Laporan ini merangkum hasil kajian penyelenggaraan infrastruktur bidang Pekerjaan Umum dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan. Kajian ini bertujuan menyelaraskan pembangunan infrastruktur dengan kebijakan lingkungan melalui tinjauan regulasi, identifikasi dampak pembangunan, analisis masalah, dan rekomendasi strategi. Hasilnya diharapkan dapat meningkatkan kontribusi infrastruktur terhadap lingkungan s
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
Kebijakan infrastruktur meningkatkan kualitas lingkungan (KL)
1. REPUBLIK INDONESIA
g
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
SEKRETARIAT JENDERAL
PUSAT KAJIAN STRATEGIS (PUSTRA)
Jalan Pattimura Nomor 20 - Kebayoran Baru - Jakarta 12110 - Telepon (021) 72788007 Facsimile (021) 72797320
KAJIAN PENYELENGGARAAN
INFRASTRUKTUR BIDANG PU
DALAM RANGKA MENINGKATKAN
KUALITAS LINGKUNGAN
LAPORAN RINGKAS
2. KATA PENGANTAR
LAPORAN RINGKAS ini disusun sebagai bagian dari seluruh rangkaian output pekerjaan yang
menjadi kewajiban Konsultan kepada Pemberi Tugas dalam pekerjaan ” KAJIAN
PENYELENGGARAAN INFARSTRUKTUR BIDANG PU DALAM RANGKA MENINGKATKAN
KUALITAS LINGKUNGAN” pada Kementerian Pekerjaan Umum.
Laporan Ringkas ini pada dasarnya merupakan intisari dari hasil pekerjaan di atas, yang
secara ringkas memuat hal-hal pokok berikut:
Latar belakang studi dan pengembangan metodologi studi
Tinjauan Regulasi dan Literatur Terkait
Identifikasi Dampak Pembangunan Infrastruktur
Hasil Analisis
Kerangka Strategi Pembangunan Infrastruktur PU dalam Upaya
Peningkatan Kualitas Lingkungan
Rekomendasi
Akhirnya kami (PT. Marga Graha Penta) mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak, khususnya Pusat Kajian Strategis, Sekretariat Jenderal, Kementerian Pekerjaan Umum,
yang telah memberikan kepercayaan kepada Konsultan untuk melaksanakan pekerjaan ini.
Kami berharap hasil laporan ini dapat menjadi bahan masukan bagi penyusunan kebijakan
dalam penyelenggaraan infrastruktur bidang Pekerjaan Umum di masa-masa mendatang.
Jakarta, November 2010
Team Leader
i
3. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
BAB I
1.1.
1.2.
1.3.
1.4.
i
ii
iii
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
MAKSUD DAN TUJUAN STUDI
LOKASI KEGIATAN
PENGEMBANGAN METODOLOGI STUDI
BAB II
TINJAUAN REGULASI DAN LITERATUR TERKAIT
2.1.
2.2.
2.3.
2.4.
KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PEKERJAAN UMUM
PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BIDANG PU DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN
2.5. MASALAH PERKOTAAN DAN LINGKUNGAN
BAB III
III-1
III-17
IV-1
IV-4
IV-9
KERANGKA STRATEGI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PU DALAM
UPAYA PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN
5.1.1. Penataan Ruang yang Lebih Berkualitas
5.1.2. Penguatan Kapasitas Instansi di Daerah
5.1.3. Penguatan Kerjasama Antar Sektor yang Terkait
5.1.4. Penguatan Kapasitas Pendanaan
BAB VI
II-4
II-5
HASIL ANALISIS
4.1. ANALISIS PERMASALAHAN
4.2. ANALISIS SWOT
4.3. ANALISIS BALANCED SCORECARD
BAB V
II-1
II-2
II-2
IDENTIFIKASI DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
3.1. DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
3.2. UPAYA PENGURANGAN DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
BAB IV
I-1
I-2
I-2
I-2
V-1
V-2
V-4
V-5
REKOMENDASI
ii
4. DAFTAR TABEL
Tabel 3.1.
Tabel 3.2.
Tabel 3.3.
Tabel 3.4.
Tabel 3.5.
Tabel 4.1.
Tabel 4.2.
Tabel 4.3.
Tabel 4.4.
Tabel 4.5.
Tabel 4.6.
Tabel 4.7.
Tabel 4.8.
Tabel 6.1.
Tabel 6.2.
Tabel 6.3.
Tabel 6.4.
Pembangunan Infrastruktur di Kota Bandung dan Provinsi Jawa Barat
Pembangunan Infrastruktur di Kota Medan dan Provinsi Sumatera Utara
Pembangunan Infrastruktur di Kota Semarang dan Provinsi Jawa Tengah
Pembangunan Infrastruktur di Kota Surabaya dan Provinsi Jawa Timur
Pembangunan Infrastruktur di Kota Jakarta
Tinjauan Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang PU di Daerah
Menurut Lokasi, Fungsi, Dimensi, Waktu dan Kewenangan
Analisis SWOT Pembangunan Jalan dan Jembatan, termasuk Jalan Tol
Analisis SWOT Normalisasi Sungai, termasuk Sudetan dan Pembuatan
Kanal Banjir
Analisis SWOT Pembangunan Waduk/Bendungan
Analisis SWOT Reklamasi Pantai, untuk Perikanan maupun Penyediaan
Lahan
Analisis SWOT Pengelolaan Limbah dan Sampah
Analisis SWOT Alih Fungsi Lahan untuk Pembangunan Infrastruktur,
Permukiman, Perkantoran dan Tempat Usaha
Aspek Penting dalam Evaluasi Pencapaian Visi dan Sasaran Pembangunan
Bidang PU berdasar Empat Perspektif Utama
Strategi Implementasi Kebijakan Pembangunan Sub Bidang Sumber Daya
Air
Strategi Implementasi Kebijakan Pembangunan Sub Bidang Bina Marga
Strategi Implementasi Kebijakan Pembangunan Sub Bidang Cipta Karya
Strategi Implementasi Kebijakan Pembangunan Sub Bidang Penataan
Ruang
III-2
III-6
III-8
III-11
III-13
IV-3
IV-5
IV-5
IV-6
IV-6
IV-7
IV-8
IV-10
VI-2
VI-6
VI-10
VI-13
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan
Gambar 1.2. Diagram Fishbone Identifikasi Awal Penyebab Kerusakan Lingkungan
Hidup
Gambar 1.3. Kerangka Pikir
Gambar 2.1. Hubungan Pembangunan Berkelanjutan, Lingkungan Hidup dan
Penataan Ruang
Gambar 2.2. Peran Infrastruktur PU dalam Pembangunan
Gambar 2.3. Siklus SIDLaKOM dalam Konsep pro GreenI
Gambar 2.4. Hubungan antara Siklus SIDLaKOM dengan Dokumen Lingkungan
Gambar 3.1. Hubungan antara Lingkungan, Infrastruktur, Ekonomi dan Sistem Sosial
Gambar 5.1. Konsep Penataan Ruang Berwawasan Lingkungan
Gambar 5.2. Konsep Strategi Penguatan Kapasitas Daerah dalam Hal Pengawasan
Pembangunan Infrastruktur bidang PU yang Berwawasan Lingkungan
Gambar 5.3. Konsep Kerjasama Antar Stakeholders dalam Pembangunan
Infrastruktur bidang PU yang Berwawasan Lingkungan
Gambar 5.4. Alur Sharing Pendanaan untuk Pembangunan Infrastruktur PU yang
Berwawasan Lingkungan
I-3
I-4
I-5
II-1
II-3
II-4
II-5
III-1
V-1
V-3
V-4
V-5
iii
5. BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pembangunan adalah usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan atau perubahan yang
berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah menuju
modernitas dalam rangka pembangunan bangsa (nation building) (SP Siagian, 1973). Dalam
setiap aktivitas pembangunan akan selalu ada trade-off. Di satu sisi pembangunan
mewujudkan pertumbuhan ekonomi, namun di sisi lain pembangunan bisa menurunkan
kualitas lingkungan. Hal ini menjadi catatan permasalahan pembangunan dalam RPJMN
2004 – 2009. Kerusakan lingkungan yang terjadi disebabkan oleh beberapa hal, yaitu
pencemaran air dan tanah, bertambahnya konsentrasi gas rumah kaca (gas karbon dioksida,
gas metan, dll), perubahan fungsi lahan, pengalihan DAS, dan sebagainya. Kerusakan
tersebut tidak selalu menimbulkan dampak yang segera, namun akumulasinya bisa
menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem, seperti terjadinya bencana alam dan
perubahan iklim (climate change). Jika hal ini dibiarkan terus-menerus, maka kualitas
lingkungan yang ada akan mengalami degradasi dan berdampak buruk bagi generasi
selanjutnya.
Pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang dijalankan di Indonesia mengacu pada konsep
pembangunan untuk pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kurang
memperhatikan aspek lingkungan. Padahal pembangunan ekonomi sangat tergantung pada
keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Sebagai contoh dampak bencana
banjir menyebabkan terhentinya aktivitas perekonomian yang menyebabkan kerugian
ekonomi yang besar. Pertimbangan faktor lingkungan telah diatur sejak lama seperti dalam
pasal 33 ayat 3 UUD 1945 , dan UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, serta juga ditindaklanjuti dalam RPJMN II (2010-2014). Dalam RPJP 20052024 disebutkan bahwa salah satu misi pembangunan adalah mewujudkan Indonesia yang
asri dan lestari, dan pembangunan infrastruktur akan mengarah pada konsep peningkatan
pelayanan bagi peningkatan kualitas lingkungan di masa depan.
Infrastruktur Pekerjaan Umum (Sumber Daya Air, Bina Marga, Cipta Karya) mempunyai
peran strategis dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, memberi kontribusi dalam
pertumbuhan ekonomi, serta bagi peningkatan kualitas lingkungan hidup. Infrastruktur
seperti prasarana air bersih, sanitasi dan drainase akan meningkatkan kualitas lingkungan
masyarakat. Demikian juga penyediaan permukiman yang layak huni serta prasarana
pengendalian banjir dan prasarana jalan yang terpelihara baik akan meningkatkan kualitas
lingkungan. Selain itu dalam proses pembangunan infrastruktur hendaknya memperhatikan
atau tidak rusaknya lingkungan; misalnya pembangunan jalan yang mengubah fungsi lahan
tanam/resapan air menjadi beton dan pembangunan waduk/bendungan yang mengubah
alur sungai alami, tipe TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sampah yang open dumping dan
dapat mencemari air tanah dan lingkungan sekitar. Hal ini mesti diupayakan penanganan
dampaknya. Sementara itu, terkait dengan fenomena perubahan iklim, infrastruktur juga
berperan dalam upaya mitigasi dan adaptasi terhadap dampak yang ditimbulkan oleh
perubahan iklim (climate change) terhadap lingkungan seperti banjir, kekeringan, longsor,
dan lain-lain.
Bab I | 1
6. Penyelenggaraan infrastruktur Pekerjaan Umum berwawasan lingkungan telah tertuang
dalam sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang No. 26/2007 tentang Penataan Ruang,
Undang-Undang No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air, Undang-Undang No. 38/2004
tentang Jalan maupun Undang-Undang No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung. Bahkan
didalam Undang-Undang Perumahan Permukiman yang dikeluarkan pada tahun 1992, telah
diamanatkan pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup terkait dengan pembangunan
dan penataan Perumahan Permukiman (Undang-Undang no. 4 Tahun 1992). Namun dalam
pelaksanaannya, amanat tentang pengelolaan lingkungan maupun pengawasan lingkungan
belum sepenuhnya diterapkan.
Dari regulasi-regulasi tersebut, penyelenggaraan infrastruktur Pekerjaan Umum diharapkan
harus lebih mempertimbangkan faktor lingkungan sehingga akan tetap menjaga kualitas
lingkungan selain juga mengurangi dampak buruk yang terjadi, terutama terhadap
pembangunan infrastruktur PU dalam skala menengah dan besar. Hal ini karena didalam
penyelenggaraan pembangunan infrastruktur skala menengah dan besar, singgungan
terhadap faktor lingkungan sangat rentan terjadi, sehingga diperlukan suatu dokumen
pengelolaan lingkungan agar dapat menekan seminimal mungkin dampak besar dan negatif
yang timbul karena pembangunan infrastruktur. Didasari oleh latar belakang itu, maka
diperlukan suatu kajian tentang upaya-upaya yang didukung dengan kebijakan yang mampu
menyelaraskan pembangunan infrastruktur Pekerjaan Umum dengan kebijakan lingkungan
serta dapat dilaksanakan oleh seluruh komponen pembangunan infrastruktur Pekerjaan
Umum.
1.2. MAKSUD DAN TUJUAN STUDI
Maksud dari kegiatan ini adalah meningkatkan kontribusi pembangunan infrastruktur
Pekerjaan Umum bagi peningkatan kualitas lingkungan yang merupakan salah 1 (satu) dari 3
(tiga) strategic goal pembangunan infrastruktur Pekerjaan Umum (meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan meningkatkan
kualitas lingkungan). Tujuan kegiatan ini adalah melakukan kajian kebijakan
penyelenggaraan infrastruktur Pekerjaan Umum dalam rangka peningkatan kualitas
lingkungan.
1.3. LOKASI KEGIATAN
Lokasi pelaksanaan kegiatan ini adalah: 1) Jakarta; 2) Surabaya; 3) Bandung; 4) Medan, dan
5) Semarang. Pemilihan kota-kota lokasi kegiatan tersebut adalah berdasarkan beberapa
pertimbangan: 1) kriteria kota; 2) tingginya aktivitas pembangunan, dan 3) tingkat kerusakan
lingkungan.
1.4. PENGEMBANGAN METODOLOGI STUDI
Pentahapan kegiatan yang telah dilaksanakan dalam pekerjaan studi ini pada dasarnya
merupakan penjabaran operasional dari ruang lingkup kegiatan yang disusun secara
kronologis, mulai dari tahap awal atau persiapan hingga tahap akhir. Pentahapan kegiatan
dalam studi meliputi tahap: tahap persiapan, tahap input, tahap proses dan tahap output,
yang secara diagramatis digambarkan dalam Gambar 1.1.
Bab I | 2
7. Tahap
Persiapan
Penetapan tujuan dan maksud kegiatan studi
Identifikasi kebijakan/regulasi PU
yang terkait dg peningkatan
kualitas lingkungan
Studi Pustaka
Tahap Input
Identifikasi dan perumusan masalah yang dihadapi dalam
pembangunan bidang PU berbasis lingkungan
Survey data (instansional)
FGD dg stakeholders di daerah
Analisis penyelenggaraan infrastruktur bidang PU yang
telah dilaksanakan
Tahap Proses
Formulasi kebijakan dan strategi pembangunan
infrastruktur bidang PU berbasis wawasan lingkungan
Diskusi dg stakeholder pusat di lingkungan PU
Tahap Output
Finalisasi akhir
Gambar 1.1
Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan
Batasan wilayah yang diamati dalam studi ini adalah lingkungan perkotaan. Hal ini didasari
dengan adanya fakta yang selama ini berkembang, yaitu bahwa perubahan terhadap kondisi
lingkungan lebih banyak terjadi di kawasan-kawasan perkotaan akibat perkembangan
pembangunan infastruktur sebagai dampak dari adanya peningkatan kebutuhan masyarakat
atau penduduk akan ketersediaan infrastruktur (bidang PU). Terjadinya
perubahan/degradasi lingkungan lebih disebabkan oleh belum adanya penanganan (proses
monitoring, evaluasi dan pengendalian) terhadap dampak pasca pembangunan fisik
infrastruktur di kawasan-kawasan perkotaan.
