Laporan ini membahas hasil studi sistem informasi hisab dan rukyat (SIHiRu) yang dilakukan untuk meningkatkan akurasi penetapan awal bulan Ramadhan dan Syawal dengan menggunakan teknologi informasi. Studi ini melibatkan observasi langsung menggunakan teropong digital yang diakses melalui internet serta wawancara masyarakat. Hasilnya menunjukkan bahwa teknologi informasi dapat membantu menyajikan data pengamatan hilal se
Studi Pemenuhan Kualitas Layanan Kepada Pengguna Frekuensi Radio
SIHIRU LAPORAN
1. Laporan Akhir
STUDI
SISTEM INFORMASI HISAB DAN RUKYAT
(SIHiRu)
DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
BADAN LITBANG SDM
PUSAT LITBANG APTEL, SKDI
2008
2. i
TIM PENYUSUN
STUDI SISTEM INFORMASI HISAB DAN RUKYAT
(SIHiRu)
Pusat Litbang APTEL SKDI
Peneliti/Penulis:
1. Dr Kanti W Istidjab, M.Sc
2. Dr Moedjiono, M.Sc
3. Drs. Akmam Amir, MKOM
4. Drs. Dede Drajat
5. Drs. Parwoko
6. Drs. Paraden L Sidauruk
7. Drs. Djoko Waluyo
8. Drs. Heru Pudjo Buntoro, MA
9. Atjih Ratnawati, BA
10. Gantyo Witarso, BA
11. Yan Andriariza AS, S.Kom
Penerbit:
Pusat Penelitian dan Pengembangan APTEL SKDI
Badan Litbang SDM
Depkominfo
Jl Medan Merdeka Barat No 9 Jakarta Pusat
Jakarta, Desember 2008
Kapuslitbang APTEL SKDI
Akmam Amir
3. ii
ABSTRAK
Batasan-batasan untuk prediksi keberhasilan pengamatan hilal yang terjadi selama ini didasarkan
oleh bermacam-macam kriteria, dan kriteria ini bukan berlandaskan hasil pengamatan astronomi,
sehingga tidak sama dengan kriteria yang biasa dipakai dalam astronomi. Sementara kepekaan mata
setiap manusia untuk melihat sabit bulan yang redup masing-masing ada batasnya, maka cara
melihat hilal secara langsung (tanpa alat) dengan mata telanjang yang seperti selama ini dilakukan
seringkali menimbulkan perbedaan-perbedaan. Perbedaan dalam hasil akhir pengamatan hilal inilah
yang coba dijembatani oleh teknologi digital sebagai media pendukung dalam meningkatkan akurasi
hasil pengamatan hilal untuk penetapan awal Ramadhan, 1 Syawal dan hari-hari besar Islam lainnya.
Adalah teropong rukyat digital yang tersambung ke media internet melalui teknologi video
streaming yang oleh Depkominfo bekerjasama dengan Depag, ITB Bosscha dan pihak terkait lainnya,
digunakan dalam pengamatan hilal menjelang 1 Ramadhan dan 1 Syawal 1429 H. Bandung,
Semarang, Lamongan, Banda Aceh, Kupang, Makassar, dan Condrodipo (Jawa Timur), merupakan 7
(tujuh) kota yang ditetapkan sebagai titik lokasi pengamatan. Hasilnya, cukup membuat masyarakat
terpuaskan, karena secara live dapat mengikuti laporan hasil pengamatan melalui media internet
dan disebarluaskan melalui TVRI. Indikasi tingkat kepuasan publik, terukur melalui hasil wawancara
yang dilakukan dengan masyarakat yang mengikuti proses rukyat. Hilal yang tidak nampak saat
pengamatan, karena langit berselimut awan, meyakinkan masyarakat bahwa hilal memang tidak
dapat terlihat, baik secara mata telanjang maupun dengan menggunakan teropong rukyat digital.
Perselisihan pendapat dalam setiap pengamatan hilal menjadi menipis ketika teknologi teropong
digital menyajikan hasil sesungguhnya yang akurat dan actual kepada masyarakat. Dan, akhirnya
perselisihan pendapat dikalangan umat muslim dalam setiap menentukan awal Ramadhan dan 1
Syawal, tidak terjadi dalam penentuan awal Ramadhan dan 1 Syawal 1429 H.
4. iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya melalui berkat ridho dan
karunia-Nya, kami masih terus dapat beraktifitas untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang
telah menjadi tanggung jawab bersama. Salah satu dari tugas dan kewajiban yang telah kami
laksanakan, yang terkait dengan kegiatan penelitian salah satunya adalah menyusun Laporan Akhir
hasil ‘Studi Sistem Informasi Hisab dan Rukyat’.
Studi ini dilakukan atas kerjasama Badan Litbang SDM Depkominfo c.q Puslitbang Aptel dan SKDI,
Depag, ITB Bosscha, serta pihak-pihak terkait lainnya, baik melalui pengamatan langsung (observasi)
dengan dukungan teknologi informasi – khususnya teropong digital yang terakses ke internet -
maupun wawancara mendalam bersama pakar dan tokoh masyarakat. Tujuannya untuk
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat secara ilmiah tentang proses penampakan
hilal serta sekaligus untuk mengeliminir perbedaan dikalangan umat muslim dalam setiap
menentukan awal Ramadhan dan 1 Syawal.
Teropong digital yang terakses ke media internet dalam bentuk video streaming hadir untuk
membantu para ahli rukyat dan umat muslim mendapatkan data yang valid serta akurat tentang
proses penampakan hilal yang menjadi acuan dalam penentuan awal Ramadhan dan 1 Syawal.
Sedangkan wawancara mendalam dimaksudkan untuk mengetahui dan menguji pendapat
masyarakat atas hadirnya teknologi informasi sebagai salah satu solusi untuk membangun
kebersamaan umat muslim dalam menentukan awal Ramadhan dan 1 Syawal khususnya.
Diharapkan melalui hasil observasi dengan bantuan tekonologi informasi serta hasil rekam pendapat
melalui wawancara bersama masyarakat ini, kita mendapatkan bahan masukan secara ilmiah
didalam upaya kita membangun suatu sistem informasi hisab dan rukyat yang terintegrasi. Dengan
sistem informasi hisab dan rukyat yang disepakati bersama, kriteria-kriteria untuk menentukan
batasan-batasan prediksi keberhasilan pengamatan hilal, yang selama ini masih bermacam-macam,
diharapkan dapat dieliminir. Tidak terpadunya kriteria tadi biasanya lebih banyak disebabkan oleh
ketergantungan lokasi, ragam metode perhitungan (hisab) dan kurangnya data citra observasi hilal
umur muda.
Demikian sepatah kata dari kami, dan untuk memahami secara lengkap tentang hasil studi ini, kami
menyusunnya dalam bentuk laporan akhir, yang sebelumnya telah dipresentasikan melalui forum
5. iv
seminar selama dua kali, dimana dalam forum tersebut hadir para pejabat structural, peneliti baik
dari lingkungan Depkominfo maupun lintas instansi lainnya, serta para pakar terkait.
Namun demikian, kami masih terbuka atas kritik dan saran dari pembaca untuk lebih optimalnya
penulisan laporan akhir ini. Semoga hasil penelitian kami dapat bermanfaat bagi pembaca. Terima
kasih.
Jakarta, Desember 2008
Kapuslitbang APTEL SKDI
Akmam Amir
6. v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL..................................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ............................ 1
I.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1
I.2. Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
I.3. Tujuan dan Sasaran .......................................................................................... 3
I.4. Lingkup Kajian ................................................................................................. 4
I.5. Bentuk Kegiatan ............................................................................................... 5
BAB II METODOLOGI ............................ 7
2.1. Pendekatan Umum .......................................................................................... 7
2.1.1. Alur Studi .............................................................................................. 8
2.2. Pengumpulan Data .......................................................................................... 8
2.3. Kunjungan Lapangan ....................................................................................... 9
2.4. Analisis Data .................................................................................................... 9
2.5.Penyimpulan dan Pembuatan Rekomendasi ..................................................... 9
7. vi
BAB III ASPEK TEKNIS ASTRONOMIS ............. 10
3.1. Pergerakan Bulan dan Geometri Sabit Hilal ...................................................... 10
3.2. Visiblitas Hilal .................................................................................................. 17
3.3. Perangkat Observasi ........................................................................................ 18
BAB IV SISTEM INFORMASI HISAB-RUKYAT ........ 20
4.1. Hilal dan Fase Bulan ........................................................................................ 20
4.2. Perangkat Observasi Astronomi ....................................................................... 20
4.3. Perangkat Teknologi Informasi ........................................................................ 24
4.4. Penggunaan dan Isi Website ............................................................................ 29
4.5. Maintenance Website ..................................................................................... 36
4.6. Standard Operating Procedure ........................................................................ 36
4.6.1. Perangkat Astronomi ............................................................................. 37
4.6.2. Perangkat IT .......................................................................................... 38
A. Sistem Minimum Yang Dibutuhkan ...................................................... 38
B. Installer Producer ................................................................................ 39
C. Cara Mengirimkan Hasil Pengamatan .................................................. 39
I. Cara Mengirimkan Stream .............................................................. 40
II. Trouble Shooting ............................................................................ 44
III. Cara Melihat Streaming ................................................................. 46
IV. Cara men-start-up player dari browser............................................ 46
8. vii
BAB V PELAKSANAAN RUKYAT DAN SIDANG ISBAT .... 47
5.1. Pemilihan Lokasi Rukyat .................................................................................. 47
5.1.1. Keterwakilan Wilayah ............................................................................ 47
5.1.2. Kesiapan Lokasi ..................................................................................... 47
5.1.3. Cuaca .................................................................................................... 48
5.2. Rukyat Awal Ramadhan dan Sidang Isbat ......................................................... 49
5.3. Rukyat Awal Syawal dan Sidang Isbat .............................................................. 51
BAB VI PENUTUP ............................... 55
6.1. Kesimpulan Hasil Survey Lapangan .................................................................. 55
6.2. Intisari Kegiatan .............................................................................................. 56
5.3. Rekomendasi ................................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 58
9. viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Perubahan wajah bulan dalam mengelilingi bumi ........................................... 13
Gambar 3.2. Geometri Sabit Bulan ...................................................................................... 14
Gambar 3.3. Penampang proyeksi yang menghadap kearah matahari................................. 15
Gambar 3.4. Sudut elongasi antara Bulan dan Matahari ditinjau dari Bumi ......................... 16
Gambar 3.5. Dimensi Diameter Bulan.................................................................................. 18
Gambar 4.1. Skema Rancangan Sistem Teleskop Hilal ......................................................... 24
Gambar 4.2. Skema streaming dari lokasi pengamatan ke streaming server ....................... 25
Gambar 4.3. Skema streaming yang di-share ke media Televisi. .......................................... 26
Gambar 4.4. Tes kehandalan web server dan tahap awal halaman website hilal........ ........ 27
Gambar 4.5. Halaman Serambi/awal website hilal .............................................................. 30
Gambar 4.6. Halaman Informasi ......................................................................................... 30
Gambar 4.7. Halaman Simulasi Web Hilal.............................................................. 32
Gambar 4.8. Contoh simulasi untuk Lhoknga-NAD dan Kupang .......................................... 32
Gambar 4.9. Contoh halaman ”Live” Tayang-langsung untuk Makassar............................... 33
Gambar 4.10. Halaman Arsip awal Syawal 1429 H (1).......................................................... 34
Gambar 4.11. Halaman Arsip awal Syawal 1429 H (2) .......................................................... 35
Gambar 4.12. Cara mengirim File dari Sumber Pengamatan ke Server................................. 40
Gambar 4.13. Jendela Setting Video Device Capture ........................................................... 40
Gambar 4.14. Jendela Dialog-Box Kualitas dan Jenis Streaming .......................................... 41
Gambar 4.15. Jendela Setting Stream pada Audience in Job ............................................... 42
10. ix
Gambar 4.16. Jendela Setting Server Destination ............................................................... 43
Gambar 4.17. Jendela pemantau proses untuk troubleshooting ......................................... 44
Gambar 4.18. Jendela Log Proses pada saat encoding dimulai ............................................ 45
Gambar 4.19. Jendela untuk mengetahui throughput jaringan ke server ............................ 46
Gambar 5.1. Kondisi Awan dikepulauan Indonesia relatif terhadap Kupang......................... 48
Gambar 5.2. Penetapan 7 (tujuh) lokasi rukyat online ........................................................ 48
11. x
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Jadwal Kegiatan Studi Sistem Informasi Hisab dan Rukyat. .................................. 6
Tabel 3.1. Ragam fase bulan jika dilihat dari Bumi. .............................................................. 11
Tabel 4.1. Spesifikasi Sistem Optik....................................................................................... 21
Tabel 4.2. Spesifikasi Sistem Penyangga Optik..................................................................... 22
Tabel 4.3. Spesifikasi Detektor Digital.................................................................................. 23
Tabel 4.4. Spesifikasi Minimum Perangkat IT . ..................................................................... 38
Tabel 5.1. Posisi astronomi bulan pada akhir Sya’ban 1429 H. ............................................. 49
Tabel 5.2. Kondisi Cuaca Pada Lokasi Pengamatan Awal Ramadhan 1429H.......................... 50
Tabel 5.3. Posisi astronomi bulan pada akhir Ramadhan 1429H........................................... 52
Tabel 5.4. Kondisi Cuaca Pada Lokasi Pengamatan Akhir Ramadhan 1429H.. ....................... 53
12. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada masa Rasulullah SAW, awal bulan dalam penanggalan Islam, khususnya Ramadhan
dan Syawal ditentukan secara visual yang disebut Rukyat. Seiring perkembangan Ilmu
Astronomi yang ketika itu disebut sebagai Ilmu Falak pemahaman akan gerak benda langit
khususnya matahari dan Bulan semakin baik. Sehingga posisi benda-benda langit dapat
dipetakan dengan semakin baik, demikian halnya dengan gerak benda-benda langit yang dapat
ditentukan dengan cermat. Hal ini menjadikan pengamatan hilal semakin lebih mudah sehingga
ketinggian hilal yang dapat diamati semakin rendah dari waktu ke waktu.
