SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 126
Baixar para ler offline
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA
                        NOMOR 9 TAHUN 2011

                              TENTANG

                   RENCANA TATA RUANG WILAYAH
                  KABUPATEN BIMA TAHUN 2011-2031


               DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


                             BUPATI BIMA,
Menimbang   : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Bima
                 dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna,
                 berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan
                 dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
                 pertahanan keamanan, perlu disusun rencana tata ruang
                 wilayah;
              b. bahwa dalam mewujudkan keterpaduan pembangunan antar
                 sektor, daerah dan masyarakat, maka rencana tata ruang
                 merupakan arahan dalam pemanfaatan ruang bagi semua
                 kepentingan secara terpadu yang dilaksanakan secara bersama
                 oleh pemerintah daerah, masyarakat dan/atau badan usaha;
              c. bahwa dengan terbentuknya Undang-Undang Nomor 26 Tahun
                 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 26
                 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional,
                 dan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3
                 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
                 Nusa Tenggara Barat Tahun 2009-2029, maka Peraturan
                 Daerah Kabupaten Bima Nomor 11 Tahun 2007 tentang
                 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bima Tahun 2007 –
                 2027 perlu diganti;




                                                                          1
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
                 dalam huruf a, huruf b, dan huruf c maka perlu membentuk
                 Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
                 Kabupaten Bima Tahun 2011-2031;

Mengingat   : 1. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan
                 Daerah-daerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-daerah
                 Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
                 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115,
                 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649);
              2. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
                 Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik
                 Indonesia Tahun 1960 Nomor 105, Tambahan Lembaran
                 Negara Republik Indonesia Nomor 2013);
              3. Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
                 Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981
                 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
                 Nomor 3209);
              4. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
                 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22,
                 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
              5. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
                 Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran
                 Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan
                 Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
              6. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar
                 Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
                 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
                 Nomor 3470);
              7. Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistim Budi
                 Daya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
                 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik
                 Indonesia Nomor 3478);
              8. Undang – Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
                 Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
                 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik
                 Indonesia Nomor 3881);
              9. Undang – Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
                 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167,
                 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888)
                 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19
                 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
                 Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
                 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999


                                                                          2
tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
   Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik
   Indonesia Nomor 4412);
10. Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2002 tentang Pembentukan
    Kota Bima Di Wilayah Nusa Tenggara Barat (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 26, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4188 );
11. Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
    Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
    Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    Nomor 4247);
12. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
    Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
    Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    Nomor 4286);
13. Undang – Undang Nomor 28 Tahun 1999 yang Bersih dan
    Bebas dari Korupsi, Kolusi,dan Nepotisme (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
14. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
    Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 4355);
15. Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
    Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
    32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
    4247);
16. Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
    Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 4389);
17. Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2004 Sistim Perencanaan
    Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 4421 );
18. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004
    tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
    Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
    diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Republik
    Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
    Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
    Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik


                                                             3
Indonesia Nomor 4844);
19. Undang – Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);
20. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
    Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33 ,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
21. Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
    Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 4723);
22. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
    Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
    Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    Nomor 4724);
23. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
    Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
    Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    Nomor 4725);
24. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
    Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 69, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4726);
25. Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746);
26. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);
27. Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
    Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
    Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    Nomor 4851);
28. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956);
29. Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
    Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 4959);




                                                            4
30. Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
    Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
    2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 4966);
31. Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan
    Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
    2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 5025);
32. Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
    Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
    Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    Nomor 5038);
33. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
    dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
34. Undang – Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan
    Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068);
35. Undang – Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan
    Atas Undang – Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
    Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
    Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    Nomor 4433);
36. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
    dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 5188);
37. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445);
38. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 tentang Benda
    Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
    1993 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 3516);
39. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan
    Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Hutan (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831);




                                                            5
40. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa
    Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Ngara
    Republik Indonesia Nomor 3838);
41. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat
    Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934);
42. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang
    Penatagunaan Lahan (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 4385;
43. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang
    Perencanaan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 4452);
44. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang
    Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 4453);
45. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang
    Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 33, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4490);
46. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
    Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan
    Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
    Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    Nomor 4593);
47. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624);
48. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);
49. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan
    dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta
    Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 4696);




                                                            6
50. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
    Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
    Pemerintahan Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah
    Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
    2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 4737);
51. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara
    Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran
    Negara Republik Indonesia Nomor 4761);
52. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
    Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 42, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);
53. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
    Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2008 Nomor 48 Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 4833);
54. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2008 tentang
    Pemindahan Ibukota Bima dari Wilayah Raba Kota Bima ke
    Wilayah Woha Kabupaten Bima (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2008 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 4841);
55. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang
    Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 4858);
56. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859);
57. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara
    Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 15, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5097);
58. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
    Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2010 Nomor 21 Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 5103);
59. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara
    Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Serta Kedudukan
    Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Di Wilayah
    Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
    Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    Nomor 5107);


                                                             7
60. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah
    Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
    2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 5110);
61. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang
    Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
    Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
    Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    Nomor 5111);
62. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2010 tentang Tata Cara
    Penetapan Kawasan Khusus (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2010 Nomor 59 Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 5125);
63. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk
    dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
64. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang
    Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah;
65. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang
    Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang
    Rencana Tata Ruang Daerah;
66. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang
    Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;
67. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/PRT/M/2009
    tentang Pedoman Persetujuan Substansi dalam Penetapan
    Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang
    Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
    Kota, Beserta Rencana Rincinya;
68. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2009
    tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
    Kabupaten;
69. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.50/Menhut-II/2009
    tentang Penegasan Status dan Fungsi Kawasan Hutan;
70. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3
    Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
    Nusa Tenggara Barat Tahun 2009-2029 (Lembaran Daerah
    Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 Nomor 26,
    Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat
    Tahun 2010 Nomor 56).




                                                             8
71. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 2 Tahun 2011
                   tentang   Pembentukan   Kecamatan Ambalawi,       Lambu,
                   Madapangga, dan Tambora dalam Wilayah di Kabupaten Bima;
               72. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 2 Tahun 2008
                   tentang Urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bima
                   (Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun 2008 Nomor 2,
                   Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 25);
               73. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 5 Tahun 2010
                   tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
                   (RPJMD) Kabupaten Bima Tahun 2011-2015 (Lembaran
                   Daerah Kabupaten Bima Tahun 2010 Nomor 5, Tambahan
                   Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 35);
               74. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 7 Tahun 2010
                   tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Bima
                   Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan,
                   Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Perangkat
                   Daerah Kabupaten Bima (Lembaran Daerah Kabupaten Bima
                   Tahun 2010 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
                   Bima Nomor 37).


                        Dengan Persetujuan Bersama

         DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BIMA
                                     dan
                                BUPATI BIMA

                              MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG
             WILAYAH (RTRW) KABUPATEN BIMA TAHUN 2011-2031.

                                 BAB I
                            KETENTUAN UMUM
                                   Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Bima.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur
    penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3. Bupati adalah Bupati Bima.
4. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,
    termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia



                                                                           9
dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
      hidupnya.
5.    Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
6.    Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
      prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial
      ekonomi masyarakat yang secara hierarkhis memiliki hubungan fungsional.
7.    Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
      meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk
      fungsi budidaya.
8.    Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
      pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
9.    Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bima yang selanjutnya disingkat
      RTRW Kabupaten Bima adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan
      ruang wilayah daerah yang menjadi pedoman bagi penataan wilayah yang
      merupakan dasar dalam penyusunan program pembangunan.
10.   Wilayah Daerah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
      segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan
      berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
11.   Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam
      satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya
      kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.
12.   Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
      kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
      menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke
      danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah
      topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
      terpengaruh aktivitas daratan.
13.   Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya.
14.   Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan
      perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa
      kabupaten/kota.
15.   Pusat Kegiatan Wilayah Promosi yang selanjutnya disebut PKWp adalah
      kawasan perkotaan yang akan dipromosikan untuk menjadi PKW dengan fungsi
      untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota.
16.   Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan
      yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa
      kecamatan.
17.   Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah kawasan
      perkotaan yang akan dipromosikan untuk menjadi PKL dengan fungsi untuk
      melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.
18.   Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK merupakan kawasan
      perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau
      beberapa desa.
19.   Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat
      permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan sekala antar desa.
20.   Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
      melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan
      sumber daya buatan.


                                                                                10
21. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
    dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
    manusia dan sumber daya buatan.
22. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya
    diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
    kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya dan atau lingkungan.
23. Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok,
    yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang
    tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
24. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan
    pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap
    blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.
25. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat
    hukum yang mempunyai batas wilayah yang berwenang mengatur dan
    mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
    menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem
    Negara Kesatuan Republik Indonesia.
26. Kawasan pesisir adalah kawasan yang merupakan peralihan antara darat dan
    laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
27. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang, termasuk masyarakat
    hukum adat dan badan hukum.
28. Peran Masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam proses
    perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan
    ruang.
29. Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional yang selanjutnya disebut BKPRN
    adalah badan yang dibentuk dengan Keputusan Presiden yang bertugas untuk
    mengkoordinasikan penataan ruang Nasional.
30. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Propinsi Nusa Tenggara Barat yang
    selanjutnya disebut BKPRD Provinsi adalah Badan yang dibentuk dengan
    Keputusan Gubernur yang bertugas untuk mengkoordinasikan penataan ruang
    wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat.
31. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disebut BKPRD
    Kabupaten Bima adalah Badan yang dibentuk dengan Keputusan Bupati yang
    bertugas untuk mengkoordinasikan penataan ruang wilayah Kabupaten Bima.
32. Register Tanah Kehutanan yang selanjutnya disebut RTK adalah sistem
    penomoran tiap-tiap kelompok hutan menurut fungsi.
33. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional
    yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.




                                                                            11
BAB II

                    TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI
                       PENATAAN RUANG WILAYAH

                                 Bagian kesatu
                                    Tujuan

                                    Pasal 2
Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Bima adalah untuk mewujudkan
Kabupaten Bima sebagai kawasan pengembangan agrobisnis berbasis pertanian,
peternakan, agroindustri berbasis perikanan, dan wisata bahari.

                                 Bagian kedua
                                  Kebijakan

                                    Pasal 3
Untuk menjadikan tujuan penataan ruang wilayah kabupaten tercapai perlu disusun
kebijakan penataan ruang kabupaten.

                                    Pasal 4
Kebijakan penataan ruang terdiri atas :
a. pengembangan wilayah-wilayah yang berbasis pertanian, perikanan, dan wisata
   bahari;
b. peningkatan pertumbuhan dan pengembangan wilayah dengan konsep
   agrobisnis dan agroindustri;
c. pengembangan kawasan pariwisata yang berbasis potensi alam dan budaya;
d. pengendalian pemanfaatan lahan pertanian;
e. penataan pusat-pusat pertumbuhan wilayah dan ekonomi perkotaan dan
   menunjang sistem pemasaran produksi pertanian, perikanan dan pariwisata;
f. pengembangan sistem prasarana wilayah yang mendukung pemasaran hasil
   pertanian, perikanan dan pariwisata;
g. pengelolaan pemanfaatan lahan dengan memperhatikan peruntukan lahan, daya
   tampung lahan dan aspek konservasi;
h. pengembangan kawasan budidaya dengan memperhatikan aspek keberlanjutan
   dan lingkungan hidup yang didahului dengan kajian lingkungan hidup strategis;
   dan
i. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan kemanan.




                                                                             12
Bagian Ketiga

                                   Strategi

                                    Pasal 5
Untuk melaksanakan kebijakan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal
4 ditetapkan strategi penataan ruang wilayah yang terdiri atas :
a. Strategi pengembangan wilayah-wilayah yang berbasis pertanian, perikanan,
     dan wisata bahari;
b. Strategi peningkatan Pertumbuhan dan pengembangan wilayah dengan konsep
     agrobisnis dan agro industri;
c. Strategi Pengendalian pemanfaatan lahan pertanian;
d. Strategi Penataan pusat pusat pertumbuhan wilayah dan ekonomi perkotaan
     yang menunjang sistem mpemasaran produksi pertanian, perikanan, pariwisata
     dan pertambangan;
e. Strategi pengembangan sistim prasarana wilayah yang mendukung pemasaran
     hasil pertanian, perikanan, pariwisata, dan pertambangan;
f. Strategi pengelolaan pemanfaatan lahan dengan memperhatikan peruntukan
     lahan, daya tampung lahan dan aspek konservasi;
g. Strategi pengembangan kawasan budidaya dengan memperhatikan aspek
     keberlanjutan dan lingkungan hidup;
h. Strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berbasis pada potensi alam
     dan budaya; dan
i. Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan.

                                   Pasal 6

(1) Strategi pengembangan wilayah-wilayah yang berbasis pertanian, perikanan,
    dan wisata bahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a meliputi :
    a. mengembangkan wilayah-wilayah dengan potensi unggulan pertanian dan
       perikanan sebagai daerah produksi;
    b. mengembangkan objek-objek wisata potensial;dan
    c. meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana penunjang
       produksi.

(2) Strategi Peningkatan Pertumbuhan dan pengembangan wilayah dengan konsep
    agrobisnis dan agroindustri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b
    meliputi :
    a. menetapkan wilayah agrobisnis di Kecamatan Belo, Bolo, Sape, Tambora,dan
       Wera;
    b. menetapkan wilayah agroindustri di Kecamatan Woha;
    c. meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana penunjang
       kawasan agrobisnis dan agroindustri; dan
    d. meningkatkan kelembagaan pengelolaan kawasan agrobisnis dan
       agroindustri.




                                                                            13
(3) Strategi Pengendalian pemanfaatan lahan pertanian sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 5 huruf c meliputi:
    a. menekan pengurangan luasan lahan sawah beririgasi;
    b. menetapkan lahan sawah abadi atau lahan sawah berkelanjutan dan menekan
       pengurangan luasan lajan sawah beririgasi;
    c. mengembangkan sawah baru pada kawasan potensial; dan
    d. mengoptimalkan pemanfaatan kawasan pertanian lahan kering.

(4). Strategi Penataan pusat-pusat pertumbuhan wilayah dan ekonomi perkotaan
     yang menunjang sistem pemasaran produksi pertanian, perikanan, dan wisata
     bahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d meliputi:
    a. menetapkan hierarki simpul-simpul pertumbuhan ekonomi wilayah;
    b. memantapkan fungsi simpul-simpul wilayah;
    c. memantapkan keterkaitan antar simpul-simpul wilayah dan interaksi antara
       simpul wilayah dengan kawasan perdesaan sebagai hinterlandnya;
    d. menjaga keterkaitan antar kawasan perkotaan, antara kawasan perkotaan dan
       kawasan perdesaan, serta antara kawasan perkotaan dan wilayah di
       sekitarnya;
    e. mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang belum terlayani
       oleh pusat pertumbuhan; dan
    f. mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan agar lebih kompetitif
       dan lebih efektif dalam pengembangan wilayah di sekitarnya.

(5). Strategi pengembangan sistem prasarana wilayah yang mendukung pemasaran
     hasil pertanian, perikanan, dan wisata bahari sebagaimana dimaksud dalam
     Pasal 5 huruf e meliputi:
     a. mengembangkan sistem jaringan infrastruktur dalam mewujudkan
        keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut, dan udara;
     b. mengembangkan akses jaringan jalan menuju kawasan pertanian, perikanan,
        pariwisata, industri dan daerah terisolir;
     c. mengembangkan dan meningkatkan jalan lingkar perkotaan dan jalan lingkar
        utara-selatan wilayah Kabupaten Bima;
     d. mendorong pengembangan jaringan telekomunikasi dan informasi terutama di
        kawasan terisolir ; dan
     e. meningkatkan jaringan energi dengan memanfaatkan energi terbarukan dan
        tak terbarukan secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem
        penyediaan tenaga listrik.

(6).Strategi pengelolaan pemanfaatan lahan dengan memperhatikan peruntukan
    lahan, daya tampung lahan dan aspek konservasi sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 5 huruf f meliputi:
     a. mempertahankan luas kawasan lindung;
     b. mempertahankan luasan hutan lindung dan mengembangkan luas kawasan
        hutan minimal 30% dari luasan daerah aliran sungai;




                                                                             14
c. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah
      menurun akibat pengembangan kegiatan budidaya, dalam rangka
      mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah;
   d. menyelenggarakan upaya terpadu untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas
      fungsi kawasan lindung;
   e. melestarikan sumber air dan mengembangkan sistem cadangan air untuk
      musim kemarau;
   f. memelihara kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau
      dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu
      mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya; dan
   g. mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak
      langsung menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang mengakibatkan
      lingkungan hidup tidak berfungsi dalam menunjang pembangunan yang
      berkelanjutan.

(7) Strategi pengembangan kawasan budidaya dengan memperhatikan aspek
    keberlanjutan dan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf
    g meliputi:
    a. mendukung kebijakan moratorium logging dalam kawasan hutan serta
       mendorong berlangsungnya investasi bidang kehutanan yang diawali dengan
       kegiatan penanaman/rehabilitasi hutan;
    b. mengembangkan produksi hasil hutan kayu dari hasil kegiatan budidaya
       tanaman hutan dalam kawasan hutan produksi;
    c. mengembangkan produksi hasil hutan kayu yang berasal dari hutan alam, dari
       kegiatan penggunaan dan pemanfaatan kawasan hutan dengan izin yang sah;
    d. memelihara kawasan peninggalan sejarah dan situs budaya sebagai objek
       penelitian dan pariwisata;
    e. mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga
       puluh persen) dari luas kawasan perkotaan;
    f. mengelola pemanfaatan sumber daya alam agar tidak melampaui daya
       dukung dan daya tampung kawasan;
    g. mengelola dampak negatif kegiatan budi daya agar tidak menurunkan kualitas
       lingkungan hidup dan efisiensi kawasan;
    h. membatasi perkembangan kawasan terbangun pada kawasan perkotaan
       dengan mengoptimalkan pemanfaaatan ruang secara vertikal dan tidak
       sporadis untuk mengefektifkan tingkat pelayanan infrastruktur dan sarana
       kawasan perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan perdesaan;
    i. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana untuk
       menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; dan
    j. mengelola sumber daya alam tak terbarukan untuk menjamin
       pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbarukan
       untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara
       dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.

(8). Strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berbasis potensi alam dan
     budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf h, meliputi :
     a. mengembangkan kawasan pariwisata dengan obyek wisata unggulan;
     b. mengelola, mengembangkan dan melestariukan peninggalan sejarah
        purbakala;


                                                                              15
c. merevitalisasi nilai-nilai budaya serta situs/cagar budaya yang bernilai
      historis; dan
   d. mengembangkan sarana dan prasarana penunjang kepariwisataan.

(9) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf i, meliputi :
    a. menetapkan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus pertahanan
       dan keamanan;
    b. mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan
       strategis nasional untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan;
    c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tak
       terbangun di sekitar kawasan strategis nasional sebagai zona penyangga
       yang memisahkan kawasan strategis nasional dengan kawasan budidaya
       terbangun; dan
    d. turut serta memelihara dan menjaga aset – aset pertahanan/TNI.


                               BAB III
                   RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH

                                 Bagian Kesatu

                                     Umum

                                     Pasal 7
Rencana Struktur Ruang Wilayah meliputi :
a. pusat-pusat kegiatan;
b. sistem jaringan prasarana utama; dan
c. sistem jaringan prasarana lainnya.


                                  Bagian Kedua

                              Pusat-Pusat Kegiatan
                                     Pasal 8
Pusat-pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a meliputi :
a. PKWp di Kota Woha;
b. PKL terdiri atas Kore (Sanggar), O’o (Donggo), Naru (Sape), Sila (Bolo), Tangga
   (Monta), Maria (Wawo), dan Tawali (Wera);
c. PPK terdiri atas Karumbu (Langgudu), Cenggu (Belo), Kananta (Soromandi),
   Labuan Kananga (Tambora), Sumi (Lambu), Nipa (Amblawi), Kuta (Lambitu),
   Teke (Palibelo) , Parado Rato (Parado) dan Dena (Madapangga); dan
d. PPL terdiri atas Ntonggu Baru, Karampi, Wila Maci, Wadu Kopa, Oi Bura,
   Nggelu, Lere, Campa.




