Skripsi ini membahas pendidikan nilai dalam pengembangan pendidikan Islam melalui analisis novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Tujuannya adalah menganalisis nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam novel tersebut dan relevansinya dengan pendidikan Islam. Penelitian ini menggunakan metode analisis isi untuk mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan dalam novel Laskar Pelangi.
1. PENDIDIKAN NILAI DALAM PENGEMBANGAN
PENDIDIKAN ISLAM
(STUDI ANALISIS NOVEL LASKAR PELANGI)
SKRIPSI
diajukan oleh:
Nurul Lahir Sari Ifa
NIM: 05110095
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG
April, 2009
2. PENDIDIKAN NILAI DALAM PENGEMBANGAN
PENDIDIKAN ISLAM
(STUDI ANALISIS NOVEL LASKAR PELANGI)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Malang
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar
Strata Satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
diajukan oleh:
Nurul Lahir Sari Ifa
NIM: 05110095
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG
April, 2009
ii
3. Kupersembahkan Skripsi Ini Teruntuk:
Allah Swt & Rasulullah Saw
Ya Allah Engkaulah Dzat yang telah menciptakanKu, memberikan karunia nikmat yang tak
terhingga, melindungiku, membimbingku dan mengajariku dalam kehidupanku, Serta Wahai Engkau
ya Rasulullah ya habiballah yang telah memberikanku pengetahuan akan ajaran Tuhanku dan
membawaku dari jurang kejahilan menuju kehidupan yang
terang benderang.
Ayah dan Ibu Tercinta
Yang telah berjuang dengan penuh keikhlasan, yang telah menorehkan segala kasih dan sayangnya
dengan penuh rasa ketulusan yang tak kenal lelah dan batas waktu. Special FoR My Mam Engkaulah
Inspirasiku di saat aku rapuh & ketika semangatku memudar.
Bapak Trio Supriyatno, M. Ag
Yang telah membimbing penulis sehingga dapat terselesaikan rangkaian skripsi ini dan semua dewan
guru / dosen UIN Malang yang telah mengajari penulis dengan setiap jiwa yang dengan ilmunya
penulis menjadi tahu.
Andrea Hirata
Yang dengan karyanya telah memberikan ispirasi ku untuk berkarya khususnya dalam pembuatan
skripsi ini. Wahai karya sastra “novel laskar pelangi” wujudmu bagaikan dewa penolongku, tanpamu
matilah imajinasiku, jiwaku haus untuk membacamu mesti larut menemaniku, namun ini tiada beban
bagiku untuk mewududkan harapanku.
Saudara-saudaraku Tercinta
Muhammad Nasihin (Kakak kandungku), Irawati, ida, Novi Erna Nofitasari, Nur Jannah, Ana Azkiya
Nabila, Pak Agus & Mbak Rohmah, Nurus Saadah, Kak Ruri (yang setia dalam sebuah penantian),
Keluarga Besar Bani Tasyim, Dan Keluarga Besar Pondok Pesantren Nurul Jadid.
Teman-teman Seperjuangan:
Genk’s Ardisia (Aminatus Saidah, Maria Ulfa, Nur Fitria, Iin Aisyah) dalam rangkuman persahabatan
ini, segala pikiran, hasrat, dan keinginan terlahirkan bersama dengan sukacita yang utuh, pun tiada
terkirakan. Me2y & Ruro dua si joli dari Madura yang selalu dekat di hati sekalipun jauh hakikatnya
kalian emang koncoku yang tokcer abis. Konco-konco Kertorejo 15 A (Al Fitriyah, Mbak Titin, Nida,
Lulu, Icha, & yayik), Keluarga Besar HMJ, PMII Condro D, IMADE, HIMALAYA dan UKM
Pramuka , Serta semua Sahabat - sahabat yang telah dengan rela membantu hingga skripsi ini selesai,
Thank’s For All…?!!
Dari Nama-nama yang dimaksud di atas
Mudah - mudahan amal baktinya diterima oleh Allah SWT, Amin amin…!!!
iii
4. MOTTO
Artinya:
Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah
orang mengerjakan yang ma’ruf, serta
berpalinglah dari pada orang-orang yang
bodoh. (QS. Al-A’raf: 199)
(Diambil dari : Al Quran Dan Terjemahannya, Depag RI, 1974)
iv
5. Drs. Triyo Supriyatno, M. Ag
Dosen Fakultas Tarbiyah
Universitas Islam Negeri Malang
NOTA DINAS PEMBIMBING
Hal : Skripsi Nurul Lahir Sari Ifa Malang, 10 Maret 2009
Lampiran : 4 (Empat) Eksemplar
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Malang
di
Malang
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Sesudah melakukan beberapa kali bimbingan, baik dari segi isi, bahasa
maupun teknik penulisan, dan setelah membaca skripsi mahasiswa tersebut di
bawah ini:
Nama : Nurul Lahir Sari Ifa
NIM : 05110095
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi : Pendidikan Nilai Dalam Pengembangan Pendidikan Islam
(Studi Analisis Novel Laskar Pelangi)
Maka selaku Pembimbing, kami berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah layak
diajukan untuk diujikan.
Demikian, mohon dimaklumi adanya.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Pembimbing,
Drs. Triyo Supriyatno, M. Ag
NIP. 150 311 702
v
6. HALAMAN PERSETUJUAN
PENDIDIKAN NILAI DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM
(STUDI ANALISIS NOVEL LASKAR PELANGI)
SKRIPSI
Oleh:
Nurul Lahir Sari Ifa
Nim: 05110095
Telah Disetujui
Pada Tanggal 10 Maret 2009
Oleh:
Dosen Pembimbing:
Drs. Triyo Supriyatno, M. Ag
NIP. 150 311 702
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Drs. H. Moh. Padil, M. Pd
NIP. 150 267 235
vi
7. SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan, bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan
tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, 10 Maret 2009
Nurul Lahir Sari Ifa
vii
8. HALAMAN PENGESAHAN
PENDIDIKAN NILAI DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM
(STUDI ANALISIS NOVEL LASKAR PELANGI)
SKRIPSI
Dipersiapkan dan Disusun Oleh
Nurul Lahir Sari Ifa ( 05110095 )
Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Pada Tanggal
13 April 2009 dengan nilai A
dan Telah Dinyatakan Diterima Sebagai Salah Satu Persyaratan
untuk Memperoleh Gelar Strata Satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Pada Tanggal: 13 April 2009
Panitia Ujian
Ketua Sidang, Sekretaris Sidang /
Pembimbing,
Muhammad Walid, MA M. Amin Nur, MA
NIP. 150 310 896 NIP. 150 327 263
Pembimbing Penguji Utama
Drs. Triyo Supriyatno, M. Ag Dr. H. Baharuddin, M. Pd. I
NIP. 150 311 702 NIP. 150 215 385
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Malang
Prof. Dr. H. M. Djunaidi Ghony
NIP. 150 042 031
viii
9. KATA PENGANTAR
Segala syukur penulis panjatkan kepada Rabbul Izzati yang telah mengatur
roda kehidupan pada porosnya dengan keteraturannya, dan semoga hanya kepada-
Nyalah kita menundukkan hati dengan mengokohkan keimanan dan Izzah kita
dalam keridhoan-Nya. Karena berkat Rahman dan Rahim-Nya pula skripsi yang
berjudul ”Pendidikan Nilai Dalam Pengembangan Pendidikan Islam (Studi
Analisis Novel Laskar Pelangi” dapat terselesaikan dengan baik.
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada sang pejuang
sejati kita, yaitu Rasulullah Muhammad SAW, karena atas perjuangan beliau kita
dapat merasakan kehidupan yang lebih bermartabat dengan kemajuan ilmu
pengetahuan yang didasarkan pada iman dan Islam.
Dengan penuh ketulusan hati, penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar–besarnya dan teriring do’a kepada semua pihak yang telah
membantu demi kelancaran penulisan skripsi ini. Secara khusus penulis
sampaikan kepada yang terhormat:
1. Ayahanda dan Ibunda (Slamet Ahadun (Alm), Muhammad Suwono & Siti
Julaikha) tercinta yang dengan sabar telah membimbing, mendo’akan,
mengarahkan, memberi kepercayaan, kerja keras, dan keagungan doa serta
pengorbanan materi maupun spiritual demi keberhasilan penulis dalam
menyelesaikan studi di Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah
Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.
2. Bapak Prof. Dr. H. Imam Suprayogo selaku Rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Malang beserta stafnya yang telah memberikan fasilitas selama proses
belajar mengajar
3. Bapak Prof. Dr. H. M. Djunaidi Ghony selaku Dekan fakultas Tarbiyah
ix
10. 4. Bapak Drs. H. Moh. Padil M. Pd.I Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama
Islam beserta stafnya atas bantuan yang selama ini diberikan kepada penulis
dan kerja kerasnya dalam mengemban amanah.
5. Bapak Drs. Triyo Supriyatno, M. Ag selaku dosen pembimbing skripsi atas
kesabaran, ketelitian, motivasi, masukan, dan keikhlasan dalam meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran guna membimbing dan mengarahkan penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini dengan baik melalui media e-mail.
6. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini baik secara
spiritual, moril, maupun materiil.
Semoga segala bantuan yang diberikan kepada penulis tercatat sebagai
amal shalih yang diterima oleh Allah SWT.
Ada pepatah yang mengatakan tiada gading yang tak retak, begitu juga
dengan karya tulis ini, tentu masih banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi
kesempurnaan skripsi ini dan guna perbaikan penulis selanjutnya.
Akhirnya, semoga Allah SWT memberikan manfaat bagi penulis dan bagi
siapapun yang membacanya. Amin Ya Robbal’Alamin....
Malang, 10 Maret 2009
Penulis,
Nurul Lahir Sari Ifa
x
11. DAFTAR TRANSLITERASI
Dalam naskah skripsi ini dijumpai nama dan istilah teknis yang berasal
dari bahasa Arab ditulis dengan huruf latin. Pedoman transliterasi yang
dipergunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai berikut :
A. Konsonan
ا = tidak dilambangkan ض = dl
ب = b ط = th
ت = t ظ = dh
ث = ts ع = ‘ (koma menghadap keatas)
ج = j غ = gh
ح = h ف = f
خ = kh ق = q
د = d ك = k
ذ = dz ل = l
ر = r م = m
ز = z ن = n
س = s و = w
ش = sy ئ = h
ص = sh ي = y
xi
12. Hamzah ( ء ) yang sering dilambangkan dengan alif, apabila terletak
diawal kata maka dalam transliterasinya mengikuti vokalnya, tidak dilambangkan,
namun apabila terletak ditengah atau akhir kata maka dilambangkan dengan tanda
koma diatas ( ’ ), berbalik dengan koma ( ‘ ), untuk penganti lambang “ ع ”.
B. Vokal, panjang dan diftong
Setiap penulisan bahasa Arab dalam bentuk tulisan latin vocal fathah
ditulis dengan “a”, kasrah dengan “i”, dlommah dengan “u”, sedangkan
bacaan panjang masing-masing ditulis dengan cara berikut ;
Vocal (a) panjang = a^
Vocal (i) panjang = i^
Vocal (u) panjang = u^
Khusus untuk bacaan ya’ nisbat, maka tidak boleh digantikan dengan
“i”, melainkan tetap ditulis dengan “iy” agar dapat menggambarkan ya’ nisbat
diakhirnya. Begitu juga suara diftong, wawu dan ya’ setelah fathah ditulis
dengan “aw” dan “ay”. Misalnya Qawlun dan khayrun.
