SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 89
Baixar para ler offline
Pemantauan creel indonesiabarat10
CREEL
PEMANTAUAN PERIKANAN BERBASIS MASYARAKAT
WILAYAH INDONESIA BAGIAN BARAT
TAHUN 2010
©2011
ISBN : 978-602-9445-06-0
Oleh : Nurul Dhewani Mirah Sjafrie
Desain & Tata Letak : Dewirina Zulfianita
Sumber Foto : CRITC COREMAP LIPI
Coral Reef Information and Training Center
Coral Reef Rehabilitation and Management Program
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
COREMAP II - LIPI
Jl. Raden Saleh No. 43 Jakarta 10330
www.coremap.or.id
Pemantauan creel indonesiabarat10
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
i
KATA SAMBUTAN
Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) merupakan program
pemerintah yang bertujuan untuk menyelamatkan terumbu karang di perairan
Indonesia. Saat ini COREMAP telah memasuki tahap kedua yang disebut juga sebagai
“Fase Akselerasi”. Pada COREMAP Fase II di wilayah Indonesia bagian barat mendapat
dukungan pendanaan dari Asian Development Bank (ADB) yang meliputi delapan
Kabupaten/Kota, yaitu Batam, Lingga, Natuna, Bintan, Nias, Nias Selatan, Tapanuli
Tengah dan Kepulauan Mentawai.
Pemantauan pendaratan hasil perikanan berbasis masyarakat (CREEL) merupakan suatu
kegiatan yang penting dilakukan secara terus menerus untuk mengetahui dinamika
sumberdaya ikan di lokasi COREMAP II. Data yang dikumpulkan dari hasil kegiatan
berbasis masyarakat ini dapat dianalisa lebih lanjut untuk menghasilkan kebijakan
berikutnya yang berkaitan dengan hasil perikanan, pola tangkap, pendapatan nelayan,
dan upaya pelestarian lingkungan. Oleh karena itu, CRITC COREMAP II – LIPI bersama-
sama PIU Kabupaten/Kota berusaha memfasilitasi masyarakat untuk melakukan
kegiatan CREEL di wilayahnya. Fasilitasi yang dilakukan CRITC Pusat, antara lain
menyusun buku panduan, mengadakan pelatihan, menyediakan anggaran pendukung,
dan melakukan kompilasi serta analisis data secara nasional. PIU bersama CRITC
Kabupaten/Kota dibantu oleh Fasilitator dan Motivator Desa memfasilitasi pelatihan
bagi masyarakat, melakukan pengumpulan data, dan mendistribusikan buku panduan.
Buku ini merupakan gambaran kondisi perikanan nelayan di lokasi COREMAP II kawasan
Indonesia bagian barat, utamanya hasil perikanan dari terumbu karang, yang datanya
dihimpun sejak tahun 2008 sampai sekarang. Semoga upaya ini bermanfaat dan lebih
meningkatkan usaha untuk melestarikan terumbu karang kita semua.
NPIU-CRITC COREMAP II
Direktur,
Dr. Giyanto, Ssi, MSc.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
ii
KATA PENGANTAR
Buku Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat (CREEL) 2010 ini merupakan buku
yang diterbitkan tahunan oleh CRITC COREMAP II LIPI. Buku ini dibuat berdasarkan
kompilasi hasil pendataan di 8 lokasi COREMAP ADB. Pengambilan data dilakukan oleh
para pencatat yang telah terlatih di lokasi-lokasi tempat pendaratan ikan di kabupaten
Nias, Nias Selatan, Kepulauan Mentawai, Tapanuli Tengah, Kota Batam, Kabupaten
Natuna, Bintan dan Lingga. Jumlah desa pendataan CREEL adalah 43 desa yang terdiri
dari 59 lokasi pendaratan ikan.
Dalam buku ini digambarkan hasil tangkapan nelayan, lokasi penangkapan ikan, jenis
tangkapan, Catch Per Unit Effort (CPUE) dan trend tangkapan tahunan. Disadari bahwa
terwujudnya buku Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat (CREEL) 2010 ini karena
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih dan
penghargaan kepada para pengambil data lapangan, CRITC Kabupaten/Kota serta PIU
Kabupaten/Kota di wilayah COREMAP II ADB. Kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu sejak dari proses pengambilan data sampai
tersusunnya buku ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan
kepada Endah Susianti, Dewirina Zulfianita, Djuwariah, Siti Zulha, Widodo, Agus Dendi
Rohendi, Ahmad Reza Dzumalex dan Raden Sutiadi yang telah membantu dalam ‘entry
data’, ‘data clearing’ dan pembuatan grafik-grafik.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam buku ini, untuk itu saran
maupun kritik yang membangun sangat kami harapkan.
Jakarta, November 2011
Penulis
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
iii
DAFTAR ISI
Hal
KATA SAMBUTAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang 1
I.2. Tujuan 2
BAB II METODOLOGI
II.1. Lokasi Pendataan 3
II.2. Waktu Pendataan 3
II.3. Cara Kerja 3
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
III.1. Kabupaten Lingga 5
III.1.2. Gambaran Umum Kabupaten Lingga 5
III.1.3. Lokasi Penangkapan Nelayan 5
III.1.4. Hasil Tangkapan Nelayan 7
III.1.1. Jenis Tangkapan 10
III.1.5. Catch Per Unit Effort 12
III.2. Kabupaten Bintan
III.2.1. Gambaran Umum Kabupaten Bintan 14
III.2.2. Lokasi Penangkapan Nelayan 14
III.2.3. Hasil Tangkapan Nelayan 15
III.2.4. Jenis Tangkapan 18
III.2.5. Catch Per Unit Effort 20
III.3. Kota Batam
III.3.1. Gambaran Umum Kota Batam 23
III.3.2. Lokasi Penangkapan Nelayan 23
III.3.3. Hasil Tangkapan Nelayan 24
III.3.4. Jenis Tangkapan 28
III.3.5. Catch Per Unit Effort 31
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
iv
III.4. Kabupaten Natuna
III.4.1. Gambaran Umum Kabupaten Natuna 33
III.4.2. Lokasi Penangkapan Nelayan 33
III.4.3. Hasil Tangkapan Nelayan 35
III.4.4. Jenis Tangkapan 37
III.4.5. Catch Per Unit Effort 40
III.5. Kabupaten Kepulauan Mentawai
III.5.1. Gambaran Umum Kabupaten Kepulauan Mentawai 42
III.5.2. Lokasi Penangkapan Nelayan 42
III.5.3. Hasil Tangkapan Nelayan 43
III.5.4. Jenis Tangkapan 46
III.5.5. Catch Per Unit Effort 48
III.6. Kabupaten Tapanuli Tengah
III.6.1. Gambaran Umum Kabupaten Tapanuli Tengah 52
III.6.2. Lokasi Penangkapan Nelayan 52
III.6.3. Hasil Tangkapan Nelayan 53
III.6.4. Jenis Tangkapan 56
III.6.5. Catch Per Unit Effort 58
III.7. Kabupaten Nias
III.7.1. Gambaran Umum Kabupaten Nias 61
III.7.2. Lokasi Penangkapan Nelayan 61
III.7.3. Hasil Tangkapan Nelayan 62
III.7.4. Jenis Tangkapan 66
III.7.5. Catch Per Unit Effort 68
III.8. Kabupaten Nias Selatan
III.8.1. Gambaran Umum Kabupaten Nias Selatan 70
III.8.2. Lokasi Penangkapan Nelayan 70
III.8.3. Hasil Tangkapan Nelayan 72
III.8.4. Jenis Tangkapan 75
III.8.5. Catch Per Unit Effort 75
DAFTAR BACAAN 77
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
v
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1 Junlah Desa dan Lokasi Pendataan CREE di 8 Kabupaten Lokasi
COREMAP II
3
Tabel 2. Tangkapan nelayan di Kabupaten Lingga 2010 7
Tabel 3. Ikan Karang Dominan di Kabupaten Lingga 2010 11
Tabel 4 Tren Jenis Tangkapan Dominan Setiap Desa di Kabupaten Lingga 11
Tabel 5 Tangkapan Nelayan di Kabupaten Bintan 2010 16
Tabel 6 Ikan Karang Dominan di Kabupaten Bintan 2010 19
Tabel 7 Tren Tangkapan Dominan Setiap Desa di Kabupaten Bintan 20
Tabel 8 Tangkapan Nelayan di Kota Batam 2010 25
Tabel 9 Jenis tangkapan di Kota Batam 2010 29
Tabel 10 Tren Tangkapan Dominan Setiap Desa di Kota Batam 31
Tabel 11 Tangkapan Nelayan di Kabupaten Natuna 2010 35
Tabel 12 Jenis ikan karang dominan di Kabupaten Natuna 2010 38
Tabel 13 Tren Tangkapan Dominan Nelayan di Kabupaten Natuna 39
Tabel 14 Tangkapan Dominan Masing-masing Desa di Kabupaten Natuna 39
Tabel 15 Tangkapan Nelayan di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2010 44
Tabel 16 Ikan Karang Dominan di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2010 48
Tabel 17 Tren Tangkapan Dominan Masing-masing Desa di Kabupaten
Kepulauan Mentawai
48
Tabel 18 Tangkapan Nelayan di Kabupaten Tapanuli Tengah 2010 53
Tabel 19 Ikan Karang dan ikan Asosiasi Dominan di Kabupaten Tapanuli
Tengah 2010
58
Tabel 20 Tren Tangkapan Dominan Nelayan masing-masing desa di
Kabupaten Tapanuli Tengah
58
Tabel 21 Tangkapan Nelayan di kabupaten Nias Utara 2010 63
Tabel 22 Ikan Karang Dominan di Kabupaten Nias 2010 67
Tabel 23 Tren Tangkapan Dominan di masing-masing Desa Kabupaten Nias 68
Tabel 24 Tangkapan nelayan di Kabupeten Nias Selatan 2010 72
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
vi
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1 Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Lingga 6
Gambar 2 Tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap di Kabupaten Lingga
2010
8
Gambar 3 Trend rata-rata tangkapan nelayan (kg/bulan) di Kabupaten Lingga 9
Gambar 4 Tren Tangkapan Masing-masing Desa di Kabupaten Lingga 9
Gambar 5 Jenis Tangkapan Nelayan berdasarkan famili di Kabupaten Lingga
2010
10
Gambar 6 CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Lingga 2010 12
Gambar 7 Trend CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Lingga 13
Gambar 8 Tren CPUE di Masing-masing desa di Kabupaten Lingga 13
Gambar 9 Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Bintan 15
Gambar 10 Tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap di Kabupaten Bintan
2010
16
Gambar 11 Trend tangkapan nelayan (kg/bulan) di Kabupaten Bintan 17
Gambar 12 Tren Tangkapan Masing-masing Desa 18
Gambar 13 Jenis tangkapan nelayan di Kabupaten Bintan 2010 19
Gambar 14 CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Bintan 2010 21
Gambar 15 Trend alat tangkap dominan di kabupaten Bintan 22
Gambar 16 Tren CPUE Alat Tangkap Pancing dan Jaring di Masing-masing Desa
Kabupaten Bintan
22
Gambar 17 Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kota Batam 24
Gambar 18 Tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap di Kota Batam 2010 26
Gambar 19 Trend tangkapan nelayan (kg/bulan) di Kota Batam 2010 27
Gambar 20 Tren Tangkapan Nelayan di masing-masing Desa 28
Gambar 21 Jenis ikan karang tangkapan nelayan di Kota Batam 2010 30
Gambar 22 CPUE beberapa alat tangkap di Kota Batam 2010 32
Gambar 23 Trend CPUE beberapa alat tangkap di Kota Batam 32
Gambar 24 Lokasi penangkapan Nelayan di Kabupaten Natuna 34
Gambar 25 Tangkapan berdasarkan alat tangkap hari di Kabupaten Natuna
2010
36
Gambar 26 Tren rata-rata tangkapan nelayan (kg/bulan) di Kabupaten Natuna 36
Gambar 27 Tren rata-rata tangkapan nelayan setiap desa (kg/bulan) 37
Gambar 28 Jenis tangkapan dominan di Kabupaten Natuna 2010 37
Gambar 29 Trend CPUE beberapa alat tangkap dominan di Kabupaten Natuna
2010
40
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
vii
Gambar 30 Tren CPUE alat tangkap pancing tunda dan pancing ulur di masing-
masing desa Kabupaten Natuna
41
Gambar 31 Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Kepulauan
Mentawai
43
Gambar 32 Tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap di Kabupaten
Kepulauan Mentawai 2010
45
Gambar 33 Trend tangkapan nelayan rata-rata (kg/bulan) di Kabupaten
Kepulauan Mentawai 2010
46
Gambar 34 Jenis Tangkapan Nelayan di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2010 47
Gambar 35 CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Kepulauan Mentawai 49
Gambar 36 Tren CPUE Alat tangkap Jaring dan Pancing di Kabupaten
Kepulauan Mentawai
50
Gambar 37 Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Tapanuli Tengah 52
Gambar 38 Tangkapan nelayan berdasarkan beberapa jenis alat tangkap di
Kabupaten Tapanuli Tengah
54
Gambar 39 Tren Rata-rata Tangkapan (kg/ bulan) di Kabupaten Tapanuli
Tengah
55
Gambar 40 Tren hasil tangkapan di 3 desa Kabupaten Tapanuli Tengah 56
Gambar 41 Jenis tangkapan nelayan di Kabupaten Tapanuli Tengah 2010 57
Gambar 42 CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Tapanuli Tengah 2010 59
Gambar 43 Trend CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Tapanuli Tengah 60
Gambar 44 Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Nias Utara 62
Gambar 45 Tangkapan Rata-rata nelayan berdasarkan beberapa alat tangkap 64
Gambar 46 Tren Tangkapan Nelayan Per bulan di Kabupaten Nias Utara 65
Gambar 47 Trend rata-rata tangkapan nelayan (kg/bulan) di masing-masing
desa
66
Gambar 48 Jenis tangkapan nelayan di Kabupaten Nias 2010 66
Gambar 49 CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Nias 2010 69
Gambar 50 Trend CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Nias 69
Gambar 51 Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Nias Selatan 71
Gambar 52 Tangkapan nelayan berdasarkan beberapa jenis alat tangkap 73
Gambar 53 Tren tangkapan Nelayan (kg/bulan) di Kabupaten Nias Selatan 74
Gambar 54 Tren Tangkapan Nelayan di masing-masing Desa Kabupaten Nias
Selatan
74
Gambar 55 Beberapa jenis tangkapan dominan di Kabupaten Nias Selatan 2010 75
Gambar 56 Tren CPUE Alat Tangkap Jaring dan Pancing di Kabupaten Nias
Selatan
76
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
1
BAB I PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Terumbu Karang merupakan ekosistem khas daerah tropika. Ekosistem ini mempunyai
peranan yang penting dari sisi ekologi, ekonomi dan estetika. Secara ekologi, ekosistem
ini berfungsi sebagai pelindung pantai, sumber perikanan serta sumber nutrisi bagi biota
yang hidup di dalamnya. Dari sisi ekonomi, ekosistem ini merupakan sumber mata
pencaharian bagi nelayan, sumber pendapatan (penghasil kapur, bahan bangunan) dan
dapat menghasilkan devisa bagi pengusaha wisata bahari. Dari segi estetika, terumbu
karang memiliki keindahan bawah laut yang menjadi aset pariwisata.
Selama ini terumbu karang banyak dimanfaatkan nelayan sebagai sumber mata
pencaharian. Ikan karang dan biota lainnya seperti udang, teripang, kerang-kerangan
merupakan sumber penghasilan para nelayan. Direktorat Jendral Perikanan, 1991 (dalam
Dahuri, et al., 1996) memperkirakan bahwa potensi lestari sumberdaya ikan pada
terumbu karang di Indonesia adalah sebesar 80.802 ton/km2
/th dengan luas total
terumbu karang lebih kurang 50.000 km2.
Sangat disayangkan bahwa untuk mendapatkan ikan dan biota lainnya para nelayan
masih menggunakan teknik-teknik penangkapan yang tidak ramah lingkungan.
Penangkapan ikan dengan menggunakan bubu, lampara dasar, kelong, gillnet, racun dan
bom masih terus berlangsung. Akibatnya kerusakan terumbu karang terus meningkat
dari tahun ke tahun. Menurut hasil penelitian Pusat Penelitian Oseanografi LIPI dari 985
stasiun yang tercatat sampai dengan tahun 2008 menunjukkan bahwa hanya 5,48 %
terumbu karang di Indonesia dalam kondisi sangat baik.
Melihat keadaan terumbu karang yang cukup memprihatinkan itu, berbagai usaha telah
dilakukan, diantaranya adalah program nasional rehabilitasi dan pengelolaan terumbu
karang (COREMAP). Tujuan utama program ini adalah untuk pengelolaan pemanfaatan
sumber daya terumbu karang yang berkelanjutan dan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Salah satu upaya COREMAP untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah
dengan melakukan kegiatan yang dikenal sebagai Pemantauan Perikanan Berbasis
Masyarakat (CREEL). Tujuan dari pemantauan ini adalah untuk mengetahui perubahan-
perubahan yang terjadi dari sudutpandang masyarakat. Perubahan-perubahan itu
meliputi: hasil tangkapan, jenis-jenis yang tertangkap, penggunaan alat tangkap serta
melihat CPUE. Dengan pendekatan CREEL, maka masyarakat nelayan diharapkan dapat
secara mandiri berupaya untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan terumbu
karang demi menjamin penghasilan dan usaha penangkapan ikan agar keperluan mereka
terpenuhi secara terus menerus.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
2
I.2. TUJUAN
Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat (CREEL) ini bertujuan untuk : 1) mengetahui
dimanika hasil tangkapan nelayan, 2) jenis-jenis apakah yang dominan., 3) lokasi
penangkapan dan sebagainya. Hasil pemantauan CREEL ini sangat berguna untuk
menetapkan kebijakan pengelolaan perikanan ke depan. Misalnya: pengaturan
penggunaan alat tangkap, pengaturan daerah penangkapan serta melihat pengaruh
Daerah Perlindungan Laut (DPL), sehingga ke depan informasi tersebut dapat dijadikan
bahan dasar pengelolaan.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
3
BAB II METODOLOGI
Pemantauan Perikanan berbasis masyarakat (CREEL) merupakan survei terpadu yang
terdiri dari berbagai komponen COREMAP. Komponen CBM yang terdiri dari motivator
desa, LPSTK bahkan masyarakat umum berperan sebagai pencatat. CRITC
kabupaten/kota berperan sebagai pengumpul data yang telah diambil oleh pencatat di
setiap lokasi pencatatan dan menganalisis data tersebut untuk lingkup desa. CRITC Pusat
berperan dalam menganalisis data dalam lingkup kabupaten. Oleh karena itu
keberhasilan survei CREEL ini sangat tergantung pada peran masing-masing komponen
tersebut.
II.1. LOKASI PENDATAAN
Pendataan CREEL selama periode 2008 – 2010 dilakukan di 8 Kabupaten di wilayah
COREMAP ADB. Untuk setiap Kabupaten/Kota, lokasi survei CREEL tidaklah sama,
tergantung kesepakatan dengan para pencatat. Jumlah desa dan lokasi pendaratan ikan
untuk melakukan survei CREEL dirangkum pada Tabel 1. Di bawah ini.
Tabel 1. Jumlah Desa dan Lokasi Pencatatan CREEL di 8 Kabupaten Lokasi COREMAP II
No Kabupaten/Kota Jumlah Desa
Pencatatan Creel
Jumlah Lokasi
Pencatatan Creel
1 Kabupaten Mentawai 4 4
2 Kabupaten Tapanuli Tengah 3 5
3 Kabupaten Nias 8 8
4 Kabupaten Nias Selatan 2 2
5 Kabupaten Lingga 7 14
6 Kabupaten Bintan 5 9
7 Kota Batam 7 10
8 Kabupaten Natuna 7 7
Jumlah 43 59
II.2. WAKTU PENDATAAN
Pencatatan pendaratan ikan dilakukan setiap bulan selama 3 hari berturut-turut. Pada
tahun 2008, pendataan dimulai sejak bulan Juni, sedangkan tahun 2009 dan 2010
pendataan berlangsung sejak bulan Januari sampai Desember. Namun demikian selama
masa tersebut juga telah terjadi pergantian desa lokasi CREEL dan pergantian pencatat.
II.3. CARA KERJA
Pengumpulan Data
Pengumplan data dilakukan oleh para pencatat di masing-masing desa. Pengambilan
data dilakukan selama tiga hari berturut-turut pada saat hasil tangkapan tertinggi setiap
bulan. Data yang rutin dikumpulkan setiap bulan adalah formulir 2. Formulir ini berisi
tentang responden, lokasi pendaratan ikan, lokasi penangkapan, alat tangkap, jenis
tangkapan serta harga per jenis ikan. Pengisian formulir mengikuti buku “Pedoman
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
4
Lapangan Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat”. Responden yang didata adalah
nelayan yang cenderung menangkap ikan karang. Jumlah responden umumnya adalah
10% - 30% dari seluruh nelayan terumbu karang di suatu lokasi pendataran ikan.
Entry Data
Setelah data dikumpulkan oleh pencatat, data tersebut diserahkan ke CRITC Kabupaten.
Di kabupaten data dimasukkan ke dalam software/template CREEL yang merupakan
aplikasi berbasis Excel. Pada proses entry data ini banyak sekali human error, sehingga
data yang sudah dimasukkan di dalam aplikasi CREEL harus dibersihkan (clearing data).
Clearing Data
Dari hasil entri data, umumnya masih ditemukan beberapa kesalahan dalam memasukkan
data-data CREEL. Sebagian besar kesalahan terletak pada Inkonsistensi dalam penulisan
tanggal, kode lokasi pendaratan ikan, naman responden, lokasi penangkapan, lokasi
pendaratan ikan, jenis ikan maupun jenis alat tangkap. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya kesalahan pada hasil analisa data. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu
dilakukan Clearing Data agar data yang dimasukkan dapat dianalisa secara benar. Untuk
mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan fasilitas Find and Replace.
Analisa Data
Data yang telah ‘bersih’ dalam aplikasi CREEL siap untuk dianalisa. Variabel yang diamati
adalah: total tangkapan nelayan; tangkapan per alat tangkap, jenis tangkapan dan Catch
Per Unit Effort. Data yang telah dianalisa ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik atau
diagram. Untuk melihat trend perikanan di masing-masing kabupaten/kota, data terkini
dibandingkan dengan data pada tahun sebelumnya.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
5
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
III.1. KABUPATEN LINGGA
III.1.1. Gambaran Umum Kabupaten Lingga
Kabupaten Lingga merupakan salah satu Kabupaten yang baru terbentuk setelah adanya
pemekaran wilayah di Propinsi Kepulauan Riau. Secara geografi wilayah Kabupaten Lingga
terletak antara 0o
– 1o
Lintang Selatan dan 103o
30’ – 105o
00’ Bujur Timur, dengan luas
wilayah ± 211.772 km2
. Terdapat lima kecamatan di Kabupaten ini, yaitu Kecamatan
Singkep, Kecamatan Singkep Barat, Kecamatan Lingga, Kecamatan Lingga Utara, dan
Kecamatan Senayang. Wilayah kabupaten ini terdiri dari 377 pulau besar dan kecil, 94
diantaranya telah berpenghuni dan sisanya belum dihuni. Luas perairan Lingga yaitu
241.898, 28 km2
, lebih luas dibandingkan dengan daratannya. Hal tersebut membuat
pekerjaan utama penduduk Lingga adalah sebagai nelayan (Manuputty, 2007).
Keadaan laut di beberapa lokasi COREMAP di Lingga umumnya masih baik, yaitu lautnya
bersih, keadaan terumbu karangnya juga relatif terpelihara dengan baik, kecuali di dua
lokasi pulau terjauh, yaitu yaitu Berjung dan Penaah. Kedua lokasi ini berbatasan dengan
Laut Cina Selatan sehingga banyak nelayan dari berbagai kabupaten Bintan, Batam
maupun dari negara lain yang seringkali menangkap ikan dengan menggunakan bom,
potas ataupun sianida sehingga keadaan terumbu karang di kedua lokasi COREMAP ini
yang paling rusak. Bahkan nelayan luar daerah tersebut berani mengebom di daerah
perlindungan laut yang telah ditetapkan oleh COREMAP. Nelayan setempat tidak mampu
melakukan apapun untuk menghalau kegiatan penangkapan ikan yang destruktif tersebut
karena keterbatasan kemampuan perahu yang dimiliki.
Dalam upaya untuk mengatasi degradasi terumbu karang di Kabupaten Lingga, COREMAP
telah melakukan berbagai kegiatan yang melibatkan masyarakat. Misalnya pembentukan
kelompok pengawas terumbu karang, memberikan alternatif mata pencaharian serta
membentuk daerah perlindungan laut (DPL). Upaya tersebut diharapkan dapat menekan
kerusakan yang terjadi, lebih khusus lagi dapat meningkatkan pendapatan nelayan,
terutama nelayan yang menangkap ikan di sekitar terumbu karang.
III.1.2. Lokasi Penangkapan Nelayan
Pusat penangkapan ikan Kabupaten Lingga tergantung tempat tinggal nelayan. Di desa
Temiang, lokasi penangkapan ikan meliputi perairan di sekitar Laut Nyamuk, Remang,
Ompos, Air Tombu, Tue, Terumbu Raye, Tajur, Pulau Belang, ujung Pulau Batang, Cik Nen,
Pulau Senang, Kibon, Air Jambu, Pulau Tuju, Pulau Paku Tinjul dan Teban. Lokasi
penangkapan ikan di desa Benan diantaranya Benan, Kepala Katang, Laut Timor, Malang
Tongkang, Karang Laut dan Karang Pesisir. Lokasi penangkapan ikan di Sekanah
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
6
diantaranya Karang Pulau, Selat Putut, Karang Sasah, Karang Laut dan Pulau Burung.
Lokasi penangkapan ikan di desa Limbung diantaranya Pulau Barok, Pulau Kekek, Muara
Sakeke dan Pulau Telom. Lokasi penangkapan ikan di desa Berjung diantaranya Pulau
Buaya, Pulau Bulat, Pulau Sipat dan Pulau Sadai. Lokasi penangkapan ikan di desa Mamut
diantaranya Pulau Bugai, Pulau Kalan, Sungai Sebong, Suak Ratai, Pulau Malim, Pulau
Laya, Terumbu Panjang, Pulau Pelonggot, Pulau Peragi dan Pulau Paku.
Gambar 1. Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Lingga
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
7
III.1.3. Hasil Tangkapan Nelayan
Tangkapan Tahun 2010
Pengambilan data CREEL tahun 2009 di Kabupaten Lingga dilakukan di 7 desa, yaitu
Limbung, Benan, Berjung, Penaah, Sekanah, Temiang dan Mamut. Di masing-masing desa
ditetapkan 2 lokasi pendaratan ikan sebagai tempat pendataan, sehingga jumlah lokasi
pendaratan ikan di Kabupaten Bintan adalah 14 lokasi.
Hasil tangkapan nelayan bervariasi setiap bulannya. Rata-rata tangkapan nelayan selama
3 hari pendataan dari bulan Januari– Desember 2010 adalah sebesar 176,42 kg/bulan
(Tabel 2). Tangkapan nelayan terlihat cenderung meningkat pada bulan Februari sampai
Juni, kemudian menurun pada bulan Juli sampai Desember 2010. Keadaan ini
bertentangan dengan Romdiati, et.al (2006) yang menyatakan bahwa hasil tangkapan
terbesar umumnya diperoleh nelayan pada Musim Selatan (Juni-September). Jika
dibandingkan dengan tangkapan pada tahun 2009 hasil ini juga bertentangan, karena
pada tahun 2009 hasil tangkapan nelayan tertinggi dijumpai pada bulan Juli – November
(Sjafrie, 2010).
Tabel 2. Tangkapan nelayan di Kabupaten Lingga 2010
Bulan Total Tangkapan
(kg)
Jumlah lokasi
pendaratan
Rerata tangkapan
(kg/bulan)
Januari 1635 14 116,79
Februari 2958,6 14 211,33
Maret 2625,1 14 187,51
April 3352,7 14 239,48
Mei 4331,5 14 309,39
Juni 4659,4 14 332,81
Juli 1460,7 13 104,34
Agustus 1624,6 14 116,04
September 1439,2 14 102,80
Oktober 2121,7 14 151,55
November 1712,6 14 122,33
Desember 1604,8 14 114,63
Rata-rata 176,42
Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap Tahun 2010
Hasil identifikasi alat tangkap tahun 2010, diketahui bahwa nelayan di Kabupaten Lingga
menggunakan 5 jenis alat tangkap, yaitu bubu, candit, jaring, pancing dan pancing rawai.
Namun demikian hanya 3 alat tangkap yang memberikan kontribusi signifikan kepada
total tangkapan, yaitu bubu, pancing dan rawai (Gambar 2)
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
8
Gambar 2. Tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap di Kabupaten Lingga 2010
Dibandingkan dengan tahun 2009, alat tangkap nelayan tahun 2010 berkurang sekitar
50%. Hal ini disebabkan adanya kesepakatan pencatat tentang pendataan alat tangkap.
Alat tangkap jaring didefinisikan sebagai alat tangkap berbentuk net yang diletakkan statis
di perairan, termasuk jaring kepiting. Sedangkan alat tangkap pancing adalah alat
tangkap berupa pancing dengan mata kail, dapat merupakan pancing tunda atau pancing
ulur. Sementara itu definisi bubu adalah alat tangkap berupa perangkap yang
penggunaannya diletakkan di dasar perairan.
Gambar 2. memperlihatkan bahwa alat tangkap bubu memberikan kontribusi terbesar
terhadap total tangkapan. Penggunaan bubu terbanyak dilakukan oleh nelayan di desa
Penaah dan Temiang, sedangkan di desa Benan bubu juga digunakan, namun tidak
sebanyak di kedua desa tersebut. Kontribusi alat tangkap pancing lebih besar hampir 30%
dibandingkan dengan alat tangkap jaring.
Trend Tangkapan
Pemantauan pendaratan ikan di daerah-daerah COREMAP Kabupaten Lingga telah
dilakukan sejak tahun 2008. Perbandingan data yang diperoleh pada tahun 2008 sampai
2010 menunjukkan bahwa rata-rata tangkapan per bulan cenderung meningkat. Pada
tahun 2008, rata-rata tangkapan per bulan sebesar 101,5 kg, bertambah menjadi 105,9
kg tahun 2009 dan 176,42 kg pada tahun 2010 (Gambar 3).
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
9
Gambar 3. Trend rata-rata tangkapan nelayan (kg/bulan) di Kabupaten Lingga
Apabila dilihat dari tren tangkapan masing-masing desa, diketahui bahwa kenaikan rata-
rata tangkapan nelayan per bulan tahun 2010 disebabkan oleh adanya kenaikan hasil
tangkapan di beberapa desa (Gambar 4). Di desa Penaah dan Sekanah, tangkapan
nelayan naik lebih dari 50%. Artinya kedua desa tersebut memberikan kontribusi yang
cukup berarti terhadap rata-rata tangkapan nelayan. Demikian pula untuk desa Benan,
Limbung dan Temiang.
Gambar 4. Trend Tangkapan di Masing-masing Desa Kabupaten Lingga
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
10
III.1.4. Jenis Tangkapan
Jenis Tangkapan Tahun 2010
Jenis tangkapan yang diperoleh nelayan di Kabupaten Lingga sangat bervariasi. Jenis
tangkapan dibedakan menjadi kelompok ikan dan non ikan. Kelompok ikan dibedakan
lagi menjadi kelompok ikan karang dan non ikan karang. Kelompok ikan karang
didominasi oleh 5 famili, yaitu : Carangidae, Lutjanidae, Siganidae, Haemulidae dan
Serranidae (Gambar 5)
Kelompok non ikan karang yang umumnya tertangkap di Kabupaten Lingga adalah jenis-
jenis ikan yang termasuk kedalam famili Sphyraenidae dan Scomridae. Sedangkan
kelompok non ikan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap total tangkapan
nelayan adalah famili Portunidae dan Loligonidae.
Gambar 5. Jenis Tangkapan nelayan berdasarkan famili di Kabupaten Lingga 2010
Jenis Ikan Karang Tahun 2010
Ikan-ikan karang yang ditangkap oleh nelayan di Kabupaten Lingga dikelompokkan
menjadi sepuluh jenis ikan karang yang dominan berdasarkan jumlah tangkapannya
(Tabel 3).
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
11
Tabel 3. Ikan Karang Dominan di Kabupaten Lingga 2010
Nama Lokal Nama Ilmiah Nama Famili
Mentimun / Landok/
Mentimun besar/LUT 3
Lutjanus decussatus Lutjanidae
Rentek / Bulat/CAR 2 Carangoides fulvoguttatus Carangidae
Selar/CAR 6 Atule mate Carangidae
Kaci/Mensiko/HAE 5 Plectohinchus flavomaculatus Haemulidae
Sagai / Kepeng/CAR 1 Caranx caeruleopinnatus Carangidae
delah pisang/CAR 4 Caranx melampygus Carangidae
Ketambak / Tambak /
Mempinang/LET 4
Lethrinus lentjan Lethrinidae
Pelantak / Mentimun
landuk / Kutu Batu/LUT 4
Lutjanus ehrenbergi Lutjanidae
Rapang/MUG 1 Valamugil sp Mugillidae
Dingkis/SIG 3 Siganus argenteus Siganidae
Tren Jenis Tangkapan
Tren tangkapan nelayan selama tahun 2009 sampai 2010 memperlihatkan
kecenderungan nelayan adalah menangkap ikan karang. Hal ini didukung oleh data alat
tangkap bubu dan pancing memberikan kontribusi terbesar terhadap hasil tangkapan.
Tren tangkapan d masing-masing desa juga mendukung keadaan ini. Tabel 4
memperlihatkan bahwa di desa Sekanah dan Temiang tangkapan dominan kedua desa
tersebut adalah ikan karang. Sementara itu di desa Limbung tren jenis tangkapan terlihat
sama sejak tahun 2008, yaitu rajungan. Informasi dari pencatat dikatakan bahwa hampir
semua nelayan desa Limbung menangkap rajungan, hanya ada beberapa orang saja yang
mengambil ikan.
Tabel 4. Tren Jenis Tangkapan Dominan Setiap Desa di Kabupaten Lingga
DESA 2008 2009 2010
Benan Selar (CAR 8) Pari Ume
Berjung Bawal Sotong Karang Tongkol (SCO 5)/
sotong
Limbung Rajungan Rajungan Rajungan
Mamut Mentimun (LUT 3) Ikan Karang Mentimun/LUT 3
Penaah Tenggiri Ikan Karang Jahan
Sekanah Pari Ikan Karang Ikan Karang
Temiang Ikan karang Ikan Karang Ikan Karang
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
12
III.1.5. Catch Per Unit Effort (CPUE)
CPUE Tahun 2010
Catch Per Unit Effort atau total tangkapan per satuan usaha menunjukkan produktifitas
per masing-masing alat tangkap yang digunakan di tiap daerah. Alat tangkap di kabupaten
Lingga yang umum digunakan adalah bubu, pancing dan jaring. Sementara itu alat
tangkap candit digunakan oleh sebagian kecil nelayan di desa Benan, Berjung, Mamut,
Penaah dan Temiang.
Penangkapan per Satuan Usaha (Catch Per Unit Effort/CPUE) dari kelima alat tangkap itu
memberikan gambaran yang berbeda . CPUE untuk alat tangkap bubu terlihat paling
tinggi (38,05 kg) dibandingkan dengan CPUE alat tangkap lainnya. Alat tangkap ini terlihat
banyak digunakan oleh oleh nelayan desa Penaah dengan jenis tangkapan umumnya
adalah ikan-ikan karang. Nilai CPUE alat tangkap pancing dan jaring dan pancing, tidak
terlalu tinggi, masing-masing sebesar 13,88 kg dan 9,91 kg (Gambar 6).
Gambar 6. CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Lingga 2010
Trend CPUE
Trend CPUE alat tangkap di Kabupaten Lingga disarikan dalam Gambar 7. Dari gambar
tersebut terlihat bahwa nilai CPUE alat tangkap bubu mengalami kenaikan yang sangat
tinggi. CPUE pancing cenderung stabil, sedangkan rawai menurun.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
13
Gambar 7. Trend CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Lingga
Tren CPUE setiap desa
CPUE bubu CPUE Pancing
CPUE Jaring CPUE Rawai
Gambar 8. Tren CPUE di Masing-masing desa Kabupaten Lingga
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
14
III.2. KABUPATEN BINTAN
III.2.1 Gambaran Umum Kabupaten Bintan
Kabupaten Bintan terletak antara 1o
00’ Lintang Utara, 1o
20’ Lintang Selatan, 104o
00’
Bujur Timur, 108o
30’ Bujur Barat. Luas wilayah kabupaten mencapai 88.038,54 km2.
Memiliki jumlah pulau sekitar 2002 buah dan hanya 49 buah pulau yang berpenghuni,
sisanya walaupun belum dihuni tapi telah dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian,
khususnya usaha perkebunan.
Sebagai salah satu Kabupaten yang memiliki pulau-pulau cukup banyak, sektor perikanan
tangkap berpotensi untuk dikembangkan. Saat ini perikanan tangkap yang dilakukan
penduduk masih bersifat tradisional. Menurut Mujiani, et.al, (2007) menyatakan bahwa
kecenderungan penurunan penangkapan akibat dari cara penangkapan yang tidak ramah
lingkungan pada era 1980 – 1990an, sehingga mematikan biota laut di sekitarnya. Namun
hasil kajian tahun 2007 menemukan kecenderungan sebaliknya, yaitu produksi ikan
tangkap di Pulau Mapur mengalami perkembangan baik jenis maupun jumlahnya.
Keadaan ini mungkin didukung oleh adanya peraturan desa yang melarang nelayan luar
masuk ke perairan Mapur, karena Kepulauan Mapur dijadikan sebagai area Konservasi,
dengan demikian praktek-praktek pengeboman dan penggunaan racun berkurang
signifikan.
Produksi perikanan di Kabupaten Bintan tentunya sangat berkaitan erat dengan kondisi
terumbu karang yang ada disana. Menurut CRITC-COREMAP II-LIPI (2006) luas terumbu
karang di Kepulauan Tambelan adalah 31,26 km2 dan sedangkan di Pulau Mapur 18,11
km2. Hasil pengamatan di 12 stasiun di Kepulauan Tambelan menunjukkan bahwa di 11
stasiun pengamatan, terumbu karang masih dalam kondisi baik, sedangkan pengamatan
di 6 stasiun di Pulau Mapur menunjukkan bahwa hanya 3 stasiun yang kondisi terumbu
karangnya termasuk baik. Jenis-jenis ikan karang yang dijumpai di Kepulauan Tambelan
dan Pulau Mapur adalah sebanyak 182 jenis. Hasil monitoring yang dilakukan oleh CRITC
COREMAP II-LIPI (2007) menunjukkan bahwa terjadi kenaikan persentase tutupan karang
hidup sebesar lebih kurang 10%. Dengan kata lain, bila terumbu karang bertambah baik,
maka perikanan pun akan bertambah baik, selanjutnya akan memberikan ‘kesejahteraan’
bagi nelayan sekitarnya.
III.2.2 Lokasi Penangkapan Nelayan
Para nelayan di Kabupaten Bintan melakukan penangkapan ikan di lokasi-lokasi yang
