SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 15
BAB I

                                  PENDAHULUAN



         Abses paru adalah nekrosis jaringan paru dan pembentukan rongga yang berisi

sebukan nekrotik atau cairan yang disebabkan oleh infeksi mikroba. Bila diameter

kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses) dinamakan

“necrotising pneumonia”. Abses besar atau abses kecil mempunyai manifestasi klinik

berbeda namun mempunyai predisposisi yang sama dan prinsip diferensial diagnose

sama pula. Abses timbul karena aspirasi benda terinfeksi, penurunan mekanisme

pertahanan tubuh atau virulensi kuman yang tinggi. Pada umumnya kasus abses paru ini

berhubungan dengan karies gigi, epilepsi tak terkontrol, kerusakan paru sebelumnya dan

penyalahgunaan alkohol. Pada negara-negara maju jarang dijumpai kecuali penderita

dengan gangguan respons imun seperti penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau

komplikasi dari pasca obstruksi. Pada beberapa studi didapatkan bahwa kuman aerob

maupupun anaerob dari koloni oropharing sering menjadi penyebab abses paru.

Kesalahan dalam diagnosis dan pengobatan abses paru-paru akan memperburuk kondisi

klinis 1,2,3,4.

         Penelitian pada penderita Abses paru nosokomial ditemukan kuman aerob

seperti golongan enterobacteriaceae yang terbanyak. Sedangkan penelitian dengan

teknik biopsi perkutan atau aspirasi transtrakeal ditemukan terbanyak adalah kuman

anaerob4,




                                          1
BAB II

                            TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Definisi

        Abses paru didefinisikan sebagai nekrosis jaringan paru dan pembentukan

rongga yang berisi sebukan nekrotik atau cairan yang disebabkan oleh infeksi mikroba.

Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses)

dinamakan “necrotising pneumonia” atau gangren paru. Baik abses paru-paru dan

pneumonia nekrosis adalah manifestasi dari suatu proses patologis yang serupa.1,2

2.2. Etiologi

        Abses paru adalah penyakit yang mematikan di era preantibiotic, sepertiga dari

pasien meninggal, yang lain sepertiga pulih, dan sisanya berkembang menjadi penyakit

seperti abses berulang, empiema kronis, bronkiektasis, atau komplikasi yang lain dari

infeksi piogenik kronis. Pada periode postantibiotic awal, sulfonamid tidak

meningkatkan hasil pada pasien dengan abses paru-paru hingga ditemukannya penisilin

dan tetrasiklin. 1,3

        Pada umumnya kasus abses paru ini berhubungan dengan karies gigi, epilepsi

tak terkontrol, kerusakan paru sebelumnya dan penyalahgunaan alkohol. Pada negara-

negara maju jarang dijumpai kecuali penderita dengan gangguan respons imun seperti

penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau komplikasi dari pasca obstruksi.1,2,3,4

        Kuman atau bakteri penyebab terjadinya abses paru bervariasi sesuai dengan

peneliti dan teknik penelitian yang digunakan. Finegolal dan Fisliman mendapatkan

bahwa organisme penyebab abses paru lebih dari 89 % adalah kuman anaerob. Asher

dan Beandry mendapatkan pada anak-anak kuman penyebab abses paru terbanyak

adalah Stapillococous aureus.1



                                            2
Penelitian pada penderita Abses paru nosokomial ditemukan kuman aerob

seperti golongan enterobacteriaceae yang terbanyak. Sedangkan penelitian dengan

teknik biopsi perkutan atau aspirasi transtrakeal ditemukan terbanyak adalah kuman

anaerob.4

       Frekuensi abses paru-paru pada populasi umum tidak diketahui. Angka kejadian

abses paru berdasarkan penelitian Asher et al tahun 1982 adalah 0,7 dari 100.000

penderita yang masuk rumah sakit hampir sama dengan angka yang dimiliki oleh The

Children’s Hospital of Eastern Ontario Kanada sebesar 0,67 tiap 100.000 penderita

anak-anak yang masuk rumah sakit. Dengan rasio jenis kelamin laki-laki banding

wanita adalah 1,6 : 1. 1

2.3. Patofisiologi

       Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi kemudian proses

supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi radang pertama dimulai dari suppurasi dan

trombosis pembuluh darah lokal, yang menimbulkan nekrosis dan likuifikasi.

Pembentukan jaringan granulasi terjadi mengelilingi abses, melokalisir proses abses

dengan jaringan fibrotik. Suatu saat abses pecah, lalu jaringan nekrosis keluar bersama

batuk, kadang terjadi aspirasi pada bagian lain bronkus terbentuk abses baru.

Sputumnya biasanya berbau busuk, bila abses pecah ke rongga pleura maka terjadi

empyema.5

Terjadinya abses paru disebutkan sebagai berikut :


a. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan faktor

    predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru dengan

    proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air fluid

    level bakteria masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan


                                           3
penyebaran hematogen (septik emboli) atau dengan perluasan langsung dari proses

    abses ditempat lain (nesisitatum) misal abses hepar.

b. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkolosis dengan

    kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses keradangan supurasi. Pada

    penderita emphisema paru atau polikisrik paru yang mengalami infeksi sekunder.

c. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlajut sampai proses abses

    paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik. Gejala yang

    sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-kadang

    dijumpai juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar limphe peribronkial.

d. Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pertumbuhan massa kanker bronkogenik

    yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh darah, sehingga terjadi

    likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi dapat terbentuk abses.5

       Menurut Prof. dr. Hood Alsagaff, bila terjadi aspirasi, kuman Klebsiela

pneumonia sebagai kuman komensal di saluran pernafasan atas ikut masuk ke saluran

pernafasan bawah, akibat aspirasi berulang, aspirat tak dapat dikeluarkan dan

pertahanan saluran nafas menurun sehingga terjadi keradangan. Proses keradangan

dimulai dari bronki atau bronkiol, menyebar ke parenchim paru yang kemudian

dikelilingi jaringan granulasi. Perluasan ke pleura atau hubungan dengan bronkus sering

terjadi, sehingga pus atau jaringan nekrotik dapat dikeluarkan. Drainase dan pengobatan

yang tidak memadai akan menyebabkan proses abses yang akut akan berubah menjadi

proses yang kronis atau menahun. 2




                                             4
Aspirasi berulang, M.O Terjebak di sal
                                            nafas bawah, proses lanjut pneumonia
                                                       inhalasi bakteria

