SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 14
Baixar para ler offline
Definisi/Pengertian Pertanian, Bentuk & Hasil Pertanian Petani - Ilmu Geografi

Secara umum pengertian dari pertanian adalah suatu kegiatan manusia yang termasuk di
dalamnya yaitu bercocok tanam, peternakan, perikanan dan juga kehutanan. Sebagian
besar mata pencaharian masyarakat di Negeri Indonesia adalah sebagai petani, sehingga sektor
pertanian sangat penting untuk dikembangkan di negara kita.

Bentuk-Bentuk Pertanian Di Indonesia :

1. Sawah

Sawah adalah suatu bentuk pertanian yang dilakukan di lahan basah dan memerlukan banyak air baik
sawah irigasi, sawah lebak, sawah tadah hujan maupun sawah pasang surut.

2. Tegalan

Tegalan adalah suatu daerah dengan lahan kering yang bergantung pada pengairan air hujan, ditanami
tanaman musiman atau tahunan dan terpisah dari lingkungan dalam sekitar rumah. Lahan tegalan tanahnya
sulit untuk dibuat pengairan irigasi karena permukaan yang tidak rata. Pada saat musim kemarau lahan
tegalan akan kering dan sulit untuk ditubuhi tanaman pertanian.

3. Pekarangan

Perkarangan adalah suatu lahan yang berada di lingkungan dalam rumah (biasanya dipagari dan masuk ke
wilayah rumah) yang dimanfaatkan / digunakan untuk ditanami tanaman pertanian.

4. Ladang Berpindah

Ladang berpindah adalah suatu kegiatan pertanian yang dilakukan di banyak lahan hasil pembukaan hutan
atau semak di mana setelah beberapa kali panen / ditanami, maka tanah sudah tidak subur sehingga perlu
pindah ke lahan lain yang subur atau lahan yang sudah lama tidak digarap.

.Beberapa Hasil-Hasil Pertanian Di Indonesia :

1.                    Pertanian                                 Tanaman                           Pangan
-   Padi,    jagung,     kedelai,            kacang      tanah,     ubi   jalar,       ketela     pohon.
2.                   Pertanian                              Tanaman                          Perdagangan
- Kopi, the, kelapa, karet, kina         ,    cengkeh,   kapas, tembakau, kelapa      sawit, dan tebu.


Pertanian adalah proses menghasilkan bahan pangan, ternak, serta produk-produk agroindustri dengan
cara memanfaatkan sumber daya tumbuhan dan hewan. Pemanfaatan sumber daya ini terutama berarti budi
daya bahasa Inggris: cultivation, atau untuk ternak: raising). Namun demikian, pada sejumlah kasus —
yang sering dianggap bagian dari pertanian — dapat berarti ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau
eksploitasi hutan agroforestri).

    1.   Usaha pertanian memiliki dua ciri penting: selalu melibatkan barang dalam volume besar dan
    2.   proses produksi memiliki risiko yang relatif tinggi.

Dua ciri khas ini muncul karena pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya
dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Beberapa
bentuk pertanian modern (misalnya budidaya alga, hidroponika) telah dapat mengurangkan ciri-ciri ini
tetapi sebagian besar usaha pertanian dunia masih tetap demikian.

Terkait dengan pertanian, usaha tani (farming) adalah sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budi
daya (tumbuhan maupun hewan). Petani adalah sebutan bagi mereka yang menyelenggarakan usaha tani,
sebagai contoh ―petani tembakau‖ atau ―petani ikan‖. Khusus untuk pembudidaya hewan ternak (livestock)
disebut sebagai peternak. Ilmuwan serta pihak-pihak lain yang terlibat dalam perbaikan metode pertanian
dan aplikasinya juga dianggap terlibat dalam pertanian.

Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup pertanian, namun
pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia.

Sejarah indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan
perkebunan, karena sektor – sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan
berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Sebagian besar mata
pencaharian masyarakat di Indonesia adalah sebagai petani dan perkebunan, sehingga sektor – sektor ini
sangat penting untuk dikembangkan di negara kita. Berdasarkan data BPS tahun 2002, bidang pertanian di
Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar
17,3% dari total pendapatan domestik bruto.

Cakupan obyek pertanian yang dianut di Indonesia meliputi budidaya tanaman (termasuk tanaman pangan,
hortikultura, dan perkebunan), kehutanan, peternakan, dan perikanan. Sebagaimana dapat dilihat,
penggolongan ini dilakukan berdasarkan objek budidayanya:

       budidaya tanaman, dengan obyek tumbuhan dan diusahakan pada lahan yang diolah secara
        intensif,
       kehutanan, dengan obyek tumbuhan (biasanya pohon) dan diusahakan pada lahan yang setengah
        liar,
       peternakan, dengan obyek hewan darat kering (khususnya semua vertebrata kecuali ikan dan
        amfibia),
       perikanan, dengan obyek hewan perairan (ikan, amfibia dan semua non-vertebrata).

Pembagian dalam pendidikan tinggi sedikit banyak mengikuti pembagian ini, meskipun dalam kenyataan
suatu usaha pertanian dapat melibatkan berbagai objek ini bersama-sama sebagai bentuk efisiensi dan
peningkatan keuntungan. Pertimbangan akan kelestarian lingkungan mengakibatkan aspek-aspek
konservasi sumber daya alam juga dipelajari dalam ilmu-ilmu pertanian.

Dari sudut keilmuan, semua objek pertanian sebenarnya memiliki dasar-dasar yang sama karena pada
dasarnya usaha pertanian adalah kegiatan ekonomi:

       pengelolaan tempat usaha,
       pemilihan bibit,
       metode budidaya,
       pengumpulan hasil,
       distribusi,
       pengolahan dan pengemasan,
       pemasaran.

Sebagai kegiatan ekonomi, pertanian dapat dipandang sebagai suatu sistem yang dinamakan agribisnis.
Dalam kerangka berpikir sistem ini, pengelolaan tempat usaha dan pemilihan bibit (varietas, galur, dan
sebagainya) biasa diistilahkan sebagai aspek ―hulu‖ dari pertanian, sementara distribusi, pengolahan, dan
pemasaran dimasukkan dalam aspek ―hilir‖. Budidaya dan pengumpulan hasil merupakan bagian dari aspek
proses produksi. Semua aspek ini penting dan bagaimana investasi diarahkan ke setiap aspek menjadi
pertimbangan strategis.

Bentuk – Bentuk Pertanian di Indonesia

    1.   Sawah adalah suatu bentuk pertanian yang dilakukan di lahan basah dan memerlukan banyak air
         baik sawah irigasi, sawah lebak, sawah tadah hujan maupun sawah pasang surut.
    2.   Tegalan adalah suatu daerah dengan lahan kering yang bergantung pada pengairan air hujan,
         ditanami tanaman musiman atau tahunan dan terpisah dari lingkungan dalam sekitar rumah. Lahan
         tegalan tanahnya sulit untuk dibuat pengairan irigasi karena permukaan yang tidak rata. Pada saat
         musim kemarau lahan tegalan akan kering dan sulit untuk ditubuhi tanaman pertanian.
    3.   Pekarangan

Pekarangan adalah suatu lahan yang berada di lingkungan dalam rumah (biasanya dipagari dan masuk ke
wilayah rumah) yang dimanfaatkan untuk ditanami tanaman pertanian.

Upaya meningkatkan hasil pertanian dapat dilakukan dengan cara:

        Ekstensifikasi (pada daerah pertanian luar Pulau Jawa)
        Intensifikasi
        Diversifikasi
        Rehabilitasi

Sejarah singkat pertanian dunia




Daerah "bulan sabit yang subur" di Timur Tengah. Di tempat ini ditemukan bukti-bukti awal pertanian,
seperti biji-bijian dan alat-alat pengolahnya.

Domestikasi anjing diduga telah dilakukan bahkan pada saat manusia belum mengenal budidaya
(masyarakat berburu dan peramu) dan merupakan kegiatan peternakan yang pertama kali.

Kegiatan pertanian (budidaya tanaman dan ternak) merupakan salah satu kegiatan yang paling awal dikenal
peradaban manusia dan mengubah total bentuk kebudayaan. Para ahli prasejarah umumnya bersepakat
bahwa pertanian pertama kali berkembang sekitar 12.000 tahun yang lalu dari kebudayaan di daerah "bulan
sabit yang subur" di Timur Tengah, yang meliputi daerah lembah Sungai Tigris dan Eufrat terus
memanjang ke barat hingga daerah Suriah dan Yordania sekarang. Bukti-bukti yang pertama kali dijumpai
menunjukkan adanya budidaya tanaman biji-bijian (serealia, terutama gandum kuna seperti emmer) dan
polong-polongan di daerah tersebut. Pada saat itu, 2000 tahun setelah berakhirnya Zaman Es terakhir di era
Pleistosen, di dearah ini banyak dijumpai hutan dan padang yang sangat cocok bagi mulainya pertanian.
Pertanian telah dikenal oleh masyarakat yang telah mencapai kebudayaan batu muda (neolitikum),
perunggu dan megalitikum. Pertanian mengubah bentuk-bentuk kepercayaan, dari pemujaan terhadap
dewa-dewa perburuan menjadi pemujaan terhadap dewa-dewa perlambang kesuburan dan ketersediaan
pangan.

Teknik budidaya tanaman lalu meluas ke barat (Eropa dan Afrika Utara, pada saat itu Sahara belum
sepenuhnya menjadi gurun) dan ke timur (hingga Asia Timur dan Asia Tenggara). Bukti-bukti di Tiongkok
menunjukkan adanya budidaya jewawut (millet) dan padi sejak 6000 tahun sebelum Masehi. Masyarakat
Asia Tenggara telah mengenal budidaya padi sawah paling tidak pada saat 3000 tahun SM dan Jepang serta
Korea sejak 1000 tahun SM. Sementara itu, masyarakat benua Amerika mengembangkan tanaman dan
hewan budidaya yang sejak awal sama sekali berbeda.

Hewan ternak yang pertama kali didomestikasi adalah kambing/domba (7000 tahun SM) serta babi (6000
tahun SM), bersama-sama dengan domestikasi kucing. Sapi, kuda, kerbau, yak mulai dikembangkan antara
6000 hingga 3000 tahun SM. Unggas mulai dibudidayakan lebih kemudian. Ulat sutera diketahui telah
diternakkan 2000 tahun SM. Budidaya ikan air tawar baru dikenal semenjak 2000 tahun yang lalu di daerah
Tiongkok dan Jepang. Budidaya ikan laut bahkan baru dikenal manusia pada abad ke-20 ini.

Budidaya sayur-sayuran dan buah-buahan juga dikenal manusia telah lama. Masyarakat Mesir Kuna (4000
tahun SM) dan Yunani Kuna (3000 tahun SM) telah mengenal baik budidaya anggur dan zaitun.

Sejarah pertanian

Sejarah pertanian adalah bagian dari sejarah kebudayaan manusia. Pertanian muncul ketika suatu
masyarakat mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri. Pertanian memaksa suatu
kelompok orang untuk menetap dan dengan demikian mendorong kemunculan peradaban. Terjadi
perubahan dalam sistem kepercayaan, pengembangan alat-alat pendukung kehidupan, dan juga kesenian
akibat diadopsinya teknologi pertanian. Kebudayaan masyarakat yang tergantung pada aspek pertanian
diistilahkan sebagai kebudayaan agraris.

Sebagai bagian dari kebudayaan manusia, pertanian telah membawa revolusi yang besar dalam kehidupan
manusia sebelum revolusi industri. Bahkan dapat dikatakan, revolusi pertanian adalah revolusi kebudayaan
pertama yang dialami manusia.

Agak sulit membuat suatu garis sejarah pertanian dunia, karena setiap bagian dunia memiliki
perkembangan penguasaan teknologi pertanian yang berbeda-beda. Di beberapa bagian Afrika atau
Amerika masih dijumpai masyarakat yang semi-nomaden (setengah pengembara), yang telah mampu
melakukan kegiatan peternakan atau bercocok tanam, namun tetap berpindah-pindah demi menjaga
pasokan pangan. Sementara itu, di Amerika Utara dan Eropa traktor-traktor besar yang ditangani oleh satu
orang telah mampu mendukung penyediaan pangan ratusan orang.

Asal-mula pertanian

Pada awal abad ke-20 didatangkan sapi penghasil susu Fries-Holland ke Jawa.

Berakhirnya zaman es sekitar 11.000 tahun sebelum Masehi (SM) menjadikan bumi lebih hangat dan
mengalami musim kering yang lebih panjang. Kondisi ini menguntungkan bagi perkembangan tanaman
semusim, yang dalam waktu relatif singkat memberikan hasil dan biji atau umbinya dapat disimpan.
Ketersediaan biji-bijian dan polong-polongan dalam jumlah memadai memunculkan perkampungan untuk
pertama kalinya, karena kegiatan perburuan dan peramuan tidak perlu dilakukan setiap saat. Contoh budaya
semacam ini masih terlihat pada masyarakat yang menerapkan sistem perladangan berpindah (slash and
burn) di Kalimantan dan Papua.
Berdasarkan bukti-bukti peninggalan artefak, para ahli prasejarah saat ini bersepakat bahwa praktik
pertanian pertama kali berawal di daerah "bulan sabit yang subur" di Mesopotamia sekitar 8000 SM. Pada
waktu itu daerah ini masih lebih hijau daripada keadaan sekarang. Berdasarkan suatu kajian, 32 dari 56
spesies biji-bijian budidaya berasal dari daerah ini. Daerah ini juga menjadi satu dari pusat keanekaragaman
tanaman budidaya (center of origin) menurut Vavilov. Jenis-jenis tanaman yang pertama kali
dibudidayakan di sini adalah gandum, jelai (barley), buncis (pea), kacang arab (chickpea), dan flax (Linum
usitatissimum).

Di daerah lain yang berjauhan lokasinya dikembangkan jenis tanaman lain sesuai keadaan topografi dan
iklim. Di Tiongkok, padi (Oryza sativa) dan jewawut (dalam pengertian umum sebagai padanan millet)
mulai didomestikasi sejak 7500 SM dan diikuti dengan kedelai, kacang hijau, dan kacang azuki. Padi
(Oryza glaberrima) dan sorgum dikembangkan di daerah Sahel, Afrika 5000 SM. Tanaman lokal yang
berbeda mungkin telah dibudidayakan juga secara tersendiri di Afrika Barat, Ethiopia, dan Papua. Tiga
daerah yang terpisah di Amerika (yaitu Amerika Tengah, daerah Peru-Bolivia, dan hulu Amazon) secara
terpisah mulai membudidayakan jagung, labu, kentang, dan bunga matahari.

