Tulisan ini membahas kesalahan bahasa yang sering ditemukan pada siswa sekolah internasional di Australia yang berasal dari keluarga campuran. Penelitian kecil menunjukkan bahwa siswa tersebut cenderung menggunakan bahasa informal dalam tugas formal dan sering salah memilih kosa kata akibat pengaruh bahasa Inggris.
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
KESALAHAN BAHASA
1. TIPIKAL KESALAHAN AKIBAT INTERFERENSI BAHASA KEDUA PADA BAHASA IBU
YANG TERJADI PADA ANAK PASANGAN KAWIN CAMPUR
DI AUSTRALIAN INTERNATIONAL SCHOOL
Abstract
Children of mixed-marriage families, “Marriage of two people from
different races, religions or different cultures. “, basically, although on the smallest
scale, live in a bilingual or multi-lingual society i.e. ‘native-like control of two or
more languages’. They are put in a situation where having fluency and competency
in two different languages or even more is compulsory. Almost all are successful in
mastering the languages exposed to them equally and in using them in their daily
communication. However, as they grow older, the percentage of the exposure may
sometimes differ and this has resulted in the phenomenon in which a child mixes or
shifts languages in their communication. Another significant impact is mistakes that
occur because of the second language influence or interference.
The mistakes these students make are somewhat typical. Based on a small-
scale research conducted at The Australian International School to students of
Elementary and High School, where one of their parents is an English-native
speaker, it is revealed that: 1. Most students use informal language even when
carrying out assignments which are supposed to be formal; 2. mistakes are related
to the different systems adopted by the languages such as different systems of
affixation; adoption of words from the second language that semantically have very
close resemblance with those in the mother tongue; the lack of knowledge of words
that have more than one semantic meanings; words are spelled as they sound; and
the different system of consonant cluster.
Key words: mother tongue, bilingualism, mistakes, L1, L2, influence, interference
1
2. PUTERI DAN POLUSI AIR
Oleh Jennifer McClellan, Siswi kelas 7, AIS BALI
Sesuatu hari di laut, ada istana dibikin dari perak dan mutiara. Di dalam
istana itu ada puteri cantik Bernama Puteri. Bapak dan Ibu Puteri adalah raja dan
ratu kota Mutiara. Puteri suka membaca buku di taman. Sesuatu hari Puteri baca
buku tentang manusia. Trus ada sampah yang jatuh dikepalanya Puteri. Puteri lihat
ke atas. Ada orang, dia ganteng sekali. Mata biru, rambut coklat dan memakai baju
biru.
Puteri berenang ke atas dan melihat kota di atas laut. Ada binatang yang
Puteri tidak pernah lihat. Puteri lihat ke atas lagi itu cowok yang dia tadi lihat. Dia
bersenyum. Puteri bilang pelan-pelan “Permisi kakak, saya mohon tidak buang
sampah di laut. Teman saya akan sakit karena sampah ini!” “kenapa tidak boleh?”
bilang cowoknya. “karena itu tidak baik. Ikan bisa sakit.” Puteri bilang. “Ok saya
akan berhenti kalau saya bisa lihat di bawah laut” cowoknya bilang. “OK” Puteri
bilang sambil mengambil botol kecil. “Minum ini, kamu akan punya ekor kayak
saya” Puteri bilangin cowoknya. Cowoknya minumin air di dalam botol dan menjadi
orang duyung.
Cowok itu melihat laut yang kotor dan penuh sampah. Dia lihat ikan dan
orang duyung yang sakit. Puteri dan cowok (bersama-sama) berenang ke kotanya
Puteri. Bapaknya Puteri sakit berat karena polusi. Kakanya Puteri sakit juga. “Wow
saya kira tidak separah gini” Sora bilang. “Saya tidak akan buang sampah di laut
lagi”.
“Ini ….. “ Puteri bilang dan mengasih Sora kalung mahkota. “Suvenir, biar
selalu ingat!”
Sesudah Sora pulang, dia duduk didepan jendela. Dia akan selalu ingat tidak boleh
buangin sampah di laut.
TAMAT
Tulisan di atas adalah contoh tugas mengarang dari siswa AIS
Di Pulau Bali banyak sekali keluarga yang orang tuanya berasal dari dua
negara yang berbeda. Jenis keluarga ini biasa disebut sebagai keluarga kawin
campur ‘mixed-marriage families’ atau intermarried families (Jackson,____:1).