berbeda, tergantung dimana mereka tinggal. Nelayan dari desa Kijang, umumnya
melakukan penangkapan di sekitar perairan Simpang Alur, Busung, Malang Pandan dan
Kampung Masiran. Sementara itu para nelayan dari desa Kawal menangkap ikan di
perairan sekitar Pulau Cengom, nelayan desa Teluk Bakau di perairan sekitar Malang
Buruk, Pulau Ledang, Pulau Sentot, Tanjung Kelun, Beruan, dan Pulau Nikkoi. Selanjutnya
nelayan dari desa Malang Rapat melakukan penangkapan ikan di perairan sekirar Karang
Kampe.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
15
Gambar 9. Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Bintan
III.2.3 Hasil Tangkapan Nelayan
Tangkapan Tahun 2010
Tangkapan ikan nelayan kabupaten Bintan pada tahun 2010 mewakili semua musim (4
musim) yaitu dari bulan Januari sampai Desember. Periode Musim di kabupaten Bintan
masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya yaitu musim Utara (November-Februari),
musim Timur (Maret-Mei), musim Selatan (Juni-Agustus) dan musim Barat (September-
Oktober). Nelayan di kabupaten Bintan umumnya melaut di setiap musim meskipun pada
musim tertentu yaitu musim Utara angin dan ombak besar. Saat ini hanya sedikit nelayan
yang melaut.
Rata-rata tangkapan per bulan nelayan selama 3 hari pendataan di kabupaten Bintan dari
bulan Januari sampai Desember berikisar antara 188,41 kg - 655,12 (Tabel 5). Tangkapan
ikan tertinggi terjadi pada musim selatan (bulan Juni). Musim selatan umumnya musim
paling produktif bagi nelayan untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal
dibanding musim yang lainnya. Pada musim ini cuaca sangat mendukung bagi nelayan
untuk melaut.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
16
Tabel 5. Tangkapan Nelayan di Kabupaten Bintan 2010
Bulan Total Tangkapan (kg)
Jumlah lokasi
pendaratan
Rerata
tangkapan
(kg/bulan)
Januari 1507,3 8 188,41
Februari 2078,3 9 230,92
Maret 1878,3 8 234,79
April 4414,9 9 490,54
Mei 5896,1 9 655,12
Juni 5863 9 651,44
Juli 2888,1 8 361,01
Agustus 3226,5 9 358,50
September 3079,3 9 342,14
Oktober 3137,5 9 348,61
November 3438,8 9 382,09
Desember 2667,7 9 296,41
Rata-rata 378,33
Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap Tahun 2010
Alat tangkap yang digunakan nelayan kabupaten Bintan umumnya masih sama dengan
tahun-tahun sebelumnya. Jenis alat tangkap yang digunakan adalah pancing, jaring, bubu
ketam, candit, kelong, tangkul dan speargun (Gambar 10). Diantara jenis-jenis alat
tangkap tersebut terdapat beberapa alat yang memiliki produktivitas tinggi yaitu,
pancing, jaring dan bubu ketam.
Gambar 10. Tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap di Kabupaten Bintan 2010
Dari tiga alat tangkap dominan yang digunakan oleh nelayan di kabupaten Bintan, alat
tangkap pancing memiliki total tangkapan paling tinggi yaitu 14288,4 kg. Alat tangkap ini
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
17
banyak digunakan oleh nelayan di Desa Mapur, Kawal, Malang Rapat dan Teluk Bakau.
Penangkapan ikan dengan alat tangkap jaring hanya dilakukan oleh nelayan Desa Kawal,
Teuk Bakau dan Malang Rapat, di Mapur alat tangkap jaring sudah tidak digunakan lagi.
Nelayan desa Mapur bersepakat untuk tidak menggunakan alat tangkap jaring, dan juga
melarang nelayan luar desa memakai alat tangkap tersebut di lokasi penangkapan
mereka. Total tangkapan dengan bubu ketam sebesar 6077,2 kg, hasil tersebut diperoleh
dari nelayan di lima desa pendataan CREEL.
Trend Tangkapan
Trend total tangkapan per tahun merupakan perbandingan rata-rata tangkapan nelayan
per bulan pada tahun 2008 sampai tahun 2010. Rata-rata tangkapan perbulan
mengalami kenaikan yaitu dari 197, 55 kg pada tahun 2008 naik hingga 378, 33 kg pada
tahun 2010 (Gambar 11). Dari gambar ...terlihat kecendrungan kenaikan rata-rata hasil
tangkapan nelayan selama periode waktu tersebut. Meningkatnya rata-rata tangkapan
tersebut mungkin disebabkan oleh meningkatnya hasil tangkapan di desa Malang Rapat,
Kawal dan Mapur (Gambar 12).
Gambar 11. Trend tangkapan nelayan (kg/bulan) di Kabupaten Bintan
Di desa Gunung Kijang, tren tangkapan terlihat menurun. Seperti diketahui bahwa
tangkapan utama nelayan gunung kijang adalah rajungan. Hasil wawancara dengan
nelayan diketahui bahwa hasil tangkapan rajungan semakin menurun. Dikatakan pula
bahwa banyak nelayan dari luar desa Gunung Kijang ikut menangkap rajungan di lokasi
penangkapan mereka, misalnya nelayan dari kawal dan Malang Rapat.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
18
Gambar 12. Tren Tangkapan Masing-masing Desa
III.2.4 Jenis Tangkapan
Jenis Tangkapan Tahun 2010
Jenis-jenis tangkapan nelayan kabupaten Bintan umumnya bervariasi mulai dari
tangkapan jenis ikan dan non ikan. Hasil tangkapan non ikan mendominasi hasil
tangkapan, yaitu dari famili Loligonidae dan Portunidae. Loligonidae atau cumi-cumi
merupakan tangkapan terbanyak, dengan total tangkapan 6473,7 kg (Gambar13),
umumnya ditangkap oleh nelayan desa Kawal, Malang Rapat dan Teluk Bakau.
Dari tujuh famili dominan, tidak ada satupun yang termasuk ke dalam ikan karang. Akan
tetapi kelompok ikan beronang (famili Siganidae) masih terhitung ke dalam famili ikan
dominan yang tertangkap dengan total tangkapan 2423,4 kg. Ikan ini merupakan
kelompok ikan yang hidup di padang lamun. Sementara ikan todak juga memberikan
kontribusi yang cukup besar terhadap total tangkapan nelayan di kabupaten Bintan,
dengan total tangkapan sebesar 3555,7 kg.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
19
Gambar13. Jenis tangkapan nelayan di Kabupaten Bintan 2010
Jenis Ikan Karang Tahun 2010
Untuk kelompok ikan karang, suku Mugillidae merupakan tangkapan terbanyak, diwakili
oleh jenis belanak (Valamugil sp) dan lencam (Letrhinus lenjan). Sedangkanuntuk ikan
asosiasi Lutjanidae dan Carangidae yang diwakili oleh jenis Lutjanus lenjan, L. Decussatus,
Decapterus tabl dan Caranx caeruleopinnatus (Tabel 6)
Tabel 6. Ikan Karang Dominan di Kabupaten Bintan 2010
jenis ikan Suku berat ikan
Valamugil sp Mugillidae 612,00
Lethrinus lentjan Lethrinidae 287,40
Lutjanus ehrenbergi Lutjanidae 216,20
Decapterus tabl Carangidae 168,00
Caranx caeruleopinnatus Carangidae 133,80
Lutjanus decussatus Lutjanidae 116,10
Tren Jenis Tangkapan
Hasil analisa data CREEL mengenai tren tangkapan dominan sejak tahun 2008 sampai
tahun 2010 memperlihatkan tidak ada perubahan. Rajungan tetap menjadi tangkapan
dominan selama periode waktu tersebut. Komoditi ini memang merupakan komoditi
unggulan untuk kabupaten Bintan. Ada sekitar 10 miniplan rajungan yang ada di
kabupaten ini. . Hasil tangkapan rajungan terbesar diperoleh dari Desa Gunung Kijang
(Tabel 7). Meskipun demikian, dari hasil wawancara diketahui bahwa hasil tangkapan
rajungan di desa Gunung Kijang semakin menurun, ukurannya pun bertambah kecil.
Nelayan mulai merasakan hal tersebut, mereka melakukan langkah-langkah pelestarian.
Di desa Kawal, satu kelompok nelayan pencari rajungan bersepakat untuk melepaskan
rajungan yang bertelur kembali ke perairan. Upaya ini haruslah mendapat dukungan dari
Pemda setempat untuk menularkan ide ini kepada kelompok pencari rajungan lainnya.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
20
Di desa Kawal, tangkapan dominan adalah ikan todak. Ikan ini bukanlah ikan yang
memiliki nilai ekonomi tinggi, karena permintaan maupun harganya relatif rendah. Akan
tetapi masyarakat di desa Kawal menggunakan ikan tersebut sebagai bahan dasar
pembuatan kerupuk, sehingga dapat meningkatkan harga jual daripada menjualnya
dalam keadaan segar. Pemda pun harus memfasilitasi kegiatan ini. Agar pasar lebih luas,
maka Pemda melalui Dinas Kesehatan dan Depag harus memfasilitasi kelompok
masyarakat dalam hal perbaikan mutu, kemasan dan dapat memperoleh sertifikat halal.
Tabel 7. Tren Tangkapan Dominan Setiap Desa di Kabupaten Bintan
DESA 2008 2009 2010
Gunung Kijang rajungan rajungan Rajungan
Kawal todak todak Todak
Malang Rapat Selar/selikur Selar/selikur Jahan
Mapur Jahan/pari sotong Sotong karang
Teluk Bakau rajungan Selikur/selar lambai
III.2.5 Catch Per Unit Effort (CPUE)
CPUE Tahun 2010
CPUE (Tangkapan per unit usaha) digunakan untuk mengetahui produktivitas per alat
tangkap untuk setiap musim. Dari ketujuh alat tangkap yang digunakan nelayan di
kabupaten Bintan hanya 4 jenis alat tangkap yang memberikan memiliki nilai CPUE tinggi,
yaitu kelong, pancing, jaring dan tangkul (Gambar 14).
Dari hasil penghitungan CPUE akan terlihat bahwa nilai CPUE kelong paling tinggi
dibandingkan dengan alat tangkap lainnya. Nilai CPUE kelong adalah 42,13 kg. Alat
tangkap ini merupakan alat tangkap statis yang dipasang diperairan. Nelayan akan
mengambil ikan hasil tangkapan dengan waktu yang tidak sama (irregular), bisa 3 hari,
seminggu, bahkan lebih. Kelong juga bukan merupakan alat tangkap yang dominan,
artinya tidak semua nelayan memiliki alat tangkap tersebut. Demikian juga dengan
tangkul. Alat tangkap tangkul, umumnya digunakan untuk menangkap ikan belanak. Dari
data yang terkumpul diketahui bahwa tangkul hanya digunakan oleh nelayan desa Kawal.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
21
Gambar 14. CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Bintan 2010
Sebaliknya pancing dan jaring merupakan alat tangkap yang hampir dimiliki oleh setiap
nelayan. Nilai CPUE pancing adalah 21,62 kg, sedangkan jaring 22,76 kg. Alat tangkap
bubu ketam, walaupun umum dimiliki oleh nelayan di desa Gunung Kijang, Kawal, Malang
Rapat dan Teluk Bakau, nilai CPUEnya relatif kecil.
Trend CPUE
Nilai CPUE alat tangkap jaring di kabupaten Bintan tahun 2008 cenderung mengalami
penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2009 maupun tahun 2008 (Gambar 15). Nilai
CPUE relatif besar penurunannya dari 35,42 kg di tahun 2009 menjadi 22,76 kg di tahun
2010. Keadaan ini menggambarkan bahwa produktivitas alat tangkap jaring relatif
berubah. Kenaikan nilai CPUE pancing cukup signifikan yaitu 10,52 kg di tahun 2009
menjadi 21,62 kg pada tahun 2010. Keadaan ini menggambarkan bahwa produktifitaf
alat tangkap pancing semakin meningkat.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
22
Gambar 15. Trend alat tangkap dominan di kabupaten Bintan
Informasi yang diperoleh dari nelayan, jaring memang sudah tidak digunakan lagi di desa
Mapur (Gambar 16). Nelayan desa Mapur memilih pancing sebagai alat tangkap mereka.
Hal ini berhubungan dengan tumbuhnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya
melestarikan lingkungan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nagib (2009) menyatakan
bahwa tingkat kesadaran masyarakat desa Mapur saat ini jauh meningkat jika
dibandingkan dengan sebelum adanya program COREMAP.
Gambar 16. Tren CPUE Alat Tangkap Pancing dan Jaring di masing-masing Desa Kabupaten Bintan
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
23
III.3. KOTA BATAM
III.3.1 Gambaran Umum Kota Batam
Batam merupakan salah satu kota administratif di Kepulauan Riau yang terpilih sebagai
lokasi ADB-COREMAP fase II. Kondisi geografis Kota Batam yang terdiri dari pulau-pulau
kecil yang berjumlah lebih kurang 328 buah dengan garis pantai sepanjang lebih kurang
1.261 km dan luas perairan 289.300 ha tu 74% dari luas total wilayah kota Batam.
Wilayah pesisir dan laut sebagai penghasil bahan makanan telah dimanfaatkan oleh
masyarakat Kota Batam. Hal ini terlihat dari potensi kelautan dan perikanan Kota Batam
yang tergolong tinggi (Romdiati & Noveria, 2005). Pada tahun 2004, hasil tangkapan di
wilayah perairan Kota Batam adalah 9.150,1 ton (Dinas Kelautan Perikanan dan Pertanian
Kota Batam, 2004). Sebagian produksi perikanan berasal dari perikanan tangkap.
Wilayah yang menghasilkan ikan terbanyak adalah kecamatan Galang (3.501,8 ton),
Belakang Padang (2.271,6 ton) dan Bulang (1.983,7 ton). Pada umumnya para nelayan
menggunakan alat tangkap yang sederhana hingga sedikit modern dengan areal tangkap
utama di sekitar atau sedikit lebih jauh dari lokasi tinggal. Jenis sumber daya laut yang
ditangkap kebanyakan berupa ikan karang, teripang, cumi-cumi atau sotong dan
beberapa jenis ikan pelagis.
Peningkatan jumlah penduduk serta berkembangnya sektor pariwisata di Kota Batam
akan meningkatkan kebutuhan bahan pangan, terutama yang berasal dari sumber daya
laut. Hal ini tentunya akan memacu kegiatan tangkap-lebih oleh para nelayan, yang
mengakibatkan kerusakan habitat dan mengganggu kestabilan ekosistem yang ada.
Akhirnya akan berimplikasi terhadap menurunnya populasi ikan dan biota lainnya atau
menurunnya hasil tangkapan nelayan. Kondisi ini diperparah dengan penggunaan alat
tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti : racun, bom serta alat tangkap yang
merusak.
III.3.2 Lokasi Penangkapan Nelayan
Di Batam terdapat banyak lokasi penangkapan ikan yang umumnya terletak di terumbu
karang atau perairan sekitar pulau-pulau kecil yang banyak terdapat di Batam. Lokasi-
lokasi ini antara lain Ujung Baran, Semandur, Dempu, Pasir Gelam, Tanjung Kudus,
Tanjung Melagan, dan Laut di sekitar Pulau-pulau kecil seperti Pulau Abang Kecil, P.
Mubut, P. Nguan, P. Petong, P. Segayang, P. Hantu, P. Perempuan, P. Samak, P. Pilis, dan
P. Labon. Kecenderungan nelayan untuk memilih lokasi penangkapan umumnya
tergantung musim dan cuaca pada saat itu. Apabila sedang musim tenang umumnya
nelayan banyak menangkap di perairan lepas yang relatif jauh dari pulau untuk
menangkap ikan-ikan pelagis seperti tongkol dan tenggiri. Sedangkan pada musim badai,
nelayan biasanya hanya menangkap di perairan sekitar pemukiman mereka.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
24
Gambar 17. Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kota Batam
III.3.3 Hasil Tangkapan Nelayan
Tangkapan Tahun 2010
Pendataan CREEL di kota Batam dilakukan sepuluh lokasi pendaratan ikan yang berada di
tujuh desa. Namun demikian data yang berhasil dihimpun bervariasi, misalnya pada
bulan Januari, Agustus dan September 2010 data yang dikumpulkan hanya berasal dari
lima lokasi pendaratan ikan, sedangkan pada bulan Februari – Juli data yang dikumpulkan
berasal dari 6 lokasi pendaratan ikan, pada bulan Oktober dari tujuh lokasi pendaratan
dan pada bulan november dan Desember data berasal dari 8 lokasi pendaratan ikan.
Hasil pendataan menunjukkan bahwa rata-rata hasil tangkapan nelayan selama 3 hari
pendataan berkisar antara 133,07 – 256,38 kg per bulan, dengan rata-rata tangkapan per
bulan pada tahun 2010 adalah sebesar 213,25 kg. Tangkapan tertinggi diperoleh pada
bulan Juni sedangkan tangkapan terendah diperoleh pada bulan Oktober 2010 (Tabel 8).
Keadaan ini lebih disebabkan oleh kondisi musim pada bulan Juni relatif tenang sehingga
nelayan dapat melaut tanpa terganggu oleh cuaca (angin, gelombang).
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
25
Tabel 8. Tangkapan Nelayan di Kota Batam 2010
Bulan
Total tangkapan
(kg)
Jumlah
lokasi
pendaratan
Rerata
tangkapan
(kg/bulan)
Januari 1246,8 5 249,36
Februari 1231,9 6 205,32
Maret 1489,8 6 248,30
April 1438,3 6 239,72
Mei 1405,8 6 234,30
Juni 1538,3 6 256,38
Juli 1441,2 6 240,20
Agustus 1037,7 5 207,53
September 1061,5 5 212,30
Oktober 931,5 7 133,07
November 1344,4 8 168,05
Desember 1316,2 8 164,53
Rata-rata 213,25
Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap Tahun 2010
Hasil identifikasi tentang penggunaan alat tangkap diperoleh gambaran bahwa terdapat
delapan jenis alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan di Kota Batam sepanjang tahun
2010. Dari delapan alat tangkap tersebut, alat tangkap pancing, bubu dan jaring
memberikan hasil tangkapan yang lebih banyak dibandingkan dengan kelima alat tangkap
lainnya (Gambar 18.). Jaring ketam hanya digunaan di Pulau Mubud untuk menangkap
udang hepo, hal ini karena udang hepo memiliki harga jual yang cukup tinggi, yaitu Rp.
70.000 – 75.000 per kg. Candit dan cedok, biasanya digunakan untuk menangkap cumi-
cumi oleh nelayan di desa Karas, Nguan, Air Saga, Pulau Abang dan Pulau Sembur.
Pancing digunakan oleh nelayan di lima desa, yaitu Karas, Nguan, Pulau Petong, Pulau
Abang dan Pulau Sembur.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
26
Gambar 18. Tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap di Kota Batam 2010
Hasil tangkapan per alat tangkap tahun 2010 jika dibandingkan dengan tahun 2009
terjadi perubahan. Pada tahun 2010 hasil tangkapan tertinggi diperoleh dari alat tangkap
pancing, sedangkan pada tahun 2009 alat tangkap jaring. Selanjutnya bubu menempati
urutan kedua dan jaring urutan ke tiga pada tahun 2010. Sementara itu tahun 2009
urutam kedua dan ketiga dari hasil tangkapan diperoleh dari alat tangkap pancing dan
candit. Keadaan ini menggambarkan adanya perubahan taret tangkapan antara tahun
2010 dan 2009. Selain itu hal ini mungkin berhubungan dengan tingkat kesadaran
masyarakat nelayan untuk lebih menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan,
sehingga alat tangkap jaring mulai ditinggalkan. Hasil wawancara dengan nelayan
setempat memang dikatakan bahwa saat ini pemahaman masyarakat tentang pentingnya
menjaga lingkungan perairan mereka semakin bertambah.
Trend Tangkapan
Trend tangkapan tahunan dapat digunakan untuk melihat perkembangan usaha
perikanan nelayan setiap tahunnya. Hal tersebut dapat di tunjukkan dengan mengamati
rata-rata total tangkapan nelayan setiap tahun pada musim yang sama. Hal ini sangat
bermanfaat bagi nelayan untuk melakukan manajemen dalam kegiatan penangkapan
ikan.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
27
Gambar 19. Trend tangkapan nelayan (kg/bulan) di Kota Batam 2010
Secara umum rata-rata total tangkapan perbulan tahun 2008 sampai tahun 2010 yang
diperoleh nelayan cukup bervariasi. Rata-rata total tangkapan nelayan tahun 2010 di Kota
Batam adalah 213,25 kg per bulan (Gambar 19). Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan
dengan rata-rata tangkapan pada tahun 2009 namun lebih besar dari tahun 2008.
Penurunan rata-rata tangkapan tahun 2010 lebih disebabkan adanya perubahan
penggunaan alat tangkap dan target tangkapan. Pada tahun 2010 alat tangkap yang
memberikan kontribusi terbanyak terhadap hasil tangkapan adalah pancing, sedangkan
tahun 2009 jaring. Seperti diketahui bahwa dengan jaring hasil tangkapan yang diperoleh
jauh lebih besar jika dibandingkan dengan alat tangkap pancing. Demikian pula dengan
target tangkapan, tahun 2010 di desa Mubut, nelayan banyak menangkap udang hepo
(Gambar....), karena harganya jualnya yang cukup menjanjikan. Namun hasil tangkapan
udang hepo relatif kecil, yaitu berkisar antara 0,5 – 2 kg. Dengan demikian hasil
tangkapan rata-rata menjadi lebih sedikit.
Dilihat dari tren tangkapan masing-masing desa, terlihat bahwa hasil tangkapan di desa
Air Saga, Karas, Mubut, Pulau Sembur dan Pulau Abang cenderung menurun. Kenaikan
hasil tangkapan terjadi hanya di Pulau Petong dan Pulau Nguan (Gambar 20)
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
28
Gambar 20. Tren Tangkapan Nelayan di masing-masing Desa Kota Batam
Jika rata-rata tangkapan tahun 2008 dibandingkan dengan tahun 2009 terlihat mengalami
kenaikan sebesar 46,6 kg per bulan. Kenaikan ini disebabkan karena pendataan CREEL di
tahun 2009 lebih terarah setelah dilakukannya berbagai pelatihan mendalam mengenai
CREEL kepada pencatat di lapangan (Sjafrie, 2010)
III.3.4 Jenis Tangkapan
Jenis Tangkapan Tahun 2010
Jenis-jenis tangkapan yang dijumpai di kota Batam terdiri dari ikan asosiasi, ikan karang,
ikan pelagis dan non ikan. Ikan asosiasi mendominasi hasil tangkapan nelayan yang
terdiri dari famili Caesionidae, Dasitidae, dan Carangidae. Ikan karang diwakili oleh famili
Haemulidae, Serranidae, Haemulidae dan Letrhinidae, sedangkan ikan pelagis diwakili
oleh kelompok tenggiri yang termasuk ke dalam famili Scombridae. Sementara itu
kelompok non ikan yang mendominasi tangkapan nelayan adalah Loligonidae dan
Portunidae (Tabel 9).
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
29
Tabel 9. Jenis tangkapan di Kota Batam 2010
Jenis ikan Berat ikan
Delah (CAE1) 2898,30
Cumi-cumi 1413,80
Pari (DAS1) 813,20
Selar (CAR) 731,40
Kaci (HAE5) 684,10
Timun (LUT3) 613,60
Kepiting 525,90
Tenggiri (SCO5) 519,00
Rajungan 440,60
Kembung (CAR6) 415,55
Tambak (LET4) 393,60
Kerapu (SER11) 390,40
Jenis Ikan Karang Tahun 2010
Hasil analisa data menunjukkan bahwa terdapat 5 jenis ikan karang dominan hasil dari
tangkapan nelayan (Gambar 21). Ikan ekor kuning dari Famili Caesionidae menduduki
posisi teratas berdasarkan total tangkapan ikan karang, diikuti dengan ikan kaci dari famili
Haemulidae, ikan timun (Lutjanidae) ikan tambak (Lethrinidae) dan ikan kerapu
(Serranidae) (Gambar 21).
Dibandingkan dengan tangkapan ikan karang tahun 2009 terlihat bahwa ikan delah tetap
mendominasi hasil tangkapan. Ikan ini dijumpai melimpah di Pulau Sembur dan Pulau
Petong. Menurut Manuputty (2007), ikan ini termasuk ikan yang bernilai ekonomis yang
memiliki kelimpahan tertinggi di Batam yaitu 857 individu/ha.
Ikan dingkis yang semula merupakan ikan kedua dominan tahun 2009, tahun 2010 tidak
menjadi tangkapan dominan. Padahal ikan yang termasuk famili Siganidae ini merupakan
ikan konsumsi yang banyak dicari nelayan terutama menjelang hari Raya Imlek. Keadaan
ini memberikan informasi untuk menjaga habitat hidup ikan tersebut, yaitu di daerah
lamun atau seagrass. Akan tetapi ikan kerapu mulai muncul dalam lima jenis tangkapan
dominan, yang semula tahun 2009 tidak ada. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa
habitat hidup ikan kerapu yaitu terumbu karang semakin membaik.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
30
Gambar 21. Jenis ikan karang tangkapan nelayan di Kota Batam 2010
Tren Jenis Tangkapan
Hasil analisa data CREEL sejak tahun 2008 – 2010 mengenai tangkapan dominan
menunjukkan perubahan di tahun 2010. Tahun 2008 dan 2009 hasil tangkapan nelayan
didominasi oleh cumi-cumi. Pada tahun 2010, hasil tangkapan didominasi oleh ikan
delah (Tabel 10). Dilihat dari masing-masing desa, Pulau Abang dan Air Saga merupakan
penghasil cumi terbesar di Lokasi COREMAP. Sementara Pulau Sembur dan Pulau Petong
adalah penghasil ikan delah. Sebenarnya Pulau Mubut sangat dikenal sebagai penghasil
ikan Bilis terbesar, namun karena adanya perubahan target tangkapan maka tahun 2010
ikan bilis tidak lagi menjadi tangkapan dominan.
Ke depan pemerintah Kota Batam melalui Dinas terkait dapat menjadikan informasi
tersebut untuk mengembangkan komoditi unggulan masing-masing desa. Sentuhan
teknologi diperlukan untuk meberikan nilai tambah terhadap masyarakat nelayan
setempat. Misalnya di Pulau Mubut, ikan bilis dapat dijadikan keripik bilis, kemudian
dikemas dan difasilitasi sampai memperoleh izin Dinas Kesehatan dan Depag. Dengan
demikian nilai tambah akan diperoleh. Demikian juga untuk cumi-cumi di Pulau Abang
dan Air Saga, ikan delah di Pulau Petong dan Pulau Sembur, dapat dikeringkan, dimasak
dan dikemas.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
31
Tabel 10. Tren Tangkapan Dominan Setiap Desa di Kota Batam
Desa 2008 2009 2010
Air Saga cumi-cumi cumi-cumi cumi-cumi/udang karang
Karas tamban tamban Kaci/HAE 5
P. Mubut bilis bilis kepiting
P. Nguan delah/CAE 1 cumi-cumi/debam/SIG 1 timun/LUT 3/SER 11
P. Petong cumi-cumi pari/delah delah
P. Sembur delah delah/SIG 3 delah
Pulau Abang cumi-cumi cumi-cumi cumi-cumi
III.3.5 Catch Per Unit Effort (CPUE)
CPUE Tahun 2010
Catch Per Unit Effort (CPUE) yang dihasilkan beberapa alat tangkap selama tahun 2010 di
Kota Batam tersaji pada Gambar 22.
Gambar... menunjukkan bahwa CPUE tertinggi diperoleh dari alat tangkap bubu dengan
nilai 16,65 kg. Alat tangkap ini dipergunakan oleh nelayan-nelayan Pulau Karas, Nguan,
Petong dan Pulau Sembur. Bubu merupakan alat tangkap berupa perangkap yang terbuat
dari kawat anyaman dengan desain dan ukuran tertentu. Alat ini biasanya dioperasikan
sepanjang tahun namun lebih sering digunakan pada Musim Timur dan Musim Barat.
Bubu biasanya dipasang di karang-karang laut dan pada sisi-sisi karang. Jenis ikan yang
tertangkap antara lain: ikan kerapu sunu, ikan merah, kakap putih, dan ikan-ikan karang
lainnya. Di Pulau Karas jenis ikan yang tertangkap oleh bubu adalah ikan kaci sedangkan
di Pulau Nguan ikan timun dan kerapu.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
32
Gambar 22. CPUE beberapa alat tangkap di Kota Batam 2010
Trend CPUE
Trend CPUE berbagai alat tangkap di Kota Batam mengalami kenaikan dan penurunan.
CPUE jaring dan candit mengalami penurunan, sedangkan CPUE pancing cenderung naik
(Gambar 23). Sehingga penggunaan alat tangkap pancing masih dapat di maksimalkan
lagi penggunaannya.
Gambar 23. Trend CPUE beberapa alat tangkap di Kota Batam
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
33
III.4. KABUPATEN NATUNA
III.4.1 Gambaran Umum Kabupaten Natuna
Kabupaten Natuna merupakan salah satu kabupaten yang termasuk kedalam Propinsi
Kepulauan Riau. Secara geografis, kabupaten ini terletak pada posisi antara 1,16°- 7,17°
Lintang Utara dan 105°-110° Bujur Timur dengan luas area sekitar 141.901,2 km2 dengan
batas-batas wilayah sebagai berikut:
• Sebelah utara berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja.
• Sebelah timur berbatasan dengan Malaysia Timur dan Kalimantan Barat.
• Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Tambelan, Kabupaten Kepulauan
Riau.
• Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Semenanjung Malaysia dan Pulau
Bintan, Kabupaten Kepulauan Riau.
Kabupaten Natuna mempunyai Sumber Daya Laut yang sangat potensial. Diperkirakan
dari sebagian besar wilayah, 138.600 km2 atau 97 persen, merupakan lautan. Kabupaten
ini terdiri dari wilayah kepulauan dengan tiga pulau besar ( Bunguran, Jemaja dan
Serasan) dan 271 pulau-pulau kecil (BPS Kabupaten Natuna, 2004). Natuna dikenal sangat
kaya akan terumbu karang dengan berbagai jenis karang, ikan dan biota yang hidup di
sekitarnya.
Kekayaan Sumber Daya Laut di Kabupaten Natuna, khususnya perikanan terumbu karang
belum dimanfaatkan secara optimal. Menurut hasil penelitian CRITC COREMAP LIPI
(2007) kondisi terumbu karang di Kabupaten Natuna mengalami perbaikan. Hal ini
terlihat dari persentase tutupan karang hidup yang meningkat dari 40,45% pada tahun
2004 menjadi 46,04% pada tahun 2007 atau meningkat sebesar 5,59%, Namun
peningkatan persentase tutupan karang hidup belum dapat menggambarkan peningkatan
hasil tangkapan ikan karang di kabupaten tersebut. Untuk itu perlu dilakukan upaya agar
perikanan ikan karang dapat tergambarkan, sehingga dapat dilakukan langkah-langkah
pengaturan, penangkapan serta pengelolaan yang baik bagi para nelayan setempat.
III.4.2 Lokasi Penangkapan Nelayan
Lokasi penangkapan nelayan di Kabupaten Natuna tidak terlalu jauh dari desa mereka.
Umumnya mereka menangkap ikan di perairan depan desa masing-masing. Nelayan desa
Pengadah, Kelanga, Cemaga, Sepempang dan Tanjung menangkap ikan di sebelah timur
laut Pulau Bunguran, sedangkan nelayan desa Sededap dan Pulau Tiga di bagian barat
Pulau Bunguran (Gambar 24 ).
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
34
Gambar 24a : Lokasi penangkapan Nelayan desa Pengadah, Kelanga, Cemaga, Sepempang dan
Tanjung
Gambar 24b : Lokasi penangkapan Nelayan desa Sabang Mawang dan Sededap
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
35
III.4.3 Hasil Tangkapan Nelayan
Tangkapan Tahun 2010
Pendataan CREEL di kabupaten Natuna dilakukan tujuh lokasi pendaratan ikan yang
berada di tujuh desa. Namun demikian data yang berhasil dihimpun bervariasi, misalnya
pada bulan Januari sampai Mei dan Juli 2010 data yang dikumpulkan hanya berasal dari 5
– 6 desa. Hasil tangkapan nelayan selama 3 hari pendataan menunjukkan bahwa rata-
rata hasil tangkapan nelayan berkisar antara 291,51 – 648 kg per bulan, dengan
tangkapan tertinggi diperoleh pada bulan Juni (Tabel 11). Keadaan ini lebih disebabkan
oleh kondisi musim pada bulan Juni relatif tenang sehingga nelayan dapat melaut tanpa
terganggu oleh cuaca (angin, gelombang).
Tabel 11. Tangkapan Nelayan di Kabupaten Natuna 2010
Bulan
Total tangkapan
(kg)
Jumlah
lokasi
pendaratan
Rerata tangkapan
(kg/bulan)
Januari 3420,63 6 570,11
Februari 3550,50 6 591,75
Maret 3246,50 5 649,30
April 3403,30 6 567,22
Mei 2541,90 6 423,65
Juni 4540,50 7 648,64
Juli 2944,50 6 490,75
Agustus 2679,30 7 382,76
September 2175,30 7 310,76
Oktober 3426,90 7 489,56
November 2023,23 7 289,03
Desember 2040,60 7 291,51
Rata-rata 475,42
Tangkapan berdasarkan alat Tangkap Tahun 2010
Tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap disajikan dalam Gambar 25. Dari gambar
tersebut terlihat bahwa tangkapan dengan pancing tunda diperoleh hasil terbanyak.
Pancing tunda merupakan alat tangkap yang umum digunakan untuk menangkap ikan
pelagis seperti tongkol dan tenggiri. Namun demikian hasil tangkapan dari pancing tunda
juga diperoleh ikan-ikan asosiasi dari suku Carangidae, Lethrinidae atau Lutjanidae. Alat
tangkap kait memberikan hasil tangkapan yang paling kecil, karena alat tangkap ini hanya
digunakan untuk menangkap gurita.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
36
Gambar 25. Tangkapan berdasarkan alat tangkap hari di Kabupaten Natuna 2010
Trend tangkapan
Hasil tangkapan rata-rata per bulanmengalami fluktasi setiap tahun (Gambar 26). Pada
tahun 2008 rata-rata tangkapan nelayan setiap bulan 452,9 kg, naik sebesar ......% pada
tahun 2009 dan mengalami penurunan pada tahun 2010 menjadi 475, 42 kg. Lonjakan
tangkapan pada tahun 2009 disebabkan oleh data yang terkumpul. Tahun 2008
pendataan dimulai pada bulan Mei, sedangkan tahun 2009 pendataan sudah dimulai
sejak bulan Januari, sehingga ada bulan-bulan yang tidak masuk dalam penghitungan
rata-rata hasil tangkapan. Sebaliknya penurunan hasil tangkap antara tahun 2009 ke
2010 lebih disebabkan adanya penurunan hasil tangkapan di desa Pengadah, Kelanga dan
Sepempang.
Gambar 26. Tren rata-rata tangkapan nelayan (kg/bulan) di Kabupaten Natuna
Rata-rata tangkapan setiap desa selama kurun waktu 2008 – 2010 juga berfluktuasi
(Gambar 27). Di desa Cemaga rata-rata tangkapan nelayan setiap bulan relatif stabil,
sementara di desa Sededap dan Tanjung mengalami kenaikan yang sangat tinggi. Hal ini
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
37
disebabkan karena hasil tangkapan nelayan responden lebih banyak mendapatkan ikan
pelagis seperti kakap dan tenggiri.
Gambar 27. Tren rata-rata tangkapan nelayan setiap desa (kg/bulan)
III.4.4 Jenis Tangkapan
Jenis Tangkapan Tahun 2010
Jenis jenis tangkapan yang diperoleh nelayan di Kabupaten Natuna bervariasi. Tangkapan
terbesar lebih didominasi oleh ikan-ikan pelagis dari suku Scombridae
Gambar 28. Jenis tangkapan dominan di Kabupaten Natuna 2010
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
38
Jenis Ikan Karang Tahun 2010
Untuk kelompok ikan karang, suku Lutjanidae merupakan tangkapan terbesar, jenis-jenis
yang tertangkap adalah bembang (Lutjanus argentimaculatus), kentum (Lutjanus gibbus)
tumpu (Lutjanus bitaeniatus) dan sadang (Lutjanus decussatus). Kelompok ikan dari suku
Serranidae dan Lethiridae masing-masing diwakili oleh jenis Ephinephelus spilotoceps dan
Lethrinus lentjan dan Lethrinus miniatus, sedangkan kelompok ikan dari suku Carangidae
diwakili oleh Carangoides fulvoguttatus (Tabel 12).
Tabel 12. Jenis ikan karang dominan di Kabupaten Natuna 2010
Jenis ikan karang Nama Ilmiah Suku Berat ikan
Bembang (LUT 1) Lutjanus argentimaculatus Lutjanidae 1556,60
Kentum (LUT 7) Lutjanus gibbus Lutjanidae 1289,80
Kerapu Tahai (SER 8) Ephinephelus spilotoceps Serranidae 714,30
Kerisi Bali Lutjanidae 2097,80
Ketambak Putih (LET 4) Lethrinus lentjan Lethrinidae 528,00
Ketambak Susu (LET 5) Lethrinus miniatus Lethrinidae 657,80
Manyuk Mamong (CAR 3) Caranx ignobilis Carangidae 601,90
Manyuk Patik (CAR 2) Carangoides fulvoguttatus Carangidae 1091,50
Sadang (LUT 3) Lutjanus decussatus Lutjanidae 536,30
Sonok Dugong (SER 15) Variola louti Serranidae 699,70
Tumpu (LUT 12) Lutjanus bitaeniatus Lutjanidae 785,40
Tren Tangkapan Dominan
Tren tangkapan nelayan sejak tahun 2008 – 2010 memperlihatkan bahwa umumnya
nelayan responden menangkap ikan pelagis (Tabel 13). Tahun 2009 jenis Kerisi Bali
merupakan hasil utama tangkapan nelayan. Kerisi Bali yang tertangkap umumnya
berukuran besar, ini juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tangkapan
tahun 2009 melonjak tinggi. Ikan ini memamng merupakan ikan target untuk eksport.
Para pengumpul di desa Sepempang menjual ikan kerisi Bali ke Hongkong.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
39
Tabel 13. Tren Tangkapan Dominan Setiap Desa di Kabupaten Natuna
2008 2009 2010
Mayuk Kuning (CAR5) Kerisi Bali Tongkol Dabat (SCO 7)
Nupen Karang (LET4) Simbek Surat (SCO 1) Tongkol Surat (SCO 1)
Nerosok/Mancung (LET5) Simbek Dabat (SCO 7) Tongkol Tembaga (SCO 3)
Simbek Dabat (SCO7) Cumi Kerisi Bali
Simbek Surat (SCO1) Manyu Patik (CAR 2) Tenggiri (SCO 5)
Kerisi (Nemimterus hexodon) Bembang (LUT 1) Bembang
Sadang (LUT 3) Simbek Burung (SCO 8) Kentum
Sumong (LUT4) Simbek (SCO 3) Manyuk Patik (CAR 2)
Ilak (KYP2) Ilak (KYP 2) Tongkol Burung (SCO 8)
Segeh (LET7) Ketambak Kuning (LET 5) Simbek (SCO 6)
Hasil pendataan memperlihatkan tangkapan dominan masing-masing desa berbeda setiap
tahunnya.
Keadaan ini juga menunjukkan kecenderungan target tangkapan nelayan. Misalnya, di
desa Tanjung, nelayan lebih banyak menangkap ikan tongkol, sementara di Sabang
Mawang dan Sepempang tangkapan dominan adalah Kerisi Bali ( Tabel 14).
Dari tersebut dapat menjadi informasi berguna bagi pengembangan perikanan di
Kabupaten Natuna umumnya dan desa khususnya. Misalnya, apabila akan dilakukan
