2. PPh Pasal 4 (2) atau PPh FINAL atau
Schedular Taxation
Merupakan pajak yang bersifat Final (rampung), jenis
penghasilan yang dikenakan PPh ini ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
3. Ringkasan Pengenaan PPh Final Pasal 4 (2)
No
1
PP
Objek PPh Final Psl 4 (2) Tarif dan DPP
PP
Penghasilan
131/2000
bunga
berupa 20% x jml bunga
deposito
dan
tabungan lainnya
2
PP 16/2009 Penghasilan
berupa
bunga obligasi
Diatas tahun 2014
15% x jml bunga
Tahun 2011-2013
5% x jml bunga
Tahun 2009-2010
0% x jml bunga
4. Ringkasan Pengenaan PPh Final Pasal 4 (2)
No
3
PP
Objek PPh Final Psl 4 (2) Tarif dan DPP
PP 15/2009 Bunga
simpanan
yang 10% x jml bunga
dibayarkan oleh koperasi 0% x jml bunga
kepada anggota koperasi
orang pribadi
4
PP
Penghasilan
132/2000
hadiah undian
berupa 25% x
penghasilan
bruto
5
PP 41/1994 Penghasilan dari transaksi 0,1% x nilai jual
jo.
14/1997
PP saham
lainnya
dan
sekuritas 0,5%
x
perdana
harga
5. Ringkasan Pengenaan PPh Final Pasal 4 (2)
No
PP
Objek PPh Final Pasal 4
Tarif dan DPP
(2)
6
PP 17/2009 Transaksi derivatif yang 2,5% x margin
diperdagangkan di bursa
7
PP 4/1995
Transaksi
saham
atau
penjualan 0,1% x nilai jual
pengalihan
penyertaan modal pada
perusahaan pasangannya
yang
awal
diterima
oleh
perusahaan modal ventura
6. Ringkasan Pengenaan PPh Final Pasal 4 (2)
No
8
PP
PP
Objek PPh Final Psl 4 (2)
Tarif dan DPP
48/1994 Penghasilan dari transaksi 5% x harga jual
stdtd.
71/2008
PP pengalihan
harta
berupa atau NJOP PBB,
tanah dan/atau bangunan
mana yang lebih
tinggi
9
PP
51/2008 Penghasilan
jo.
40/2009
PP jasa konstruksi
dari
usaha 2% x nilai kontrak
3% x nilai kontrak
4% x nilai kontrak
6% x nilai kontrak
7. Ringkasan Pengenaan PPh Final Pasal 4 (2)
No
PP
10 PP
48/1994 Penghasilan dari usaha real 5% x harga jual
stdtd.
Objek PPh Final Psl 4 (2)
PP estate
Tarif dan DPP
atau NJOP PBB,
71/2008
mana yang lebih
tinggi
11 PP
29/1996 Persewaan tanah dan/atau 10% x nilai sewa
jo. PP 5/2002 bangunan
12 PP 19/2009
Deviden yang diterima oleh 10%
x
jumlah
Wajib Pajak orang pribadi deviden
dalam negeri
13 PP 27/2008
Penghasilan
dari
Surat 20%
Perbendaharaan Negara
bunga
x
jumlah
8. Pajak Penghasilan Pasal 15
Merupakan PPh yang dipotong atas penghasilan yang
diterima/diperoleh perusahaan pelayaran atau penerbangan
internasional, pengeboran minyak, gas dan panas bumi,
perusahaan dagang asing serta yang melakukan investasi
dalam bentuk Built Operate Transfer
Subjek dan Cara Penghitungan PPh Pasal 15
1. Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri
Penghasilan neto WP perusahaan pelayaran dalam negeri
sebesar 4% dari peredaran bruto, sedangkan besarnya tarif
efektif yang berlaku adalah sebesar 1,2% dan bersifat final.
