1. HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL
EKONOMI DENGAN PARTISIPASI
MASYARAKAT DALAM
PEMBANGUNAN DESA
(Studi di Desa Batu Kalong
Kecamatan Muara Kemumu
Kabupaten Kepahiang)
studi dokumentasi. Sedangkan teknik
analisis
kuantitatif
menggunakan
Korelasi Produck Moment.
Hasil penelitian menunjukkan
tingkat sosial ekonomi masyarakat di
Desa Batu Kalong Kecamatan Muara
Kemumu tergolong sedang dari hasil
perhitungan mencapai 61 %, dilihat dari
tingkat pendidikan formal, status jenis
pekerjaan, tingkat pendapatan per-bulan,
pemenuhan kebutuhan pokok rumah
tangga, dan mobilitas sosial. Sedangkan
tingkat partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan pembangunan Desa juga
tergolong sedang, dari hasil perhitungan
tingkat partisipasi mayarakat hanya
mencapai 57 %. Tingkat partisipasi ini
diwujudkan dalam bentuk sumbangan
pemikiran, keterampilan/keahlian, tenaga,
harta benda atau uang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat status sosial
ekonomi merupakan faktor pendorong
masyarakat untuk ikut serta dalam
pembangunan desa. Hal ini dapat
dibuktikan dengan hasil analisis data
menunjukkan nilai koefisien korelasi (r)
sebesar 0,545, terbukti bahwa nilai
koefisien korelasi (r hit) hitung lebih besar
dari pada koefisiensi korleasi r tabel (r
tab) yaitu; 0,545 > 0,284 untuk taraf
kepercayaan 5% dengan sampel 50 dan
DK 48. Hasil uji hipotesis didapat angka
t-hitung = 4,50 lebih besar dan t- tabel yaitu
2,000. berarti menolak Ho dan menerima
Ha, artinya variabel X (tingkat status
sosial ekonomi memiliki hubungan
dengan
variabel Y (Partisipasi
masyarakat dalam pembangunan desa).
Oleh: Eko Hartoyo 1), Harmiati 2),
Mulyadi 3)
Abstraksi
Proses
penyelenggaraan
pembangunan desa dalam era desentralisasi
membangkitkan kesadaran (consiousness)
kepada masyarakat bahwa pembangunan
harus dijiwai dan mengakomodasikan nilainilai lokal, kultural, dan sejarah masyarakat
setempat ke dalam bentuk partisipasi yang
seluas-luasnya. Status pekerjaan, tingkat
pendapatan, pendidikan
dan jumlah
anggota keluarga merupakan suatu
rangkaian yang berpengaruh terhadap
partisipasi
masyarakat
dalam
pembangunan.
Masyarakat
mengesampingkan
pemikiran
yang
berkaitan dengan sentuhan pembangunan
dan
berkaitan
dengan
penentuan
kebijakan umum, ketika belum untuk
memenuhi kebutuhan hidup secara
minimal saja belum terwujud. Kondisi
tersebut
merupakan
bentuk
ketidakberdayaan masyarakat miskin
dalam menjalani kondisi kehidupan yang
serba sulit. Tingkat status sosial ekonomi
merupakan salah satu yang dapat
mempengaruhi partisipasi masyarakat
dalam pembangunan. Tingkat status
sosial ekonomi tersebut antara lain; status
pekerjaan, tingkat pendapatan dan
konsumsi, tingkat pendidikan, pola
pemukiman dan kepemilikan barang,
sarana dan prasarana, serta mobilitas
sosial. Dalam penelitian ini penulis
mengambil sampel sebanyak 50 kepala
keluarga. Teknik pengumpulan data
menggunakan kuesioner, observasi, dan
1.
LATAR BELAKANG
Penduduk Indonesia hampir 80%
bertempat tinggal dipedesaan. Jumlah
penduduk yang besar didukung dengan
potensi sumber daya alam yang potensial
merupakan asset pembangunan, apabila
1
2. 2
dikembangkan dan diaktifkan secara
intensif dan efektif, sehingga dapat
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakat desa. Pembangunan dapat
dikatakan berhasil apabila tingkat
partisipasi masyarakat relatif tinggi.
Namun aspek partisipasi hanya sebatas
keterlibatan
persentase
penduduk
pedesaan dalam bekerja secara fisik, akan
tetapi bukan pada substansi pemenuhan
hak-hak masyarakat pedesaan dalam
pelaksanaan sejak dari perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi hasil dari
pembangunan pedesaan. Dalam hal ini
faktor-faktor
seperti
pendidikan,
pekerjaan dan penghasilan menjadi
pendorong masyarakat untuk ikut terlibat
pembangunan desa.