                                                                               16
Pasal 9

(1) PKWp sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a berfungsi sebagai :
    a. simpul transportasi skala wilayah;
    b. pusat perdagangan, bisnis, keuangan, dan jasa skala regional dan atau
       nasional;
    c. pusat pelayanan pemerintahan skala kabupaten;
    d. pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan; dan
    e. pusat pelayanan umum dan sosial skala regional.

(2) PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b berfungsi sebagai :
    a. simpul transportasi skala lokal;
    b. pusat perdagangan, bisnis, keuangan, dan jasa skala lokal dan/atau regional;
       dan
    c. pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan skala lokal dan/atau regional.

(3) PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c berfungsi sebagai:
    a. simpul transportasi skala kawasan;
    b. pusat perdagangan, bisnis, keuangan, dan jasa skala kawasan dan atau lokal;
       dan
    c. pusat pelayanan umum dan sosial skala kawasan.

(4) PPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf d berfungsi sebagai:
    a. simpul transportasi skala lingkungan;
    b. pusat perdagangan, bisnis, keuangan, dan jasa skala lingkungan dan atau
       kawasan; dan
    c. pusat pelayanan umum dan sosial skala lingkungan.

                                  Bagian Ketiga

                        Sistem Jaringan Prasarana Utama

                                     Pasal 10
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana utama sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 7 huruf b meliputi :
    a. sistem transportasi darat;
    b. sistem transportasi laut; dan
    c. sistem transportasi udara.

(2) Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran 1 yang tidak terpisahkan dari Peraturan
    Daerah ini.




                                                                                17
Paragraf 1

                              Sistem Transportasi Darat

                                       Pasal 11
(1) Rencana pengembangan Sistem transportasi darat sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a terdiri atas :
    a. jaringan lalu lintas dan angkutan jalan yang terdiri atas jaringan jalan, jaringan
       prasarana lalu lintas, dan jaringan layanan lalu lintas; dan
    b. jaringan transportasi penyeberangan.

(2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
    a. jaringan jalan arteri primer meliputi : jalan penghubung Sila – Talabiu – Bima –
       melewati Kota Bima;
    b. jaringan jalan kolektor primer meliputi:
       1. jalan penghubung Sila-Donggo;
       2. jalan penghubung Talabiu-Tangga-Parado-Wilamaci-Karumbu-Sape;
       3. jalan penghubung Bima-Tawali-Sape;
       4. jalan penghubung Labuan Kananga – Kawinda To’i – Piong – Sp.Kore –
           Kiwu – Sampungu – Bajo – Sampungu;
       5. jalan penghubung Kore-Labuan Kananga;
       6. jalan penghubung Lere-batas Kabupaten Dompu;
       7. jalan penghubung simpang Nipa-batas Kota Bima; dan
       8. jalan penghubung Kananta-Sampungu-batas Kabupaten Dompu.
    c. jaringan jalan lokal primer meliputi :
       1. jalan penghubung Simpang Laju-Tolouwi-Simpang Paradorato;
       2. jalan penghubung Sondo-Rupe- Simpang Tanggabaru-Lere;
       3. jalan penghubung Lambu-Sumi-Nggelu;
       4. jalan penghubung Wora-Nunggi-Ntoke-batas Kota Bima;
       5. jalan penghubung Monggo-Tonda-Keli-Risa;
       6. jalan penghubung Ndano-Dena-Mpuri-Tonda; dan
       7. jalan penghubung Simpang O’O-Kala-Kananta.
    d. jaringan jalan arteri sekunder meliputi :
       simpang Kara Timur (Arteri Primer)-jalan lintas pantai Barat-jalan lintas pantai
       Timur- simpang Bandara.
    e. jaringan jalan kolektor sekunder meliputi :
       1. jalan penghubung arteri Primer – Panda – Woha – Risa – Tenga- Kolektor
           Primer;
       2. jalan penghubung Donggobolo-Risa;
       3. jalan penghubung Kalampa-Samili-Rabakodo-Talabiu;
       4. jalan penghubung Panda – Donggo-Penapali; dan
       5. jalan penghubung Woha-Kalampa.

(3) Jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) huruf a meliputi :
    a. jaringan prasarana terdiri atas terminal penumpang Kelas B berada di
       Kecamatan Woha; dan



                                                                                      18
b. Pembangunan terminal tipe C tersebar di kecamatan Belo, Bolo, Lambu,
      Wawo, Ambalawi, Monta, Langgudu, Donggo, Tambora, Lambitu, Soromandi .

(4) Jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) huruf a meliputi :
    a. jaringan trayek antar kota dalam provinsi (AKDP) meliputi : Woha-Bima,
       Woha-Dompu, Woha-Sumbawa, Woha – Mataram; dan
    b. jaringan trayek angkutan perdesaan meliputi : Woha-Belo, Woha-Bolo, Woha-
       Sape, Bolo-Kananta, Bolo-O’o, Kore-Labuan Kananga, Naru-Wora, Naru
       Waworada, Woha-Waworada.

(5) Jaringan transportasi penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
    b meliputi :
    a. pelabuhan penyeberangan lintas provinsi yaitu Pelabuhan Sape di Kecamatan
       Sape;penyebrangan terdiri atas :
       Sape – Labuan Bajo, Sape-Waikelo
    b. lintas penyeberangan antar Kabupaten :
       1. Labuan Kananga – Bima (Kota Bima); Labuan Kananga-Moyo (Kab.
           Sumbawa);
       2. Cempi (Kab. Dompu) – Waworada (Kab. Bima);
       3. Waworada (Kab.Bima) – Sape (Kab.Bima); dan
       4. Bima (Kota Bima) – Sape (Kab. Bima).

(6) Rencana pengembangan jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    diwujudkan dalam bentuk peta Rencana Jaringan Jalan Wilayah Kabupaten
    Bima sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang tidak terpisahkan dari
    Peraturan Daerah ini.

                                   Paragraf 2
                            Sistem Transportasi Laut

                                   Pasal 12

Rencana Pengembangan Sistem transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (1) huruf b terdiri atas :
a. pelabuhan pengumpan lintas provinsi berada di Sape dengan alur pelayaran
   meliputi: Sape-Labuan Bajo, Sape-Waikelo;
b. pelabuhan pengumpan berada di Waworada dengan alur pelayaran meliputi:
   Waworada-Cempi, Waworada-Sape; dan
c. pelabuhan pengumpan berada di Labuan Kananga Kecamatan Tambora dengan
   alur pelayaran meliputi: Lb. Kananga – Bima (Kota Bima).




                                                                             19
Paragraf 3
                           Sistem Transportasi Udara
                                   Pasal 13
Rencana Pengembangan Sistem transportasi udara Kabupaten Bima sebagaimana
yang dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf c yaitu bandar udara pusat pengumpul
skala tersier berada di Bandar Udara Sultan Muhammad Salahuddin Bima.

                                Bagian Keempat
                       Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

                                   Pasal 14

(1) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 7 huruf c meliputi:
    a. sistem jaringan energi;
    b. sistem jaringan telekomunikasi;
    c. sistem jaringan sumber daya air;
    d. sistem jaringan prasarana air bersih;
    e. sistem jaringan drainase;
    f. sistem jaringan pengolahan air limbah; dan
    g. sistem jaringan prasarana persampahan.

(2) Rencana pengembangan sistem jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    tercantum dalam Lampiran I dan diwujudkan dalam bentuk peta Rencana
    Jaringan Prasarana Wilayah Kabupaten Bima sebagaimana tercantum dalam
    Lampiran III yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.


                                   Paragraf 1
                             Sistem Jaringan Energi
                                   Pasal 15
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi :
    a. gardu induk di Raba Kota Bima;
    b. gardu pembagi di Woha dan Bolo; dan
    c. jaringan transmisi tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Bima.
(2) Rencana pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) direncanakan sebesar 81,5 MW.
(3) Rencana pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2) dilakukan dengan cara :
    a. pengembangan Listrik Tenaga Diesel di Bajo Pulau Kecamatan Sape, Nggelu,
       Pai, Sai, Sampungu, Sape, Monta dan Kore;
    b. pengembangan Listrik Tenaga Surya di Kecamatan Langgudu, Tambora,
       Sanggar dan Wera ;
    c. pengembangan Listrik Tenaga Mikrohidro di Kecamatan Tambora;



                                                                             20
d. pengembangan Listrik Tenaga Bayu/Angin di Kecamatan Langgudu, dan
      Wera; dan
   e. pembangkit Listrik Tenaga Arus Bawah Laut di Kecamatan Soromandi.

                                   Paragraf 2
                        Sistem Jaringan Telekomunikasi

                                   Pasal 16
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b meliputi :
    a. Stasiun Telepon Otomat (STO) tersebar di Kecamatan Woha, Bolo dan Sape;
    b. Rumah Kabel dan kotak pembagi tersebar di Kecamatan Woha, Bolo dan
       Sape;
    c. jaringan kabel sekunder tersebar di Kecamatan Woha, Bolo dan Sape;
    d. Satuan Sambungan Telepon (SST) tersebar di Kecamatan Woha, Bolo dan
       Sape; dan
    e. Tower Telekomunikasi Seluler tersebar di seluruh kecamatan Kabupaten
       Bima.

(2) Rencana Pengembangan sistem Jaringan Telekomunikasi berupa microdigital
    dan serat optik dilakukan dalam rangka memperlancar arus komunikasi dan
    mendukung lancarnya kegiatan perekonomian di wilayah Kabupaten Bima.

(3) Rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud
    pada ayat (2) diwujudkan dalam bentuk peta Rencana Jaringan Prasarana
    Wilayah Kabupaten Bima sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang
    merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.


                                  Paragraf 3
                       Sistem Jaringan Sumber Daya Air
                                   Pasal 17
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf c dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
    air bersih dan irigasi dengan cara rencana pengembangan wilayah sungai dan
    sistem jaringan irigasi dalam wilayah.

(2) Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf c diwujudkan dalam bentuk peta
    Rencana Jaringan Prasarana Wilayah Kabupaten Bima sebagaimana tercantum
    dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
    Daerah ini.




                                                                            21
Pasal 18
(1) Rencana pengembangan Wilayah Sungai (WS) sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 17 ayat (1) meliputi:
   a. Wilayah Sungai Strategis Nasional yaitu wilayah sungai Sumbawa dan wilayah
      sungai Bima Dompu yang meliputi wilayah sungai lintas kabupaten dan/atau
      kota terdiri atas sungai lampe meliputi Sungai Wawo-Sungai Lampe-Sungai
      Rontu dan Sungai Padolo; dan
   b. Wilayah Sungai utuh kabupaten terdiri atas ; sungai Sori Campa, Sori
      Kampasi, Sori Kawuwu Ncera, Sori Sumi, Sori Na,e Sape, Sori Karenggo, Sori
      Padende, Sori Monca O’o, Sori Raba Ncanga Mbawa, Sori Kala, Sori Na,e
      Sampungu, Sori Na,e, Sori Sai, Sori Manggi, Sori Boroloka, Sori Roka, Sori
      Kuta, Sori Ntonggu, Sori Kaleli, Sori Nunggi, Sori Karumbu, Sori Sambu, Sori
      Diwumoro, Sori Sari, Sori Oi Marai, dan Sori Lere.

(2) Pola dan strategi pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 17 ayat (1) wilayah sungai pulau sumbawa yang merupakan wilayah
    sungai strategis nasional.

(3) Rincian rencana pengelolaan sistem jaringan prasarana sumberdaya air
    kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) tercantum dalam
    Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

                                    Pasal 19
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 17 ayat (1) meliputi :
    a. pembangunan bendungan/bendung/embung dan sistem jaringan irigasi yang
       merupakan kewenangan pemerintah sebanyak 5 unit/buah yang tersebar di
       Kecamatan Parado, Sape, Tambora, Wawo, dan Wera;
    b. operasi dan pemeliharaan bendungan/bendung/embung dan sistem jaringan
       irigasi yang merupakan kewenangan pemerintah sebanyak 6 unit/buah yang
       tersebar di Kecamatan Monta, Parado, Sape, Tambora, Wawo, dan Wera;
    c. operasi dan pemeliharaan bendungan/ bendung/ embung dan sistem jaringan
       irigasi yang merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi sebanyak 4
       unit/buah yang tersebar di Kecamatan Bolo, Lambu, Madapangga, Parado;
       dan
    d. operasi dan pemeliharaan bendungan/ bendung/ embung dan sistem jaringan
       irigasi yang merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten Bima sebanyak
       45 unit/buah tersebar di seluruh kecamatan Kabupaten Bima.

(2) Rencana pengembangan sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) bertujuan untuk :
    a. membatasi perubahan alih fungsi sawah irigasi teknis dan setengah teknis
       menjadi kegiatan budidaya lainnya;
    b. mengembangkan prasarana irigasi; dan
    c. meningkatkan kualitas jaringan irigasi teknis.




                                                                               22
(3) Rincian rencana pengelolaan sistem jaringan prasarana sumberdaya air
    kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) tercantum dalam
    Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

                                    Paragraf 4

                       Sistem Jaringan Prasarana Air Bersih
                                     Pasal 20
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana air bersih sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf d dilakukan dalam rangka peningkatan
    cakupan pelayanan, peningkatan kualitas air, dan efisiensi pemanfaatan air
    bersih dengan memperhatikan konservasi sumber–sumber air dan
    keanekaragaman sumber air baku .

(2) Rencana Pengembangan Sistem Jaringan prasarana air bersih sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) meliputi :
    a. pengembangan jaringan perpipaan air baku dan air bersih terdapat di
       beberapa Kecamatan antara lain Kecamatan Monta, Woha, dan Palibelo;
    b. saluran perpipaan air baku terdapat di lokasi, antara lain Kecamatan Monta;
    c. instalasi air bersih terdapat di lokasi, antara lain di Kecamatan Monta;
    d. sumber air baku terdapat dilokasi, antara lain dari Sungai Parado Kanca; dan
    e. reservoir sebanyak 1 unit terdapat dilokasi, antara lain Kecamatan Palibelo.

                                    Paragraf 5
                       Sistem Jaringan Prasarana Drainase

                                     Pasal 21
Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana drainase sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e dilakukan dengan cara :
 a. normalisasi dan perkuatan tebing: Sungai Ambalawi, Sungai Bontokape, Sungai
    Palibelo, Sungai Parado, dan Sungai Sumi;
 b. drainase primer adalah saluran pengumpul dari drainase sekunder dan dapat
    dialirkan ke sungai;
 c. drainase sekunder dilakukan pembangunan sistem drainase pada daerah
    permukiman perkotaan dan perdesaan yang rawan bencana banjir dan
    genangan air limbah menuju drainase primer; dan
 d. drainase tersier dilakukan pembangunan sistem drainase pada lingkungan
    permukiman perkotaan dan perdesaan menuju drainase sekunder.

                                   Paragraf 6
                Sistem Jaringan Prasarana Pengolahan Air Limbah

                                     Pasal 22

(1) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana pengelolaan air limbah
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf f bertujuan untuk
    pengurangan, pemanfaatan kembali, dan pengolahan bagi limbah dari kegiatan


                                                                                23
permukiman, perkantoran dan kegiatan ekonomi dengan memperhatikan baku
   mutu limbah yang berlaku.

(2) Sistem pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
    sistem pembuangan air limbah setempat dan/atau terpusat.

(3) Sistem pengelolaan air limbah setempat dilakukan secara individual melalui
    pengolahan dan pembuangan air limbah setempat pada kawasan-kawasan yang
    belum memiliki sistem terpusat di Kabupaten Bima.

(4) Sistem pengelolaan air limbah terpusat dilakukan secara kolektif melalui jaringan
    pengumpul dan diolah serta dibuang secara terpusat pada kawasan bandara,
    kawasan pusat pemerintahan, kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan
    perdagangan dan jasa, kawasan perumahan dan kawasan permukiman padat di
    Kabupaten Bima.

(5) Lokasi instalasi pengolahan air limbah harus memperhatikan aspek teknis,
    lingkungan, sosial budaya masyarakat setempat, serta dilengkapi dengan zona
    penyangga, berlokasi di Kecamatan Woha.

                                    Paragraf 7
                     Sistem Jaringan Prasarana Persampahan
                                      Pasal 23
Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana persampahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf g meliputi :
a. Tempat Penampungan Sementara (TPS) sebanyak kurang lebih 400 unit tersebar
   di setiap desa; dan
b. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sebanyak 5 unit tersebar pada setiap
   kecamatan yaitu Kecamatan Sape, Kecamatan Woha, Kecamatan Bolo,
   Kecamatan Sanggar, dan Kecamatan Wera;


                                      BAB IV

                       RENCANA POLA RUANG WILAYAH

                                   Bagian kesatu
                                      Umum
                                      Pasal 24
(1) Rencana pola ruang wilayah dilaksanakan berdasarkan arahan perencanaan:
    a. rencana pengembangan kawasan lindung dengan luas kurang lebih 140.790
       Ha; dan
    b. rencana pengembangan kawasan budidaya dengan luas kurang lebih 298.149
       Ha.




                                                                                  24
(2) Rencana pola ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan
    dalam bentuk Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten Bima Tahun 2011 –
    2031 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak
    terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

                                 Bagian Kedua
                                Kawasan Lindung

                                     Pasal 25
(1) Rencana pengelolaan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
    ayat (1) huruf a meliputi semua upaya perlindungan, konservasi, dan pelestarian
    fungsi sumber daya alam dan lingkungannya guna mendukung kehidupan secara
    serasi yang berkelanjutan dan tidak dapat dialihfungsikan menjadi kawasan
    budidaya.

(2) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a
    meliputi:
    a. kawasan hutan lindung;
    b. kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahannya;
    c. kawasan perlindungan setempat;
    d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
    e. kawasan rawan bencana alam; dan
    f. kawasan lindung geologi.

(3) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah
    seluas kurang lebih 83.190 Ha meliputi: Kawasan hutan lindung persebarannya
    terletak pada kelompok hutan Maria (RTK 25) , Pamali (RTK 52), Tambora (RTK
    53), Soromandi (RTK 55), Toffo Rompu (RTK 65), Nipa Pusu (RTK 66), Kota
    Donggomasa (RTK 67).

(4) Kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahannya
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa Kawasan resapan air
    meliputi: Kawasan Gunung Tambora dan Kawasan Doro Daria, Kawasan Doro
    Sando, Kawasan Doro Donggo;

(5) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
    meliputi:
    a. kawasan sempadan sungai dilakukan pengelolaan sungai yaitu :
       1. kegiatan pinggir sungai mampu melindungi dan memperkuat serta
          pengaturan aliran air, dengan tanaman keras dan rib pengendali saluran
          air;
       2. daerah sempadan untuk sungai kecil masing-masing selebar 50 meter
          dijadikan kawasan lindung pada kawasan non pemukiman dan selebar 10
          meter untuk sungai yang melewati pemukiman; dan
       3. sungai yang terdapat di tengah pemukiman dapat dilakukan dengan
          membuat jalan inspeksi dengan lebar jalan 10 meter.