Kondisi tropika di Afrika dan Asia Tropik, termasuk Nusantara, cenderung mengembangkan masyarakat
yang tetap mempertahankan perburuan dan peramuan karena relatif mudahnya memperoleh bahan pangan.
Migrasi masyarakat Austronesia yang telah mengenal pertanian ke wilayah Nusantara membawa serta
teknologi budidaya padi sawah serta perladangan.

Secara umum dapat dikatakan bahwa pertanian bermula sebagai dampak perubahan iklim dunia dan
adaptasi oleh tanaman terhadap perubahan ini.

sejarah pertanian Indonesia

Era Orde Baru (1967-1997)
1974: dibentuk Badan Litbang Pertanian. Keppres tahun 1974 dan 1979 menetapkan bahwa Badan Litbang
Pertanian sebagai unit Eselon I, membawahi 12 unit Eselon II, yaitu: 1 Sekretariat, 4 Pusat (Pusat
Penyiapan Program, Pusat Pengolahan Data Statistik, Pusat Perpustakaan Biologi dan Pertanian, dan Pusat
Karantina Pertanian) 2 Pusat Penelitian (Puslit Tanah dan Puslit Agro-Ekonomi), serta 5 Pusat Penelitian
Pengembangan (Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Tanaman Industri, Puslitbang Kehutanan,
Puslitbang Peternakan, dan Puslitbang Perikanan).

198… : berdirinya Departemen Koperasi secara khusus, untuk membantu golongan petani lemah di luar
Jawa dan Bali untuk membangun usaha tani berskala lebih besar. Setelah koperasi diterima sebagai satuan
ekonomi yang mendasar dalam mengembangkan ekonomi pribumi, dirangsang agar semua desa
membentuk koperasi primer, namun demikian sejumlah masalah yang dihadapi adalah kekurangan modal,
manajemen lemah, kesulitan menjangkau pasaran antara lain karena turut pedagang perantara. Koperasi
dirasakan sebagai ―paksaan‖ sehingga namanya pun yang sudah tercemar perlu dirubah menjadi BUUD.

1983: Berdasarkan Kepres No. 24 tahun 1983, terjadi reorganisasi di Badan Litbang Pertanian sehingga
terdiri atas: Sekretariat, Pusat Data Statistik, Pusat Perpustakaan Pertanian, Puslit Tanah, Puslit Agro-
Ekonomi, Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Tanaman Industri, Puslitbang Hortikultura, Puslitbang
Peternakan, dan Puslitbang Perikanan.

1993: sesuai dengan Keppres No. 83 tahun 1993 dibentuk Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
dan Loka Pengkajian Teknologi Pertanian (LPTP) yang tersebar di seluruh propinsi di Indonesia. Selain itu
juga terjadi pembentukan 2 unit organisasi BPTP di 2 Propinsi, yaitu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Banten, dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung (Kepmentan No.
633/Kpts/OT.140/12/2003).
Era 1945-1967
1960: lahirnya UU No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) yaitu tanggal 24
September 1960. Kelahiran UUPA melalui proses panjang, memakan waktu 12 tahun. Dimulai dari
pembentukan "Panitia Agraria Yogya" (1948), "Panitia Agraria Jakarta" (1951), "Panitia Soewahjo"
(1955), "Panitia Negara Urusan Agraria" (1956), "Rancangan Soenarjo" (1958), "Rancangan Sadjarwo"
(1960), akhirnya digodok dan diterima bulat Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR), yang
kala itu dipimpin Haji Zainul Arifin. Kelahiran UUPA mengandung dua makna besar bagi kehidupan
bangsa dan negara Indonesia. Pertama, UUPA bermakna sebagai upaya mewujudkan amanat Pasal 33 Ayat
(3) UUD 1945 (Naskah Asli), yang menyatakan, "Bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Kedua, UUPA bermakna sebagai
penjungkirbalikan hukum agraria kolonial dan penemuan hukum agraria nasional yang bersendikan realitas
susunan kehidupan rakyatnya. Tujuan UUPA pada pokoknya meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan
hukum agraria nasional, mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan, dan
meletakkan dasar-dasar kepastian hukum hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat. Semuanya semata-mata
untuk mewujudkan kemakmuran, kebahagiaan, keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani,
dalam menuju masyarakat adil dan makmur. Sebenarnya apa yang tersurat maupun tersirat dari tujuan
UUPA, pada hakikatnya merupakan kesadaran dan jawaban bangsa Indonesia atas keserakahan dan
kekejaman hukum agraria kolonial.

Era Sebelum kemerdekaan (1900-1945)
1918: berdiri Balai Besar Penyelidikan Pertanian (Algemeen Proefstation voor den Landbouw), yang
kemudian semenjak tahun 1949 menjadi Jawatan Penyelidikan Pertanian, lalu 1952 menjadi Balai Besar
Penyelidikan Pertanian / General Agriculture Experiment Station (Algemeen Proefstation voor den
Landbouw). Selanjutnya tahun 1966 menjadi Lembaga Pusat Penelitian Pertanian, tahun 1980 berubah lagi
menjadi Balai Penelitian Tanaman Bogor (Balittan), tahun 1994 menjadi Balai Penelitian Bioteknologi
Tanaman Pangan (Balitbio), tahun 2002 menjadi Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian (Balitbiogen), dan terakhir tahun 2003 berganti nama menjadi Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen)

Era abad ke-19
1811-1816: Sistem pajak tanah yang dikenalkan oleh Raffles telah membawa beberapa persoalan terhadap
kaum feodal Jawa di daerah-daerah taklukan dan juga perubahan penting berupa sistem kepemilikan tanah
oleh desa. Kekecewaan para feodal terhadap sistem ini telah mendorong lahirnya pemberontakan kerajaan.
Pemberontakan ini kemudian lebih dikenal dengan Perang Jawa atau perang Diponegoro.

1830-1870: era Tanam paksa (cultuur stelsel) Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch mewajibkan
setiap desa harus menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor khususnya kopi,
tebu, nila. Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan
dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus
bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak.
Pada prakteknya peraturan itu dapat dikatakan tidak berarti karena seluruh wilayah pertanian wajib
ditanami tanaman laku ekspor dan hasilnya diserahkan kepada pemerintahan Belanda. Wilayah yang
digunakan untuk praktek cultur stelstel pun tetap dikenakan pajak. Warga yang tidak memiliki lahan
pertanian wajib bekerja selama setahun penuh di lahan pertanian. Tanam paksa adalah era paling
eksploitatif dalam praktek ekonomi Hindia Belanda. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam
dibanding sistem monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat
dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada jaman VOC wajib menjual komoditi tertentu pada VOC, kini
harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada
pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan
kolonialis liberal Hindia-Belanda pada 1835 hingga 1940. Akibat sistem yang memakmurkan dan
menyejahterakan negeri Belanda ini, Van den Bosch selaku penggagas dianugerahi gelar Graaf oleh raja
Belanda, pada 25 Desember 1839.

1870: Lahirnya hukum agraria kolonial yang tertuang dalam Agrarische Wet 1870. Dalam aturan ini
dijamin adanya Hak Erfpacht sampai selama 75 tahun, dan menjamin pemegang hak itu untuk
menggunakan Hak Eigendom, serta memberi peluang kepada mereka dapat menggunakan tanahnya sebagai
agunan kredit. Lahirnya Agrarische Wet 1870 dipengaruhi dan atas desakan kepentingan pemilik modal
swasta Belanda untuk berbisnis perkebunan besar di negeri jajahannya. Sebelumnya, di masa culturrstelsel,
mereka hanya dibolehkan sebatas menyewa tanah. Dampak dari hukum kolonial terhadap rakyat tani
Indonesia, hanya menghadirkan sejarah kelam kemelaratan, kemiskinan, keterbelakangan dan penindasan.

1890: dimulainya ―Politik Etnik‖, yaitu gerakan oposisi kaum sosialis di Belanda yang kemudian
berpengaruh kepada golongan-golongan Belanda–Hindia juga. Yaitu mulai diterapkan pelayanan kesehatan
umum yang lebih baik, memperluas kesempatan menempuh pendidikan, serta memberikan otonomi desa
yang lebih besar.

Era Orde Baru (1967-1997)
1974: dibentuk Badan Litbang Pertanian. Keppres tahun 1974 dan 1979 menetapkan bahwa Badan Litbang
Pertanian sebagai unit Eselon I, membawahi 12 unit Eselon II, yaitu: 1 Sekretariat, 4 Pusat (Pusat
Penyiapan Program, Pusat Pengolahan Data Statistik, Pusat Perpustakaan Biologi dan Pertanian, dan Pusat
Karantina Pertanian) 2 Pusat Penelitian (Puslit Tanah dan Puslit Agro-Ekonomi), serta 5 Pusat Penelitian
Pengembangan (Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Tanaman Industri, Puslitbang Kehutanan,
Puslitbang Peternakan, dan Puslitbang Perikanan).

198… : berdirinya Departemen Koperasi secara khusus, untuk membantu golongan petani lemah di luar
Jawa dan Bali untuk membangun usaha tani berskala lebih besar. Setelah koperasi diterima sebagai satuan
ekonomi yang mendasar dalam mengembangkan ekonomi pribumi, dirangsang agar semua desa
membentuk koperasi primer, namun demikian sejumlah masalah yang dihadapi adalah kekurangan modal,
manajemen lemah, kesulitan menjangkau pasaran antara lain karena turut pedagang perantara. Koperasi
dirasakan sebagai ―paksaan‖ sehingga namanya pun yang sudah tercemar perlu dirubah menjadi BUUD.

1983: Berdasarkan Kepres No. 24 tahun 1983, terjadi reorganisasi di Badan Litbang Pertanian sehingga
terdiri atas: Sekretariat, Pusat Data Statistik, Pusat Perpustakaan Pertanian, Puslit Tanah, Puslit Agro-
Ekonomi, Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Tanaman Industri, Puslitbang Hortikultura, Puslitbang
Peternakan, dan Puslitbang Perikanan.

1993: sesuai dengan Keppres No. 83 tahun 1993 dibentuk Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
dan Loka Pengkajian Teknologi Pertanian (LPTP) yang tersebar di seluruh propinsi di Indonesia. Selain itu
juga terjadi pembentukan 2 unit organisasi BPTP di 2 Propinsi, yaitu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Banten, dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung (Kepmentan No.
633/Kpts/OT.140/12/2003).

Era 1945-1967
1960: lahirnya UU No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) yaitu tanggal 24
September 1960. Kelahiran UUPA melalui proses panjang, memakan waktu 12 tahun. Dimulai dari
pembentukan "Panitia Agraria Yogya" (1948), "Panitia Agraria Jakarta" (1951), "Panitia Soewahjo"
(1955), "Panitia Negara Urusan Agraria" (1956), "Rancangan Soenarjo" (1958), "Rancangan Sadjarwo"
(1960), akhirnya digodok dan diterima bulat Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR), yang
kala itu dipimpin Haji Zainul Arifin. Kelahiran UUPA mengandung dua makna besar bagi kehidupan
bangsa dan negara Indonesia. Pertama, UUPA bermakna sebagai upaya mewujudkan amanat Pasal 33 Ayat
(3) UUD 1945 (Naskah Asli), yang menyatakan, "Bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Kedua, UUPA bermakna sebagai
penjungkirbalikan hukum agraria kolonial dan penemuan hukum agraria nasional yang bersendikan realitas
susunan kehidupan rakyatnya. Tujuan UUPA pada pokoknya meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan
hukum agraria nasional, mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan, dan
meletakkan dasar-dasar kepastian hukum hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat. Semuanya semata-mata
untuk mewujudkan kemakmuran, kebahagiaan, keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani,
dalam menuju masyarakat adil dan makmur. Sebenarnya apa yang tersurat maupun tersirat dari tujuan
UUPA, pada hakikatnya merupakan kesadaran dan jawaban bangsa Indonesia atas keserakahan dan
kekejaman hukum agraria kolonial.
Era Sebelum kemerdekaan (1900-1945)
1918: berdiri Balai Besar Penyelidikan Pertanian (Algemeen Proefstation voor den Landbouw), yang
kemudian semenjak tahun 1949 menjadi Jawatan Penyelidikan Pertanian, lalu 1952 menjadi Balai Besar
Penyelidikan Pertanian / General Agriculture Experiment Station (Algemeen Proefstation voor den
Landbouw). Selanjutnya tahun 1966 menjadi Lembaga Pusat Penelitian Pertanian, tahun 1980 berubah lagi
menjadi Balai Penelitian Tanaman Bogor (Balittan), tahun 1994 menjadi Balai Penelitian Bioteknologi
Tanaman Pangan (Balitbio), tahun 2002 menjadi Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian (Balitbiogen), dan terakhir tahun 2003 berganti nama menjadi Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen)

Era abad ke-19
1811-1816: Sistem pajak tanah yang dikenalkan oleh Raffles telah membawa beberapa persoalan terhadap
kaum feodal Jawa di daerah-daerah taklukan dan juga perubahan penting berupa sistem kepemilikan tanah
oleh desa. Kekecewaan para feodal terhadap sistem ini telah mendorong lahirnya pemberontakan kerajaan.
Pemberontakan ini kemudian lebih dikenal dengan Perang Jawa atau perang Diponegoro.

1830-1870: era Tanam paksa (cultuur stelsel) Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch mewajibkan
setiap desa harus menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor khususnya kopi,
tebu, nila. Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan
dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus
bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak.
Pada prakteknya peraturan itu dapat dikatakan tidak berarti karena seluruh wilayah pertanian wajib
ditanami tanaman laku ekspor dan hasilnya diserahkan kepada pemerintahan Belanda. Wilayah yang
digunakan untuk praktek cultur stelstel pun tetap dikenakan pajak. Warga yang tidak memiliki lahan
pertanian wajib bekerja selama setahun penuh di lahan pertanian. Tanam paksa adalah era paling
eksploitatif dalam praktek ekonomi Hindia Belanda. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam
dibanding sistem monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat
dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada jaman VOC wajib menjual komoditi tertentu pada VOC, kini
harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada
pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan
kolonialis liberal Hindia-Belanda pada 1835 hingga 1940. Akibat sistem yang memakmurkan dan
menyejahterakan negeri Belanda ini, Van den Bosch selaku penggagas dianugerahi gelar Graaf oleh raja
Belanda, pada 25 Desember 1839.

