Dalam penelitian ini diambil rumusan permasalahan yaitu Bagaimana pengaruh PDRB (Pendapatan Distributor Regional Bruto) dan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara dengan tujuan mengetahui pengaruh PDRBdan IPM terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara menggunakan metode Geographically Weighted Regression (GWR).
1. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI
SUMATERA UTARA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GWR (GEOGRAPHICALLY
WEIGHTED REGRESSION)
Marni, Muliyani
Jurusan Statistika, Fakultas Sains dan Teknologi
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
marnistatistik@gmail.com , MULIYANI212330@gmail.com
ABSTRAK
Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki pengeluaran per kapita perbulan lebih kecil
dari garis kemiskinan. Jawa Timur dalam realitanya masih banyak masyarakat yang hidup di bawah
garis kemiskinan. Dalam penelitian ini diambil rumusan permasalahan yaitu Bagaimana pengaruh
PDRB (Pendapatan Distributor Regional Bruto) dan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) terhadap
tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara dengan tujuan mengetahui pengaruh PDRBdan IPM
terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara menggunakan metode Geographically
Weighted Regression (GWR). Dalam penelitian ini digunakan beberapa variabel yang diduga
mempengaruhi tingkat kemiskinan. Deskripsi persentase penduduk miskin tiap Kabupaten/Kota
menunjukan bahwa penduduk miskin memiliki pola menyebar begitu pula faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Gambaran tersebut diperkuat dengan hasil pengujian Glejser yang menunjukkan
bahwa data memiliki heterogenitas spasial. Hasil pemodelan dengan GWR lebih baik daripada model
regresi global dikarenakan memiliki R2 sebesar 84,47% yang lebih besar. 83,64%. Model GWR yang
dihasilkan berbeda-beda untuk tiap kabupaten/kota dan mengelompokan variabel-variabel yang
signifikan kedalam hasil pemodelan dengan menggunakan peta tematik.
Kata Kunci : Penduduk Miskin, PDRB, IPM, Heterogenitas Spasial, GWR
2. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemiskinan menjadi salah satu penyakit dalam perekonomian dihampir setiap negara, terlebih
lagi dinegara berkembang seperti Indonesia yang masih memiliki tingkat kemiskinan cukup tinggi
dibandingkan dengan beberapa negara di sekitarnya. Permasalahan kemiskinan merupakan
permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensional. Oleh karena itu, upaya-upaya
pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara benar, mencakup berbagai aspek kehidupan
masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu.
Kemiskinana adalah suatu “penyakit” yang melanda hampir seluruh belahan dunia, tidak
terkecuali Indonesia. Oscar Lewis, seorang antropolog, mengungkapkan bahwa maslah kemiskinan
buanlah masalah ekonomi bukan pula masalah ketergantungan antar negara atau masalah
pertentangan kelas. Memang hal-hal tadi dapat dan merupakan penyebab kemiskinan itu sendiri
tetapi menurut Lewis, kemiskinan adalah budaya atau sebuah cara hidup. Dengan demikian karena
kebudayaan adalah sesuatu yang diperoleh dengan belajar dan sifatnya selalu diturunkan kepada
generasi selanjutnya maka kemiskinan menjadi lestari di dalam masyarakat yang berkebudayaan
kemiskinan karena pola-pola sosialisasi, yang sebagaian besar berlaku dalam kehidupan keluarga.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kemiskinan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu alat ukur indikator perekonomian
suatu wilayah. PDRB menunjukkan nilai bersih barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai
kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam suatu priode. Perhitungan PDRB salah satunya
menggunakan pendekatan nilai tambah atau produksi,
yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya alam. Oleh karena itu, besaran PDRB yang
dihasilkan oleh masingmasing daerah sangat bergantung kepada pengelolaan sumber daya alam
dan faktor produksi daerah tersebut. Adanya keterbatasan dalam pengelolaan sumber daya alam dan
penyediaan faktor-faktor tersebut menyebabkan besaran PDRB bervariasi antar daerah. Namun, saat
ini sumber daya alam mengalami penurunan yang cepat tanpa adanya pengganti yang memadai.