                                                                                         Faktor
                                                                                       Predisposisi
                                            Bakteri mengadakan multiplikasi dan
                                                  merusak parenkim paru




  Dilepasnya zat pirogen                             Proses Peradangan                Ujung saraf
    oleh leukosit pada
                                                                                         paru
         jaringan
      yang meradang                                                                    tertekan
                                                  Dikelilingi jar. Granulasi
         Panas
                                                                                       Gangguan
                                                                                     rasa nyaman:
                                                                                         Nyeri
      Gangguan Rasa
                                                      Proses nekrosis
    Nyaman: Hipertermi




                             Difusi-                   Produksi Sputum
                             Ventilasi                     berlebih
                             terganggu

       Kelemahan              Kadar O2                  Reflek batuk
          Fisik                Turun


       Intoleransi           Gangguan                  Bersihan Jalan
       Aktifitas           Pertukaran Gas                  Nafas


Gambar 1. Patofisiologi Abses paru. 2




                                              5
2.4. Manifestasi Klinis

1. Gejala klinis : 3,4,6

    Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia pada

umumnya yaitu:

    a. Panas badan Dijumpai berkisar 70% - 80% penderita abses paru. Kadang

        dijumpai dengan temperatur > 400C.

    b. Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses

        dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas

        (Foetor ex oroe (40-75%).

    c. Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40 –

        75% penderita abses paru.

    d. Nyeri dada ( 50% kasus)

    e. Batuk darah ( 25% kasus)

    f. Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan.

        Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup, suara

        nafas yang meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta takikardi.

2. Gambaran Radiologis 1,2

       Pada foto torak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda

       konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan

       ukuran    2 – 20 cm.

       Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat

       hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi

       bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi

       (opasitas).



                                           6
3. Pemeriksaan laboratorium (2, 3, 5)

    a. Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari

        12.000/mm3 (90% kasus) bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai

        dengan 32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam.

        Pada hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran shit to the left

    b. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH merupakan

        pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotik secara tepat.

    c. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotikan merupakan cara

        terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis.




       Gambar 2. Abses paru – dinding abses yang tebal.

2.5. Diagnosis

   Diagnosis abses paru tidak bisa ditegakkan hanya berdasarkan kumpulan gejala

seperti pneumonia dan pemeriksaan fisik saja. Diagnosa harus ditegakkan berdasarkan2,3

1. Riwayat penyakit sebelumnya. Keluhan penderita yang khas misalnya malaise,

   sesak nafas, penurunan berat badan, panas, badan yang ringan, dan batuk yang

   produktif, Foetor ex oero. Adanya riwayat penurunan kesadaran berkaitan dengan

   sedasi, trauma atau serangan epilepsi. Riwayat penyalahgunaan obat yang mungkin




                                            7
teraspirasi asam lambung waktu tidak sadar atau adanya emboli kuman diparu

   akibat suntikan obat.

2. Hasil pemeriksaan fisik yang mendukung adanya data tentang penyakit dasar yang

   mendorong terjadinya abses paru, seperti tanda-tanda proses konsolidasi diantaranya

   a. Redup pada perkusi,

   b. Suara nafas yang meningkat,

   c. Sering dijumpai adanya jari tabuh

   d. Takikardi

   e. Febris

3. Pemeriksaan laboratorium sputum gram, kultur darah dapat mengarah pada

   organisme penyebab infeksi. Jika TB dicurigai, tes BTA dan mikobakteri dapat

   dilakukan. Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan leukositosis, Laju endap darah

   meningkat, hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran ke kiri.

4. Gambaran radiologis yang menunjukkan kavitas dengan proses konsolidasi

   disekitarnya, adanya air fluid level yang berubah posisi sesuai dengan gravitasi.

   Abses paru sebagai akibat aspirasi paling sering terjadi pada segmen posterior lobus

   superior atau segmen superior lobus inferior. Ketebalan dinding abses paru-paru

   berlangsung dari tebal ke tipis dan dari dinyatakan sakit hingga tapak gambaran

   yang membaik disekitar infeksi paru. Besarnya tingkat udara abses cairan dalam

   paru-paru sering sama dalam pandangan posteroanterior atau lateral. Abses dapat

   memanjang ke permukaan pleura.




                                           8
Gambar 3. Komplikasi Pneumonia pneumokokus oleh nekrosis paru-paru dan

      pembentukan abses




      Gambar 4. Sebuah rontgen dada lateral menunjukkan tingkat karakteristik air

      fluid level abses paru




      Gambar 5. Abses paru pada lobus kiri bawah, segmen superior.

5. Bronkoskopi. Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan terapi

   drainase bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.



                                         9
2.6. Diagnosis Banding 2 :

   1. Karsimoma bronkogenik yang mengalami kavitasi, biasanya dinding kavitas

       tebal dan tidak rata. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan sitologi/patologi.

   2. Tuberkulosis paru atau infeksi jamur

       Gejala klinisnya hampir sama atau lebih menahun daripada abses paru. Pada

       tuberkulosis didapatkan BTA dan pada infeksi jamur ditemukan jamur.

   3. Bula yang terinfeksi, tampak air fluid level. Di sekitar bula tidak ada atau hanya

       sedikit konsolidasi.

   4. Kista paru yang terinfeksi. Dindingnya tipis dan tidak ada reaksi di sekitarnya.

   5. Hematom paru. Ada riwayat trauma. Batuk hanya sedikit.

   6. Pneumokoniosis yang mengalami kavitasi. Pekerjaan penderita jelas di daerah

       berdebu dan didapatkan simple pneumoconiosis pada penderita.

