Dokumen tersebut merupakan edisi Oktober 2013 dari majalah Kinescope yang berisi berita dan ulasan terkini dari industri perfilman Indonesia, seperti jadwal rilis film, proses produksi film-film baru, ulasan film, dan profil tokoh perfilman.
1. Kinescope
F i l m ,
S e n i
&
E d u k a s i
free magazine - edisi 3 - oktober 2013
ah Kita?
ita, Waj
Film K
on location
slank : anti nuklir
music
iwan fals
review
Perawan Sebrang
Crazy Love
Wanita Tetap Wanita
Violet & Daisy
dokumenter
epic java
Oktober 2013 l Kinescope l 1
2. 2 l Kinescope l Oktober 2013
Oktober 2013 l Kinescope l 3
3. Cover Story
10 Film Kita, Wajah Kita?
profile
16 Christine Hakim
Daftar isi
Dari Kuala Tungkal Ke Cannes
REVIEW
20 Perawan Seberang
21 crazy love
22 Wanita Tetap Wanita
Opini
34
Epic Java
28 Alzheimer Dalam Sinema
42
Kesehatan Dunia – WHO,
setiap tahun menetapkan bulan
September “World Alzheimer’s
Month”
30 Dilema Poster Film Indonesia
Kemana poster film bioskop? Kenapa
hilang begitu saja tak
tampak wujudnya?
FESTITIVAL
32 Indonesia International
Environmental Film Festival
(INEFFEST) II
Di Labuan Bajo dan Kepulauan
Komodo
33 September di Jakarta
Dengan Dua Festival Film
Festival Film India
yang diadakan oleh Kedutaan
Besar (Kedubes) India untuk
Indonesia
54
26 Akira Kurosawa
G 30 S PKI
Violet & Daisy
24
On Location
36 Slank: Anti Nuklir
Konsep video klip ini berbentuk
film pendek, menceritakan tentang
prediksi habisnya sumber energi
pada suatu negara di tahun 2025
mendatang.
SPOTLIGHT
38 Bintang-Bintang Indonesia Yang
Menjadi Orang Belakang Layar
Sukses meraih popularitas sebagai bintang
film adalah mimpi banyak orang. Sukses
menjadi bintang kemudian menggiring
bintang-bintang ini menjadi sutradara,
penulis naskah dan produser
SEJARAH
44 Bioskop, Ujung Tombak Industri
Perfilman Indonesia
Keberadaan bioskop di Indonesia sudah
berlangsung selama hampir 107 tahun
4 l Kinescope l Oktober 2013
liputan
48 CinemadaMare
Sebuah roadshow film festival yang
berlangsung dari tanggal 25 Juni - 7
September 2013
seni
52 PASAR SENI JAKARTA
Kesuksesan acara Pasar Seni ITB yang rutin
diadakan setiap empat tahun sekali di
Bandung menginspirasi Ikatan Alumni
ITB Jakarta membuat kegiatan yang lebih
dahsyat untuk Jakarta. Kegiatan itu mereka
beri nama Pasar Seni Jakarta..
KOMUNITAS
62 Kampuz Jalanan
“Terinspirasi dari cerita novel
Ali Topan Anak Jalanan.”
64 SETELAH 15 TAHUN KOMUNITAS FILM
Catatan dari penggal ingatan..
music report
74 Konser SNSD
Gemerlap Kostum Pink dan Lightstick
75 Pitbull
Menggoyang Jakarta Ketiga Kali
Oktober 2013 l Kinescope l 5
4. f i l m ,
s e n i
&
Salam Redaksi
e d u k a s i
Penasehat Redaksi
Farid Gaban
Wanda Hamidah
Andibachtiar Yusuf
Biem T Benjamin
Pemimpin Umum
Hasreiza
Pemimpin redaksi
Reiza Patters
Redaktur Pelaksana
Muhammad Adrai
Redaktur
Doni Agustan
Sekretaris
Faisal Fadhly
Kontributor
Shandy Gasella
Daniel Rudi Haryanto
Ahmad Hasan Yuniardi
Kusen Dony Hermansyah
Desain Grafis & Tata Letak
al Fian adha
Artistik & Editor Foto
Rizaldi Fakhruddin
Fotografer
Hery Yohans
Penjualan & Pemasaran
Ollivia Selagusta
pengembangan & komunitas
Jusuf Alin Lubis
Distribusi & Sirkulasi
Faisal Fadhly
subScriptions
Pusat Meditasi Satria Nusantara
Jl. RS Fatmawati No. 110A
Jakarta selatan
Indonesia
MARI BUNG REBUT KEMBALI!
“Film edukatif, kualitas dan kemampuan sinematografis, mumpuni
serta kualitas pemain yang matang, berikan pengharapan
kembalinya kejayaan perfilman Indonesia, minimal di negerinya
sendiri.”
P
erfilman Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan sempat menjadi tuan di negeri
sendiri. Saat itu film Indonesia masih mendominasi bioskop-bioskop lokal. Bahkan
sebelum Indonesia eksis sebagai sebuah Negara yang berdaulat, perfilman Indonesia
sudah ada lebih dulu. Pada tahun 1980-an, perfilman Indonesia menguasai sebagian besar
bioskop dan ruang-ruang pertunjukan film di tanah air.
Kejayaan perfilman nasional mulai bergeliat di era itu dan pada tahun-tahun itu pula
acara Festival Film Indonesia giat diadakan setiap tahun untuk memberikan penghargaan
kepada insan film Indonesia yang dianggap berprestasi serta memiliki kemampuan serta
kualitas produktifitas yang baik.
Namun pada tahun 1990-an dan seterusnya, industri perfilman nasional mengalami
penurunan, yang membuat hampir semua film Indonesia hanya berkutat dan seolah
terjebak dalam tema-tema seks. Tahun-tahun 2000-an juga seperti itu. Dengan sangat
maraknya film-film bertema horror dan tetap mengumbar seksualitas, film Indonesia seolah
hanya berjalan di tempat tanpa perubahan berarti. Pada saat itu film Indonesia sudah tidak
menjadi tuan rumah lagi di negeri sendiri.
Namun, perlahan tapi pasti, kita melihat grafik prestasi mulai muncul kembali. Dengan
munculnya film-film yang memiliki tema edukatif, kualitas dan kemampuan sinematografis
yang semakin mumpuni serta kualitas pemain yang juga semakin matang, memberikan
pengharapan akan kembalinya kejayaan perfilman Indonesia, minimal di negerinya sendiri.
Mulai tumbuhnya banyak komunitas profesi insan perfilman yang independen serta
mandiri, kritikus yang memberikan kritik-kritik sehat serta membangun dan komunitas
penikmat film yang tersebar di banyak penjuru negeri, bisa menjadi pagar dan alat kontrol
bagi setiap proses kreatif dan produksi perfilman Indonesia. Untuk itu, MARI BUNG REBUT
KEMBALI!
Cover Story
Film Kita, Wajah Kita?
K
www.kinescopeindonesia.com
info@kinescopeindonesia.com
iklan@kinescopeindonesia.com
redaksi@kinescopeindonesia.com
langganan@kinescopeindonesia.com
@KinescopeMagz
6 l Kinescope l Oktober 2013
ewajiban pemerintah Indonesia
agar secepatnya memberdayakan
seluruh rakyat Indonesia untuk
dapat melek media supaya setiap
warga memiliki kemampuan dalam
menyaring informasi, mana informasi
yang baik dan mana yang tidak baik.
Dan itu sesuai dengan Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945,
mencerdaskan kehidupan bangsa
berdasarkan Pancasila.
Oktober 2013 l Kinescope l 7
5. ON PRODUCTIONS
Selamat Pagi Malam
Ali Topan di Bioskop Indonesia
Film Schedule Oktober 2013
S
ukses dengan film Demi Ucok, PT. Kepompong Gendut akan merilis
karya terbarunya yang berjudul Selamat Pagi Malam. Disutradarai
oleh Lucky Kuswandi, berkisah tentang perjalanan tiga wanita Jakarta
yang masing-masingnya menghabiskan waktu satu malam di berbagai
sudut ibukota.
Ketiga pemeran wanita utama diperankan oleh Adinia Wirasti,
Marissa Anita dan Dayu Wijanto. Film bergenre drama ini sudah mulai
melakukan proses syuting. Proses syuting direncanakan akan menghabiskan waktu cukup singkat sekitar 11 hari dan lokasinya berada di
beberapa wilayah Jakarta sebagai kota yang tak pernah tidur.
Film Selamat Pagi Malam akan menawarkan sesuatu yang baru
dengan latar belakang kota Jakarta, demikian ungkap Lucky Kuswandi.
Film Indonesia Oktober
Romantini
Mari Lari
F
ilm Mari Lari ini mengambil latar cerita pada perhelatan Bromo
Marathon. Beberapa bintang senior, seperti Ira Wibowo dan Donny
Damara, ikut bermain dalam film yang juga dibintangi oleh bintang
muda, seperti Olivia Jansen, Dimas Aditya, dan Ibnu Jamil. Nation
Picture. Film Mari Lari akan dirilis sekitar bulan Maret atau April 2014.
K
ki-ka: Deni Mulya (Line Produser), Teguh Esha (Pengarang Ali Topan), John De Rantau (Sutradara),
Camelia Harahap (Produser), Perdana Kertawiyudha (Serunya Scripwriting), Farid Syahzikri (Penulis
Skenario). Foto oleh Muhammad Adrai
S
abtu, 28 September 2013. Bertempat di jalan Pam Baru 2 No. 2,
Jakarta Selatan. Inka Look Pictures beserta kru inti mengadakan
pertemuan dengan Teguh Esha, penulis cerita Ali Topan Anak Jalanan.
Bekerja sama dengan Trans TV, Inka Look Pictures dan Teguh Esha
merancang 5 subjudul Ali Topan untuk Bioskop Indonesia yang rencananya akan diproduksi pada pertengahan bulan Oktober ini. Seperti
apakah proses produksi mereka nantinya? Mari kita sama-sama mendoakan semoga persiapan mereka berjalan dengan lancar.
Soekarno Di Pulau Ende
V
Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck
S
udah lama terdengar kabar tentang diproduksinya filmTenggelamnya
Kapal Van Der Wijck oleh Soraya Intercine Films. Film yang rencana
akan digarap secara epik ini memang diadaptasi dari novel legendaris
terbitan tahun 1939 karangan sastrawan Buya Hamka.
Diproduseri dan disutradarai oleh Sunil Soraya, diperkuat oleh
aktor-aktris papan atas Indonesia, seperti Reza Rahadian, Herjunot
Ali dan Pevita Pearce. Pokok cerita film Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck juga berkutat soal hubungan cinta segitiga antara Zainuddin,
Hayati dan Aziz sambil diimbuhi problem perbedaan latar belakang
sosial dan adat-istiadat masyarakat Minangkabau pada era 1930-an.
Pada akhir Mei lalu, syuting film Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck sudah dimulai.
8 l Kinescope l Oktober 2013
1.
2.
3.
4.
5.
6.
iva Westi menyutradarai sebuah film yang mengisahkan
perjalanan hidup Soekarno selama empat tahun di Ende, Flores,
Nusa Tenggara Timur. Dalam film ini sosok Soekarno akan diperankan
oleh Baim Wong dan istrinya Inggit Garnasih diperankan oleh aktris
cantik penggemar Soekarno yang telah memiliki pengalaman yang
cukup banyak. “Masih kita rahasiakan, tunggu saja kalau sudah jadi
nanti,” ujar Viva Westi yang sengaja merahasiakan pemeran Inggit.
Proses pengambilan gambar seluruhnya dilakukan di Ende.
Seluruh pemain dan kru ke Ende dan akan bekerja di tempat itu
selama satu bulan, mulai 28 September 2013. Menurut Viva Westi,
hal tersulit adalah menampilkan kondisi Ende pada 1934. “Ende
sudah jauh berubah. Kita harus menghidupkan kembali Ende di masa
pembuangan Soekarno,” ujar Viva Westi. Berbeda dengan Soekarno
garapan Hanung Bramantyo yang diproduksi oleh MVP Pictures,
film Soekarno arahan Viva Westi dan diproduksi oleh PT Cahaya
Kristal Media Utama ini dibiayai oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
artini, biduan organ tunggal di kampung, bersedia untuk tinggal
di Ibu kota besama sang suami, sopir bus antarkota. Kartini
menyimpan sejuta harapan di Jakarta. Empat belas tahun berlalu,
mimpi untuk hidup lebih baik tidak kunjung tiba. Rahman yang kini
sudah menganggur, jarang pulang ke rumah. Pelangi, putri satusatunya mereka, tumbuh menjadi gadis remaja yang introvert dan
antisosial. Kartini bekerja menjadi pemandu lagu di sebuah klub
karaoke sekaligus menerima upah cucian untuk penghuni rusun
tempatnya mengontrak. Rahman hanya bisa merongrong uang
Kartini. Suatu kali Rahman mencuri uang istrinya yang seharusnya
digunakan untuk membayar kontrakan demi sebuah motor, yang
akan dipakainya mengojek. Kehidupan Kartini pun semakin sulit.
Dan mimpi-mimpi yang dijanjikan Rahman belasan tahun lalu, kini
telah dilupakannya. Di tengah kebingungan Kartini dalam menghadapi masalah hidup yang menimpa, dia terkejut saat mengetahui
Pelangi menyimpan sebuah bakat terpendam, yaitu membuat
lagu. Di tengah situasi yang serba mustahil dan kondisi badan yang
remuk, Kartini harus berjuang sekali lagi untuk menyelamatkan
mimpi putrinya.
ir Mata Terakhir Bunda
A
Tayang 3 Oktober 2013
Romantini
Tayang 10 Oktober 2013
Manusia Setengah Salmon
Tayang 10 Oktober 2013
Dendam Arwah Rel Bintaro
Tayang 17 Oktober 2013
erry Go Round
M
Tayang 24 Oktober 2013
Bangkit dari Lumpur
Tayang 31 Oktober 2013
Manusia Setengah Salmon
K
etika ibunya (Dewi Irawan) memutuskan pindah dari rumah masa
kecil, Dika (Raditya Dika), penulis, justru berusaha pindah dari halhal yang selama ini susah dilepaskan: cintanya dengan Jessica (Eriska
Rein) hingga hubungannya dengan bapaknya (Bucek).
Dika membantu mencari rumah baru. Rumah yang mereka
kunjungi ternyata tidak ada yang cocok. Akhirnya Dika menemukan
sebuah rumah, yang menurut ibunya sempurna. Bersamaan dengan
itu, Dika bertemu dengan Patricia (Kimberly Ryder) nan cantik. Pendekatan dimulai.
Ketika sudah pindah ternyata Dika tidak menyukai rumah barunya. Kenangan akan rumah lama masih membekas. Sementara itu,
hubungan Dika dengan Patricia juga terganggu, karena Jessica masih
membayang-bayangi. Dika pada akhirnya menyadari bahwa perjalanannya untuk pindah rumah, juga merupakan perjalanan berpindah
dari hal-hal yang selama ini menahannya menuju kedewasaan.