Daya dukung alam semakin menurun, membuat pertumbuhan perekonomian masyarakat terganggu
kestabilannya.
Beberapa penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan dengan
metode statistika sudah banyak dilakukan. Namun, penelitian tersebut belum memperhatikan faktor
penting dari kemiskinan dan mengkaitkannya dengan faktor spasial. Oleh karena itu, dilakukan
penelitian untuk memodelkan tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara dengan
mempertimbangkan faktor kemiskinan. Selanjutnya dilakukan pemodelan tingkat kemiskinan untuk
mengetahui faktor yang berpengaruh secara signifikan di tiap lokasi menggunakan metode
Geographically Weighted Regression (GWR) karena adanya faktor spasial.
Metode regresi merupakan metode yang menghasilkan estimasi dari parameter yang
memodelkan hubungan variabel bebas dan variabel respon. Namun, metode regresi biasa tidak
mempertimbangkan aspek lokal yang berbedabeda antar wilayah. Oleh karena itu dalam penelitian
ini akan dikembangkan pemodelan persentase penduduk miskin yang direpresentasikan dalam
pembobot yang berbeda-beda untuk masing-masing lokasi dengan menggunakan Geographically
Weighted Regression (GWR). GWR merupakan pengembangan dari regresi global untuk variabel
yang bersifat kontinu.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka dalam makalah ini akan dilakukan penelitian
terhadap tingkat kemiskinan berdasarkan faktor spasial. Dalam penelitian ini diharapkan mampu
memberikan informasi tentag tingkat kemiskinan serta factor-faktor yang berpengaruh di Provinsi
Sumatera Utara.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan maslah yang akan dicapai dalam makalah ini
adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana pengaruh PDRB terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara?
b. Bagaimana pengaruh IPM terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara?
3. 1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan yang akan dicapai dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pengaruh PDRB terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara.
b. Untuk mengetahui pengaruh IPM terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian kali ini adalah Sebagai bahan refernsi/bacaan bagi pihak yang
membutuhkan.
TEORI PENUNJANG
2.1 Kemiskinan
Kemiskinan menurut BPS didasarkan pada garis kemiskinan (poverty line). Nilai garis kemiskinan
yang digunakan untuk menentukan kemiskinan mengacu pada kebutuhan minimum yang dibutuhkan
oleh seseorang yaitu 2100 kalori per kapita per hari, ditambah dengan kebutuhan minimurn non-makan
yang merupakan kebutuhan dasar seseorang yang meliputi: papan, sandang, sekolah, transportasi, sera
kebutuhan rumah tangga dan individu yang mendasarinya. Menurut BPS, seseorang/individu yang
pengeluarannya lebih rendah dari Garis Kemiskinan maka seseorang/individu tersebut dikatakan miskin.
Kemiskinan merupakan masalah kompleks tentang kesejahteraan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor
yang saling berkaitan, antara lain tingkat pendapatan masyarakat, pengangguran, pendidikan, gender,
dan lokasi lingkungan. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi
juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau kelompok orang
dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan
2.2.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator penting untuk
mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku
maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan
oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi pada suatu daerah.
PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga pada tahun berjalan, sedang PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai
tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun
tertentu sebagai tahun dasar. PDRB menurut harga berlaku digunakan untuk mengetahui kemampuan
sumber daya ekonomi, pergeseran, dan struktur ekonomi suatu daerah. Sementara itu, PDRB konstan
digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun atau pertumbuhan
ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh faktor harga. PDRB juga dapat digunakan untuk mengetahui
perubahan harga dengan menghitung deflator PDRB (perubahan indeks implisit). Indeks harga implisit
merupakan rasio antara PDRB menurut harga berlaku dan PDRB menurut harga konstan.