pengembangan ikan tongkol asap, maka desa potensial penghasil ikan tongkol adalah
Cemaga, Sededap, Tanjung.
Tabel 14. Tangkapan Dominan Masing-masing Desa di Kabupaten Natuna
Desa 2008 2009 2010
Cemaga Kerisi Simbek Surat (SCO 1) Tongkol Surat (SCO 1)
Kelanga Simbek Dabat (SCO 7) Simbek (SCO 6)
Pengadah Mayuk Kuning (CAR5) Manyu Patik (CAR 2) Sonok Dugong (SER 15)
Sabang Mawang Kerisi Bali Kerisi Bali
Sededap Simbek Surat (SCO 1) Tongkol Surat (SCO 1)
Sepempang Kerisi Bali Kerisi Bali Centom Batu (LUT 7)
Tanjung Sadang (LUT 3) Simbek Dabat (SCO 7) Tongkol Tembaga (SCO 3)
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
40
III.4.5 Catch Per Unit Effort (CPUE)
Trend Catch Per Unit Effort (CPUE) yang dihasilkan beberapa alat tangkap tahun 2008,
2009 dan 2010 tersaji pada Gambar 29.
Gambar 29. Trend CPUE beberapa alat tangkap dominan di Kabupaten Natuna 2010
Gambar 29 menunjukkan bahwa trend CPUE pancing tunda dan pancing ulur terus
mengalami kenaikan sampai tahun 2010. CPUE pancing tunda antara tahun 2009-2010
mengalami kenaikan sebesar 5,14 kg/hari. Nilai kenaikan CPUE pancing tunda antara
2009-2010 dengan 2008-2009 relatif sama, yaitu lebih kurang 5 kg. (Sjafrie, 2010).
Demikian pula dengan CPUE pancing ulur mengalami kenaikan sebesar 3,07 kg/hari.
Kontribusi terbesar terhadap nilai CPUE pancing ulur berasal dari desa Tanjung,
sedangkan untuk pancing tundan desa Sabang Mawang (Gambar 31). Dibandingkan
dengan tahun 2008-2009, CPUE pancing ulur di Kabupaten Natuna mengalami penurunan
hampir separuhnya. Namun demikian, secara umum telah terjadi kecenderungan
kenaikan CPUE pada pancing tunda maupun pancing ulur, sehingga penggunaan alat
tangkap tersebut perlu di maksimalkan lagi penggunaannya.
Sebaliknya, CPUE alat tangkap jaring mengalami penurunan yang signifikan di tahun
sebesar 6,70 kg/hari. Nilai ini lebih kecil dibandingkan dengan penurunan CPUE jaring
pada tahun 2008-2009 (23 kg/hari). Keadaan ini mengindikasikan bahwa penggunaan alat
tangkap jaring semakin berkurang. Artinya nelayan cenderung beralih ke lat tangkap
lainnya. Bagi COREMAP hal ini merupakan berita baik, karena jaring bukan termasuk
kategori alat tangkap yang ramah lingkungan. Hasil penelitian Deny, et. al., (2009)
memnginformasikan bahwa kesadaran masyarakat nelayan, khususnya di lokasi
COREMAP jauh meningkat.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
41
Gambar 30. Tren CPUE alat tangkap pancing tunda dan pancing ulur di masing-masing desa
Kabupaten Natuna
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
42
III.5. KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI
III.5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kepulauan Mentawai
Metawai merupakan daerah kepulauan yang berada di wilayah propinsi Sumatera Barat.
Dahulu Metawai masuk ke dalam wilayah kerja Kabupaten Padang Pariaman, namun pada
tahun 1999 telah disyahkan dengan UU No. 49 tahun 1999 menjadi kabupaten sendiri
dengan ibukota Tuapejat di pulau Sipora. Terdiri dari 256 pulau, 102 diantaranya telah
memiliki nama dan titik koordinat.
Kabupaten Kepulauan Mentawai terdiri dari 4 pulau Besar, yaitu Pulau Siberut, Pulau
Sipora, Pulau Pagai Utara dan Pulau Pagai Selatan serta beberapa pulau kecil di
sekitarnya. Kabupaten ini terdiri dari 4 kecamatan yaitu, kecamatan Pagai Utara Selatan
terletak di Pulau Sikakap, meliputi 11 desa, kecamatan Sipora terletak di Pulau Sipora,
terdiri dari 14 desa, kecamatan Siberut Selatan terletak di Pulau Siberut, terdiri dari 10
desa serta kecamatan Siberut Utara yang terdiri dari 10 desa.
Jumlah penduduk di Kabupaten Mentawai terdiri dari 70.803 jiwa. Dari total penduduk,
4,24% (3002 jiwa) adalah nelayan atau bekerja di sektor perikanan (Pusat Kajian
Pemanfaatan Sumber Daya Laut dan Pesisir - UNRI, 2006). Di kabupaten Mentawai,
menjadi nelayan bukanlah menjadi mata pencaharian utama. Sebagian besar penduduk
juga bekerja sebagai petani. Jadi mereka menangkap ikan di laut jika tidak sedang bekerja
di ladang. Selain itu, banyak anak dan ibu rumah tangga yang menangkap ikan di laut
hanya untuk kebutuhan makan sehari-hari. Alat tangkap yang digunakan juga relatif
masih sederhana, yaitu berupa pancing.
Jumlah nelayan di Kepulauan Mentawai memang sangat sedikit, hanya sekitar 2% atau
sebesar 1.656 orang dari total penduduk Mentawai sebesar 67.217 orang (BPS Kabupaten
Kepulauan Mentawai, 2007). Adanya degradasi sumber daya laut serta teknologi
penangkapan yang tidak berkembang menyebabkan hasil tangkapan nelayan semakin
berkurang. Hal ini sesuai dengan data dari Badan Pusat Statistik Mentawai yang
menyatakan sejak tahun 2005, jumlah produksi ikan laut di kabupaten Mentawai
mengalami penurunan yang cukup signifikan. Bahkan pada tahun 2007, jumlah produksi
ikan laut mengalami penurunan hingga 50,89% jika dibandingkan tahun 2006 (BPS
Kabupaten Kepulauan Mentawai, 2007). Hasil penelitian CRITC COREMAP LIPI (2007)
menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan persentase tutupan karang hidup sebesar
8,32%. Tentunya kondisi ini akan sangat berpengaruh terhadap hasil tangkapan para
nelayan, terutama mereka yang menangkap ikan-ikan karang.
III.5.2 Lokasi Penangkapan Nelayan
Sebagian besar nelayan di kabupaten Kepulauan Mentawai menangkap ikan hanya di
sekitar wilayah perairan Mentawai saja. Hal ini dikarenakan armada penangkapan yang
digunakan masih sebatas perahu sampan atau perahu motor dengan daya mesin rata-rata
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
43
5 PK. Di desa Tuapejat wilayah penangkapan ikan di perairan sekitar Gosong Satu, Gosong
Dua, Batu Tongga dan Gunung Siteut. Wilayah tangkap nelayan di desa Sikakap adalah di
perairan Sibuarai, diantaranya di Bakat Minuang, Tubeket dan Gosong. Nelayan di desa
Katurai biasa menangkap ikan di perairan Teluk Katurai. Akan tetapi saat ini wilayah
tangkapnya sudah mencapai lingkungan perairan terumbu karang di sekitar Pulau Kubau
dan Pulau Lougui. Nelayan di desa Saibi Samukop dan Saliguma banyak menangkap ikan
di Teluk Sarabua dan di sekitar pulau Buggei. Data terakhir yang dikumpulkan
menunjukkan lokasi penangkapan nelayan di Kabupaten Mentawai (Gambar 31)
Gambar 31. Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Kepulauan Mentawai
III.5.3 Hasil Tangkapan Nelayan
Tangkapan Tahun 2010
Pada tahun 2010 pendataan CREEL di Kabupaten Kepulauan Mentawai dilaksanakan dari
bulan Januari – Desember. Akan tetapi pendataan hanya dilakukan di empat desa, yaitu
desa Tuapejat di kecamatan Sipora; desa Saliguma, desa Saibi Samukop di kecamatan
Siberut Selatan. Desa Sikakap di kecamatan Pagai Utara Selatan dan desa Katurai di
kecamatan Siberut Selatan yang pada tahun 2009 didata, pada tahun 2010 tidak lagi
dilakukan pendataan.
Selama tahun 2010, rata-rata tangkapan nelayan setiap bulan selama 3 hari pendataan,
berkisar antara 146,95 kg – 329,78 kg. Tangkapan terendah terdapat pada bulan Maret
sedangkan total tangkapan tertinggi terdapat pada bulan April (Tabel 15).
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
44
Tabel 15. Tangkapan Nelayan di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2010
Bulan
Total Tangkapan
(kg)
Jumlah lokasi
pendaratan
Rerata tangkapan
(kg/bulan)
Jan-10 1782,4 4 445,60
Feb-10 980,3 4 245,08
Mar-10 587,8 4 146,95
Apr-10 1319,1 4 329,78
Mei-10 870,3 4 217,58
Jun-10 839,7 4 209,93
Jul-10 825,6 4 206,40
Agu-10 1094,1 4 273,53
Sep-10 878 4 219,50
Okt-10 1030,9 4 257,73
Nop-10 1086,7 4 271,68
Des-10 1001,9 4 250,48
263,14
Jika dikaitkan dengan periode musim, maka di Kabupaten Kepulauan Mentawai
mempunyai 3 periode musim, yaitu musim gelombang lemah, peralihan dan gelombang
kuat (Bandiyono, et.al, 2007). Bulan Mei masih merupakan musim gelombang lemah
dimana kondisi angin tenang dan ombak sedang. Kondisi ini memungkinkan banyak
nelayan menangkap ikan di laut. Bulan Juni – Oktober mulai memasuki musim gelombang
kuat dimana kondisi cuaca mulai turun hujan dan kadang-kadang disertai badai serta
ombak besar. Sedangkan musim peralihan berlangsung pada bulan November –
Desember. Menurut informasi dari pencatat, pada bulan November intensitas badai
meningkat dengan kondisi ombak besar dan angin kencang. Akibatnya banyak nelayan
yang tidak berani melaut. Akan tetapi pada bulan Desember kondisi cuaca relatif lebih
tenang sehingga banyak nelayan aktif kembali melaut. Jika fenomena tersebut
dihubungkan dengan hasil pendataan tahun 2010, tidak terlihat adanya hubungan antara
musim dengan hasil tangkapan. Tabel 15. memperlihatkan rata-rata tangkapan per bulan
relatif sama. Hal ini mungkin disebabkan karena nelayan lebih cenderung menangkap
ikan-ikan pelagis.
Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap Tahun 2010
Alat tangkap yang digunakan para nelayan di Kepulauan Mentawai bervariasi, meliputi
pancing, jaring dan tombak (Gambar 32). Hanya pancing dan jaring yang digunakan
nelayan hampir sepanjang musim sehingga dapat dikatakan sebagai alat tangkap
dominan nelayan di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
45
Gambar 32. Tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap di Kabupaten Kepulauan Mentawai
2010
Gambar diatas memperlihatkan bahwa tangkapan dengan alat tangkap pancing
memberikan kontribusi terbesar terhadap total tangkapan. Hal ini tidak mengherankan
karena mayoritas nelayan di Mentawai menggunakan alat tangkap ini setiap kali melaut.
Ada beberapa jenis pancing yang digunakan nelayan, yaitu pancing rawai, pancing ulur,
dan lain-lain. Target tangkapan alat tangkap ini adalah ikan-ikan karang, juga ikan-ikan
ikan pelagis.
Jaring merupakan salah satu alat tangkap tradisional yang masih dipakai oleh para
nelayan di Mentawai. Ada dua jenis jaring yang biasa dipakai oleh nelayan yaitu jaring
yang dipakai untuk ikan umpan yang biasanya mempunyai mata jaring kecil dan jaring
yang dipakai untuk menangkap ikan target dengan mata jaring berukuran besar. Alat
tangkap ini masih banyak digunakan oleh para nelayan di wilayah Pulau Siberut yaitu
Saliguma dan Saibi Samokup. Sementara itu, tombak digunakan untuk menangkap ikan
dengan cara menyelam ke dasar laut. Alat tangkap ini banyak digunakan oleh nelayan di
desa Saliguma.
Tren Tangkapan
Program CREEL di kabupaten Kepulauan Mentawai sebenarnya sudah dirintis dari tahun
2006. Akan tetapi baru pada tahun 2008 diperoleh data CREEL yang kontinu setiap
bulannya. Untuk mengetahui kondisi tangkapan nelayan setiap tahunnya maka dibuat
trend rata-rata tangkapan per bulan (Gambar 33). Terlihat bahwa jumlah tangkapan
pada tahun 2010 mengalami kenaikan sekitar 2,5 kali dibandingkan dengan tahun 2009.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
46
Gambar 33. Trend tangkapan nelayan rata-rata (kg/bulan) di Kabupaten Kepulauan Mentawai
2010
Peningkatan rata-rata tangkapan kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor.
Pertama, semakin membaiknya kondisi terumbu karang di daerah ini. Berdasarkan data
monitoring ekologi Mentawai diperoleh keterangan bahwa tutupan terumbu karang di
Mentawai pada tahun 2007 berkisar 24,29 % (Winardi, et.al, 2007), mengalami
penurunan pada tahun 2008 menjadi 14,70 % (Hukom & Cappenberg, 2009) dan sedikit
mengalami kenaikan pada tahun 2009 menjadi 19, 45% (CRITC COREMAP II LIPI,2009 in
press). Kedua, perbaikan dalam hal sarana dan prasarana penangkapan, misalnya alat
tangkap, perahu dan sebagainya.
III.5.4 Jenis Tangkapan
Jenis Tangkapan Tahun 2010
Jenis tangkapan nelayan sepanjang tahun 2010 di Kabupaten Kepulauan Mentawai
didominasi oleh jenis tangkapan ikan. Hasil tangkapan utama adalah ikan yang
berasosiasi dengan terumbu karang, misalnya kelompok ikan dari famili Carangidae dan
Lutjanidae. Sementara ikan karang yang dominan tertangkap adalah famili Serranidae
(Gambar 34). Ada 7 famili ikan dominan yang ditangkap nelayan, dengan tangkapan
tertinggi berasal dari famili Lutjanidae (ikan kakap) dan famili Carangidae (ikan kuwe).
Selanjutnya ikan yang juga meberikan kontribusi total tangkapan cukup besar adalah
berasal dari famili Serranidae (ikan kerapu) dan Scombridae (ikan tongkol).
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
47
Gambar 34. Jenis Tangkapan Nelayan di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2010
Jika hasil tangkapan keempat famili dominan tahun 2010 dibandingkan dengan tangkapan
famili dominan yang sama pada tahun 2009, terlihat adanya kenaikan yang cukup
signifikan. Tahun 2009, total tangkapan dari famili Carangidae sebesar 975,1 kg, tahun
2010 naik drastis menjadi 2586,5 kg. Demikian pula untuk tangkapan dari famili
Serranidae. Tangkapan tahun 2009 dari famili ini sebesar 845,55 kg, sedangkan tahun
2010 jumlah tangkapan menjadi 1663,6 kg. Kenaikan tangkapan untuk famili Lutjanidae
dan Scombridae lebih tinggi lagi, famili Scomridae naik sekitar 6 kali, sedangkan famili
Lutjanidae naik lebih kurang 3,5 kali dibandingkan tahun 2009.
Jenis Ikan Karang Dominan Tahun 2010
Ikan karang dengan jumlah tangkapan terbesar yang terdata ada jenis LUT 7, LUT 13 dan
LUT 3 yang termasuk kedalam famili Lutjanidae. Ikan karang dari famili Serranidae
tercatat 4 jenis, yaitu SER 15, SER 14, SER 13 dan SER 5 (Tabel 16)
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
48
Tabel 16. Ikan Karang Dominan di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2010
Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Berat
Tanduk (LUT7) Lutjanus gibbus Lutjanidae 990,6
Tambak (LET8) Lethrinus rubrioperculatus Lethrinidae 620,7
Sawai (SER15) Variola louti Serranidae 344,2
Ramung (LUT13) Lutjanus sp Lutjanidae 303,8
Sawai (SER14) Variola albimarginata Serranidae 285,1
Marang (SIG1) Siganus guttatus Siganidae 269
Kuriak (LUT3) Lutjanus decussatus Lutjanidae 257,2
Gerapu (SER13) Epinephelus lancelatus Serranidae 246,3
Gerapu (SER5) Epinephelus fasciatus Serranidae 221,7
Taji-taji (ACA5) Naso sp. Acanthuridae 211
Jumbo (CAE1) Caesio teres Caesionidae 203
Tren Jenis Tangkapan
Hasil analisa data CREEL sejak tahun 2008 – 2010 mengenai tangkapan dominan di setiap
desa sangat variatif. Nampaknya nelayan tidak mempunyai target tangkapan yang
khusus, hal ini terlihat dari beragamnya jenis tangkapan di setiap desa (Tabel 17).
Tabel 17. Tren Tangkapan Dominan di Masing-masing Desa Kabupaten Kepulauan Mentawai
Desa 2008 2009 2010
Saliguma
Gambolo (SCO 6) Gambolo (SCO 6) Ambu-ambu (SCO1)
Gerapu Merah (SER 1) Gabua (CAR 4) Tamban Duyung
Tuapejat
Tambak (LET 6) Layaran Layaran
Gole-gole (CAR 1) Tambak (LET 1) Tambak (LET8)
Gerapu (SER 14) Bailegget (SER 1) Gabur Sanam (CAR4)
Saibi
Samukop
Tambak (LET 6) Tamban (CLU 1) Tanduk (LUT7)
Gerapu Merah (SER 1) Kuriak (LUT 3) Kuriak (LUT3)
III.5.5 Catch Per Unit Effort (CPUE)
CPUE Tahun 2010
Hasil tangkapan per unit usaha (CPUE) tiga desa di Kabupaten Kepulauan Mentawai hanya
disajikan dalam Gambar 35. Nilai CPUE bervariasi, alat tangkap jaring nilai CPUEnya
paling tinggi, yaitu 55,82 kg. Menurun berturut-turut tuk CPUE pancing dan tombak.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
49
Nilai CPUE kedua alat tangkap bervariasi. Nilai rata-rata CPUE alat tangkap jaring adalah
55, 82 kg, sedangkan CPUE alat tangkap pancing 28,93 kg dan tombak 22,50 kg. Dilihat
dari nilai rata-rata CPUE maka nilai CPUE jaring jauh lebih tinggi daripada pancing dan
tombak. Hal ini disebabkan kapasitas penangkapan jaring cukup tinggi dalam sekali
tangkap jika dibandingkan dengan alat tangkap pancing. Hasil tangkapannya biasanya
berupa ikan-ikan yang hidup secara bergerombol (kelompok). Walaupun demikian, hanya
sebagian kecil nelayan menggunakan alat tangkap ini karena harganya relatif mahal serta
dibutuhkan perawatan dan keahlian khusus dalam menggunakannya.
Gambar 35. CPUE beberapa alat tangkap yang diigunakan nelayan di Kabupaten Kepulauan
Mentawai
Gambar 36. menunjukkan bahwa trend CPUE jaring dan pancing terus mengalami
kenaikan sampai tahun 2010. CPUE jaring antara tahun 2009-2010 mengalami kenaikan
sebesar 38,06 kg. Nilai kenaikan CPUE pancing antara 2009-2010 juga mengalami
kenaikan yang relatif tinggi, yaitu sebesar 15,15 kg. Alat tangkap jaring digunakan oleh
nelayan desa Saliguma dan Tuapejat, sementara alat tangkap pancing digunakan oleh
nelayan desa Saibi Sumakop, Saliguma dan Tuapejat.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
50
Gambar 36. Tren CPUE Alat tangkap Jaring dan Pancing di kabupaten Kepulauan Mentawai
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
51
III.6. KABUPATEN TAPANULI TENGAH
III.6.1 Gambaran Umum Kabupaten Tapanuli Tengah
Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu salah satu daerah pesisir di pantai
barat Pulau Sumatera, khususnya Sumatera Utara. Luas wilayahnya 2194, 98 km2
dengan
garis pantai menghadap Samudera Hindia sepanjang ± 219 km. Batas-batas wilayah
Tapanuli Tengah diantaranya: sebelah utara berbatasan dengan provinsi Nangroe Aceh
Darussalam, sebelah selatan berbatasan dengan Tapanuli Selatan, sebelah timur
berbatasan dengan Tapanuli Utara dan sebelah Barat berbatasan dengan Samudera
Hindia.
Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki 15 Kecamatan yang berada pada wilayah seluas
2.194,98 km2
. Wilayah kabupaten ini sebagian besar merupakan merupakan pegunungan
yang menjadi bagian dari bukit barisan, kawasan pesisir dan kepulauan dengan ketinggian
antara 0-1.266 m di atas permukaan laut. Terdapat 9 Kecamatan yang memiliki wilayah
pesisir dan dua diantaranya merupakan lokasi COREMAP II, yaitu Kecamatan Badiri dan
Kecamatan Tapian Nauli.
Secara umum, aktivitas ekonomi masyarakat daerah Tapanuli Tengah berbasis pada
kegiatan pertanian, perikanan dan perkebunan. Jumlah nelayan di kabupaten Tapanuli
Tengah pada tahun 2004 sejumlah 10.655 orang, dan 70% diantaranya merupakan
nelayan kecil yang melakukan operasi penangkapan ikan di wilayah perairan kurang dari 2
mil dari garis pantai.
Menurut CRITC-COREMAP II-LIPI (2006) Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki terumbu
karang seluas 25, 35 km2
meliputi fringing reefs, patch reefs dan shoal di sekitar
pelabuhan Sibolga, Desa Sitardas dan Pulau Mansalar. Terdapat 140 jenis karang yang
termasuk dalam 16 suku. Sementara ikan karang yang terdapat di Kabupaten Tapanuli
Tengah sebanyak 179 jenis dengan kemelimpahan sebesar 1105 individu per hektar.
Ditemukan bahwa rata-rata tutupan karang tutupan karang hidup adalah 26,98% dan
rata-rata karang mati 50,34%. Kondisi ini menunjukkan bahwa terumbu karang di
Tapanuli Tengah berada pada kondisi sedang mendekati buruk. Pada akhirnya keadaan ini
akan mempengaruhi hasil tangkapan nelayan, terutama mereka yang menangkap ikan-
ikan karang.
Permasalahan umum yang terjadi di wilayah pesisir dan laut Tapanuli Tengah adalah pola
pemanfaatan sumber daya alam yang belum selaras dengan prinsip konservasi, yaitu pola
pemanfaatan secara berkelanjutan tanpa menjaga kelestarian potensi sumber daya
hayati yang ada melalui pengelolaan yang terintegrasi, baik dari sisi kelembagaan maupun
kapasitas hukum (Purba, 2007). Sebagian besar penyebab kerusakan karang tersebut
adalah akibat pengambilan terumbu karang sebagai bahan bangunan, hiasan,
penggunaan pottasium dan penggunaan bahan peledak unruk penangkapan ikan di masa
lalu dan sebagian kecil masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
52
III.6.2 Lokasi Penangkapan Nelayan
Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki sumber daya terumbu karang yang terhampar luas
mulai dari desa Sitardas hingga desa Tapian Nauli. Terumbu karang tersebut mampu
menghidupi nelayan di sepuluh desa pesisir di sepanjang pantai Tapanuli Tengah. Para
nelayan umumnya menangkap ikan tidak lebih dari jarang 200 mil dari garis pantai.
Lokasi-lokasi penangkapan ikan nelayan, yaitu Pulau Bakar, Pulau Ungge, Ujung Karang,
Pulau Situngkus, Teluk Tapian Nauli, Ujung Kebun, Paramuan, Kambi Subalang, dan pulau
Gosong.
Gambar 37. Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Tapanuli Tengah
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
53
III.6.3 Hasil Tangkapan Nelayan
Tangkapan Tahun 2010
Pendaratan ikan di Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2010 masih tetap dilakukan di
3 desa yaitu desa Sitardas, Jago-jago dan Tapian Nauli I yang mencakup 5 lokasi
pendaratan ikan. Pendataan dilakukan selama 12 bulan berturut-turut, yaitu mulai bulan
Januari – Desember 2010.
Rata-rata tangkapan nelayan per bulan selama 3 hari pendataan di Kabupaten Tapanuli
Tengah berfluktuasi. Hasil tangkapan tertinggi terjadi pada bulan Oktober dan November
dan perlahan menurun pada bulan Desember (Tabel 18). Tangkapan terendah dijumpai
pada bulan Mei sampai Agustus.
Tabel 18. Tangkapan Nelayan di Kabupaten Tapanuli Tengah 2010
Bulan ∑ Tangkapan
(Kg)
∑ lokasi
pendaratan
Rerata tangkapan
(kg/bulan)
Januari 509,7 5 101,94
Februari 639,2 5 127,84
Maret 508,7 5 101,74
April 590,6 5 118,12
Mei 409,9 5 81,98
Juni 619,7 5 123,94
Juli 422,6 5 84,52
Agustus 423,2 5 84,64
September 540,6 5 108,12
Oktober 709,6 5 141,92
November 718,1 5 143,62
Desember 629,6 5 125,92
Rata-rata 112,03
Tingginya hasil tangkapan nelayan pada bulan Oktober dan November 2010 disebabkan
oleh kontribusi tangkapan dari desa Sitardas berupa kepiting. Jumlah tangkapan kepiting
dan rajungan pada kedua bulan tersebut mencapai lebih dari 100 kg.
Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap 2010
Nelayan di tiga desa lokasi COREMAP II Kabupaten Tapanuli Tengah umumnya
menggunakan alat tangkap pancing, jaring, pukat tepi, tangguk dan speargun. Hasil
tangkapan tertinggi diperoleh dari alat pukat tepi dengan total tangkapan 1971,8 kg
(Gambar 38). Alat tangkap ini banya digunakan oleh nelayan Tapian Nauli I dan Sitardas.
Selanjutnya alat tangkap yang juga memberikan kontribusi besar terhadap total
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
54
tangkapan adalah pancing (1874,9 kg) yang umumnya digunakan oleh nelayan di desa
Jago-jago. Jaring, digunakan oleh nelayan di ketiga desa, namun penggunaan secara
intensif dilakukan oleh nelayan di desa Tapian Nauli I. Konribusi jaring terhadap total
tangkapan adalah 1238,1 kg.
Gambar 38. Tangkapan nelayan berdasarkan beberapa jenis alat tangkap di Kabupaten
Tapanuli Tengah
Pancing merupakan alat tangkap yang juga ditemukan disemua lokasi desa di Tapanuli
Tengah dan merupakan alat tangkap yang paling ramah lingkungan, karena cara
pengoperasiannya yang sangat sederhana dan ikan yang tertangkap dapat disesuaikan
dengan bentuk dan besar mata kail dan umpan yang diberikan. Satu set atau satu gulung
pancing umumnya terdiri lebih dari 3 mata pancing, tergantung kehendak pemiliknya.
Pancing umumnya digunakan untuk menangkap ikan-ikan karang, seperti jenis-jenis
baronang, kerapu, kakap,dan juga sebagai alat tangkap cumi-cumi sehingga daerah
operasionalnya adalah di laut yang memiliki terumbu karang
Jaring merupakan alat tangkap yang paling umum dijumpai d iberbagai tempat dan
banyak dimodifikasi oleh nelayan, termasuk nelayan-nelayan di Tapanuli Tengah. Di desa
Sitardas dan Jago-Jago nelayan hanya menggunakan satu jenis jaring, yang umumnya
berupa Gill Net atau jaring insang. Di desa Tapian Nauli I nelayannya memodifikasi
jaringnya menjadi beberapa jenis jaring, yaitu jaring panjang, jaring angkat atau jaring
cabut. Jaring panjang mirip dengan jaring insang pada umumnya, akan tetapi dibuat
sangat panjang, bisa mencapai 100 meter dan tiap 4 meter diberi pemberat, sehingga
bentuknya dilaut tidak selalu memanjang, akan tetapi dapat di bentuk sesuai keinginan si
nelayan. Alat tangkap ini dioperasikan siang hari dan pada saat dipasang, tingginya tidak
sampai 1 meter dari dasar laut, sehingga dapat juga menjerat rajungan yang kebetulan
melintas. Ga
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
55
Pukat tepi pada dasarnya adalah jaring yang memiliki bentuk yang mirip dengan pukat
pada umumnya, dengan target utamanya adalah udang-udangan yang hidup di dasar
perairan. Alat tangkap ini berukuran besar, terdiri dari berbagai ukuran mata jaring yang
berbeda (0,5, 1, 2, dan 3 inci), yang memungkinkan seluruh yang tersapu pukat akan
masuk ke dalam jaring dan kantong ikan dibagian ujungnya, bahkan hingga anak ikan
sekalipun. Ciri khas alat tangkap ini adalah pukat tepi dioperasikan dengan menarik kedua
pangkal jaring pukat oleh dua orang. Daerah operasi pukat tepi adalah perairan berpasir
dan berlumpur dengan kedalaman sekitar 1 meter, sehingga alat tangkap jenis ini hanya
ditemukan di desa Tapian Nauli yang jenis lautnya landai dan dasarnya berlumpur karena
terletak di daerah teluk. Sebelum program COREMAP masuk, seluruh anakan ikan yang
tertangkap dalam kantong pukat diangkat ke darat. Akan tetapi saat ini setelah
berjalannya program COREMAP di desa Tapian Nauli I, nelayan akan mengembalikan ke
laut anakan ikan yang tidak sengaja tertangkap ke dalam kantong pukat mereka. Karena
ukurannya yang besar dan cara operasionalnya yang menyapu dasar perairan, membuat
hasil tangkapan dari alat tangkap pukat tepi paling tinggi dibandingkan dengan alat
tangkap lainnya.
Tren Tangkapan
Tren tangkapan merupakan kecenderungan dari hasil tangkapan nelayan di Kabupaten
Tapanuli Tengah sejak tahun 2008 sampai 2010. Apakah apakah ada peningkatan hasil
tangkap, stabil ataukah justru ada penurunan.
Gambar 39. Tren Rata-rata Tangkapan (kg/ bulan) di kabupaten Tapanuli Tengah
Rata-rata tangkapan nelayan per bulan di Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2008
dan 2009 dapat dikatakan hampir sama, tidak menunjukkan penurunan yang menyolok
(Gambar 39) Namun tahun 2009 dan 2010 terlihat mengalami kenaikan rata-rata
tangkapan per bulan sekitar 18%. Keadaan ini dapat disebabkan oleh beberapa
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
56
kemungkinan. Pertama, lingkungan perairan tempat nelayan menangkap ikan relatif
membaik, kedua adanya perbaikan dari segi sarana dan prasarana penangkapan, bisa
diperoleh dari bantuan pemerintah atau lembaga-lembaga lainnya.
Dilihat di masing-masing desa, hasil tangkapan di desa Jago-jago dan Tapian Nauli I
cenderung meningkat dibanding tahun sebelumnya, akan tetapi di desa Sitardas terjadi
penurunan hasil tangkap antara tahun 2009 dengan 2010 (Gambar 40).
Kenaikan hasil tangkapan di desa Jago-jago diperoleh dari tangkapan bulan November
2010 sebesar 229,3 kg yang didominasi oleh kerapu (Siganidae) dan kakap (Lutjanidae).
Di desa Tapian Nauli I, kenaikan hasil tangkapan tahun 2010 disebabkan oleh kontribusi
tangkapan bulan Februari (338,5 kg), Juni (369,1 kg dan Oktober (317,4 kg), hasil
tangkapan tersebut didominasi oleh udang rebon, rajungan dan udang.
Gambar 40. Tren hasil tangkapan di 3 desa Kabupaten Tapanuli Tengah
III.6.4 Jenis Tangkapan
Jenis Tangkapan Tahun 2010
Hasil tangkapan di Kabupaten Tapanuli Tengah dapat dibedakan menjadi kelompok ikan
dan non ikan. Kelompok non ikan terdiri dari cumi-cumi, kepiting/rajungan, udang dan
udang rebon, merupakan tangkapan terbanyak yang mendominasi hampir 50% dari total
tangkapan tahun 2010.
Berdasarkan Gambar 41. terlihat bahwa kontribusi empat hasil perikanan tertinggi di
Kabupaten Tapanuli Tengah selama tahun 2010 adalah kelompok non ikan, yaitu udang
rebon sebesar 1244,2 kg yang umumnya ditangkap di Desa Tapian Nauli I dan Sitardas.
Selanjutnya jenis kepiting rajungan(Portunidae), dengan kontribusi 1016,1 kg, cumi-cumi
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
57
sebesar 655,4 kg dan udang (Peneaidae) yang merupakan udang berukuran besar
sebesar 418,1 kg.
Gambar 41. Jenis tangkapan nelayan di Kabupaten Tapanuli Tengah 2010
Tangkapan lainnya adalah ikan kerapu (Serranidae) dan ikan gabu (Carangidae) dengan
jumlah tangkapan masing-masing sebesar 328,7 kg dan 228,4 kg. Kelompok ikan
dihasilkan dari desa Jago-jago yang ditangkap oleh nelayan dengan pancing dan bubu.
Jenis Ikan Karang Tahun 2010
Ikan karang dan ikan asosiasi yang dominan terangkap oleh nelayan di Kabupaten
Tapanuli Tengah ada tujuh jenis yang termasuk kedalam empat famili. (Tabel 19). dari
ketujuh jenis tersebut , empat telah teridentifikasi, yaitu : Caranx melampygus, Siganus
puellus, Lutjanus bohar dan Siganus guttatus. Tiga jenis lainnya belum dapat
diidentifikasi sampai ke tingkat jenis.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
58
Tabel 19. Ikan Karang dan ikan Asosiasi Dominan di Kabupaten Tapanuli Tengah 2010
Nama Daerah KODE Nama Ilmiah Suku
Berat
ikan
Kerapu/SER SER Serranidae 328,7
Gabu/Kue/CAR 4 CAR 4 Caranx melampygus Carangidae 228,4
Baronang/SIG2 SIG 2 Siganus puellus Siganidae 188,4
Kembung/CAR CAR Carangidae 182,5
Kakap/LUT2 LUT 2 Lutjanus bohar Lutjanidae 147,9
Baronang/SIG1 SIG 1 Siganus guttatus Siganidae 143,8
Kakap/LUT LUT Lutjanidae 134,9
Nelayan di setiap desa memiliki target tangkapan yang berbeda. Dominasi hasil
tangkapan di setiap desa sejak tahun 2008 sampai 2010 disarikan dalam Tabel 20. Dari
tabel tersebut terlihat bahwa target tangkapan nelayan desa Jago-jago adalah ikan, baik
ikan asosiasi seperti ikan gabu (Caranx melampygus), balato (Atule mate), jumbo/CAE 1
(Caesio teres) ataupun ikan kerapu (famili Serranidae). Ikan-ikan tersebut ditangkap
dengan alat tangkap pancing dan bubu, yang merupakan alat tangkap utama nelayan di
desa Jago-jago. Di desa Sitardas, tangkapan dominan nelayan dari tahun 2008 – 2010
didominasi oleh kepiting/rajungan dan cumi-cumi. Lokasi tangkap untuk
kepiting/rajungan dan cumi-cumi nelayan desa Sitardas adalah perairan Paramuan.
Sementara itu di desa Tapian Nauli I tangkapan dominan selama periode tangkap adalah
udang rebon, udang juga kepiting/rajungan.
Tabel 20. Tren Tangkapan Dominan Nelayan di masing-masing desa Kabupaten Tapanuli Tengah
Desa 2008 2009 2010
Jago-Jago Jumbo/CAE1 Balato/CAR6 Kerapu/SER
Gabu/CAR4 Gabu/kue/CAR1 Kembung/CAR
Sitardas Kepiting Rajungan Kepiting Rajungan Kepiting Rajungan
Cumi-cumi Cumi-cumi Cumi-cumi
Tapian Nauli I Rucah Kepiting Rajungan Udang Rebon
Kepiting Rajungan Udang Udang
III.6.5 Catch Per Unit Effort (CPUE)
CPUE Tahun 2010
Catch per unit effort atau yang lebih dikenal sebagai CPUE adalah jumlah tangkapan
nelayan dalam sekali usaha penangkapan menggunakan suatu alat tangkap tertentu.
CPUE masing-masing jenis alat tangkap pasti akan berbeda satu sama lain. Nelayan
umumnya melaut menggunakan lebih dari satu alat tangkap karena masing-masing jenis
alat tangkap memiliki target tangkapan yang berbeda-beda.
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
59
Gambar 42. CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Tapanuli Tengah 2010
Alat tangkap pukat tepi hanya dioperasikan di Desa Tapian Nauli I. Berdasarkan Gambar
42 dapat dicermati bahwa CPUE pukat tepi tahun 2010 adalah 12,80 kg. CPUE alat
tangkap bubu, jaring, pancing hampir sama, lebih kurang 3 kg. Sementara nilai CPUE alat
tangkap tangguk dan speargun lebih kurang 2 kg.
Penampilan data trend CPUE tidak dilakukan untuk semua jenis alat tangkap, akan tetapi
hanya alat tangkap yang umum dioperasikan oleh nelayan sepanjang tahun dan paling
sering digunakan oleh nelayan sejak pendataan tahun 2008, yaitu pukat tepi, jaring dan
pancing.
Berdasarkan Gambar 25 terlihat bahwa ada perbedaan tren CPUE yang menyolok antara
tahun 2008 dan tahun 2009. CPUE pukat tepi pada tahun 2008 sangat tinggi, mampu
mencapai 51,4 kg sedangkan pada tahun 2009 berkisar antara 5,2 kg hingga 9,7 kg dan
dapat mencapai 23,7 kg pada bulan Desember. Perbedaan CPUE yang menyolok ini
disebabkan oleh perbedaan jenis ikan tangkapan yang dicatat. Pada tahun 2008,
tangkapan ikan rucah selalu dicatat, dan jumlahnya dalam sekali tangkapan bisa lebih dari
20 kg. Tetapi setelah diberi pengertian kepada para pencatat untuk mencatat ikan rucah
secara berkelompok berdasarkan jenis ikannya maka ikan rucah hampir tidak pernah lagi
masuk dalam pendataan pada tahun 2009, karena dinilai menyulitkan si pencatat.
Padahal, pada kenyataannya ikan rucah tetap menjadi salah satu hasil tangkapan utama
pukat tepi.
Trend CPUE jaring yang menunjukkan penurunan. Tahun 2008 nilai CPUE jaring 6,7 kg,
menjadi 3,4 kg di tahun 2009 dan turun lagi menjadi 3,09 di tahun 2010 (Gambar 43). Hal
yang sama juga terjadi pada alat tangkap pancing. Namun tidak demikian dengan niali
CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010
60
CPUE pukat tepi. Walaupun terjadi penurunan di tahun 2009, akan tetapi CPUE pukat
tepi kembali naik di tahun 2010.
Gambar 43. Trend CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Tapanuli Tengah
Penurunan dan kenaikan CPUE tersebut, lebih disebabkan oleh adanya pengaruh musim
yang sulit diprediksi. Karena jumlah persentase nelayan hanya sekitar 60% dibandingkan
seluruh populasi penduduk di masing-masing desa dan dengan kapasitas perahu yang
umumnya tanpa motor, kecuali di Desa Tapian Nauli yang telah menggunakan perahu
motor tempel 5,5 PK mengindikasikan bahwa kegiatan penangkapan ikan di Kabupaten
Tapanuli Tengah masih dalam kategori lestari. Hal tersebut didukung oleh data tutupan
karang yang dilaporkan oleh Manuputty (2009). Data tutupan karang di Kabupaten
Tapanuli Tengah meningkat menjadi dari 40,66 % di tahun 2008 menjadi 45,35% di tahun
2009.
Pemantauan creel indonesiabarat10
Pemantauan creel indonesiabarat10
Pemantauan creel indonesiabarat10
Pemantauan creel indonesiabarat10
Pemantauan creel indonesiabarat10
Pemantauan creel indonesiabarat10
Pemantauan creel indonesiabarat10
Pemantauan creel indonesiabarat10
Pemantauan creel indonesiabarat10
Pemantauan creel indonesiabarat10
Pemantauan creel indonesiabarat10
Pemantauan creel indonesiabarat10
Pemantauan creel indonesiabarat10
Pemantauan creel indonesiabarat10
Pemantauan creel indonesiabarat10
Pemantauan creel indonesiabarat10
Pemantauan creel indonesiabarat10
Pemantauan creel indonesiabarat10
Pemantauan creel indonesiabarat10

