Penelitian ini merancang dan menguji coba sistem komunikasi radio UHF spread spectrum untuk infrastruktur jaringan di daerah yang belum terlayani. Sistem ini dirancang menggunakan teknik direct sequence spread spectrum pada frekuensi 350 MHz untuk mencapai jangkauan hingga 70 km. Kinerja sistem diukur dan memenuhi spesifikasi untuk aplikasi data dan suara dengan BER di bawah 10^-5.
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
Perancangan dan Pengkajian UHF Spread Spectrum Ethernet Radio
1. PERANCANGAN DAN PENGKAJIAN
UHF SPREAD SPECTRUM ETHERNET RADIO
UNTUK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KOMUNIKASI
Tunggul Arif Nugroho1), Suhardi2)
1) 2)
Departemen Teknik Elektro dan Sistem Laboratorium Sinyal dan Sistem
Komputer Departemen Teknik Elektro
Institut Teknologi Harapan Bangsa Institut Teknologi Bandung
Jl. Dipati Ukur 80-84 Bandung suhardi@lss.ee.itb.ac.id
nomi@ithb.ac.id
ABSTRAK
Telekomunikasi sudah merupakan kebutuhan dasar dan hak warga negara untuk mendapatkan layanannya.
Sementara kondisi di Indonesia masih banyak daerah yang belum mendapatkan layanan komunikasi. Hal
ini bisa disebabkan alasan geografis atau alasan ekonomis. Teknik Spread Spectrum yang terdapat pada
WLAN dan beroperasi pada frekuensi 2.4 GHz sudah banyak digunakan di perkotaan untuk akses Internet.
Karena pengaturan dan kerja sama yang kurang baik maka sekarang ini banyak WarNet yang tidak bisa
beroperasi atau terganggu karena saling Interferensi. Hal ini juga disebabkan karena penggunaan Kode
Penebar yang tetap dan tidak bisa dirubah pada perangkat WLAN tersebut. Dengan menggunakan teknik
yang sama akan tetapi dengan disain yang dilakukan sendiri banyak hal yang bisa dikembangkan atau
disesuaikan dengan kondisi. Penggunaan frekuensi UHF yang lebih rendah dari 2.4 GHz akan menambah
jangkauan. Dan pemakaian kode penebar ( spreading code ) yang berbeda dari WLAN standar, akan
menambah tingkat multiple access utnuk pembagian kanal. Interface yang didisain menggunkan Ethernet
Bridge sehingga dengan demikian perangkat ini bisa fleksible untuk menangani berbagai layanan
( multimedia).
Kata kunci : spread spectrum, UHF, kode penebar
1. PENDAHULUAN Pada penelitian ini telah dilakukan
perancangan, pembuatan, pengukuran dan
1.1. Latar Belakang analisa kinerja Sistem Spread Spectrum Direct
Sequence. Dan Pengkajian sistem tersebut untuk
Teknologi Spread Spectrum adalah aplikasi sistem komunikasi.
sistem komunikasi yang menggunakan lebar pita Perancangan dilakukan berdasarkan teori
transmisi yang lebih lebar dari kebutuhan kemudian dilakukan sistem disain berdasarkan
minimum lebar pita yang dibutuhkan untuk teori dan komponen yang digunakan. Pembuatan
mengirimkan informasi. Dan lebar pita yang dilakukan dengan menggunakan komponen
ditransmisikan ditentukan oleh suatu fungsi atu ASICs yang tersedia di pasaran. Realisasi
kode tertentu ( spreading code ) yang perangkat keras dilakukan dengan PCB dan
independent dengan sinyal informasi dan yang perangkat lunak dengan bahasa mesin pada
hanya bisa diketahui/dideteksi oleh Penerima Microcontroller.
yang mempunyai fungsi atau kode yang sama. Hasil model diuji coba dengan fokus pada
Sistem Spektral Tersebar mempunyai beberapa kinerja sistem yang terdapat interferensi. Ukuran