Status
pekerjaan,
tingkat
pendapatan, pendidikan
dan jumlah
anggota keluarga merupakan suatu
rangkaian yang berpengaruh terhadap
partisipasi
masyarakat
dalam
pembangunan. Masyarakat lebih berpikir
tentang bagaimana mencukupi kebutuhan
dasar seperti sandang, pangan, papan,
dari pada berpikir tentang pembangunan
desa dan penentuan kebijaksanaan umum.
Masyarakat mengesampingkan pemikiran
yang berkaitan dengan pembangunan dan
penentuan kebijakan umum apabila untuk
memenuhi kebutuhan hidup secara
minimal saja belum terwujud. Kondisi
tersebut
merupakan
bentuk
ketidakberdayaan masyarakat miskin
pedesaan dalam menjalani kondisi
kehidupan yang serba sulit.
Berdasarkan hasil penelitian
Harianto (2008) menyatakan bahwa
status sosial masyarakat dapat menunjang
partisipasi politik dalam pembangunan.
Demikian juga penelitian Suhariadi
(1989) menunjukkan bahwa tingkat status
sosial ekonomi dapat mempengaruhi
partisipasi
masyarakat
dalam
pembangunan. Tingkat status sosial
ekonomi tersebut antara lain; status
pekerjaan, tingkat pendapatan dan
konsumsi, tingkat pendidikan, pola
pemukiman dan kepemilikan barang,
sarana dan prasarana, serta mobilitas
sosial. Dalam pelaksanaan pembangunan
desa di desa Batu Kalong apakah status
sosial ekonomi seperti kekayaan,
penghasilan dan prestise berhubungan
dengan tingkat partisipasi masyarakat.
2.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan melihat
tingkat status sosial ekonomi,
partisipasi masyarakat dan mengkaji
lebih dalam hubungan antara status
sosial ekonomi dengan partisipasi
masyarakat dalam pembangunan
Desa di Batu Kalong Kecamatan
Muara
Kemumu
Kabupaten
Kepahiang
3.
Tinjauan Pustaka
1) Status Sosial Ekonomi
Menurut Suhariadi (1989) status
sosial ekonomi adalah tingkat sosial
ekonomi seseorang atau posisi, jenjang
yang dimiliki dalam hidup dan
penghidupan dalam masyarakat. Tingkat
status sosial ekonomi menurut Suhariadi
(1989) meliputi; tingkat pendidikan,
status pekerjaan, tingkat pendapatan dan
konsumsi, tingkat atau pola pemukiman
atau kepemilikan barang, sasaran dan
prasarana, mobilitas sosial.
Berdasarkan pengertian tersebut
di atas maka yang dimaksud dengan
status sosial ekonomi adalah status sosial
ekonomi adalah suatu posisi atau jenjang
yang dimiliki seseorang dalam hidup
bermasyarakat yang dilihat dari tingkat
pendidikan, status pekerjaan, sarana dan
prasarana, dan mobilitas sosial.
Sedangkan status sosial ekonomi
menurut Sunarto ( 2000;65) di bedakan
atau
dikelompokkan
berdasarkan
kekayaan
dan
penghasilan,
atau
berdasarkan prestise dalam masyarakat.
3. 3
Pembedaan
warga
masyarakat
berdasarkan status yang dimilikinya
sering disebut dengan stratifikasi sosial
(social stratifikasi) (Yingler dalam
Sunarto,2000).
Pada
masyarakat
sistem
stratifikasi sosial yang bersifat terbuka
dimungkinkan terjadi penggantian status
sosial, dalam sistem stratifikasi sosial
dimungkinkan masyarakat dapat naik
turun dalam status sosialnya (hirarki),
walaupun mobilitas sosial antar generasi
dan intra-generasi yang terjadi bersifat
terbatas. Karena kenyataan di masyarakat
masih cukup banyak anggota masyarakat
yang menduduki status yang tidak
berbeda dengan status orang tuanya dan
selalu ada saja anggota masyarakat yang
tidak berhasil meningkatkan status
derajat dengan status yang pernah
diduduki orang tuanya.