Mais conteúdo relacionado

Semelhante a Pemantauan creel indonesiabarat10

Materi kadis rapat kementerian daerah tertinggal jakarta-27-29_mei_2013
Materi kadis rapat kementerian daerah tertinggal jakarta-27-29_mei_2013Materi kadis rapat kementerian daerah tertinggal jakarta-27-29_mei_2013
Materi kadis rapat kementerian daerah tertinggal jakarta-27-29_mei_2013KPDT
 
93314 id-evaluasi-tahapan-intervensi-sosial-pada
93314 id-evaluasi-tahapan-intervensi-sosial-pada93314 id-evaluasi-tahapan-intervensi-sosial-pada
93314 id-evaluasi-tahapan-intervensi-sosial-padaAdeUrilette
 
ekologi pangan, kerentanan pangan, diversifikasi pangan dan daya dukung lingk...
ekologi pangan, kerentanan pangan, diversifikasi pangan dan daya dukung lingk...ekologi pangan, kerentanan pangan, diversifikasi pangan dan daya dukung lingk...
ekologi pangan, kerentanan pangan, diversifikasi pangan dan daya dukung lingk...Analyst of Water Resources Management
 
Policy paper Permen KP 71_206_05.08.2019.pdf
Policy paper Permen KP 71_206_05.08.2019.pdfPolicy paper Permen KP 71_206_05.08.2019.pdf
Policy paper Permen KP 71_206_05.08.2019.pdfDadang Setiawan
 
MOu green arts pantai nganteb - 2021
MOu green arts  pantai nganteb - 2021MOu green arts  pantai nganteb - 2021
MOu green arts pantai nganteb - 2021juni apri
 
Skripsi optimalisasi peran dinas kelautan dan perikanan
Skripsi optimalisasi peran dinas kelautan dan perikananSkripsi optimalisasi peran dinas kelautan dan perikanan
Skripsi optimalisasi peran dinas kelautan dan perikananSutny_Wulan_Sary_Puasa
 
PPTANP ujian terbuka 19 Juni 2013 new1
PPTANP ujian terbuka 19 Juni  2013 new1PPTANP ujian terbuka 19 Juni  2013 new1
PPTANP ujian terbuka 19 Juni 2013 new1ignatiuswirawan
 
DATA POTENSI DKP KAB. DOMPU (1).pptx
DATA POTENSI DKP KAB. DOMPU (1).pptxDATA POTENSI DKP KAB. DOMPU (1).pptx
DATA POTENSI DKP KAB. DOMPU (1).pptxBudiYudaPrawira
 
Identifikasi Kawasan Tambak Udang Dan Kepiting Di Pallime Bone
Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  BoneIdentifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone
Identifikasi Kawasan Tambak Udang Dan Kepiting Di Pallime BoneBBAP takalar
 
Paparan Kepala Bappeda Kepri Kuliah MPKD 45 UGM
Paparan Kepala Bappeda Kepri Kuliah MPKD 45 UGMPaparan Kepala Bappeda Kepri Kuliah MPKD 45 UGM
Paparan Kepala Bappeda Kepri Kuliah MPKD 45 UGMJulianto Wibowo
 
Hasil |Manajemen Operasional Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Kabupaten Pacit...
Hasil |Manajemen Operasional Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Kabupaten Pacit...Hasil |Manajemen Operasional Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Kabupaten Pacit...
Hasil |Manajemen Operasional Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Kabupaten Pacit...Andi Mahardika
 
LAPORAN_AKHIR - EDI YANTO.docx
LAPORAN_AKHIR - EDI YANTO.docxLAPORAN_AKHIR - EDI YANTO.docx
LAPORAN_AKHIR - EDI YANTO.docxKhairulSamuki1
 
Paparan mengenai perencanaan_pembangunan
Paparan mengenai perencanaan_pembangunanPaparan mengenai perencanaan_pembangunan
Paparan mengenai perencanaan_pembangunanergi bari
 
Pesisir 12 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 12 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIRPesisir 12 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 12 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIRsuningterusberkarya
 

Semelhante a Pemantauan creel indonesiabarat10 (20)

Materi kadis rapat kementerian daerah tertinggal jakarta-27-29_mei_2013
Materi kadis rapat kementerian daerah tertinggal jakarta-27-29_mei_2013Materi kadis rapat kementerian daerah tertinggal jakarta-27-29_mei_2013
Materi kadis rapat kementerian daerah tertinggal jakarta-27-29_mei_2013
 
93314 id-evaluasi-tahapan-intervensi-sosial-pada
93314 id-evaluasi-tahapan-intervensi-sosial-pada93314 id-evaluasi-tahapan-intervensi-sosial-pada
93314 id-evaluasi-tahapan-intervensi-sosial-pada
 
ekologi pangan, kerentanan pangan, diversifikasi pangan dan daya dukung lingk...
ekologi pangan, kerentanan pangan, diversifikasi pangan dan daya dukung lingk...ekologi pangan, kerentanan pangan, diversifikasi pangan dan daya dukung lingk...
ekologi pangan, kerentanan pangan, diversifikasi pangan dan daya dukung lingk...
 