kelebihan antara lain : kinerja yang digunakan adalah: Sensitivitas
1. Anti Jamming sistem terhadap nominal BER, Pengaruh
2. Bisa menekan interferensi interferensi antar Kode, BER vs Eb/No dan BER
3. Memungkinkan untuk dilakukan pada saat terjadi Interferensi.
pembagian kanal berdasarkan Kode
sehingga dapat digunakan dalam sistem 1.2 Topologi Jaringan
mutiple access
4. Komunikasi yang anti sadap ( secure Aplikasi sistem Radio Ethernet ini sebagai
communications ) infrastruktur jaringan komunikasi, maka topologi
Terdapat beberapa jenis Teknik Modulasi yang yang diusulkan adalah “multiple star”. Bagan
digunakan pada sistem Spektral Tersebar, yaitu : jaringan yang diusulkan adalah sebagai berikut :
1. Direct Sequence
2. Frequency Hopping
3. Time Hopping
4. Hybrid
Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia
ITB, 3-4 Mei 2005 408
2. Gambar 1.1 Topologi Jaringan Fungsi dari masing-masing blok tersebut
adalah:
1 2 3
4 5 6
7 8 9
* 8 #
1 2 3
4 5 6
7 8 9
1 2 3
* 8 #
4 5 6
7 8 9
* 8 #
1. Spread Spectrum Modem : adalah modem
Ethernet
UHF 70 km
untuk men-convert sinyal-sinyal data
SWITCH
digital dalam bentuk sinkronous NRZ
menjadi sinyal IF yang sudah termodulasi
1 2 3
4 5 6
7 8 9
* 8 #
IP Phone
1 2 3
spread spectrum
2. Transceiver : Adalah untuk merubah
4 5 6
7 8 9
* 8 #
1 2 3
4 5 6
frekuensi IF menjadi frekeunsi kerja atau
7 8 9
* 8 # 1 2 3
4 5 6
7 8 9
* 8 #
frekeunsi yang akan dipancarkan ke udara.
IP UHF 70 km
IP UHF 70 km
1 2
4 5
3
6
Dalam hal ini digunakan frekuensi kerja
350 MHz.
7 8 9
* 8 #
1 2 3
4 5 6
7 8 9
* 8 # 1 2 3
4 5 6
7 8 9
* 8 #
iMac
iMac
3. Ethernet Bridge : sebagai interface antara
WIRELESS BRIDGE
Modem Spread Spectrum yang
mempunyai interface NRZ ke LAN 802.3
/ 10 Base T.
Dengan konfigurasi “multiple star” tersebut
maka diharapkan semua titik yang secara
geografis tersebar seperti umumnya kondisi di
1.4 Spesifikasi
Indonesia bisa terhubung. Dan apabila terdapat
Spesifikasi perangkat adalah sbb:
sebuah jalur link yang terputus maka data dapat
mengalir melalui jalur link lainnya. Ini sebuah Tabel 1.1 Spesifikasi perangkat
kelebihan yang disebut “self healing”.
No Parameter Spesifikasi Alasan
1.3 Konfigurasi Sistem 1 Data Rate 256-512 Akses internet
kbps cukup memadai
Dalam penggunaannya untuk infrastruktur 2 Mode Continuous Fleksible dan Bisa
telekomunikasi, maka sistem yang lengkap Operasi dipakai untuk voice
mempunyai konfigurasi sbb: 3 BER < 10-5 Memadai untuk data
maupun voice
Gambar 1.2 Konfigurasi sistem
5 Jenis Kode Code mempunyai tingkat
PN Baker, autokorelasi yang
UHF 70 km
Walsh tinggi
6 Modulasi QPSK Efisien dalam
penggunaan lebar
pita.
RADIO BRIDGE RADIO BRIDGE RADIO BRIDGE RADIO BRIDGE
7 Power +30 dBm Untuk mencapai
Ethernet
Ethernet
Output (min) jarak minimal 30
km
8 Frekuensi 350 MHz Mudah
RF diimplementasikan
1 2 3
4 5 6
7 8 9 1 2 3
* 8 # 4 5 6
7 8 9
* 8 #
dan mempunyai
Sistem tersebut terdiri dari perangkat Radio jangkauan yang
Spread Spectrum, Ethernet Bridge, Tower dan lebih jauh.
9 Interface RJ45 Fleksible
Antenna. Ethernet
Dari konfigurasi sistem tersebut , maka blok 10 BaseT
diagram dari perangkat Radio Bridge nya adalah
sbb:
2 SISTEM DISAIN
Gambar 1.3 Blok diagram sistem 2.1 Arsitektur Perangkat Keras
ANTENNA
Data input/informasi akan yang berupa
Ethernet
SPREAD
ETHERNET BRIDGE SPECTRUM TRANSCEIVER
MODEM
deretan NRZ serial yang akan diubah menjadi
pararel (I dan Q) dan masing-masingnya
SERVER
dikalikan/di”xor”kan dengan suatu Kode PN
yang dibangkitkan dari Generator Kode PN.