Secara rinci identifikasi masalah awal yang digunakan, terkait dengan pembangunan
infrastruktur bidang Pekerjaan Umum yang diperkirakan dapat menyebabkan kerusakan
pada lingkungan hidup, tersaji dalam diagram fishbone (tulang ikan) dibawah ini (lihat
Gambar 1.2).
Bab I | 3
F
E
E
D
B
A
C
K
8. Proses
Penyelenggaraan
Sumber Daya Manusia
Perencanaan infrastruktur
yg tidak memperhatikan
prinsip-prinsip pelestarian
fungsi lingkungan
Pandangan / kepentingan
yang berbeda dalam
pembangunan
infrastruktur
Pemahaman yg terbatas
ttg konsep
pembangunan
berwawasan lingkungan
Law enforcement terhadap
pelanggaran lingkungan
selama pelaksanaan
pembangunan
Pengawasan yang lemah
terhadap pengoperasian
hasil-hasil pembangunan
infrastruktur
Degradasi /
kerusakan
Lingkungan
Hidup
Kebijakan pembangunan infrastruktur
yang tidak berpihak pada lingkungan
Kebijakan pembangunan
infrastruktur yang tidak
berpegang pada konsep
pembangunan berkelanjutan
Kebijakan / Regulasi
Gambar 1.2
Metode pelaksanaan
yang cenderung
mengeksplorasi
lingkungan
Pelaksanaan
pembangunan
infrastruktur yg tidak
memperhatikan kearifan
lokal
Pilihan teknologi infrastruktur yang
kurang ramah thdp lingkungan
Metode dan Teknologi
Diagram Fishbone (tulang ikan) Identifikasi Awal Penyebab Kerusakan Lingkungan Hidup
Bab I | 4
9. Kerangka pikir studi yang telah dikembangkan sebagai dasar atau landasan dalam analisis
atau kajian dapat dicermati dalam gambar berikut.
Gambar 1.3. Kerangka Pikir
Konsep pendekatan yang digunakan dalam studi ini, adalah:
1. pendekatan pembangunan perkotaan yang berwawasan lingkungan;
2. pendekatan pembangunan infrastruktur bidang PU berbasis kinerja;
3. pendekatan pembangunan infrastruktur bidang PU yang menyeluruh dan terintegrasi
Tahapan pelaksanaan studi ini diawali dengna kegiatan kajian literatur (desk study),
kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pengumpulan data melalui survey dan wawancara
(FGD) dengan stakeholders terkait di lokasi studi, serta kegiatan analisis dan formulasi
rekomendasi strategi kebijakan.
Bab II | 1
10. BAB II
TINJAUAN REGULASI DAN LITERATUR TERKAIT
2.1. KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Konsep Pembangunan Berkelanjutan muncul pada Konferensi PBB tentang Lingkungan
Hidup Manusia (UN Conference on the Human Environment) pada tahun 1972 yang dikenal
pula dengan nama The Stockholm Conference. Dan konsep ini selanjutnya didukung oleh
Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan (UN Conference on
Environment and Development) di Rio de Janeiro pada tahun 1992 yang menyatukan para
kepala negara dan pejabat pemerintah dari seluruh dunia bersama dengan utusan badanbadan PBB, Organisasi Internasional dan utusan lainnya dari berbagai organisasi non
pemerintah. Konferensi yang dihadiri oleh 179 negara tersebut secara jelas menyatakan
bahwa pembangunan nasional suatu negara tidak lagi bisa memisahkan antara pengelolaan
lingkungan dengan pembangunan sosial ekonomi sebagai bidang-bidang yang terpisah.
Pada tahun 1997 juga, Indonesia telah menyusun Agenda 21 – Indonesia yang merupakan
strategi nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan. Tujuan dari Agenda 21- Indonesia
adalah dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan, maka integrasi pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan merupakan syarat
yang harus dianut oleh semua sektor pembangunan terkait.
Gambar 2.1. Hubungan Pembangunan Berkelanjutan, Lingkungan Hidup dan Penataan Ruang
Kementerian PU selaku stakeholder menyadari bahwa pengembangan strategi dan program
tidak bisa dilakukan berdasarkan skenario business as usual yang kerap menemui kesulitan
dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan konservasi lingkungan
secara simultan. Namun sebaliknya, Kementerian PU berkomitmen untuk menerapkan
program-program pembangunan untuk menghindari terjadinya bencana yang terkait dengan
perubahan iklim melalui program mitigasi dan adaptasi untuk masa depan Indonesia yang
lebih sejahtera, aman, nyaman dan berkelanjutan.
Bab II | 2
11. 2.2. KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Filosofi dasar dari UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup diatas adalah :
4. Tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah mencapai pembangunan
berkelanjutan;
5. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menjamin harmoni antara manusia
dengan lingkungan hidup, termasuk mahluk hidup didalamnya.
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sesuai dengan nomenklatur undangundang tersebut adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan dan penegakkan hukum.
Perangkat pengelolaan lingkungan hidup, seperti yang termaktub dalam Undang-undang no.
32 Tahun 2009 antara lain: (a) Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS); (b) Tata Ruang; (c)
Baku Mutu Lingkungan; (d) Kriteria baku kerusakan Lingkungan Hidup; (e) Dokumen AMDAL,
UKL-UPL dan izin lingkungan; (f) Perizinan dan Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup; (g)
Peraturan Perundang-undangan berbasis Lingkungan Hidup; (h) Anggaran Berbasis
Lingkungan Hidup serta Analisis Resiko Lingkungan Hidup; (i) Audit Lingkungan Hidup dan
Instrumen lain sesuai dg kebutuhan dan/atau perkembangan Ilmu Pengetahuan; dan (j)
Surat pernyataan kesanggupan PPLH (ps. 35 UU no 32 Tahun 2009)
2.3. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PEKERJAAN UMUM
Rumusan pembangunan ekonomi di Indonesia, secara prinsip memuat 3 (tiga) jalur strategi,
yakni: peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas (pro growth) dengan cara
mengutamakan ekspor dan investasi; peningkatan penciptaan lapangan kerja (pro job)
dengan menggerakkan sektor riil dan pengentasan kemiskinan (pro poor) melalui revitalisasi
sektor pertanian, kehutanan, kelautan dan ekonomi perdesaan.
Aksesibilitas Penumpang/Barang
PENINGKATAN
PERTUMBUHAN
EKONOMI
Ketahanan Pangan
Investasi dan Eksport
Penanggulangan kemiskinan dan Peningkatan
kesempatan kerja
PENINGKATAN
KESEJAHTERAAN
MASYARAKAT
Kesenjangan wilayah, Dukungan terhadap kws
perbatasan, terpencil dan terisolir
Pembangunan berbasis Pemberdayaan
Masyarakat
Pro Poor
Pro Growth
Pro Job
Pro Green
KEMAKMURAN
DAN
KESEJAHTERAAN
Green Construction
PENINGKATAN
KUALITAS
LINGKUNGAN
Pembangunan berbasis Penataan Ruang
Adaptasi terhadap Perubahan Iklim
Gambar 2.2. Peran Infrastruktur PU dalam Pembangunan
Bab II | 3
12. Sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010 – 2014, arah
kebijakan umum pembangunan infrastruktur bidang pekerjaan umum adalah:
1. Pembangunan infrastruktur sesuai dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah dan
pembangunan berkelanjutan di kawasan strategis, tertinggal, perbatasan, daerah
terisolir untuk mengurangi kesenjangan wilayah, daerah rawan bencana serta
meningkatkan kualitas lingkungan perumahan dan permukiman dan cakupan pelayanan
dasar bidang pekerjaan umum dan permukiman untuk mewujudkan kesejahteraan
rakyat yang berkeadilan dan inklusif;
2. Pembangunan infrastruktur sesuai dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah dan
pembangunan berkelanjutan melalui peningkatan keandalan sistem di kawasan pusat
produksi dan ketahanan pangan guna mendukung daya saing dan mendorong industri
konstruksi untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkualitas;
3. Pembinaan penyelenggaraan infrastruktur melalui optimasi peran pelayanan publik
bidang pekerjaan umum dan permukiman untuk mendukung otonomi daerah dan
penerapan prinsip-prinsip perbaikan tata kelola pemerintahan serta mendukung
reformasi birokrasi dan mewujudkan good governance.
Salah satu peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum terkait dengan
pengelolaan dan pengendalian lingkungan adalah Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no.
10/PRT/M/2008 tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Bidang
Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup. Peraturan Menteri ini merupakan tambahan dari
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup no. 11 Tahun 2006 tentang Jenis Usaha dan/atau
Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Implementasi kebijakan pembangunan infrastruktur Pekerjaan Umum yang berwawasan
lingkungan tersebut sepenuhnya harus didukung oleh pengembangan dan penelitian
teknologi terapan yang berwawasan lingkungan, sehingga prinsip-prinsip dasar 3 R : Reduce
(mengurangi); Reuse (penggunaan kembali) dan Recycling (mendaur ulang) dalam setiap
pelaksanaan pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman harus menjadi
komitmen seluruh pelaku pembangunan bidang ke-PU-an.
2.4. PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BIDANG PU DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN
Dari Renstra Kementerian Pekerjaan Umum
2010 – 2014, kebijakan pembangunan
infrastruktur bidang Pekerjaan Umum sudah
dilandasi keinginan untuk meningkatkan
kualitas lingkungan (pro green) yang telah
dikonsepsikan dalam design, konstruksi,
operasional dan perawatan (SIDLaKOM). Setiap
tahapan kegiatan pembangunan infrastruktur,
sesuai dengan SIDLaKOM, harus selalu disertai
dengan konsep pro green dalam rangka
mendukung peningkatan kualitas lingkungan.
Gambar 2.3.
Siklus SIDLaKOM dalam konsep pro Green
Bab II | 4
13. Kegiatan SIDLaKOM harus melalui suatu proses perijinan lingkungan yang terinci, seperti
diilustrasikan dalam Gambar 2.4.
Rencana
Pembangunan
Infrastruktur
Survai
Investigasi
Design
Tata Ruang
Produk
DED
apakah sesuai dgn
dokumen Tata Ruang..? ya
dampak besar dan
penting..?
UKL/UP
L
ya
tidak
AMDAL
Ijin Lingkungan
IMB
Ijin Usaha
Konstruksi
RKL/RP
L
AUDIT
LINGKUNGAN
Gambar 2.4.
Hubungan antara Siklus
SIDLaKOM dengan Dokumen Lingkungan
tidak
Konstruksi
Maintenance
2.5. MASALAH PERKOTAAN DAN LINGKUNGAN
Pertumbuhan penduduk yang pesat di wilayah-wilayah perkotaan, yang oleh karenanya
tidak dikelola secara efektif telah menimbulkan dampak negatif, seperti: degradasi kualitas
lingkungan perkotaan (pembusukan kota), polusi/pencemaran udara, kemacetan lalulintas,
sampah perkotaan, hingga meningkatnya gas rumah kaca (GRK) yang berpotensi terhadap
pemanasan global.
Bab II | 5
14. BAB III
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR BIDANG PU
3.1. DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BIDANG PU PADA WILAYAH
STUDI
Dampak positif dari pembangunan infrastruktur antara lain adalah akan meningkatkan
kesejahteraan rakyat dan pendapatan daerah tersebut. Kebutuhan akan pembangunan
infrastruktur berbanding lurus dengan peningkatan jumlah penduduk/masyarakat suatu kota
atau wilayah, sehingga semakin bertambahnya penduduk pada kota/wilayah tersebut maka
kebutuhan akan ketersediaan infrastruktur juga akan meningkat. Infrastruktur merupakan
pendukung utama dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Suatu infrastruktur dapat
didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan,
instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan
sistem ekonomi masyarakat1.
Social System
Economic System
Physical Infrastructure
Natural Environment
Sumber : Grigg, 1998
Gambar 3.1. Hubungan antara Lingkungan, Infrastruktur, Ekonomi dan Sistem Sosial
Bagaikan dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan, selain mempunyai dampak positif,
ternyata pembangunan infrastruktur juga mempunyai dampak negatif. Pembangunan
infrastruktur juga berdampak negatif bagi kelestarian alam, diantaranya dengan
berkurangnya sumberdaya alam akibat eksploitasi berlebihan, pencemaran udara akibat
polusi industri dan pembangunan infrastruktur perekonomian yang identik dengan
perusakan alam. Sehingga hal tersebut menimbulkan suatu pernyataan bahwa
pembangunan infrastruktur selalu identik dengan perusakan alam.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pembangunan infrastruktur yang dilakukan untuk
mendukung pembangunan ekonomi yang semata-mata ditujukan untuk memperoleh
keuntungan tanpa memperhatikan keberlangsungan alam dan lingkungan, akan membawa
dampak negatif tidak hanya bagi alam tetapi juga bagi masyarakat. Salah satu dampak
negatif yang ditimbulkan adalah berkurangnya sumberdaya alam, pencemaran udara akibat
polusi industri dan pembangunan infrastruktur yang identik dengan perusakan alam.
Namun, hal tersebut dapat dicegah dengan menerapkan program pelaksanaan
pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan
Dari hasil survei di 5 kota besar di Indonesia (Bandung, Medan, Semarang, Surabaya dan
Jakarta) maka diperoleh hasil rincian dampak pembangunan infrastruktur sebagai berikut :
1
Grigg, dkk (2000) dalam Infrastructure Systems Management and Optimization
Bab III | 1
15. Tabel 3.1. Pembangunan Infrastruktur di Kota Bandung dan Provinsi Jawa Barat
Uraian Singkat
Manfaat yang Diperoleh
Pengaruh yang Ditimbulkan
Alternatif Solusi
Pembangunan Jalan Tol Jakarta – Bandung
Jalan Tol Jakarta – Bandung lebih dikenal
dengan nama Tol CIPULARANG (Cikampek
– Purwakarta – Padalarang).
Jalan Tol ini sebenarnya merupakan Jalan
Tol penghubung antara Tol Cikampek
(Cikampek – Dalam Kota Jakarta) dengan
Tol Padaleunyi (Padalarang - Dalam Kota
Bandung - Cileunyi), dan memiliki panjang
58,5 km. Pembangunan Jalan Tol ini
dilaksanakan dalam 2 tahap, yakni :
1. Tahap 1 :
Cikampek-Sadang dan PadalarangCikamuning (17,50 km);
2. Tahap 2 :
Sadang - Cikamuning (41,00 km).
