Paket Substansi_Pengelolaan Kinerja Guru dan KS [19 Dec].pptx
Tugas Akhir
1. TUGAS AKHIR - ST 0315
ANALISIS KAPABILITAS PROSES PEMBUATAN BENANG
30 RAYON PADA PERIODE JANUARI 2008 DI PT.
LOTUS INDAH TEXTILE INDUSTRIES SURABAYA
MEGA KHOIRUNNISAK
NRP 1305 030 049
Dosen Pembimbing
Wahyu Wibowo, S.Si, M.Si
PROGRAM STUDI DIPLOMA III STATISTIKA
JURUSAN STATISTIKA
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2008
2. FINAL PROJECT - ST 0315
CAPABILTY ANALYSIS OF YARN 30 RAYON PROCESS
PRODUCTION ON JANUARI 2008 IN
PT. LOTUS INDAH TEXTILE INDUSTRIES
SURABAYA
MEGA KHOIRUNNISAK
NRP 1305 030 049
Supervisors
Wahyu Wibowo, S.Si, M.Si
DIPLOMA III DEPARTMENT Of STATISTICS
DEPARTMENT STATISTICS
Faculty Of Mathematics And Natural Science
Sepuluh Nopember Institute Of Technology
Surabaya 2008
3. LEMBAR PENGESAHAN
ANALISIS KAPABILITAS PROSES PEMBUATAN
BENANG 30 RAYON PADA PERIODE JANUARI 2008
DI PT. LOTUS INDAH TEXTILE INDUSTRIES
SURABAYA
LAPORAN TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Kelulusan Di Program Studi Diploma Tiga Statistika
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
Oleh :
MEGA KHOIRUNNISAK
NRP. 1305 030 049
Disetujui oleh Pembimbing Tugas Akhir :
Wahyu Wibowo, S.Si, M.Si ( )
NIP. 132 206 279
Mengetahui
Ketua Jurusan Statistika FMIPA-ITS
Dr. Sony Sunaryo, M.Si
NIP. 131 843 380
SURABAYA, JULI 2008
4. ANALISIS KAPABILITAS PROSES PEMBUATAN
BENANG 30 RAYON PADA PERIODE JANUARI 2008 DI
PT. LOTUS INDAH TEXTILE INDUSTRIES SURABAYA
Nama Mahasiswa : Mega Khoirunnisak
NRP : 1305.030.049
Jurusan : Dipl. III Statistika FMIPA-ITS
Dosen Pembimbing : Wahyu Wibowo, S.Si, M.Si
Abstrak
Kualitas merupakan faktor utama yang menjadi dasar
pemilihan sebuah produk oleh konsumen. PT. Lotus Indah Textile
Industries membutuhkan pengendalian kualitas yang baik pada proses
produksinya sehingga dapat menghasilkan produk yang berkualitas
tinggi. Selama bulan Januari 2008, PT. Lotus menggunakan lima mesin
untuk produksi benang 30 Rayon. Permasalahannya adalah apakah ada
perbedaan dari lima mesin yang digunakan terhadap kualitas produksi
benang serta bagaimana kapabilitas proses produksi benang 30 Rayon
pada proses Ring Frame berdasarkan inspeksi Yarn Wrapping dan Yarn
Uster. Variabel kualitas yang diamati adalah Count benang serta
banyaknya cacat pada pemeriksaan Uster benang. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis varians, peta kendali
x − R untuk Count benang, peta kendali-U untuk cacat pada
pemeriksaan Uster serta analisis kapabilitas proses. Hasil analisis
varians menunjukkan bahwa ada perbedaan kualitas hasil produksi dari
kelima mesin dalam hal Count benang tetapi tidak ada perbedaan dalam
hal banyak cacat pada pemeriksaan Uster. Berdasarkan analisis
kemampuan proses diketahui bahwa kemampuan proses melalui
inspeksi Yarn Wrapping untuk mesin 1 dan 4 dinyatakan sudah baik.
Sedangkan untuk inspeksi Yarn Wrapping mesin 7, 8 dan 10 serta untuk
banyaknya cacat pada pemeriksaan Uster semua mesin, tidak dapat
dilakukan karena diketahui proses dalam keadaan tidak terkendali.
Kata Kunci : Yarn Wrapping, Yarn Uster, Analisis Varians, Peta
Kendali x − R , Peta Kendali-U, Kemampuans Proses
5. CAPABILITY ANALYSIS OF YARN 30 RAYON PROCESS
PRODUCTION ON JANUARI 2008 IN PT. LOTUS INDAH
TEXTILE INDUSTRIES SURABAYA
Name : Mega Khoirunnisak
NRP : 1305.030.049
Department : Dipl. III Statistika FMIPA-ITS
Supervisor : Wahyu Wibowo, S.Si, M.Si
Abstract
Quality is the main important factor to choose product by many
customer. PT. Lotus Indah Textile Industries need a good planning and
quality control for it production, so it can be produces a high quality
product of textile. During Januari 2008, PT. Lotus used five machine for
produces yarn 30 Rayon. The problem is analyze do difference of five
machine used in yarn 30 Rayon production influence on quality of yarn
production and to analyze the capability process production of yarn 30
Rayon on Ring Frame process in Yarn Wrapping inspection and Yarn
Uster inspection. Variable that analyze on this research are Count yarn
and defect on Yarn Uster inspection. The method that been used in this
research are analysis of variance, x − R control chart for count yarn,
U-control chart for defect in Yarn Uster inspection and analyze of
capabilty process. By the anaysis of variance there are known that
difference of five machine influence significantly to the count yarn but
there are no difference machine to the defect on Yarn Uster inspection.
And by the analyze of capabilty process, there are known that quality of
yarn production on Yarn Wrapping inspection for machine 1 and 4 are
capable. Otherwise, analyze of capabilty process on count yarn for
production of machine 7, 8, 10 and for defect on Yarn Uster inspection
of all machine cannot be analyze because pocess is not under controlled.
Key Words : Yarn Wrapping, Yarn Uster, Analysis of Variance, x − R
Control Chart, U-Control Chart, Capability Process
6. KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, puji syukur penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah yang
diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas
Akhir dengan judul “Analisis Kapabilitas Proses Pembuatan
Benang 30 Rayon Pada Periode Januari 2008 Di PT. Lotus
Indah Textile Industries Surabaya”. Dalam penyelesaian
Laporan Tugas Akhir ini, penulis dibantu oleh banyak pihak.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Sony Sunaryo, M.Si selaku Ketua Jurusan
Statistika FMIPA ITS
2. Ibu Ir. Mutiah Salamah, M.Kes selaku Koordinator Tugas
Akhir
3. Bapak Wahyu Wibowo, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing
Tugas Akhir atas masukan dan bimbingannya selama ini.
4. Bapak Dra. Purhadi, M.Sc selaku dosen wali penulis
5. Staff dosen dan karyawan jurusan Statistika yang telah
banyak membantu penulis selama kuliah di D3 Statistika ITS.
6. Ibu Dewi selaku pembimbing di PT. Lotus Indah Textile
Industries Surabaya serta para karyawan yang telah
memberikan banyak masukan dan kesediaan atas waktu dan
bantuannya selama ini.
7. Bapak, Ibu dan saudara-saudara penulis atas motivasi,
bantuan serta do’anya yang sungguh luar biasa.
8. Rekan-rekan D3 Statistika 2005, serta seluruh teman-teman
penulis di manapun berada, yang tidak dapat disebutkan satu
persatu atas bantuan, semangat serta do’anya yang tak terkira.
Semoga dukungan serta doa yang diberikan kepada penulis
mendapat balasan yang sesuai dari Allah SWT, atas kritik dan sa-
ran dari para pembaca sangat penulis hargai, demi kesempurnaan
laporan ini.
Surabaya, Juli 2008
Penulis
7. DAFTAR ISI
Halaman
Judul........................................................................................... i
Lembar Pengesahan.................................................................... iii
Abstrak....................................................................................... iv
Kata pengantar............................................................................ vi
Daftar Isi..................................................................................... vii
Daftar Gambar............................................................................ ix
Daftar Tabel................................................................................ x
Daftar Lampiran......................................................................... xi
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................ 1
1.2 Permasalahan.............................................................. 2
1.3 Tujuan......................................................................... 3
1.4 Manfaat....................................................................... 3
1.5 Batasan Masalah......................................................... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Non Statistika.............................................. 5
2.2 Tinjauan Statistika...................................................... 10
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Cara Pengambilan Sampel.......................................... 29
3.2 Identifikasi Variabel................................................... 30
3.3 Langkah Analisis Data............................................... 31
BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Statistika Deskriptif.................................................... 35
4.2 Perbandingan Produk Berdasarkan perbedaan
Mesin.......................................................................... 36
4.3 Analisis Pengendalian Kualitas Untuk Count
Benang........................................................................ 44
4.4 Analisis Pengendalian Kualitas Untuk Cacat
Pada Pemeriksaan Uster Benang............................... 47
8. 4.5 Analisis Kemampuan Proses....................................... 49
4.6 Identifikasi Banyaknya Jumlah Cacat......................... 50
4.7 Diagram Ishikawa....................................................... 51
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan................................................................. 55
5.2 Saran........................................................................... 55
Daftar Pustaka............................................................................. 57
Lampiran
9. DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Peta Proses Operasi Produksi Benang.................... 9
Gambar 2.2 Diagram Pareto...................................................... 25
Gambar 2.3 Diagram Ishikawa................................................... 26
Gambar 3.1 Flow Chart Pelaksanaan Penelitian........................ 33
Gambar 4.1 Peta x − R Count Benang Mesin 1 dan 4................ 45
Gambar 4.2 Peta x − R Count Benang Mesin 7, 8 dan 10.......... 46
Gambar 4.3 Peta-U Cacat Pada Uster Benang........................... 48
Gambar 4.4 Diagram Pareto Cacat Pemeriksaan Uster............. 51
Gambar 4.5 Diagram Ishikawa Untuk Cacat Nep....................... 52
Gambar 4.6 Diagram Ishikawa Untuk Cacat Thin dan Thick..... 53
10. DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Struktur Data Untuk Rancangan Acak Lengkap......... 12
Tabel 2.2 Bentuk Umum Tabel ANOVA................................... 12
Tabel 3.1 Rancangan Eksperimen............................................... 30
Tabel 4.1 Statistika Deskriptif Count dan Cacat pada Uster...... 35
Tabel 4.2 Analisis Varians Count Benang.................................. 36
Tabel 4.3 Analisis Varians Cacat Pemeriksaan Uster
Benang........................................................................ 37
Tabel 4.4 Levene’s Test untuk Asumsi Residual Identik............ 39
Tabel 4.5 Run’s Test Untuk Asumsi Residual Independen........ 40
Tabel 4.6 Kolmogorov-Smirnov Test untuk Asumsi Residual
Normal....................................................................... 41
Tabel 4.7 Tukey’s Test untuk Pengujian Perbandingan
Berganda.................................................................... 43
Tabel 4.8 Pengujian Distribusi Normal Count Benang.............. 44
Tabel 4.9 Pengujian Distribusi Poisson Cacat Pemeriksaan
Uster........................................................................... 48
11. DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Statistika Deskriptif Count Benang........................ 59
Lampiran 2. Statistika Deskriptif Cacat Pemeriksaan Uster...... 59
Lampiran 3. Analisis Varians Untuk Count Benang.................. 59
Lampiran 4. Analisis Varians Untuk Cacat Pemeriksaan
Uster........................................................................ 59
Lampiran 5. Uji Asumsi Identik Count Benang......................... 60
Lampiran 6. Uji Asumsi Identik Cacat Pemeriksaan Uster........ 60
Lampiran 7. Uji Asumsi Independen Count Benang dan Cacat
Pemeriksaan Uster................................................... 61
Lampiran 8. Uji Asumsi Normal Count Benang......................... 61
Lampiran 9. Uji Asumsi Normal Cacat Pemeriksaan Uster....... 62
Lampiran 10. Uji Normal Data Count Benang Mesin 1, 4......... 62
Lampiran 11. Uji Normal Data Count Benang Mesin 7, 8, 10....63
Lampiran 12. Uji Distribusi Poisson Untuk Cacat Pada
Pemeriksaan Uster Benang.................................. 63
Lampiran 13. Uji Perbandingan Berganda Tukey Data Count… 64
Lampiran 14. Data Yarn Wrapping (Count) Benang.................. 65
Lampiran 15. Data Yarn Uster atau Ketidakhalusan Benang..... 70
Lampiran 16. Data Jumlah Cacat Pemeriksaan Uster Benang ... 73
Lampiran 17. Tabel D Statistik Uji Kolmogorov Smirnov.......... 74
Lampiran 18. Luas Di Bawah Kurva Normal............................. 75
Lampiran 19. Nilai Kritis Untuk Distribusi-F............................. 76
Lampiran 20. Nilai Kritis Untuk Uji Tukey................................ 78
Lampiran 21. Tabel Faktor Guna Membentuk Grafik
Pengendali Variabel..............................................79
12. “Semangat itu laksana matahari yang mengatakan cintanya,
dan purnama yang mengukirkan huruf-huruf dalam
cahayanya”(DR. ‘Aidh al-Qarni)
BAB I
PENDAHULUAN
13. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor industri merupakan salah satu sektor penting
dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Berbagai
macam industri mengalami perkembangan yang cukup pesat di
Indonesia. Salah satu bidang industri yang berkembang di
Indonesia adalah industri tekstil. Tekstil menjadi komoditi yang
sangat penting dalam kehidupan manusia, oleh karena itu
kebutuhan akan produk tekstil semakin meningkat sejalan dengan
kebutuhan manusia.