1870: Lahirnya hukum agraria kolonial yang tertuang dalam Agrarische Wet 1870. Dalam aturan ini
dijamin adanya Hak Erfpacht sampai selama 75 tahun, dan menjamin pemegang hak itu untuk
menggunakan Hak Eigendom, serta memberi peluang kepada mereka dapat menggunakan tanahnya sebagai
agunan kredit. Lahirnya Agrarische Wet 1870 dipengaruhi dan atas desakan kepentingan pemilik modal
swasta Belanda untuk berbisnis perkebunan besar di negeri jajahannya. Sebelumnya, di masa culturrstelsel,
mereka hanya dibolehkan sebatas menyewa tanah. Dampak dari hukum kolonial terhadap rakyat tani
Indonesia, hanya menghadirkan sejarah kelam kemelaratan, kemiskinan, keterbelakangan dan penindasan.

1890: dimulainya ―Politik Etnik‖, yaitu gerakan oposisi kaum sosialis di Belanda yang kemudian
berpengaruh kepada golongan-golongan Belanda–Hindia juga. Yaitu mulai diterapkan pelayanan kesehatan
umum yang lebih baik, memperluas kesempatan menempuh pendidikan, serta memberikan otonomi desa
yang lebih besar.

Era Orde Baru (1967-1997)
1974: dibentuk Badan Litbang Pertanian. Keppres tahun 1974 dan 1979 menetapkan bahwa Badan Litbang
Pertanian sebagai unit Eselon I, membawahi 12 unit Eselon II, yaitu: 1 Sekretariat, 4 Pusat (Pusat
Penyiapan Program, Pusat Pengolahan Data Statistik, Pusat Perpustakaan Biologi dan Pertanian, dan Pusat
Karantina Pertanian) 2 Pusat Penelitian (Puslit Tanah dan Puslit Agro-Ekonomi), serta 5 Pusat Penelitian
Pengembangan (Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Tanaman Industri, Puslitbang Kehutanan,
Puslitbang Peternakan, dan Puslitbang Perikanan).
198… : berdirinya Departemen Koperasi secara khusus, untuk membantu golongan petani lemah di luar
Jawa dan Bali untuk membangun usaha tani berskala lebih besar. Setelah koperasi diterima sebagai satuan
ekonomi yang mendasar dalam mengembangkan ekonomi pribumi, dirangsang agar semua desa
membentuk koperasi primer, namun demikian sejumlah masalah yang dihadapi adalah kekurangan modal,
manajemen lemah, kesulitan menjangkau pasaran antara lain karena turut pedagang perantara. Koperasi
dirasakan sebagai ―paksaan‖ sehingga namanya pun yang sudah tercemar perlu dirubah menjadi BUUD.

1983: Berdasarkan Kepres No. 24 tahun 1983, terjadi reorganisasi di Badan Litbang Pertanian sehingga
terdiri atas: Sekretariat, Pusat Data Statistik, Pusat Perpustakaan Pertanian, Puslit Tanah, Puslit Agro-
Ekonomi, Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Tanaman Industri, Puslitbang Hortikultura, Puslitbang
Peternakan, dan Puslitbang Perikanan.

1993: sesuai dengan Keppres No. 83 tahun 1993 dibentuk Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
dan Loka Pengkajian Teknologi Pertanian (LPTP) yang tersebar di seluruh propinsi di Indonesia. Selain itu
juga terjadi pembentukan 2 unit organisasi BPTP di 2 Propinsi, yaitu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Banten, dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung (Kepmentan No.
633/Kpts/OT.140/12/2003).

Era 1945-1967
1960: lahirnya UU No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) yaitu tanggal 24
September 1960. Kelahiran UUPA melalui proses panjang, memakan waktu 12 tahun. Dimulai dari
pembentukan "Panitia Agraria Yogya" (1948), "Panitia Agraria Jakarta" (1951), "Panitia Soewahjo"
(1955), "Panitia Negara Urusan Agraria" (1956), "Rancangan Soenarjo" (1958), "Rancangan Sadjarwo"
(1960), akhirnya digodok dan diterima bulat Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR), yang
kala itu dipimpin Haji Zainul Arifin. Kelahiran UUPA mengandung dua makna besar bagi kehidupan
bangsa dan negara Indonesia. Pertama, UUPA bermakna sebagai upaya mewujudkan amanat Pasal 33 Ayat
(3) UUD 1945 (Naskah Asli), yang menyatakan, "Bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Kedua, UUPA bermakna sebagai
penjungkirbalikan hukum agraria kolonial dan penemuan hukum agraria nasional yang bersendikan realitas
susunan kehidupan rakyatnya. Tujuan UUPA pada pokoknya meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan
hukum agraria nasional, mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan, dan
meletakkan dasar-dasar kepastian hukum hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat. Semuanya semata-mata
untuk mewujudkan kemakmuran, kebahagiaan, keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani,
dalam menuju masyarakat adil dan makmur. Sebenarnya apa yang tersurat maupun tersirat dari tujuan
UUPA, pada hakikatnya merupakan kesadaran dan jawaban bangsa Indonesia atas keserakahan dan
kekejaman hukum agraria kolonial.

Era Sebelum kemerdekaan (1900-1945)
1918: berdiri Balai Besar Penyelidikan Pertanian (Algemeen Proefstation voor den Landbouw), yang
kemudian semenjak tahun 1949 menjadi Jawatan Penyelidikan Pertanian, lalu 1952 menjadi Balai Besar
Penyelidikan Pertanian / General Agriculture Experiment Station (Algemeen Proefstation voor den
Landbouw). Selanjutnya tahun 1966 menjadi Lembaga Pusat Penelitian Pertanian, tahun 1980 berubah lagi
menjadi Balai Penelitian Tanaman Bogor (Balittan), tahun 1994 menjadi Balai Penelitian Bioteknologi
Tanaman Pangan (Balitbio), tahun 2002 menjadi Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian (Balitbiogen), dan terakhir tahun 2003 berganti nama menjadi Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen)

Era abad ke-19
1811-1816: Sistem pajak tanah yang dikenalkan oleh Raffles telah membawa beberapa persoalan terhadap
kaum feodal Jawa di daerah-daerah taklukan dan juga perubahan penting berupa sistem kepemilikan tanah
oleh desa. Kekecewaan para feodal terhadap sistem ini telah mendorong lahirnya pemberontakan kerajaan.
Pemberontakan ini kemudian lebih dikenal dengan Perang Jawa atau perang Diponegoro.

1830-1870: era Tanam paksa (cultuur stelsel) Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch mewajibkan
setiap desa harus menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor khususnya kopi,
tebu, nila. Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan
dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus
bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak.
Pada prakteknya peraturan itu dapat dikatakan tidak berarti karena seluruh wilayah pertanian wajib
ditanami tanaman laku ekspor dan hasilnya diserahkan kepada pemerintahan Belanda. Wilayah yang
digunakan untuk praktek cultur stelstel pun tetap dikenakan pajak. Warga yang tidak memiliki lahan
pertanian wajib bekerja selama setahun penuh di lahan pertanian. Tanam paksa adalah era paling
eksploitatif dalam praktek ekonomi Hindia Belanda. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam
dibanding sistem monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat
dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada jaman VOC wajib menjual komoditi tertentu pada VOC, kini
harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada
pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan
kolonialis liberal Hindia-Belanda pada 1835 hingga 1940. Akibat sistem yang memakmurkan dan
menyejahterakan negeri Belanda ini, Van den Bosch selaku penggagas dianugerahi gelar Graaf oleh raja
Belanda, pada 25 Desember 1839.

1870: Lahirnya hukum agraria kolonial yang tertuang dalam Agrarische Wet 1870. Dalam aturan ini
dijamin adanya Hak Erfpacht sampai selama 75 tahun, dan menjamin pemegang hak itu untuk
menggunakan Hak Eigendom, serta memberi peluang kepada mereka dapat menggunakan tanahnya sebagai
agunan kredit. Lahirnya Agrarische Wet 1870 dipengaruhi dan atas desakan kepentingan pemilik modal
swasta Belanda untuk berbisnis perkebunan besar di negeri jajahannya. Sebelumnya, di masa culturrstelsel,
mereka hanya dibolehkan sebatas menyewa tanah. Dampak dari hukum kolonial terhadap rakyat tani
Indonesia, hanya menghadirkan sejarah kelam kemelaratan, kemiskinan, keterbelakangan dan penindasan.

1890: dimulainya ―Politik Etnik‖, yaitu gerakan oposisi kaum sosialis di Belanda yang kemudian
berpengaruh kepada golongan-golongan Belanda–Hindia juga. Yaitu mulai diterapkan pelayanan kesehatan
umum yang lebih baik, memperluas kesempatan menempuh pendidikan, serta memberikan otonomi desa
yang lebih besar.

Era Orde Baru (1967-1997)
1974: dibentuk Badan Litbang Pertanian. Keppres tahun 1974 dan 1979 menetapkan bahwa Badan Litbang
Pertanian sebagai unit Eselon I, membawahi 12 unit Eselon II, yaitu: 1 Sekretariat, 4 Pusat (Pusat
Penyiapan Program, Pusat Pengolahan Data Statistik, Pusat Perpustakaan Biologi dan Pertanian, dan Pusat
Karantina Pertanian) 2 Pusat Penelitian (Puslit Tanah dan Puslit Agro-Ekonomi), serta 5 Pusat Penelitian
Pengembangan (Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Tanaman Industri, Puslitbang Kehutanan,
Puslitbang Peternakan, dan Puslitbang Perikanan).

198… : berdirinya Departemen Koperasi secara khusus, untuk membantu golongan petani lemah di luar
Jawa dan Bali untuk membangun usaha tani berskala lebih besar. Setelah koperasi diterima sebagai satuan
ekonomi yang mendasar dalam mengembangkan ekonomi pribumi, dirangsang agar semua desa
membentuk koperasi primer, namun demikian sejumlah masalah yang dihadapi adalah kekurangan modal,
manajemen lemah, kesulitan menjangkau pasaran antara lain karena turut pedagang perantara. Koperasi
dirasakan sebagai ―paksaan‖ sehingga namanya pun yang sudah tercemar perlu dirubah menjadi BUUD.

1983: Berdasarkan Kepres No. 24 tahun 1983, terjadi reorganisasi di Badan Litbang Pertanian sehingga
terdiri atas: Sekretariat, Pusat Data Statistik, Pusat Perpustakaan Pertanian, Puslit Tanah, Puslit Agro-
Ekonomi, Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Tanaman Industri, Puslitbang Hortikultura, Puslitbang
Peternakan, dan Puslitbang Perikanan.

1993: sesuai dengan Keppres No. 83 tahun 1993 dibentuk Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
dan Loka Pengkajian Teknologi Pertanian (LPTP) yang tersebar di seluruh propinsi di Indonesia. Selain itu
juga terjadi pembentukan 2 unit organisasi BPTP di 2 Propinsi, yaitu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Banten, dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung (Kepmentan No.
633/Kpts/OT.140/12/2003).
Era 1945-1967
1960: lahirnya UU No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) yaitu tanggal 24
September 1960. Kelahiran UUPA melalui proses panjang, memakan waktu 12 tahun. Dimulai dari
pembentukan "Panitia Agraria Yogya" (1948), "Panitia Agraria Jakarta" (1951), "Panitia Soewahjo"
(1955), "Panitia Negara Urusan Agraria" (1956), "Rancangan Soenarjo" (1958), "Rancangan Sadjarwo"
(1960), akhirnya digodok dan diterima bulat Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR), yang
kala itu dipimpin Haji Zainul Arifin. Kelahiran UUPA mengandung dua makna besar bagi kehidupan
bangsa dan negara Indonesia. Pertama, UUPA bermakna sebagai upaya mewujudkan amanat Pasal 33 Ayat
(3) UUD 1945 (Naskah Asli), yang menyatakan, "Bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Kedua, UUPA bermakna sebagai
penjungkirbalikan hukum agraria kolonial dan penemuan hukum agraria nasional yang bersendikan realitas
susunan kehidupan rakyatnya. Tujuan UUPA pada pokoknya meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan
hukum agraria nasional, mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan, dan
meletakkan dasar-dasar kepastian hukum hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat. Semuanya semata-mata
untuk mewujudkan kemakmuran, kebahagiaan, keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani,
dalam menuju masyarakat adil dan makmur. Sebenarnya apa yang tersurat maupun tersirat dari tujuan
UUPA, pada hakikatnya merupakan kesadaran dan jawaban bangsa Indonesia atas keserakahan dan
kekejaman hukum agraria kolonial.

Era Sebelum kemerdekaan (1900-1945)
1918: berdiri Balai Besar Penyelidikan Pertanian (Algemeen Proefstation voor den Landbouw), yang
kemudian semenjak tahun 1949 menjadi Jawatan Penyelidikan Pertanian, lalu 1952 menjadi Balai Besar
Penyelidikan Pertanian / General Agriculture Experiment Station (Algemeen Proefstation voor den
Landbouw). Selanjutnya tahun 1966 menjadi Lembaga Pusat Penelitian Pertanian, tahun 1980 berubah lagi
menjadi Balai Penelitian Tanaman Bogor (Balittan), tahun 1994 menjadi Balai Penelitian Bioteknologi
Tanaman Pangan (Balitbio), tahun 2002 menjadi Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian (Balitbiogen), dan terakhir tahun 2003 berganti nama menjadi Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen)

Era abad ke-19
1811-1816: Sistem pajak tanah yang dikenalkan oleh Raffles telah membawa beberapa persoalan terhadap
kaum feodal Jawa di daerah-daerah taklukan dan juga perubahan penting berupa sistem kepemilikan tanah
oleh desa. Kekecewaan para feodal terhadap sistem ini telah mendorong lahirnya pemberontakan kerajaan.
Pemberontakan ini kemudian lebih dikenal dengan Perang Jawa atau perang Diponegoro.

1830-1870: era Tanam paksa (cultuur stelsel) Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch mewajibkan
setiap desa harus menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor khususnya kopi,
tebu, nila. Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan
dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus
bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak.
Pada prakteknya peraturan itu dapat dikatakan tidak berarti karena seluruh wilayah pertanian wajib
ditanami tanaman laku ekspor dan hasilnya diserahkan kepada pemerintahan Belanda. Wilayah yang
digunakan untuk praktek cultur stelstel pun tetap dikenakan pajak. Warga yang tidak memiliki lahan
pertanian wajib bekerja selama setahun penuh di lahan pertanian. Tanam paksa adalah era paling
eksploitatif dalam praktek ekonomi Hindia Belanda. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam
dibanding sistem monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat
dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada jaman VOC wajib menjual komoditi tertentu pada VOC, kini
harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada
pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan
kolonialis liberal Hindia-Belanda pada 1835 hingga 1940. Akibat sistem yang memakmurkan dan
menyejahterakan negeri Belanda ini, Van den Bosch selaku penggagas dianugerahi gelar Graaf oleh raja
Belanda, pada 25 Desember 1839.