Sebenarnya yang dimaksud dengan ‘kawin campur’ atau ‘mixed marriage menurut
2
3. sebuah artikel yang disajikan di http://mentionangels.blogspot.com/2006/09/mixed-
marriage.html yang diakses pada 16 februari 2009, adalah “Marriage of two people
from different races, religions or different cultures“ Dengan kata lain kawin campur
bukan hanya perkawinan antara dua orang yang berasal dari dua Negara yang
berbeda tetapi juga dari ras, agama atau kebudayaan yang berbeda. Karena
melibatkan dua manusia yang berasal dari dua Negara, dua ras dan dua kebudayaan
yang berbeda, bisa dipastikan bahwa bahasa kedua orang ini pun akan berbeda pula.
Salah satu dampaknya adalah terbentuknya suatu masyarakat bilingual atau multi-
lingual dalam skala yang paling kecil yang terdiri dari bapak, ibu dan anak.
Yang dimaksud dengan penutur bilingual menurut Bloomfield mencakup
pengertian seperti ‘native-like control of two languages’ yaitu kemampuan
seseorang untuk mempergunakan dua bahasa dengan kelancaran yang sama
selayaknya penutur asli (1933:56). Menurut Haugen, bilingualism begins when the
speaker of one language can produce complete meaningful utterances in the other
language (1953:7), bilingualisme hanya terjadi jika seorang penutur dari sebuah
bahasa bisa menuturkan kalimat dengan makna yang utuh dalam bahasa kedua
tersebut. Sedangkan Weinreich mengatakan bahwa bilingualism is simply the
alternative use of two or more languages (1968:1) bilingualisme hanyalah alternatif
penggunaan dua bahasa atau lebih.
3
4. Yang menjadi masalah sekarang adalah jika dalam suatu keluarga
dipergunakan dua bahasa atau lebih, bahasa yang mana yang sebenarnya
merupakan ‘Bahasa Ibu’ atau ‘mother tongue’, yang mana yang disebut bahasa
pertama (L1) dan mana yang disebut bahasa kedua (L2)
Yang dimaksud dengan ‘Bahasa Ibu’ sendiri sebenarnya juga masih
diperdebatkan. Menurut Nationmaster Encyclopedia yang dimaksud dengan ‘Bahasa
Ibu’ adalah sama dengan bahasa asli atau bahasa pertama yaitu bahasa pertama
yang diperoleh seorang anak. Menurut ensiklopedi yang sama, seseorang bisa
mempunyai lebih dari satu bahasa ibu dengan syarat bahwa bahasa tersebut
merupakan hasil pemerolehan, bukan hasil pembelajaran.
“A first language, native language, or mother tongue is the first language
that a person learned. In terms of that view, the person is defined as a native
speaker of the first language, although one may also be a native speaker of more
than one language if all of the languages were learned without formal education,
such as through cultural immersion before puberty. Often a child learns the basics of
the first language(s) from family.” (www.nationmaster.com/encyclopedia/First-
language)
Menurut Romaine (2000:198), terkadang seorang anak, bahkan anggota
keluarga bilingual atau multi lingual ini tidak menyadari bahasa yang mana dari
bahasa-bahasa yang dipakai tersebut merupakan bahasa ibu. Pada kenyataannya
memang banyak anak yang mampu mengakuisisi dua atau beberapa bahasa
sekaligus sejak dia lahir dan mampu menggunakannya dengan kelancaran yang
sama.