   7. Hiatus hernia. Tidak ada gejala paru. Nyeri restrosternal dan heart burn

       bertambah berat pada waktu membungkuk. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan

       foto barium.

   8. Sekuester paru. Letak di basal kiri belakang. Diagnosis pasti dengan bronkografi

       atau arteriografi retrograd.

2.7. Penatalaksanaan

       Penatalaksanaan Abses paru harus berdasarkkan pemeriksaan mikrobiologi dan

data penyakit dasar penderita serta kondisi yang mempengaruhi berat ringannya infeksi

paru. Ada beberapa modalitas terapi yang diberikan pada abses paru : 2, 4, 5, 9

1. Medika Mentosa

           Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33% pada era

   antibiotika maka tingkat kkematian dan prognosa abses paru menjadi lebih baik.



                                            10
Pilihan pertama antibiotika adalah golongan Penicillin pada saat ini dijumpai

   peningkatan abses paru yang disebabkan oleh kuman anaerob (lebih dari 35%

   kuman gram negatif anaerob). Maka bisa dipikrkan untuk memilih kombinasi

   antibiotika antara golongan penicillin G dengan clindamycin atau dengan

   Metronidazole, atau kombinasi clindamycin dan Cefoxitin.

           Alternatif lain adalah kombinasi Imipenem dengan B Lactamase inhibitase,

   pada penderita dengan pneumonia nosokomial yang berkembang menjadi Abses

   paru.

           Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan respon

   radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas gejala atau

   adanya resolusi kavitas, jadi diberikan antibiotika minimal 2-3 minggu.

           Pasien dengan abses paru biasanya menunjukkan perbaikan klinis, dengan

   peningkatan demam, dalam waktu 3-4 hari setelah memulai terapi antibiotik.

   Penurunan suhu badan sampai yg normal diharapkan dalam 7-10 hari. Demam yang

   terus menerus di luar waktu ini mengindikasikan kegagalan terapi, dan pasien ini

   harus menjalani studi lebih lanjut diagnostik untuk menentukan penyebab

   kegagalan.

           Pertimbangan pada pasien dengan respon yang buruk terhadap terapi

   antibiotik meliputi obstruksi bronkial dengan benda asing atau neoplasma atau

   infeksi dengan bakteri resisten, mikobakteri, atau jamur.

2. Drainase

           Drainase postural dan fisioterapi dada 2-5 kali seminggu selama 15 menit

   diperlukan untuk mempercepat proses resolusi abses paru. Pada penderita abses paru




                                          11
yang tidak berhubungan dengan bronkus maka perlu dipertimbangkan drainase

   melalui bronkoskopi.

3. Bedah

   Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila:

   a. Respon yang rendah terhadap terapi antibiotika.

   b. Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi

   c. Infeksi paru yang berulang

   d. Adanya gangguan drainase karena obstruksi

       Untuk alasan berikut, rawat inap disarankan pada pasien dengan abses paru,

evaluasi dan pengelolaan status pernapasan pasien, administrasi antibiotik intravena,

drainase dari abses atau empiema diperlukan.

       Pada pasien yang memiliki abses paru-paru kecil, yang secara klinis tidak sakit,

dan yang dapat diandalkan, rawat jalan dapat dianggap setelah mendapat studi

diagnostik yang tepat seperti kultur dahak, kultur darah, dan darah lengkap. Setelah

terapi awal antibiotik intravena, pasien dapat diperlakukan secara rawat jalan untuk

menyelesaikan terapi berkepanjangan, yang sering dibutuhkan untuk pemulihan.

       Pencegahan aspirasi penting untuk meminimalkan risiko abses paru.

dilakukkannya intubasi pada pasien yang telah berkurang kemampuan untuk melindungi

jalan napas dari aspirasi besar (batuk, gag refleks), harus dipertimbangkan. Posisi pasien

terlentang pada sudut 30 ° bersandar meminimalkan risiko aspirasi, jika muntah pasien

harus ditempatkan pada posisi miring. Meningkatkan kesehatan gigi dan perawatan gigi

pada pasien lanjut usia dan lemah dapat mengurangi risiko abses paru anaerobik.




                                           12
Beberapa komplikasi yang dapat timbul adalah : 4, 5

   1. Empyema

   2. Fibrosis pleura

   3. Bronchopleural fistula

   4. Pleural cutaneous fistula

   5. Respiratory failure

   6. Trapped lung

   7. Abses otak

   8. Atelektasis

   9. Sepsis

2.8. Prognosis

       Lebih dari 90% dari abses paru-paru sembuh dengan manajemen medis saja,

kecuali disebabkan oleh obstruksi bronkial sekunder untuk karsinoma. Angka kematian

yang disebabkan oleh abses paru terjadi penurunan dari 30 – 40 % pada era

preantibiotika dan sampai 15 – 20 % pada era sekarang7.

       Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai prognosis yang

lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu faktor predisposisi. 2,4% angka

kematian Abses paru karena CAP dibanding 66% Abses paru karena HAP. Beberapa

faktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses paru sebagai berikut : 7

   1. Anemia dan Hipoalbuminemia

   2. Abses yang besar (φ > 5-6 cm)

   3. Lesi obstruksi

   4. Bakteri aerob

   5. Immunocompromised



                                          13
6. Usia tua

   7. Gangguan intelegensia

   8. Perawatan yang terlambat

       Angka     kematian     untuk   pasien   dengan   status   yang   mendasari

immunocompromised atau obstruksi bronkial yang memperburuk abses paru-paru

mungkin mencapai 75%.4 Organisme aerobik, sering merupakan penyebab yang didapat

di rumah sakit dan memiliki prognosis yang buruk. Sebuah studi retrospektif

melaporkan angka kematian keseluruhan abses paru-paru yang disebabkan oleh bakteri