Merry Go Round
D
ewo menjadi pecandu sejak kuliah. Akibat terjerat dalam dunia
hitam itu, Dewo dikeluarkan dari kampusnya di luar negeri. Tasya,
adik Dewo juga jadi korban. Orangtua mereka hanya bisa menutupnutupi sejarah hitam anak-anaknya agar tidak dianggap gagal dalam
mendidik anak.
Tasya mulai frustasi dengan sikap orangtuanya. Apalagi ia pernah
ditukar dengan sepaket narkoba oleh Dewo. Beruntung siswi SMA ini
masih bisa diselamatkan Andika, teman SMA Tasya.
Cinta antara Tasya dan Andika tidak dapat terlaksana karena
kehancuran keluarga Tasya. Tasya pun bolak-balik masuk rehab.
Akhirnya ia menikah dengan Rama yang ternyata juga pecandu.
Dewo juga belum pulih. Semua kejadian ini membuat mereka bisa
membaca tipuan dan gejala sakit psikis dan psikologis para pecandu.
Oktober 2013 l Kinescope l 9
6. COVER STORY
F
ilm menjadi media yang unik karena
mereproduksi gambar, gerakan dan
suara sesuai dengan bagaimana
manusia, atau sesuatu yang
dimanusiakan, hidup dalam cerita yang
digambarkan. Tidak seperti bentuk seni
lainnya, film menghasilkan rasa kedekatan.
Kemampuan film untuk menciptakan ilusi
realitas kehidupan membuka perspektif baru
yang mungkin sebelumnya tidak diketahui.
Itulah sebabnya mengapa film dianggap
sebagai penggambaran akurat dari kehidupan,
terutama mengenai sosial, budaya, ideologi
dari tempat yang tidak dikenal sebelumnya.
Sedemikian dahsyatnya pengaruh film
membuat banyak penguasa di berbagai
negara, sejak jaman dulu, menggunakan film
sebagai alat propaganda ideologi dan politik
mereka. Mao Tse-tung, Vladimir Ilyich Lenin,
Adolf Hitler dan Benito Mussolini merupakan
contoh para penguasa yang sangat menyadari
pentingnya film sebagai alat propaganda
ideologi dan politik yang sangat strategis.
Penyebarannya pun bersifat massal. “You are
known among us as a protector of the arts
so you must remember that, of all the arts,
for us the cinema is the most important,”
ungkap Lenin dalam percakapannya dengan
A.V.Lunacharsky, Commissar of Enlightenment
Uni Soviet, April 1919.
Di Amerika, dari semua produk budaya
populer yang ada, tidak ada yang terukir
lebih tajam dalam imajinasi kolektif kita
daripada filmnya. Hollywood, walaupun
film-filmnya kental dengan tampilan dan
suasana yang menghibur pun sarat dengan
unsur propaganda. Casablanca, Once
upon a Honeymoon, dan The Best Years
of Our Lives merupakan contoh film-film
propaganda Amerika tentang Perang Dunia
II. Dalam film Rambo kita juga bisa melihat
dengan jelas besarnya peran Hollywood
dalam mencitrakan kehebatan Amerika
kepada dunia saat berperang melawan
‘pemberontak’ Vietnam, meskipun dalam
kenyataannya Amerika tidak menang
melawan Vietkong. Hingga masa sekarang
ini film-film Hollywood tetap penuh dengan
muatan propaganda baik dari aspek ideologi,
politik, ekonomi, sosial serta budaya dan
semuanya dikemas tanpa mengabaikan aspek
bisnis dan hiburan. Suatu bisnis yang memiliki
prospek keuntungan raksasa bila ditinjau dari
segi moral dan material.
Film dan Propaganda
Setiap media komunikasi yang
sifatnya satu arah dipandang baik untuk
mendistribusikan propaganda. Film tentu saja
sangat baik dalam menyampaikan emosi dan
Film Kita, Wajah Kita?
muhammad adrai
Itu kewajiban pemerintah Indonesia agar secepatnya
memberdayakan seluruh rakyat Indonesia untuk dapat melek
media supaya setiap warga memiliki kemampuan dalam
menyaring informasi, mana informasi yang baik dan mana
yang tidak baik. Dan itu sesuai dengan Pembukaan UndangUndang Dasar 1945, mencerdaskan kehidupan bangsa
berdasarkan Pancasila - Deddy Mizwar-
10 l Kinescope l Oktober 2013
Film sebagai media komunikasi memiliki pengaruh
yang paling kuat dibandingkan dengan media
komunikasi lainnya. Unsur audio dan visual yang
menjadi karakteristik utama dari film cenderung
sangat dekat dengan pengalaman realitas manusia
sehari-hari. Manusia, normalnya, memiliki
kemampuan untuk dapat mendengar dan melihat
apa yang ada di kehidupan
sekitarnya. Setiap yang
didengar dan dilihat
oleh manusia pasti
mempengaruhi pikiran dan
perasaannya. Kesamaan
karakteristik inilah yang
membuat pengaruh film
menjadi sangat kuat bagi
setiap orang yang menonton
film.
Oktober 2013 l Kinescope l 11
7. COVER STORY
citra. Targetnya pun tidak terbatas pada orang
yang bisa membaca saja. Semua orang bisa
menonton film.
Banyak kalangan yang membedakan
antara film sebagai media komunikasi yang
efektif untuk mendistribusikan propaganda
dan film propaganda. Film disebut-sebut
sebagai film propaganda bila isinya penuh
dengan muatan ideologi politik. Padahal
semua karya film, apapun muatannya, sudah
pasti mengandung unsur propaganda.
Makna dari kata propaganda adalah
sebuah bentuk komunikasi yang ditujukan
untuk mempengaruhi sikap masyarakat
dengan menghadirkan argumen yang
cenderung hanya dari satu sisi saja.
Pernyataan propaganda bisa saja sebagiannya
palsu dan sebagian lainnya benar. Propaganda
biasanya diulang dan tersebar di berbagai
media dalam rangka untuk menciptakan opini
dan sikap masyarakat secara luas.
Mengapa film menjadi alat propaganda
yang efektif? Karena film dapat membangun
icon visual tentang realitas sejarah dan
kesadaran, menentukan sikap masyarakat di
waktu mereka menceritakan atau di mana
mereka difilmkan, menggerakkan orang
untuk tujuan bersama, atau bahkan dapat
menarik perhatian terhadap penyebab yang
tidak diketahui. Aspek sejarah dan politik
dalam film dapat mewakili, mempengaruhi,
dan menciptakan kesadaran akan sejarah
dan mampu mendistorsi peristiwa yang
membuatnya menjadi media persuasif
walaupun mungkin saja tidak dapat dipercaya.
Film dan Budaya Suatu Bangsa
Film adalah kunci artefak budaya yang
membuka jendela ke dalam sejarah budaya
dan sosial suatu negara. Campuran antara
seni, bisnis, dan hiburan populer dalam film
memberikan sejumlah wawasan cita-cita,
fantasi, dan mimpi. Seperti artefak budaya,
12 l Kinescope l Oktober 2013
film dapat didekati dengan berbagai cara.
Sejarawan budaya telah memperlakukan
film sebagai dokumen sosiologis yang
merekam tampilan serta suasana setting
sejarah sebagai konstruksi ideologis nilai-nilai
tertentu sebelumnya, sebagai teks psikologis
yang berbicara kepada kecemasan
dan ketegangan individu dan sosial,
sebagai konstruksi ideologis tertentu
tentang nilai-nilai politik atau moral
atau mitos sebelumnya, sebagai
dokumen budaya yang menyajikan
gambar tentang gender, etnis, roman
kelas dan kekerasan, dan sebagai
teks visual yang menawarkan tingkat
pemaknaan yang kompleks.
Film bisa menjadi media
yang sangat baik untuk kita bisa
mempelajari pola budaya di
sebuah masyarakat. Film-film
yang berkualitas baik umumnya
muncul dari suatu negara yang
budayanya tetap dipertahankan
hingga dapat diapresiasi dengan baik oleh
dunia internasional. Karenanya, film menjadi
sebuah teks budaya yang paling utama.
Film-film Hollywood, misalnya,
menggambarkan perhatian utama rakyat
Amerika seperti mimpi, harapan, ketakutan
dan mimpi buruk mereka. Dengan menonton
film Amerika kita dapat memahami
bagaimana orang Amerika berpikir, hidup dan
bertindak.
Film Cina telah lama diakui di dunia
internasional. Farewell My Concubine, House
of Flying Daggers, dan Crouching Tiger,
Hidden Dragon adalah contoh yang baik
bagaimana film Cina memikat penonton
internasional untuk mendalami budaya
tradisional Cina.
Dalam film India, adegan menyanyi dan
menari menjadi sangat penting. Adeganadegan tersebut sebenarnya bisa saja
dihilangkan tanpa mempengaruhi alur
cerita. Tapi orang India sering mengatakan,
“daripada menghapus lagu, mendingan
ceritanya saja yang dihapus.” Karakteristik
lain dari film India adalah durasi yang
panjang – biasanya sekitar 3 hingga 4 jam –
dan ini mengisyaratkan betapa orang India
menikmati film berdurasi panjang.
Film Jepang terkenal dalam
mengekplorasi soal psikologi kompleks
manusia modern, seperti ketakutan yang
terpendam serta kecemasan. Budaya Jepang
sendiri memiliki sejumlah Icon seperti
Samurai, Geisha, Ninja, dan sebagainya yang
mengilhami film-film Hollywood. Seven
Samurai karya Akira Kurosawa menginspirasi
film Hollywood berjudul The Magnificent
Seven. Star Wars-nya George Lucas pun
terinspirasi dari The Hidden Fortress-nya Akira
Kurosawa.
Film Kita, Wajah Kita?
Di Indonesia sendiri, sejarah gambar
idoep yang mulai dikenal sejak awal abad
20 awalnya belum bisa mengalahkan
pertunjukan opera Komedi Stamboel dari
berbagai kelompok tonil yang
sedang digemari masyarakat.
Kemudian pada tahun 1926,
L. Heuveldorp dan G. Krugers
mengadaptasi legenda cerita
rakyat Sunda dan membuat film
berjudul Loetoeng Kasaroeng.
Walaupun bukan orang asli
Indonesia, L. Heuveldorp dan G.
Krugers menyadari pentingnya
citra dan rasa kedekatan emosi
antara cerita masyarakat sebagai
penontonnya.
Seiring dengan berjalannya waktu,
dibuatlah film-film yang mengadopsi cerita
yang berasal dari tonil. Elemen-elemen
yang ada dalam tonil dipindahkan ke dalam
film dengan tujuan sebagai daya tarik
utama bagi penonton. Kemudian sejak
keberhasilan film Terang Boelan, rumus
film mulai memperkenalkan sistem bintang
dan menciptakan pasangan di layar yang
kemudian menjadi wakil dari kisah romansa
ideal.
Ketika Jepang masuk ke Indonesia,
film digunakan sebagai media yang sangat
efektif oleh pemerintahan pendudukan
Jepang untuk menyampaikan propaganda.
Berdjoang, Kemakmoeran, Koeli dan
Roemusha adalah film-film yang sengaja
dibuat sebagai propaganda Jepang. Misbach
Yusa Biran yang sempat menonton film-film
propaganda buatan Jepang, mengaku tidak
percaya kalau Jepang bisa kalah dengan
Amerika dalam Perang Dunia II. Kemampuan
propaganda ini diartikan oleh Usmar Ismail,
salah satu founding fathers film Indonesia,
sebagai salah satu kemampuan film untuk
melakukan komunikasi sosial. Berbekal
pengalamannya yang pernah menyutradarai
dua film, pada tahun 1950 Usmar Ismail
membuat film berjudul Darah dan Doa. Film
itu kemudian dianggap menjadi tonggak
perfilman nasional karena diproduksi oleh
perusahaan asli Indonesia. Setelah itu, film di
Indonesia menjadi berkembang tidak hanya
sebagai hiburan tetapi menjadi pembawa
gagasan untuk didiskusikan oleh kaum
intelektual.
Di tahun 1964, Presiden Soekarno,
ia memutuskan bahwa pembinaan
perfilman dilakukan oleh Menteri
Kompartimen Perhubungan dengan
Rakyat. Pertimbangannya adalah bahwa
film merupakan alat publikasi massa yang
sangat penting untuk nation building dan
character building dalam rangka mencapai
tujuan revolusi. Pemerintahan Orde Baru pun
meyakini bahwa film merupakan media
yang ampuh dalam menyebarkan dan
menanamkan gagasan.
Semangat dan gairah untuk
memproduksi film pun semakin
meningkat. Pada tahun 1977
film Indonesia mencapai puncak
produksinya. Sebanyak 133 judul
film yang berhasil diproduksi
belum dapat tertembus hingga
sekarang ini. Sayangnya,
peningkatan kuantitas film
justru berbanding terbalik
dengan kualitasnya. Filmfilm bertemakan semangat
perjuangan, di samping
drama dan komedi,
tergantikan dengan film
yang berbau kekerasan,
mistik dan seks pada
akhir era tahun 1970an. Meskipun pada
faktanya film-film drama bertema semangat
keindonesiaan masih tetap ada, namun filmfilm yang berbau kekerasan, mistik dan seks
kian lama kian menderas.
Kenyataan itu diperkuat dengan
pernyataan almarhum Nyak Abbas Akup,
sutradara Inem Palayan Seksi, yang
pada tahun 1978 meraih Piala Antemas
(penghargaan untuk film terlaris), yang
berkata bahwa bumbu seks dan sadisme
merupakan rumus agar sebuah film
laris manis di pasaran. Hal yang sangat
disayangkan, namun itulah yang mulai terjadi
pada perfilman Indonesia saat itu. Kenyataan
tersebut semakin terlihat jelas ketika TV
swasta mulai hadir di Indonesia pada awal
1990an. Dengan adanya TV swasta, rakyat
Indonesia tidak lagi diwajibkan untuk
membayar iuran siaran televisi kepada TVRI.
Saat itulah minat penonton untuk pergi ke
bioskop mulai memudar.
Film Indonesia memasuki jaman
kegelapan. Film bertema horor, kekerasan
dan seks bercampur membentuk sebuah
klise. Tahun 1992 hingga tahun 1996
merupakan tahun yang paling gelap dalam
perfilman Indonesia dari segi muatan cerita.
Almarhum Rosihan Anwar dalam
artikelnya pada majalah Tempo, 25 Juni
1994 menyebut perfilman Indonesia
kala itu dengan fenomena back to basic.
Ketika pembuat film kehabisan ide dalam
mengundang penonton untuk datang ke
bioskop, mereka pun membuat cerita yang
cenderung instan dengan mengangkat
tema-tema yang mendasar dalam kehidupan
manusia, yaitu horor, komedi, seks dan
kekerasan dengan jalan cerita yang sangat
sederhana dan terkesan sembarangan.
Deddy Mizwar pernah mengatakan
kepada Kinescope bahwa film adalah sihir,
ia mampu mempengaruhi setiap manusia
yang menonton film dengan cara yang
sangat efektif. Coba saja kita lihat, begitu
banyaknya jam tayang sinetron dan
program televisi yang bermutu rendah,
ditambah dengan derasnya arus teknologi
komunikasi sekarang ini seperti video
streaming di internet serta TV Kabel yang
sudah semakin populer di Indonesia.