Pemahaman yang semakin baik dalam perhitungan astronomi mulai menjadi alternatif
untuk memprediksi posisi dan kenampakan obyek-obyek langit. Termasuk di dalamnya
penentuan awal bulan (dalam sistem penanggalan hijriyyah). Dalam melakukan observasi bulan,
disamping tantangan dalam penentuan posisi bulan yang saat ini mempunyai keakuratan yang
tinggi, permasalahan visibilitas hilal yang mempengaruhi ketertampakan sabit hilal merupakan
satu aspek yang perlu dikembangkan. Untuk memperoleh pemahaman yang baik akan visibilitas
hilal hal mendasar yang harus dilakukan adalah observasi lapangan secara langsung. Observasi
lapangan tersebut disamping untuk mempelajari fenomena atmosferik dalam mempengaruhi
ketertampakan hilal juga untuk mengkonfirmasi hasil perhitungan posisi yang ada.
Perhitungan (Pemodelan) dan Observasi merupakan dua mata uang yang saling kait-
mengkait dalam Ilmu Astronomi. Pesatnya perkembangan Astronomi saat ini tidak terlepas dari
kedua hal tersebut. Dalam hal pengamatan hilal, observasi yang sistematik dengan menggunakan
perangkat optik dapat mengkonfirmasi sebuah kesaksian rukyat hilal yang dilakukan. Hal ini
disebabkan kesalahan dalam mengenali objek dengan mata telanjang sangat mungkin terjadi.
Kenampakan pantulan dari awan, lampu di laut ataupun sabit planet Venus dengan mudah dapat
mengaburkan visibilitas bulan.
13. 2
Kriteria visibilitas hilal yang ada saat ini dan digunakan sebagai referensi dalam menilai
kemungkinan dan menerima sebuah kesaksian hilal sangatlah beragam. Pemerintah Republik
Indonesia (cq. Departemen Agarma) mennggunakan kriteria;
1. Tinggi hilal terkecil 2 derajat
2. Umur Bulan minimal 8 jam
3. Dan Jarak sudut Bulan-Matahari tidak kurang dari 3 derajat
Kriteria ini merupakan kriteria kesepakatan yang tidak bulat dari beberapa ormas Islam yang
ada. Sedangkan rekor keberhasilan pengamatan bulan termuda adalah umur 13 jam 24 menit
yang teramati pada tanggal 5 Mei 1989 di Houston, Amerika Serikat (Durani, 1989). Secara
teoritis, sabit hilal tidak mungkin diamati, bila jarak sudut bulan dan matahari kurang dari 7o
.
Batasan ini dikenal sebagai limit Danjon. Hal ini disebabkan oleh batas kepekaan mata manusia
untuk melihat sabit bulan yang redup (Schaefer 1991). Jadi tidak semua sabit bulan dapat
terlihat dengan mata. Kriteria lain dikembangkan oleh Internasional Islamic Calendar
Programme (IICP) dari Malaysia. Kriteria ini membuat batasan jarak sudut bulan dan matahari
minimal adalah 4o
dengan umur bulan lebih dari 16 jam. Selain itu beda waktu terbenam bulan
lebih lama 40 menit terhadap matahari. Beragamnya nilai visibilitas tersebut menunjukkan
bahwa visibilitas merupakan parameter yang bergantung terhadap lokasi (lintang dan bujur
pengamatan). Oleh karenanya perlu dilakukan kajian secara sistematik dalam menentukan nilai
visibilitas hilal untuk wilayah Indonesia yang secara umum berada disekitar garis khatulistiwa.
Sistem Informasi Hisab dan Rukyat (SIHiRu), yang merupakan integrasi dari Pusat
Informasi Hisab dan Rukyat dan Sistem Observasi Hilal secara bertahap akan menjawab
keragaman metode hisab dan rukyat dan meningkatkan peran pemerintah dalam penyusunan
kriteria yang dapat diterima masyarakat Indonesia. Sistem Informasi Hisab dan Rukyat
diharapkan dapat menjadi bagian dari usulan Space Science Center (Hidayat, dkk. 2007)
ataupun Indonesian National Virtual Observatory (Herdiwijaya, dkk. 2007).
1.2 Rumusan Masalah
Dalam studi pembangunan sistem ini, masalah yang akan dikaji meliputi :
14. 3
1. Bagaimana menjembatani perbedaan yang kerap muncul dalam penetapan yang
didasarkan pada sistem perhitungan (dengan cara Hisab) dan dengan cara Rukyat (yaitu
berdasarkan kenampakan bulan) ?
2. Bagaimana bentuk proses diseminasi informasi yang dilakukan oleh Pemerintah, yaitu
Departemen Agama, Departemen Komunikasi dan Iinformasi, ormas-ormas Islam dan
para pakar astronomi, dapat membantu institusi/lembaga yang berwenang dalam
pengambilan keputusan untuk meyakinkan masyarakat muslim.
1.3 Tujuan dan Sasaran
1. Membangun suatu sistem informasi hisab dan rukyat yang pada dasarnya adalah
merupakan integrasi dari Pusat Informasi Hisab dan Rukyat dengan Sistem Observasi
Hilal. Dengan sistem yang terintegrasi tersebut maka akan diupayakan agar dapat
membantu institusi/lembaga yang berwenang dalam memperkecil atau, jika
memungkinkan, menyatukan perbedaan yang terjadi dari penetapan awal bulan dengan
cara perhitungan (hisab) dan dengan cara rukyat yang dilakukan di Indonesia.
2. Memperoleh lokasi-lokasi yang representatif untuk membangun jaringan sistem rukyat
hilal
3. Mendorong terbentuknya sistem rukyat yang terkoneksi ke jaringan rukyat online di
beberapa lokasi pengamatan hilal yang sudah ada, seperti di Masjid Agung Semarang dan
pelabuhanratu.
4. Menjadi salah satu media pembelajaran masyarakat tentang hilal. Masyarakat pemerhati
dan praktisi dapat mengikuti pengamatan hilal dengan seksama, tidak hanya melalui
media televisi nasional, melainkan juga melalui tayangan langsung di media internet.
Sasaran yang diharapkan dalam kajian pada sistem ini adalah :
1 Meningkatnya peran pemerintah dalam penyusunan kriteria yang dapat diterima
masyarakat Indonesia dari keragaman metode hisab dan rukyat.
2 Meningkatnya pemahaman masyarakat tentang apa, bagaimana dan mengapa atas
fenomena alam, khususnya berkenaan dengan sains hisab-rukyat Pencerahan intelektual
seperti ini sudah selayaknya senantiasa ditumbuhkembangkan untuk dapat
15. 4
memperkokoh budaya keilmuan di tanah air. Dengan digunakannya media yang berbasis
Internet (IP-Based), maka akses informasi akan lebih mudah untuk dilakukan dan
dengan didukung peralatan modern yang lebih memadai, diharapkan dapat lebih
dipercaya untuk dapat menyatukan pendapat (sepakat) dalam menentukan waktu
mulainya awal bulan.
3 Meningkatnya apresiasi dan pendidikan sains dan teknologi secara luas melalui teknologi
informasi dan komunikasi, khususnya terkait bidang astronomi. Melalui SIHiRu tersebut
masyarakat akan dibawa ke alam penghayatan betapa peliknya memahami realitas alam
yang diciptakan Tuhan Yang Maha Kuasa. Masyarakat akan mengenal secara langsung
sosok hilal yang sering disebut-sebut setiap kali akan memulai ibadah shaum Ramadhan,
sekaligus juga penampakan-penampakan objek-objek pengecoh yang kerap kali
disalahkenali sebagai sosok hilal (seperti sabit planet Venus, lampu kapal di kejauhan,
cahaya awan, dan lain-lain). Selain itu, aktivitas massal ini dapat memberi dorongan
tersendiri bagi pemerintah untuk lebih serius menangani sistem penanggalan Hijriyah,
sehingga kehendak masyarakat awam untuk mendapatkan ketenangan dalam beribadah
yang waktunya tidak membingungkan pun dapat dicapai.