Selanjutnya data I dan Q diumpankan pada suatu
Modulator QPSK untuk dimodulasi dengan
frekuensi pembawa yang dibangkitkan dari
Osilator Lokal sebesar 350 MHz.
Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia
ITB, 3-4 Mei 2005 409
3. Pada bagian Penerima sinyal RF akan b. sebagai penghubung antara
dikuatkan terlebih dulu oleh suatu penguat Komputer dan DSSS
dengan noise figure yang rendah. Selanjutnya Blok ini menggunakan komponen
sinyal di-demodulasi dengan suatu QPSK Microcontroller dari Atmel : AT89C51
demodulator. Output nya yang berupa deretan I yang merupakan keluarga
dan Q akan di filter dan disinkronkan dengan mircocontroller MCS51.
Kode PN lokal dan diubah kembali menjadi 4. Lokal Osilator atau Signal Generator
serial NRZ. Untuk membangkitkan Frekuensi
Blok diagram dapat digambarkan sbb: Carrier yang digunakan untuk Modulasi
dan Demodulasi.
Gambar 2.1 Blok diagram Modem Blok ini dimplementasikan dengan
Signal generator
5. Data Interface
Untuk menghubungkan antara DSSS
dengan user/pemakai.
Keluaran dari DSSS masih berupa sinyal NRZ
untuk Data Input, Data Output, Clock
2.2 Modem DSSS
input dan clock output. Sehingga supaya
sinyal-sinyal tersebut sesuai dengan
Dari spesifikasi dan data sheet maka disain blok
kebutuhan pemakai perlu dilakukan interfacing.
dari sistem yang akan dibuat dengan kedua
komponen ini adalah sbb:
2.3 RF Transceiver
1. PA = Power Amplifier
Sinyal RF keluaran dari Modem masih
terlalu lemah, sehingga untuk mencapai daya
output sekitar 0 dBm diperlukan penguat
(power amplifier).
2. Amplifier = AMP
Sinyal yang diterima dari antenna
mempunyai daya yang sangat lemah karena
Gambar 3.3 Blok diagram sistem DSSS sudah melewati udara. Sehingga diperlukan
penguat yang mempunyai noise figure yang
Fungsi masing-masing Blok adalah sbb: rendah untuk menguatkan sinyal.
1. DSSS Base Band Processor (Direct
Sequence Spread Spectrum ) 3 PROTOYPING
Adalah merupakan jantung (core) dari
Sistem Komunikasi Spektral Tersebar. 3.1 Skematik Diagram
Didalam blok ini terdapat dua bagian Dari Blok Diagram dan Spesifikasi hasil
utama yaitu : Pemancar dan Penerima. dari proses Perancangan maka langkah
Blok ini akan diimplementasikan selanjutnya adalah menuangkan hasil tersebut
dengan komponen HFA3824AIV. kedalam skematik diagram. Penggambaran
2. BPSK/QPSK Modulator Demodulator skematik menggunakan perangkat lunak dari
(Modem) Protel. Skematik ini dibuat berdasarkan data dan
Digunakan untuk memodulasi sinyal manual komponen tersebut. Daftar komponen
pita-dasar keluaran DSSS menjadi lengkap terdapat pada lampiran 2.
sinyal RF dengan frekuensi pembawa
yang dibangkitkan oleh Osilator Lokal
Blok ini akan dimplementasikan dengan
komponen RF2938
3. Microcontroller
Didalam komponen HFA3824AIV
terdiri dari banyak register yang harus
diisi untuk parameter kerjanya. Untuk
melakukan pengisian tersebut diperlukan
microcontroller. Fungsi
microcontroller adalah:
a. melakukakan download
parameter ke komponen DSSS
Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia
ITB, 3-4 Mei 2005 410
4. A. Skema DSSS dan Microcontroller meletakkan seluruh komponen. Proses
pembuatan dipermudah dengan bantuan CAD
Protel. Dengan memasukkan skematik file secara
semi automatis PCB akan terbentuk.
Dibawah ini adalah hasil rancangan PCB (top
layer) untuk DSSS.
Gambar 3.9 Skema DSSS
Penjelasan:
Untuk memprogram/mengisi register
HFA3824 dengan microcontroller AT89C51
menggunakan PIN control SD, SCLK, AS, CS Gambar 3.13 PCB DSSS
dan R/W.