4
5. Istilah ‘Bahasa Ibu’ sendiri tidak boleh diinterpretasikan sebagai bahasa dari
‘ibu seseorang’, karena banyak alasan mengapa sebuah keluarga memutuskan untuk
tidak memakai bahasa dari ibunya untuk berkomunikasi dalam kehidupan mereka
sehari-hari. Misalnya dalam kasus keluarga kawin campur yang ibunya berasal dari
Indonesia, banyak dari mereka yang menggunakan bahasa Inggris dalam keseharian
mereka, dengan alasan beragam mulai dari mempersiapkan anak untuk belajar di
sekolah berbahasa Inggris hingga alasan demi prestise. Dalam hal ini, istilah ‘Ibu’
atau ‘mother’ dalam ‘Bahasa Ibu’ lebih cocok untuk menerangkan kata mother
sebagai sumber ‘source’ atau asal ‘origin’ seperti halnya dalam Ibu Pertiwi ‘mother-
country’ atau ‘mother-land’
Apapun hasil dari perdebatan yang ada, yang penting menurut ‘International
Mother Language Day Monument in Sydney, Australia’ yang diadakan pada tanggal
19 February 2006, ‘Bahasa Ibu’ harus bisa didefinisikan 1. berdasar keaslian ‘bahasa
pertama yang diperoleh seorang anak dan dipakai dalam waktu terlama dalam
hidupnya’; 2. berdasar identifikasi internal ‘bahasa yang bisa dipakai seseorang
untuk menunjukkan dirinya sebagai penutur asli bahasa tersebut’; 3. berdasar
identifikasi eksternal ‘bahasa yang bisa membantu orang lain untuk mengidentifikasi
seseorang sebagai penutur asli bahasa tersebut’; 4. berdasarkan kompetensi
seseorang ‘bahasa yang paling dikuasai’; dan 5. berdasarkan pada kegunaannya
‘bahasa yang paling sering dipergunakan orang’.
5
6. Definition based on origin: the language(s) one learned first (the language(s) in
which one has established the first long-lasting verbal contacts).
Definition based on internal identification: the language(s) one identifies with/as
a native speaker of.
Definition based on external identification: the language(s) one is identified with/
as a native speaker of, by others.
Definition based on competence: the language(s) one knows best.
Definition based on function: the language(s) one uses most.
(http://en.wikipedia.org/wiki/First_language)
Kembali pada kenyataan yang ada, di Bali ada tiga tipe keluarga kawin
campur yang bilingual atau multilingual yaitu keluarga dengan komposisi bapak
berasal dari Indonesia dan ibu berasal dari negara lain; ada keluarga yang ibunya
berasal dari Indonesia dan bapaknya berasal dari Negara lain; dan ada keluarga yang
baik bapak maupun ibunya bukan berasal dari Indonesia tapi berasal dari dua
Negara yang berbeda. Di dalam setiap keluarga ini pun ada beberapa macam
komposisi bahasa yang dipakai, namun fokus bahasan dari makalah ini adalah anak
dari keluarga yang berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia dan
bahasa Inggris.
Latar belakang pemerolehan dua bahasa atau lebih yang dipakai seseorang
sangat beragam. Ada anak yang menurut Romaine bisa dimasukkan dalam kelompok
Type 1 Child Bilingualism (2000:187) yang kedua orang tuanya mempunyai bahasa
6
7. ibu yang berbeda dan berkomunikasi dengan anak mereka dengan menggunakan
bahasa ibu masing-masing; ada yang masuk dalam kelompok Type 2 Child
Bilingualism (2000:191) yaitu anak yang memperoleh satu bahasa dari kedua orang
tuanya yang berbahasa ibu yang sama dan memperoleh bahasa keduanya dari
masyarakat dimana dia tinggal; ada yang masuk dalam kelompok Type 3
Bilingualism (2000: 195) yaitu anak yang memperoleh lebih dari dua bahasa dari
beberapa sumber tanpa disadari. Misalnya anak berumur tiga tahun yang
sebelumnya sudah terekspos pada dua bahasa yang berbeda dari bapak dan ibunya
yang mempunyai bahasa ibu yang berbeda, namun kemudian pindah ke suatu
tempat yang komunitasnya berkomunikasi dalam bahasa yang berbeda; ada yang
masuk pada kelompok Type 4 Bilingualism (2000:197) yaitu anak yang terdedah
lebih dari dua bahasa tanpa sengaja, misalnya keluarga yang bapaknya berasal dari
Brazilia, Ibunya berasal dari Argentina, tinggal di Indonesia dan bersekolah di
Sekolah yang mempergunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar; dan anak
yang masuk kedalam kelompok Type 5 Bilingualism (2000:198) yaitu anak yang
kedua orang tuanya berkomunikasi dengan anak tersebut tidak dengan
menggunakan bahasa ibu mereka, dan mereka tinggal di daerah yang penduduknya
berbahasa yang lain, misalnya keluarga dari Indonesia yang tinggal di Jerman,
namun orang tuanya berkomunikasi dengan anaknya dalam bahasa Inggris.