                                                                                25
b. kawasan sekitar danau atau waduk diarahkan ke seluruh kawasan sekitar
      danau dan waduk yang tersebar di Kabupaten Bima : Pela Parado, Campa,
      Rababaka, Sumi, lebarnya berimbang dengan bentuk kondisi fisik
      danau/waduk antara 50-100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat;
      Rencana kawasan sekitar danau/waduk di Kabupaten Bima yaitu sekitar
      Danau Vulkanik Gunung Tambora, kawasan Waduk Sumi di Kecamatan
      Lambu, Bendungan Pela Parado di Kecamatan Parado, Waduk Roka, Waduk
      Ncera di Kecamatan Belo;

   c. kawasan mata air, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 200 m
      disekitar mata air dan tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Bima,
      yaitu di Kecamatan Tambora 3 titik, Kecamatan Sanggar 2 titik, Kecamatan
      Donggo 2 titik, Kecamatan Bolo 4 titik, Kecamatan Madapangga 1 titik,
      Kecamatan Woha 2 titik, Kecamatan Monta 4 titik, Kecamatan Parado 2 titik,
      Kecamatan Belo 1 titik, Kecamatan Wawo 1 titik, Kecamatan Lambitu 1 titik,
      Kecamatan Sape 3 titik, dan Kecamatan Wera 2 titik;
   d. sempadan pantai, Kawasan sempadan pantai ditetapkan pada kawasan
      sepanjang tepian pantai sejauh 100 meter dari pasang tertinggi secara
      proporsional sesuai dengan bentuk, letak dan kondisi fisik pantai; dan
   e. ruang terbuka hijau kota. Kawasan Hutan Kota yang berfungsi sebagai Ruang
      Terbuka Hijau (RTH) dikembangkan pada Ibukota Kabupaten dan Kota
      Kecamatan.

(6) Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2) huruf d meliputi:
    a. kawasan Cagar Alam (CA) di Kabupaten Bima meliputi CA Gunung Tambora
       Selatan, CA Pulau Sangiang, dan CA Toffo Kota Lambu dengan luas kurang
       lebih 21.095 Ha;
    b. kawasan pantai berhutan bakau meliputi kawasan pantai di sekitar pantai
       Kecamatan Ambalawi, Bolo, Lambu, Monta, Palibelo, Sape, Wera, dan Woha
       dengan luas kurang lebih 621 Ha;
    c. kawasan suaka alam laut dan perairan meliputi Karampi Kecamatan
       Langgudu, Pulau Gilibanta Kecamatan Sape dan Tanjung Mas di Kecamatan
       Monta;
    d. kawasan suaka margasatwa di Tambora (RTK 53) dengan luas kurang lebih
       17.686 Ha;
    e. kawasan wisata alam Madapangga di Toffo Rompu (RTK 65) dengan luas
       kurang lebih 232 Ha;
    f. kawasan taman buru Tambora (RTK 53) dengan luas kurang lebih 16.586 Ha;
    g. kawasan cagar budaya meliputi :
       1. megalitik Lesung Batu, Wadu Sigi, Kompleks rumah adat,
             Pesanggarahan Oi Wobo di Kecamatan Wawo;
        2. perkampungan Tradisional Sambori di Kecamatan Lambitu, Bekas tapak
             kaki di Kecamatan Langgudu;
        3. sumur tembaga di Kecamatan Lambu, Nakara Perunggu , Makam Rato
             Wara Bewi, Wadu Nocu, dan Gua Sangiang di Kecamatan Wera;




                                                                             26
4.    perkampungan tradisional Mbawa, Makam kuno, Wadu Tunti, Uma
            Leme, Makam La Ncahu, Makam La Hila, Kompleks Dana Mbojo, Wadu
            Ntori, Pesanggrahan, situs Wadu Kopa, Kecamatan Donggo, ;
      5.    kompleks Wadu Pa’a di Kecamatan Soromandi;
      6.    Wadu Tunti, Temba Romba, bekas tapak kaki, Wadu Sura, Makam kuno
            di Kecamatan Sape;
      7.    situs Bukit Kaniki, Situs Bukit Henca, Makam Kuno, Situs Lawangkuning,
            bekas tapak kaki, Situs Gua La Hami, Rasa Mantoi, Wadu Nocu, Makam
            Raja Sanggar, Gua Abarahi, Sarkopagus di Kecamatan Sanggar;
      8.    bekas candi di Kecamatan Madapangga;
      9.    wadu Genda di Kecamatan Bolo;
      10.   gua Doro Parewa, Makam Kuno di Kecamatan Monta;
      11.   arca Gajah di Kecamatan Parado;
      12.   nekara Batu, Sarkofagus, Tapak Kaki di Kecamatan Belo; dan
      13.   wadu Bara Sila, Temba Ndori di Kecamatan Woha.

(7) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e
    meliputi:
    a. kawasan rawan bencana angin topan meliputi Kecamatan Woha dsk, Monta
       dsk, Poja dsk, Wera dsk;
    b. kawasan rawan bencana tanah longsor meliputi kecamatan Kawasan sekitar
       Tambora bagian timur, Karumbu, dan Gunung kuta;
    c. kawasan rawan bencana kekeringan meliputi kecamatan Bolo; Paradowane,
       Paradorato, Tawali, Sape, dan P. Sangiang;
    d. kawasan rawan bencana banjir meliputi Daerah di sepanjang aliran sungai di
       Sori Wawo Maria, daerah Sape dan sekitarnya, Karumbu, Lambu, Ntoke-
       Tawali, Wera, Ambalawi, Palibelo, Parado, Campa dan Sori Lante-Bolo, Sori
       Nae Sampungu-Soromandi dan daerah sekitar aliran sungai lainnya di
       wilayah Kabupaten Bima;
    e. kawasan rawan bencana gelombang pasang meliputi Pantai bagian utara dan
       timur Kabupaten Bima, yakni Soromandi dsk, Sape dan Lambu, Wera,
       Karumbu, Woha, Bolo, Palibelo dan Parado;
    f. kawasan rawan tsunami meliputi Kawasan pesisir bagian timur dan selatan
       Kabupaten Bima, yakni Sape dan Lambu, Karumbu dan daerah sekitarnya;
    g. kawasan rawan gempa bumi meliputi seluruh wilayah Kabupaten Bima, zonasi
       kegempaan Kabupaten Bima termasuk gempa sedang dan rendah yakni
       Kecamatan Tambora, Kecamatan Sanggar, Kecamatan Wera; Kecamatan
       Langgudu, dan Kecamatan Soromandi; dan
    h. kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam ayat (6)
       diwujudkan dalam bentuk peta rawan bencana wilayah Kabupaten Bima
       sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak
       terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(8) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f meliputi:
    a. kawasan cagar alam geologi, berupa kawasan keunikan bentang alam yaitu
       kawasan Gunung Tambora; dan
    b. kawasan rawan bencana alam letusan gunung berapi meliputi wilayah
       Tambora, Sanggar dan Wera (Gunung Sangiang).


                                                                               27
Bagian Ketiga
                               Kawasan Budidaya

                                    Pasal 26
(1)   Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b
      sebagai berikut :
      a. kawasan peruntukan hutan produksi;
      b. kawasan peruntukan hutan rakyat;
      c. kawasan peruntukan pertanian;
      d. kawasan peruntukan perikanan;
      e. kawasan peruntukan pertambangan;
      f. kawasan peruntukan permukiman;
      g. kawasan peruntukan industri;
      h. kawasan peruntukan pariwisata; dan
      i. kawasan peruntukan lain.

(2)   Rencana kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan
      dalam bentuk Peta Rencana Pola Ruang Wilayah sebagaimana tercantum
      dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
      Daerah ini.
                                   Pasal 27
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 25
    ayat (1) huruf a terdiri atas:
    a. kawasan hutan produksi terbatas; dan
    b. kawasan hutan produksi tetap.

(2) Kawasan peruntukan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) huruf a meliputi kawasan Tolowata (RTK 23), Tololai (RTK 24), Maria (RTK
    25), Tambora (RTK 53), Soromandi (RTK 55), Toffo Rompu (RTK 65), Nipa Pusu
    (RTK 66), Kota Donggomasa (RTK 67), Nanganae Kapenta (RTK 68), Pulau
    Sangiang (RTK 86), dan Pulau Gilibanta (RTK 87) dengan luasan kurang lebih
    66.867 Ha.

(3) Kawasan peruntukan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    huruf b meliputi Tololai (RTK 24), Maria (RTK 25), Tambora (RTK 53), Toffo
    Rompu (RTK 65), Nipa Pusu (RTK 66), Kota Donggomasa (RTK 67), dan
    Nanganae Kapenta (RTK 68) dengan luasan kurang lebih 44.740 Ha.

                                    Pasal 28

Kawasan peruntukan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (1)
huruf b seluas 43.088 Ha, tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Bima.




                                                                             28
Pasal 29
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1)
    huruf c meliputi :
    a. kawasan pertanian tanaman pangan;
    b. kawasan pertanian hortikultura;
    c. kawasan perkebunan; dan
    d. kawasan peternakan.

(2) Kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
    a tersebar di seluruh Kabupaten Bima dengan luas kurang lebih 23.336 Ha.

(3) Kawasan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
    tersebar diseluruh Kabupaten Bima dengan luas kurang lebih 111.268 Ha.

(4) Kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
    diprioritaskan dikembangkan di daerah, Soromandi dan Tambora dengan
    komoditi Jambu Mete; Parado, dan Tambora dengan komoditi Kopi; Wawo, dan
    Parado dengan komoditi Kakao; Parado, Wawo, Langgudu, dan Lambitu dengan
    komoditi Kemiri; Lambu, Wera, dan Sanggar dengan komoditi asam dengan luas
    kurang lebih 15.796 Ha.

(5) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi :
    a. sebaran kawasan peruntukan peternakan di Kabupaten Bima antara lain :
       Ambalawi (kurang lebih 373 Ha), Belo (kurang lebih 352 Ha), Donggo (kurang
       lebih 620 Ha), Langgudu (kurang lebih 648 Ha), Sanggar (kurang lebih 2.214
       Ha), Tambora (kurang lebih 1.100 Ha), Wawo (kurang lebih 250 Ha), Wera
       (kurang lebih 9.997 Ha), Woha (kurang lebih 35 Ha);
    b. kawasan peruntukan peternakan diprioritaskan dikembangkan di kecamatan
       Sanggar, Tambora, dan Wera. dalam rangka mendukung program Bumi
       Sejuta Sapi (BSS);
    c. pengembangan dan pengelolaan peternakan dilakukan dengan cara
       peningkatan jumlah ternak, penggemukan ternak, pembibitan ternak,
       penyediaan pakan ternak, dan pengembangan industri pengolahan hasil
       ternak; dan
    d. pengembangan kawasan agrobisnis dan agroindustri yang berbasis perikanan
       tersebar dibeberapa Kecamatan yaitu kecamatan Woha, Bolo, Palibelo,
       Langgudu, dan Sape.

(6) Penetapan kawasan peruntukan lahan pertanian sebagai lahan sawah
    berkelanjutan diatur dengan Peraturan Daerah.


                                    Pasal 30
(1) Kawasan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf d
    meliputi : kawasan budidaya perikanan.




                                                                              29
(2) Kawasan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    diprioritaskan dikembangkan di daerah yang tersedia pasokan air yang cukup dan
    diarahkan ke Kecamatan Bolo, Lambu, Palibelo,Langgudu, Sape, Woha, Monta,
    dan Soromandi dengan luas kurang lebih 5.169 Ha.


                                     Pasal 31
(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
    ayat (1) huruf e meliputi :
    a. Pertambangan mineral logam eksisting emas tersebar di Kecamatan Donggo,
       Soromandi, Wawo, Lambitu, Sape, Lambu;Tembaga tersebar di Kecamatan
       Madapangga, Bolo, Parado, Woha, Monta, Sape, Lambu, Langgudu;mangan
       tersebar di Kecamatan Belo, Bolo, Lambitu, Langgudu, Monta, Palibelo,
       Parado; dan
    b. Pertambangan mineral bukan logam dan batuan existing pasir besi tersebar di
       Kecamatan Amabalawi, Sanggar, Soromandi, Tambora, Wera dan Donggo.

(2) Pertambangan mineral logam dan bukan logam sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf c dilaksanakan setelah ditetapkannya Wilayah
    Pertambangan berdasarkan usulan penetapan WP.

(3) Usulan penetapan WP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan Bupati
    kepada Pemerintah Propinsi dan berdasarkan pertimbangan BKPRD Kabupaten.

(4) Usulan penetapan WP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk mineral
    logam dan bukan logam disusun melalui kajian dengan mematuhi ketentuan
    peraturan perundang-undangan dan harus berada di luar kawasan lindung,
    kawasan permukiman, kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan, dan
    kawasan pariwisata sampai batas tidak adanya dampak negatif secara teknis,
    ekonomi, dan lingkungan yang ditimbulkan akibat usaha pertambangan.

(5) Izin pertambangan mineral logam, bukan logam yang telah diterbitkan dan masih
    berlaku, tetap diakui sampai masa berlakunya habis dan perpanjangannya
    menyesuaikan dengan ketentuan peraturan daerah Ini; dan

(6) Tata cara dan mekanisme penyusunan usulan WP sebagaimana dimaksud pada
    ayat (4) diatur dengan Peraturan Bupati.

                                     Pasal 32
Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)
huruf f dikembangkan di daerah yang datar sampai bergelombang dengan
kelerengan lahan 0%-25%, bukan lahan irigasi teknis, bukan kawasan lindung, bukan
kawasan rawan bencana, aksesibilitas baik dan tersedia air bersih yang cukup.

                                     Pasal 33
(1)   Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1)
      huruf g meliputi : sentra industri sedang, dan industri rumah tangga.


                                                                                 30
(2)   Kawasan sentra industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
      a. sentra industri pengolahan hasil perikanan di Woha;
      b. sentra industri pengolahan kulit dan tulang sapi di Tambora; dan
      c. sentra industri maritim di Langgudu dan Sape.

(3)   Rencana pengelolaan kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

                                     Pasal 34
Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)
huruf h diarahkan pada :
a. kawasan wisata alam direncanakan di Pantai Toro Wamba, Pantai Mata Mboko,
   dan kawasan budidaya Sarang Burung Walet Bajo Pulau (Kecamatan Sape),
   Pantai Papa dan Budidaya Mutiara (Kecamatan Lambu), Pulau Ular dan
   Karombo Wera (Kecamatan Wera), Oi Wobo (Kecamatan Wawo), Kawasan
   Wisata Alam Gunung Tambora(Kecamatan Tambora) dan Pantai Kalaki
   (Kecamatan Palibelo); dan
b. kawasan wisata budaya direncanakan pada Taji Tuta, Uma Lengge (Kecamatan
   Wawo), Pesangrahan Donggo, Rumah Ncuhi, Uma Leme (Kecamatan Donggo),
   Masjid Pertama di Desa Kalodu (Kecamatan Langgudu), dan Pacuan Kuda
   (Kecamatan Palibelo).

                                     Pasal 35

(1) Kawasan peruntukan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf i
    terdiri atas:
    a. kawasan perdagangan dan jasa;
    b. kawasan pusat pemerintahan;
    c. kawasan pesisir dan pulau pulau kecil; dan
    d. kawasan pertahanan dan keamanan.

(2) Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa termasuk distribusi migas
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikembangkan di kecamatan
    Woha, Bolo, Sape, Wera, Langgudu dan Sanggar dengan luas kurang lebih
    257 Ha;

(3) Kawasan peruntukan pusat pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    huruf b terletak pada Desa Dadibou Kecamatan Woha dengan luas kurang lebih
    129 Ha.

(4) Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    huruf c meliputi :
    a. kawasan Teluk Sanggar dan sekitarnya, meliputi Kecamatan Sanggar (Mbuju,
       Keramat, Malaju, Lasi, Qiwu, Oi Saro, Piong, Boro, dan Kore);
    b. kawasan Teluk Bima dan sekitarnya, meliputi Kecamatan Bolo (Sanolo,
       Sondosia, Bontokape, Nggembe), Kecamatan Soromandi (Bajo, Punti,


                                                                              31
Kananta, Sai, Sampungu), Kecamatan Woha (Pandai, Donggobolo, Dadibou,
         Talabiu), Kecamatan Palibelo (Belo, Panda);
      c. kawasan Sape dan sekitarnya, meliputi Kecamatan Sape (Bajopulo, Bugis,
         Kowo, Buncu, Poja, Lamere, Pulau Gilibanta), Kecamatan Lambu (Mangge,
         Nggelu, Lambu, Soro, Sumi, Rato, Pulau Burung), Kecamatan Wera (Wora,
         Tawali, Bala, Hidirasa, Sangiang, Oi Tui, Pai, Pulau Ular), Kecamatan
         Ambalawi (Nipa, Mawu);
      d. kawasan Teluk Waworada dan sekitarnya, meliputi Kecamatan Langgudu
         (Laju, UPT Laju, Doro O’o, UPT Doro O’o, Waworada, UPT Waworada,
         Karumbu, Rupe, Kangga, Karampi), Kecamatan Parado (Kuta, Paradorato,
         Paradowane), Kecamatan Monta (Tolotangga, Sondo); dan
      e. kawasan Pantai Utara Tambora, meliputi Labuan Kananga, Kawinda Na’e,
         Kawinda To’i (Kecamatan Tambora).

(5) Kawasan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
    d meliputi kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan pemerintah di bidang
    pertahanan dan keamanan di wilayah darat, laut dan udara.


                                     BAB V

                       PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS

                                     Pasal 36

(1)    Penetapan kawasan strategis ditetapkan sesuai dengan prioritas kebutuhan
       dan kegunaannya.

(2) Penetapan kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
    a. kawasan strategis nasional yang berada di wilayah Kabupaten Bima;
    b. kawasan strategis provinsi yang berada di wilayah Kabupaten Bima; dan
    c. kawasan strategis kabupaten.

(3)    Kawasan strategis Kabupaten, Provinsi dan Nasional yang ada di wilayah
       Kabupaten Bima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diwujudkan dalam
       bentuk Peta Kawasan Strategis Wilayah Kabupaten Bima, Provinsi dan
       Nasional sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian
       tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

                                     Pasal 37
(1) Kawasan strategis nasional yang berada di wilayah Kabupaten Bima
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf a adalah Kawasan
    Pengembangan Ekonomi Terpadu Bima.

(2) Kawasan strategis provinsi yang berada di wilayah Kabupaten           Bima
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf b antara lain:



                                                                               32
a. kawasan Teluk Bima dan sekitarnya dengan sektor unggulan perikanan,
      pariwisata dan fungsi transportasi;
   b. kawasan Waworada-Sape dan sekitarnya yang meliputi wilayah administrasi
      pemerintahan sebagian Kabupaten Bima (Kecamatan Sape, Lambu, Wawo
      dan Langgudu) dengan sektor unggulan industri, pertanian, dan perikanan;
   c. kawasan Ekosistem Gunung Tambora; dan
   d. kawasan Ekosistem Pulau Sangiang.

(3) Kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2)
    huruf c terdiri atas :
     a. kawasan strategis dengan sudut kepentingan ekonomi
         1. Kawasan Strategis Lewamori meliputi Woha sebagai Ibukota Kabupaten
             Bima dengan fungsi utama sebagai pusat pemerintahan serta
             perdagangan dan jasa, Kawasan Minapolitan yang berpusat di Penapali
             Kecamatan Woha dan kawasan pariwisata di Pantai Kalaki;
         2. Kawasan Strategis Kota Terpadu Mandiri (KTM) Tambora dengan sektor
             unggulan pertanian, peternakan, dan perkebunan;
         3. Kawasan Strategis Wera yang meliputi Pai dan Oi Tui dengan sektor
             unggulan peternakan (sapi), perikanan (rumput laut) dan pariwisata;
         4. Kawasan Strategis Monta yang meliputi Wilamaci, Laju, Doro O’o
             Waworada, Tolo Uwi, dsk dengan sektor unggulan perikanan (rumput
             laut), perikanan tangkap dan pariwisata (pantai Wane, Pantai Rontu);dan
         5. Kawasan Strategis Lambu yang meliputi Sumi dan Nggelu dengan sektor
             unggulan peternakan (sapi), pertanian (jagung) dan perikanan tangkap.
     b. kawasan strategis dengan sudut kepentingan lingkungan hidup adalah
         Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Gilibanta;
     c. kawasan strategis dengan sudut kepentingan sosial            budaya adalah
         kawasan Strategis Cagar Budaya yang meliputi :
         1. Kompleks rumah adat-Wawo;
         2. Perkampungan tradisional Sambori;
         3. Perkampungan tradisional Mbawa-Donggo;
         4. Kompleks Dana Mbojo-Donggo; dan
         5. Situs Wadu Pa’a-Soromandi.
      d. Kawasan strategis dengan sudut kepentingan pertahanan dan keamanan
         yang meliputi :
         1. kawasan peruntukan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan
             pertahanan negara berdasarkan geostrategi nasional;
          2. kawasan peruntukan bagi basis militer, daerah uji coba sistem
             persenjataan dan/atau kawasan industri sistem persenjataan;
          3. pembatasan dan penataan antara lahan terbangun disekitar pertahanan
             dan keamanan; dan
          4. penetapan jarak bebas aman kawasan pertahanan dan keamanan.