Norma penghasilan neto
: 4%
Tarif PPh (maksimal)
: 30%
Jumlah PPh Pasal 15 (4% x 30%) : 1,2%
9. Pajak Penghasilan Pasal 15
Subjek dan Cara Penghitungan PPh Pasal 15
2. Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri
Penghasilan neto WP perusahaan penerbangan dalam negeri
adalah sebesar 6% dari peredaran bruto, sedangkan tarif
efektif yang berlaku adalah sebesar 1,8% bersifat tidak final
Norma penghasilan neto
: 6%
Tarif PPh (maksimal)
: 30%
Jumlah PPh Pasal 15 (6% x 30%)
: 1,8%
10. Pajak Penghasilan Pasal 15
Subjek dan Cara Penghitungan PPh Pasal 15
3. Perusahaan Pelayaran/Penerbangan Luar Negeri yang
melakukan Usaha melalui BUT di Indonesia
Penghasilan neto perusahaan pelayaran/penerbangan luar
negeri adalah sebesar 6% dari peredaran bruto, sedangkan
tarif efektif yang berlaku adalah sebesar 2,64% dan bersifat
final.
Norma penghasilan neto
Tarif PPh (maksimal)
Jumlah PPh Pasal 15 (6% x 30%
Laba setelah PPh Pasal 15 (6%-1,8%)
Tarif PPh Pasal 26 ayat (4)
Jumlah PPh Pasal 26 (4) ayat (4,2% x 20%)
Tarif Efektif (0,84% + 1,8%)
: 6%
: 30%
: 1,8%
: 4,2%
: 20%
: 0,84%
: 2,64%
11. Pajak Penghasilan Pasal 15
Subjek dan Cara Penghitungan PPh Pasal 15
4. Wajib Pajak Luar Negeri yang Mempunyai BUT Perwakilan
Dagang Asing di Indonesia
Penghasilan neto WP perwakilan dagang asing di Indonesia
adalah 1% dari nilai ekspor bruto, sedangkan tarif efekif
yang berlaku adalah sebesar 0,44% dari nilai ekspor bruto
dan bersifat final
Norma penghasilan neto
Tarif PPh (maksimal)
Jumlah PPh Pasal 15 (1% x 30%
Laba setelah PPh Pasal 15 (1%-0,3%
Tarif PPh Pasal 26 ayat (4)
Jumlah PPh Pasal 26 (4) ayat (0,7% x 20%)
Tarif Efektif (0,14% + 0,3%)
: 1%
: 30%
: 0,3%
: 0,7%
: 20%
: 0,14%
: 0,44%
12. Pajak Penghasilan Pasal 15
Penyetoran PPh terutang paling lambat
tanggal 15 bulan berikutnya dan
pelaporannya paling lambat tanggal 20
bulan berikutnya.
13. Pajak Penghasilan Pasal 22
Merupakan PPh yang dipungut oleh Bendaharawan
Pemerintah terkait dengan pembelian barang dan badanbadan tertentu terkait dengan kegiatan di bidang impor dan
kegiatan usaha di bidang lainnya dan Barang yang
Tergolong Sangat Mewah.
Pemungutan pajak berdasarkan pasal 22 UU PPh
dimaksudkan untuk meningkatkan peran serta masyarakat
dalam pengumpulan dana melalui sistem pembayaran pajak
dan untuk tujuan kesederhanaan, kemudahan, dan
pengenaan pajak yang tepat waktu. Dalam kaitannya dengan
impor barang, pengenaan PPh Pasal 22 impor didasarkan
pada Nilai Impor (Cost Insurance Freight/CIF) + Bea
Masuk.
14. Pajak Penghasilan Pasal 22
Contoh :
PT Nasional Impor Indonesia (memiliki Angka Pengenal
Impor atau API yang diterbitkan oleh Departemen
Perdagangan) mengimpor sebuah mesin dengan Harga
Mesin USD500.000. Bea Masuk (BM) 20%, Insurance
sebesar USD10.000 dan Feight sebesar USD40.000. Untuk
menghitung pajak terutang dalam mata uang rupiah, nilai
kurs yang digunakan untuk mengkonversi mata uang Dolar
Amerika Serikat tersebut adalah kurs yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan setiap pekanya (selanjutnya disebut kurs
KMK). Dalam kasus ini dimisalkan kurs KMK-nya sebesar
Rp8.000,00 per USD.
