4. Menumpuknya
sampah
yang
hebat
akan
menimbulkan warga sekitar terancam wabah
penyakit.
Berbagai
permasalahan
dalam
pengelolaan
sampah
tersebut
tentu
saja
memerlukan penanganan yang serius karena
pertumbuhan kota yang cepat secara langsung
berimplikasi pada pembangunan infrastruktur dasar
dan pelayanan publik (Nurmadi, 1999 : 6-7)
6. Kompos adalah hasil penguraian parsial/
tidak
lengkap dari campuran dari bahan-bahan organik
yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi
berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan
yang hangat, lembab dan aerobik atau anaerobik (JH.
Crawford, 2003).
7. Secara garis besar membuat kompos berarti merangsang
pertumbuhan
bakteri
(mikroorganisme)
untuk
menghancurkan atau menguraikan bahan-bahan yang
dikomposkan sehingga terurai menjadi senyawa lain.
Proses yang terjadi : Dekomposisi - Transformasi
8. 1. Mengandung unsur hara dalam jenis dan jumlah yang
bervariasi tergantung bahan asal.
2. Menyediakan unsur secara lambat (slow release) dan
dalam jumlah terbatas dan mempunyai fungsi utama
memperbaiki kesuburan dan kesehatan tanah.
9. Tujuan :
• Mahasiswa mampu mengolah sampah organik menjadi
komposter
Manfaat :
• Kompos yang dihasilkan dapat digunakan sebagai pupuk
alami.
• Dapat membunuh organisme pathogen penyebab
penyakit yang terdapat dalam sampah.
• Mengurangi pencemaran lingkungan
• Wujud nyata partisipasi masyarakat dalam menjaga
kesehatan lingkungan.
10. Hari / tanggal
: Selasa, 3 Desember 2013
Waktu
: 09.00 WIB
Lokasi : Auditorium Graha Bina Husada
12. 1. Menyiapkan alat dan bahan pembuatan kompos.
2. Melakukan pemotongan sampah organik dengan ukuran
antara 2,5 – 7,5 cm sebanyak 3000 gram. Pemotongan
sampah hijau dan kering dicampur.
3. Memasukkan penggaris kayu kedalam komposter.
Dipasang secara tegak untuk menentukkan ketebalan
perbandingan antara sampah, kotoran sapi kering dan
kapur tohor.
4. Memasukkan sampah yang sudah dipotong-potong
kedalam komposter setebal 30 cm. Menggunakan
perbandingan 10 : 1 : 0,3
13. 5.
6.
7.
8.
9.
Menambahkan dengan merata di atas sampah kotoran
sapi kering setebal 3 cm.
Menaburkan secara merata kapur tohor secukupnya kirakira 0,9 cm atau 1 cm.
Membuat lapisan yang sama, sampai memenuhi
komposter.
Setelah selesai, memberi activator (EM4) yang sudah
dicampur air dengan cara dipercikkan secara merata.
Memasukkan pipa PVC dengan cara menancapkan ke
dalam sampah secara tegak lurus.
14. 7. Menutup komposter dengan plastik transparan yang
diberi lubang ditengah-tengahnya dengan lurus sama
dengan luas alas pipa PVC.
8. Memberi label identitas pada komposter .
9. Melakukan pengadukan atau pembalikan 1 minggu sekali.
10. Memanen kompos yang sudah matang dengan kriteria :
a. Volume menjadi 1/ bagian.
3
b. W
arna seperti tanah.
c. Tidak berbau
d. Fisik hancur
14. Mengeringkan kompos dengan cara diangin-anginkan,
lalu kompos siap untuk digunakan.
15. W
arna kompos adalah cokelat menyerupai tanah,
berbeda dengan tekstur atau bentuk awal, volume
menyusut menjadi sepertiga volume awal, bau
menyerupai bau tanah atau tidak berbau sama
sekali.
16. Dalam pembuatan kompos hal yang harus diperhatikan
adalah :
1.Memotong bahan-bahan yang akan dijadikan kompos.
Hal tersebut bertujuan untuk mempercepat proses
pengomposan.
2.Kelembaban, suhu dan oksigen.