2) Penghasilan
Tingkat penghasilan merupakan
salah satu ukuran dalam menentukan
status sosial seseorang, menurut Barber
dalam Sunarto (2000) bahwa stratifikasi
sosial dilihat dengan konsep rentang
(span) yang mengacu pada perbedaan
kelas teratas dan terbawah. Dalam
masyarakat kita terjadi rentang yang
sangat lebar dalam hal penghasilan
(Sunarto,2000).
Perbedaan
yang
demikian terjadi karena rentang yang
sangat lebar dalam segi kepangkatan,
jenis pekerjaan yang dikerjakan anggota
masyarakat hal ini berakibat pada
lebarnya rentang pendapatan antara
masyarakat. kesenjangan ini dijumpai
pada
masyarakat
yang
sedang
berkembang.
3) Kepemilikan Barang
Dalam penentuan status sosial
ekonomi Weber dalam Sunarto (2000)
diukur dari penguasaan atas barang serta
kesempatan
untuk
memperoleh
penghasilan dalam pasaran komoditas.
Sebagai
akibat
yang
dimilikinya
persamaan peluang untuk menguasai
barang dan jasa sehingga diperoleh
penghasilan tertentu, maka orang berada
di kelas yang sama mempunyai
persamaan yang dinamakan situasi kelas
(Weber dalam Sunarto, 2000) yaitu
persamaan dalam hal peluang untuk
menguasai
persediaan
barang,
pengalaman hidup pribadi, atau cara
hidup. Anggota masyarakat yang berhasil
menumpuk kekayaan dapat menikmati
cara hidup yang sama dan memiliki
pengalaman hidup pribadi yang sama,
menurut Weber kategori dasar untuk
membedakan kelas adalah kekayaan yang
dimiliki dan faktor yang menciptakan
kelas adalah kepentingan ekonomi.
4)
Status Sosial dalam Masyarakat
Dimensi lain untuk menentukan
status sosial ekonomi masyarakat adalah
status kehormatan. Menurut Weber
manusia dikelompokkan dalam kelompok
status (status group) kelompok status
merupakan orang berada dalam situasi
status (status situation) yang sama, yaitu
orang yang peluang hidupnya atau
nasibnya
ditentukan
oleh
ukuran
kehormatan tertentu. Di Indonesia
terdapat
perbedaan
antara
lain;
bangsawan, dan rakyat jelata priyayi dan
wong cilik (Clifford Geertz dan
Koetjaranengrat, dan Harsja W. Bactiar
dalam Koentjaranengrat, ed,1964).
Menurut Weber dalam Sunarto
(2000) persamaan kehormatan status
terutama dinyatakan melalui persamaan
gaya hidup (style of life) di bidang
pergaulan gaya hidup dapat berwujud
pembatasan terhadap pergaulan gaya
hidup dapat berwujud pembatasan
terhadap pergaulan erat dengan statusnya
lebih rendah. Lapangan interaksi dapat
juga larangan menyentuh anggota
kelompok yang statusnya lain, atau status
sosial juga ditandai oleh pemberian hakhak yang istimewa dan monopoli atas
4. 4
barang seperti gaya berpakaian dan
kesempatan ideal maupun material.
Weber mengemukakan dan melestarikan
semua adat –istiadat yang berlaku dalam
masyarakat.
5) Partisipasi
Partisipasi adalah turut berperan
serta disuatu kegiatan (Kamus Bahasa
Indonesia 2008; 831). Partisipasi menurut
Slamet,
(1994)
adalah
sebagai
keterlibatan aktif dan bermakna dari
penduduk pada tingkatan–tingkatan yang
berbeda (a) di dalam proses pembentukan
keputusan untuk menentukan tujuan–
tujuan
kemasyarakatan
dan
pengalokasian sumber–sumber untuk
mencapai tujuan tersebut,
(b)
pelaksanaan
program‐program
dan
proyek–proyek secara sukarela; dan (c)
pemanfaatan hasil–hasil dari suatu
program atau proyek. Oleh karena itu,
pelibatan seseorang dalam berpartisipasi
harus dilakukan pada proses‐proses
perencanaan,
pelaksanaan
dan
operasional.
Sementara partisipasi masyarakat
menurut Godschalk (dalam Yulianti,
2000) merupakan pengambilan keputusan
secara bersama‐sama antara masyarakat
dan perencana, sedangkan menurut
Salusu (1998) partisipasi secara garis
besar dapat dikategorikan sebagai
desakan kebutuhan psikologis yang
mendasar pada setiap individu. Hal ini
berarti bahwa manusia ingin berada
dalam suatu kelompok untuk terlibat
dalam setiap kegiatan. Partisipasi
merupakan suatu konsep yang merujuk
pada keikutsertaan seseorang dalam
berbagai
aktivitas
pembangunan.