1.4 Lingkup Kajian
Kegiatan yang dilakukan dalam Studi Pembangunan Sistem Informasi Hisab dan Rukyat
ini meliputi :
- Melakukan survey dengan mendatangi tempat/lokasi seperti, Pusat informasi Hisab dan
Rukyat dan Sistem Observasi Hilal di Bandung serta beberapa lokasi pengamatan hilal di
Indonesia a.l: Lhoknga (Nangroe Aceh Darussalam), Observatorium Bosscha - Lembang
(Jawa Barat), Masjid Agung Jawa Tengah (Semarang), Pantai Tanjung Kodok (Jawa
Timur), Makassar (Sulawesi Selatan) dan Kupang (Nusa Tenggara Timur). Survey ini
juga dilakukan dalam rangka pembentukan jaringan pengamatan hilal yang terhubung
secara real-time.
- Mengusulkan peralatan untuk mendukung studi membangun sistem pengamatan yang
sepenuhnya dapat terhubung dengan teknologi informasi dan komunikasi. Sistem yang
diusulkan terdiri dari teleskop medan lebar, teleskop medan sempit, teleskop pemantau
16. 5
matahari, monitor panoramic, monitor peralatan, dilengkapi dengan server untuk empat
streaming video secara simultan serta satu streaming simulasi posisi bulan dan matahari.
- Melakukan pengujian dan penyebarluasan informasi dari hasil pengamatan yang
dilakukan di titik-titik yang telah ditentukan melalui pemanfaatan teknologi informasi
dan komunikasi sebagai aplikasi dalam bidang keilmuan astronomi. Sistem yang
dirancang untuk dapat diakses masyarakat luas melalui hubungan internet ini terdiri dari
dua sistem pendukung utama, yaitu Pusat Informasi Hisab dan Rukyat dan Sistem
Observasi Hilal. Pusat Informasi Hisab dan Rukyat merupakan bentuk layanan web yang
menyediakan berbagai informasi interaktif seputar hisab dan rukyat ataupun fenomena
astronomi terkait (gerhana bulan, gerhana matahari, transit planet, dll). Sedangkan Sistem
Observasi Hilal terdiri dari Seperangkat instrument pengamatan astronomi yang terdiri
atas teleskop dengan kemampuan kendali robotik dan detektor digital yang dihubungkan
ke jaringan internet. Potensi pengamatan real-time yang dapat diakses melalui jaringan
internet dengan dukungan perangkat lunak yang interaktif, mempunyai nilai tambah dan
dampak yang tinggi. Hal ini disebabkan masyarakat lingkup nasional, regional maupun
internasional dapat berpartisipasi dan berinteraksi aktif tidak hanya dalam pengamatan
hilal, tetapi juga obyek astronomi lainnya. Langit belahan bumi selatan adalah unik,
sehingga obyek langit di selatan ekuator tidak akan terlihat oleh masyarakat Eropa,
demikian pula sebaliknya. Menyusun laporan pelaksanaan Pembangunan Sistem
Informasi Hisab dan ukyat(SIHiRu).
1.5 Bentuk Kegiatan
Studi Sistem Informasi Hisab dan Rukyat ini direncanakan berlangsung selama 4 (empat)
bulan, mulai Juli sampai dengan Nopember 2008, sehingga diharapkan sistem ini sudah dapat
berfungsi dan diujicoba untuk melaksanakan rukyat hilal penentu 1 Ramadhan dan 1 Syawal
1429 H. (awal shaum ramadhan dan hari raya Idul Fitri tahun 2008).
17. 6
Tabel 1.1. Jadwal Kegiatan Studi Sistem Informasi Hisab dan Rukyat
No Uraian Kegiatan I II III IV
1. Identifikasi permasalahan
2. Studi Pustaka
3. Survey Lapangan
4. Analisis dan Pembahasan
5. Pembuatan Laporan dan seminar
18. 7
BAB II
METODOLOGI
.1 Pendekatan Umum
Hilal merupakan sabit bulan baru yang dapat tampak di sekitar ufuk barat saat Matahari
terbenam. Kajian pustaka tentang visibilitas hilal merupakan bagian awal dalam studi ini yang
dapat menjadi acuan bersama. Seiring dengan kemajuan sains dan teknologi, proses hilal dapat
dengan cermat dimodelkan (dihitung) dan dibuktikan dengan menyaksikannya di lapangan
(rukyat). Istilah Hisab – Rukyat yang dapat dipadankan dengan istilah Teori-Pengamatan dalam
terminologi Astronomi modern saat ini pada dasarnya merupakan sains yang berkembangkan
atas dasar observasi. Oleh karenanya, Observasi lapangan memegang peranan yang penting
dalam pengembangan sebuah sistem rukyat yang terintegrasi dengan sebuah Pusat Informasi
Hisab-Rukyat.
Oleh karenanya dalam studi pembangunan sistem informasi Hisab-Rukyat yang
menggabungkan pusat informasi hisab-rukyat dan sistem observasi perlu dikembangan dua buah
hal, yaitu berkenaan dengan Sistem Informasi yang berbasis IT dan sistem observasi yang
berbasis sains astronomi. Sehingga dalam melakukan studi ini dilakukan melalui dua metodologi
yaitu deduktif yang berangkat dari hukum/teori yang telah ada untuk meletakkan dasar dan alur
penelitian dan induktif yang berangkat dari fakta lapangan (pengamatan hilal).
Disamping itu pendekatan studi secara kualitatif untuk melakukan observasi di lapangan
dengan menggunakan peralatan astronomi dan TIK juga dilakukan. Teknik pengumpulan data
dilakukan wawancara mendalam dengan menggunakan pedoman wawancara. Dan teknik analisis
data dipaparkan secara deskriptif untuk memperoleh pendapat masyarakat.
Penentuan sampel masyarakat sebagai key person (informan kunci) atau nara sumber
dilakukan secara purposive artinya dengan pertimbangan bahwa masyarakat diasumsikan dapat
menjawab permasalahan studi seputar hilal dan rukyat dimintai pendapatnya ketika yang
bersangkutan hadir di lokasi pengamatan hilal berlangsung. Kemudian key person lainnya
diwawancarai tidak secara langsung di lokasi pengamatan (unsur–unsur yang diwawancarai
antara lain kalangan pesantren, UN,Muhammadiyah,Kanwil Depag, MPU/MUI, dan tokoh
19. 8
agama Islam) .Lokasi observasi pada 6 titik pemantauan hilal (Pantai Lhok Nga,NAD, Bosscha
ITB Bandung,Masjid Agung Semarang,Pantai Tanjung Kodok Lamongan, Tanjung Bunga
Makassar, dan Pantai Soe Kupang).Tiap lokasi diwawancarai 5 nara sumber.
2.1.1 Alur Studi
Untuk mencapai hasil yang diharapkan, proses studi dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut:
1. Studi Literatur berkenaan dengan penanggalan hijriyyah, khususnya masalah hilal
yang meliputi definisi dan ragam parameter yang meliputi penampakannya.
2. Perancangan sistem Informasi yang hendak digunakan untuk menstreaming data
pengamatan secara online
3. Perancangan Sistem Observasi Hilal yang memungkinkan untuk mengirimkan
data secara online ke Sistem Informasi yang hendak dibuat
4. Pengumpulan Data Lapangan yang meliputi
Identifikasi kondisi lapangan
Pengamatan astronomos dengan mengumpulkan data digital video ataupun
foto (lengkap dengan waktu pengamatan)
5. Analisis Data
Analisis Awal baik dari sisi IT maupun Observasi
Penyempurnaan Analisis
6. Kesimpulan dan Rekomendasi
2.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan mengan mengirimkan tim surveyor untuk melaksanakan
rukyat di enam titik yang ditentukan. Tim Surveyor terdiri dari :
1. Tim Observer yang bertugas mengontrol dan mengendalikan perangkat rukyat
serta mengambil citra
2. Tim IT yang bertugas untuk mengirim gambar dan koneksi internet
3. Tim Pengarah yang berasal dari depkominfo dan departemen Agama
20. 9
4. Tim Telekomunikasi
2.3 Kunjungan Lapangan
Kunjungan lapangan dilakukan pada beberapa lokasi yang ditentukan. Lokasi-lokasi ini
ditentukan berdasarkan pertimbangan:
Sebaran cakupan geografi nasional
Kecenderungan keadaan cuaca yang baik
Ketersediaan infrastruktur yang memadai
Lokasi yang biasa dipergunakan sebagai tempat pengamatan hilal
Lokasi-lokasi tersebut adalah: Lhoknga (NAD), Observatorium Bosscha (Lembang, Jawa
Barat), Masjid Agung Semarang (Jawa Tengah), Tanjung Kodok (Jawa Timur), Makassar
(Sulawesi Selatan), dan Kupang (NTT).
2.4 Analisis Data
Secara umum data pengamatan berupa streamning video yang disiarkan langsung dari
lokasi pengamatan. Sebagian di antaranya dapat berupa gambar. Analisis dilakukan dengan
memperhatikan keadaan cuaca dan kualitas video atau gambar yang terekam.
2.5 Penyimpulan dan Pembuatan Rekomendasi
Hasil studi ini dapat mengerucut pada beberapa butir kesimpulan yang dapat menjawab
permasalahan yang ada. Dari kesimpulan yang diperoleh, akan dibuat beberapa rekomendasi
yang kiranya dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang memerlukannya.
21. 10
BAB III
ASPEK TEKNIS ASTRONOMIS
Rukyat hilal yang dapat diterjemahkan secara bebas sebagai sebuah
observasi/pengamatan Astronomi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang sistematik untuk
mengamati kemunculan sabit bulan setelah ijtimak/konjungsi terjadi yang disebut sebagai hilal.
Posisinya yang dekat dengan matahari menjadikan hilal hanya dapat disaksikan dalam waktu
yang singkat (untuk wilayah di sekitar Ekuator seperti Indonesia) sesaat setelah matahari
tenggelam. Hal ni sesuai dengan kaidah syar‟i yang dicontohkan oleh Rosulullah SAW dalam
menetapkan awal bulan hijriyyah.
Secara Astronomis, aspek yang mempengaruhi penampakan hilal adalah masalah
visibilitas. Dimana masalah visibilitas tersebut dipengaruhi oleh posisi bulan relative terhadap
matahari dan horison. Oleh karenanya, dalam merancang peralatan observasi hilal diperlukan
peralatan yang dapat mengarah ke arah bulan sekalipun posisinya berada dekat dengan matahari.
Dalam aspek astronomis ini dipaparkan mengenai pergerakan dan geometri sabit bulan serta
visibilitas hilal.
3.1 Pergerakan Bulan dan Geometri Sabit Hilal
Jika kita perhatikan bulan setiap malam, maka kita akan menyaksikan wajah dan
ketinggian bulan akan senantiasa berubah setiap harinya. Perubahan tersebut sangat terkait
dengan jarak sudutnya terhadap matahari yang dikenal sebagai elongasi. Semakin besar elongasi
bulan berat semakin jauhj dari jarak sebenarnya dan semakin tipis.
Perubahan wajah bulan yang dikenal sebagai fase tersebut telah mengnspirasi manusia
untuk mendefinisikan waktu yang disebut bulan (month). Masyarakat Arab pada mulanya
menggunakan system penanggalan bulan-matahari dimana panjang tahun mengikuti selang
interval matahari dalam mengelilingi Bumi dan panjang bulan (month) mengikuti selang waktu
perubahan fase bulan.