2.2.2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam
memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. IPM diperkenalkan oleh United
Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990 dan dipublikasikan secara berkala dalam
laporan tahunan Human Development Report (HDR). IPM dibentuk oleh 3 (tiga) dimensi dasar:
1. Umur panjang dan hidup sehat
2. Pengetahuan
3. Standar hidup layak
Adapun manfaat dari IPM adalah sebagai berikut :
IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas
hidup manusia (masyarakat/penduduk).
4. IPM dapat menentukan peringkat atau level pembangunan suatu wilayah/negara.
Bagi Indonesia, IPM merupakan data strategis karena selain sebagai ukuran kinerja Pemerintah, IPM
juga digunakan sebagai salah satu alokator penentuan Dana Alokasi Umum (DAU).
2.3 Regresi Spasial
Data Spasial merupakan data yang menunjuk posisi geografi dimana setiap karakteristik memiliki
satu lokasi yang harus ditentukan dengan cara yang unik. Untuk menentukan posisi secara absolut
berdasar sistem koordinat. Untuk area kecil, system koordinat yang paling sederhana adalah grid
segiempat teratur. Untuk area yang lebih besar, berdasarkan proyeksi kartografi yang umum digunakan
[Tuman,2001].
Regresi spasial merupakan suatu analisis untuk mengevaluasi hubungan antara satu peubah dengan
beberapa peubah lain dengan memperhatikan pengaruh spasial. Model umum regresi spasial adalah
sebagai berikut:
Y= W1y+Xβ+u
u=λW2u+ε
ε~n(0, I) (1)
(Anselin, 1999).
2.4 Pengujian Asumsi Residual
2.4.1 Uji Homoskedastisitas (Identik)
Uji homoskedastisitas bertujuan untuk melihat sebaran atau variansi titik-titik dari nilai residual.
Model regresi yang baik juga salah satunya ialah nilai residual yang muncul dalam fungsi regresi populasi
mempunyai varians yang sama atau homoskedastik. Untuk mengetahui ada atau tidaknya
heteroskedastisitas dilakukan pengujian Glejser, hipotesis adalah sebagai berikut:
H0 : (Homoskedasitas)
H1 : minimal ada satu (Heterokedasitas)
2.4.2 Uji Autokorelasi (Independen)
Uji autokorelasi digunakan untuk melihat apakah ada hubungan linier antara error serangkaian
observasi yang diurutkan menurut waktu.Model dikatakan baik jika tidak terdapat masalah
autokorelasi.Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah autokorelasi adalah
dengan uji Durbin-Watson(DW). Jika D lebih kecil dari DL atau lebih besar dari (4-DL) maka hipotesis nol
ditolak, yang berarti terdapat autokorelasi. Berikut pengujian hipotesisnya :
H0 : tidak terdapat autokorelasi (independen)
H1 : terdapat autokorelasi (dependen)
2.4.3 Uji Kenormalan
Uji normalitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal
(Ghozali,2005). Jika asumsi kenormalan tidak terpenuhi, estimasi OLS tidak dapat digunakan. Beberapa
pengujian yang dapat dilakukan untuk asumsi distribusi normal adalah Anderson Darling, Kolmogorov-
Smirnov, Jarque-Bera test, dan Skewnes-Kurtosis. Hipotesis untuk uji Kolmogorov-Smirnov adalah
sebagai berikut:
𝐻0 : Residual berdistribusi normal
𝐻1 : Residual tidak berdistribusi normal
2.5 Model GWR
Analisis regresi merupakan analisis statistika yang bertujuan untuk memodelkan hubungan antara
peubah respon Y dengan peubah penjelas X, di mana dugaan parameterpersamaan berlaku untuk
semua lokasi pengamatan. Model GWR merupakan pengembangan dari model regresi, tapi pada model
GWR parameter persamaan untuk setiap lokasi pengamatan berbeda dengan lokasi lainnya, sehingga
banyaknya vektor parameter yang diduga sama dengan banyaknya lokasi pengamatan yang digunakan
dalam data. Model yang dihasilkan pada analisis GWR juga tidak dapat digunakan untuk menduga
parameter selain parameter di lokasi pengamatan (Walter et al. 2005). Secara umum model GWR dapat
ditulis dalam bentuk matriks berikut:
5. ( ) ∑ ( ) (2)
Dengan adalah nilai observasi dari variable respon ke-i, adalah nilai observasi variable
prediktor ke-k pada pengamatan ke-i, ( ) adalah koordinat spatial longitude dan latitude pada
pengamatan ke-i, adalah koefisien regresi dan adalah error ke-i dimana i =1,2…p.