1870: Lahirnya hukum agraria kolonial yang tertuang dalam Agrarische Wet 1870.
Dalam aturan ini dijamin adanya Hak Erfpacht sampai selama 75 tahun, dan menjamin
pemegang hak itu untuk menggunakan Hak Eigendom, serta memberi peluang kepada
mereka dapat menggunakan tanahnya sebagai agunan kredit. Lahirnya Agrarische Wet
1870 dipengaruhi dan atas desakan kepentingan pemilik modal swasta Belanda untuk
berbisnis perkebunan besar di negeri jajahannya. Sebelumnya, di masa culturrstelsel,
mereka hanya dibolehkan sebatas menyewa tanah. Dampak dari hukum kolonial terhadap
rakyat tani Indonesia, hanya menghadirkan sejarah kelam kemelaratan, kemiskinan,
keterbelakangan dan penindasan.

1890: dimulainya ―Politik Etnik‖, yaitu gerakan oposisi kaum sosialis di Belanda yang
kemudian berpengaruh kepada golongan-golongan Belanda–Hindia juga. Yaitu mulai
diterapkan pelayanan kesehatan umum yang lebih baik, memperluas kesempatan
menempuh pendidikan, serta memberikan otonomi desa yang lebih besar.

        UNIVERSITAS GRAHA NUSANTARA PADANGSIDIMPUAN

 KAMPUS I      : BUKIT TOR SIMARSAYANG PADANGSIDIMPUAN

KAMPUS II : JL. DR. SUTOMO GG. IKIP PADANGSIDIMPUAN

KAMPUS III : Ex. ASRAMA HAJI KAB. TAPSEL PALOPAT PIJORKOLING

                       Telpon. (0634) 25292 Fax. (0634) 28327 Kode Pos 22719

        Agronomi dapat diistilahkan sebagai produksi tanaman, dan diartikan suatu usaha pengelolaan
tanaman dan lingkungannya untuk memperoleh hasil sesuai tujuan. Ada dua tujuan, yaitu memaksimalkan
output atau meminimalkan input agar kelestarian lahan tetap terjaga.


        Pada awal kehidupan manusia di bumi, hanya hidup dari mencari makan dari hasil hutan secara
langsung. Perkembangan berikutnya, semakin banyak anggota kelompoknya, lalu ada tempat untuk
menetap dan mulai bercocok tanam di lahan sekitar tempat tinggalnya dan mulai memelihara ternak dan
terbentuklah pekarangan. Setelah itu, berkembang untuk membuka lahan di hutan untuk bercocok tanam,
sehingga hanya dapat ditanami beberapa tahun lalu pindah tempat, sering dikenal dengan lahan berpindah.
Semakin bertambahnya penduduk, sistem-sistem tersebut tidak dapat dipertahankan, lalu berusaha untuk
tetap mempertahankan tingkat kesuburan tanahnya dan mulai dikenal teknik budidaya (agronomi).
Ketidakseimbangan penambahan jumlah penduduk dibanding penambahan hasil pangan menjadi persoalan
yang dipelajari oleh bidang Agronomi. Antara lain usahanya dengan perluasan lahan, penggunaan varietas
unggul, peningkatan manajemen dalam berbagai tindak agronomi dan pelaksanaanya.


Pengertian Agronomi

Tanaman adalah tumbuhan yang sudah dibudidayakan. Sedangkan Tanaman Pertanian adalah segala
tanaman yang digunakan manusia untuk tujuan apapun, yang berfaedah yang secara ekonomi cocok dengan
rencana kerja dan eksistensi manusia dan dikelola sampai tingkat tertentu. Produksi tanaman adalah
pengelolaan tanaman yang bermanfaat. Ilmu yang mempelajari produksi tanaman adalah Agronomi.
Sehingga Agronomi adalah ilmu yang mempelajari cara pengelolaan tanaman pertanian dan lingkungannya
untuk memperoleh produksi yang maksimum dan lestari. Secara lebih rinci Agronomi adalah ilmu yang
mempelajari pengelolaan sumberdaya nabati dengan melakukan rekayasa terhadap lingkungan tumbuh,
potensi genetik dan potensi fisiologinya dalam kegiatan produksi tanaman dan penanganan hasil dengan
tujuan untuk pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, bahan baku industri, obat-obatan dan rempah, serta
kenyamanan hidup. Orientasi agronomi adalah produksi maksimum dan mempertahankan sistem produksi
yang berkelanjutan.

Mata kuliah Agronomi Lanjut membahas sistem produksi tanaman dengan penekanan pada perekayasaan
lingkungan tumbuh dan potensi fisiologi tanaman untuk peningkatan produktivitas dan kelestariannya;
kaitan antara iklim, tanah, lahan dan masyarakat dengan teknologi produksi dalam rangka intensifikasi dan
ektensifikasi pertanian di daerah tropis; pembahasan tentang Revolusi Hijau dan reaksi balik atas
kelemahannya dengan penekanan pada konsep integrated crop management

Agronomi dalam Sistem Agribisnis

    Sistem adalah sekumpulan bagian yang mempunyai kaitan satu dengan yang lain, terorganisir,
berinteraksi, yang secara bersama-sama bereaksi menurut pola tertentu terhadap input dengan tujuan
menghasilkan output. Agribisnis adalah keseluruhan rangkaian pertanian komersial yang mencakup
pengadaan dan pendistribusian sumberdaya, sarana produksi dan jasa, kegiatan produksi pertanian,
penanganan, penyimpanan dan transformasi hasil, pemasaran hasil dan hasil olahan. Sedangkan
Agroindustri adalah sub-sistem dari agribisnis yang mencakup kegiatan pasca panen dan pengolahan,
penanganan, sortasi, pengkelasan, pengemasan, pemberian label dan penyimpanan yang terdapat dalam
kegiatan transformasi produk dan pemasaran. Agronomi adalah Subsistem dari Sistem Agribisnis yang
menyangkut pengorganisasian dalam produksi tanaman.

    Ada perubahan paradigma dalam memandang sistem produksi tanaman:

    • Sistem produksi suatu jenis tanaman bukan hanya sekedar kemampuan untuk ―menghasilkan
        sebanyak-banyaknya‖ atau sekedar pencapaian suatu target

    • Pilihan tanaman yang akan diusahakan harus memperhatikan dan mengutamakan daya dukung
        sumber daya alam, keserasian dan kelestarian

    • Prinsip dalam produksi harus berorientasi pasar

Produksi Aktual dan Potensial

         Dibandingkan dengan radiasi matahari total yang secara teoritis dapat digunakan untuk
fotosintesis, ternyata produktivitas tanamanan saat ini masih sangat rendah. Efisiensi fotosintesis tanaman-
tanaman yang termasuk sangat produktif hanya berkisar antara 1.4 % untuk kelapa sawit di Malaysia,
sampai 4.3% untuk gula beet di Inggris dan Millet di Northern Teritory Australia. Produktivitas beberapa
tanaman tropis yang produktivitasnya tinggipun efisiensi fotosintesisnya juga rendah (Tabel 1)

                  Tabel 1. Efisiensi Fotosisntesis Beberapa Tanaman di Daerah Tropika

Tanaman                         Negara                     Produktivitas     Efisiensi Fotosintesis    (%
                                                           (g/m2/hari)       Radiasi Total)
                                                Tropika
Singkong                        Malaysia                         18                       2.0
Padi                            Tanzania                         17                       1.7
Padi                            Philiphina                       27                      2.9
Kelapa sawit                    Malaysia                         11                      1.4
Tebu                            Hawai                            37                      3.8
Jagung                          Thailand                         31                      2.7

                                       Temperate & Sub-tropik
Jagung                          Kentucky, USA               40                           3.4
Jagung                          California, USA             52                           3.0
Sudan Grass                     California, USA             51                           2.9
Pinus                           Australia                   40                           2.7
Gula Tebu                       Texas, USA                  31                           2.8
Padi                            Australia                   23                           1.4
Kentang                         California, USA             37                           2.3
Gula Beet                       Inggris                     31                           4.3
Gandum                          Belanda                     18                           1.7

Sumber: Coombs et al., 1985

         Dari data-data tersebut dapat dilihat bahwa masih sangat besar peluang IPTEK untuk
meningkatkan produktivitas tanaman. Hal ini merupakan tantangan bagi para ahli ekofisiologi tanaman.
Kemampuan untuk melakukan manipulasi lingkungan, aktivitas fisiologi dan tentu saja genetik tanaman
untuk memacu aktivitas fotosintesis tanaman akan menjadi kunci bagi pertanian masa depan. Kemampuan
ini sangat penting mengingat kebutuhan pangan dunia pada masa yang akan datang terus bertambah, seiring
dengan pertambahan penduduk maupun tingkat kemakmuran masyarakat.

Disamping masalah fotosintesis, hala lain yang berpengaruh terhadap produksi adalah distribusi hasil
fotosintesis ke organ bernilai ekonomi dan metabolisme dari fotosintat untuk menghasilkan produk bernilai
ekonomi. Pendalaman dalam pemahaman terhadap apa yang mengatur arah distribusi fotosintat dan
karakter seperti apa yang diperlukan agar lebih banyak fotosintat didistribusikan ke organ bernilai ekonomi
akan sangat membantu program pemuliaan. Demikian pula pemahaman terhadap metabolisme fotosintat
menjadi zat yang diperlukan oleh manusia, akan sangat bermanfaat Sdalam upaya peningkatan produksi
tanaman.

Random Fluctuation

          Dalam mengelola suatu sistem produksi, ada hal yang harus mendapat perhatian serius, kalau tidak
ingin usaha tadi gagal. Hal tersebut adalah Random Fluctuation, ialah adanya faktor yang selalu berubah,
tidak diinginkan, tidak bisa/sukar dikendalikan, mempengaruhi secara acak proses produksi, dan seringkali
menyebabkan output bisa berbeda dengan yang diinginkan. Hal ini terjadi karena Lingkungan sangat
berpengaruh terhadap sistem. Contoh random fluctuation antara lain adalah fungsi2 lain dalam organisasi
(fungsi pemasaran, keuangan, personalia dsb), lingkungan di luar perusahaan (Perturan pemerintah,
Hukum, Kondisi sosial politik, Ekonomi, Perubahan selera konsumen, dsb.). Random Fluctuation ini
hampir selalu terjadi, tetapi dapat dikurangi melalui usaha keras manajemen. Tugas mahasiswa adalah
mencari dan menganalisis Random fluctuation pada sistem produksi tanaman, serta mencoba merumuskan
apa yang harus dilakukan manajemen untuk menghadapinya.

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

sumberdaya dalam pertanian dan karakteristik ekonomi pertanian di indonesia (...
sumberdaya dalam pertanian dan karakteristik ekonomi pertanian di indonesia (...sumberdaya dalam pertanian dan karakteristik ekonomi pertanian di indonesia (...
sumberdaya dalam pertanian dan karakteristik ekonomi pertanian di indonesia (...aulia rachmawati
 
Modul 1 tekprod tan pangan
Modul 1 tekprod tan panganModul 1 tekprod tan pangan
Modul 1 tekprod tan panganyudhi mahmud
 
Hand-Out Kuliah Budidaya Tanaman Pangan D3-PSL UNSOED Bab 2 teknik budidaya t...
Hand-Out Kuliah Budidaya Tanaman Pangan D3-PSL UNSOED Bab 2 teknik budidaya t...Hand-Out Kuliah Budidaya Tanaman Pangan D3-PSL UNSOED Bab 2 teknik budidaya t...
Hand-Out Kuliah Budidaya Tanaman Pangan D3-PSL UNSOED Bab 2 teknik budidaya t...Purwandaru Widyasunu
 
Tanaman ubi kayu
Tanaman ubi kayuTanaman ubi kayu
Tanaman ubi kayuNur Haida
 
Tanaman ubi kayu
Tanaman ubi kayuTanaman ubi kayu
Tanaman ubi kayuNur Haida
 
Power point tugas it
Power point tugas itPower point tugas it
Power point tugas itnim5009130128
 
Ekonomi pertanian prof ir. masyuri 67 hal
Ekonomi pertanian prof ir. masyuri 67 halEkonomi pertanian prof ir. masyuri 67 hal
Ekonomi pertanian prof ir. masyuri 67 halAchmad Ridha
 
Kearifan lokal dalam bidang pertanian
Kearifan lokal dalam bidang pertanianKearifan lokal dalam bidang pertanian
Kearifan lokal dalam bidang pertanianAnisa Salma
 
Akalah tentang pertanian di indonesia
Akalah tentang pertanian di indonesiaAkalah tentang pertanian di indonesia
Akalah tentang pertanian di indonesiaFebrilidia
 
Presentasi mekanisasi pertanian
Presentasi mekanisasi pertanianPresentasi mekanisasi pertanian
Presentasi mekanisasi pertanianFaizalRidho1
 
Masyarakat Agraria Di China Sejarah Penggal 1 STPM
Masyarakat Agraria Di China Sejarah Penggal 1  STPMMasyarakat Agraria Di China Sejarah Penggal 1  STPM
Masyarakat Agraria Di China Sejarah Penggal 1 STPMNORSHAZELA IBRAHIM
 

Mais procurados (16)

sumberdaya dalam pertanian dan karakteristik ekonomi pertanian di indonesia (...
sumberdaya dalam pertanian dan karakteristik ekonomi pertanian di indonesia (...sumberdaya dalam pertanian dan karakteristik ekonomi pertanian di indonesia (...
sumberdaya dalam pertanian dan karakteristik ekonomi pertanian di indonesia (...
 
Modul 1 tekprod tan pangan
Modul 1 tekprod tan panganModul 1 tekprod tan pangan
Modul 1 tekprod tan pangan
 
Hand-Out Kuliah Budidaya Tanaman Pangan D3-PSL UNSOED Bab 2 teknik budidaya t...
Hand-Out Kuliah Budidaya Tanaman Pangan D3-PSL UNSOED Bab 2 teknik budidaya t...Hand-Out Kuliah Budidaya Tanaman Pangan D3-PSL UNSOED Bab 2 teknik budidaya t...
Hand-Out Kuliah Budidaya Tanaman Pangan D3-PSL UNSOED Bab 2 teknik budidaya t...
 