Dalam perjalanannya menglilingi Bumi, dikenal beberapa periode orbit bulan, dua
diantaranya adalah periode orbit sinodis dan periode orbit sideris. Periode Sideris adalah interval
22. 11
waktu yang diperlukan bulan untuk mengelilingi bumi sejauh 360 derajat yang besarnya 27,3
hari sedangkan periode sinodis adalah interval waktu yang diperlukan bulan untuk bergerak dari
satu fasa kembali ke fasa yang sama. Lama periode sinodis ini adalah 29.53 hari. Periode Sinodis
inilah yang menjadi dasar dalam perhitungan kalender hijriyyah.
Dalam perjalanannya mengelilingi Bumi sisi bulan yang menghadap bumi selalu sama,
sisi ini disebut sebagai sisi dekar (near-side) sedangkan sisi yang tidak pernah menghadap ke
BUmi adalah sisi jauh (far-side). Disamping itu akibat pergerakannya mengelilingi Bumi
penampakan bulan senantiasa berubah-ubah dan dapat dikelompokkan menjadi seperti dalam
tabel berikut:
Tabel 3.1 Ragam Fase bulan jika dilihat dari Bumi.
Konjungsi (New Moon) atau Ijtima‟- Dimana sisi bulan yang menghadap
matahari tidak menerima cahaya matahari sama sekali. Dan jika saat tersebut Bulan
berada pada garis ekliptika akan terjadi gerhana matahari.
Sabit Muda – Permukaan bulan yang memantulkan cahaya kearah bumi kurang
dari setengah bagian dari sisi dekat.
Kuartil Awal – setengah bagian dari sisi dekat bulan memantulkan cahaya
matahari ke bumi. Bagian bulan yang memantulkan tersebut akan bertambah besar
seiring berjalannya waktu.
Gibos Muda – Sisi dekat bulan yang memantulkan cahaya matahari lebih besar
dari setengah namun belum keseluruhan sisi bulan memantulkan cahaya matahari.
PURNAMA – Seluruh sisi dekat bulan memantulkan cahaya matahari ke Bumi.
Jika pada saat tersebut Bulan berada di garis khatulistiwa maka saat itu akan
terjadi gerhana matahari.
23. 12
Gibos Tua – Sisi dekat bulan yang memantulkan cahaya matahari masih lebih
besar dari setengah namun seiring berjalannya waktu sisi yang memantulkan
cahaya matahari semakin berkurang.
Kuartil Akhir - setengah bagian dari sisi dekat bulan memantulkan cahaya
matahari ke bumi. Bagian bulan yang memantulkan tersebut akan semakin
berkurang seiring berjalannya waktu.
Sabit Tua - Permukaan bulan yang memantulkan cahaya kearah bumi kurang dari
setengah bagian dari sisi dekat. Dan bagian yang bercahaya akan semakin tipis.
24. 13
Gambar3.1. Perubahan wajah bulan dalam mengelilingi Bumi.
Perubahan wajah bulan yang dikenal sebagai fasa bulan tersebut diakibatkan oleh
perubahan jarak sudut (elongasi) bulan terhadap matahari. Dalam pergerakannya
mengelilingi Bumi, penampakan bulan berubah dari waktu ke waktu. Perubahan wajah
Bulan tersebut telah menginspirasi manusia untuk mendefinisikan waktu. Seiring
menjauhnya posisi bulan dari matahari menyebabkan permukaan bulan yang terlihat
semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa penampakan wajah bulan yang berubah yang
disebut fase tersebut sangat berhubungan dengan jarak sudut atau elongasi bulan dan
matahari.
25. 14
Hubungan matematis antara fase bulan dengan jarak sudut tersebut dapat diturunkan
sebagai berikut:
A B
C
D
f
g
h
e
pengamat
di Bumi
PQ
r
ke matahari
Gambar 3.2. Geometri Sabit Bulan.
Setengah Bola Bulan yang terlihat dari pengamat di Bumi (ACBD.e) dan bagian yang
memperoleh cahaya dari Matahari (CfDg.h).Perpotongan keduanya menghasilkan fase bulan.
Lingkaran besar ACBD dengan kutub e (ACBD.e) merupakan setengah lingkaran bulan
yang menghadap ke Bumi. Perlu diingat, permukaan Bulan yang menghadap ke Bumi selalu
sama setiap saat, bagian ini disebut sebagai sisi dekat (near side) dan separuh sisanya yang tidak
pernah menghadap ke Bumi disebut sisi jauh (far side).
Lingkaran besar CfDg dengan kutub h (CfDg.h) merupakan setengah bola bulan yang
menghadap dan memantulkan cahaya matahari. Bagian permukaan yang memantulkan cahaya
26. 15
bulan tersebut senantiasa berganti setiap saat. Perpotongan kedua bagian ini yang membentuk
pola sabit bulan.
Bagaimana hubungannya dengan jarak sudut matahari? Jarak sudut atau elongasi Bulan
merupakan sudut yang dibentuk oleh bulan dan matahari relatif terhadap pengamat di Bumi.
A
D
B
C
Q P
Gambar3.3. Penampang proyeksi yang menghadap kearah matahari
Penampang proyeksi yang menghadap kearah matahari. Tebal sabit (AQ) berhubungan
dengan elogasi matahari.
Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa :
Luas sabit = luas ½(lingkaran – elips)
PQrrA
2
1
2
1 2
(1)
Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa APgPgPQ cos . Dimana rPg dan dAPg 180 .
Sehingga persamaan (1) dapat ditulis menjadi
27. 16
)cos1(
2
1
)180cos(
2
1
2
1
2
2
drA
dPgrrA
(2)
Karena cahaya matahari yang datang ke Bumi dan Bulan dapat dianggap sejajar (lihat gambar 3)
maka 180dE , dimana E merupakan elongasi sehingga persamaan (2) dapat ditulis menjadi:
)cos1(
2
1
))180(cos1(
2
1
2
2
ErA
ErA
Bulan
Bumi
Matahari
Matahari
E
d
Gambar3.4. Sudut elongasi antara Bulan dan Matahari ditinjau dari Bumi
Elongasi Bulan Matahari (E) merupakan sudut yang dibentuk oleh Bulan dan Matahari ditinjau
dari Bumi
28. 17
Fase Bulan didefinisikan sebagai fraksi dari diameter atau luas area yang memantulkan cahaya
matahari.
2
2 r
A
Phase
Pada saat Ijtima‟, dimana bulan (hampir) berada diantara Bumi – Matahari (d=180 dan E=0)
maka Fase=0 ( 10cos ) dan ketika bulan mencapai titik oposisi (d=0 dan E=180) maka Fase=1 (
0180cos ). Dari persamaan Fraksi Diameter dapat dilihat bahwa dengan mengetahui diameter
sabit bulan (AQ) maka elongasi Bulan terhadap matahari dapat diturunkan.
3.2 Visibiltas Hilal
Keberadaan atmosfer yang berada diantara hilal dan pengamat merupakan salah satu
faktor alam yang mempengaruhi kenampakan (visibilitas) hilal. Hal ini disebabkan atmosfer
menyerap dan membiaskan cahaya yang dipancarkan oleh bulan. Dari paparan geometri bulan
dapat dipahami bahwa besar kecilnya cahaya yang dipancarkan oleh bulan ke arah Bumi
bergantung terhadap luas permukaan bulan yang memantulkan cahaya dan luas yang
memantulkan cahaya matahari tersebut bergantung terhadap jarak busur matahari dan bulan.
Oleh karenanya parameter visibilitas bulan sering dinyatakan dalam jarak busur, tinggi hilal,
fraksi luas hilal dan juga usia bulan.
Pada dasarnya kriteria visibilitas hilal disandarkan dari hasil pengamatan empirik yang
dilakukan baik melalui pengamatan mata telanjang, dengan bantuan binocular, dan teleskop.
Meski demikian, di Indonesia, kriteria visibilitas hilal penentu masuknya awal bulan hijriyyah
didasarkan pada kesepakatan bersama. %Berdasar kesepatakan bersama tersebut diperoleh
kriteria visibililas hilal sbb:
1. Tinggi Hilal minimal 2 derajat
2. Jarak busur bulan/matahari sebesar 3 derajat
3. Usia %Bulan ketika matahari tenggelam sejak konjungsi terjadi minimal 8 jam
Kriteria tersebut bukan merupakan harga mati, akan tetapi masih merupakan besaran
sementara yang akan terus disempurnakan berdasar data pengamatan baru yang diperoleh.
29. 18
3.3 Perangkat Observasi
Salah satu faktor penting dalam pelaksanaan rukyat hilal adalah pemilihan instrumen
yang sesuai dengan kebutuhan. Dimana instrumen yang sesuai tersebut ditentukan oleh
parameter fisik bulan.
Jika kita perhatikan secara seksama, lingkaran purnama bulan mempunyai ukuran
(diameter sudut) yang berbeda-beda setiap bulannya. Hal ini disebabkan jarak bumi/bulan tidak
sama setiap saat dengan kata lain orbit bulan dalam mengelilingi bumi tidak bulat sempurna.
meski demikian secara rata-rata bulan mempunyai diameter sudut sebesar 30 detik busur (30”).
Sehingga peralatan yang digunakan haruslah mempunyai medan pandang yang lebih luas dari
diameter sudut bulan.
Untuk pengamatan sabit hilal, intrumen optic dengan medan pandang sebesar 2-3 x
diameter bulan cukup ideal untuk kegiatan rukyat hilal dimana tujuan utamanya adalah
mengenali keberadaan sabit bulan. Luasnya medan pandang tersebut juga dimaksudkan untuk
mengakomodasi keakurasian mounting dalam menggerakkan teleskop ke arah bulan.
30"
Gambar 3.5: Dimensi Diameter Bulan
Bulan mempunyai diameter sudut sekitar 30”(baca: menit busur). Oleh karenanya
untuk mengamati bulan diperlukan peralatan dengan medan pandang minimal sebesar
30. 19
30”. Medan pandang yang optimal untuk kegiatan rukyat hilal adalah sebesar 2-3x medan
pandang.
Medan pandang teleskop merupakan kombinasi dari parameter optic utama dan eyepiece.
Disamping itu untuk mendeteksi keberadaan hilal diantara terangnya langit latar depan
diperlukan teleskop dengan kualitas optic yang baik. Disamping itu dimensi yang kecil juga
merupakan komponen yang perlu dipertimbangkan karena pemakaiannya yang mobile.
31. 20
BAB IV
SISTEM INFORMASI HISAB – RUKYAT
4.1 Hilal dan Fase Bulan
Dalam pergerakannya mengelilingi Bumi, Bulan tampak bergerak ke arah barat lebih
cepat dibandingkan dengan bintang dan matahari. Oleh karenanya untuk mengamati bulan
diperlukan sebuah sistem yang dapat bergerak mengikuti pergerakan bulan tersebut. Disamping
itu penampakan sabit hilal yang hanya sesaat tersebut menjelang terbenamnya bulan diperlukan
perangkat yang mampu mengarah ke posisi bulan secara akurat baik manual maupun otomatis.
Meski bulan dan matahari mempunyai ukuran sebenarnya yang berbeda namun keduanya
terlihat sebagai sebuah lingkaran dengan ukuran yang sama. Hal ini disebabkan jarak keduanya
yang berbeda jauh. Baik matahari maupun bulan mempunyai diameter sudut sebesar 30” (baca:
tiga puluh detik busur). Oleh karenanya diperlukan sebuah sistem optik yang menghasilkan luas
medan pandang (Field of View, FOV) minimal 30”. Disamping itu detektor yang digunakan
untuk merekam idealnya sama atau lebih besar dengan FOV teleskop. Jika FOV detektor lebih
luas dari FOV sistem optik maka akan menghasilkan adanya vignetting efek pada citra yang
diperoleh. Gambar dari sistem perangkat rukyat hilal yang digunakan terlampir.
