Asas asas Hukum Pidana & Pengertian Perbuatan Pidana menurut Para Ahli
1. TUGAS HUKUM PIDANA
Asas-asas Hukum Pidana & Pengertian
Perbuatan Pidana menurut Para Ahli
Dosen Pengajar : Syaifullah Yophi A., SH., MH.
oleh :
DIENNISSA PUTRIYANDA
Nim : 1209114065
Fakultas Hukum Universitas Riau
2012/2013
1
2. Asas-asas Hukum Pidana
Asas-asas hukum pidana merupakan hal-hal yang mendasari terjadinya suatu
perbuatan akan dikenakan sanksi hukum apabila melanggar ketentuan hukum pidana di
manapun ia keberadaan dan tidak melihat status orang itu berbuat tindak pidana apabila
melanggar ketentuan hukum pidana akan terkena sanksi sesuai dengan sanksi
perbuatannya.
Asas-asas hukum pidana ini bersumber dalam bagian Buku I menyangkut asas-asas
hukum pidana dan uraian umum dari ketentuan Pasal 1 sampai dengan Pasal 8 KUHP.
Berikut penjelasan mengenai Asas-asas Hukum Pidana, yaitu :
Asas Perlindungan
atau
Asas Nasional Pasif
Asas Personalitas
Asas Teritorialitas atau
Asas Nasional Aktif
Asas
Asas Legalitas Hukum Asas Universalitas
Pidana
2
3. BATAS BERLAKUNYA HUKUM PIDANA
MENURUT WAKTU (TIJDSGEBIED)
Berlakunya hukum pidana menurut waktu menyangkut penerapan hukum pidana
dari segi lain. Dalam hal seseorang melakukan perbuatan (feit) pidana sedangkan
perbuatan tersebut belum diatur atau belum diberlakukan ketentuan yang bersangkutan,
maka hal itu tidak dapat dituntut dan sama sekali tidak dapat dipidana.
Asas hukum pidana berdasarkan batas berlakunya menurut waktu yang terkandung
dalam Pasal 1 KUHP, yaitu :
Asas Legalitas
Pasal 1 KUHP
(1) Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan-
ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.
(2) Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan,
maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya.
Asas Legalitas (nullum delictum nula poena sine praevia lege poenali) terdapat dalam Pasal
1 ayat (1) KUHP.
Asas ini dirumuskan oleh Anselm von Feuerbach dalam teori : “vom psychologishen zwang
(paksaan psikologis)” dimana adagium nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali
yang mengandung tiga prinsip dasar :
1. Nulla poena sine lege (tiada pidana tanpa undang-undang/Asas legalitas/Lex
scripta)
Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu
terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang. Yang
dimaksud dengan UU disini adalah dalam arti luas, bukan saja yang tertulis yang
3
4. telah dituangkan dalam bentuk UU oleh pemerintah dengan DPR tetapi produk lain
seperti PerPu, PP, Keppres,Per/Instruksi menteri, Gubernur dsb. Intinya harus
dituangkan secara tertulis dalam suatu perundang-undangan.
2. Nulla Poena sine crimine (tiada pidana tanpa perbuatan pidana/Asas larangan
menggunakan analogi/Lex certa)
Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi.
Artinya perbuatan pidana yang dimaksud harus diuraikan unsur-unsurnya oleh
undang-undang secara jelas dan lengkap.
3. Nullum crimen sine poena legali (tiada perbuatan pidana tanpa undang-undang
pidana yang terlebih dulu ada/Asas non-retroaktif)
Aturan hukum pidana tidak berlaku surut. Secara eksplisit tersirat dalam
ketentuan KUHP, dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1).
* Pengecualian terhadap asas tidak berlaku surut (pasal 1 ayat (2) KUHP)
Pemberlakuan hukum pidana yang lebih menguntungkan dengan keluarnya UU yang
lebih baru.
BATAS BERLAKUNYA HUKUM PIDANA
MENURUT TEMPAT DAN ORANG (GRONDGEBIED/PERSONENGEBIED)
Prof Moeljatno, mengatakan bahwa asas-asas yang terdapat pada pasal 2 sampai 8
KUHP dianggap sebagai batas perlintasan antara hukum pidana dan hukum acara pidana.
Asas hukum pidana (uraian umum) berdasarkan batas berlakunya menurut tempat
dan orang yang terkandung dalam Pasal 2 sampai 8 KUHP, yaitu :
4
5. Asas Teritorialitas
Pasal 2 KUHP
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap
orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia.
Ketentuan pasal diatas menunjukkan bahwa, tindak pidana yang terjadi di wilayah
Indonesia (baik di daratan, lautan maupun udara) maka akan dikenakan aturan hukum
pidana Indonesia baik itu dilakukan oleh warga Negara atau warga asing.
Pasal 3 KUHP
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang
yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau
pesawat udara Indonesia.
