1. PERADABAN AWAL MASYARAKAT DI DUNIA YANG BERPENGARUH TERHADAP PERADABAN
INDONESIA
A. Proses Migrasi Ras Proto Melayu dan Deutro Melayu ke Kawasan Asia Teggara dan
Indonesia
Menurut pendapat para ahli, pada periode 40.000 tahun yang lalu jenis manusia purba
Meganthropus, Pithecanthropus dan jenis Homo telah mengalami kepunahan. Penghuni
kepulauan Indonesia kemudian bergeser ke manusia-manusia migran yang datang dari berbagai
wilayah di Asia dan Australia. Proses migrasi awal menunjukkan bahwa populasi-populasi
kepulauan Indonesia berasal dari bangsa Australo-Melanesia (Australoid) dan Mongoloid (atau
lebih khusus lagi adalah Mongoloid Selatan). Setelah itu datang lagi gelombang migrasi kedua
yaitu bangsa Austronesia (Melayu/Proto Melayu/Melayu Tua) yang berasal dari Yunan (wilayah
di propinsi Cina bagian Selatan). Migrasi mereka sendiri ke kepulauan Indonesia berlangsung
dalam dua gelombang.
Periode gelombang pertama terjadi pada sekitar tahun 1500 SM, melalui dua jalur utama.
Jalur pertama dari Yunan melewati Siam, Malaya dan Sumatera (jalur Barat dan Selatan). Jalur
kedua dari Yunan, Vietnam, Filipina kemudian masuk ke Indonesia melalui wilayah Sulawesi
(jalur Timur dan Utara). Dalam proses persebarannya mereka membawa kebudayaan
neolitikum dari pusatnya di Basson-Hoabinh, yang diantaranya adalah kapak persegi dan kapak
lonjong. Suku bangsa Indonesia sekarang yang termasuk keturunan bangsa Melayu Tua atau
Proto Melayu misalnya suku Toraja dan Dayak.
Migrasi periode kedua dari bangsa Malayu (Deutro Melayu/Melayu Muda) terjadi pada sekitar
tahun 500 SM. Proses persebarannya melalui jalur daratan Asia kemudian Semenanjung Malaya
dan masuk ke Indonesia melalui Sumatera. Kedatangan bangsa ini sambil membawa pengaruh
budaya logam dari Dongson, seperti nekara, moko, dan kapak perunggu. Suku bangsa Indonesia
sekarang yang termasuk keturunan bangsa Melayu Muda atau Deutero Melayu misalnya suku
Jawa, Melayu, dan Bugis.
B. Budaya Hoa-Bihn / Bacson, dan Dongson Terhadap Perkembangan Budaya
Masyarakat Awal Kepulauan Indonesia
Letak Indonesia yang strategis, berada di antara 2 benua, Australia dan Asia, telah menjadi titik pertemuan dari
berbagai bangsa. Ada yang datang dari Indocina dan menyebar ke Indonesia bagian barat, dan ada pula yang dating melalui
kepulauan Philipina menyebar ke Indonesia bagian timur. Sebagian bangsa-bangsa ini kemudian menyebar ke berbagai
pulau di Lautan Pasifik dan Australia. Pertemuan bangsa-bangsa ini mengakibatkan terjadinya percampuran kebudayaan
yangdibawa daridaerahasalnyadengan kebudayaanasli BangsaIndonesia.
2. 1. Pengaruh Budaya Hoa-Bihn Terhadap Perkembangan Budaya Masyarakat Awal
Kepulauan Indonesia
Budaya Hoabihn merupakan diantara budaya besar yang memiliki situs-situs temuan di
seluruh daratan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Budaya Hoabihn ini berkembang di Asia
Tenggara dalam kurun waktu antara 18.000 hingga 3.000-an tahun yang lalu. Istilah “Hoabihn”
sendiri mulai dipakai sejak tahun 1920-an untuk menyebut pada suatu industri alat batu yang
berasal dari jenis batu kerakal dengan ciri khas berupa pangkasan pada satu atau dua sisi
permukaannya.