Policy paper Permen KP 71_206_05.08.2019.pdf
Policy paper Permen KP 71_206_05.08.2019.pdfPolicy paper Permen KP 71_206_05.08.2019.pdf
Policy paper Permen KP 71_206_05.08.2019.pdf
 
MOu green arts pantai nganteb - 2021
MOu green arts  pantai nganteb - 2021MOu green arts  pantai nganteb - 2021
MOu green arts pantai nganteb - 2021
 
Skripsi optimalisasi peran dinas kelautan dan perikanan
Skripsi optimalisasi peran dinas kelautan dan perikananSkripsi optimalisasi peran dinas kelautan dan perikanan
Skripsi optimalisasi peran dinas kelautan dan perikanan
 
PPTANP ujian terbuka 19 Juni 2013 new1
PPTANP ujian terbuka 19 Juni  2013 new1PPTANP ujian terbuka 19 Juni  2013 new1
PPTANP ujian terbuka 19 Juni 2013 new1
 
Industrialisasi perikanan budidaya kepulauan riau melalui penerapan konsep
Industrialisasi perikanan budidaya kepulauan riau melalui penerapan konsepIndustrialisasi perikanan budidaya kepulauan riau melalui penerapan konsep
Industrialisasi perikanan budidaya kepulauan riau melalui penerapan konsep
 
DATA POTENSI DKP KAB. DOMPU (1).pptx
DATA POTENSI DKP KAB. DOMPU (1).pptxDATA POTENSI DKP KAB. DOMPU (1).pptx
DATA POTENSI DKP KAB. DOMPU (1).pptx
 
jurnal reklamasi 1
jurnal reklamasi 1jurnal reklamasi 1
jurnal reklamasi 1
 
Identifikasi Kawasan Tambak Udang Dan Kepiting Di Pallime Bone
Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  BoneIdentifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone
Identifikasi Kawasan Tambak Udang Dan Kepiting Di Pallime Bone
 
Paparan Kepala Bappeda Kepri Kuliah MPKD 45 UGM
Paparan Kepala Bappeda Kepri Kuliah MPKD 45 UGMPaparan Kepala Bappeda Kepri Kuliah MPKD 45 UGM
Paparan Kepala Bappeda Kepri Kuliah MPKD 45 UGM
 
Permohonan alat tangkap ikan
Permohonan alat tangkap ikanPermohonan alat tangkap ikan
Permohonan alat tangkap ikan
 
Hasil |Manajemen Operasional Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Kabupaten Pacit...
Hasil |Manajemen Operasional Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Kabupaten Pacit...Hasil |Manajemen Operasional Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Kabupaten Pacit...
Hasil |Manajemen Operasional Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Kabupaten Pacit...
 
LAPORAN_AKHIR - EDI YANTO.docx
LAPORAN_AKHIR - EDI YANTO.docxLAPORAN_AKHIR - EDI YANTO.docx
LAPORAN_AKHIR - EDI YANTO.docx
 
Pemantauan kawasan budidaya dan kesehatan ikan dan lingkungan di selat nenek,...
Pemantauan kawasan budidaya dan kesehatan ikan dan lingkungan di selat nenek,...Pemantauan kawasan budidaya dan kesehatan ikan dan lingkungan di selat nenek,...
Pemantauan kawasan budidaya dan kesehatan ikan dan lingkungan di selat nenek,...
 
Permohonan alat tangkap ikan
Permohonan alat tangkap ikanPermohonan alat tangkap ikan
Permohonan alat tangkap ikan
 
Paparan mengenai perencanaan_pembangunan
Paparan mengenai perencanaan_pembangunanPaparan mengenai perencanaan_pembangunan
Paparan mengenai perencanaan_pembangunan
 
Pesisir 12 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 12 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIRPesisir 12 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 12 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
 
ARTIKEL SAIL KOMODO
ARTIKEL SAIL KOMODOARTIKEL SAIL KOMODO
ARTIKEL SAIL KOMODO
 

Mais de Agung Setiawan Pribadi (13)

Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku
Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi MalukuProfil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku
Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku
 
Lampiran juknis spm 210613
Lampiran juknis spm 210613Lampiran juknis spm 210613
Lampiran juknis spm 210613
 
Penyusunan masterplan pasar indra sari kota pangkalan bun
Penyusunan masterplan pasar indra sari kota pangkalan bunPenyusunan masterplan pasar indra sari kota pangkalan bun
Penyusunan masterplan pasar indra sari kota pangkalan bun
 
Zonasi
ZonasiZonasi
Zonasi
 
Lapdal - Green City Trenggalek
Lapdal - Green City TrenggalekLapdal - Green City Trenggalek
Lapdal - Green City Trenggalek
 
Pernyataan rakh bupati Trenggalek
Pernyataan rakh bupati TrenggalekPernyataan rakh bupati Trenggalek
Pernyataan rakh bupati Trenggalek
 
Rth kota
Rth kotaRth kota
Rth kota
 
Kota hijau-iv-manual-ded-rev-120227
Kota hijau-iv-manual-ded-rev-120227Kota hijau-iv-manual-ded-rev-120227
Kota hijau-iv-manual-ded-rev-120227
 
Permen 18 2007
Permen 18 2007Permen 18 2007
Permen 18 2007
 
Jasa konsultansi pengumuman pemenang breakwater
Jasa konsultansi pengumuman pemenang breakwaterJasa konsultansi pengumuman pemenang breakwater
Jasa konsultansi pengumuman pemenang breakwater
 
Pengkajian dampak sosial lingkungan akibat pembangunan jembatan suramadu
Pengkajian dampak sosial lingkungan akibat pembangunan jembatan suramaduPengkajian dampak sosial lingkungan akibat pembangunan jembatan suramadu
Pengkajian dampak sosial lingkungan akibat pembangunan jembatan suramadu
 