7
8. Tidak bisa dipungkiri bahwa jika dua bahasa dipergunakan dengan kelancaran
yang sama, maka mereka saling mempengaruhi dengan kata lain (L1) dan (L2)
mempunyai hubungan yang saling menguntungkan (Cook, 2003). Demikian pula
menurut Kimberg, dari penelitian yang dilakukan oleh beberapa linguists misalnya
Juffs (1998a, 1998b), Jarvis (2000), Saville-Troike, Pan, and Dutovka (1995) terbukti
bukan saja L1 yang mempengaruhi L2, namun sebaliknya juga terjadi, yaitu L2
mempengaruhi L1. Dalam penelitian tersebut, faktor-faktor yang menentukan
pengaruh L1 pada L2 dan sebaliknya masih terfokus pada hal-hal di luar kebahasaan,
misalnya 1. keluarga dan teman dari kelompok penutur bahasa yang sama, 2.
Masyarakat, 3. tempat-tempat ibadah, 4. media masa dari L1, 5. buku bacaan, dan 6.
tempat kerja.
Untuk itulah makalah singkat ini ditulis yaitu guna menelusuri faktor-faktor
linguistik apa saja dari L1 yang mempengaruhi L2 dan sebagainya dan alasan apa
yang menyebabkan satu bahasa mempengaruhi bahasa yang lainnya.
Populasi dari sampel yang diambil adalah siswa Australian International
School mulai dari Elementary Students hingga High School Students yang mengambil
mata pelajaran Bahasa Indonesia. Data diambil dari tulisan siswa yang merupakan
tugas-tugas yang diberikan pada semester ke 2 tahun 2008 dan semester 1 tahun
2009. Anak-anak ini mempunyai orang tua yang salah-satunya berbahasa ibu Bahasa
Indonesia dan yang lain berbahasa ibu Bahasa Inggris. Sebagian dari anak ini
8
9. berkomunikasi dalam bahasa Inggris di rumah, sebagian berbahasa Indonesia,
namun semuanya berbahasa Inggris dan Indonesia dengan kelancaran yang sama.
Fokus dari bahasan adalah kesalahan yang dilakukan anak akibat pengaruh
dan interferensi bahasa Inggris dalam bahasa Indonesia mereka.
Secara umum kesalahan anak bisa dikelompokkan menjadi: 1. Kesalahan
akibat pemilihan kosa kata yang kurang tepat yaitu kata informal yang yang
dipergunakan untuk tulisan yang bersifat formal dan kosa kata yang mempunyai
makna semantik mirip dari L2; 2. kesalahan akibat perbedaan sistem tata bahasa; 3.
cara penulisan kata yang disesuaikan dengan bunyinya dan kesalahan penulisan
akibat sistem silabisasi yang berbeda. Berikut adalah contoh-contoh kesalahan
tersebut.
I. Kesalahan dalam bidang kosa kata.
1. Anak cenderung mempergunakan kosa kata yang sifatnya informal untuk tulisan
formal. Walaupun seorang anak lahir dan dibesarkan di Bali, dan walaupun anak
sangat terdedah dengan bahasa Indonesia, misalnya dari salah satu orang tuanya,
dari saudara, dari orang-orang yang bekerja untuk orang tua mereka termasuk baby
sitter mereka dan juga dari komunitas dimana anak tinggal, anak hanya menerima
masukan bahasa yang sifatnya informal. Hampir semua kata-kata yang dipergunakan
hanyalah kata-kata yang dibutuhkan untuk kegiatan sehari. Hingga anak masuk
sekolah pun, anak hanya terdedah pada bahasa Indonesia bentuk formal dalam
9
10. frekuensi yang tidak banyak, sehingga kosa kata yang dimiliki anak hanyalah yang
bersifat informal.
