Presentasi oleh Mas Achmad Santosa, disampaikan pada Diskusi Terbatas Mengenai Revisi PERMENTAN No. 26 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Perkebunan. Diselenggarakan oleh ELSAM, Sawit Watch, SPKS, dan PILNET di Jakarta, 29 Mei 2013.
Rilis hasil survey kebebasan berekspresi ELSAM 2013
Perbaikan Tata Kelola di Sektor Perkebunan.
1. UNIT KERJA PRESIDEN
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN
PERBAIKAN TATA KELOLA DIPERBAIKAN TATA KELOLA DI
SEKTOR PERKEBUNAN
Mas Achmad Santosa
Deputi VI UKP PPP
Jakarta, 29 Juni 2013
.
2. 1
2
3
AKAR KONFLIK PERKEBUNANAKAR KONFLIK PERKEBUNANAKAR KONFLIK PERKEBUNANAKAR KONFLIK PERKEBUNAN
MODUS PELANGGARAN HUKUMMODUS PELANGGARAN HUKUMMODUS PELANGGARAN HUKUMMODUS PELANGGARAN HUKUM
DAFTAR ISI
PERBAIKAN TATA KELOLA PERKEBUNAN3
4
5
1
PENEGAKAN HUKUM MULTIDOORPENEGAKAN HUKUM MULTIDOORPENEGAKAN HUKUM MULTIDOORPENEGAKAN HUKUM MULTIDOOR
KESIMPULANKESIMPULANKESIMPULANKESIMPULAN
PERBAIKAN TATA KELOLA PERKEBUNAN
4. PENYEBAB KONFLIK [1]
• Banyak tanah yang dikuasai masyarakat adat/lokal yang
“ditunjuk” sebagai kawasan hutan [33.000 desa berada di
kawasan hutan], proses penetapan kawasan hutan
lambat [baru 14,2 juta Ha /12% yang temu gelang], dll)-
Contoh: Konflik Kesepuhan/adat Lebak-Banten dengan
Pemerintah terkait perluasan Taman Nasional Gunung
Halimun-Salak; Konflik Pulau Padang terkait pemberian HTI
pada PT RAPP, Konflik
• Jumlah tanah masyarakat yang memiliki bukti
kepemilikan formal masih terbatas (proses sertifikasi
belum tuntas)
• Pengambilalihan tanah masyarakat oleh penjajah
Penetapan
Sepihak atas
Status Tanah
(Termasuk
Kawasan Hutan)
oleh Negara
• Adanya pemberian izin dan hak di tanah yang masih
dimiliki/kuasai masyarakat (misalnya: izin kebun, tambang
atau perumahan) - Contoh kasus Bima antara masyarakat
dengan PT Newmont
Permasalahan
dalam
Pemberian Izin
dan Hak
• Pengambilalihan tanah masyarakat oleh penjajah
Belanda dan tidak adanya proses pengembalian atas
tanah tersebut pasca kemerdekaan (kerap menimbulkan
masalah lanjutan hingga kini)
,
5. PENYEBAB KONFLIK [2]
• Ganti rugi tidak dibayar/tidak sesuai kesepakatan/tidak
wajar- Contoh: Konflik antara PTPN VII dan Masyarakat Cinta
Manis- Sumsel
• Pembebasan lahan dengan kekerasan
• Manipulasi dalam pembebasan lahan
Permasalahan
Pembebasan
Lahan
• Tidak membuat plasma, luas/letak kebun plasma tidak
sesuai kesepakatan
• Tidak menjalankan kewajiban/kesepakatan (tidak membeli
Perusahaan
Ingkar Janji/ • Tidak menjalankan kewajiban/kesepakatan (tidak membeli
hasil kebun plasma, membayar pembelian/diluar
kesepakatan dll)- Contoh: Konflik antara PT Sumber Wangi
Alam (PT SWA)-PT Treekreasi Marga Mulia (PT TMM) dengan
Masyarakat Desa Sodog, Kec. Mesuji, Kab.OKI,Prov.Sumsel.