Mampukah kita, rakyat Indonesia,
mawas diri dan dapat menjaga
keluarganya dari serangan propaganda
atau dengan kata lain masuknya informasi
yang membawa pesan ideologi, ekonomi,
sosial dan budaya dari jenis-jenis film,
tayangan televisi dan video streaming
internet yang dapat merusak akhlak dan
moral kita? “Itu kewajiban pemerintah
Indonesia agar secepatnya memberdayakan
seluruh rakyat Indonesia untuk dapat
melek media supaya setiap warga memiliki
kemampuan dalam menyaring informasi,
mana informasi yang baik dan mana yang
tidak baik. Dan itu sesuai dengan Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, mencerdaskan
kehidupan bangsa berdasarkan Pancasila,”
terangnya.
Kita harus tahu bahwa film, baik
atau buruk, memiliki kekuatan untuk
mempengaruhi seseorang. Film
mempermudah orang untuk mengerti
muatan dan isi cerita. Tanpa bermaksud
mengatakan bahwa penonton adalah
orang yang bodoh atau malas berfikir,
mempertontonkan film artinya seperti
memberi makan seorang bayi yang tidak
akan pernah tahu bedanya makanan sehat
dan racun. Ada banyak racun di luar sana dan
kita tidak bisa melindungi bayi dari itu. Satusatunya hal yang bisa kita lakukan adalah
membuat makanan yang sehat menjadi
tampak begitu lezat dan menarik hingga bayi
akan lebih menyukainya dibanding racun.
Kini, walaupun unsur seks masih banyak
dijumpai, namun film Indonesia mulai
menunjukan kembali wajahnya. Film Laskar
Pelangi dapat menjadi contoh bagaimana
film dapat membuka mata internasional
tentang semangat perjuangan anak-anak
daerah serta pesona keindahan daerah
terpencil seperti Bangka-Belitung, yang
setelah film tersebut go international, sektor
pariwisata Kabupaten Bangka-Belitung naik
sampai 400% dan bisa memiliki bandar udara
sendiri untuk mempermudah wisatawan
datang kesana.
Mengutip dialog Habibie kepada Ainun
di flat kecil mereka di Jerman dalam film
Habibie & Ainun, “..bagaikan kereta yang
sedang melewati sebuah terowongan
panjang yang gelap. Tetapi setiap
terowongan, pasti akan menemukan cahaya
di ujungnya.” Kendala terbesar adalah
konsistensi. Konsistensi untuk berjuang
bersama dan terus menerus melakukan
evaluasi serta introspeksi. Demi film kita,
demi “wajah” kita. Mari bung rebut kembali!
Oktober 2013 l Kinescope l 13
8. 14 l Kinescope l Oktober 2013
Oktober 2013 l Kinescope l 15
9. PROFILE
Christine Hakim
Dari Kuala Tungkal Ke Cannes
Doni Agustan
A
da tiga hal penting sepanjang
lebih dari 30 tahun karir Christine
Hakim sebagai aktris. Pertama
dia satu-satunya pemegang rekor
peraih piala Citra, Festival Film Indonesia
(FFI) terbanyak hingga saat ini, dengan 6
piala, yang semuanya adalah untuk Pemeran
Utama Wanita Terbaik. Kedua, dia adalah
orang Indonesia pertama yang menjadi juri
pada Festival Film Cannes, Christine Hakim
dipercaya menjadi juri pada tahun 2002
bersama Sharon Stone dan Michelle Yeoh.
Ketiga, dia adalah orang Indonesia pertama
yang mendapatkan peran penting dalam film
Hollywood, Eat Pray Love (2010) dan beradu
akting dengan Julia Roberts.
Awal tahun 1970-an, dengan tubuh tinggi
kurusnya atau yang lebih dikenal dengan
sebutan ‘twiggy’, Christine memulai karirnya
di dunia model. Beruntung baginya ketika
Teguh Karya melihat foto dirinya dalam
sebuah majalah dan memintanya datang
untuk sebuah audisi film. Film tersebut
kemudian adalah Cinta Pertama (1973)
dipasangkan dengan Slamet Rahardjo. Film
inilah kemudian yang mengantarkannya
meraih Piala Citranya yang pertama untuk
pemeran utama wanita terbaik.
Pertama kali main film, Christine sudah
mendapatkan kritikan karena fisiknya yang
tidak seperti kebanyakan aktris pada masa itu
yang rata-rata bertubuh sintal, montok dan
berdada besar. Tubuh rampingnya memang
16 l Kinescope l Oktober 2013
lebih pas untuk menjadi peragawati. Tetapi
beruntung dengan fisik yang tidak terlalu
diinginkan pada masa itu, seorang Teguh
Karya percaya pada bakat aktingnya dan
Christine membuktikan debutnya tersebut
dengan Piala Citra yang diraihnya. Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI) juga memberinya
penghargaan aktris terbaik PWI 1973-1974.
Sejak itu popularitas meroket dan tawaran
main film semakin banyak berdatangan.
Tidak seperti bintang-bintang The Big Five
yang dalam setahun bisa main dalam belasan
film, Christine justru sebaliknya, ia hanya
menerima 2-3 film pertahun. Dia tidak mau
main dalam dua film sekaligus, apalagi jika
perannya cukup berat, selain itu menurutnya
terlalu sering tampil akan membuat penonton
bosan. Inilah standar yang dijadikannya
patokan setiap kali akan menerima tawaran
untuk main dalam sebuah film.
Setelah sukses dengan Cinta Pertama,
tahun 1974 Christine tampil dalam 5 film,
yaitu Kawin Lari, Bandung Lautan Api, Gaun
Pengantin, Ranjang Pengantin karya Teguh
Karya dan Atheis karya Sjuman Djaya. Tahun
1975 dia hanya main dalam satu produksi film
saja yaitu Surat Undangan. Tahun 1976 dia
terlibat dalam dua film klasik indonesia yang
terkenal hingga saat ini yaitu Si Doel Anak
Modern bersama Benjamin S. dan Sesuatu
Yang Indah bersama Roy Marten dan Marini.
Sesuatu Yang Indah karya Wim Umboh ini
mengantarkannya kembali menerima Piala
Citranya yang kedua
pada FFI 1977.
Menerima dua Piala
Citra kurun waktu hanya 3 tahun
saja
membuat Christine semakin membatasi diri
dalam menerima tawaran film. Dia tidak
terjebak pada peran-peran yang telah pernah
diperankan sebelumnya. Christine selalu
berusaha untuk mendapatkan karakter yang
berbeda-beda untuk setiap film yang akan
diperankan.
Arwah Komersil Dalam Kampus dan
Badai Pasti Berlalu menjadi dua filmnya pada
tahun 1977. Badai Pasti Berlalu menjadi
salah satu film Indonesia paling sukses
pada masanya hingga saat ini. Lagu tema
film ini hingga sekarang masih didengarkan
oleh pengemar film dan musiknya, ini
semakin membawa popularitas Christine
pada puncak karirnya. Setahun kemudian,
Christine menerima Piala Citra ketiganya
untuk perannya dalam Pengemis dan Tukang
Becak (1978), film Wim Umboh kedua yang
memberinya Piala Citra.
Setelah tampil dalam PetualangPetualang (1978), Dr. Siti Pertiwi Kembali Ke
Desa (1979), dan Seputih Hatinya Semerah
Bibirnya (1980), serta menjadi bintang Lux,
Christine istirahat dari akting selama hampir
satu tahun. Dia kembali berakting untuk
film Teguh Karya, Di Balik Kelambu (1982),
Ponirah Terpidana (1983) karya Slamet
Rahardjo, dan Kerikil-Kerikil Tajam (1984)
karya Sjuman Djaya. Selama 3 tahun berturutturut rentang 1983-1985 namanya kembali
hangat dalam persaingan peraihan Piala Citra.
Christine meraih Citranya yang keempat dan
kelima untuk Di Balik Kelambu dan KerikilKerikil Tajam.
Setelah membintangi Bila Saatnya Tiba
(1985), Christine total mendedikasikan dirinya
selama dua tahun untuk menemukan jati
diri Tjoet Nja’ Dhien (1988). Selama hampir
satu tahun lebih Christine berkelana di
Aceh, menjadi anti sosial, mencoba untuk
merasakan apa yang kira-kira dirasakan
Tjoet Nja’ Dhien saat bergerilya melawan
pendudukan Belanda di Aceh. Dia tidak
menyianyiakan kepercayaan yang diberikan
oleh Eros Djarot padanya. Filmnya sendiri
juga memerlukan waktu dua tahun untuk
menyelesaikan semua proses produksinya.
Tjoet Nja’ Dhien menerima 8 Piala
Citra pada FFI 1988, termasuk untuk
film, sutradara, skenario, cinematografi,
penyuntingan, penata artistik, musik dan
tentu untuk Christine sendiri sebagai
Pemeran Utama Wanita Terbaik. Inilah
Piala Citranya yang keenam. Christine
juga memulai sejarah kedekatannya
dengan Festival Film Cannes, film ini
menjadi film Indonesia pertama yang
diputar pada salah satu festival film
tertua di dunia. Setelah main dalam
film Irisan-irisan Hati (1988) praktis
setelah itu Christine menghilang dari
dunia film Indonesia.
Hilang bukan berarti Christine
tidak melakukan apa-apa. Setelah
tidak lagi main dalam produksi
film nasional, Christine banyak
menerima tawaran menjadi
juri pada beberapa festival film
internasional. Tahun 1991, dia
terlibat dalam sebuah tv mini
seri produksi Jerman yang
berjudul Tod Auf Bali. Tahun
1996, dia membintangi
sebuah film produksi
Jepang berjudul Nemuru
Otoko atau Sleeping
Man, di film ini Christine
berperan sebagai wanita
Indonesia bernama Tia
yang tinggal di Jepang.
Dalam film ini Christine
beradu akting dengan aktor
watak terkenal Jepang saat ini, Koji
Yakusho. Tahun 1997, Christine
terlibat dalam Tropic of Emerald,
film produksi Belanda, karya
Orlow Seunke yang bercerita
tentang sejarah IndonesiaBelanda.
Setelah main dalam
banyak produksi film
internasional, bersama
Garin Nugroho, melalui
production house
miliknya, PT. Christine
Hakim Film, dibuatlah
Daun Di Atas
Bantal (1998).
Film ini ditayangkan di bioskop-bioskop
tanah air mulai 14 Agustus 1998, dan
berhasil membayar kerinduan pencinta
film terhadap Christine Hakim dan film
Indonesia sendiri yang produksinya sedang
sangat minim. Kematangannya sebagai Asih,
perempuan Jogja yang merawat anak-anak
jalanan, mendapat simpati juri Festival
Film Asia Pasifik 1998, Christine menerima
penghargaan aktris terbaik.
Sebuah naskah serial televisi yang
ditinggalkan almarhum Arifin C. Noer
kemudian membuat Christine mencoba
menjadi bintang televisi. Dipandu dengan
arahan Jajang C. Noer, sinetron Bukan
Perempuan Biasa sampai saat ini menjadi
salah satu sinetron yang monumental karena
berhasil menghadirkan sosok Christine Hakim
ke layar televisi. Selanjutnya dia juga tampil
dalam Tiga Perempuan bersama Adek Irawan
dan Vira Yuniar.
Film Indonesia kembali banyak
diproduksi. Nan T. Achnas kemudian yang
kembali memasangkannya dengan Slamet
Rahardjo, menjadi pasangan orang tua
untuk Daya yang diperankan oleh Dian
Sastrowardoyo dalam Pasir Berbisik (2001).
Tahun 2004, ketika FFI diadakan untuk yang
pertama kalinya setelah era mati suri film
Indonesia, namanya kembali menjadi salah
satu nominasi pemeran utama wanita terbaik
untuk perannya dalam film ini.
Sampai saat ini Christine Hakim masih
aktif main film, terakhir tampil dalam Sang
Kiai dan sebuah film terbaru dari Erwin
Arnada yang berjudul Jejak Di Seribu Hujan
yang rencana baru akan rilis 2014 mendatang.
Christine Hakim juga aktif sebagai
produser, selain Daun Di Atas Bantal (1998),
dia juga menjadi associate producer untuk
Pasir Berbisik (2001) dan memproduseri
sebuah dokumenter tentang Aceh, Serambi
(2005).
Christine Hakim menikahi seorang pria
Belanda bernama Jeroen Lezer dan saat ini
tinggal di daerah Cibubur. Christine juga
aktif menjadi duta UNICEF. Beberapa hal
yang patut dicontoh dari seorang Christine
Hakim adalah dia mampu menjaga eksistensi
diri hingga saat ini, tetap menjadi sosok
yang dikagumi dan tetap membuat prestasiprestasi yang cemerlang.
Filmografi
•
Sang Kiai (2013)
•
Rayya, Cahaya Di Atas Cahaya (2012)
•
Eat Pray Love (2010)
•
Jamila Dan Sang Presiden (2009)
•
Merantau (2009)
•
In The Name Of Love (2008)
•
Anak-anak Borobudur (2007)
•
Pasir Berbisik (2000)
•
Daun di Atas Bantal (1997)
•
Tropic of Emerald (1997)
•
Sleeping Man (1996)
•
Irisan-irisan Hati (1988)
•
Tjoet Nja Dhien (1986)
•
Bila Saatnya Tiba (1985)
•
Kerikil-Kerikil Tajam (1984)
•
Ponirah Terpidana (1983)
•
Di Balik Kelambu (1982)
•
Seputih Hatinya Semerah Bibirnya (1980)
•
Dr Siti Pertiwi Kembali ke Desa (1979)
•
Petualang-Petualang (1978)
•
Pengemis dan Tukang Becak (1978)
•
Badai Pasti Berlalu (1977)
•
Arwah Komersil dalam Kampus (1977)
•
Impian Perawan (Melati) (1976)
•
Sesuatu yang Indah (1976)
•
Si Doel Anak Modern (1976)
•
Surat Undangan (1975)
•
Atheis (1974)
•
Bandung Lautan Api (1974)
•
Gaun Pengantin (1974)
•
Ranjang Pengantin (1974)
•
Kawin Lari (1974)
•
Cinta Pertama (1973) .
Penghargaan
•
Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik, dalam film Cinta Pertama (1974)
•
Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam film Sesuatu Yang Indah (1977)
•
Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam film Pengemis dan Tukang Becak (1979)
•
Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam film Kerikil-Kerikil Tajam (1985)
•
Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam film Di Balik Kelambu (1983)
•
Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam film Tjoet Nja’ Dhien (1988)
•
Aktris Terpuji Festival Film Bandung dalam film Tjoet Nja’ Dhien (1989)
•
Penghargaan khusus Festival Film Bandung (1999)
•
Best Actrees pada Asia Pasific International Film Festival dalam film Daun diatas bantal (1998)
•
Aktris Terpuji Festival Film Bandung dalam film Pasir Berbisik (2002)
•
Lifetime Achievement SCTV Awards 2002
Herlina Christine Natalia Hakim dilahirkan di Kuala
Tungkal, Jambi, 25 Desember 1956. Walaupun
dilahirkan di Jambi, namun orang tuanya
merupakan campuran Minangkabau, Aceh,
Banten, Jawa, dan Lebanon.