Keberadaan Tol ini dimaksudkan untuk
mempercepat waktu tempuh antara
Jakarta–Bandung.
Karena
dibangun
dengan cara membelah pegunungan,
maka alinyement jalan tol ini naik turun
serta banyak terdapat jembatan panjang
dan tinggi.
1. Waktu tempuh Jakarta-Bandung 1. Meningkatnya jumlah pemakaian
kendaraan pribadi yang berakibat
lebih cepat lebih cepat dengan
pada menurunnya penggunaan
sebelumnya dari 4 jam sekarang
angkutan umum.
menjadi 2 jam.
1. Memperketat pengawasan dan
pengendalian bagi pembukaan
kawasan di sepanjang jalan tol
2. Peningkatan
perekonomian
dengan banyaknya sentra industri
kecil disekitar Tol.
2. Timbulnya banjir yang disebabkan
berkurangnya daerah resapan air
dan sistem drainase yang ada
masih belum memadai.
2. Penanaman pohon di sepanjang
kiri kanan jalan
3. Penyediaan infrastruktur akan
menjadi
seimbang
untuk
memfasilitasi
kebutuhan
penduduk
terhadap
jumlah
penduduk disekitar yang terus
meningkat tiap tahunnya.
3. Pembangunan jalan tol
Cipularang memiliki dampak
negatif bagi lahan perkebunan di
daerah sekitarnya, terutama
perkebunan teh. Produktivitas
pucuk tanaman teh pada areal di
sepanjang jalan tol Cipularang,
Kab.Bandung Barat akan
terganggu akibat adanya
gangguan polusi kendaraan
bermotor yang melintas.
4. Peningkatan devisa bagi Kota
Bandung yang disebabkan karena
semakin
banyaknya
pelaku
perjalanan asal Kota Jakarta yang
bertujuan perjalanan wisata ke
Kota Bandung.
5. Pembangunan Tol Cipularang
merupakan salah satu fasilitas utk
mencapai keseimbangan dalam
pengembangan suatu wilayah.
Bab III | 2
16. Uraian Singkat
Manfaat yang Diperoleh
Pengaruh yang Ditimbulkan
Alternatif Solusi
Pemerintah Provinsi Jawa Barat
telah
mengeluarkan
Peraturan
Daerah (PERDA) no. 1 Tahun 2008
tentang Pengendalian Pemanfaatan
Ruang Kawasan Bandung Utara dan
Peraturan Gubernur no. 21 Tahun
2009 tentang Petunjuk Pelaksana
Peraturan Daerah (PERDA) no. 1
Tahun 2008 tentang Pengendalian
Pemanfaatan
Ruang
Kawasan
Bandung Utara. Hal ini menunjukkan
komitmen dari pemerintah daerah
untuk menjaga lingkungan dari
pembangunan perumahan yang
semakin tidak terkendali di kawasan
resapan air, Kawasan Bandung
Utara.
Jakarta sebagai ibukota negara
pembangunannya
perlu
di
dukung
dari
daerah-daerah
sekitarnya
dan
sebaliknya,
sehingga
terjadilah
sifat
mutualisme antar wilayah.
Pembangunan Perumahan di Kawasan Bandung Utara
Kawasan Bandung Utara merupakan
kawasan di sisi utara Cekungan Bandung
yang menjadi daerah asupan utama air
tanah dalam di Cekungan Bandung. Sejak
tahun 1983, 1993 hingga 2002 telah
terjadi perubahan tata guna lahan di
Kawasan Bandung Utara.
1. Peningkatan nilai jual tanah di
lokasi tersebut
1. Terciptanya kesenjangan sosial
antara penghuni perumahan
dengan penduduk sekitar.
2. Terciptanya lapangan kerja baru
bagi penduduk sekitar (buruh
cuci, buruh taman, tukang ojek,
dll).
2. Berkurangnya lahan produktif
untuk pertanian.
Perubahan tsb dicirikan dgn berkurangnya
area hutan dan lahan bervegetasi lainnya
sebesar 54% dan meningkatnya area
2
terbangun sebesar 223% . Perubhn tata
guna
lahan
menyebabkan
tinggi
permukaan air tanah dalam, terus
merosot shg tidak lagi bisa diandalkan
sebagai pasokan bagi air bersih kota
Bandung.
3. Besarnya
pemasukan
kas
negara/daerah dari pajak yang
diberlakukan.
3. Banyak petani yang beralih
profesi
sebagai
akibat
berkurangnya lahan pertanian.
4. Berkurangnya daerah resapan air.
Diperlukan
suatu
ketegasan
terutama bagi aparat Pemerintah
Daerah dalam implementasi PERDA
tersebut
2
Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Barat, 2004
Bab III | 3
17. Uraian Singkat
Manfaat yang Diperoleh
Pengaruh yang Ditimbulkan
Alternatif Solusi
1. Kerugian bagi masyarakat sekitar
TPA, terkait dengan bau dan
kesehatan sebagai dampak dari
adanya
tumpukan
sampah
tersebut.
1. Perlu adanya perhatian dan
bantuan baik sosial maupun
kesehatan kepada masyarakat
perkampungan di sekitar TPA.
Selain
itu
perlu
juga
diperhitungan luasan dan jarak
aman antara lokasi TPA dengan
pemukiman warga terdekat.
Daerah tangkapan (catchment
area) polusi sampah menjadi
sesuatu yang harus diperhatikan.
Pembangunan TPA Sarimukti di Kabupaten Bandung Barat
TPA Sarimukti terletak di Kabupaten
Bandung Barat, merupakan Tempat
Penampungan
Akhir
(TPA)
untuk
pembuangan sampah dari Kota Bandung,
Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung
Barat dan Kota Cimahi. Volume sampah
yang masuk ke TPA tersebut mencapai
1000 ton/hari ang berasal dari 4 (empat)
daerah tersebut. Keberadaan TPA
Sarimukti, yang mempunyai luas 25 ha,
telah beroperasi sejak 2005 dan terus
dibenahi sampai saat ini hingga tahun
2018, sambil menunggu selesainya
pembangunan TPA Legok Nangka di
daerah
perbatasan
Garut
serta
Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)
Gede Bage.
1. Kebersihan Kota Bandung, Kab.
Bandung, Kab. Bandung Barat dan
Kota Cimahi, karena sampah yang
dihasilkan oleh masyarakat di
kota/kabupaten tersebut dapat
ditampung dan diolah di lokasi
TPA.
2. Kebersihan kota akan berimbas
pada kesehatan masyarakat dan
keindahan kota.
3. Timbunan sampah yang ada
dapat dikelola menjadi kompos
dan dimanfaatkan untuk pupuk.
4. Timbunan sampah yang ada
dapat dimanfaatkan sebagai
energi melalui Pembangkit Listrik
Tenaga Sampah (PLTSa).
2. Mengingat
TPA
tersebut
digunakan oleh 4 wilayah
administrasi, maka perlu dibentuk
suatu badan pengelola untuk
mengelola secara bersama-sama
keberadaan dari TPA Sarimukti
tersebut.
5. Masyarakat / pemulung dapat
mengumpulkan sampah yang
dapat di daur ulang (plastik,
kaleng, botol plastik dan kardus)
untuk kemudian menjualnya.
Bab III | 4
18. Uraian Singkat
Manfaat yang Diperoleh
Pengaruh yang Ditimbulkan
Alternatif Solusi
1. Mencegah banjir di beberapa
kawasan di Kota Bandung.
1. Rusaknya morfologi sungai dan
keanekaragaman hayati karena
adanya
sudetan,
pelurusan,
penutupan alur.
1. Dilakukan river restoration untuk
mengembalikan sungai ke kondisi
semula tanpa membongkar talud.
2. Pengerukan merupakan usaha
untuk mengurangi sedimentasi
sehingga kapasitas tampung
sungai menjadi besar.
2. Normalisasi dengan sistem talud
(tanggul)
beton/rigid
menyebabkan
berkurangnya
kesempatan air sungai untuk
meresap menjadi air tanah.
2. Mengganti konstruksi masiv
dengan sistem bronjong, sehingga
ada kesempatan bagi air sungai
untuk meresap menjadi air tanah.
3. Normalisasi
menyebabkan
wilayah sempadan sungai yang
seharusnya
menjadi
daerah
resapan air sungai berubah fungsi
menjadi
perumahan
/
perkantoran sehingga air larian
tidak dapat meresap ke sungai
karena tanahnya diperkeras.
3. Pengawasan dan Pengendalian
yang ketat terhadap pelanggaran
pemanfaatan lahan di sempadan
sungai.
Normalisasi Sungai di DAS Citarum
Ada enam anak sungai yang termasuk ke
dalam Daerah Aliran Sungai (DAS)
Citarum, yakni Cikapundung, Ciminyak,
Cirasea, Cisangkuy, Citarik, dan Ciwidey.
Sejak tahun 1980-an telah dilakukan
kegiatan pengerukan atau penyudetan
(normalisasi) sungai untuk mencegah
terjadinya banjir, tetapi upaya tersebut
tidak berhasil, bahkan frekuensinya
semakin tinggi.
Bab III | 5
19. Tabel 3.2. Pembangunan Infrastruktur di Kota Medan dan Provinsi Sumatera Utara
Uraian Singkat
Manfaat yang Diperoleh
Pengaruh yang Ditimbulkan
Alternatif Solusi
Beberapa pembangunan jalan baru di Kota
Medan antara lain :
1. Peningkatan nilai jual tanah di
lokasi tersebut.
1. Meningkatnya kebisingan dan
getaran bagi penduduk sekitar.
1. Pengawasan dan Pengendalian
Ruang Milik Jalan (rumija).
1. Fly Over Pulo Brayan
2. Terciptanya
lapangan
kerja
formal dan informal disepanjang
jalan baru tersebut.
2. Meningkatnya polusi udara dari
sumber bergerak.
2. Melakukan penanaman pohon
yang berfungsi sebagai barrier
bagi getaran maupun polusi.
1. Menciptakan lapangan kerja
baru.
1. Berkurangnya RTH (Ruang
Terbuka Hijau) di Kota Medan.
2. Menciptakan variasi tempat
kuliner dan wisata belanja di Kota
Medan.
2. Menurunnya estetika kota dan
pelanggaran tata ruang kota.
Salah satu cara untuk mengatasi
permasalahan ini adalah melakukan
relokasi kepada pedagang yang
sudah
mendirikan
bangunan
permanen di Lapangan Merdeka dan
mengembalikan lagi fungsi Lapangan
Merdeka ke fungsinya semula.
Pembangunan Jalan Baru di Kota Medan
2. Fly Over Amplas
3. Jalan Lingkar Luar Timur
Pembangunan jalan baru maupun
peningkatan jalan yang telah ada,
dimaksudkan untuk mengoptimalkan
kapasitas jalan yang ada sehingga dapat
melancarkan
arus
lalulintas
dan
menghindari kemacetan.
3. Meningkatkan
fasilitas umum.
pembangunan
Alih Fungsi Lapangan Merdeka menjadi Pusat Jajanan “Merdeka Walk”
Lapangan Merdeka dahulu merupakan
Ruang Terbuka Hijau dan Daerah Resapan
Air di Kota Medan. Dengan adanya
kebijakan untuk meningkatkan fungsi
bisnis di kawasan tersebut, maka kawasan
yang dahulu merupakan alun-alun kota
berubah menjadi kawasan yang tertutup
oleh bangunan-bangunan bisnis.
3. Menurunnya kapasitas resapan
air di pusat kota.
Bab III | 6
20. Uraian Singkat
Manfaat yang Diperoleh
Pengaruh yang Ditimbulkan
Alternatif Solusi
1. Mencegah banjir di beberapa
kawasan di Kota Medan.
1. Meningkatnya banjir didaerah
tersebut, karena kelokan sungai
yang dahulu mempunyai panjang
1.300 meter diluruskan menjadi
450 meter.
Belum ada upaya resmi untuk
merevitalisasi
Sungai
Deli.
Penanganan banjir di Kota Medan
diupayakan melalui penataan dan
perbaikan drainase dan pengerukan
untuk mengurangi sedimentasi di
badan sungai. Hilangnya fungsi
resapan sungai dan terjadinya
penyempitan sungai karena adanya
permukiman
penduduk
belum
teratasi. Salah satu upaya adalah
mengakhiri dan mengendalikan
pemanfaatan sempadan sungai
untuk bangunan permanen.
Normalisasi Sungai Deli
Normalisasi dilakukan untuk mencegah
banjir yang sering melanda Kota Medan.
2. Terganggunya aktifitas sosial
masyarakat disepanjang daerah
aliran sungai tersebut.
3. Terjadinya pendangkalan dan
terputusnya daur ekosistem di
Daerah Aliran Sungai (DAS)
Sungai Deli.
4. Hilangnya fungsi kontrol aliran
oleh biota dan materiil yang ada
di Sungai Deli.
Bab III | 7
21. Tabel 3.3. Pembangunan Infrastruktur di Kota Semarang dan Provinsi Jawa Tengah
Uraian Singkat
Manfaat yang Diperoleh
Pengaruh yang Ditimbulkan
Alternatif Solusi
Jalan Tol Semarang – Solo mempunyai
panjang ± 75,6 km yang terbagi dalam 2
penggal ruas, yakni :
1. Mempercepat waktu tempuh
antara Semarang – Solo.
1. Beberapa lahan pertanian akan
berkurang akibat pembangunan
jalan tol ini.
1. Pengendalian dan pengawasan
terhadap
kemungkinan
pemanfaatan Ruang Milik Jalan.
1. Semarang - Bawen : 23,1 km
2. Naiknya harga tanah disekitar
jalan
tol,
terutama
yang
mendekati akses dalam Kota.
2. Selain lahan pertanian, timbulnya
permukiman/kota
satelit
di
sekitar jalan tol akan membuat
berkurangnya
lahan
(pertanian/ruang terbuka hijau).
2. Pengendalian dan pengawasan
terhadap
kemungkinan
pembukaan akses baru.
3. Berkembangnya kota - kota
satelit/perumahan disekitar jalan
tol, yang diharapkan akan
mengurangi kepadatan di wilayah
kota.
3. Karena kesalahan pada tahap
pelaksanaan, maka di Dusun
Kalianyar, Kelurahan Kalorejo,
Kecamatan
Ungaran
Timur
beberapa
rumah
terendam
lumpur karena kesalahan land
clearing pada Bukit Sewulah
menyebabkan tanah sisa galian
menjadi lumpur saat banjir.
3. Monitoring dan evaluasi pada
pekerjaan pasca konstruksi
--
1. Monitoring dan evaluasi pada
pekerjaan operasional dan pasca
konstruksi
Pembangunan Jalan TOL Solo – Semarang
2. Bawen - Solo : 52,5 km
Keberadaan jalan tol ini
mempercepat waktu
Semarang – Solo
meningkatkan mobilitas
dua daerah tersebut.
diharapkan dapat
tempuh antara
sehingga dapat
barang jasa antar
Pembangunan Bendungan Jatibarang
Bendungan Jatibarang adalah sebuah
bendungan serbaguna yang bertujuan
untuk
mengendalikan
banjir
dan
mengembangkan sumberdaya air dan
menghasilkan listrik dgn tenaga air di kota
Semarang.
