PREMIUM!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Bahan Pintu Aluminium Kamar Mandi di ...
Question & Answer mengenai Program Hibah Australia-Indonesia untuk Pembangunan Sanitasi (sAIIG)
1. Question & Answer untuk sAIIG
(Suplemen untuk presentasi tentang sAIIG)
2. 2
Pertanyaan yang sering muncul (Q and A) :
Q1 : Apakah kegiatan sanitasi yang telah dibiayai daerah bisa dibayar
oleh program hibah ini?
A1 :Tidak bisa. Yang dibayar program ini adalah kegiatan baru yang
disepakati terlebih dahulu dalam suatu perjanjian hibah.
Q2 : Kalau pemda disuruh membiayai dulu, kami tidak ada dana.
Semua dana sudah terserap habis oleh Belanja Operasional dan
kegiatan lain.
A2 : Soal keterbatasan dana daerah memang benar dan dialami hampir
semua daerah. Tetapi ini soal alokasi, tergantung pada “kepedulian
daerah”. Jadi dana untuk sanitasi bisa berasal dari “penggeseran”
(realokasi) kegiatan lain yang sudah direncanakan. Atau
mengalokasikan dana baru sehingga menambah angka defisit.
Sepanjang defisit ini masih memenuhi syarat yang diatur PMK dan
dapat ditutupi SILPA, maka tidak masalah. Rata-rata SILPA di daerah
masih besar (>Rp 30 milyar).
3. 3
Q3 : Daripada sistem OBA, apakah tidak lebih baik kalau hibah diberikan langsung
sehingga dana hibah itu bisa dipakai untuk membangun prasarana sanitasi?
A3 : Sistem Output Base Aid (OBA) ini memang keinginan pemberi hibah.
Maksudnya, hibah ini tidak hanya bersifat memberi dan menerima, tetapi juga
bersama-sama ikut bertanggungjawab dan transparan dalam melaksanakan
kegiatan.
Q4 : Sistem OBA, atau bayar dulu baru diganti, daerah akan menanggung risiko.
Misalnya sudah dibangun, ternyata tidak diganti. Ini merepotkan terutama
pertanggunjawaban di DPRD.
A4 : Hibah ini pasti dibayar. Untuk itu dilakukan perjanjian terlebih dahulu antara
Kemenkeu dan Daerah. Setiap perjanjian hibah, maka dana disetor ke rekening
kas umum negara (Menteri Keuangan). Jadi sudah dicadangkan dan tidak perlu
kuatir tidak dibayar (sepanjang memenuhi persyaratan yang dinilai oleh konsultan
verifikasi).
Seandainya pembayaran hibah lebih kecil daripada yang diperjanjikan – akibat
hasil verifikasi yang tidak sesuai, ini juga tidak masalah karena pembayaran hibah
tidak tercatat sebagai pengganti biaya, tetapi diterima sebagai pendapatan lain
yang sah pada tahun anggaran berikutnya. Hanya target penerimaannya yang
sedikit meleset (berkurang).
4. 4
Q5 : Daerah kami berminat, tetapi tidak punya SSK (Strategi Sanitasi Kota).
Kami hanya punya RPIJM. Apakah kami memenuhi syarat?
A5 : Karena program ini multiyear (sampai 2014), maka daerah masih bisa
memenuhi syarat sepanjang tahun ini juga segera menyusun SSK dan
memasukkan program hibah ini dalam SSK.
Q6 : Kami berminat dan butuh program ini, tetapi kami di daerah kesulitan
SDM untuk menyiapkan DED-nya.
A6 : Tidak perlu kuatir. DED akan dipandu oleh konsultan kami sampai siap
dilelangkan.
Q7 : Program hibah ini seperti Sanimas, DAK Sanitasi, dan Wasap-D. Apa
yang membedakan program hibah sAIIG ini dengan ke-3 program
sebelumnya?
A7 : Ketiganya dikelola masyarakat, sedangkan sAIIG ini dikelola oleh pemda
sendiri sesuai dengan kewenangan wajib yang dimiliki. Melalui pengelolaan
pemda, diharapkan ada keberlanjutan dan peningkatan pelayanan .
5. 5
Q8 : Masyarakat kami sudah terbiasa dengan WC dan septic
tank-nya. Murah dan tidak ada masalah. Apa perlunya dengan
sistem pengelolaan air limbah terpusat ini?
A8 : Memang benar WC-Septic Tank murah dan praktis. Tapi
untuk kawasan kota yang padat, masalah air limbah dengan
septik tank menjadi masalah serius. Pencemaran air tanah pasti
terjadi dan bila septic tank penuh, sulit disedot karena mobil
penyedot tinja tidak bisa memasuki gang-gang sempit. Jadi tetap
sistem pengelolaan terpusat penting dan perlu dirintis.
Q9 : Bukankah ongkos pengelolaan instalasi pengolahan (Septic
Tank Komunal) itu mahal?
A9 : Tidak mahal, karena menggunakan sistem anaerobic, yaitu
menggunakan jasa mikroorganisme yang bisa mendegradasi
lumpur tinja secara mandiri.
6. 6
Q10 : Kalau sistem air limbah ini harus dikelola pemda, berarti
akan membebani APBD untuk biaya operasionalisasi.
A10 : Benar, tetapi beban itu tidak besar. Apalagi bila sistem ini
dibangun di kawasan padat dan daerah komersial, maka menjadi
jasa umum yang bisa ditarik retribusinya. Penerimaan retribusi
bisa untuk menutupi ongkos operasional.
Q11 : Besaran hibah yang dibayarkan Rp 4 juta/SR untuk sistem
baru dan Rp 3 juta/SR untuk disambung ke sistem yang ada,
sepertinya kecil atau tidak cukup untuk pengadaan.
A11 : Besaran itu (Rp 4 juta dan Rp 3 juta) hanya mencakup 60%
biaya pengadaan. Jadi yang 40% sisanya dari APBD. Hibah
memang tidak pernah diberikan 100%, kecuali pada kasus
bencana alam.