C. Ta’marbuthah ( ة )
Ta’marbuthah ditransliterasikan dengan “t” jika berada ditengah-
tengah kalimat, akan tetapi apabila Ta’marbuthah tersebut berada diakhir
kalimat, maka ditransliterasikan dengan menggunakan “h” misalnya al-risalat
li al-mudarrisah, atau apabila berada ditengah-tengah kalimat yang terdiri dari
susunan mudlaf dan mudlaf ilayh, maka ditransliterasikan dengan
xii
13. menggunakan "t" yang disambungkan dengan kalimat berikutnya, misalnya fi
rahmatillah.
D. Kata Sandang dan lafdh al-Jalalah
Kata sandang berupa “al” ( ) ا لditulis dengan huruf kecil, kecuali
terletak diawal kalimat, sedangkan “al” dalam lafdh jalalah yang berada
ditengah-tengah kalimat yang disandarkan (idhafah) maka dihilangkan.
Misalnya Al-Imam al-Bukhariy
E. Nama dan Kata Arab Terindonesiakan
Pada prinsipnya setiap kata yang berasal dari bahasa Arab harus ditulis
dengan menggunakan system Transliterasi ini, akan tetapi apabila kata
tersebut merupakan nama Arab dari orang Indonesia atau bahasa Arab yang
sudah terindonesiakan, maka tidak perlu ditulis dengan menggunakan system
translitersi ini. Contoh: Abdurrahman Wahid, Salat, Nikah
xiii
14. DAFTAR TABEL
Tabel I : Paparan Data Nilai-Nilai Yang Terdapat Dalam Novel Laskar
Pelangi…………………………………………………………...84
Tabel II : Paparan Data Metode Pengajaran Nilai Yang Terkandung Dalam
Novel Laskar Pelangi…………………………………………...103
Tabel III : Paparan Data Nilai-Nilai Yang Dapat Dikembangkan Dalam
Pendidikan Islam……………………………………………….106
xiv
15. DAFTAR GAMBAR
Gambar I : Sepuluh Murid-murid Sekolah Muhammadiyah (Lintang, Ikal,
Mahar, Trapani, Kucai, Sahara, Harun, Samson, A kiong, dan
Syahdan).
Gambar II : Ibu N.A. Muslimah Hafsari atau Bu Mus.
Gambar III : Andrea Hirata (Pengarang Novel Laskar Pelangi) dan dalam
novelnya digambarkan sebagai tokoh Ikal.
Gambar IV : Cover Laskar Pelangi Edisi Lama (Kiri) dan Edisi Baru (Kanan)
xv
16. DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Bukti Konsultasi
Lampiran 2 : Bukti Konsultasi Via E-mail
Lampiran 3 : Profile Andrea Hirata (Penulis Novel Laskar Pelangi)
Lampiran 4 : Sinopsi Novel Laskar Pelangi
Lampiran 5 : Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata
Lampiran 6 : Daftar Riwayat Hidup
xvi
17. DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL......................................................................................i
HALAMAN JUDUL .........................................................................................ii
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................iii
HALAMAN MOTTO ......................................................................................iv
HALAMAN NOTA DINAS..............................................................................v
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................vi
HALAMAN PERNYATAAN.........................................................................vii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................viii
KATA PENGANTAR......................................................................................ix
HALAMAN TRANSLITERASI ....................................................................xi
DAFTAR TABEL ..........................................................................................xiv
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................xvi
DAFTAR ISI..................................................................................................xvii
HALAMAN ABSTRAK ................................................................................xxi
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar Balakang .................................................................................1
B. Rumusan Masalah ............................................................................5
C. Tujuan Penelitian..............................................................................5
D. Manfaat Penelitian ...........................................................................6
E. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................7
xvii
18. F. Definisi Operasional .........................................................................8
G. Sistematika Pembahasan ..................................................................9
BAB II KAJIAN PUSTAKA ..........................................................................11
A. Novel..............................................................................................11
1. Pengertian Novel ........................................................................11
2. Karakteristik Novel ....................................................................12
3. Ciri-ciri Novel ............................................................................14
4. Unsur-unsur Novel .....................................................................16
5. Bentuk-bentuk Tulisan Novel ....................................................23
6. Peran Novel ................................................................................26
B. Konsep Dasar Pendidikan Nilai .....................................................27
1. Definisi Dan Orientasi Pendidikan Nilai....................................27
2. Landasan Pendidikan Nilai ........................................................32
3. Klasifikasi Pendidikan Nilai ......................................................51
C. Pengembangan Pendidikan Islam...................................................56
1. Pengertian Pengembangan Pendidikan Islam............................56
2. Orientasi Pengembangan Pendidikan Islam ..............................59
D. Pendidikan Nilai Dalam Pengembangan Pendidikan Islam...........61
1. Pendidikan Nilai Dalam Pendidikan Agama Islam ...................61
2. Pendidikan Nilai Dalam Bingkai Cerita dan Kisah Sebagai
Bentuk Pengembangan Pendidikan Islam .................................63
3. Kontribusi Pendidikan Nilai Dalam Pengembangan
Pendidikan Islam .......................................................................65
xviii
19. BAB III METODE PENELITIAN ................................................................67
A. Pendekatan Penelitian ..................................................................67
B. Data Dan Sumber Data ................................................................68
C. Teknik Pengumpulan Data...........................................................69
D. Instrumen Penelitian ....................................................................70
E. Analisis Data................................................................................71
F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan data ..........................................74
BAB IV HASIL PENELITIAN......................................................................76
A. Deskripsi Unsur-unsur Novel Laskar Pelangi .............................76
B. Deskripsi Nilai-nilai yang Terdapat dalam Novel Laskar
Pelangi .........................................................................................83
C. Deskripsi Metode Pengajaran Nilai yang Terkandung dalam
Novel Laskar Pelangi.................................................................102
D. Deskripsi Nilai-nilai yang Dapat Dikembangkan dalam Pendidikan
Islam...........................................................................................105
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN.......................................114
A. Pembahasan Hasil Analisis Nilai-nilai yang Terdapat dalam Novel
Laskar Pelangi............................................................................114
B. Pembahasan Hasil Analisis Metode Pengajaran Nilai yang
Terkandung dalam Novel Laskar Pelangi..................................138
C. Pembahasan Hasil Analisis nilai-nilai yang dapat dikembangkan
dalam pendidikan Islam .............................................................141
xix
20. D. Pembahasan Hasil Analisis kontribusi Pendidikan Nilai dalam Novel
Laskar Pelangi terhadap Pengembangan Pendidikan Islam ......158
BAB VI PENUTUP ......................................................................................162
A. Kesimpulan ...............................................................................162
B. Saran ..........................................................................................165
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xx
21. ABSTRAK
Ifa, Nurul, Lahir Sari. Pendidikan Nilai Dalam Pengembangan Pendidikan Islam
(Studi Analisis Novel Laskar Pelangi). Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam,
Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri Malang. Pembimbing Drs. Triyo
Supriyatno, M. Ag.
Rendahnya mutu Pendidikan Nasional disebabkan oleh kelemahan
pendidikan dalam membekali kemampuan akademis kepada peserta didik. Lebih
dari itu ada hal lain yang tidak kalah penting, yaitu kurangnya pendidikan nilai
secara bermakna. Hingga sekarang, dunia pendidikan masih diwarnai perilaku
siswa membolos, berkelahi atau tawuran, mencuri dan menganiaya, hingga
mengkonsumsi minuman keras dan narkotika. Bahkan sudah ada gejala peredaran
adegan porno yang diperankan oleh para pelajar. Fenomena ini tentunya tidak
akan terjadi apabila orang tua dan lembaga pendidikan berhasil mengajarkan nilai-
nilai yang berlaku di masyarakat.
Novel Laskar Pelangi merupakan salah satu novel yang isi pesannya
mengandung unsur pendidikan nilai. Disinilah, penulis tergugah ingin meneliti
dan menganalisis novel ini. Adapun judul penelitian ini adalah Pendidikan Nilai
Dalam Pengembangan Pedidikan Islam (Studi Analisis Novel Laskar Pelangi).
Sedangkan rumusan masalahnya yaitu nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam
novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, bagaimana metode pengajaran nilai
yang terkandung dalam novel Laskar Pelangi, nilai-nilai apa saja terkandung
dalam novel Laskar Pelangi yang dapat dikembangkan dalam pendidikan Islam,
dan apa kontribusi pendidikan nilai dalam novel Laskar Pelangi terhadap
pengembangan pendidikan Islam.
Dalam prakteknya, penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang
berupa kata-kata tertulis dan bukan angka. Dengan demikian, laporan penelitian
akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan
tersebut. Kutipan-kutipan data yang disajikan dalam penelitian ini ditegaskan
dalam bentuk lampiran tabel pemaparan data yang diperoleh dari pemahaman
makna yang terdapat pada setiap kata, kalimat, paragraf, teks. Dari pemahaman
makna secara keseluruhan, dilakukan penafsiran dan pengkategorian data yang
terkandung dalam novel Laskar Pelangi.
Penggumpulan data penelitian ini menggunakan metode dengan
menggunakan analisis konten (Content Analysis). Maka kegiatan yang dilakukan
adalah pemberian makna pada paparan bahasa berupa (1) paragraf-paragraf yang
mengemban gagasan tentang Nilai-nilai yang terkandung dalam novel Laskar
Pelangi karya Andrea Hirata, (2) paragraf-paragraf yang mengandung gagasan
tentang metode pengajaran nilai yang terkandung dalam novel Laskar Pelangi, (3)
paragraf-paragraf yang mengemban gagasan tentang nilai-nilai yang dapat
dikembangkan dalam pendidikan Islam, dan (4) paragraf-paragraf yang
mengemban gagasan tentang kontribusi pendidikan nilai dalam novel Laskar
Pelangi terhadap pengembangan pendidikan Islam. Pemahaman dan analisis
xxi
22. tersebut dilakukan melalui kegiatan membaca, menganalisis dan merekonstruksi.
Dalam melakukan pemaknaan data peneliti harus memiliki dasar pengetahuan dan
pengalaman tentang klasifikasi pendidikan nilai, metode ngajar pendidikan nilai,
nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan Islam dan kontribusi pendidikan
nilai dalam pengembangan pendidikan Islam sesuai acuan teori.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai yang terdapat dalam novel
Laskar Pelangi karya Andrea Hirata terbagi menjadi tiga kalsifikasi yaitu nilai
personal, nilai sosial, dan nilai estetika. Sedangkan metode pengajaran nilai yang
terkandung dalam novel Laskar Pelangi adalah metode bercerita dan kisah.
Kemudian nilai-nilai yang dapat dikembangkan dalam pendidikan Islam yang
terdapat dalam novel Laskar Pelangi adalah nilai aqidah, nilai syariah dan nilai
akahlak atau budi peketi. Dan kontribusi pendidikan nilai dalam novel Laskar
Pelangi terhadap pengembangan pendidikan Islam adalah memberikan kontribusi
berupa konstruksi ideologi nilai-nilai Islam. Adanya konstruksi idelogi nilai-nilai
Islam tersebut, juga merupakan salah satu sumbangsi dalam meningkatkan
kualitas layanan pendidikan Islam untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas,
yang berbekal pengetahuan, pribadi yang Islami, dan kompentensi ungul yang
dibangun oleh seluruh sinergi positif.