Proyek
pembangunan
bendungan itu merupakan salah satu
1. Menambah debit air PDAM Kota
Semarang, dari 580 liter/detik
menjadi 2.400 liter/detik.
2. Pengendali
Semarang
banjir
di
Kota
Bab III | 8
22. Uraian Singkat
Manfaat yang Diperoleh
proyek dari "Proyek Pengendalian Banjir
dan Pemgembangan Sumberdaya Air di
Semarang" bersama dengan perbaikan
Kali Garang/Banjir Kanal Barat dan sistem
drainase kota di Semarang. Tinggi
Bendungan 77 m, Panjang Puncak
Bendungan 200m, Luas Permukaan
Waduk 1,1 km2, Daerah Tangkapan Air 53
km2, Kapasitas PLTA 1560kW (mesin
pembangkit tenaga listrik satu buah).
Pengaruh yang Ditimbulkan
Alternatif Solusi
3. Pembangkit
listrik
untuk
menyediakan listrik sebesar 1,5
megawatt.
1. Bau limbah yang menyengat bagi
masyarakat di sekitar IPAL.
Untuk mengatasi bau limbah,
terutama bagi masyarakat sekitar
lokasi IPAL, maka yang terpenting
adalah luasan dari bangunan IPAL
tersebut yang harus benar-benar
jauh dan bersih dari pemukiman. Hal
lain yang patut diperhatikan adalah
keberadaan sungai yang merupakan
tempat buangan akhir limbah yang
telah diolah. Air sungai tersebut
harus selalu diuji kadarnya sehingga
hasil olahan limbah yang dibuang ke
sungai tersebut sudah memenuhi
baku mutu lingkungan air limbah dan
aman bagi lingkungan.
Pembangunan Instalasi Pengelolaan Air Limbah Terpadu (IPAL) Kota Semarang
Pemerintah Kota Semarang selama ini
belum memiliki IPAL Komunal. Banyak
limbah dari sektor industri (misal. Industri
pembuatan tahu/tempe ataupun industri
tekstil) yang langsung membuang
limbahnya di badan sungai. Direktorat
Jenderal Cipta Karya, Kementerian
Pekerjaan Umum berencana untuk
membangun
IPAL
Terpadu
bagi
pengelolaan limbah di Kota Semarang.
1. Terhindarnya pencemaran badan
air khususnya air baku dari
buangan limbah industri / rumah
tangga.
2. Kebersihan air sungai akan
berimbas pada meningkatnya
produktivitas
usaha
yang
memanfaatkan keberadaan air
sungai tersebut terutama untuk
usaha
perikanan
maupun
pertanian.
3. Kesehatan dari masiyarakat kota
secara keseluruhan.
Bab III | 9
23. Uraian Singkat
Manfaat yang Diperoleh
Pengaruh yang Ditimbulkan
Alternatif Solusi
untuk
dan
1. Rusaknya kawasan pesisir Kota
Semarang.
1. Mengkaji daya dukung dan daya
tampung lingkungan, terutama
pada kawasan reklamasi
dan
2. Terjadi perubahan ekosistem
pantai baik erosi maupun proses
sedimentasi pantai yg berdampak
pd meningkatnya bahaya banjir.
2. Mengupayakan
penanaman
kembali
pohon
mangrove,
khususnya pada daerah-daerah
yang masih mungkin untuk
ditanami di kawasan reklamasi
Reklamasi Pantai Marina di Kota Semarang
Reklamasi ini telah sesuai dengan Tata
Ruang, baik Tata Ruang Provinsi Jawa
Tengah maupun Tata Ruang Kota
Semarang. Hal yang mendasari reklamasi
ini adalah untuk menyediakan dan
memperluas lahan sebagai wujud
dukungan dalam rangka pelaksanaan
pembangunan. Reklamasi sendiri dapat
diartikan sebagai upaya pengembangan
wilayah.
Sejak tahun 1985, reklamasi pantai dalam
bentuk penambahan areal daratan di Kota
Semarang
telah
dilakukan
untuk
memfasilitasi pembangunan perumahan
mewah, PRPP, Taman Maerokotjo dan
Studio 21.
1. Ketersediaan
lahan
pembangunan
pengembangan wilayah
2. Peningkatan
Investasi
terciptanya lapangan kerja.
3. Hilangnya
hutan
mangrove
(bakau) sbg penahan abrasi dan
digantikan dgn bangunan masiv
menyebabkan masuknya air laut
ke daratan (rob).
4. Karena adanya pembangunan,
maka rentan akan timbulnya
urbanisasi.
Bab III | 10
24. Tabel 3.4. Pembangunan Infrastruktur di Kota Surabaya dan Provinsi Jawa Timur
Uraian Singkat
Manfaat yang Diperoleh
Pengaruh yang Ditimbulkan
Solusi Alternatif
1. Dampak
negatif
dari
pembangunan infrastruktur ini
lebih dikarenakan mudahnya
akses keluar masuk Pulau
Madura, sehingga dikuatirkan
akan berdampak pada sosial dan
budaya masyarakat setempat.
Penanganan terhadap pelaksanaan
pembangunan maupun kegiatan
pasca konstruksi dan pemeliharaan
Jembatan Suramadu dilaksanakan
secara terorganisir dan profesional.
Komitmen terhadap lingkungan
sangat dijaga dengan selalu rutin
memberikan laporan RKL/RPL yang
direkomendasikan oleh dokumen
AMDAL.
Pembangunan Jembatan Surabaya – Madura (SURAMADU) sepanjang 5.438 m
Jembatan SURAMADU adalah jembatan
yang melintas diatas Selat Madura dan
menghubungkan antara Kota Surabaya
dengan
Pulau
Madura.
Untuk
mengakomodasi pelayaran / lintasan
kapal laut yang melintas di Selat Madura,
maka Jembatan Suramadu memberi ruang
bebas setinggi 35 meter.
1. Mempercepat waktu tempuh
antara Surabaya - Madura.
2. Meningkatkan
kelancaran
lalulintas distribusi barang dan
jasa antara Surabaya – Madura.
Lancarnya proses distribusi ini
menyebabkan
adanya
penghematan dalam ongkos
operasional.
3. Terbukanya kawasan di Pulau
Madura sebagai dampak dari
terbukanya akses darat. Hal ini
membuat meningkatnya PDRB
masyarakat Madura, kebutuhan
akan
adanya
perumahan/permukiman,
meningkatnya
pertumbuhan
ekonomi dari sektor usaha lain
diluar pertanian.
Bab III | 11
25. Uraian Singkat
Manfaat yang Diperoleh
Pengaruh yang Ditimbulkan
Solusi Alternatif
1. Ketersediaan perumahan dan
permukiman di wilayah pesisir
Surabaya.
1. Rusaknya ekosistem pesisir yang
ditandai
dengan
hilang/berkurangnya habitat laut
yang ada.
1. Penanaman
kembali
pohon
mangrove di lokasi sekitar
reklamasi yang masih mungkin
untuk ditanami
2. Bertambahnya luas daratan Kota
Surabaya menyebabkan tingginya
peluang
investasi
dan
pembangunan infrastruktur di
kota tersebut.
2. Rusak dan hilangnya hutan
mangrove yang berfungsi sebagai
penahan abrasi air laut.
2. Uji daya dukung dan daya
tampung lingkungan di kawasan
reklamasi tersebut
1. Bencana banjir akan mengancam
kawasan-kawasan
yang
terbangun di daerah hilir sungai.
1. Dilakukan river restoration untuk
mengembalikan sungai ke kondisi
semula tanpa membongkar talud.
2. Rusaknya biota dan ekosistem
sungai.
2. Mengganti konstruksi masiv
dengan sistem bronjong, sehingga
ada kesempatan bagi air sungai
untuk meresap menjadi air tanah.
Reklamasi Pantai Kenjeran Surabaya
Reklamasi pantai dilakukan untuk
memperluas Pantai Ria Kenjeran dan
Perumahan Laguna.
Pelurusan Sungai Bengawan Solo pada jalur Madiun – Ngawi dan Cepu - Tuban
Pelurusan (sodetan) ini dilakukan untuk
mempercepat pengiriman air ke hilir.
Diharapkan dengan adanya penyodetan
maka air sungai akan langsung mengalir ke
hilir dan tidak akan melimpah (banjir).
1. Air cepat mengalir ke hilir dan
diharapkan akan mengurangi
luapan sungai yang menyebabkan
banjir.
3. Pengawasan dan Pengendalian
yang ketat terhadap pelanggaran
pemanfaatan lahan di sempadan
sungai.
Bab III | 12
26. Tabel 3.5. Pembangunan Infrastruktur di Kota Jakarta
Uraian Singkat
Manfaat yang Diperoleh
Pengaruh yang Ditimbulkan
Solusi Alternatif
1. Semakin tingginya beban daya
tampung dan daya dukung
lingkungan di Kota Jakarta.
1. Menghentikan untuk sementara
pembangunan infrastruktur dan
melakukan kajian uji beban daya
dukung dan daya tampung
lingkungan.
Pembangunan Infrastruktur Gedung dan Perumahan
Pesatnya pembangunan infrastruktur
gedung,
baik
untuk
tempat
tinggal/apartment, perkantoran ataupun
fungsi sosial lain seiring dengan semakin
bertambahnya jumlah penduduk di Kota
Jakarta
1. Menyediakan prasarana gedung,
tempat tinggal maupun prasarana
sosial lainnya kepada masyarakat.
2. Berkurangnya Ruang Terbuka
Hijau yang berimbas pada
kurangnya daerah resapan air dan
paru-paru kota.
3. Setiap
pembangunan
infrastruktur
menyebabkan
bertambahnya kebutuhan akan
air baku dan menyebabkan
tingginya penyedotan air tanah.
Pembangunan jalan tol dalam kota dan Pembangunan jalan layang
Seiring dengan tingginya pertumbuhan
jumlah kendaraan di Jakarta, memerlukan
penambahan jumlah prasarana jalan.
Kurangnya lahan membuat pembangunan
jalan tol dilalukan tidak sebidang.
1. Memudahkan
kendaraan
dan
orang/barang.
aksesibilitas
perjalanan
1. Menambah beban daya dukung
dan daya tampung lingkungan
Kota Jakarta.
1. Pengendalian penggunaan
kendaraan bermotor terutama
kendaraan pribadi
2. Mengantisipasi
kebutuhan
prasarana jalan sebagai akibat
tingginya jumlah kendaraan yang
melintas.
2. berkurangnya lahan atau ruang
terbuka hijau (RTH).
2. Penanaman pohon di sepanjang
kiri kanan jalan terutama bagi tol
dalam kota.
3. Pertumbuhan jumlah panjang
jalan akan semakin menambah
jumlah kendaraan.
Bab III | 13
27. Uraian Singkat
Manfaat yang Diperoleh
Pengaruh yang Ditimbulkan
Solusi Alternatif
4. Meningkatnya beban emisi gas
buang kendaraan seiring dengan
peningkatnya kendaraan karena
adanya pembangunan jalan baru.
5. Buruknya
drainase
dari
pembangunan
jalan
dan
bercampurnya antara drainase
jalan dengan drainase perumahan
dapat menjadi sebab timbulnya
banjir.
Reklamasi Pantai Utara Jakarta
Semakin tingginya pertumbuhan jumlah
penduduk
Jakarta
menyebabkan
kebutuhan akan infrastruktur meningkat.
Keterbatasan
lahan
yang
ada
menyebabkan perlunya reklamasi pantai
untuk menambah luasan lahan/daratan.
Reklamasi pantai utara Jakarta dimulai
seiring dgn diterbitkannya KEPPRES no. 52
Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai
Utara Jakarta dan ditetapkannya Kawasan
Pantai Utara Jakarta sebagai Kawasan
Strategis melalui KEPPRES no. 17 Tahun
1994. Dgn adanya 2 KEPPRES ini maka
memacu pembangunan di Pantai Utara
Jakarta.
1. Penambahan luas lahan untuk
pembangunan
perumahan,
perkantoran dan fasilitas sosial
lainnya.
1. Adanya ancaman rob akibatnya
naiknya muka air laut.
2. Adanya utilitas di dasar laut yang
tentunya
akan
mengubah
batimetri serta pola arus laut
serta karakteristik habitat laut.
3. Pencemaran perairan laut
4. Kerusakan pantai akibat abrasi
5. Degradasi ekosistem mangrove
Utk mempertahankan daya dukung
dan daya tampung lingkungan di
sepanjang Pantai Utara Jakarta,
maka pd tahun 2009, Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta melalui Badan
Pengelola Lingkungan Hidup Daerah
(BLHD) telah membuat KLHS Pantai
Utara Teluk Jakarta yang bertujuan :
1. Memperbaiki rumusan kebijakan
pemanfaatan SDA dan LH di
kawasan Pantura Teluk Jakarta;
2. Menjamin
keberlangsungan
rencana
dan
implementasi
pembangunan berkelanjutan di
kawasan Pantura Teluk Jakarta;
Bab III | 14
28. Uraian Singkat
Manfaat yang Diperoleh
Pengaruh yang Ditimbulkan
Solusi Alternatif
3. Mengurangi
kemungkinan
kekeliruan dlm membuat prakiraan
/ prediksi pd awal proses
perencanaan
kebijakan
dan
rencana pembangunan di kawasan
Pantura Teluk Jakarta;
4. Membantu promosi investasi
pembangunan
yg
ramah
lingkungan di kawasan Pantura
Teluk Jakarta;
5. Dampak negatif lingkungan di
tingkat proyek pembangunan
semakin efektif diatasi atau
dicegah karena pertimbangan
lingkungan telah dikaji sejak tahap
formulasi kebijakan dan rencana
pembangunan di kawasan Pantura
Teluk Jakarta.
Dengan adanya KLHS ini diharapkan
proses pembangunan, baik reklamasi
maupun revitalisasi Pantai Utara
Teluk Jakarta dpt memperhatikan
rona lingkungan yg ada.
Pembangunan Banjir Kanal Timur (BKT)
Rencana pembangunan Banjir Kanal Timur
(BKT) sudah tercantum dalam PERDA no. 6
1. Mengurangi banjir di sisi timur
Jakarta.
Bab III | 15
29. Uraian Singkat
Manfaat yang Diperoleh
Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang
DKI Jakarta 2010. Banjir Kanal Timur (BKT)
merupakan satu diantara dua terusan
yang direncanakan dibangun di Jakarta,
yang berfungsi untuk mengatasi banjir
akibat hujan lokal dan aliran air dari hulu
di Jakarta bagian timur. Terusan banjir
lainnya adalah Banjir Kanal Barat. Selain
berfungsi mengurangi ancaman banjir di
13 kawasan, melindungi permukiman,
kawasan industri dan pergudangan di
Jakarta
bagian
timur,
BKT juga
dimaksudkan
sebagai
prasarana
konservasi air untuk pengisian kembali air
tanah dan sumber air baku serta
prasarana transportasi air di DKI Jakarta.