Magnitude Autokorelasi dari hasil proses PCB menggunakan double layer dengan
Matched Filter terdapat pada TEST7~TEST0 dan bahan FR4 ( Woven glass, Flameretardant epoxy
diubah menjadi sinyal analog oleh DAC0808. resin ) yang mempunyai konstanta dielektrik
Isi register HFA3824 bisa secara manual bahan ( εr ) = 4 dan tebal h =1.6 mm.
diprogram/diubah dengan menggunakan PC Untuk PCB IQ Modem karena sudah
melewati AT89C51 Pin 11 (TXD) dan Pin 10 melibatkan frekuensi tinggi ( 350 MHz ) maka
(RXD) perlu dilakukan penentuan lebar jalur PCB
supaya didapatkan kondisi impedansi yang match
B. Skema IQ Modem untuk frekuensi 350 MHz. Impedansi saluran
pada bagian frekuensi tinggi diusahakan 50 ohm.
Hal ini mengingat bahwa konektor, kabel dan
Antenna mempunyai impedansi 50 Ohm.
Dibawah ini hasil rancangan PCB IQ Modem :
Gambar 3.10 Skema IQ Modem
Penjelasan:
-Output/Input RF dan Lokal Osilator
menggunakan konektor SMA
-Komponen pasif ( Inductor, Capacitor dan
Resistor ) menggunakan jenis SMD ( Surface
Mount Devices )
-Perlu dipasang de-coupling capasitor setiap
input VCC
-Tegangan yang digunakan adalah 3.3 Volt
3.2 Perancangan Software di Microcontroller
Gambar 3.14 PCB IQ Modem
Untuk merubah parameter-parameter
yang terdapat pada Base band Processor maka File PCB tersebut kemudian dikirimkan
diperlukan Software. Perangkat lunak ini ke pembuat PCB. Hasilnya adalah PCB double
diimplementasikan pada Microcontroller layer yang langkah selanjutnya melakukan
AT89C51 keluaran Atmel yang sangat popular. penyolderan komponen. Proses penyolderan
Tugas utama dari Microcontroller ini dilakukan dengan hati-hati karena kebanyakan
untuk melakukan pengisian register dalam komponen adalah sensitive terhadap listrik statis.
HFA3824 sesuai dengan hasil rancangan dan
berkomunikasi dengan PC. Hasil pembuatan model dapat dilihat di gambar
berikut:
3.3 Realisasi Model/Prototipe
Proses selanjutnya setelah Desain
skematik selesai adalah membuat PCB ( Printed
Circuit Board ) yaitu suatu papan tercetak untuk
Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia
ITB, 3-4 Mei 2005 411
5. Filter yang berupa sinyal dengan kuantisasi 8 bit
akan dirubah menjadi sinyal analog dengan suatu
Digital to Analog Converter 8 bit.
4.1.1.1 Konfigurasi Pengukuran Autokorelasi
Gambar 4.1 Konfigurasi pengukuran Autokorelasi
4.1.2 Sensitivitas dan BER vs Eb/No
Sensitivitas dalam Penerima Spektral
Tersebar adalah daya minimum yang dibutuhkan
oleh Penerima untuk mendapatkan minimum S/N
4 UJI COBA untuk mendapatkan BER tertentu. Misalnya kita
definisikan bahwa BER yang masih bisa diterima
Pada tahap ini akan dilakukan pengujian dan adalah 10-5, maka kebutuhan daya minimum
analisa kinerja sistem dari perangkat yang untuk BER 10-5 adalah sensitivitas dari penerima.