Persamaan regresi linier parameter adalah kasus khusus dari Persamaan (2), dimana parameter
dalam persamaan regresi linier diasumsikan invarian spatial. Jadi, Persamaan GWR pada (2)
menunjukan adanya variasi spatial yang mungkin terdapat dalam model. Pada Persamaan (2) dapat
dilihat bahwa banyaknya parameter yang tidak diketahui lebih banyak daripada banyaknya observasi.
Model seperti ini telah dibahas dalam literature-literatur statistika seperti pada Rosenberg (1973), Hastie
dan Tibshirani (1990), dan Loader (1999). Dari literatur-literatur tersebut, dapat disimpulkan bahwa
koefisien tidak diasumsikan random, tapi menjadi fungsi deterministik dari beberapa variabel (dalam
kasus ini adalah lokasi).
Dalam proses GWR, ketika akan mengestimasi parameter di lokasi i adalah dengan melakukan
analisis regresi dari titik-titik yang berdekatan, sehingga akan didapatkan estimasi untuk ( ) untuk
i. Dengan cara yang sama untuk menaksir parameter pada lokasi i berikutnya, adalah dengan mencari
titik-titik dari subset yang berdekatan, dan begitu selanjutnya. Estimasi seperti diatas dapat menimbulkan
bias dan varians besar. Jika memiliki sampel besar akan menyebabkan proses kalibrasi yang cukup lama
(dengan proses kalibrasi yang sudah bias). Oleh karena itu, agar nilai estimasi dari koefisien parameter
memiliki nilai standar error yang kecil adalah dengan menambahkan proses kalibrasi, namun semakin
besar sampel dan semakin lama proses kalibrasi maka semakin banyak parameter yang akan
menyimpang dari subset, dan proses akan semakin bias. Untuk menyelesaikan permasalahan ini maka
digunakan pembobotan dalam proses analisisnya, sehingga kalibrasi akan memberikan pengaruh pada
titik yang dekat dengan i.
Seperti dibahas sebelumnya, bahwa proses GWR mengasumsikan bahwa observe data lokasi ke i
mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam estimasi ( ) dari pada data dilokasi yang jauh dari i.
Oleh karena itu Weighted Least Square (WLS) dilakukan sebagai dasar untuk metode GWR. Dalam
GWR observasi di bobot sesuai dengan kedekatannya terhadap lokasi i, sehingga pembobotan tidak lagi
konstan namun tergantung pada variasi dari lokasi i. Jika unit pengamatan berupa wilayah/area dan
terjadi pelanggaran asumsi homoskedasitas, maka analisis yang dilakukan untuk mengetahui hubungan
antara satu variable tak bebas dengan satu atau lebih variable bebas tidak lagi digunakan analisis regresi
global, melainkan dengan menggunakan analisis data spatial. Brundson, Fotheringham dan Charlton
(1998) mengembangkan sebuah metode untuk menganalisis data spasial yang kemudian diberi nama
Geographically Weighted Regression (GWR). Model ini merupakan model regresi linier lokal (locally linier
regression) yang menghasilkan penaksir parameter model yang bersifat lokal untuk setiap titik atau lokasi
dimana data tersebut dikumpulkan. Variabel koordinat spatial longitude dan lattitude merupakan variable
yang digunakan dalam pembobotan untuk penaksiran model GWR. Dalam model GWR, variabel respon
ditaksir dengan variabel prediktor yang setiap koefisien regresinya tergantung pada lokasi, hal ini
menyebabkan banyaknya parameter yang di taksir menjadi lebih besar dari banyaknya observasi.
