Manajemen produksi membahas pengertian sistem produksi, manajemen produksi, dan pengukuran kinerja. Terdapat berbagai jenis keputusan esensial dalam manajemen produksi seperti proses produksi, kapasitas, persediaan, tenaga kerja, dan kualitas. Strategi operasi merupakan penjabaran dari strategi bisnis yang terdiri atas misi, kompetensi, dan tujuan.
1. MANAJEMEN PRODUKSI
1PENDAHULUAN
A. TUJUAN
1. Memberikan pengenalan dan wawasan tentang sistem produksi dan
manajemen produksi serta ukuran kinerjanya.
2. Memberikan pengetahuan tentang keputusan yang perlu dilakukan di
dalam manajemen produksi serta ruang lingkupnya.
3. Memberikan pengetahuan tentang kaitan antara strategi bisnis / korporasi
dengan strategi operasi
B. PENGANTAR
Didalam suatu unit usaha dikenal adanya berbagai macam fungsi yang saling
berkaitan antara yang satu dengan lainnya, diantaranya terdapat tiga fungsi
pokok yang selalu dijumpai yaitu :
1. Pemasaran (marketing) yang merupakan ujung tombak dari unit usaha,
sebab bagian ini langsung berkaitan dengan konsumen.
Keterkaitan ini dimulai dari identifikasi kebutuhan konsumen (jenis dan
jumlahnya) maupun pelayanan dan pengantaran produk ketangan konsumen.
2. Keuangan (finance) yang bertanggung jawab atas perolehan dana guna
pembiayaan aktivitas unit usaha serta pengelolaan dana secara ekonomis
sehingga kelangsungan dan perkembangan unit usaha dapat dipertahankan.
3. Produksi (operasi) yang merupakan penghasil dari produk atau jasa yang
akan dipasarkan kepada konsumen. Mata kuliah ini mencoba membahas
tentang manajemen produksi. Pada sesi pembuka ini akan dibahas tentang
pengertian sistem produksi, karakteristiknya begitu juga tentang manajemen
produksi dan pengukuran kinerja. Selain itu akan dibahas pula tentang ruang
2. lingkup keputusan yang perlu diambil serta strategi operasi yang merupakan
penjabaran dari strategi bisnis / korporasi.
I. SISTEM PRODUKSI
Pada masa lalu pengertian produksi hanya dikaitkan dengan unit usaha
fabrikasi yaitu yang menghasilkan barang – barang nyata seperti mobil,
perabot, semen dsb, namun pengertian produksi pada saat ini menjadi
semakin meluas. Produksi sering diartikan sebagai aktivitas yang ditujukan
untuk meningkatkan nilai masukan (input) menjadi keluaran (output). Dengan
demikian maka kegiatan usaha jasa seperti dijumpai pada perusahaan
angkutan, asuransi, bank, pos, telekomunikasi, dsb menjalankan juga
kegiatan produksi. Secara skematis sistem produksi dapat digambarkan sbb:
Gambar 1.: Skema Sistem Produksi
Ada sekurang – kurangnya 4 perbedaan pokok antara usaha jasa dan usaha
pabrikasi, yaitu :
a. Dalam unit usaha pabrikasi keluarannya merupakan barang real sehingga
produktovitasnya akan lebih mudah diukur bila dibandingkan dengan unit
usaha jasa yang keluarannya berupa pelayanan
b. Kualitas produk yang dihasilkan dari usaha pabrikasi lebih mudah
ditentukan standarnya
c. Kontak langsung dengan konsumen tidak selalu terjadi pada usaha
pabrikasi sedangkan pada usaha jasa kontak langsung dengan
3. konsumen merupakan suatu yang tidak dapat dielakkan
d. Tidak akan dijumpai adanya persediaan akhir di dalam usaha jasa sedang
dalam usaha pabrikasi adanya persediaan sesuatu yang sulit dihindarkan.
Secara garis besar transformasi produksi dapat diklasifikasikan :
o Transformasi pabrikasi yaitu suatu transformasi yang bersifat
diskrit dan menghasilkan produk nyata. Suatu transformasi
dikatakan bersifat diskrit bila antara suatu operasi dan operasi
yang lain dapat dibedakandengan jelas seperti dijumpai pada
pabrik mobil, misalnya.
o Transformasi proses yaitu suatu transformasi yang bersifat
continue dimana diantara operasi yang satu dengan operasi
yang lain kurang dapat dibedakan secara nyata, seperti dijumpai
pada pabrik pupuk dan semen, misalnya.
o Transformasi jasa yaitu suatu transformasi yang tidak
mengubah secara fisik masukan menjadi keluaran; dalam hal ini
secara fisik keluaran akan sama dengan masukan, namun
transformasi jenis ini akan meningkatkan nilai masukannya,
misalnya pada perusahaan angkutan. Sistem transformasi jasa
sering disebut sebagai system operasi.
Ditinjau dari kedatangan konsumen dan jumlah yang diminta, transformasi
produksi dapat dibedakan atas :
o Job shop, transformasi produksi bekerja bila ada pesanan saja.
Jumlah pesanan relatif tidak terlalu besar dan jenis produk yang
dipesan tidak standar sesuai dengan permintaan konsumen
o Flow shop, transformasi produksi akan selalu bekerja baik ada
pesanan maupun tidak. Jumlah pesanan biasanya relatif besar
dan jenis produksinya standar.