Perusahaan
Ingkar Janji/
Kewajiban
Hukumnya
• Masyarakat menduduki lahan/tanah secara tidak sah, baik
tanah yang dikuasai negara/perusahaan atau tanah yang
ditelantarkan - Contoh: Konflik masyarakat adat dengan PT.
Sumber Air Mas Pratama di Karawang
Keterbatasan
Akses Tanah
6. • Tidak diakuinya status kepemilikan tanah masyarakat
adat /lokal yang tidak memiliki bukti kepemilikan formal
(sertifikat)
• Belum tuntasnya penetapan status kepemilikan tanah
negara dan masyarakat
Ketidakjelasanan
Status Kepemilikan
dan
Penguasaan Tanah
• Ketiadaan pengaturan pembatasan lahan yang efektif
(hukum tidak ditegakkan dan saling bertentangan)
Ketimpangan
Struktur
PENYEBAB KONFLIK [3]
5
(hukum tidak ditegakkan dan saling bertentangan)
• Pola Pembangunan yang belum sepenuhnya adil
(pengelolaan tanah perkebunan, pertanian dan kawasan
hutan oleh masyarakat relatif kecil dibanding perusahaan
skala besar)
Struktur
Kepemilikan,
Penguasaan serta
Peruntukan Tanah
• Praktek KKN dalam pemberian izin/hak
• Kelemahan koordinasi antara instansi
• Kelemahan penegakan hukum dan lembaga
penyelesai konflik
• Peraturan yang tumpang tindih
• Ketiadaan peta yang terintegrasi (one map)
Kelemahan dalam
Tata Pemerintahan
8. Data Penggunaan Kawasan Hutan Non-Prosedural
PROPINSI PERKEBUNAN TAMBANG PERKIRAAN
KERUGIAN
7
Sumber : Presentasi Ir. Rafles B Panjaitan (Direktur Penyidikan & Pengamanan Hutan Kemenhut) pada FGD Peta Jalan yang diselenggarakan Satgas
REDD+ yang didapat dari hasil ekspose Gubernur dan Bupati / Walikota)
9. Modus
Diterbitkannya izin tanpa persyaratan sesuai
peraturan perundangan yang berlaku.
(Contoh : Penerbitan IUP tanpa Amdal atau
UKL-UPL)
Dikeluarkannya izin di wilayah yang tidak
boleh digunakan untuk aktivitas perizinan
yang bersangkutan. (Contoh: Aktivitas
perkebunan diareal gambut dalam dan/atau
hutan primer)
Aktivitas tanpa izin di kawasan hutan,
antara lain:
a) Aktivitas tanpa Izin Pelepasan Kawasan
Hutan (IPKH) bagi usaha Perkebunan;
Beberapa Modus Kejahatan SDA-LH
antara lain: Hutan (IPKH) bagi usaha Perkebunan;
b) Aktivitas tanpa IUPerkebunan. (Contoh :
melakukan penanaman di luar areal konsensi)
Tidak membayar Provisi Sumber Daya
Hutan- Dana Reboisasi (PSDH-DR) dan
menebang tanpa Izin Pemanfaatan Kayu
(IPK) dalam pembukaan lahan untuk
perkebunan. (contoh : kasus DL Sitorus)
Melakukan pembakaran yang menyebabkan
kerusakan dan dilampauinya baku mutu.