Contoh penggunaan kata-kata yang Kata-kata yang seharusnya dipergunakan
informal
a. Aku tidak bisa ketemu pa John. a. Saya tidak bisa bertemu pa John.
b. Kamu dari mana, Ms? b. Anda dari mana, Ms?
c. Ibu lagi menangis. c. Ibu sedang menangis.
d. Beberapa ada aja yang langsung d. Beberapa ada saja yang langsung
kerja. kerja.
e. Boneka wayang itu kayak e. Boneka wayang itu seperti
pertunjukan teater. pertunjukan teater.
f. Aku tidak ngerti penjelasan guru. f. Aku tidak mengerti penjelasan
guru.
g. Ketut kasi orang di jalan g. Ketut memberi minuman orang di
minuman sambil bikin bakso. jalan sambil membuat bakso.
h. Ms, aku cuman bisa buat segini. h. Ms, aku hanya bisa mengerjakan
sebanyak ini.
i. Liburan kemarin aku pergi ke i. Liburan kemarin aku pergi ke
Bedugul, pas nyampek di Bedugul, pas sampai di Beringkit
Beringkit aku lihat kecelakaan. aku lihat kecelakaan.
j. Ms, aku udah selesai ngerjain j. Ms, saku sudah selesai ngerjain
tugas. tugas.
2. Anak cenderung menggunakan kosa kata yang diambil dari bahasa Inggris,
terutama yang mengandung makna semantik yang mirip, kedalam kalimat yang
mereka tulis dalam bahasa Indonesia, sehingga bisa dikatakan bahwa kalimat
tersebut sebenarnya mengandung kata bahasa Inggris yang diterjemahkan secara
literal kedalam bahasa Indonesia. Kemungkinan terbesar mengapa anak melakukan
hal ini adalah: 1. karena kekayaan kosa kata bahasa Indonesia formal mereka kurang
10
11. mencukupi untuk mengekspresikan ide mereka; 2. karena ungkapan dalam bahasa
Inggris tersebut sering mereka dengar sehingga dengan otomatis mereka membuat
ungkapan dalam bahasa Indonesia dengan pola yang sama.
Contoh penggunaan kata-kata dari Contoh kalimat dalam Bahasa Inggris
Bahasa Inggris yang diterjemahkan
secara literal kedalam Bahasa Indonesia
a. Itu bikin lebih gampang putus a. It made it easier to break up with
sama kamu. (menyebabkan) you.
b. Kamu bikin saya sedih. b. You made me sad.
c. Kami disini untuk membuat c. We are here to make you sure to
kamu yakin untuk melancong di visit Bali.
Bali. (meyakinkan)
d. Biasanya mereka makan malam d. They usually have dinner at the
di Food Court karena itu murah. food court because it is cheap.
(-)
e. Makanan yang banyak gemuk. e. Food that contains a lot of fat.
(lemak)
f. Anda menunjukkan saya f. You showed me how to create a
bagaimana untuk membuat piece of art work.
sepotong karya seni.
(sebentuk/sebuah)
g. Apakah ada lagi musim dari g. Will there be another season of
‘Simple Life’ akan keluar? ‘Simple Life’ to be released?
(putaran)
h. Itu banyak lebih baik dari pada h. That’s lot better then what I’ve
saya pernah berpikir. (Jauh lebih thought before.
baik)
i. Kapan kamu mau kesini untuk i. When you want to come here,
berlibur, tilpun aku dulu ya. (Jika) please call me first.
j. Di hari kemudian, kejadian itu j. The next day, what happened
berlanjut. (hari berikutnya) continued to happen.
k. Tidak sampai dia kelas dua dia k. Not until year 2 did he took
mulai memakai narkoba. (baru drugs.
sejak)
11
12. 3. Masih berhubungan dengan ketidak-formalan bahasa anak, anak cenderung
menggunakan kata ‘bilang’ untuk mengatakan ‘ngomong’, ‘bicara’, ‘memberi tahu’,
‘bertanya’, ‘menjawab’, ‘berkata’ dan sebagainya. Seperti dalam bahasa Indonesia,
dalam bahasa Inggris pun sebenarnya juga dibedakan misalnya say ‘berkata’,
‘ngomong; tell ‘memberi tahu’, ask ‘bertanya’, answer ‘menjawab’, talk ‘berbicara’
dan sebagainya, namun kenyataan bahwa ‘bilang’ adalah kata yang paling sering
dipakai pada percakapan informal, maka kata itulah yang paling mudah diserap
sehingga paling sering dipergunakan.