Flow shop dapat dibedakan atas :
4. - Flow line / batch
- Assembly line
- Continuous
o Project, adalah bentuk spesial dari transformasi produksi
dimana hanya ada satu atau beberapa pesanan yang spesifik
dari konsumen.
Karakteristik umum dari ketiga jenis transformasi ini dapat dilihat pada
gambar 2, berikut ini :
Gambar 2.: Karakteristik umum transformasi produksi.
II. MANAJEMEN PRODUKSI
Dalam melakukan kegiatan produksi ada berbagai faktor yang harus dikelola
yang sering disebut sebagai faktor – faktor produksi yaitu :
Material atau bahan
Mesin atau peralatan
Manusia atau karyawan
Modal atau uang
Manajemen yang akan memfungsionalisasikan keempat faktor yang
lain.
5. Dengan demikian manajemen operasi berkaitan dengan pengelolaan faktor –
faktor produksi sedemikian rupa sehingga keluaran (output) yang dihasilkan
sesuai dengan permintaan konsumen baik kualitas, harga maupun waktu
penyampaiannya. Sekilas telah disebutkan dari uraian di atas bahwa
manajemen produksi operasi bertanggung jawab atas dihasilkannya keluaran
(output) baik yang berupa produk maupun jasa yang sesuai dengan
permintaan dan kebutuhan konsumen dengan kualitas yang baik dan harga
yang terjangkau serta disampaikan tepat pada waktunya. Bertitik tolak dari
tanggung jawab ini maka ukuran kinerja suatu sistem operasi dapat diukur
dari :
1. Ongkos Produksi
Bila dikaitkan dengan tujuan suatu sistem usaha, maka ukuran kinerja sering
diukur dengan keuntungan yang dapat dicapai, namun seperti diuraikan
diatas bahwa sistem produksi hanyalah salah satu dari sub sistem yang ada
dalam suatu sistem usaha, sehingga untuk mengukur seberapa besar
kontribusi sistem operasi di dalam pencapaian keuntungan bukanlah hal yang
mudah. Oleh sebab itu untuk mengukur kinerja sistem produksi diambil
ukuran waktu operasi tertentu (biasanya dalam waktu satu tahun)
Ongkos produksi ini meliputi semua biaya yang dikeluarkan untuk
menghasilkan produk / jasa ketangan konsumen. Dengan ongkos produksi
yang murah diharapkan bahwa produk / jasa dapat dipasarkan dengan harga
yang dapat dijangkau oleh konsumen
2. Kualitas Produk / Jasa.
Kenyataan menunjukan bahwa konsumen tidak hanya memilih produk/jasa
yang harganya murah namun juga produk/jasa yang berkualitas, oleh sebab
itu baik buruknya suatu sistem produksi juga diukur dari kualitas produk/jasa
yang dihasilkan. Ukuran kualitas produk yang dimaksudkan disini tentunya
yang disesuaikan dengan selera konsumen bukan ukuran kualitas secara
teknologi semata
6. 3. Tingkat Pelayanan
Bagi konsumen untuk menilai baik buruknya suatu sistem produksi / operasi
lebih dinilai dari pelayanan yang dapat diberikan oleh system produksi kepada
konsumen itu sendiri. Berbicara mengenai tingkat pelayanan (service level)
merupakan ukuran yang tidak mudah untuk diukur, sebab banyak dipengaruhi
oleh faktor – faktor kualitatif, walaupun demikian beberapa ukuran obyektif
yang sering digunakan antara lain :
Ketersediaan (availability) dan kemudahan untuk mendapatkan
produk / jasa.
Kecepatan pelayanan baik yang berkaitan dengan waktu pengiriman
(delivery time) maupun waktu pemrosesan (processing time)
Agar dapat dicapai kinerja sistem operasi diatas maka seorang manajer
produksi / operasi dituntut untuk mempunyai sedikitnya dua kompetensi, yaitu
Kompetensi Teknikal yaitu kompetensi yang berkaitan dengan
pemahaman atas teknologi proses produksi dan pengetahuan atas
jenis – jenis pekerjaan yang harus dikelola. Tanpa memiliki kompetensi
teknikal ini maka seorang manajer produksi / operasi tidak akan
mengerti apa yang sebenarnya harus diperbuat
Kompetensi Manajerial yaitu kompetensi yang berkaitan dengan
pengetahuan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber – sumber
daya (faktor – faktor produksi) serta kemampuan untuk bekerja sama
dengan orang lain. Kompetensi ini sangat diperlukan mengingat
penguasaan pengelolaan atas faktor -– faktor produksi serta menjalin
koordinasi dan kerjasama dengan fungsi – fungsi lain yang ada
didalam suatu unit usaha merupakan keharusan yang tak dapat
dihindarkan.
