1. HuMA
Perkumpulan Untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis
Jl. Jatimulya IV No.21, Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Telp./fax. 021 – 7806094
MASYARAKAT ADAT DALAM PER-UU-AN INDONESIA
NO NAMA PER-UU-AN PASAL
1. UUD 1945
amandemen
Pasal 18 B ayat (2) Amandemen II
Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
negara kesatuan republik indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Pasal 28 I ayat (3)
identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan
zaman dan peradaban.
2. TAP MPR No XVII/MPR/1998 Tentang Hak Asasi Manusia (Lampiran II.Piagam Hak Asasi
Manusia)
Pasal 41
Identitas budaya masyarakat tradisional, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras
dengan perkembangan zaman.
3. TAP MPR No IX Tahun 2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya
Alam Pasal 5 huruf j,
mengakui dan menghormati hak masyarakat hukum adat dan keragaman budaya bangsa atas
sumberdaya agraria dan sumberdaya alam.
4. UU No 10 tahun 1992 Tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga
Sejahtera
Pasal 6
Hak penduduk yang dikaitkan dengan matra penduduk meliputi:
a. hak penduduk sebagai diri pribadi yang meliputi hak untuk membentuk keluarga, hak
mengembangkan kualitas diri dan kualitas hidupnya, serta hak untuk bertempat tinggal dan
pindah ke lingkungan yang serasi, selaras, dan seimbang dengan diri dan kemampuannya;
b. hak penduduk sebagai anggota masyarakat yang meliputi hak untuk mengembangkan
kekayaan budaya, hak untuk mengembangkan kemampuan bersama sebagai kelompok, hak
atas pemanfaatan wilayah warisan adat, serta hak untuk melestarikan atau mengembangkan
perilaku kehidupan budayanya;
c. hak penduduk sebagai warga negara yang meliputi pengakuan atas harkat dan martabat yang
sama, hak memperoleh dan mempertahankan ruang hidupnya;
d. hak penduduk sebagai himpunan kuantitas yang meliputi hak untuk diperhitungkan dalam
kebijaksanaan perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera dalam
pembangunan nasional.
5. UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 93
(1) Desa dapat dibentuk, dihapus, dan/atau digabung dengan memperhatikan asal-usulnya atas
prakarsa masyarakat dengan persetujuan Pemerintah Kabupaten dan DPRD.
(2) Pembentukan, penghapusan, dan/atau penggabungan Desa, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
2. Penjelasan:
Ayat (1)
Istilah Desa disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat seperti nagari,
kampung, huta, bori, dan marga. Yang dimaksud dengan asal-usul adalah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 dan penjelasannya.
6. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 Tentang Pengesahan International Convention On
The Elimination Of All Forms Of Racial Discrimination 1965 (Konvensi Internasional Tentang
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 1965)
7. UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 6
1) Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat
hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan Pemerintah.
2) Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras
dengan perkembangan zaman.
Penjelasan:
Ayat (1)
Hak adat yang secara nyata masih berlaku dan dijunjung tinggi di dalam lingkungan masyarakat
hukum adat harus dihormati dan dilindungi dalam rangka perlindungan dan penegakan hak
asasi manusia dalam masyarakat yang bersangkutan dengan memperhatikan hukum dan
peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, identitas budaya nasional masyarakat hukum adat,
hak-hak adat yang masih secara nyata dipegang teguh oleh masyarakat hukum adat setempat,
tetap dihormati dan dilindungi sepanjang tidak bertentangan dengan asas-asas negara hokum
yang berintikan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
8. Undang-undang No 41 Tahun 1999 tentang Pokokpokok Kehutanan
Pasal 67
(1) Masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui
keberadaannya berhak:
a. melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari
masyarakat adat yang bersangkutan;
b. melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak
bertentangan dengan undang-undang; dan
c. mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.
(2) Pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Penjelasan:
Ayat (1)
Masyarakat hukum adat diakui keberadaannya, jika menurut kenyataannya memenuhi unsur
antara lain:
a. masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban (rechtsgemeenschap);
b. ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya;
c. ada wilayah hukum adat yang jelas;
d. ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat, yang masih ditaati; dan
e. masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan
kebutuhan hidup sehari-hari.