Keikutsertaan ini sudah barang tentu
didasari oleh motif–motif dan keyakinan
akan nilai–nilai tertentu yang dihayati
seseorang.
Dari
beberapa
pendapat
sebelumnya dapat disimpulkan partisipasi
di bangun dan diurutkan menjadi tahap‐
tahap terjadinya suatu resiko. Pada tahap
pertama partisipasi merupakan proses
perencanaan untuk menentukan program‐
program dan proyek‐proyek apakah yang
akan dibangun. Tahap kedua partisipasi
adalah keikutsertaan dalam proses
pelaksanaan pembangunan. Tahap ini
dalam pembangunan adalah implementasi
dari program-program dan proyek‐proyek
yang telah disetujui atau diputuskan
dalam tahap pengambilan keputusan.
Tahap pelaksanaan ini dapat berupa
keikutsertaan
secara
fisik
seperti
pemberian tenaga maupun pemberian
sumbangan uang dan bahan‐bahan
material untuk pembangunan. Tahap
ketiga
partisipasi
adalah
tahap
pemanfaatan yakni tahap dimana
masyarakat memperoleh hasil‐hasil dari
program dan proyek pembangunan yang
telah dilaksanakan. Tahap penerimaan
hasil ini merupakan perwujudan dalam
partisipasi. Oleh sebab itu, pada tahap
penerimaan hasil diharapkan diikuti oleh
tumbuhnya tanggung jawab untuk
memelihara dan menjaga agar hasil
pembangunan dapat dirasakan dan
mampu memberikan manfaat sesuai
fungsinya, sehingga bisa dinikmati oleh
masyarakat
secara
optimal
dan
berkelanjutan.
4. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan
pendekatan
kuantitatif
dengan
menggunakan data primer. Data
primer diperoleh secara langsung
dari
sumber
asli
dan
data
dikumpulkan
untuk
menjawab
pertanyaan penelitian yang sesuai
dengan keinginan peneliti (Fuad
Mas’ud, 2004).
Data primer berasal dari
penyebaran kuesioner berkaitan
dengan status sosial ekonomi dan
partisipasi
masyarakat
dalam
5. 5
pembangunan desa di desa Desa
Batu Kalong
Kecamatan Muara
Kemumu Kabupaten Kepahiang, yang
berkaitan dengan status sosial
ekonomi dan partisipasi masyarakat
dalam
pembangunan.
Lokasi
penelitian di Desa Batu Kalong
Kecamatan Muara Kemumu Kabupaten
Kepahiang. Proses persiapan penelitian,
pengumpulan data, selama 1 (satu)
semester atau lebih kurang 3 (tiga)
bulan.
Populasi adalah kelompok
individu atau obyek pengamatan
yang
minimal
memiliki
satu
persamaan karakteristik (Cooper dan
Emory, 1995). Populasi dalam
penelitian ini adalah penduduk Desa
Batu Kalong
Kecamatan Muara
Kemumu Kabupaten Kepahiang yang
berdomisili di lokasi penelitian lebih
dari 2 tahun.
Dalam
penelitian ini sampel yang dipilih
adalah penduduk Desa Batu Kalong
Kecamatan Muara Kemumu Kabupaten
Kepahiang yang berupa kepala
keluarga. Jumlah sampel dalam
penelitian ini adalah: 50 orang
dengan klasifikasi kepala keluarga.
Teknik pengambilan sampel yang
digunakan sampel random sampling,
yaitu
dengan
memberikan
kesempatan yang sama kepada
setiap populasi untuk dijadikan
sampel yang dilakukan secara acak
(Suharsimi Arikunto, 2006).
Teknik pengumpulan data sebagai berikut
: Observasi adalah pengamatan dengan
menggunakan pancaindra mata, telinga,
penciuman, mulut, dan kulit oleh peneliti.