Ketiga hal tersebut tidak boleh lepas dari proses
pengomposan karena jika kondisi didalam ruang kompos
kering makan mikroorganisme pengurai akan mati.
Apabila suhu terlalu panas maka akan mematikan
mikroorganisme hemofilik dan oksigen.
17. 3. Penambahan kapur tohor.
Pada proses pengomposan kondisi kotoran
dalam komposter bersifat asam maka pemberian
kapur tohor dimaksudkan untuk menetralkan
suasana didalam komposter.
18. • Kompos merupakan hasil penguraian parsial/tidak
lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat
dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam
mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab,
dan aerobik atau anaerobik.
• Kompos berguna untuk kepentingan tanah-tanah
pertanian di Indonesia
• Kompos dapat dibuat dari bahan-bahan organik
• Kompos yang telah matang ditandai dengan:
1.Warna menjadi coklat kehitaman menyerupai tanah
2.tidak berbau
3.teksturnya menyerupai tanah (remah)
4.suhu pupuk mendekati suhu kamar
23. jumlah penduduk meningkat
taraf hidup meningkat
Kebutuhan energi ikut
meningkat
Pemenuhannya Pemakaian bahan bakar fosil (minyak
dan batu bara) secara besar-besaran, padahal bahan bakar
fosil terbukti ikut menambah beratnya pencemaran
lingkungan .
Bahan bakar fosil termasuk SDA yang tidak dapat
diperbarui dan jumlahnya terbatas.
24. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap
bahan bakar minyak pemerintah telah
menerbitkan Peraturan Presiden Republik
Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan
energi nasional untuk mengembangkan sumber
energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar
minyak.
25. Biogas merupakan gas campuran metana
(CH4), karbondioksida (CO2) dan gas
lainnya yang didapat dari hasil penguraian
bahan organik (seperti kotoran hewan,
kotoran manusia, dan tumbuhan) oleh
bakteri metanogen. Untuk menghasilkan
biogas, bahan organik yang dibutuhkan,
ditampung dalam bio d ig e s te r.
26. Proses penguraian bahan organik terjadi
secara a na e ro b (tanpa oksigen). Biogas
terbentuk pada hari ke 4-5 sesudah
bio d ig e s te r terisi penuh dan mencapai
puncak pada hari ke 20-25. Biogas yang
dihasilkan sebagian besar terdiri dari 50-70%
metana (CH4), 30-40% karbondioksida
(CO2) dan gas lainnya dalam jumlah kecil
(Fitria, B., 2009).
27. Secara prinsip pembuatan gas bio sangat
sederhana, yaitu memasukkan substrat (kotoran
sapi) ke dalam unit pencerna (digester) yang
anaerob. Dalam waktu tertentu gas bio akan
terbentuk yang selanjutnya dapat digunakan
sebagai sumber energi, misalnya untuk kompor
gas.
28. R
amah Lingkungan
• karena biogas
merupakan salah satu
alternatif pengolahan
limbah, khususnya
limbah kotoran sapi,
kambing dan ayam.
Limbah kotoran hewan
yang tidak diolah
dapat menimbulkan
pencemaran bagi
lingkungan sekitarnya
Terbarukan
• karena biogas
merupakan sumber
energi yang berasal
dari kotoran hewan,
tidak seperti bahan
bakar minyak yang
berasal dari minyak
bumi yang tidak dapat
diperbaharui.
29. 1. Mengetahui cara pembuatan biogas dari
kotoran hewan secara baik dan benar
2. Mengetahui cara pembuatan tabung digester
3. Dapat melakukan pengolahan kotoran hewan
menjadi biogas
30. 1. Biogas dapat digunakan sebagai pengganti bahan
bakar
2. Mengurangi jumlah sampah organik (kotoran hewan)
yang biasanya tidak terpakai
3. Menjadikan kotoran hewan yang tidak terpakai supaya
bernilai ekonomis
31. Hari / tanggal: Selasa, 3 Desember 2013
Waktu
: 08.00 WIB
Lokasi : Auditorium Graha Bina Husada
32.
33. 1. Mengukur volume dirigen yang akan digunakan
untuk tangki digester.
2. Mencampurkan antara kotoran dan air sesuai
dengan ukuran volume yang digunakan.