Manusia pemilik budaya Hoabihn diperkirakan hidup pada kala Holosen. Pendahulu
Hoabinhian awalnya berada di Vietnam bagian Utara, Thailand bagian Selatan dan Malaysia.
Pengaruh utama budaya Hoabihn terhadap perkembangan budaya masyarakat awal kepulauan
Indonesia adalah berkaitan dengan tradisi pembuatan alat terbuat dari batu. Beberapa ciri
pokok budaya Hoabihn ini antara lain:
• Pembuatan alat kelengkapan hidup manusia yang terbuat dari batu
• Batu yang dipakai untuk alat umumnya berasal dari batu kerakal sungai.
• Alat batu ini telah dikerjakan dengan teknik penyerpihan menyeluruh pada satu atau dua sisi
batu.
• Hasil penyerpihan menunjukkan adanya keragaman bentuk. Ada yang berbentuk lonjong,
segi empat, segi tiga dan beberapa diantaranya ada yang berbentuk berpinggang.
Pengaruh budaya Hoabihn di Kepulauan Indonesia sebagian besar terdapat di daerah
Sumatra. Hal ini lebih dikarenakan letaknya yang lebih dekat dengan tempat asal budaya ini.
Situs-situs Hoabihn di Sumatra secara khusus banyak ditemukan di daerah pedalaman pantai
Timur Laut Sumatra, tepatnya sekitar 130 km antara Lhokseumawe dan Medan. Sebagian besar
alat batu yang ditemukan adalah alat batu kerakal yang diserpih pada satu sisi dengan bentuk
lonjong atau bulat telur. Dibandingkan dengan budaya Hoabihn yang sesungguhnya,
pembuatan alat batu yang ditemukan di Sumatra ini dibuat dengan teknologi lebih sederhana.
Kebanyakan alat-alat batu tersebut ditemukan diantara atau terdapat dalam bukit sampah
kerang.
Ditinjau dari segi perekonomiannya, pendukung budaya Hoabihn lebih menekankan pada
aktivitas perburuan dan mengumpulkan makanan di daerah sekitar pantai dan daerah
pedalaman.
3. 2. Pengaruh Budaya Dongson Terhadap Perkembangan Budaya Masyarakat di Indonesia
Pengaruh kuat budaya Dongson terhadap perkembangan budaya masyarakat awal
kepulauan Indonesia adalah dalam hal pembuatan barang dari logam, terutama adalah
perunggu. Tradisi pembuatan barang budaya dari perunggu di Vietnam (bagian Utara) sendiri
dimulai pada sekitar pertengahan milenium kedua sebelum masehi. Tradisi perunggu itu sendiri
menurut para arkeolog Vietnam berasal dari budaya masyarakat Dong Dau dan Go Mun.
Bersama dengan wilayah Muangthai (bagian tengah dan Timur Laut) kawasan ini memiliki bukti
paling awal tentang tradisi pembuatan perunggu di Asia Tenggara.
Jenis-jenis barang perunggu yang mereka hasilkan antara lain kapak corong (corong
merupakan pangkal yang berongga untuk memasukkan tangkai atau pegangannya), ujung
tombak, sabit, mata panah, dan benda-benda kecil lainnya seperti pisau, kail dan aneka bentuk
gelang.
Pada tahun sekitar 300 SM, mulai muncul tradisi pembuatan nekara perunggu,
penguburan orang yang memiliki status sosial tinggi, dan kehadiran benda-benda besi untuk
yang pertama kalinya. Tradisi-tradisi Dongson inilah yang berpengaruh besar terhadap
perkembangan kebudayaan masyarakat awal kelupauan Indonesia secara umum.
Banyak sekali daerah-daerah di kepulauan Indonesia darinya ditemukan benda-benada budaya
yang memiliki kesamaan corak dengan benda-benda atau barang tradisi Dongson. Contohnya
adalah nekara Heger tipe I. Paling tidak ada sekitar 56 nekara atau bagian-bagian dari nekara
yang tersebar di pulau Jawa, Sumatra dan Maluku Selatan. Diantara contoh nekara yang
penting dari Indonesia adalah nekara “Makalamau” dari pulau Sangeang, dekat Sumbawa.