III. KEPUTUSAN ESENSIAL
7. Pengelolaan sistem produksi (manajemen produksi) akan melibatkan
serangkaian proses pengambilan keputusan operasional, keputusan –
keputusan taktikal bahkan keputusan strategis. Secara umum ada 5(lima)
jenis kategori keputusan esensial didalam manajemen produksi, yaitu
keputusan yang berkaitan dengan :
1. Proses Produksi
Keputusan yang termasuk dalam kategori ini pada prinsipnya berkaitan
dengan penentuan wahana atau fasilitas fisik yang dipergunakan untuk
terjadinya transformasi input menjadi produk / jasa. Keputusan yang
dimaksud meliputi :
Teknologi produksi
Type peralatan
Jenis proses dan aliran proses produksi
Tata letak fasilitas
Pada umumnya keputusan – keputusan yang diambil dalam kategori ini
berdampak jangka panjang dan tidak mudah diubah dalam waktu yang
singkat (long term strategic decision)
2. Kapasitas
Keputusan – keputusan yang termasuk dalam kategori ini berkaitan dengan
penentuan kemampuan sistem produksi untuk menghasilkan barang dalam
jumlah dan waktu yang tepat. Dipandang dari sudut waktu dibedakan atas :
Keputusan jangka panjang, antara lain penentuan kapasitas design
sistem produksi, expansi kapasitas, integrasi vertikal, integrasi
horisontal dsb
Keputusan jangka menengah, antara lain penentuan sub kontrak,
penambahan mesin, rekrutasi tenaga kerja dsb
Keputusan jangka pendek, pada prinsipnya berkaitan dengan
pengalokasian pendayagunaan sumber – sumber yang tersedia untuk
8. menghasilkan barang yang diminta konsumen. Keputusan ini
diantaranya adalah penjadwalan produksi (Scheduling & dispatching),
pengaturan mesin dlsb.
3. Persediaan (Inventory)
Keputusan yang termasuk dalam kategori ini pada hakekatnya berkaitan
dengan pengaturan material yang diperlukan untuk keperluan produksi, mulai
dari pengaturan bahan baku, barang setengah jadi maupun produk jadi.
Ditinjau dari segi permasalahan yang dihadapi, keputusan ini dapat
dibedakan atas keputusan tentang operating system persediaan dan
keputusan tentang policy persediaan
4. Tenaga Kerja
Mengelola orang merupakan pekerjaan terpenting yang perlu dibuat oleh
seorang manajer mengingat tenaga kerja tidak hanya sebagai salah satu
faktor produksi tetapi merupakan faktor penentu dari keberhasilan semua
aktivitas didalam sistem produksi. Keputusan dalam kategori ini dimulai sejak
proses seleksi karyawan sampai dengan pensiun. Adapun keputusan –
keputusan rutin diantaranya penugasan karyawan, pengaturan lembur dan
cuti, penggiliran kerja dan sebagainya
5. Kualitas Produksi
Manajer produksi bertanggungjawab atas kualitas dari barang / jasa yang
dihasilkan, oleh sebab itu manajer produksi wajib untuk melakukan kegiatan –
kegiatan agar produk / jasa yang dihasilkan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.
Tabel berikut ini merupakan salah satu contoh keputusan – keputusan yang
dimaksud baik yang bersifat strategik maupun taktis.
Tabel 1
Contoh keputusan dalam manajemen produksi
9. Design and Utilization Decision in Operations
Sumber : Schroeder : Operation Management.
IV. STRATEGI OPERASI
Strategi operasi merupakan penjabaran dari strategi bisnis / korporasi
sehingga kelima kategori keputusan yang telah diuraikan diatas dapat diambil
secara tepat dan konsisten. Dengan demikian strategi operasi akan
memberikan arah untuk mengambil keputusan hubungan antara strategi
bisnis / korporasi dan strategi operasi dapat digambarkan sbb:
10. Gambar 3.: Model Strategi Operasi
Strategi Bisnis / Korporasi
Dari gambar diatas nampak bahwa strategi operasi terdiri dari 4 komponen
yaitu,
Misi, Kompetensi, Tujuan dan Kebijakan.
1. Misi (Mission)
Misi merupakan bagian dari strategi operasi yang mendefinisikan tujuan
fungsi operasi / produksi dalam kaitannya dengan strategi bisnis / korporasi
dengan kata lain misi merupakan penjabaran dari bisnis strategi dalam
terminologi yang lebih operasional. Selain itu misi harus dapat menyatakan
prioritas tujuan dari tujuan yang ingin dicapai
2. Kompetensi
11. Kompetensi merupakan sesuatu yang dapat dilakukan lebih baik dari pesaing
yang ada. Tentunya kompetensi ini tidak lepas kaitannya dengan misi yang
telah dinyatakan. Kemempuan manajemen untuk mengidentifikasikan
kompetensi ini merupakan kunci sukses dari suatu sistem produksi.
Kompetensi ini dapat diidentifikasikan dalam bentuk tujuan (objective) seperti
lowest cost, highest quality, best delivery atau greatest flexibility, ataupun
dalam bentuk sumber daya yang digunakan
3. Tujuan (Objective)
Tujuan fungsi operasi dapat dinyatakan dalam bentuk ongkos (cost), kualitas
(quality), penyampaian (delivery), maupun flexibilitas (flexibility). Objective
sedapat mungkin dinyatakan dalam bentuk yang terkuantifikasi dan dapat
diukur serta merupakan operasionalisasi dari misi dalam bentuk yang
terkuantifikasi dan dapat diukur, tabel 2 berikut ini merupakan contoh dari
suatu tujuan strategi operasi.
Tabel 2.: contoh tujuan operasi
4. Kebijakan Operasi
Kebijakan operasi menyatakan tujuan operasi yang telah ditetapkan akan
dapat dicapai. Kebijakan operasi ini harus dibuat untuk setiap kategori
keputusan yang telah disebutkan terdahulu (proses, kapasitas, persediaan,
12. tenaga kerja dan kualitas). Dengan demikian akan dapat dijumpai beberapa
kebijaksanaan dalam suatu sistem produksi, tidak jarang bahwa kebijakan
tersebut tidak selalu selaras bahkan saling bertentangan. Oleh sebab itu
penentuan kebijaksanaan operasi merupakan ‘trade off” dari berbagai pilihan
yang ada dengan berpegang pada tujuan yang telah dinyatakan. Tabel 3
berikut ini merupakan contoh dari suatu kebijaksanaan operasi.
Tabel 3.: Contoh Kebijaksanaan Operasi
V. SIKLUS PRODUKSI
Dalam pengelolaan rutin sistem produksi dapat diidentifikasikan adanya
siklus fabrikasi dan siklus penjadwalan, sebagai berikut :
1. Siklus Fabrikasi
Menurut Groover siklus fabrikasi suatu sistem produksi dapat digambarkan
sebagai berikut :
13. 2. Siklus Penjadwalan
Penjadwalan produksi merupakan kegiatan yang bersifat dinamis dalam
artian bahwa kegiatan penjadwalan bukan merupakan kegiatan yang sekali
jadi tetapi akan mengalami perubahan tergantung pada pelaksanaan dan
kemampuan yang dimiliki. Dengan demikian penjadwalan merupakan suatu
siklus yang dapat digambarkan pada gambar 4.
14. Dalam gambar diatas jelas terlihat bahan penyusunan penjadwalan operasi
dimulai dari penentuan besarnya volume permintaan barang / jasa yang
diminta oleh konsumen yang kemudian dilanjutkan dengan :
Rencana pengaturan tenaga kerja
Rencana pengaturan mesin / peralatan
Rencana pengaturan material
Selanjutnya begitu jadwal disusun maka akan dioperasionalisasikan dalam
bentuk pelaksanaan. Dalam kenyataannya tidak selalu pelaksanaan sesuai
dengan rencana. Apabila timbul perbedaan antara pelaksanaan dan rencana
maka perlu dilakukan tindakan koreksi terhadap :
Jadwal yang telah dibuat, ada kemungkinan rencana yang dibuat terlalu
optimis sehingga sulit untuk dilaksanakan atau kemungkinan lain terjadi
perubahan volume permintaan yang cukup berarti. Apabila hal ini terjadi maka
perlu adanya perubahan rencana yang lebih realistis
Pelaksanaan yang dilakukan, tidak jarang terjadi hambatan di dalam
pelaksanaan baik yang berkaitan dengan manusianya maupun peralatan
serta faktor – faktor eksternal lain yang mempengaruhinya. Apabila hal ini
terjadi maka perlu diadakan perbaikan – perbaikan didalam pelaksanaannya.
Dengan demikian akan terlihat bahwa antara proses perencanaan dan
perbaikannya (pengendalian) akan selalu terjadi dan menggelinding secara
kontinu. Oleh sebab itu antara perencanaan dan pengendalian merupakan 2
kegiatan yang harus dilakukan secara simultan oleh orang yang
bertanggungjawab ata kelancaran suatu sistem usaha. Dari urutan tersebut
nampak bahwa jadwal operasi tidak selalu sama dengan volune permintaan
barang / jasa, sebab tidak semua volume permintaan akan dipenuhi jika
sumber daya yang diperlukan untuk merealisasikan tidak tersedia.
2 ANALISIS & PERENCANAAN SISTEM KERJA
15. A. TUJUAN
Diharapkan peserta dapat memahami pentingnya produktivitas dalam usaha
meningkatkan daya saing usaha, serta memahami cara–cara analisis,
perancangan dan pembakuan sistem kerja dalam rangka perbaikan
produktivitas kerja
B. PENGANTAR
Dalam era globalisasi ekonomi, pemerintah telah melaksanakan serangkaian
deregulasi dan debirokrasi, karena hasil industri kita ditantang untuk dapat
bersaing dalam pasar domestik maupun Internasional. Persaingan dalam
pasar domestic tidak bisa dihindari, bukan hanya karena harus bersaing
dengan produk dalam negeri yang sejenis, tetapi juga dengan produk –
produk impor, karena kita tidak bisa lagi melakukan proteksi pasar terlalu
ketat. Sudah tidak bisa disangsikan lagi, bahwa salah satu faktor yang dapat
memperkuat daya saing adalah produktivitas, baik produktivitas mikro (usaha)
maupun produktivitas makro. Banyak pidato – pidato, baik oleh para pakar
maupun pemerintah, yang mendukung pentingnya produktivitas tersebut,
namun, sebagaian besar baru berbicara tentang “Why ?” dan masih sedikit
yang berbicara tentang “How ?“. Pokok bahasan ini lebih banyak ditujukan
untuk menjawab “Bagaimana produktivitas itu dapat ditingkatkan ?
Bagaimana merekayasa sistem kerja agar dapat menghilangkan
pemborosan? “ Dalam lingkungan manajemen produksi, pokok bahasan ini
sangat penting terutama untuk :
1. Menetapkan standar kerja yang akan berpengaruh pada ketelitian
perencanaan / kepastian pencapaian sasaran yang rasional di seluruh
kegiatan; baik perencanaan produksi, anggaran, perkiraan keuntungan
maupun sasaran – sasaran kerja lainnya
2. Memberi kepastian kepada para pelaksana / operator, terutama
dalam ketetapan prosedur operasional.
3. Memperbaiki produktivitas kerja.
16. C. PENDAHULUAN
Banyak pekerjaan diselesaikan lebih lama dari waktu yang
sepantasnya dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Fujio Cho
dari Toyota menyebut kejadian diatas sebagai pemborosan, yaitu segala
sesuatu yang berlebih di luar kebutuhan minimum atas peralatan, bahan,
komponen, tempat dan waktu kerja yang mutlak diperlukan untuk proses nilai
tambah suatu produk.
Pada suatu pabrik / manufaktur misalnya, bentuk suatu produk
kadangkala sedemikian rupa sehingga sulit untuk dikerjakan, atau kurang
jelas / kurang baiknya metoda kerja, dapat memperpanjang waktu
penyelesaian pekerjaan dari yang sepantasnya. hal serupa dialami pula oleh
perkantoran (industri jasa) yang menerapkan prosedur administrasi yang
berbelit – belit / birokratis, akan menyebabkan waktu pelayanan terhadap
pelanggan menjadi lebih lama. Untuk mengatasi hal ini, secara teknis,
mungkin bisa dibantu dengan tersedianya peralatan – peralatan kerja
(teknologi) yang memadai, atau dengan melakukan perbaikan prosedur kerja,
sehingga dapat menghilangkan pemborosan waktu kerja; atau dengan kata
lain dapat meningkatkan produktivitas kerja.
Tata letak (Lay out) peralatan atau keadaan ruang kerja yang kurang
baik, merupakan penyebab lain terjadinya pemborosan; terutama akibat aliran
proses kerja yang tidak lancer.
Para pekerja yang berasal dari kelompok sosial kerja yang mempunyai
budaya kerja kurang produktif, juga merupakan unsur yang bisa
memperlambat penyelesaian kerja; misalnya karena kurang disiplin, pemalas,
kurang bertanggung jawab, atau kurangnya gairah kerja akibat kurang
baiknya motivasi kerja.
Dalam lingkup yang lebih luas, pihak manajemen pun harus
bertanggung jawab untuk mengatasi pemborosan waktu kerja.
Ketidakmampuan manajemen dalam mengelola sumber daya perusahaan,
17. misalnya kurang baik pengaturan penjadwalan / rencana kerja, atau kurang
tepatnya kebijakan sumber daya manusia pada umumnya dapat
menyebabkan borosnya waktu kerja manufaktur. (lihat gambar 1, sumber:
Introduction to Work Study)
Gambar 1 : Waktu Kerja Efektif dan Tidak Efektif pada Manufaktur
D. PERBAIKAN PRODUKTIVITAS
Di atas telah dijelaskan bahwa terdapat tiga hal pokok untuk
melaksanakan perbaikan produktivitas, yaitu adanya pekerja yang
mempunyai budaya kerja produktif, tersedianya teknologi yang memadai
serta adanya kemampuan menajemen yang efektif. Perlu pula disadari bahwa
18. untuk mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi, memerlukan waktu
yang panjang serta usaha yang berkelanjutan.
Untuk itu, upaya mencapai produktivitas yang tinggi merupakan
program jangka panjang. Sasaran di atas (menurut pengalaman di Jepang)
perlu ada dukungan faktor eksternal (situasi lingkungan kerjanya); yang
mencakup keadaan politik, ekonomi dan sosial negara; keterlibatan para
pemegang saham; serta kondisi usaha yang kompetitif.
Keadaan negara yang penuh damai serta keadaan politik dan ekonomi
yang stabil, merupakan pra-syarat terciptanya ketiga faktor penunjang
produktivitas. Jepang telah membuktikan hal ini. Walaupun Jepang tidak
mempunyai sumber daya alam (bahan baku), namun sejak perang dunia II,
Jepang telah menjadi negara yang cinta damai; dan dalam masa damai
tersebut mampu mengerahkan sumber dayanya untuk bangkit menjadi
negara yang maju tingkat kehidupan ekonomi nasionalnya.
Berkembangnya ekonomi nasional, akan meningkatkan pasar dometik.
Lebih lanjut, kuatnya pasar, akan mendorong untuk tumbuhnya industri. Pada
suatu saat, dimana pasar sudah jenuh, tumbuhnya industri akan tersaring
secara alamiah oleh adanya situasi kompetisi diantara perusahaan –
perusahaan yang efisien, yang akan mampu berkompetisi dan akan tetap
bertahan.
Disamping itu, keterlibatan para pemegang saham / pemilik
perusahaan, juga sangat mempengaruhi jalannya usaha.
Kalau kita coba telaah lebih dalam, maka terdapat perbedaan yang
cukup tajam antara filosofis dasar manajemen Jepang dengan manajemen
Barat, khususnya Amerika Serikat.
Dalam memilih strategi dan masalah – masalah pokok yang harus segera
diatasi, hasil survey oleh Japan Management Association (JMA) pada bulan
November 1979 menyatakan bahwa para pengusaha Jepang menetapkan
19. dua isue kritis, khususnya 5 tahun setelah krisis minyak, yang terkait dengan
prodiktivitas diatas, yaitu :
1. Rasionalisasi Investsasi untuk meningkatkan produktivitas
2. Pengembangan sumber daya manusia
Sedang keterlibatan para pemegang saham diperusahaan Jepang, tidak
terlalu dominan; sehingga sebagian besar (64%, survey Nihon Keizai
Shimbun, 1981) menyatakan bahwa pemilik perusahaan adalah para
manajer, pekerja dan pemegang saham.
Di lain pihak, manajemen barat telah menetapkan atrategi dengan
prioritas produk pasar; artinya manajemen Barat akan berusaha agar produk
yang dibuatnya segera laku dipasar, dengan melakukan (antara lain) merger,
investasi di luar negeri, promosi dan sebagainya.
Kondisi ini ditunjang oleh dominannya para pemegang saham dalam
mempengaruhi jalannya usaha. Mereka sangat berpengaruh dalam
mengarahkan perusahaan agar cepat mendapat keuntungan (strategi jangka
pendek); karena mereka menggunakan kriteria evaluasi terhadap suatu
usaha, berdasarkan keuntungan tiap lembar saham.
Kedua filosofis diatas sangat berbeda. Manajemen Jepang, untuk
menuju suatu pasar tertentu, telah didahului oleh kesiapan internal (akibat
restrukturisasi internal / pengetahuan, teknologi, kemampuan berproduksi dan
keterampilan tenaga kerja). Sedangkan manajemen barat, kesiapan factor
internal menjadi prioritas kedua setelah kesiapan pasar.
Sasaran dari strategi manajemen Jepang, bersifat jangka panjang,
dimana goalnya adalah memperbaiki image tentang barang – barang Jepang,
dari barang yang meruh dan jelek, menjadi barang yang murah dan baik.
Untuk mencapai sasaran tersebut, manajemen Jepang menyadari
akan pentingnya sumber daya manusia; sehingga pengembangan sumber
daya manusia yang terintegrasi dengan pendidikan dan pelatihan, menjadi
prioritas manajemen.
20. Lebih jauh, tercermin dalam sikap masyarakat Jepang, dimana para
orang tua sangat antusias untuk menyekolahkan anak – anaknya pada tingkat
pendidikan yang berkualitas. Sedangkan sasaran strategi manajemen barat,
bersifat jangka pendek, yaitu bagaimana mendapatkan keuntungan secepat
mungkin.
E. PENGARUH STANDAR PRODUKSI PADA PERENCANAAN
KEUNTUNGAN
Diatas sudah dijelaskan tentang pentingnya produktivitas sebagai
ukuran
performasi jangka panjang. Namun, performasi jangka pendekpun, perlu
segera diamankan, sehingga para pengambil keputusan operasional, akan
mampu bertindak tanpa berpengaruh negatif terhadap strategi jangka panjang
perusahaan (produktivitas total).
Perencanaan keuntungan, adalah keputusan jangka pendek yang
harus dibuat setiap perusahaan ketika mendapat pesanan atau ketika
perusahaan akan menjual produknya. Untuk melakukan perkiraan tentang
rencana keuntungan, struktur ongkos akan sangat berpengaruh, khususnya
elemen ongkos langsung.
Sedangkan, elemen ongkos langsung, sangat dipengaruhi oleh
besarnya standar produksi. Formula dasar persamaan ongkos operasi adalah
: ongkos jam langsung dari setiap fasilitas produksi, kali waktu standar
produksinya. Untuk itu, ketelitian perkiraan keuntungan, sangat dipengaruhi
oleh ketelitian data tentang ongkos langsung dan waktu standar produksi.
Apabila perusahaan telah salah dalam memperkirakan waktu
penyelesaian pekerjaan, maka ia akan salah dalam memperkirakan biaya
pekerjaan (terlalu rendah), sehingga akan rugi. Sebaliknya, waktu
penyelesaian pekerjaan yang terlalu cepat, akan terjadi perkiraan ongkos
yang terlalu tinggi (overstatement),sehingga kemungkinan akan kehilangan
kesempatan untuk mendapatkan keuntungan.
21. Untuk memperkirakan besarnya ongkos mesin / menit, dapat diperoleh
dari data biaya yang berlaku atau dengan perkiraan dan dari data finansial.
Agar ongkos mesin / menit ini rasional, perlu diadakan analisis untuk
memisahkan ongkos langsung dan ongkos tidak langsungnya. Analisis ini
dapat dilakukan oleh bagian keuangan dengan bantuan bagian produksi, dan
dapat diselesaikan dalam waktu relatif singkat. Cukup diperlukan para analisis
yang berpengetahuan.
Sedangkan penetapan standar waktu penyelesaian suatu pekerjaan,
lebih membutuhkan waktu dan keterampilan / profesional. Untuk ini, bukan
hanya diperlukan analisis yang berpengetahuan, tapi juga diperlukan analisis
yang berpengalaman teknis tentang proses operasi, karakteristik mesin,
kemampuan dan keterbatasan operator, serta sifat – sifat material.
F. ANALISIS DAN PERENCANAAN KERJA
Analisis standar produksi, merupakan bagian dari analisis dan perancangan
kerja. Pada bab ini akan dibahas tentang cara – cara / metoda analisis kerja,
menetapkan rancangan kerja dan pada akhirnya metoda penetapan standar
kerja (produksi).
Secara umum proses kegiatan analisis dan perancangan kerja adalah
penelaahan secara sistematis terhadap pekerjaan dengan maksud untuk :
1. Mengembangkan sistem dan metoda kerja yang lebih baik
2. Membakukan sistem dan metoda kerja yang sudah baik
3. Menetapkan waktu baku (standar produksi) untuk suatu pekerrjaan
4. Membantu melatih pekerja dalam melakukan pekerjaan dengan metoda
kerja yang telah diperbaiki.
Dua unsur pokok dari analisis dan perancangan kerja adalah :
22. 1. Perancangan Metoda Kerja (Method Design), dimaksudkan untuk
menetapkan tata cara kerja atau menyederhanakan pekerjaan dan
mengusulkan cara kerja yang lebih baik
2. Pengukuran kerja (Work Measurement), ditujukan untuk menetapkan waktu
penyelesaian suatu pekerjaan secara wajar oleh pekerja yang normal dengan
metode kerja yang sudah dirancang dengan baik. (lihat gambar 2)
G. TAHAPAN ANALISIS DAN PERANCANGAN KERJA
Secara umum, pelaksanaan Analisis dan perancangan kerja mengikuti 8
tahapan berikut :
1. Pemilihan pekerjaan yang hendak diteliti
2. Pencatatan segala fakta mengenai pekerjaan ke dalam bentuk penyajian
yang memudahkan untuk analisis lebih lanjut
3. Mempelajari dengan seksama catatan yang telah dibuat dan
mempertanyakan segala sesuatu mengenai pekerjaan untuk membuka
peluang bagi perbaikan metoda kerja.
4. Pengembangan / perancangan alternatif metoda kerja yang lebih baik
(beberapa usulan)
5. Perhitungan prestasi atau waktu baku untuk masing – masing metode kerja
yang diusulkan
23. 6. Pemilihan metoda kerja yang akan digunakan, kemudian menyusun
petunjuk pelaksanaannya, berikut sasaran prestasi atau penetapan waktu
baku
7. Pemberitahuan dan pelatihan metode kerja baru kepada para operator
8. Pengawasan pemeliharaan agar metode kerja tersebut selalu di jalankan
sesuai dengan petunjuk pelaksanaannya.
Tabel 3 : Peranan Analisis dan Perancangan Kerja dalam Peningkatan Produktivitas
Sumber : Introduction to Work Study
H. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN
Identifikasi permasalahan merupakan langkah awal dari pelaksanaan
analisis dan perancangan kerja (perbaikan suatu sistem kerja). Identifikasi
24. masalah akan berhasil apabila si analis mempunyai konsep berfikir ,
berrtindak sebagai berikut :
a. Tidak pasif; merasa tidak puas dengan kondisi yang ada
b. Mampu menemukan masalah ditempat kerja, khususnya pada tempat
dimana sebelumnya tidak terpikir akan ada masalah.
Orang yang sudah merasa puas dengan kondisi yang ada akan menjadi pasif,
sehingga tidak akan pernah menemukan perbaikan atau kemajuan.
Tumbuhnya rasa tidak puas merupakan awal perbaikan. Jika rasa tidak puas
sudah tumbuh, harus segera diarahkan agar timbul perbaikan. Rasa tidak
puas yang tidak terarah, akan menimbulkan keluhan dan kekecewaan yang
akhirnya pekerja akan menjadi pasif.
Kemampuan menemukan permasalahan, merupakan syarat berikutnya
untuk dapat melakukan identifikasi permasalahan. Penyelidikan secara
seksama di suatu tempat kerja akan menolong kita untuk segera menemukan
permasalahan.
Permasalahan yang potensial pada umumnya terjadi di tempat kerja
dimana sebelumnya tidak pernah terpikirkan untuk membantu kita dalam
identifikasi permasalahan, seperti :
1. Daftar pertanyaan (check sheets)
2. Peta – peta kerja
3. Diagram sebab akibat
4. Diagram pareto
a. Maksud pengerjaan ; Apa yang dikerjakan ? Mengapa ?
b. Pekerja ; Siapa yang mengerjakan ? Mengapa ?
c. Urutan Pekerjaan : Kapan dilakukan ? Mengapa ?
d. Tempat kerja : Dimana dikerjakan ? Mengapa ?
e. Cara mengerjakan : Bagaimana pengerjaannya ? Mengapa ?
25. Gambar 7 : Contoh diagram sebab – akibat
Tabel 4 : Data Kerusakan Produk
Gambar 8 : Contoh Diagram Pareto
I. PERANCANGAN METODA KERJA
Setelah data dan fakta dikumpulkan, kemudian dianalisa untuk mendapatkan
metoda kerja yang lebih baik. Proses perbaikan metoda kerrja harus dilandasi
oleh semangat “Tidak ada cara yang paling baik, tetapi selalu ada cara yang
26. lebih baik” Untuk itu perlu usaha yang sungguh – sungguh dan kreatif dalam
menemukan alternatif metoda kerja yang lebih baik.