(4) Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih
    lanjut melalui rencana rinci yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

(5) Kawasan strategis Kabupaten, Provinsi dan Nasional yang ada di wilayah
    Kabupaten Bima sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)


                                                                                 33
diwujudkan dalam bentuk Peta Kawasan Strategis Wilayah Kabupaten Bima,
   Provinsi dan Nasional sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang
   merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.


                                    BAB VI

                 ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH

                                   Pasal 38
(1) Arahan pemanfaatan ruang meliputi indikasi program utama, indikasi lokasi,
    indikasi sumber pendanaan, indikasi pelaksana kegiatan, dan waktu
    pelaksanaan.
(2) Indikasi program utama pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) meliputi:
    a. indikasi program utama perwujudan struktur ruang; dan
    b. indikasi program utama perwujudan pola ruang.

(3) Indikasi sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari
    dana Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten;

(4) Indikasi pelaksana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari
    Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, BUMN, swasta, dan
    masyarakat.

(5) Indikasi waktu pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 4
    (empat) tahapan jangka lima tahunan, yaitu:
    a. tahap pertama, lima tahun pertama (2011 – 2016) yang terbagi atas
       program tahunan;
    b. tahap kedua, lima tahun kedua (2017 – 2021);
    c. tahap ketiga, lima tahun ketiga (2022 – 2026); dan
    d. tahap keempat, lima tahun keempat (2027 – 2031).

(6) Indikasi program utama, indikasi sumber pendanaan, indikasi pelaksana
    kegiatan, dan waktu pelaksanaan yang lebih rinci diwujudkan dalam Tabel
    Indikasi Program Utama Tahunan dan Lima Tahunan Periode Tahun 2011 –
    2031 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
    terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.




                                                                             34
BAB VII

            KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

                                  Bagian Kesatu
                                    Umum
                                    Pasal 39
(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Bima menjadi
    acuan pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Bima.

(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan dengan cara :
    a. ketentuan umum peraturan zonasi;
    b. ketentuan umum perizinan;
    c. ketentuan umum insentif, disinsentif; dan
    d. ketentuan sanksi.

                                 Bagian kedua
                       Ketentuan Umum Peraturan Zonasi

                                Paragraf 1
           Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Perkotaan
                                    Pasal 40
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem perkotaan meliputi :
    a. peraturan zonasi untuk Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp);
    b. peraturan zonasi untuk Pusat Kegiatan Lokal (PKL);
    c. peraturan zonasi untuk Pusat Pelayanan Kawasan (PPK); dan
    d. peraturan zonasi untuk Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).

(2) Peraturan zonasi untuk Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp) disusun dengan
    memperhatikan pemanfaatan untuk kegiatan ekonomi perkotaan berskala
    propinsi dan fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat permukiman dapat di
    bangun dan di kembangkan di wilayah Woha.

(3) Peraturan zonasi untuk Pusat Kegiatan Lokal (PKL) disusun dengan
    memperhatikan pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi berskala kabupaten
    yang didukung dengan pembangunan fasilitas dan infrastruktur perkotaan
    dilaksanakan di wilayah kecamatan Sape, Wera, Bolo, dan Sanggar.

(4) Peraturan zonasi untuk Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) disusun dengan
    memperhatikan pemanfaatan ruang untuk melayani kegiatan berskala kecamatan
    atau beberapa desa yang didukung dengan pembangunan fasilitas dan
    infrastruktur kecamatan yang di laksanakan di Kecamatan Langgudu, Belo,
    Monta, Soromandi, dan Tambora.

(5) Peraturan zonasi untuk Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) disusun dengan
    memperhatikan pemanfaatan ruang untuk melayani kegiatan berskala desa atau


                                                                            35
beberapa lingkungan yang didukung dengan pembangunan fasilitas dan
   infrastruktur lingkungan yang di laksanakan di Kecamatan Lambu, Ambalawi,
   Lambitu, Palibelo, Parado, Madapangga, Donggo, dan Wawo.

                                Paragraf 2
            Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan
                                Transportasi Darat
                                     Pasal 41
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan transportasi darat
    meliputi :
    a. peraturan zonasi untuk jaringan jalan arteri primer;
    b. peraturan zonasi untuk jaringan jalan kolektor primer; dan
    c. peraturan zonasi untuk jaringan jalan kolektor sekunder dan lokal primer.

(2) Peraturan zonasi untuk jaringan jalan arteri primer disusun dengan
    memperhatikan:
    a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan arteri primer dengan tingkat
       intensitas menengah hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan
       ruangnya dibatasi;
    b. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang
       sisi jalan arteri primer;
    c. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan arteri primer yang
       memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan sepanjang 33,00 meter;
    d. penetapan koofisien dasar bangunan disisi jalan arteri primer sebesar 80%;
       dan
    e. penetapan koofisien lantai bangunan disisi jalan arteri primer sebesar 160%.

(3) Peraturan zonasi untuk jaringan jalan kolektor primer disusun dengan
    memperhatikan:
    a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan kolektor primer dengan tingkat
       intensitas sedang hingga menengah yang kecenderungan pengembangan
       ruangnya dibatasi;
    b. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang
       sisi jalan kolektor primer;
    c. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan kolektor primer yang
       memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan sepanjang 22,00 meter;
    d. penetapan koofisien dasar bangunan disisi jalan kolektor primer sebesar 80%;
       dan
    e. penetapan koofisien lantai bangunan disisi jalan kolektor primer sebesar
       160%.

(4) Peraturan zonasi untuk jaringan jalan kolektor sekunder disusun dengan
    memperhatikan:
    a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan kolektor sekunder dengan tingkat
       intensitas rendah hingga sedang yang kecenderungan pengembangan
       ruangnya dibatasi;



                                                                                36
b. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang
         sisi jalan kolektor sekunder;
      c. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan kolektor sekunder yang
         memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan sepanjang 8,50 meter;
      d. penetapan koofisien dasar bangunan disisi jalan kolektor sekunder sebesar
         60%; dan
      e. penetapan koofisien lantai bangunan disisi jalan kolektor sekunder sebesar
         120%.

                                  Paragraf 3
              Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan
                                  Transportasi Laut
                                      Pasal 42

(1)    Peraturan zonasi untuk pelabuhan laut harus disusun dengan mematuhi
       ketentuan mengenai:
       a. pemanfaatan ruang untuk kebutuhan operasional dan pengembangan
          kawasan pelabuhan;
       b. ketentuan pelarangan kegiatan di ruang udara bebas di atas badan air yang
          berdampak pada keberadaan jalur transportasi laut; dan
       c. pemanfaatan ruang di dalam DLKr/DLKp harus mendapatkan izin sesuai
          dengan peraturan perundang-undangan.

(2)    Peraturan zonasi untuk alur pelayaran harus disusun dengan mematuhi
       ketentuan mengenai:
       a. pemanfaatan ruang pada badan air di sepanjang alur pelayaran harus sesuai
          dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
       b. pemanfaatan ruang pada kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di sekitar
          badan air di sepanjang alur pelayaran dilakukan dengan tidak mengganggu
          aktivitas pelayaran.

                                  Paragraf 4
              Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan
                                 Transportasi Udara
                                      Pasal 43

Peraturan zonasi untuk bandar udara umum harus disusun dengan mematuhi
ketentuan mengenai:
a. pemanfaatan ruang untuk kebutuhan operasional bandar udara;
b. pemanfaatan ruang di sekitar bandar udara sesuai dengan kebutuhan
    pengembangan bandar udara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
    undangan; dan
c. batas-batas kawasan keselamatan operasi penerbangan dan batas-batas
    kawasan kebisingan.




                                                                                37
Paragraf 5
         Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Energi

                                      Pasal 44
(1) Ketentuan peraturan zonasi untuk sistem jaringan energi meliputi :
    a. peraturan zonasi untuk Gardu induk;
    b. peraturan zonasi untuk Gardu pembagi; dan
    c. peraturan zonasi untuk Jaringan transmisi tenaga listrik.

(2) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang di sekitar sistem jaringan
    energi dan harus memperhatikan jarak aman dari kegiatan lain.

                                Paragraf 6
     Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Telekomunikasi

                                      Pasal 45
(1) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan telekomunikasi meliputi:
    a. peraturan zonasi untuk jaringan tetap dan sentral telekomunikasi; dan
    b. peraturan zonasi untuk jaringan bergerak selular.

(2) Peraturan zonasi untuk jaringan tetap adalah sebagai berikut :
    a. zonasi jaringan tetap terdiri dari zona ruang manfaat dan zona ruang bebas;
    b. zona ruang manfaat adalah untuk tiang dan kabel-kabel dan dapat diletakkan
       pada zona manfaat jalan; dan
    c. zona ruang bebas dibebaskan dari bangunan dan pohon yang dapat
       mengganggu fungsi jaringan.

(3) Peraturan zonasi untuk sentral telekomunikasi adalah sebagai berikut :
    a. zonasi sentral telekomunikasi terdiri dari zona fasilitas utama dan zona
       fasilitas penunjang;
    b. zona fasilitas utama adalah untuk instalasi peralatan telekomunikasi;
    c. zona fasilitas penunjang adalah untuk bangunan kantor pegawai, dan
       pelayanan publik;
    d. persentase luas lahan terbangun maksimal sebesar 50 % ; dan
    e. prasarana dan sarana penunjang terdiri dari parkir kendaraan, sarana
       kesehatan, ibadah gudang peralatan, papan informasi, dan loket pembayaran.

(4) Peraturan zonasi untuk jaringan bergerak selular (menara telekomunikasi) diatur
    sebagai berikut :
    a. zona menara telekomunikasi terdiri dari zona manfaat dan zona aman;
    b. zona manfaat adalah untuk instalasi menara baik di atas tanah atau di atas
       bangunan;
    c. zona aman dilarang untuk kegiatan yang mengganggu sejauh radius sesuai
       tinggi menara;
    d. menara harus dilengkapi dengan sarana pendukung dan identitas hukum yang
       jelas. sarana pendukung antara lain pentanahan (grounding), penangkal petir,


                                                                                38
catu daya, lampu halangan penerbangan (aviation obstruction light), dan
        marka halangan penerbangan (aviation obstruction marking), identitas hukum
        antara lain nama pemilik, lokasi, tinggi, tahun pembuatan / pemasangan,
        kontraktor, dan beban maksimum menara;
   e.   dilarang membangun menara telekomunikasi pada bangunan bertingkat yang
        menyediakan fasilitas helipad;
   f.   jarak antar menara BTS pada wilayah yang datar minimal 10 km, dan pada
        wilayah yang bergelombang/berbukit/ pegunungan minimal 5 km;
   g.   menara telekomunikasi untuk mendukung sistem transmisi radio microwave,
        apabila merupakan menara rangka yang dibangun diatas permukaan tanah
        maksimum tingginya 72 m;
   h.   menara telekomunikasi untuk sistem telekomunikasi yang dibangun diatas
        permukaan tanah maksimum tingginya 50 m;
   i.   menara telekomunikasi dilarang dibangun pada lahan dengan topografi lebih
        dari 800 m dpl dan lereng lebih dari 20%; dan
   j.   demi efisiensi dan efektifitas penggunaan ruang, maka menara harus
        digunakan secara bersama dengan tetap memperhatikan kesinambungan
        pertumbuhan industri telekomunikasi.

                                  Paragraf 7
              Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan
                               Sumber Daya Air

                                      Pasal 46
Ketentuan Peraturan zonasi untuk sistem jaringan sumber daya air pada wilayah
sungai disusun dengan memperhatikan :
a. pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar wilayah sungai dengan tetap
   menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan; dan dilarang untuk
   membuang sampah, limbah padat dan atau cair dan mendirikan bangunan
   permanen untuk hunian dan tempat usaha;
b. pemanfaatan ruang di sekitar wilayah sungai lintas kabupaten secara selaras
   dengan pemanfaatan ruang pada wilayah sungai di kabupaten yang berbatasan;
   dan
c. pemanfaatan ruang sekitar sungai dapat dilakukan pada jarak 50 meter dari
   sungai besar dan 10 meter dari sungai kecil.

                                     Paragraf 8

         Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Air Bersih

                                      Pasal 47

Peraturan zonasi untuk sistem penyediaan air bersih diatur sebagai berikut:

a. zonasi penyediaan air bersih terdiri atas zona unit air baku, zona unit produksi,
   zona unit distribusi, zona unit pelayanan dan zona unit pengelolaan;




                                                                                 39
b. zona unit air baku adalah untuk bangunan penampungan air, bangunan
   pengambilan/penyadapan, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, sistem
   pemompaan, dan/atau bangunan sarana pembawa serta perlengkapannya;
c. zona unit produksi adalah untuk prasarana dan sarana pengolahan air baku
   menjadi air bersih;
d. zona unit distribusi adalah untuk sistem perpompaan, jaringan distribusi,
   bangunan penampungan, alat ukur dan peralatan pemantauan;
e. zona unit pelayanan adalah untuk sambungan rumah, hidran umum, dan hidran
   kebakaran;
f. zona unit pengelolaan adalah untuk pengelolaan teknis yang meliputi kegiatan
   operasional, pemeliharaan dan pemantauan dari unit air baku, unit produksi dan
   unit distribusi dan pengelolaan non teknis yang meliputi administrasi dan
   pelayanan;
g. persentase luas lahan terbangun pada zona unit air baku maksimal sebesar
   20 %;
h. persentase luas lahan terbangun pada zona unit produksi maksimal sebesar
   40 %;
i. persentase luas lahan terbangun pada zona unit distribusi maksimal sebesar
   20 %;
j. unit produksi terdiri dari bangunan pengolahan dan perlengkapannya, perangkat
   operasional, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, serta bangunan
   penampungan air bersih;
k. limbah akhir dari proses pengolahan air baku menjadi air bersih wajib diolah
   terlebih dahulu sebelum dibuang ke sumber air baku dan daerah terbuka;
l. unit distribusi wajib memberikan kepastian kuantitas, kualitas air, dan jaminan
   kontinuitas pengaliran 24 jam per hari; dan
m. untuk mengukur besaran pelayanan pada sambungan rumah dan hidran umum
   harus dipasang alat ukur berupa meter air yang wajib ditera secara berkala oleh
   instansi yang berwenang.

                                 Paragraf 9
        Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Drainase

                                    Pasal 48

Peraturan zonasi untuk sistem jaringan drainase diatur sebagai berikut :
a. zona jaringan drainase terdiri dari zona manfaat dan zona bebas;
b. zona manfaat adalah untuk penyaluran air dan dapat diletakkan pada zona
   manfaat jalan;
c. zona bebas di sekitar jaringan drainase dibebaskan dari kegiatan yang dapat
   mengganggu kelancaran penyaluran air; dan
d. pemeliharan dan pengembangan jaringan drainase dilakukan selaras dengan
   pemeliharaan dan pengembangan atas ruang milik jalan.




                                                                               40
Paragraf 10
       Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Pengelolaan Limbah

                                     Pasal 49

(1) Peraturan zonasi untuk sistem pembuangan air limbah meliputi sistem jaringan
    limbah domestik, limbah industri, dan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

(2) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan limbah diatur sebagai berikut :
    a. zona limbah domestik terpusat terdiri dari zona ruang manfaat dan zona ruang
       penyangga;
    b. zona ruang manfaat adalah untuk bangunan atau instalasi pengolahan limbah;
    c. zona ruang penyangga dilarang untuk kegiatan yang mengganggu fungsi
       pengolahan limbah hingga jarak 10 m sekeliling ruang manfaat;
    d. persentase luas lahan terbangun maksimal sebesar 10 %;
    e. pelayanan minimal sistem pembuangan air limbah berupa unit pengolahan
       kotoran manusia/tinja dilakukan dengan menggunakan sistem setempat atau
       sistem terpusat agar tidak mencemari daerah tangkapan air/ resapan air baku;
    f. perumahan dengan kepadatan rendah hingga sedang, setiap rumah wajib
       dilengkapi dengan sistem pembuangan air limbah setempat atau individual
       yang berjarak minimal 10 m dari sumur;
    g. perumahan dengan kepadatan tinggi, wajib dilengkapi dengan sistem
       pembuangan air limbah terpusat atau komunal, dengan skala pelayanan satu
       lingkungan, hingga satu kelurahan serta memperhatikan kondisi daya dukung
       lahan dan SPAM serta mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi
       masyarakat; dan
    h. sistem pengolahan limbah domestic pada kawasan dapat berupa IPAL sistem
       konvensional atau alamiah dan pada bangunan tinggi berupa IPAL dengan
       teknologi modern.

                                Paragraf 11
      Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Pengelolaan Sampah

                                     Pasal 50

(1) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan persampahan terdiri atas Tempat
    Penampungan Sementara (TPS), Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST),
    dan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).

(2) Peraturan zonasi untuk Tempat Penampungan Sementara (TPS) diatur sebagai
    berikut:
    a. zona TPS terdiri dari zona ruang manfaat dan zona ruang penyangga;
    b. zona ruang manfaat adalah untuk penampungan sampah dan tempat
       peralatan angkutan sampah;
    c. zona ruang penyanggah dilarang untuk kegiatan yang mengganggu
       penampungan dan pengangkutan sampah sampai sejarak 10m dari sekeliling
       zona ruang manfaat;
    d. persentase luas lahan terbangun sebesar 10 %;


                                                                                41
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011
RTW-BIMA2011

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan L...
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan L...Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan L...
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan L...LAKSMI WIJAYANTI
 
Sni 03 1733-2004 v.2 tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan
Sni 03 1733-2004 v.2 tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaanSni 03 1733-2004 v.2 tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan
Sni 03 1733-2004 v.2 tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaanArdita Putri Usandy
 
Proses Penyusunan Perencanaan Sistem Pengelolaan Persampahan (bagian 1/3)
Proses Penyusunan Perencanaan Sistem Pengelolaan Persampahan (bagian 1/3)Proses Penyusunan Perencanaan Sistem Pengelolaan Persampahan (bagian 1/3)
Proses Penyusunan Perencanaan Sistem Pengelolaan Persampahan (bagian 1/3)Joy Irman
 
Perencanaan Sarana dan Prasarana Air Limbah Sistem Setempat (On-site)
Perencanaan Sarana dan Prasarana Air Limbah Sistem Setempat (On-site)Perencanaan Sarana dan Prasarana Air Limbah Sistem Setempat (On-site)
Perencanaan Sarana dan Prasarana Air Limbah Sistem Setempat (On-site)Joy Irman
 
PPT RDTR_31052022.pptx
PPT RDTR_31052022.pptxPPT RDTR_31052022.pptx
PPT RDTR_31052022.pptxYettiAnita
 
Kebijakan dan strategi pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman
Kebijakan dan strategi pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukimanKebijakan dan strategi pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman
Kebijakan dan strategi pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukimanJoy Irman
 
Metode Dasar Analisa Wilayah
Metode Dasar Analisa WilayahMetode Dasar Analisa Wilayah
Metode Dasar Analisa WilayahMuhammad Hanif
 
PerMen Pekerjaan Umum No. 14 Tahun 2010 Standar Pelayanan Minimal bidang PU d...
PerMen Pekerjaan Umum No. 14 Tahun 2010 Standar Pelayanan Minimal bidang PU d...PerMen Pekerjaan Umum No. 14 Tahun 2010 Standar Pelayanan Minimal bidang PU d...
PerMen Pekerjaan Umum No. 14 Tahun 2010 Standar Pelayanan Minimal bidang PU d...Joy Irman
 
Pemanfaatan Tata Ruang di Daerah
Pemanfaatan Tata Ruang di DaerahPemanfaatan Tata Ruang di Daerah
Pemanfaatan Tata Ruang di Daerahushfia
 
Perencanaan Teknis dan Manajemen Persampahan
Perencanaan Teknis dan Manajemen PersampahanPerencanaan Teknis dan Manajemen Persampahan
Perencanaan Teknis dan Manajemen PersampahanJoy Irman
 
Tarif dan Retribusi Air Limbah Domestik
Tarif dan Retribusi Air Limbah DomestikTarif dan Retribusi Air Limbah Domestik
Tarif dan Retribusi Air Limbah DomestikJoy Irman
 
Slum Improvement Action Plan (SIAP) NUSP2 Kota Bandar Lampung
Slum Improvement Action Plan (SIAP) NUSP2 Kota Bandar LampungSlum Improvement Action Plan (SIAP) NUSP2 Kota Bandar Lampung
Slum Improvement Action Plan (SIAP) NUSP2 Kota Bandar LampungBagus ardian
 
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...Deki Zulkarnain
 
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
 
Manajemen pembangunan daerah
Manajemen pembangunan daerahManajemen pembangunan daerah
Manajemen pembangunan daerahMukhrizal Effendi
 
Peran data dan informasi geospasial dalam penataan ruang
Peran data dan informasi geospasial dalam penataan ruangPeran data dan informasi geospasial dalam penataan ruang
Peran data dan informasi geospasial dalam penataan ruangArya Pinandita
 
Pedoman umum tata ruang perdesaan
Pedoman umum tata ruang perdesaanPedoman umum tata ruang perdesaan
Pedoman umum tata ruang perdesaanHerman Purba
 
Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007
Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007
Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007Yogan Daru Prabowo
 

Mais procurados (20)

Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan L...
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan L...Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan L...
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan L...
 