(Contoh : kasus pembakaran di Rawa Tripa)
8
11. PerkembanganPerkembangan KebijakanKebijakan yangyang TerkaitTerkait dengandengan KehutananKehutanan
• Pembaharuan Agraria mencakup proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan SD Agraria
• Arah kebijakan:
• Pengkajian ulang terhadap seluruh peruu-an yang berkaitan dengan agraria
• Melaksanakan penataan kembali penguasaan , penggunaan dan pemanfaatan tanah (landrefrom) dgn
memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat
• Menyelesaikan konflik agraria
• Memperkuat kelembagaan dan kewenangan pelaksanaan pembaruan agraria
• Pembaharuan Agraria mencakup proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan SD Agraria
• Arah kebijakan:
• Pengkajian ulang terhadap seluruh peruu-an yang berkaitan dengan agraria
• Melaksanakan penataan kembali penguasaan , penggunaan dan pemanfaatan tanah (landrefrom) dgn
memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat
• Menyelesaikan konflik agraria
• Memperkuat kelembagaan dan kewenangan pelaksanaan pembaruan agraria
TAP MPR No.TAP MPR No.
IX/MPR/2001IX/MPR/2001
tentangtentang
PembaruanPembaruan AgrariaAgraria
dandan PengelolaanPengelolaan
SDASDA
• Penunjukan wilayah untuk tujuan kehutanan dan non-kehutanan merupakan
kewenangan provinsi. Tetapi penetapan rancangan perda provinsi terkait RTRWP
dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi
dari Menteri (Pasal 18)
• Penunjukan wilayah untuk tujuan kehutanan dan non-kehutanan merupakan
kewenangan provinsi. Tetapi penetapan rancangan perda provinsi terkait RTRWP
dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi
dari Menteri (Pasal 18)
UU 26/2007UU 26/2007
tentangtentang PenataanPenataan
dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi
dari Menteri (Pasal 18)
• PP 15/2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
• Wilayah yang dialokasikan untuk kehutanan dalam revisi RTRWP harus sesuai
dengan yang ditunjuk oleh Kemenhut (Pasal 31)
dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi
dari Menteri (Pasal 18)
• PP 15/2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
• Wilayah yang dialokasikan untuk kehutanan dalam revisi RTRWP harus sesuai
dengan yang ditunjuk oleh Kemenhut (Pasal 31)
UU 26/2007UU 26/2007
tentangtentang PenataanPenataan
RuangRuang
• Perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada Kajiian Llingkungan Hidup
Strategis (KLHS).
• Usaha yang wajib AMDAL/UKL-UPL (a.l. . IUPHHK-HA, Izin Usaha Pertambangan,
Izin Usaha Perkebunan) diwajibkan terlebih dahulu memiliki izin lingkungan
• Perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada Kajiian Llingkungan Hidup
Strategis (KLHS).
• Usaha yang wajib AMDAL/UKL-UPL (a.l. . IUPHHK-HA, Izin Usaha Pertambangan,
Izin Usaha Perkebunan) diwajibkan terlebih dahulu memiliki izin lingkungan
UU 32/2009UU 32/2009
tentangtentang
PerlindunganPerlindungan dandan
PengelolaanPengelolaan
LingkunganLingkungan HidupHidup
13. PENUNJUKAN
KAWASAN
HUTAN;
PENATAAN
BATAS
KAWASAN
HUTAN;
PEMETAAN
KAWASAN
HUTAN; DAN
PENETAPAN
KAWASAN
HUTAN.
TAHAPAN
Manfaat bagi
Penegakan Hukum :
1. Mempermudah
lingkup wilayah
penyelidikan karena
batas wilayah untuk
melakukan verifikasi
menjadi jelas;
2. Batas yang jelas
mempermudah
1. PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN
12
Urgensi Pengukuhan Kawasan Hutan
memperjelas status, letak, batas dan luas kawasan hutan. Ini
merupakan konsekuensi dari kebijakan kehutanan di
Indonesia yang menginginkan adanya pengelolaan hutan
secara khusus oleh pemerintah sehingga harus terang
benderang adanya pemisahan hak antara negara dengan
pihak ketiga lainnya.
mempermudah
pembuktian sifat
melawan hukum
terkait tindak pidana
yang dilakukan;
3. Penyelesaian konflik
yang disebabkan tata
batas.