BKT menampung aliran Kali Ciliwung, Kali
Cililitan, Kali Cipinang, Kali Sunter, Kali
Buaran, Kali Jati Kramat, dan Kali Cakung
dengan daerah tangkapan air mencakup
luas lebih kurang 207 kilometer persegi
atau sekitar 20.700 hektar.
Pengaruh yang Ditimbulkan
Solusi Alternatif
2. Sebagai prasarana konservasi air
untuk menampung air tanah dan
air baku.
3. Sebagai prasarana transportas
publik
untuk
mengurangi
kemacetan di jalan raya.
Bab III | 16
30. 3.2. UPAYA PENGURANGAN DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PADA
WILAYAH STUDI
Beberapa upaya telah dilakukan oleh pemerintah Provinsi maupun Kota yang disurvei untuk
mencegah kerusakan lingkungan akibat pembangunan infrastruktur. Baik melalui aspek
legalitas, dengan membuat peraturan perundangan, maupun dengan menggunakan
penegakkan hukum. Keberadaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang harus
dimasukkan dalam Peraturan Daerah (PERDA) Tata Ruang, merupakan bentuk yang
diharapkan dari lingkungan yang ada, baik melalui rona awal lingkungan maupun setelah
terjadinya pembangunan. Disamping itu, amanah yang telah tertuang dalam dokumen
AMDAL maupun UKL/UPL, harus selalu dijadikan dasar, apakah pihak pengelola telah
melakukan rutinitas kegiatan seperti yang diamahkan atau tidak. Seringkali setelah selesai
pembangunan suatu infrastruktur, biasanya pihak pengelola meninggalkan kewajiban yang
harus mereka lakukan pasca operasi/pembangunan seperti yang tertuang di dokumen
AMDAL atau UKL/UPL.
Dari ke-5 kota yang disurvei, hanya Kota Jakarta yang telah membuat dokumen KLHS melalui
anggaran pemerintah daerah (APBD) yakni KLHS Pantai Utara Teluk Jakarta, sedangkan KLHS
Cekungan Bandung dan CIAYUMAJAKUNING yang dimiliki oleh Kota Bandung adalah KLHS
yang dibiayai dan dikerjakan oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Negara
Lingkungan Hidup.
Selain itu, keberadaan dari Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) no.
10/PRT/M/2008 tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Bidang
Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL/UPL) kurang disadari dan diketahui oleh instansi
terkait. Padahal Permen PU ini merupakan pelengkap dari Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup no. 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang
Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Bab III | 17
31. BAB IV
HASIL ANALISIS
4.1. ANALISIS PERMASALAHAN
Dari hasil indentifikasi permasalahan dalam pembangunan infrastruktur seperti yang
diuraikan pada bab sebelumnya, maka kegiatan pembangunan infrastruktur bidang PU dapat
dibedakan menjadi beberapa kegiatan yang merupakan klasifikasi kegiatan pembangunan
bidang PU didasarkan pada sasaran, fungsi dan manfaat dari pembangunan tersebut.
Klasifikasi pembangunan infrastruktur bidang PU tersebut, terdiri :
No.
Kegiatan Pembangunan
Pembangunan Jalan Tol Jakarta - Bandung
Pembangunan Jalan Baru di Kota Medan
Pembangunan Jalan Tol Solo - Semarang
Pembangunan Jembatan SURAMADU
Pembangunan jalan tol dalam kota dan jalan layang
Klasifikasi
1.
-
Pembangunan jalan dan jembatan,
termasuk pembangunan jalan tol
2.
- Normalisasi Sungai di DAS Citarum
- Normalisasi Sungai Deli
- Pelurusan Sungai Bengawan Solo pada jalur Madiun
- Ngawi dan Cepu - Tuban
- Pembangunan Banjir Kanal Timur
3.
Pembangunan Bendungan Jatibarang
4.
- Reklamasi Pantai Marina di Kota Semarang
- Reklamasi Pantai Kenjeran, Surabaya
- Reklamasi Pantai Utara Jakarta
5.
- Pembangunan TPA Sarimukti di Kabupaten
Bandung Barat
- Pembangunan Instalasi Pengelolaan Air Limbah
Terpadu (IPAL) Kota Semarang
Pengelolaan Limbah dan Sampah
6.
- Pembangunan Perumahan di Kawasan Bandung
Utara
- Alih Fungsi Lapangan Merdeka menjadi Pusat
Jajanan “Merdeka Walk”
- Pembangunan
Infrastruktur
Gedung
dan
Perumahan
Penggunaan Ruang untuk
pembangunan infrastruktur,
pemukiman, perkantoran dan
tempat usaha
Normalisasi sungai, termasuk sudetan
dan Pembuatan kanal banjir
Pembangunan waduk/bendungan
Reklamasi pantai, baik untuk perikanan
maupun penyediaan lahan
pembangunan
Bab IV | 1
32. Aspek Lokasi
Dalam penilaian aspek lokasi, maka dasar yang digunakan adalah Rencana Tata Ruang
Wilayah yang ada. Dengan melihat pola ruang maupun struktur ruang yang ada, maka akan
diketahui rencana peruntukan dari suatu kawasan. Terkait dengan pembangunan
infrastruktur bidang PU maka rencana tata ruang tersebut dapat menunjukkan apakah lokasi
pembangunan infrastruktur telah sesuai dengan dokumen tata ruang yang ada, baik melalui
dokumen Perencanaan Tata Ruang (skala 1:250.000; skala 1 : 50.000 dan skala 1 : 25.000),
Rencana Tata Ruang Kawasan, Rencana Rinci Tata Ruang, Rencana Detail Tata Ruang (skala 1
: 5.000) maupun Peraturan Zonasi (skala 1 : 5.000 atau 1 : 2.500).
Aspek Fungsi
Penilaian terhadap aspek fungsi ini didasarkan pada dokumen perencanaan yang ada. Baik
itu RPJP Nasional, RPJM Nasional, Renstra Kementerian, RPJP dan RPJM Daerah maupun
Renstra Instansi yang ada. Cakupan fungsi ini lebih dititikberatkan pada manfaat dan
kegunaan infrastruktur itu dibangun, alasan yang mendasarinya dan rencana pembangunan
itu didalam dokumen perencanaan.
Aspek Dimensi
Ukuran dimensi atau luasan dibagi berdasarkan pada Peraturan Menteri LH no. 11 Tahun
2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no. 10/PRT/M/2008
tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Bidang PU yang wajib dilengkapi
dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup (UPL). Pemahaman terhadap dimensi berdasarkan ketentuan lingkungan ini masih
sangat kurang, karena masih banyak instansi/satuan kerja yang tidak memahami apakah
luasan pekerjaan yang dikerjakan harus didukung oleh dokumen AMDAL ataupun hanya
cukup dengan dokumen UKL/UPL.
Aspek Waktu
Nilai waktu menghubungkan antara proses perencanaan, termasuk didalamnya keberadaan
dokumen lingkungan (AMDAL atau UKL/UPL), dengan pelaksanaan konstruksi. Pembuatan
dan penilaian dokumen lingkungan (AMDAL atau UKL/UPL) harus seiring dengan
pelaksanaan perencanaan, baik yang saat masih berujud Masteplan ataupun DED. Terlalu
lama jarak antara keberadaan dari dokumen perencanaan dan lingkungan dengan
pelaksanaan konstruksi akan menyebabkan dokumen perencanaan dan lingkungan tersebut
sudah tidak aplikatif lagi.
Aspek Kewenangan
Aspek kewenangan yang ditinjau disini adalah kewenangan didasarkan pada tupoksi yang
ada, apakah kegiatan pembangunan tersebut menjadi tanggung jawab pemerintah pusat
atau pemerintah daerah. PP no 38 tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan Pusat dan
Daerah merupakan acuan yang digunakan termasuk didalamnya Peraturan Perundangan
Bidang PU yang mengatur tentang pembagian kewenangan.
Dengan didasarkan pada hasil survei, diperoleh analisis pembangunan infrastruktur
didasarkan pada lima aspek yang ada. Rincian analisis dari ke-lima aspek diatas terhadap
Klasifikasi Pembangunan Infrastruktur Bidang PU dapat dijabarkan sebagai berikut :
Bab IV | 2
33. Tabel 4.1. Tinjauan Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang PU di Daerah menurut Lokasi, Fungsi, Dimensi, Waktu dan Kewenangan
No.
Kegiatan Pembangunan
DITINJAU DARI
Aspek Lokasi
Aspek Fungsi
Aspek Dimensi
Aspek Waktu
Aspek Kewenangan
sesuai dengan
tata ruang
sesuai dengan
dokumen
perencanaan
sering tidak sesuai
dengan dimensi
lingkungan
sering terjadi pelaksanaan
pembangunan tidak sesuai
dgn target waktu, sehingga
antara keberadaan DED /
AMDAL / UKL-UPL dengan
pelaksanaan konstruksi
sering beda
sesuai dengan
kewenangan
penanganan antara
pemerintah pusat,
provinsi maupun
kabupaten/kota
1.
Pembangunan jalan dan
jembatan, termasuk
pembangunan jalan tol
2.
Normalisasi sungai, tmsk Sudetan
dan Pembuatan Kanal Banjir
sesuai
sesuai
sering tidak sesuai
sering tidak sesuai
sesuai kewenangan
3.
Pembangunan waduk/bendungan
sesuai
sesuai
sesuai
sering tidak sesuai
sesuai kewenangan
4.
Reklamasi Pantai, baik untuk
perikanan maupun penyediaan
lahan pembangunan
sesuai
sesuai
sesuai
sering tidak sesuai
sesuai kewenangan
5.
Pengelolaan Limbah dan Sampah
sesuai
sesuai
sesuai
sering tidak sesuai
sesuai kewenangan
6.
Penggunaan Ruang untuk
pembangunan infrastruktur,
pemukiman, perkantoran dan
tempat usaha
sering tidak
sesuai dg tata
ruang
sering tidak sesuai
dengan
RPJM/RPJP/RENSTRA
sering tidak sesuai
dengan dimensi
lingkungan
pemanfaatan ruang yang
bersifat pembangunan
untuk pribadi / individu
sering tidak menggunakan
target waktu
pemanfaatan lahan
untuk pribadi/individu
tidak menggunakan
kewenangan
Sumber : data olahan
Bab IV | 3
34. 4.2. ANALISIS SWOT
Setelah tahapan analisis awal dengan melakukan kajian terhadap aspek lokasi, fungsi, dimensi dan
kewenangan dalam penyelenggaraan infrastruktur bidang PU, serta didasari pada akibat dari
dinamika pembangunan yang memicu terjadinya perubahan kualitas lingkungan baik internal
maupun eksternal, maka tahapan analisis berikutnya adalah dengan melakukan identifikasi dan
evaluasi terhadap kinerja penyelenggaraan infrastruktur bidang PU. Tahapan analisis ini untuk
mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan program/kebijakan yang telah dijalankan. Dalam
tahapan ini kebijakan/program/kegiatan pembangunan infrastruktur tersebut diurai dan dijabarkan
indikator-indikator yang ada dan kemungkinan akan ada. Segala instrumen ini dikaji dengan
mendasarkan pada logika memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun
secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats)3.
Untuk memudahkan analisis SWOT, maka dapat dilakukan pembobotan untuk jabaran indikator
pada masing-masing komponen SWOT. Pembobotan dilakukan agar dapat diketahui besaran masingmasing komponen SWOT. Dalam kajian pengelolaan infrastruktur, analisis SWOT digunakan dengan
pertimbangan persoalan infrastruktur adalah persoalan yang sangat kompleks dan multi dimensi.4
Dalam analisis ini, pembuatan skor atau pembobotan untuk masing-masing jabaran indikator dalam
komponen SWOT adalah +5 (sangat baik), 0 (netral) dan -5 (sangat buruk)5. Selanjutnya besaran
angka tersebut disesuaikan dengan nilai pembobotan yang diperoleh dari hasil kajian dan analisis
data primer yang diperoleh melalui kegiatan FGD dengan responden di tiap daerah dan data
sekunder yang ada (referensi/literatur yang terkait), semakin tinggi manfaat, untuk komponen
kekuatan dan peluang, atau dampak, komponen kelemahan dan tantangan, maka akan semakin
tinggi skor yang diperoleh, semakin rendah maka akan semakin buruk bagi masyarakat. Selanjutnya
skor tersebut dijumlah dengan mengabaikan simbol negatif (-) dan dibandingkan, jika nilai tertinggi
ada pada komponen kekuatan dan peluang, maka keberadaan infrastruktur tersebut mempunyai
manfaat yang lebih besar dibandingkan pengaruh negatif yang ditimbulkannya, demikian juga
dengan sebaliknya.
Hasil analisis SWOT pada kasus pembangunan infrastruktur bidang PU di wilayah studi yang telah
diamati, dijabarkan berikut ini.
Tabel 4.2. Analisis SWOT Pembangunan Jalan dan Jembatan, termasuk Pembangunan Jalan Tol
Faktor SWOT “ Pembangunan Jalan dan Jembatan “
Aspek Internal
Kekuatan/Potensi
1.
2.
3.
4.
5.
Fungsi kelancaran aksesibilitas
Fungsi pengembangan kawasan
Fungsi peningkatan ekonomi masyarakat
Fungsi peningkatan nilai barang
Fungsi pencegah kemacetan
Score Kekuatan
Nilai
5
3
5
5
3
21
Kelemahan/Kendala
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Kestabilan tebing/longsor
Daerah genangan air
Pencemaran Emisi Gas Buang
Tanaman di kiri kanan jalan
Pemanfaatan Rumaja/Rumija
Pemeliharaan yang tidak rutin
Kepedulian masyarakat kurang
Timbulnya permukiman
Score Kelemahan
Nilai
-3
-3
-5
-5
-5
-3
-3
-3
-30
3
Freddy Rangkuti, 2005, “Analisis SWOT – Teknik Membedah Kasus Bisnis”
Kodoatie, 2005, “Pengantar Manajemen Infrastruktur”
5
Kodoatie, 2005, “Pengantar Manajemen Infrastruktur”
4
Bab IV | 4
35. Faktor SWOT “ Pembangunan Jalan dan Jembatan “
Aspek Eksternal
Peluang/Kesempatan
Nilai
1. Angkutan Penumpang/Barang
2. Pengelolaan parkir tepi jalan
3. Program Langit Biru
5
5
5
Score Peluang
Ancaman/Tantangan
1. Banjir
2. Jalan/Jembatan rusak
15
Score Tantangan
Nilai
-3
-3
-6
Score Akhir
36
36 (-36)
Pembangunan jalan dan jembatan, dari aspek internal yang ada, menunjukkan bahwa komponen
kelemahan mempunyai nilai yang lebih tinggi dari komponen kekuatan. Hal itu menyatakan bahwa
dalam pembangunan jalan dan jembatan, untuk sisi pembangunan fisiknya mempunyai pengaruh
negatif yang lebih besar dibandingkan pengaruh positifnya. Pengaruh negatif ini dapat
dikurangi/diminimalisir dengan memperketat tata ruang pasca kontruksi dan menjalankan
rekomendasi yang dimunculkan dalam dokumen lingkungan, baik UKL/UPL maupun dokumen
AMDAL. Sedangkan untuk aspek eksternal memiliki nilai yang lebih besar untuk dampak positifnya
dibanding pengaruh negatif, menunjukkan bahwa secara tidak langsung pembangunan jalan dan
jembatan akan meningkatkan kegiatan-kegiatan yang tercantum didalam indikator.
Tabel 4.3. Analisis SWOT Normalisasi Sungai, termasuk Sudetan dan Pembuatan Kanal Banjir
Faktor SWOT “ Normalisasi Sungai “
Aspek Internal
Kekuatan/Potensi
Nilai
1.
2.
3.
4.
Fungsi Daerah Sempadan Sungai
Fungsi konservasi
Fungsi pemasok energi listrik mikro hidro
Fungsi penangkapan dan pengendapan sedimen
3
3
5
5
5.
6.
7.
8.
9.
Fungsi pencegah intrusi air laut
Fungsi pengendalian banjir
Fungsi transportasi
Potensi sungai sebagai bahan galian
Potensi sungai sbg sumber air minum
3
3
3
3
3
Score Kekuatan
Kelemahan/Kendala
1. Kestabilan tebing
2. Daerah genangan air
3. Pembuangan Limbah/Pencemaran
4. Berkurangnya kualitas air
5. Kecepatan aliran air
6. Tanaman di sempadan sungai
7. Pemanfaatan sempadan sungai
8. Pemeliharaan yang tidak rutin
9. Kepedulian masyarakat kurang
10. Permukiman
31
Nilai
-3
-3
-5
-3
-3
-3
-5
-5
-5
-5
Score Kelemahan
-40
Ancaman/Tantangan
Nilai
Aspek Eksternal
Peluang/Kesempatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Wisata sungai
Usaha tambak/perikanan
Pelabuhan sungai
Usaha nelayan
Prokasih
Pendidikan dan olah raga
Nilai
5
5
3
3
5
5
Score Peluang
26
1.
2.
3.
4.
5.
Erosi
Sedimentasi
Banjir
Perubahan DAS
Inkonsistensi program pemanfaatan
sungai
Score Tantangan
-3
-3
-5
-5
-5
-21
Score Akhir
57
61 (-61)
Bab IV | 5
36. Kegiatan Normalisasi Sungai sama dengan kegiatan Pembangunan Jalan dan Jembatan, yakni aspek
internal memiliki kendala yang lebih besar dibanding potensi/kekuatan dari pelaksanaan kegiatan
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa dokumen lingkungan memegang peranan yang penting dalam
pelaksanaan pembangunan infrastruktur ini. Keberadaan dokumen lingkungan akan meminimalisir
kendala-kendala yang mungkin timbul karena pelaksanaan pembangunan sehingga pengaruh
tersebut dapat diantisipasi. Selain itu ketatnya penataan tata ruang, terutama terhadap
pemanfaatan sempadan sungai, akan sangat mengaruhi terhadap kendala maupun
ancaman/tantangan yang mungkin akan timbul.
Tabel 4.4. Analisis SWOT Pembangunan Waduk / Bendungan
Faktor SWOT “ Pembangunan Waduk / Bendungan “
Aspek Internal
Kekuatan/Potensi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Nilai
Fungsi penampung air
Fungsi irigasi
Fungsi pemasok energi listrik
Fungsi penyediaan air baku
Fungsi pengendalian banjir
Kawasan sekitar danau/waduk
Potensi waduk sbg sumber air minum
Kelemahan/Kendala
5
5
5
5
5
3
5
Score Kekuatan
1. Pembuangan Limbah/Pencemaran
2. Pemeliharaan yang tidak rutin
3. Kepedulian masyarakat kurang
33
Nilai
-3
-5
-3
Score Kelemahan
-11
Ancaman/Tantangan
Nilai
Aspek Eksternal
Peluang/Kesempatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Nilai
Wisata waduk
Usaha tambak
Perkantoran
Perdagangan dan jasa
Pendidikan dan olah raga
Industri
Industri non Polluted
Pertanian
5
5
3
5
5
3
3
5
Score Peluang
1. Proses ganti rugi lahan
2. Banjir
34
Score Tantangan
-5
-3
-8
Score Akhir
67
19 (-19)
Pembangunan waduk / bendungan mempunyai nilai positif yang lebih besar dibandingkan dengan
nilai negatif, baik dari aspek internal maupun aspek eksternal. Pembangunan waduk memberikan
potensi yang sangat baik disamping keberadaan dari waduk itu sendiri yang memberikan
peluang/kesempatan untuk dimanfaatkan dan memperoleh keuntungan tanpa merugikan
lingkungan. Komponen kelemahan dan ancaman akan dapat dihilangkan atau dikurangi seiring
dengan pelaksanaan rekomendasi dari dokumen lingkungan yang dibuat.
Tabel 4.5. Analisis SWOT Reklamasi Pantai untuk Perikanan maupun Penyediaan Lahan
Faktor SWOT “ Reklamasi Pantai “
Aspek Internal
Kekuatan/Potensi
1. Fungsi daerah reklamasi
2. Fungsi konservasi
3. Fungsi penangkapan/pengendapan
Nilai
5
5
5
Kelemahan/Kendala
1. Kestabilan tanah
2. Daerah genangan air
3. Pembuangan Limbah/Pencemaran
Nilai
-5
-5
-5
Bab IV | 6
37. Faktor SWOT “ Reklamasi Pantai “
4.
5.
6.
7.
8.
Fungsi pencegah intrusi air laut
Fungsi pengendalian banjir
Kawasan pantai berhutan bakau
Kawasan rawa
Sempadan pantai
Score Kekuatan
5
5
5
5
5
4.
5.
6.
7.
Kualitas air
Kecepatan aliran air
Pemeliharaan yang tidak rutin
Permukiman
40
-3
-3
-5
-5
Score Kelemahan
-31
Aspek Eksternal
Peluang/Kesempatan
1. Usaha tambak
2. Pelabuhan
3. Marina (wisata bahari)
4. Usaha nelayan
5. Reklamasi menambah lahan
6. Perkantoran
7. Perdagangan dan jasa
8. Pendidikan dan olah raga
9. Industri
10. Industri non Polluted
11. Pengembangan Permukiman
Score Peluang
Nilai
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
Ancaman/Tantangan
Nilai
Erosi
Sedimentasi
Banjir
Perubahan DAS
Inkonsistensi program pemanfaatan
-5
-3
-5
-3
-5
Score Tantangan
1.
2.
3.
4.
5.
-21
55
Score Akhir
95
52 (-52)
Reklamasi pantai merupakan pembangunan infrastruktur PU yang bertujuan untuk menambah lahan
guna kepentingan pembangunan. Lahan yang terbatas dan kebutuhan akan pembangunan
infrastruktur menyebabkan pesisir pantai direklamasi. Atas dasar itu, maka komponen positif dari
aspek internal maupun eksternal mempunyai nilai yang lebih besar dari komponen negatinya
(kendala dan ancaman/tantangan). Pelaksanaan reklamasi pantai sangat berguna bagi penyediaan
kebutuhan lahan untuk pembangunan, yang perlu diperhatikan adalah tatanan KLHS (Kajian
Lingkungan Hidup Strategis) dan rekomendasi dari AMDAL ataupun UKL/UPL yang perlu
dilaksanakan untuk mengurangi pengaruh dari komponen negatif.
Tabel 4.6. Analisis SWOT Pengelolaan Limbah dan Sampah
Faktor SWOT “ Pengelolaan Limbah dan Sampah “
Aspek Internal
Kekuatan/Potensi
1.
2.
3.
4.
5.
Fungsi kesehatan masyarakat
Fungsi keindahan/estetika kota
Fungsi penangkapan
Fungsi pencegah pencemaran
Fungsi pengendalian sampah
Score Kekuatan
Nilai
5
5
5
5
5
Kelemahan/Kendala
1. Kestabilan tanah/gunungan sampah
2. Pembuangan Limbah/Pencemaran
3. Kualitas air
25
Nilai
-5
-1
-1
Score Kelemahan
-7
Ancaman/Tantangan
Nilai
Aspek Eksternal
Peluang/Kesempatan
1. Usaha daur ulang sampah
2. Usaha angkutan limbah rumah ke IPAL
Nilai
5
5
1. Kesehatan warga sekitar lokasi
-5
Bab IV | 7
38. Faktor SWOT “ Pengelolaan Limbah dan Sampah “
3.
4.
5.
6.
7.
Wisata Tehnologi Pengolahan Limbah
Pemanfaatan Energi Sampah
Pemanfaatan Energi Limbah
Industri
Industri non Polluted
Score Peluang
5
5
5
5
5
35
Score Tantangan
-5
Score Akhir
60
12 (-12)
Pengelolaan Limbah dan Sampah merupakan pembangunan infrastruktur PU yang bertujuan untuk
mengatasi pembuangan sampah dan limbah yang dihasilkan oleh masyarakat. Keberadaan
infrastruktur ini erat kaitannya dengan fungsi kesehatan, keindahan dan estetika kota. Sampah yang
menumpuk maupun limbah yang langsung dibuang ke sungai akan menimbulkan kerugian bagi
masyarakat, sehingga pengelolaan terhadap sampah dan limbah harus diperlukan. Hal yang harus
diperhatikan dalam pembangunan infrastruktur ini, baik sampah maupun limbah, adalah luasan
daerah/lokasi pembangunan yang harus jauh dari pemukiman warga. Kajian dampak yang
ditimbulkan terhadap pembangunan infrastruktur ini mutlak diperlukan.
Tabel 4.7. Analisis SWOT Penggunaan Ruang untuk Pembangunan Infrastruktur, Pemukiman,
Perkantoran dan Tempat Usaha
Faktor SWOT “ Penggunaan Ruang “
Aspek Internal
Kekuatan/Potensi
1. Fungsi konservasi
Nilai
3
Score Kekuatan
Kelemahan/Kendala
1. Kestabilan tebing
2. Daerah genangan air / Drainase
3. Pembuangan Limbah/Pencemaran
4. Kualitas air
5. Fungsi Daerah Sempadan Sungai
6. Pemanfaatan Daerah Milik Jalan
7. Pemanfaatan sempadan sungai
8. Pemel. infrastruktur yg tdk rutin
9. Kepedulian masyarakat kurang
10. Permukiman
3
Nilai
5
5
5
3
5
5
5
5
5
5
Score Kelemahan
48
Ancaman/Tantangan
Nilai
Aspek Eksternal
Peluang/Kesempatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Perkantoran
Perdagangan dan jasa
Pendidikan dan olah raga
Industri
Industri non Polluted
Pengembangan Permukiman
Score Peluang
Nilai
3
3
3
3
3
3
18
1.
2.
3.
4.
5.
Erosi
Sedimentasi
Banjir
Perubahan DAS
Inkonsistensi program
Score Tantangan
5
5
5
5
5
25
Score Akhir
19
73
Dalam hal Penggunaan Ruang menunjukkan tingginya nilai komponen negatif, baik untuk komponen
kendala maupun komponen tantangan. Kegiatan penggunaan ruang sangat erat kaitannya dengan
Bab IV | 8
39. dokumen Tata Ruang yang sudah ditetapkan. Pelanggaran terhadap dokumen Tata Ruang yang
dilakukan untuk pemenuhan penggunaan ruang, menyebabkan semakin tingginya nilai dari
komponen negatif. Penggunaan ruang sangat terkait dengan proses perijinan yang dikeluarkan oleh
pemerintah daerah (provinsi dan/atau kabupaten/kota). Komitmen dari pemerintah daerah
terhadap dokumen tata ruang yang telah disyahkan akan sangat menentukan dampak atau
pengaruh yang muncul dari adanya kegiatan Penggunaan Ruang.
4.3. ANALISIS BALANCED SCORECARD
Dalam metode ini, evaluasi pencapaian visi dan strategi hendak didekati melalui 4 (empat)
perspektif, yaitu: (1) perspektif masyarakat; (2) perspektif anggaran; (3) perspektif proses aktivitas
internal organisasi; dan (4) perspektif inovasi dan pembelajaran, dengan meninjau pada 4 hal, yaitu:
tujuan, sasaran, target, dan inisiatif/kegiatan aksi. Tabel 4.8. mendeskripsikan beberapa aspek
penting yang perlu dicermati dalam rangka evaluasi pencapaian visi dan sasaran pembangunan
infrastruktur bidang PU dengan pendekatan metode balanced scorecard. Berdasar tabel tersebut,
langkah evaluasi terhadap pencapaian visi dan sasaran pembangunan bidang PU dapat ditelusuri,
yang selanjutnya dapat digunakan sebagai masukan bagi pemerintah dalam perencanaan
pembangunan bidang PU darat ke depan terutama yang menyangkut lingkungan.
Pada dasarnya pelaksanaan evaluasi atas program atau kegiatan dari suatu instansi pemerintah
adalah tugas dan tanggung jawab dari para aparatur publik (pejabat) yang telah diberi kewenangan
sesuai dengan tugas dan fungsinya. Kegiatan evaluasi sangat penting dilakukan, sama seperti fungsifungsi manajemen lainnya, misalnya: perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan, pemantauan
(monitoring) dan pengendalian. Dalam pelaksanaannya kegiatan evaluasi biasanya dilaksanakan
bersamaan dengan fungsi monitoring.
Alasan perlunya dilakukan proses pengukuran akuntabilitas kinerja instansi pemerintah adalah:
a. untuk meningkatkan mutu pelaksanaan pengelolaan aktivitas organisasi yang lebih baik,
b. untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja organisasi,
c. untuk memberikan informasi yang lebih memadai dalam menunjang proses pengambilan
keputusan,
d. meningkatkan pemanfaatan alokasi sumber daya yang tersedia,
e. mengarahkan pada sasaran dan memberikan informasi kinerja.
Diharapkan dengan alasan-alasan yang telah dijelaskan di atas, akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah dari tahun ke tahun akan semakin lebih baik, karena selalu ada dasar yang dapat
digunakan untuk memperbaiki dan memperbandingkan.
Bab IV | 9
40. Tabel 4.8.
Aspek Penting dalam Evaluasi Pencapaian Visi dan Sasaran Pembangunan Bidang PU berdasar Empat Perspektif Utama
Visi:
Tujuan
Sasaran
Tersedianya infrastruktur
Pekerjaan Umum dan
Permukiman yang Andal untuk
mendukung Indonesia
Sejahtera 2025
1. Meningkatkan kualitas
perencanaan pembangunan
infrastruktur PU dan
Permukiman dan pengendalian
pemanfaatan ruang;
2. Meningkatkan keandalan sistem
(jaringan) infrastruktur PU dan
Permukiman;
3. Meningkatkan kualitas
lingkungan permukiman;
4. Meningkatkan pembangunan
kawasan strategis, wilayah
tertinggal dan perbatasan dan
penanganan kawasan rawan
bencana;
5. Optimalisasi peran dan
akuntabilitas kinerja aparatur.