gram positif dan gram negatif campuran sekitar 20%.5




                                         14
DAFTAR PUSTAKA

1. Asher MI, Beadry PH ; Lung Abscess in infections of Respicatory tract ; Canada ;
   1990 : 429 – 34.
2. Assegaff H. dkk ; Abses Paru dalam Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru ; AUP ;
   Surabaya ; 2006; 136 – 41.
3. Jay A. Fishman, Aspiration, Empyema, Lung Abscesses, and Anaerobic Infections
   in : Fishman’s pulmonary Diseases and disorders 4th ed ; Philadelphia ; 2008 ; 2141
   – 2146.
4. Sydney M. Finegold, Lung Abscess in : Cecil text book of Medicine 23th ed ;
   Phildelphia ; 2008 ; Chapter 98
5. Garry et al ; Lung Abscess in a Lange Clinical Manual : Internal Medicina :
   Diagnosis and Therapy 3rd ; Oklahoma ; 1993 ; 119 – 120.
6. Hirshberg B et al ; Factors predicting mortality of patients with lung Abscsess ;
   Chest ; 115 ; 3 ; 1999 ; 746 – 52.
7. Johnson KM, Huseby JS ; Lung Abscess Caused by Legionella micdadei ; Chest 111
   ; 1 ; 1997 ; 109 – 13.
8. Ricaurte KK et al ; Allergic bronchopulmonary aspergillosis with multiple
   Streptococcus pneumonia Lung Abscess : an unussual insitial case presentation ;
   joutnal of allergy and clinical imonoligy ; 104 ; 1 1999 ; 238 – 40.
9. Klein JS et al ; Interventional Radiology of The Chest : Image Guided Percutaneons
   Drainage of Pleural Effusions, Lung Abscess, and Pneumothorax ; AJR ; 1995 ; 164
   ; 581 – 88.




                                           15

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Referat Ruptur Ginjal
Referat Ruptur GinjalReferat Ruptur Ginjal
Referat Ruptur GinjalKharima SD
 
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)dr. Bobby Ahmad
 
Ppt peritonitis ec app
Ppt peritonitis ec appPpt peritonitis ec app
Ppt peritonitis ec appPuteri Mentira
 
Acute Coronary Syndome
Acute Coronary SyndomeAcute Coronary Syndome
Acute Coronary SyndomeIra Rahmawati
 
80051025 edema-serebri
80051025 edema-serebri80051025 edema-serebri
80051025 edema-serebriCornelius Liza
 
Ppt osteomielitis
Ppt osteomielitisPpt osteomielitis
Ppt osteomielitisKANDA IZUL
 
Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit Dalam
Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit DalamPanduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit Dalam
Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit DalamDokter Tekno
 
Refrat THT EPISTAKSIS
Refrat THT EPISTAKSISRefrat THT EPISTAKSIS
Refrat THT EPISTAKSISKharima SD
 
Edema paru
Edema paruEdema paru
Edema parusu darto
 
3. bartolinitis & infeksi kelenjar skene
3. bartolinitis & infeksi kelenjar skene3. bartolinitis & infeksi kelenjar skene
3. bartolinitis & infeksi kelenjar skenePradasary
 
Tenosynovitis supuratif
Tenosynovitis supuratifTenosynovitis supuratif
Tenosynovitis supuratifvonysafitri
 
Orkitis (Orchitis) - Presentasi Kasus
Orkitis (Orchitis) - Presentasi KasusOrkitis (Orchitis) - Presentasi Kasus
Orkitis (Orchitis) - Presentasi KasusAris Rahmanda
 
232593414 atelektasis-radiologi-ppt
232593414 atelektasis-radiologi-ppt232593414 atelektasis-radiologi-ppt
232593414 atelektasis-radiologi-pptdini dimas
 

Mais procurados (20)

Referat mioma uteri
Referat mioma uteriReferat mioma uteri
Referat mioma uteri
 
Referat Ruptur Ginjal
Referat Ruptur GinjalReferat Ruptur Ginjal
Referat Ruptur Ginjal
 
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
 
Cedera kepala
Cedera kepalaCedera kepala
Cedera kepala
 
12 nervus cranial
12 nervus cranial 12 nervus cranial
12 nervus cranial
 
Ppt peritonitis ec app
Ppt peritonitis ec appPpt peritonitis ec app
Ppt peritonitis ec app
 
Trauma abdomen
Trauma abdomenTrauma abdomen
Trauma abdomen
 
Pneumothoraks
PneumothoraksPneumothoraks
Pneumothoraks
 
Acute Coronary Syndome
Acute Coronary SyndomeAcute Coronary Syndome
Acute Coronary Syndome
 
Pemeriksaan fisik abdomen anang
Pemeriksaan fisik abdomen anangPemeriksaan fisik abdomen anang
Pemeriksaan fisik abdomen anang
 
80051025 edema-serebri
80051025 edema-serebri80051025 edema-serebri
80051025 edema-serebri
 
Ppt osteomielitis
Ppt osteomielitisPpt osteomielitis
Ppt osteomielitis
 
Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit Dalam
Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit DalamPanduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit Dalam
Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit Dalam
 
Refrat THT EPISTAKSIS
Refrat THT EPISTAKSISRefrat THT EPISTAKSIS
Refrat THT EPISTAKSIS
 
Edema paru
Edema paruEdema paru
Edema paru
 
3. bartolinitis & infeksi kelenjar skene
3. bartolinitis & infeksi kelenjar skene3. bartolinitis & infeksi kelenjar skene
3. bartolinitis & infeksi kelenjar skene
 
Tenosynovitis supuratif
Tenosynovitis supuratifTenosynovitis supuratif
Tenosynovitis supuratif
 
Orkitis (Orchitis) - Presentasi Kasus
Orkitis (Orchitis) - Presentasi KasusOrkitis (Orchitis) - Presentasi Kasus
Orkitis (Orchitis) - Presentasi Kasus
 
3. laring
3. laring3. laring
3. laring
 
232593414 atelektasis-radiologi-ppt
232593414 atelektasis-radiologi-ppt232593414 atelektasis-radiologi-ppt
232593414 atelektasis-radiologi-ppt
 