15. Uraian
Mata Uang
Nilai
a. Cost
USD
500.000
a. Insurance
USD
10.000
a. Freight
USD
40.000
a. CIF (a+b+b)
USD
550.000
a. Bea Masuk 20%
USD
110.000
a. Nilai Impor (d+e)
USD
660.000
a. Kurs KMK
Rp
8.000
a. Nilai Impor (f x g)
Rp
5.280.000.000
a. PPh Pasal 22 (2,5% x h)
Rp
132.000.000
Berdasarkan contoh di atas, misalnya PT Nasional Indah
tidak memiliki API mengimpor mesin yang sama lagi, PPh
Pasal yang terutang sebesar 7,5% x Rp 5.280.000.000 =
Rp396.000.000
16. Cara Menghitung PPh Pasal 22
1.
PPh Pasal 22 ini merupakan PPh yang wajib dipungut oleh :
– Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
baik ditingkat pusat ataupun tingkat Daerah
– Bendahara Pengeluaran untuk pembayaran dengan
mekanisme uang persediaan (UP)
– KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang
diberi delegasi KPA untuk mekanisme pembayaran langsung
(LS)
– Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh
pihak-pihak tersebut di atas, wajib dipungut PPh Pasal 22 dari
Wajib Pajak penjual dengan tarif 1,5% x harga jual (belum
termasuk PPN)
Catatan : Sejak 1 Januari 2004, Bulog dikecualikan dari
pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian gula pasir dan tepung
terigu
17. Cara Menghitung PPh Pasal 22
2. PPh Pasal 22 Impor (PMK-154/PMK.03/2010)
Besarnya PPh Pasal 22 atas Impor adalah :
– Atas impor yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API) sebesar
2,5% x Nilai Impor
– Atas impor yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API)
sebesar 7,5% x Nilai Impor
– Atas impor yang tidak dikuasai (dilelang oleh Ditjen Bea Cukai) sebesar
7,5% x Harga Jual Lelang
Nilai impor = Harga Patokan Impor (CIF) + Pungutan
berdasarkan UU Pabean (Bea Masuk).
Untuk menghitung nilai impor, digunakan kurs berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan (kurs KMK, bukan kurs
Bank Indonesia)
18. Cara Menghitung PPh Pasal 22
3. Produk Barang Bakar Minyak, Gas dan Pelumas
– Produsen dan Importir BBM, Gas dan Pelumas wajib menyetor PPh
Pasal 22 Final melalui bank persepsi sebelum penebusan DO (Delivery
Order) ke Pertamina atau Importir tersebut
– PPh Pasal 22 yang terutang :
Jenis Produk
SPBU Pertamina
SPBU Non Pertamina atau
Non SPBU
Bahan
Bakar 0,25% x Harga Jual
0,30% x Harga Jual
Gas
0,30% x Harga Jual
0,30% x Harga Jual
Pelumas
0,30% x Harga Jual
0,30% x Harga Jual
Minyak
– PPh Pasal 22 yang terutang tersebut bersifat final bagi penyalur/agen
dan bersifat tidak final bagi selain penyalur atau agen
19. Cara Menghitung PPh Pasal 22
4. Produk Semen, Baja, Otomotif, dan Kertas
– Pabrikan produk berupa semen, baja, dan kertas wajib memungut PPh
Pasal 22 dari distributor/penyalurnya pada saat transaksi penjualan
produk-produk tersebut
– PPh Pasal 22 yang terutang :
Pemungut PPh
Dasar Hukum
PPh Pasal 22 Terutang
Tidak Final
Pabrikan Kertas
KEP-69/PJ/1995
0,10% x Harga Jual
Pabrikan Semen
KEP-401/PJ/2001
0.25% x Harga Jual
Pabrikan Baja
KEP-01/PJ/1996
0,30% x Harga Jual
Pabrikan Otomotif
KEP-32/PJ/1995
0,45% x Harga Jual
20. Cara Menghitung PPh Pasal 22
5. PPh Pasal 22 atas Pedagang Pengumpul (PMK154/PMK.03/2010 jo. PER-32/PJ/2010)
– Mekanisme Pemungutan Pasal 22
• Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 22 yang wajib
dipungut atas pembelian bahan-bahan untuk
keperluan industri atau ekspor oleh pemungut sebesar
0,5% x harga pembelian. Sejak 12 Maret 2009, tarif
tersebut turun menjadi 0,25% x Harga pembelian
• PPh Pasal 22 tersebut terutang dan dipungut pada
saat pembelian dan disetor ke kas negara paling
lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya
21. Cara Menghitung PPh Pasal 22
– Dalam melaksanakan Pemungutan Pajak Pasal 22, badan
usaha industri dan eksportir selaku Pemungut Pajak
wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22
Final dalam rangkap 3, yaitu :
• Lembar pertama, untuk penjual
• Lembar kedua, untuk disampaikan kepada Kantor
Pelayanan Pajak (dilampirkan pada SPT Masa PPh
Pasal 22)
• Lembar ketiga, sebagai arsip Pemungut Pajak yang
bersangkutan
22. Cara Menghitung PPh Pasal 22
Besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang
ditetapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) lebih tinggi 100% dari
pada tarif yang dikenakan terhadap Wajib Pajak yang dapat
menunjukkan NPWP (SE-02/PJ.03/2009)
23. Pajak Penghasilan Pasal 23
Merupakan PPh yang dipotong atas penghasilan
sehubungan dengan penggunaan Harta/Modal (sewa,
royalti, bunga dan deviden) serta jasa atau kegiatan
(jasa teknik, manajemen, konsultasi dll) kepada Subjek
Pajak dalam negeri dan BUT.