Contoh kesalahan yang dibuat anak Contoh penggunaan kata yang benar
a. Aku tidak suka bilang ini, tapi aku a. Aku tidak suka mengatakan ini,
tidak bisa datang ke acara tapi aku tidak bisa datang ke
Kemerdekaan. acara Kemerdekaan.
b. Tujuan Anggun dengan lagu ini b. Tujuan Anggun dengan lagu ini
adalah untuk bilang kepada adalah untuk menyampaikan
cowok-cowok bahwa tidak ada kepada cowok-cowok bahwa
masalah dengan tubuh cewek- tidak ada masalah dengan tubuh
cewek. cewek-cewek.
c. Kalau saya tahu ada yang c. Kalau saya tahu ada yang
nyontek saya akan bilang menyontek saya akan memberi
gurunya. tahu gurunya.
d. Kim, tadi pa John bilang dimana d. Kim, tadi pa John bertanya
kamu. dimana kamu.
4. Anak-anak menggunakan kata ‘sama’ untuk mengganti kata ‘dan’, ‘dengan’ dan
‘pakai’. Kata ‘dan’ dan ‘dengan’ memang mempunyai makna semantik yang mirip,
sehingga anak mengalami kesulitan untuk membedakannya, jadi jika anak
mengganti keduanya dengan kata ‘sama’ cukup bisa dimengerti; namun jika kata
12
13. ‘sama’ juga dipakai untuk mengganti kata ‘pakai’ maka sulit dimengerti asal
muasalnya. Kemungkinan besar hal ini terjadi karena pengaruh bahasa daerah,
misalnya dalam masyarakat Jawa, orang sering mengatakan ‘Aku mau mangan
nganggo/karo iwak pitik’
a. Rina sama Joni tidak suka main a. Rina dan Joni tidak suka main
sama saya. dengan saya.
b. Kalau orang makan junk food b. Kalau orang makan junk food
setiap hari dia jadi gemuk karna setiap hari dia jadi gemuk karena
ada banyak cholesterol di dalam ada banyak cholesterol di dalam
makananya karna semua ayam makanannya karena semua
sama sapi dimasak dalam minyak daging ayam dan sapi dimasak
banyak. dalam minyak banyak.
c. Tadi saya makan sama ayam. c. Tadi saya makan (pakai lauk)
ayam.
II. Kesalahan akibat dari perbedaan sistem morfo-sintaksis
1. Ketidak formalan juga tercermin pada penggunaan imbuhan yang tidak baku atau
tidak dipergunakannya imbuhan sama sekali. Seperti yang sudah dijelaskan di atas,
anak hanya terdedah pada bahasa formal setelah mereka masuk sekolah, itupun
dengan kuantitas dan frekuensi yang tidak banyak. Anak hanya belajar bahasa
Indonesia dua kali seminggu selama 40 menit setiap pertemuannya. Tata bahasa
yang diberikan pun sangat sedikit karena fokus pelajaran ada pada pengayaan kosa
kata. Berikut adalah contoh penggunaan imbuhan yang tidak formal dan tidak
benar.
13
14. Contoh kesalahan yang dibuat anak Kalimat yang benar
a. Kapan kita harus nyerahin tugas? a. Kapan kita harus menyerahkan
tugas?
b. Anak nakal itu sering nangis ya. b. Anak nakal itu sering menangis
ya.
c. Laki-laki pikir sebaiknya wanita c. Laki-laki pikir sebaiknya wanita
diam di rumah dan mbersihin diam di rumah dan
rumah. membersihkan rumah.
d. Dari pada tidur seharian, tidak d. Dari pada tidur seharian, tidak
bisa lihat apa-apa, sebaiknya bisa melihat apa-apa, sebaiknya
kamu pergi dengan aku. kamu pergi dengan aku.
e. Maaf bu, ngebayanginnya saja e. Maaf bu, membayangkannya saja
susah, apalagi nulisnya. susah, apalagi menulisnya.
f. Banyak orang mbuang sampah di f. Banyak orang membuang sampah
sungai. di sungai.
g. Bilyar adalah permainan yang g. Bilyar adalah permainan yang
butuh ketenangan. membutuhkan ketenangan.
h. Indonesia dapat banyak h. Indonesia mendapat banyak
pengaruh dari barat. pengaruh dari barat.