Semelhante a Abses Paru: Etiologi, Patofisiologi dan Manifestasi Klinis

Lp pnemonia
Lp pnemoniaLp pnemonia
Lp pnemoniaIma Kdr
 
Laporan Pendahuluan Bronkitis
Laporan Pendahuluan BronkitisLaporan Pendahuluan Bronkitis
Laporan Pendahuluan BronkitisSelvia Agueda
 
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisAbses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisRachmandiarRaras
 
Penyakit_Pernapasan.pptx
Penyakit_Pernapasan.pptxPenyakit_Pernapasan.pptx
Penyakit_Pernapasan.pptxIndriaPermata1
 
Respons tubuh terhadap gangguan sistem pernapasan
Respons tubuh terhadap gangguan sistem pernapasanRespons tubuh terhadap gangguan sistem pernapasan
Respons tubuh terhadap gangguan sistem pernapasanYuli Thamrin
 
Penyakit Pernapasan HIHKKNKNJHJBBMKKKN,KIJI
Penyakit Pernapasan HIHKKNKNJHJBBMKKKN,KIJIPenyakit Pernapasan HIHKKNKNJHJBBMKKKN,KIJI
Penyakit Pernapasan HIHKKNKNJHJBBMKKKN,KIJIVikiyRamadhanRachim
 
Tutorial rts i (pneumonia) b9 st.2017
Tutorial rts i (pneumonia) b9 st.2017Tutorial rts i (pneumonia) b9 st.2017
Tutorial rts i (pneumonia) b9 st.2017HerwantoYusa
 
Patologi Respirasi Non Neoplasma 2022.pdf
Patologi Respirasi Non Neoplasma 2022.pdfPatologi Respirasi Non Neoplasma 2022.pdf
Patologi Respirasi Non Neoplasma 2022.pdfrifka15
 
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi AKPER PEMKAB MUNA
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi  AKPER PEMKAB MUNA Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi  AKPER PEMKAB MUNA
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi AKPER PEMKAB MUNA
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi AKPER PEMKAB MUNA Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi AKPER PEMKAB MUNA
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Asuhan Keperawatan pada Pasien Tuberkulosis Paru dan Efusi Pleura
Asuhan Keperawatan pada Pasien Tuberkulosis Paru dan Efusi PleuraAsuhan Keperawatan pada Pasien Tuberkulosis Paru dan Efusi Pleura
Asuhan Keperawatan pada Pasien Tuberkulosis Paru dan Efusi PleuraNola Hastuti
 

Semelhante a Abses Paru: Etiologi, Patofisiologi dan Manifestasi Klinis (20)

Lp pnemonia
Lp pnemoniaLp pnemonia
Lp pnemonia
 
Materi abses paru
Materi abses paruMateri abses paru
Materi abses paru
 
Lp askep bronkupneumonia
Lp askep bronkupneumoniaLp askep bronkupneumonia
Lp askep bronkupneumonia
 
Lp askep bronkupneumonia
Lp askep bronkupneumoniaLp askep bronkupneumonia
Lp askep bronkupneumonia
 
ispa
ispaispa
ispa
 
Laporan Pendahuluan Bronkitis
Laporan Pendahuluan BronkitisLaporan Pendahuluan Bronkitis
Laporan Pendahuluan Bronkitis
 
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisAbses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
 
Penyakit_Pernapasan.pptx
Penyakit_Pernapasan.pptxPenyakit_Pernapasan.pptx
Penyakit_Pernapasan.pptx
 
Respons tubuh terhadap gangguan sistem pernapasan
Respons tubuh terhadap gangguan sistem pernapasanRespons tubuh terhadap gangguan sistem pernapasan
Respons tubuh terhadap gangguan sistem pernapasan
 
Bronkopneumonia
BronkopneumoniaBronkopneumonia
Bronkopneumonia
 
Penyakit Pernapasan HIHKKNKNJHJBBMKKKN,KIJI
Penyakit Pernapasan HIHKKNKNJHJBBMKKKN,KIJIPenyakit Pernapasan HIHKKNKNJHJBBMKKKN,KIJI
Penyakit Pernapasan HIHKKNKNJHJBBMKKKN,KIJI
 
Tutorial rts i (pneumonia) b9 st.2017
Tutorial rts i (pneumonia) b9 st.2017Tutorial rts i (pneumonia) b9 st.2017
Tutorial rts i (pneumonia) b9 st.2017
 
Patologi Respirasi Non Neoplasma 2022.pdf
Patologi Respirasi Non Neoplasma 2022.pdfPatologi Respirasi Non Neoplasma 2022.pdf
Patologi Respirasi Non Neoplasma 2022.pdf
 
Bahan pbl 3.2 dev
Bahan pbl 3.2 devBahan pbl 3.2 dev
Bahan pbl 3.2 dev
 
Pneumonia AKPER PEMKAB MUNA
Pneumonia AKPER PEMKAB MUNAPneumonia AKPER PEMKAB MUNA
Pneumonia AKPER PEMKAB MUNA
 
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi AKPER PEMKAB MUNA
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi  AKPER PEMKAB MUNA Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi  AKPER PEMKAB MUNA
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi AKPER PEMKAB MUNA
 
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksiGangguan sistem pernapasan akibat infeksi
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi
 
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi AKPER PEMKAB MUNA
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi AKPER PEMKAB MUNA Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi AKPER PEMKAB MUNA
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi AKPER PEMKAB MUNA
 
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksiGangguan sistem pernapasan akibat infeksi
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi
 
Asuhan Keperawatan pada Pasien Tuberkulosis Paru dan Efusi Pleura
Asuhan Keperawatan pada Pasien Tuberkulosis Paru dan Efusi PleuraAsuhan Keperawatan pada Pasien Tuberkulosis Paru dan Efusi Pleura
Asuhan Keperawatan pada Pasien Tuberkulosis Paru dan Efusi Pleura
 