Tanaman ubi kayu
Tanaman ubi kayuTanaman ubi kayu
Tanaman ubi kayu
 
Tanaman ubi kayu
Tanaman ubi kayuTanaman ubi kayu
Tanaman ubi kayu
 
Ekonomi pertanian 2012
Ekonomi pertanian 2012Ekonomi pertanian 2012
Ekonomi pertanian 2012
 
Ekonomi pertanian
Ekonomi pertanianEkonomi pertanian
Ekonomi pertanian
 
Power point tugas it
Power point tugas itPower point tugas it
Power point tugas it
 
Ekonomi pertanian prof ir. masyuri 67 hal
Ekonomi pertanian prof ir. masyuri 67 halEkonomi pertanian prof ir. masyuri 67 hal
Ekonomi pertanian prof ir. masyuri 67 hal
 
Kearifan lokal dalam bidang pertanian
Kearifan lokal dalam bidang pertanianKearifan lokal dalam bidang pertanian
Kearifan lokal dalam bidang pertanian
 
Padi bantul
Padi bantulPadi bantul
Padi bantul
 
Pintu
PintuPintu
Pintu
 
Akalah tentang pertanian di indonesia
Akalah tentang pertanian di indonesiaAkalah tentang pertanian di indonesia
Akalah tentang pertanian di indonesia
 
Pertanian
PertanianPertanian
Pertanian
 
Presentasi mekanisasi pertanian
Presentasi mekanisasi pertanianPresentasi mekanisasi pertanian
Presentasi mekanisasi pertanian
 
Masyarakat Agraria Di China Sejarah Penggal 1 STPM
Masyarakat Agraria Di China Sejarah Penggal 1  STPMMasyarakat Agraria Di China Sejarah Penggal 1  STPM
Masyarakat Agraria Di China Sejarah Penggal 1 STPM
 

Semelhante a Pertanian Indonesia

Konsep dan ciri ciri utama masyarakat agraria
Konsep dan ciri ciri utama masyarakat agrariaKonsep dan ciri ciri utama masyarakat agraria
Konsep dan ciri ciri utama masyarakat agrariaJimmy Mogolid
 
Laporan besar put bismillah
Laporan besar put bismillahLaporan besar put bismillah
Laporan besar put bismillahM Abidin
 
Ppt geo kearifan 2
Ppt geo kearifan 2Ppt geo kearifan 2
Ppt geo kearifan 2iin nafisa
 
Sejarah an-teknologi-tanaman-sayuran-dan-hiasan
Sejarah an-teknologi-tanaman-sayuran-dan-hiasanSejarah an-teknologi-tanaman-sayuran-dan-hiasan
Sejarah an-teknologi-tanaman-sayuran-dan-hiasanTan C.EAN
 
Materi 04. Sistem Pertanian (1).pdf
Materi 04. Sistem Pertanian (1).pdfMateri 04. Sistem Pertanian (1).pdf
Materi 04. Sistem Pertanian (1).pdfWennySorayasirait2
 
S umber daya alam
S umber daya alamS umber daya alam
S umber daya alamdabol_ajah
 
Artikel tentang industri pertanian 2
Artikel tentang industri pertanian 2Artikel tentang industri pertanian 2
Artikel tentang industri pertanian 2vickysyu5mercu
 
S umber daya alam
S umber daya alamS umber daya alam
S umber daya alamdabol_ajah
 
3. pemanfaatan sumber daya alam
3. pemanfaatan sumber daya alam3. pemanfaatan sumber daya alam
3. pemanfaatan sumber daya alamAdi Rachmanto
 
BAB II Ek Pertanian.pptx
BAB II Ek Pertanian.pptxBAB II Ek Pertanian.pptx
BAB II Ek Pertanian.pptxNisyeAjah
 
Makalah sumber daya alam nabati
Makalah sumber daya alam nabatiMakalah sumber daya alam nabati
Makalah sumber daya alam nabatiYadhi Muqsith
 

Semelhante a Pertanian Indonesia (20)

2.ciri ciri pertanian di indonesia
2.ciri ciri pertanian di indonesia2.ciri ciri pertanian di indonesia
2.ciri ciri pertanian di indonesia
 
2 131022205355-phpapp02
2 131022205355-phpapp022 131022205355-phpapp02
2 131022205355-phpapp02
 
Konsep dan ciri ciri utama masyarakat agraria
Konsep dan ciri ciri utama masyarakat agrariaKonsep dan ciri ciri utama masyarakat agraria
Konsep dan ciri ciri utama masyarakat agraria
 
Laporan besar put bismillah
Laporan besar put bismillahLaporan besar put bismillah
Laporan besar put bismillah
 
Ppt geo kearifan 2
Ppt geo kearifan 2Ppt geo kearifan 2
Ppt geo kearifan 2
 
Tanaman padi
Tanaman padiTanaman padi
Tanaman padi
 
Sejarah an-teknologi-tanaman-sayuran-dan-hiasan
Sejarah an-teknologi-tanaman-sayuran-dan-hiasanSejarah an-teknologi-tanaman-sayuran-dan-hiasan
Sejarah an-teknologi-tanaman-sayuran-dan-hiasan
 
Materi 04. Sistem Pertanian (1).pdf
Materi 04. Sistem Pertanian (1).pdfMateri 04. Sistem Pertanian (1).pdf
Materi 04. Sistem Pertanian (1).pdf
 
S umber daya alam
S umber daya alamS umber daya alam
S umber daya alam
 
Artikel tentang industri pertanian 2
Artikel tentang industri pertanian 2Artikel tentang industri pertanian 2
Artikel tentang industri pertanian 2
 
S umber daya alam
S umber daya alamS umber daya alam
S umber daya alam
 
3. pemanfaatan sumber daya alam
3. pemanfaatan sumber daya alam3. pemanfaatan sumber daya alam
3. pemanfaatan sumber daya alam
 
Sumber daya alam
Sumber daya alamSumber daya alam
Sumber daya alam
 
Hayati
HayatiHayati
Hayati
 
BAB II Ek Pertanian.pptx
BAB II Ek Pertanian.pptxBAB II Ek Pertanian.pptx
BAB II Ek Pertanian.pptx
 
Klasifikasi pertanian
Klasifikasi pertanianKlasifikasi pertanian
Klasifikasi pertanian
 
Pertanian
PertanianPertanian
Pertanian
 
The Use and Restoration Of Ecosystem
The Use and Restoration Of EcosystemThe Use and Restoration Of Ecosystem
The Use and Restoration Of Ecosystem
 
Makalah sumber daya alam nabati
Makalah sumber daya alam nabatiMakalah sumber daya alam nabati
Makalah sumber daya alam nabati
 
