Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Makalah Filsafat
1. EPISTEMOLOGI
Created By: Abdul Roni, S.Pd and leni Maimuna, S.Pd
Magister Mathematic of Education
Sriwijaya University
2015 Page 1
EPISTEMOLOGI
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Filsafat adalah akar dari segala pengetahuan manusia baik pengetahuan
ilmiah maupun pengetahuan nonilmiah. Pengetahuan merupakan khazanah
kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya
kehidupan kita, sebab secara ontologis ilmu membatasi diri pada pengkajian objek
yang berada dalam lingkup pengalaman manusia, sedangkan agama memasuki
pula daerah penjajahan yang bersifat transcendental yang berada di luar
pengalaman kita.
Pengetahuan juga dapat dikatakan sebagai jawaban dari berbagai
pertanyaan yang muncul dalam kehidupan. Dari sebuah pertanyaan, diharapkan
mendapatkan jawaban yang benar. Maka dari itu muncullah masalah, bagaimana
cara kita menyusun pengetahuan yang benar?. Masalah inilah yang pada ilmu
filsafat di sebut dengan epistimologi. Setiap jenis pengetahuan memiliki ciri-ciri
spesifik atau metode ilmiah mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistimologi),
dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan saling
memiliki keterkaitan; ontologi ilmu terkait dengan epistemologi ilmu dan
epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya. (Suriasumantri,
2007:105)
Setiap pengetahuan yang dimiliki manusia selalu dipertanyakan dan
dikritisi oleh diri sendiri maupun orang lain. Adapun pertanyaan bagaimana cara
menemukannya atau metode apa yang kita gunakan dalam menemukan dan
memperoleh pengetahuan itu adalah kajian epistemologi.
2. EPISTEMOLOGI
Created By: Abdul Roni, S.Pd and leni Maimuna, S.Pd
Magister Mathematic of Education
Sriwijaya University
2015 Page 2
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Epistemologi.
2. Untuk memahami Epistemologi dalam matematika.
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa itu Epistemologi?
2. Apa hubungan Epistemologi dalam matematika?
3. EPISTEMOLOGI
Created By: Abdul Roni, S.Pd and leni Maimuna, S.Pd
Magister Mathematic of Education
Sriwijaya University
2015 Page 3
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Epistemologi
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat,
metode, dan batasan pengetahuan manusia (a branch of philosophy that
investigates the origin, nature, methods, and limits of human knowledge).
Epistemologi jiga disebut teori pengetahuan ( theory of knowledge) berasal
dari kata Yunani episteme, yang berarti “pengetahuan”, “pengetahuan yang
benar”, “ pengetahuan ilmiah”, dan logos= teori. Epistemologi dapat didefinisikan
sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode,
dan sahnya (validitas) pengetahuan. Dalam metafisika, pertanyaan pokoknya
adalah “apakah ada itu?” sedangkan dalam epistemology pertanyaan pokoknya
adalah “apa yang dapat saya ketahui?”.
Dalam pembahasan filsafat ilmu, epistemologi dikenal sebagai sub sistem
dari filsafat. Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang
bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin dipikirkan.
2.2 Persoalan-Persoalan dalam Epistemologi Adalah :
a. Apakah pengetahuan itu?
b. Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu?
c. Dari mana pengetahuan itu dapat diperoleh?
d. Bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat dinilai?
e. Apakah perbedaan antara pengetahuan a priori (pengetahuan pra-pengalaman)
dengan pengetahuan a posteriori (Pengetahuan purna pengalaman)?
f. Apa perbedaan di antara : kepercayaan, pengetahuan, pendapat, fakta,
kenyataan, kesalahan, bayangan, gagasan, kebenaran, kebolehjadian, dan
kepastian?
Epistemologi dalam tulisan ini dibatasi pada aspek epistemologi ilmu yang
sering disebut dengan metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam
mendapatkan pengetahuan yang sering disebut ilmu. Jadi, ilmu merupakan
4. EPISTEMOLOGI
Created By: Abdul Roni, S.Pd and leni Maimuna, S.Pd
Magister Mathematic of Education
Sriwijaya University
2015 Page 4
pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan
dapat disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara
mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus
dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang
dinamakan dengan metode ilmiah.
