3. Oleh
Indiwan seto wahyu wibowo
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara
indiwan@umn.ac.id
4.
Menjadi seorang pemimpin di era reformasi
ini memang gampang-gampang susah. Ibarat
berpakaian, pemimpin itu nampaknya harus
sedap dipandang baik dari belakang, depan
maupun dari sudut-sudut yang tak terlihat.
Apalagi terkait dengan peran media massa,
sepak terjang sang pemimpin akan menjadi
sorotan empuk media massa
5.
6.
Jejaring sosial media mengubah proses
penyampaian informasi yang sebelumnya
terpusat menjadi terdesentralisasi. Kane
mengatakan, seorang individu gara-gara ada
sosial media dapat mengirimkan informasi
kapanpun dia mau baik lewat gaya formal
maupun non formal. Artinya tidak ada lagi
batas-batas bahwa kebijakan informasi
harus dikendalikan oleh pusat.
7.
Menjadi pemimpin menjelang Pemilu 2014 mau
tak mau harus bisa mengendalikan sosial media.
Sosial media sangat berperan dalam proses
penciptaan image membutuhkan kepiawaian para
komunikator politik mengendalikan teknologi
internet. Tak bisa lagi seorang pemimpin
„bersembunyi‟ dari kebenaran publik karena
semua orang berpeluang mendapatkan informasi
dari berbagai pihak termasuk dari jurnalisme
warga. Kemudahan perangkat handphne
mengambil gambar, merekam kejadian pada
saat kejadian bisa mengubah siapa saja menjadi
pelapor jurnalisme warga.
8.
Contoh yang paling jelas dan masih baru
adalah kasus yang menimpa Wakil Ketua
Ombudsman RI , Azlaini Agus. Dia akhirnya
dibebastugaskan sementara dari jabatannya
sebagai Wakil Ketua Ombudsman RI
terhitung sejak Rabu (30/10/2013). Hal ini
terkait laporan polisi terhadap Azlaini oleh
Yana Novia yang mengaku staf maskapai
penerbangan Garuda Indonesia.
9.
Sebagai figur publik, Azlaini tak bisa
mengelak menjadi bahan sorotan media
massa mengingat fungsinya sebagai tolok
ukur bagaimana pemerintahan ini bekerja.
Makalah ini hendak mengangkat persoalan
terkait dengan kepemimpinan dan
komunikasi politik, khususnya terkait dengan
penggunaan dan pengaruh media baru dan
sosial media
10.
11.
12.
13.
Tokoh-tokoh politik yang lain seperti Prabowo,
Wiranto (keduanya mencoba mencalonkan diri
sebagai Capres pada 2014 ), Gubernur Joko
Widodo juga amat sering muncul di sosial
media, dan mempunyai pengikut yang cukup
banyak.
Salah satu peserta Konvensi partai Demokrat,
Pramono Edhi bahkan kemudian membuat
sebuah akun twitter melengkapi keiktsertaannya
maju sebagai calon presiden untuk 2014. Twitter
sebagai salah satu media sosial dianggap bisa
menjadi jembatan antara dirinya dengan para
konstituen yang bakal memilihnya nanti
14.
15.
“..Kalau sudah masuk hutan rimba itu ya saya
harus siap. Jangan sampai kata-kata saya
berakibat buruk ke orang lain. Andai kata
saya dapat kata-kata buruk, itu saya terima
sebagai kritik dan akan lebih hati-hati," kata
Pramono usai peluncuran akun twitter
@edhiewibowo_55 di Jalan Diponegoro,
Menteng, Jakarta Pusat
16.
17.
18.
19.
beragam media komunikasi bisa digunakan
untuk menyampaikan pesan-pesan politik,
termasuk di dalamnya media baru dengan
teknologi internet sebagai motornya.
Kemudahan akses internet di tanah air, dan
makin terjangkaunya harga alat-alat
komunikasi (handphone, tab dan notebook)
memungkinkan sosial media berperan besar
dalam proses pembicaraan politik.
Sebenarnya, apa peranan penting dari sosial
media bagi pencitraan pemimpin politik?
20.
21.
22. TWITTER USERS IN INDONESIA
Powerpoint Templates
JAKARTA is the 1th largest City has Most Twitter
Productive in the world
Tweet
Country
Users
(in Million)
(% Total Tweet
Nov 2010-Agustus
2012)
United States
143
27%
Brazil
41
23%
Japan
34
-
United Kingdom
32
-
Indonesia
29
11%
Page 22
23. FACEBOOK USERS IN INDONESIA
Powerpoint Templates
Penetration
Country
INDONESIA IS
THE 4TH LARGEST
FACEBOOK USERS
IN THE WORLD
Users
(% of
Population)
United States
166,029,240
51.80%
India
62,713,680
5,2%
Brazil
58,565,700
30,2%
Indonesia
Mexico
51,096,860
38,463,860
21.25%
33.45%
Page 23
24.
“…New media technologies impact our life culture by
offering new lifestyles, creating new jobs and
eliminating others, demanding regulations and
presenting unique new social issues … ”(Straubhaar,
2012). Pernyataan Straubhaar ini sangat menjelaskan
bahwa teknologi media baru yang biasa disebut
sebagai sosial media sangat penting. Sosial media
amat berpengaruh pada kehidupan budaya kita (
dalam hal ini berlaku juga dalam bidang politik).