Sni 03 1733-2004 v.2 tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan
Sni 03 1733-2004 v.2 tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaanSni 03 1733-2004 v.2 tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan
Sni 03 1733-2004 v.2 tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan
 
Proses Penyusunan Perencanaan Sistem Pengelolaan Persampahan (bagian 1/3)
Proses Penyusunan Perencanaan Sistem Pengelolaan Persampahan (bagian 1/3)Proses Penyusunan Perencanaan Sistem Pengelolaan Persampahan (bagian 1/3)
Proses Penyusunan Perencanaan Sistem Pengelolaan Persampahan (bagian 1/3)
 
Perencanaan Sarana dan Prasarana Air Limbah Sistem Setempat (On-site)
Perencanaan Sarana dan Prasarana Air Limbah Sistem Setempat (On-site)Perencanaan Sarana dan Prasarana Air Limbah Sistem Setempat (On-site)
Perencanaan Sarana dan Prasarana Air Limbah Sistem Setempat (On-site)
 
PPT RDTR_31052022.pptx
PPT RDTR_31052022.pptxPPT RDTR_31052022.pptx
PPT RDTR_31052022.pptx
 
Kebijakan dan strategi pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman
Kebijakan dan strategi pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukimanKebijakan dan strategi pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman
Kebijakan dan strategi pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman
 
Bab 5 rencana kerja
Bab 5   rencana kerjaBab 5   rencana kerja
Bab 5 rencana kerja
 
Metode Dasar Analisa Wilayah
Metode Dasar Analisa WilayahMetode Dasar Analisa Wilayah
Metode Dasar Analisa Wilayah
 
PerMen Pekerjaan Umum No. 14 Tahun 2010 Standar Pelayanan Minimal bidang PU d...
PerMen Pekerjaan Umum No. 14 Tahun 2010 Standar Pelayanan Minimal bidang PU d...PerMen Pekerjaan Umum No. 14 Tahun 2010 Standar Pelayanan Minimal bidang PU d...
PerMen Pekerjaan Umum No. 14 Tahun 2010 Standar Pelayanan Minimal bidang PU d...
 
Pemanfaatan Tata Ruang di Daerah
Pemanfaatan Tata Ruang di DaerahPemanfaatan Tata Ruang di Daerah
Pemanfaatan Tata Ruang di Daerah
 
Perencanaan Teknis dan Manajemen Persampahan
Perencanaan Teknis dan Manajemen PersampahanPerencanaan Teknis dan Manajemen Persampahan
Perencanaan Teknis dan Manajemen Persampahan
 
Rtrw gresik
Rtrw gresik Rtrw gresik
Rtrw gresik
 
Tarif dan Retribusi Air Limbah Domestik
Tarif dan Retribusi Air Limbah DomestikTarif dan Retribusi Air Limbah Domestik
Tarif dan Retribusi Air Limbah Domestik
 
Slum Improvement Action Plan (SIAP) NUSP2 Kota Bandar Lampung
Slum Improvement Action Plan (SIAP) NUSP2 Kota Bandar LampungSlum Improvement Action Plan (SIAP) NUSP2 Kota Bandar Lampung
Slum Improvement Action Plan (SIAP) NUSP2 Kota Bandar Lampung
 
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...
Permen pu20 tahun2007 tt pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ...
 
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...
 
Manajemen pembangunan daerah
Manajemen pembangunan daerahManajemen pembangunan daerah
Manajemen pembangunan daerah
 
Peran data dan informasi geospasial dalam penataan ruang
Peran data dan informasi geospasial dalam penataan ruangPeran data dan informasi geospasial dalam penataan ruang
Peran data dan informasi geospasial dalam penataan ruang
 
Pedoman umum tata ruang perdesaan
Pedoman umum tata ruang perdesaanPedoman umum tata ruang perdesaan
Pedoman umum tata ruang perdesaan
 
Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007
Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007
Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007
 

Destaque

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bojonegoro
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BojonegoroRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bojonegoro
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BojonegoroPenataan Ruang
 
Jonathan Parr - Session 3: Airport City Design
Jonathan Parr - Session 3: Airport City DesignJonathan Parr - Session 3: Airport City Design
Jonathan Parr - Session 3: Airport City DesignGlobal Airport Cities
 
rasarana traPnsportasi-lapangan-terbang
rasarana traPnsportasi-lapangan-terbangrasarana traPnsportasi-lapangan-terbang
rasarana traPnsportasi-lapangan-terbangYanuar Eka Putra
 
Palembang International Airport
Palembang International AirportPalembang International Airport
Palembang International Airportdigiarchi
 
1834 chapter iiAnalisa dan Perencanaan Landside Bandar Udara Wirasaba Purbali...
1834 chapter iiAnalisa dan Perencanaan Landside Bandar Udara Wirasaba Purbali...1834 chapter iiAnalisa dan Perencanaan Landside Bandar Udara Wirasaba Purbali...
1834 chapter iiAnalisa dan Perencanaan Landside Bandar Udara Wirasaba Purbali...chysar
 
Persyaratan Teknis Pengoperasian Fasilitas Teknik Bandar Udara SKEP/77/VI/2005
Persyaratan Teknis Pengoperasian Fasilitas Teknik Bandar Udara SKEP/77/VI/2005Persyaratan Teknis Pengoperasian Fasilitas Teknik Bandar Udara SKEP/77/VI/2005
Persyaratan Teknis Pengoperasian Fasilitas Teknik Bandar Udara SKEP/77/VI/2005Yusrizal Mahendra
 
AIRPORT PLANNING AND DESIGN BY NIRANJAN
AIRPORT PLANNING AND DESIGN BY NIRANJANAIRPORT PLANNING AND DESIGN BY NIRANJAN
AIRPORT PLANNING AND DESIGN BY NIRANJANNiranjan Varma
 
Airport Planning and Design
Airport Planning and DesignAirport Planning and Design
Airport Planning and DesignMohsen, S Ab
 
Hyderabad Airport Design Concepts 2007
Hyderabad Airport Design Concepts 2007Hyderabad Airport Design Concepts 2007
Hyderabad Airport Design Concepts 2007Anup Jalan
 
Flexible digital approach to airport terminal design
Flexible digital approach to airport terminal designFlexible digital approach to airport terminal design
Flexible digital approach to airport terminal designSarah Shuchi
 
Design Of An Electric Cart For Airport Terminal
Design Of An Electric Cart For Airport TerminalDesign Of An Electric Cart For Airport Terminal
Design Of An Electric Cart For Airport TerminalJithesh Ramesh
 
Design and planning of airport
Design and planning of airportDesign and planning of airport
Design and planning of airportHarshit P Jain
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota SurabayaRencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota SurabayaPenataan Ruang
 

Destaque (18)

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bojonegoro
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BojonegoroRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bojonegoro
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bojonegoro
 
Airport design part ii
Airport design part iiAirport design part ii
Airport design part ii
 
Jonathan Parr - Session 3: Airport City Design
Jonathan Parr - Session 3: Airport City DesignJonathan Parr - Session 3: Airport City Design
Jonathan Parr - Session 3: Airport City Design
 
rasarana traPnsportasi-lapangan-terbang
rasarana traPnsportasi-lapangan-terbangrasarana traPnsportasi-lapangan-terbang
rasarana traPnsportasi-lapangan-terbang
 
Airport
AirportAirport
Airport
 
Airport Design
Airport DesignAirport Design
Airport Design
 
Palembang International Airport
Palembang International AirportPalembang International Airport
Palembang International Airport
 
1834 chapter iiAnalisa dan Perencanaan Landside Bandar Udara Wirasaba Purbali...
1834 chapter iiAnalisa dan Perencanaan Landside Bandar Udara Wirasaba Purbali...1834 chapter iiAnalisa dan Perencanaan Landside Bandar Udara Wirasaba Purbali...
1834 chapter iiAnalisa dan Perencanaan Landside Bandar Udara Wirasaba Purbali...
 
Persyaratan Teknis Pengoperasian Fasilitas Teknik Bandar Udara SKEP/77/VI/2005
Persyaratan Teknis Pengoperasian Fasilitas Teknik Bandar Udara SKEP/77/VI/2005Persyaratan Teknis Pengoperasian Fasilitas Teknik Bandar Udara SKEP/77/VI/2005
Persyaratan Teknis Pengoperasian Fasilitas Teknik Bandar Udara SKEP/77/VI/2005
 
AIRPORT PLANNING AND DESIGN BY NIRANJAN
AIRPORT PLANNING AND DESIGN BY NIRANJANAIRPORT PLANNING AND DESIGN BY NIRANJAN
AIRPORT PLANNING AND DESIGN BY NIRANJAN
 
Airport Planning and Design
Airport Planning and DesignAirport Planning and Design
Airport Planning and Design
 
Hyderabad Airport Design Concepts 2007
Hyderabad Airport Design Concepts 2007Hyderabad Airport Design Concepts 2007
Hyderabad Airport Design Concepts 2007
 
Flexible digital approach to airport terminal design
Flexible digital approach to airport terminal designFlexible digital approach to airport terminal design
Flexible digital approach to airport terminal design
 
Design Of An Electric Cart For Airport Terminal
Design Of An Electric Cart For Airport TerminalDesign Of An Electric Cart For Airport Terminal
Design Of An Electric Cart For Airport Terminal
 
Design and planning of airport
Design and planning of airportDesign and planning of airport
Design and planning of airport
 
23
2323
23
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota SurabayaRencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya
 
Airport Layout
Airport LayoutAirport Layout
Airport Layout
 

Semelhante a RTW-BIMA2011

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota BatuRencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota BatuPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Utara
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok UtaraRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Utara
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok UtaraPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyumas
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BanyumasRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyumas
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BanyumasPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jepara
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten JeparaRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jepara
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten JeparaPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonogiri
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten WonogiriRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonogiri
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten WonogiriPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)Penataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Boyolali
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BoyolaliRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Boyolali
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BoyolaliPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekalongan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota PekalonganRencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekalongan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota PekalonganPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BogorRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BogorPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pasuruan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten PasuruanRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pasuruan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten PasuruanPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota ProbolinggoRencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota ProbolinggoPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)Penataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purbalingga
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten PurbalinggaRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purbalingga
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten PurbalinggaPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota SemarangRencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota SemarangPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tegal
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota TegalRencana Tata Ruang Wilayah Kota Tegal
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota TegalPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Timor Tengah UtaraRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Timor Tengah UtaraPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Brebes
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BrebesRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Brebes
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BrebesPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Blora
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BloraRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Blora
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BloraPenataan Ruang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota ProbolinggoRencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota ProbolinggoProbolinggo Property
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Magelang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten MagelangRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Magelang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten MagelangPenataan Ruang
 

Semelhante a RTW-BIMA2011 (20)

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota BatuRencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Utara
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok UtaraRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Utara
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Utara
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyumas
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BanyumasRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyumas
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyumas
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jepara
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten JeparaRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jepara
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jepara
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonogiri
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten WonogiriRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonogiri
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonogiri
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Boyolali
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BoyolaliRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Boyolali
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Boyolali
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekalongan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota PekalonganRencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekalongan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekalongan
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BogorRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pasuruan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten PasuruanRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pasuruan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pasuruan
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota ProbolinggoRencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purbalingga
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten PurbalinggaRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purbalingga
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purbalingga
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota SemarangRencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tegal
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota TegalRencana Tata Ruang Wilayah Kota Tegal
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tegal
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Timor Tengah UtaraRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Brebes
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BrebesRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Brebes
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Brebes
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Blora
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BloraRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Blora
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Blora
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota ProbolinggoRencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Magelang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten MagelangRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Magelang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Magelang
 

Mais de Penataan Ruang

Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...
Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...
Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPenataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPenataan Ruang
 
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...Penataan Ruang
 
Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...
Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...
Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...Penataan Ruang
 
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...Penataan Ruang
 
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...Penataan Ruang
 
Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...
Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...
Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...Penataan Ruang
 
Permen PU Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Na...
Permen PU Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Na...Permen PU Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Na...
Permen PU Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Na...Penataan Ruang
 

Mais de Penataan Ruang (20)

Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...
Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...
Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancang...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
 
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...
Permen PU Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruan...
 
Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...
Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...
Permen PU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen P...
 
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
 
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
 
Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...
Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...
Permen PU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pembangunan Pos Duga A...
 
Permen PU Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Na...
Permen PU Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Na...Permen PU Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Na...
Permen PU Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Na...
 