Semakin banyak observasi maka jumlah parameter akan semakin besar (Leung et.al, 2000). Untuk
menyelesaikan masalah ini, Brundson, Fotheringham dan Charlton (1998) mengasumsikan bahwa
koefisien regresi menjadi fungsi deterministik dari beberapa variabel lainnya, dan bukan lagi sebagai
variabel bebas.
Studi kasus untuk penelitian ini adalah mengenai paparan model output pada
Misalkan pembobot untuk setiap lokasi ke- i adalah ( ) j =1,2,….,n, maka parameter lokasi
( )diestimasi dengan menambahkan unsur pembobot pada persamaan (2) dan kemudian
meminimumkan jumlah kuadrat error berikut ini :
∑ ( ) ∑ ( )( ( ) ( ) ( ) ( ) )
6. Dalam bentuk matriks :
( ) ( ) ( ) ( ) ( )
Penaksir parameter model GWR untuk setiap lokasi yaitu:
̂( ) ( ( ) ) ( ) (3)
Karena terdapat n lokasi sampel maka penaksir ini merupakan penaksir setiap baris dari matrik local
parameter seluruh lokasi penelitian. Matriksnya adalah:
[
( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )
]
2.6 Pemilihan Bandwidth
Bandwidth dapat dianalogikan sebagai radius suatu lingkaran, sehingga sebuah. Jika pembobot yang
digunakan adalah fungsi kernel, maka pemilihan bandwidth menjadi sangat penting, karena bandwidth
digunakan sebagai pengontrol keseimbangan antara kesesuaian kurva terhadap data dan kemulusan
data. Nilai bandwidth yang cukup besar akan menyebabkan bias yang semakin besar karena model yang
dibentuk terlalu halus (oversmoothing) yang disebabkan oleh banyaknya pengamatan yang digunakan.
Nilai bandwidth yang semakin besar menyebabkan model GWR akan mendekati model global.
Sebaliknya, nilai bandwidth yang sangat kecil akan memberikan bentuk penyesuaian yang sangat kasar
(undersmoothing) sehingga variannya cukup besar.
Metode yang akan digunakan untuk mendapatkan bandwidth optimum, adalah pendekatan Cross
Validation (CV). Secara matematis nilai CV dapat ditulis sebagai berikut:
∑ ( ̂ ( )) (4)
Dengan ̂ ( ) : nilai penaksir (fitting value) dimana pengamatan di lokasi (ui,vi) dihilangkan dalam
proses penaksiran .Selain metode Cross Validation, terdapat metode lain untuk memilih bandwidth
diantaranya Generalized Cross Validation (GCV), Akaike Information Criteria (AIC), dan Bayesian
Information Criterion (BIC).