4.2 Perangkat Observasi Astronomi
Perangkat Observasi Astronomi yang digunakan untuk rukyat hilal terdiri dari: Sistem
Optik, Mounting, Detektor Digital dan Komputer yang telah dilengkapi Software untuk
melakukan broadcast melalui server pusat yang ada di Institut Teknologi Bandung. Adapun
spesifikasi detil setiap komponen adalah sebagai berikut:
Sistem Optik
Sistem Optik terdiri dari Teleskop, Erecting Prism dan Eyepiece dengan spesifikasi sbb:
32. 21
Tabel 4.1. Spesifikasi Sistem optik
Instrumen Gambar Fungsi
Teleskop:
Refraktor Doublet APO
STM-Coated, Diameter
66mm (f/5.9), Daya
pisah: 1.”75
Batas Magnitudo: 11
Menangkap citra hilal.
Erecting Prism Membalik citra yang
dibentuk oleh lensa
utama sehingga citra
tampak sebagaimana
obyek ketika dilihat
melalui eyepiece.
Eyepiece:
Fok: 15 mm
FoVeyepiece 72 derajat
Pembesaran: 25.87 kali
FoVsistem : 2.78
derajat
Menangkap citra yang
diteruskan oleh Erecting
Prism dan menghasilkan
cahaya yang sejajar
sehingga dapat ditangkap
oleh camera.
Universal Digital
Adapter
Untuk menghubungkan
detektor digital dengan
eyepiece teleskop
Filter Matahari:
Diameter: 70mm;
ND5
Penapis cahaya yang
berfungsi untuk
mengurangi intensitas
matahari hingga 10000
kali
33. 22
Mounting
Sistem penyangga teleskop berupa Mount, Half Pillar dan Tripod dengan spesifikasi
teknis sbb:
Tabel 4.2. Spesifikasi Sistem Penyangga Optik
Mounting
Vixen Equatorial
Mount, daya topang
22lbs
Penyangga teleskop
dengan tipe equatorial
Half Pillar Batang besi yang
dipasang diantara
mounting dan tripod
Tripod:
Bahan: Aluminium
Berfungsi sebagai
penopang mounting dan
teleskop
Controller:
Starbook
Berisi database posisi
benda-benda langit
termasuk matahari dan
bulan. Berfungsi untuk
pointng dan tracking
teleskop
34. 23
Detektor Digital
Detektor Digital berupa sebuah kamera digital yang terhubung ke eyepiece teleskop
Tabel 4.3. Spesifikasi Detektor Digital
Detektor:
Kamera digital 7.3MP
dengan pembesaran
optik 4x
Perangkat perekam citra
yang dipasang secara
afocal fotografi.
Video Grabber:
TV tuner USB 2.0
Perangkat untuk
meneruskan sinyal yang
diperoleh oleh detektor
sehingga dapat
ditampilkan di monitor
Komputer:
Laptop/notebook
Perangkat untuk
mengolah citra yang
diperoleh sehingga dapat
diteruskan melalui
Software:
Real Producer v.11
plus
Perangkat lunak yang
berfungsi untuk mem-
broadcast citra yang
diperoleh dari video
grabber.
35. 24
Skema Rancangan perangkat rukyat
A B
C
D
E
F
G
H
I
J
INTERNET
SERVER
ITB
K
A: Filter Matahari
B: Teleskop
C: Erecting Prism
D: Eyepiece
E: Univ. Dig. Adapter
F: Digital Camera
G: GOTO Mounting
H: USB Video Grabber
I : Komputer
J: Modem
K: Streaming Server
Gambar 4.1 Skema Rancangan Sistem Teleskop Hilal
Prosedur Pengamatan Standar
Adapun tahapan dalam melakukan pengamatan hilal dengan menggunakan perangkat
tersebut diatas disertakan dalam lampiran.
4.3 Perangkat Teknologi Informasi
Sistem Teknologi Informasi yang dibangun diharapkan dapat memberikan informasi
berkenaan dengan Informasi astronomi, khususnya posisi, Bulan/hilal serta surrounding
environment di beberapa titik pengamatan secara remote. Untuk merealisasikan hal tersebut
dilakukan penggabungkan informasi dari berbagai lokasi pengamatan ini secara near-real-time
dalam sebuah portal informasi yang dapat diakses khalayak ramai yang terhubung melalui
teknologi streaming media.
Secara skematik jaringan sistem teknologi streaming media dapat berupa:
36. 25
1. Streming secara langsung melalui media komunikasi internet semata. Streaming
dilakukan dari lokasi pengamatan ke lokasi streaming server, kemudian diakses oleh
pengguna:
Gambar 4.2. Skema streaming dari lokasi pengamatan ke streaming server.
2. Paralel informasi yang dapat diakses melalui jaringan internet dan stasiun televisi
(TVRI). Steraming dilakukan dari lokasi pengamatan ke streaming server, lalu di
share ke media Televisi dan diakses oleh pengguna.
37. 26
Gambar 4.3. Skema streaming yang di-share ke media Televisi.
Secara umum ada dua bagian penting yang mendasari keperluan website hilal, yaitu:
1. membangun webserver sebagai sistem yang mengatur lalu lintas akses
website hilal
2. membangun halaman website yang langsung berhubungan dengan
masyarakat
3. Koneksi webserver pada jaringan intra-net atau ekstra-net menjadi bagian
khusus tersendiri karena menyangkut policy penggunaan koneksi komunikasi
nasional dan internasional.
Webserver memiliki peran penting karena halaman website berjalan di atas sistem ini.
Kehandalan perangkat keras dan kelancaran akses menjadi perhatian penting. Tes awal
webserver dilakukan pada mesin komputer biasa untuk kantor/pribadi, bukan mesin sekelas
server. Tes awal ini berlangsung dengan baik, yang ditunjukkan oleh Gambar 4.4 berikut ini.
38. 27
Gambar 4.4. Tes kehandalan web server dan tahap awal halaman website
hilal.
Atas: tes untuk streaming file simulasi; bawah: tes pengamatan langsung.
39. 28
Pembangunan website hilal mempertimbangkan beberapa hal, yakni:
Penyampaian informasi secara utuh kepada masyarakat tanpa pretensi keberpihakan pada
perbedaan yang terjadi ditengah masyarakat.
Jaminan kebenaran penyampaian informasi sebagaimana adanya di lapangan.
Memberikan informasi hilal yang dapat dipergunakan oleh pihak berwenang atau otoritas
dalam pengambilan keputusan
Tidak memberikan keputusan apapun atas informasi yang disampaikan karena memang
bukan kewenangan atau otoritasnya
Menyebarluaskan penggunaan sistem informasi hilal kepada masyarakat sebagai wahana
pembelajaran
Perangkat lunak yang digunakan pada webserver dan website adalah non-komersial.
Perangkat lunak pendukung sistem informasi ada yang berupa perangkat komersial. Perangkat
lunak untuk webserver adalah keluarga FreeBSD, sedangkan untuk website adalah Wordpress
dan Joomla! Perangkat komersial pada sistem informasi adalah untuk keperluan streaming server
dan produksi streaming yang dikirim dari lokasi pengamatan ke streaming server. Keduanya
keluaran perusahaan yang mengusung merk dagang: “Real”.
Update website dilakukan secara berkala. Update sangat intens dilakukan saat
pengamatan langsung hilal pada awal Ramadhan dan awal Syawal. Pada beberapa momen
astronomi, misalnya gerhana atau hilal selain Ramadhan dan Syawal, juga dilakukan update
halaman website.
Prosedur pengoperasian Standar
Adapun tahapan dalam melakukan transmisi data melalui sistem Teknologi dan informasi
yang dibangun dapat dilihat di lampiran yang disertakan.
40. 29
4.4 Penggunaan dan Isi Website
Beberapa hal yang berperan penting pada kehandalan website:
Kemudahan akses bagi publik
Pemutakhiran informasi yang terkandung di dalam website
Cepat-tanggap pada perubahan yang sedang berlangsung, khususnya saat
tayang-langsung hilal
Mekanisme arsip yang baik
Setelah menimbang berbagai hal, maka ditetapkan bahwa website hilal menginduk pada
website Observatorium Bosscha, dengan tetap memberikan peluang bagi institusi yang
berwenang/berkepentingan untuk melakukan mirror atau clone terhadap website ini. Website
hilal ditetapkan dengan alamat: http://bosscha.itb.ac.id/hilal/ dengan halaman awal ditunjukkan
pada Gambar 4.5. Website ini menggunakan perangkat lunak Joomla! yang dapat diperoleh
secara percuma. Pada awalnya diperlukan jasa webmaster untuk membangun halaman-halaman
website ini sebagai master bagi pengembangan lebih lanjut. Selanjutnya halaman-halaman pada
website ini diatur dan dibenahi mengikuti perkembangan yang ada dan diperlukan.
Bagian-bagian utama pada website hilal ini meliputi:
halaman Serambi/awal
Informasi
Simulasi
Tayang-langsung
dan Arsip.
Halaman Serambi merupakan pembuka yang memberikan gambaran umum tentang
website ini (Gambar 4.5). Halaman Informasi berperan untuk memberikan penjelasan sedikit
lebih rinci tentang peran dan batasan website ini kepada publik (Gambar 4.6). Halaman
informasi ini berisi juga bahasan tentang sistem informasi yang dapat di-download secara
percuma bagi publik yang ingin membangunnya.
42. 31
Halaman Simulasi berisi tentang simulasi saat menjelang Matahari terbenam di sekitar
ufuk barat bagi lokasi pengamatan tertentu yang ditetapkan (Gambar 4.7). Simulasi ini dibuat
dengan menggunakan perangkat lunak Stellarium (http://www.stellarium.org) yang dapat
diperoleh secara cuma-cuma. Prosesnya tidak langsung karena diselipkan juga informasi waktu
lokal dan nama tempat pengamatan, serta besar medan pandang (Gambar 4). Dari simulasi ini
diharapkan bahwa publik mendapatkan informasi dengan lebih baik tentang proses Matahari
terbenam dan posisi Bulan saat tersebut, untuk lokasi pengamatan tertentu yang ditetapkan.
Halaman Tayang-langsung menjadi halaman utama saat penyebarluasan informasi hilal
secara langsung dari lokasi-lokasi pengamatan yang ditetapkan untuk awal Ramadhan dan
Syawal 1429 H. Lokasi pengamatan tersebut adalah (dari Barat ke Timur): Lhoknga-NAD,
Observatorium Bosscha-JaBar, Pelabuhan Ratu-JaBar (hanya Syawal 1429 H dan tidak tayang-
langsung), Semarang-JaTeng, Tanjung Kodok-JaTim, Condrodipo-JaTim (hanya Syawal 1429
H), Makassar-SulSel, dan Kupang-NTT. Masing-masing lokasi disediakan halaman websitenya
sendiri, seperti pada Gambar 5. Satu set halaman ini meliputi halaman untuk tayangan “Live”,
“Simulasi”, dan pada beberapa lokasi terdapat juga “Panorama”. Pada bagian samping kanan
kotak tayangan (Real Player) disediakan informasi terkini saat pengamatan berlangsung di lokasi
tsb, yang biasanya berisi tentang informasi cuaca lokal dan hal yang berkaitan dengan peralatan.