Oleh sebab itu observasi adalah
kemampuan
seseorang
untuk
menggunakan pengamatannya melalui
hasil kerja pancaindra mata serta dibantu
dengan pancaindra lainnya (Burhan
Bungin 2009). Angket atau kuesioner
adalah serangkaian daftar pertanyaan
yang disusun secara sistematis, kemudian
dikirim untuk diisi oleh responden,
setelah diisi maka angket dikirim kembali
atau dikembalikan kepada petugas
peneliti. Koesioner adalah berupa daftar
pertanyaan yang digunakan dalam
penelitian ini telah dilengkapi dengan
alternatif jawaban, dan masing-masing
alternatif jawaban memiliki bobot nilai
yang
berbeda,
responden
hanya
menentukan atau memilih satu diantara
alternatif tersebut.
Dalam penelitian ini data yang
telah terkumpul dari hasil wawancara dan
dokumentasi serta kuesioner diseleksi
dan diklasifikasikan sesuai dengan
kebutuhan data dan kemudian dianalisis
menurut kemampuan penulis dan sesuai
dengan metode yang digunakan yaitu
metode kuantitatif.
Untuk menganalisis data tingkat sosial
ekonomi masyarakat yang merupakan
variabel X dan tingkat partisipasi
masyarakat (varibel Y) dianalisis dengan
menggunakan teknik persentase. Hasil
pengolahan data selanjutnya dilakukan
dengan pengkategorian dengan mengacu
pada
pendapat
Sugiono
(2009).
Kemudian untuk melihat hubungan antar
variabel dalam hal ini variabel X (tingkat
sosial ekonomi) dan variabel Y (tingkat
partisipasi
masyarakat)
digunakan
analisis Korelasi Pearson Product
Moment untuk mengetahui derajat
hubungan dan kontribusi variabel bebas
(independen) dengan variabel terikat
(dependen) (Ridwan dan Sunarto, 2009).
Selanjutnya untuk mengetahui makna
hubungan antar variabel x dan y atau
untuk menguji hipotesis maka dilakukan
uji
signifikansi
rumus
“t”
test
(Ridwan,2009;81).
5. Pembahasan:
1) Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi merupakan
variabel (X) dalam penelitian yang terdiri
6. 6
dari tingkat pendidikan formal, jenis
pekerjaan, jumlah pendapatan per-bulan,
pemenuhan kebutuhan pokok rumah
tangga, dan mobilitas sosial. Dari hasil
penelitian terhadap 50 orang responden
dapat disimpulkan bahwa tingkat status
sosial ekonomi masyarakat di desa Batu
Kalong termasuk kategori sedang
mencapai 61,00 (persen). Tingkat
pendidikan formal penduduk relatif
rendah, sebagian besar penduduk hanya
berpendidikan SMP. Kondisi ini sangat
berpengaruh terhadap pola berpikir dan
berperilaku
dalam
pengambilan
keputusan.
Pendidikan
memegang
peranan yang sangat penting dalam
proses peningkatan kualitas sumber daya
manusia. Pendidikan dapat membantu
berpikir secara sistematik agar dapat
memecahkan masalah yang dihadapi
termasuk dalam peningkatan status sosial
ekonomi hal ini sejalan dengan pendapat
(Suhariadi, 1989).
kepemilikan rumah, perabotan, dan
kendaraan juga berpengaruh terhadap
tingkat mobilitas sosial yang pada
akhirnya berpengaruh terhadap status
sosial ekonomi masyarakat.
2) Tingkat Partisipasi Masyarakat
Tingkat partisipasi masyarakat
merupakan variabel (Y) diukur dengan
menggunakan
indikator;
adalah
keterlibatan
warga
dalam
proses
perencanaan pembangunan, pelaksanaan
(bantuan material, gotong royong,
memprakasai program pembangunan
desa) dan evaluasi pembangunan desa.
Dari hasil penelitian terhadap 50 orang
responden dapat disimpulkan bahwa
partisipasi
masyarakat
dalam
pembangunan hanya mencapai 57 %
tergolong kategori sedang.
Penduduk desa Batu Kalong
sebagian besar bekerja sebagai petani
dengan tingkat produktivitas yang
rendah. Pekerjaan sebagai petani dengan
lahan sempit dan pengolahan lahan secara
tradisional berakibat pada rendahnya
produktivitas, hal ini berpengaruh
terhadap pola hidup dan pengaturan
waktu dalam bekerja. Petani lebih
mengutamakan pekerjaan mencari nafkah
untuk mencukupi kebutuhan hidup
sehari-hari dan meningkatkan status
sosial ekonominya.
Partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan pembangunan di Desa Batu
Kalong
Kecamatan Muara Kemumu
Kabupaten Kepahiang diwujudkan dalam
bentuk
sumbangan
pemikiran,
keterampilan/keahlian, tenaga, harta
benda atau uang. Masyarakat ikut
mengajukan usul dalam suatu kegiatan,
bermusyawarah untuk mengambil suatu
keputusan alternatif program yang
dianggap paling baik, melaksanakan apa
yang telah diputuskan termasuk di sini
memberi iuran atau sumbangan material,
ikut serta mengawasi pelaksanaan
keputusan hal ini sesuai dengan Surbakti
(1984).
Tingkat pendapatan dipengaruhi
oleh luas lahan garapan dan cara
pengolahan lahan. Penduduk Desa Batu
Kalong tingkat pendapatannya relatif
rendah karena berdasarkan pengamatan
di lapangan lahan yang mereka garap
relatif sempit dan pengolahannya
sederhana, penduduk belum dapat
memaksimalkan
hasilnya,
sehingga
belum dapat memenuhi kebutuhan pokok
per-bulan. Demikian juga dengan
kepemilikan sarana dan prasarana seperti
Dalam
hubungan
dengan
pembangunan, khususnya pembangunan
di pedesaan, keterlibatan mental,
emosional, energi seseorang mendorong
mereka untuk menyumbangkan daya
pikir, perasaan dan lain-lainnya untuk
mencapai tujuan secara bersama-sama
dengan penuh tanggung-jawab terhadap
desa dimana mereka tinggal. Oleh karena
itu keterlibatan masyarakat dalam
pembangunan desa dapat dilihat dalam
hal sejauh mana partisipasi, prakarsa dan
7. 7
swadaya masyarakat yang bersangkutan
telah berhasil.
3) Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi
dengan Partisipasi Masyarakat dalam
Pelaksanaan Pembangunan
Dari hasil penelitian tentang
tingkat sosial ekonomi dengan partisipasi
masyarakat
dalam
pelaksanaan
pembangunan di Desa Batu Kalong
Kecamatan Muara Kemumu Kabupaten
Kepahiang, terdiri dari dua variabel yaitu;
variabel X (Tingkat Sosial Ekonomi) dan
variabel (Y) partisipasi masyarakat dalam
pembangunan Desa di Desa Batu Kalong.
Alat analisis data yang digunakan adalah
Korelasi Pearson Product Moment
dengan hasil sebagai berikut;
Dari hasil analisis data di atas
menunjukkan nilai koefisien korelasi (r)
sebesar 0,545 hai ini mempunyai arti
bahwa, tingkat status sosial ekonomi
memiliki hubungan dengan partisipasi
masyarakat dalam Pembangunan Desa,
karena setelah dianalisis terbukti bahwa
nilai koefisien korelasi (r hit) hitung lebih
besar dari pada koefisiensi korleasi r
tabel (r tab) yaitu; 0,545 > 0,284 untuk
taraf kepercayaan 5% dengan sampel 50
dan DK 48. Hubungan antara variabel X
(tingkat status sosial ekonomi) terhadap
variabel Y (tingkat partisipasi masyarakat
dalam pembangunan) Desa berpengauh
cukup kuat karena berada pada interval
0,40 – 0,599.
Sumbangan variabel X (tingkat status
sosial ekonomi) terhadap variabel Y
(tingkat partisipasi masyarakat dalam
pembangunan) Desa
hanya 29,70
persen. Sedangakan 70 persen ditentukan
dengan variabel lainnya.
Untuk
menguji
kebenaran
hipotesis, maka terlebih dahulu analisis
dengan rumus t test. Apabila nilai thitung lebih besar dari t-tabel berarti Ho
ditolak dan menerima Ha, dengan tingkat
kepercayaan 95% atau signifikasi 0,05%.
Artinya bahwa variabel X (tingkat status
sosial ekonomi) memiliki hubungan
dengan variabel (Y) tingkat partisipasi
masyarakat dalam pembangunan desa di
desa Batu Kalong.
Dari hasil perhitungan didapat
angka t-hitung = 4,50 dan t-tabel yaitu 2,000.
Jadi t-hitung lebih besar dari t-tabel (4,50
> 2,000) hal ini berarti menolak Ho dan
menerima Ha, artinya variabel X (tingkat
status sosial ekonomi berpengaruh
terhadap variabel Y (tingkat partisipasi
masyarakat dalam pembangunan) Desa.