RTW-BIMA2011

  • 1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BIMA TAHUN 2011-2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BIMA, Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Bima dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun rencana tata ruang wilayah; b. bahwa dalam mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah dan masyarakat, maka rencana tata ruang merupakan arahan dalam pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu yang dilaksanakan secara bersama oleh pemerintah daerah, masyarakat dan/atau badan usaha; c. bahwa dengan terbentuknya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, dan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009-2029, maka Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 11 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bima Tahun 2007 – 2027 perlu diganti; 1
  • 2. d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bima Tahun 2011-2031; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649); 2. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2013); 3. Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 4. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 5. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 6. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470); 7. Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistim Budi Daya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478); 8. Undang – Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881); 9. Undang – Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 2
  • 3. tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 10. Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kota Bima Di Wilayah Nusa Tenggara Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4188 ); 11. Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 12. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 13. Undang – Undang Nomor 28 Tahun 1999 yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi,dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 14. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 15. Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 16. Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 17. Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2004 Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421 ); 18. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik 3
  • 4. Indonesia Nomor 4844); 19. Undang – Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); 20. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33 , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 21. Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723); 22. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); 23. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 24. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4726); 25. Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746); 26. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849); 27. Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851); 28. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956); 29. Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959); 4
  • 5. 30. Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966); 31. Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025); 32. Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038); 33. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 34. Undang – Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068); 35. Undang – Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433); 36. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188); 37. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445); 38. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3516); 39. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831); 5
  • 6. 40. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Ngara Republik Indonesia Nomor 3838); 41. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934); 42. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Lahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385; 43. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4452); 44. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453); 45. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4490); 46. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 47. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624); 48. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655); 49. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696); 6
  • 7. 50. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 51. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4761); 52. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828); 53. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833); 54. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2008 tentang Pemindahan Ibukota Bima dari Wilayah Raba Kota Bima ke Wilayah Woha Kabupaten Bima (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4841); 55. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4858); 56. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859); 57. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5097); 58. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103); 59. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Di Wilayah Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5107); 7
  • 8. 60. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5110); 61. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111); 62. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 59 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5125); 63. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160); 64. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah; 65. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Daerah; 66. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah; 67. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/PRT/M/2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kota, Beserta Rencana Rincinya; 68. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten; 69. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.50/Menhut-II/2009 tentang Penegasan Status dan Fungsi Kawasan Hutan; 70. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009-2029 (Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 Nomor 26, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 Nomor 56). 8
  • 9. 71. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pembentukan Kecamatan Ambalawi, Lambu, Madapangga, dan Tambora dalam Wilayah di Kabupaten Bima; 72. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bima (Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 25); 73. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bima Tahun 2011-2015 (Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun 2010 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 35); 74. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 7 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Bima (Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun 2010 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 37). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BIMA dan BUPATI BIMA MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN BIMA TAHUN 2011-2031. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Bima. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Bupati adalah Bupati Bima. 4. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia 9
  • 10. dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. 5. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. 6. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkhis memiliki hubungan fungsional. 7. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. 8. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. 9. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bima yang selanjutnya disingkat RTRW Kabupaten Bima adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah daerah yang menjadi pedoman bagi penataan wilayah yang merupakan dasar dalam penyusunan program pembangunan. 10. Wilayah Daerah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. 11. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2. 12. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. 13. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya. 14. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. 15. Pusat Kegiatan Wilayah Promosi yang selanjutnya disebut PKWp adalah kawasan perkotaan yang akan dipromosikan untuk menjadi PKW dengan fungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. 16. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. 17. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah kawasan perkotaan yang akan dipromosikan untuk menjadi PKL dengan fungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. 18. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa. 19. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan sekala antar desa. 20. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. 10
  • 11. 21. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan. 22. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya dan atau lingkungan. 23. Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. 24. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. 25. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 26. Kawasan pesisir adalah kawasan yang merupakan peralihan antara darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. 27. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang, termasuk masyarakat hukum adat dan badan hukum. 28. Peran Masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 29. Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional yang selanjutnya disebut BKPRN adalah badan yang dibentuk dengan Keputusan Presiden yang bertugas untuk mengkoordinasikan penataan ruang Nasional. 30. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Propinsi Nusa Tenggara Barat yang selanjutnya disebut BKPRD Provinsi adalah Badan yang dibentuk dengan Keputusan Gubernur yang bertugas untuk mengkoordinasikan penataan ruang wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 31. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disebut BKPRD Kabupaten Bima adalah Badan yang dibentuk dengan Keputusan Bupati yang bertugas untuk mengkoordinasikan penataan ruang wilayah Kabupaten Bima. 32. Register Tanah Kehutanan yang selanjutnya disebut RTK adalah sistem penomoran tiap-tiap kelompok hutan menurut fungsi. 33. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan. 11
  • 12. BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH Bagian kesatu Tujuan Pasal 2 Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Bima adalah untuk mewujudkan Kabupaten Bima sebagai kawasan pengembangan agrobisnis berbasis pertanian, peternakan, agroindustri berbasis perikanan, dan wisata bahari. Bagian kedua Kebijakan Pasal 3 Untuk menjadikan tujuan penataan ruang wilayah kabupaten tercapai perlu disusun kebijakan penataan ruang kabupaten. Pasal 4 Kebijakan penataan ruang terdiri atas : a. pengembangan wilayah-wilayah yang berbasis pertanian, perikanan, dan wisata bahari; b. peningkatan pertumbuhan dan pengembangan wilayah dengan konsep agrobisnis dan agroindustri; c. pengembangan kawasan pariwisata yang berbasis potensi alam dan budaya; d. pengendalian pemanfaatan lahan pertanian; e. penataan pusat-pusat pertumbuhan wilayah dan ekonomi perkotaan dan menunjang sistem pemasaran produksi pertanian, perikanan dan pariwisata; f. pengembangan sistem prasarana wilayah yang mendukung pemasaran hasil pertanian, perikanan dan pariwisata; g. pengelolaan pemanfaatan lahan dengan memperhatikan peruntukan lahan, daya tampung lahan dan aspek konservasi; h. pengembangan kawasan budidaya dengan memperhatikan aspek keberlanjutan dan lingkungan hidup yang didahului dengan kajian lingkungan hidup strategis; dan i. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan kemanan. 12
  • 13. Bagian Ketiga Strategi Pasal 5 Untuk melaksanakan kebijakan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ditetapkan strategi penataan ruang wilayah yang terdiri atas : a. Strategi pengembangan wilayah-wilayah yang berbasis pertanian, perikanan, dan wisata bahari; b. Strategi peningkatan Pertumbuhan dan pengembangan wilayah dengan konsep agrobisnis dan agro industri; c. Strategi Pengendalian pemanfaatan lahan pertanian; d. Strategi Penataan pusat pusat pertumbuhan wilayah dan ekonomi perkotaan yang menunjang sistem mpemasaran produksi pertanian, perikanan, pariwisata dan pertambangan; e. Strategi pengembangan sistim prasarana wilayah yang mendukung pemasaran hasil pertanian, perikanan, pariwisata, dan pertambangan; f. Strategi pengelolaan pemanfaatan lahan dengan memperhatikan peruntukan lahan, daya tampung lahan dan aspek konservasi; g. Strategi pengembangan kawasan budidaya dengan memperhatikan aspek keberlanjutan dan lingkungan hidup; h. Strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berbasis pada potensi alam dan budaya; dan i. Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan. Pasal 6 (1) Strategi pengembangan wilayah-wilayah yang berbasis pertanian, perikanan, dan wisata bahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a meliputi : a. mengembangkan wilayah-wilayah dengan potensi unggulan pertanian dan perikanan sebagai daerah produksi; b. mengembangkan objek-objek wisata potensial;dan c. meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana penunjang produksi. (2) Strategi Peningkatan Pertumbuhan dan pengembangan wilayah dengan konsep agrobisnis dan agroindustri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b meliputi : a. menetapkan wilayah agrobisnis di Kecamatan Belo, Bolo, Sape, Tambora,dan Wera; b. menetapkan wilayah agroindustri di Kecamatan Woha; c. meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana penunjang kawasan agrobisnis dan agroindustri; dan d. meningkatkan kelembagaan pengelolaan kawasan agrobisnis dan agroindustri. 13
  • 14. (3) Strategi Pengendalian pemanfaatan lahan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi: a. menekan pengurangan luasan lahan sawah beririgasi; b. menetapkan lahan sawah abadi atau lahan sawah berkelanjutan dan menekan pengurangan luasan lajan sawah beririgasi; c. mengembangkan sawah baru pada kawasan potensial; dan d. mengoptimalkan pemanfaatan kawasan pertanian lahan kering. (4). Strategi Penataan pusat-pusat pertumbuhan wilayah dan ekonomi perkotaan yang menunjang sistem pemasaran produksi pertanian, perikanan, dan wisata bahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d meliputi: a. menetapkan hierarki simpul-simpul pertumbuhan ekonomi wilayah; b. memantapkan fungsi simpul-simpul wilayah; c. memantapkan keterkaitan antar simpul-simpul wilayah dan interaksi antara simpul wilayah dengan kawasan perdesaan sebagai hinterlandnya; d. menjaga keterkaitan antar kawasan perkotaan, antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, serta antara kawasan perkotaan dan wilayah di sekitarnya; e. mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang belum terlayani oleh pusat pertumbuhan; dan f. mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan agar lebih kompetitif dan lebih efektif dalam pengembangan wilayah di sekitarnya. (5). Strategi pengembangan sistem prasarana wilayah yang mendukung pemasaran hasil pertanian, perikanan, dan wisata bahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e meliputi: a. mengembangkan sistem jaringan infrastruktur dalam mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut, dan udara; b. mengembangkan akses jaringan jalan menuju kawasan pertanian, perikanan, pariwisata, industri dan daerah terisolir; c. mengembangkan dan meningkatkan jalan lingkar perkotaan dan jalan lingkar utara-selatan wilayah Kabupaten Bima; d. mendorong pengembangan jaringan telekomunikasi dan informasi terutama di kawasan terisolir ; dan e. meningkatkan jaringan energi dengan memanfaatkan energi terbarukan dan tak terbarukan secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik. (6).Strategi pengelolaan pemanfaatan lahan dengan memperhatikan peruntukan lahan, daya tampung lahan dan aspek konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f meliputi: a. mempertahankan luas kawasan lindung; b. mempertahankan luasan hutan lindung dan mengembangkan luas kawasan hutan minimal 30% dari luasan daerah aliran sungai; 14
  • 15. c. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat pengembangan kegiatan budidaya, dalam rangka mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah; d. menyelenggarakan upaya terpadu untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas fungsi kawasan lindung; e. melestarikan sumber air dan mengembangkan sistem cadangan air untuk musim kemarau; f. memelihara kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya; dan g. mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak langsung menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan. (7) Strategi pengembangan kawasan budidaya dengan memperhatikan aspek keberlanjutan dan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g meliputi: a. mendukung kebijakan moratorium logging dalam kawasan hutan serta mendorong berlangsungnya investasi bidang kehutanan yang diawali dengan kegiatan penanaman/rehabilitasi hutan; b. mengembangkan produksi hasil hutan kayu dari hasil kegiatan budidaya tanaman hutan dalam kawasan hutan produksi; c. mengembangkan produksi hasil hutan kayu yang berasal dari hutan alam, dari kegiatan penggunaan dan pemanfaatan kawasan hutan dengan izin yang sah; d. memelihara kawasan peninggalan sejarah dan situs budaya sebagai objek penelitian dan pariwisata; e. mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan; f. mengelola pemanfaatan sumber daya alam agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung kawasan; g. mengelola dampak negatif kegiatan budi daya agar tidak menurunkan kualitas lingkungan hidup dan efisiensi kawasan; h. membatasi perkembangan kawasan terbangun pada kawasan perkotaan dengan mengoptimalkan pemanfaaatan ruang secara vertikal dan tidak sporadis untuk mengefektifkan tingkat pelayanan infrastruktur dan sarana kawasan perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan perdesaan; i. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; dan j. mengelola sumber daya alam tak terbarukan untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbarukan untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya. (8). Strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berbasis potensi alam dan budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf h, meliputi : a. mengembangkan kawasan pariwisata dengan obyek wisata unggulan; b. mengelola, mengembangkan dan melestariukan peninggalan sejarah purbakala; 15
  • 16. c. merevitalisasi nilai-nilai budaya serta situs/cagar budaya yang bernilai historis; dan d. mengembangkan sarana dan prasarana penunjang kepariwisataan. (9) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf i, meliputi : a. menetapkan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus pertahanan dan keamanan; b. mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan strategis nasional untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan; c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tak terbangun di sekitar kawasan strategis nasional sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan strategis nasional dengan kawasan budidaya terbangun; dan d. turut serta memelihara dan menjaga aset – aset pertahanan/TNI. BAB III RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH Bagian Kesatu Umum Pasal 7 Rencana Struktur Ruang Wilayah meliputi : a. pusat-pusat kegiatan; b. sistem jaringan prasarana utama; dan c. sistem jaringan prasarana lainnya. Bagian Kedua Pusat-Pusat Kegiatan Pasal 8 Pusat-pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a meliputi : a. PKWp di Kota Woha; b. PKL terdiri atas Kore (Sanggar), O’o (Donggo), Naru (Sape), Sila (Bolo), Tangga (Monta), Maria (Wawo), dan Tawali (Wera); c. PPK terdiri atas Karumbu (Langgudu), Cenggu (Belo), Kananta (Soromandi), Labuan Kananga (Tambora), Sumi (Lambu), Nipa (Amblawi), Kuta (Lambitu), Teke (Palibelo) , Parado Rato (Parado) dan Dena (Madapangga); dan d. PPL terdiri atas Ntonggu Baru, Karampi, Wila Maci, Wadu Kopa, Oi Bura, Nggelu, Lere, Campa. 16
  • 17. Pasal 9 (1) PKWp sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a berfungsi sebagai : a. simpul transportasi skala wilayah; b. pusat perdagangan, bisnis, keuangan, dan jasa skala regional dan atau nasional; c. pusat pelayanan pemerintahan skala kabupaten; d. pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan; dan e. pusat pelayanan umum dan sosial skala regional. (2) PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b berfungsi sebagai : a. simpul transportasi skala lokal; b. pusat perdagangan, bisnis, keuangan, dan jasa skala lokal dan/atau regional; dan c. pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan skala lokal dan/atau regional. (3) PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c berfungsi sebagai: a. simpul transportasi skala kawasan; b. pusat perdagangan, bisnis, keuangan, dan jasa skala kawasan dan atau lokal; dan c. pusat pelayanan umum dan sosial skala kawasan. (4) PPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf d berfungsi sebagai: a. simpul transportasi skala lingkungan; b. pusat perdagangan, bisnis, keuangan, dan jasa skala lingkungan dan atau kawasan; dan c. pusat pelayanan umum dan sosial skala lingkungan. Bagian Ketiga Sistem Jaringan Prasarana Utama Pasal 10 (1) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b meliputi : a. sistem transportasi darat; b. sistem transportasi laut; dan c. sistem transportasi udara. (2) Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran 1 yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. 17
  • 18. Paragraf 1 Sistem Transportasi Darat Pasal 11 (1) Rencana pengembangan Sistem transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a terdiri atas : a. jaringan lalu lintas dan angkutan jalan yang terdiri atas jaringan jalan, jaringan prasarana lalu lintas, dan jaringan layanan lalu lintas; dan b. jaringan transportasi penyeberangan. (2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi : a. jaringan jalan arteri primer meliputi : jalan penghubung Sila – Talabiu – Bima – melewati Kota Bima; b. jaringan jalan kolektor primer meliputi: 1. jalan penghubung Sila-Donggo; 2. jalan penghubung Talabiu-Tangga-Parado-Wilamaci-Karumbu-Sape; 3. jalan penghubung Bima-Tawali-Sape; 4. jalan penghubung Labuan Kananga – Kawinda To’i – Piong – Sp.Kore – Kiwu – Sampungu – Bajo – Sampungu; 5. jalan penghubung Kore-Labuan Kananga; 6. jalan penghubung Lere-batas Kabupaten Dompu; 7. jalan penghubung simpang Nipa-batas Kota Bima; dan 8. jalan penghubung Kananta-Sampungu-batas Kabupaten Dompu. c. jaringan jalan lokal primer meliputi : 1. jalan penghubung Simpang Laju-Tolouwi-Simpang Paradorato; 2. jalan penghubung Sondo-Rupe- Simpang Tanggabaru-Lere; 3. jalan penghubung Lambu-Sumi-Nggelu; 4. jalan penghubung Wora-Nunggi-Ntoke-batas Kota Bima; 5. jalan penghubung Monggo-Tonda-Keli-Risa; 6. jalan penghubung Ndano-Dena-Mpuri-Tonda; dan 7. jalan penghubung Simpang O’O-Kala-Kananta. d. jaringan jalan arteri sekunder meliputi : simpang Kara Timur (Arteri Primer)-jalan lintas pantai Barat-jalan lintas pantai Timur- simpang Bandara. e. jaringan jalan kolektor sekunder meliputi : 1. jalan penghubung arteri Primer – Panda – Woha – Risa – Tenga- Kolektor Primer; 2. jalan penghubung Donggobolo-Risa; 3. jalan penghubung Kalampa-Samili-Rabakodo-Talabiu; 4. jalan penghubung Panda – Donggo-Penapali; dan 5. jalan penghubung Woha-Kalampa. (3) Jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi : a. jaringan prasarana terdiri atas terminal penumpang Kelas B berada di Kecamatan Woha; dan 18