2. Anak-anak juga cenderung menggunakan imbuhan yang sebenarnya merupakan
imbuhan dari salah satu slang bahasa Indonesia, misalnya –in. Dari hasil wawancara
informal yang dilakukan dengan anak-anak AIS ini, banyak dari mereka yang
menggemari acara televisi berbau gossip, membaca majalah remaja terbitan
Indonesia, dan terutama mereka yang sudah berumur diatas 16 tahun, sering
meluangkan waktu di café atau pub dan berkomunikasi dengan remaja Indonesia.
14
15. Akibatnya anak-anak ini sangat terdedah pada slang yang dipergunakan oleh remaja
Indonesia, sehingga hal tersebut terbawa ke dalam tulisan formal mereka.
Contoh penggunaan imbuhan pada Contoh penggunaan imbuhan
slang pada kalimat formal
a. Anjing saya selalu dimandiin a. Anjing saya selalu dimandikan
bapak saya. bapak saya.
b. Dulu dia diketawain tapi buktinya b. Dulu dia ditertawakan tapi
sekarang dia jadi Presiden buktinya sekarang dia jadi
Amerika. Presiden Amerika.
c. Ini rokok yang mbeliin Kim. c. Ini rokok yang membelikan Kim.
d. Ngebayangin aja ngeri apalagi d. Membayangkan saja ngeri apalagi
ngeliat. melihat.
3. Karena kompleksnya sistem afiksasi yang ada dalam bahasa Indonesia, dan karena
perbedaan yang sangat besar antara sitem afiksasi bahasa Indonesia dengan bahasa
Inggris, terutama imbuhan yang dipergunakan dalam kata kerja, anak-anak
cenderung menggunakan imbuhan bahasa Indonesia dengan tidak tepat. Seperti
diketahui sistem imbuhan yang dipergunakan dalam kata kerja pada bahasa Inggris
sangatlah simpel. Imbuhan yang dipergunakan hanyalah akhiran -s, -ed, -ing yang
dipergunakan untuk menandai kala dan modalitas serta untuk menentukan jumlah
pelaku apakah orang ketiga tunggal atau jamak, misalnya akhiran -s pada kalimat
“He plays football at the weekends.” menandai suatu pekerjaan yang di lakukan oleh
orang ketiga tunggal dan dilakukan saat ini, secara berkala. Dalam bahasa Indonesia
imbuhan yang dipergunakan adalah awalan, sisipan dan akhiran baik dipergunakan
sendiri-sendiri maupun bersamaan. Fungsinya pun sangat kompleks sehingga bagi
15
16. anak-anak ini sangat membingungkan. Sebagai contoh kata ‘menanam’,
‘menanamkan’, dan ‘menanami’ mempunyai makna yang sangat berbeda.
Contoh penggunaan imbuhan Contoh penggunaan imbuhan
yang kurang benar yang benar
a. Banyak orang Indonesia memikir a. Banyak orang Indonesia berfikir
kebudayaan barat selalu jelek. kebudayaan barat selalu jelek.
b. Banyak fashion barat pengaruhi b. Banyak fashion barat
orang Indonesia. dipengaruhi orang Indonesia.
c. Dia juga berkerja sama dengan c. Dia juga bekerja sama dengan
Inul. Inul.
III. Kesalahan pada penulisan
1. Anak cenderung untuk menghilangkan huruf ‘h’ yang berada pada akhir kata. Hal
ini disebabkan karena tidak adanya kata dalam bahasa Inggris yang berakhiran
dengan huruf ‘h’.
a. Rencananya kami mau ke d. Rencananya kami mau ke Tanah
Tana Toraja. Toraja.
b. Bapak suda selesai makan. e. Bapak suda selesai makan.
c. Dia kasi adiknya buku. f. Dia kasih adiknya buku.
2. Anak juga sering menulis dengan ejaan sebuah kata persis seperti
pengucapannya.
a. Dari sana trus belok kiri. a. Dari sana terus belok kiri.
b. Saya tidak terkejut karna saya b. Saya tidak terkejut karena saya
sudah tahu siapa Aisha. sudah tahu siapa Aisha.
c. Tau ngga, disini semua temanku c. Tahu ngga, disini semua temanku
baik-baik. baik-baik.