diimplementasikan. Penekanan pada pengukuran BER vs Eb/No dalam
ini adalah kinerja sistem yang diukur dalam Penerima merupakan besaran yang penting dan
besaran BER ( bit error rate ) terhadap beberapa selalu menjadi ukuran kinerja dari suatu
kondisi. Dalam bab ini akan dibahas mengenai perangkat transmisi radio. Untuk mengukur BER
metoda pengukuran, hasil pengukuran dan digunakan BER Meter, sedangkan untuk
analisa dari hasil pengukuran. mengukur Eb/No digunakan Spectrum Analyzer
dengan metoda khusus. Secara langsung
4.1 Alat ukur yang digunakan Spectrum Analyzer hanya bisa mengukur
(Co+No)/No yaitu rapat spektral sinyal dan derau
Sebelum digunakan seluruh alat ukur berbanding dengan rapat spektral derau. Untuk
sudah dikalibrasi terlebih dahulu. Dalam proses mendapatkan Eb/No dari (Co+No)/No terukur
pengujian ini diperlukan alat ukur dan alat bantu dengan menggunakan metoda sesuai dengan
sbb: Annex 6 dan Annex 7 dari SSOG(13). Langkah-
1. Digital Osiloskop 100 MHz, langkahnya adalah sbb:
tipe:54601B 1. Ukur (Co+No)/No sesuai dengan display pada
2. Spectrum Analyzer, Anvantest, tipe Spectrum Analyzer
R3365 2. Koreksi (Co+No)/No ke Co/No dengan rumus
3. BER meter, HP, tipe : 3784A sbb:
4. Noise Source Co
= 10 log (10((Co+No/No)/10) – 1)
5. Attenuator : 10-50 dB No
6. Printer / Plotter XY [dB] (4.1 )
7. Personal Computer (PC) 3. Hitung C/No (perbandingan antara carrier
dengan rapat
4.2 Metoda Pengukuran dan Perhitungan spektral derau ) untuk QPSK dengan
4.1.1 Autokorelasi ( Output Matched Filter ) rumus :
Output Matched Filter menunjukkan C C
besarnya autokorelasi yang terjadi antara Kode = o - 3 + 10 log (R) [dB-Hz]
No No
PN ( pnt ) yang diterima dengan Kode PN lokal
(4.2)
( pnr). Besarnya autokorelasi dua deret PN bisa
dimana R = kecepatan
ditunjukkan dari persamaan 2.12.
transmisi (bits/detik)
Dalam bagian ini akan dilakukan
4. Hitung Eb/No dengan
pengukuran secara fisik dari besarnya
autokorelasi dua deret Kode Barker yang identik Eb C
= - 10 log ( R ) [dB]
yang berasal dari Pemancar dan Penerima. Dari No No
bab 3 sudah dijelaskan bahwa output Matched (4.3)
Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia
ITB, 3-4 Mei 2005 412
6. [2] Peterson, Roger L, Ziemer, Rodger E,
4.1.2 Konfigurasi Pengukuran Sensitivitas dan Introduction to Spread Spectrum
BER vs Eb/No Communications, Prentice Hall 1995
[3] Sklar, Bernard, Digital Communication
Fundamentals and Applications, Prentice Hall,
New Jersey, 1988.
[4] Cooper, George R, McGillem, Clare D,
Modern Communication and Spread Spectrum,
McGraw-Hill, 1986
[5] Torrieri D.J, Principles of Secure
Communication System, ed.2, Artech House,
1992
[6] Freeman, Roger L, Radio System Design for
telecommunications (1-100 GHz), John
Wiley&Sons,1987
[7] RF Micro Devices, Designer Handbook, RF
Micro Devices 1998
Gambar 4.2 Konfigurasi pengukuran Sensitivitas dan BER [8] Harris Semiconductor, Wireless
vs Eb/No Communication Design Seminar, Harris
Semiconductor, 1996
5 KESIMPULAN
[9] Harris Semiconductor, Technical
Dari hasil pengukuran dan analisa pada Bab
4 maka dapat diambil kesimpulan sbb: Information, Harris Semiconductor,
1. Terdapat perbedaan dari teori terhadap 1997
pengukuran BER vs Eb/No sebesar 3 dB.
Analisa hal ini disebabkan oleh : Phase
Noise Lokal Osilator, phase and
amplitude offset dari Modem dan sistem
shielding dan pentanahan yang kurang
baik.
2. Sistem masih bekerja dengan normal pada
kondisi terdapat Interferensi Pita sempit
dengan J/S sampai dengan 7 dB.
Penambahan daya interferensi sampai
dengan J/S = 22 dB mengakibatkan sistem
menurun kinerjanya.
3. Pada interferensi pita lebar ( dengan Kode
PN yang berbeda ) dengan J/S= 0 dB
( atau daya sinyal interferensi sama besar
dengan sinyal DSSS ) dengan offset 4
MHz sistem bekerja dengan normal BER
< 10-5 .Sedangkan pada offset 0 MHz
( atau kedua sinyal berhimpit ) dengan J/S
= - 5 dB sistem masih bekerja dengan
cukup baik.
4. Sehingga disimpulkan bahwa bila terdapat
Interferensi dari pemakai sistem DSSS
lain dengan Kode PN yang berbeda sistem
masih bekerja dengan cukup baik dengan
BER < 10-4
6 REFERENSI
[1] Dixon, Robert C, Spread Spectrum System
with
Commercial Application, John Wiley and
Son
1994
Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia
ITB, 3-4 Mei 2005 413