Abses Paru: Etiologi, Patofisiologi dan Manifestasi Klinis

  • 1. BAB I PENDAHULUAN Abses paru adalah nekrosis jaringan paru dan pembentukan rongga yang berisi sebukan nekrotik atau cairan yang disebabkan oleh infeksi mikroba. Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses) dinamakan “necrotising pneumonia”. Abses besar atau abses kecil mempunyai manifestasi klinik berbeda namun mempunyai predisposisi yang sama dan prinsip diferensial diagnose sama pula. Abses timbul karena aspirasi benda terinfeksi, penurunan mekanisme pertahanan tubuh atau virulensi kuman yang tinggi. Pada umumnya kasus abses paru ini berhubungan dengan karies gigi, epilepsi tak terkontrol, kerusakan paru sebelumnya dan penyalahgunaan alkohol. Pada negara-negara maju jarang dijumpai kecuali penderita dengan gangguan respons imun seperti penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau komplikasi dari pasca obstruksi. Pada beberapa studi didapatkan bahwa kuman aerob maupupun anaerob dari koloni oropharing sering menjadi penyebab abses paru. Kesalahan dalam diagnosis dan pengobatan abses paru-paru akan memperburuk kondisi klinis 1,2,3,4. Penelitian pada penderita Abses paru nosokomial ditemukan kuman aerob seperti golongan enterobacteriaceae yang terbanyak. Sedangkan penelitian dengan teknik biopsi perkutan atau aspirasi transtrakeal ditemukan terbanyak adalah kuman anaerob4, 1
  • 2. BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Definisi Abses paru didefinisikan sebagai nekrosis jaringan paru dan pembentukan rongga yang berisi sebukan nekrotik atau cairan yang disebabkan oleh infeksi mikroba. Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses) dinamakan “necrotising pneumonia” atau gangren paru. Baik abses paru-paru dan pneumonia nekrosis adalah manifestasi dari suatu proses patologis yang serupa.1,2 2.2. Etiologi Abses paru adalah penyakit yang mematikan di era preantibiotic, sepertiga dari pasien meninggal, yang lain sepertiga pulih, dan sisanya berkembang menjadi penyakit seperti abses berulang, empiema kronis, bronkiektasis, atau komplikasi yang lain dari infeksi piogenik kronis. Pada periode postantibiotic awal, sulfonamid tidak meningkatkan hasil pada pasien dengan abses paru-paru hingga ditemukannya penisilin dan tetrasiklin. 1,3 Pada umumnya kasus abses paru ini berhubungan dengan karies gigi, epilepsi tak terkontrol, kerusakan paru sebelumnya dan penyalahgunaan alkohol. Pada negara- negara maju jarang dijumpai kecuali penderita dengan gangguan respons imun seperti penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau komplikasi dari pasca obstruksi.1,2,3,4 Kuman atau bakteri penyebab terjadinya abses paru bervariasi sesuai dengan peneliti dan teknik penelitian yang digunakan. Finegolal dan Fisliman mendapatkan bahwa organisme penyebab abses paru lebih dari 89 % adalah kuman anaerob. Asher dan Beandry mendapatkan pada anak-anak kuman penyebab abses paru terbanyak adalah Stapillococous aureus.1 2
  • 3. Penelitian pada penderita Abses paru nosokomial ditemukan kuman aerob seperti golongan enterobacteriaceae yang terbanyak. Sedangkan penelitian dengan teknik biopsi perkutan atau aspirasi transtrakeal ditemukan terbanyak adalah kuman anaerob.4 Frekuensi abses paru-paru pada populasi umum tidak diketahui. Angka kejadian abses paru berdasarkan penelitian Asher et al tahun 1982 adalah 0,7 dari 100.000 penderita yang masuk rumah sakit hampir sama dengan angka yang dimiliki oleh The Children’s Hospital of Eastern Ontario Kanada sebesar 0,67 tiap 100.000 penderita anak-anak yang masuk rumah sakit. Dengan rasio jenis kelamin laki-laki banding wanita adalah 1,6 : 1. 1 2.3. Patofisiologi Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi kemudian proses supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi radang pertama dimulai dari suppurasi dan trombosis pembuluh darah lokal, yang menimbulkan nekrosis dan likuifikasi. Pembentukan jaringan granulasi terjadi mengelilingi abses, melokalisir proses abses dengan jaringan fibrotik. Suatu saat abses pecah, lalu jaringan nekrosis keluar bersama batuk, kadang terjadi aspirasi pada bagian lain bronkus terbentuk abses baru. Sputumnya biasanya berbau busuk, bila abses pecah ke rongga pleura maka terjadi empyema.5 Terjadinya abses paru disebutkan sebagai berikut : a. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan faktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air fluid level bakteria masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan 3
  • 4. penyebaran hematogen (septik emboli) atau dengan perluasan langsung dari proses abses ditempat lain (nesisitatum) misal abses hepar. b. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkolosis dengan kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses keradangan supurasi. Pada penderita emphisema paru atau polikisrik paru yang mengalami infeksi sekunder. c. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlajut sampai proses abses paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar limphe peribronkial. d. Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pertumbuhan massa kanker bronkogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh darah, sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi dapat terbentuk abses.5 Menurut Prof. dr. Hood Alsagaff, bila terjadi aspirasi, kuman Klebsiela pneumonia sebagai kuman komensal di saluran pernafasan atas ikut masuk ke saluran pernafasan bawah, akibat aspirasi berulang, aspirat tak dapat dikeluarkan dan pertahanan saluran nafas menurun sehingga terjadi keradangan. Proses keradangan dimulai dari bronki atau bronkiol, menyebar ke parenchim paru yang kemudian dikelilingi jaringan granulasi. Perluasan ke pleura atau hubungan dengan bronkus sering terjadi, sehingga pus atau jaringan nekrotik dapat dikeluarkan. Drainase dan pengobatan yang tidak memadai akan menyebabkan proses abses yang akut akan berubah menjadi proses yang kronis atau menahun. 2 4