2.7 Pemilihan Fungsi Pembobot (Weight)
Pemilihan fungsi pembobot spatial yang digunakan dalam menaksir parameter sangat penting untuk
menentukan besarnya pembobot masing-masing lokasi yang berbeda. Secara sistematis fungsi
pembobot dapat ditulis sebagai berikut :
a. Gaussian
( ) ( ( ) ) (5)
b. Adaptive Gaussian
( ) ( ( ) ) (6)
c. Bisquare
( ) {
[ ( ) ]
(7)
7. d. Adaptive Bisquare
( ) {
[ ( ) ]
(8)
e. Tricube
( ) {
[ ( ) ]
(9)
f. Adaptive Tricube
( ) {
[ ( ) ]
(10)
2.8 Pengujian Kesesuain Model (Goodnes of Fit)
Pengujian ini dilakukan dengan menguji kesesuaian dari koefisien parameter secara serentak, yaitu
dengan mengkombinasikan uji regresi linier pada model regresi global dengan model pada persamaan
(2) untuk data spasial. Uji ini sama juga dengan menguji apakah pembobot ( ) yang digunakan
dalam proses penaksiran parameter sama dengan satu. Bentuk hipotesis dari pengujian ini adalah
sebagai berikut :
H0 : βk (ui , vi) = βk (tidak ada perbedaan yang signifikan anatara model regresi global dengan GWR),
untuk setiap i,i = 1,2,3,…,n dan k = 1,2,…,p
H1 : paling sedikit ada satu βk (ui , vi) ≠ βk (ada perbedaan yang signifikan antara model regresi global
dengan GWR)
2.9 Pengujian Parameter Model
Pengujian parsial digunakan untuk mengetahui signifikansi parameter βk (ui , vi) = βk terhadap
variable respon secara parsial pada model GWR. Bentuk hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0 : βk (ui , vi) = 0 (tidak terdapat pengaruh variable bebas terhadap variabel tak bebas)
H1 : βk (ui , vi) ≠ 0, k = 1,2,…,p (minimal terdapat satu variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel
tak bebas)
2.10 Ukuran Kebaikan Model
Ukuran kebaikan model yang digunakan adalah koefisien determinasi. Koefisien determinasi adalah
nilai yang menunjukkan seberapa besar nilai variabel terikat Y dijelaskan oleh variabel X. Koefisien
determinasi ini hanya menunjukkan ukuran proporsi variansi total dalam respon Y yang diterangkan oleh
model yang dicocokkan. Koefisien determinasi ini biasanya digunakan untuk melihat kecocokan model
regresi yang dinotasikan dengan R2 (Walpole & Myers, 1995). Untuk mendapatkan nilai koefisien
determinasi (R2) dapat diperoleh dengan rumus :
𝑅
2
= di mana : 0 ≤ R
2
≤ 1 (11)
8. BAB III
METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Badan
Pusat Statistik , data sekunder yang digunakan adalah data Tingkat Kemiskina, IPM dan PDRB tahun
2014. Dalam penelitian ini juga menggunakan letak titik lintang dan titik bujur sebagai faktor pembobot
georgrafis. Unit penelitian yang diteliti adalah 32 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Y : Tingkat Kemiskinan per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
X1 : PDRB
X2 : IPM
Langkah-langkah analisis yang dilakukan untuk mencapai mencapai tujuan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Pengujian asumsi residual.
2. Menentukan ui dan vi berdasarkan garis lintang selatan dan garis bujur timur untuk setiap
kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara.
3. Mendapatkan model regresi terbaik untuk pemodelan penduduk miskin dengan criteria AIC.
4. Menentukan bandwith optimum dan fungsi pembobot.
5. Mendapatkan penaksir parameter model GWR.
6. Melakukan pengujian kesamaan model regresi global dan GWR.
7. Mengukur kebaikan model.
8. Penarikan kesimpulan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Regresi Global
**************************************************************************************************************
Global regression result
**************************************************************************************************************
< Diagnostic information >
Residual sum of squares: 6954.993051
Number of parameters: 3
(Note: this num does not include an error variance term for a Gaussian model)
ML based global sigma estimate: 14.517485
Unbiased global sigma estimate: 15.226067
Log-likelihood: 270.223292
Classic AIC: 278.223292
AICc: 279.651864
BIC/MDL: 284.209322
CV: 245.161875
R square: 0.836417
Adjusted R square: 0.819494
Variable Estimate Standard Error t(Est/SE)
-------------------- --------------- --------------- -------- ---------------------------------------------------------------
Intercept 94.343720 40.382498 2.336253
PDRB 6.178584 0.529895 11.660025
IPM -1.054158 0.610813 -1.725827
Berdasarkan hasil analisis di atas, maka diperoleh persamaan regresi global, sebagi berikut:
Y = 94,343720 + 6,178584X1 – 1,054158X2
9. 4.2 Pengujian Asumsi Residual
4.2.1 Uji Heteroskedastisitas
Hipotesis:
H0 : (Homoskedasitas)
H1 : minimal ada satu (Heterokedasitas)
Kriteria Uji:
P-value < α maka H0 ditolak
P-value > α maka H0 diterima
Taraf Nyata:
Taraf nyata yang digunakan adalah 95% dengan tingkat kesalahn α sebesar 5% (0,05).