Metode, menurut Senn (dalam Akhadiah dkk, 2011), merupakan suatu
prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang
sistematis. Metodologi ini secara filsafat termasuk dalam apa yang dinamakan
epistemologi. Epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita
mendapatkan pengetahuan: apakah sumber pengetahuan, apakah hakikat
jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan, dan sampai tahap mana pengetahuan
yang mungkin untuk ditangkap manusia (Suriasumantri dalam Akhadiah dkk,
2011).
Sebagaimana halnya berfikir yang selalu kita lakukan sebagai kegiatan
mental yang menghasilkan pengetahuan, maka metode ilmiah merupakan ekspresi
cara bekerja pikiran. Dengan cara bekerja ini, maka pengetahuan yang dihasilkan
diharapkan mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang diminta oleh
pengetahuan ilmiah, yaitu sifat rasional dan terpuji yang memungkinkan tubuh
pengetahuan yang disusun merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan. Dalam
hal ini maka metode ilmiah mencoba membangun tubuh pengetahuan
(Suriasumantri dalam Akhadiah dkk, 2011).
Langkah dalam epistemology ilmu antara lain berpikir deduktif dan
induktif. Berfikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan
ilmiah dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan
sebelumnya. Secara sistematik dan kumutatif pengetahuan ilmiah disusun setahap
dengan menyusun argumentasi mengenai sesuatu yang baru berdasarkan
pengetahuan yang telah ada. Secara konsisten dan koheren maka ilmu mencoba
memberikan penjelasan yang rasional kepada objek yang berada dalam fokus
penelaahan.
5. EPISTEMOLOGI
Created By: Abdul Roni, S.Pd and leni Maimuna, S.Pd
Magister Mathematic of Education
Sriwijaya University
2015 Page 5
Penjelasan yang bersifat rasional ini dengan kriteria kebenaran koherensi
tidak memberikan kesimpulan yang bersifat final, sebab sesuai dengan hakikat
rasionalisme yang bersifat pluralistis, maka dimungkinkan disusunnya berbagai
penjelasan terhadap suatu objek pemikiran tertentu.
Proses kegiatan ilmiah, menurut Ritchie Calder (dalam Akhadiah dkk,
2011), dimulai ketika manusia mengamati sesuatu. Tentu saja hal ini membawa
kita kepada pertanyaan lain: mengapa manusia mulai mengamati sesuatu?
Perhatian tersebut dinamakan John Dewey sebagai pengenalan suatu masalah atau
kesukaran yang dirasakan bila kita menemukan sesuatu dalam pengalaman kita
yang menimbulkan pertanyaan. Pertanyaan ini timbul disebabkan oleh adanya
kontak manusia dengan dunia empiris yang menimbulkan berbagai ragam
permasalahan. Ketika dapat disimpulkan bahwa “ada masalah”, baru ada proses
kegiatan berpikir dan berpikir baru dimulai, dank arena masalah ini berasal dari
dunia empiris, maka proses berpikir tersebut diarahkan pada pengalaman objek
empiris.
Secara rasional maka ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten
dan kumutatif, sedangkan secara empiris, ilmu memisahkan antara pengetahuan
yang sesuai dengan fakta atau tidak. Secara sederhana maka hal ini berarti bahwa
semua teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama yakni : (1) harus konsisten
dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya kontradiksi
dalam teori keilmuan secara keseluruhan; dan (2) harus cocok dengan fakta-fakta
empiris sebab teori yang bagaimanapun konsistennya sekiranya tidak didukung
oleh pengujian empiris tidak dapat diterima kebenarannya secara ilmiah. Jadi,
logika ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif dan logika induktif di
mana rasionalisme dan empirisme hidup berdampingan. Oleh sebab itu, maka
sebelum teruji kebenarannya secara empiris semua penjelasan rasional yang
diajukan statusnya hanyalah bersifat sementara. Penjelasan sementara ini biasanya
disebut hipotesis. Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap
masalah yang sedang kita hadapi. Dalam melakukan penelitian untuk
6. EPISTEMOLOGI
Created By: Abdul Roni, S.Pd and leni Maimuna, S.Pd
Magister Mathematic of Education
Sriwijaya University
2015 Page 6
mendapatkan jawaban yang benar maka seorang ilmuwan seakan-akan melakukan
suatu “ introgasi terhadap alam”. Hipotesis dalam hubungan ini berfungsi sebagai
penunjuk jalan yang memungkinkan kita untuk mendapatkan jawaban, karena
alam itu sendiri membisu dan tidak responsif terhadap pertanyaan-pertanyaan.