3. Menggunakan perbandingan 1 : 1 antara kotaran
dan air dan hanya menggunakan 80 % dari
volume dirigen untuk perbandingan tersebut.
Karena yang 20 % akan digunakan sebagai
penampung gas di dalam dirigen.
34. 4. Kemudian campuran tersebut dimasukkan ke dalam
dirigen.
5. Menutup tabung digester (dirigen) menggunakan
penutup atau sandal karet yang dibentuk sesuai ukuran
tutup tabung, sebelum menutupnya kita memasang
manometer pada saluran outlet lalu tutup rapat.
Pemasangan manometer berfungsi untuk memantau
atau mengetahui terjadinya gas di dalam tabung.
6. Memasukkan air pada selang sampai batas.
7. Menyimpan tabung digester yang sudah berisi campuran
kotoran dan air selama 60 hari, pada hari ke-7 gas yang
terbentuk harus dibuang terlebih dahulu dikarenakan
pembentukan gas masih aerob.
8. Memberi label pada tangki digester.
35. Pada hari ke 8 setelah pembuatan biogas didapatkan
hasil bahwa air yang ada di dalam selang menjadi
naik, hal ini dikarenakan terjadi pembentukan gas
metan sehingga mendorong air yang ada di selang.
Biogas yang tadinya dalam bentuk cair berubah
menjadi lebih kental.
36. Pada awal mula kita harus mengukur volume dirgen
yang akan digunakan sebagai tangki digester.
Kemudian bagian yang digunakan untuk pembuatan
kompos yaitu 80 % dari volume tangki digester
dengan susunan 1 : 1 antara air dan kotoran sapi.
20 % dari volume tangki digester digunakan sebagai
tempat pembentukan gas.
37. Hasil yang di dapat yaitu dirigen bervolume 5 liter,
kemudian 2 liter kotoran dan 2 liter air, kemudian
air dan kotoran tersebut diaduk hingga rata
didalam ember. Campuran tersebut dimasukkan
ke dalam tangki digester dan ditutup rapat.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada hari
ke 8, didapatkan hasil air yang ada di dalam
selang menjadi naik, dan bentuk biogas menjadi
mengental. Tidak diketahui berapa cm kenaikan air
di dalam selang.
38. Pembuatan biogas yang dilakukan oleh kelompok
kami telah berhasil, akan tetapi ada kekukarang yaitu
timbulnya bekas gelembung air pada selang, hal ini
dapat dikarenakan penutupan tangki digester kurang
rapat, dan peletakkan tangki digester yang berisi
biogas kurang aman (diletakkan di luar ruangan
sehingga terkena panas dan hujan) sehingga hasil
yang diperoleh kurang maksimal.
42. Semakin
meningkatnya
kebutuhan
bahan bakar untuk memasak, semakin
berkurangnya atau habis cadangan minyak
bumi di alam dan rusaknya hutan sebagai
penyedia kayu bakar. Sehingga perlu
mencari energi alternatif pengganti bahan
bakar minyak bumi dengan memanfaatkan
sampah biomasa yang masih melimpah.
Salah satu alternatif energi pengganti minyak
bumi serta penyediaan energi berwawasan
lingkungan adalah briket.
43. Briket merupakan suatu perubahan bentuk dari
bentuk curah menjadi bentuk padat oleh karena
adanya
proses
pemampatan
komponen
penyusunnya. Pembuatan briket relatif lebih bersih
karena tidak berasap dan beresidu. Selain itu, tidak
ada bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan
briket. Prinsip kerja briket adalah Pirolisis. Pirolisis
merupakan pembakaran dengan pembatasan
Oksigen agar karbon di dalamnya tidak rusak.
Kriteria briket yang baik :
1.Padat
2.Menyala lebih lama
3.Tidak timbul asap
4.Panas tinggi
44. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat briket
arang adalah :
1.Berat jenis bahan bakar atau berat jenis serbuk
arang.
2.Kehalusan serbuk.
3.Suhu karbonisasi.
4.Tekanan pengempaan.
5.Pencampuran formula dengan briket.
45. 1. Terampil dan mampu dalam
mengolahan sampah biomassa
untuk pembuatan briket dengan baik
dan benar.