3. Ayat (2)
Peraturan daerah disusun dengan mempertimbangkan hasil penelitian para pakar hukum adat,
aspirasi masyarakat setempat, dan tokoh masyarakat adat yang ada di daerah yang
bersangkutan, serta instansi atau pihak lain yang terkait.
Ayat (3)
Peraturan pemerintah memuat aturan antara lain:
a. tata cara penelitian,
b. pihak-pihak yang diikutsertakan,
c. materi penelitian, dan
d. kriteria penilaian keberadaan masyarakat hukum adat.
9. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 5
1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu.
2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial
berhak memperoleh pendidikan khusus.
3) Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil
berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
4) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh
pendidikan khusus.
5) Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang
hayat.
10. RUU Perkebunan
Pasal 9
(1) Dalam rangka penyelenggaraan hak menguasai oleh negara atas tanah, pemerintah
memberikan hak atas tanah kepada perorangan atau badan hukum sebagai lahan untuk
usaha perkebunan.
(2) Hak atas tanah sebagi lahan untuk usaha perkebunan oleh perorangan atau badan hukum
diperoleh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pemberian hak atas tanah sebagai lahan untuk usaha perkebunan dilaksanakan dengan
memperhatikan hak ulayat masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih
ada dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.
Pasal 29
(1) Penelitian dan pengembangan perkebunan dimaksudkan untuk menghasilkan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan dalam pengembangan usaha perkebunan yang
efisien, ekonomis dan berdaya saing tinggi dengan menghargai kearifan tradisi dan budaya
lokal.
(2) Penelitian dan pengembangan perkebunan bertujuan untuk mendukung usaha perkebunan
yang lebih produktif, berdaya saing dan ramah lingkungan.
Penjelasan
Ayat (1)
Ketentuan menghargai kearifan tradisi dan budaya lokal dimaksudkan agar penerapan teknologi
untuk pengembangan usaha perkebunan di suatu wilayah dapat bersinergi dengan kebiasaan,
tradisi, adat, agama, dan budaya setempat sehingga dapat diterima oleh masyarakat agar
mencapai hasil yang optimal.
4. 11. RUU AIR
Pasal 6
(1) Sumberdaya air dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat.
(2) Penguasaan sumberdaya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan tetap mengakui hak ulayat masyarakat hukum
dan adat setempat.
(3) Atas dasar hak menguasai dari negara sebagaimana dalam ayat (1), ditentukan hak guna air.
Pasal 7
(1) Hak guna air sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (3) terdiri dari hak guna pakai air
dan hak guna usaha air.
(2) Hak guna air hanya dapat disewakan atau dipindahtangankan, sebagian atau seluruhnya,
kepada pihak lain setelah mendapatkan persetujuan dari pejabat yang menerbitkan izin
penggunaan sumberdaya air yang bersangkutan.
(3) Hak guna air masyarakat hukum adat tetap diakui, sepanjang kenyataannya masih ada dan
telah dikukuhkan dengan Peraturan Daerah setempat.
(4) Ketentuan mengenai hak guna air, penyewaan dan atau pemindah-tanganan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah.
12. RUU PSDA
Pasal 7
Negara mengakui hak masyarakat adat atas sumber daya alam yang meliputi:
a. hak penguasaan pada wilayah tempat sumber daya alam berada;
b. hak mengembangkan hukum adat;
c. hak menerapkan praktik-praktik pengelolaan sumber daya alam yang sesuai dengan hukum
adat dan prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan;
d. hak melakukan perjanjian dengan pihak ketiga mengenai penguasaan dan pemanfaatan
sumber daya alam;
e. hak untuk menetapkan batas-batas wilayah yurisdiksi hukum adat mereka masing-masing;
f. hak untuk mendapatkan fasilitas dari negara untuk hal yang berkaitan dengan administrasi
pengelolaan sumber daya alam.
Pasal 8
Negara memberikan perlindungan terhadap keberadaan keragaman sistem pengelolaan sumber
daya alam yang telah dilakukan dan dikembangkan oleh masyarakat adat.
Pasal 9
1) Pemerintah memfasilitasi upaya masyarakat adat untuk mengembangkan sistem pengelolaan
sumber daya alamnya.
2) Pemerintah menjamin perlindungan bagi hak-hak masyarakat adat untuk memiliki dan
mengembangkan perpangkalan/akar budaya.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan perpangkalan/akar budaya diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
13. RUU KUHP Pasal 1
(1) Tiada seorangpun dapat dipidana atau dikenakan tindakan, kecuali perbuatan yang
dilakukan telah ditetapkan sebagai tindak pidana dalam peraturan perundan-undangan
yang berlaku pada saat undangundang itu berlaku
(2) Dalam menetapkan adayan tindak pidana dilarang menggunakan analogi
5. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang
hidup atau hukum adat yang menentukan bahwa menurut adat setempat seseorang patut
dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur peraturan perundang-undangan
(4) Terhadap perbuatan yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
berlaku ketentuan pidana dalam Pasal 93.
Pasal 62
(5) Pidana tambahan terdiri atas:
a. pencabutan hak tertentu
b. perampasan barang tertentu dan atau tagihan
c. pengumuman putusan hakim
d. pembayaran ganti kerugian, dan
e. pemenuhan kewajiban adat
(6) pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dijatuhkan jika
tercantum secara tegas dalam perumusan tindak pidana.
(7) pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat atau pencabutan hak yang diperoleh
korporasi dapat dijatuhkan dapat dijatuhkan walaupun tidak tercantum dalam perumusan
tindak pidana.
(8) pidana tambahan untuk percobaan dan pembantuan adalah sama dengan pidana tambahan
untuk tindak pidananya.
pasal 93
(1) dalam putusan dapat ditetapkan kewajiban adat setempat yang harus dilakukan terpidana
(2) pemenuhan kewajiban adat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan pidana pokok
atau yang diutamakan, jika tindak pidana yang dilakukan memenuhi ketentuan sebagaiman
dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3).
(3) kewajiban adat sebagaimana dimaksud ayat (1) dianggap sebanding dengan pidana denda
kategori I 1dan dapat dikenakan pidana pengganti untuk pidana 1 Pasal 75 ayat (3) pidana
denda ditetapkan paling banyak ditetapkan berdasarkan kategori, yaitu: denda, jika
kewajiban adat itu tidak dipenuhi atau tidak dijalankan terpidana.
(4) pidana pengganti sebagaimana dimaksud ayat (3) dapat juga berupa pidana ganti kerugian 14
RUU Pertambangan draft 9 agustus 2002.
Pasal 40
(1) Kegiatan usaha pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilaksanakan di dalam
Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia.
(2) Hak atas Wilayah Usaha Pertambangan tidak meliputi hak atas tanah permukaan bumi.
(3) Kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada:
a. Tempat pemakaman, tempat yang dianggap suci, tempat umum, sarana dan prasarana
umum, serta tanah milik masyarakat adat;
b. Lapangan dan bangungan pertahanan negara serta tanah disekitarnya;
c. Bangunan bersejarah dan simbol-simbol negara;
d. Bangunan, rumah tinggal, atau pabrik beserta tanah pekarangan sekitarnya, kecuali dengan
izin dari instansi Pemerintah, persetujuan masyarakat, dan/atau perseorangan yang
berkaitan dengan hal tersebut; atau
e. Tempat-tempat lain yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha menurut peraturan
perundag-undangan yang berlaku.
(4) Pemegang IUP atau pemegang PUP yang bermaksud melaksanakan kegiatannya dapat
meindahkan bangunan, temapt umum, sarana dan prasarana umum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) huruf a dan huruf b setelah terlebih dahulu memperoleh izin dari instansi
yang berwenang.
6. 15. RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil
Pasal 74
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak
masyarakat adat sebagai pemilik sumberdaya wilayah pesisir
a. kategori I Rp 150.000, 00
b. kategori II Rp 750.000,00
c. kategori III Rp 3.000.000,00
d. kategori IV Rp 7.500.000,00
e. kategori V Rp 30.000.000,00
f. kategori VI Rp 300.000.000,00
untuk mengusahakan tanah pesisir dan perairan pesisir yang telah dimanfaatkannya secara
turun temurun dan berkelanjutan.
(2) Pengakuan, penghormatan dan perlindungan Hak-hak masyarakat adat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) termasuk juga penegakan hukum adatnya.
(3) Pengakuan hak-hak masyarakat adat dapat dilakukan berdasarkan prakarsa kelompok
masyarakat itu sendiri melalui penetapan oleh Pemerintah Daerah dan/atau skema
akreditasi.
(4) Pengakuan hak-hak masyarakat adat melalui skema Pemerintah Daerah diatur lebih lanjut
melalui Peraturan Daerah.
(5) Pengakuan hak-hak masyarakat adat melalui skema akreditasi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3), diajukan berdasarkan prakarsa masyarakat itu sendiri dan diproses oleh badan
koordinasi atau lembaga yang berwenang dalam melakukan proses akreditasi berdasarkan
undang-undang ini.
(6) Syarat-syarat pengajuan untuk mendapat pengakuan hak masyarakat adat seperti yang
diatur pada ayat (4) tersebut adalah:
a. adanya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dikelola dengan batas-batas pengelolaan
yang jelas;
b. adanya kelompok masyarakat yang mengelola dengan organisasi kelembagaan yang jelas;
c. adanya norma-norma atau aturan pemanfaatan sumberdaya yang diterapkan dalam
pelaksanaan sehari-hari;
d. adanya rencana pengelolaan yang disusun masyarakat itu sendiri berdasarkan kebiasaan atau
kelaziman yang berlaku;
e. mempunyai asal usul sejarah yang jelas dan diakui oleh masyarakat adat itu sendiri.
(7) Hak masyarakat lokal yang tidak termasuk dalam masyarakat adat dapat diakui sepanjang
telah menunjukkan pengelolaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan
berkelanjutan berdasarkan skema akreditasi.
(8) Pemberian hak pengusahaan perairan laut , dapat diberikan pada wilayah pesisir yang
dialokasikan untuk pemanfaatan umum, kecuali pada kawasan konservasi suaka perikanan,
alur pelayaran dan kawasan tertentu.
16. RUU Tentang Pemanfaatan Dan Pelestarian Sumberdaya Genetik
Januari 2003
Pasal 2
Pemanfaatan dan pelestarian sumber daya genetik dilaksanakan dengan asas manfaat,
keberlanjutan, keadilan, kedaulatan negara, hukum, keterpaduan, transparan, penghormatan
terhadap hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal.
Pasal 4
(1) Ruang lingkup sumber daya genetik Indonesia mencakup semua sumber daya genetik yang
berasal dari wilayah kedaulatan Indonesia termasuk derivatifnya dan produk sintesanya,
serta informasi yang terkandung atau mengenai sumber daya genetik yang berasal dari
pengetahuan, inovasi dan praktik masyarakat serta hasil penelitian.
7. (2) Undang-undang ini mengatur :
a. Hak dan kewajiban
b. Pemanfaatan sumberdaya genetik
c. Pelestarian sumberdaya genetik,
d. Pendidikan, penelitian dan pengembangan sumber daya genetik
e. Kelembagaan
f. Pembiayaan
(3) Lingkup pengaturan perundangan ini tidak berlaku untuk:
a. sumber daya genetik manusia;
b. sumber daya genetik yang dipertukarkan secara tradisional diantara masyarakat adat menurut
tradisi yang berlaku.
Pasal 7
(1) Semua sumber daya genetik di dalam wilayah Republik Indonesia atau yang berasal dari
wilayah Republik Indonesia sebagai negara pusat asal dikuasai oleh Negara untuk
dimanfaatkan bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.
(2) Penguasaan sumber daya genetik oleh Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberi
wewenang kepada Pemerintah untuk:
a. Menginventarisasi, mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan sumber
daya genetik;
b. Menetapkan kebijakan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya genetik; dan
c. Mengatur dan menetapkan hubungan hukum antara orang atau badan hukum dengan sumber
daya genetik, serta mengatur perbuatan hukum mengenai pemanfaatan dan pelestarian
sumberdaya genetik.
(3) Penguasaan sumberdaya genetik oleh Negara tetap memperhatikan dan menampung
dinamika dan aspirasi masyarakat adat dan masyarakat lokal yang telah berperan dalam
pemanfaatan dan pelestarian sumber daya genetik yang tercermin dalam pengetahuan,
inovasi dan praktik-praktik yang terkait padanya.