PT. Lotus Indah Textile Industries adalah perusahaan
yang bergerak dibidang industri tekstil yang berorentasi ekspor.
Negara tujuan ekspor yang pernah dilakukan antara lain India,
Arab Saudi, negara-negara Eropa, dan lain-lain. Produk yang
dihasilkn PT. Lotus Indah Textile Industries antara lain benang
dan kain. Sebagai perusahaan yang berorientasi ekspor, PT. Lotus
Indah Textile Industries telah mendapatkan sertifikat ISO 9001
dan ISO 14001. Produk-produk yang di ekspor haruslah
merupakan produk dengan kualitas terbaik. Oleh karena itu, pada
proses produksi diperlukan perencanaan dan pengendalian
kualitas yang baik sehingga dapat memenuhi standar produk yang
telah ditentukan serta menghasilkan produk yang berkualitas
tinggi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas merupakan faktor
utama yang menjadi dasar pemilihan sebuah produk oleh
mayoritas konsumen. Kualitas menjadi hal yang sangat vital
dalam suatu produksi. Dalam dunia bisnis kualitas merupakan
faktor kunci yang membawa keberhasilan, pertumbuhan dan
peningkatan posisi bersaing. Sebuah hal yang tidak mudah untuk
mencapai kualitas tertinggi pada pembuatan produk atau jasa.
Sebuah perusahaan atau produsen harus melaksanakan kebijakan-
kebijakan dalam hal pengendalian kualitas secara tepat dan
14. efektif. Dengan harapan program atau kebijakan tersebut dapat
meningkatkan jaminan mutu produk dan daya saing perusahaan.
Obyek penelitian dalam Tugas Akhir ini adalah produksi
Benang 30 Rayon di Bagian Quality Control khususnya pada
inspeksi Yarn Wrapping (Count) dan Yarn Uster proses Ring
Frame. Dimana kualitas pada bagian ini sangat mempengaruhi
kualitas produk akhir. Perlu diketahui bahwa dalam hal ini
terdapat lima mesin yang digunakan sebagai alat produksi.
Dengan sistem produksi yang bergantung kepada banyak pesanan,
setiap mesin tidak selalu memproduksi benang dalam jumlah
yang sama setiap bulannya.
Metode statisitik yang digunakan untuk menganalisis
lebih jauh mengenai kualitas benang ini adalah Peta kendali X -R
untuk variabel Count (Berat benang) serta peta kendali-U untuk
variabel banyak cacat dalam pemeriksaan Uster (ketidakhalusan).
Peta kendali X -R digunakan karena karakteristik kualitas Count
yang bersifat variabel. Sedangkan digunakan peta kendali-U
karena karakteristik kualitas yang bersifat atribut yakni hasil
inspeksi banyaknya cacat yang terjadi dalam setiap produk,
dimana dalam satu produk terdapat beberapa macam jenis cacat
yang diamati. Dalam hal ini metode statistik yang digunakan
belum pernah dilakukan oleh pihak perusahaan.
1.2 Permasalahan
Tahapan pembuatan benang 30 Rayon di PT. Lotus Indah
Textile Industries terdiri dari beberapa proses, hampir di setiap
proses dilakukan inspeksi terhadap kualitas produksinya. Proses
Ring Frame merupakan salah satu proses paling penting sebelum
benang di sensor untuk selanjutnya siap dikemas dan dipasarkan.
Dalam proses Ring Frame terdapat beberapa karakteristik kualitas
yang diamati diantaranya Count (berat benang) serta banyak cacat
pada pemeriksaan Uster (ketidakhalusan).
Selama ini pengendalian kualitas yang dilakukan pihak
perusahaan hanya melalui metode statistik secara sederhana yakni
dengan melihat apakah rata-rata ukuran sampel atau banyak cacat
15. yang terjadi masih dalam batas spesifikasi. Sehingga dalam hal ini
pengendalian kualitas belum sampai pada penggunaan peta
kendali serta pengukuran kapabiltas (kemampuan) proses. Selain
itu, dengan adanya lima mesin yang digunakan dalam pembuatan
benang 30 Rayon, terdapat dugaan bahwa perbedaan mesin
berpengaruh terhadap kualitas hasil benang. Berdasarkan hal
tersebut, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah perbedaan lima mesin dalam produksi benang 30
Rayon bepengaruh terhadap kualitas produksi berdasarkan
inspeksi Yarn Wrapping dan Yarn Uster?
2. Bagaimana kapabilitas proses hasil produksi benang 30
Rayon pada proses Ring Frame berdasarkan inspeksi Yarn
Wrapping dan Yarn Uster?
1.3 Tujuan
Untuk menjawab permasalahan di atas, maka penelitian
ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Menganalisis apakah perbedaan lima mesin dalam produksi
benang 30 Rayon bepengaruh terhadap kualitas produksi
berdasarkan inspeksi Yarn Wrapping dan Yarn Uster.
2. Menganalisis kapabilitas proses hasil produksi benang 30
Rayon pada proses Ring Frame berdasarkan inspeksi Yarn
Wrapping dan Yarn Uster.
1.4 Manfaat
Penelitian Tugas Akhir ini diharapkan mempunyai
manfaat antara lain :
1. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan
masukan bagi pihak perusahaan tentang penerapan ilmu
statistika dalam pengendalian kualitas.
2. Memberikan informasi kepada perusahaan mengenai
keadaan serta kapabilitas proses produksi benang 30 Rayon
proses Ring Frame khususnya mengenai inspeksi Yarn
Wrapping dan Yarn Uster.
16. 3. Memberikan informasi kepada perusahaan dalam rangka
pelaksanaan program-program peningkatan kualitas
produksi tekstil khususnya pada produksi benang 30 Rayon
apabila terjadi ketidaksesuaian berdasarkan peta kendali.
1.5 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam Tugas Akhir ini adalah :
1. Data yang digunakan adalah data sekunder hasil inspeksi
Yarn Wrapping dan Yarn Uster produksi benang 30 Rayon
pada proses Ring Frame selama bulan Januari 2008 di PT.
Lotus Indah Textile Industries surabaya.
2. Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah Count,
serta banyak cacat dalam pemeriksaan Uster yang terdiri
dari Thin, Thick dan Nep.
3. Dalam Tugas Akhir ini tidak dilakukan perbaikan terhadap
proses produksi, hanya sebatas tahap analisis dengan
pertimbangan keterbatasan waktu.
17. “Hidup ibarat kaca, kadang begitu rapuh dan kadang begitu
angkuh. Bilapun ia pecah berserakan, itu bukanlah akhir dari
keindahan karena masih ada harapan. Dalam perjalanan
panjang kehidupan, kan ada yang menyusunnya kembali utuh”
(Hafidz&Ria)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
18. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Non Statistika
2.1.1 Gambaran Umum PT. Lotus Indah Textile Industries
PT. Lotus Indah Textile Industries merupakan salah satu
perusahaan asing (India) di Indonesia yang bergerak di bidang
industri tekstil. Beberapa jenis produk yang dihasilkan perusahaan
antara lain : benang sebagai produk utama, kain, karpet, dan
embroidery. serta PT. Lotus Indah Textile Industries termasuk
perusahaan besar yang telah mengekspor hasil produksinya ke
beberapa negara, antara lain : India, Arab Saudi, negara-negara
Eropa dan lain-lain yang terletak dikawasan Rungkut Industri
Surabaya. Perusahaan ini menggunakan bahan baku kapas
sintetik, dimana dalam pelaksanaan produksinya hampir
seluruhnya menggunakan mesin.
PT. Lotus Indah Textile Industries menjadi salah satu
perusahaan tekstil yang memiliki nilai ekspor cukup tinggi. Selain
itu, proses produksi yang sangat besar menjadikan perusahaan ini
sebagai lapangan pekerjaan yang efektif bagi masyarakat.
Sehingga dapat digunakan masyarakat sebagai lahan kerja guna
mengangkat perekonomian masyarakat. Struktur organisasi
perusahaan pun sangat jelas serta memungkinkan perusahaan
untuk mampu melaksanakan setiap proses produksinya secara
efektif dan efisisen dengan harapan daya saing perusahaan akan
semakin meningkat. Selain itu perusahaan ini juga memberi
kesempatan bagi mahasiswa yang menginginkan untuk belajar
mengenai seluk beluk industri tekstil, ataupun melakukan
penelitian guna menerapkan disiplin ilmu yang telah diperoleh di
bangku kuliah terhadap kenyataan yang ada pada dunia kerja
dengan adanya fasilitas bagi mahasiswa untuk melakukan Kerja
Praktek atau penelitian Tugas Akhir dan sebagainya.
19. 2.1.2 Sejarah PT Lotus Indah Textile Industries
PT. Lotus Indah Textile Industries pertama kali berdiri
pada tahun 1975 dengan nama PT Horison Syntex. Saat itu
perusahaan ini hanya terdapat satu departemen saja, yaitu
departemen Spinning (pemintalan benang) dengan kapasitas
15.000 mata pintal (spindel) dan terdiri dari 750 karyawan. Dalam
perkembangannya, pada tahun 1978 Departemen Spinning
menambah sebanyak 6.000 mata pintal sehingga menjadi 21.000
mata pintal. Di samping itu, PT. Horizon Syntex menginginkan
penambahan pada departemen antara lain : departemen Weaving
(pertenunan), Embrodery (kain bordir), Processing (perwarnaan)
serta pada tahun 1979 terdapat penambahan lagi yaitu Non Woven
(Proses pembuatan kain tanpa ditenun).
Nama perusahaan kemudian diubah menjadi PT Lotus
Indah Textile dengan jumlah karyawan sekitar 1800 orang pada
tahun 1989. Namun tahun 1990 Departemen Weaving
(pertenunan) ditutup dan diadakan pengembangan pada
Departemen Spinning dengan kapasitas 10.000 mata pintal,
sehingga mencapai 31.000 mata pintal. Dan tahun 1996 terjadi
penambahan 5.000 mata pintal sehingga menjadi 36.000 mata
pintal.
Pada tahun 1998 PT. Lotus Indah Textile Indusries
menambahkan departemen spinning sub proses multifold (benang
rangkap) pada Departemen Spinning dan penambahan departemen
karpet pada tahun 1999. Dikarenakan beberapa alasan antara lain
efisiensi, serta orang-orang yang handal dalam bidang carpet
banyak yang bertempat tinggal di bogor dan pemasarannya yang
juga lebih mudah, Departemen Carpet akhirnya dipindahkan di
Bogor tahun 2004. PT Lotus Indah Tekstil telah mendapatkan
sertifikasi ISO (International Standard Organization), ISO 9001
dan telah mendapatkan sertifikasi ISO 14001 pada tahun 2001.