  • 19. b. Pembangunan terminal tipe C tersebar di kecamatan Belo, Bolo, Lambu, Wawo, Ambalawi, Monta, Langgudu, Donggo, Tambora, Lambitu, Soromandi . (4) Jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi : a. jaringan trayek antar kota dalam provinsi (AKDP) meliputi : Woha-Bima, Woha-Dompu, Woha-Sumbawa, Woha – Mataram; dan b. jaringan trayek angkutan perdesaan meliputi : Woha-Belo, Woha-Bolo, Woha- Sape, Bolo-Kananta, Bolo-O’o, Kore-Labuan Kananga, Naru-Wora, Naru Waworada, Woha-Waworada. (5) Jaringan transportasi penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi : a. pelabuhan penyeberangan lintas provinsi yaitu Pelabuhan Sape di Kecamatan Sape;penyebrangan terdiri atas : Sape – Labuan Bajo, Sape-Waikelo b. lintas penyeberangan antar Kabupaten : 1. Labuan Kananga – Bima (Kota Bima); Labuan Kananga-Moyo (Kab. Sumbawa); 2. Cempi (Kab. Dompu) – Waworada (Kab. Bima); 3. Waworada (Kab.Bima) – Sape (Kab.Bima); dan 4. Bima (Kota Bima) – Sape (Kab. Bima). (6) Rencana pengembangan jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam bentuk peta Rencana Jaringan Jalan Wilayah Kabupaten Bima sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 2 Sistem Transportasi Laut Pasal 12 Rencana Pengembangan Sistem transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b terdiri atas : a. pelabuhan pengumpan lintas provinsi berada di Sape dengan alur pelayaran meliputi: Sape-Labuan Bajo, Sape-Waikelo; b. pelabuhan pengumpan berada di Waworada dengan alur pelayaran meliputi: Waworada-Cempi, Waworada-Sape; dan c. pelabuhan pengumpan berada di Labuan Kananga Kecamatan Tambora dengan alur pelayaran meliputi: Lb. Kananga – Bima (Kota Bima). 19
  • 20. Paragraf 3 Sistem Transportasi Udara Pasal 13 Rencana Pengembangan Sistem transportasi udara Kabupaten Bima sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf c yaitu bandar udara pusat pengumpul skala tersier berada di Bandar Udara Sultan Muhammad Salahuddin Bima. Bagian Keempat Sistem Jaringan Prasarana Lainnya Pasal 14 (1) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c meliputi: a. sistem jaringan energi; b. sistem jaringan telekomunikasi; c. sistem jaringan sumber daya air; d. sistem jaringan prasarana air bersih; e. sistem jaringan drainase; f. sistem jaringan pengolahan air limbah; dan g. sistem jaringan prasarana persampahan. (2) Rencana pengembangan sistem jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I dan diwujudkan dalam bentuk peta Rencana Jaringan Prasarana Wilayah Kabupaten Bima sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 1 Sistem Jaringan Energi Pasal 15 (1) Rencana pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi : a. gardu induk di Raba Kota Bima; b. gardu pembagi di Woha dan Bolo; dan c. jaringan transmisi tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Bima. (2) Rencana pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) direncanakan sebesar 81,5 MW. (3) Rencana pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan cara : a. pengembangan Listrik Tenaga Diesel di Bajo Pulau Kecamatan Sape, Nggelu, Pai, Sai, Sampungu, Sape, Monta dan Kore; b. pengembangan Listrik Tenaga Surya di Kecamatan Langgudu, Tambora, Sanggar dan Wera ; c. pengembangan Listrik Tenaga Mikrohidro di Kecamatan Tambora; 20
  • 21. d. pengembangan Listrik Tenaga Bayu/Angin di Kecamatan Langgudu, dan Wera; dan e. pembangkit Listrik Tenaga Arus Bawah Laut di Kecamatan Soromandi. Paragraf 2 Sistem Jaringan Telekomunikasi Pasal 16 (1) Rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b meliputi : a. Stasiun Telepon Otomat (STO) tersebar di Kecamatan Woha, Bolo dan Sape; b. Rumah Kabel dan kotak pembagi tersebar di Kecamatan Woha, Bolo dan Sape; c. jaringan kabel sekunder tersebar di Kecamatan Woha, Bolo dan Sape; d. Satuan Sambungan Telepon (SST) tersebar di Kecamatan Woha, Bolo dan Sape; dan e. Tower Telekomunikasi Seluler tersebar di seluruh kecamatan Kabupaten Bima. (2) Rencana Pengembangan sistem Jaringan Telekomunikasi berupa microdigital dan serat optik dilakukan dalam rangka memperlancar arus komunikasi dan mendukung lancarnya kegiatan perekonomian di wilayah Kabupaten Bima. (3) Rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diwujudkan dalam bentuk peta Rencana Jaringan Prasarana Wilayah Kabupaten Bima sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 3 Sistem Jaringan Sumber Daya Air Pasal 17 (1) Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf c dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan irigasi dengan cara rencana pengembangan wilayah sungai dan sistem jaringan irigasi dalam wilayah. (2) Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf c diwujudkan dalam bentuk peta Rencana Jaringan Prasarana Wilayah Kabupaten Bima sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. 21
  • 22. Pasal 18 (1) Rencana pengembangan Wilayah Sungai (WS) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) meliputi: a. Wilayah Sungai Strategis Nasional yaitu wilayah sungai Sumbawa dan wilayah sungai Bima Dompu yang meliputi wilayah sungai lintas kabupaten dan/atau kota terdiri atas sungai lampe meliputi Sungai Wawo-Sungai Lampe-Sungai Rontu dan Sungai Padolo; dan b. Wilayah Sungai utuh kabupaten terdiri atas ; sungai Sori Campa, Sori Kampasi, Sori Kawuwu Ncera, Sori Sumi, Sori Na,e Sape, Sori Karenggo, Sori Padende, Sori Monca O’o, Sori Raba Ncanga Mbawa, Sori Kala, Sori Na,e Sampungu, Sori Na,e, Sori Sai, Sori Manggi, Sori Boroloka, Sori Roka, Sori Kuta, Sori Ntonggu, Sori Kaleli, Sori Nunggi, Sori Karumbu, Sori Sambu, Sori Diwumoro, Sori Sari, Sori Oi Marai, dan Sori Lere. (2) Pola dan strategi pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) wilayah sungai pulau sumbawa yang merupakan wilayah sungai strategis nasional. (3) Rincian rencana pengelolaan sistem jaringan prasarana sumberdaya air kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 19 (1) Rencana pengembangan sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) meliputi : a. pembangunan bendungan/bendung/embung dan sistem jaringan irigasi yang merupakan kewenangan pemerintah sebanyak 5 unit/buah yang tersebar di Kecamatan Parado, Sape, Tambora, Wawo, dan Wera; b. operasi dan pemeliharaan bendungan/bendung/embung dan sistem jaringan irigasi yang merupakan kewenangan pemerintah sebanyak 6 unit/buah yang tersebar di Kecamatan Monta, Parado, Sape, Tambora, Wawo, dan Wera; c. operasi dan pemeliharaan bendungan/ bendung/ embung dan sistem jaringan irigasi yang merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi sebanyak 4 unit/buah yang tersebar di Kecamatan Bolo, Lambu, Madapangga, Parado; dan d. operasi dan pemeliharaan bendungan/ bendung/ embung dan sistem jaringan irigasi yang merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten Bima sebanyak 45 unit/buah tersebar di seluruh kecamatan Kabupaten Bima. (2) Rencana pengembangan sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk : a. membatasi perubahan alih fungsi sawah irigasi teknis dan setengah teknis menjadi kegiatan budidaya lainnya; b. mengembangkan prasarana irigasi; dan c. meningkatkan kualitas jaringan irigasi teknis. 22
  • 23. (3) Rincian rencana pengelolaan sistem jaringan prasarana sumberdaya air kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 4 Sistem Jaringan Prasarana Air Bersih Pasal 20 (1) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana air bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf d dilakukan dalam rangka peningkatan cakupan pelayanan, peningkatan kualitas air, dan efisiensi pemanfaatan air bersih dengan memperhatikan konservasi sumber–sumber air dan keanekaragaman sumber air baku . (2) Rencana Pengembangan Sistem Jaringan prasarana air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. pengembangan jaringan perpipaan air baku dan air bersih terdapat di beberapa Kecamatan antara lain Kecamatan Monta, Woha, dan Palibelo; b. saluran perpipaan air baku terdapat di lokasi, antara lain Kecamatan Monta; c. instalasi air bersih terdapat di lokasi, antara lain di Kecamatan Monta; d. sumber air baku terdapat dilokasi, antara lain dari Sungai Parado Kanca; dan e. reservoir sebanyak 1 unit terdapat dilokasi, antara lain Kecamatan Palibelo. Paragraf 5 Sistem Jaringan Prasarana Drainase Pasal 21 Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e dilakukan dengan cara : a. normalisasi dan perkuatan tebing: Sungai Ambalawi, Sungai Bontokape, Sungai Palibelo, Sungai Parado, dan Sungai Sumi; b. drainase primer adalah saluran pengumpul dari drainase sekunder dan dapat dialirkan ke sungai; c. drainase sekunder dilakukan pembangunan sistem drainase pada daerah permukiman perkotaan dan perdesaan yang rawan bencana banjir dan genangan air limbah menuju drainase primer; dan d. drainase tersier dilakukan pembangunan sistem drainase pada lingkungan permukiman perkotaan dan perdesaan menuju drainase sekunder. Paragraf 6 Sistem Jaringan Prasarana Pengolahan Air Limbah Pasal 22 (1) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf f bertujuan untuk pengurangan, pemanfaatan kembali, dan pengolahan bagi limbah dari kegiatan 23
  • 24. permukiman, perkantoran dan kegiatan ekonomi dengan memperhatikan baku mutu limbah yang berlaku. (2) Sistem pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi sistem pembuangan air limbah setempat dan/atau terpusat. (3) Sistem pengelolaan air limbah setempat dilakukan secara individual melalui pengolahan dan pembuangan air limbah setempat pada kawasan-kawasan yang belum memiliki sistem terpusat di Kabupaten Bima. (4) Sistem pengelolaan air limbah terpusat dilakukan secara kolektif melalui jaringan pengumpul dan diolah serta dibuang secara terpusat pada kawasan bandara, kawasan pusat pemerintahan, kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan perumahan dan kawasan permukiman padat di Kabupaten Bima. (5) Lokasi instalasi pengolahan air limbah harus memperhatikan aspek teknis, lingkungan, sosial budaya masyarakat setempat, serta dilengkapi dengan zona penyangga, berlokasi di Kecamatan Woha. Paragraf 7 Sistem Jaringan Prasarana Persampahan Pasal 23 Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana persampahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf g meliputi : a. Tempat Penampungan Sementara (TPS) sebanyak kurang lebih 400 unit tersebar di setiap desa; dan b. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sebanyak 5 unit tersebar pada setiap kecamatan yaitu Kecamatan Sape, Kecamatan Woha, Kecamatan Bolo, Kecamatan Sanggar, dan Kecamatan Wera; BAB IV RENCANA POLA RUANG WILAYAH Bagian kesatu Umum Pasal 24 (1) Rencana pola ruang wilayah dilaksanakan berdasarkan arahan perencanaan: a. rencana pengembangan kawasan lindung dengan luas kurang lebih 140.790 Ha; dan b. rencana pengembangan kawasan budidaya dengan luas kurang lebih 298.149 Ha. 24
  • 25. (2) Rencana pola ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam bentuk Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten Bima Tahun 2011 – 2031 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Kedua Kawasan Lindung Pasal 25 (1) Rencana pengelolaan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a meliputi semua upaya perlindungan, konservasi, dan pelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungannya guna mendukung kehidupan secara serasi yang berkelanjutan dan tidak dapat dialihfungsikan menjadi kawasan budidaya. (2) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a meliputi: a. kawasan hutan lindung; b. kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahannya; c. kawasan perlindungan setempat; d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; e. kawasan rawan bencana alam; dan f. kawasan lindung geologi. (3) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah seluas kurang lebih 83.190 Ha meliputi: Kawasan hutan lindung persebarannya terletak pada kelompok hutan Maria (RTK 25) , Pamali (RTK 52), Tambora (RTK 53), Soromandi (RTK 55), Toffo Rompu (RTK 65), Nipa Pusu (RTK 66), Kota Donggomasa (RTK 67). (4) Kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa Kawasan resapan air meliputi: Kawasan Gunung Tambora dan Kawasan Doro Daria, Kawasan Doro Sando, Kawasan Doro Donggo; (5) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi: a. kawasan sempadan sungai dilakukan pengelolaan sungai yaitu : 1. kegiatan pinggir sungai mampu melindungi dan memperkuat serta pengaturan aliran air, dengan tanaman keras dan rib pengendali saluran air; 2. daerah sempadan untuk sungai kecil masing-masing selebar 50 meter dijadikan kawasan lindung pada kawasan non pemukiman dan selebar 10 meter untuk sungai yang melewati pemukiman; dan 3. sungai yang terdapat di tengah pemukiman dapat dilakukan dengan membuat jalan inspeksi dengan lebar jalan 10 meter. 25
  • 26. b. kawasan sekitar danau atau waduk diarahkan ke seluruh kawasan sekitar danau dan waduk yang tersebar di Kabupaten Bima : Pela Parado, Campa, Rababaka, Sumi, lebarnya berimbang dengan bentuk kondisi fisik danau/waduk antara 50-100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat; Rencana kawasan sekitar danau/waduk di Kabupaten Bima yaitu sekitar Danau Vulkanik Gunung Tambora, kawasan Waduk Sumi di Kecamatan Lambu, Bendungan Pela Parado di Kecamatan Parado, Waduk Roka, Waduk Ncera di Kecamatan Belo; c. kawasan mata air, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 200 m disekitar mata air dan tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Bima, yaitu di Kecamatan Tambora 3 titik, Kecamatan Sanggar 2 titik, Kecamatan Donggo 2 titik, Kecamatan Bolo 4 titik, Kecamatan Madapangga 1 titik, Kecamatan Woha 2 titik, Kecamatan Monta 4 titik, Kecamatan Parado 2 titik, Kecamatan Belo 1 titik, Kecamatan Wawo 1 titik, Kecamatan Lambitu 1 titik, Kecamatan Sape 3 titik, dan Kecamatan Wera 2 titik; d. sempadan pantai, Kawasan sempadan pantai ditetapkan pada kawasan sepanjang tepian pantai sejauh 100 meter dari pasang tertinggi secara proporsional sesuai dengan bentuk, letak dan kondisi fisik pantai; dan e. ruang terbuka hijau kota. Kawasan Hutan Kota yang berfungsi sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) dikembangkan pada Ibukota Kabupaten dan Kota Kecamatan. (6) Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d meliputi: a. kawasan Cagar Alam (CA) di Kabupaten Bima meliputi CA Gunung Tambora Selatan, CA Pulau Sangiang, dan CA Toffo Kota Lambu dengan luas kurang lebih 21.095 Ha; b. kawasan pantai berhutan bakau meliputi kawasan pantai di sekitar pantai Kecamatan Ambalawi, Bolo, Lambu, Monta, Palibelo, Sape, Wera, dan Woha dengan luas kurang lebih 621 Ha; c. kawasan suaka alam laut dan perairan meliputi Karampi Kecamatan Langgudu, Pulau Gilibanta Kecamatan Sape dan Tanjung Mas di Kecamatan Monta; d. kawasan suaka margasatwa di Tambora (RTK 53) dengan luas kurang lebih 17.686 Ha; e. kawasan wisata alam Madapangga di Toffo Rompu (RTK 65) dengan luas kurang lebih 232 Ha; f. kawasan taman buru Tambora (RTK 53) dengan luas kurang lebih 16.586 Ha; g. kawasan cagar budaya meliputi : 1. megalitik Lesung Batu, Wadu Sigi, Kompleks rumah adat, Pesanggarahan Oi Wobo di Kecamatan Wawo; 2. perkampungan Tradisional Sambori di Kecamatan Lambitu, Bekas tapak kaki di Kecamatan Langgudu; 3. sumur tembaga di Kecamatan Lambu, Nakara Perunggu , Makam Rato Wara Bewi, Wadu Nocu, dan Gua Sangiang di Kecamatan Wera; 26
  • 27. 4. perkampungan tradisional Mbawa, Makam kuno, Wadu Tunti, Uma Leme, Makam La Ncahu, Makam La Hila, Kompleks Dana Mbojo, Wadu Ntori, Pesanggrahan, situs Wadu Kopa, Kecamatan Donggo, ; 5. kompleks Wadu Pa’a di Kecamatan Soromandi; 6. Wadu Tunti, Temba Romba, bekas tapak kaki, Wadu Sura, Makam kuno di Kecamatan Sape; 7. situs Bukit Kaniki, Situs Bukit Henca, Makam Kuno, Situs Lawangkuning, bekas tapak kaki, Situs Gua La Hami, Rasa Mantoi, Wadu Nocu, Makam Raja Sanggar, Gua Abarahi, Sarkopagus di Kecamatan Sanggar; 8. bekas candi di Kecamatan Madapangga; 9. wadu Genda di Kecamatan Bolo; 10. gua Doro Parewa, Makam Kuno di Kecamatan Monta; 11. arca Gajah di Kecamatan Parado; 12. nekara Batu, Sarkofagus, Tapak Kaki di Kecamatan Belo; dan 13. wadu Bara Sila, Temba Ndori di Kecamatan Woha. (7) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e meliputi: a. kawasan rawan bencana angin topan meliputi Kecamatan Woha dsk, Monta dsk, Poja dsk, Wera dsk; b. kawasan rawan bencana tanah longsor meliputi kecamatan Kawasan sekitar Tambora bagian timur, Karumbu, dan Gunung kuta; c. kawasan rawan bencana kekeringan meliputi kecamatan Bolo; Paradowane, Paradorato, Tawali, Sape, dan P. Sangiang; d. kawasan rawan bencana banjir meliputi Daerah di sepanjang aliran sungai di Sori Wawo Maria, daerah Sape dan sekitarnya, Karumbu, Lambu, Ntoke- Tawali, Wera, Ambalawi, Palibelo, Parado, Campa dan Sori Lante-Bolo, Sori Nae Sampungu-Soromandi dan daerah sekitar aliran sungai lainnya di wilayah Kabupaten Bima; e. kawasan rawan bencana gelombang pasang meliputi Pantai bagian utara dan timur Kabupaten Bima, yakni Soromandi dsk, Sape dan Lambu, Wera, Karumbu, Woha, Bolo, Palibelo dan Parado; f. kawasan rawan tsunami meliputi Kawasan pesisir bagian timur dan selatan Kabupaten Bima, yakni Sape dan Lambu, Karumbu dan daerah sekitarnya; g. kawasan rawan gempa bumi meliputi seluruh wilayah Kabupaten Bima, zonasi kegempaan Kabupaten Bima termasuk gempa sedang dan rendah yakni Kecamatan Tambora, Kecamatan Sanggar, Kecamatan Wera; Kecamatan Langgudu, dan Kecamatan Soromandi; dan h. kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) diwujudkan dalam bentuk peta rawan bencana wilayah Kabupaten Bima sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. (8) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f meliputi: a. kawasan cagar alam geologi, berupa kawasan keunikan bentang alam yaitu kawasan Gunung Tambora; dan b. kawasan rawan bencana alam letusan gunung berapi meliputi wilayah Tambora, Sanggar dan Wera (Gunung Sangiang). 27
  • 28. Bagian Ketiga Kawasan Budidaya Pasal 26 (1) Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b sebagai berikut : a. kawasan peruntukan hutan produksi; b. kawasan peruntukan hutan rakyat; c. kawasan peruntukan pertanian; d. kawasan peruntukan perikanan; e. kawasan peruntukan pertambangan; f. kawasan peruntukan permukiman; g. kawasan peruntukan industri; h. kawasan peruntukan pariwisata; dan i. kawasan peruntukan lain. (2) Rencana kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam bentuk Peta Rencana Pola Ruang Wilayah sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 27 (1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (1) huruf a terdiri atas: a. kawasan hutan produksi terbatas; dan b. kawasan hutan produksi tetap. (2) Kawasan peruntukan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi kawasan Tolowata (RTK 23), Tololai (RTK 24), Maria (RTK 25), Tambora (RTK 53), Soromandi (RTK 55), Toffo Rompu (RTK 65), Nipa Pusu (RTK 66), Kota Donggomasa (RTK 67), Nanganae Kapenta (RTK 68), Pulau Sangiang (RTK 86), dan Pulau Gilibanta (RTK 87) dengan luasan kurang lebih 66.867 Ha. (3) Kawasan peruntukan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi Tololai (RTK 24), Maria (RTK 25), Tambora (RTK 53), Toffo Rompu (RTK 65), Nipa Pusu (RTK 66), Kota Donggomasa (RTK 67), dan Nanganae Kapenta (RTK 68) dengan luasan kurang lebih 44.740 Ha. Pasal 28 Kawasan peruntukan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (1) huruf b seluas 43.088 Ha, tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Bima. 28
  • 29. Pasal 29 (1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c meliputi : a. kawasan pertanian tanaman pangan; b. kawasan pertanian hortikultura; c. kawasan perkebunan; dan d. kawasan peternakan. (2) Kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tersebar di seluruh Kabupaten Bima dengan luas kurang lebih 23.336 Ha. (3) Kawasan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tersebar diseluruh Kabupaten Bima dengan luas kurang lebih 111.268 Ha. (4) Kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diprioritaskan dikembangkan di daerah, Soromandi dan Tambora dengan komoditi Jambu Mete; Parado, dan Tambora dengan komoditi Kopi; Wawo, dan Parado dengan komoditi Kakao; Parado, Wawo, Langgudu, dan Lambitu dengan komoditi Kemiri; Lambu, Wera, dan Sanggar dengan komoditi asam dengan luas kurang lebih 15.796 Ha. (5) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi : a. sebaran kawasan peruntukan peternakan di Kabupaten Bima antara lain : Ambalawi (kurang lebih 373 Ha), Belo (kurang lebih 352 Ha), Donggo (kurang lebih 620 Ha), Langgudu (kurang lebih 648 Ha), Sanggar (kurang lebih 2.214 Ha), Tambora (kurang lebih 1.100 Ha), Wawo (kurang lebih 250 Ha), Wera (kurang lebih 9.997 Ha), Woha (kurang lebih 35 Ha); b. kawasan peruntukan peternakan diprioritaskan dikembangkan di kecamatan Sanggar, Tambora, dan Wera. dalam rangka mendukung program Bumi Sejuta Sapi (BSS); c. pengembangan dan pengelolaan peternakan dilakukan dengan cara peningkatan jumlah ternak, penggemukan ternak, pembibitan ternak, penyediaan pakan ternak, dan pengembangan industri pengolahan hasil ternak; dan d. pengembangan kawasan agrobisnis dan agroindustri yang berbasis perikanan tersebar dibeberapa Kecamatan yaitu kecamatan Woha, Bolo, Palibelo, Langgudu, dan Sape. (6) Penetapan kawasan peruntukan lahan pertanian sebagai lahan sawah berkelanjutan diatur dengan Peraturan Daerah. Pasal 30 (1) Kawasan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf d meliputi : kawasan budidaya perikanan. 29
  • 30. (2) Kawasan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan dikembangkan di daerah yang tersedia pasokan air yang cukup dan diarahkan ke Kecamatan Bolo, Lambu, Palibelo,Langgudu, Sape, Woha, Monta, dan Soromandi dengan luas kurang lebih 5.169 Ha. Pasal 31 (1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf e meliputi : a. Pertambangan mineral logam eksisting emas tersebar di Kecamatan Donggo, Soromandi, Wawo, Lambitu, Sape, Lambu;Tembaga tersebar di Kecamatan Madapangga, Bolo, Parado, Woha, Monta, Sape, Lambu, Langgudu;mangan tersebar di Kecamatan Belo, Bolo, Lambitu, Langgudu, Monta, Palibelo, Parado; dan b. Pertambangan mineral bukan logam dan batuan existing pasir besi tersebar di Kecamatan Amabalawi, Sanggar, Soromandi, Tambora, Wera dan Donggo. (2) Pertambangan mineral logam dan bukan logam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf c dilaksanakan setelah ditetapkannya Wilayah Pertambangan berdasarkan usulan penetapan WP. (3) Usulan penetapan WP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan Bupati kepada Pemerintah Propinsi dan berdasarkan pertimbangan BKPRD Kabupaten. (4) Usulan penetapan WP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk mineral logam dan bukan logam disusun melalui kajian dengan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan harus berada di luar kawasan lindung, kawasan permukiman, kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan, dan kawasan pariwisata sampai batas tidak adanya dampak negatif secara teknis, ekonomi, dan lingkungan yang ditimbulkan akibat usaha pertambangan. (5) Izin pertambangan mineral logam, bukan logam yang telah diterbitkan dan masih berlaku, tetap diakui sampai masa berlakunya habis dan perpanjangannya menyesuaikan dengan ketentuan peraturan daerah Ini; dan (6) Tata cara dan mekanisme penyusunan usulan WP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 32 Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf f dikembangkan di daerah yang datar sampai bergelombang dengan kelerengan lahan 0%-25%, bukan lahan irigasi teknis, bukan kawasan lindung, bukan kawasan rawan bencana, aksesibilitas baik dan tersedia air bersih yang cukup. Pasal 33 (1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf g meliputi : sentra industri sedang, dan industri rumah tangga. 30