2. Menemukan energi yang ramah
lingkungan dengan biaya murah.
46. Manfaat pembuatan briket arang :
1.Sampah biomassa sebagai bahan
bakar alternatif pengganti minyak
bumi.
2.Membersihkan lingkungan dari
sampah biomassa.
48. Alat :
1. Kompor
2. Panci
3. Pengaduk lem
4. Ayakan
5. Alu+lumpang
6. Cetakkan
7. Ember
8. Gelas ukur
9. APD (Alat Pelindung Diri)
10. Tungku pirolisis
Bahan :
1. Arang
2. Pati kanji
3. Air
49.
50. 1. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Membakar kayu pada tungku pirolisis selama 1 jam
kemudian mendinginkan.
3. Menumbuk arang sampai berukuran kecil dan
homogen
4. Setelah arang halus, kemudian disaring dengan
seringan 0,1 atau 0,5 mm. Arang yang tidak lolos
saringan bisa ditumbuk lagi.
5. Pembuatan lem : mencampur pati kanji dengan air
mendidih diatas kompor, diaduk-aduk hingga menjadi
seperti lem.
6. Menunggu sampai hangat-hangat kuku. Setelah lem
dingin mencampurkan lem dengan arang yang sudah
halus dan merata.
51. 6. Setelah adonan tercampur rata kemudian
adonan dicetak menggunakan cetakan.
7. Mengeringkan adonan sampai kering.
8. Setelah kering dapat digunakan sebagai
pengganti bahan bakar.
52. Briket arang yang dipadatkan
menggunakan cetakan yang
berasal dari bekas pipa,
didapatkan briket arang yang
padat dan kering yang siap
digunakan sebagai bahan bakar
53.
54.
55. Dari praktikum yang telah kami
lakukan didapatkan briket arang yang
sudah siap digunakan sebagai
pengganti bahan bakar.
56.
57. Kepadatan lalat merupakan parameter keberhasilan
dalam pengelolaan sampah. Kepadatan lalat yang tinggi
pada TPS/TPAmenandakan bahwa pengelolaan sampah
tidak berhasil. Lalat bersarang dan berkembang biak
ditempat-tempat dimana terdapat bahan organik yang
melimpah,termasuk dalam sampah.
Hubungannya dengan kesehatan, lalat merupakan
vektor penyakit secara mekanik berbagai macam penyakit
saluran pencernaan.
Pemantauan kepadatan lalat dilakukan dalam
perencanaan pengendalian dan pengelolaan sampah.
Pemantauan kepadatan lalat diperlukan untuk melindungi
masyarakat dari gangguan yang ditimbulkan oleh
lalat,maka sasaran lokasi yang diukur adalah yang
berhubungan dengan keberadaan manusia.
58. Sasaran lokasi yang diukur antara lain:
a.Pemukiman penduduk
b.Tempat- tempat umum ( pasar, terminal, rumah makan).
c.Tempat penyimpanan sampah ementara.(TPS}
d.Tempat pembuangan akhir sampah (TPA)
59. Interpretesi hasil pengukuran kepadatan lalat tiap lokasi
atau blokgrill adalah:
a.0 – 2
: Rendah atau tidak menjadi masalah dan
tidak perlu dilakukan kegiatan sanitasi
b.3 – 6
: Sedang dan perlu dilakukan pengamanan
terhadap
tempat-tempat
berkembangbiakan
lalat
(tumpukan sampah, kotoran hewan, dan lain-lain)
c.7 – 20
: Tinggi atau padat dan perlu pengamanan
terhadap tempat- tempat berkembangbiakan lalat dan bila
mungkin direncanakan upaya pengendaliannya.
d.> 21 : Sangat tinggi/sangat padat dan perlu dilakukan
pengamanan terhadap tempat-tempat perkembangbiakan
lalat dan upaya pengendalian lalat.
61. 1. Agar mahasiswa terampil dalam melaksanakan
pemantauan kepadatan lalat.
2. Agar mahasiswa mampu melakukan analisis dari
pemantauan kepadatan lalat.
3. Agar mahasiswa mampu menyusun alternatif
pemecahan masalah pengelolaan untuk memperkecil
tingkat kepadatan lalat.