Sampai saat ini, karyawan yang bekerja di PT. Lotus Indah
Textile Industri Surabaya sebanyak 1325 orang.
20. 2.1.3 Produksi Benang 30 Rayon
Benang 30 Rayon merupakan salah satu type benang
yang sering diproduksi oleh PT. Lotus Indah Textile Industries.
Namun, besarnya produksi tidak selalu sama secara kontinyu,
mengingat bahwa perusahaan melakukan produksi berdasarkan
pesanan (ordering). Benang Rayon biasanya digunakan sebagai
bahan pakaian umum, dan kain lapisan dalam (lining) pada
industri garment. Seperti halnya produk-produk lainnya, pada
benang 30 Rayon juga dilakukan pemeriksaan kualitas. Adapun
Quality Planning untuk Inspeksi Yarn Wrapping (Count) dan
Yarn Uster Proses Ring Frame pada produksi benang 30 Rayon
adalah sebagai berikut :
1. Proses : Yarn Wrapping
Variabel yang diukur : Count benang
Alat : Wrapping Reel Balance
Frekuensi pemeriksaan : setiap hari
Jumlah sampel : 2x120 yard / bobbin , 4 bobbin / mesin
2. Proses : Yarn Uster ( ketidakrataan benang)
Variabel yang diukur : cone uster
Alat : Keisokki Evennes Tester
Frekuensi pemeriksaan : minimal sekali seminggu / count
Jumlah sampel : 1 read / bobbin / 400 meter , 4 bobbin /
mesin / count
Secara umum, proses produksi benang di PT. Lotus Indah
Textile Industries adalah sebagai berikut :
1. Blowing
Sebelum proses blowing material berada pada Blow room
untuk mendapat perlakuan (dibuka covernya, penguraian
awal) dengan tujuan mengembalikan sifat-sifat serat. Pada
proses blowing material diurai sampai menjadi lembut,
dibersihkan dari kotoran (serat-serat yang rusak) serta
membuat lap dengan serat tertentu.
2. Carding
Material diurai kembali pada proses carding, serat-
seratnya disejajarkan, dibersihkan kemudian membuat
21. Sliver dan material digulung pada contong. Pembuatan
Sliver ini bertujuan mempermudah proses berikutnya. Pada
proses ini dilakukan inspeksi Sliver Wrapping (berat
benang), Sliver Uster (ketidakhalusan benang).
3. Drawing I
Sliver ditangkap lalu diregangkan (proses Drafting),
kemudian digulung kembali pada contong. Pada proses ini
tidak dilakukan inspeksi.
4. Drawing II
Gulungan benang berbentuk Sliver dari proses Drawing I
diperbaiki pada proses ini. Inspeksi yang dilakukan pada
proses ini adalah Sliver Wrapping dan Sliver Uster.
5. Simplex
Pada proses Simplex, material di drafting kembali
kemudian diberi twist (puntiran) dan digulung pada Roving.
Pada proses ini dilakukan inspeksi Roving Wrapping,
Roving Uster, Roving strength (kekuatan benang).
6. Ring frame
Benang dalam bentuk gulungan Roving di-Drafting
(regangkan) kemudian diberi twist (puntiran) kembali
hingga cukup halus dan mampat. Benang yang telah selesai
diproses digulung pada Bobbin. Inspeksi yang dilakukan
pada proses ini adalah Yarn Wrapping (berat benang), Yarn
Uster (ketidakhalusan), Yarn strength (kekuatan) dan Yarn
twist (puntiran). Proses ini adalah proses yang sangat
penting sebab meruapakan proses akhir sebelum benang
digulung pada paper cone untuk dikemas.
7. Winding
Benang disensor kemudian digulung pada paper cone dan
dichek kembali untuk terakhir kali. Inspeksi ini
menggunakan sinar ultraviolet yang bertujuan untuk
mengetahui apakah terdapat produk yang kualitasnya jelek
daripada produk-produk lainnya. Produk yang jelek
ditunjukkan dengan warna sinar yang berbeda dengan
produk lainnya.
22. 8. Packing
Packing meruapakan proses pengemasan benang pada
plastik dan kardus untuk persiapan pemasaran atau
disimpang terlebih dahulu digudang.
Berikut ini merupakan peta proses operasi produksi
benang secara umum di PT. Lotus Indah Textile Industries :
Blow
room Blowing, material diurai menjadi lembut
1 dan dibersihkan dari kotoran
2 Carding, serat disejajarkan membuat Sliver
3 Drawing I, Sliver ditangkap dan di-drafting
Drawing II, memperbaiki hasil pada Drawing
4 sebelumnya
Simplex, material di drafting dan diberi
5 puntiran kemudian digulung pada Roving
Ring frame, material di drafting dan diberi
6 puntiran kemudian digulung pada Bobbin
Winding, benang disensor, digulung pada
7
paper cone dan di chek dengan sinar ultraviolet
8 Packing
9 Selesai
Gambar 2.1 Peta Proses Operasi Produksi Benang
23. 2.2 Tinjauan Statistika
2.2.1 Statistika Deskriptif
Statistika deskriptif yang disebut juga Statistika Deduktif
didefinisikan sebagai metode-metode yang berkaitan dengan
pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga
memberikan informasi yang berguna (Walpole, 1995). Informasi
yang didapat dari Statistika Deskriptif, diantaranya adalah
rata-rata (mean), median, modus, standar deviasi, nilai minimum
dan maksimum. Dalam statistika deskriptif belum dilakukan
analisis, sehingga kesimpulan yang dapat ditarik sangat terbatas,
hanya berupa nilai pemusatan dan penyebaran data.
2.2.2 Konsep Rancangan Acak Lengkap
Rancangan Acak Lengkap (RAL) merupakan rancangan
yang paling sederhana diantara rancangan–rancangan percobaan
yang baku. Suatu percobaan disebut rancangan acak lengkap
apabila hanya terdapat sebuah faktor (treatment) yang nilainya
berubah-ubah. Rancangan acak lengkap merupakan rancangan
dimana perlakuan dikenakan sepenuhnya secara acak kepada unit-
unit eksperimen, atau sebaliknya. Dengan demikan tidak terdapat
batasan terhadap pengacakan misalnya adanya blok dan
pengalokasian perlakuan terhadap unit-unit eksperimen (Sudjana,
1991). Keuntungan penggunaan RAL antara lain :
1. Denah perancangan percobaan lebih mudah
2. Analisis statistika terhadap subyek percobaan sangat
sederhana
3. Fleksibel dalam penggunaan jumlah perlakuan dan jumlah
pengulangan
4. Kehilangan informasi relatif sedikit dalam hal data hilang
dibandingkan rancangan lain.
Kasus menggunakan RAL apabila bahan percobaan homogen
atau relatif homogen serta jumlah
Jika Yij adalah pengamatan yang ke-j untuk perlakuan
ke-i, µ adalah rata-rata keseluruhan dari hasil percobaan dan
τ i merupakan pengaruh perlakuan ke-i, serta ε ij adalah besarnya
24. kesalahan (error) yang dihasilkan, maka model untuk Yij adalah
merupakan model linier yaitu :
Yij = µ + τ i + ε ij (2.1)
Dimana :
i = 1, 2, ....., k
j = 1, 2, ......, n
ε ij ~ IIDN ( 0,σ 2 )
Dalam hal ini hipotesis yang diuji dengan menggunakan
analisis variansi adalah sebagai berikut :
H0 : τ 1 = τ 2 = ...τ a = 0
H1: Paling tidak ada 1 τ i ≠ 0
Statistik uji yang digunakan dalam pengujian hipotesis ini adalah
sebagai berikut :
MS treat (2.2)
F =
hit
MS E
Daerah kritis yang digunakan untuk mengetahui apakah H0
ditolak atau diterima adalah :
H0 ditolak pada taraf signifikansi α jika Fhitung > F(k-1; N-k; α)
2.2.3 Analisis Varians Satu Arah
Analisis data yang diperoleh berdasarkan rancangan
eksperimen, khususnya rancangan acak lengkap, akan ditinjau
melalui observasi tiap unit eksperimen menggunakan analisis
varians satu arah. Analisis varians (ANOVA) biasanya digunakan
untuk menganalisis data yang berasal dari percobaan yang
dirancang dengan teliti (Sembiring, 1995).
Misalkan ada k buah perlakuan dimana terdapat n unit
eksperimen untuk perlakuan ke-i ( i = 1, 2, ...., k ). Jika data
pengamatan dinyatakan dengan Yij ( i = 1, 2, ..., k ) dan ( j = 1, 2,
..., n ), Yij berarti nilai pengamatan dari unit eksperimen ke-j
karena perlakuan ke-i, maka untuk keperluan analisisnya, data
tersebut sebaiknya disusun dalam tabel pengamatan seperti pada
Tabel 2.1 berikut ini.
25. Tabel 2.1 Struktur Data Untuk Rancangan Acak Lengkap
Treatment Pengamatan
Jumlah Rata - rata
(Perlakuan) 1 2 … n
1 Y11 Y12 ... Y1n Y1. Y1.
2 Y21 Y22 ... Y2n Y2. Y2.
: : : : :
k Yk1 Yk2 ... Ykn Yk. Yk .
Y ..=…. Y .. = ...
Berdasarkan data tersebut selanjutnya dapat dilakukan
perhitungan Sum of Square Total (SST) yakni jumlah kuadrat total,
Sum of Square Treatment (SSTreat) yakni jumlah kuadrat
perlakuan, jumlah kuadrat kesalahan atau Sums of Square Error
(SSE), Rata-rata kuadrat perlakuan atau Mean Square Treatment
(MSTreat), serta Mean Square Error (MSE) yakni rata-rata kuadrat
kesalahan. Jika ∑Y. adalah jumlah total perlakuan, Y. . adalah total
rata-rata serta k merupakan jumlah perlakuan dan n merupakan
jumlah pengamatan, maka perhitungan tersebut secara ringkas
dapat dinyatakan dalam Tabel Anova, seperti pada Tabel 2.2.
berikut (Sudjana, 1991) :
Tabel 2.2 Bentuk Umum Tabel ANOVA
Sumber Derajat
Sum of Squares Mean Squares Fo
variasi Bebas
= n ∑ (Yi . − Y ..)
k
Treatment SS 2 SSTreat F0 =
MSTreat
k-1 MSTreat =
(Perlakuan) Treat i =1 k −1 MS E
SS E = SST − SSTreat SS E
Error n-k MS E =
n−k
k n
∑∑ (Y )
2
Total SST = ij − Y.. n-1
i =1 j =1
26. 2.2.4 Pengujian Asumsi Residual
Dalam analisis varians terdapat sejumlah asumsi harus
dipenuhi agar pengujian ANOVA tersebut dapat dilakukan, yaitu
asumsi residual yang bersifat IIDN (Identik, Independen,
Distribusi Normal). Bila asumsi tersebut tidak terpenuhi, maka
kesimpulan dari ANOVA tidak bisa digunakan.
a. Pengujian Asumsi Residual Identik
Residual identik berarti bahwa varians dari residual bersifat
konstan (homogen) yakni tidak terjadi kasus heteroskedastisitas.
Salah satu cara melakukan pengujian asumsi identik pada residual
adalah melalui Levene’s Test dengan hipotesis sebagai berikut
(Brown dan Forsythe,1974) :
H0 : σ 12 = σ 2 = ..... = σ 5 (Tidak terjadi heteroskedastisitas)
2 2
H1 : Minimal ada satu σ i2 ≠ σ 2 (Terjadi heteroskedastisitas)
j
Statistik uji yang digunakan dalam pengujian hipotesis ini adalah
sebagai berikut :
k
(n − k ) ∑ (V
i −1
i. − V.. ) 2
L= k ni
(2.3)
(k − 1) ∑∑ (V
i =1 j =1
ij − Vi. ) 2
Dimana :
n : Jumlah total pengamatan
k : Jumlah perlakuan
ni : Jumlah pengamatan pada kelompok ke-i
Vij = X ij − X i
Xi : Median dari nilai X1,n1,......,Xi,ni
Vi. : Jumlah selisih data dengan rata-rata pada kelompok ke-i
V.. : Jumlah total selisih data dengan rata-rata
Daerah kritis yang digunakan untuk mengetahui apakah H0
ditolak atau diterima adalah :
H0 ditolak pada taraf signifikansi α jika nilai L > F(α; k-1,n-k).
27. b. Pengujian Asumsi Residual Independen
Sifat independen pada residual berarti bahwa tidak
adanya otokeralsi baik positif maupun negatif yang terjadi
diantara residual. Pengujian asumsi residual independen dapat
dilakukan melalui Run’s Test, dimana jika residual menunjukkan
pola acak maka dinyatakan tidak terjadi otokorelasi pada residual.
Adapun langkah pengujian melalui Run’s Test adalah sebagai
berikut, dengan hipotesis (Supranto, 1984) :
H0 : ρ = 0 (tidak terjadi otokorelasi)
H1 : ρ ≠ 0 (terjadi otokorelasi positif/negatif)
Statistik uji yang digunakan dalam pengujian hipotesis ini adalah
sebagai berikut :
r − [{( 2n1n2 ) /(n1 + n2 )} + 1]
Z= (2.4)
2n1n2 (2n1n2 − n1 − n2 )
(n1 + n2 ) 2 ( n1 + n2 − 1)
Dimana :
r : Banyak runtun
n1 : Banyak data bertanda (+) yakni lebih besar dari rata-rata
n2 : Banyak data bertanda (-) yakni lebih kecil dari rata-rata
Daerah kritis yang digunakan untuk mengetahui apakah H0
ditolak atau diterima adalah :
H0 ditolak pada taraf signifikansi α jika Z > Z α 2
c. Pengujian Asumsi Normal
Pengujian asumsi residual Normal mempunyai tujuan
untuk mengetahui apakah data tersebut telah mengikuti distribusi
normal atau belum. Pengujian data normal dapat dilakukan
dengan membuat normal probability plot serta melalui uji
Kolmogorov-Smirnov. Adapun analisis pengujian distribusi
Normal melalui Kolmogorov-Smirnov dilakukan dengan hipotesis
sebagai berikut (Daniel, 1989) :
28. H0 : F ( x) = F0 ( x) , Data berdistribusi Normal
H1 : F ( x) ≠ F0 ( x) , Data tidak berdistribusi Normal
Statistik uji yang digunakan dalam pengujian hipotesis ini adalah
sebagai berikut :
D = Sup S ( x) − F0 ( x) (2.5)
x
Dimana :
S(x) : Proporsi nilai-nilai pengamatan dalam sampel yang
kurang dari atau sama dengan x
F0(x) : Fungsi peluang kumulatif dari distribusi Normal atau
yang dihipotesiskan
D : Nilai supremum untuk semua x dari selisih nilai mutlak
S(x) dan F0(x)
Daerah kritis yang digunakan untuk mengetahui apakah H0
ditolak atau diterima adalah :
H0 ditolak pada taraf signifikansi α jika D > D(1-α,n)
2.2.5 Pengujian Perbandingan Berganda
Salah satu cara melakukan pengujian perbandingan
berganda adalah melalui Uji Tukey atau disebut juga dengan
Honestly Significant Difference atau HSD (Gaspersz, 1991).
Adapun formula untuk Tukey’s Test dapat dirumuskan sebagai
berikut (Montgomery, 2001) :
MSE
Tα = qα (a, f ) (2.6)
n
Dimana :
qα : Nilai tabel
a : Banyak perlakuan
f : Derajat bebas error
MSE : Rata-rata kuadrat error dari hasil analisis varians
n : Jumlah pengamatan
Dalam hal ini semua perlakuan mempunyai pengamatan
yang sama sebanyak n. Nilai tengah perlakuan perlu disusun
secara berurut dari nilai terendah sampai tertinggi, setelah itu
29. dihitung. Apabila beda mutlak kedua nilai tengah > HSD atau
y i. − y j . > Tα maka kedua nilai tengah dikatakan berbeda.
Adapun hipotesis dalam pengujian Tukey adalah :
H0 : µ i = µ j
H1 : µ i ≠ µ j
Statistik uji yang digunakan dalam pengujian hipotesis ini adalah
sebagai berikut :
yi . − y j . (2.7)
Daerah kritis yang digunakan untuk mengetahui apakah H0
ditolak atau diterima adalah :
H0 ditolak pada taraf signifikansi α jika y i. − y j . > Tα
2.2.6 Pengujian Distribusi Poisson
Percobaan yang menghasilkan nilai-nilai bagi suatu
peubah acak X, yaitu banyaknya hasil percobaan yang terjadi
selama suatu selang waktu tertentu atau di suatu daerah tertentu,
sering disebut sebagai percobaan Poisson (Walpole, 1995).
Selang waktu tersebut dapat berapa saja panjangnya, misalnya
semenit, sehari, seminggu, sebulan atau bahkan setahun. Adapun
ciri-ciri distribusi Poisson adalah :
1. Banyaknya hasil percobaan disuatu selang tertentu tidak
bergantung pada banyaknya hasil percobaan yang terjadi
pada selang waktu yang terpisah.
2. Peluang terjadinya suatu hasil percobaan selama suatu
selang yang singkat sekali sebanding dengan panjang
selang tersebut, dan tidak bergantung pada banyaknya
percobaan yang terjadi pada daerah diluar selang tersebut.
3. Peluang bahwa lebih dari satu hasil percobaan akan terjadi
dalam selang waktu yang singkat dapat diabaikan.
Dalam melakukan analisis peta-u, asumsi distribusi
Poisson merupakan suatu asumsi yang mutlak dipenuhi oleh
data. Kemutlakan asumsi ini disebabkan, peluang terjadinya cacat
dalam setiap unit tak terhingga, sedangkan peluang terjadinya
30. cacat dalam satu areal dari satu unit produk sangat kecil.
Andaikan bahwa cacat yang terjadi dalam unit pemeriksaan ini
menurut distribusi Poisson (Montgomery, 1998), yakni :
e −c c x
p ( x) = x = 0, 1, 2,….. (2.8)
x!
dengan x banyak ketidaksesuaian dan c > 0 adalah parameter
distribusi Poisson. Mean dan variansnya adalah parameter c.
Untuk mengetahui suatu data berdistribusi Poisson atau tidak,
maka dapat dipergunakan metode dengan hipotesis berikut
(Daniel, 1989) :
H0 : F ( x) = F0 ( x) , Data berdistribusi Poisson
H1 : F ( x) ≠ F0 ( x) , Data tidak berdistribusi Poisson
Statistik uji yang digunakan dalam pengujian hipotesis ini adalah
sebagai berikut :
D = Sup S ( x) − F0 ( x)
x
Dimana :
S(x) : Proporsi nilai-nilai pengamatan dalam sampel yang
kurang dari atau sama dengan x
F0(x) : Fungsi peluang kumulatif dari distribusi Poisson atau
yang dihipotesiskan
D : Nilai supremum untuk semua x dari selisih nilai mutlak
S(x) dan F0(x)
Daerah kritis yang digunakan untuk mengetahui apakah H0
ditolak atau diterima adalah :
H0 ditolak pada taraf signifikansi α jika D > D(1-α,n)
2.2.7 Pengertian Pengendalian Kualitas Statistika
Pengendalian kualitas statistika didefinisikan sebagai
aktivitas keteknikan dan manajemen, yang dengan aktivitas itu
diukur ciri-ciri kualitas produk, membandingkannya dengan
spesifikasi dan mengambil tindakan penyehatan yang sesuai
apabila ada perbedaan antara penampilan yang sebenarnya dan
yang standar (Montgomery, 2005).
31. Kualitas adalah karakteristik dari suatu produk atau bisa
juga dikatakan sebagai ukuran suatu produk, misalnya pada
produk sabun, kualitasnya bisa diukur berdasarkan beratnya.
Kualitas dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Kualitas rancangan, dimana kualitas ini sudah ditentukan
sebelum produk dibuat, sehingga variasi dalam tingkat
kualitas ini memang disengaja.
2. Kualitas kecocokan, dimana seberapa baik produk itu sesuai
dengan spesifikasi dan kelonggaran yang disyaratkan oleh
rancangan itu.
Dalam pengendalian kualitas statistika yang akan dibahas adalah
kualitas kecocokan. Terdapat 2 jenis karakteristik kualitas, yakni
sebagai berikut :
1. Karakteristik kualitas atribut, yaitu kualitas produk tidak
bisa diukur tapi hanya bisa dibedakan saja, misalnya : baik /
buruk.
2. Karakteristik kualitas variabel, yaitu karakteristik yang bisa
diukur, menggunakan skala interval/rasio.
Dalam pengendalian kualitas statistika ada tujuh alat yang
biasa digunakan dalam pemeriksaan kualitas, dikenal sebagai
Seven Tools yaitu :
1. Lembar Pemeriksaan (Check Sheet)
2. Histogram
3. Diagram Pencar
4. Diagram Pareto
5. Diagram Ishikawa (Cause Effect Diagram)
6. Stratifikasi
7. Peta Kendali
2.2.8 Peta Kendali
Feigenbaum (1991) mendefinisikan peta kendali sebagai
suatu metode grafis yang digunakan untuk mengevaluasi apakah
suatu proses berada dalam status terkendali atau tidak. Peta
kendali menunjukkan keadaan tak terkendali apabila satu atau
beberapa titik jatuh di luar batas pengendali atau apabila titik-titik
32. dalam grafik menunjukkan pola tingkah laku yang tidak random.
Manfaat peta kendali antara lain mempermudah mengamati
perubahan data dari waktu ke waktu, dapat melihat
penyimpangan, yaitu apabila proses tidak terkendali serta
menggambarkan kualitas dari suatu produk.
Berdasarkan karakteristik kualitasnya, peta kendali
dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Peta Kendali Atribut
a. Peta-p
b. Peta-np
c. Peta-c
d. Peta-u
2. Peta Kendali Variabel
a. Peta R
b. Peta X
c. Peta S
d. Peta T2 Hotteling
a. Peta Kendali X -R
Apabila bekerja dengan karakteristik kualitas yang
variabel, yakni dapat dinyatakan dalam bentuk ukuran angka,
sudah merupakan praktek yang standar untuk mengendalikan nilai
mean karakteristik kualitasnya (Montgomery, 1998). Misalkan
karakteristik kualitas berdistribusi Normal dengan mean µ dan
standart deviasi σ , dengan kedua – duanya diketahui. Jika x1, x2,
..., xn sampel berukuran n, maka rata – rata sampel ini adalah :
x + x2 + ..... + xn
x= 1 (2.9)
n
dan diketahui bahwa x berdistribusi Normal dengan mean µ dan
σ
standart deviasi σ x = . Selanjutnya, probabilitasnya adalah 1-
n
α, sehingga setiap rata – rata sampel berada di antara :
σ
µ ± Zα σ x = µ ± Zα (2.10)
2 2 n
33. Dengan demikian, jika mean µ dan standart deviasi σ diketahui,
maka persamaan (2.10) dapat digunakan sebagai batas pengendali
atas dan batas pengendali bawah pada peta kendali rataan sampel.
Sebuah kebiasaan, dimana Z α diganti dengan 3, sehingga
2
digunakan batas 3-sigma. Jika suatu mean telah jatuh diluar batas
tersebut, maka hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses
tidak lagi sesuai dengan µ .
Bila nilai mean µ dan standart deviasi σ tidak diketahui
maka, nilai-nilai itu tersebut dapat ditaksir dari sampel-sampel
pendahuluan yang diambil ketika proses itu diduga terkendali.
Misalkan tersedia m sampel yang memuat n observasi pada
karakteristik kualitas tersebut, jika x1 , x2 ,....., xm adalah rata-rata
tiap sampel. Berdasarkan hal tersebut diperoleh penaksir terbaik
untuk rata-rata proses adalah mean keseluruhan :
x + x 2 + ..... + x n
x= 1 (2.11)
m
Jadi x akan digunakan sebagai garis tengah grafik x itu.
Nilai standar deviasi dapat ditaksir dari rentang m sampel itu.