Harus kita sadari bahwa hipotesis itu sendiri merupakan penjelasan yang bersifat
sementara yang membantu kita dalam melakukan penyelidikan. Sering kita temui
kesalahpahaman di mana analisis ilmiah berhenti pada hipotesis ini tanpa upaya
selanjutnya untuk melakukan verifikai apakah hipotesis ini benar atau tidak.
Kecenderungan ini terdapat pada ilmuwan yang sangat dipengaruhi oleh paham
rasionalisme dan melupakan bahwa metode ilmiah merupakan gabungan dari
rasionalisme dan empirisme.
Langkah selanjutnya sesudah menusun hipotesis adalah menguji hipotesis
tersebut dengan mengkonfrontasikannya dengan dunia fisik yang nyata. Sering
sekali dalam hal ini kita harus melakukan langkah perantara yakni menentukan
faktor-faktor apa yang dapat kita uji dalam rangka melakukan verifikasi terhadap
keseluruhan hipotesis tersebut.
Proses pengujian ini merupakan pengumpulan fakta yang relevan dengan
hipotesis yang diajukan. Fakta-fakta ini kadang-kadang bersifat sederhana yang
dapat kita tangkap secara langsung dengan pancaindra kita. Namun kadang-
kadang kita memerlukan instrument yang membantu pancaindra kita umpamanya
teleskop dan mikroskop.
Alur berfikir yang tercangkup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan
dalam beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah.
Kerangka berfikir ilmiah yang berintikan proses logica-hypothetico-verifikatif ini
pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut :
1. Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang
jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan fakta-fakta yang terlait
didalamnya;
7. EPISTEMOLOGI
Created By: Abdul Roni, S.Pd and leni Maimuna, S.Pd
Magister Mathematic of Education
Sriwijaya University
2015 Page 7
2. Penyususnan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan
argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara
berbagai faktor yang saling mengkait dan membentuk konstelasi
permasalahan. Kerangka berfikir ini disusun secara rasional berdasarkan
premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan
faktor-faktor empiris yang relevan dengan permsalahan; dan
3. Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan
dengan hipotesis yang diajukan untuk memperhatikan apakah terdapat fakta-
fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
4. Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis
yang diajukan itu ditolak atau diterima. Sekiranya dalam proses pengujian
terdapat fakta yang cukup yang mendukung hipotesis maka hipotesis itu
diterima. Sebaliknya, sekiranya dalam proses pengujian tidak terdapat fakta
yang cukup mendukung hipotesis maka hipotesis itu ditolak (Suria Sumantri,
2000).
Keseluruhan langkah ini harus ditempuh agar suatu penelaahan dapat disebut
ilmiah. Meskipun langkah-langkah ini secara konseptual tersusun dalam urutan
yang teratur, dimana langkah yang satu merupakan landasan bagi langkah yang
berikutnya, namun dalam praktiknya sering terjadi lompatan-lompatan. Hubungan
antara langkah yang satu dengan langkah yang lainnya tidak terikat secra statis,
melainkan bersifat dinamis dengan proses pengkajian ilmiah yang tidak semata
mengandalkan penalaran melainkan juga imajinasi dan kreativitas. Sering terjadi
bahwa langkah yang satu bukan saja merupakan landasan bagi langkah yang
berikutnya namun sekaligus juga merupakan landasan-landasan koreksi bagi
langkah yang lain. Dengan jalan ini diharpkan diprosesnya pengetahuan yang
bersifat konsisten dengan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya serta diuji
kebenarannya secara empiris.