Oktober 2013 l Kinescope l 17
10. PREVIEW
STATISTIK
filmindonesia.or.id
Hati ke Hati
K
etika ibunya (Dewi Irawan) memutuskan
pindah dari rumah masa kecil, Dika (Raditya
Dika), penulis, justru berusaha pindah dari halhal yang selama ini susah dilepaskan: cintanya
dengan Jessica (Eriska Rein) hingga hubungannya dengan bapaknya (Bucek).
Dika membantu mencari rumah baru.
Rumah yang mereka kunjungi ternyata tidak
ada yang cocok. Akhirnya Dika menemukan sebuah rumah, yang menurut ibunya sempurna.
Bersamaan dengan itu, Dika bertemu dengan
Patricia (Kimberly Ryder) nan cantik. Pendekatan dimulai.
Ketika sudah pindah ternyata Dika tidak
menyukai rumah barunya. Kenangan akan
rumah lama masih membekas. Sementara itu,
hubungan Dika dengan Patricia juga terganggu,
karena Jessica masih membayang-bayangi.
Dika pada akhirnya menyadari bahwa perjalanannya untuk pindah rumah, juga merupakan
perjalanan berpindah dari hal-hal yang selama
ini menahannya menuju kedewasaan.
Produser
Chand Parwez Servia
Fiaz Servia
Sutradara
Herdanius Larobu
Penulis
Raditya Dika
Pemeran
Raditya Dika
Kimberly Ryder
Eriska Rein
Bucek
Dewi Irawan
Mosidik
Insan Nur Akbar
AIR MATA TERAKHIR BUNDA
S
ebuah kisah keluarga korban lumpur
Lapindo, Sidoarjo. Seluruh hidup Delta
Santoso (Ilman Lazulva, Vino G Bastian) diabadikan untuk berterimakasih pada ibundanya,
Sriyani (Happy Salma), apapun situasi dan
konflik hidup yang ia hadapi. Bencana yang
menghampiri Sriyani bukan hanya lumpur
Lapindo, tapi juga suami yang melarikan diri
ke wanita lain tanpa memberi kejelasan status. Akibatnya, kemiskinan membuat Sriyani
harus memenuhi kebutuhannya sehari-hari
dan membiayai sekolah kedua anaknya, Delta
dan Iqbal (Reza Farhan Bariqi, Rizky Hanggono). Ia menjadi buruh cuci setrika sambil
berjualan lontong kupang, yang ia jajakan
sendiri dengan sepeda tuanya
Romantini
Produser Didi Mukti, Sumarsono, Nurmi Pandit
Sutradara Monty Tiwa Penulis Monty Tiwa
Ivander Tedjasukmana, Sumarsono Pemeran Ashanty
Aurel Hermansyah, Dwi Sasono, Mario Irwinsyah
Iang Darmawan, Zaid Assiddiq, Ridwan Abdul Ghany
18 l Kinescope l Oktober 2013
Produser
Erna Pelita
Sutradara
Endri Pelita
Penulis
Endri Pelita
Danial Rifk
Kirana Kejora
Pemeran
Happy Salma
Vino G Bastian
Rizky Hanggono
Ilman Lazulva
Reza Farhan Bariqi
K
artini, biduan organ tunggal di kampung,
bersedia untuk tinggal di Ibu kota besama
sang suami, sopir bus antarkota. Kartini menyimpan sejuta harapan di Jakarta.
Empat belas tahun berlalu, mimpi untuk
hidup lebih baik tidak kunjung tiba. Rahman
yang kini sudah menganggur, jarang pulang
ke rumah. Pelangi, putri satu-satunya mereka,
tumbuh menjadi gadis remaja yang introvert
dan antisosial. Kartini bekerja menjadi pemandu lagu di sebuah klub karaoke sekaligus
menerima upah cucian untuk penghuni rusun
tempatnya mengontrak.
6
1
Cinta Brontosaurus
P
asangan Kinaras (Intan Kieflie), perempuan muda berjilbab, pengusaha
butik yang sangat sukses di Yogyakarta,
dan suaminya, Asmaradana (Mike Lucock),
arsitek muda yang juga sukses, tak kunjung
dikaruniai anak meski telah empat tahun
berumahtangga. Pernikahan mereka perlahan mulai goyah.
Dari pemeriksaan laboratorium,
ternyata Kinaras memiliki antisperma antibody yang membuat dia tidak bisa hamil.
Dan dia juga melihat tanda-tanda bahwa
suaminya sepertinya selalu menyembunyikan sesuatu. Ia yakin suaminya selingkuh,
melihat kedekatan suaminya dengan
sahabat lamanya, Bulan.
Di belahan lain kota Yogyakarta, Lara
(Sausan Machari), pelacur kelas atas,
hidup bersama Salep (Dwi Sasono). Lara
jadi sapi perah. Suatu hari Lara sadar dan
ingin menyelamatkan kehidupannya.. Lara
memutuskan berhenti menjadi pelacur
saat dia menyadari dirinya sedang hamil
anak keduanya bersama Salep.
Kinaras dan Lara bertemu. Sesuatu
yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya.
Rahman hanya bisa merongrong uang
Kartini. Kehidupan Kartini pun semakin sulit.
Dan mimpi-mimpi yang dijanjikan Rahman
belasan tahun lalu, kini telah dilupakannya. Di
tengah kebingungan Kartini dalam menghadapi
masalah hidup yang menimpa, dia terkejut
saat mengetahui Pelangi menyimpan sebuah
bakat terpendam, yaitu membuat lagu.
Di tengah situasi yang serba mustahil dan
kondisi badan yang remuk, Kartini harus berjuang sekali lagi untuk menyelamatkan mimpi
putrinya.
2
892.915
Coboy Junior The Movie 683.144
3
Get M4rried
Data Penonton
MANUSIA SETENGAH SALMON
La Tahzan
234.918
7
Sang Kiai
219.734
8
306.416
4
Refrain
9
280.707
5
308
19 l Kinescope l Agustus 2013
Air Terjun Pengantin Phuket 215.161
Cinta Dalam Kardus
212.974
10
270.821
Mika
169.151
Oktober 2013 l Kinescope l 19
11. REVIEW
Crazy Love
Perawan Seberang
Antara Mistis dan Kemolekan Julia Perez
Deddy Setiady
Genre horor nampaknya masih menjadi suatu potensi
yang menarik untuk di garap oleh sutradara. Terbukti
dengan masih menjamurnya judul-judul film horor baru
yang diproduksi di dalam negeri. Film horor besutan
dalam negeri biasanya bertemakan berbagai macam
mitos yang tumbuh di ruang masyarakat. Segala macam
mitos tersebut seakan jadi potensi yang bisa diangkat
menjadi film horor yang seru untuk digarap.
M
itos-mitos horor yang dekat
dengan masyarakat seakan
menjadi sebuah nilai jual
tersendiri. Tidak mengherankan
jika para sutradara berlomba-lomba
menggunakan itu menjadi sebuah konsep
cerita film garapannya.
Kali ini Dayak yang menjadi
sumber inspirasi Chiska Doppert,
sutradara film ini. Dalam Perawan
Seberang, Doppert mengangkat tema
yang memperlihatkan kehidupan
masyarakat Dayak yang dekat sekali
dengan dunia gaib, unsur-unsur
cerita animisme, dan kepercayaan
20 l Kinescope l Oktober 2013
masyarakat Dayak terhadap leluhur mereka.
Karakter hantu seperti pocong, kuntilanak,
genderuwo, atau sebagainya tidak ditonjolkan
lagi. Pertanyaan kali ini agak unik, “apakah
penulis atau sutradara telah kehabisan ide
karakter hantu yang diangkat ke layar lebar?”
Kalung Yulia yang dipercayai punya
kekuatan magis penolak bala menjadi sebuah
alternatif baru bahwa gaib atau dunia horor
mempunyai sisi lain tentang manifestasi
kekuatannya. Selain benda pusaka berupa
kalung itu, ada juga kekuatan ayah Yulia. Untuk
membalaskan dendam, Ayah Yulia meminta
pertolongan kepada arwah sang leluhur
berupa kutukan terhadap para pemerkosa
Yulia, dengan media ritual pemujaan kramat
kepada arwah sang leluhur, kepada mereka.
Teror yang terlihat digambarkan
dengan rupa wanita yang menyeramkan
dengan muntahan belatung dari
mulutnya dan didukung juga oleh
penampakan burung gagak yang selalu
dianggap sebagai simbol kematian. Sosok
menyeramkan yang dihadirkan cukup
membuat penonton merasa ngeri. Hal
ini dibuktikan dengan teriakan histeris
atau hela nafas penonton di bioskop saat
menonton film ini.
Judul ‘Perawan Dayak’ yang pertama kali
digunakan untuk film ini tidak lulus sensor.
Kontroversi masalah penggunaan judul dengan
kata Dayak ini, membuat film ini menjadi
incaran penonton, selain sosok Julia Perez yang
tampil seronok. Pada saat melihat poster film
ini, anda sudah pasti dalam satu kesimpulan
bahwa ini adalah sebuah film horor.
Satu adegan yang terasa sangat tidak
masuk akal serta dibuat-buat dan justru
terlihat sangat murahan adalah keluarnya
burung gagak dari sebuah magic jar. Agak
mengagetkan, tapi kenapa magic jar yang
dipilih untuk tempat keluarnya burung gagak
tersebut. Adegan yang mestinya dibuat untuk
membuat penonton ketakutan dan kaget ini,
justru membuat penonton tertawa dan terasa
sangat memalukan.
Julia Perez memamerkan kemolekan
tubuhnya pada suatu adegan yang mana
dia sedang berendam di bath up. Julia Perez
terlihat amat sangat seksi di adegan tersebut.
Sorotan kamera yang hampir memamerkan
buah dadanya secara keseluruhan menjadi
bagian yang paling dirasa vulgar di film ini.
Banyak judul film horor yang telah diproduksi
sebelumnya yang juga memamerkan adegan
vulgar para wanita molek dan cantik, dan
tampaknya sudah menjadi trend film horor
lokal saat ini.
Di bawah bendera Maxima Pictures, diproduseri oleh Ody Mulya Hidayat, Maret lalu 'Tampan Tailor' yang dibintangi Vino G.
Bastian garapan Guntur Soeharjanto dirilis. Walau tak cukup
sukses secara komersial, 'Tampan Tailor' selain tak mudah
untuk dilupakan, juga terbukti berhasil menuai sejumlah
pujian kritikus film. Dan itu membuat catatan tersendiri bagi
kiprah Guntur Soeharjanto sebagai sutradara. shandy gasella
K
ini bersama dengan produser dan tim
penulis yang sama untuk 'Tampan
Tailor', mampukah ia kembali menuai
sukses lewat drama remaja 'Crazy
Love'?
Poster 'Crazy Love' yang menampilkan
empat cowok dan seorang cewek berbusana
casual melintas di atas zebra cross sebenarnya
agak misleading, bila tak mau disebut payah
secara konsep. Hampir sepanjang durasi
film kita menyaksikan para tokoh remaja ini
berseragam SMA. Lalu kenapa poster film ini
tak menampilkannya demikian? Mengutip
ocehan salah seorang karakter di film ini;
"Jangan dijawab, ini bukan pertanyaan!"
'Crazy Love' bercerita tentang cowok
ganteng bernama Kumbang (Adipati Dolken,
'Sang Kiai') -- anak SMA kelas XII yang badung.
Selain selalu berulah dan membuat geram
guru-guru di sekolah, ia tak memiliki banyak
kegiatan berarti, dan jelas telah menyianyiakan paras gantengnya dengan tak mencoba
jadi model coverboy misalnya. Kumbang jatuh
hati pada Olive (Tatjana Saphira, 'Get M4rried'),
siswi teladan paling pintar berparas model
gadis sampul. Siapa coba yang tak jatuh hati
padanya? Cerita selanjutnya adalah guliran
romansa keduanya yang sudah berkali-kali
kita saksikan dalam sejumlah film lain, belum
termasuk chicklit dan cerita-cerita sinetron di
televisi.
'Crazy Love' tampil terlalu sederhana,
tak hanya soal cerita namun juga secara
keseluruhan dalam penggarapannya. Cassandra
Massardi yang sebelumnya sukses menulis 'Get
M4rried' (Monty Tiwa, 2013) sebagai sebuah
tontonan yang menghibur, kini kembali berduet
dengan Alim Sudio, namun keduanya terlihat
seolah malas mengeksplorasi jalinan kisah
secara lebih mendalam dan liar. Cassandra
dan Alim hanya mampu menyuguhkan kisah
drama percintaan remaja ala kadarnya tanpa
pernah berhasil membuatnya berkesan. Para
tokoh yang mereka ciptakan tampil tanpa jiwa,
dan itu bukan semata karena kegagalan para
aktornya bermain peran, namun lebih karena
naskahnya yang tak memberi ruang sedikit pun
bagi perkembangan karakter masing-masing
tokohnya.
Pun begitu dengan Guntur Soeharjanto,
alih-alih memberikan arahan yang lebih
ketimbang yang pernah ia lakukan untuk
'Tampan Tailor', kali ini ia
begitu kedodoran. Guntur tak
berhasil membuat reka percaya
yang mumpuni. Lihat misalnya
keseluruhan set sekolah di film ini,
tampak begitu palsu. Hanya ada satu
set untuk ruang kelas, hanya ada
beberapa murid yang hilir mudik di
sekolah, dan kita hanya melihat tiga
orang guru sepanjang durasi film.
Belum lagi set kolam renang sekolah
yang jelas nampak terpisah sekali
dengan bangunan sekolah, namun si
pembuat film keukeuh ingin memberi
kesan bahwa Sekolah Pahlawan tempat
Kumbang dan Olive merajut kasih adalah
sekolah elit bak yang sering tampil dalam filmfilm remaja asal Korea Selatan, sayang kesan
tersebut malah tampak cacat di film ini.
Tak banyak yang dapat ditelaah, karena
seperti yang saya sebutkan tadi, begitu
sederhananya kisah yang ditawarkan. Namun
satu yang pasti, film ini terperosok begitu
dalam ke lubang klise. Karakter Kumbang dan
ketiga teman cowoknya yang juga diceritakan
sama-sama nakal begitu menjemukan, dan
sangat tipikal, terlebih untuk tokoh si gendut
berkacamata yang diplot sebagai pemancing
gelak tawa, alih-alih memberi kelucuan,
kehadirannya malah terasa mengganggu. Ingin
rasanya ada adegan ia tertabrak kereta api
atau mati tenggelam di kolam renang sekolah.
Karakter Olive sebagai cewek cantik
berotak encer juga tak kalah membosankan.
Tokoh-tokoh klise tadi ditempatkan pada
situasi cerita film ini, bila tak mau disebut
membosankan, ya keterlaluan. Keterlaluan
sekali pembuat film ini mengulik template
usang tanpa membawa hal baru sedikit
pun kedalamnya. Dan sama halnya seperti
posternya yang misleading itu, judulnya pun
demikian. Tak ada yang gila mengenai kisah
cinta antara Kumbang dan Olive. Hanya kisah
klise percintaan remaja lainnya yang gagal
tergarap.