1.
1.
1.
Target
Aksi
Meningkatnya keterlibatan
masyarakat dalam setiap
penyusunan Rencana Tata Ruang;
Meningkatnya ketersediaan
air baku yang memadai (kuantitas,
kualitas dan kontiunitas);
Meningkatnya kualitas
pengendalian banjir secara
terpadu;
Meningkatnya efisiensi
sistem jaringan jalan di dalam
sistem transportasi;
Meningkatnya taraf hidup
masyarakat dan kualitas
lingkungan permukiman;
1.
Pencapaian target masih
berbasis fisik (output);
2.
Target pembangunan
diukur dari tingkat efisiensi
penggunaan dana
pembangunan.
Aksi/kegiatan
untuk
mencapai
sasaran
dilakukan
melalui
9
(sembilan) program utama, yaitu:
1.
Program Pengelolaan S.
Daya Air.
2.
Program
Penyelenggaraan Jalan.
3.
Program Pembinaan dan
Pengembangan Infrastruktur
Permukiman.
4.
Program
Penyelenggaraan Penataan
Ruang.
5.
Program Dukungan
Manajemen dan Pelaksanaan
Tugas Teknis Lainnya.
6.
Program Peningkatan
Sarana dan Prasarana Aparatur.
7.
Program Peningkatan
Pengawasan dan Akuntabilitas
Aparatur
8.
Program Pembinaan
Konstruksi
9.
Program Penelitian dan
Pengembangan
Efektifitas pemanfaatan
pembangunan infrastruktur bidang
PU
2.
Ketersediaan layanan
maupun dukungan prasarana
1.
1.
2.
3.
4.
5.
Perspektif
1.
Masyarakat
Aksesibilitas yang tinggi
thdp penggunaan infrastruktur
bidang PU dan Pemukiman.
2.
Mobilitas yg tinggi dlm
pemanfaatan.
Rasio penambahan
jaringan dan ketersediaan air
baku.
2.
Rasio jaringan jalan.
3.
Rasio penambahan
Program prioritas
pembangunan infrastruktur
bidang PU.
2.
Koordinasi/SEB antar
sektor terkait.
Bab IV | 10
41. Visi:
Tujuan
3.
Tersedianya infrastruktur
Pekerjaan Umum dan
Permukiman yang Andal untuk
mendukung Indonesia
2.Sejahtera 2025
Finansial / Anggaran
Kebersihan dan
Kelestarian Lingkungan Sekitar
4.
Dampak yg seminimal
mungkin
Sasaran
3.
dalam kehidupan bermasyarakat.
Kesepakatan penanganan
antar sektor terkait
Target
4.
fasilitas permukiman.
Indeks aksesibilitas dan
indeks mobilitas.
Aksi
3.
Pengawalan dan
Pemantauan Pelaksanaan.
4.
Monitoring pasca
operasi.
1.
Efisiensi dan efektifitas
pengelolaan infrastruktur bidang
PU
2.
Menciptakan peluang
bisnis baru terutama dalam
pembukaan kawasan
1.
2.
3.
Masyarakat pengguna
Biaya Konstruksi
Biaya Operasonal pasca
Konstruksi (rehab/pemel)
4.
Biaya Monitoring dan
Evaluasi
1.
2.
Turunnya nilai subsidi
Tersedianya biaya
operasional/pembangunan
3.
Terdesianya biaya
perawatan dan rehabilitasi
4.
Tersedianya biaya
monitoring dan Evaluasi
1.
Ketersediaan prasarana
bidang PU yang menjangkau
seluruh wilayah dan penduduk.
1.
Tersedianya infrastruktur
yang berkualitas
2.
Biaya operasional dan
rehab/pemeliharaan menurun.
3.
Keselamatan kerja
meningkat (kejadian kecelakaan
dan tingkat fatalitas menurun)
4.
Meningkatnya kualitas
manajerial dalam
penyelenggaraan infrastruktur
bidang PU
1.
Efektifitas regulasi yang
diberlakukan.
2.
Kualitas infrastruktur
bidang PU yang disediakan.
3.
Dukungan terhadap
lingkungan
1.
1.
3.
Aktivitas Internal Organisasi
1.
Penyediaan prasarana
bidang PU secara memadai
2.
Peningkatan kualitas
prasarana bidang PU
1.
4.
Inovasi Dan Pembelajaran
1.
1.
Peningkatan kompetensi
SDM di bidang perencanaan dan
teknis
2.
Peningkatan kompetensi
SDM lingkungan
Kepatuhan terhadap
aturan/regulasi yang makin
meningkat.
2.
Kepatuhan terhadap
standar layanan minimal makin
terpenuhi.
3.
Green Construction
Alokasi dan pengelolaan
anggaran secara efektif dan
efisien
2.
Keterlibatan masyarakat
dalam pengawasan tata ruang
sehingga ikut memiliki
3.
Sharing dana antara
instansi, terutama pusat dan
daerah
Optimalisasi waktu
pelaksanaan konstruksi
2.
Penyediaan rencana kerja
dan rencana aksi yang terpola
3.
Standarisasi layanan
melalui kualitas konstruksi
Pelatihan/training
peningkatan kompetensi
2.
Pemahaman terhadap
dokumen lingkungan
Bab IV | 11
43. BAB V
KERANGKA STRATEGI PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR PU DALAM UPAYA PENINGKATAN
KUALITAS LINGKUNGAN
5.1. PENATAAN RUANG YANG LEBIH BERKUALITAS
Konsep penataan ruang yang berwawasan lingkungan bertujuan untuk menciptakan ruang
yang berkualitas dan memberikan kemanfaatan bagi masyarakat maupun sektoral. Konsep
tersebut dapat diskemakan seperti pada Gambar 5.1.
Proenvironment
Gambar 5.1. Konsep Penatan Ruang Berwawasan Lingkungan
Penataan ruang berwawasan lingkungan perlu memperhatikan 2 (dua) dimensi penting,
yaitu: 1) skala kewilayahan, dan 2) skala komunitas. Skala kewilayahan berkaitan dengan
pemanfaatan ruang menurut daya dukung dan daya tampung. Mengingat bahwa,
perkembangan jumlah penduduk akan membawa konsekuensi terhadap peningkatan
kebutuhan akan sumber daya alam dan energi untuk menopang keberlanjutan kehidupan.
Untuk itu, penataan ruang perlu memperhatikan kapasitas daya dukung dan daya tampung
lahan, apakah ruang yang direncanakan mampu untuk mendukung keberlanjutan dari
kehidupan manusia dan makhluk hidup yang lain dalam jangka panjang. Kemampuan daya
dukung lahan akan direpresentasikan dari sumber-sumber daya alam yang akan
dimanfaatkan untuk menopang kehidupan makhluk hidup yang tinggal di atas lahan
tersebut.
Di samping itu, dari sisi dimensi ruang, apakah ruang yang direncanakan tersebut mampu
untuk memberikan ruang gerak/mobilitas manusia (termasuk barang dan jasa) yang hidup di
atas lahan tersebut selama beberapa tahun perencanaan. Hal ini penting untuk memastikan
Bab V | 1
44. bahwa seluruh aktivitas yang membutuhkan mobilitas yang akan berlangsung di atas lahan
tersebut dalam jangka waktu lama, dapat terakomodir.
Terkait dengan dimensi kedua, yaitu skala komunitas, penataan ruang perlu memperhatikan
karakteristik sosial-budaya masyarakat yang akan menempati lahan tersebut. Karakter
masyarakat dapat mempengaruhi perkembangan guna lahan yang di tempatinya. Misalnya,
masyarakat agraris akan membutuhkan ruang untuk aktivitas pertaniannya, sedangkan
masyarakat modern akan membutuhkan ruang untuk mendukung aktivitas yang lebih
bersifat pada industri dan jasa-jasa. Oleh karena itu, dalam penataan ruang perlu
memperhatikan sifat komunitas yang akan ditempatkan dalam lahan tersebut, yang secara
umum dapat dibedakan atas komunitas urban (perkotaan) dan komunitas rural (perdesaan).
Dengan memperhatikan dua dimensi penting di atas (skala kewilayahan dan skala
komunitas), penataan ruang diharapkan dapat mewujudkan tatanan kehidupan yang
seimbang dan harmonis, sehingga dengan demikian penataan ruang yang berwawasan
lingkungan diharapkan mampu mendukung terealisasinya goal pembangunan nasional, yaitu
pembangunan yang pro-poor, pro-growth, dan pro-environment.
5.2.
PENGUATAN KAPASITAS INSTANSI DI DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN
PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BIDANG PU
Strategi kedua adalah penguatan kapasitas instansi di daerah dalam penyelenggaraan
infrastruktur bidang PU. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap daerah di
Indonesia memiliki pemahaman/kompetensi yang memadai untuk mendukung terciptanya
pembangunan infrastruktur yang berorientasi pada peningkatan kualitas lingkungan.
Pemahaman atau kompetensi yang dibutuhkan tersebut sangat terkait dengan kualitas
sumber daya manusia sebagai aparat pemerintah yang memiliki tugas dan kewenangan
dalam menciptakan pembangunan infrastruktur PU yang berwawasan lingkungan. Oleh
karena itu penting kiranya memberikan pemahaman yang benar mengenai proses
pembangunan infrastruktur PU dari tahap perencanaan hingga operasional.
Dengan dasar kualitas SDM yang memadai dalam penyelenggaraan infrastruktur di bidang
PU untuk meningkatkan kualitas lingkungan, maka diharapkan seluruh stakeholders di
daerah memahami upaya-upaya untuk mewujudkan hal tersebut, antara lain adalah
pemahaman di dalam mengimplementasikan mekanisme insentif dan disinsentif dalam
penyelenggaraan infrastruktur. Mekanisme ini memiliki kaitan erat dengan proses
perencanan penataan ruang, sebagaimana telah diamanatkan dalam UU No. 26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang, dimana dijelaskan bahwa dalam rangka pelaksanaan pemanfaatan
ruang agar sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, maka Pemerintah dan pemerintah
daerah dapat memberikan insentif dan/atau disinsentif.
Kebijakan insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan atau
kompensasi terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang,
misalnya berupa:
a. keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun
saham;
b. pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
c. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
d. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah.
Bab V | 2
45. Sedangkan kebijakan disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi
pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang,
misalnya berupa:
a. pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan
untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan/atau
b. pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.
Dalam kaitannya dengan pembangunan infrastruktur di bidang PU, maka kebijakan insentif
dan disinsentif sebagaimana dijelaskan di atas ditujukan untuk menciptakan lingkungan yang
lebih berkualitas, atau memberikan kemanfaatan bagi masyarakat secara luas. Di samping
itu, kebijakan insentif dan disinsentif ini merupakan wujud konkret penegakan fungsi good
governance dalam penyelenggaraan infrastruktur bidang PU yang berwawasan lingkungan.
Pendayagunaan aparat institusi pengelolaan infrastruktur
bidang PU dan pengelolaan Lingkungan Hidup. infrastruktur
Pendayagunaan aparat institusi pengelolaan
bidang PU dan pengelolaan Lingkungan Hidup.
Partisipasi masyarakat
Partisipasi masyarakat
Gambar 5.2. Konsep Strategi Penguatan Kapasitas Daerah dalam Hal Pengawasan
Pembangunan Infrastruktur bidang PU yang Berwawasan Lingkungan
Masalah pokok yang seringkali menjadi kendala bagi pemerintah daerah, yaitu mekanisme
pengawasan dan pengendalian terhadap proses pembangunan di segala sektor. Masih
lemahnya pengawasan di daerah menjadi salah satu penyebab terjadinya pergeseran dalam
peruntukkan ruang. Kasus-kasus berkembangnya pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
dengan peruntukkannya, merupakan bukti dari lemahnya mekanisme pengawasan di
daerah, terutama dalam hal pemberian ijin pembangunan fisik infrastruktur. Untuk itu,
mekanisme pengawasan perlu diperketat dan ditingkatkan.
Di samping itu, dalam rangka proses penyelesaian/legalisasi perencanaan tata ruang wilayah
(RTRW) baik di setiap provinsi maupun kabupaten/kota dalam bentuk Peraturan Daerah
(Perda) yang direncanakan dapat diwujudkan pada tahun 2011, maka strategi yang kiranya
dapat dilakukan oleh Pemerintah adalah dukungan finansial untuk menuju ke proses
tersebut. Dukungan finansial tersebut dapat ditempuh melalui intervensi fiskal berupa Dana
Alokasi Khusus, mengingat hal ini dapat dipandang sebagai salah satu program Pemerintah
yang perlu mendapat prioritas. Dengan demikian, proses penyelesaian legalisasi Perda Tata
Ruang di tiap Wilayah Provinsi atau kabupaten/kota dapat terwujud.
Bab V | 3
46. Pelibatan masyarakat juga menjadi bagian penting dalam mekanisme pengawasan. Strategi
ini dapat menjadi salah satu strategi yang efektif untuk mendukung upaya mewujudkan
lingkungan yang berkualitas. Masyarakat perlu diberikan ruang atau saluran untuk
menyampaikan aspirasi dan inisiatifnya guna mendukung langkah-langkah pemerintah
dalam menciptakan lingkungan yang berkualitas.
5.3.
PENGUATAN KERJASAMA ANTARSEKTOR YANG TERKAIT
Kerjasama berbagai komponen/stakeholders pembangunan diperlukan untuk mewujudkan
sinergisme dalam implementasinya. Prinsip kerjasama yang dibangun adalah kerjasama yang
saling memberikan manfaat/keuntungan. Manfaat yang dimaksudkan dalam hal ini adalah
terciptanya kualitas lingkungan hidup melalui pembangunan infrastruktur di bidang PU.
Untuk itu, kerjasama antara pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan infrastruktur
bidang PU (Kementerian PU) dan pengelolaan lingkungan hidup (Kementerian Lingkungan
Hidup), serta pemerintah daerah (Kementerian Dalam Negeri), diharapkan dapat
mendukung upaya untuk mewujudkan pembangunan infrastruktur bidang PU di daerah yang
mampu menciptakan lingkungan hidup yang berkualitas.
Adapun tugas dari masing-masing stakeholders tersebut adalah:
a.
Kementerian Pekerjaan Umum memiliki tugas perumusan, penetapan, dan pelaksanaan
kebijakan di bidang pekerjaan umum;
b.
Kementerian Lingkungan Hidup memiliki tugas merumuskan kebijakan dan koordinasi
di bidang lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan;
c.
Kementerian Dalam Negeri memiliki tugas menyelenggarakan sebagian tugas
pemerintahan di bidang urusan dalam negeri.
Kementerian
Lingkungan Hidup
Mewujudkan
pembangunan
infrastruktur PU untuk
meningkatkan kualitas
lingkungan.