Kesimpulan:
Berdasarkan hasil analisis di atas diperoleh nilai P-value untuk semua variabel < α (0,05), maka dapat
disimpulkan bahwa residual bersifat heterokedastisitas atau terjadi heterokedastisitas.
4.2.2 Uji Autokorelasi
Hipotesis:
H0 : tidak terdapat autokorelasi (independen)
H1 : terdapat autokorelasi (dependen)
Kriteria Uji:
du < d < 4-du maka H0 diterima
Taraf Nyata:
Taraf nyata yang digunakan adalah 95% dengan tingkat kesalahn α sebesar 5% (0,05).
Kesimpulan:
Berdasarkan hasil analisis di atas diperoleh nilai d sebesar 1,804, du(0.05,2) sebesar 1,5528 dan 4-du
sebesar 2,4475. Karena 1,5528 < 1,804 < 2,4475 maka H0 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak terdapat autokorelasi pada residual.
10. 4.2.2 Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Residual
N 33
Normal Parameters
a,b
Mean 3.1934
Std.
Deviation
2.67361
Most Extreme
Differences
Absolute .138
Positive .138
Negative -.118
Test Statistic .138
Asymp. Sig. (2-tailed) .115
c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
Hipotesis:
𝐻0 : Residual berdistribusi normal
𝐻1 : Residual tidak berdistribusi normal
Kriteria Uji:
P-value < α maka H0 ditolak
P-value > α maka H0 diterima
Taraf Nyata:
Taraf nyata yang digunakan adalah 95% dengan tingkat kesalahn α sebesar 5% (0,05).
Kesimpulan:
Berdasarkan hasil analisis di atas diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,115 < α (0,05), maka H0
diterima yang artinya residual telah berdistribusi normal.
4.3 Model GWR
Berdasarkan hasil analisis diperoleh model persamaan GWR, sebagai berikut :
Y0 = 91,535762 +6,205076X1 – 1,0226X2
Dengan nilai R
2
sebesar 0,845827 dengan thitung masing-masing untuk variabel independen sebsar
11.09759 dan | -1.562559|.
4.3.1 Pemilihan Bandwith
Bandwidth search <golden section search>
Limits: 13, 33
Golden section search begins...
Initial values
pL Bandwidth: 13.000 Criterion: 319.421
p1 Bandwidth: 20.639 Criterion: 299.018
p2 Bandwidth: 25.361 Criterion: 294.674
pU sBandwidth: 33.000 Criterion: 287.060
iter 1 (p2) Bandwidth: 25.361 Criterion: 294.674 Diff: 4.721
iter 2 (p2) Bandwidth: 28.279 Criterion: 292.922 Diff: 2.918
iter 3 (p2) Bandwidth: 30.082 Criterion: 287.094 Diff: 1.803
The upper limit in your search has been selected as the optimal bandwidth size.
Best bandwidth size 33.000
Minimum AICc 287.060
11. Berdasarkan hasil analisis di atas dapat diketahui bahwa bandwith optimal atau bandwith yang
terbaik untuk model GWR dengan metode penimbang Kernel Adaptive Bi-square sebesar 33,000 dengan
nilai minimum AICc sebesar 287,060. Artinya terdapat 33 tetangga (Kabupaten/Kota) terdekat yang
signifikan mempengaruhi suatu Kabupaten/Kota.
4.4 Pengujian Kesesuain Model (Goodnes of Fit)
***************************************************************
GWR ANOVA Table
****************************************************************************
Source SS DF MS F
----------------- ----------------------------------------------------------
Global Residuals 6954.993 3.000
GWR Improvement 354.704 3.068 115.618
GWR Residuals 6600.289 26.932 245.072 0.471771
****************************************************************************
Program terminated at 5/31/2016 11:53:17 AM
Hipotesis:
H0 : βk (ui , vi) = βk (tidak ada perbedaan yang signifikan anatara model regresi global dengan GWR),
untuk setiap i,i = 1,2,3,…,n dan k = 1,2,…,p
H1 : paling sedikit ada satu βk (ui , vi) ≠ βk (ada perbedaan yang signifikan antara model regresi global
dengan GWR)
Kriteria Uji:
Fhitung < Ftabel maka H0 diterima
Fhitung > Ftabel maka H0 ditolak
Taraf Nyata:
Taraf nyata yang digunakan adalah 95% dengan tingkat kesalahn α sebesar 5% (0,05).
Kesimpulan:
Berdasarkan hasil analisis di atas diperoleh nilai Fhitung sebesar 0,471771< Ftabel sebesar 3,32, maka H0
diterima yang artinya tidak ada perbedaan yang signifikan anatara model regresi global dengan GWR.
4.5 Pengujian Parameter Model
Hipotesis :
H0 : βk (ui , vi) = 0 (tidak terdapat pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas)
H1 : βk (ui , vi) ≠ 0, k = 1,2,…,p (minimal terdapat satu variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel
tak bebas)
Kriteria Uji:
thitung < ttabel maka H0 diterima
thitung > ttabel maka H0 ditolak
Taraf Nyata:
Taraf nyata yang digunakan adalah 95% dengan tingkat kesalahn α sebesar 5% (0,05).
Kesimpulan:
Berdasarkan hasil analisis di atas diperoleh nilai thitung masing-masing variabel bebas sebesar 11,09759
dan |-1,56256| > ttabel sebesar 1,69, maka H0 ditolak yang artinya terdapat satu variabel bebas yang
berpengaruh terhadap variabel tak bebas, yaitu PDRB berpengaruh terhadap kemiskinan.
12. 4.6 Ukuran Kebaikan Model
Regresi Global 83,64 %
GWR 84,47 %
Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat dilihat bahwa model GWR lebih baik daripada model
regresi global, karena model GWR memiliki nilai R
2
yang lebih besar yaitu 84,47% variabel independen
mampu menjelaskan variabel dependen. Sedangkan nilai R
2
pada regresi global hanya 83,64% variabel
independen mampu menjelaskan variabel dependen.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Deskripsi persentase penduduk miskin tiap Kabupaten/Kota menunjukan bahwa penduduk miskin
memiliki pola menyebar begitu pula faktor-faktor yang mempengaruhinya. Gambaran tersebut
diperkuat dengan hasil pengujian Glejser yang menunjukkan bahwa data memiliki heterogenitas
spasial.
2. Data yang digunakan dalam pemodelan memenuhi aspek spasial sehingga dilakukan pemodelan
dengan GWR. Berdasarkan hasil pemodelan dengan GWR diperoleh model yang berbeda-beda
untuk tiap kabupaten/kota.
3. Model GWR lebih baik daripada model regresi global, karena model GWR memiliki nilai R
2
yang lebih
besar yaitu 84,47% sedangkan regresi global sebesar 83,64%.
5.2 Saran
Pada penelitian selanjutnya disarankan dalam pemilihan variabel independen yang
mempengaruhi tingkat kemiskinan sebaiknya ditambah.
DAFTAR PUSTAKA
(Walter et al. 2005).
United Nations Development Programme (UNDP)
[Tuman,2001].
Anselin L. 1999. Spatial Econometrics. Dallas: School of Social Sciences.
Brundson, C., Fotheringham, A.S, and Charlton, M., 1998. Geographically Weighted Regression:
Modelling spatial non-stationarity, 47: 431-443
Charlton, Martin. & Fotheringham, A.S. 2009. Geographically Weighted Regression White Paper.
National Centre for Geocomputation, National University of Ireland Maynooth.
Imam Ghozali. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.BP Undip: Semarang.
Leung, Y., Mei , C. & Zhang W. Statistical Test for Spatial non Stationary Based on Geographically
Weighted Regression for Disease Association-Mapping. Environment and Planning A, 2000,
24:2695-2717
http://www.bps.go.id/