Jika x1, x2, ..., xn sampel berukuran n, maka rentang sampel itu
adalah selisih observasi yang terbesar dan terkecil yakni :
R = xmaks − xmin (2.12)
Misalkan R1, R2, ..., Rt adalah rentang n sampel, maka
rentang rata-ratanya adalah :
R + R2 + ..... + Rm
R= 1 (2.13)
m
selanjutnya taksiran untuk σ dapat dihitung sebagai :
R
σ=
ˆ (2.14)
d2
Sehingga rumus untuk pembuatan peta kendali X adalah :
34. 3
BKA = X + R
d2 n
Garis Tengah = X (2.15)
3
BKB = X − R
d2 n
3
Karena A2 = adalah konstan yang hanya tergantung
d2 n
pada ukuran sampel, maka rumus pada persamaan (2.15) di atas
dapat dinyatakan sebagai :
BKA = X + A2 R
Garis Tengah = X (2.16)
BKB = X − A2 R
Dalam hal ini karena standar deviasi tidak diketahui maka ditaksir
R
dengan σ R = d 3
ˆ , sehingga rumus untuk peta kendali R adalah :
d2
R
BKA = R + 3 d 3
d2
Garis Tengah = R (2.17)
R
BKB = R − 3d 3
d2
Jika dimisalkan bahwa :
d3 d
D3 = 1 − 3 dan D4 = 1 + 3 3 (2.18)
d2 d2
Maka rumus dari peta R tersebut menjadi :
BKA = R D4
Garis Tengah = R (2.19)
BKB = R D3
35. b. Peta Kendali-U
Andaikan diputuskan untuk mendasarkan grafik
pengendali pada ukuran sampel n unit pemeriksaan. Dengan
asumsi bahwa n tidak harus suatu bilangan bulat. Ada dua
pendekatan umum dalam membentuk grafik sekali ukuran sampel
baru telah dipilih. Satu pendekatan hanyalah mendefinisikan
kembali unit pemeriksaan yang baru yang sama dengan n kali unit
pemeriksaan lama. Dalam hal ini, garis tengah pada grafik
pengendali yang baru adalah nc dan batas pengendalinya terletak
pada nc ± 3 nc , dengan c mean banyak tidak kesesuaian yang
diamati dalam unit pemeriksaan aslinya.
Pendekatan kedua meliputi pembentukan grafik
pengendali berdasarkan banyak ketidaksesuian rata-rata per unit
pemeriksaan. Jika diperoleh c jumlah ketidaksesuaian per unit
pemeriksaan maka, banyak ketidaksesuaian rata-rata pemeriksaan
c
u = i . Sehingga parameter grafik pengendali tersebut adalah :
ni
u
BKA = u + 3
ni
Garis Tengah = u (2.20)
u
BKB = u − 3
ni
Dengan u menunjukkan banyak ketidaksesuaian rata-rata
perunit yang diamati dalam himpunan data permulaan
(Montgomery, 2005). Batas kendali di atas merupakan batas
kendali masing-masing data dengan ukuran sampel yang berbeda,
namun jika lebih diinginkan dapat pula batas kendali tersebut
dijadikan satu yakni dengan menggunakan n (rata-rata sampel
yang digunakan dalam setiap unit pengamatan).
36. 2.2.9 Analisis Kemampuan Proses
Analisis kapabilitas atau disebut juga kemampuan proses
adalah bagian yang sangat penting dari keseluruhan program
peningkatan kualitas. Di antara penggunaan data yang utama dari
analisis kemampuan proses adalah sebagai berikut :
1. Memperkirakan seberapa baik proses akan memenuhi
toleransi.
2. Membantu pengembang atau perancang produk dalam
memilih atau mengubah proses.
3. Membantu dalam pembentukan interval untuk pengendalian
interval antara pengambilan sampel.
4. Menetapkan persyaratan penampilan bagi alat baru.
5. Memilih di antara penjual yang bersaing.
6. Merencanakan urutan proses produksi apabila ada pengaruh
interaktif proses pada toleransi.
7. Mengurangi variabilitas dalam proses produksi.
Suatu proses dapat dikatakan kapabel adalah apabila
proses terkendali, memenuhi batas spesifikasi serta memiliki
tingkat presisi dan akurasi yang tinggi. Ukuran proses kapabel
antara lain :
1. Cp : Indeks potensial proses
2. Cpu : Indeks kemampuan proses atas
3. Cpl : Indeks kemampuan proses bawah
4. Cpk : Indeks kemampuan proses
Adapun rumus-rumus dari perhitungan untuk kapabilitas proses
Peta kendali X − R adalah sebagai berikut (Montgomery, 2005) :
BSA − BSB
Cp = (2.21)
6σ
BSA − µ
Cpu = , µ=X
ˆ (2.22)
3σ
µ − BSB R
Cpl = , σ=
ˆ (2.23)
3σ d2
Cpk = Min (Cpu , Cpl ) (2.24)
37. Dimana :
BSA = Batas Spesifikasi Atas
BSB = Batas Spesifikasi Bawah
Sedangkan untuk kapabilitas proses dari Peta kendali-U didapatkan
sebagai berikut (Bothe, 1997) :
u x e −u
P (Jumlah cacat pada unit tunggal= x) = (2.25)
x!
Dimana x merupakan jumlah cacat per unit dan u adalah
rata-rata cacat per unit. Pada beberapa unit produksi terdapat lebih
dari satu unit cacat ( x ≥ 1 ), maka total unit cacat adalah :
p ' = p ( x ≥ 1) = 1 − p ( x = 0) (2.26)
Pada perhitungan distribusi poisson untuk 0 cacat atau tidaka
terjadi cacat maka akan menjadi :
(u ) 0 e −u 1e −u −u
p ( x = 0) = = e (2.27)
0! 1
Jika p(x=0) adalah persentase produk yang tidak cacat, maka
persentase produk cacat p’menjadi :
p ' = 1 − p( x = 0) = 1 − e −u (2.28)
Apabila ditransformasikan pada distribusi Normal maka,
perhitungan nilai kemampuan proses dengan standar kualitas 3
sigma adalah :
Z ( p' )
Cp = (2.26)
3
Kategori indeks Cp dapat dibedakan menjadi 3, yakni:
1. Cp < 1, berarti kemampuan proses kurang baik, hal ini
dikarenakan banyak produk yang kualitasnya berada di luar
spesifikasi.
2. Cp = 1, berarti kemampuan proses dalam keadaan cukup
baik, hal ini dikarenakan batas spesifikasi yang ditetapkan
perusahaan sama dengan sebaran data pengamatan proses
3. Cp > 1, berarti proses dapat disimpulkan paling baik, namun
perlu ditingkatkan sampai minimal Cp ~ 1,33.
38. Kategori indeks Cpk dapat dibedakan menjadi 3, yakni:
1. Cpk < 1, berarti rata – rata proses berada diluar batas
spesifikasi
2. Cpk =1, berarti rata – rata proses sama dengan salah satu
spesifikasinya
3. Cpk > 1, berarti rata – rata proses semuanya terletak di
dalam batas spesifikasi
Suatu proses memiliki presisi dan akurasi tinggi apabila indeks
Cp > 1 dan Cpk > 1.
2.2.10 Diagram Pareto
Diagram Pareto merupakan suatu grafik yang
menggambarkan urutan masalah mulai dari prioritas tertinggi dari
berbagai jenis dugaan sumber penyebab. Diagram ini dibuat
berdasarkan jumlah frekuensi dari beberapa kategori yang diamati
(Farnum, 1994). Adapun manfaat diagram Pareto adalah :
1. Menyusun permasalahan menurut bobotnya.
2. Memberikan informasi untuk menyelesaikan suatu masalah
3. Membandingkan efektivitas suatu proses sebelum dan
sesudah dilakukan suatu tindakan perbaikan.
Berikut ini adalah contoh dari diagram Pareto :
50 100
40 80
Prosentase
30 60
Jumlah
20 40
10 20
0 0
Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV Tipe V
Count 20 12 8 6 4
Percent 40.0 24.0 16.0 12.0 8.0
Cum % 40.0 64.0 80.0 92.0 100.0
Gambar 2.2 Diagram Pareto
39. 2.2.11 Diagram Ishikawa (Diagram Sebab Akibat)
Diagram sebab akibat disebut juga sebagai diagram
Ishikawa karena ditemukan oleh orang Jepang yang bernama
Ishikawa. Adapula yang mengatakan sebagai diagram tulang ikan
(fish bond diagram) karena bentuknya mirip tulang ikan (Farnum,
1994). Selain itu, diagram ishikawa merupakan suatu grafik yang
menggambarkan hubungan antara masalah atau akibat dengan
faktor-faktor yang menjadi menyebabnya. Yang bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab dari suatu
masalah yang terjadi, Sedangkan manfaatnya adalah supaya bisa
mengidentifikasi sebab terjadinya masalah, dan membantu
mengantisipasi timbulnya suatu masalah, adapun contohnya
adalah sebagai berikut :
Gambar 2.3 Diagram Ishikawa
Ada beberapa ciri dari diagram Ishikawa, yakni sebagai
berikut :
1. Merupakan grafik yang menggambarkan hubungan antara
masalah/akibat dengan faktor-faktor yang menjadi
penyebabnya, juga merupakan alat untuk menelusuri
terjadinya masalah.
40. 2. Tujuan dibuat diagram sebab akibat adalah untuk
mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya
suatu masalah.
3. Penyebab terjadinya masalah dirumuskan 4M + 1L yaitu
sebagai berikut :
Manusia, Material, Metode, Mesin dan Lingkungan
4. Manfaat diagram Ishikawa :
a. Mengidentifikasi sebab terjadinya masalah
b. Membantu mengantisipasi timbulnya suatu masalah
5. Jika terjadi masalah, cari akar permasalahan, telusuri
dengan diagram sebab akibat. Akar permasalahan dapat
diketahui jika pertanyaan “mengapa” sudah tidak bisa
dijawab.
42. “Jika kamu tidak bisa menikmati kebahagiaan dengan waktu
yang ada, maka jangan pernah menunggu kebahagiaan yang
akan menghampirimu dan turun dari langit”
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
43. BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Cara Pengambilan Sampel
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder dari hasil inspeksi oleh Departemen Quality Control
mengenai kualitas hasil produksi benang type 30 Rayon pada
inspeksi Yarn Wrapping (Count) dan Yarn Uster proses Ring
Frame selama bulan januari 2008 yakni mulai tanggal 2 sampai
dengan 26 di PT. Lotus Indah Textile Industries Surabaya.
Pengambilan sampel untuk inspeksi Yarn Wrapping
dilakukan setiap hari sebanyak 8 sampel yakni 2x120
yard/Bobbin, dimana untuk setiap mesin yang berproduksi
diambil sebanyak 4 Bobbin/mesin. Sedangkan untuk inspeksi
Yarn Uster pengambilan sampel dilakukan minimal sekali dalam
seminggu namun, pada bulan Januari ini rata-rata 2 kali dalam
seminggu sebanyak 4 sampel yakni 400 meter/Bobbin, dimana
untuk setiap mesin yang berproduksi diambil sebanyak 4
Bobbin/mesin.
Pengambilan sampel yang dilakukan tersebut telah
menjadi ketetapan perusahaan dengan pertimbangan keterbatasan
waktu dan biaya serta anggapan bahwa sampel tersebut telah
cukup memenuhi untuk mewakili dari keseluruhan produksi yakni
440 Bobin per hari. Selain itu perlu diketahui bahwa pengukuran
Count (berat benang) serta banyak cacat pada pemeriksaan Uster
(ketidakhalusan) seluruhnya dilakukan menggunakan mesin
dengan bantuan operator di Departemen Quality Control.
Pemeriksaan terhadap Count dan Uster merupakan hal yang
paling penting dalam produksi benang sebab sangat erat kaitannya
dengan kualitas produk. Hal ini dikarenakan jika terdapat benang
yang memiliki Count atau cacat yang melebihi batas spesifikasi,
maka benang tersebut tidak layak untuk dijual sebab akan
merusak kain yang akan dibuat.
Berikut ini merupakan tabel rancangan eksperimen yang
akan digunakan pada data Count benang :
44. Tabel 3.1 Rancangan Eksperimen
Treatment Pengamatan (hari)
Total
(Mesin) 1 2 …. m
Y111, …., Y121,….., Y1m1,…...,
Mesin 1 (1) ….. Y1..
