Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Pendekatan budaya dan kritisreview forum
1. Pendekatan
Budaya &
Kritis
Bedah Kasus:
Inovasi organisasi Thermos Corporate
Dan
Gender in Public Relations
2. Budaya ?
kombinasi kompleks dari simbol,
pengetahuan, adat, kebiasaan, bahasa,
pola pemrosesan informasi, ritual,
kebiasaan dan pola perilaku lainnya yang
dikaitkan dan memberikan identitas bagi
kelompok tertentu.
3. Budaya Organisasi
budaya organisasi sebagai pola asumsi
dasar yang saling dibagikan dan
dipelajari oleh anggota atau kelompok
sebagai penyelesai masalah dengan
pihak luar organisasi maupun integrasi
dengan pihak internal. Schein dalam
Keyton (2005)
Nilai – nilai yang dianggap benar dan
dipertimbangkan sebagai yang valid dan
kemudian diajarkan kepada anggota
baru sebagai cara yang tepat untuk
diterima, dipikirkan dan dirasakan dalam
kaitannya dengan pemecahan masalah
4. Perbedaan Masing-Masing Perspektif tentang Budaya
• Perspektif tradisional melihat budaya sebagai
sesuatu yang dimiliki organisasi, sebagai suatu
karakteristik yang dimiliki organisasi “Culture as
Something Organization “Have”
• Perspektif interpretif dan interpretif kritis
melihat budaya sebagai organisasi itu sendiri,
sebagai hakikat dari kehidupan organisasi.
Something Organizations “Are “
– Interpretif murni melihat budaya dengan cara
menggambarkan isi atau budaya organisasi itu
sendiri
– interpretif kritis lebih menekankan pada
evaluasi budaya melalui pelaksanaan kekuasaan
yang terjadi antara kelompok dalam organisasi
6. Excellent Organization
Peters & Waterman
1. cepat bereaksi dan tdk menghabiskan waktu terlalu banyak
untuk perencanaan dan analisa
2. Keputusan organisasi disesuaikan dengan harapan konsumen
3. Memotivasi karyawan untuk berani mengambil resiko atas
tindakan inovatif
4. Mendukung hubungan yang positif antara pimpinan dan
karyawan
5. Pimpinan dan karyawan memiliki kesamaan nilai tentang
kinerja dan produktifitas
6. Fokus kepada apa yang terbaik yang dapat mereka lakukan,
menghindari diversifikasi radikal
7. Memiliki struktur yang tidak terlalu kompleks
8. Kesatuan tujuan dan diversiti yang diperlukan untuk inovasi
7. Budaya Kuat
• organisasi yang kohesif :anggotanya memiliki
komitmen penuh terhadap organisasi dan
tujuannya.
• dapat tercipta apabila setiap orang tahu apa
tujuan organisasi dan mereka bekerja untuk
mencapai tujuan tersebut
• Diciptakan melalui
– nilai yang dipagang teguh bersama, adanya
– role model dalam organisasi (heroes), ada
– media yang digunakan untuk menyatukan,
– jaringan budaya (sistem komunikasi untuk
membentuk budaya)
8. Dalam Kasus Thermos Corporate
• Inovasi adalah kunci, meskipun ada perubahan
yang tampaknya radikal tetapi masih sejalan
dengan kekuatan perusahaan
• Adanya penyesuaian dengan kebutuhan konsumen
tampak Pendekatan eksternal kepada konsumen
dan internal (mereka bukan hanya dipandang
sebagai karyawan tetapi juga sebagai konsumen)
dilakukan melalui Focus Group Discussion,
menanyakan apa yang mereka suka atau tidak
sukai dari produk yang lama, harapannya tentang
alat bakar di masa depan
9. • Gaya manajemen yang menekankan bekerja sebagai
kompetisi antar disiplin/antar departemen menjadi sebuah
tim yang kolaboratif.
• meyakinkan karyawan dengan secara supportive mengajak
mereka berdialog mengapa mereka menolak, dipilih
sebagai solusi awal. Selain itu program keterlibatan
karyawan juga dikembangkan.
• Adanya sosialisasi dan internalisasi ide
• Struktur organisasi dibuat seramping mungkin, sederhana
dengan jenjang pimpinan terbatas
• Inovasi didukung oleh beberapa ahli yang benar-benar tahu
tentang teknologi tersebut.