Langmiami
LangmiamiLangmiami
Langmiami
 
Matriks itbx 2
Matriks itbx 2Matriks itbx 2
Matriks itbx 2
 

Pemantauan creel indonesiabarat10

  • 2. CREEL PEMANTAUAN PERIKANAN BERBASIS MASYARAKAT WILAYAH INDONESIA BAGIAN BARAT TAHUN 2010 ©2011 ISBN : 978-602-9445-06-0 Oleh : Nurul Dhewani Mirah Sjafrie Desain & Tata Letak : Dewirina Zulfianita Sumber Foto : CRITC COREMAP LIPI Coral Reef Information and Training Center Coral Reef Rehabilitation and Management Program Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia COREMAP II - LIPI Jl. Raden Saleh No. 43 Jakarta 10330 www.coremap.or.id
  • 4. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 i KATA SAMBUTAN Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk menyelamatkan terumbu karang di perairan Indonesia. Saat ini COREMAP telah memasuki tahap kedua yang disebut juga sebagai “Fase Akselerasi”. Pada COREMAP Fase II di wilayah Indonesia bagian barat mendapat dukungan pendanaan dari Asian Development Bank (ADB) yang meliputi delapan Kabupaten/Kota, yaitu Batam, Lingga, Natuna, Bintan, Nias, Nias Selatan, Tapanuli Tengah dan Kepulauan Mentawai. Pemantauan pendaratan hasil perikanan berbasis masyarakat (CREEL) merupakan suatu kegiatan yang penting dilakukan secara terus menerus untuk mengetahui dinamika sumberdaya ikan di lokasi COREMAP II. Data yang dikumpulkan dari hasil kegiatan berbasis masyarakat ini dapat dianalisa lebih lanjut untuk menghasilkan kebijakan berikutnya yang berkaitan dengan hasil perikanan, pola tangkap, pendapatan nelayan, dan upaya pelestarian lingkungan. Oleh karena itu, CRITC COREMAP II – LIPI bersama- sama PIU Kabupaten/Kota berusaha memfasilitasi masyarakat untuk melakukan kegiatan CREEL di wilayahnya. Fasilitasi yang dilakukan CRITC Pusat, antara lain menyusun buku panduan, mengadakan pelatihan, menyediakan anggaran pendukung, dan melakukan kompilasi serta analisis data secara nasional. PIU bersama CRITC Kabupaten/Kota dibantu oleh Fasilitator dan Motivator Desa memfasilitasi pelatihan bagi masyarakat, melakukan pengumpulan data, dan mendistribusikan buku panduan. Buku ini merupakan gambaran kondisi perikanan nelayan di lokasi COREMAP II kawasan Indonesia bagian barat, utamanya hasil perikanan dari terumbu karang, yang datanya dihimpun sejak tahun 2008 sampai sekarang. Semoga upaya ini bermanfaat dan lebih meningkatkan usaha untuk melestarikan terumbu karang kita semua. NPIU-CRITC COREMAP II Direktur, Dr. Giyanto, Ssi, MSc.
  • 5. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 ii KATA PENGANTAR Buku Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat (CREEL) 2010 ini merupakan buku yang diterbitkan tahunan oleh CRITC COREMAP II LIPI. Buku ini dibuat berdasarkan kompilasi hasil pendataan di 8 lokasi COREMAP ADB. Pengambilan data dilakukan oleh para pencatat yang telah terlatih di lokasi-lokasi tempat pendaratan ikan di kabupaten Nias, Nias Selatan, Kepulauan Mentawai, Tapanuli Tengah, Kota Batam, Kabupaten Natuna, Bintan dan Lingga. Jumlah desa pendataan CREEL adalah 43 desa yang terdiri dari 59 lokasi pendaratan ikan. Dalam buku ini digambarkan hasil tangkapan nelayan, lokasi penangkapan ikan, jenis tangkapan, Catch Per Unit Effort (CPUE) dan trend tangkapan tahunan. Disadari bahwa terwujudnya buku Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat (CREEL) 2010 ini karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada para pengambil data lapangan, CRITC Kabupaten/Kota serta PIU Kabupaten/Kota di wilayah COREMAP II ADB. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sejak dari proses pengambilan data sampai tersusunnya buku ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada Endah Susianti, Dewirina Zulfianita, Djuwariah, Siti Zulha, Widodo, Agus Dendi Rohendi, Ahmad Reza Dzumalex dan Raden Sutiadi yang telah membantu dalam ‘entry data’, ‘data clearing’ dan pembuatan grafik-grafik. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam buku ini, untuk itu saran maupun kritik yang membangun sangat kami harapkan. Jakarta, November 2011 Penulis
  • 6. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 iii DAFTAR ISI Hal KATA SAMBUTAN i KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii DAFTAR TABEL v DAFTAR GAMBAR vi PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang 1 I.2. Tujuan 2 BAB II METODOLOGI II.1. Lokasi Pendataan 3 II.2. Waktu Pendataan 3 II.3. Cara Kerja 3 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN III.1. Kabupaten Lingga 5 III.1.2. Gambaran Umum Kabupaten Lingga 5 III.1.3. Lokasi Penangkapan Nelayan 5 III.1.4. Hasil Tangkapan Nelayan 7 III.1.1. Jenis Tangkapan 10 III.1.5. Catch Per Unit Effort 12 III.2. Kabupaten Bintan III.2.1. Gambaran Umum Kabupaten Bintan 14 III.2.2. Lokasi Penangkapan Nelayan 14 III.2.3. Hasil Tangkapan Nelayan 15 III.2.4. Jenis Tangkapan 18 III.2.5. Catch Per Unit Effort 20 III.3. Kota Batam III.3.1. Gambaran Umum Kota Batam 23 III.3.2. Lokasi Penangkapan Nelayan 23 III.3.3. Hasil Tangkapan Nelayan 24 III.3.4. Jenis Tangkapan 28 III.3.5. Catch Per Unit Effort 31
  • 7. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 iv III.4. Kabupaten Natuna III.4.1. Gambaran Umum Kabupaten Natuna 33 III.4.2. Lokasi Penangkapan Nelayan 33 III.4.3. Hasil Tangkapan Nelayan 35 III.4.4. Jenis Tangkapan 37 III.4.5. Catch Per Unit Effort 40 III.5. Kabupaten Kepulauan Mentawai III.5.1. Gambaran Umum Kabupaten Kepulauan Mentawai 42 III.5.2. Lokasi Penangkapan Nelayan 42 III.5.3. Hasil Tangkapan Nelayan 43 III.5.4. Jenis Tangkapan 46 III.5.5. Catch Per Unit Effort 48 III.6. Kabupaten Tapanuli Tengah III.6.1. Gambaran Umum Kabupaten Tapanuli Tengah 52 III.6.2. Lokasi Penangkapan Nelayan 52 III.6.3. Hasil Tangkapan Nelayan 53 III.6.4. Jenis Tangkapan 56 III.6.5. Catch Per Unit Effort 58 III.7. Kabupaten Nias III.7.1. Gambaran Umum Kabupaten Nias 61 III.7.2. Lokasi Penangkapan Nelayan 61 III.7.3. Hasil Tangkapan Nelayan 62 III.7.4. Jenis Tangkapan 66 III.7.5. Catch Per Unit Effort 68 III.8. Kabupaten Nias Selatan III.8.1. Gambaran Umum Kabupaten Nias Selatan 70 III.8.2. Lokasi Penangkapan Nelayan 70 III.8.3. Hasil Tangkapan Nelayan 72 III.8.4. Jenis Tangkapan 75 III.8.5. Catch Per Unit Effort 75 DAFTAR BACAAN 77
  • 8. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 v DAFTAR TABEL Hal Tabel 1 Junlah Desa dan Lokasi Pendataan CREE di 8 Kabupaten Lokasi COREMAP II 3 Tabel 2. Tangkapan nelayan di Kabupaten Lingga 2010 7 Tabel 3. Ikan Karang Dominan di Kabupaten Lingga 2010 11 Tabel 4 Tren Jenis Tangkapan Dominan Setiap Desa di Kabupaten Lingga 11 Tabel 5 Tangkapan Nelayan di Kabupaten Bintan 2010 16 Tabel 6 Ikan Karang Dominan di Kabupaten Bintan 2010 19 Tabel 7 Tren Tangkapan Dominan Setiap Desa di Kabupaten Bintan 20 Tabel 8 Tangkapan Nelayan di Kota Batam 2010 25 Tabel 9 Jenis tangkapan di Kota Batam 2010 29 Tabel 10 Tren Tangkapan Dominan Setiap Desa di Kota Batam 31 Tabel 11 Tangkapan Nelayan di Kabupaten Natuna 2010 35 Tabel 12 Jenis ikan karang dominan di Kabupaten Natuna 2010 38 Tabel 13 Tren Tangkapan Dominan Nelayan di Kabupaten Natuna 39 Tabel 14 Tangkapan Dominan Masing-masing Desa di Kabupaten Natuna 39 Tabel 15 Tangkapan Nelayan di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2010 44 Tabel 16 Ikan Karang Dominan di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2010 48 Tabel 17 Tren Tangkapan Dominan Masing-masing Desa di Kabupaten Kepulauan Mentawai 48 Tabel 18 Tangkapan Nelayan di Kabupaten Tapanuli Tengah 2010 53 Tabel 19 Ikan Karang dan ikan Asosiasi Dominan di Kabupaten Tapanuli Tengah 2010 58 Tabel 20 Tren Tangkapan Dominan Nelayan masing-masing desa di Kabupaten Tapanuli Tengah 58 Tabel 21 Tangkapan Nelayan di kabupaten Nias Utara 2010 63 Tabel 22 Ikan Karang Dominan di Kabupaten Nias 2010 67 Tabel 23 Tren Tangkapan Dominan di masing-masing Desa Kabupaten Nias 68 Tabel 24 Tangkapan nelayan di Kabupeten Nias Selatan 2010 72
  • 9. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 vi DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 1 Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Lingga 6 Gambar 2 Tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap di Kabupaten Lingga 2010 8 Gambar 3 Trend rata-rata tangkapan nelayan (kg/bulan) di Kabupaten Lingga 9 Gambar 4 Tren Tangkapan Masing-masing Desa di Kabupaten Lingga 9 Gambar 5 Jenis Tangkapan Nelayan berdasarkan famili di Kabupaten Lingga 2010 10 Gambar 6 CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Lingga 2010 12 Gambar 7 Trend CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Lingga 13 Gambar 8 Tren CPUE di Masing-masing desa di Kabupaten Lingga 13 Gambar 9 Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Bintan 15 Gambar 10 Tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap di Kabupaten Bintan 2010 16 Gambar 11 Trend tangkapan nelayan (kg/bulan) di Kabupaten Bintan 17 Gambar 12 Tren Tangkapan Masing-masing Desa 18 Gambar 13 Jenis tangkapan nelayan di Kabupaten Bintan 2010 19 Gambar 14 CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Bintan 2010 21 Gambar 15 Trend alat tangkap dominan di kabupaten Bintan 22 Gambar 16 Tren CPUE Alat Tangkap Pancing dan Jaring di Masing-masing Desa Kabupaten Bintan 22 Gambar 17 Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kota Batam 24 Gambar 18 Tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap di Kota Batam 2010 26 Gambar 19 Trend tangkapan nelayan (kg/bulan) di Kota Batam 2010 27 Gambar 20 Tren Tangkapan Nelayan di masing-masing Desa 28 Gambar 21 Jenis ikan karang tangkapan nelayan di Kota Batam 2010 30 Gambar 22 CPUE beberapa alat tangkap di Kota Batam 2010 32 Gambar 23 Trend CPUE beberapa alat tangkap di Kota Batam 32 Gambar 24 Lokasi penangkapan Nelayan di Kabupaten Natuna 34 Gambar 25 Tangkapan berdasarkan alat tangkap hari di Kabupaten Natuna 2010 36 Gambar 26 Tren rata-rata tangkapan nelayan (kg/bulan) di Kabupaten Natuna 36 Gambar 27 Tren rata-rata tangkapan nelayan setiap desa (kg/bulan) 37 Gambar 28 Jenis tangkapan dominan di Kabupaten Natuna 2010 37 Gambar 29 Trend CPUE beberapa alat tangkap dominan di Kabupaten Natuna 2010 40
  • 10. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 vii Gambar 30 Tren CPUE alat tangkap pancing tunda dan pancing ulur di masing- masing desa Kabupaten Natuna 41 Gambar 31 Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Kepulauan Mentawai 43 Gambar 32 Tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2010 45 Gambar 33 Trend tangkapan nelayan rata-rata (kg/bulan) di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2010 46 Gambar 34 Jenis Tangkapan Nelayan di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2010 47 Gambar 35 CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Kepulauan Mentawai 49 Gambar 36 Tren CPUE Alat tangkap Jaring dan Pancing di Kabupaten Kepulauan Mentawai 50 Gambar 37 Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Tapanuli Tengah 52 Gambar 38 Tangkapan nelayan berdasarkan beberapa jenis alat tangkap di Kabupaten Tapanuli Tengah 54 Gambar 39 Tren Rata-rata Tangkapan (kg/ bulan) di Kabupaten Tapanuli Tengah 55 Gambar 40 Tren hasil tangkapan di 3 desa Kabupaten Tapanuli Tengah 56 Gambar 41 Jenis tangkapan nelayan di Kabupaten Tapanuli Tengah 2010 57 Gambar 42 CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Tapanuli Tengah 2010 59 Gambar 43 Trend CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Tapanuli Tengah 60 Gambar 44 Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Nias Utara 62 Gambar 45 Tangkapan Rata-rata nelayan berdasarkan beberapa alat tangkap 64 Gambar 46 Tren Tangkapan Nelayan Per bulan di Kabupaten Nias Utara 65 Gambar 47 Trend rata-rata tangkapan nelayan (kg/bulan) di masing-masing desa 66 Gambar 48 Jenis tangkapan nelayan di Kabupaten Nias 2010 66 Gambar 49 CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Nias 2010 69 Gambar 50 Trend CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Nias 69 Gambar 51 Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Nias Selatan 71 Gambar 52 Tangkapan nelayan berdasarkan beberapa jenis alat tangkap 73 Gambar 53 Tren tangkapan Nelayan (kg/bulan) di Kabupaten Nias Selatan 74 Gambar 54 Tren Tangkapan Nelayan di masing-masing Desa Kabupaten Nias Selatan 74 Gambar 55 Beberapa jenis tangkapan dominan di Kabupaten Nias Selatan 2010 75 Gambar 56 Tren CPUE Alat Tangkap Jaring dan Pancing di Kabupaten Nias Selatan 76
  • 11. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Terumbu Karang merupakan ekosistem khas daerah tropika. Ekosistem ini mempunyai peranan yang penting dari sisi ekologi, ekonomi dan estetika. Secara ekologi, ekosistem ini berfungsi sebagai pelindung pantai, sumber perikanan serta sumber nutrisi bagi biota yang hidup di dalamnya. Dari sisi ekonomi, ekosistem ini merupakan sumber mata pencaharian bagi nelayan, sumber pendapatan (penghasil kapur, bahan bangunan) dan dapat menghasilkan devisa bagi pengusaha wisata bahari. Dari segi estetika, terumbu karang memiliki keindahan bawah laut yang menjadi aset pariwisata. Selama ini terumbu karang banyak dimanfaatkan nelayan sebagai sumber mata pencaharian. Ikan karang dan biota lainnya seperti udang, teripang, kerang-kerangan merupakan sumber penghasilan para nelayan. Direktorat Jendral Perikanan, 1991 (dalam Dahuri, et al., 1996) memperkirakan bahwa potensi lestari sumberdaya ikan pada terumbu karang di Indonesia adalah sebesar 80.802 ton/km2 /th dengan luas total terumbu karang lebih kurang 50.000 km2. Sangat disayangkan bahwa untuk mendapatkan ikan dan biota lainnya para nelayan masih menggunakan teknik-teknik penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Penangkapan ikan dengan menggunakan bubu, lampara dasar, kelong, gillnet, racun dan bom masih terus berlangsung. Akibatnya kerusakan terumbu karang terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut hasil penelitian Pusat Penelitian Oseanografi LIPI dari 985 stasiun yang tercatat sampai dengan tahun 2008 menunjukkan bahwa hanya 5,48 % terumbu karang di Indonesia dalam kondisi sangat baik. Melihat keadaan terumbu karang yang cukup memprihatinkan itu, berbagai usaha telah dilakukan, diantaranya adalah program nasional rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang (COREMAP). Tujuan utama program ini adalah untuk pengelolaan pemanfaatan sumber daya terumbu karang yang berkelanjutan dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu upaya COREMAP untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah dengan melakukan kegiatan yang dikenal sebagai Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat (CREEL). Tujuan dari pemantauan ini adalah untuk mengetahui perubahan- perubahan yang terjadi dari sudutpandang masyarakat. Perubahan-perubahan itu meliputi: hasil tangkapan, jenis-jenis yang tertangkap, penggunaan alat tangkap serta melihat CPUE. Dengan pendekatan CREEL, maka masyarakat nelayan diharapkan dapat secara mandiri berupaya untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan terumbu karang demi menjamin penghasilan dan usaha penangkapan ikan agar keperluan mereka terpenuhi secara terus menerus.
  • 12. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 2 I.2. TUJUAN Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat (CREEL) ini bertujuan untuk : 1) mengetahui dimanika hasil tangkapan nelayan, 2) jenis-jenis apakah yang dominan., 3) lokasi penangkapan dan sebagainya. Hasil pemantauan CREEL ini sangat berguna untuk menetapkan kebijakan pengelolaan perikanan ke depan. Misalnya: pengaturan penggunaan alat tangkap, pengaturan daerah penangkapan serta melihat pengaruh Daerah Perlindungan Laut (DPL), sehingga ke depan informasi tersebut dapat dijadikan bahan dasar pengelolaan.
  • 13. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 3 BAB II METODOLOGI Pemantauan Perikanan berbasis masyarakat (CREEL) merupakan survei terpadu yang terdiri dari berbagai komponen COREMAP. Komponen CBM yang terdiri dari motivator desa, LPSTK bahkan masyarakat umum berperan sebagai pencatat. CRITC kabupaten/kota berperan sebagai pengumpul data yang telah diambil oleh pencatat di setiap lokasi pencatatan dan menganalisis data tersebut untuk lingkup desa. CRITC Pusat berperan dalam menganalisis data dalam lingkup kabupaten. Oleh karena itu keberhasilan survei CREEL ini sangat tergantung pada peran masing-masing komponen tersebut. II.1. LOKASI PENDATAAN Pendataan CREEL selama periode 2008 – 2010 dilakukan di 8 Kabupaten di wilayah COREMAP ADB. Untuk setiap Kabupaten/Kota, lokasi survei CREEL tidaklah sama, tergantung kesepakatan dengan para pencatat. Jumlah desa dan lokasi pendaratan ikan untuk melakukan survei CREEL dirangkum pada Tabel 1. Di bawah ini. Tabel 1. Jumlah Desa dan Lokasi Pencatatan CREEL di 8 Kabupaten Lokasi COREMAP II No Kabupaten/Kota Jumlah Desa Pencatatan Creel Jumlah Lokasi Pencatatan Creel 1 Kabupaten Mentawai 4 4 2 Kabupaten Tapanuli Tengah 3 5 3 Kabupaten Nias 8 8 4 Kabupaten Nias Selatan 2 2 5 Kabupaten Lingga 7 14 6 Kabupaten Bintan 5 9 7 Kota Batam 7 10 8 Kabupaten Natuna 7 7 Jumlah 43 59 II.2. WAKTU PENDATAAN Pencatatan pendaratan ikan dilakukan setiap bulan selama 3 hari berturut-turut. Pada tahun 2008, pendataan dimulai sejak bulan Juni, sedangkan tahun 2009 dan 2010 pendataan berlangsung sejak bulan Januari sampai Desember. Namun demikian selama masa tersebut juga telah terjadi pergantian desa lokasi CREEL dan pergantian pencatat. II.3. CARA KERJA Pengumpulan Data Pengumplan data dilakukan oleh para pencatat di masing-masing desa. Pengambilan data dilakukan selama tiga hari berturut-turut pada saat hasil tangkapan tertinggi setiap bulan. Data yang rutin dikumpulkan setiap bulan adalah formulir 2. Formulir ini berisi tentang responden, lokasi pendaratan ikan, lokasi penangkapan, alat tangkap, jenis tangkapan serta harga per jenis ikan. Pengisian formulir mengikuti buku “Pedoman
  • 14. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 4 Lapangan Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat”. Responden yang didata adalah nelayan yang cenderung menangkap ikan karang. Jumlah responden umumnya adalah 10% - 30% dari seluruh nelayan terumbu karang di suatu lokasi pendataran ikan. Entry Data Setelah data dikumpulkan oleh pencatat, data tersebut diserahkan ke CRITC Kabupaten. Di kabupaten data dimasukkan ke dalam software/template CREEL yang merupakan aplikasi berbasis Excel. Pada proses entry data ini banyak sekali human error, sehingga data yang sudah dimasukkan di dalam aplikasi CREEL harus dibersihkan (clearing data). Clearing Data Dari hasil entri data, umumnya masih ditemukan beberapa kesalahan dalam memasukkan data-data CREEL. Sebagian besar kesalahan terletak pada Inkonsistensi dalam penulisan tanggal, kode lokasi pendaratan ikan, naman responden, lokasi penangkapan, lokasi pendaratan ikan, jenis ikan maupun jenis alat tangkap. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kesalahan pada hasil analisa data. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan Clearing Data agar data yang dimasukkan dapat dianalisa secara benar. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan fasilitas Find and Replace. Analisa Data Data yang telah ‘bersih’ dalam aplikasi CREEL siap untuk dianalisa. Variabel yang diamati adalah: total tangkapan nelayan; tangkapan per alat tangkap, jenis tangkapan dan Catch Per Unit Effort. Data yang telah dianalisa ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik atau diagram. Untuk melihat trend perikanan di masing-masing kabupaten/kota, data terkini dibandingkan dengan data pada tahun sebelumnya.
  • 15. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 5 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN III.1. KABUPATEN LINGGA III.1.1. Gambaran Umum Kabupaten Lingga Kabupaten Lingga merupakan salah satu Kabupaten yang baru terbentuk setelah adanya pemekaran wilayah di Propinsi Kepulauan Riau. Secara geografi wilayah Kabupaten Lingga terletak antara 0o – 1o Lintang Selatan dan 103o 30’ – 105o 00’ Bujur Timur, dengan luas wilayah ± 211.772 km2 . Terdapat lima kecamatan di Kabupaten ini, yaitu Kecamatan Singkep, Kecamatan Singkep Barat, Kecamatan Lingga, Kecamatan Lingga Utara, dan Kecamatan Senayang. Wilayah kabupaten ini terdiri dari 377 pulau besar dan kecil, 94 diantaranya telah berpenghuni dan sisanya belum dihuni. Luas perairan Lingga yaitu 241.898, 28 km2 , lebih luas dibandingkan dengan daratannya. Hal tersebut membuat pekerjaan utama penduduk Lingga adalah sebagai nelayan (Manuputty, 2007). Keadaan laut di beberapa lokasi COREMAP di Lingga umumnya masih baik, yaitu lautnya bersih, keadaan terumbu karangnya juga relatif terpelihara dengan baik, kecuali di dua lokasi pulau terjauh, yaitu yaitu Berjung dan Penaah. Kedua lokasi ini berbatasan dengan Laut Cina Selatan sehingga banyak nelayan dari berbagai kabupaten Bintan, Batam maupun dari negara lain yang seringkali menangkap ikan dengan menggunakan bom, potas ataupun sianida sehingga keadaan terumbu karang di kedua lokasi COREMAP ini yang paling rusak. Bahkan nelayan luar daerah tersebut berani mengebom di daerah perlindungan laut yang telah ditetapkan oleh COREMAP. Nelayan setempat tidak mampu melakukan apapun untuk menghalau kegiatan penangkapan ikan yang destruktif tersebut karena keterbatasan kemampuan perahu yang dimiliki. Dalam upaya untuk mengatasi degradasi terumbu karang di Kabupaten Lingga, COREMAP telah melakukan berbagai kegiatan yang melibatkan masyarakat. Misalnya pembentukan kelompok pengawas terumbu karang, memberikan alternatif mata pencaharian serta membentuk daerah perlindungan laut (DPL). Upaya tersebut diharapkan dapat menekan kerusakan yang terjadi, lebih khusus lagi dapat meningkatkan pendapatan nelayan, terutama nelayan yang menangkap ikan di sekitar terumbu karang. III.1.2. Lokasi Penangkapan Nelayan Pusat penangkapan ikan Kabupaten Lingga tergantung tempat tinggal nelayan. Di desa Temiang, lokasi penangkapan ikan meliputi perairan di sekitar Laut Nyamuk, Remang, Ompos, Air Tombu, Tue, Terumbu Raye, Tajur, Pulau Belang, ujung Pulau Batang, Cik Nen, Pulau Senang, Kibon, Air Jambu, Pulau Tuju, Pulau Paku Tinjul dan Teban. Lokasi penangkapan ikan di desa Benan diantaranya Benan, Kepala Katang, Laut Timor, Malang Tongkang, Karang Laut dan Karang Pesisir. Lokasi penangkapan ikan di Sekanah
  • 16. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 6 diantaranya Karang Pulau, Selat Putut, Karang Sasah, Karang Laut dan Pulau Burung. Lokasi penangkapan ikan di desa Limbung diantaranya Pulau Barok, Pulau Kekek, Muara Sakeke dan Pulau Telom. Lokasi penangkapan ikan di desa Berjung diantaranya Pulau Buaya, Pulau Bulat, Pulau Sipat dan Pulau Sadai. Lokasi penangkapan ikan di desa Mamut diantaranya Pulau Bugai, Pulau Kalan, Sungai Sebong, Suak Ratai, Pulau Malim, Pulau Laya, Terumbu Panjang, Pulau Pelonggot, Pulau Peragi dan Pulau Paku. Gambar 1. Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Lingga
  • 17. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 7 III.1.3. Hasil Tangkapan Nelayan Tangkapan Tahun 2010 Pengambilan data CREEL tahun 2009 di Kabupaten Lingga dilakukan di 7 desa, yaitu Limbung, Benan, Berjung, Penaah, Sekanah, Temiang dan Mamut. Di masing-masing desa ditetapkan 2 lokasi pendaratan ikan sebagai tempat pendataan, sehingga jumlah lokasi pendaratan ikan di Kabupaten Bintan adalah 14 lokasi. Hasil tangkapan nelayan bervariasi setiap bulannya. Rata-rata tangkapan nelayan selama 3 hari pendataan dari bulan Januari– Desember 2010 adalah sebesar 176,42 kg/bulan (Tabel 2). Tangkapan nelayan terlihat cenderung meningkat pada bulan Februari sampai Juni, kemudian menurun pada bulan Juli sampai Desember 2010. Keadaan ini bertentangan dengan Romdiati, et.al (2006) yang menyatakan bahwa hasil tangkapan terbesar umumnya diperoleh nelayan pada Musim Selatan (Juni-September). Jika dibandingkan dengan tangkapan pada tahun 2009 hasil ini juga bertentangan, karena pada tahun 2009 hasil tangkapan nelayan tertinggi dijumpai pada bulan Juli – November (Sjafrie, 2010). Tabel 2. Tangkapan nelayan di Kabupaten Lingga 2010 Bulan Total Tangkapan (kg) Jumlah lokasi pendaratan Rerata tangkapan (kg/bulan) Januari 1635 14 116,79 Februari 2958,6 14 211,33 Maret 2625,1 14 187,51 April 3352,7 14 239,48 Mei 4331,5 14 309,39 Juni 4659,4 14 332,81 Juli 1460,7 13 104,34 Agustus 1624,6 14 116,04 September 1439,2 14 102,80 Oktober 2121,7 14 151,55 November 1712,6 14 122,33 Desember 1604,8 14 114,63 Rata-rata 176,42 Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap Tahun 2010 Hasil identifikasi alat tangkap tahun 2010, diketahui bahwa nelayan di Kabupaten Lingga menggunakan 5 jenis alat tangkap, yaitu bubu, candit, jaring, pancing dan pancing rawai. Namun demikian hanya 3 alat tangkap yang memberikan kontribusi signifikan kepada total tangkapan, yaitu bubu, pancing dan rawai (Gambar 2)
  • 18. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 8 Gambar 2. Tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap di Kabupaten Lingga 2010 Dibandingkan dengan tahun 2009, alat tangkap nelayan tahun 2010 berkurang sekitar 50%. Hal ini disebabkan adanya kesepakatan pencatat tentang pendataan alat tangkap. Alat tangkap jaring didefinisikan sebagai alat tangkap berbentuk net yang diletakkan statis di perairan, termasuk jaring kepiting. Sedangkan alat tangkap pancing adalah alat tangkap berupa pancing dengan mata kail, dapat merupakan pancing tunda atau pancing ulur. Sementara itu definisi bubu adalah alat tangkap berupa perangkap yang penggunaannya diletakkan di dasar perairan. Gambar 2. memperlihatkan bahwa alat tangkap bubu memberikan kontribusi terbesar terhadap total tangkapan. Penggunaan bubu terbanyak dilakukan oleh nelayan di desa Penaah dan Temiang, sedangkan di desa Benan bubu juga digunakan, namun tidak sebanyak di kedua desa tersebut. Kontribusi alat tangkap pancing lebih besar hampir 30% dibandingkan dengan alat tangkap jaring. Trend Tangkapan Pemantauan pendaratan ikan di daerah-daerah COREMAP Kabupaten Lingga telah dilakukan sejak tahun 2008. Perbandingan data yang diperoleh pada tahun 2008 sampai 2010 menunjukkan bahwa rata-rata tangkapan per bulan cenderung meningkat. Pada tahun 2008, rata-rata tangkapan per bulan sebesar 101,5 kg, bertambah menjadi 105,9 kg tahun 2009 dan 176,42 kg pada tahun 2010 (Gambar 3).
  • 19. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 9 Gambar 3. Trend rata-rata tangkapan nelayan (kg/bulan) di Kabupaten Lingga Apabila dilihat dari tren tangkapan masing-masing desa, diketahui bahwa kenaikan rata- rata tangkapan nelayan per bulan tahun 2010 disebabkan oleh adanya kenaikan hasil tangkapan di beberapa desa (Gambar 4). Di desa Penaah dan Sekanah, tangkapan nelayan naik lebih dari 50%. Artinya kedua desa tersebut memberikan kontribusi yang cukup berarti terhadap rata-rata tangkapan nelayan. Demikian pula untuk desa Benan, Limbung dan Temiang. Gambar 4. Trend Tangkapan di Masing-masing Desa Kabupaten Lingga
  • 20. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 10 III.1.4. Jenis Tangkapan Jenis Tangkapan Tahun 2010 Jenis tangkapan yang diperoleh nelayan di Kabupaten Lingga sangat bervariasi. Jenis tangkapan dibedakan menjadi kelompok ikan dan non ikan. Kelompok ikan dibedakan lagi menjadi kelompok ikan karang dan non ikan karang. Kelompok ikan karang didominasi oleh 5 famili, yaitu : Carangidae, Lutjanidae, Siganidae, Haemulidae dan Serranidae (Gambar 5) Kelompok non ikan karang yang umumnya tertangkap di Kabupaten Lingga adalah jenis- jenis ikan yang termasuk kedalam famili Sphyraenidae dan Scomridae. Sedangkan kelompok non ikan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap total tangkapan nelayan adalah famili Portunidae dan Loligonidae. Gambar 5. Jenis Tangkapan nelayan berdasarkan famili di Kabupaten Lingga 2010 Jenis Ikan Karang Tahun 2010 Ikan-ikan karang yang ditangkap oleh nelayan di Kabupaten Lingga dikelompokkan menjadi sepuluh jenis ikan karang yang dominan berdasarkan jumlah tangkapannya (Tabel 3).
  • 21. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 11 Tabel 3. Ikan Karang Dominan di Kabupaten Lingga 2010 Nama Lokal Nama Ilmiah Nama Famili Mentimun / Landok/ Mentimun besar/LUT 3 Lutjanus decussatus Lutjanidae Rentek / Bulat/CAR 2 Carangoides fulvoguttatus Carangidae Selar/CAR 6 Atule mate Carangidae Kaci/Mensiko/HAE 5 Plectohinchus flavomaculatus Haemulidae Sagai / Kepeng/CAR 1 Caranx caeruleopinnatus Carangidae delah pisang/CAR 4 Caranx melampygus Carangidae Ketambak / Tambak / Mempinang/LET 4 Lethrinus lentjan Lethrinidae Pelantak / Mentimun landuk / Kutu Batu/LUT 4 Lutjanus ehrenbergi Lutjanidae Rapang/MUG 1 Valamugil sp Mugillidae Dingkis/SIG 3 Siganus argenteus Siganidae Tren Jenis Tangkapan Tren tangkapan nelayan selama tahun 2009 sampai 2010 memperlihatkan kecenderungan nelayan adalah menangkap ikan karang. Hal ini didukung oleh data alat tangkap bubu dan pancing memberikan kontribusi terbesar terhadap hasil tangkapan. Tren tangkapan d masing-masing desa juga mendukung keadaan ini. Tabel 4 memperlihatkan bahwa di desa Sekanah dan Temiang tangkapan dominan kedua desa tersebut adalah ikan karang. Sementara itu di desa Limbung tren jenis tangkapan terlihat sama sejak tahun 2008, yaitu rajungan. Informasi dari pencatat dikatakan bahwa hampir semua nelayan desa Limbung menangkap rajungan, hanya ada beberapa orang saja yang mengambil ikan. Tabel 4. Tren Jenis Tangkapan Dominan Setiap Desa di Kabupaten Lingga DESA 2008 2009 2010 Benan Selar (CAR 8) Pari Ume Berjung Bawal Sotong Karang Tongkol (SCO 5)/ sotong Limbung Rajungan Rajungan Rajungan Mamut Mentimun (LUT 3) Ikan Karang Mentimun/LUT 3 Penaah Tenggiri Ikan Karang Jahan Sekanah Pari Ikan Karang Ikan Karang Temiang Ikan karang Ikan Karang Ikan Karang
  • 22. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 12 III.1.5. Catch Per Unit Effort (CPUE) CPUE Tahun 2010 Catch Per Unit Effort atau total tangkapan per satuan usaha menunjukkan produktifitas per masing-masing alat tangkap yang digunakan di tiap daerah. Alat tangkap di kabupaten Lingga yang umum digunakan adalah bubu, pancing dan jaring. Sementara itu alat tangkap candit digunakan oleh sebagian kecil nelayan di desa Benan, Berjung, Mamut, Penaah dan Temiang. Penangkapan per Satuan Usaha (Catch Per Unit Effort/CPUE) dari kelima alat tangkap itu memberikan gambaran yang berbeda . CPUE untuk alat tangkap bubu terlihat paling tinggi (38,05 kg) dibandingkan dengan CPUE alat tangkap lainnya. Alat tangkap ini terlihat banyak digunakan oleh oleh nelayan desa Penaah dengan jenis tangkapan umumnya adalah ikan-ikan karang. Nilai CPUE alat tangkap pancing dan jaring dan pancing, tidak terlalu tinggi, masing-masing sebesar 13,88 kg dan 9,91 kg (Gambar 6). Gambar 6. CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Lingga 2010 Trend CPUE Trend CPUE alat tangkap di Kabupaten Lingga disarikan dalam Gambar 7. Dari gambar tersebut terlihat bahwa nilai CPUE alat tangkap bubu mengalami kenaikan yang sangat tinggi. CPUE pancing cenderung stabil, sedangkan rawai menurun.
  • 23. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 13 Gambar 7. Trend CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Lingga Tren CPUE setiap desa CPUE bubu CPUE Pancing CPUE Jaring CPUE Rawai Gambar 8. Tren CPUE di Masing-masing desa Kabupaten Lingga
  • 24. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 14 III.2. KABUPATEN BINTAN III.2.1 Gambaran Umum Kabupaten Bintan Kabupaten Bintan terletak antara 1o 00’ Lintang Utara, 1o 20’ Lintang Selatan, 104o 00’ Bujur Timur, 108o 30’ Bujur Barat. Luas wilayah kabupaten mencapai 88.038,54 km2. Memiliki jumlah pulau sekitar 2002 buah dan hanya 49 buah pulau yang berpenghuni, sisanya walaupun belum dihuni tapi telah dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian, khususnya usaha perkebunan. Sebagai salah satu Kabupaten yang memiliki pulau-pulau cukup banyak, sektor perikanan tangkap berpotensi untuk dikembangkan. Saat ini perikanan tangkap yang dilakukan penduduk masih bersifat tradisional. Menurut Mujiani, et.al, (2007) menyatakan bahwa kecenderungan penurunan penangkapan akibat dari cara penangkapan yang tidak ramah lingkungan pada era 1980 – 1990an, sehingga mematikan biota laut di sekitarnya. Namun hasil kajian tahun 2007 menemukan kecenderungan sebaliknya, yaitu produksi ikan tangkap di Pulau Mapur mengalami perkembangan baik jenis maupun jumlahnya. Keadaan ini mungkin didukung oleh adanya peraturan desa yang melarang nelayan luar masuk ke perairan Mapur, karena Kepulauan Mapur dijadikan sebagai area Konservasi, dengan demikian praktek-praktek pengeboman dan penggunaan racun berkurang signifikan. Produksi perikanan di Kabupaten Bintan tentunya sangat berkaitan erat dengan kondisi terumbu karang yang ada disana. Menurut CRITC-COREMAP II-LIPI (2006) luas terumbu karang di Kepulauan Tambelan adalah 31,26 km2 dan sedangkan di Pulau Mapur 18,11 km2. Hasil pengamatan di 12 stasiun di Kepulauan Tambelan menunjukkan bahwa di 11 stasiun pengamatan, terumbu karang masih dalam kondisi baik, sedangkan pengamatan di 6 stasiun di Pulau Mapur menunjukkan bahwa hanya 3 stasiun yang kondisi terumbu karangnya termasuk baik. Jenis-jenis ikan karang yang dijumpai di Kepulauan Tambelan dan Pulau Mapur adalah sebanyak 182 jenis. Hasil monitoring yang dilakukan oleh CRITC COREMAP II-LIPI (2007) menunjukkan bahwa terjadi kenaikan persentase tutupan karang hidup sebesar lebih kurang 10%. Dengan kata lain, bila terumbu karang bertambah baik, maka perikanan pun akan bertambah baik, selanjutnya akan memberikan ‘kesejahteraan’ bagi nelayan sekitarnya. III.2.2 Lokasi Penangkapan Nelayan Para nelayan di Kabupaten Bintan melakukan penangkapan ikan di lokasi-lokasi yang berbeda, tergantung dimana mereka tinggal. Nelayan dari desa Kijang, umumnya melakukan penangkapan di sekitar perairan Simpang Alur, Busung, Malang Pandan dan Kampung Masiran. Sementara itu para nelayan dari desa Kawal menangkap ikan di perairan sekitar Pulau Cengom, nelayan desa Teluk Bakau di perairan sekitar Malang Buruk, Pulau Ledang, Pulau Sentot, Tanjung Kelun, Beruan, dan Pulau Nikkoi. Selanjutnya nelayan dari desa Malang Rapat melakukan penangkapan ikan di perairan sekirar Karang Kampe.