Budaya politik berubah gara-gara teknologi new
media, sekarang orang tak lagi tergantung pada
media-media tradisional. Semua orang sudah
terbiasa menggunakan sosial media bahkan dari
handphone atau telepon genggam mereka.
25.
Menurut Kane dan Fichman ( dalam Journal of
Computer-Mediated Communication (2013:
38–55) sosial media mengubah proses
penyampaian informasi yang sebelumnya
terpusat menjadi terdesentralisasi. Kane
mengatakan, seorang individu gara-gara ada
sosial media dapat mengirimkan informasi
kapanpun dia mau baik lewat gaya formal
maupun non formal. Artinya tidak ada lagi
batas-batas bahwa kebijakan informasi
harus dikendalikan oleh pusat.
26.
“Today and every day, 500 million users login to Facebook and create 100 million "likes"
on Facebook pages. In fact, on a daily basis,
there are 2 billions posts liked and
commented on with another 250 million
photos uploaded. This is a living map of
human connections never seen before
.(http://socialmediatoday.com/lindamfisk/38
5515/leveraging-power-facebook
27.
Menjadi pemimpin di era sekarang dimana sosial
media sangat berperan dalam proses penciptaan
image membutuhkan kepiawaian para
komunikator politik mengendalikan teknologi
internet.
Tak bisa lagi seorang pemimpin „bersembunyi‟
dari kebenaran publik karena semua orang
berpeluang mendapatkan informasi dari berbagai
pihak termasuk dari jurnalisme warga.
Kemudahan perangkat handphne mengambil
gambar, merekam kejadian pada saat kejadian
bisa mengubah siapa saja menjadi pelapor
jurnalisme warga
28.
Sebagai contoh dalam kasus penamparan
terhadap staf lapangan di bandara, kendati
Wakil Ketua Ombudsman RI , Azlaini Agus
membantah bahwa dirinya menampar, adanya
foto yang memperlihatkan bekas tamparan di
pipi Yana ( korban penamparan) tak bisa
dipungkiri.
29.
Atau Aburizal Bakrie tak bisa begitu saja lepas
dari „pantauan‟ para pengguna sosial media
seperti pengguna facebook. Dia sendiri sebagai
calon presiden dari Partai Golkar memiliki
sejumlah akun di sejumlah sosial media seperti
gambar di samping. Tetapi, meskipun aktif
menyampaikan gagasan di twitter
@aburizalbakrie atau menyebar gagasan di akun
facebooknya, kejadian sederhana di Jambi justru
membuat pencitraannya sebagai pemimpin
Golkar menjadi buruk.
30.
Sebagai pemimpin politik atau komunikator
bisa saja „menyulap‟ kebenaran lewat siaran
berita atau bantahan yang dilakukan lewat
media formal, tapi dalam kasus Azlaini Agus,
bantahan tersebut jadi tak bermakna apa-apa
ketika masyarakat luas bisa mendapatkan
informasi langsung dari lapangan, sebagai
konsekuensi adanya kemudahan
berkomunikasi menggunakan handphone
“smart” yang dilengkapi kamera dan internet
31.
Terkait dengan ini, bisa saja aib seorang
pemimpin atau calon pemimpin dirusak lewat
pemberitaan yang sebenarnya harus dikaji
ulang apakah benar-benar berdasarkan fakta
dan peristiwa nyata, sebagaimana yang
dialami oleh petinggi PPP yang dikulik
persoalan pribadinya.
32.
Facebook menjadi ajang pertukaran pesan,
sharing informasi yang kemudian
mendapatkan tanggapan dan komentar dari
para pengguna. Para pengguna tersebut
mungkin akan membagikan informasi
tersebut ke sejumlah teman mereka sehingga
penyebaran informasi akan begitu cepat dan
sulit dikendalikan.
33.
Apabila informasi yang disampaikan benar dan
sesuai dengan kenyataan tentu tidak masalah,
tetapi kalau ini fitnah dan tidak benar, maka
informasi yang beredar di facebook akan
semakin liar dan pencitraan terhadap tokoh
tersebut akan semakin buruk.
Dengan demikian para pemimpin politik, para
komunikator politik di Indonesia harus
memperhitungkan peranan media sosial yang
ada, bahkan harus bisa mengendalikan informasi
yang disampaikan lewat cara-cara yang non
formal dan dekat dengan user lainnya
34.
Buku
Arifin, Anwar , 2011, Komunikasi Politik, Graha Ilmu, Yogjakarta
Laswell, Harold D, 1972. Politics, Who Gets What When and How, New York Meridian Books,inc
Nimmo, Dan. 1999,Komunikasi Politik (Komunikator, Pesan dan Media), Bandung, Remadja Rosdakarya
Straubhaar dkk.,2012, Media Now: Understanding Media, Culture, and Technology
Jurnal
Majchrzak,Ann dkk, The Contradictory Influence of Social Media Affordances on Online Communal
Knowledge Sharing ( dalam Journal of Computer-Mediated Communication edisi 19 (2013:
38–55
Website
www.facebook.com
www.kompas.com, 31 oktober 2013
www.detik.com
http://beritagar.com/p/demografi-pengguna-facebook-di-indonesia
http://www.socialmediamodels.net/social-media-approach-models-category/social-media-247model/
Social media today, (http://socialmediatoday.com/lindamfisk/385515/leveraging-power-facebook