62. 1 . Blo c k G rill
2. Sarung tangan
3. Masker
4. Counter
5. Alat Tulis
6. Stopwatch
63. 1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan.
2. Menetukan titik tengah pengukuran kepadatan
lalat dengan memberi tanda T-0.
3. Mengukur jarak dari titik tengah sepanjang 10
meter (T-2), 20 meter (T-2) ke arah pemukiman
terdekat.
4. Meletakkan block grill pada titik sampling T-0.
5. Menghitung lalat yang hinggap ke block grill
dengan counter dalam waktu 30 detik
menggunakan stopwatch.
6. Mencatat jumlah lalat yang hinggap dalam tabel.
64. 7. Mengulangi pengukuran lalat sebanyak 10 kali.
Kemudian mencatat jumlah lalat yang hinggap dalam
tabel.
8. Melakukan pengukuran yang sama seperti di atas pada
titik sampling T-1 dan T-2.
9. Melakukan perhitungan kepadatan lalat dengan cara
mengambil jumlah lalat terbesar pada 5 kali
pengukuran, kemudian menjumlahkannya dan meratarata untuk masing-masing titik sampling.
10. Rata-rata yang ada merupakan tingkat kepadatan lalat
pada masing-masing titik.
11. Kemudian membuat grafik tingkat kepadatan lalat.
12. Mencocokkan tingkat kepadatan lalat dengan standar.
13. Membuat rekomendasi interpretasi dari kepadatan lalat
yang ada berdasar standar.
65. No.
Titik
Samplin
g
Jumlah Lalat yang Hinggap di Block grill pada 30 detik
ke
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rata-Rata
Pengukura
n 5 kali
Terbesar *
1.
T-1
(0 m)
10
15
6
9
7
9
5
12
13
8
59/ = 11,8
5
=12
2.
T-2
(10 m)
2
1
2
3
2
1
2
2
0
0
11/ = 2,2
5
=2
0
2
0
0
T-3
Tingkat Kepadatan Lalat
(20 m)
2
0
0
0
0
1
5/5 = 1
3.
*)
66. •
•
•
•
•
Rata-rata 5 kali pengukuran terbesar di setiap titik :
Titik Tengah (T-0) = 12
Titik Satu (T-1) = 2
Titik Dua (T-2)
=1
Sehinggga didapat
Rata-rata Total = 15/3 = 5 ekor/ m 2
67.
68. 1. Titik sampling ke-1 (T-0)
tingkat kepadatan lalat tinggi yaitu 12 (tinggi7-20)
interpretasi : perlu dilakukan sanitasi tempat dan bila
memungkinan boleh dilakukan
pengendalian.
2. Titik sampling ke-2 (T-1)
tingkat kepedatan lalat rendah yaitu 2 (rendah0-2)
interpretasi : tidak perlu dilakukan kegiatan sanitasi
3. Titik sampling ke-3 (T-2)
tingkat kepedatan lalat sangat rendah yaitu 1 (sangat
rendah0-2)
interpretasi : tidak perlu dilakukan kegiatan sanitasi
69. Dari hasil pengukuran rata-rata tingkat kepadatan
lalat di TPS Asrama 1 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
menunjukkan 5 ekor/m2.
Hasil ini menunjukkan bahwa pada setiap 1 meter
persegi terdapat 5 ekor lalat, yang berarti termasuk
dalam kriteria 3-6 atau kepadatan sedang. Pada kriteria
ini populasi lalat sedang dan perlu dilakukan sanitasi
pada tempat pertumbuhan vektor serta perlu dilakukan
pengamanan
terhadap
tempat-tempat
berkembangbiakan lalat (tumpukan sampah, kotoran
hewan, dan lain-lain)
70. Berdasarkan hasil praktikum didapatkan tingkat
kepadatan lalat pada T-0 adalah 12 ekor lalat, pada T-1
sebesar 2 ekor lalat , dan pada T-2 sebesar 1 ekor lalat.
Rata-rata Total = 15/3 = 5 ekor/ m2
jadi, Semakin jauh jarak dari TPS, maka semakin
sedikit tingkat kepadatan lalat.