  • 25. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 15 Gambar 9. Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Bintan III.2.3 Hasil Tangkapan Nelayan Tangkapan Tahun 2010 Tangkapan ikan nelayan kabupaten Bintan pada tahun 2010 mewakili semua musim (4 musim) yaitu dari bulan Januari sampai Desember. Periode Musim di kabupaten Bintan masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya yaitu musim Utara (November-Februari), musim Timur (Maret-Mei), musim Selatan (Juni-Agustus) dan musim Barat (September- Oktober). Nelayan di kabupaten Bintan umumnya melaut di setiap musim meskipun pada musim tertentu yaitu musim Utara angin dan ombak besar. Saat ini hanya sedikit nelayan yang melaut. Rata-rata tangkapan per bulan nelayan selama 3 hari pendataan di kabupaten Bintan dari bulan Januari sampai Desember berikisar antara 188,41 kg - 655,12 (Tabel 5). Tangkapan ikan tertinggi terjadi pada musim selatan (bulan Juni). Musim selatan umumnya musim paling produktif bagi nelayan untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal dibanding musim yang lainnya. Pada musim ini cuaca sangat mendukung bagi nelayan untuk melaut.
  • 26. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 16 Tabel 5. Tangkapan Nelayan di Kabupaten Bintan 2010 Bulan Total Tangkapan (kg) Jumlah lokasi pendaratan Rerata tangkapan (kg/bulan) Januari 1507,3 8 188,41 Februari 2078,3 9 230,92 Maret 1878,3 8 234,79 April 4414,9 9 490,54 Mei 5896,1 9 655,12 Juni 5863 9 651,44 Juli 2888,1 8 361,01 Agustus 3226,5 9 358,50 September 3079,3 9 342,14 Oktober 3137,5 9 348,61 November 3438,8 9 382,09 Desember 2667,7 9 296,41 Rata-rata 378,33 Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap Tahun 2010 Alat tangkap yang digunakan nelayan kabupaten Bintan umumnya masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Jenis alat tangkap yang digunakan adalah pancing, jaring, bubu ketam, candit, kelong, tangkul dan speargun (Gambar 10). Diantara jenis-jenis alat tangkap tersebut terdapat beberapa alat yang memiliki produktivitas tinggi yaitu, pancing, jaring dan bubu ketam. Gambar 10. Tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap di Kabupaten Bintan 2010 Dari tiga alat tangkap dominan yang digunakan oleh nelayan di kabupaten Bintan, alat tangkap pancing memiliki total tangkapan paling tinggi yaitu 14288,4 kg. Alat tangkap ini
  • 27. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 17 banyak digunakan oleh nelayan di Desa Mapur, Kawal, Malang Rapat dan Teluk Bakau. Penangkapan ikan dengan alat tangkap jaring hanya dilakukan oleh nelayan Desa Kawal, Teuk Bakau dan Malang Rapat, di Mapur alat tangkap jaring sudah tidak digunakan lagi. Nelayan desa Mapur bersepakat untuk tidak menggunakan alat tangkap jaring, dan juga melarang nelayan luar desa memakai alat tangkap tersebut di lokasi penangkapan mereka. Total tangkapan dengan bubu ketam sebesar 6077,2 kg, hasil tersebut diperoleh dari nelayan di lima desa pendataan CREEL. Trend Tangkapan Trend total tangkapan per tahun merupakan perbandingan rata-rata tangkapan nelayan per bulan pada tahun 2008 sampai tahun 2010. Rata-rata tangkapan perbulan mengalami kenaikan yaitu dari 197, 55 kg pada tahun 2008 naik hingga 378, 33 kg pada tahun 2010 (Gambar 11). Dari gambar ...terlihat kecendrungan kenaikan rata-rata hasil tangkapan nelayan selama periode waktu tersebut. Meningkatnya rata-rata tangkapan tersebut mungkin disebabkan oleh meningkatnya hasil tangkapan di desa Malang Rapat, Kawal dan Mapur (Gambar 12). Gambar 11. Trend tangkapan nelayan (kg/bulan) di Kabupaten Bintan Di desa Gunung Kijang, tren tangkapan terlihat menurun. Seperti diketahui bahwa tangkapan utama nelayan gunung kijang adalah rajungan. Hasil wawancara dengan nelayan diketahui bahwa hasil tangkapan rajungan semakin menurun. Dikatakan pula bahwa banyak nelayan dari luar desa Gunung Kijang ikut menangkap rajungan di lokasi penangkapan mereka, misalnya nelayan dari kawal dan Malang Rapat.
  • 28. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 18 Gambar 12. Tren Tangkapan Masing-masing Desa III.2.4 Jenis Tangkapan Jenis Tangkapan Tahun 2010 Jenis-jenis tangkapan nelayan kabupaten Bintan umumnya bervariasi mulai dari tangkapan jenis ikan dan non ikan. Hasil tangkapan non ikan mendominasi hasil tangkapan, yaitu dari famili Loligonidae dan Portunidae. Loligonidae atau cumi-cumi merupakan tangkapan terbanyak, dengan total tangkapan 6473,7 kg (Gambar13), umumnya ditangkap oleh nelayan desa Kawal, Malang Rapat dan Teluk Bakau. Dari tujuh famili dominan, tidak ada satupun yang termasuk ke dalam ikan karang. Akan tetapi kelompok ikan beronang (famili Siganidae) masih terhitung ke dalam famili ikan dominan yang tertangkap dengan total tangkapan 2423,4 kg. Ikan ini merupakan kelompok ikan yang hidup di padang lamun. Sementara ikan todak juga memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap total tangkapan nelayan di kabupaten Bintan, dengan total tangkapan sebesar 3555,7 kg.
  • 29. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 19 Gambar13. Jenis tangkapan nelayan di Kabupaten Bintan 2010 Jenis Ikan Karang Tahun 2010 Untuk kelompok ikan karang, suku Mugillidae merupakan tangkapan terbanyak, diwakili oleh jenis belanak (Valamugil sp) dan lencam (Letrhinus lenjan). Sedangkanuntuk ikan asosiasi Lutjanidae dan Carangidae yang diwakili oleh jenis Lutjanus lenjan, L. Decussatus, Decapterus tabl dan Caranx caeruleopinnatus (Tabel 6) Tabel 6. Ikan Karang Dominan di Kabupaten Bintan 2010 jenis ikan Suku berat ikan Valamugil sp Mugillidae 612,00 Lethrinus lentjan Lethrinidae 287,40 Lutjanus ehrenbergi Lutjanidae 216,20 Decapterus tabl Carangidae 168,00 Caranx caeruleopinnatus Carangidae 133,80 Lutjanus decussatus Lutjanidae 116,10 Tren Jenis Tangkapan Hasil analisa data CREEL mengenai tren tangkapan dominan sejak tahun 2008 sampai tahun 2010 memperlihatkan tidak ada perubahan. Rajungan tetap menjadi tangkapan dominan selama periode waktu tersebut. Komoditi ini memang merupakan komoditi unggulan untuk kabupaten Bintan. Ada sekitar 10 miniplan rajungan yang ada di kabupaten ini. . Hasil tangkapan rajungan terbesar diperoleh dari Desa Gunung Kijang (Tabel 7). Meskipun demikian, dari hasil wawancara diketahui bahwa hasil tangkapan rajungan di desa Gunung Kijang semakin menurun, ukurannya pun bertambah kecil. Nelayan mulai merasakan hal tersebut, mereka melakukan langkah-langkah pelestarian. Di desa Kawal, satu kelompok nelayan pencari rajungan bersepakat untuk melepaskan rajungan yang bertelur kembali ke perairan. Upaya ini haruslah mendapat dukungan dari Pemda setempat untuk menularkan ide ini kepada kelompok pencari rajungan lainnya.
  • 30. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 20 Di desa Kawal, tangkapan dominan adalah ikan todak. Ikan ini bukanlah ikan yang memiliki nilai ekonomi tinggi, karena permintaan maupun harganya relatif rendah. Akan tetapi masyarakat di desa Kawal menggunakan ikan tersebut sebagai bahan dasar pembuatan kerupuk, sehingga dapat meningkatkan harga jual daripada menjualnya dalam keadaan segar. Pemda pun harus memfasilitasi kegiatan ini. Agar pasar lebih luas, maka Pemda melalui Dinas Kesehatan dan Depag harus memfasilitasi kelompok masyarakat dalam hal perbaikan mutu, kemasan dan dapat memperoleh sertifikat halal. Tabel 7. Tren Tangkapan Dominan Setiap Desa di Kabupaten Bintan DESA 2008 2009 2010 Gunung Kijang rajungan rajungan Rajungan Kawal todak todak Todak Malang Rapat Selar/selikur Selar/selikur Jahan Mapur Jahan/pari sotong Sotong karang Teluk Bakau rajungan Selikur/selar lambai III.2.5 Catch Per Unit Effort (CPUE) CPUE Tahun 2010 CPUE (Tangkapan per unit usaha) digunakan untuk mengetahui produktivitas per alat tangkap untuk setiap musim. Dari ketujuh alat tangkap yang digunakan nelayan di kabupaten Bintan hanya 4 jenis alat tangkap yang memberikan memiliki nilai CPUE tinggi, yaitu kelong, pancing, jaring dan tangkul (Gambar 14). Dari hasil penghitungan CPUE akan terlihat bahwa nilai CPUE kelong paling tinggi dibandingkan dengan alat tangkap lainnya. Nilai CPUE kelong adalah 42,13 kg. Alat tangkap ini merupakan alat tangkap statis yang dipasang diperairan. Nelayan akan mengambil ikan hasil tangkapan dengan waktu yang tidak sama (irregular), bisa 3 hari, seminggu, bahkan lebih. Kelong juga bukan merupakan alat tangkap yang dominan, artinya tidak semua nelayan memiliki alat tangkap tersebut. Demikian juga dengan tangkul. Alat tangkap tangkul, umumnya digunakan untuk menangkap ikan belanak. Dari data yang terkumpul diketahui bahwa tangkul hanya digunakan oleh nelayan desa Kawal.
  • 31. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 21 Gambar 14. CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Bintan 2010 Sebaliknya pancing dan jaring merupakan alat tangkap yang hampir dimiliki oleh setiap nelayan. Nilai CPUE pancing adalah 21,62 kg, sedangkan jaring 22,76 kg. Alat tangkap bubu ketam, walaupun umum dimiliki oleh nelayan di desa Gunung Kijang, Kawal, Malang Rapat dan Teluk Bakau, nilai CPUEnya relatif kecil. Trend CPUE Nilai CPUE alat tangkap jaring di kabupaten Bintan tahun 2008 cenderung mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2009 maupun tahun 2008 (Gambar 15). Nilai CPUE relatif besar penurunannya dari 35,42 kg di tahun 2009 menjadi 22,76 kg di tahun 2010. Keadaan ini menggambarkan bahwa produktivitas alat tangkap jaring relatif berubah. Kenaikan nilai CPUE pancing cukup signifikan yaitu 10,52 kg di tahun 2009 menjadi 21,62 kg pada tahun 2010. Keadaan ini menggambarkan bahwa produktifitaf alat tangkap pancing semakin meningkat.
  • 32. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 22 Gambar 15. Trend alat tangkap dominan di kabupaten Bintan Informasi yang diperoleh dari nelayan, jaring memang sudah tidak digunakan lagi di desa Mapur (Gambar 16). Nelayan desa Mapur memilih pancing sebagai alat tangkap mereka. Hal ini berhubungan dengan tumbuhnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya melestarikan lingkungan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nagib (2009) menyatakan bahwa tingkat kesadaran masyarakat desa Mapur saat ini jauh meningkat jika dibandingkan dengan sebelum adanya program COREMAP. Gambar 16. Tren CPUE Alat Tangkap Pancing dan Jaring di masing-masing Desa Kabupaten Bintan
  • 33. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 23 III.3. KOTA BATAM III.3.1 Gambaran Umum Kota Batam Batam merupakan salah satu kota administratif di Kepulauan Riau yang terpilih sebagai lokasi ADB-COREMAP fase II. Kondisi geografis Kota Batam yang terdiri dari pulau-pulau kecil yang berjumlah lebih kurang 328 buah dengan garis pantai sepanjang lebih kurang 1.261 km dan luas perairan 289.300 ha tu 74% dari luas total wilayah kota Batam. Wilayah pesisir dan laut sebagai penghasil bahan makanan telah dimanfaatkan oleh masyarakat Kota Batam. Hal ini terlihat dari potensi kelautan dan perikanan Kota Batam yang tergolong tinggi (Romdiati & Noveria, 2005). Pada tahun 2004, hasil tangkapan di wilayah perairan Kota Batam adalah 9.150,1 ton (Dinas Kelautan Perikanan dan Pertanian Kota Batam, 2004). Sebagian produksi perikanan berasal dari perikanan tangkap. Wilayah yang menghasilkan ikan terbanyak adalah kecamatan Galang (3.501,8 ton), Belakang Padang (2.271,6 ton) dan Bulang (1.983,7 ton). Pada umumnya para nelayan menggunakan alat tangkap yang sederhana hingga sedikit modern dengan areal tangkap utama di sekitar atau sedikit lebih jauh dari lokasi tinggal. Jenis sumber daya laut yang ditangkap kebanyakan berupa ikan karang, teripang, cumi-cumi atau sotong dan beberapa jenis ikan pelagis. Peningkatan jumlah penduduk serta berkembangnya sektor pariwisata di Kota Batam akan meningkatkan kebutuhan bahan pangan, terutama yang berasal dari sumber daya laut. Hal ini tentunya akan memacu kegiatan tangkap-lebih oleh para nelayan, yang mengakibatkan kerusakan habitat dan mengganggu kestabilan ekosistem yang ada. Akhirnya akan berimplikasi terhadap menurunnya populasi ikan dan biota lainnya atau menurunnya hasil tangkapan nelayan. Kondisi ini diperparah dengan penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti : racun, bom serta alat tangkap yang merusak. III.3.2 Lokasi Penangkapan Nelayan Di Batam terdapat banyak lokasi penangkapan ikan yang umumnya terletak di terumbu karang atau perairan sekitar pulau-pulau kecil yang banyak terdapat di Batam. Lokasi- lokasi ini antara lain Ujung Baran, Semandur, Dempu, Pasir Gelam, Tanjung Kudus, Tanjung Melagan, dan Laut di sekitar Pulau-pulau kecil seperti Pulau Abang Kecil, P. Mubut, P. Nguan, P. Petong, P. Segayang, P. Hantu, P. Perempuan, P. Samak, P. Pilis, dan P. Labon. Kecenderungan nelayan untuk memilih lokasi penangkapan umumnya tergantung musim dan cuaca pada saat itu. Apabila sedang musim tenang umumnya nelayan banyak menangkap di perairan lepas yang relatif jauh dari pulau untuk menangkap ikan-ikan pelagis seperti tongkol dan tenggiri. Sedangkan pada musim badai, nelayan biasanya hanya menangkap di perairan sekitar pemukiman mereka.
  • 34. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 24 Gambar 17. Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kota Batam III.3.3 Hasil Tangkapan Nelayan Tangkapan Tahun 2010 Pendataan CREEL di kota Batam dilakukan sepuluh lokasi pendaratan ikan yang berada di tujuh desa. Namun demikian data yang berhasil dihimpun bervariasi, misalnya pada bulan Januari, Agustus dan September 2010 data yang dikumpulkan hanya berasal dari lima lokasi pendaratan ikan, sedangkan pada bulan Februari – Juli data yang dikumpulkan berasal dari 6 lokasi pendaratan ikan, pada bulan Oktober dari tujuh lokasi pendaratan dan pada bulan november dan Desember data berasal dari 8 lokasi pendaratan ikan. Hasil pendataan menunjukkan bahwa rata-rata hasil tangkapan nelayan selama 3 hari pendataan berkisar antara 133,07 – 256,38 kg per bulan, dengan rata-rata tangkapan per bulan pada tahun 2010 adalah sebesar 213,25 kg. Tangkapan tertinggi diperoleh pada bulan Juni sedangkan tangkapan terendah diperoleh pada bulan Oktober 2010 (Tabel 8). Keadaan ini lebih disebabkan oleh kondisi musim pada bulan Juni relatif tenang sehingga nelayan dapat melaut tanpa terganggu oleh cuaca (angin, gelombang).
  • 35. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 25 Tabel 8. Tangkapan Nelayan di Kota Batam 2010 Bulan Total tangkapan (kg) Jumlah lokasi pendaratan Rerata tangkapan (kg/bulan) Januari 1246,8 5 249,36 Februari 1231,9 6 205,32 Maret 1489,8 6 248,30 April 1438,3 6 239,72 Mei 1405,8 6 234,30 Juni 1538,3 6 256,38 Juli 1441,2 6 240,20 Agustus 1037,7 5 207,53 September 1061,5 5 212,30 Oktober 931,5 7 133,07 November 1344,4 8 168,05 Desember 1316,2 8 164,53 Rata-rata 213,25 Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap Tahun 2010 Hasil identifikasi tentang penggunaan alat tangkap diperoleh gambaran bahwa terdapat delapan jenis alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan di Kota Batam sepanjang tahun 2010. Dari delapan alat tangkap tersebut, alat tangkap pancing, bubu dan jaring memberikan hasil tangkapan yang lebih banyak dibandingkan dengan kelima alat tangkap lainnya (Gambar 18.). Jaring ketam hanya digunaan di Pulau Mubud untuk menangkap udang hepo, hal ini karena udang hepo memiliki harga jual yang cukup tinggi, yaitu Rp. 70.000 – 75.000 per kg. Candit dan cedok, biasanya digunakan untuk menangkap cumi- cumi oleh nelayan di desa Karas, Nguan, Air Saga, Pulau Abang dan Pulau Sembur. Pancing digunakan oleh nelayan di lima desa, yaitu Karas, Nguan, Pulau Petong, Pulau Abang dan Pulau Sembur.
  • 36. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 26 Gambar 18. Tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap di Kota Batam 2010 Hasil tangkapan per alat tangkap tahun 2010 jika dibandingkan dengan tahun 2009 terjadi perubahan. Pada tahun 2010 hasil tangkapan tertinggi diperoleh dari alat tangkap pancing, sedangkan pada tahun 2009 alat tangkap jaring. Selanjutnya bubu menempati urutan kedua dan jaring urutan ke tiga pada tahun 2010. Sementara itu tahun 2009 urutam kedua dan ketiga dari hasil tangkapan diperoleh dari alat tangkap pancing dan candit. Keadaan ini menggambarkan adanya perubahan taret tangkapan antara tahun 2010 dan 2009. Selain itu hal ini mungkin berhubungan dengan tingkat kesadaran masyarakat nelayan untuk lebih menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan, sehingga alat tangkap jaring mulai ditinggalkan. Hasil wawancara dengan nelayan setempat memang dikatakan bahwa saat ini pemahaman masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan perairan mereka semakin bertambah. Trend Tangkapan Trend tangkapan tahunan dapat digunakan untuk melihat perkembangan usaha perikanan nelayan setiap tahunnya. Hal tersebut dapat di tunjukkan dengan mengamati rata-rata total tangkapan nelayan setiap tahun pada musim yang sama. Hal ini sangat bermanfaat bagi nelayan untuk melakukan manajemen dalam kegiatan penangkapan ikan.
  • 37. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 27 Gambar 19. Trend tangkapan nelayan (kg/bulan) di Kota Batam 2010 Secara umum rata-rata total tangkapan perbulan tahun 2008 sampai tahun 2010 yang diperoleh nelayan cukup bervariasi. Rata-rata total tangkapan nelayan tahun 2010 di Kota Batam adalah 213,25 kg per bulan (Gambar 19). Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata tangkapan pada tahun 2009 namun lebih besar dari tahun 2008. Penurunan rata-rata tangkapan tahun 2010 lebih disebabkan adanya perubahan penggunaan alat tangkap dan target tangkapan. Pada tahun 2010 alat tangkap yang memberikan kontribusi terbanyak terhadap hasil tangkapan adalah pancing, sedangkan tahun 2009 jaring. Seperti diketahui bahwa dengan jaring hasil tangkapan yang diperoleh jauh lebih besar jika dibandingkan dengan alat tangkap pancing. Demikian pula dengan target tangkapan, tahun 2010 di desa Mubut, nelayan banyak menangkap udang hepo (Gambar....), karena harganya jualnya yang cukup menjanjikan. Namun hasil tangkapan udang hepo relatif kecil, yaitu berkisar antara 0,5 – 2 kg. Dengan demikian hasil tangkapan rata-rata menjadi lebih sedikit. Dilihat dari tren tangkapan masing-masing desa, terlihat bahwa hasil tangkapan di desa Air Saga, Karas, Mubut, Pulau Sembur dan Pulau Abang cenderung menurun. Kenaikan hasil tangkapan terjadi hanya di Pulau Petong dan Pulau Nguan (Gambar 20)
  • 38. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 28 Gambar 20. Tren Tangkapan Nelayan di masing-masing Desa Kota Batam Jika rata-rata tangkapan tahun 2008 dibandingkan dengan tahun 2009 terlihat mengalami kenaikan sebesar 46,6 kg per bulan. Kenaikan ini disebabkan karena pendataan CREEL di tahun 2009 lebih terarah setelah dilakukannya berbagai pelatihan mendalam mengenai CREEL kepada pencatat di lapangan (Sjafrie, 2010) III.3.4 Jenis Tangkapan Jenis Tangkapan Tahun 2010 Jenis-jenis tangkapan yang dijumpai di kota Batam terdiri dari ikan asosiasi, ikan karang, ikan pelagis dan non ikan. Ikan asosiasi mendominasi hasil tangkapan nelayan yang terdiri dari famili Caesionidae, Dasitidae, dan Carangidae. Ikan karang diwakili oleh famili Haemulidae, Serranidae, Haemulidae dan Letrhinidae, sedangkan ikan pelagis diwakili oleh kelompok tenggiri yang termasuk ke dalam famili Scombridae. Sementara itu kelompok non ikan yang mendominasi tangkapan nelayan adalah Loligonidae dan Portunidae (Tabel 9).
  • 39. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 29 Tabel 9. Jenis tangkapan di Kota Batam 2010 Jenis ikan Berat ikan Delah (CAE1) 2898,30 Cumi-cumi 1413,80 Pari (DAS1) 813,20 Selar (CAR) 731,40 Kaci (HAE5) 684,10 Timun (LUT3) 613,60 Kepiting 525,90 Tenggiri (SCO5) 519,00 Rajungan 440,60 Kembung (CAR6) 415,55 Tambak (LET4) 393,60 Kerapu (SER11) 390,40 Jenis Ikan Karang Tahun 2010 Hasil analisa data menunjukkan bahwa terdapat 5 jenis ikan karang dominan hasil dari tangkapan nelayan (Gambar 21). Ikan ekor kuning dari Famili Caesionidae menduduki posisi teratas berdasarkan total tangkapan ikan karang, diikuti dengan ikan kaci dari famili Haemulidae, ikan timun (Lutjanidae) ikan tambak (Lethrinidae) dan ikan kerapu (Serranidae) (Gambar 21). Dibandingkan dengan tangkapan ikan karang tahun 2009 terlihat bahwa ikan delah tetap mendominasi hasil tangkapan. Ikan ini dijumpai melimpah di Pulau Sembur dan Pulau Petong. Menurut Manuputty (2007), ikan ini termasuk ikan yang bernilai ekonomis yang memiliki kelimpahan tertinggi di Batam yaitu 857 individu/ha. Ikan dingkis yang semula merupakan ikan kedua dominan tahun 2009, tahun 2010 tidak menjadi tangkapan dominan. Padahal ikan yang termasuk famili Siganidae ini merupakan ikan konsumsi yang banyak dicari nelayan terutama menjelang hari Raya Imlek. Keadaan ini memberikan informasi untuk menjaga habitat hidup ikan tersebut, yaitu di daerah lamun atau seagrass. Akan tetapi ikan kerapu mulai muncul dalam lima jenis tangkapan dominan, yang semula tahun 2009 tidak ada. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa habitat hidup ikan kerapu yaitu terumbu karang semakin membaik.
  • 40. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 30 Gambar 21. Jenis ikan karang tangkapan nelayan di Kota Batam 2010 Tren Jenis Tangkapan Hasil analisa data CREEL sejak tahun 2008 – 2010 mengenai tangkapan dominan menunjukkan perubahan di tahun 2010. Tahun 2008 dan 2009 hasil tangkapan nelayan didominasi oleh cumi-cumi. Pada tahun 2010, hasil tangkapan didominasi oleh ikan delah (Tabel 10). Dilihat dari masing-masing desa, Pulau Abang dan Air Saga merupakan penghasil cumi terbesar di Lokasi COREMAP. Sementara Pulau Sembur dan Pulau Petong adalah penghasil ikan delah. Sebenarnya Pulau Mubut sangat dikenal sebagai penghasil ikan Bilis terbesar, namun karena adanya perubahan target tangkapan maka tahun 2010 ikan bilis tidak lagi menjadi tangkapan dominan. Ke depan pemerintah Kota Batam melalui Dinas terkait dapat menjadikan informasi tersebut untuk mengembangkan komoditi unggulan masing-masing desa. Sentuhan teknologi diperlukan untuk meberikan nilai tambah terhadap masyarakat nelayan setempat. Misalnya di Pulau Mubut, ikan bilis dapat dijadikan keripik bilis, kemudian dikemas dan difasilitasi sampai memperoleh izin Dinas Kesehatan dan Depag. Dengan demikian nilai tambah akan diperoleh. Demikian juga untuk cumi-cumi di Pulau Abang dan Air Saga, ikan delah di Pulau Petong dan Pulau Sembur, dapat dikeringkan, dimasak dan dikemas.
  • 41. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 31 Tabel 10. Tren Tangkapan Dominan Setiap Desa di Kota Batam Desa 2008 2009 2010 Air Saga cumi-cumi cumi-cumi cumi-cumi/udang karang Karas tamban tamban Kaci/HAE 5 P. Mubut bilis bilis kepiting P. Nguan delah/CAE 1 cumi-cumi/debam/SIG 1 timun/LUT 3/SER 11 P. Petong cumi-cumi pari/delah delah P. Sembur delah delah/SIG 3 delah Pulau Abang cumi-cumi cumi-cumi cumi-cumi III.3.5 Catch Per Unit Effort (CPUE) CPUE Tahun 2010 Catch Per Unit Effort (CPUE) yang dihasilkan beberapa alat tangkap selama tahun 2010 di Kota Batam tersaji pada Gambar 22. Gambar... menunjukkan bahwa CPUE tertinggi diperoleh dari alat tangkap bubu dengan nilai 16,65 kg. Alat tangkap ini dipergunakan oleh nelayan-nelayan Pulau Karas, Nguan, Petong dan Pulau Sembur. Bubu merupakan alat tangkap berupa perangkap yang terbuat dari kawat anyaman dengan desain dan ukuran tertentu. Alat ini biasanya dioperasikan sepanjang tahun namun lebih sering digunakan pada Musim Timur dan Musim Barat. Bubu biasanya dipasang di karang-karang laut dan pada sisi-sisi karang. Jenis ikan yang tertangkap antara lain: ikan kerapu sunu, ikan merah, kakap putih, dan ikan-ikan karang lainnya. Di Pulau Karas jenis ikan yang tertangkap oleh bubu adalah ikan kaci sedangkan di Pulau Nguan ikan timun dan kerapu.
  • 42. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 32 Gambar 22. CPUE beberapa alat tangkap di Kota Batam 2010 Trend CPUE Trend CPUE berbagai alat tangkap di Kota Batam mengalami kenaikan dan penurunan. CPUE jaring dan candit mengalami penurunan, sedangkan CPUE pancing cenderung naik (Gambar 23). Sehingga penggunaan alat tangkap pancing masih dapat di maksimalkan lagi penggunaannya. Gambar 23. Trend CPUE beberapa alat tangkap di Kota Batam
  • 43. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 33 III.4. KABUPATEN NATUNA III.4.1 Gambaran Umum Kabupaten Natuna Kabupaten Natuna merupakan salah satu kabupaten yang termasuk kedalam Propinsi Kepulauan Riau. Secara geografis, kabupaten ini terletak pada posisi antara 1,16°- 7,17° Lintang Utara dan 105°-110° Bujur Timur dengan luas area sekitar 141.901,2 km2 dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: • Sebelah utara berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja. • Sebelah timur berbatasan dengan Malaysia Timur dan Kalimantan Barat. • Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Tambelan, Kabupaten Kepulauan Riau. • Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Semenanjung Malaysia dan Pulau Bintan, Kabupaten Kepulauan Riau. Kabupaten Natuna mempunyai Sumber Daya Laut yang sangat potensial. Diperkirakan dari sebagian besar wilayah, 138.600 km2 atau 97 persen, merupakan lautan. Kabupaten ini terdiri dari wilayah kepulauan dengan tiga pulau besar ( Bunguran, Jemaja dan Serasan) dan 271 pulau-pulau kecil (BPS Kabupaten Natuna, 2004). Natuna dikenal sangat kaya akan terumbu karang dengan berbagai jenis karang, ikan dan biota yang hidup di sekitarnya. Kekayaan Sumber Daya Laut di Kabupaten Natuna, khususnya perikanan terumbu karang belum dimanfaatkan secara optimal. Menurut hasil penelitian CRITC COREMAP LIPI (2007) kondisi terumbu karang di Kabupaten Natuna mengalami perbaikan. Hal ini terlihat dari persentase tutupan karang hidup yang meningkat dari 40,45% pada tahun 2004 menjadi 46,04% pada tahun 2007 atau meningkat sebesar 5,59%, Namun peningkatan persentase tutupan karang hidup belum dapat menggambarkan peningkatan hasil tangkapan ikan karang di kabupaten tersebut. Untuk itu perlu dilakukan upaya agar perikanan ikan karang dapat tergambarkan, sehingga dapat dilakukan langkah-langkah pengaturan, penangkapan serta pengelolaan yang baik bagi para nelayan setempat. III.4.2 Lokasi Penangkapan Nelayan Lokasi penangkapan nelayan di Kabupaten Natuna tidak terlalu jauh dari desa mereka. Umumnya mereka menangkap ikan di perairan depan desa masing-masing. Nelayan desa Pengadah, Kelanga, Cemaga, Sepempang dan Tanjung menangkap ikan di sebelah timur laut Pulau Bunguran, sedangkan nelayan desa Sededap dan Pulau Tiga di bagian barat Pulau Bunguran (Gambar 24 ).
  • 44. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 34 Gambar 24a : Lokasi penangkapan Nelayan desa Pengadah, Kelanga, Cemaga, Sepempang dan Tanjung Gambar 24b : Lokasi penangkapan Nelayan desa Sabang Mawang dan Sededap
  • 45. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 35 III.4.3 Hasil Tangkapan Nelayan Tangkapan Tahun 2010 Pendataan CREEL di kabupaten Natuna dilakukan tujuh lokasi pendaratan ikan yang berada di tujuh desa. Namun demikian data yang berhasil dihimpun bervariasi, misalnya pada bulan Januari sampai Mei dan Juli 2010 data yang dikumpulkan hanya berasal dari 5 – 6 desa. Hasil tangkapan nelayan selama 3 hari pendataan menunjukkan bahwa rata- rata hasil tangkapan nelayan berkisar antara 291,51 – 648 kg per bulan, dengan tangkapan tertinggi diperoleh pada bulan Juni (Tabel 11). Keadaan ini lebih disebabkan oleh kondisi musim pada bulan Juni relatif tenang sehingga nelayan dapat melaut tanpa terganggu oleh cuaca (angin, gelombang). Tabel 11. Tangkapan Nelayan di Kabupaten Natuna 2010 Bulan Total tangkapan (kg) Jumlah lokasi pendaratan Rerata tangkapan (kg/bulan) Januari 3420,63 6 570,11 Februari 3550,50 6 591,75 Maret 3246,50 5 649,30 April 3403,30 6 567,22 Mei 2541,90 6 423,65 Juni 4540,50 7 648,64 Juli 2944,50 6 490,75 Agustus 2679,30 7 382,76 September 2175,30 7 310,76 Oktober 3426,90 7 489,56 November 2023,23 7 289,03 Desember 2040,60 7 291,51 Rata-rata 475,42 Tangkapan berdasarkan alat Tangkap Tahun 2010 Tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap disajikan dalam Gambar 25. Dari gambar tersebut terlihat bahwa tangkapan dengan pancing tunda diperoleh hasil terbanyak. Pancing tunda merupakan alat tangkap yang umum digunakan untuk menangkap ikan pelagis seperti tongkol dan tenggiri. Namun demikian hasil tangkapan dari pancing tunda juga diperoleh ikan-ikan asosiasi dari suku Carangidae, Lethrinidae atau Lutjanidae. Alat tangkap kait memberikan hasil tangkapan yang paling kecil, karena alat tangkap ini hanya digunakan untuk menangkap gurita.
  • 46. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 36 Gambar 25. Tangkapan berdasarkan alat tangkap hari di Kabupaten Natuna 2010 Trend tangkapan Hasil tangkapan rata-rata per bulanmengalami fluktasi setiap tahun (Gambar 26). Pada tahun 2008 rata-rata tangkapan nelayan setiap bulan 452,9 kg, naik sebesar ......% pada tahun 2009 dan mengalami penurunan pada tahun 2010 menjadi 475, 42 kg. Lonjakan tangkapan pada tahun 2009 disebabkan oleh data yang terkumpul. Tahun 2008 pendataan dimulai pada bulan Mei, sedangkan tahun 2009 pendataan sudah dimulai sejak bulan Januari, sehingga ada bulan-bulan yang tidak masuk dalam penghitungan rata-rata hasil tangkapan. Sebaliknya penurunan hasil tangkap antara tahun 2009 ke 2010 lebih disebabkan adanya penurunan hasil tangkapan di desa Pengadah, Kelanga dan Sepempang. Gambar 26. Tren rata-rata tangkapan nelayan (kg/bulan) di Kabupaten Natuna Rata-rata tangkapan setiap desa selama kurun waktu 2008 – 2010 juga berfluktuasi (Gambar 27). Di desa Cemaga rata-rata tangkapan nelayan setiap bulan relatif stabil, sementara di desa Sededap dan Tanjung mengalami kenaikan yang sangat tinggi. Hal ini
  • 47. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 37 disebabkan karena hasil tangkapan nelayan responden lebih banyak mendapatkan ikan pelagis seperti kakap dan tenggiri. Gambar 27. Tren rata-rata tangkapan nelayan setiap desa (kg/bulan) III.4.4 Jenis Tangkapan Jenis Tangkapan Tahun 2010 Jenis jenis tangkapan yang diperoleh nelayan di Kabupaten Natuna bervariasi. Tangkapan terbesar lebih didominasi oleh ikan-ikan pelagis dari suku Scombridae Gambar 28. Jenis tangkapan dominan di Kabupaten Natuna 2010
  • 48. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 38 Jenis Ikan Karang Tahun 2010 Untuk kelompok ikan karang, suku Lutjanidae merupakan tangkapan terbesar, jenis-jenis yang tertangkap adalah bembang (Lutjanus argentimaculatus), kentum (Lutjanus gibbus) tumpu (Lutjanus bitaeniatus) dan sadang (Lutjanus decussatus). Kelompok ikan dari suku Serranidae dan Lethiridae masing-masing diwakili oleh jenis Ephinephelus spilotoceps dan Lethrinus lentjan dan Lethrinus miniatus, sedangkan kelompok ikan dari suku Carangidae diwakili oleh Carangoides fulvoguttatus (Tabel 12). Tabel 12. Jenis ikan karang dominan di Kabupaten Natuna 2010 Jenis ikan karang Nama Ilmiah Suku Berat ikan Bembang (LUT 1) Lutjanus argentimaculatus Lutjanidae 1556,60 Kentum (LUT 7) Lutjanus gibbus Lutjanidae 1289,80 Kerapu Tahai (SER 8) Ephinephelus spilotoceps Serranidae 714,30 Kerisi Bali Lutjanidae 2097,80 Ketambak Putih (LET 4) Lethrinus lentjan Lethrinidae 528,00 Ketambak Susu (LET 5) Lethrinus miniatus Lethrinidae 657,80 Manyuk Mamong (CAR 3) Caranx ignobilis Carangidae 601,90 Manyuk Patik (CAR 2) Carangoides fulvoguttatus Carangidae 1091,50 Sadang (LUT 3) Lutjanus decussatus Lutjanidae 536,30 Sonok Dugong (SER 15) Variola louti Serranidae 699,70 Tumpu (LUT 12) Lutjanus bitaeniatus Lutjanidae 785,40 Tren Tangkapan Dominan Tren tangkapan nelayan sejak tahun 2008 – 2010 memperlihatkan bahwa umumnya nelayan responden menangkap ikan pelagis (Tabel 13). Tahun 2009 jenis Kerisi Bali merupakan hasil utama tangkapan nelayan. Kerisi Bali yang tertangkap umumnya berukuran besar, ini juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tangkapan tahun 2009 melonjak tinggi. Ikan ini memamng merupakan ikan target untuk eksport. Para pengumpul di desa Sepempang menjual ikan kerisi Bali ke Hongkong.
  • 49. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 39 Tabel 13. Tren Tangkapan Dominan Setiap Desa di Kabupaten Natuna 2008 2009 2010 Mayuk Kuning (CAR5) Kerisi Bali Tongkol Dabat (SCO 7) Nupen Karang (LET4) Simbek Surat (SCO 1) Tongkol Surat (SCO 1) Nerosok/Mancung (LET5) Simbek Dabat (SCO 7) Tongkol Tembaga (SCO 3) Simbek Dabat (SCO7) Cumi Kerisi Bali Simbek Surat (SCO1) Manyu Patik (CAR 2) Tenggiri (SCO 5) Kerisi (Nemimterus hexodon) Bembang (LUT 1) Bembang Sadang (LUT 3) Simbek Burung (SCO 8) Kentum Sumong (LUT4) Simbek (SCO 3) Manyuk Patik (CAR 2) Ilak (KYP2) Ilak (KYP 2) Tongkol Burung (SCO 8) Segeh (LET7) Ketambak Kuning (LET 5) Simbek (SCO 6) Hasil pendataan memperlihatkan tangkapan dominan masing-masing desa berbeda setiap tahunnya. Keadaan ini juga menunjukkan kecenderungan target tangkapan nelayan. Misalnya, di desa Tanjung, nelayan lebih banyak menangkap ikan tongkol, sementara di Sabang Mawang dan Sepempang tangkapan dominan adalah Kerisi Bali ( Tabel 14). Dari tersebut dapat menjadi informasi berguna bagi pengembangan perikanan di Kabupaten Natuna umumnya dan desa khususnya. Misalnya, apabila akan dilakukan pengembangan ikan tongkol asap, maka desa potensial penghasil ikan tongkol adalah Cemaga, Sededap, Tanjung. Tabel 14. Tangkapan Dominan Masing-masing Desa di Kabupaten Natuna Desa 2008 2009 2010 Cemaga Kerisi Simbek Surat (SCO 1) Tongkol Surat (SCO 1) Kelanga Simbek Dabat (SCO 7) Simbek (SCO 6) Pengadah Mayuk Kuning (CAR5) Manyu Patik (CAR 2) Sonok Dugong (SER 15) Sabang Mawang Kerisi Bali Kerisi Bali Sededap Simbek Surat (SCO 1) Tongkol Surat (SCO 1) Sepempang Kerisi Bali Kerisi Bali Centom Batu (LUT 7) Tanjung Sadang (LUT 3) Simbek Dabat (SCO 7) Tongkol Tembaga (SCO 3)