Nekara “Makalamau” memiliki hiasan berupa gambar orang yang berpakaian seragam
menyerupai pakaian jaman dinasti Han di Cina atau Kushan (India Utara) atau Satavahana (India
Tengah). Nekara dari Kepulauan Kai berhiaskan gambar kijang dan adegan perburuan macan.
Nekara dari pulau Selayar bergambar gajah dan burung merak. Nekara dari Bali mempunyai
gambaran bentuk yang berbeda. Nekara dari Bali memiliki empat patung katak pada bagian
bidang pukulnya, dengan pola-pola hiasan yang tidak terpadu berupa gambar prajurit dan motif
perahu. Semua itu menunjukkan kesamaan dengan nekara-nekara yang ditemukan di Vietnam,
di wilayah, dimana budaya Dongson berkembang.
Tentang cara pembuatan jenis nekara itu, sejarawan Bernet Kempers memberi
gambaran tentang penggunaan teknik cetaknya. Awalnya lembaran lilin ditempelkan pada inti
tanah liat (menerupai bentuk nekara dan berfungsi sebagai cetakan bagian dalam), lalu dihias
dengan cap-cap dari tanah liat atau batu yang berhias perahu, orang dan lainna. Kemudian
lembaran lilin berhias tadi ditutup dengan tanah liat yang berfungsi sebagai cetakan bagian luar
setelah terlebih dulu diberi paku-paku yang berfungsi untuk menyatukan cetakan luar dan
4. dalam. Setelah itu dibakar sehingga lilinya meleleh keluar. Rongga yang ditinggalkan oleh lilin
kemudian diisi dengan cairan logam. Bernet Kempers menyebutnya sebagai teknik cetak cire
perdue (lilin hilang).
Disamping dibawa sendiri oleh orang-orang Dongson, banyak barang-barang logam dari tradisi
Dongson itu yang dikirim ke Indonesia sebagai barang hadiah yang diberikan pada penguasa
setempat sebagai lambang martabat raja dan kekuasaannya oleh para penguasa politik dan
agama di Vietnam. Akibat terjadinya pengenalan benda dan teknologi perunggu dari Dongson
(Vietnam) ke wilayah kepulauan Indonesia menyebabkan di beberapa daerah kemudian muncul
pusat-pusat pembuatan logam.
C. Budaya Logam di Indonesia
1. Situs-situs Peninggalan Budaya Perunggu di Indonesia
Situs-situs peninggalan budaya perunggu di Indonesia, tersebar hampir di seluruh wilayah
Indonesia. Di Sumatra bagian Selatan (daerah Bangkinang dan Kerinci) ditemukan benda-benda
perunggu berupa aneka patung dalam ukuran kecil, cincin dan gelang-gelang. Gelang-gelang
tersebut kebanyakan ditemukan dalam kubur peti batu atau sarkofagus sebagai bekal kubur.
Selain di Sumatra situs-situs ditemukannya peninggalan budaya perunggu di Indonesia antara
lain terdapat di:
• Jawa Timur (daerah Lumajang) berupa nekara tipe Heger I, pisau belati atau pisau pendek
dengan mata pisau dari besi dan pegangan dari perunggu.
• Jawa Tengah (daerah Gunung Kidul, dekat Wonosari) berupa kapak, pahatan, pisau
bertangkai, cincin perunggu, dan manik-manik.
Sama seperti penemuan di Sumatra, semua temuan benda perunggu di Jawa ditemukan di dlam
kubur peti batu atau sarkofagus dan berfungsi sebagai bekal kubur bagi yang meninggal.
• Jawa Barat, berupa kapak corong, cincin, mata tombak, kapak-kapak yang berkaitan dengan
benda upacara (candrasa)
• Sulawesi Selatan (Makasar) berupa bejana perunggu berbentuk pipih.
• Bali (daerah Pacung dekat Sembiran) berupa nekara Pejeng
• NTT berupa nekara bertipe Heger I
Di Indonesia, diantara benda-benda perunggu yang paling menarik perhatian adalah nekara.