Oleh karena itu, menurut hemat penulis, nilai-nilai yang terdapat novel
Laskar Pelangi baik nilai personal, nilai sosial, nilai seni, nilai aqidah, nilai
syariah, nilai akahlak (budi pekerti) merupakan nilai-nilai yang dapat ditanamkan
atau diajarkan di setiap lembaga pendidikan. Namun secara khusus untuk nilai
aqidah, syariah, dan akahlak (budi pekerti) lebih sesuai jika dikembangkan pada
Pendidikan Islam, karena ketiga nilai tersebut merupakan pokok ajaran dalam
Islam. Maka dari itu, pendidikan Islam memiliki peranan penting dalam
mengembangkan nilai-nilai tersebut, sebagai upaya untuk memanifestasikan atau
mengejawantahkan nilai-nilai Islam, baik nilai-nilai ketuhanan maupun nilai-nilai
kemanusiaan, melalui kegiatan pendidikan sebagaimana tercakup dalam praktik
pendidikan Islam. Dan hal ini akan dapat membantu pengembangan pendidikan
Islam untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan.
Kata kunci: Novel Laskar Pelangi, Pendidikan Nilai, Pengembangan
Pendidikan Islam
xxii
23. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Novel laskar pelangi merupakan sebuah produk karya sastra yang
mencakup nilai-nilai karya cipta kreasi yang mengandung nilai-nilai
keindahan. Nilai-nilai karya sastra tersebut bersumber dari kenyataan-
kenyataan yang hidup dan selalu berkembang di masyarakat sebagai bentuk
realitas yang objektif. Novel karya sastra yang ditulis oleh Andrea Hirata ini
mengandung esensi yang didalamnya banyak memberikan representasi
tentang pendidikan nilai. Dari representasi inilah, maka penulis merasa ingin
melakukan penyelidikan (analisis) terhadap novel laskar pelangi. Adapun
bagian isi novel yang menunjukkan hal itu adalah;
Pak Harfan memberikan pelajaran pertama kepada sepuluh muridnya
tentang keteguhan pendirian, tentang ketekunan, tentang keinginan kuat
untuk mencapai cita-cita. Beliau meyakinkan sepuluh muridnya bahwa
hidup bisa demikian bahagia dalam keterbatasan jika dimaknai dengan
keikhlasan berkorban untuk sesama. Lalu beliau juga menyampaikan
sebuah prinsip yang diam-diam menyelinap jauh ke dalam dada serta
memberikan arah bagi murid-muridnya hingga dewasa, yaitu bahwa
hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya, bukan untuk menerima
sebanyak-banyaknya1
Sejak kecil aku tertarik untuk menjadi pengamat kehidupan dan
sekarang aku menemukan kenyataan yang mempesona dalam sosiologi
lingkungan kami yang ironis. Disini ada sekolahku yang sederhana,
para sahabatku yang melarat, orang Melayu yang terabaikan, juga ada
orang staf dan sekolah PN yang glamor, serta PN Timah yang gemah
rimpah dengan Gedong, tembok feodalistisnya. Semua elemen itu
adalah perpustakaan berjalan yang memberiku pengetahuan baru setiap
hari2
1
Andrea Hirata, Laskar Pelangi (Yogyakarta: PT Bentang Pustaka, 2005), hlm. 24
2
Ibid., hlm. 84
1
24. 2
Kutipan cerita di atas merupakan sekelumit representasi dari novel
lasakar pelangi yang patut diteladani bagi manusia khususnya para tenaga
pendidik dalam dunia pendidikan. Kutipan cerita di atas mengisyaratkan
bahwa seorang guru dalam proses pembelajaran memiliki peran dan fungsi
bukan hanya sebagai mentranformasikan knowledge, tetapi sekaligus juga
membimbing dan mengajarkan kepada peserta didik agar menyadari nilai
kebenaran, kebaikan dan keindahan, melalui proses pertimbangan nilai yang
tepat dan pembiasaan yang bertindak konsisten. Bimbingan dan pengajaran
nilai-nilai inilah yang disebut sebagai pendidikan nilai.3
Pendidikan nilai secara bermakna sangat penting dalam menunjang
mutu pendidikan. Saat ini rendahnya mutu Pendidikan Nasional tidak hanya
disebabkan oleh kelemahan pendidikan dalam membekali kemampuan
akademis kepada peserta didik. Lebih dari itu ada hal lain yang tidak kalah
penting, yaitu kurangnya pendidikan nilai secara bermakna. Mengapa
pendidikan nilai sangat diperlukan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut,
maka perlu mengetahui masalah-masalah yang terjadi dalam pendidikan.
Adapun masalah yang dihadapi oleh pendidikan saat ini, betapa sekolah
umum atau lainnya telah merebaknya kasus VCD purno yang dilakukan
oknum mahasiswa Itenas Bandung menambah panjang daftar asusila yang
dilakukan peserta didik, lalu muncul kasus yang serupa yang dilakukan para
yunior mereka di tingkat SMP dan SMU. Di Jawa Barat ada beberapa siswa
dan siswi SMU Negeri yang berbuat tidak senonoh di dalam kelas dengan
3
Rokhmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai (Bandung: Alfabeta, 2004),
hlm. 119
25. 3
masih menggunakan seragam sekolah. Dalam kasus lain seorang anak SMP
tega membunuh orang tuanya sendiri, di tempat lain seorang anak madrasah
ibtidaiyah bunuh diri dengan alasan tidak sanggup membayar SPP, bahkan
ada anak madrasah yang bunuh diri hanya karena baju seragam hari itu tidak
bisa dipakai karena basah terkena hujan.4
Dalam kasus selanjutnya adalah praktik pendidikan sering dikesankan
sebagai sederetan instruksi guru dan murid-muridnya. Apalagi dengan istilah
yang sekarang sering digembar-gemborkan dalam dunia pendidikan yaitu
sebagai pendidikan yang menciptakan manusia ”siap pakai”. Kata ini berarti
menghasilakan tenaga-tenaga yang dibutuhkan dalam pengembangan dan
persaingan bidang industri dan tegnologi. Memerhatikan secara kritis masalah
ini, tampak bahwa manusia dipandang layaknya material atau komponen
pendukung industri. Lembaga pendidikan sekedar mampu menjadi lembaga
produksi penghasil material atau komponen dengan kualitas tertentu yang di
tuntut pasar. Ironisnya, kenyataannya ini justru disambut antusias oleh banyak
lembaga pendidikan.5
Saat sekarang ini, dunia pendidikan masih diwarnai perilaku siswa
membolos, berkelahi atau tawuran, mencuri dan menganiaya, hingga
mengkonsumsi minuman keras dan narkotika.6
4
Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai Mengumpulkan yang Terserak,
Menyambung yang Terputus, dan Menyatukan yang Tercerai (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm.
29
5
Ibid., hlm. 31
6
Tatik Rejeki, Konsep Pendidikan Nilai yang Menyenangkan (http:www.yahoo.com,
diakses 26 Februari 2008)
26. 4
Disinilah proses penanaman pendidikan nilai sangat dibutuhkan di
lembaga pendidikan yang bertujuan untuk membantu peserta didik agar
memahami, menyadari, mengalami nilai-nilai serta mampu menempatkannya
secara integral dalam kehidupan.
Pendidikan nilai sangat erat hubungannya dengan pendidikan Islam.
Pendidikan Islam memiliki peranan penting dalam mengimplementasikan
pendidikan nilai sebagai suatu tindakan pendidikan. Value Education
(pendidikan nilai) dilibatkan dalam setiap tindakan pendidikan, baik dalam
memilih maupun dalam memutuskan setiap hal untuk kebutuhan belajar.
Melalui pendidikan nilai, guru dapat mengevaluasi siswa, demikian pula
sebaliknya, siswa dapat mengukur kadar nilai yang disajikan guru dalam
proses pembelajaran. Singkat kata, dalam bentuk persepsi, sikap, keyakinan,
dan tindakan manusia dalam pendidikan, nilai selalu disertakan. Bahkan
melaui nilai itulah manusia dapat bersikap kritis terhadap dampak-dampak
yang ditimbulkan pendidikan. Untuk itu, selain diposisikan sebagai muatan
pendidikan, nilai juga dapat dijadikan sebagai media kritik bagi setiap orang
yang berkepentingan dengan pendidikan dalam mengevaluasi proses dan hasil
pendidikan. Dari penjelasan tersebut jelaslah bahwa dengan adanya
penanaman pendidikan nilai dalam lembaga Pendidikan Islam, maka akan
dapat membantu pengembangan pendidikan Islam khususnya dalam proses
dan tujuan pendidikan Islam yang dicita-citakan.
Dari latar belakang di atas, maka penulis mengangkat skripsi yang
berjudul ”Pendidikan Nilai Dalam Pengembangan Pendidikan Islam
27. 5
(Studi Analisis Novel Laskar Pelangi)”, dengan harapan novel ini mampu
menjawab keterpurukan pendidikan Islam saat sekarang dan membawa
pendidikan Islam kelevel yang lebih baik dan mampu memberikan kontribusi
dalam pengembangan pendidikan Islam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas penulis formulasikan dalam rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam novel laskar pelangi karya
Andrea Hirata ?
2. Bagaimana metode pengajaran nilai yang terkandung dalam novel laskar
pelangi?
3. Nilai-nilai apa saja terkandung dalam novel laskar pelangi yang dapat
dikembangkan dalam pendidikan Islam ?
4. Apa kontribusi pendidikan nilai dalam novel laskar pelangi terhadap
pengembangan pendidikan Islam?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian di dalam karya ilmiah merupakan target yang hendak
dicapai melalui serangkaian aktivitas penelitian, karena segala sesuatu yang
diusahakan pasti mempunyai tujuan tertentu sesuai dengan permasalahannya.
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendiskripsikan nilai-nilai dalam novel laskar pelangi karya Andrea
Hirata,
28. 6
2. Mendiskripsikan metode pengajaran nilai yang terkandung dalam novel
laskar pelangi,
3. Mendiskripsikan nilai-nilai yang terkandung dalam novel laskar pelangi
yang dapat dikembangkan dalam pendidikan Islam, dan
4. Mendiskripsikan kontribusi pendidikan nilai dalam novel ”laskar pelangi”
tehadap Pengembangan Pendidikan Islam.
D. Manfaat Penelitian
Setiap kegiatan penelitian pasti mempunyai nilai kemanfaatan bagi
peneliti maupun orang lain. Karena ini kegiatan ilmiah yang dilakukan secara
logis dan sistematis, agar penulisan ini harapkan bermanfaat:
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan untuk mengetahui nilai-nilai
yang terkandung dalam novel laskar pelangi, metode pengajaran nilai yang
terkandung dalam laskar pelangi, nilai-nilai yang dapat dikembangkan
dalam pendidikan Islam dan kontribusi pendidikan nilai dalam novel
laskar pelangi terhadap pengembangan pendidikan Islam.
2. Secara praktis, hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi:
a. Pendidikan Islam, diharapkan pendidikan nilai menjadi bahan rujukan
dalam praktik sebagai pendukung dalam proses dan tujuan
pengembangan pendidikan Islam.
b. Guru Pendidikan Agama Islam (PAI), diharapkan guru dapat
merealisasikan penanaman pendidikan nilai semisal guru bertugas
bukan hanya mengajar, tetapi lebih utama sebagai pendidik yang di
pundaknya digantungkan harapan untuk mencetak generasi bangsa
29. 7
yang cerdas, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia.
Dengan demikian, pendidikan nilai bukan hanya dapat mengembalikan
filosofi dasar pendidikan Indonesia, namun juga karena Indonesia
sebagai negara Pancasila, dapat kembali menumbuhkan nilai-nilai
luhur yang menjadi ciri kepribadian bangsa kita, seperti
keramahtamahan, kesopanan, gotong royong, tepa selira, dan lain-lain.
Pada akhirnya, pendidikan bukan hanya menyediakan manusia
berintelektual tinggi, namun juga manusia yang merasa (peka)
terhadap kondisi sekitarnya dan mampu mengatasi situasi krisis yang
rumit sekali pun.
c. Peserta didik, pendidikan nilai untuk membekali individu menjadi
manusia yang professional yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, mandiri, cakap, dan
menjadi seseorang yang bertanggung jawab.
d. Bagi peneliti yang lain, untuk mengembangkan pengetahuan yang
terkait dengan nilai dan sebagai bekal peneliti apabila sudah terjun di
lapangan agar dapat membantu lembaga pendidikan Islam yang erat
kaitannya dengan praktik pendidikan nilai.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Pendidikan nilai merupakan masalah yang mendasar dan urgen dalam
proses dan tujuan pembelajaran di dunia pendidikan, pembahasan masalah
pendidikan nilai sangat kompleks sekali, maka dari itu untuk lebih
mensistematiskan pembahasan masalah ini tidak melebar terlalu jauh dari
30. 8
sasaran sehingga akan memudahkan pembahasan dan penyusunan laporan
penelitian ini. Adapun ruang lingkup pembahasan pada penelitian ini adalah
(1) Nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam novel laskar pelangi karya
Andrea Hirata? (2) Bagaimana metode pengajaran nilai yang terkandung
dalam novel laskar pelangi? (3) Nilai-Nilai apa saja yang dapat
dikembangkan dalam pendidikan Islam dalam novel laskar pelangi? dan (4)
Apa kontribusi pendidikan nilai dalam novel laskar pelangi terhadap
pengembangan pendidikan Islam? Adapun dalam pembahasan apabila ada
permasalahan diluar tersebut di atas maka sifatnya hanyalah sebagai
penyempurna sehingga pembahasan ini sampai pada sasaran yang dituju.
E. Definisi Oprasional
Agar pembahasan lebih fokus, maka perlu dicantumkan penjelasan
istilah dari skripsi berjudul: Pendidikan Nilai dalam Pengembangan
Pendidikan Islam (Studi Analisis Novel Laskar Pelangi), yakni:
1. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan,
perbuatan dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya
atau Kegiatan mengenali, mengidentifikasi, memberikan tanda-penanda
dan sebagainya berdasarkan pemikiran yang mendalam pada sebuah teks
atau keadaan,
2. Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita
kehidupan seseorang dengan orang disekelilingnya dan menonjolkan sifat
dan watak setiap pelaku,
31. 9
3. Pendidikan Nilai adalah sebagai usaha untuk membimbing peserta didik
dalam memahami, mengalami dan mengamalkan nilai-nilai ilmiah,
kewarganegaraan dan sosial yang tidak secara khusus dipusatkan pada
pandangan agama tertentu atau penanaman dan pengembangan nilai-nilai
dalam diri seseorang, dan
4. Pengembangan Pendidikan Islam merupakan suatu proses, cara atau
perbuatan mengembangkan pendidikan Islam melalui penanaman nilai-
nilai religi, estetika, sosial dan personal dengan tujuan untuk mewujudkan
perubahan tingkah laku peserta didik yang Islami, terampil, kreatif,
berjiwa sosial, dan mandiri dengan bekal nilai personal.
F. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah pembahasan dalam skripsi ini, penulis
memperinci dalam sistematika pembahasan sebagai berikut:
• BAB I : Pendahuluan, penulis membahas pokok-pokok pikiran untuk
memberikan gambaran terhadap inti pembahasan, pokok
pikiran tersebut masih bersifat global. Pada bab ini terdiri dari
latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, penegasan istilah;
• BAB II : Memaparkan tentang landasan teoritis yang berkaitan dengan
novel, pendidikan nilai, dan pengembangan pendidikan Islam;
• BAB III : Memaparkan tentang metode penelitian, yang meliputi tentang
rancangan penelitian, data dan sumber data, teknik
pengumpulan data, instrument penelitian dan analisis data;
32. 10
• BAB VI : Paparan data penelitian novel laskar pelangi yang meliputi;
deskripsi nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam novel
laskar pelangi karya Andrea Hirata, deskripsi metode
pengajaran nilai yang terkandung dalam novel laskar pelangi,
deskripsi nilai-nilai yang dapat dikembangkan dalam
pendidikan Islam, dan kontribusi pendidikan nilai dalam novel
laskar pelangi terhadap pengembangan pendidikan Islam;
• BAB V : Pembahasan hasil analisis penelitian yang meliputi nilai-nilai
apa saja yang terkandung dalam novel laskar pelangi karya
Andrea Hirata, metode pengajaran nilai yang terkandung
dalam novel laskar pelangi, nilai-nilai yang dapat
dikembangkan dalam pendidikan Islam, dan kontribusi
pendidikan nilai dalam novel laskar pelangi terhadap
pengembangan pendidikan Islam;
• BAB VI : Penutup, pada bab ini berisikan tentang kesimpulan dari
pembahasan dan saran.
33. BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Novel
1. Pengertian Novel
Novel berasal dari bahasa Italia yaitu Novella, yang secara harfiah
berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita
pendek dalam bentuk prosa. Dalam The American Colage, dikatakan bahwa
novel adalah suatu cerita fiksi dengan panjang tertentu, melukiskan para
tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata representative dalam suatu alur
atau suatu kehidupan yang agak kacau atau kusut.7
Sumardjo memberikan pengertian novel sebagai cerita berbentuk
prosa dalam ukuran yang luas, di sini berkaitan dengan fisik novel maupun
unsur yang ada dalam novel tersebut, misalnya saja plot yang kompleks,
keaneka ragaman karakter dan cerita yang beragam. Sedangkan menurut
Husnan, novel adalah suatu karangan atau karya sastra yang lebih panjang
daripada cerpen atau lebih pendek daripada roman dan kejadian-kejadian
yang digambarkan melahirkan suatu konflik jiwa dan mengakibatkan suatu
perubahan nasib.8
Viginia Woff mengatakan bahwa, suatu prosa atau novel adalah
sebuah eksplorasi atau suatu kronik penghidupan, merenungkan dan
7
Rini Wiediastutik S, Analisis Nilai-Nilai Humanistik Tokoh dalam Novel Kuncup Berseri
Karya NH. Dini, Skripsi, (FKIP UMM, 2005), hlm. 9
8
Ibid..
11
34. 12
melukiskan dalam bentuk yang tertentu, pengaruh, ikatan hasil, kehancuran,
atau tercapainya gerak gerik manusia.9
Novel merupakan struktur yang bermakna. Novel tidak sekedar
merupakan serangkaian tulisan yang menggairahkan ketika di baca, tetapi
merupakan struktur pikiran yang tersusun dari unsur-unsur padu.10
Novel adalah sebuah cerita fiksi yang jumlah halamannya mencapai
berpuluh-puluh, ratusan, atau beratus-ratus, seperti: serial Harry Potter,
Load of The Ring, Eragon atau Ranggamorfosa Sang Penakhluk Istana.11
Novel merupakan menceritakan suatu peristiwa pada rentang waktu
yang cukup panjang dengan beragam karakter yang diperankan oleh tokoh.12
Dari beberapa pengertian novel di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa novel adalah suatu cerita panjang dengan berbagai karakter yang
mengisahkan kehidupan manusia, mulai dari konflik-konflik dan
permasalahannya secara rinci, detail, dan kompleks dengan proses berfikir
yang terstruktur.
2. Karakteristik Novel
Menurut Watson, karakteristik novel Indonesia adalah novel-novel
yang dimulai tahun 1920, yaitu novel yang diterbitkan oleh Balai Pustaka.
Menurutnya novel Indonesia tidak muncul begitu saja, melainkan melalui
9
Hardjana, Cara Mudah Mengarang Cerita Anak-anak (Jakarta: PT Grasindo, 2006), hlm.
13
10
Sugihastuti dan Suhartono, Kritik sastra Feminis Teori dan Aplikasinya (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 43
11
Burhan Nurgiantoro, Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2005), hlm. 287
12
Ameliawati, Analisis Instink Pada Tokoh Utama Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya
Ahmad Tohari, Skripsi, (FKIP UMM, 2006), hlm. 16
35. 13
proses panjang yang terjadi sebelumnya, yaitu sejak perkembangan
komunikasi di Jawa dan Sumatera di pertengahan abad XIX.13
Karakteristik novel Indonesia ada sedikit perbedaan antara roman,
novel dan cerpen. Ada juga yang disebut novellet. Dalam roman biasanya
kisah berawal dari tokoh lahir sampai dewasa kemudian meninggal, roman
biasanya mengikuti aliran romantik. Sedangkan novel berdasarkan realisme,
dan di dalam novel penggambaran tokoh biasanya merupakan sebagian dari
hidupnya yang dapat berubah dari keadaan sebelumnya.14 Berbeda dengan
cerita pendek yang tidak berkepentingan pada kesempurnaan cerita atau
keutuhan sebuah cerita, tetapi lebih berkepentingan pada impresi atau kesan.
Karakteristik novel Indonesia meliputi empat periode: (1) Angkatan
Balai Pustaka, (2) Angkatan Pujangga Baru, (3) Angkatan 45, dan (4)
Angkatan Sesudah 45.
1. Angkatan Balai Pustaka, pujangga yang termasuk angkatan Balai Pustaka
beserta karangannya: Marah Rusli dengan salah satu karyanya yang
berjudul Siti Nurbaya, keinginan Marah Rusli terhadap novel ini adalah
ia ingin merombak adat yang berlaku pada masa itu dan dianggap sebagai
pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.15
2. Angkatan Pujangga Baru, tokoh pujangga baru dan karyanya: Sutan
Takdir Alisjahbana dengan salah satu karyanya yang berjudul Layar
13
Faruk, Pengantar Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 87.
14
Yandianto, Apresiasi Karya Sastra dan Pujangga Indonesia (Bandung: M2S, 2004),
hlm. 160.
15
Ibid., hlm. 17.
36. 14
Terkembang, keinginan Sutan Takdir Alisjahbana terhadap novel ini
adalah mendambakan pembaharuan pada corak kebudayaan bangsanya.
3. Angkatan 45, sastrawan dalam angkatan 45 dan karyanya yakni: Idrus
dengan salah satu karyanya yang berjudul Aki, keinginan Idrus terhadap
novelnya adalah ia berusaha menampilkan topik lain yang lebih luas dan
mendasar daripada hanya soal cinta, usaha yang disertai keyakinan penuh
akan menghasilkan apa yang dicita-citakan.