Ketentuan pasal diatas merupakan perluasan dari Asas Teritorialitas Pasal 2 KUHP. Dan
menunjukkan bahwa :
a) Jika kendaraan/pesawat tersebut berada dilaut lepas yang berlaku adalah
ketentuan pidana Indonesia.
b) Jika seorang yang berada diatas kendaraan/pesawat tersebut sedang berlabuh
di tempat asing melakukan suatu tindak pidana, oleh penguasa asing belum
dituntut, maka sekembalinya ke Indonesia petindak tersebut dapat dituntut,
tetapi jika sudah selesai secara juridis maka berlaku asas “nebis in idem”.
c) Sebaliknya jika ada seseorang asing yang berlabuh/mendarat
kendaraan/pesawat di Indonesia melakukan tindak pidana dapat dituntut sesuai
ketentuan pidana Indonesia.
5
6. Asas Perlindungan atau Nasional Pasif
Pasal 4 KUHP
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap
orang yang melakukan di luar Indonesia :
(1) Salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107, 108 dan 131;
(2) Suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara
atau bank, ataupun mengenai materai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan
oleh Pemerintah Indonesia;
(3) Pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia, atas
tanggungan suatu daerah atau bagian daerah Indonesia termasuk pula pemalsuan
talon, tanda deviden atau tanda bunga, yang mengikuti surat atau sertifikat itu, dan
tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut atau menggunakan surat-
surat tersebut di atas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-olah asli dan tidak pals.
(4) Salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444 sampai dengan 446
tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada
kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara
secara melawan hukum, pasal 479 huruf l, m, n dan o tentang kejahatan yang
mengancam keselamatan penerbangan sipil.
Ketentuan pasal diatas mengutamakan pada hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan
suatu negara, atau dengan kata lain yang diutamakan adalah keselamatan kepentingan
suatu negara. Sehingga asas ini dinamakan ‘asas perlindungan’ (beschermingsbeginsel). Inti
dari pasal di ats mengenai :
- Ketentuan Hukum Pidana Indonesia dapat diberlakukan terhadap WNI maupun WNA
baik di dalam maupun di luar wilayah Indonesia untuk melindungi kepentingan hukum
Indonesia, seperti yang disebut Pasal 4 KUHP.
6
7. - Pasal 4 KUHP adalah jenis kejahatan yang mengancam kepentingan hukum Indonesia
yang mendasar, berupa keamanan, dan keselamatan negara, perekonomian Indonesia,
serta sarana dan prasarana angkutan Indonesia.
Asas Personalitas atau Nasional Aktif
Pasal 5 KUHP
(1) Ketetentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi warga
Negara yang di luar Indonesia melakukan :
Ke-1 : Salah satu kejahatan yang tersebut dalam Bab I dan Bab II Buku Kedua dan
Pasal-Pasal 160, 161, 240, 279, 450 dan 451.
Ke-2 : Salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-
undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut
perundang-undangan Negara dimana perbuatan itu dilakukan diancam
dengan pidana.
(2) Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat dilakukan juga jika
terdakwa menjadi warga Negara sesudah melakukan perbuatan.
Ketentuan pasal diatas menunjukkan bahwa, bagi warga negara yang melakukan tindak
pidana di luar wilayah Indonesia menyangkut pasal-pasal yang tertera pada ayat (1) Pasal
5 KUHP, maka pelakunya akan dituntut menurut aturan hukum pidana Indonesia oleh
pengadilan Indonesia. Kepentingan nasionalnya disini terlihat agar pelaku tindak pidana
yang warga negara Indonesia itu, walaupun peristiwanya terjadi di luar negara Indonesia,
tidak diadili dan dikenakan hukuman dari negara tempat terjadinya peristiwa hukum atau
perbuatan pidana itu dilakukan. Inti dari asas ini, yaitu :
- Bergantung atau mengikuti subyek hukum atau orangnya yakni warga negara di
manapun keberadaannya (Nasional Aktif).
- Asas ini tidak dapat diterapkan pada semua tindak pidana.
7
8. - Diatur dalam Pasal 5 KUHP dan diperluas Pasal 5 ayat (2), diperlunak Pasal 6,
diatur lebih lanjut dalam Pasal 7 dan Pasal 8 KUHP.
Pasal 6 KUHP
Berlakunya pasal 5 ayat 1 butir 2 dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak dijatuhkan
pidana mati, jika menurut perundang-undangan negara di mana perbuatan dilakukan,
terhadapnya tidak diancamkan pidana mati.
Tertonjolkannya asas personalitas dalam pasal 5 dan 6 KUHP, jelas ditentukan secara tegas
bahwa subyeknya adalah warga negara Indonesia. Perbedaan antara pasal 5 ayat 1 ke-1
dengan sub ke-2 ialah bahwa tersebut dalam sub ke-1 tidak dipersoalkan apakah tindakan
itu merupakan tindak pidana atau tidak diluar negeri yang bersangkutan.
Pasal 7 KUHP
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat
yang di luar Indonesia melakukan salah-satu tindak pidana sebagaimana dimaksudkan
dalam Bab XXVIII Buku Kedua.