Nekara adalah benda yang terbuat dari perunggu dengan bentuk seperti gendang (alat musik
tabuh tradisional Jawa). Terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian atas yang yang terdiri dari bidang
pukul datar, bagian tengah yang berbentuk silinder dan bagian bawah atau bagian kaki yang
melebar. Sebuah nekara biasanya dihiasi dengan berbagai ornamentasi dengan pola seperti
geometrik, gambar-gambar manusia dan binatang dan berbagai ornamentasi lainnya. Dan
5. diantara jenis nekara yang ditemukan, tipe Heger dan Pejeng adalah yang paling terkenal.
Terdapat juga jenis nekara yang ukurannya lebih kecil, yang disebut dengan Moko atau Mako.
2. Teknik Pembuatan Berbagai Benda Peninggalan Perunggu di Indonesia
Pada periode tradisi pengecoran logam, besi dan perunggu kemungkinan besar dikenal dalam
waktu yang bersamaan. Pada periode ini manusia telah mampu membuat alat-alat penunjang
kehidupan mereka dari perunggu. Daerah asal kebudayaan ini adalah di Indo-Cina. Masuk ke
Indonesia pada sekitar tahun 500 SM. Di Indonesia, benda-benda hasil peninggalan zaman
perunggu diantaranya adalah nekara, jenis kapak, bejana, senjata, arca dan perhiasan. Situs-
situs ditemukannya peninggalan perunggu meliputi Jawa, Bali, Selayar, Luang, Roti dan Leti.
Ada dua teknik pembuatan barang-barang dari perunggu. Teknik pertama adalah yang dikenal
dengan teknik setangkup atau bivalve, dan teknik kedua adalah teknik cetakan lilin (a cire
perdue).
Pertama, teknik bivalve
Teknik cetakan ini menggunakan dua cetakan dengan bentuk sesuai benda yang diinginkan
yang dapat ditangkupkan. Cetakan diberi lubang pada bagian atasnya dan dari lubang tersebut
kemudian dituangkan cairan logam. Bila sudah dingin, cetakan baru dibuka.
Kedua, teknik cetakan lilin
Teknik cetakan lilin menggunakan bentuk bendanya yang terlebih dahulu dibuat dari lilin yang
berisis tanah liat sebagai intinya. Bentuk lilin dihias menurut keperluan dengan berbagai pola
hias. Bentuk lilin yang sudah lengkap kemudian dibungkus dengan tanah liat. Pada bagian atas
dan bawah diberi lubang. Dari lubang bagian atas kemudian dituangkan cairan perunggu dan
dari lubang di bawah
mengalir lelehan lilin. Bila cairan perunggu yang dituang sudah dingin, cetakan dipecah untuk
mengambil bendanya yang sudah jadi. Cetakan seperti ini hanya dapat digunakan sekali saja.
Disamping tradisi pembuatan alat-alat perunggu manusia pada periode ini sudah mampu
melebur bijih-bijih besi dalam bentuk alat-alat yang sesuai dengan keinginan dan kegunaannya.
Benda-benda besi yang banyak ditemukan di Indonesia antara lain berupa mata kapak,
berbagai jenis pisau dalam berbagai ukuran, mata sabit yang berbentuk melingkar, tajak, mata
tombak, gelang-gelang besi dan sebagainya. Disamping perunggu dan besi, emas juga telah
dimanfaatkan utamanya untuk membuat perhiasan dan benda-benda persembahan kubur.
3. Situs-situs Peninggalan Budaya Besi di Indonesia
Berbeda dengan benda perunggu, penemuan benda besi di Indonesia sangat terbatas
jumlahnya. Kebanyakan benda-benda besi ini ditemukan dalam kubur batu atau kubur langsung
sebagai benda bekal kubur. Diantara situs-situs ditemukannya benda-benda besi ini antara lain
adalah di Wonosari (tepatnya dalam peti kubur batu di daerah Gunung Kidul, Jawa Tengah),
Besuki, Tuban, Madiun dan Pacitan (semuanya ada di Jawa Timur)