  • 31. (2) Kawasan sentra industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. sentra industri pengolahan hasil perikanan di Woha; b. sentra industri pengolahan kulit dan tulang sapi di Tambora; dan c. sentra industri maritim di Langgudu dan Sape. (3) Rencana pengelolaan kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 34 Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf h diarahkan pada : a. kawasan wisata alam direncanakan di Pantai Toro Wamba, Pantai Mata Mboko, dan kawasan budidaya Sarang Burung Walet Bajo Pulau (Kecamatan Sape), Pantai Papa dan Budidaya Mutiara (Kecamatan Lambu), Pulau Ular dan Karombo Wera (Kecamatan Wera), Oi Wobo (Kecamatan Wawo), Kawasan Wisata Alam Gunung Tambora(Kecamatan Tambora) dan Pantai Kalaki (Kecamatan Palibelo); dan b. kawasan wisata budaya direncanakan pada Taji Tuta, Uma Lengge (Kecamatan Wawo), Pesangrahan Donggo, Rumah Ncuhi, Uma Leme (Kecamatan Donggo), Masjid Pertama di Desa Kalodu (Kecamatan Langgudu), dan Pacuan Kuda (Kecamatan Palibelo). Pasal 35 (1) Kawasan peruntukan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf i terdiri atas: a. kawasan perdagangan dan jasa; b. kawasan pusat pemerintahan; c. kawasan pesisir dan pulau pulau kecil; dan d. kawasan pertahanan dan keamanan. (2) Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa termasuk distribusi migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikembangkan di kecamatan Woha, Bolo, Sape, Wera, Langgudu dan Sanggar dengan luas kurang lebih 257 Ha; (3) Kawasan peruntukan pusat pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terletak pada Desa Dadibou Kecamatan Woha dengan luas kurang lebih 129 Ha. (4) Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi : a. kawasan Teluk Sanggar dan sekitarnya, meliputi Kecamatan Sanggar (Mbuju, Keramat, Malaju, Lasi, Qiwu, Oi Saro, Piong, Boro, dan Kore); b. kawasan Teluk Bima dan sekitarnya, meliputi Kecamatan Bolo (Sanolo, Sondosia, Bontokape, Nggembe), Kecamatan Soromandi (Bajo, Punti, 31
  • 32. Kananta, Sai, Sampungu), Kecamatan Woha (Pandai, Donggobolo, Dadibou, Talabiu), Kecamatan Palibelo (Belo, Panda); c. kawasan Sape dan sekitarnya, meliputi Kecamatan Sape (Bajopulo, Bugis, Kowo, Buncu, Poja, Lamere, Pulau Gilibanta), Kecamatan Lambu (Mangge, Nggelu, Lambu, Soro, Sumi, Rato, Pulau Burung), Kecamatan Wera (Wora, Tawali, Bala, Hidirasa, Sangiang, Oi Tui, Pai, Pulau Ular), Kecamatan Ambalawi (Nipa, Mawu); d. kawasan Teluk Waworada dan sekitarnya, meliputi Kecamatan Langgudu (Laju, UPT Laju, Doro O’o, UPT Doro O’o, Waworada, UPT Waworada, Karumbu, Rupe, Kangga, Karampi), Kecamatan Parado (Kuta, Paradorato, Paradowane), Kecamatan Monta (Tolotangga, Sondo); dan e. kawasan Pantai Utara Tambora, meliputi Labuan Kananga, Kawinda Na’e, Kawinda To’i (Kecamatan Tambora). (5) Kawasan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan di wilayah darat, laut dan udara. BAB V PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS Pasal 36 (1) Penetapan kawasan strategis ditetapkan sesuai dengan prioritas kebutuhan dan kegunaannya. (2) Penetapan kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi a. kawasan strategis nasional yang berada di wilayah Kabupaten Bima; b. kawasan strategis provinsi yang berada di wilayah Kabupaten Bima; dan c. kawasan strategis kabupaten. (3) Kawasan strategis Kabupaten, Provinsi dan Nasional yang ada di wilayah Kabupaten Bima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diwujudkan dalam bentuk Peta Kawasan Strategis Wilayah Kabupaten Bima, Provinsi dan Nasional sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 37 (1) Kawasan strategis nasional yang berada di wilayah Kabupaten Bima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf a adalah Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Bima. (2) Kawasan strategis provinsi yang berada di wilayah Kabupaten Bima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf b antara lain: 32
  • 33. a. kawasan Teluk Bima dan sekitarnya dengan sektor unggulan perikanan, pariwisata dan fungsi transportasi; b. kawasan Waworada-Sape dan sekitarnya yang meliputi wilayah administrasi pemerintahan sebagian Kabupaten Bima (Kecamatan Sape, Lambu, Wawo dan Langgudu) dengan sektor unggulan industri, pertanian, dan perikanan; c. kawasan Ekosistem Gunung Tambora; dan d. kawasan Ekosistem Pulau Sangiang. (3) Kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf c terdiri atas : a. kawasan strategis dengan sudut kepentingan ekonomi 1. Kawasan Strategis Lewamori meliputi Woha sebagai Ibukota Kabupaten Bima dengan fungsi utama sebagai pusat pemerintahan serta perdagangan dan jasa, Kawasan Minapolitan yang berpusat di Penapali Kecamatan Woha dan kawasan pariwisata di Pantai Kalaki; 2. Kawasan Strategis Kota Terpadu Mandiri (KTM) Tambora dengan sektor unggulan pertanian, peternakan, dan perkebunan; 3. Kawasan Strategis Wera yang meliputi Pai dan Oi Tui dengan sektor unggulan peternakan (sapi), perikanan (rumput laut) dan pariwisata; 4. Kawasan Strategis Monta yang meliputi Wilamaci, Laju, Doro O’o Waworada, Tolo Uwi, dsk dengan sektor unggulan perikanan (rumput laut), perikanan tangkap dan pariwisata (pantai Wane, Pantai Rontu);dan 5. Kawasan Strategis Lambu yang meliputi Sumi dan Nggelu dengan sektor unggulan peternakan (sapi), pertanian (jagung) dan perikanan tangkap. b. kawasan strategis dengan sudut kepentingan lingkungan hidup adalah Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Gilibanta; c. kawasan strategis dengan sudut kepentingan sosial budaya adalah kawasan Strategis Cagar Budaya yang meliputi : 1. Kompleks rumah adat-Wawo; 2. Perkampungan tradisional Sambori; 3. Perkampungan tradisional Mbawa-Donggo; 4. Kompleks Dana Mbojo-Donggo; dan 5. Situs Wadu Pa’a-Soromandi. d. Kawasan strategis dengan sudut kepentingan pertahanan dan keamanan yang meliputi : 1. kawasan peruntukan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara berdasarkan geostrategi nasional; 2. kawasan peruntukan bagi basis militer, daerah uji coba sistem persenjataan dan/atau kawasan industri sistem persenjataan; 3. pembatasan dan penataan antara lahan terbangun disekitar pertahanan dan keamanan; dan 4. penetapan jarak bebas aman kawasan pertahanan dan keamanan. (4) Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut melalui rencana rinci yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. (5) Kawasan strategis Kabupaten, Provinsi dan Nasional yang ada di wilayah Kabupaten Bima sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) 33
  • 34. diwujudkan dalam bentuk Peta Kawasan Strategis Wilayah Kabupaten Bima, Provinsi dan Nasional sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. BAB VI ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Pasal 38 (1) Arahan pemanfaatan ruang meliputi indikasi program utama, indikasi lokasi, indikasi sumber pendanaan, indikasi pelaksana kegiatan, dan waktu pelaksanaan. (2) Indikasi program utama pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. indikasi program utama perwujudan struktur ruang; dan b. indikasi program utama perwujudan pola ruang. (3) Indikasi sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari dana Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten; (4) Indikasi pelaksana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, BUMN, swasta, dan masyarakat. (5) Indikasi waktu pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 4 (empat) tahapan jangka lima tahunan, yaitu: a. tahap pertama, lima tahun pertama (2011 – 2016) yang terbagi atas program tahunan; b. tahap kedua, lima tahun kedua (2017 – 2021); c. tahap ketiga, lima tahun ketiga (2022 – 2026); dan d. tahap keempat, lima tahun keempat (2027 – 2031). (6) Indikasi program utama, indikasi sumber pendanaan, indikasi pelaksana kegiatan, dan waktu pelaksanaan yang lebih rinci diwujudkan dalam Tabel Indikasi Program Utama Tahunan dan Lima Tahunan Periode Tahun 2011 – 2031 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. 34
  • 35. BAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Bagian Kesatu Umum Pasal 39 (1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Bima menjadi acuan pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Bima. (2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan dengan cara : a. ketentuan umum peraturan zonasi; b. ketentuan umum perizinan; c. ketentuan umum insentif, disinsentif; dan d. ketentuan sanksi. Bagian kedua Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Paragraf 1 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Perkotaan Pasal 40 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem perkotaan meliputi : a. peraturan zonasi untuk Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp); b. peraturan zonasi untuk Pusat Kegiatan Lokal (PKL); c. peraturan zonasi untuk Pusat Pelayanan Kawasan (PPK); dan d. peraturan zonasi untuk Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL). (2) Peraturan zonasi untuk Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp) disusun dengan memperhatikan pemanfaatan untuk kegiatan ekonomi perkotaan berskala propinsi dan fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat permukiman dapat di bangun dan di kembangkan di wilayah Woha. (3) Peraturan zonasi untuk Pusat Kegiatan Lokal (PKL) disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi berskala kabupaten yang didukung dengan pembangunan fasilitas dan infrastruktur perkotaan dilaksanakan di wilayah kecamatan Sape, Wera, Bolo, dan Sanggar. (4) Peraturan zonasi untuk Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk melayani kegiatan berskala kecamatan atau beberapa desa yang didukung dengan pembangunan fasilitas dan infrastruktur kecamatan yang di laksanakan di Kecamatan Langgudu, Belo, Monta, Soromandi, dan Tambora. (5) Peraturan zonasi untuk Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk melayani kegiatan berskala desa atau 35
  • 36. beberapa lingkungan yang didukung dengan pembangunan fasilitas dan infrastruktur lingkungan yang di laksanakan di Kecamatan Lambu, Ambalawi, Lambitu, Palibelo, Parado, Madapangga, Donggo, dan Wawo. Paragraf 2 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Transportasi Darat Pasal 41 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan transportasi darat meliputi : a. peraturan zonasi untuk jaringan jalan arteri primer; b. peraturan zonasi untuk jaringan jalan kolektor primer; dan c. peraturan zonasi untuk jaringan jalan kolektor sekunder dan lokal primer. (2) Peraturan zonasi untuk jaringan jalan arteri primer disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan arteri primer dengan tingkat intensitas menengah hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan ruangnya dibatasi; b. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang sisi jalan arteri primer; c. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan arteri primer yang memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan sepanjang 33,00 meter; d. penetapan koofisien dasar bangunan disisi jalan arteri primer sebesar 80%; dan e. penetapan koofisien lantai bangunan disisi jalan arteri primer sebesar 160%. (3) Peraturan zonasi untuk jaringan jalan kolektor primer disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan kolektor primer dengan tingkat intensitas sedang hingga menengah yang kecenderungan pengembangan ruangnya dibatasi; b. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang sisi jalan kolektor primer; c. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan kolektor primer yang memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan sepanjang 22,00 meter; d. penetapan koofisien dasar bangunan disisi jalan kolektor primer sebesar 80%; dan e. penetapan koofisien lantai bangunan disisi jalan kolektor primer sebesar 160%. (4) Peraturan zonasi untuk jaringan jalan kolektor sekunder disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan kolektor sekunder dengan tingkat intensitas rendah hingga sedang yang kecenderungan pengembangan ruangnya dibatasi; 36
  • 37. b. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang sisi jalan kolektor sekunder; c. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan kolektor sekunder yang memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan sepanjang 8,50 meter; d. penetapan koofisien dasar bangunan disisi jalan kolektor sekunder sebesar 60%; dan e. penetapan koofisien lantai bangunan disisi jalan kolektor sekunder sebesar 120%. Paragraf 3 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Transportasi Laut Pasal 42 (1) Peraturan zonasi untuk pelabuhan laut harus disusun dengan mematuhi ketentuan mengenai: a. pemanfaatan ruang untuk kebutuhan operasional dan pengembangan kawasan pelabuhan; b. ketentuan pelarangan kegiatan di ruang udara bebas di atas badan air yang berdampak pada keberadaan jalur transportasi laut; dan c. pemanfaatan ruang di dalam DLKr/DLKp harus mendapatkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Peraturan zonasi untuk alur pelayaran harus disusun dengan mematuhi ketentuan mengenai: a. pemanfaatan ruang pada badan air di sepanjang alur pelayaran harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan b. pemanfaatan ruang pada kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di sekitar badan air di sepanjang alur pelayaran dilakukan dengan tidak mengganggu aktivitas pelayaran. Paragraf 4 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Transportasi Udara Pasal 43 Peraturan zonasi untuk bandar udara umum harus disusun dengan mematuhi ketentuan mengenai: a. pemanfaatan ruang untuk kebutuhan operasional bandar udara; b. pemanfaatan ruang di sekitar bandar udara sesuai dengan kebutuhan pengembangan bandar udara berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan c. batas-batas kawasan keselamatan operasi penerbangan dan batas-batas kawasan kebisingan. 37
  • 38. Paragraf 5 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Energi Pasal 44 (1) Ketentuan peraturan zonasi untuk sistem jaringan energi meliputi : a. peraturan zonasi untuk Gardu induk; b. peraturan zonasi untuk Gardu pembagi; dan c. peraturan zonasi untuk Jaringan transmisi tenaga listrik. (2) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang di sekitar sistem jaringan energi dan harus memperhatikan jarak aman dari kegiatan lain. Paragraf 6 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Telekomunikasi Pasal 45 (1) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan telekomunikasi meliputi: a. peraturan zonasi untuk jaringan tetap dan sentral telekomunikasi; dan b. peraturan zonasi untuk jaringan bergerak selular. (2) Peraturan zonasi untuk jaringan tetap adalah sebagai berikut : a. zonasi jaringan tetap terdiri dari zona ruang manfaat dan zona ruang bebas; b. zona ruang manfaat adalah untuk tiang dan kabel-kabel dan dapat diletakkan pada zona manfaat jalan; dan c. zona ruang bebas dibebaskan dari bangunan dan pohon yang dapat mengganggu fungsi jaringan. (3) Peraturan zonasi untuk sentral telekomunikasi adalah sebagai berikut : a. zonasi sentral telekomunikasi terdiri dari zona fasilitas utama dan zona fasilitas penunjang; b. zona fasilitas utama adalah untuk instalasi peralatan telekomunikasi; c. zona fasilitas penunjang adalah untuk bangunan kantor pegawai, dan pelayanan publik; d. persentase luas lahan terbangun maksimal sebesar 50 % ; dan e. prasarana dan sarana penunjang terdiri dari parkir kendaraan, sarana kesehatan, ibadah gudang peralatan, papan informasi, dan loket pembayaran. (4) Peraturan zonasi untuk jaringan bergerak selular (menara telekomunikasi) diatur sebagai berikut : a. zona menara telekomunikasi terdiri dari zona manfaat dan zona aman; b. zona manfaat adalah untuk instalasi menara baik di atas tanah atau di atas bangunan; c. zona aman dilarang untuk kegiatan yang mengganggu sejauh radius sesuai tinggi menara; d. menara harus dilengkapi dengan sarana pendukung dan identitas hukum yang jelas. sarana pendukung antara lain pentanahan (grounding), penangkal petir, 38
  • 39. catu daya, lampu halangan penerbangan (aviation obstruction light), dan marka halangan penerbangan (aviation obstruction marking), identitas hukum antara lain nama pemilik, lokasi, tinggi, tahun pembuatan / pemasangan, kontraktor, dan beban maksimum menara; e. dilarang membangun menara telekomunikasi pada bangunan bertingkat yang menyediakan fasilitas helipad; f. jarak antar menara BTS pada wilayah yang datar minimal 10 km, dan pada wilayah yang bergelombang/berbukit/ pegunungan minimal 5 km; g. menara telekomunikasi untuk mendukung sistem transmisi radio microwave, apabila merupakan menara rangka yang dibangun diatas permukaan tanah maksimum tingginya 72 m; h. menara telekomunikasi untuk sistem telekomunikasi yang dibangun diatas permukaan tanah maksimum tingginya 50 m; i. menara telekomunikasi dilarang dibangun pada lahan dengan topografi lebih dari 800 m dpl dan lereng lebih dari 20%; dan j. demi efisiensi dan efektifitas penggunaan ruang, maka menara harus digunakan secara bersama dengan tetap memperhatikan kesinambungan pertumbuhan industri telekomunikasi. Paragraf 7 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Sumber Daya Air Pasal 46 Ketentuan Peraturan zonasi untuk sistem jaringan sumber daya air pada wilayah sungai disusun dengan memperhatikan : a. pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar wilayah sungai dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan; dan dilarang untuk membuang sampah, limbah padat dan atau cair dan mendirikan bangunan permanen untuk hunian dan tempat usaha; b. pemanfaatan ruang di sekitar wilayah sungai lintas kabupaten secara selaras dengan pemanfaatan ruang pada wilayah sungai di kabupaten yang berbatasan; dan c. pemanfaatan ruang sekitar sungai dapat dilakukan pada jarak 50 meter dari sungai besar dan 10 meter dari sungai kecil. Paragraf 8 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Air Bersih Pasal 47 Peraturan zonasi untuk sistem penyediaan air bersih diatur sebagai berikut: a. zonasi penyediaan air bersih terdiri atas zona unit air baku, zona unit produksi, zona unit distribusi, zona unit pelayanan dan zona unit pengelolaan; 39
  • 40. b. zona unit air baku adalah untuk bangunan penampungan air, bangunan pengambilan/penyadapan, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, sistem pemompaan, dan/atau bangunan sarana pembawa serta perlengkapannya; c. zona unit produksi adalah untuk prasarana dan sarana pengolahan air baku menjadi air bersih; d. zona unit distribusi adalah untuk sistem perpompaan, jaringan distribusi, bangunan penampungan, alat ukur dan peralatan pemantauan; e. zona unit pelayanan adalah untuk sambungan rumah, hidran umum, dan hidran kebakaran; f. zona unit pengelolaan adalah untuk pengelolaan teknis yang meliputi kegiatan operasional, pemeliharaan dan pemantauan dari unit air baku, unit produksi dan unit distribusi dan pengelolaan non teknis yang meliputi administrasi dan pelayanan; g. persentase luas lahan terbangun pada zona unit air baku maksimal sebesar 20 %; h. persentase luas lahan terbangun pada zona unit produksi maksimal sebesar 40 %; i. persentase luas lahan terbangun pada zona unit distribusi maksimal sebesar 20 %; j. unit produksi terdiri dari bangunan pengolahan dan perlengkapannya, perangkat operasional, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, serta bangunan penampungan air bersih; k. limbah akhir dari proses pengolahan air baku menjadi air bersih wajib diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke sumber air baku dan daerah terbuka; l. unit distribusi wajib memberikan kepastian kuantitas, kualitas air, dan jaminan kontinuitas pengaliran 24 jam per hari; dan m. untuk mengukur besaran pelayanan pada sambungan rumah dan hidran umum harus dipasang alat ukur berupa meter air yang wajib ditera secara berkala oleh instansi yang berwenang. Paragraf 9 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Drainase Pasal 48 Peraturan zonasi untuk sistem jaringan drainase diatur sebagai berikut : a. zona jaringan drainase terdiri dari zona manfaat dan zona bebas; b. zona manfaat adalah untuk penyaluran air dan dapat diletakkan pada zona manfaat jalan; c. zona bebas di sekitar jaringan drainase dibebaskan dari kegiatan yang dapat mengganggu kelancaran penyaluran air; dan d. pemeliharan dan pengembangan jaringan drainase dilakukan selaras dengan pemeliharaan dan pengembangan atas ruang milik jalan. 40
  • 41. Paragraf 10 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Pengelolaan Limbah Pasal 49 (1) Peraturan zonasi untuk sistem pembuangan air limbah meliputi sistem jaringan limbah domestik, limbah industri, dan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). (2) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan limbah diatur sebagai berikut : a. zona limbah domestik terpusat terdiri dari zona ruang manfaat dan zona ruang penyangga; b. zona ruang manfaat adalah untuk bangunan atau instalasi pengolahan limbah; c. zona ruang penyangga dilarang untuk kegiatan yang mengganggu fungsi pengolahan limbah hingga jarak 10 m sekeliling ruang manfaat; d. persentase luas lahan terbangun maksimal sebesar 10 %; e. pelayanan minimal sistem pembuangan air limbah berupa unit pengolahan kotoran manusia/tinja dilakukan dengan menggunakan sistem setempat atau sistem terpusat agar tidak mencemari daerah tangkapan air/ resapan air baku; f. perumahan dengan kepadatan rendah hingga sedang, setiap rumah wajib dilengkapi dengan sistem pembuangan air limbah setempat atau individual yang berjarak minimal 10 m dari sumur; g. perumahan dengan kepadatan tinggi, wajib dilengkapi dengan sistem pembuangan air limbah terpusat atau komunal, dengan skala pelayanan satu lingkungan, hingga satu kelurahan serta memperhatikan kondisi daya dukung lahan dan SPAM serta mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat; dan h. sistem pengolahan limbah domestic pada kawasan dapat berupa IPAL sistem konvensional atau alamiah dan pada bangunan tinggi berupa IPAL dengan teknologi modern. Paragraf 11 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Pengelolaan Sampah Pasal 50 (1) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan persampahan terdiri atas Tempat Penampungan Sementara (TPS), Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), dan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). (2) Peraturan zonasi untuk Tempat Penampungan Sementara (TPS) diatur sebagai berikut: a. zona TPS terdiri dari zona ruang manfaat dan zona ruang penyangga; b. zona ruang manfaat adalah untuk penampungan sampah dan tempat peralatan angkutan sampah; c. zona ruang penyanggah dilarang untuk kegiatan yang mengganggu penampungan dan pengangkutan sampah sampai sejarak 10m dari sekeliling zona ruang manfaat; d. persentase luas lahan terbangun sebesar 10 %; 41