Bahan 1
Bahan 1Bahan 1
Bahan 1
 

Pertanian Indonesia

  • 1. Definisi/Pengertian Pertanian, Bentuk & Hasil Pertanian Petani - Ilmu Geografi Secara umum pengertian dari pertanian adalah suatu kegiatan manusia yang termasuk di dalamnya yaitu bercocok tanam, peternakan, perikanan dan juga kehutanan. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat di Negeri Indonesia adalah sebagai petani, sehingga sektor pertanian sangat penting untuk dikembangkan di negara kita. Bentuk-Bentuk Pertanian Di Indonesia : 1. Sawah Sawah adalah suatu bentuk pertanian yang dilakukan di lahan basah dan memerlukan banyak air baik sawah irigasi, sawah lebak, sawah tadah hujan maupun sawah pasang surut. 2. Tegalan Tegalan adalah suatu daerah dengan lahan kering yang bergantung pada pengairan air hujan, ditanami tanaman musiman atau tahunan dan terpisah dari lingkungan dalam sekitar rumah. Lahan tegalan tanahnya sulit untuk dibuat pengairan irigasi karena permukaan yang tidak rata. Pada saat musim kemarau lahan tegalan akan kering dan sulit untuk ditubuhi tanaman pertanian. 3. Pekarangan Perkarangan adalah suatu lahan yang berada di lingkungan dalam rumah (biasanya dipagari dan masuk ke wilayah rumah) yang dimanfaatkan / digunakan untuk ditanami tanaman pertanian. 4. Ladang Berpindah Ladang berpindah adalah suatu kegiatan pertanian yang dilakukan di banyak lahan hasil pembukaan hutan atau semak di mana setelah beberapa kali panen / ditanami, maka tanah sudah tidak subur sehingga perlu pindah ke lahan lain yang subur atau lahan yang sudah lama tidak digarap. .Beberapa Hasil-Hasil Pertanian Di Indonesia : 1. Pertanian Tanaman Pangan - Padi, jagung, kedelai, kacang tanah, ubi jalar, ketela pohon. 2. Pertanian Tanaman Perdagangan - Kopi, the, kelapa, karet, kina , cengkeh, kapas, tembakau, kelapa sawit, dan tebu. Pertanian adalah proses menghasilkan bahan pangan, ternak, serta produk-produk agroindustri dengan cara memanfaatkan sumber daya tumbuhan dan hewan. Pemanfaatan sumber daya ini terutama berarti budi daya bahasa Inggris: cultivation, atau untuk ternak: raising). Namun demikian, pada sejumlah kasus — yang sering dianggap bagian dari pertanian — dapat berarti ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan agroforestri). 1. Usaha pertanian memiliki dua ciri penting: selalu melibatkan barang dalam volume besar dan 2. proses produksi memiliki risiko yang relatif tinggi. Dua ciri khas ini muncul karena pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Beberapa
  • 2. bentuk pertanian modern (misalnya budidaya alga, hidroponika) telah dapat mengurangkan ciri-ciri ini tetapi sebagian besar usaha pertanian dunia masih tetap demikian. Terkait dengan pertanian, usaha tani (farming) adalah sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budi daya (tumbuhan maupun hewan). Petani adalah sebutan bagi mereka yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh ―petani tembakau‖ atau ―petani ikan‖. Khusus untuk pembudidaya hewan ternak (livestock) disebut sebagai peternak. Ilmuwan serta pihak-pihak lain yang terlibat dalam perbaikan metode pertanian dan aplikasinya juga dianggap terlibat dalam pertanian. Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia. Sejarah indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor – sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat di Indonesia adalah sebagai petani dan perkebunan, sehingga sektor – sektor ini sangat penting untuk dikembangkan di negara kita. Berdasarkan data BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik bruto. Cakupan obyek pertanian yang dianut di Indonesia meliputi budidaya tanaman (termasuk tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan), kehutanan, peternakan, dan perikanan. Sebagaimana dapat dilihat, penggolongan ini dilakukan berdasarkan objek budidayanya:  budidaya tanaman, dengan obyek tumbuhan dan diusahakan pada lahan yang diolah secara intensif,  kehutanan, dengan obyek tumbuhan (biasanya pohon) dan diusahakan pada lahan yang setengah liar,  peternakan, dengan obyek hewan darat kering (khususnya semua vertebrata kecuali ikan dan amfibia),  perikanan, dengan obyek hewan perairan (ikan, amfibia dan semua non-vertebrata). Pembagian dalam pendidikan tinggi sedikit banyak mengikuti pembagian ini, meskipun dalam kenyataan suatu usaha pertanian dapat melibatkan berbagai objek ini bersama-sama sebagai bentuk efisiensi dan peningkatan keuntungan. Pertimbangan akan kelestarian lingkungan mengakibatkan aspek-aspek konservasi sumber daya alam juga dipelajari dalam ilmu-ilmu pertanian. Dari sudut keilmuan, semua objek pertanian sebenarnya memiliki dasar-dasar yang sama karena pada dasarnya usaha pertanian adalah kegiatan ekonomi:  pengelolaan tempat usaha,  pemilihan bibit,  metode budidaya,  pengumpulan hasil,  distribusi,  pengolahan dan pengemasan,  pemasaran. Sebagai kegiatan ekonomi, pertanian dapat dipandang sebagai suatu sistem yang dinamakan agribisnis. Dalam kerangka berpikir sistem ini, pengelolaan tempat usaha dan pemilihan bibit (varietas, galur, dan sebagainya) biasa diistilahkan sebagai aspek ―hulu‖ dari pertanian, sementara distribusi, pengolahan, dan pemasaran dimasukkan dalam aspek ―hilir‖. Budidaya dan pengumpulan hasil merupakan bagian dari aspek
  • 3. proses produksi. Semua aspek ini penting dan bagaimana investasi diarahkan ke setiap aspek menjadi pertimbangan strategis. Bentuk – Bentuk Pertanian di Indonesia 1. Sawah adalah suatu bentuk pertanian yang dilakukan di lahan basah dan memerlukan banyak air baik sawah irigasi, sawah lebak, sawah tadah hujan maupun sawah pasang surut. 2. Tegalan adalah suatu daerah dengan lahan kering yang bergantung pada pengairan air hujan, ditanami tanaman musiman atau tahunan dan terpisah dari lingkungan dalam sekitar rumah. Lahan tegalan tanahnya sulit untuk dibuat pengairan irigasi karena permukaan yang tidak rata. Pada saat musim kemarau lahan tegalan akan kering dan sulit untuk ditubuhi tanaman pertanian. 3. Pekarangan Pekarangan adalah suatu lahan yang berada di lingkungan dalam rumah (biasanya dipagari dan masuk ke wilayah rumah) yang dimanfaatkan untuk ditanami tanaman pertanian. Upaya meningkatkan hasil pertanian dapat dilakukan dengan cara:  Ekstensifikasi (pada daerah pertanian luar Pulau Jawa)  Intensifikasi  Diversifikasi  Rehabilitasi Sejarah singkat pertanian dunia Daerah "bulan sabit yang subur" di Timur Tengah. Di tempat ini ditemukan bukti-bukti awal pertanian, seperti biji-bijian dan alat-alat pengolahnya. Domestikasi anjing diduga telah dilakukan bahkan pada saat manusia belum mengenal budidaya (masyarakat berburu dan peramu) dan merupakan kegiatan peternakan yang pertama kali. Kegiatan pertanian (budidaya tanaman dan ternak) merupakan salah satu kegiatan yang paling awal dikenal peradaban manusia dan mengubah total bentuk kebudayaan. Para ahli prasejarah umumnya bersepakat bahwa pertanian pertama kali berkembang sekitar 12.000 tahun yang lalu dari kebudayaan di daerah "bulan sabit yang subur" di Timur Tengah, yang meliputi daerah lembah Sungai Tigris dan Eufrat terus memanjang ke barat hingga daerah Suriah dan Yordania sekarang. Bukti-bukti yang pertama kali dijumpai menunjukkan adanya budidaya tanaman biji-bijian (serealia, terutama gandum kuna seperti emmer) dan polong-polongan di daerah tersebut. Pada saat itu, 2000 tahun setelah berakhirnya Zaman Es terakhir di era Pleistosen, di dearah ini banyak dijumpai hutan dan padang yang sangat cocok bagi mulainya pertanian. Pertanian telah dikenal oleh masyarakat yang telah mencapai kebudayaan batu muda (neolitikum),
  • 4. perunggu dan megalitikum. Pertanian mengubah bentuk-bentuk kepercayaan, dari pemujaan terhadap dewa-dewa perburuan menjadi pemujaan terhadap dewa-dewa perlambang kesuburan dan ketersediaan pangan. Teknik budidaya tanaman lalu meluas ke barat (Eropa dan Afrika Utara, pada saat itu Sahara belum sepenuhnya menjadi gurun) dan ke timur (hingga Asia Timur dan Asia Tenggara). Bukti-bukti di Tiongkok menunjukkan adanya budidaya jewawut (millet) dan padi sejak 6000 tahun sebelum Masehi. Masyarakat Asia Tenggara telah mengenal budidaya padi sawah paling tidak pada saat 3000 tahun SM dan Jepang serta Korea sejak 1000 tahun SM. Sementara itu, masyarakat benua Amerika mengembangkan tanaman dan hewan budidaya yang sejak awal sama sekali berbeda. Hewan ternak yang pertama kali didomestikasi adalah kambing/domba (7000 tahun SM) serta babi (6000 tahun SM), bersama-sama dengan domestikasi kucing. Sapi, kuda, kerbau, yak mulai dikembangkan antara 6000 hingga 3000 tahun SM. Unggas mulai dibudidayakan lebih kemudian. Ulat sutera diketahui telah diternakkan 2000 tahun SM. Budidaya ikan air tawar baru dikenal semenjak 2000 tahun yang lalu di daerah Tiongkok dan Jepang. Budidaya ikan laut bahkan baru dikenal manusia pada abad ke-20 ini. Budidaya sayur-sayuran dan buah-buahan juga dikenal manusia telah lama. Masyarakat Mesir Kuna (4000 tahun SM) dan Yunani Kuna (3000 tahun SM) telah mengenal baik budidaya anggur dan zaitun. Sejarah pertanian Sejarah pertanian adalah bagian dari sejarah kebudayaan manusia. Pertanian muncul ketika suatu masyarakat mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri. Pertanian memaksa suatu kelompok orang untuk menetap dan dengan demikian mendorong kemunculan peradaban. Terjadi perubahan dalam sistem kepercayaan, pengembangan alat-alat pendukung kehidupan, dan juga kesenian akibat diadopsinya teknologi pertanian. Kebudayaan masyarakat yang tergantung pada aspek pertanian diistilahkan sebagai kebudayaan agraris. Sebagai bagian dari kebudayaan manusia, pertanian telah membawa revolusi yang besar dalam kehidupan manusia sebelum revolusi industri. Bahkan dapat dikatakan, revolusi pertanian adalah revolusi kebudayaan pertama yang dialami manusia. Agak sulit membuat suatu garis sejarah pertanian dunia, karena setiap bagian dunia memiliki perkembangan penguasaan teknologi pertanian yang berbeda-beda. Di beberapa bagian Afrika atau Amerika masih dijumpai masyarakat yang semi-nomaden (setengah pengembara), yang telah mampu melakukan kegiatan peternakan atau bercocok tanam, namun tetap berpindah-pindah demi menjaga pasokan pangan. Sementara itu, di Amerika Utara dan Eropa traktor-traktor besar yang ditangani oleh satu orang telah mampu mendukung penyediaan pangan ratusan orang. Asal-mula pertanian Pada awal abad ke-20 didatangkan sapi penghasil susu Fries-Holland ke Jawa. Berakhirnya zaman es sekitar 11.000 tahun sebelum Masehi (SM) menjadikan bumi lebih hangat dan mengalami musim kering yang lebih panjang. Kondisi ini menguntungkan bagi perkembangan tanaman semusim, yang dalam waktu relatif singkat memberikan hasil dan biji atau umbinya dapat disimpan. Ketersediaan biji-bijian dan polong-polongan dalam jumlah memadai memunculkan perkampungan untuk pertama kalinya, karena kegiatan perburuan dan peramuan tidak perlu dilakukan setiap saat. Contoh budaya semacam ini masih terlihat pada masyarakat yang menerapkan sistem perladangan berpindah (slash and burn) di Kalimantan dan Papua.
  • 5. Berdasarkan bukti-bukti peninggalan artefak, para ahli prasejarah saat ini bersepakat bahwa praktik pertanian pertama kali berawal di daerah "bulan sabit yang subur" di Mesopotamia sekitar 8000 SM. Pada waktu itu daerah ini masih lebih hijau daripada keadaan sekarang. Berdasarkan suatu kajian, 32 dari 56 spesies biji-bijian budidaya berasal dari daerah ini. Daerah ini juga menjadi satu dari pusat keanekaragaman tanaman budidaya (center of origin) menurut Vavilov. Jenis-jenis tanaman yang pertama kali dibudidayakan di sini adalah gandum, jelai (barley), buncis (pea), kacang arab (chickpea), dan flax (Linum usitatissimum). Di daerah lain yang berjauhan lokasinya dikembangkan jenis tanaman lain sesuai keadaan topografi dan iklim. Di Tiongkok, padi (Oryza sativa) dan jewawut (dalam pengertian umum sebagai padanan millet) mulai didomestikasi sejak 7500 SM dan diikuti dengan kedelai, kacang hijau, dan kacang azuki. Padi (Oryza glaberrima) dan sorgum dikembangkan di daerah Sahel, Afrika 5000 SM. Tanaman lokal yang berbeda mungkin telah dibudidayakan juga secara tersendiri di Afrika Barat, Ethiopia, dan Papua. Tiga daerah yang terpisah di Amerika (yaitu Amerika Tengah, daerah Peru-Bolivia, dan hulu Amazon) secara terpisah mulai membudidayakan jagung, labu, kentang, dan bunga matahari. Kondisi tropika di Afrika dan Asia Tropik, termasuk Nusantara, cenderung mengembangkan masyarakat yang tetap mempertahankan perburuan dan peramuan karena relatif mudahnya memperoleh bahan pangan. Migrasi masyarakat Austronesia yang telah mengenal pertanian ke wilayah Nusantara membawa serta teknologi budidaya padi sawah serta perladangan. Secara umum dapat dikatakan bahwa pertanian bermula sebagai dampak perubahan iklim dunia dan adaptasi oleh tanaman terhadap perubahan ini. sejarah pertanian Indonesia Era Orde Baru (1967-1997) 1974: dibentuk Badan Litbang Pertanian. Keppres tahun 1974 dan 1979 menetapkan bahwa Badan Litbang Pertanian sebagai unit Eselon I, membawahi 12 unit Eselon II, yaitu: 1 Sekretariat, 4 Pusat (Pusat Penyiapan Program, Pusat Pengolahan Data Statistik, Pusat Perpustakaan Biologi dan Pertanian, dan Pusat Karantina Pertanian) 2 Pusat Penelitian (Puslit Tanah dan Puslit Agro-Ekonomi), serta 5 Pusat Penelitian Pengembangan (Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Tanaman Industri, Puslitbang Kehutanan, Puslitbang Peternakan, dan Puslitbang Perikanan). 198… : berdirinya Departemen Koperasi secara khusus, untuk membantu golongan petani lemah di luar Jawa dan Bali untuk membangun usaha tani berskala lebih besar. Setelah koperasi diterima sebagai satuan ekonomi yang mendasar dalam mengembangkan ekonomi pribumi, dirangsang agar semua desa membentuk koperasi primer, namun demikian sejumlah masalah yang dihadapi adalah kekurangan modal, manajemen lemah, kesulitan menjangkau pasaran antara lain karena turut pedagang perantara. Koperasi dirasakan sebagai ―paksaan‖ sehingga namanya pun yang sudah tercemar perlu dirubah menjadi BUUD. 1983: Berdasarkan Kepres No. 24 tahun 1983, terjadi reorganisasi di Badan Litbang Pertanian sehingga terdiri atas: Sekretariat, Pusat Data Statistik, Pusat Perpustakaan Pertanian, Puslit Tanah, Puslit Agro- Ekonomi, Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Tanaman Industri, Puslitbang Hortikultura, Puslitbang Peternakan, dan Puslitbang Perikanan. 1993: sesuai dengan Keppres No. 83 tahun 1993 dibentuk Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dan Loka Pengkajian Teknologi Pertanian (LPTP) yang tersebar di seluruh propinsi di Indonesia. Selain itu juga terjadi pembentukan 2 unit organisasi BPTP di 2 Propinsi, yaitu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten, dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung (Kepmentan No. 633/Kpts/OT.140/12/2003).