PPh pasal 23 adalah pajak penghasilan yang dipotong
atas penghasilan yang diterima oleh WP dalam negeri
dan BUT yang berasal dari modal, penyerahan jasa,
atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah
dipotong PPh Pasal 21.
24. Pajak Penghasilan Pasal 23
Pemotong PPh Pasal 23
– Badan Pemerintah
– Subjek Pajak Badan Dalam Negeri
– Penyelenggara Kegiatan
– Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau perwakilan perusahaan
luar negeri
– Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri yang
ditunjuk Ditjen Pajak, yaitu :
• Akuntan, arsitek, dokter, notaris/PPAT (kecuali
Camat), penilai, aktuaris, pengacara, dan konsultan
yang melakukan pekerjaan bebas
• Orang pribadi yang menjalankan usaha yang
menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran
berupa sewa
25. Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23
1.
Dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah
bruto (tidak final) atas :
– Deviden
– Bunga
– Royalti
– Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya
selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1)
huruf.
26. Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23
2.
Dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah
bruto (tidak final) atas :
– Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan
lain sehubungan dengan persewaan tanah atau
bangunan yang telah dikenakan PPh Pasal 4 ayat
2 yang bersifat final
– Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa
manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan
jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21
27. Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23
2.
Dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah
bruto (tidak final) atas :
– Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan
lain sehubungan dengan persewaan tanah atau
bangunan yang telah dikenakan PPh Pasal 4 ayat
2 yang bersifat final
– Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa
manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan
jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21
28. Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23
PPh atas Jasa Konstruksi
2% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil
4% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha
3% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 dan angka 2
4% untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan
Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang
memiliki kualifikasi usaha
6% untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan
Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang
memiliki kualifikasi usaha
29. Tabel Perbandingan Tarif Pajak
Jenis Jasa
Kualifikasi
Menengah
Tidak
Konstruksi
Kecil
dan Besar
berkualifikasi
2%
3%
4%
4%
4%
6%
4%
4%
6%
Jasa
Pelaksanaan
Jasa
Pengawasan
Jasa
Perencanaan
Jenis PPh
PPh Final
30. Cara Menghitung PPh Pasal 23
Terhadap penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 23
dari jumlah bruto, besarnya pajak dihitung dengan
mengalikan jumlah Penghasilan Bruto (tidak termasuk
PPN) dengan tarif PPh Pasal 23 (15% atau 2%)
Contoh Penghitungan PPh Pasal 23
PT Adinda adalah pemilik saham di PT Kita sebanyak
10.000 lembar saham. Jika pada akhir tahun 2009 PT Kita
membagikan deviden sebesar 1.000 per lembar saham, atas
pembagian deviden kepada PT Adinda, PT Kita harus
memotong PPh Pasal 23 sebesar 15% x 10.000 x Rp1.000 =
Rp1.500.000. Dengan demikian, nilai yang diterima PT
Adinda atas pembayaran deviden tersebut adalah
Rp10.000.000 – Rp1.500.000 = Rp8.500.000
31. Contoh Penghitungan PPh Pasal 23
PT Ingin Maju mempunyai pinjaman kepada PT X (bukan
Bank) sebesar Rp1.000.000.000 dengan bunga 20%. Jika
pada akhir tahun 2009 PT Ingin Maju
membayar/mengakui/membiayakan bunga sebesar
Rp200.000.000, PT Ingin Maju harus memotong PPh Pasal
23 sebesar 15% x Rp200.000.000 = Rp30.000.000. Dengan
demikian, uang yang diserahkan ke PT X atas pembayaran
bunga tersebut adalah Rp170.000.000.