Partisipasi masyarakat dalam
pembangunan desa banyak terdapat pada
orang dengan tingkat sosial ekonomi
relatif tinggi yang diukur dengan tingkat
pendidikan,
penghasilan
tinggi,
tercukupinya pemenuhan kebutuhan
pokok keluarga dan tingkat mobilitas
tinggi, hal ini sesuai dengan Hericahyono
(1990) dalam Harianto 2008 yang
menamukan bahwa tingkat status sosial
ekonomi
mendukung
partisipasi
masyarakat
dalam
pembangunan
pedesaan.
6.
KESIMPULAN
1. Tingkat sosial ekonomi msayarakat di
Desa Batu Kalong tergolong sedang
mencapai 61 % . diukur dari tingkat
pendidikan formal, status jenis
pekerjaan, tingkat pendapatan perbulan, pemenuhan kebutuhan pokok
rumah tangga, dan mobilitas sosial.
2. Partisipasi
masyarakat
dalam
pelaksanaan pembangunan di Desa
Batu Kalong
tergolong sedang,
dengan persentase mencapai 57 %.
Tingkat partisipasi ini diukur dengan
keikutsertaan sumbangan pemikiran,
keterampilan/keahlian, tenaga, harta
benda atau uang.
3. Terdapat hubungan tingkat status
sosial ekonomi dengan keterlibatan
masyarakat dalam pembangunan desa
di Desa Batu Kalong. Hal ini dapat
8. 8
dibuktikan dengan hasil analisis data
menunjukkan nilai koefisien korelasi
(r) sebesar 0,545, terbukti bahwa nilai
koefisien korelasi (r hit) hitung lebih
besar dari pada koefisiensi korleasi r
tabel (r tab) yaitu; 0,545 > 0,284 untuk
taraf kepercayaan 5% dengan sampel
50 dan DK 48. Hal ini dibuktihkan
juga dengan hasil uji hipotesis didapat
angka t-hitung = 4,50 dan t-tabel yaitu
2,000. Jadi t-hitung lebih besar dari ttabel (4,50 > 2,000) hal ini berarti
menolak Ho dan menerima Ha, artinya
variabel X (tingkat status sosial
ekonomi
berhubungan
dengan
variabel Y (Partisipasi masyarakat
dalam pembangunan desa) Desa.
DAFTAR PUSTAKA
1. Burhan
Bungin,
(2009),
Metodologi Penelitian Kuantitatif:
Komunikasi,
Ekonomi,
dan
Kebijakan
2. Cooper, R. Donald & C. William
Emory, 2006, “Metode Penelitian
Bisnis”, Penerbit Erlangga, Jilid
1, Edisi Kelima.
3. Cheppy Hericahyono, Ilmu Politik
dan Perpektifnya, PT. Tiara
Wacana, 1986
4. Fuad Mas’ud, 2004, “Survei
Diagnosis
Organisasional,”
Badan
Penerbit
Universitas
Diponegoro, Semarang.
5. Hariadi, (2008), Analisis Status
Sosial Masyarakat dan Dampaknya
terhadap Partisipasi Politik di
Kelurahan Karang Rejo Kecamatan
Karang
Rejo
Kabupaten
Magetan.Jurnal Sosial Vol 9, tahun
2008.
6. Kamus besar Bahasa Indonesia,
Edisi ke 3, 2001, Departeman
Pendidikan dan Kebudayaan, Balai
Pustaka Jakarta
7. Ridwan, 2009, Pengantar Statistika;
Untuk
Penelitian
Pendidikan,
Sosial, Ekonomi, Komunikasi, dan
Bisnis, Penerbit Alfabeta Bandung.
8. Suhariadi,
1989,
Sosiologi
Pembangunan, Tarsito Bandung
9. Sugiyono, 2008, Metode Penelitian
Pendidikan, Penerbit Alfabeta
Bandung.
10. Suharsimi
Arikunto,
2006,
“Prosedur
Penelitian
(Suatu
Pendekatan Praktik),” PT RINEKA
CIPTA, Jakarta
11. Slamet, 1993, Pembangunan
Masyarakat Berwawasan Peran
Serta, Surakarta, Sebelas Maret
University Press.
12. Yuliati, Rina, 2000, Efektivitas
Metode Peran Serta Masyarakat
dalam
Pembangunan
dan
Pengelolaan Limbah Perkotaan di
Perumahan Mojosongo Surakarta,
Semarang,
Magister
Teknik
Pembangunan Kota Undip.