16
17. 3. Bisa dipastikan anak selalu menulis kata yang mempunyai deret konsonan ‘n’ dan
‘ng’; dan ‘n’ dan ‘ny’; dengan menghilangkan satu huruf ‘n’. Sedangkan jika ada
deret konsonan ‘ng’ dan ‘k’ maka anak selalu menghilangkan huruf ‘g’. Hal ini
disebabkan karena sistem silabisasi bahasa Inggris dan bahasa Indonesia berbeda.
Dalam bahasa Inggris deret konsonan ‘nk’ sudah dibaca /ŋ/ misalnya bank dibaca
/bæŋk/.
a. Lebih enak makan dipingir jalan a. Lebih enak makan dipinggir jalan
dari pada di kantin. dari pada di kantin.
b. Cewek itu member waktu untuk b. Cewek itu member waktu untuk
menganti barang yang mengganti barang yang
diambilnya. diambilnya.
c. Wanita itu sangat angun. c. Wanita itu sangat anggun.
d. Dia munkin suka kekerasan. d. Dia mungkin suka kekerasan.
e. Di depanya ada toko filem. e. Di depannya ada toko filem.
f. Semua orang yang tingal di luar f. Semua orang yang tinggal di luar
negeri tahu junk food tidak sehat. negeri tahu junk food tidak sehat.
g. Kalau orang makan junk food g. Kalau orang makan junk food
setiap hari dia jadi gemuk karna setiap hari dia jadi gemuk karna
ada banyak cholesterol di dalam ada banyak cholesterol di dalam
makananya. makanannya.
Bisa dikatakan bahwa akibat dari sedikitnya pendedahan bahasa Indonesia
formal, karena adanya kemiripan makna semantik kata-kata tertentu dalam bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris, karena adanya perbedaan sistem morfosintaksis, dan
karena pengaruh bunyi maka pada waktu berkomunikasi baik secara lisan maupun
tertulis anak cenderung untuk memakai bahasa Indonesia informal baik dalam
17
18. pemilihan kosa katanya maupun dalam penerapan penggunaan sistem
morfosintaksisnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bloomfield L, 1933. Language. New York: Holt.
Cook, V. (Ed.). 2003. The Effects of the Second Language on the First.
Fasold, R. 1999. The Sociolinguistics of Language. Massachussetts: Blackwell
Publishers Inc.
Gumperz, J.J and D, Hymes. 1972. Directions in Sociolinguistics. New York: Holt,
Rinehart and Winston, Inc.
Haugen, E. 1953. The Norwegian Language in America: A Study in Bilingual
Behaviour. Philadelphia: University of Pennsylvania Press.
Iyer, S, TNN. 2004. Mixed Marriage. Regional languages dying in mixed marriages,
0555 hrs IST. Jarvis, S. 2000. Methodological rigor in the study of transfer: Identifying L1
influence in the interlanguage lexicon. Language Learning, 50(20), 245-309.
Juffs, A. 1998a. Some effects of first language argument structure and morphosyntax on
second language sentence processing. Second Language Research, 14(4), 406-424.
Juffs, A. 1998b. Main verb versus reduced relative clause ambiguity resolution in L2 sentence
processing. Language Learning, 48(1), 107-147.
Kimberg, M dan P Serdyukov. A Balanced Relationship of Languages in a Bilingual
Society. National University diakses dari http://njrp.tamu.edu/2004/PDFs/Balanced
%20.pdf pada tanggal 16 Februari 2009.
Jackson L. Foreign Fathers – Native English Speaking Fathers’, Contributions to
Bilingual Child-Rearing in Intermarried Families in Japan. Ritsumeikan University,
Japan. http://www.jpf.org.au/newvoices/1/chap9.pdf diakses pada tanggal 10
Februari 2009
Romaine, S. 1995. Bilingualism. UK: Blackwell Publishers, Ltd.
18
19. Saville-Troike, M., Pan, J., & Dutovka, L. 1995. Differential effects of L2 on children’s L1
development/attrition. Southwest Journal of Linguistics, 14(1-2), 125-49.
Weinrich, U. 1968. Language in Contact. The Hague: Mouton
19