4. Angkatan Sesudah 45, setelah memulai proses yang cukup rumit
akhirnya didapatkan satu nama sastrawan yang termasuk kelompok
Angkatan Sesudah 45 atau Angkatan 66 ini yakni Montingo Busye
dengan salah satu karyanya yang berjudul Hari Ini Tak Ada Cinta,
keinginan pengarang terhadap novel ini adalah hendaknya kita
bertanggung jawab akan merugikan orang lain.
3. Ciri-ciri Novel
Sebagai salah satu hasil karya sastra, novel memiliki ciri khas
tersendiri bila dibandingkan dengan karya sastra yang lain. Dari segi jumlah
kata ataupun kalimat, novel lebih mengandung banyak kata dan kalimat
sehingga dalam proses pemaknaannya relative jauh lebih mudah daripada
memaknai sebuah puisi yang cenderung mengandung beragam bahasa kias.
Berkaitan dengan masalah tersebut, Sumardjo memberikan ciri-ciri
novel sebagai berikut: (1) Plot sebuah novel berbentuk tubuh cerita,
dirangkai dengan plot-plot kecil yang lain, karena struktur bentuk yang luas
ini maka novel dapat bercerita panjang dengan persoalan yang luas, (2)
37. 15
Tema dalam sebuah novel terdapat tema utama dan pendukung, sehingga
novel mencakup semua persoalan, (3) Dari segi karakter, dalam novel
terdapat penggambaran karakter yang beragam dari tokoh-tokoh hingga
terjalin sebuah cerita yang menarik.16
Adapun menurut Tarigan ciri-ciri novel diklasifikasikan sebagai
berikut:
a. Jumlah kata, novel jumlah katanya mencapai 35.000 buah;
b. Jumlah halaman, novel mencapai maksimal 100 halaman kuarto;
c. Jumlah waktu, waktu rata-rata yang digunakan untuk membaca novel
paling pendek diperlukan sekitar 2 jam (120 menit);
d. Novel bergantung pada pelaku dan mungkin lebih dari satu pelaku;
e. Novel menyajikan lebih dari satu impresi (kesan);
f. Novel menyajikan lebih dari satu efek;
g. Novel meyajikan lebih dari satu emosi;
h. Novel memiliki skala yang lebih luas;
i. Seleksi pada novel lebih ketat;
j. Kelajuan dalam novel lebih lambat;
k. Dalam novel unsur-unsur kepadatan dan intensitas tidak begitu
diutamakan.17
Selain mempunyai ciri-ciri, novel juga mempunyai beberapa nilai
yang terkandung di dalamnya, antara lain:
1) Nilai moral yaitu nilai baik dan buruk yang terkandung dalam novel;
16
Rini Wiediastutik S., op.cit., hlm. 10
17
Ibid., hlm. 10-11
38. 16
2) Nilai religius yaitu nilai yang berkaitan dengan kehidupan keagamaan
tokoh novel;
3) Nilai kemanusiaan yaitu nilai tentang tindakan tokoh dan kesesuaiannya
dengan hak asasi manusia;
4) Nilai kultural yaitu nilai yang berkaitan dengan budaya dalam novel.18
4. Unsur-unsur Novel
Unsur-unsur novel meliputi beberapa hal yaitu: (a) tokoh, (b) latar, (c)
alur atau plot, dan (d) tema.
a) Tokoh dan Penokohan
1) Tokoh
Tokoh merupakan para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi.
Tokoh dalam fiksi ialah ciptaan pengarang, meskipun dapat juga
merupakan gambaran dari orang-orang yang hidup di alam nyata. Oleh
karena itu, dalam sebuah fiksi tokoh hendaknya dihadirkan secara
ilmiah. Dalam arti tokoh-tokoh itu memiliki “kehidupan” atau berciri
“hidup” atau memiliki derajat lifelikeness.19
Dalam buku “Pengantar Apresiasi Karya Sastra”, tokoh
didefinisikan orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau
drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan
apa yang dilakukan dalam tindakan. Karena peristiwa dalam karya
sastra (novel) seperti halnya peristiwa dalam kehidupan sehari-hari,
18
Nurdjanah Kafrawi, dkk, Panduan Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia 3 (Jakarta: PT
Grasindo, 2002), hlm. 46
19
Wiyatmi, Pengantar Kajian Sastra (Yogyakarta: Pustaka, 2006), hlm. 30
39. 17
selalu diemban oleh tokoh atau pelaku-pelaku tertentu. Para tokoh
yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan yang berbeda-beda.
Seorang tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita
disebut dengan tokoh utama. Sedangkan tokoh yang tidak memiliki
peranan penting karena pemunculannya hanya melengkapi saja atau
sebagai pendukung pelaku utama disebut tokoh pembantu.20
Seorang tokoh dalam karya sastra merupakan imaji penulis
dalam membentuk personalitas tertentu dalam cerita. Berhasil tidaknya
suatu penokohan akan mempengaruhi cerita si pembaca. Sebuah
penokohan atau perwatakan harus menampilkan tokoh dengan karakter
berkelakuan seperti dalam kehidupan sebenarnya.
2) Penokohan
Penokohan sangat erat hubungannya dengan seorang tokoh
dalam karya sastra. Penyajian watak dan penciptaan citra tokoh ini
disebut penokohan. Cara paling sederhana dalam penampilan tokoh
adalah pemberian nama. Setiap nama memiliki daya yang
menghidupkan, menjiwai, dan mengindividualisasikan seorang tokoh.
Aminuddin mengemukakan bahwa pengetahuan tentang teknik
penampilan tokoh dalam sebuah proses fiksi berguna sebagai bekal
menganalisis tokoh. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi tokoh-tokoh dalam cerita, yaitu melalui (1) tuturan
pengarang terhadap karakteristik pelakunya, (2) gambaran yang
20
Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra (Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo.
2002), hlm. 80
40. 18
diberikan pengarang terhadap lingkungan kehidupan pelaku maupun
cara berpakaian, (3) cara berbicara tokoh tentang diri sendiri, (4)
pelaku tokoh, (5) jalan pikiran tokoh, (6) bagaimana tokoh-tokoh lain
membicarakannya, (7) bagaimana cara tokoh lain mereaksi tokoh, dan
(8) bagaiamana cara tokoh mereaksi tokoh lain.21
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa dalam
mengenali penokohan dalam suatu cerita pada karya sastra dapat
dilakukan lewat pengenalan karakteristik tokoh, tingkah laku tokoh,
jalan pikiran tokoh, maupun dialog-dialog yang terdapat dalam sebuah
karya sastra (novel).
b) Latar
Karya fiksi pada hakekatnya berhadapan dengan sebuah dunia yang
sudah dilengkapi dengan tokoh penghuni dan permasalahannya, sebagai
halnya kehidupan manusia di dunia nyata. Dengan kata lain, sebuah
dunia, di samping membutuhkan tokoh, cerita dan plot juga perlu latar,
karena latar disebut juga sebagai landas tumpu, yang tertuju pada
pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Sedangkan Leo Haliman
dan Frederick menjelaskan bahwa setting dalam karya sastra (novel)
bukan hanya tempat, waktu, peristiwa, suasana benda-benda dalam
lingkungan tertentu, melainkan juga dapat berupa suasana yang
berhubungan dengan sikap, jalan pikiran, prasangka, maupun gaya hidup
21
Ameliawati, op.cit., hlm. 19-20
41. 19
suatu masyarakat dalam menanggapi suatu permasalahan tertentu.22
Adapun hubungan latar dengan penokohan, misalnya pengarang mau
menampilkan tokoh seorang petani yang sederhana dan buta huruf, maka
tidak mungkin petani itu diberi setting kota Jakarta, perkantoran atau
restoran, begitu juga seorang tokoh yang digambarkan berwatak alim
tidak mungkin diberi setting kamar yang penuh dengan gambar botol
minuman keras.
Seperti yang telah dipaparkan di atas, latar juga mampu
menuansakan suasana-suasana tertentu. Suasana tertentu akibat penataan
setting oleh pengarangnya itu lebih lanjut juga akan berhubungan dengan
suasana penuturan yang terdapat dalam suatu cerita. Latar dalam prosa
atau fiksi dibedakan menjadi empat, yaitu:
1) Latar alam (geographic setting) adalah latar yang melukiskan tempat
atau lokasi terjadinya peristiwa dalam alam mini, misalnya: di desa, di
kota, di pegunungan, dll;
2) Latar waktu (temporal setting) adalah latar yang melukiskan kapan
peristiwa itu terjadi, misalnya: tahun berapa, pada musim apa, senja
hari, dan akhir bulan;
3) Latar sosial (social setting) adalah latar yang melukiskan dalam
lingkungan mana peristiwa itu terjadi, misalnya: lingkungan
pelayaran, lingkungan buruh pabrik, dll;
22
Ibid., hlm. 17
42. 20
4) Latar ruang yaitu latar yang melukiskan dalam ruang yang bagaimana
peristiwa itu berlangsung, misalnya: dalam kamar, aula, toko, dan
lain-lain.23
Berdasarkan pada pengertian latar di atas, tokoh dan setting
merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hal itu
disebabkan karena tokoh dan latar dapat menentukan kelogisan dan
diterimanya cerita oleh pembaca. Penataan setting yang tepat dan sesuai
dengan kepribadian tokoh dan juga cerita disajikan akan menimbulkan
kesan bahwa karya sastra tersebut adalah karya yang logis.
c) Alur atau Plot
Istilah alur sama dengan istilah plot atau struktur cerita. Alur atau
plot adalah rangkaian peristiwa yang saling berhubungan dan membentuk
kesatuan cerita.24 Aminuddin mengatakan bahwa alur adalah rangkaian
cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin
suatu cerita yang dihadirkan oleh pelaku dalam suatu cerita. Menurut
Adiwardoyo, alur dapat dibagi berdasarkan kategori kausal (sebab-
akibat) dan kondisinya. Berdasarkan kausalnya alur dibagi menjadi tiga,
yaitu:
1) Alur urutan (episodik), dikatakan alur urutan apabila peristiwa-
peristiwa yang ada disusun berdasarkan urutan sebab-akibat,
kronologis (sesuai dengan urutan waktu), tempat, dan hierarkis
(berurut-urut);
23
Rini Wiediastutik S. op.cit., hlm. 14-15
24
Dawud, dkk, Bahasa dan Sastra Indonesia Jilid I untuk SMA Kelas X (Jakarta:
Erlangga, 2004), hlm. 245
43. 21
2) Alur mundur (flashback), sebuah cerita dikatakan beralur mundur
apabila peristiwa-peristiwa yang ada disusun berdasarkan akibat-
sebab, waktu kini ke waktu lampau;
3) Alur campuran, dikatakan sebuah cerita ber-alurkan campuran apabila
peristiwa-peristiwa yang ada disusun secara campuran antara sebab
akibat waktu kini ke waktu lampau atau waktu lampau ke waktu
kini.25
Berdasarkan kondisinya, alur dibedakan menjadi empat, yaitu:
1) Alur buka yaitu rangkaian peristiwa yang dianggap sebagai kondisi
mula yang akan dilanjutkan dengan kondisi berikutnya;
2) Alur tengah yaitu rangkaian peristiwa yang dianggap sebagai kondisi
yang mulai bergerak ke arah kondisi puncak;
3) Alur puncak yaitu rangkaian peristiwa yang dianggap sebagai klimaks
dari sekian banyak rangkaian peristiwa yang ada pada cerita itu;
4) Alur tutup yaitu rangkaian peristiwa yang dianggap sebagai kondisi
yang mulai bergerak kea rah penyelesaian atau pemecahan dari
kondisi klimaks.26
d) Tema
Tema merupakan ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang
melatar belakangi ciptaan karya sastra. Karena sastra merupakan refleksi
kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra
bisa sangat beragam. Tema bisa berupa moral, etika, agama, nilai, social
25
Rini Wiediastutik S. op.cit., hlm. 13
26
Ibid., hlm. 14
44. 22
budaya, teknologi, tradisi yang terkait erat dengan masyarakat kehidupan.