Oktober 2013 l Kinescope l 21
12. REVIEW
Wanita Tetap Wanita
jelas masih layak
ditonton untuk
melihat usaha
ambisius yang ada
dibalik konsep unik
dan pendekatan
feminis tadi, tapi
sayangnya tak
dibarengi dengan
fondasi yang kuat.”
A
ctors turn directors akan selalu jadi
fenomena menarik di dalam film.
Selain buat kepentingan jualan,
bakal menarik juga menilai effort
mereka. ‘Wanita Tetap Wanita’ yang jadi debut
PH baru R1 Pictures ini kelihatannya cukup
ambisius dengan konsep mereka. Ada namanama aktor terkenal kita yang duduk di kursi
penyutradaraannya. Reza Rahadian, Irwansyah,
Teuku Wisnu dan Didi Riyadi. Tapi yang lebih
spesial, sama seperti judulnya, ini adalah
sebuah omnibus yang sangat feminis.
Dengan skrip yang dibesut oleh 5 penulis
wanita ; Ilma Fathnufrida, Lily Nailufar
Mahbob, Hotnida Harahap, Wina Aswir dan
Yunya Larasati, tiap segmennya berbicara
tentang konflik-konflik yang serba wanita, juga
pastinya dari sudut pandang wanita. Tentang
kekuatan mereka mengatasi problematika
beragam dari pekerjaan, persahabatan,
keluarga, kehidupan sosial hingga cinta.
Karakter utamanya juga wanita. Zaskia
Sungkar dalam debut layar lebar perdananya,
Shireen Sungkar yang baru memulai lewat
‘Honeymoon’ tempo hari, dan selebihnya ada
Renata Kusmanto, Revalina S. Temat serta
Fahrani. Bagaimana keempat sutradara pria
ini menangani tema yang sangat feminis jelas
akan jadi tantangan yang sangat menarik. Mari
lihat satu persatu segmennya.
Sebuah omnibus dengan storytelling
interwoven mungkin masih jadi cinematic
style yang jarang-jarang kita temui, namun
sudah ada di beberapa film Indonesia seperti
‘Kuldesak’ dan ‘Dilema’. Menggarap tematema yang sangat feminis ini, sebenarnya tak
ada yang salah juga dengan debut Didi Riyadi,
Reza Rahadian, Teuku Wisnu plus Irwansyah
yang sekaligus menjadi produser bersama
Raffi Ahmad dan Furqy. Keseriusan mereka
terlihat jelas dibalik editan Andhy Pulung dan
David Dhuha yang cukup rapi memisah-misah
bagian segmennya dalam storytelling unik
Wanita Tetap Wanita
Ambisi Diatas Fondasi Lemah
Daniel Irawan
tadi. Menolak untuk tampil terlalu linear,
namun sayangnya, mereka tak menyadari
bahwa usaha hebat itu berjalan diatas sebuah
bangunan serba lemah dari skripnya.
Masalahnya, masing-masing skrip itu
dibangun dengan konflik-konflik plot film kita
Cupcakes
Sutradara: Didi Riyadi Penulis: IlmaFathnurfirda
Trauma akibat ditinggal
calon suaminya tepat di hari
pernikahannya, Shana (Zaskia
Sungkar) meneruskan hidup
dengan membuka gerai cupcake bersama sahabatnya
Jasmine. Perlahan, Shana mulai menemukan semangat lewat
perhatian Fauzan (Didi Riyadi), kakak kandung Jasmine. Tapi ia
tak menyadari bahwa trauma itu akan muncul kembali dalam
situasi yang sulit
22 l Kinescope l Oktober 2013
yang serba klasik, yang membuat mereka tak
lagi bisa menghindar dari elemen-elemen
klise ala sinetron mulai dari dialog hingga
pengadeganannya. Hasilnya, tiap segmen
seperti tak lagi memberikan ruang lebih baik
bagi keempat aktor ini sebagai sutradara
With or Without
Sutradara RezaRahadian Penulis Lily NailufarMahbob
Sebagai seorang penulis novel sukses
yang berkali-kali dikecewakan, Adith
(Renata Kusmanto) memilih untuk
tak percaya dengan cinta. Namun
pertemuannya dengan seorang supir taksi bergelar
sarjana filsafat, Rangga (Marcell Domits) mulai bisa
membuka hatinya kembali.
sekaligus cast utama hingga pendukungnya,
sekaligus keterikatan emosi yang jadi terasa
sangat lemah buat para pemirsanya. Puzzlepuzzle dalam interwoven storytelling itu
malah terkesan jadi sedikit draggy menuju
konklusinya yang selain gagal memuat simbol-
FirstTeuku Wisnu Penulis Hotnida Harahap
Crush
Sutradara
Cinta pertama memang sulit untuk
dilupakan. First crush Nurma (Revalina S.
Temat) pada guru les masa SMP-nya, Andy
(Teuku Wisnu) kini berlanjut ketika Nurma
diterima bekerja sebagai partner di firma
Andy yang sudah menjadi seorang pengacara
sukses. Masalahnya, Nurma sudah keburu
bertunangan dengan Iko (Irwansyah), seorang
aktor terkenal, sementara Andy juga sudah
memiliki keluarga.
simbol penceritaannya, juga dipaparkan
kelewat pretensius di bagian akhir.
‘Wanita Tetap Wanita’ pun tetap dipenuhi
dengan adegan-adegan serta elemen konyol
yang sudah ribuan kali kita jumpai di film
Indonesia. Dialog-dialog klise, batuk-batuk
Reach The Star Aswir
Sutradara Irwansyah Penulis Wina
Berkarir sebagai pramugari dan kini
mengincar posisi lebih baik di sebuah
maskapai penerbangan internasional,
tujuan Kinan (Shireen Sungkar) hanya
satu. Mewujudkan impiannya untuk
memberangkatkan sang ibu (Dewi Irawan) naik haji
setelah ayahnya meninggal. Namun gosip hubungannya
dengan pilot yang menyeruak ke permukaan akibat
hubungannya dengan seorang selebritis mengacaukan
semuanya.
darah untuk menggambarkan sakit tanpa
adanya kejelasan status penyakit itu, berikut
elemen-elemen klise seperti perselingkuhan,
reaksi-reaksi konflik dengan gestur yang
sangat sinetron, kausa-kausa trauma cinta dari
itu ke itu saja, hingga rape attempts untuk
penekanan konfliknya.
Padahal, hampir seluruh cast-nya sudah
terlihat mencoba berakting dengan baik. Zaskia
dan Shireen yang lebih kental dengan aura
sinetron-nya bisa terlihat sedikit beda, Renata
Kusmanto dan Marcell Domits membangun
chemistry cukup baik, Didi Riyadi juga
cukup lumayan di porsi singkatnya, namun
Irwansyah tak menunjukkan perkembangan
jauh. Dalam segmen ‘First Crush’, walau
Revalina S. Temat tampil dengan bagus, Teuku
Wisnu benar-benar gagal memerankan sosok
pengacara berdarah batak di balik akting yang
terlihat kelewat dibuat-buat. Masih ada juga
aktris senior Dewi Irawan yang tak pernah
mengecewakan namun sayangnya kali ini harus
berkompromi dengan pengadeganan serba
klise itu.
Selebihnya, omnibus ini masih menyisakan
sinematografi cukup cantik dari Regina
Anindita dan scoring Melly – Anto Hoed yang
walau sudah sangat tipikal tapi masih mampu
bekerja di beberapa adegan. ‘Wanita Tetap
Wanita’ jelas masih layak ditonton untuk
melihat usaha ambisius yang ada dibalik
konsep unik dan pendekatan feminis tadi, tapi
sayangnya tak dibarengi dengan fondasi yang
kuat. Sayang sekali. Mudah-mudahan produksi
berikutnya dari R1 Pictures bisa lebih baik dari
ini.
In Between
Sutradara Irwansyah Penulis Yunialarasati P
Menjalani karirnya
sebagai seorang
model, Vanya (Fahrani)
harus menghidupi dua
orang adiknya, Teddy
dan Lola yang menderita autisme.
Karir Vanya kini berada di ujung
tanduk ketika Dion, seorang playboy
dari agensinya menginginkan Vanya
menjadi miliknya.
Oktober 2013 l Kinescope l 23
13. REVIEW
Director
Geoffrey Fletchers
(Screen writer of Precious)
Genre
Drama, Action, Satire
Production
GreeneStreet Films /
Magic Violet
Casts
Saoirse Ronan
as Daisy
Alexis Bledel
as Violet
Danny Trejo
as Russ
James Gandolfini
as Michael
Violet & Daisy
Ungkapan korban mode mengambil makna
baru dalam film “Violet & Daisy”, judul yang juga
merupakan karakter utama dalam film ini. Violet
dan Daisy telah menjadi pembunuh bayaran untuk
muhammad adrai
beberapa tahun sebelumnya.
K
ini mereka kembali mengambil
pekerjaan selama liburan mereka
sebagai pembunuh untuk
mendapatkan uang tunai agar mereka
dapat membeli gaun yang sangat mereka
dambakan. Campuran antara kekerasan,
materialisme dan satir psikologis.
Debut sutradara dari Geoffrey Fletcher
yang pernah memenangkan piala Oscar
dari skenario adaptasi tulisannya yang
berjudul “Precious” merekam kebiasaan
yang menggemaskan, naif dan mematikan
dari Violet (Alexis Bledel) dan Daisy (Saoirse
Ronan). Pengembangan karakter mereka
ditangkap secara konstan, termasuk
kegemaran para gadis-gadis itu untuk
bermain ‘pat-a-cake’, pilihan alat transportasi
mereka: sebuah sepeda roda tiga besar
dan bahkan ketika mereka melakukan
penembakan ke arah laki-laki besar yang
sangat menakutkan sambil meniupkan
gelembung balon besar dari permen karet
mereka.
Profesionalisme pasangan Violet dan
24 l Kinescope l Oktober 2013
yang setiap babnya memiliki judul dan cerita.
“Odyssey Violet,” misalnya, berlangsung
selama beberapa menit dan hampir tidak
terasa seperti sebuah perjalanan epik.
Penggunaan iris wipe, sebuah transisi,
dari satu adegan ke adegan berikutnya
menggunakan lingkaran yang menyusut tampak
bergaya retro dan menyenangkan.
Dalam cerita ini kadang-kadang terselip
komedi, seperti ketika Violet dan Daisy yang
berupaya untuk membuktikan bahwa mereka
adalah pembunuh yang menakutkan. Namun
seringkali sifat kekanak-kanakan mereka
terungkap secara gamblang. Misalnya seperti
saat Violet dan Daisy berbicara satu sama
lain menggunakan kata-kata yang menurut
mereka dewasa namun terdengar lucu dan
menggemaskan.
Karakter dalam film ini juga
dimainkan dengan sangat baik oleh
James Gandolfini yang berperan sebagai
Michael, sang pencuri. Karakter yang
menyedihkan sekaligus menyenangkan
sebagai figur ayah. Lengkapnya,
walaupun terdapat adegan kekerasan
dan tidak untuk ditonton oleh anakanak, film ini cukup menghibur sekaligus
mempertanyakan kembali sisi-sisi
humanis kita dari sisi sosok yang sering
kita sebut the bad guy.
Daisy diuji ketika mereka disewa untuk
membunuh Michael (Jamses Gandolfini),
seseorang yang telah mencuri satu truk
cologne dan uang tunai dari bos mereka.
Sama seperti Violet dan Daisy, Michael
adalah karakter sederhana dan tidak rasional.
Ketika ia tiba di rumahnya dan menemukan
gadis-gadis itu sedang tertidur di sofa dengan
senjata di tangan, ia meliputi mereka dengan
selimut dan dengan penuh kelembutan.
Kemudian ia membuatkan mereka cookies
lalu duduk menunggu sampai gadis-gadis itu
terbangun. Tampaknya sang pencuri tidak
menolak bila dibunuh oleh Violet dan Daisy.
Fletcher, yang juga menulis naskah,
memiliki bakat untuk membuat urutan
adegan-adegan yang indah. Dia memiliki
mata seorang fotografer untuk menangkap
langit kota dan ruang interior. Tapi daya tarik
visual yang halus dalam film seperti terkesan
bahwa sutradara mencoba ngotot untuk
menjadi seorang auteur istimewa seperti
Quentin Tarantino .
Film ini dibagi menjadi beberapa bab,
Oktober 2013 l Kinescope l 25
14. OPINI
Film Pengkhianatan G30SPKI:
Kualitas Film
Mumpuni VS Proganda
1 Oktober. Sebuah tanggal yang dianggap kramat oleh sebagian
orang dan dianggap kiamat oleh sebagian yang lain. Ini terkait
dengan sejarah 6 hari yang berdarah-darah dan sampai sekarang
sejarahnya masih diliputi kegelapan. Ya hari itu diperingati sebagai
hari Kesaktian Pancasila, di mana pada hari itu, ideologi Pancasila
dianggap sakti karena gagal tergantikan oleh ideologi Komunisme
yang sampai sekarang dianggap oleh sebagian besar sebagai
sebuah proses pengkhianatan terhadap negara.
Reiza Patters
26 l Kinescope l Oktober 2013
T
erkait dengan itu, dibuatlah
sebuah film yang dianggap cukup
kontroversial, khususnya dari sisi alur
cerita. Letak kontroversinya adalah
karena alur cerita yang digunakan dianggap
alur cerita dari perspektif sejarah penguasa
saat itu. Sebagai sebuah film yang base on
true story, film ini dianggap cukup baik dari
sisi sinematografi, ketegangan, dan kualitas
yang hampir semuanya ada di dalam film
tersebut. Proses produksi yang dijalankan
selama dua tahun dan menggunakan sekitar
100 figuran, memperlihatkan bagaimana film
ini dibuat sedemikian detail. Namun begitu,
tetap saja film ini dianggap tidak mewakili
keseluruhan pendapat tentang alur cerita
dan fakta sejarah yang sebenarnya.
Film ini disutradari oleh Arifin C Noer,
seorang sutradara besar sejak masanya
hingga kini. Film-filmnya kebanyakan
laris dan meraih penghargaan.
Khusus film Pengkhianatan G30S/
PKI ini, ditayangkan sejak tahun
1984 hingga 1997 di TVRI.
Karena film ini, Arifin di ganjar
penghargaan Piala Citra untuk Penulis
Skenario Terbaik pada 1985.
Sebagian orang menilai,
sebetulnya dari sisi kualitas sebuah
film, film Pengkhianatan G30S/PKI ini
disayangkan saat terhenti ditayangkan sejak
1998. Karena justru dari sisi ini, kita bisa
menyaksikan sebuah film yang dibuat dengan
sangat detil, apik dan serius. Terjaga kualitas
sinematografisnya, mampu membangun
ketegangan dari alur ceritanya, dan benarbenar bisa membawa emosi siapapun yang
menontonnya. Tidak seperti sekarang, proses
pembuatan film menjadi sangat instan,
dengan proses syuting yang hanya seminggu
misalnya, dan kurang menjaga kualitas
dari berbagai sisi. Yang pada akhirnya,
kebanyakan proses pembuatan film hanya
mengandalkan nama besar pemainnya dan
kelebihan fisik semata.
Film ini memang bukan film kolosal
yang pertama bagi Arifin C Noer, namun
dia sendiri mengakui bahwa mengurus
dan menata casting yang begitu besar
memang ukan pekerjaan yang mudah dan
sebentar. Untuk membuat film itu, Arifin
mengeluarkan usaha yang sangat besar
dengan membaca sebanyak mungkin tentang
peristiwa tersebut, mewawancarai saksi
sejarah, dan berusaha mencari properti
asli. Arifin sebetulnya memimikan bahwa
film Pengkhianatan G30S/PKI bisa menjadi
sebuah film pendidikan dan renungan tanpa
pesan kebencian bagi setiap orang yang
menontonnya.
Film ini memang kaya dengan detail,
seperti latarnya yang berpindah-pindah
dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Tapi, di
samping beberapa fakta yang terkait dengan
penggambaran kejadian yang dianggap
sebagai sebuah gerakan pengkhianatan, film
ini juga menggambarkan kerawanan ekonomi
masa itu lewat penggambaran tentang antre
dan kemiskinan.
Dalam film ini, kerawanan politik saat
itu juga dilukiskan dengan detail dan tidak
melulu menampilkan Jakarta sebagai daerah
Pusat kejadian, tapi juga kejadian di daerah
di luar Jakarta. Misalnya penggambaran
melalui adegan serangan PKI ke sebuah
masjid di Jawa Timur, guntingan koran,
berita radio, dan komentar-komentar tajam.
Poster dan tulisan-tulisan graffiti tentang
pandangan politik dan manifesto-manifesto
pemikiran yang digambarkan banyak
bertebaran di tembok dan atap rumah.
Memang, Arifin C Noer dikenal
sebagai seniman multitalenta. Sejak SMP
dia menggeluti teater dan puisi. Ia mulai
menyentuh kamera ketika Wim Umboh
membuat film Kugapai Cintamu pada 1976.
Film perdananya, Suci Sang Primadona
(1977), melahirkan pendatang baru, Joice
Erna, yang memenangkan Piala Citra sebagai
Aktris Terbaik Festival Film Indonesia 1978.
Arifin C Noer meninggal pada 28 Mei 1995 di
usia 54 tahun.
Namun memang, sebagai sebuah alat
komunikasi dan sekaligus propaganda, film
tersebut menjadi sedikit menakutkan karena
bisa berfungsi menjadi pencuci otak yang
bisa jadi bertujuan untuk mengaburkan dan
membelokkan fakta sejarah yang sebenarnya
dan hanya memperkuat hegemoni satu
perspektif sejarah saja demi kepentingan
kekuasaan saat itu. Bagaimanapun,
film menjadi cara yang ampuh untuk
menyebarluaskan dan memasukkan ide,
gagasan, dan ideologi.
Karena itu menjadi sangat bijak untuk
terus membangun pemikiran kreatif
dalam proses pembuatan film dengan
tanpa melupakan sisi edukasi yang dapat
didistribusikan sebagai pesan dalam setiap
film yang dibuat oleh para pembuatnya.
Untuk itu, setiap insan perfilman, khususnya
para pembuat film haruslah memahami
bahwa film menjadi alat yang efektif bagi
para mereka untuk berkontribusi positif
bagi Negara, masyarakat dan peradabannya,
bukan justru memperparah dengan filmfilm yang justru menyebarkan pesan yang
mendegradasi nilai-nilai positif yang terdapat
di dalam setiap sendi kehidupan masyarakat.
“Tidak seperti sekarang, proses pembuatan
film menjadi sangat instan, dengan proses
syuting yang hanya seminggu misalnya,
dan kurang menjaga kualitas dari
berbagai sisi.”
Oktober 2013 l Kinescope l 27
15. OPINI
“Film, sebagaimana produk media lainnya, harus mampu
berpijak pada realitas sosial di masyarakat tempat ia berada;
dan bukan memproduksi tema-tema yang mengada-ada.”
judul yang sama. Noah dan Allie ketika muda
diperankan dengan gemilang oleh Rachel
McAdams dan Ryan Gosling. Sedangkan Gena
Rowlands dan James Garner, masing-masing
menjadi Allie dan Noah di usia senja. Allie yang
cantik dan enerjik, terpaksa tinggal di rumah
rawat (nursing home) khusus bagi penderita
alzheimer.
Sekilas penyakit alzheimer di dalam film
ini hanyalah pelengkap penderita bagi Allie.
Namun sesungguhnya ia menjadi pendamping
tema sentral: perjuangan akan cinta sejati.
Memori Allie yang hilang tetap tidak mampu
memadamkan kasih sayang Noah, yang
tercatat dalam sebuah buku harian.
Versi lain mungkin dapat pula disaksikan
dalam film “50 First Dates”, sebuah komedi
romantik karya sutradara Peter Segal, yang
diperankan oleh Drew Barrymore dan Adam
Sandler. Lagi-lagi si tokoh utama wanita yang
menderita demensia (pikun) memori jangka
pendek. Akibatnya, Harry (Sandler) harus
menempuh berbagai cara untuk mengingatkan
Lucy (Barrymore), bahwa mereka sepasang
kekasih.
Meskipun cukup banyak menampilkan
Wella Sherlita
Alzheimer Dalam Sinema
Wella Sherlita
Kesehatan Dunia – WHO,
setiap tahun menetapkan bulan
September “World Alzheimer’s
Month”, atau Bulan Alzheimer
se-Dunia. Data Kementerian
Kesehatan menunjukkan, bahwa
jumlah penderita Alzheimer
di Indonesia telah mencapai 1
juta jiwa, dan diperkirakan akan
meningkat seiring dengan pesatnya
pertambahan penduduk.
28 l Kinescope l Oktober 2013
A
da banyak kegiatan
yang dilakukan untuk
meningkatkan kesadaran
masyarakat, mengenai
penyakit akibat kerusakan pada
sel-sel syaraf otak ini. Bentuk
kampanye yang dilakukan umumnya
menggunakan jasa media massa
atau kegiatan luar ruang seperti
olahraga dan jalan sehat, seperti
yang dilakukan lembaga Alzheimer’s
Indonesia, pada 15 September 2013
lalu.
Sejauh ini, belum ada bentuk
kampanye lain, lewat media film
misalnya. Padahal, lewat sinema,
para ahli kedokteran syaraf dapat
menyampaikan pesan-pesan yang
lebih efektif mengenai Alzheimer.
Menyampaikan pesan kesehatan
tidak selalu melalui dokumenter atau
film-film ‘penerangan’ ala Orde Baru.
Tetapi dapat pula melalui ragam
kisah yang menyentuh hati.
Masih ingat dengan film “The
Notebook” atau “Iris”? Keduanya
memiliki kesamaan, yaitu pemeran
utama wanita-nya dikisahkan
menderita Alzheimer. Tapi keduaduanya tidak menempatkan
Alzheimer sebagai topik utama,
melainkan bagaimana hubungan
personal sepasang laki-laki dan
perempuan terus terbangun dan
makin kuat.
Usaha Noah untuk
membangkitkan kenangan Allie
akan percintaan mereka yang
penuh perjuangan, karena awalnya
ditentang oleh orangtua Allie,
disampaikan melalui buku catatan
harian yang tak sekalipun dibiarkan
kosong halamannya oleh Noah.
Sementara Allie mendengarkan
dengan penuh perhatian
“Lalu, dia akhirnya memilih
siapa?” tanya Allie tua dengan
polos, saat Noah menceritakan
kebimbangan Allie, apakah tetap
bertunangan dengan Lon Hammond
(James Marsden) atau menikah
dengan Noah yang miskin.
Film yang disutradarai oleh Nick
Cassavettes ini diambil dari novel
laris karya Nicholas Sparks dengan
kenamaan asal Inggris, film ini sukses dalam
ajang Golden Globe dan Academy Awards. Judi
Dench meraih piala Oscar untuk aktris terbaik,
sedangkan Jim Broadbent yang memerankan
suami Iris Murdoch juga membawa pulang
piala Oscar sebagai aktor pendukung terbaik.
Nampaknya, langkah para sineas di
luar negeri setapak lebih maju untuk tematema tentang Alzheimer. Mereka diberikan
kebebasan untuk mengangkat kisah
percintaan, lengkap dengan kegagalan atau
rasa frustrasi ketika orang tercinta ternyata
tak mampu mengingat kenangan yang mereka
sudah lalui bersama-sama. Indonesia dan
Amerika Serikat memiliki latar penduduk yang
kurang lebih sama, yaitu majemuk dan banyak
jumlahnya. Apapun tema film yang diangkat,
semestinya dapat memberikan informasi
dengan cara-cara yang menghibur.
Film-film bertema hantu/pocong sudah
kelewat sering diproduksi, berbarengan
dengan film-film percintaan remaja. Alzheimer
atau derita mereka yang merawat orangtua
yang terkena stroke, misalnya, bisa saja
menjadi alternatif tema baru, asalkan tidak
dibuat-buat atau menonjolkan efek tragisnya
belaka.
Sebagai media audio-visual,
film Indonesia tidak boleh
hanya berhenti pada tema-tema
populer, sementara dunia di
sekeliling kita terus berubah.
Awak film yang idealis bisa
memanfaatkan situasi dengan
memproduksi tema-tema
semacam “Iris” atau “Notebook”.
Bila perlu, libatkan para ahli
syaraf dan kejiwaan untuk
mendapatkan dukungan lebih.
Film, sebagaimana produk media
lainnya, harus mampu berpijak
pada realitas sosial di masyarakat
tempat ia berada; dan bukan
memproduksi tema-tema yang
mengada-ada.
humor, toh kita bisa ‘merasakan’ getirnya
hati Sandler setiap kali melihat
Lucy berulangkali ‘melupakan’
dengan dirinya. Apakah penderita
Alzheimer mayoritas adalah
perempuan? Ternyata iya.
Penyebabnya beragam, mulai
dari depresi, hingga gaya hidup
yang tidak sehat.
Satu film lain
bertemakan alzheimer yang
terkenal sudah pasti “IRIS”,
yang diproduksi
oleh Miramax
pada 2001
silam. Diangkat
dari kisah nyata Iris
Murdoch, seorang
novelis
Oktober 2013 l Kinescope l 29
16. OPINI
Dilema Poster
Film Indonesia
Kemana poster film bioskop? Kenapa hilang begitu saja tak
tampak wujudnya? Kata-kata tersebut seperti tukang penjual
nasi goreng yang tidak punya bumbu seperti bawang merah,
bawang putih, dan garam. Lalu, apa jadinya? Pasti tidak ada
rasanya atau tidak ada yang mau nasi goreng tersebut karena
rasanya hambar alias sepi pelanggan atau seperti tukang ojek
yang tiba-tiba ban motornya tidak ada. Apa jadinya? Pasti tidak
bisa mengantar penumpang. Masa mau diganti sama becak
atau pun mau diganti sama sepeda, tidak mungkin kan?
30 l Kinescope l Oktober 2013
K
arena semua contoh diatas hanya
contoh saja, seperti sebuah film yang
katanya dalam kitab Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 33 Tahun
2009 Tentang Perfilman, di Bab Menimbang
bagian b, yaitu film sebagai media komunikasi
massa yang merupakan sarana pencerdasan
kehidupan bangsa, pengembangan potensi
diri, pembinaan akhlak mulia, pemajuan
kesejahteraan masyarakat, serta wahana
promosi Indonesia di dunia internasional,
sehingga film dan perfilman indonesia perlu
dikembangkan dan dilindungi. Dan di dalam
Pasal 1 butir 1 menyebutkan bahwa film adalah
karya seni budaya yang merupakan pranata
sosial dan media komunikasi massa yang dibuat
berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau
tanpa suara dan dapat dipertunjukkan.
Lalu, bagaimana sih kalau sebuah film yang
dipertunjukan di sebuah gedung bioskop tidak
ada posternya? Pasti seperti tukang nasi goreng
atau tukang ojek yang diceritakan tadi. Nah,
sama seperti sebuah film tanpa poster, karena
poster bisa dikatakan sebagai media komunikasi
visual yang efektif untuk mempromosikan
sebuah film. Dengan poster film, semua elemen
masyarakat dari kalangan menengah bawah
atau pun kalangan menengah atas setidaknya
memiliki gambaran seperti apa film yang akan
kita tonton.
Misalnya, kalangan menengah ke bawah
atau seperti eksekutif muda yang sedang
mengendarai mobil type mobil james bond,
mengalami kemacetan tepat di depan bioskop,
lalu tidak sengaja melihat Poster Film Indonesia
yang pemainnya James Bond, yang di dalam
poster tersebut James Bond memakai mobil
yang mirip dengan yang digunakannya. Lalu
eksekutif muda tersebut langsung masuk ke
dalam gedung bioskop untuk menonton film
tersebut.
Itu semua kisah nyata dari beberapa
narasumber dari kalangan menengah ke bawah
sampai dengan kalangan menengah ke atas.
Namun di saat mewawancarai narasumber yang
lain tentang poster film yang hilang wujudnya,
ada beberapa yang menjawab susah atau repot
kalau harus selalu mengakses ke laman resmi
bioskop. Kemudian juga ada yang menjawab,
hilangnya poster bisa mengurangi jumlah
penonton film. Tetapi ada juga yang menjawab
bahwa tanpa poster, dapat mengurangi pajak
hiburan sebesar 75%, yang katanya bisa
mengurangi beban para produser.
Ya, semua jawaban di atas bisa dianggap
benar. Namun yang katanya di dalam
Undang–Undang Republik Indonesia Nomor
33 Tahun 2009 Tentang Perfilman yaitu bebas
berkreasi, berinovasi, dan berkarya dalam
bidang Perfilman, kenapa poster film hilang
wujudnya? Apakah ini yang dimaksud dengan
bebas berkreasi, padahal film tanpa poster
semacam nasi goreng tanpa bumbu. Poster
merupakan media promosi untuk mengajak
masyarakat menonton dan tidak semua orang
bisa mengakses internet untuk masuk ke dalam
laman resmi bioskop.
“
“
“film sangat membutuhkan media promosi, khususnya poster,
untuk menarik masyarakat datang ke bioskop”
Hilangnya baliho poster film memang
semakin memperpuruk film Indonesia
yang mulai sepi penonton. Hal ini menjadi
kegelisahan bukan hanya para produser saja,
tapi semua bisa berdampak kepada percetakan
dan fotografer yang membuat poster, bahwa
mereka bisa kehilangan pekerjaannya.
Menurut Ony Palevi, seorang pekerja film,
poster film hilang karena pemerintah sedang
merancang poster film dengan menggunakan
LED yang khusus di semua bioskop agar lebih
efisien. Berarti seperti Singapura. Bagus sih, tapi
kapan selesainya? Menurutnya, wacana dari
pemerintah akan dimulai di tahun 2014 dan
akan diawali oleh bioskop-bioskop yang ada di
Ibukota DKI Jakarta. Semoga wacana tersebut
akan bisa menjadi nyata bukan sekedar wacana
saja, karena sebuah film sangat membutuhkan
media promosi, khususnya poster, untuk
menarik masyarakat datang ke bioskop.
Harapannya adalah pemerintah benarbenar mampu dan mau menaungi para pekerja
film sebagai bagian dari warga Negara yang
berhak atas penghidupan dan kebijakan yang
adil serta dapat menyelesaikan berbagai
masalah di industri film tanah air, terutama
permasalahan mutakhir mengenai hilangnya
baliho poster film. Betapa memang penting
poster film menjadi ujung tombak promosi
sebuah film.
Penulis: Eno Wicaksono, Mahasiswa & Pekerja Seni
Oktober 2013 l Kinescope l 31
17. FESTIVAL
Indonesia International Environmental Film Festival (INEFFEST) II
Di Labuan Bajo dan
Kepulauan Komodo
Doni Agustan
September di Jakarta
Dengan Dua Festival Film
Doni Agustan
I
NEFFEST bertujuan untuk mempromosikan
dan mengeksplorasi isu-isu lingkungan
hidup dengan menggunakan media sinema
dan berbagai pengalaman edukatif seperti
workshop dan diskusi. Tema Surviving
Archipelago diangkat oleh INEFFEST tahun
ini. Selain memutar film dari Indonesia dan
mancanegara, fesival ini juga mendiskusikan
dan mengeksplorasi isu lingkungan seputar
Nusantara.
Kamila Andini, sutradara muda yang
menghasilkan The Mirror Never Lies (2011)
selaku salah satu penggagas INEFFEST,
mengemukakan bahwa tahun ini Kepulauan
Komodo dipilih karena pulau tersebut sedang
menjadi sorotan sektor pariwisata Indonesia.
Kamila menambahkan harapan terhadap
edukasi dan motivasi secara efektif bisa lebih
tersalurkan dengan isu-isu lingkungan yang bisa
dishare melalui film. Pemilihan daerah seperti
di Kepulauan Komodo juga tidak terlepas dari
kenyataan bahwa masih belum meratanya jumlah
bioskop di Indonesia, termasuk di pulau ini.
INEFFEST diharapkan juga bisa menjadi alternatif
hiburan bagi masyarakat sekitar.
Salah satu dari kegiatan paling menarik
dari INEFFEST tahun ini adalah pengadaan
workshop film bertema New Leaf Summer Camp.
Workshop diadakan pada 18-24 September 2013
ini merupakan hasil kerjasama dengan In-Docs,
yang melalukan program pendidikan film yang
diseleksi dari banyak SMU/SMK di Indonesia dan
diambil 10 peserta terbaik. 10 Peserta terbaik ini
kemudian berkolaborasi dengan 10 perserta dari
Labuan Bajo dan Kepulauan Komodo.
Selain Kamila Andini, penggagas INEFFEST
kedua ini adalah Verania Andria, yang adalah
32 l Kinescope l Oktober 2013
Bulan September 2013 ini
diselenggarakan dua festival
film berkala internasional di
Jakarta. Festival Film India
yang diadakan oleh Kedutaan
Besar (Kedubes) India untuk
Indonesia dan Q!Film Festival
yang diadakan oleh Qmunity
Indonesia yang tahun ini
adalah penyelengaraan yang
ke-12.
Indonesia International Enviromental Film Festival
(INEFFEST) 2013 kembali digelar untuk kedua kalinya. Jika
2011 lalu festival film ini mengambil lokasi di Wakatobi, tahun
ini INEFFEST akan diselenggarakan di Labuan Bajo dan
Kepulauan Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 20-24
September 2013 lalu.
Manajer
Program dari
Sustainable
Energy dengan
United Nations
Development
Programme
(UNDP)
Indonesia.
Shana Fatima,
yang adalah
pendiri Tinamitra Mandiri di tahun 2010, sebuah
kelompok usaha yang berfokus pada bisnis
energy bersih dan inisiatif pengurangan karbon
untuk masa depan yang berkelanjutan. Terakhir
ada nama Olivia Zalianty, yang sebelumnya lebih
dikenal sebagai pemain film dan sinetron, saat
ini Olivia sedang menyelesaikan film debutnya
sebagai sutradara yang berlokasi di pulau
Komodo.
Earth Cinema adalah program utama
INEFFEST. Earth Cinema berfokus pada
pemutaran film lingkungan terbaik di seluruh
dunia, baik film dokumenter dan fiksi. Program
ini memutar film-film yang memiliki visi dalam
perawatan lingkungan. Beberapa film yang
diputar untuk segmen ini adalah Nargis (2012),
dokumenter karya Maw Naing, Kyaw Kyaw Oo
dari Burma/Jerman. Lukas’s Moments (2005)
dari Indonesia karya Aryo Danusiri, dengan latar
belakang cerita di Papua Barat. Senandung Ikan
Baru (2010), karya Nurhuda dan Wardania yang
berkisah mengenai nelayan miskin dari Parigi,
Sulawesi Tengah.
INEFFEST kali ini berbeda dengan festival
film di seluruh dunia lainnya, dengan mengambil
konsep floating cinema, INEFFEST menyajikan
layar bioskop yang dibangun di atas air, para
penonton dibebaskan untuk memilih, menonton
dari atas perahu atau dari pesisir pantai saja.
Film-film yang diputar untuk segmen ini adalah
Cita-Cintaku Setinggi Tanah (2012) karya Eugene
Panji, Serdadu Kumbang (2011), karya Ari
Sihasale, dan Epic Java (2013), karya Febian N.
Saktinegara.
Selain itu ada juga program Rainbow Project.
Rainbow project merupakan program khusus
untuk anak-anak di bawah 12 tahun
untuk menonton dan mulai belajar
mengenai isu-isu lingkungan, kegiatan
ini berupa penggabungan aktivitas belajar
sambil bermain dan pemutaran film. Tahun
ini pemutaran dan pendidikan
lingkungan diselenggarakan
di sekolah dasar di Pulau
Mesa.
F
estival Film India diadakan pada tanggal
23-27 September 2013. Penonton bisa
merasakan pengalaman menonton
belasan film-film India, dari yang klasik
hingga yang era sekarang di studio XXI Plaza Senayan, secara gratis. Festival ini diadakan oleh
Kedubes India untuk merayakan 100 tahun
usia Sinema India. Festival ini terlebih dahulu
dibuka dengan soft launching pemutaran film
berjudul I Am (2011) karya Onir di Kedubes
India, pada Sabtu, 14 September 2013.
Ada sekitar 14 judul film yang diputar.
Salah satu diantaranya adalah film India yang
sangat terkenal dan bahkan meraih banyak
penonton saat dulu dirilis di Indonesia Kuch
Kuch Hota Hai. Film ini adalah karya debut
sutradara Karan Johar produksi 1998 dan
menjadi perintis film India mulai ditayangkan
pada jaringan bioskop 21. Film ini juga semakin
mempopulerkan nama tiga orang pemainnya,
Shah Rukh Khan, Kajol, Rani Mukherji di Indonesia. Sejak Kuch Kuch Hota Hai, film-film India
yang mereka bintangi selalu meraih banyak
penonton di Indonesia, sebut saja Kabhi Khushi
Kabhie Gam (2001) dan My Name is Khan
(2010).
Lagaan (2001) karya Ashutosh Gowariker
yang dibintangi dan diproduseri oleh Aamir
Khan, juga menjadi salah satu film yang
diputar. Film dengan durasi 3 jam 44 menit
ini berkisah tentang olah raga kriket, berlatar
belakang India masa kolonial Inggris. Film ini
mencatat sejarah menjadi film India ketiga
yang menerima nominasi piala Oscar untuk
kategori film berbahasa asing terbaik pada
tahun 2002, setelah Mother India (1957) dan
Salaam Bombay! (1987).
Dua film klasik ternama India juga diputar,
yaitu Pyaasa (1957) dan Sholay (1975). Pyaasa
yang dibintangi oleh Waheeda Rehman yang
adalah ratu film india 1940an hingga 1960an.
Time Magazine tahun 2005 memilih Pyaasa
sebagai salah satu film terbaik sepanjang
masa. Sholay yang dibintangi oleh Dharmendra, Sanjeev Kumar, Amitabh Bachchan, Jaya
Badhuri dan Hema Malini ini mencatat sejarah
menjadi film India pertama yang bertahan
selama 25 minggu, pada 100 lebih bioskop di
seluruh wilayah India. Film ini juga mencatat
sejarah kelam hampir meninggalnya Amitabh
Bachchan pada bagian akhir film karena peluru
yang meluncur beberapa inci darinya.
Film-film lain yang diputar adalah Awaara,
Naya Daur, Hum Saath Saath Hain, Kanathil
Muthamittal, Urumi, Aradhana, Shabdo,
Jane Bhi Do Yaroo, Lagaan, Umrao Jaan, dan
Kahaani.
Selain kegiatan pemutaran film, diselenggarakan juga pameran poster-poster film India
selama 3 hari dari 23 – 25 September 2013, di
Hotel Four Seasons, Jakarta. Selain itu juga ada
seminar dengan tema Our Films, Their Films
pada tanggal 25 September 2013, yang juga
bertempat di Hotel Four Seasons, Jakarta.
Tahun 2013 adalah penyelenggaraan ke-12
Q!Film Festival. Pemutaran Stranger by the
Lake (2013) karya Alain Guiraudie sebagai film
pembuka diadakan di Sae Institut, Jakarta pada
tanggal 28 September 2013. Film ini meraih
penghargaan Palm Queer pada perhelatan
festival film Cannes 2013 lalu. Sebelumnya
Q!Film Festival telah melakukan QFF foreplay
pada tanggal 15 September 2013 di Goethe Institute, Jakarta. Pit Stop karya Yen Tan (Amerika
Serikat, 2013), Facing Mirrors karya Negar
Azarbayjani (Iran, 2011), dan Keep the Lights
On karya Ira Sachs (Amerika Serikat, 2012)
adalah 3 film yang diputar.
Oktober 2013 l Kinescope l 33
18. HOT ISSUE
Mari Menentukan Formula
Film Indonesia
Banyak yang bertanya, “kemana penonton film kita?”
Tapi pertanyaan yang sama penting adalah “Ada apa
dengan film kita?”. Dalam hubungan yang lebih berupa
sebab-akibat, ini sebenarnya sudah berlangsung
sangat lama sebagai masalah yang tak kunjung
terselesaikan. Film Indonesia, yang hingga kini seakan
masih terus mencari formula.
Daniel Irawan
34 l Kinescope l Oktober 2013
D
ari tahun ke tahun, banyak sekali teori
yang ada dibalik masalah ini. Dari
masalah finansial hingga aspek-aspek
lain seperti gempuran film impor.
Namun sayangnya, benturan-benturan yang ada
seringkali tak bisa dibuktikan betul-betul sahih,
paling tidak secara statistik. Belum lagi dengan
data-data yang masih simpang siur dari sumbersumber berbeda, dimana kita hanya bisa percaya
dengan apa yang ingin kita percayai.
Dalam lima-enam tahun ke belakang, coba
lihat jumlah penurunan penonton film kita. Di
tahun 2008, kita masih punya ‘Laskar Pelangi’
yang mencapai sekitar 4,6 juta penonton dan
‘Ayat-Ayat Cinta’ sekitar 3,6 juta penonton.
‘Ketika Cinta Bertasbih’ di tahun berikutnya,
masih bisa mencapai 2,4 juta penonton dan 1,2
juta untuk sekuelnya. Kabarnya, jumlah penonton
di tahun 2008-2009 mencapai rata-rata 30 juta.
Meski masih tergolong sedikit dari keseluruhan
jumlah penduduk Indonesia, pencapaian ini
masih dianggap sangat baik dari hitungan kurang
lebih dalam satu dasawarsa film kita benar-benar
bangkit dari mati surinya.
Namun di tahun berikutnya, jumlah itu
menurun menjadi 16 juta, walaupun film
terlarisnya, ‘Sang Pencerah’ masih sanggup
meraih jumlah penonton diatas 1 juta. Lantas
menjadi sekitar 14 juta di tahun 2011 dengan
‘Surat Kecil Untuk Tuhan’ di peringkat teratas
yang tak lagi sanggup mencapai angka 1
juta penonton. Untungnya, di tahun 2012,
‘Habibie & Ainun’ secara mengejutkan mampu
mengumpulkan penonton diatas angka 4 juta,
‘5cm’ di atas 2 juta dan ‘The Raid’ hampir 2 juta
penonton. Lalu bagaimana dengan 2013?
Meski kita belum sampai di penghujung
tahun dengan harapan besar pada ‘Soekarno’
yang penuh kontroversi dan ‘Tenggelamnya Kapal
Van Der Wijck’ yang punya formula jualan cukup
besar, sepanjang tahun 2013, jumlah ini sangat
mengkhawatirkan. ‘Cinta Brontosaurus’ dan
‘Coboy Junior The Movie’ yang masih mampu
bersaing dengan film-film impor unggulan
musim panas, tak juga bisa mencapai angka 1
juta penonton. Jadi dimana sebenarnya letak
kesalahannya?
Masalah yang juga jadi pangkal mati surinya
perfilman kita di medio 1990an. Ketika film
yang hadir melulu hanya mengetengahkan
genre, tema termasuk permasalahan yang
sama, pemirsanya mudah merasa bosan dan
enggan menyaksikannya lagi. Kesuksesan ‘The
Raid’ melakukan gebrakan lewat genre aksi yang
sekarang cukup langka adalah contohnya. Namun
kualitas yang terlalu diatas rata-rata kesanggupan
produksi lain yang ada disini, tak bisa sampai
menggulirkan trend.
Kalau kita menganggap film horor sebagai
trend yang tak pernah mati, walau dengan
bumbu apapun, toh tak benar juga. Dari tahun
2008 hingga sekarang, dalam deretan 10 film
terlaris, genre itu masih selalu punya saingan
seimbang dari genre drama atau komedi.
Misalnya, tema-tema reliji mencapai
puncaknya di 2009, namun tak lagi bisa
mencapai prestasi sama di tahun-tahun
berikutnya. Biopic dan adaptasi kisah
nyata pun ternyata tak selamanya
bisa menjadi jaminan. Jadi, formula
yang sama terbukti belum bisa jadi tolok ukur
resepsi pasar.
Adaptasi novel, yang banyak dianggap jadi
patokan mungkin lebih masuk akal, terlebih bila
novelnya punya status best seller dan cukup
populer. Banyak yang sudah membuktikan hal
ini, walaupun kualitas adaptasinya masih sangat
beragam di kalangan berbeda. Paling tidak,
untuk mengundang penonton datang ke bioskop,
formula ini masih cukup ampuh. Namun lagi,
lihat kembali di tahun 2010. Tak satupun dari 10
deretan film terlaris merupakan adaptasi novel.
Lagi-lagi sebuah anomali.
Lantas apakah star factor bisa menjadi
ukuran? Dalam persepsi berbeda, bukan lagi
nama besar aktor dan aktris pendukungnya yang
menentukan, tapi agaknya lebih pada nama
yang sedang digemari di tahunnya. Beberapa
nama aktor yang sering berinteraksi lewat sosial
media pada penggemarnya, mungkin sedikit bisa
mengangkat antusiasme itu. Sedikit lebih baik,
tapi belum tentu juga menentukan hasil akhir
lebih dari yang lainnya.