Y11n. Y12n. Y1mn.
Y211, …., Y221,….., Y2n1,…...,
Mesin 4 (2) ….. Y2.
Y21n. Y22n. Y2mn.
Y311, …., Y321,….., Y3n1,…...,
Mesin 7 (3) ….. Y3..
Y31n. Y32n. Y3mn.
Y411, …., Y421,….., Y4n1,…...,
Mesin 8 (4) ….. Y4..
Y41n. Y42n. Y4mn.
Mesin 10 Y511, …., Y521,…. , Y5n1,…...,
…. Y5..
(5) Y51n. Y52n. Y5mn.
Dimana :
Y111 = Pengamatan untuk Count serta cacat Uster pada mesin
ke-1 hari ke-1 dan sampel ke-1
Y5mn = Pengamatan untuk Count serta cacat Uster pada mesin
ke-5 hari ke-m dan sampel ke-n
Y1. = Total Count untuk mesin ke-1 dan seterusnya.
3.2 Identifikasi Variabel
Berdasarkan Gambar 2.1 mengenai peta proses operasi
produksi, terlihat bahwa pada proses keenam yakni Ring Frame
dilakukan inspeksi terhadap kualitas dengan simbol persegi
setelah benang digulung pada Bobbin. Adapun karakteristik
kualitas atau variabel pada penelitian ini adalah :
1. Variabel Count pada inspeksi Yarn Wrapping, Count
merupakan berat benang tetapi, dalam hal ini berat benang
ini dihitung dalam satuan ne sesuai standar internasional
produk benang tekstil. Jika benang 30 Rayon maka target
Count adalah 30 ne (Nome English) yang berarti apabila
benang diukur sepanjang 30 Hank maka beratnya 453,6
gram. Batas spesifikasi untuk Count adalah 30 ± 2,1 ne.
Alat inspeksi yang digunakan adalah Wrapping Reel
Balance, dengan cara diukur panjangnya melalui alat
45. tersebut kemudian ditimbang sehinggga nilai Count-nya
dapat diketahui.
2. Variabel cacat pada pemeriksaan Uster (Yarn Uster).
Dalam hal ini pihak perusahaan menentukan maksimal
jumlah cacat yang terjadi adalah 40 tempat. Alat
inspeksinya adalah Keisokki Evennes Tester, dengan cara
melewatkan benang pada kapasitor sehingga diketahui
banyaknya cacat Thin dan Thick, serta menghitung banyak
Nep dengan mengulurkan benang pada kertas hitam.
Adapun kategori cacat pada pemeriksaan Uster adalah :
a. Thin yakni bagian benang yang lebih tipis dari ukuran
standar dengan batas maksimum sebanyak 3 tempat.
b. Thick yakni bagian benang yang lebih tebal dari ukuran
standar dengan batas maksimum sebanyak 7 tempat.
c. Nep yakni titik-titik atau gumpalan putih pada benang
dengan batas maksimum sebanyak 30 tempat.
3.3 Langkah Analisis Data
Dalam mencapai tujuan penelitian yang diinginkan,
diperlukan langkah analisis yang tepat. Adapun langkah-langkah
analisis yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Melakukan analisis statistika deskriptif pada variabel Count
dan cacat pada pemeriksaan Uster untuk mengetahui
gambaran awal data.
2. Melakukan analisis varians satu arah untuk mengetahui
apakah perbedaan mesin memberikan pengaruh terhadap
kualitas hasil produksi benang berdasarkan data Count
benang maupun data banyak cacat pada pemeriksaan Uster
benang, dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Melakukan analisis varians (One-Way ANOVA)
b. Melakukan pengujian asumsi residual IIDN (Identik,
Independen, Distribusi Normal)
c. Melakukan uji perbandingan berganda jika diketahui
pada hasil analisis varians bahwa mesin memberikan
perbedaan pengaruh terhadap kualitas produksi benang.
46. Uji perbandingan berganda digunakan untuk mengetahui
mesin yang berbeda. Namun jika tidak ada pengaruh maka,
pengunaan mesin dianggap sama dan analisis dilakukan
hanya satu untuk semua mesin.
3. Melakukan analisis melalui Peta kendali untuk variabel
Count :
a. Melakukan pengujian Distribusi Normal
b. Membuat Peta kendali X -R karena dalam hal ini Count
merupakan karakteristik kualitas yang bersifat variabel
(dapat diukur).
4. Melakukan analisis melalui Peta kendali untuk variabel
cacat pemeriksaan Uster :
a. Menjumlahkan banyak cacat yang terjadi untuk setiap
pengamatan
b. Melakukan pengujian Distribusi Poisson
c. Membuat Peta kendali-U karena karakteristik kualitas
yang diamati tidak dapat diukur hanya dapat dibedakan
saja menjadi sesuai atau tidak sesuai dengan standar
yang ditentukan serta ukuran sampel yang berbeda.
Jika pada peta kendali tersebut diperoleh titik-titik yang
berada diantara batas kendali maka proses dapat dinyatakan
tidak terkendali.
5. Melakukan perhitungan kapabilitas proses hasil produksi
benang 30 Rayon pada proses Ring Frame melalui nilai Cp
dan Cpk apabila proses dinyatakan dalam keadaan
terkendali. Jika indeks Cp > 1 dan Cpk > 1 maka
kemampuan proses dinyatakan dalam keadaan baik.
6. Melakukan analisis melalui diagram Pareto terhadap
variabel banyaknya cacat pada pemeriksaan Uster untuk
mengetahui atau mengidentifikasi manakah jenis cacat yang
memberikan kontribusi paling besar.
7. Diagram Ishikawa digunakan untuk mengidentifikasi akar
permasalahan yang menyebabkan terjadinya masing-masing
jenis cacat pada produksi benang sesuai hasil analisis pada
diagram Pareto.
47. Secara sistematik, langkah-langkah dalam pelaksanaan
penelitian Tugas Akhir tentang pengendalian kualitas statistisk di
PT. Lotus Indah Textile Industries Surabaya digambarkan dengan
menggunakan Flow Chart sebagai berikut :
Mulai
Menentukan Permasalahan
Identifikasi Variabel Penelitian
Mengolah dan Analisis Data
Tahapan Analisis Data :
1. Analisis Statistika Deskriptif
2. Analisis Varians
3. Pengujian Asumsi IIDN
4. Pengujian Perbandingan Berganda
5. Pengujian Distribusi Normal
6. Membuat Peta Kendali X -R
7. Pengujian Distribusi Poisson
8. Membuat Peta Kendali-U
9. Analisis Kapabilitas Proses
10. Analisis Diagram Pareto
11. Analisis Diagram Ishikawa
Kesimpulan
Selesai
Gambar 3.1 Flow Chart Pelaksanaan Penelitian
49. “Tiada kata seindah kasih di hamparan ciptaan-Nya,
Tiada kata seagung makna di samudra cinta-Nya”
(Amatullah S.)
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
50. BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Statistika Deskriptif
Statistika deskriptif berguna untuk mengetahui informasi
awal mengenai nilai pemusatan serta penyebaran data. Tabel 4.1
berikut menampilkan statistika deskriptif untuk Count serta
banyak cacat pada pemeriksaan Uster benang 30 Rayon.
Tabel 4.1 Statistika Deskriptif Count dan Cacat pada Uster
Variabel Mesin N Mean Median Maks Min St Dev
Count 1 160 29,907 29,910 30,690 29,090 0,321
4 160 29,891 29,900 31,070 29,110 0,319
7 160 29,790 29,800 30,490 28,900 0,300
8 160 29,733 29,715 30,790 28,870 0,333
10 160 29,723 29,725 30,420 28,720 0,341
Cacat 1 8 52,63 53 68 33 10,70
pada Uster 4 8 55,38 62,5 67 32 13,46
7 8 59,50 55 94 41 17,75
8 7 61,71 59 94 36 23,95
10 6 64,17 64,5 68 59 2,93
Melalui Tabel 4.1 dapat diketahui, rata-rata Count benang
yang paling mendekati nilai target yakni 30 adalah benang yang
dihasilkan mesin 1 dengan rata-rata sebesar 29,907 ne. Sedangkan
rata-rata Count yang paling rendah dihasilkan oleh mesin 10
yakni sebesar 29,723 ne. Selain itu, diketahui bahwa deviasi
standar yang menunjukkan variasi data untuk setiap mesin relatif
kecil yakni sebesar 0,3.
Banyak cacat pada pemeriksaan Uster yang paling
banyak terjadi pada benang yang dihasilkan mesin 10 dengan
rata-rata 64 cacat dan nilai minimum sebesar 59. Sedangkan cacat
yang paling sedikit dihasilkan oleh produksi benang melalui
mesin 1 yakni sebesar 52 cacat dengan nilai minimum sebesar 33
cacat. Rata-rata variasi data untuk setiap mesin relatif tinggi,
deviasi standar tertinggi dihasilkan oleh mesin 8 sebesar 23,95
dan deviasi standar terendah dihasilkan mesin 10 sebesar 2,93.
51. 4.2 Perbandingan Produk Berdasarkan Perbedaan Mesin
Adanya penggunaan 5 mesin dalam proses pembuatan
benang 30 Rayon, diduga berpengaruh terhadap produk yang
dihasilkan. Oleh kerena itu digunakan analisis varians melalui
rancangan acak lengkap berdasarkan data Count benang serta
banyak cacat pada pemeriksaan Uster untuk mengetahui apakah
perbedaan mesin berpengaruh terhadap hasil produksi benang.
4.2.1 Perbandingan Mesin Berdasarkan Count Benang
Berikut ini merupakan pengujian melalui analisis varians
satu arah berdasarkan Count benang dengan hipotesis :
H0 : Perbedaan penggunaan mesin 1, 4, 7, 8, dan 10 tidak
berpengaruh terhadap Count benang yang dihasilkan
H1 : Minimal ada satu mesin yang memberikan perbedaan
pengaruh terhadap Count benang yang dihasilkan
Statistik uji yang digunakan dalam pengujian hipotesis ini adalah
sebagai berikut :
MS treat
Fhit =
MS E
Untuk menarik kesimpulan apakah H0 ditolak atau diterima,
daerah kritis yang digunakan adalah :
H0 ditolak pada taraf signifikansi α (0,05) jika Fhit>F(k-1; N-k; α)
Tabel 4.2 Analisis Varians Count Benang
Sumber variasi DF SS MS F
Perbedaan mesin 4 4,758 1,189 11,38
Error 795 83,075 0,104
Total 799 87,833
Tabel 4.2 menujukkan statistik uji F yang diperoleh dari
analisis varians satu arah untuk mengetahui pengaruh perbedaan
mesin adalah sebesar 11,38. Ternyata Fhit > F(5-1; 799-5; 0,05), dalam
hal ini nilai F tabel yang digunakan adalah untuk n yang lebih dari
120 yakni 11,38 > 2,37. Sehingga keputusan yang diambil adalah
H0 ditolak dan dapat dinyatakan bahwa minimal ada satu mesin
yang memberikan perbedaan pengaruh terhadap Count benang
yang dihasilkan.
52. 4.2.2 Perbandingan Mesin Berdasarkan Cacat Pada
Pemeriksaan Uster Benang
Selanjutnya merupakan pengujian melalui analisis varians
satu arah berdasarkan data cacat pada pemeriksaan Uster benang.
Dalam hal ini analisis dilakukan untuk produksi benang dari
kelima mesin yang gunakan pada bulan Januari 2008. Adapun
hipotesisnya adalah :
H0 : Perbedaan penggunaan mesin 1, 4, 7, 8, dan 10 tidak
berpengaruh terhadap banyak cacat pada pemeriksaan
Uster benang yang dihasilkan
H1 : Minimal ada satu mesin yang memberikan perbedaan
pengaruh terhadap banyak cacat pada pemeriksaan Uster
benang yang dihasilkan
Dalam pengujian hipotesis ini statistik uji yang digunakan adalah
sebagai berikut :
MS treat
Fhit =
MS E
Daerah kritis yang digunakan untuk mengetahui apakah H0
ditolak atau diterima adalah :
H0 ditolak pada taraf signifikansi α (0,05) jika Fhit>F(k-1; N-k; α)
Tabel 4.3 Analisis Varians Cacat Pemeriksaan Uster Benang
Sumber variasi DF SS MS F
Perbedaan mesin 4 626 156 0,65
Error 32 7760 243
Total 36 8386
Melalui Tabel 4.3 diketahui bahwa statistik uji F yang
diperoleh dari analisis varians satu arah untuk mengetahui ada
atau tidaknya pengaruh perbedaan mesin terhadap banyak cacat
pada pemeriksaan Uster benang adalah sebesar 0,65. Ternyata Fhit
< F(5-1; 37-5; 0,05), yakni 0,65 < 2,69. Sehingga keputusan yang
diambil adalah H0 diterima dan dapat dinyatakan bahwa
Perbedaan penggunaan mesin 1, 4, 7, 8, dan 10 tidak berpengaruh
terhadap banyak cacat pada pemeriksaan Uster benang yang
dihasilkan.
53. Berdasarkan hasil analisis varians yang dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa perbedaan mesin berpengaruh terhadap
kualitas Count benang tetapi tidak berpengaruh terhadap banyak
cacat pada pemeriksaan Uster. Selanjutnya akan dilakukan
pengujian asumsi terhadap residual serta uji perbandingan
berganda untuk mengetahui mesin manakah yang berbeda.
4.2.3 Pengujian Asumsi Residual
Analisis varians mensyaratkan asumsi residual IIDN
(Identik, Independen, Distribusi Normal). Pengujian asumsi
residual tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :
a. Pengujian Asumsi Residual Identik
Pengujian asumsi residual identik, yang berarti bahwa
varians dari residual yang dihasilkan adalah konstan yakni
perlakuan satu dengan yang lainnya akan menghasilkan varians
residual yang sama, dapat dilakukan melalui Levene’s Test
dengan hipotesis :
H0 : Varians residual dari Count benang dan banyak cacat pada
pemeriksaan Uster antara mesin 1, 4, 7, 8, dan mesin 10
adalah sama
H1 : Minimal ada satu mesin dari kelima mesin yang
menghasilkan varians residual dari Count benang dan
banyak cacat pada pemeriksaan Uster yang tidak sama
dengan mesin lainnya
Statistik uji yang digunakan dalam pengujian hipotesis ini adalah
sebagai berikut :
k
(n − k ) ∑ (V
i −1
i. − V.. ) 2
L= k ni
(k − 1) ∑∑ (V
i =1 j =1
ij − Vi. ) 2
Untuk memutuskan apakah kesimpulan yang diambil adalah H0
ditolak atau diterima, daerah kritis yang digunakan yaitu :
H0 ditolak pada taraf signifikansi α yakni 0,01jika L > F(k-1; N-k; α)
54. Tabel 4.4 Levene’s Test untuk Asumsi Residual Identik
Count Benang Cacat Pemeriksaan Uster
N 800 37
DF (k-1,N-k) (4,795) (4,32)
L 0,63 3,22
F(k-1; N-k; α) 3,32 4,02
Keputusan H0 diterima H0 diterima
Kesimpulan Residual identik Residual identik
Melalui hasil pengujian pada Tabel 4.4 menunjukkan
nilai statistik uji yang diperoleh melalui Levene’s Test pada
analisis varians untuk Count benang kurang dari F(4; 795; 0,01) yakni
0,63 < 3,32. Sedangkan statistik uji yang diperoleh melalui
Levene’s Test untuk data cacat pada pemeriksaan Uster juga
kurang dari F(4; 32; 0,01) yakni 3,22 < 4,02. Keputusan yang
diperoleh dari kedua pengujian hipotesis tersebut adalah H0
diterima karena L > F(k-1; N-k; α). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa varians residual dari Count benang dan banyak cacat pada
pemeriksaan Uster antara mesin 1, 4, 7, 8, dan mesin 10 adalah
sama, yang berarti bahwa baik residual pada analisis varians
untuk Count benang maupun cacat pemeriksaan Uster memenuhi
asumsi identik.
b. Pengujian Asumsi Residual Independen
Pengujian asumsi residual independen, yakni tidak
adanya korelasi baik positif maupun negatif antara residual yang
satu dengan residual lainnya yang dihasilkan dapat dilakukan
melalui Run’s Test dari residual dengan hipotesis sebagai berikut :
H0 : Tidak ada korelasi antara residual yang satu dengan
residual yang lainnya pada data Count benang dan banyak
cacat pada pemeriksaan Uster
H1 : Terdapat korelasi antara residual yang satu dengan
residual yang lainnya pada data Count benang dan banyak
cacat pada pemeriksaan Uster
55. Statistik uji yang digunakan dalam pengujian hipotesis ini adalah
sebagai berikut :
r − [{( 2n1n2 ) /(n1 + n2 )} + 1]
Z=
2n1n2 (2n1n2 − n1 − n2 )
(n1 + n2 ) 2 ( n1 + n2 − 1)
Daerah kritis yang digunakan untuk mengetahui apakah H0
ditolak atau diterima adalah :
H0 ditolak pada taraf signifikansi α yakni 0,05 jika Z > Z α 2
Tabel 4.5 Run’s Test Untuk Asumsi Residual Independen
Count Benang Cacat Pemeriksaan Uster
Median 0,00 0,38
Jumlah data 800 37
Z -1,566 1,339
Zα 1,96 1,96
2
Keputusan H0 diterima H0 diterima
Kesimpulan Residual independen Residual independen
Hasil pengujian asumsi residual independen pada Tabel
4.5 menunjukkan bahwa, residual yang dihasilkan dari analisis
varians pada produksi benang baik melalui data Count benang
maupun cacat pemeriksaan Uster telah memenuhi asumsi
independen. Hal ini dapat diketahui karena nilai statistik uji Z
kurang dari nilai Z α 2 yakni 1,556 < 1,96 serta 1,339 < 1,96
sehingga keputusan yang diambil dalam pengujian hipotesis
untuk kedua data adalah H0 diterima. Terpenuhinya asumsi
residual independen berarti bahwa tidak ada korelasi antara
residual yang satu dengan residual yang lainnya pada data Count
benang dan banyak cacat pada pemeriksaan Uster.
c. Pengujian Asumsi Residual Normal
Pengujian asumsi residual berdistribusi normal dapat
dilakukan melalui uji Kolmogorov-Smirnov dengan langkah
sebagai berikut :
56. Hipotesis :
H0 : Residual data Count benang dan banyak cacat pada
pemeriksaan Uster berdistribusi Normal
H1 : Residual data Count benang dan banyak cacat pada
pemeriksaan Uster tidak berdistribusi Normal
Dalam pengujian hipotesis ini statistik uji yang digunakan adalah
sebagai berikut :
D = Sup S ( x) − F0 ( x)
x
Untuk memutuskan apakah kesimpulan yang diambil adalah H0
ditolak atau diterima, daerah kritis yang digunakan yaitu :
H0 ditolak pada taraf signifikansi α yakni 0,05 jika D > D(1-α,n)
Tabel 4.6 Kolmogorov-Smirnov Test untuk Asumsi Residual Normal
Count Benang Cacat Pemeriksaan Uster
St. Dev 0,3224 14,68
Jumlah data 800 37
D 0,025 0,094
D(1-0,05,n) 0,0481 0,218
Keputusan H0 diterima H0 diterima
Kesimpulan Residual Normal Residual Normal
Melalui hasil pengujian pada Tabel 4.6, diperoleh nilai
statistik uji D untuk uji Kolmogorov-Smirnov kurang dari D(1-
0,01,800), yakni 0,025 < 0,048 untuk data Count benang serta
statistik uji D untuk cacat pada pemeriksaan Uster yang diperoleh
juga kurang dari D(1-0,05,37), yakni 0,094 < 0,218. Keputusan yang
diperoleh dari pengujian hipotesisi kedua data tersebut adalah H0
diterima karena D < D(1-α,n). Oleh karena itu, kesimpulan yang
dapat diambil adalah residual dari hasil analisis varians data
Count benang maupun cacat pemeriksaan Uster telah memenuhi
asumsi distribusi Normal.
Berdasarkan hasil pengujian asumsi yang dilakukan,
diperoleh hasil bahwa residual dari hasil analisis varians data
Count benang maupun cacat pemeriksaan Uster telah memenuhi
asumsi IIDN (Identik, Independen, Distribusi Normal). Sehingga
57. kesimpulan dari analisis varians yang dilakukan dianggap valid
dan dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut. Oleh karena hasil
analisis varians pada data Count benang menunjukkan bahwa
minimal ada satu mesin yang memberikan perbedaan pengaruh
terhadap Count benang yang dihasilkan, maka akan dilakukan
pengujian perbandingan berganda untuk mengetahui mesin
manakah yang berbeda.
4.2.4 Pengujian Perbandingan berganda
Pengujian perbandingan berganda dilakukan sebagai
pengujian lanjutan dari hasil analisis varians. Jika pada analisis
varians diketahui bahwa perbedaan mesin dalam produksi benang
berpengaruh secara signifikan, maka digunakan perbandingan
berganda. Pengujian perbandingan berganda bertujuan untuk
mengetahui mesin manakah yang memberikan perbedaan
pengaruh pada produksi benang.
Berikut ini merupakan hasil uji perbandingan berganda
melalui Tukey’s test dari analisis varians data Count benang.
Adapun hipotesis yang digunakan adalah :
H0 : Rata-rata Count benang yang dihasilkan antara mesin ke-i
dengan mesin ke-j adalah sama
H1 : Rata-rata Count benang yang dihasilkan antara mesin ke-i
dengan mesin ke-j adalah berbeda
Statistik uji yang digunakan dalam pengujian hipotesis ini adalah
sebagai berikut :
yi . − y j .
Daerah kritis yang digunakan untuk memutuskan apakah H0
ditolak atau diterima adalah :
H0 ditolak pada taraf signifikansi α (0,05) jika y i. − y j . > Tα
Dimana :
MSE 0,104
T0,05 = q0,05 (5,795) = 3,86 = 0,09841
n 160
58. Tabel 4.7 Tukey’s Test untuk Pengujian Perbandingan Berganda
Mesin (i) Mesin (j) y i. − y j . P_Value Kesimpulan
4 0,01544 0,993 Sama
7 0,11675(*) 0,011 Berbeda
1
8 0,17313(*) 0,000 Berbeda
10 0,18356(*) 0,000 Berbeda
1 -0,01544 0,993 Sama
7 0,10131(*) 0,041 Berbeda
4
8 0,15769(*) 0,000 Berbeda
10 0,16812(*) 0,000 Berbeda
1 -0,11675(*) 0,011 Berbeda
4 -0,10131(*) 0,041 Berbeda
7
8 0,05637 0,524 Sama
10 0,06681 0,346 Sama
1 -0,17313(*) 0,000 Berbeda
4 -0,15769(*) 0,000 Berbeda
8
7 -0,05637 0,524 Sama
10 0,01044 0,998 Sama
1 -0,18356(*) 0,000 Berbeda
4 -0,16812(*) 0,000 Berbeda
10
7 -0,06681 0,346 Sama
8 -0,01044 0,998 Sama
Hasil Tukey’s Test pada Tabel 4.7 menunjukkan hasil
bahwa, produksi mesin 1 tidak berbeda dengan mesin 4 tetapi
berbeda dengan mesin 7, 8 dan 10. Sedangkan untuk mesin 4
diketahui juga berbeda dengan mesin 7, 8 dan 10 tetapi tidak
berbeda dengan mesin 1. Selain itu mesin 7, 8 dan mesin 10
diketahui tidak berbeda. Oleh karena itu dalam hal ini, mesin
yang memiliki hasil Count benang yang sama adalah antara mesin
1 dan mesin 4 serta antara mesin 7, 8, serta 10.
Dalam analisis selanjutnya mengenai data Count benang
yang dihasilkan, untuk mesin yang diketahui tidak berbeda satu
sama lainnya akan jadikan satu dalam analisisnya. Sehingga
analisis akan dilakukan untuk 1 dan 4 serta mesin 7, 8, dan 10.
59. 4.3 Analisis Pengendalian Kualitas Untuk Count Benang
Dalam analisis untuk pengendalian kualitas Count
benang, dilakukan melalui peta kendali X − R dimana sebelumnya
terlebih dahulu dilakukan pengujia distribusi normal pada data.
4.3.1 Pengujian Distribusi Normal
Tujuan dari uji kenormalan data untuk mengetahui
apakah data pengamatan telah berdistribusi normal atau tidak. Hal
tersebut dilakukan, karena dalam penggunaan peta kendali X − R
data yang digunakan harus berdistribusi normal dengan hipotesis :
H0 : Data Count benang berdistribusi Normal
H1 : Data Count benang tidak berdistribusi Normal
Dalam pengujian hipotesis ini statistik uji yang digunakan adalah
sebagai berikut :
D = Sup S ( x) − F0 ( x)
x
Untuk memutuskan apakah kesimpulan yang diambil adalah H0
ditolak atau diterima, daerah kritis yang digunakan yaitu :
H0 ditolak pada taraf signifikansi α yakni 0,05 jika D > D(1-α,n)
Tabel 4.8 Pengujian Distribusi Normal Count Benang
Mesin 1 dan 4 Mesin 7, 8 dan 10
Mean 29,90 29,75
St. Dev 0,3197 0,3260
Jumlah data 320 480
D 0,028 0,029
D(1-0,05,n) 0,076 0,062
Keputusan H0 diterima H0 diterima
Kesimpulan Data Normal Data Normal
Melalui hasil pengujian distribusi Normal pada Tabel 4.8
diketahui bahwa statistik uji D untuk pengujian Kolmogorov-
Smirnov dari setiap mesin yang digunakan kurang dari D(1-0,05,n).
Sehingga diputuskan untuk menerima H0 dan dinyatakan bahwa
data Count benang untuk produksi mesin 1 dan mesin 4 serta data
Count benang dari hasil produksi mesin 7, mesin 8 dan mesin 10
telah mengikuti distribusi Normal.
60. 4.3.2 Peta Kendali X − R
Peta kendali X − R bertujuan untuk mengendalikan rata-
rata proses atau mean tingkat kualitas ( X ) serta variabilitas atau
pemencaran proses ( R ). Analisis melalui peta kendali X − R
untuk Count benang 30 rayon dilakukan pada mesin sesuai hasil
pada pengujian perbandingan berganda yakni antara mesin 1 dan
4 serta antara mesin 7, 8 dan mesin 10.
a. Peta Kendali X − R Count Benang Mesin 1 dan 4
Peta X − R untuk data Count benang dari hasil produksi
mesin 1 dan 4 dapat digambarkan sebagai berikut :
BKA = 30.1389
30.1
Rata-r ata pengamatan
30.0
_
_
29.9 X=29.8988
29.8
29.7
BKB = 29.6588
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19
P engamatan
2.0
BKA = 1.851
Range pengamatan
1.5
_
R=1.131
1.0
0.5
BKB = 0.410
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19
P engamatan
Gambar 4.1 Peta X − R Count Mesin 1 dan 4
Gambar 4.1 menunjukkan batas kendali atas untuk peta R
Count benang adalah sebesar 1,851 dengan batas bawah 0,410
dan garis tengah 1,131. Melalui peta R diketahui Count benang
dari produksi mesin 1 dan 4 dalam keadaan terkendali sebab
semua titik-titiknya berada dalam batas kendali serta menyebar
secara acak. Selanjutnya dilakukan analisis untuk peta X .
61. Peta X untuk Count benang pada Gambar 4.1 juga
memperlihatkan keadaan terkendali. Hal tersebut terlihat dari
semua titik yang berada diantara batas kendali atas sebesar
30,1389 dan batas kendali bawah sebesar 29,6588. Selain itu
diketahui bahwa garis tengah atau rata-rata Count benang untuk
produksi mesin 1 adalah sebesar 29,8988. Sehingga disimpulkan
bahwa proses produksi benang pada mesin 1 dan 4 berdasarkan
nilai Count benang dalam keadaan terkendali melalui peta X − R .
b. Peta Kendali X − R Count Benang Mesin 7, 8 dan 10
Berikut ini merupakan peta X − R untuk data Count
benang dari hasil produksi mesin 7, 8 dan 10:
1
Rata-r ata pengamatan
30.0
BKA = 29.9407
29.9
29.8 _
_
X=29.7488
29.7
6
L
29.6
BKB = 29.5568
1
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19
P engamatan
2.0
BKA = 1.89
Range pengamatan
1.5
_
R=1.221
1.0
0.5 BKB = 0.551
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19
P engamatan
Gambar 4.2 Peta X − R Count Mesin 7, 8 dan 10
Berdasarkan Gambar 4.2 diketahui bahwa batas kendali
atas untuk peta R Count benang mesin 8 dan 10 adalah sebesar
1,89 dengan batas bawah 0,551 dan garis tengah 1,221. Melalui
peta R diketahui Count benang 10 dalam keadaan terkendali
62. sebab semua titiknya berada dalam batas kendali serta menyebar
secara acak. Selanjutnya dilakukan analisis untuk peta X .
Gambar 4.2 mengenai peta X untuk Count benang juga
memperlihatkan keadaan tidak terkendali. Hal tersebut
dikarenakan terdapat titik yang berada diluar batas kendali atas
sebesar 29,9407 dan batas kendali bawah sebesar 29,5568 yang
titandai dengan angka 1. Selain itu, terdapat satu titik yang
merupakan 4 dari 5 titik yang berada diluar satu standar deviasi
dengan tanda angka 6. Melalui peta X tersebut juga diketahui
garis tengah atau rata-rata Count benang untuk produksi mesin 7,
8 dan 10 adalah sebesar 29,7488.
4.4 Analisis Pengendalian Kualitas Untuk Cacat Pada
Pemeriksaan Uster Benang
Analisis untuk pengendalian kualitas pada data
banyaknya cacat pemeriksaan Uster benang, dilakukan melalui
peta kendali-U dimana sebelumnya terlebih dahulu dilakukan
pengujian distribusi poisson terhadap data yang diperoleh.
4.4.1 Pengujian Distribusi Poisson
Tujuan dari pengujian distribusi poisson ini adalah untuk
mengetahui apakah data pengamatan telah berdistribusi Poisson
atau tidak. Adapun hipotesisi yang digunakan adalah :
H0 : Data banyak cacat pada pemeriksaan Uster benang
berdistribusi Poisson
H1 : Data banyak cacat pada pemeriksaan Uster benang tidak
berdistribusi Poisson
Statistik uji yang digunakan, dalam pengujian hipotesis ini adalah
sebagai berikut :
D = Sup S ( x) − F0 ( x)
x
Daerah kritis yang digunakan untuk memutuskan apakah
kesimpulan yang diambil adalah menolak atau menerima H0, yaitu :
H0 ditolak pada taraf signifikansi α yakni 0,05 jika D > D(1-α,n)
63. Tabel 4.9 Pengujian Distribusi Poisson Cacat Pemeriksaan Uster
Semua Mesin
Mean 269,625
Jumlah data 8
D 0,372
D(1-0,05,n) 0,454
Keputusan H0 diterima
Kesimpulan Data Poisson
Melalui hasil uji distribusi Poisson pada Tabel 4.8
diketahui bahwa statistik uji D yang digunakan untuk pengujian
Kolmogorov-Smirnov kurang dari D(1-0,05,8) yakni 0,372 < 0,454.
Sehingga keputusan yang diambil dalam pengujian hipotesis
adalah menerima H0. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil
pengujian distribusi poisson adalah bahwa data cacat pada
pemeriksaan Uster dari produksi keseluruhan semua mesin telah
mengikuti disitribusi Poisson.
4.4.2 Peta Kendali-U
Di bawah ini merupakan peta-U untuk data cacat pada
pemeriksaan Uster benang dari keseluruhan produksi :
18 1
1
BKA = 17.135
Banyak cacat per unit pengamatan
17
16
15 _
U=14.574
14
13
12 BKB = 12.013
11 1
1 2 3 4 5 6 7 8
Pengamatan
Gambar 4.3 Peta-U Cacat Pada Uster Benang
64. Gambar 4.3 menunjukkan peta-U dengan batas kendali
yang berbeda-beda yang ditunjukkan oleh garis merah dengan
garis tengah sebesar 12,574. Garis tengah pada peta-U
menunjukkan rata-rata banyak cacat yang terjadi per unti
pengamatan. Dari gambar tersebut terlihat bahwa proses dalam
keadaan tidak terkendali sebab pengamatan ke-4 dan 8 keluar dari
batas kendali atas serta pengamatan ke-7 keluar dari batas kendali
bawah peta-U.
Peta kendali-U bertujuan untuk mengendalikan proses
produksi, dimana inspeksi hanya dilakukan dengan membedakan
apakah produk tersebut cacat atau tidak cacat. Dalam peta
kendali-U terdapat banyak cacat untuk satu produk yang
diinspeksi. Dalam hal ini, analisis melalui peta kendali-U untuk
cacat pada pemeriksaan Uster benang 30 rayon dilakukan pada
keseluruhan hasil produksi dari semua mesin. Hal ini disebabkan
pada hasil analisis varians diperoleh kesimpulan bahwa perbedaan
mesin tidak berpengaruh terhadap kualitas produksi benang
berdasakan banyak cacat yang terjadi pada pemeriksaan Uster
benang (inspeksi Yarn Uster).
4.5 Analisis Kemampuan Proses
Suatu proses dikatakan capable, dalam arti kemampuan
proses produksinya tinggi adalah apabila proses tersebut
terkendali secara statistik, memenuhi batas spesifikasi yang
ditentukan serta memiliki presisi dan akurasi tinggi. Dalam hal
ini, Indeks kemampuan proses dapat dilihat melalui nilai Cp dan
Cpk.
Pada analisis kapabilitas proses berdasarkan Count
benang ini hanya dilakukan pada hasil produksi mesin yang
dinyatakan dalam keadaan terkendali melalui peta X − R .
Berikut ini merupakan perhitungan manual untuk nilai indeks
kemampuan proses Cp dan Cpk dari data Count benang untuk
hasil produksi mesin 1 dan 4 :
65. Diketahui : BSA = 32,1 µ = X = 29,8988
ˆ
R 1,131
BSB = 27,9 σ=
ˆ = = 0,32
d 2 3,532
BSA − BSB 32,1 − 27,9 4,2
Cp = = = = 2,1875
6σ ˆ 6(0,32) 1,92
BSA − µ 32,1 − 29,8988 2,2012
ˆ
Cpu = = = = 2,29
3σ ˆ 3(0,32) 0,96
µ − BSB 29,8988 − 27,9 1,9988
ˆ
Cpl = = = = 2,08
3σˆ 3(0,32) 0,96
Cpk = Min (Cpu , Cpl ) = 2,08
Berdasarkan hasil perhitungan di atas diketahui nilai Cp
sebesar 2,1875 dan nilai Cpk sebesar 2,08. Karena nilai Cp dan
Cpk lebih dari 1, maka dinyatakan proses produksi benang
berdasarkan nilai Count pada mesin 1 dan 4 capable. Hal ini
berarti bahwa proses produksi mesin 1 dan 4 dalam keadaan baik
karena rata-rata proses berada dalam batas spesifikasi yang
ditentukan yakni 30 ± 2,1 ne.
Kapabilitas proses untuk produksi benang yang dilakukan
mesin 7, 8 dan mesin 10 tidak dapat dilakukan karena diketahui
bahwa proses dalam keadaan tidak terkendali. Selain itu,
perhitungan kapabilitas proses untuk banyak cacat pada
pemeriksaan Uster tidak dapat dilakukan. Hal ini dikarenakan
pada peta kendali-U proses produksi berdasarkan banyak cacat
pada pemeriksaan Uster dinyatakan dalam keadaan tidak
terkendali.
4.6 Identifikasi Banyaknya Jumlah Cacat
Identifikasi untuk mengetahui frekuensi terjadinya setiap
jenis cacat dapat dilakukan melalui diagram Pareto. Berikut ini
merupakan diagram Pareto berdasarkan jenis cacat yang terjadi
pada inspeksi Yarn Uster atau pemeriksaan ketidakhalusan
benang dengan tiga jenis cacat :