  • 5. Aspirasi berulang, M.O Terjebak di sal nafas bawah, proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria Faktor Predisposisi Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru Dilepasnya zat pirogen Proses Peradangan Ujung saraf oleh leukosit pada paru jaringan yang meradang tertekan Dikelilingi jar. Granulasi Panas Gangguan rasa nyaman: Nyeri Gangguan Rasa Proses nekrosis Nyaman: Hipertermi Difusi- Produksi Sputum Ventilasi berlebih terganggu Kelemahan Kadar O2 Reflek batuk Fisik Turun Intoleransi Gangguan Bersihan Jalan Aktifitas Pertukaran Gas Nafas Gambar 1. Patofisiologi Abses paru. 2 5
  • 6. 2.4. Manifestasi Klinis 1. Gejala klinis : 3,4,6 Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia pada umumnya yaitu: a. Panas badan Dijumpai berkisar 70% - 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai dengan temperatur > 400C. b. Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetor ex oroe (40-75%). c. Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40 – 75% penderita abses paru. d. Nyeri dada ( 50% kasus) e. Batuk darah ( 25% kasus) f. Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan. Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup, suara nafas yang meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta takikardi. 2. Gambaran Radiologis 1,2 Pada foto torak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan ukuran 2 – 20 cm. Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi (opasitas). 6
  • 7. 3. Pemeriksaan laboratorium (2, 3, 5) a. Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari 12.000/mm3 (90% kasus) bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai dengan 32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam. Pada hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran shit to the left b. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotik secara tepat. c. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotikan merupakan cara terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis. Gambar 2. Abses paru – dinding abses yang tebal. 2.5. Diagnosis Diagnosis abses paru tidak bisa ditegakkan hanya berdasarkan kumpulan gejala seperti pneumonia dan pemeriksaan fisik saja. Diagnosa harus ditegakkan berdasarkan2,3 1. Riwayat penyakit sebelumnya. Keluhan penderita yang khas misalnya malaise, sesak nafas, penurunan berat badan, panas, badan yang ringan, dan batuk yang produktif, Foetor ex oero. Adanya riwayat penurunan kesadaran berkaitan dengan sedasi, trauma atau serangan epilepsi. Riwayat penyalahgunaan obat yang mungkin 7
  • 8. teraspirasi asam lambung waktu tidak sadar atau adanya emboli kuman diparu akibat suntikan obat. 2. Hasil pemeriksaan fisik yang mendukung adanya data tentang penyakit dasar yang mendorong terjadinya abses paru, seperti tanda-tanda proses konsolidasi diantaranya a. Redup pada perkusi, b. Suara nafas yang meningkat, c. Sering dijumpai adanya jari tabuh d. Takikardi e. Febris 3. Pemeriksaan laboratorium sputum gram, kultur darah dapat mengarah pada organisme penyebab infeksi. Jika TB dicurigai, tes BTA dan mikobakteri dapat dilakukan. Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan leukositosis, Laju endap darah meningkat, hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran ke kiri. 4. Gambaran radiologis yang menunjukkan kavitas dengan proses konsolidasi disekitarnya, adanya air fluid level yang berubah posisi sesuai dengan gravitasi. Abses paru sebagai akibat aspirasi paling sering terjadi pada segmen posterior lobus superior atau segmen superior lobus inferior. Ketebalan dinding abses paru-paru berlangsung dari tebal ke tipis dan dari dinyatakan sakit hingga tapak gambaran yang membaik disekitar infeksi paru. Besarnya tingkat udara abses cairan dalam paru-paru sering sama dalam pandangan posteroanterior atau lateral. Abses dapat memanjang ke permukaan pleura. 8
  • 9. Gambar 3. Komplikasi Pneumonia pneumokokus oleh nekrosis paru-paru dan pembentukan abses Gambar 4. Sebuah rontgen dada lateral menunjukkan tingkat karakteristik air fluid level abses paru Gambar 5. Abses paru pada lobus kiri bawah, segmen superior. 5. Bronkoskopi. Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan terapi drainase bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus. 9
  • 10. 2.6. Diagnosis Banding 2 : 1. Karsimoma bronkogenik yang mengalami kavitasi, biasanya dinding kavitas tebal dan tidak rata. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan sitologi/patologi. 2. Tuberkulosis paru atau infeksi jamur Gejala klinisnya hampir sama atau lebih menahun daripada abses paru. Pada tuberkulosis didapatkan BTA dan pada infeksi jamur ditemukan jamur. 3. Bula yang terinfeksi, tampak air fluid level. Di sekitar bula tidak ada atau hanya sedikit konsolidasi. 4. Kista paru yang terinfeksi. Dindingnya tipis dan tidak ada reaksi di sekitarnya. 5. Hematom paru. Ada riwayat trauma. Batuk hanya sedikit. 6. Pneumokoniosis yang mengalami kavitasi. Pekerjaan penderita jelas di daerah berdebu dan didapatkan simple pneumoconiosis pada penderita. 7. Hiatus hernia. Tidak ada gejala paru. Nyeri restrosternal dan heart burn bertambah berat pada waktu membungkuk. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan foto barium. 8. Sekuester paru. Letak di basal kiri belakang. Diagnosis pasti dengan bronkografi atau arteriografi retrograd. 2.7. Penatalaksanaan Penatalaksanaan Abses paru harus berdasarkkan pemeriksaan mikrobiologi dan data penyakit dasar penderita serta kondisi yang mempengaruhi berat ringannya infeksi paru. Ada beberapa modalitas terapi yang diberikan pada abses paru : 2, 4, 5, 9 1. Medika Mentosa Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33% pada era antibiotika maka tingkat kkematian dan prognosa abses paru menjadi lebih baik. 10