Bagaimana pula dengan sineas yang ada
dibaliknya? Kalangan penyuka dan yang benarbenar pemerhati film kita, mungkin lebih
menganggap nama sutradara atau PH sebagai
jaminan. Tapi sayangnya, pasar tak pernah punya
reaksi sama. Dan kita tak sedang bicara kualitas
atau kans prestasinya di ajang festival atau
kompetisi lain. Lagi, faktor ini tak bisa dijadikan
patokan buat pasar.
Mari lihat faktor promosi. Sebagai komoditas
untuk “jualan”, film Indonesia rata-rata punya
biaya cukup besar untuk ini. Berbagai bentuk
promo yang berbeda dari zaman ke zaman,
mulai dari flyer, poster sampai baliho di jalanjalan, buzzer ala sosial media hingga cara-cara
konvensional yang masih tetap dilakukan
berupa roadshow temu artis, juga masih terus
dijalankan. Tapi apa berarti kekuatan sosial media
bisa memberi dukungan cukup? Nyatanya, tidak.
“
yang lain.
Walau minim bujet tak selamanya berarti
jelek, ini mungkin yang membuat sebagian
besar masih memilih formula dari itu ke itu
saja, ketimbang menempuh resiko lebih
besar terhadap sesuatu yang baru. Horor
masih tak beranjak dari bumbu-bumbu seks
dan komedi kacangan. Drama masih melulu
diwarnai tipikalisme tema yang sama dalam
bangunan konfliknya, walau mungkin punya
unsur kedekatan dengan masalah seharihari bangsa kita. Dari selingkuh, pekerja seks
komersial, hamil di luar nikah, perkosaan atau
penderitaan karena penyakit, yang akhirnya
jadi tak lagi kelihatan wajar. Lantas semuanya
mencoba untuk berlindung dibalik pesan moral
atau edukatif sambil memanfaatkan momen
secara salah kaprah. Padahal sama sekali minus
informasi maupun kedalaman riset yang biasa
kita dapatkan di film-film luar. Pendeknya, semua
mencoba bermain aman walaupun hasil akhirnya
ngaco, tanpa memikirkan penonton.
Dan mari lihat kembali lembaran sejarah
film kita. Mengapa film-film di era 1970an
dan 1980an, dimana film Indonesia mencapai
puncak kejayaannya dulu bisa begitu berhasil?
Ini juga masih akan terbentur ke beberapa
faktor, memang. Termasuk persaingan dengan
film impor dari semakin banyak negara yang
terus menanjak kualitasnya, jumlah bioskop
yang masih sangat banyak hingga kalau mau
ditarik panjang menyentuh faktor sosial ekonomi
masyarakat sekarang. Tapi mungkin juga,
dari banyak pengamatan, kita akhirnya akan
mendapatkan jawaban yang tepat.
Dari penceritaan yang jauh lebih runut,
naskah yang tak terasa dipanjang-panjangkan
untuk mencapai durasi film bioskop, dan
tentunya kecermatan lebih dalam banyak aspek
penggarapannya, dari akting hingga masalah
teknis lainnya termasuk tetek bengek kecil
namun penting seperti poster untuk keperluan
promosi. Sayangnya, hanya
segelintir film kita sekarang yang
punya unsur-unsur baik dari
semua itu, dan belum tentu juga
ini jadi berpengaruh ke pasar.
Jadi sampai kapan film kita harus
mencari formula?
Sedihnya, dibalik begitu
banyaknya teori yang ada,
jawabannya hingga sekarang
masih cukup mengecewakan. Bahwa hingga
sekarang, belum ada yang bisa memprediksi
selera penonton kita. Belum ada juga indikator
yang jelas dalam memberi jawaban kenapa
sebuah film bisa sangat berhasil di pasar
sementara yang lainnya anjlok. Itupun masih
ditambah dengan sumber-sumber data yang
masih simpang-siur satu dengan lainnya.
Mengikuti arus trend, juga tak selamanya bisa
sesuai dengan hasil akhir.
Mari tidak melupakan prestasi-prestasi
dari beberapa film yang sudah melangkah jauh
lebih dibandingkan kegagalan-kegagalan yang
ada. Prosesnya mungkin masih harus berjalan
lebih panjang, tapi mari tak berhenti untuk terus
mencoba. Dukung terus film Indonesia yang
berkualitas!
“Salah satu yang paling mendasar
mungkin adalah masalah stagnansi
tema yang akhirnya membuat penonton
satu-persatu mulai berpaling.”
Fenomena ‘Azrax’ kemarin dengan word of
mouth dibalik jumlah penonton yang masih tetap
minim, mungkin sedikit mengejutkan, tapi juga
tak bisa dikatakan benar-benar berhasil.
Mungkin ada solusi berupa bioskop-bioskop
alternatif yang bisa memperpanjang masa
tayangnya, yang tentunya tak mudah. Selain
harus menyatukan persepsi, juga hampir tak
adanya dukungan dari dinas-dinas pemerintahan
terkait yang malah membuat program tak sejalan
dengan apa yang diperlukan. Lahirnya asosiasiasosiasi baru dari para pelaku perfilman kemarin
mungkin bisa menjadi titik terang untuk
menggantikan regulasi-regulasi yang sudah
kuno. Begitu juga dukungan solid dari para
pencinta film Indonesia termasuk media,
sejauh tetap terjaga agar tak jatuh pada
kepentingan-kepentingan terselubung
“
Oktober 2013 l Kinescope l 35
19. ON LOCATION
Gunung M
uria, maka
pembuatan
dibuat untu
video klip ‘A
k masa dep
nti Nuklir ’ in
an kita juga
Walaupun
i
,” Ujar Erix
efektif, tern
banyak mel
.
berbahaya
yata nuklir
ahirkan film
dan tidak se
ini meman
-film baru,
yang akhirn
g sangat
banding den
didapatkan
mu
ya bisa mel
gan apa ya
nanti. Men
ayani masya lai dari kebutuhan ban
memasang
ng akan
gingat Fuku
yang sudah
rakat juga,”
d
gigi emas in
shima send
sangat ben
kata pria ya
i.
iri dengan
Erix sendiri
ar masih bis
Indonesia ti
ng
sistem
berperan se
a kebocora
dak akan b
men-direct
bagai direc
n. Menuru
isa benar, ka
beres juga.
semua kary
tor yang ber
t Erix,
rena Lapind
a yang kelu
Tapi seiring
tugas
o saja belu
ar dari Eufo
“Dari situ ki
dengan ber
m
ria
jalannya w
ta tergerak
mencetak su
melakukan
aktu, Eufori Audio Visual.
untuk
mber daya
demo bersa
a sedang fo
manusia. “K
ma-sama.
kus
Karena dem
arena haru
dan harus b
onya musisi
s regeneras
erkembang,
hanya bisa
bernyanyi k
i
jad
beberapa te
ok,” Tam
man yang su i harus melatih
Karena video bahnya.
ka dengan
punya mim
klip ini mel
film dan
pi yang sam
Slank, mak
ibatkan
a untuk ber
dan belajar
a kesulitan
gabung
,” ujarnya.
pembuatan
klip ini haru
video
sm
Erix menem
mereka. Ken enyesuaikan jadwal
ukan ketert
bidang Aud
arikan dalam
dala lainya
io Visual se
adalah loka
karena klip
jak dua tah
si,
lalu. Saat it
ini dibuat d
un ya
u Endank So
i bawah ka
yang sekara
ekamti mem ng
li Opak
video klip p
ng
buat
ertamanya
Merapi. “Jad sudah tertutup oleh la
secara man
berjudul ‘L
va
i harus men
diri yang
ong Live M
ggunakan Je
disitu untu
y Family ’. “D
tantangan,
k menemp
ep
isitu banya
banyak mim
uh medan
berpasir,” u
k
yang
pi, dan ban
yang harus
jar pria tam
yak obsesi
dikejar, jad
bun itu.
Selain prod
i sembari b
harus dikej
uksi kampan
erja
ar terus ag
ini, sekaran
ye anti nukl
ar semuanya lan
dan ter-upd
g Euforia A
ir
terc
ate,” kata b
udio Visual
mengerjak
apak satu an apai
sedang
an Angka 8
Erix memp
ak ini.
The Movie
elajari sem
episode vid
samb
dari laman
u
eo musik En
YouTube dan anya hanya
dank Soekam ungan dari beberapa
sudah mem
sering men
praktek sam
asuki episo
ti. Kini prod
juga punya
coba
pai sekaran
de 6. Tidak
uksi terseb
ia juga men
cita-cita ingi
g. Selain itu
ut
hanya itu, b
gerjakan la
n memban
gratis. “Seko
, dia
ersama Eufo
yanan mas
dalam prose
gun sekola
lah itu tidak
yarakat yan
ria,
h bakat seca
s.
mengajark
tidak suka.
g semuanya
ra
an sesuatu
Jadi di situ,
Euforia sen
sudah
yang murid
harusnya m
diri tercetu
untuk men
membutuh
s karena En
urid memili
gembangkan
kan sebuah
h sekolah
bakatnya. K
melakukan
divisi Audio dank Soekamti
Soekamti m
arena denga
apa
Visual. Dim
emerlukan
n orang yan
terasa,” tega yang disukai, proses
ana Endank
dokumenta
managemen
g
belajarnya
snya.
si yang bag
td
akan tidak
us, rapi, dan
Ke depan, Er
mimpi besar engan baik. Selain itu
terix ingin mem
, Endank So
di dunia film
melihat bak
bangun seko
ekamti pun
.
at teman d
“Melalui Eu
ya
lah sep
an difasilita
foria Audio
kemampuan
si untuk men erti itu, jadi
Visual send
dan sumber
iri Endank
gembangkan
regenrasi d
daya manu
Soekamti
an memper
sia sebagai
siapkan gen
bentuk
mumpuni.
erasi selan
jutnya yang
“
Slank: Anti
Nuklir
F
pejred
enomena n
uklir itu ibar
at pisau ber
sumber en
mata dua.
ergi
Sebag
nuklir dapat dengan kekuatan yan
g sangat bes ai Indonesia, Slan
digunakan
k mencipta
sebagai sum
ar,
ataupun se
bahaya sen
kan lagu ya
ber energi
njata pem
jata nuklir.
dibuat perco
ng menyuar
Lagu yang
akan
baan oleh fi usnah. Setelah Pertam ,
baru saja d
berjudul ‘A
ibuat video
sikawan Je
a kali
Meiner dan
nti Nuklir ’ in
rman Otto
klipnya dan
Fritz Strass
Konsep vid
i
Hahn, Lise
segera dirili
man pada
ternyata bis
tahun
s.
a digunakan
menceritaka eo klip ini berbentuk
film pendek
sebagai pem 1938, energi nuklir
di Indonesia
n tentang p
,
bangkit ten
rediksi hab
dikenal den
energi pad
isnya sumb
aga listrik,
a su
gan Pemban
Nuklir (PLT
er
N).
gkit Listrik
Sebelumnya atu negara di tahun 2
Tenaga
025 mendat
,p
Energi nukl
ang.
mengadakan ada 2013 ini, beberap
ir sebagai p
a pemimpin
pertama ka
rapat. Mer
embangkit
li pada 20 D
negara
eka ingin m
listrik digun
menggunak
esember 1
emutuskan
akan
an nuklir at
Serikat. Dar
951 di Idah
apakah akan
au tidak.
i tahun ke ta
Lokasi syuti
o, Amerika
hun, kapas
nuklir men
ng terbagi
it
galami per
tempat yan
dua, untuk
kembangan as energi dari reaktor
g dipilih ad
300 giga w
kondisi tah
pesat. Pada
alah Lereng
att energi n
un 2025,
sana digam
1980 tercat
uklir telah
Merapi, Yo
barkan suat
berikutnya
at
dihasilkan.
gyakarta. D
u negara ya
hingga kini,
dan tandus.
Pada perio
i
ng sudah re
ka
tidak terlal
Se
de
muk, kerin
u meningkat pasitas energi yang d
markas Slan dangkan setting tahu
g,
ihasilkan
pesat.
n 2013 ber
k di Potlot,
Pada akhir
lokasi di
Jakarta.
abad 20 ber
Selain Slan
menentang
munculan
k, video klip
adanya pro
gerakan un
Endank Soek
ini juga mel
gram tenag
tuk
didasari ole
am
ibatkan ban
a nuklir. Hal
h ketakutan
Soekamti. Te ti dan disutradarai la
d
tersebut
akan adanya
ngs
dihasilkann
am dari En
ya. Sebagai
dank Soekam ung oleh Erix
bahaya rad
peran sebag
iasi yang
senjata pem
ti sendiri m
telah digun
ai masyara
usnah mas
kat yang te
endapat
akan untuk
pada tahun
sal, nuklir
rkena radia
menewaska
atau bahka
2025 seper
si nuklir
n ratusan ri
n lebih.
ti apa yang
Pada video
bu manusia,
telah dipre
tersebut dig
Pada peran
diksikan.
ambarkan
yang terken
g dunia ked
bentu
a vi
Enrico Ferm
i menemuka ua, tepatnya pada tah
dan penyaki rus sampai mengalam k masyarakat
un 1942,
n reaksi ber
menghasilk
i mutasi ge
t-p
antai dari n
n, kanker,
an energi ti
ingin menci enyakit aneh lainnya.
uklir yang
nggi denga
Saat itu pem
pta
plutonium.
n menggun
Plutonium
erintah
dari virus, se kan sebuah istana ya
akan bahan
inilah yang
ng benar-b
dasar bom
hingga mau
digunakan
enar bersih
atom yang
tidak mau
pembersih
sebagai bah
dija
h
an termasu
Pada peran
an
k membersi arus melakukan
g saudara d tuhkan di Nagasaki, Je
yang sudah
hkan manu
i Suriah bel
pang.
100.000 jiw
terinfeksi.
sia-manusi
akangan in
am
Awal kerja
a
i, lebih dar
dikarenakan elayang, konon banya
sama denga
i
knya jumla
penggunaa
unsur kese
n Slank seb
h tersebut
n senjata n
ngajaan. Su
enarnya tid
Jika terus d
uklir.
atu ketika Er
tag lewat m
ibiarkan, p
ix mendapati ak ada
edia sosial
berdampak
enggunaan
dalam sebu
dirinya di
parah pada
senjata nukl
Hal tersebu
ah campaig
kelangsunga
ir
t pun mem
Untuk men
n Anti Nukl
buatnya te
yikapi feno
n hidup man akan
pembuatan
ir.
rgerak untu
mena ini, b
vid
k menawar
and rock pap usia.
Visual. “Men eo klip di bawah nau
kan
an atas
ngan Eufori
gingat Indo
a Audio
nesia send
pernah men
iri d
galami letu
san nuklir ya i tahun lalu sudah
*Penulis ad
alah penikm
ng mengen
at film, mus
Tinggal da
dap di
ik, dan seni
n Bekerja di
raja
Yogy
36 l Kinescope l Oktober 2013
akarta
h tubuh.
“Karena ha
ru
generasi d s rean
berkemban harus
g,
rus melatih jadi hab
teman yan eberapa
gs
dengan film uka
d
nya mimpi an puyang sama
untuk berg
abung dan
belajar.”
“
Oktpberber 2013 l Kinescope l l 37
Oktober 2013 l Kinescope