Namun, tema bisa berupa pandangan pengarang, ide atau keinginan
pengarang dalam menyiasati persoalan yang muncul.27
Tema juga merupakan gagasan pokok pikiran yang digunakan
pengarang untuk mengembangkan cerita. Tema berkaitan dengan makna
dan tujuan pemaparan karya fiksi oleh pengarangnya. Adiwardoyo
mengatakan tema adalah gagasan sentral pengarang yang mendasari
penyusunan suatu cerita dan sekaligus menjadi sasaran dari cerita itu.28
Menurut Nurgiyantoro, tema dibedakan menjadi dua bagian yaitu tema
utama yang disebut tema mayor, yang artinya makna pokok yang
menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya itu. Tema mayor
ditentukan dengan cara menentukan persoalan yang paling menonjol,
yang paling banyak konflik dan waktu penceritaannya. Sedangkan tema
tambahan disebut tema minor, merupakan tema yang kedua yaitu makna
yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita dan
diidentifikasikan sebagai makna bagian atau makna tambahan.29
Oleh sebab itu, dalam menentukan sebuah tema harus memahami
terlebih dahulu bagian-bagian yang mendukung sebuah cerita, baik latar,
tokoh dan penokohan, alur atau persoalan yang dibicarakan. Apabila
pembaca karya sastra telah dapat menentukan dan menemukan tema dari
27
Zainuddin Fananie, Telaah Sastra (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2000),
hlm. 84
28
Rini Wiediastutik S., op.cit., hlm. 15
29
Ibid..
45. 23
sebuah karya sastra, maka pembaca tersebut telah mengetahui tujuan
pengarang dalam sebuah cerita yang telah dibuatnya.
5. Bentuk-bentuk Tulisan Novel
Ada banyak bentuk-bentuk tulisan dalam sebuah cerita. Salah satunya
dapat dilihat berdasarkan penggolongan dalam cara penyajian dan tujuan
penyampaiannya. Dan bentuk tulisan sendiri meliputi, deskripsi, eksposisi,
narasi, persuasi dan argumentasi.
a. Deskripsi
Deskripsi adalah bentuk tulisan yang bertujuan memperluas
pengetahuan dan pengalaman pembaca dengan jalan melukiskan hakikat
objek yang sebenarnya. Dalam tulisan deskripsi, penulis tidak boleh
mencampuradukkan keadaan yang sebenarnya dengan interpretasinya
sendiri.
b. Eksposisi
Di tinjau dari asal katanya, eksposisi berarti membuka dan
memulai. Bahkan ada yang mengatakan eksposition means explanation
(eksposisi adalah penjelasan). Ini berarti tulisan eksposisi berusaha untuk
memberitahu, mengupas, menguraikan atau menerangkan sesuatu.
Pada dasarnya eksposisi berusaha menjelaskan suatu prosedur atau
proses, memberikan definisi, menerangkan, menjelaskan, menafsirkan
gagasan, menerangkan bagan atau table, atau mengulas sesuatu.
Biasanya, tulisan eksposisi sering ditemukan bersama-sama dengan
bentuk tulisan deskripsi. Seorang yang menulis eksposisi berusaha
46. 24
memberitahukan pembacanya agar pembaca semakin luas
pengetahuannya tentang suatu hal.
c. Narasi
Narasi merupakan bentuk tulisan yang berusaha menciptakan,
mengisahkan, merangkaikan tindak-tanduk perbuatan manusia dalam
sebuah peristiwa secara kronologis atau yang berlangsung dalam suatu
kesatuan waktu tertentu.
Narasi biasanya ditulis berdasarkan rekaan atau imajinasi. Namun
demikian, narasi yang ditulis juga bisa ditulis berdasarkan pengalaman
pribadi penulis, pengamatan atau wawancara. Narasi pada umumnya
merupakan himpunan peristiwa yang disusun berdasarkan urutan waktu
atau urutan kejadian. Dalam tulisan narasi, selalu ada tokoh-tokoh yang
terlibat dalam suatu atau berbagai peristiwa yang diceritakan. Meskipun
berdasarkan fakta imajinasi penulis dalam bercerita tetap terkesan kuat
sekali.
Melalui narasi, seorang penulis memberitahukan orang lain dengan
sebuah cerita. Sebab, narasi sering diartikan juga dengan cerita. Sebuah
cerita adalah sebuah penulisan yang mempunyai karakter, setting, waktu,
masalah, mencoba untuk memecahkan masalah dan memberi solusi dari
masalah itu.
d. Argumentasi
Tulisan argumentasi biasanya bertujuan untuk meyakinkan
pembaca, termasuk membuktikan pendapat atau pendirian dirinya bisa
47. 25
juga membujuk pembaca agar pendapat penulis bisa diterima. Bentuk
argumentasi dikembangkan untuk memberikan penjelasan dan fakta-
fakta yang tepat terhadap apa yang dikemukakan yang sangat dibutuhkan
dalam tulisan argumentatif adalah data penunjang yang cukup, logika
yang baik dalam penulisan dan uaraian yang runtut.
Berikut ini adalah tugas dari penulis argumentatif:
1. Harus mengandung kebenaran untuk mengubah sikap dan keyakinan
orang mengenai topik yang akan diargumentasikan;
2. Berusaha untuk menghindari setiap istilah yang menimbulkan
prasangka tertentu;
3. Penulis argumentatif berusaha untuk menghilangkan
ketidaksepakatan;
4. Menetapkan secara tepat titik ketidaksamaan yang di
argumentasikan.30
e. Persuasi
Pesuasi berarti membujuk atau meyakinkan. Goris Keraf pernah
mengatakan, persuasi bertujuan meyakinkan seseorang agar melakukan
sesuatu yang dikehendaki penulis. Mereka yang menerima persuasi harus
dapat keyakinan, bahwa keputusan yang diambilnya merupakan
keputusan yang benar, bijaksana dan dilakukan tanpa paksa.
Melalui persuasi, seorang penulis mencoba mengubah pandangan
pembaca tentang sebuah permasalahan tertentu. Penulis
30
Nurudin, Dasar-dasar Penulisan (Malang : UMM Press, 2007), hlm. 79
48. 26
mempersembahkan fakta dan opini yang bisa didapatkan pembacanya
untuk mengerti menggapai sesuatu itu adalah benar, salah atau diantara
keduanya.
Di samping itu, penulis persuasi harus bisa menampilkan fakta-
fakta agar apa yang diinginkannya diyakini pembaca, dan pembaca mau
melakukan sesuai maksud penulis. Persuasi biasanya akan memberikan
penekanan pada pemilihan kata yang berpengaruh kuat terhadap emosi
atau perasaan orang lain.
5. Peran Novel
Setidak-tidaknya sudah seribu tahun sastra menduduki fungsinya yang
penting dalam masyarakat Indonesia. Sastra dibaca oleh para raja dan
bangsawan, serta kaum terpelajar pada zamannya. Sejak dahulu sastra
menduduki fungsi intelektual dalam kehidupan masyarakat. Pentingnya
kedudukan sastra dalam masyarakat Indonesia lama, disebabkan oleh
fokus budaya mereka pada unsur agama dan seni. Sastra Jawa Kuno malah
menduduki fungsi religio-magis, pada zaman Islam, sastra digunakan para
raja untuk memberikan ajaran rohani kepada rakyatnya.31 Jadi, pada zaman
dahulu sastra mempunyai fungsi yang sangat penting dalam masyarakat
Indonesia. Akan tetapi, fungsi ini mulai tergeser dengan masuknya
kebudayaan barat ke Indonesia.32
Beberapa fungsi sastra di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa peran
novel dalam masyarakat juga sangat penting, karena novel bukan saja
31
Jakob Sumardjo, Sastra dan Masa (Bandung: ITB, 1995), hlm. 6
32
Ibid..
49. 27
menampilkan sebuah wacana kepada masyarakat, akan tetapi novel juga
sangat berperan terhadap perkembangan masyarakat, terlihat pada pesan
dari seorang penulis atau sastrawan dapat dikatakan sebagai pejuang moral
karena mereka berupaya agar pembaca dapat mengetahui dan memahami
apa yang ada dalam alur cerita novel tersebut sehingga dapat menggugah
perasaan si pembaca.
B. Konsep Pendidikan Nilai
1. Pengertian Definisi dan Orientasi Pendidikan Nilai
Pendidikan nilai dapat dimulai dari pemahaman tentang definisi dan
tujuannya. Definisi dapat memberikan petunjuk pada pemaknaan istilah
pendidikan nilai, sedangkan tujuan dapat memberikan kejelasan tentang
cita-cita dan arah yang dituju oleh pendidikan nilai.
a. Definisi Pendidikan Nilai
Pada dasarnya, pendidikan nilai dirumuskan dari dua pengertian
dasar yang terkandung dalam istilah pendidikan dan istilah nilai. Ketika
kedua istilah itu disatukan, arti keduanya menyatu dalam definisi
pendidikan nilai. Namun karena arti pendidikan dan arti nilai dapat
dimaknai berbeda, definisi nilai pun dapat beragam, tergantung pada
tekanan dan rumusan yang diberikan pada kedua istilah itu.
Seperti dikemukakan oleh Sastrapratedja (Kaswardi, 1993), yang
dimaksud dengan pendidikan nilai adalah penanaman dan
pengembangan pada diri seseorang. Dalam pengertian yang hampir
sama Mardiatmadja (1986) mendefinisikan pendidikan nilai
sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan
mengalami niali-nilai serta menempatkannya secara integral dalam
keseluruhan hidupnya. Dua ahli Pendidikan nilai itu memiliki
pendangan yang sama bahwa pendidikan nilai tidak hanya
50. 28
merupakan program khusus yang diajarkan melalui sejumlah mata
pelajaran, tetapi mencakup pula keseluruhan proses pendidikan33
Dan dalam pengertian lain, pendidikan nilai ialah penanaman dan
pengembangan nilai-nilai dalam diri seseorang. Pendidikan nilai
tidak harus merupakan satu program atau pelajaran khusus, seperti
pelajaran menggambar atau bahasa inggris, tetapi lebih merupakan
suatu dimensi dari seluruh usaha pendidikan34
Sementara itu, dalam laporan Nasional Recource Center For Value
Education, pendidikan nilai di negara India didefinisikan sebagai
usaha untuk membimbing peserta didik dalam memahami,
mengalami dan mengamalkan nilai-nilai ilmiah, kewarganegaraan
dan sosial yang tidak secara khusus dipusatkan pada pandangan
agama tertentu (NRCVE, 2003). Dalam pengertian yang lebih
oprasional David Aspin (2000) membuat definisi pendidikan nilai
sebagai bantuan untuk mengembangkan dan mengartikulasikan
kemampuan pertimbangan nilai atau keputusan moral yang dapat
melembagakan kerangka tindakan manusia35
Sedangkan dalam buku dengan judul ”memanusiakan manusia
muda tinjauan pendidikan humaniora”, menjelaskan bahwa
pendidikan nilai adalah suati pandangan dasar seseorang terhadap
alam, sesama manusia dan Tuhannya (yang akhir ini terjabar secara
lebih terperinci dalam pandangan-pandangan keagamaannya) 36
Dari definisi di atas dapat ditarik suatu definisi pendidikan nilai
yang mencakup keseluruhan aspek sebagai pengajaran atau bimbingan
kepada peserta didik agar menyadari nilai kebenaran, kebaikan, dan
keindahan, melalui proses pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan
bertindak yang konsisten. Definisi pendidikan nilai ini perlu dibedakan
dari arti pendidikan nilai yang dimaknai secara fungsional dan
situasional.
33
Rokhmat Mulyana, op.cit., hlm. 119
34
Kaswardi, E.M K., Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000 (Jakarta: PT Grasindo,
1993), hlm. 3
35
Rokhmat Mulyana, op.cit., hlm. 119
36
Dick Hartono, Menanusiakan Manusia Muda Tinjauan Pendidikan Humaniora (Jakarta:
Kanisius, 1985), hlm. 33
51. 29
b. Orientasi Pendidikan Nilai
Secara Umum, pendidikan nilai dimaksudkan untuk membantu
peserta didik agar memahami, menyadari, mengalami nilai-nilai serta
mampu menempatkannya secara integral dalam kehidupan. Untuk
sampai pada tujuan yang dimaksud, tindakan-tindakan pendidikan yang
mengarah pada perilaku baik dan benar perlu diperkenalkan oleh para
pendidik.
Dalam proses pendidikan nilai, tindakan-tindakan pendidikan yang
lebih spesifik dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang lebih khusus.
Seperti dikemukakan Komite APEID (Asia and the Pasific Programme
of Educational Innovation for Defelopment), pendidikan nilai ditujukan
secara khusus untuk: (a) menerapkan pembentukan nilai kepada anak, (b)
menghasilkan sikap yang mencerminkan nilai-nilai yang diinginkan, dan
(c) membimbing perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai tersebut.
Dengan demikian tujuan pendidikan nilai meliputi tindakan mendidik
yang berlangsung mulai dari usaha penyadaran nilai sampai pada
perwujudan perilaku-perilaku yang bernilai (UNESCO, 1994).37
Selain itu, tujuan pendidikan nilai disesuaikan pada konsep awal
pendidikan nilai yang menyentuh filosofi tujuan pendidikan yaitu
memanusiakan manusia, membangun manusia paripurna dan membentuk
insan kamil atau manusia seutuhnya. Dari konsep awal pendidikan nilai
yang menyentuh pada tujuan pendidikan inilah, maka muncul pertanyaan
37
Rokhmat Mulyana, op. cit., hlm. 119-120
52. 30
mendasar apa yang membuat manusia berkembang menjadi manusia
seutuhnya? Jawabannya menurut N. Diyarkara adalah pengakuan dan
penghargaan akan nilai-nilai kemanusiaan. Pengakuan dan penghargaan
akan nilai-nilai kemanusiaan itu hanya akan timbul manakala ranah
afektif dalam diri seseorang dihidupkan. Hal itu berarti proses belajar
mengajar perkembangan prilaku anak dan pemahamannya mengenai
nilai-nilai moral seperti keadilan, kejujuran, rasa tanggung jawab serta
kepedulian terhadap orang lain merupakan elemen yang tidak dapat
dipisahkan dari unsur pendidikan.
Kesadaran anak akan nilai humanitas pertama-tama muncul bukan
melalui teori atau konsep, melainkan melalui pengalaman konkrit yang
langsung dirasakannya di sekolah. Pengalaman itu meliputi sikap dan
perilaku guru yang baik, penilaian adil yang diterapkan, pergaulan yang
menyenangkan serta lingkungan yang sehat dengan penekanan sikap
psitif seperti penghargaan terhadap keunikan serta perbedaan.
Pengalaman seperti inilah bereperan membentuk emosi anak berkembang
dengan baik.
Selanjutnya Driyarkara mengindikasikan bahwa kesadaran moral
mengarahkan anak untuk mampu membuat pertimbangan secara matang
atas perilakunya dalam kehidupannya sehari-hari baik di sekolah maupun
di masyarakat. Mark dan Terence mengatakan:
Morality Is directed and constructed to perform a large range of
independent funtions to prohibit destruction and harm, to promote
harmony and stability, to develop what is best in us. It promotes the
social and economoc conditions that sustain mutually benefisial
53. 31
truth and cooperation, articulates ideals and excel lences, sets
priorities among the activities that constitute our live38
Kymlicka menegaskan bahwa relevansi penanaman kesadaran
moral pendidikan yaitu membentuk warga negara yang mempunyai
rasa keadilan, kamampuan membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk, mempunyai penghargaan akan hak-haka asasi
manusia, bersikap toleran, dan memiliki rasa solider serta loyalitas
terhadap yang lain39
Benang merah yang dapat ditarik dari konsep Driyarkara adalah
perlunya keseimbangan antara dimensi kognitif dan afektif dalam proses
pendidikan. Artinya untuk membentuk manusia seutuhnya tidak cukup
hanya dengan mengembangkan kecerdasan berfikir atau IQ anak didik
melalui segudang ilmu pengetahuan, melainkan juga harus dibarengi
dengan pengembangan perilaku dan kesadaran moral. Karena dengan
kombinasi seperti itulah peserta didik akan mampu menghargai nilai-nilai
humanistik di dalam dirinya dan orang lain. Disinilah hakikat pendidikan
nilai yang sebenarnya.
Disisi lain pendidikan nilai bisa berarti educare yang berarti
membimbing, menuntun, dan pemimpin. Filosofi pendidikan sebagai
educare ini lebih mengutamakan proses pendidikan yang tidak terjebak
pada banyaknya materi yang dipaksakan kepada peserta didik dan harus
dikuasai. Proses pendidikan educare lebih merupakan aktivitas hidup
untuk menyertai, mengantar, mendampingi, membimbing, memampukan
peserta didik sehingga tumbuh berkembang sampai pada tujuan
pendidikan yang dicita-citakan.
38
Zaim Elmubarok, op cit., hlm. 13
39
Ibid..
54. 32
Di sini atmosfer pendidikan mendapat tekanan dan peserta didik di
beri keleluasaan untuk mengesplorasi diri dan dunianya sehingga
berkembang kreativitas, ide dan ketrampilan diri sebagai bagian dari
masyarakatnya. Minat dan bakat peserta didik diperlukan sebagai sentral
dan hal yang amat berharga. Peran pendidik melebihi dari posisi sebagai
narasumber, pendorong, pemberi motivasi dan fasilitator bagi peserta
didik.
Karena itu, suatu usulan rumusan komprehensif menyeluruh yang
terbuka kiranya jauh lebih menguntungkan untuk menyiapkan generasi
masa depan. Usulan rumusan tersebut adalah pendidikan nilai bertujuan
mendampingi dan mengantar peserta didik kepada kemandirian,
kedewasaan, kecerdasan, agar menjadi manusia profesional (artinya
memiliki ketrampilan (sklill), komitmen pada nilai-nilai dan semangat
dasar pengabdian/pengorbanan) yang beriman dan bertanggungjawab
akan kesejahteraan dan kemakmuran warga masyarakat, nusa dan bangsa
Indonesia.40
2. Landasan Pendidikan Nilai
Landasan pendidikan nilai yang akan diketengahkan terdiri atas enam
bagian, yaitu: landasan filosofis, landasan spikologis, landasan sosiologis,
landasan estetik, landasan yuridis dan landasan religi. Landasan filosofis
mengetengahkan akar pemikiran tentang hakikat manusia dari perspektif
filasat. Landasan psikologis menjelaskan aspek-aspek psikis manusia
40
Zaim Elmubarok, op.cit., hlm. 13-14
55. 33
sebagai individu. Landasan sosiologis meliputi prinsip-prinsip
pengembangan manusia sebagai anggota masyarakat. Landasan estetik
menguraikan kemampuan manusia dalam mempersepsi nilai keindahan.
Adapun penjelasan landasan-landasan tersebut adalah sebagai berikut:
a) Landasan Filosofis
Pemahaman tentang hakikat manusia telah melahirkan beragam
tafsiran yang mengkristal pada sejumlah aliran filsafat pendidikan dan
disiplin ilmu. Banyak peneliti yang tertarik pada eksplorasi tentang
hakikat manusia, tetapi tidak seorang pun dapat memonopoli
pengetahuan tentang hakikat manusia. Perdebatan panjang yang cukup
melelahkan tentang silang pendapat mengenai hakikat manusia telah
berlangsung sejak zaman yunani kuno, namun manusia hingga kini
tetap sebagai enigma (teka-teki) yang tak pernah tuntas atau dalam
bahasa Alexis Carrel (Syari’ati, 1996) disebut I’homme cet iconnu
(makhluk tak dikenal). Karena itu, pencarian alasan dalam
memperdebatkan perbedaan sudut pandangan tentang hakikat manusia
terkadang tidak lebih penting dari upaya pemanfaatan pandangan
tersebut bagi upaya pendidikan.
Sebagian besar filosof beranggapan bahwa hakikat manusia
adalah hewan yang dapat dididik (animal educantum). Hakikat manusia
ini didukung oleh hakikat lainnya yang dikenal dalam sejarah pemikiran
Eropa Barat sebagai: homo sapies (manusia yang mengetahui dan
dibekali dengan akal), homo ludens (manusia yang bermain-main),
56. 34
homo recens (manusia yang membuat sejarah), homo faber (manusia
teknis yang menggunakan alat-alat), homo simbolicum (manusia yang
mengenal simbol-simbol bahasa), homo concors (manusia yang hidup
seimbang antara dirinya dengan orang lain dan masyarakat sekitar),
homo economicus (manusia sebagai makhluk ekonomi), dan animal
rational (hewan yang rasional) (kartono, 1992). Selin itu, ada pula
pihak yang beranggapan bahwa hakikat manusia justru terletak pada
semangat spiritualnya dalam menjalin hubungan dengan Tuhan.
Menurut pandangan ini manusia yang paling hakiki adalah manusia
yang beragama.
Untuk mengetahui perbedaan pandangan tadi, kita dapat
memimjam kerangka analisis Phenix (1964) dalam bukunya Realms of
Meaning. Ia menempuh dua langkah penting dalam mengungkapkan
hakikat manusia, yaitu: Pertama, ia mengidentifikasi interpretasi
wilayah kajian ilmu Kimia, Fisika, Biologi, Psikilogi, Sosiologi,
Ekonomi, Politik, Antropologi, Linguistik, Seni, Moral, Sejarah Dan
Teologi dalam menjelaskan hakikat manusia. Kedua, ia melakukan
rekonstruksi pengertian tentang hakikat manusia berdasarkan sejumlah
tafsiran yang diajukan ahli dari berbagai disiplin ilmu. Pada akhir
analisisnya, ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa hakikat manusia
terletak dalam dunia kehidupan makna.41
41
Krech, D. dan Crutchfield, R., Individual In Society (Tokyo: Mc Graw-Hill Kogakusha,
1962), hlm. 279
57. 35
Dengan asumsi bahwa makna memiliki kesejajaran arti dengan
nilai, maka landasan filosofis pendidikan nilai yang dapat ditegakkan
pada dua kemungkinan posisi, yaitu: 1) filsafat pendidikan nilai pada
dasarnya tidak berpihak pada salah satu kebenaran tentang hakikat
manusia yang dicapai oleh suatu aliran pemikiran, karena nilai adalah
esensi hakikat manusia yang dapat mewakili semua pandangan. 2)
filsafat pendidikan berlaku selektif terhadap kebenaran hakikat manusia
juga menyangkut substansi kebenarannya yang dapat berlaku
kontektual dan situasional.
b) Landasan Psikologis
Kehasan psikologi dalam menelaah manusia terletak pada
pandangannya bahwa sebagai individu selalu tampil unik keunikan
mansia dilihat dari sisi mental dan tingkah lakunya berimplikasi pada
asumsi psikologis berikutnya bahwa pada hakikatnya tidak ada seorang
pun anak manusia dengan anak manusia yang sama persis dengan anak
manusia lainnya. Asumsi seperti ini memang dapat dikesani ekstrem
karena dapat menfikan kebenaran generalisasi atau teori perkembangan
dunia psikologis manusia.
Walaupun demikian, psikologi mencoba untuk menarik batas
kemiripan melalui kaedah-kaedah perkembangan mental manusia
beserta ciri-ciri perilakunya. Keutuhan manusia sebagai organisme
dijelaskan melalui aspek-aspek psikis yang berkembang secara dinamis.
Demikian pula bebedaan individu ditarik pada prinsip-prinsip dasar
58. 36
yang mewakili setiap fase pertumbuhan dan perkembangan manusia.
Dengan berdasarkan pada kaidah-kaidah umum Psikologi seperti itu,
landasan pendidikan nilai dapat dijelaskan.
1. Motivasi
Setiap orang memiliki motivasi untuk bertindak sesuai dengan
keinginan, minat dan kebutuhannya. Motivasi merupakan suatu
usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang
agar ia tergerak hatinya untuk bertidak melakukan sesuatu sehingga
mencapai hasil atau tujuan tertentu. Karena itu dalam kajian
psikologi, motivasi sering dipertimbangakan sebagai sutu tindakan
diri seseorang. 42
Apabila dikaitkan dengan pendidikan nilai sebagai suatu upaya
penyadaran nilai pada peserta didik, maka motivasi menjadi aspek
penting yang perlu dipertimbangkan. Dari sejumlah kajian tentang
motivasi menunjukkan bahwa dorongan-dorongan psikologis
manusia bergerak secara dinamis dalam suatu kontinum yang
menempatkan nilai pada ujung pertimbangan psikologis. Dalam teori
sikap dari Newcomb misalnya, nilai ditempatkan di atas sikap dan
keyakinan seseorang, demikian pula dalam teori kebutuhan dari
Murray, nilai ditempatkan di atas kebutuhan psikogenetik
individu”43
42
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002),
hlm. 71
43
Hall, C.S dan Linzey, G., Introduction to Personality Theory (New York: John Wiley
dan Sons, 1985), hlm. 316-318
59. 37
Hal tersebut berimplikasi bahwa pendidikan nilai harus mampu
membangkitkan motivasi peserta didik ke arah tindakan yang
didasarkan pada pilihan kebenaran, kebaikan, dan keindahan.
Tindakan yang positif itu harus senantiasa dijaga ketahanannya agar
berlangsung lama dan terinternalisasi pada diri peserta didik.
2. Perbedaan Individu
Pebedaan individu merupakan aspek lain yang menjadi
landasan pengembangan pendidikan nilai secara psikologis. Seperti
telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, pebedaan individu
mencerinkan adanya keunikan pada peserta didik. Tidak mungkin
seorang siswa memiliki minat, keinginan, sifat, keyakinan dan nilai
dalam frekuensi dan intensitas yang sama dengan apa yang dimiliki
siswa lain. Demikian pula, secara fisik ia tidak mungkin memiliki
bentuk fisik yang sama, meski dilahirkan sebagai saudara kembar.
Perbedaan yang dimiliki individu baik secara fisik maupun
mental dapat menjadi kekuatan atau kelemahan pada dirinya. Dalam
fenomena pendidikan, misalnya ada siswa yang cerdas, rajin, tekun,
shaleh atau gemuk, tetapi sebaliknya ada pula yang bodoh, malas,
nakal, atau kurus. Satu atau lebih ciri berbedaan itu mungkin melekat
pada diri seseorang dan menjadi kekuatan atau kelemahan pada
dirinya.
Perbedaan individu berimplikasi pada kurikulum pendidikan
nilai dalam membimbing dang mengajarakan peserta didik ke arah
60. 38
pilhan nilai kehidupan yang tepat, fungsional, kontektual, serta
sesuai dengan kebutuhan kehidupan mereka. Seperti yang dihadapi
pendidikan pada umumnya, masalah krusial pendidikan nilai terletak
bagaimana pendidikan nilai dapat dilakukan secara adil. Adil dalam
arti nilai diajarkan dengan tidak mengabaikan perkembangan nilai
subjektif yang lahir secara perorangan dan juga tidak melupakan
nilai objektif kelompok. Dengan kata lain, nilai subjektif dan nilai
objektif keduanya harus dikembangkan secara seimbang.
Persoalan ini memang tidak sederhana, karena konsep keadilan
dalam belajar nilai pada akhirnya akan sampai pada pertanyaan
tentang apa materinya dan bagaimana metodenya. Karena itu, untuk
mengatasi kompleksitasperbedaan individu dalam belajar nilai
pendidik sebaiknya memilih materi secara elektik sesuai dengan
topik pembelajaran, kebutuahan siswa, dan kontek kehidupan.44
Pilihan secara eklektik jiga dapat dilakukan dalam menentukan
metode atas dasar pertimbangan konteks pengembangan nilai secara
mandiri pada peserta didik dan peran-peran penguatan secara
imperatif artinya sifat pembelajaran yang menekankan atau
mengharuskan peserta didik memiliki nilai atau moral yang baik.45
44
Power, E.J., Philosophy of Education; Studies in Philosoies, Schooling, and Educational
Policies (New Jersey: Prentice-Hall Inc, 1982), hlm. 91
45
Tafsir, Ilmu Pendidikan Perspektif Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995),
hlm. 45-48
61. 39
3. Tahapan Belajar Nilai
Dalam memahami nilai, anak tumbuh dan berkembang sesuai
dengan pengalamannya. Hal ini tidak berarti semua pengalaman
anak berlangsung dalam suatu kejadian dan kesatuan yang utuh.
Pengalaman pada diri anak pada umumnya merupakan petunjuk
kearah perkembangan persepsi dan tindakan yang pada gilirannnya
menuntut proses belajar untuk membangun pengalaman itu. Karena
itu, strategi dasar yang harus dikembangkan oleh guru meliputi: (1)
identifikasi nilai dan tujuan yang hendak dicapai oleh anak, (2)
menyusun pengalaman kehidupan yang matang terhadap
pengembangan nilai, dan (3) menyediakan sejumlah pengalaman
yang memperluas kemampuan anak dalam membangun nilai secara
mandiri.
Untuk itu, pendidikan nilai pada anak perlu disesuaikan
dengan tahap perkembangan minat dan kepedulian anak terhadap
nilai. Egan (UNESCO, 1991) menjelaskan bahwa perkembangan
minat dan kepedulian anak terhadap nilai berlangsung dalam empat
tahapan, yaitu: tahapan mitos, romantis, filosofis dan ironis. Keepat
tahap perkembangan itu berlangsung seiring dengan pertumbuhan
fisik anak yang semakin lama semakin dewasa. Secara rinci empat
tahapan perkembangan itu dijelaskan pada bagan berikut ini.46
46
Rokhmat Mulyana, op. cit., hlm. 129-130
62. 40
Tahapan /Usia Jenis Karakteristik Perkembangan
Anak belajar melalui cara
bermain dan berceritera. Mereka
bahagia bermain dengan objek
mainan yang melibatkan
Tahap Mitos perasaan mereka. Pada tahap ini
(5-10 tahun) nilai-moral merupakan perhatian
utama yang dibedakan secara
hitap putih seperti baik dan jelek,
sayang dan benci, suka dan tidak
suka, dan sebagainya.
Pada rentang usia ini, anak
berharap terhadap informasi
yang dapat memberikan uraian
Tahap Romantis tentang manusia, semangat
(8-15 tahun) hidup, petualangan,
pengembangan teknologi, olah
raga, sampai pada persoalan
yang asing bagi dirinya.
Tahap ini didominasi oleh
keinginan remaja untuk
menyederhanakan urutan
pengalaman melalui
pengambilan kesimpulan yang
Tahap Filosofis dibuat sendiri tau melalui tatanan
(14-20 tahun) hukum dan peraturan yang sudah
baku. Pada tahap ini pula
biasanya anak merasa frustasi
apabila ada perlakuan-perlakuan
khusus atau ada pertentangan
dalam penegakan hukum.
Pada tahap ini, remaja akhir atau
orang dewasa mencoba untuk
mencari kesimpulan yang jelas
berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman yang dimilikinya.
Tetapi penarikan kesimpulan dan
penjelasan, termasuk pada hal-
Tahap Ironis
hal yang kontradiktif dan
(20 tahun ke atas)
membingungkan, tidak saja
dihargainya tetapi juga
disenanginya. Pada tahap ini
anak remaja akhir dan orang
dewasa tidak lagi merasa frustasi
dengan adanya sesuatu yang
bertentangan atau berlawanan.
63. 41
Selain model perkembangan di atas, masih ada model
perkembangan lainnya yang dapat dirujuk sebagai dasar penyadaran
nilai pada peserta didik. Tahap perkembangan moral tersebut adalah
sebagai berikut: Menurut Lawrence Kohlberg ada tiga tahap
perkembangan moral yaitu: ”pra oprasional, konkret oprasional,
formal oprasional”.47 Dan menurut Jean Piaget atau tiga tingkat
pertimbangan moral (prakonvensional, moralitas konvesional,
moralitas konvesional”.48
Tahapan-tahapan perkembangan minat dan kepedulian anak
terhadap nilai sebagaimana dikemukakan di atas memiliki implikasi
luas bagi ”pendidikan nilai”.
c) Landasan Sosial
Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup
sendiri tanpa adanya keterlibatan orang lain atau tanpa melibatkan diri
dengan orang lain. Hubungan saling membutuhkan antar individu
menandakan bahwa manusia tidak dapat hidup terisolasi dari dunia
sekitar. Itulah sebabnya, manusia dalam sejarah pemikiran Eropa Barat
disebut homo concors; yakni makhluk yang dituntut untuk hidup secara
harmonis dalam lingkungan masyarakatnya. Adalah tidak mungkin bagi
manusia untuk secara mutlak mementingkan dirinya sendiri (Absolute
egoism), demikian pula manusia tidak akan mampu hidup sepenuhnya
47
Spilka, B., The Psychology of Religion; An Empirical Approch (New Jersey: Prentice-
Hall, 1985), hlm. 62-72
48
Syah, M., Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: PT Rosdakarya,
2000), hlm. 77-78