  • 11. Pilihan pertama antibiotika adalah golongan Penicillin pada saat ini dijumpai peningkatan abses paru yang disebabkan oleh kuman anaerob (lebih dari 35% kuman gram negatif anaerob). Maka bisa dipikrkan untuk memilih kombinasi antibiotika antara golongan penicillin G dengan clindamycin atau dengan Metronidazole, atau kombinasi clindamycin dan Cefoxitin. Alternatif lain adalah kombinasi Imipenem dengan B Lactamase inhibitase, pada penderita dengan pneumonia nosokomial yang berkembang menjadi Abses paru. Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan respon radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas gejala atau adanya resolusi kavitas, jadi diberikan antibiotika minimal 2-3 minggu. Pasien dengan abses paru biasanya menunjukkan perbaikan klinis, dengan peningkatan demam, dalam waktu 3-4 hari setelah memulai terapi antibiotik. Penurunan suhu badan sampai yg normal diharapkan dalam 7-10 hari. Demam yang terus menerus di luar waktu ini mengindikasikan kegagalan terapi, dan pasien ini harus menjalani studi lebih lanjut diagnostik untuk menentukan penyebab kegagalan. Pertimbangan pada pasien dengan respon yang buruk terhadap terapi antibiotik meliputi obstruksi bronkial dengan benda asing atau neoplasma atau infeksi dengan bakteri resisten, mikobakteri, atau jamur. 2. Drainase Drainase postural dan fisioterapi dada 2-5 kali seminggu selama 15 menit diperlukan untuk mempercepat proses resolusi abses paru. Pada penderita abses paru 11
  • 12. yang tidak berhubungan dengan bronkus maka perlu dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi. 3. Bedah Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila: a. Respon yang rendah terhadap terapi antibiotika. b. Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi c. Infeksi paru yang berulang d. Adanya gangguan drainase karena obstruksi Untuk alasan berikut, rawat inap disarankan pada pasien dengan abses paru, evaluasi dan pengelolaan status pernapasan pasien, administrasi antibiotik intravena, drainase dari abses atau empiema diperlukan. Pada pasien yang memiliki abses paru-paru kecil, yang secara klinis tidak sakit, dan yang dapat diandalkan, rawat jalan dapat dianggap setelah mendapat studi diagnostik yang tepat seperti kultur dahak, kultur darah, dan darah lengkap. Setelah terapi awal antibiotik intravena, pasien dapat diperlakukan secara rawat jalan untuk menyelesaikan terapi berkepanjangan, yang sering dibutuhkan untuk pemulihan. Pencegahan aspirasi penting untuk meminimalkan risiko abses paru. dilakukkannya intubasi pada pasien yang telah berkurang kemampuan untuk melindungi jalan napas dari aspirasi besar (batuk, gag refleks), harus dipertimbangkan. Posisi pasien terlentang pada sudut 30 ° bersandar meminimalkan risiko aspirasi, jika muntah pasien harus ditempatkan pada posisi miring. Meningkatkan kesehatan gigi dan perawatan gigi pada pasien lanjut usia dan lemah dapat mengurangi risiko abses paru anaerobik. 12
  • 13. Beberapa komplikasi yang dapat timbul adalah : 4, 5 1. Empyema 2. Fibrosis pleura 3. Bronchopleural fistula 4. Pleural cutaneous fistula 5. Respiratory failure 6. Trapped lung 7. Abses otak 8. Atelektasis 9. Sepsis 2.8. Prognosis Lebih dari 90% dari abses paru-paru sembuh dengan manajemen medis saja, kecuali disebabkan oleh obstruksi bronkial sekunder untuk karsinoma. Angka kematian yang disebabkan oleh abses paru terjadi penurunan dari 30 – 40 % pada era preantibiotika dan sampai 15 – 20 % pada era sekarang7. Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai prognosis yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu faktor predisposisi. 2,4% angka kematian Abses paru karena CAP dibanding 66% Abses paru karena HAP. Beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses paru sebagai berikut : 7 1. Anemia dan Hipoalbuminemia 2. Abses yang besar (φ > 5-6 cm) 3. Lesi obstruksi 4. Bakteri aerob 5. Immunocompromised 13
  • 14. 6. Usia tua 7. Gangguan intelegensia 8. Perawatan yang terlambat Angka kematian untuk pasien dengan status yang mendasari immunocompromised atau obstruksi bronkial yang memperburuk abses paru-paru mungkin mencapai 75%.4 Organisme aerobik, sering merupakan penyebab yang didapat di rumah sakit dan memiliki prognosis yang buruk. Sebuah studi retrospektif melaporkan angka kematian keseluruhan abses paru-paru yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif campuran sekitar 20%.5 14
  • 15. DAFTAR PUSTAKA 1. Asher MI, Beadry PH ; Lung Abscess in infections of Respicatory tract ; Canada ; 1990 : 429 – 34. 2. Assegaff H. dkk ; Abses Paru dalam Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru ; AUP ; Surabaya ; 2006; 136 – 41. 3. Jay A. Fishman, Aspiration, Empyema, Lung Abscesses, and Anaerobic Infections in : Fishman’s pulmonary Diseases and disorders 4th ed ; Philadelphia ; 2008 ; 2141 – 2146. 4. Sydney M. Finegold, Lung Abscess in : Cecil text book of Medicine 23th ed ; Phildelphia ; 2008 ; Chapter 98 5. Garry et al ; Lung Abscess in a Lange Clinical Manual : Internal Medicina : Diagnosis and Therapy 3rd ; Oklahoma ; 1993 ; 119 – 120. 6. Hirshberg B et al ; Factors predicting mortality of patients with lung Abscsess ; Chest ; 115 ; 3 ; 1999 ; 746 – 52. 7. Johnson KM, Huseby JS ; Lung Abscess Caused by Legionella micdadei ; Chest 111 ; 1 ; 1997 ; 109 – 13. 8. Ricaurte KK et al ; Allergic bronchopulmonary aspergillosis with multiple Streptococcus pneumonia Lung Abscess : an unussual insitial case presentation ; joutnal of allergy and clinical imonoligy ; 104 ; 1 1999 ; 238 – 40. 9. Klein JS et al ; Interventional Radiology of The Chest : Image Guided Percutaneons Drainage of Pleural Effusions, Lung Abscess, and Pneumothorax ; AJR ; 1995 ; 164 ; 581 – 88. 15