10. • Bukti – bukti tersebut menunjukkan bahwa selain
inovasi tersebut dilakukan dalam organisasi yang
excellent, mereka juga ada dalam budaya yang kuat
• meyakinkan dengan tulus bahwa program ini adalah
program untuk sukses dan bukan program untuk gagal
(visi), mereka diyakinkan atas langkah-langkah rasional
yang jelas dan mampu meyakinkan karyawan bahwa
dengan usaha dan saling dukung ini pasti akan terjadi,
dan ini dilakukan disetiap kesempatan (media dan
jaringan budaya) serta bonus yang besar bila program
ini terrealisasi (heroes)
12. Kaitan antara Isu Gender in PR, Kom Organisasi dan
Pendekatan Kritis
• Ide dasar pendekatan kritis:
– struktur sosial tertentu dan prosesnya membawa kepada
ketidakseimbangan fundamental terhadap power.
– ketidakseimbangan power tersebut membawa pada
keterasingan dan opresi /penindasan pada klas sosial dan grup
tertentu.
– peran dari teori kritis adalah untuk menelusuri dan membuka
ketidakseimbangan itu dan membawanya kepada mereka yang
tertindas sehingga mereka sadar atas keadaan tersebut.
• Hal ini dapat terjadi dimana saja, termasuk dalam
organisasi dan dapat terjadi pada profesi PR, maka proses
pengenalan nilai dan tindakan penyadaran adalah tindakan
komunikasi maka perlu dikaji dalam kom organisasi
13. • PR perempuan lebih banyak darpada
laki-laki? Yang terpenting bukan
masalah jumlah, tetapi isu dibelakang
kuantitas
– Kebanyakan berdasarkan pertimbangan
gender, perempuan menjadi PR dengan
memerankan peran teknisi komunikasi
– Karena laki-laki kurang berminat dengan
profesi ini maka wanita mengisi posisi itu
dengan incentive yg lebih rendah
– Wrigley (2002)
defined the glass ceiling as an invisible or
unspoken organizational barrier
that prevents women from excelling and
achieving equality in the workplace..tetapi
wanita tdk menyadari itu
14. • Glass ceiling studies
http://feminism.eserver.org/the-glass-
ceiling.txt
• Glass ceiling in Public Relations
http://www.scribd.com/doc/17866808/The-
Glass-Ceiling-in-Public-Relations-PR
http://contemporarypr.blogspot.com/2010/03
/has-pr-managed-to-break-glass-ceiling.html
15. • preseden bahwa women as “helpers” and men
as “managers”
• The double or triple shift :isu lama feminism, PR
perempuan menjadi breadwinner untuk keluarga dan
sekaligus caregiver utk pekerjaannya, sering “mencari
aman untuk hanya menerima tugas teknis”
• Lack of power. the degree of employee support, token
status among a male-dominated team, lack of
mentors, exclusion from networks, and lack of
respect and value, termasuk lemahnya structural
power di organisasi
The Glass Ceiling
at work
16. • Kepuasan kerja: ingin dihargai, ingin pekerjaan yang
menantang, lingkungan yang mendukung. Tetapi kondisi ini
tdk ditemukan dalam pekerjaan bahkan secara sexis
merkea dihadapkan dengan pria. Fungsinya sebagai
breadwinner dan caregiver spt di atas, membuatnya
“menyerah, ingin hidup yg lebih simpel”
• Ras:di beberapa negara, masalah bukan hanya dihadapkan
pada sexe tetapi juga ras (bukan hanya oleh kolega tetapi
juga klien dan stakeholders)
• Woman leadership: leadership traits spt keberanian untuk
berbicara, kemampuan untuk mengambil alih pekerjaan,
keberanian berbicara terbuka, empati, membantu orang
lain, kemampuan berbicara dan mendengarkan, semangat
untuk menggapai prestasi, seharusnya lebih dibangun,
dikembangkan dan diterapkan secara tepat sehingga tidak
menimbulkan persepsi yang salah.
17. …berdasarkan hal tersebut, langkah
penyadarannya…
• PR harus lebih sadar dengan masalah sexis
• Rethink masculine thics di organisasi
• Sadar terhadap marjinalisasi fungsi
• Membangun upaya strategis untuk
membangun profesi, melalui kajian tentang
gender, kampanye penyadaran terhadap
perempuan, advise kepada koalisi dominan
mengenai isu ini