Dengan metode ilmiah sebagai paradigm, maka ilmu dibandingkan dengan
berbagai pengetahuan lainnya dapat dikatakan berkembang dengan sangat cepat.
8. EPISTEMOLOGI
Created By: Abdul Roni, S.Pd and leni Maimuna, S.Pd
Magister Mathematic of Education
Sriwijaya University
2015 Page 8
Salah satu faktor yang mendorong perkembangan ini adalah faktor social dari
komuniaksi ilmiah di mana penemuan individual segera dapat diketahui dan dikaji
oleh anggota masyarakat dan ilmuwan lainnya (Suriasumatri, 2000).
2.3 Hubungan antara Epistemologi dengan Pedagogi Matematika
Epistemologi adalah suatu cabang dari filsafat yang mengkaji dan membahas
tentang batasan, dasar dan pondasi, alat, tolok ukur, keabsahan, validitas, dan
kebenaran ilmu,pengenalan, dan pengetahuan manusia. Sudut Pembahasan Yakni
apabila subyek epistemologi adalah ilmu dan makrifat, maka dari sudut mana
subyek ini dibahas, karena ilmu dan makrifat juga dikaji dalam ontologi, logika,
dan psikologi.Sudut-sudut yang berbeda bisa menjadi pokok bahasan dalam ilmu.
Terkadang yang menjadi titik tekan adalah dari sisi hakikat keberadaan ilmu. Sisi
ini menjadi salah satu pembahasan dibidang ontologi dan filsafat. Sisi
pengungkapan dan kesesuian ilmu dengan realitas eksternal juga menjadi pokok
kajian epistemologi. Sementara aspek penyingkapan ilmu baru dengan
perantaraan ilmu-ilmu sebelumnya dan faktor riil yang menjadi penyebab
hadirnya pengindraan adalah dibahas dalam ilmu logika. Dan ilmu psikologi
mengkaji subyek ilmu dari aspek pengaruh umur manusia terhadap tingkatan dan
pencapaian suatu ilmu. Sudut pandang pembahasan akan sangat berpengaruh
dalam pemahaman mendalam tentang perbedaan ilmu.
Epistemologi matematika adalah teori pengetahuan yang sasarannya adalah
pengetahuan matematika. Epistemologi merupakan pemikiran reflektif terhadap
berbagai segi dari pengetahuan seperti kemungkinan, asal mula, sifat-sifat alami,
batas-batas, asumsi dan landasan,validitas dan reliabilitas hingga kebenaran
pengetahuan.
Kajian yang termasuk dalam epistemologi matematika antara lain :
matematika termasuk jenis pengetahuan apa (empirik ataupengetahuan pra-
pengalaman) bagaimana ciri-ciri matematika (deduktif, abstrak, hipotetik,eksak,
simbolik, universal, rasional dan kemungkinan ciri lainnya) lingkup dan
9. EPISTEMOLOGI
Created By: Abdul Roni, S.Pd and leni Maimuna, S.Pd
Magister Mathematic of Education
Sriwijaya University
2015 Page 9
pembagianpengetahuan matematika (matematika murni, matematika terapan serta
cabang lainnya)kebenaran matematika (sifat alaminya dan semacamnya).
Epistemologi matematika mempengaruhi pembelajaran matematika. Kinerja guru
yang ditunjukkan dalam pemecahan masalah, serta pendekatan pengajaranmereka,
tergantung pada keyakinan mereka tentang matematika.
10. EPISTEMOLOGI
Created By: Abdul Roni, S.Pd and leni Maimuna, S.Pd
Magister Mathematic of Education
Sriwijaya University
2015 Page 10
PENUTUP
Kesimpulan
Matematika jika ditinjau dari aspek epistemologi, matematika
mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan
pengukuran secara kuantitatif. Dengan konsep-konsep yang kongkrit, kontektual,
dan terukur matematika dapat memberikan jawaban secara akurat. Perkembangan
struktur mental seseorang bergantung pada pengetahuan yang diperoleh siswa
melalui proses asimilasi dan akomodasi.