14. STRATEGI PENGUKUHAN KAWASAN
HUTAN
13
a. Memastikan penetapan kawasan hutan
hanya dapat dilakukan setelah seluruh
konflik antara negara dan masyarakat atas
batas hutan dan opsi penyelesaiannya
selesai.
b. Adanya mekanisme untuk mengintegrasikan
penetapan kawasan hutan dengan peta tata
ruang wilayah.
c. Penetapan kawasan hutan menghasilkan
kawasan hutan yang tegas batas status,
luas, dan letaknya.
15. REGISTRASI IZIN
Pengumpulan data
Membuat IMS yang
terintegrasi
LALC/UJI TUNTAS
Pemilihan Kabupaten PELAKSANAAN
REKOMENDASI
Penertiban perizinan &
Penyelesaian Konflik
Emisi GRK turun, ekonomi
tumbuh & kesejahteraan rakyat
2. REVIEW IZIN
Manfaat bagi penegakan hukum :
1. Memberikan indikasi awal dari kemungkinan adanya pidana yang dilakukan;
2. Menjadi sarana untuk dapat menemukan modus sehingga dapat dijadikan saranan
pencegahan.
Upload data
Siap untuk
dimanfaatkan
Pelaksanaan LALC
Penyusunan
rekomendasi
Membangun
kesepakatan para
pihak
Pemantauan secara
berkala
Peta perizinan lengkap dan
terkonekasi antar pemerintah
pusat dan daerah
Perbaikan kebijakan
tumbuh & kesejahteraan rakyat
meningkat
Okt 2012– Juni 2013 Pasca Juni 2013
Pemprov Kalteng/
Satgas REDD+
Pemprov Kalteng/
Badan REDD+
16. Barito Selatan* Kapuas* Kotawaringin Timur*
KENDALA DALAM PENGUMPULAN DATA
30% pengumpulan data izin terpenuhi dari
total 137 perizinan
50% pengumpulan data izin terpenuhi dari
total 55 perizinan
55% pengumpulan data izin terpenuhi dari
total 87 perizinan
*Progres pengumpulan data per Maret 2013 oleh
SEKALA
Progress Pengumpulan Data
• Banyak data yang tidak bisa diperoleh karena
sistem pengarsipan yang kurang memadai;
• Penerbitan izin tidak sesuai prosedur: Bupati
sebelumnya mengeluarkan izin dulu, setelah
itu baru disusulkan dengan pertimbangan
teknis dari dinas perkebunan dan administrasi
lainnya. Akibatnya data administrasi tidak
lengkap;
• Diperlukan dukungan dari Pemerintah
Provinsi Kalteng yang lebih besar sebagai
salah satu upaya membangun komunikasi
intensif.
• Ada PemiluKada, dimana Bupati yang
menjabat kembali mencalonkan diri,
sehingga beliau harus cuti selama
kampanye dan pemilu. Segala urusan
dikendalikan Sekda;
• Sekda dan SKPD tidak berwenang
memberikan data apapun kecuali ada
perintah dari Bupati;
• Diperlukan dukungan dari Pemerintah
Provinsi Kalteng yang lebih besar
sebagai salah satu upaya membangun
komunikasi intensif.
• Pada awalnya terdapat kesepakatan
untuk mengeluarkan data lewat satu
pintu, yaitu Sekda Kotim. Akan tetapi
pada perkembangannya SKPD
menyerahkan data ke konsultan untuk
menghindari sanksi administrasi
dan/atau pidana.
15
17. Overlay wilayah Hutan Lindung &
Kawasan Konservasi…
…overlay dengan wilayah HPH dan
Contoh:
Overlay hutan-perkebunan-
tambang di Kabupaten Paser
(Kalimantan Timur)
KEBUTUHAN ADANYA SATU DATA RUJUKAN
16
…overlay dengan wilayah HPH dan
HTI…
…overlay dengan wilayah
Perkebunan…
…overlay dengan wilayah
pertambangan….
Integrated license database can be used
as starting point to solve license overlaps
18. … there should be one
3. One map for national reference ...
17
President Susilo Bambang Yudhoyono
Cabinet Meeting
December 23, 2010
… there should be one
authoritative map for
national reference ..!
19. 4. Penguatan Pencegahan D & D (bersama KPK)
Kesepakatan 3 (tiga) langkah dalam perbaikan tata
kelola di sektor kehutanan melalui:
Harmonisasi kebijakan dan peraturan perundang-
undangan;
penyelarasan teknis dan prosedur; dan
resolusi konflik didasari pada prinsip keadilan,
penghormatan, dan pemajuan hak asasi manusiapenghormatan, dan pemajuan hak asasi manusia
sesuai peraturan perundang-undangan.
18
20. MENUJU TATA KELOLA PERKEBUNAN BERKELANJUTAN & BERBASISKAN
KEADILAN
• REVISI PERMENTAN 26 TAHUN 2007 TENTANG
PROSEDUR PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN
19
21. a) Pembatasan Luas Lahan Bagi Group Perusahaan
• ISU
• Pada dua Permentan sebelumnya, (Kepmentan No. 357/Kpts/HK.350/5/2002 dan Keputusan
Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 107/KPTS-II/1999 tentang Perizinan Usaha
Perkebunan) telah diatur pembatasan kepemilikan lahan sebesar 20.000 hektar dalam satu
propinsi atau 100.000 hektar untuk seluruh Indonesia untuk perusahaan/kelompok
perusahaan.
• Permentan 26/2007 memiliki perbedaan dengan dua peraturan sebelumnya karena tidak lagi
memberikan pembatasan penguasaan lahan untuk perkebunan pada kelompok perusahaan,
melainkan hanya pada satu perusahaan saja.
• Hal ini berakibat pada akumulasi lahan di kelompok perusahaan tertentu, hal mana tidak• Hal ini berakibat pada akumulasi lahan di kelompok perusahaan tertentu, hal mana tidak
sejalan dengan konsep kepemilikan, penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
secara berkeadilan yang dianut oleh Undang-Undang Nomor 18 tahun 2004 tentang
Perkebunan.
20
REKOMENDASI
Pembatasan 100.000 hektar untuk seluruh Indonesia untuk
perusahaan/kelompok perusahaan.
22. b) Plasma dan Kemitraan
• ISU
• Belum terakomodirnya pengaturan mengenai plasma secara komprehensip. Hal tersebut
menjadi celah bagi perbedaan penafsiran dan tidak dilaksanakannya kewajiban plasma
oleh pengusaha.
REKOMENDASI
Berdasarkan berbagai pengaduan yang masuk pada kami terkait
implementasi plasma dan kemitraan, Permentan yang baru perlu
21
implementasi plasma dan kemitraan, Permentan yang baru perlu
memperjelas pengaturan antara lain mengenai hal berikut:
a. kejelasan wilayah pelaksanaan plasma (apakah di dalam atau di
luar lokasi yang diberikan IUP);
b. prosedur pemberian plasma; dan
c. rencana membangun kemitraan dalam konteks persyaratan IUP
perlu lebih diperketat sehingga memastikan masyarakat yang
akan terlibat dalam pelaksanaan usaha telah terlibat secara
aktif sejak proses perencanaan kebun.
23. c) Perizinan yang Terintegrasi
• ISU
• Pada dasarnya untuk perbaikan tata kelola hutan dan lahan gambut, seluruh proses
perizinan di atas dua area tersebut perlu agar terkoordinasi secara baik antar instansi.
Dalam hal ini, Permentan yang baru perlu mengakomodir peraturan perundang-
undangan terkait sehingga memastikan proses perizinan bersifat harmonis dan
konsisten.
REKOMENDASI
22
REKOMENDASI
Mencantumkan kewajiban registrasi perizinan secara terpusat dan
penyesuaian dengan berbagai regulasi (seperti izin lingkungan dan
pelepasan kawasan hutan)
24. d) Kejelasan Kewajiban Menyelesaikan Hak Atas Tanah (HGU) Sebelum Berkegiatan
• ISU
• Saat ini praktek yang marak terjadi adalah pelaksanaan kegiatan perkebunan sebelum HGU
secara resmi dikeluarkan oleh BPN. Hal ini berdampak negatif terutama pada kejelasan dan
kepastian hak-hak masyarakat dan perusahaan, serta hilangnya yang pendapatan negara atas
pajak.
REKOMENDASI
23
REKOMENDASI
Penyesuaian redaksi dengan secara tegas mewajibkan penyelesaian HGU
sebelum kegiatan dilakukan.
25. e) Pengawasan, Sanksi Administratif & Tanggung Jawab Pemerintah
• ISU
• Diperlukan suatu pengaturan yang lebih baik dan jelas mengenai sanksi administratif bagi
pelanggaran kewajiban perusahaan dan pemberi izin. Dalam hal ini, sering ditemui
permasalahan bahwa pemberian izin dilakukan tanpa memperhatikan kelengkapan syarat-
syarat yang diatur di dalam Permentan 26/2007.
• Karenanya, diperlukan peran aktif pemerintah pusat untuk memastikan pengawasan dan
penegakan hukum adminsitratif yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah berjalan dengan baik.
• Sehubungan dengan hal di atas, diperlukan sanksi adminsitratif yang lebih ketat dengan
dilengkapi mekanisme second-line administrative enforcement oleh Pemerintah Pusat.
24
REKOMENDASI
Ketentuan pembatalan perizinan dan pemberian sanksi oleh pemerintah pusat.
26. f) Prinsip kehati-hatian dalam menerbitkan izin
• ISU
• Pasal 19 Permentan 26/2007 berdampak pada timbulnya pemahaman bahwa:
• “persyaratan izin dianggap lengkap apabila tidak ada respon dari pejabat pemberi izin dalam
jangka 30 (tiga puluh) hari kerja”
• izin dapat langsung terbit apabila syarat dianggap telah lengkap.
• Hal ini tidak sejalan dengan:
• Pasal 3 UU 5/1986 tentang PTUN yang pada prinsipnya mengatur bahwa sikap pemerintahan
yang diam (misal, tidak merespon permohonan izin) harus diartikan sebagai sikap penolakan
terhadap permohonan izin (prinsip fiksi negatif).
••
• .
25
REKOMENDASI
Penyesuaian dengan Pasal 3 UU Nomor 5 Tahun 1986.
27. RSPO & ISPO
No. RSPO ISPO
1. Komitmen Terhadap Transparansi Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
2. Memenuhi Hukum dan Peraturan yang Berlaku Tanggung Jawab Terhadap Pekerja
3. Komitmen terhadap kelayakan ekonomi dan
keuangan jangka panjang
Tanggung Jawab Sosial dan Komunitas
4. Penggunaan praktik terbaik tepat oleh
perkebunan dan pabrik
Pemberdayaan Kegiatan Ekonomi
Masyarakat
26
perkebunan dan pabrik Masyarakat
5. Tanggung jawab lingkungan dan konservasi
kekayaan alam dan keanekaragaman hayati
Peningkatan Usaha Secara Berkelanjutan
6. Pertimbangan bertanggung jawab atas
karyawan, individu, dan komunitas yang
terkena dampak perkebunan dan pabrik
Sistem Perizinan dan Manajemen
Perkebunan
7. Pengembangan perkebunan baru yang
bertanggung jawab
Penerapan Pedoman Teknis Budidaya dan
Pengolahan Kelapa Sawit.
8. Komitmen terhadap perbaikan terus-menerus
pada wilayah-wilayah utama aktiftas
-