Ketentuan pasal diatas memperluas asas personalitas yaitu walaupun pegawai negeri
Indonesia (seseorang yang diangkat oleh penguasa umum dan ditetapkan untuk
melakukan suatu tugas umum yang merupakan sebagian dari tugas negara atau badan-
badan negara) itu pada umumnya berkewarganegaraan Indonesia, tapi tidak kurang
banyaknya yang berkewarganegaraan asing terutama dikedutaan-kedutaan RI, konsulat RI.
Dalam hal ini yang berkewarganegaraan asing itu lebih diutamakan kepegawaiannya dari
pada kewarganegaraannya.
Pasal 8 KUHP
8
9. Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi nakoda dan
penumpang perahu Indonesia, yang di luar Indonesia, sekalipun di luar perahu melakukan
salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam Bab XXIX Buku Kedua, dan Bab
IX Buku Ketiga; begitu pula yang tersebut dalam peraturan mengenai surat laut dan pas
kapal Indonesia, maupun dalam Ordonansi Perkapalan.
Ketentuan pasal diatas berlaku jika :
- Tindak pidana diatas perahu
- Petindaknya yang telah ditentukan, yitu nakhoda dan penumpang
- Kepentingan “perahu Indonesia” atau “pelayaran Indonesia” yang harus mendapat
perlindungan
Asas Universalitas
Berlakunya pasal 2-5 dan 8 KUHP dibatasi oleh pengecualian-pengecualian dalam
hukum internasional. Bahwa asas melindungi kepentingan internasional (asas universal)
adalah dilandasi pemikiran bahwa setiap Negara di dunia wajib turut melaksanakan tata
hukum sedunia (hukum internasional).
Menurut Moeljatno, pada umumnya pengecualian yang diakui meliputi :
1. Kepala Negara beserta keluarga dari Negara sahabat, dimana mereka mempunyai
hak eksteritorial. Hukum nasional suatu Negara tidak berlaku bagi mereka.
2. Duta besar Negara asing beserta keluarganya mereka juga mempunyai hak
eksteritorial.
3. Anak buah kapal perang asing yang berkunjung di suatu Negara, sekalipun ada di
luar kapal. Menurut hukum internasional kapal peran adalah teritoir Negara yang
mempunyainya.
4. Tentara Negara asing yang ada di dalam wilayah Negara dengan persetujuan Negara
itu.
9
10. Pengertian Perbuatan Pidana
menurut Para Ahli
Perbuatan Pidana/Delik/Tindak Pidana/Peristiwa Pidana/Strafbaar feit adalah
tindakan manusia yang memenuhi rumusan Undang-undang yang bersifat melawan hukum
dan dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.
Berikut pengertian dari Perbuatan Pidana menurut beberapa Para Ahli, yaitu :
a. D. Simons
Perbuatan pidana adalah perbuatan salah (met schuld in verband staand) dan
melawan hukum (onrechtmatig) yang diancam pidana (stratbaar gesteld) yang mana
oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar persoon).
b. Van Hamel
Strafbaar feit adalah suatu kelakuan orang (minselijkegedrging) yang
dirumuskan dalam Undang-Undang yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana
dan dilakukan dengan kesalahan.
c. H.B. Vos
Peristiwa pidana adalah suatu peristiwa yang dinyatakan dapat dipidana oleh
Undang-undang.
d. W.P.J Pompe
Strafbaarfeit adalah suatu pelanggaran norma (ganguan terhadap ketertiban
hukum/ law ordeer) yang dengan sengaja ataupun tidak sengaja telah dilakukan
oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut
adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan
hukum.
10
11. e. Prof. Moeljatno, SH
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,
larangan mana yang disertai ancaman (sanksi yang berupa pidana tertentu bagi
barang siapa yang melanggar larangan tersebut).
f. Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH
Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum
pidana.
g. Dr. Chairul Huda, SH, MH
Tindak pidana adalah perbuatan atau serangkain perbuatan yang padanya akan
dilekatkan sanksi pidana.
h. J.B. Daliyo, SH
Tindak atau peristiwa pidana adalah suatu kejadian yang mengandung unsur-
unsur perbuatan yang dilarang oleh undang-undang sehingga siapa yang menimbulkan
peristiwa itu dapat dikenai sanksi pidana
i. J. Baumann
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat
melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan.
j. Roeslan Saleh
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh masyarakat dirasakan sebagai
perbuatan yang tidak boleh atau tidak dapat dilakukan.
k. Jonkers
Strafbaarfeit adalah suatu kelakuan yang dapat diancam pidana oleh undang-
undang, bersifat melawan hukum berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh
orang yang dapat dipertanggungjawabkan.
11
12. l. Utrecht
Peristiwa pidana adalah suatu peristiwa hukum, yaitu suatu peristiwa
kemasyarakatan yang membawa akibat yang diatur oleh hukum.
m. Andi Zainal Abidin
Peristiwa pidana adalah suatu perbuatan yang diancam pidana, melawan hukum
dilakukan dengan kesalahan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan atas
perbuatan itu.
12