  • 50. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 40 III.4.5 Catch Per Unit Effort (CPUE) Trend Catch Per Unit Effort (CPUE) yang dihasilkan beberapa alat tangkap tahun 2008, 2009 dan 2010 tersaji pada Gambar 29. Gambar 29. Trend CPUE beberapa alat tangkap dominan di Kabupaten Natuna 2010 Gambar 29 menunjukkan bahwa trend CPUE pancing tunda dan pancing ulur terus mengalami kenaikan sampai tahun 2010. CPUE pancing tunda antara tahun 2009-2010 mengalami kenaikan sebesar 5,14 kg/hari. Nilai kenaikan CPUE pancing tunda antara 2009-2010 dengan 2008-2009 relatif sama, yaitu lebih kurang 5 kg. (Sjafrie, 2010). Demikian pula dengan CPUE pancing ulur mengalami kenaikan sebesar 3,07 kg/hari. Kontribusi terbesar terhadap nilai CPUE pancing ulur berasal dari desa Tanjung, sedangkan untuk pancing tundan desa Sabang Mawang (Gambar 31). Dibandingkan dengan tahun 2008-2009, CPUE pancing ulur di Kabupaten Natuna mengalami penurunan hampir separuhnya. Namun demikian, secara umum telah terjadi kecenderungan kenaikan CPUE pada pancing tunda maupun pancing ulur, sehingga penggunaan alat tangkap tersebut perlu di maksimalkan lagi penggunaannya. Sebaliknya, CPUE alat tangkap jaring mengalami penurunan yang signifikan di tahun sebesar 6,70 kg/hari. Nilai ini lebih kecil dibandingkan dengan penurunan CPUE jaring pada tahun 2008-2009 (23 kg/hari). Keadaan ini mengindikasikan bahwa penggunaan alat tangkap jaring semakin berkurang. Artinya nelayan cenderung beralih ke lat tangkap lainnya. Bagi COREMAP hal ini merupakan berita baik, karena jaring bukan termasuk kategori alat tangkap yang ramah lingkungan. Hasil penelitian Deny, et. al., (2009) memnginformasikan bahwa kesadaran masyarakat nelayan, khususnya di lokasi COREMAP jauh meningkat.
  • 51. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 41 Gambar 30. Tren CPUE alat tangkap pancing tunda dan pancing ulur di masing-masing desa Kabupaten Natuna
  • 52. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 42 III.5. KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI III.5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kepulauan Mentawai Metawai merupakan daerah kepulauan yang berada di wilayah propinsi Sumatera Barat. Dahulu Metawai masuk ke dalam wilayah kerja Kabupaten Padang Pariaman, namun pada tahun 1999 telah disyahkan dengan UU No. 49 tahun 1999 menjadi kabupaten sendiri dengan ibukota Tuapejat di pulau Sipora. Terdiri dari 256 pulau, 102 diantaranya telah memiliki nama dan titik koordinat. Kabupaten Kepulauan Mentawai terdiri dari 4 pulau Besar, yaitu Pulau Siberut, Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara dan Pulau Pagai Selatan serta beberapa pulau kecil di sekitarnya. Kabupaten ini terdiri dari 4 kecamatan yaitu, kecamatan Pagai Utara Selatan terletak di Pulau Sikakap, meliputi 11 desa, kecamatan Sipora terletak di Pulau Sipora, terdiri dari 14 desa, kecamatan Siberut Selatan terletak di Pulau Siberut, terdiri dari 10 desa serta kecamatan Siberut Utara yang terdiri dari 10 desa. Jumlah penduduk di Kabupaten Mentawai terdiri dari 70.803 jiwa. Dari total penduduk, 4,24% (3002 jiwa) adalah nelayan atau bekerja di sektor perikanan (Pusat Kajian Pemanfaatan Sumber Daya Laut dan Pesisir - UNRI, 2006). Di kabupaten Mentawai, menjadi nelayan bukanlah menjadi mata pencaharian utama. Sebagian besar penduduk juga bekerja sebagai petani. Jadi mereka menangkap ikan di laut jika tidak sedang bekerja di ladang. Selain itu, banyak anak dan ibu rumah tangga yang menangkap ikan di laut hanya untuk kebutuhan makan sehari-hari. Alat tangkap yang digunakan juga relatif masih sederhana, yaitu berupa pancing. Jumlah nelayan di Kepulauan Mentawai memang sangat sedikit, hanya sekitar 2% atau sebesar 1.656 orang dari total penduduk Mentawai sebesar 67.217 orang (BPS Kabupaten Kepulauan Mentawai, 2007). Adanya degradasi sumber daya laut serta teknologi penangkapan yang tidak berkembang menyebabkan hasil tangkapan nelayan semakin berkurang. Hal ini sesuai dengan data dari Badan Pusat Statistik Mentawai yang menyatakan sejak tahun 2005, jumlah produksi ikan laut di kabupaten Mentawai mengalami penurunan yang cukup signifikan. Bahkan pada tahun 2007, jumlah produksi ikan laut mengalami penurunan hingga 50,89% jika dibandingkan tahun 2006 (BPS Kabupaten Kepulauan Mentawai, 2007). Hasil penelitian CRITC COREMAP LIPI (2007) menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan persentase tutupan karang hidup sebesar 8,32%. Tentunya kondisi ini akan sangat berpengaruh terhadap hasil tangkapan para nelayan, terutama mereka yang menangkap ikan-ikan karang. III.5.2 Lokasi Penangkapan Nelayan Sebagian besar nelayan di kabupaten Kepulauan Mentawai menangkap ikan hanya di sekitar wilayah perairan Mentawai saja. Hal ini dikarenakan armada penangkapan yang digunakan masih sebatas perahu sampan atau perahu motor dengan daya mesin rata-rata
  • 53. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 43 5 PK. Di desa Tuapejat wilayah penangkapan ikan di perairan sekitar Gosong Satu, Gosong Dua, Batu Tongga dan Gunung Siteut. Wilayah tangkap nelayan di desa Sikakap adalah di perairan Sibuarai, diantaranya di Bakat Minuang, Tubeket dan Gosong. Nelayan di desa Katurai biasa menangkap ikan di perairan Teluk Katurai. Akan tetapi saat ini wilayah tangkapnya sudah mencapai lingkungan perairan terumbu karang di sekitar Pulau Kubau dan Pulau Lougui. Nelayan di desa Saibi Samukop dan Saliguma banyak menangkap ikan di Teluk Sarabua dan di sekitar pulau Buggei. Data terakhir yang dikumpulkan menunjukkan lokasi penangkapan nelayan di Kabupaten Mentawai (Gambar 31) Gambar 31. Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Kepulauan Mentawai III.5.3 Hasil Tangkapan Nelayan Tangkapan Tahun 2010 Pada tahun 2010 pendataan CREEL di Kabupaten Kepulauan Mentawai dilaksanakan dari bulan Januari – Desember. Akan tetapi pendataan hanya dilakukan di empat desa, yaitu desa Tuapejat di kecamatan Sipora; desa Saliguma, desa Saibi Samukop di kecamatan Siberut Selatan. Desa Sikakap di kecamatan Pagai Utara Selatan dan desa Katurai di kecamatan Siberut Selatan yang pada tahun 2009 didata, pada tahun 2010 tidak lagi dilakukan pendataan. Selama tahun 2010, rata-rata tangkapan nelayan setiap bulan selama 3 hari pendataan, berkisar antara 146,95 kg – 329,78 kg. Tangkapan terendah terdapat pada bulan Maret sedangkan total tangkapan tertinggi terdapat pada bulan April (Tabel 15).
  • 54. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 44 Tabel 15. Tangkapan Nelayan di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2010 Bulan Total Tangkapan (kg) Jumlah lokasi pendaratan Rerata tangkapan (kg/bulan) Jan-10 1782,4 4 445,60 Feb-10 980,3 4 245,08 Mar-10 587,8 4 146,95 Apr-10 1319,1 4 329,78 Mei-10 870,3 4 217,58 Jun-10 839,7 4 209,93 Jul-10 825,6 4 206,40 Agu-10 1094,1 4 273,53 Sep-10 878 4 219,50 Okt-10 1030,9 4 257,73 Nop-10 1086,7 4 271,68 Des-10 1001,9 4 250,48 263,14 Jika dikaitkan dengan periode musim, maka di Kabupaten Kepulauan Mentawai mempunyai 3 periode musim, yaitu musim gelombang lemah, peralihan dan gelombang kuat (Bandiyono, et.al, 2007). Bulan Mei masih merupakan musim gelombang lemah dimana kondisi angin tenang dan ombak sedang. Kondisi ini memungkinkan banyak nelayan menangkap ikan di laut. Bulan Juni – Oktober mulai memasuki musim gelombang kuat dimana kondisi cuaca mulai turun hujan dan kadang-kadang disertai badai serta ombak besar. Sedangkan musim peralihan berlangsung pada bulan November – Desember. Menurut informasi dari pencatat, pada bulan November intensitas badai meningkat dengan kondisi ombak besar dan angin kencang. Akibatnya banyak nelayan yang tidak berani melaut. Akan tetapi pada bulan Desember kondisi cuaca relatif lebih tenang sehingga banyak nelayan aktif kembali melaut. Jika fenomena tersebut dihubungkan dengan hasil pendataan tahun 2010, tidak terlihat adanya hubungan antara musim dengan hasil tangkapan. Tabel 15. memperlihatkan rata-rata tangkapan per bulan relatif sama. Hal ini mungkin disebabkan karena nelayan lebih cenderung menangkap ikan-ikan pelagis. Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap Tahun 2010 Alat tangkap yang digunakan para nelayan di Kepulauan Mentawai bervariasi, meliputi pancing, jaring dan tombak (Gambar 32). Hanya pancing dan jaring yang digunakan nelayan hampir sepanjang musim sehingga dapat dikatakan sebagai alat tangkap dominan nelayan di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
  • 55. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 45 Gambar 32. Tangkapan nelayan berdasarkan alat tangkap di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2010 Gambar diatas memperlihatkan bahwa tangkapan dengan alat tangkap pancing memberikan kontribusi terbesar terhadap total tangkapan. Hal ini tidak mengherankan karena mayoritas nelayan di Mentawai menggunakan alat tangkap ini setiap kali melaut. Ada beberapa jenis pancing yang digunakan nelayan, yaitu pancing rawai, pancing ulur, dan lain-lain. Target tangkapan alat tangkap ini adalah ikan-ikan karang, juga ikan-ikan ikan pelagis. Jaring merupakan salah satu alat tangkap tradisional yang masih dipakai oleh para nelayan di Mentawai. Ada dua jenis jaring yang biasa dipakai oleh nelayan yaitu jaring yang dipakai untuk ikan umpan yang biasanya mempunyai mata jaring kecil dan jaring yang dipakai untuk menangkap ikan target dengan mata jaring berukuran besar. Alat tangkap ini masih banyak digunakan oleh para nelayan di wilayah Pulau Siberut yaitu Saliguma dan Saibi Samokup. Sementara itu, tombak digunakan untuk menangkap ikan dengan cara menyelam ke dasar laut. Alat tangkap ini banyak digunakan oleh nelayan di desa Saliguma. Tren Tangkapan Program CREEL di kabupaten Kepulauan Mentawai sebenarnya sudah dirintis dari tahun 2006. Akan tetapi baru pada tahun 2008 diperoleh data CREEL yang kontinu setiap bulannya. Untuk mengetahui kondisi tangkapan nelayan setiap tahunnya maka dibuat trend rata-rata tangkapan per bulan (Gambar 33). Terlihat bahwa jumlah tangkapan pada tahun 2010 mengalami kenaikan sekitar 2,5 kali dibandingkan dengan tahun 2009.
  • 56. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 46 Gambar 33. Trend tangkapan nelayan rata-rata (kg/bulan) di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2010 Peningkatan rata-rata tangkapan kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, semakin membaiknya kondisi terumbu karang di daerah ini. Berdasarkan data monitoring ekologi Mentawai diperoleh keterangan bahwa tutupan terumbu karang di Mentawai pada tahun 2007 berkisar 24,29 % (Winardi, et.al, 2007), mengalami penurunan pada tahun 2008 menjadi 14,70 % (Hukom & Cappenberg, 2009) dan sedikit mengalami kenaikan pada tahun 2009 menjadi 19, 45% (CRITC COREMAP II LIPI,2009 in press). Kedua, perbaikan dalam hal sarana dan prasarana penangkapan, misalnya alat tangkap, perahu dan sebagainya. III.5.4 Jenis Tangkapan Jenis Tangkapan Tahun 2010 Jenis tangkapan nelayan sepanjang tahun 2010 di Kabupaten Kepulauan Mentawai didominasi oleh jenis tangkapan ikan. Hasil tangkapan utama adalah ikan yang berasosiasi dengan terumbu karang, misalnya kelompok ikan dari famili Carangidae dan Lutjanidae. Sementara ikan karang yang dominan tertangkap adalah famili Serranidae (Gambar 34). Ada 7 famili ikan dominan yang ditangkap nelayan, dengan tangkapan tertinggi berasal dari famili Lutjanidae (ikan kakap) dan famili Carangidae (ikan kuwe). Selanjutnya ikan yang juga meberikan kontribusi total tangkapan cukup besar adalah berasal dari famili Serranidae (ikan kerapu) dan Scombridae (ikan tongkol).
  • 57. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 47 Gambar 34. Jenis Tangkapan Nelayan di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2010 Jika hasil tangkapan keempat famili dominan tahun 2010 dibandingkan dengan tangkapan famili dominan yang sama pada tahun 2009, terlihat adanya kenaikan yang cukup signifikan. Tahun 2009, total tangkapan dari famili Carangidae sebesar 975,1 kg, tahun 2010 naik drastis menjadi 2586,5 kg. Demikian pula untuk tangkapan dari famili Serranidae. Tangkapan tahun 2009 dari famili ini sebesar 845,55 kg, sedangkan tahun 2010 jumlah tangkapan menjadi 1663,6 kg. Kenaikan tangkapan untuk famili Lutjanidae dan Scombridae lebih tinggi lagi, famili Scomridae naik sekitar 6 kali, sedangkan famili Lutjanidae naik lebih kurang 3,5 kali dibandingkan tahun 2009. Jenis Ikan Karang Dominan Tahun 2010 Ikan karang dengan jumlah tangkapan terbesar yang terdata ada jenis LUT 7, LUT 13 dan LUT 3 yang termasuk kedalam famili Lutjanidae. Ikan karang dari famili Serranidae tercatat 4 jenis, yaitu SER 15, SER 14, SER 13 dan SER 5 (Tabel 16)
  • 58. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 48 Tabel 16. Ikan Karang Dominan di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2010 Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Berat Tanduk (LUT7) Lutjanus gibbus Lutjanidae 990,6 Tambak (LET8) Lethrinus rubrioperculatus Lethrinidae 620,7 Sawai (SER15) Variola louti Serranidae 344,2 Ramung (LUT13) Lutjanus sp Lutjanidae 303,8 Sawai (SER14) Variola albimarginata Serranidae 285,1 Marang (SIG1) Siganus guttatus Siganidae 269 Kuriak (LUT3) Lutjanus decussatus Lutjanidae 257,2 Gerapu (SER13) Epinephelus lancelatus Serranidae 246,3 Gerapu (SER5) Epinephelus fasciatus Serranidae 221,7 Taji-taji (ACA5) Naso sp. Acanthuridae 211 Jumbo (CAE1) Caesio teres Caesionidae 203 Tren Jenis Tangkapan Hasil analisa data CREEL sejak tahun 2008 – 2010 mengenai tangkapan dominan di setiap desa sangat variatif. Nampaknya nelayan tidak mempunyai target tangkapan yang khusus, hal ini terlihat dari beragamnya jenis tangkapan di setiap desa (Tabel 17). Tabel 17. Tren Tangkapan Dominan di Masing-masing Desa Kabupaten Kepulauan Mentawai Desa 2008 2009 2010 Saliguma Gambolo (SCO 6) Gambolo (SCO 6) Ambu-ambu (SCO1) Gerapu Merah (SER 1) Gabua (CAR 4) Tamban Duyung Tuapejat Tambak (LET 6) Layaran Layaran Gole-gole (CAR 1) Tambak (LET 1) Tambak (LET8) Gerapu (SER 14) Bailegget (SER 1) Gabur Sanam (CAR4) Saibi Samukop Tambak (LET 6) Tamban (CLU 1) Tanduk (LUT7) Gerapu Merah (SER 1) Kuriak (LUT 3) Kuriak (LUT3) III.5.5 Catch Per Unit Effort (CPUE) CPUE Tahun 2010 Hasil tangkapan per unit usaha (CPUE) tiga desa di Kabupaten Kepulauan Mentawai hanya disajikan dalam Gambar 35. Nilai CPUE bervariasi, alat tangkap jaring nilai CPUEnya paling tinggi, yaitu 55,82 kg. Menurun berturut-turut tuk CPUE pancing dan tombak.
  • 59. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 49 Nilai CPUE kedua alat tangkap bervariasi. Nilai rata-rata CPUE alat tangkap jaring adalah 55, 82 kg, sedangkan CPUE alat tangkap pancing 28,93 kg dan tombak 22,50 kg. Dilihat dari nilai rata-rata CPUE maka nilai CPUE jaring jauh lebih tinggi daripada pancing dan tombak. Hal ini disebabkan kapasitas penangkapan jaring cukup tinggi dalam sekali tangkap jika dibandingkan dengan alat tangkap pancing. Hasil tangkapannya biasanya berupa ikan-ikan yang hidup secara bergerombol (kelompok). Walaupun demikian, hanya sebagian kecil nelayan menggunakan alat tangkap ini karena harganya relatif mahal serta dibutuhkan perawatan dan keahlian khusus dalam menggunakannya. Gambar 35. CPUE beberapa alat tangkap yang diigunakan nelayan di Kabupaten Kepulauan Mentawai Gambar 36. menunjukkan bahwa trend CPUE jaring dan pancing terus mengalami kenaikan sampai tahun 2010. CPUE jaring antara tahun 2009-2010 mengalami kenaikan sebesar 38,06 kg. Nilai kenaikan CPUE pancing antara 2009-2010 juga mengalami kenaikan yang relatif tinggi, yaitu sebesar 15,15 kg. Alat tangkap jaring digunakan oleh nelayan desa Saliguma dan Tuapejat, sementara alat tangkap pancing digunakan oleh nelayan desa Saibi Sumakop, Saliguma dan Tuapejat.
  • 60. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 50 Gambar 36. Tren CPUE Alat tangkap Jaring dan Pancing di kabupaten Kepulauan Mentawai
  • 61. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 51 III.6. KABUPATEN TAPANULI TENGAH III.6.1 Gambaran Umum Kabupaten Tapanuli Tengah Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu salah satu daerah pesisir di pantai barat Pulau Sumatera, khususnya Sumatera Utara. Luas wilayahnya 2194, 98 km2 dengan garis pantai menghadap Samudera Hindia sepanjang ± 219 km. Batas-batas wilayah Tapanuli Tengah diantaranya: sebelah utara berbatasan dengan provinsi Nangroe Aceh Darussalam, sebelah selatan berbatasan dengan Tapanuli Selatan, sebelah timur berbatasan dengan Tapanuli Utara dan sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia. Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki 15 Kecamatan yang berada pada wilayah seluas 2.194,98 km2 . Wilayah kabupaten ini sebagian besar merupakan merupakan pegunungan yang menjadi bagian dari bukit barisan, kawasan pesisir dan kepulauan dengan ketinggian antara 0-1.266 m di atas permukaan laut. Terdapat 9 Kecamatan yang memiliki wilayah pesisir dan dua diantaranya merupakan lokasi COREMAP II, yaitu Kecamatan Badiri dan Kecamatan Tapian Nauli. Secara umum, aktivitas ekonomi masyarakat daerah Tapanuli Tengah berbasis pada kegiatan pertanian, perikanan dan perkebunan. Jumlah nelayan di kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2004 sejumlah 10.655 orang, dan 70% diantaranya merupakan nelayan kecil yang melakukan operasi penangkapan ikan di wilayah perairan kurang dari 2 mil dari garis pantai. Menurut CRITC-COREMAP II-LIPI (2006) Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki terumbu karang seluas 25, 35 km2 meliputi fringing reefs, patch reefs dan shoal di sekitar pelabuhan Sibolga, Desa Sitardas dan Pulau Mansalar. Terdapat 140 jenis karang yang termasuk dalam 16 suku. Sementara ikan karang yang terdapat di Kabupaten Tapanuli Tengah sebanyak 179 jenis dengan kemelimpahan sebesar 1105 individu per hektar. Ditemukan bahwa rata-rata tutupan karang tutupan karang hidup adalah 26,98% dan rata-rata karang mati 50,34%. Kondisi ini menunjukkan bahwa terumbu karang di Tapanuli Tengah berada pada kondisi sedang mendekati buruk. Pada akhirnya keadaan ini akan mempengaruhi hasil tangkapan nelayan, terutama mereka yang menangkap ikan- ikan karang. Permasalahan umum yang terjadi di wilayah pesisir dan laut Tapanuli Tengah adalah pola pemanfaatan sumber daya alam yang belum selaras dengan prinsip konservasi, yaitu pola pemanfaatan secara berkelanjutan tanpa menjaga kelestarian potensi sumber daya hayati yang ada melalui pengelolaan yang terintegrasi, baik dari sisi kelembagaan maupun kapasitas hukum (Purba, 2007). Sebagian besar penyebab kerusakan karang tersebut adalah akibat pengambilan terumbu karang sebagai bahan bangunan, hiasan, penggunaan pottasium dan penggunaan bahan peledak unruk penangkapan ikan di masa lalu dan sebagian kecil masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
  • 62. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 52 III.6.2 Lokasi Penangkapan Nelayan Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki sumber daya terumbu karang yang terhampar luas mulai dari desa Sitardas hingga desa Tapian Nauli. Terumbu karang tersebut mampu menghidupi nelayan di sepuluh desa pesisir di sepanjang pantai Tapanuli Tengah. Para nelayan umumnya menangkap ikan tidak lebih dari jarang 200 mil dari garis pantai. Lokasi-lokasi penangkapan ikan nelayan, yaitu Pulau Bakar, Pulau Ungge, Ujung Karang, Pulau Situngkus, Teluk Tapian Nauli, Ujung Kebun, Paramuan, Kambi Subalang, dan pulau Gosong. Gambar 37. Peta Lokasi Penangkapan Nelayan di Kabupaten Tapanuli Tengah
  • 63. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 53 III.6.3 Hasil Tangkapan Nelayan Tangkapan Tahun 2010 Pendaratan ikan di Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2010 masih tetap dilakukan di 3 desa yaitu desa Sitardas, Jago-jago dan Tapian Nauli I yang mencakup 5 lokasi pendaratan ikan. Pendataan dilakukan selama 12 bulan berturut-turut, yaitu mulai bulan Januari – Desember 2010. Rata-rata tangkapan nelayan per bulan selama 3 hari pendataan di Kabupaten Tapanuli Tengah berfluktuasi. Hasil tangkapan tertinggi terjadi pada bulan Oktober dan November dan perlahan menurun pada bulan Desember (Tabel 18). Tangkapan terendah dijumpai pada bulan Mei sampai Agustus. Tabel 18. Tangkapan Nelayan di Kabupaten Tapanuli Tengah 2010 Bulan ∑ Tangkapan (Kg) ∑ lokasi pendaratan Rerata tangkapan (kg/bulan) Januari 509,7 5 101,94 Februari 639,2 5 127,84 Maret 508,7 5 101,74 April 590,6 5 118,12 Mei 409,9 5 81,98 Juni 619,7 5 123,94 Juli 422,6 5 84,52 Agustus 423,2 5 84,64 September 540,6 5 108,12 Oktober 709,6 5 141,92 November 718,1 5 143,62 Desember 629,6 5 125,92 Rata-rata 112,03 Tingginya hasil tangkapan nelayan pada bulan Oktober dan November 2010 disebabkan oleh kontribusi tangkapan dari desa Sitardas berupa kepiting. Jumlah tangkapan kepiting dan rajungan pada kedua bulan tersebut mencapai lebih dari 100 kg. Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap 2010 Nelayan di tiga desa lokasi COREMAP II Kabupaten Tapanuli Tengah umumnya menggunakan alat tangkap pancing, jaring, pukat tepi, tangguk dan speargun. Hasil tangkapan tertinggi diperoleh dari alat pukat tepi dengan total tangkapan 1971,8 kg (Gambar 38). Alat tangkap ini banya digunakan oleh nelayan Tapian Nauli I dan Sitardas. Selanjutnya alat tangkap yang juga memberikan kontribusi besar terhadap total
  • 64. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 54 tangkapan adalah pancing (1874,9 kg) yang umumnya digunakan oleh nelayan di desa Jago-jago. Jaring, digunakan oleh nelayan di ketiga desa, namun penggunaan secara intensif dilakukan oleh nelayan di desa Tapian Nauli I. Konribusi jaring terhadap total tangkapan adalah 1238,1 kg. Gambar 38. Tangkapan nelayan berdasarkan beberapa jenis alat tangkap di Kabupaten Tapanuli Tengah Pancing merupakan alat tangkap yang juga ditemukan disemua lokasi desa di Tapanuli Tengah dan merupakan alat tangkap yang paling ramah lingkungan, karena cara pengoperasiannya yang sangat sederhana dan ikan yang tertangkap dapat disesuaikan dengan bentuk dan besar mata kail dan umpan yang diberikan. Satu set atau satu gulung pancing umumnya terdiri lebih dari 3 mata pancing, tergantung kehendak pemiliknya. Pancing umumnya digunakan untuk menangkap ikan-ikan karang, seperti jenis-jenis baronang, kerapu, kakap,dan juga sebagai alat tangkap cumi-cumi sehingga daerah operasionalnya adalah di laut yang memiliki terumbu karang Jaring merupakan alat tangkap yang paling umum dijumpai d iberbagai tempat dan banyak dimodifikasi oleh nelayan, termasuk nelayan-nelayan di Tapanuli Tengah. Di desa Sitardas dan Jago-Jago nelayan hanya menggunakan satu jenis jaring, yang umumnya berupa Gill Net atau jaring insang. Di desa Tapian Nauli I nelayannya memodifikasi jaringnya menjadi beberapa jenis jaring, yaitu jaring panjang, jaring angkat atau jaring cabut. Jaring panjang mirip dengan jaring insang pada umumnya, akan tetapi dibuat sangat panjang, bisa mencapai 100 meter dan tiap 4 meter diberi pemberat, sehingga bentuknya dilaut tidak selalu memanjang, akan tetapi dapat di bentuk sesuai keinginan si nelayan. Alat tangkap ini dioperasikan siang hari dan pada saat dipasang, tingginya tidak sampai 1 meter dari dasar laut, sehingga dapat juga menjerat rajungan yang kebetulan melintas. Ga
  • 65. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 55 Pukat tepi pada dasarnya adalah jaring yang memiliki bentuk yang mirip dengan pukat pada umumnya, dengan target utamanya adalah udang-udangan yang hidup di dasar perairan. Alat tangkap ini berukuran besar, terdiri dari berbagai ukuran mata jaring yang berbeda (0,5, 1, 2, dan 3 inci), yang memungkinkan seluruh yang tersapu pukat akan masuk ke dalam jaring dan kantong ikan dibagian ujungnya, bahkan hingga anak ikan sekalipun. Ciri khas alat tangkap ini adalah pukat tepi dioperasikan dengan menarik kedua pangkal jaring pukat oleh dua orang. Daerah operasi pukat tepi adalah perairan berpasir dan berlumpur dengan kedalaman sekitar 1 meter, sehingga alat tangkap jenis ini hanya ditemukan di desa Tapian Nauli yang jenis lautnya landai dan dasarnya berlumpur karena terletak di daerah teluk. Sebelum program COREMAP masuk, seluruh anakan ikan yang tertangkap dalam kantong pukat diangkat ke darat. Akan tetapi saat ini setelah berjalannya program COREMAP di desa Tapian Nauli I, nelayan akan mengembalikan ke laut anakan ikan yang tidak sengaja tertangkap ke dalam kantong pukat mereka. Karena ukurannya yang besar dan cara operasionalnya yang menyapu dasar perairan, membuat hasil tangkapan dari alat tangkap pukat tepi paling tinggi dibandingkan dengan alat tangkap lainnya. Tren Tangkapan Tren tangkapan merupakan kecenderungan dari hasil tangkapan nelayan di Kabupaten Tapanuli Tengah sejak tahun 2008 sampai 2010. Apakah apakah ada peningkatan hasil tangkap, stabil ataukah justru ada penurunan. Gambar 39. Tren Rata-rata Tangkapan (kg/ bulan) di kabupaten Tapanuli Tengah Rata-rata tangkapan nelayan per bulan di Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2008 dan 2009 dapat dikatakan hampir sama, tidak menunjukkan penurunan yang menyolok (Gambar 39) Namun tahun 2009 dan 2010 terlihat mengalami kenaikan rata-rata tangkapan per bulan sekitar 18%. Keadaan ini dapat disebabkan oleh beberapa
  • 66. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 56 kemungkinan. Pertama, lingkungan perairan tempat nelayan menangkap ikan relatif membaik, kedua adanya perbaikan dari segi sarana dan prasarana penangkapan, bisa diperoleh dari bantuan pemerintah atau lembaga-lembaga lainnya. Dilihat di masing-masing desa, hasil tangkapan di desa Jago-jago dan Tapian Nauli I cenderung meningkat dibanding tahun sebelumnya, akan tetapi di desa Sitardas terjadi penurunan hasil tangkap antara tahun 2009 dengan 2010 (Gambar 40). Kenaikan hasil tangkapan di desa Jago-jago diperoleh dari tangkapan bulan November 2010 sebesar 229,3 kg yang didominasi oleh kerapu (Siganidae) dan kakap (Lutjanidae). Di desa Tapian Nauli I, kenaikan hasil tangkapan tahun 2010 disebabkan oleh kontribusi tangkapan bulan Februari (338,5 kg), Juni (369,1 kg dan Oktober (317,4 kg), hasil tangkapan tersebut didominasi oleh udang rebon, rajungan dan udang. Gambar 40. Tren hasil tangkapan di 3 desa Kabupaten Tapanuli Tengah III.6.4 Jenis Tangkapan Jenis Tangkapan Tahun 2010 Hasil tangkapan di Kabupaten Tapanuli Tengah dapat dibedakan menjadi kelompok ikan dan non ikan. Kelompok non ikan terdiri dari cumi-cumi, kepiting/rajungan, udang dan udang rebon, merupakan tangkapan terbanyak yang mendominasi hampir 50% dari total tangkapan tahun 2010. Berdasarkan Gambar 41. terlihat bahwa kontribusi empat hasil perikanan tertinggi di Kabupaten Tapanuli Tengah selama tahun 2010 adalah kelompok non ikan, yaitu udang rebon sebesar 1244,2 kg yang umumnya ditangkap di Desa Tapian Nauli I dan Sitardas. Selanjutnya jenis kepiting rajungan(Portunidae), dengan kontribusi 1016,1 kg, cumi-cumi
  • 67. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 57 sebesar 655,4 kg dan udang (Peneaidae) yang merupakan udang berukuran besar sebesar 418,1 kg. Gambar 41. Jenis tangkapan nelayan di Kabupaten Tapanuli Tengah 2010 Tangkapan lainnya adalah ikan kerapu (Serranidae) dan ikan gabu (Carangidae) dengan jumlah tangkapan masing-masing sebesar 328,7 kg dan 228,4 kg. Kelompok ikan dihasilkan dari desa Jago-jago yang ditangkap oleh nelayan dengan pancing dan bubu. Jenis Ikan Karang Tahun 2010 Ikan karang dan ikan asosiasi yang dominan terangkap oleh nelayan di Kabupaten Tapanuli Tengah ada tujuh jenis yang termasuk kedalam empat famili. (Tabel 19). dari ketujuh jenis tersebut , empat telah teridentifikasi, yaitu : Caranx melampygus, Siganus puellus, Lutjanus bohar dan Siganus guttatus. Tiga jenis lainnya belum dapat diidentifikasi sampai ke tingkat jenis.
  • 68. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 58 Tabel 19. Ikan Karang dan ikan Asosiasi Dominan di Kabupaten Tapanuli Tengah 2010 Nama Daerah KODE Nama Ilmiah Suku Berat ikan Kerapu/SER SER Serranidae 328,7 Gabu/Kue/CAR 4 CAR 4 Caranx melampygus Carangidae 228,4 Baronang/SIG2 SIG 2 Siganus puellus Siganidae 188,4 Kembung/CAR CAR Carangidae 182,5 Kakap/LUT2 LUT 2 Lutjanus bohar Lutjanidae 147,9 Baronang/SIG1 SIG 1 Siganus guttatus Siganidae 143,8 Kakap/LUT LUT Lutjanidae 134,9 Nelayan di setiap desa memiliki target tangkapan yang berbeda. Dominasi hasil tangkapan di setiap desa sejak tahun 2008 sampai 2010 disarikan dalam Tabel 20. Dari tabel tersebut terlihat bahwa target tangkapan nelayan desa Jago-jago adalah ikan, baik ikan asosiasi seperti ikan gabu (Caranx melampygus), balato (Atule mate), jumbo/CAE 1 (Caesio teres) ataupun ikan kerapu (famili Serranidae). Ikan-ikan tersebut ditangkap dengan alat tangkap pancing dan bubu, yang merupakan alat tangkap utama nelayan di desa Jago-jago. Di desa Sitardas, tangkapan dominan nelayan dari tahun 2008 – 2010 didominasi oleh kepiting/rajungan dan cumi-cumi. Lokasi tangkap untuk kepiting/rajungan dan cumi-cumi nelayan desa Sitardas adalah perairan Paramuan. Sementara itu di desa Tapian Nauli I tangkapan dominan selama periode tangkap adalah udang rebon, udang juga kepiting/rajungan. Tabel 20. Tren Tangkapan Dominan Nelayan di masing-masing desa Kabupaten Tapanuli Tengah Desa 2008 2009 2010 Jago-Jago Jumbo/CAE1 Balato/CAR6 Kerapu/SER Gabu/CAR4 Gabu/kue/CAR1 Kembung/CAR Sitardas Kepiting Rajungan Kepiting Rajungan Kepiting Rajungan Cumi-cumi Cumi-cumi Cumi-cumi Tapian Nauli I Rucah Kepiting Rajungan Udang Rebon Kepiting Rajungan Udang Udang III.6.5 Catch Per Unit Effort (CPUE) CPUE Tahun 2010 Catch per unit effort atau yang lebih dikenal sebagai CPUE adalah jumlah tangkapan nelayan dalam sekali usaha penangkapan menggunakan suatu alat tangkap tertentu. CPUE masing-masing jenis alat tangkap pasti akan berbeda satu sama lain. Nelayan umumnya melaut menggunakan lebih dari satu alat tangkap karena masing-masing jenis alat tangkap memiliki target tangkapan yang berbeda-beda.
  • 69. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 59 Gambar 42. CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Tapanuli Tengah 2010 Alat tangkap pukat tepi hanya dioperasikan di Desa Tapian Nauli I. Berdasarkan Gambar 42 dapat dicermati bahwa CPUE pukat tepi tahun 2010 adalah 12,80 kg. CPUE alat tangkap bubu, jaring, pancing hampir sama, lebih kurang 3 kg. Sementara nilai CPUE alat tangkap tangguk dan speargun lebih kurang 2 kg. Penampilan data trend CPUE tidak dilakukan untuk semua jenis alat tangkap, akan tetapi hanya alat tangkap yang umum dioperasikan oleh nelayan sepanjang tahun dan paling sering digunakan oleh nelayan sejak pendataan tahun 2008, yaitu pukat tepi, jaring dan pancing. Berdasarkan Gambar 25 terlihat bahwa ada perbedaan tren CPUE yang menyolok antara tahun 2008 dan tahun 2009. CPUE pukat tepi pada tahun 2008 sangat tinggi, mampu mencapai 51,4 kg sedangkan pada tahun 2009 berkisar antara 5,2 kg hingga 9,7 kg dan dapat mencapai 23,7 kg pada bulan Desember. Perbedaan CPUE yang menyolok ini disebabkan oleh perbedaan jenis ikan tangkapan yang dicatat. Pada tahun 2008, tangkapan ikan rucah selalu dicatat, dan jumlahnya dalam sekali tangkapan bisa lebih dari 20 kg. Tetapi setelah diberi pengertian kepada para pencatat untuk mencatat ikan rucah secara berkelompok berdasarkan jenis ikannya maka ikan rucah hampir tidak pernah lagi masuk dalam pendataan pada tahun 2009, karena dinilai menyulitkan si pencatat. Padahal, pada kenyataannya ikan rucah tetap menjadi salah satu hasil tangkapan utama pukat tepi. Trend CPUE jaring yang menunjukkan penurunan. Tahun 2008 nilai CPUE jaring 6,7 kg, menjadi 3,4 kg di tahun 2009 dan turun lagi menjadi 3,09 di tahun 2010 (Gambar 43). Hal yang sama juga terjadi pada alat tangkap pancing. Namun tidak demikian dengan niali
  • 70. CREEL-PemantauanPerikananBerbasisMasyarakatWilayahIndonesiaBagianBarat2010 60 CPUE pukat tepi. Walaupun terjadi penurunan di tahun 2009, akan tetapi CPUE pukat tepi kembali naik di tahun 2010. Gambar 43. Trend CPUE beberapa alat tangkap di Kabupaten Tapanuli Tengah Penurunan dan kenaikan CPUE tersebut, lebih disebabkan oleh adanya pengaruh musim yang sulit diprediksi. Karena jumlah persentase nelayan hanya sekitar 60% dibandingkan seluruh populasi penduduk di masing-masing desa dan dengan kapasitas perahu yang umumnya tanpa motor, kecuali di Desa Tapian Nauli yang telah menggunakan perahu motor tempel 5,5 PK mengindikasikan bahwa kegiatan penangkapan ikan di Kabupaten Tapanuli Tengah masih dalam kategori lestari. Hal tersebut didukung oleh data tutupan karang yang dilaporkan oleh Manuputty (2009). Data tutupan karang di Kabupaten Tapanuli Tengah meningkat menjadi dari 40,66 % di tahun 2008 menjadi 45,35% di tahun 2009.