Saat tayangan langsung tsb, proses pemutakhiran halaman untuk setiap lokasi menjadi mendesak
harus ditangani segera karena sangat vital dalam publikasi kepada masyarakat, khususnya bagi
pengambil keputusan di institusi yang berwenang (Departemen Agama).
43. 32
Gambar 4.7. Halaman Simulasi website hilal.
Berikut ini adalah contoh simulasi untuk Lhoknga-NAD (kiri) dan Kupang (kanan) pada 29 Sep.
08 yang dibuat dengan menggunakan program stellarium (Gambar 4.8) dan Contoh halaman
“Live” Tayang-langsung untuk Makassar (Gambar 4.9).
Gambar 4.8 Contoh simulasi untuk Lhoknga-NAD dan Kupang .
44. 33
Gambar 4.9. Contoh halaman “Live” Tayang-langsung untuk Makassar.
Halaman Arsip saat ini memuat hasil pengamatan awal Ramadhan dan Syawal 1429 H (Gambar
4.9 dan 4.10).
47. 36
4.5. Maintenance Website
Mengacu pada koridor gerak dan tugas website informasi hilal, maka perawatan dan
pemutakhiran isi website mutlak dilakukan. Website ini dimaksudkan tidak hanya untuk
tayangan langsung hilal dari lokasi-lokasi pengamatan yang tersebar di tanah air, juga menjadi
tempat kumpulan data hilal (setidaknya dari lokai-lokasi tersebut) yang selanjutnya dapat
dipergunakan untuk kepentingan yang lebih mendasar.
Setiap bulan dapat dilakukan pengamatan hilal dari lokasi yang peralatan pengamatan
untuk itu tersedia memadai. Apabila hal ini dilakukan secara berkesinambungan, maka akan
banyak data pengamatan yang diperoleh. Selain itu praktik pengamatan hilal di lokasi-lokasi
pengamatan dapat berlangsung dengan tidak mengandalkan momen awal Ramadhan dan Syawal
saja.
Untuk mengakomodasi data pengamatan, pada website hilal diperlukan penanganan
khusus tentang arsip data, khususnya apabila sudah besar. Penanganan ini tidak sederhana
mengingat biasanya rekaman tayangan hilal memuat data yang cukup besar. Data ini kelak
menjadi bahan kajian penting ketika studi tentang visibilitas hilal dilakukan dengan
menggunakan data ini.
Website hilal telah dapat menjadi salah satu informasi yang dipertimbangkan dalam
pengambilan keputusan awal Ramadhan dan Syawal 1429 H yang lalu. Website ini masih perlu
banyak perbaikan dan kehandalannya sangat bergantung pada berbagai jaringan informasi di
tanah air, khususnya saat tayangan langsung dilakukan dari berbagai lokasi di tanah air.
Maintenance dan database yang baik dan handal menjadi pertimbangan yang penting di
masa depan, khususnya saat masyarakat sudah dapat melakukan pengamatan hilal secara mandiri
dengan mengikuti platform yang tersedia, yang dapat di-download secara percuma, dari website
hilal ini. Semoga ini menjadi salah satu proses pembelajaran publik yang baik mengenai hilal.
4.6. Standard Operating Procedure
Dalam proses Pengamatan Rukyat On Line Departemen Komunikasi dan Informatika –
Bosscha ITB, beberapa standar prosedur operasional yang digunakan meliputi penggunaan
perangkat astronomi dan perangkat IT.
48. 37
4.6.1. Perangkat Astronomi
Adapun prosedur penggunaan perangkat astronomi dimulai dari
A. Persiapan Pengamatan;
- Pasang tripod, gunakan waterpass untuk memastikan kedataran bidang mounting
- Pasang half pillar
- Pasang mounting
o Atur sumbu mounting sesuai dengan lintang tempat pengamatan
o Pastikan mounting sudah menghadap arak kutub langit
o Pasang counterweight
o Pastikan klem gerak deklinasi dan sudut jam tidak terkunci
o Pasang Handset (stabook) pada tempatnya.
- Pasang teleskop
o Atur sedemikian sehingga setimbang dalam arah deklinasi dan sudut jam
o Pastikan teleskop mengarah ke timur
o Pasang filter matahari
- Pasang sumber arus, pastikan terpasang dengan benar untuk menghindari kontak
terlepas saat pengamatan berlangsung
B. Setting peralatan pengamatan (teleskop);
- Nyalakan power yang terdapat di mounting teleskop
- Atur waktu dan lintang-bujur sesuai dengan lokasi pengamatan
o Informasi Waktu dan Lintang-Bujur sesuai data yang diperoleh dari GPS
o Simpan informasi yang telah dimasukkan
- Arahkan teleskop ke Matahari (Teleskop akan bergerak secara otomatis ke matahari)
o Pastikan Filter telah terpasang dengan benar
o Letakkan matahari di tengah medan pandang eyepiece
49. 38
o Lakukan Alignment
- Arahkan teleskop ke Posisi Bulan
- Arahkan teleskop ke planet vebus /merkurius
- Arahkan teleskop ke Matahari
o Pastikan Filter telah terpasang dengan benar
o Letakkan matahari di tengah medan pandang eyepiece
o Pasang Kamera dan atur sehingga matahari berada di tengah medan pandang
kamera
o Lakukan Alignment dan rekam image matahri yang diperoleh
o Biarkan teleskop selama 10 menit untuk mengikuti pergerakan matahari
(tracking)
o Ulangi proses alignment jika matahari keluar dari medan pandang kamera
- Teleskop Siap digunakan untuk rukyat hilal
4.6.2. Perangkat IT
A. Sistem Minimum yang dibutuhkan
Tabel 4.4. Spesifikasi Minimum Perangkat IT
Windows Requirements
Requirement Minimum Recommended
CPU 400 MHz 800+ MHz
RAM 32 MB (file to file encoding)
96 MB (live broadcasting)
256 MB
Operating System Windows NT 4, SP 6
Windows 2000
Windows ME
Windows 98 SE/XP
Windows NT 4, SP 6
Windows 2000
50. 39
Hard Disk space (software) 20 MB
Hard Disk space (data) 500 MB 1 GB
Color Display 16-bit 24-bit (TrueColor)
Sound Card 16-bit sound card or better
Linux Requirements
Requirement Minimum Recommended
Version Linux 2.2 and 2.4 with glibc 2.1 or greater
CPU 400 MHz 800+ MHz
RAM 32 MB (file to file encoding)
96 MB (live broadcasting)
256 MB
Hard Disk space (software) 20 MB
Hard Disk space (data) 500 MB 1 GB
B. Installer Producer
Install helix producer 10, dapat di download di http://www.soi.itb.ac.id/source/producer10.exe
dan http://www.soi.itb.ac.id/source/serial.txt
C. Cara Mengirimkan Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan (Sources) dari masing-masing lokasi pengamatan akan distreaming ke lokasi
streaming server, kemudian diakses oleh pengguna.
51. 40
Gambar 4.12. Cara mengirim File dari Sumber Pengamatan ke Server
Sources dapat berupa file media atau live audio/video. Karena yang akan di stream berupa live
video maka untuk source yang berupa file akan kita abaikan. Berikut cara- cara menggunakan
live video/audio sebagai input :
I. Cara mengirimkan stream:
Sebelumnya, jika anda menggunakan firewall dari suatu antivirus sebaiknya firewall
tersebut di disable.
a) Jalankan aplikasi producer
b) Di kolom Devices -> Video, pilih devais capture (yang dilingkari dengan warna
merah) yg ada, yaitu yg sesuai dengan driver videocapture yg telah terinstallasi
Gambar 4.13. Jendela Setting Video Device Capture
52. 41
c) Di bagian job, double-click "Untitled 1", akan muncul dialog-box yg
menspesifikasikan kualitas, banyaknya, dan jenis stream(s) yg akan dibuat.
Gambar 4.14. Jendela Dialog-Box Kualitas dan Jenis Streaming
Audio mode : untuk pengamatan langit saja tak memerlukan audio maka select 'No
Audio'.
Video mode : untuk objek yg relatif tidak banyak pergerakan/perubahan per detiknya,
select 'Sharpest Image'.
Video Codec: default adalah menggunakan format 'RealVideo10', tapi codec ini butuh
cpu+ram yg cukup tinggi, bila setelah pengamatan ternyata cpu tidak
mampu/overload, pilih jenis codec yg lebih rendah, misalnya 'RealVideo 9'.
Pada kedua kolom bawah, akan menunjukkan stream yg akan dikerjakan 'Audience in
job' (sebelah kanan), dan pilihan stream-stream yg ada 'Templates' (sebelah kiri). silakan
pilih yg diinginkan dengan menggunakan del (keyboard) dan tombol '=>". Jika
53. 42
menggunakan koneksi dari ASTI-NET gunakan yang 56k Dial-Up dan 128k Dual-ISDN.
Jika menggunakan Telkomsel Flash gunakan 28k Dial-Up dan 56k Dial-Up.
Gambar 4.15. Jendela Setting Stream pada Audience in Job
d) Menspesifikasi tujuan hasil encoding
Pengiriman dengan account-based login
File->Add Server Destination, akan muncul kotak dialog :
54. 43
Gambar 4.16. Jendela Setting Server Destination
Destination name:
Password: masukkan „hilal' masukkan nama template(bebas), misal
'pengamatan1'
Stream name: masukkan nama file dari hasil encoding yg akan muncul
di server, yang nantinya akan dijadikan bagian dalam url yang untuk
diakses oleh calon pemirsa, misalnya 'hilal-<namakota>.rm'
Broadcast method: pilih 'Push, Account-Based Login (Helix Server)'
Server address: masukkan 'rbn.itb.ac.id'
Port/Port range: masukkan '8080'
Username: masukkan 'hilal'
55. 44
e) Mulai proses encoding, dengan menekan tombol “Encode”.
f) Opsi pemantauan proses (log proses) dapat dilihat di tombol kaca-pembesar
(dilingkari dengan warna merah), ini berguna untuk troubleshooting.
Gambar 4.17. Jendela pemantau proses untuk troubleshooting
g) Opsi untuk menghemat resource di komputer producer, dapat dinon-aktifkan
View->Input/Output Audio/Video
II. Trouble shooting
Ketika proses Encoding dimulai, log proses yang sedang terjadi harap selalu
diperhatikan. Contoh log proses adalah sebagai berikut :
56. 45
Gambar 4.18. Jendela Log Proses pada saat encoding dimulai
Setelah beberapa saat setelah process encoding di log process tersebut seharusnya muncul
baris “Numbers of Packets received by receiver = …”. Baris ini menunjukkan jumlah
paket data yang diterima oleh server. Jika nilai dari baris tersebut “0” maka tidak ada
paket data yang diterima oleh server dari real producer tersebut. Hal ini dimungkinkan
karena adanya kesalahan penggunaan IP address pada konfigurasi real producer. Untuk
mengeceknya, buka File -> Add Server Destination, lalu klik tombol „Advanced Options
‟ yang berada di paling bawah.