  • 6. Era 1945-1967 1960: lahirnya UU No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) yaitu tanggal 24 September 1960. Kelahiran UUPA melalui proses panjang, memakan waktu 12 tahun. Dimulai dari pembentukan "Panitia Agraria Yogya" (1948), "Panitia Agraria Jakarta" (1951), "Panitia Soewahjo" (1955), "Panitia Negara Urusan Agraria" (1956), "Rancangan Soenarjo" (1958), "Rancangan Sadjarwo" (1960), akhirnya digodok dan diterima bulat Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR), yang kala itu dipimpin Haji Zainul Arifin. Kelahiran UUPA mengandung dua makna besar bagi kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Pertama, UUPA bermakna sebagai upaya mewujudkan amanat Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 (Naskah Asli), yang menyatakan, "Bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Kedua, UUPA bermakna sebagai penjungkirbalikan hukum agraria kolonial dan penemuan hukum agraria nasional yang bersendikan realitas susunan kehidupan rakyatnya. Tujuan UUPA pada pokoknya meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan, dan meletakkan dasar-dasar kepastian hukum hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat. Semuanya semata-mata untuk mewujudkan kemakmuran, kebahagiaan, keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam menuju masyarakat adil dan makmur. Sebenarnya apa yang tersurat maupun tersirat dari tujuan UUPA, pada hakikatnya merupakan kesadaran dan jawaban bangsa Indonesia atas keserakahan dan kekejaman hukum agraria kolonial. Era Sebelum kemerdekaan (1900-1945) 1918: berdiri Balai Besar Penyelidikan Pertanian (Algemeen Proefstation voor den Landbouw), yang kemudian semenjak tahun 1949 menjadi Jawatan Penyelidikan Pertanian, lalu 1952 menjadi Balai Besar Penyelidikan Pertanian / General Agriculture Experiment Station (Algemeen Proefstation voor den Landbouw). Selanjutnya tahun 1966 menjadi Lembaga Pusat Penelitian Pertanian, tahun 1980 berubah lagi menjadi Balai Penelitian Tanaman Bogor (Balittan), tahun 1994 menjadi Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan (Balitbio), tahun 2002 menjadi Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (Balitbiogen), dan terakhir tahun 2003 berganti nama menjadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen) Era abad ke-19 1811-1816: Sistem pajak tanah yang dikenalkan oleh Raffles telah membawa beberapa persoalan terhadap kaum feodal Jawa di daerah-daerah taklukan dan juga perubahan penting berupa sistem kepemilikan tanah oleh desa. Kekecewaan para feodal terhadap sistem ini telah mendorong lahirnya pemberontakan kerajaan. Pemberontakan ini kemudian lebih dikenal dengan Perang Jawa atau perang Diponegoro. 1830-1870: era Tanam paksa (cultuur stelsel) Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch mewajibkan setiap desa harus menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor khususnya kopi, tebu, nila. Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak. Pada prakteknya peraturan itu dapat dikatakan tidak berarti karena seluruh wilayah pertanian wajib ditanami tanaman laku ekspor dan hasilnya diserahkan kepada pemerintahan Belanda. Wilayah yang digunakan untuk praktek cultur stelstel pun tetap dikenakan pajak. Warga yang tidak memiliki lahan pertanian wajib bekerja selama setahun penuh di lahan pertanian. Tanam paksa adalah era paling eksploitatif dalam praktek ekonomi Hindia Belanda. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada jaman VOC wajib menjual komoditi tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan kolonialis liberal Hindia-Belanda pada 1835 hingga 1940. Akibat sistem yang memakmurkan dan menyejahterakan negeri Belanda ini, Van den Bosch selaku penggagas dianugerahi gelar Graaf oleh raja Belanda, pada 25 Desember 1839. 1870: Lahirnya hukum agraria kolonial yang tertuang dalam Agrarische Wet 1870. Dalam aturan ini dijamin adanya Hak Erfpacht sampai selama 75 tahun, dan menjamin pemegang hak itu untuk
  • 7. menggunakan Hak Eigendom, serta memberi peluang kepada mereka dapat menggunakan tanahnya sebagai agunan kredit. Lahirnya Agrarische Wet 1870 dipengaruhi dan atas desakan kepentingan pemilik modal swasta Belanda untuk berbisnis perkebunan besar di negeri jajahannya. Sebelumnya, di masa culturrstelsel, mereka hanya dibolehkan sebatas menyewa tanah. Dampak dari hukum kolonial terhadap rakyat tani Indonesia, hanya menghadirkan sejarah kelam kemelaratan, kemiskinan, keterbelakangan dan penindasan. 1890: dimulainya ―Politik Etnik‖, yaitu gerakan oposisi kaum sosialis di Belanda yang kemudian berpengaruh kepada golongan-golongan Belanda–Hindia juga. Yaitu mulai diterapkan pelayanan kesehatan umum yang lebih baik, memperluas kesempatan menempuh pendidikan, serta memberikan otonomi desa yang lebih besar. Era Orde Baru (1967-1997) 1974: dibentuk Badan Litbang Pertanian. Keppres tahun 1974 dan 1979 menetapkan bahwa Badan Litbang Pertanian sebagai unit Eselon I, membawahi 12 unit Eselon II, yaitu: 1 Sekretariat, 4 Pusat (Pusat Penyiapan Program, Pusat Pengolahan Data Statistik, Pusat Perpustakaan Biologi dan Pertanian, dan Pusat Karantina Pertanian) 2 Pusat Penelitian (Puslit Tanah dan Puslit Agro-Ekonomi), serta 5 Pusat Penelitian Pengembangan (Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Tanaman Industri, Puslitbang Kehutanan, Puslitbang Peternakan, dan Puslitbang Perikanan). 198… : berdirinya Departemen Koperasi secara khusus, untuk membantu golongan petani lemah di luar Jawa dan Bali untuk membangun usaha tani berskala lebih besar. Setelah koperasi diterima sebagai satuan ekonomi yang mendasar dalam mengembangkan ekonomi pribumi, dirangsang agar semua desa membentuk koperasi primer, namun demikian sejumlah masalah yang dihadapi adalah kekurangan modal, manajemen lemah, kesulitan menjangkau pasaran antara lain karena turut pedagang perantara. Koperasi dirasakan sebagai ―paksaan‖ sehingga namanya pun yang sudah tercemar perlu dirubah menjadi BUUD. 1983: Berdasarkan Kepres No. 24 tahun 1983, terjadi reorganisasi di Badan Litbang Pertanian sehingga terdiri atas: Sekretariat, Pusat Data Statistik, Pusat Perpustakaan Pertanian, Puslit Tanah, Puslit Agro- Ekonomi, Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Tanaman Industri, Puslitbang Hortikultura, Puslitbang Peternakan, dan Puslitbang Perikanan. 1993: sesuai dengan Keppres No. 83 tahun 1993 dibentuk Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dan Loka Pengkajian Teknologi Pertanian (LPTP) yang tersebar di seluruh propinsi di Indonesia. Selain itu juga terjadi pembentukan 2 unit organisasi BPTP di 2 Propinsi, yaitu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten, dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung (Kepmentan No. 633/Kpts/OT.140/12/2003). Era 1945-1967 1960: lahirnya UU No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) yaitu tanggal 24 September 1960. Kelahiran UUPA melalui proses panjang, memakan waktu 12 tahun. Dimulai dari pembentukan "Panitia Agraria Yogya" (1948), "Panitia Agraria Jakarta" (1951), "Panitia Soewahjo" (1955), "Panitia Negara Urusan Agraria" (1956), "Rancangan Soenarjo" (1958), "Rancangan Sadjarwo" (1960), akhirnya digodok dan diterima bulat Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR), yang kala itu dipimpin Haji Zainul Arifin. Kelahiran UUPA mengandung dua makna besar bagi kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Pertama, UUPA bermakna sebagai upaya mewujudkan amanat Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 (Naskah Asli), yang menyatakan, "Bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Kedua, UUPA bermakna sebagai penjungkirbalikan hukum agraria kolonial dan penemuan hukum agraria nasional yang bersendikan realitas susunan kehidupan rakyatnya. Tujuan UUPA pada pokoknya meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan, dan meletakkan dasar-dasar kepastian hukum hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat. Semuanya semata-mata untuk mewujudkan kemakmuran, kebahagiaan, keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam menuju masyarakat adil dan makmur. Sebenarnya apa yang tersurat maupun tersirat dari tujuan UUPA, pada hakikatnya merupakan kesadaran dan jawaban bangsa Indonesia atas keserakahan dan kekejaman hukum agraria kolonial.
  • 8. Era Sebelum kemerdekaan (1900-1945) 1918: berdiri Balai Besar Penyelidikan Pertanian (Algemeen Proefstation voor den Landbouw), yang kemudian semenjak tahun 1949 menjadi Jawatan Penyelidikan Pertanian, lalu 1952 menjadi Balai Besar Penyelidikan Pertanian / General Agriculture Experiment Station (Algemeen Proefstation voor den Landbouw). Selanjutnya tahun 1966 menjadi Lembaga Pusat Penelitian Pertanian, tahun 1980 berubah lagi menjadi Balai Penelitian Tanaman Bogor (Balittan), tahun 1994 menjadi Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan (Balitbio), tahun 2002 menjadi Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (Balitbiogen), dan terakhir tahun 2003 berganti nama menjadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen) Era abad ke-19 1811-1816: Sistem pajak tanah yang dikenalkan oleh Raffles telah membawa beberapa persoalan terhadap kaum feodal Jawa di daerah-daerah taklukan dan juga perubahan penting berupa sistem kepemilikan tanah oleh desa. Kekecewaan para feodal terhadap sistem ini telah mendorong lahirnya pemberontakan kerajaan. Pemberontakan ini kemudian lebih dikenal dengan Perang Jawa atau perang Diponegoro. 1830-1870: era Tanam paksa (cultuur stelsel) Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch mewajibkan setiap desa harus menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor khususnya kopi, tebu, nila. Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak. Pada prakteknya peraturan itu dapat dikatakan tidak berarti karena seluruh wilayah pertanian wajib ditanami tanaman laku ekspor dan hasilnya diserahkan kepada pemerintahan Belanda. Wilayah yang digunakan untuk praktek cultur stelstel pun tetap dikenakan pajak. Warga yang tidak memiliki lahan pertanian wajib bekerja selama setahun penuh di lahan pertanian. Tanam paksa adalah era paling eksploitatif dalam praktek ekonomi Hindia Belanda. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada jaman VOC wajib menjual komoditi tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan kolonialis liberal Hindia-Belanda pada 1835 hingga 1940. Akibat sistem yang memakmurkan dan menyejahterakan negeri Belanda ini, Van den Bosch selaku penggagas dianugerahi gelar Graaf oleh raja Belanda, pada 25 Desember 1839. 1870: Lahirnya hukum agraria kolonial yang tertuang dalam Agrarische Wet 1870. Dalam aturan ini dijamin adanya Hak Erfpacht sampai selama 75 tahun, dan menjamin pemegang hak itu untuk menggunakan Hak Eigendom, serta memberi peluang kepada mereka dapat menggunakan tanahnya sebagai agunan kredit. Lahirnya Agrarische Wet 1870 dipengaruhi dan atas desakan kepentingan pemilik modal swasta Belanda untuk berbisnis perkebunan besar di negeri jajahannya. Sebelumnya, di masa culturrstelsel, mereka hanya dibolehkan sebatas menyewa tanah. Dampak dari hukum kolonial terhadap rakyat tani Indonesia, hanya menghadirkan sejarah kelam kemelaratan, kemiskinan, keterbelakangan dan penindasan. 1890: dimulainya ―Politik Etnik‖, yaitu gerakan oposisi kaum sosialis di Belanda yang kemudian berpengaruh kepada golongan-golongan Belanda–Hindia juga. Yaitu mulai diterapkan pelayanan kesehatan umum yang lebih baik, memperluas kesempatan menempuh pendidikan, serta memberikan otonomi desa yang lebih besar. Era Orde Baru (1967-1997) 1974: dibentuk Badan Litbang Pertanian. Keppres tahun 1974 dan 1979 menetapkan bahwa Badan Litbang Pertanian sebagai unit Eselon I, membawahi 12 unit Eselon II, yaitu: 1 Sekretariat, 4 Pusat (Pusat Penyiapan Program, Pusat Pengolahan Data Statistik, Pusat Perpustakaan Biologi dan Pertanian, dan Pusat Karantina Pertanian) 2 Pusat Penelitian (Puslit Tanah dan Puslit Agro-Ekonomi), serta 5 Pusat Penelitian Pengembangan (Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Tanaman Industri, Puslitbang Kehutanan, Puslitbang Peternakan, dan Puslitbang Perikanan).
  • 9. 198… : berdirinya Departemen Koperasi secara khusus, untuk membantu golongan petani lemah di luar Jawa dan Bali untuk membangun usaha tani berskala lebih besar. Setelah koperasi diterima sebagai satuan ekonomi yang mendasar dalam mengembangkan ekonomi pribumi, dirangsang agar semua desa membentuk koperasi primer, namun demikian sejumlah masalah yang dihadapi adalah kekurangan modal, manajemen lemah, kesulitan menjangkau pasaran antara lain karena turut pedagang perantara. Koperasi dirasakan sebagai ―paksaan‖ sehingga namanya pun yang sudah tercemar perlu dirubah menjadi BUUD. 1983: Berdasarkan Kepres No. 24 tahun 1983, terjadi reorganisasi di Badan Litbang Pertanian sehingga terdiri atas: Sekretariat, Pusat Data Statistik, Pusat Perpustakaan Pertanian, Puslit Tanah, Puslit Agro- Ekonomi, Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Tanaman Industri, Puslitbang Hortikultura, Puslitbang Peternakan, dan Puslitbang Perikanan. 1993: sesuai dengan Keppres No. 83 tahun 1993 dibentuk Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dan Loka Pengkajian Teknologi Pertanian (LPTP) yang tersebar di seluruh propinsi di Indonesia. Selain itu juga terjadi pembentukan 2 unit organisasi BPTP di 2 Propinsi, yaitu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten, dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung (Kepmentan No. 633/Kpts/OT.140/12/2003). Era 1945-1967 1960: lahirnya UU No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) yaitu tanggal 24 September 1960. Kelahiran UUPA melalui proses panjang, memakan waktu 12 tahun. Dimulai dari pembentukan "Panitia Agraria Yogya" (1948), "Panitia Agraria Jakarta" (1951), "Panitia Soewahjo" (1955), "Panitia Negara Urusan Agraria" (1956), "Rancangan Soenarjo" (1958), "Rancangan Sadjarwo" (1960), akhirnya digodok dan diterima bulat Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR), yang kala itu dipimpin Haji Zainul Arifin. Kelahiran UUPA mengandung dua makna besar bagi kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Pertama, UUPA bermakna sebagai upaya mewujudkan amanat Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 (Naskah Asli), yang menyatakan, "Bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Kedua, UUPA bermakna sebagai penjungkirbalikan hukum agraria kolonial dan penemuan hukum agraria nasional yang bersendikan realitas susunan kehidupan rakyatnya. Tujuan UUPA pada pokoknya meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan, dan meletakkan dasar-dasar kepastian hukum hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat. Semuanya semata-mata untuk mewujudkan kemakmuran, kebahagiaan, keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam menuju masyarakat adil dan makmur. Sebenarnya apa yang tersurat maupun tersirat dari tujuan UUPA, pada hakikatnya merupakan kesadaran dan jawaban bangsa Indonesia atas keserakahan dan kekejaman hukum agraria kolonial. Era Sebelum kemerdekaan (1900-1945) 1918: berdiri Balai Besar Penyelidikan Pertanian (Algemeen Proefstation voor den Landbouw), yang kemudian semenjak tahun 1949 menjadi Jawatan Penyelidikan Pertanian, lalu 1952 menjadi Balai Besar Penyelidikan Pertanian / General Agriculture Experiment Station (Algemeen Proefstation voor den Landbouw). Selanjutnya tahun 1966 menjadi Lembaga Pusat Penelitian Pertanian, tahun 1980 berubah lagi menjadi Balai Penelitian Tanaman Bogor (Balittan), tahun 1994 menjadi Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan (Balitbio), tahun 2002 menjadi Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (Balitbiogen), dan terakhir tahun 2003 berganti nama menjadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen) Era abad ke-19 1811-1816: Sistem pajak tanah yang dikenalkan oleh Raffles telah membawa beberapa persoalan terhadap kaum feodal Jawa di daerah-daerah taklukan dan juga perubahan penting berupa sistem kepemilikan tanah oleh desa. Kekecewaan para feodal terhadap sistem ini telah mendorong lahirnya pemberontakan kerajaan. Pemberontakan ini kemudian lebih dikenal dengan Perang Jawa atau perang Diponegoro. 1830-1870: era Tanam paksa (cultuur stelsel) Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch mewajibkan setiap desa harus menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor khususnya kopi,