Kementerian
Pekerjaan Umum
Kementerian
Dalam Negeri
Gambar 5.3. Konsep Kerjasama AntarStakeholders dalam Pembangunan
Infrastruktur PU yang Berwawasan Lingkungan
Bentuk kerjasama antarstakeholders tersebut bilamana perlu diperkuat melalui kesepakatan
bersama yang dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB). SKB ini hendaknya mampu
mendorong pemerintah daerah melalui instansi yang terkait dalam untuk
mengimplementasikan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam pembangunan infrastruktur
bidang PU yang berwawasan lingkungan. Kebijakan penyelenggaraan infrastruktur bidang PU
di daerah harus memperhatikan: (1) konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan; (2)
Bab V | 4
47. karakteristik dan perkembangan wilayah/daerah; dan (3) kemampuan atau kapasitas daerah
untuk menjalankan kebijakan tersebut.
5.4.
PENGUATAN KAPASITAS PENDANAAN UNTUK MENDUKUNG UPAYA
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN
Menurut UU no. 32 tahun 2009 dinyatakan secara tegas bahwa, evaluasi secara holistik
terhadap dampak yang diperkirakan akan terjadi, dimana hal tersebut telah dikaji dalam
dokumen AMDAL, belum dapat berjalan secara efektif. Kelemahannya adalah dalam hal
pengawasan. Di sisi lain, dokumen AMDAL mewajibkan adanya kegiatan rencana
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atau yang disebut RKL dan RPL. Kegiatan ini
belum sepenuhnya dapat dijalankan mengingat keterbatasan sumber daya (SDM dan
finansial). Kasus-kasus yang terjadi di daerah mencerminkan masih minimnya dukungan
sumber daya yang dimiliki untuk dapat menjalankan kegiatan RKL dan RPL tersebut.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa di dalam UU 32 tahun 2009
dinyatakan bahwa setiap Pemegang izin lingkungan yang diwajibkan untuk memiliki AMDAL
maupun UKL/UPL, wajib menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan
hidup, bilamana pada suatu ketika terjadi adanya gangguan terhadap fungsi-fungsi
lingkungan, seperti pencemaran, polusi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, hal ini menjadi
cukup krusial bagi daerah-daerah yang tidak memiliki kapasitas dalam hal pendanaan untuk
menjamin upaya pemulihan fungsi lingkungan hidup bagi proyek-proyek pembangunan fisik
yang berskala besar yang jika tidak dilakukan pengawasan secara ketat akan menimbulkan
dampak negatif dan dapat mengganggu fungsi-fungsi lingkungan hidup.
Kementerian
PU
SKB/SEB untuk komitmen menjaga lingkungan
didalam pembangunan infratruktur melalui
penyediaan dokumen lingkungan
Kementerian
LH
pelaksanaan konstruksi berikut
dokumen AMDAL atau UKL/UPL
Pemerintah
Provinsi
1. Pembebasan tanah
(jika
diperlukan)
2. Kewajiban melaksanakan
RKL/PKL sesuai dengan
dengan kewenangan
3. Pelaksanaan konstruksi
pendukung sesuai
kesepakatan
1. Pembebasan tanah (jika
diperlukan)
2. Kewajiban melaksanakan
RKL/PKL sesuai dengan
dengan kewenangan
Pemerintah
Kabupaten/Kot
a
Pembangunan Infrastruktur
berwawasan lingkungan
Gambar 5.4. Alur Sharing Pendanaan untuk Pembangunan Infrastruktur PU yang
Berwawasan Lingkungan
Dalam kaitan ini, diperlukan mekanisme pendanaan yang jelas, yang dapat diakomodir oleh
seluruh pemerintah daerah di Indonesia guna menjamin pemulihan fungsi lingkungan hidup
Bab V | 5
48. manakala terjadi hal-hal diluar perencanaan dan tidak terakomodasi di dalam dokumen
AMDAL.
Selain itu, rekomendasi dari dokumen lingkungan terutama dokumen AMDAL yang
mewajibkan pelaporan rutin setiap 6 bulan untuk kegiatan RKL/RPL (rencana kelola
lingkungan dan rencana pantau lingkungan) membutuhkan dana yang rutin. Dari hasil survei,
diketahui bahwa untuk pembangunan infrastruktur PU yang dibiayai dan dikelola oleh
pemerintah, tidak pernah melakukan kewajiban pelaporan PKL/RPL dari kegiatan yang telah
dioperasikan kepada Badan Lingkungan Hidup Daerah. Hal ini menimbulkan pemikiran akan
perlunya alokasi dana khusus untuk kegiatan RKL/PKL. Sharing kegiatan tersebut dengan
pemerintah daerah, disamping porses pembebasan lahan perlu dipikirkan.
Keberadaan SEB/SKB tersebut dapat digunakan sebagai salah satu strategi di dalam
pengendalian penataan ruang, misalnya dengan dibentuknya Tim Kendali Tata Ruang,
dengan struktur keanggotaan berasal dari masing-masing kementerian teknis yang terkait.
Strategi tersebut diharapkan dapat memperkuat implementasi penataan ruang yang lebih
berkualitas. Disamping itu, dengan adanya Tim Kendali Tata Ruang di tiap daerah,
diharapkan dapat menjadi salah satu upaya bagi solusi penggunaan lahan yang tidak sesuai
atau melanggar peruntukkan ruang, yang dapat membawa dampak pada penurunan kualitas
ruang dan lingkungan.
Bab V | 6
49. BAB VI
REKOMENDASI
Dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan infrastruktur bidang PU, terutama kegiatan yang
dilaksanakan oleh Direktorat Teknis (Sumber Daya Air, Bina Marga, Cipta Karya dan
Penataan Ruang) perlu mendapatkan perhatian yang serius terkait dengan aspek lingkungan.
Perhatian terhadap lingkungan tersebut harus selalu ada didalam setiap proses kegiatan baik
perencanaan, pembangunan, operasional, monitoring dan evaluasi maupun pengendalian.
Berdasarkan pada hasil analisis dan rekomendasi kebijakan, maka di susun suatu strategi
implementasi terhadap upaya Pembangunan Infrastruktur Bidang PU yang berwawasan
lingkungan terutama yang tercermin dalam masing-masing tahapan kegiatan Direktorat
Teknis, sehingga hal tersebut dapat menjadi pegangan didalam penyusunan program dan
rencana kerja serta pelaksanaan kegiatan.
Rekomendasi yang diusulkan berikut ini (Tabel 6.1) merupakan langkah strategi
implementasi kebijakan pembangunan PU yang berwawasan lingkungan pada masingmasing Direktorat Teknis. Formulasi strategi yang diusulkan ini didasarkan atas empat bagian
pokok yang telah diusulkan seperti yang disajikan dalam Bab 5, dengan mempertimbangkan
kerangka atau horizon tahapan implementasi, yaitu: (1) perencanaan; (2) pembangunan; (3)
pengoperasian; (4) monitoring dan evaluasi; dan (5) pengendalian.
Bab VI | 1
50. Tabel 6.1. Strategi Implementasi Kebijakan Pembangunan Sub Bidang Sumber Daya Air
SUMBER DAYA AIR
No.
Strategi Kebijakan
Perencanaan
Pembangunan
Pengoperasian
Monitoring
dan Evaluasi
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Pengendalian
1. Penataan Ruang yang lebih Diperketat
-
Acuan Dokumen KLHS
Acuan Dokumen Tata Ruang
Kejelasan status kepemilikan lahan
Persetujuan Menteri Kehutanan untuk Hutan Lindung
Analisis manfaat dari pembangunan yang dilakukan
Perhitungan Daya dukung lingkungan thdp pembangunan
Perhitungan Daya tampung lingkungan sebagai akibat
pembangunan infrastruktur tersebut
Perhitungan luas area yang terkena dampak yang
ditimbulkan selama masa konstruksi
Pelaporan rutin pelanggaran daerah sempadan sungai
Program prioritas pembangunan infrastruktur bidang PU
Koordinasi (Surat Edaran Bersama) antar sektor terkait
√
√
√
√
√
√
√
- Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan tata ruang
- Pelatihan/training peningkatan kompetensi
- Pemahaman terhadap dokumen lingkungan
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
2. Penguatan Kapasitas Instansi di Daerah
-
Acuan Dokumen KLHS
Acuan Dokumen Tata Ruang
Acuan Dokumen Perencanaan (RPJP, RPJM, RENSTRA)
Analisis manfaat dari pembangunan yang dilakukan
Perhitungan Daya dukung lingkungan thdp pembangunan
√
√
√
√
Bab V | 2
51. SUMBER DAYA AIR
No.
Strategi Kebijakan
- Perhitungan Daya tampung lingkungan sebagai akibat
pembangunan infrastruktur tersebut
- Perhitungan luas area yang terkena dampak yang
ditimbulkan selama masa konstruksi
- Pelaporan rutin pelanggaran daerah sempadan sungai
- Program prioritas pembangunan infrastruktur bidang PU
- Koordinasi (Surat Edaran Bersama) antar sektor terkait
- Pengawalan dan Pemantauan Pelaksanaan.
- Monitoring pasca operasi.
- Alokasi / pengelolaan anggaran secara efektif dan efisien
- Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan tata ruang
- Sharing dana antara instansi, terutama pusat dan daerah
- Optimalisasi waktu pelaksanaan konstruksi
- Penyediaan rencana kerja dan rencana aksi yang terpola
- Standarisasi layanan melalui kualitas konstruksi
- Pelatihan/training peningkatan kompetensi
- Pemahaman terhadap dokumen lingkungan
Perencanaan
Pembangunan
Pengoperasian
Monitoring
dan Evaluasi
√
√
Pengendalian
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
3. Penguatan Kerjasama Antar Sektor
-
Acuan Dokumen KLHS
Acuan Dokumen Tata Ruang
Kejelasan status kepemilikan lahan
River Restoration
Persetujuan Menteri Kehutanan untuk Hutan Lindung
Analisis manfaat dari pembangunan yang dilakukan
Perhitungan Daya dukung lingkungan thdp pembangunan
√
√
√
√
√
√
√
Bab V | 3
52. SUMBER DAYA AIR
No.
Strategi Kebijakan
- Perhitungan Daya tampung lingkungan sebagai akibat
pembangunan infrastruktur tersebut
- Perhitungan luas area yang terkena dampak yang
ditimbulkan selama masa konstruksi
- Pelaporan rutin pelanggaran daerah sempadan sungai
- Program prioritas pembangunan infrastruktur bidang PU
- Koordinasi (Surat Edaran Bersama) antar sektor terkait
- Pengawalan dan Pemantauan Pelaksanaan.
Perencanaan
Pembangunan
Pengoperasian
Monitoring
dan Evaluasi
Pengendalian
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
- Monitoring pasca operasi.
- Alokasi / pengelolaan anggaran secara efektif dan efisien
√
- Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan tata ruang
- Sharing dana antara instansi, terutama pusat dan daerah
√
-
√
√
Optimalisasi waktu pelaksanaan konstruksi
Penyediaan rencana kerja dan rencana aksi yang terpola
Pelatihan/training peningkatan kompetensi
Pemahaman terhadap dokumen lingkungan
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
4. Penguatan Kapasitas Pendanaan
- Sharing dana pembebasan lahan dgn pemerintah daerah
- Alokasi dana oleh pemerintah daerah utk laporan RKL/RPL
- Kejelasan status kepemilikan lahan
- Analisis manfaat dari pembangunan yang dilakukan
- Perhitungan luas area yang terkena dampak yang
ditimbulkan selama masa konstruksi
- Pelaporan rutin pelanggaran daerah sempadan sungai
- Program prioritas pembangunan infrastruktur bidang PU
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Bab V | 4
53. SUMBER DAYA AIR
No.
Strategi Kebijakan
- Koordinasi (Surat Edaran Bersama) antar sektor terkait
- Monitoring pasca operasi.
- Sharing dana antara instansi, terutama pusat dan daerah
- Standarisasi layanan melalui kualitas konstruksi
Perencanaan
Pembangunan
Pengoperasian
√
√
√
√
√
√
√
√
Monitoring
dan Evaluasi
√
√
√
√
Pengendalian
√
√
√
Keterangan :
√ : harus ada/dilaksanakan
Bab V | 5
54. Tabel 5.2. Strategi Implementasi Kebijakan Pembangunan Sub Bidang Bina Marga
BINA MARGA
No.
Strategi Kebijakan
Perencanaan
Pembangunan
Pengoperasian
Monitoring
dan Evaluasi
Pengendalian
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
1. Penataan Ruang yang lebih Diperketat
-
Acuan Dokumen KLHS
Acuan Dokumen Tata Ruang
Kejelasan status kepemilikan lahan
Persetujuan Menteri Kehutanan untuk Hutan Lindung
Analisis manfaat dari pembangunan yang dilakukan
Perhitungan Daya dukung lingkungan thdp pembangunan
Perhitungan Daya tampung lingkungan sebagai akibat
pembangunan infrastruktur tersebut
Perhitungan luas area yang terkena dampak yang
ditimbulkan selama masa konstruksi
Pelaporan rutin pelanggaran ruang milik jalan
Program prioritas pembangunan infrastruktur bidang PU
Koordinasi (Surat Edaran Bersama) antar sektor terkait
√
√
√
√
√
√
√
- Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan tata ruang
- Pelatihan/training peningkatan kompetensi
- Pemahaman terhadap dokumen lingkungan
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
2. Penguatan Kapasitas Instansi di Daerah
-
Acuan Dokumen KLHS
Acuan Dokumen Tata Ruang
Acuan Dokumen Perencanaan (RPJP, RPJM, RENSTRA)
Analisis manfaat dari pembangunan yang dilakukan
Perhitungan Daya dukung lingkungan thdp pembangunan
√
√
√
√
Bab V | 6
55. BINA MARGA
No.
Strategi Kebijakan
- Perhitungan Daya tampung lingkungan sebagai akibat
pembangunan infrastruktur tersebut
- Perhitungan luas area yang terkena dampak yang
ditimbulkan selama masa konstruksi
- Pelaporan rutin pelanggaran ruang milik jalan
- Program prioritas pembangunan infrastruktur bidang PU
- Koordinasi (Surat Edaran Bersama) antar sektor terkait
- Pengawalan dan Pemantauan Pelaksanaan.
- Monitoring pasca operasi.
- Alokasi / pengelolaan anggaran secara efektif dan efisien
- Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan tata ruang
- Sharing dana antara instansi, terutama pusat dan daerah
- Optimalisasi waktu pelaksanaan konstruksi
- Penyediaan rencana kerja dan rencana aksi yang terpola
- Standarisasi layanan melalui kualitas konstruksi
- Pelatihan/training peningkatan kompetensi
- Pemahaman terhadap dokumen lingkungan
Perencanaan
Pembangunan
Pengoperasian
Monitoring
dan Evaluasi
√
√
Pengendalian
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
3. Penguatan Kerjasama Antar Sektor
-
Acuan Dokumen KLHS
Acuan Dokumen Tata Ruang
Kejelasan status kepemilikan lahan
Persetujuan Menteri Kehutanan untuk Hutan Lindung
Analisis manfaat dari pembangunan yang dilakukan
Perhitungan Daya dukung lingkungan thdp pembangunan
√
√
√
√
√
√
√
Bab V | 7