Pastikan „Listen address‟ sama dengan IP address yang anda gunakan. Jika konfigurasi
tersebut sudah benar, maka mulai lagi process encoding. Jika terjadi banyak packet loss
seperti yang ditunjukkan dengan “Number of packets loss” berarti jaringan di tempat
anda bermasalah atau karena bit rate yang anda pilih di “Audience in job” terlalu besar.
Kalau hal ini terjadi kurangi bit rate anda. Untuk mengetahui throughput jarigan anda ke
server rbn.itb.ac.id, anda dapat mengetesnya melalui iperf.
57. 46
Gambar 4.19. Jendela untuk mengetahui throughput jaringan ke server
III. Cara melihat streaming
a) Jalankan aplikasi Real Player
b) buka URL dari server
File -> Open: masukkan 'rtsp://rbn.itb.ac.id/broadcast/hilal-<namakota>.rm'
IV. Cara men-start-up player dari browser
a) Buka web browser
b) Masukkan URL 'http://rbn.itb.ac.id:8080/ramgen/broadcast/hilal-<namakota>.rm'
Untuk kota semarang: http://rbn.itb.ac.id:8080/ramgen/broadcast/hilal-
semarang.rm
58. 47
BAB V
PELAKSANAAN RUKYAT DAN SIDANG ISBAT
5.1. Pemilihan Lokasi Rukyat
Pada dasarnya rukyat hilal dapat dilaksanakan disetiap tempat yang mempunyai arah
pandang luas ke arah terbenam matahari. Namun di Indonesia umumnya rukyat hilal
dilaksanakan di tepi pantai. Dalam menentukan lokasi rukyat hilal untuk keperluan studi ini
ditentukan berdasarkan:
- Keterwakilan Wilayah
- Kesiapan Lokasi
- Cuaca
5.1.1. Keterwakilan Wilayah
Dalam program ini sangat penting mengingat wilayah hukum negara Indonesia
membentang dari sabang sampai merauke yang mencakup tiga wilayah waktu. Disamping itu
dalam menetapkan penanggalan hijriyyah Indonesia menerapkan kesatuan wilayah hukum (satu
matla‟) dimana kesaksian hilal dilaporkan mempunyai implikasi hukum bagi seluruh wilayah
Indonesia. Oleh karenanya pengamatan secara online tersebut dilaksanakan dibeberapa tempat
yang dapat mewakili luasnya wilayah negara Indonesia.
5.1.2. Kesiapan Lokasi
Dalam hal sumber daya manusia, perangkat rukyat dan ketersediaan fasilitas jaringan
komunikasi merupakan salah satu faktor penunjang dalam keberhasilan pelaksanaan rukyat
online . Lokasi yang telah mempunyai sumber daya manusia dan perangkat rukyat tentu lebih
diutamakan karena memungkinkan untuk transfer pengetahuan (pembelajaran) dalam
memnggunakan perangkat rukyat otomatis. Meski demikian, ketersediaan jaringan komunikasi
merupakan hal mutlak yang harus ada disetiap lokasi. Oleh karenanya, dalam pelaksanaan rukyat
online tersebut diperlukan kerjasama dengan penyedian jaringan komunikasi seperti TELKOM
dan TELKOMSEL.
59. 48
Gambar 5.1 kondisi Awan dikepulauan Indonesia relatif terhadap kupang
5.1.3. Cuaca
Cuaca merupakan faktor alam yang harus dipertimbangkan dalam memilih lokasi. Meski
lokasi tersebut mempunyai SDM yang cukup, dan perangkat rukyat yang memadai namun cuaca
yang buruk maka adanya ksaksian rukyat hilal tidak dapat diharapkan ada dari lokasi tersebut.
Oleh karenanya, lokasi rukyat berdasar cuaca ditentukan melalui dua cara yaitu; 1. Melalui data
cuaca rata-rata seperti yang ditunjukkan pada gambar xxx, dan 2. Adanya kesaksian rukyat hilal
dari lokasi tersebut. Adanya kesaksian rukyat hilal menunjukkan adanya kondisi atmosefr yang
unik bagi daerah tersebut disamping itu juga dimaksudkan antara lain untuk mengantisipasi
adanya kesaksian hilal yang dapat menimbulkan masalah.
Bedasar kriteria tersebut ditentukan lokasi pengamatan sebagaimana yang ditunjukkan
pada gambar 5.2 berikut:
Gambar 5.2.Penetapan 7 (tujuh) lokasi rukyat online.
60. 49
Adapun 7 (tujuh) lokasi rukyat online meliputi Aceh (Jaringan VSAT), Bandung,
Semarang, Tanjung kodok, Gresik dan Makassar (Jaringan Astinet) dan Kupang (Jaringan
VSAT). Dalam pelaksanaan rukyatnya, setiap lokasi terdapat beberapa tim peneliti yang terdiri
dari unsur tenaga Astronomi yang bertugas mengoperasikan perangkat rukyat dan Teknologi
Informasi yang bertanggung jawab terhadap permasalahan komunikasi (broadcasting data).
5.2. Rukyat Awal Ramadhan dan Sidang Isbat
Rukyat penentu awal Ramadhan 1429H dilaksanakan pada tanggal 29 sya‟ban 1429 yang
bertepatan dengan tanggal 31 Agustus 2009. Dimana posisi astronomi bulan ketika matahari
tenggelam pada tanggal 31 Agustus 2008 (akhir Sya‟ban 1429 H) adalah sbb:
Tabel 5.1. Posisi astronomi bulan pada akhir Sya‟ban 1429 H
Lokasi
Pengamatan
Akhir Sya’ban 1429H
Aceh
Tinggi Hilal : 4d 23m 27s
Elongasi : 7d 58m 29s
Umur Bulan : 15Jam 47menit
Bandung
Tinggi Hilal : 4d 06m 56s
Elongasi : 7d 24m 19s
Umur bulan : 14Jam 56menit
Semarang
Tinggi Hilal : 4d 49m 48s
Elong : 7d 16m 47s
Umur Bulan : 14Jam 41menit
Surabaya
TInggi HIlal : 4d 57m 29s
Elongasi : 7d 12m 11s
Umur Bulan : 14jam 32menit
Kupang
Tinggi hilal : 4d 49m 27s
Elongasi : 6d 47m 12s
Umur Bulan 13jam 46menit
Makassar
Tinggi Hilal : 4d 37m 26s
Elongasi : 7d 00m 00s
Umur Bulan : 14jam 5menit
Dari posisi yang ditunjukkan pada tabel tersebut dapat diprediksi bahwa hilal sekalipun
sudah terbentuk namun sulit untuk dirukyat meski demikian tetap mempunyai kemungkinan
untuk dapat dilihat. Disamping itu posisi hilal pada tanggal 29 syaban 1429H 5 sudah memenuhi
61. 50
kriteria awal bulan hijriyah yang digunakan departemen agama RI yaitu Tinggi hilal diatas 2
derajat, elongasi minimal 3 derajat dan usia bulan lebih dari 8 jam.
Pengamatan secara online dilaksanakan selama dua hari yaitu pada tanggal 31 Agustus
2009 dan 1 September 2009 . Tim berangkat pada tanggal H-1 dan melakukan pengamatan
hingga H+2 dimana H merupakan tanggal 29 Hijriyyah. Pengamatan 2 hari tersebut disamping
untuk memenuhi ketentuan syar‟i yang menjadi dasar penetapan awal bulan hijriyyah oleh
Departemen Agama juga untuk melihat stabilitas sistem rukyat yang dibuat.
Hasil dari pelaksanaan rukyat hilal pada tanggal 31 Agustus 2008 dan 1 September 2008
dapat disarikan seperti dalam tabel berikut:
Tabel 5.2. Kondisi Cuaca Pada Lokasi Pengamatan Awal Ramadhan 1429H
Kota Hari I Hari II
Banda
Aceh
Mendung, berawan
Ada kerusakan pada mounting teleskop
Jaringan Komunikasi belum maksimal
Mendung, berawan
Bandung Mendung, berawan, dan gerimis
Peralatan tidak dapat terpasang dengan
baik.
Jaringan komunkasi lancar
Mendung, berawan
Semarang Mendung, berawan
Peralatan rusak akibat petir
Mendung, berawan
Lamongan Mendung, berawan
Peralatan bekerja normal
Mendung, berawan
Makassar Mendung, berawan
Peralatan bekerja normal
Berawan sebagian,
Berhasil,
Kupang Mendung, berawan
Peralatan bekerja normal
Jaringan Komunikasi belum maksimal
Berhasil, peralatan berjalan
normal
Sidang Isbat dilaksanakan oleh Departemen Agama RI pada tanggal 29 ramadhan 1429H
dengan menunggu hasil pelaksanaan rukyat dari seluruh wilyaha Indonesia. Hal ini karena
62. 51
pemerintahan Indonesia menggunakan paham kesatuan wilayah hukum (satu matla‟) dalam
penerapan penanggalan Hijriyyah.
Dalam Sidang isbat tersebut ditayangkan secara live pelaksanaan rukyat dari n titik
tersebut. Dari penayangan tersebut dapat dilihat adanya gangguan dari Aceh dan Kupang. Hal ini
disebabkan karena padatnya jalur komunikasi yang telah disiapkan oleh PT. TELKOM akibat
tingginya pemakaian untuk menyampaikan ungkapan selamat Puasa Ramadhan.
Setelah mendengar kesaksian dari perbagai pelaksana rukyat di lapangan baik yang
dilakukan oleh pemerintah maupun oleh organisasi massa, Menteri Agama menetapkan awal
puasa Ramadhan bertepatan dengan tanggal 1 September 2008.Hal ini didasarkan pada kesaksian
rukyat hilal yang dilaporkan dari beberapa lokasi, antara lain dari POS Pengamatan Bulan
Pelabuhan Ratu dan Bukit Condrodipo Gresik.
5.3. Rukyat Awal Syawal dan Sidang Isbat
Dengan ditetapkannya 1 Ramdhan 1429H bertepatan dengan 1 September 2007
berimplikasi pada pelaksanaan rukyat syar‟i penentu awal syawal 1429H bertepatan dengan
tanggal 29 September 2008. Dari data astronomi, posisi hilal pada tanggal 29 September tersebut
berada di bawah ufuk (lihat Tabel posisi Hilal) dimana bulan tenggelam terlebih dahulu
dibandingkan dengan matahari padahal konjungsi/ijtima‟ terjadi sebelum matahari tenggelam.
Dari data posisi hilal tersebut pada dasarnya sudah dapat dipastikan bahwa hilal tidak
mungkin terlihat dengan menggunakan peralatan apapun juga. Bahkan hilal dapat dikatakan
belum wujud. Dengan menimbang hal tersebut dapat dipastikan 1 Ramadhan bertepat dengan 1
Oktober 2008 karena dilakukannhya istikmal (penggenapan menjadi 30 hari) pada bulan
Ramadhan 1429H. Meski demikian, dari beberpa perhitungan dengan menggunakan beberapa
metode yang terdapat pada beberapa buku Ilmu Falak diperoleh hasil diatas 2 derajat. Hal ini
tentu saja membuat kekuatiran jika pada tanggal 29 September terdapat kesaksian rukyat. Oleh
karenanya, kegiatan rukyat pada tanggal 29 Ramadhan tersebut lebih ditujukan untuk
menunjukkan bahwa hilal memang tidak dapat dilihat.