  • 10. tebu, nila. Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak. Pada prakteknya peraturan itu dapat dikatakan tidak berarti karena seluruh wilayah pertanian wajib ditanami tanaman laku ekspor dan hasilnya diserahkan kepada pemerintahan Belanda. Wilayah yang digunakan untuk praktek cultur stelstel pun tetap dikenakan pajak. Warga yang tidak memiliki lahan pertanian wajib bekerja selama setahun penuh di lahan pertanian. Tanam paksa adalah era paling eksploitatif dalam praktek ekonomi Hindia Belanda. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada jaman VOC wajib menjual komoditi tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan kolonialis liberal Hindia-Belanda pada 1835 hingga 1940. Akibat sistem yang memakmurkan dan menyejahterakan negeri Belanda ini, Van den Bosch selaku penggagas dianugerahi gelar Graaf oleh raja Belanda, pada 25 Desember 1839. 1870: Lahirnya hukum agraria kolonial yang tertuang dalam Agrarische Wet 1870. Dalam aturan ini dijamin adanya Hak Erfpacht sampai selama 75 tahun, dan menjamin pemegang hak itu untuk menggunakan Hak Eigendom, serta memberi peluang kepada mereka dapat menggunakan tanahnya sebagai agunan kredit. Lahirnya Agrarische Wet 1870 dipengaruhi dan atas desakan kepentingan pemilik modal swasta Belanda untuk berbisnis perkebunan besar di negeri jajahannya. Sebelumnya, di masa culturrstelsel, mereka hanya dibolehkan sebatas menyewa tanah. Dampak dari hukum kolonial terhadap rakyat tani Indonesia, hanya menghadirkan sejarah kelam kemelaratan, kemiskinan, keterbelakangan dan penindasan. 1890: dimulainya ―Politik Etnik‖, yaitu gerakan oposisi kaum sosialis di Belanda yang kemudian berpengaruh kepada golongan-golongan Belanda–Hindia juga. Yaitu mulai diterapkan pelayanan kesehatan umum yang lebih baik, memperluas kesempatan menempuh pendidikan, serta memberikan otonomi desa yang lebih besar. Era Orde Baru (1967-1997) 1974: dibentuk Badan Litbang Pertanian. Keppres tahun 1974 dan 1979 menetapkan bahwa Badan Litbang Pertanian sebagai unit Eselon I, membawahi 12 unit Eselon II, yaitu: 1 Sekretariat, 4 Pusat (Pusat Penyiapan Program, Pusat Pengolahan Data Statistik, Pusat Perpustakaan Biologi dan Pertanian, dan Pusat Karantina Pertanian) 2 Pusat Penelitian (Puslit Tanah dan Puslit Agro-Ekonomi), serta 5 Pusat Penelitian Pengembangan (Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Tanaman Industri, Puslitbang Kehutanan, Puslitbang Peternakan, dan Puslitbang Perikanan). 198… : berdirinya Departemen Koperasi secara khusus, untuk membantu golongan petani lemah di luar Jawa dan Bali untuk membangun usaha tani berskala lebih besar. Setelah koperasi diterima sebagai satuan ekonomi yang mendasar dalam mengembangkan ekonomi pribumi, dirangsang agar semua desa membentuk koperasi primer, namun demikian sejumlah masalah yang dihadapi adalah kekurangan modal, manajemen lemah, kesulitan menjangkau pasaran antara lain karena turut pedagang perantara. Koperasi dirasakan sebagai ―paksaan‖ sehingga namanya pun yang sudah tercemar perlu dirubah menjadi BUUD. 1983: Berdasarkan Kepres No. 24 tahun 1983, terjadi reorganisasi di Badan Litbang Pertanian sehingga terdiri atas: Sekretariat, Pusat Data Statistik, Pusat Perpustakaan Pertanian, Puslit Tanah, Puslit Agro- Ekonomi, Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Tanaman Industri, Puslitbang Hortikultura, Puslitbang Peternakan, dan Puslitbang Perikanan. 1993: sesuai dengan Keppres No. 83 tahun 1993 dibentuk Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dan Loka Pengkajian Teknologi Pertanian (LPTP) yang tersebar di seluruh propinsi di Indonesia. Selain itu juga terjadi pembentukan 2 unit organisasi BPTP di 2 Propinsi, yaitu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten, dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung (Kepmentan No. 633/Kpts/OT.140/12/2003).
  • 11. Era 1945-1967 1960: lahirnya UU No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) yaitu tanggal 24 September 1960. Kelahiran UUPA melalui proses panjang, memakan waktu 12 tahun. Dimulai dari pembentukan "Panitia Agraria Yogya" (1948), "Panitia Agraria Jakarta" (1951), "Panitia Soewahjo" (1955), "Panitia Negara Urusan Agraria" (1956), "Rancangan Soenarjo" (1958), "Rancangan Sadjarwo" (1960), akhirnya digodok dan diterima bulat Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR), yang kala itu dipimpin Haji Zainul Arifin. Kelahiran UUPA mengandung dua makna besar bagi kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Pertama, UUPA bermakna sebagai upaya mewujudkan amanat Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 (Naskah Asli), yang menyatakan, "Bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Kedua, UUPA bermakna sebagai penjungkirbalikan hukum agraria kolonial dan penemuan hukum agraria nasional yang bersendikan realitas susunan kehidupan rakyatnya. Tujuan UUPA pada pokoknya meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan, dan meletakkan dasar-dasar kepastian hukum hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat. Semuanya semata-mata untuk mewujudkan kemakmuran, kebahagiaan, keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam menuju masyarakat adil dan makmur. Sebenarnya apa yang tersurat maupun tersirat dari tujuan UUPA, pada hakikatnya merupakan kesadaran dan jawaban bangsa Indonesia atas keserakahan dan kekejaman hukum agraria kolonial. Era Sebelum kemerdekaan (1900-1945) 1918: berdiri Balai Besar Penyelidikan Pertanian (Algemeen Proefstation voor den Landbouw), yang kemudian semenjak tahun 1949 menjadi Jawatan Penyelidikan Pertanian, lalu 1952 menjadi Balai Besar Penyelidikan Pertanian / General Agriculture Experiment Station (Algemeen Proefstation voor den Landbouw). Selanjutnya tahun 1966 menjadi Lembaga Pusat Penelitian Pertanian, tahun 1980 berubah lagi menjadi Balai Penelitian Tanaman Bogor (Balittan), tahun 1994 menjadi Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan (Balitbio), tahun 2002 menjadi Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (Balitbiogen), dan terakhir tahun 2003 berganti nama menjadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen) Era abad ke-19 1811-1816: Sistem pajak tanah yang dikenalkan oleh Raffles telah membawa beberapa persoalan terhadap kaum feodal Jawa di daerah-daerah taklukan dan juga perubahan penting berupa sistem kepemilikan tanah oleh desa. Kekecewaan para feodal terhadap sistem ini telah mendorong lahirnya pemberontakan kerajaan. Pemberontakan ini kemudian lebih dikenal dengan Perang Jawa atau perang Diponegoro. 1830-1870: era Tanam paksa (cultuur stelsel) Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch mewajibkan setiap desa harus menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor khususnya kopi, tebu, nila. Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak. Pada prakteknya peraturan itu dapat dikatakan tidak berarti karena seluruh wilayah pertanian wajib ditanami tanaman laku ekspor dan hasilnya diserahkan kepada pemerintahan Belanda. Wilayah yang digunakan untuk praktek cultur stelstel pun tetap dikenakan pajak. Warga yang tidak memiliki lahan pertanian wajib bekerja selama setahun penuh di lahan pertanian. Tanam paksa adalah era paling eksploitatif dalam praktek ekonomi Hindia Belanda. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada jaman VOC wajib menjual komoditi tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan kolonialis liberal Hindia-Belanda pada 1835 hingga 1940. Akibat sistem yang memakmurkan dan menyejahterakan negeri Belanda ini, Van den Bosch selaku penggagas dianugerahi gelar Graaf oleh raja Belanda, pada 25 Desember 1839. 1870: Lahirnya hukum agraria kolonial yang tertuang dalam Agrarische Wet 1870.
  • 12. Dalam aturan ini dijamin adanya Hak Erfpacht sampai selama 75 tahun, dan menjamin pemegang hak itu untuk menggunakan Hak Eigendom, serta memberi peluang kepada mereka dapat menggunakan tanahnya sebagai agunan kredit. Lahirnya Agrarische Wet 1870 dipengaruhi dan atas desakan kepentingan pemilik modal swasta Belanda untuk berbisnis perkebunan besar di negeri jajahannya. Sebelumnya, di masa culturrstelsel, mereka hanya dibolehkan sebatas menyewa tanah. Dampak dari hukum kolonial terhadap rakyat tani Indonesia, hanya menghadirkan sejarah kelam kemelaratan, kemiskinan, keterbelakangan dan penindasan. 1890: dimulainya ―Politik Etnik‖, yaitu gerakan oposisi kaum sosialis di Belanda yang kemudian berpengaruh kepada golongan-golongan Belanda–Hindia juga. Yaitu mulai diterapkan pelayanan kesehatan umum yang lebih baik, memperluas kesempatan menempuh pendidikan, serta memberikan otonomi desa yang lebih besar. UNIVERSITAS GRAHA NUSANTARA PADANGSIDIMPUAN KAMPUS I : BUKIT TOR SIMARSAYANG PADANGSIDIMPUAN KAMPUS II : JL. DR. SUTOMO GG. IKIP PADANGSIDIMPUAN KAMPUS III : Ex. ASRAMA HAJI KAB. TAPSEL PALOPAT PIJORKOLING Telpon. (0634) 25292 Fax. (0634) 28327 Kode Pos 22719 Agronomi dapat diistilahkan sebagai produksi tanaman, dan diartikan suatu usaha pengelolaan tanaman dan lingkungannya untuk memperoleh hasil sesuai tujuan. Ada dua tujuan, yaitu memaksimalkan output atau meminimalkan input agar kelestarian lahan tetap terjaga. Pada awal kehidupan manusia di bumi, hanya hidup dari mencari makan dari hasil hutan secara langsung. Perkembangan berikutnya, semakin banyak anggota kelompoknya, lalu ada tempat untuk menetap dan mulai bercocok tanam di lahan sekitar tempat tinggalnya dan mulai memelihara ternak dan terbentuklah pekarangan. Setelah itu, berkembang untuk membuka lahan di hutan untuk bercocok tanam, sehingga hanya dapat ditanami beberapa tahun lalu pindah tempat, sering dikenal dengan lahan berpindah. Semakin bertambahnya penduduk, sistem-sistem tersebut tidak dapat dipertahankan, lalu berusaha untuk tetap mempertahankan tingkat kesuburan tanahnya dan mulai dikenal teknik budidaya (agronomi). Ketidakseimbangan penambahan jumlah penduduk dibanding penambahan hasil pangan menjadi persoalan yang dipelajari oleh bidang Agronomi. Antara lain usahanya dengan perluasan lahan, penggunaan varietas unggul, peningkatan manajemen dalam berbagai tindak agronomi dan pelaksanaanya. Pengertian Agronomi Tanaman adalah tumbuhan yang sudah dibudidayakan. Sedangkan Tanaman Pertanian adalah segala tanaman yang digunakan manusia untuk tujuan apapun, yang berfaedah yang secara ekonomi cocok dengan rencana kerja dan eksistensi manusia dan dikelola sampai tingkat tertentu. Produksi tanaman adalah
  • 13. pengelolaan tanaman yang bermanfaat. Ilmu yang mempelajari produksi tanaman adalah Agronomi. Sehingga Agronomi adalah ilmu yang mempelajari cara pengelolaan tanaman pertanian dan lingkungannya untuk memperoleh produksi yang maksimum dan lestari. Secara lebih rinci Agronomi adalah ilmu yang mempelajari pengelolaan sumberdaya nabati dengan melakukan rekayasa terhadap lingkungan tumbuh, potensi genetik dan potensi fisiologinya dalam kegiatan produksi tanaman dan penanganan hasil dengan tujuan untuk pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, bahan baku industri, obat-obatan dan rempah, serta kenyamanan hidup. Orientasi agronomi adalah produksi maksimum dan mempertahankan sistem produksi yang berkelanjutan. Mata kuliah Agronomi Lanjut membahas sistem produksi tanaman dengan penekanan pada perekayasaan lingkungan tumbuh dan potensi fisiologi tanaman untuk peningkatan produktivitas dan kelestariannya; kaitan antara iklim, tanah, lahan dan masyarakat dengan teknologi produksi dalam rangka intensifikasi dan ektensifikasi pertanian di daerah tropis; pembahasan tentang Revolusi Hijau dan reaksi balik atas kelemahannya dengan penekanan pada konsep integrated crop management Agronomi dalam Sistem Agribisnis Sistem adalah sekumpulan bagian yang mempunyai kaitan satu dengan yang lain, terorganisir, berinteraksi, yang secara bersama-sama bereaksi menurut pola tertentu terhadap input dengan tujuan menghasilkan output. Agribisnis adalah keseluruhan rangkaian pertanian komersial yang mencakup pengadaan dan pendistribusian sumberdaya, sarana produksi dan jasa, kegiatan produksi pertanian, penanganan, penyimpanan dan transformasi hasil, pemasaran hasil dan hasil olahan. Sedangkan Agroindustri adalah sub-sistem dari agribisnis yang mencakup kegiatan pasca panen dan pengolahan, penanganan, sortasi, pengkelasan, pengemasan, pemberian label dan penyimpanan yang terdapat dalam kegiatan transformasi produk dan pemasaran. Agronomi adalah Subsistem dari Sistem Agribisnis yang menyangkut pengorganisasian dalam produksi tanaman. Ada perubahan paradigma dalam memandang sistem produksi tanaman: • Sistem produksi suatu jenis tanaman bukan hanya sekedar kemampuan untuk ―menghasilkan sebanyak-banyaknya‖ atau sekedar pencapaian suatu target • Pilihan tanaman yang akan diusahakan harus memperhatikan dan mengutamakan daya dukung sumber daya alam, keserasian dan kelestarian • Prinsip dalam produksi harus berorientasi pasar Produksi Aktual dan Potensial Dibandingkan dengan radiasi matahari total yang secara teoritis dapat digunakan untuk fotosintesis, ternyata produktivitas tanamanan saat ini masih sangat rendah. Efisiensi fotosintesis tanaman- tanaman yang termasuk sangat produktif hanya berkisar antara 1.4 % untuk kelapa sawit di Malaysia, sampai 4.3% untuk gula beet di Inggris dan Millet di Northern Teritory Australia. Produktivitas beberapa tanaman tropis yang produktivitasnya tinggipun efisiensi fotosintesisnya juga rendah (Tabel 1) Tabel 1. Efisiensi Fotosisntesis Beberapa Tanaman di Daerah Tropika Tanaman Negara Produktivitas Efisiensi Fotosintesis (% (g/m2/hari) Radiasi Total) Tropika Singkong Malaysia 18 2.0 Padi Tanzania 17 1.7
  • 14. Padi Philiphina 27 2.9 Kelapa sawit Malaysia 11 1.4 Tebu Hawai 37 3.8 Jagung Thailand 31 2.7 Temperate & Sub-tropik Jagung Kentucky, USA 40 3.4 Jagung California, USA 52 3.0 Sudan Grass California, USA 51 2.9 Pinus Australia 40 2.7 Gula Tebu Texas, USA 31 2.8 Padi Australia 23 1.4 Kentang California, USA 37 2.3 Gula Beet Inggris 31 4.3 Gandum Belanda 18 1.7 Sumber: Coombs et al., 1985 Dari data-data tersebut dapat dilihat bahwa masih sangat besar peluang IPTEK untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Hal ini merupakan tantangan bagi para ahli ekofisiologi tanaman. Kemampuan untuk melakukan manipulasi lingkungan, aktivitas fisiologi dan tentu saja genetik tanaman untuk memacu aktivitas fotosintesis tanaman akan menjadi kunci bagi pertanian masa depan. Kemampuan ini sangat penting mengingat kebutuhan pangan dunia pada masa yang akan datang terus bertambah, seiring dengan pertambahan penduduk maupun tingkat kemakmuran masyarakat. Disamping masalah fotosintesis, hala lain yang berpengaruh terhadap produksi adalah distribusi hasil fotosintesis ke organ bernilai ekonomi dan metabolisme dari fotosintat untuk menghasilkan produk bernilai ekonomi. Pendalaman dalam pemahaman terhadap apa yang mengatur arah distribusi fotosintat dan karakter seperti apa yang diperlukan agar lebih banyak fotosintat didistribusikan ke organ bernilai ekonomi akan sangat membantu program pemuliaan. Demikian pula pemahaman terhadap metabolisme fotosintat menjadi zat yang diperlukan oleh manusia, akan sangat bermanfaat Sdalam upaya peningkatan produksi tanaman. Random Fluctuation Dalam mengelola suatu sistem produksi, ada hal yang harus mendapat perhatian serius, kalau tidak ingin usaha tadi gagal. Hal tersebut adalah Random Fluctuation, ialah adanya faktor yang selalu berubah, tidak diinginkan, tidak bisa/sukar dikendalikan, mempengaruhi secara acak proses produksi, dan seringkali menyebabkan output bisa berbeda dengan yang diinginkan. Hal ini terjadi karena Lingkungan sangat berpengaruh terhadap sistem. Contoh random fluctuation antara lain adalah fungsi2 lain dalam organisasi (fungsi pemasaran, keuangan, personalia dsb), lingkungan di luar perusahaan (Perturan pemerintah, Hukum, Kondisi sosial politik, Ekonomi, Perubahan selera konsumen, dsb.). Random Fluctuation ini hampir selalu terjadi, tetapi dapat dikurangi melalui usaha keras manajemen. Tugas mahasiswa adalah mencari dan menganalisis Random fluctuation pada sistem produksi tanaman, serta mencoba merumuskan apa yang harus dilakukan manajemen untuk menghadapinya.