْا ِم ْوَيلْا َو ِهللاِب ُنِمْؤُي َانَك ْنَمْم ِرْكُيُهَفْيَض
“Barang siapa yang beriman pada Allah dan
hari akhir maka hendaklah dia memuliakan
tamunya.” (HR. Bukhari)
20. 1. Disunahkan mengucapkan selamat datang
kepada para tamu
Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya tatkala utusan Abi
Qais datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, Beliau bersabda,
َيا ََزخ َْريَغ واُءاَِ َينِذَّلا ِدْف َوْالِب اًبَح ْرَمَال َو اىَماَدَن
“Selamat datang kepada para utusan yang datang
tanpa merasa terhina dan menyesal.” (HR.
Bukhari)
21. 2. Menghormati tamu dan menyediakan hidangan
untuk tamu makanan semampunya saja.
Allah ta’ala telah berfirman yang mengisahkan
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam bersama tamu-
tamunya:
ٍْنيِمَس ٍلِِْعِب َءاََِف ِهِلْهَأ َلىِإ َغا َرَف.َفَالآ َلاَق ْمِهْيَلِإ ُهَبَّرَقُكَْأتَن ْوُل
“Dan Ibrahim datang pada keluarganya dengan
membawa daging anak sapi gemuk kemudian ia
mendekatkan makanan tersebut pada mereka (tamu-
tamu Ibrahim-ed) sambil berkata: ‘Tidakkah kalian
makan?'” (Qs. Adz-Dzariyat: 26-27)
22. 3. Mendahulukan tamu yang sebelah
kanan daripada yang sebelah kiri. Hal
ini dilakukan apabila para tamu duduk
dengan tertib.
23. 4. Mendahulukan tamu yang lebih tua
daripada tamu yang lebih muda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
َلَف َان َْريِبَك َّل ُِِي َو َان َْريِغَص ْمَح ْرَي ْمَل ْنَمََ ْياَّنِم
“Barang siapa yang tidak mengasihi yang lebih kecil dari
kami serta tidak menghormati yang lebih tua dari kami
bukanlah golongan kami.” (HR Bukhari dalam kitab
Adabul Mufrad).
Hadits ini menunjukkan perintah untuk menghormati
orang yang lebih tua.
24. 5. Jangan mengangkat makanan yang dihidangkan
sebelum tamu selesai menikmatinya.
6. Di antara adab orang yang memberikan hidangan
ialah mengajak mereka berbincang-bincang dengan
pembicaraan yang menyenangkan, tidak tidur sebelum
mereka tidur, tidak mengeluhkan kehadiran mereka,
bermuka manis ketika mereka datang, dan merasa
kehilangan tatkala pamitan pulang.
25. 7. Mendekatkan makanan kepada tamu tatkala
menghidangkan makanan tersebut kepadanya
Allah ceritakan tentang Ibrahim ‘alaihis salam,
ْمِهْيَلِإ ُهَبَّرَقَف
“Kemudian Ibrahim mendekatkan hidangan
tersebut pada mereka.” (Qs. Adz-Dzariyat: 27)
26. 8. . Mempercepat untuk menghidangkan makanan bagi
tamu sebab hal tersebut merupakan penghormatan bagi
mereka.
9. Merupakan adab dari orang yang memberikan
hidangan ialah melayani para tamunya dan
menampakkan kepada mereka kebahagiaan serta
menghadapi mereka dengan wajah yang ceria dan
berseri-seri.
10. Hendaknya mengantarkan tamu yang mau
pulang sampai ke depan rumah.
27. 11.. Adapun masa penjamuan tamu adalah sebagaimana
dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
َل َو ٌم ْوَي ُهُت َزِئاَج َو ٍَّاميَأ ُةَثَالَث ُةَفاَي ِالضْنَأ ٍمِلْسُم ٍلُجَرِل ُّل ِحَي َال َو ٌةَلََْيَدْنِع َْميقُي
َك َو ِهللا َل ْوُس َارَي ا ْوُلَاق ُهَمِثْؤُي ىَّتَح ِهْي ِخَأَلاَق ُ؟هَمِثْؤُي َْفي : َال َو ُهَدْنِع ُمْيِقُيَئْيَش
ِهْي ِرْقي ُهَلِهِب
“Menjamu tamu adalah tiga hari, adapun memuliakannya sehari
semalam dan tidak halal bagi seorang muslim tinggal pada
tempat saudaranya sehingga ia menyakitinya.” Para sahabat
berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana menyakitinya?” Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Sang tamu tinggal
bersamanya sedangkan ia tidak mempunyai apa-apa untuk
menjamu tamunya.”