63. 52
Lokasi yang dipergunakan untuk melaksanakan rukyat penentu awal syawal 1429 H
ditambah 1 posisi lagi yaitu bukit condrodipo gresik. Pengamatan dari bukit condrodipo gresik
tersebut didukung oleh pemerintahan kabupaten gresik setempat. Dukungan dari pemerintah
daerah terhadap program rukyat online tersebut merupakan sebuah bentuk kerja sama yang dapat
dikembangkan dengan pemerintah daerah yang lainnya.
Berikut ini adalah Tabel posisi astronomi bulan ketika matahari tenggelam pada tanggal
Akhir Ramadhan 1429H pada masing-masing lokasi pengamatan;
Tabel 5.3. Posisi astronomi bulan pada akhir Ramadhan 1429H
Lokasi Pengamatan Akhir Ramadhan 1429H
Aceh
Tinggi Hilal :-1d 43m 07s
Elongasi : 4d 29m 09s
Umur Bulan : 3H 19M
Bandung
Tinggi Hilal18s :-2d 14m
Elong : 4d 13m 19s
Umur Bulan : 2H 37M
Semarang
Tinggi Hilal :-1d 22m 05s
Elongasi : 4d 12m 16s
Umur Bulan : 2H 22M
Surabaya & Tanjung Kodok
Tinggi Hilal: -1d 13m 55s
Elongasi : 4d 11m 54s
Umur Bulan : 2H 13M
Kupang
Tinggi Hilal: -1d 20m 28s
Elongasi : 4d 07m 22s
Umur Bulan : 1H 29M
Makassar
Tinggi Hilal: -1d 35m 15s
Elongasi : 4d 12m 19s
Umur Bulan : 1H 45M
64. 53
Tim Kupang berangkat lebih awal untuk melaksanakan survey lokasi dan mempersiapkan
pelaksanaan rukyat hilal lebih baik dari sebelumnya, khususnya mngnai permasalahan jaringan
komunikasi. Sedangkan Tim rukyat lainnya berangkat sesuai dengan jadwal, yaitu H-1.
Secara umum pelaksanaan rukyat hilal penentu awal syawal berlangsung dengan lancar
meski cuaca di beberapa tempat mengalami mendung yang mengakibatkan matahari tidak
terlihat. Hasil dari pelaksanaan rukyat penentu awal syawal 1429H dari ke tujuh lokasi dapat
dirangkum sebagai berikut.
Tabel 5.4. Kondisi Cuaca Pada Lokasi Pengamatan Akhir Ramadhan 1429H
Kota Hari I Hari II
Banda
Aceh
Berawan, Hujan Mendung, berawan
Bandung Mendung, dan tidak terlihat Mendung, berawan
Semarang Berawan sebagian, matahari tenggelam
tidak terlihat
- Cerah namun berubah
menjadi mendung ketika
matahari tenggelam
- sistem berjalan normal
Lamongan Mendung, Mendung, berawan
Makassar Mendung dan tidak berhasil merukyat
keberadaan hilal.
Berawan sebagian,
Berhasil merukyat
Kupang Cerah, namun terdapat awan yang
menutupi kenampakan matahari
Berhasil
peralatan berjalan normal
Sidang Isbat awal syawal dilaksanakan pada tanggal 29 Ramadhan 1429H di Kantor
kementerian Departemen Agama RI. Selama sidang isbat dilangsungkan wawancara online oleh
TVRI pusat yang berada di kantor Departemen agama. Keberadaan TVRI tersebut menjadikan
masyarakat dapat turut srt mengetahui kondii pengamaan yang dilakukan di 7 pengamatan online
dan beberapa tempat lainnya.
65. 54
Dari pelaksanaan Sidang isbat penentu awal syawal ditetapan hilal belum masuk tanggal
untuk seluruh Indonesia. Hal tersebut megakibatkan pelaksanaan puasa awal ramadhan 1429H
dilakukan istikmal atau penggenapan menjadi 30 hari.
66. 55
BAB VI
PENUTUP
Kegiatan rukyat online yang dilaksanakan pada tanggal 31 Agustus 2008 untuk
menentukan awal ramadhan dan 29 September 2008 menunjukkan sistem yang dibuat sudah
cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan keberhasilan sistem melakukan pointing dan tracking
serta merekam kemunculan hilal di beberapa titik pengamatan khususnya kupang. Pointing,
Tracking dan recording merupakan fasilitas yang harus dimiliki oleh sistem rukyat saat ini. Hal
ini disebabkan keberadaan hilal hanya dapat dikenali sesaat setelah matahari tenggelam. Oleh
karenanya kemampuan pointing teleskop rukyat sangatlah penting.
Meski demikian, sistem yang dibangun bukan tanpa kekurangan. Kebergantungan
sistemterhadap jaringan komunikasi nirkabel dibeberapa titik pengamatan mengakibatkan
ganguan dalam hal streaming. Disamping itu kemampuan sistem untuk melayani clien dalam
waktu yang bersamaan juga merupakan keterbatasan yang perlu dicari solusinya. Program Sihiru
ini sudah mulai dikenal oleh masyarakat. Oleh karenanya, kontinuitas program ini perlu dijaga.
Oleh karenanya perlu dibentuk sebuah forum yang mempunyai keanggotaan mengikat dalam
jangka waktu ttentu sehingga program Sihiru dapat berjalan dengan arah dan pengembangan
yang lebih baik.
5.1. Kesimpulan Hasil Survey Lapangan
Dari survey lapangan yang dilakukan dapt ditarik kesimpulan sbb:
Kerjasama pengamatan hilal yang dilakukan Depkominfo, Depag, dan ITB Bosscha
merupakan langkah positip dalam meningkatkan pemahaman masyarakat, khususnya
umat muslim terhadap proses pengamatan hilal yang dibantu alat teknologi informasi.
Melalui teknologi digital yang diaplikasikan dalam bentuk siaran video streaming dari
titik pengamatan hilal, masyarakat dapat secara langsung mengikuti proses pengamatan
hilal lewat internet.
Validitas data dan fakta yang tersaji melalui siaran online internet serta media
elektronik akan lebih akurat untuk menjadi bahan pertimbangan masyarakat
67. 56
dalam menentukan awal hari-hari besar Islam. Disinilah peran teknologi informasi
dalam membantu pengamatan hilal dibutuhkan.
Peran Depkominfo cukup strategis untuk membantu dukungan data secara
elektronis dan online yang dibutuhkan oleh Departemen Agama dalam
menentukan penetapan awal Ramadhan dan Syawal, serta hari-hari besar Islam
lainnya. Kerjasama ke tiga instansi (Depkominfo, Depag dan ITB Bosscha) dalam
pengamatan hilal sangat baik dan dibutuhkan untuk mengupayakan suatu
persamaan persepsi dikalangan umat muslim melalui dukungan data serta fakta
yang akurat.
5.2. Intisari Kegiatan
Secara umum dari kegitan yang telah dilakukan dapat disarikan sbb:
Penggunaan teropong digital sebagai pemanfaatan TIK dapat memberikan tingkat
ketepatan dalam rukyat dan dapat memperkecil perbedaan pendapat penentuan awal
Ramadhan dan Syawal.Teknologi ini tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Kedepan, perlu sosialisasi pemanfaatan teropong digital untuk keperluan pengamatan
hilal, serta lebih ditingkatkannya upaya diseminasi informasi tentang hisab dan rukyat
dengan melibatkan media massa, baik media cetak maupun elektronik serta media
baru (internet).
Faktor-faktor, masih terdapatnya perbedaan menentukan awal hari-hari besar Islam
disebabkan oleh sistem atau metode penghitungan yang digunakan masih berbeda
dikalangan ormas Islam. Tiap ormas Islam memiliki cara perhitungan hisab dan
rukyat yang khas, meskipun pada dasarnya sama. Dalam hal ini, sikap masyarakat
(umat muslim) sebaiknya mengikuti penentuan awal Ramadhan dan Syawal yang
ditetapkan pemerintah sebagai Ulil Amri.
Solusi terbaik ke depan, pemerintah diharapkan lebih pro aktif untuk mengadakan
pendekatan terhadap dua organisasi Islam terbesar (NU dan Muhammadiyah) guna
meminimalisir kemungkinan munculnya perbedaan dalam setiap penentuan awal hari-
68. 57
hari besar Islam. Pengaruh kedua organisasi besar Islam dalam masyarakat sangat
kuat, karena memang jumlah pengikutnya merupakan yang terbesar diantara ormas-
ormas Islam lainnya.
Mengenai penyatuan penentuan 1 Ramadhan dan 1 Syawal sangat tergantung pada
umatnya. Dalam kaitan ini pemerintah melalui Departemen Agama telah berupaya,
melakukan kesepakatan dalam sidang yang dipimpin Menteri Agama. Oleh sebab itu
ke depan hal ini perlu dikoordinasikan lebih mantap lagi dengan berbagai instansi
terkait dan semua elemen umat Islam. Kerjasama antara Depag, Depkominfo dan ITB
Bosscha yang secara bersama-sama melakukan pengamatan hilal merupakan awal
yang sangat bagus, namun perlu lebih dimantapkan pelaksaaannya pada tahun yang
akan datang.
5.3. Rekomendasi
Oleh karenanya perlu disampaikan beberapa rekomendasi kepada pemerintah sbb:
1. Pemerintah seyogyanya selalu mengadakan pendekatan ke semua pihak, baik ormas-
ormas Islam, Kyai Khos maupun yang terkait lainnya untuk mencari titik temu dari
persoalan perbedaan yang muncul.
2. Dari sisi teknologi sebagai pendukung akurasi data dalam proses pengamatan hilal,
hendaknya Depkominfo selalu pro aktif mencari terobosan-terobosan melalui
pemanfaatan teknologi informasi yang lebih canggih dan akurat.
3. Pemerintah membangun kesepakatan dengan berbagai pihak dan unsur yang terkait
agar ditetapkan kriteria yang tepat, dan Ormas-ormas Islam diharapkan tidak tergesa-
gesa merilis pernyataan untuk menentukan awal Ramadhan maupun Syawal, karena
hal tersebut dapat membangkitkan suasana yang tidak kondusif.
Demikian kegiatan Studi Sistem Informasi Hisab dan Rukyat telah berlangsung dengan
baik. Kesempurnaan Sistem akan terus dilakukan lebih lanjut.
69. 58
DAFTAR PUSTAKA
1. Blanco, V.M. Basic Physic of the Solar System. Wessley Publish Company
2. Dershowitz, Weingold. E.M. Calendrical Calculation. Cambridge University, 1997
3. Durani, M.N. Royal Astronomy. Canada : Bull Soc, 1989
4. Hidayat, Syarmidi, Zulkaedy. Pengembangan Potensi dan Aset ITB di Kawasan
Observatorium Bosscha ITB. Lembang: Bosscha ITB.
5. Hornby, A.S. Readers Dictionary
6. Ilyas, M. A Modern Guide To Astronomical of Islamic Calendar Programe
7. Ilyas, M. Toward Implementational Islamic of Islamic Calendar. International Islamic of
Islam Variorum, 1955
8. Longman. Longman Dictionary of Contemporary English
9. Van de Hulst H.C. Light Scattering by sudl particles. New York: Dover Publication Inc.