Beberapa kemungkinan untuk perbaikan kerja, diantaranya :
1. Menghilangkan komponen benda kerja yang tidak perlu / tidak
mempengaruhi / merubah fungsi produk (perbaikan desain)
2. Menghilangkan proses produksi / kegiatan / gerakan – gerakan kerja
yang tidak perlu (perbaikan proses produksi)
3. Memperbaiki rancangan produk / rancangan produksi
4. Merancang alat bantu produksi
5. Menggabung beberapa proses (memperbaiki proses) produksi
6. Merubah urutan – urutan pengerjaan atau tata letak tempat kerja
7. Menyederhanakan metoda kerja
Beberapa obyek yang mungkin perlu diperbaiki, diantaranya :
1. Perancangan komponen benda kerja
2. Pemilihan bahan baku dan bahan pembantu yang tepat
3. Pemilihan mesin / perkakas dan alat bantunya
4. Proses manufaktur
5. Set up mesin dan perkakas
6. Kondisi lingkungan kerja
7. Lay out dan material handling
8. Manajemen
9. Operator
Beberapa “alat” atau prinsip – prinsip kerja yang biasa digunakan untuk
menemukan metoda kerja yang lebih baik diantaranya :
1. Studi gerakan
2. Prinsip – prinsip Ekonomi Gerakan
3. Ergonomi
27. 4. Analisis Nilai (Value Analysis / Engineering)
Tabel 5 : Contoh Prinsip – prinsip Ekonomi Gerakan
A Check Sheet for motion Economy and Fatigue Reduction These twenty two rules or
principles of motion economy may be profitably to shop and office work alike. Although not all
are applicable to every operation, they do from a basis or a code for improving the efficiency
and reducing fatigue in manual work.
J. PENGUKURAN KERJA
Kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur performansi suatu sistem
kerja diantaranya :
1. Waktu kerja
2. Fisiologi kerja
28. 3. Psikologi kerja
4. Sosiologi kerja
Pengukuran waktu kerja merupakan kriteria yang paling banyak digunakan
untuk mendapatkan ukuran performansi kerja.
Beberapa kegunaan pengukuran waktu kerja diantaranya :
1. Dasar untuk menetapkan waktu standar dan kecepatan produksi
2. Dasar menetapkan hari / jam kerja yang wajar untuk dasar
menetapkan upah kerja serta target produksi
3. Dasar untuk melakukan perbaikan kerja lebih lanjut
4. Dasar untuk menyusun perencanaan dan pengendalian produksi
yang wajar
5. Dasar penyusunan anggaran serta pengendaliannya
Teknik pengukuran waktu kerja dapat dibedakan atas :
1. Cara langsung; yaitu jika pengukuran dilakukan di tempat pekerjaan
tersebut dilakuan.
2. Cara tidak langsung; yaitu perhitungan waktu didasarkan pada tabel – table
yang sudah tersedia, dengan terlebih dahulu membakukan metode kerja yang
digunakan.
Teknik pengukuran cara langsung yang paling banyak digunakan
adalah teknik Jam Henti (Stopwatch Time Study) dan teknik Sampling
Pekerjaan (Work Sampling). Pada dasarnya, teknik sampling pekerjaan akan
dipilih sebagai teknik pengukuran untuk kondisi berikut :
Kesulitan untuk mengenali siklus pekerjaan (terlalu besar)
Penelitian ditujukan untuk menggambarkan fakta (tingkat produktivitas)
Pekerjaan dilakukan oleh kelompok kerja
Aktivitas (elemen pekerjaan) banyak / bervariasi
Munculnya aktivitas tidak menentu (random)
29. PERHITUNGAN WAKTU BAKU
Rumusan waktu baku adalah sebagai berikut :
Waktu baku: waktu yang diperlukan oleh seorang pekerja normal untuk
menyelesaikan pekerjaan dengan metode kerja tertentu, pada kondisi terbaik
saat itu.
a. pengukuran dengan Jam Henti :
b. pengukuran dengan teknik Sampling Pekerjaan :
Gambar 10 : Komposisi Waktu Baku
J.1. PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN JAM HENTI
Langkah – langkah pengukuran waktu kerja dengan jam henti dilaksanakan
dengan langkah – langkah sebagai berikut :
1. Tetapkan tugas / aktivitas yang akan diukur
2. Pilih operator yang normal
3. Informasikan maksud dan tujuan pengukuran kerja kepada supervisor dan
operatornya
30. 4. Catat semua data yang berkaitan dengan sistem operasi kerja
5. Uraikan tugas atas elemen – elemen nya (aktivitas)
6. Laksanakan pengukuran waktu sejumlah N kali
7. Cek statistik data (keseragaman dan kecukupan)
8. Hitung waktu siklus (WS)
9. Tetapkan faktor penyesuaian (p) dan kelonggaran (l) kerja yang wajar
10. Hitung waktu normalnya (WN) = WS x p
11. Tetapkan Waktu Baku (WB) = WN x ( 1 + l )
J.2. PENGUKURAN KERJA DENGAN SAMPLING PEKERJAAN
Secara umum, langkah – langkah pelaksanaan sampling pekerjaan adalah :
1. Tetapkan aktivitas (elemen pekerjaan) yang akan diukur
2. Tetapkan jadwal pengamatan secara random
3. Laksanakan pengamatan
4. Cek statistik data
5. Analisis hasil studi; tetapkan rasio delay atau ukuran performansi atau
waktu standar hasil pengukuran.
6. Khususnya untuk studi ratio delay / ukuran performansi; tarik kesimpulan
dan saran perbaikan untuk memperbaiki metoda kerja yang ada.
Contoh lembar pengamatan pengukuran siklus pekerjaan (komulatif)