PT Utama dalam melaksanakan pembukuannya
menggunakan jasa dari KAP Cermat & Rekan dengan nilai
imbalan Rp100.000.000 pertahun. Atas
pembayaran/pengakuan biaya jasa pembukuan tersebut PT
Utama harus memotong PPh Pasal 23 sebesar 2% x
Rp100.000.000 = Rp2.000.000
32. Pajak Penghasilan Pasal 23
Saat Pemotongan PPh Pasal 23
Berdasarkan UU PPh yang baru, Pasal 23 ayat (1)
pemotongan dilakukan pada saat :
Dibayarkan
Disediakan untuk dibayar, atau
Telah jatuh tempo
Pemotongan terhadap WP yang Tidak Mempunyai NPWP
Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh
penghasilan yang menjadi objek PPh Pasal 23, tidak
memiliki NPWP, besarnya tarif pemotongan menjadi lebih
tinggi 100% daripada tarif normal.
33. Pajak Penghasilan Pasal 26
Merupakan PPh yang dipotong atas penghasilan yang
diterima/diperoleh Subjek Pajak Luar Negeri selain Bentuk
Usaha Tetap dari Indonesia.
Pemotong PPh Pasal 26
Pihak yang ditunjuk sebagai Pemotong PPh Pasal 26 adalah
pihak yang membayarkan penghasilan ke luar negeri atas :
Badan Pemerintah
Subjek pajak badan pemerintah yang dimaksud disini adalah
setiap unit tertentu dari Pemerintah baik Pusat maupun
Daerah termasuk BUMN/D
Subjek Pajak Dalam Negeri (Badan DN maupon Orang
Pribadi DN)
Penyelenggara kegiatan
Bentuk Usaha Tetap atau Perwakilan Perusahaan Luar
Negeri Lainnya
34. Pajak Penghasilan Pasal 26
Subjek PPh Pasal 26
Pihak yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 26 adalah WP
luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia. WP luar
negeri tersebut berupa WP badan LN maupun WP orang
pribadi LN.
Objek PPh Pasal 26
Yang menjadi Objek PPh Pasal 26 adalah semua
penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh WP luar
negeri selain BUT dengan nama dan dalam bentuk apapun
yang bersumber dari Indonesia
35. Pajak Penghasilan Pasal 26
Untuk memudahkan memahami PPh Pasal 26, maka
mekanisme pemotongannya dapat diklasifikasikan berdasarkan
tarif dan dasar pengenaan pajaknya, yaitu :
1.PPh Pasal 26 dengan tarif 20% dari Penghasilan Bruto
2.Untuk deviden, bunga, royalti, sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta, imbalan, hadiah dan
penghargaan, pensiun dan pembayaran berkala lainnya
PPh Pasal 26 dengan tarif 20% dari Perkiraan Penghasilan
Neto
b. Atas penghasilan dari penjualan saham = 20% x 25% x harga
jual
a.
36. Pajak Penghasilan Pasal 26
c. Penghasilan berupa premi asuransi = 20% x perkiraan
penghasilan neto
• Premi asuransi dibayar tertanggung kepada
perusahaan asuransi di luar negeri = 20% x 50% x
jumlah premi
• Premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang
berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan
asuransi di luar negeri = 20% x 10% x jumlah premi
• Premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang
berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan
asuransi yang berkedudukan di luar negeri = 20% x
5% x jumlah premi
37. Pajak Penghasilan Pasal 26
3. PPh Pasal 26 dengan tarif 20% dari Penghasilan Kena
Pajak Setelah Dikurangi PPh Terutang
Atas penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh dari
suatu BUT di Indonesia dikenakan PPh Pasal 26 sebesar
20%
4. PPh Pasal 26 dengan tarif sesuai P3B (Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda)