2. Sumber asing terulis pertama dari Barat berasal dari catatan Tome Pires.
Dia menyebutkan tentang bagaimana kemapuan pelayaran dan
perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang Makassar. Dalam buku
Islamisasi kerajaan Gowa, Prof. DR. Ahmad M. Swang, M.A ( 2005; 72)
Tome Pires dalam perjalanannya dari Malaka ke Laut Jawa pada tahun 1513
telah menemukan orang-orang Makassar sebagai pelaut ulung. Keterangan
ini dianggap keterangan tertulis Barat yang tertua. Pires menyebutkan:
“Orang-orang Makassar telah berdagang sampai ke Malaka, Jawa, Borneo,
Negeri Siam dan juga semua tempat yang terdapat antara Pahang dan
Siam, dalam Prof. DR. Ahmad M. Swang, M.A ( 2005; 72)”
Sumber berita dari catatan Tome Pires mungkin lebih menitikberatkan
kepada sebuah kerajaan di Sulawesi belum resmi memeluk agama Islam,
karena secara resmi kedua raja dari Gowa dan Tallo memeluk agama Islam
pada tanggal 22 September 1605 M. Negeri tersebut kaya akan beras putih
dan juga bahan-bahan makanan lainnya, banyak daging dan juga banyak
kapur barus hitam. Mereka memasok barang dagangan dari luar, antara
lain jenis pakaian dari Cambay, Bengal, dan Keling. Mengingat jaringan
perdagangan dari Cina sudah lama, barang-barang berupa keramik juga
diimpor dan hal itu dapat dibuktikan dengan banyaknya temuan keramik
dari masa Dinasti Sung dan Ming dari daerah Sulawesi Selatan.
3. Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan
nama Bate Salapang (Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat kerajaan
Gowa: Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero
dan Kalili. Melalui berbagai cara, baik damai maupun paksaan, komunitas lainnya
bergabung untuk membentuk Kerajaan Gowa. Cerita dari pendahulu di Gowa
dimulai oleh Tumanurung sebagai pendiri Istana Gowa, tetapi tradisi Makassar
lain menyebutkan empat orang yang mendahului datangnya Tumanurung, dua
orang pertama adalah Batara Guru dan saudaranya
Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu kerajaan besar dan
paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini
berasal dari Suku Makassar yang berdiam di ujung selatan dan pesisir
barat Sulawesi. Wilayah kerajaan ini sekarang berada di bawah Kabupaten
Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya. Kerajaan ini memiliki raja yang
paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin, yang saat itu melakukan peperangan
yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOC yang dibantu
oleh Kerajaan Bone yang dikuasai oleh satu wangsa Suku Bugis dengan
rajanya Arung Palakka. Perang Makassar bukanlah perang antarsuku karena pihak
Gowa memiliki sekutu dari kalangan Bugis; demikian pula pihak Belanda-Bone
memiliki sekutu orang Makassar. Perang Makassar adalah perang terbesar VOC
yang pernah dilakukannya di abad ke-17.
4. Peta wilayah Kerajaan Gowa dan Tallo
Kerajaan Gowa dan Tallo lebih dikenal dengan sebutan
Kerajaan Makassar. Kerajaan ini terletak di daerah Sulawesi
Selatan. Makassar sebenarnya adalah ibukota Gowa yang
dulu disebut sebagai Ujungpandang. Secara geografis
Sulawesi Selatan memiliki posisi yang penting, karena dekat
dengan jalur pelayaran perdagangan Nusantara. Bahkan
daerah Makassar menjadi pusat persinggahan para
pedagang, baik yang berasal dari Indonesia bagian timur
maupun para pedagang yang berasal dari daerah Indonesia
bagian barat. Dengan letak seperti ini mengakibatkan
Kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan besar
dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara.
5. Sultan Alauddin dengan nama asli Karaeng Ma’towaya Tumamenanga
ri Agamanna. Ia merupakan Raja Gowa Tallo yang pertama kali
memeluk agama islam yang memerintah dari tahun 1591 –
1638. dibantu oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) bergelar Sultan
Abdullah.
Sultan Hasanuddin (lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12
Januari 1631 – meninggal diMakassar, Sulawesi Selatan, 12
Juni 1670 pada umur 39 tahun) adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan
nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi
Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Setelah
memeluk agama Islam, ia mendapat tambahan gelar Sultan
Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal
dengan Sultan Hasanuddin saja. Karena keberaniannya, ia dijuluki De
Haantjes van Het Oosten oleh Belandayang artinya Ayam Jantan/Jago
dari Benua Timur. Ia dimakamkan di Katangka, Makassar.
6. Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan
oleh Datuk Robandang/Dato’ Ri Bandang dari
Sumatera, sehingga pada abad 17 agama Islam
berkembang pesat di Sulawesi Selatan, bahkan raja
Makasar pun memeluk agama Islam. Raja Makasar yang
pertama memeluk agama Islam adalah Sultan
Alaudin. Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan
Makasar berkembang sebagai kerajaan maritim dan
berkembang pesat pada masa pemerintahan raja
Muhammad Said (1639 – 1653).
Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak
kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan
Hasannudin (1653 – 1669).
7. Pada masa pemerintahannya Makasar berhasil
memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan
menguasai daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah
yang dapat menunjang keperluan perdagangan Makasar. Ia
berhasil menguasai Ruwu, Wajo, Soppeng, dan
Bone.Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa
Tenggara Barat. Daerah kekuasaan Makasar luas, seluruh
jalur perdagangan di Indonesia Timur dapat dikuasainya.
Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti
kepada dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang
kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang
telah berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan antara
Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan
Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan Makasar. Dengan
kondisi tersebut maka timbul pertentangan antara Sultan
Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya
peperangan. Peperangan tersebut terjadi di daerah Maluku.
8. Dalam peperangan melawan VOC, Sultan
Hasannudin memimpin sendiri pasukannya untuk
memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku.
Akibatnya kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas
keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda
memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari
Timur. Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan
dengan Makasar yaitu dengan melakukan politik adu-
domba antara Makasar dengan kerajaan Bone (daerah
kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang
merasa dijajah oleh Makasar mengadakan persetujuan
kepada VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan
Makasar. Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu
dengan VOC untuk menghancurkan Makasar.
9. Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai
ibukota kerajaan Makasar. Dan secara terpaksa kerajaan Makasar harus
mengakui kekalahannya dan menandatangai perjanjian Bongaya tahun
1667 yang isinya tentu sangat merugikan kerajaan Makasar.
Isi dari perjanjian Bongaya antara lain:
a. VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makasar.
b. Belanda dapat mendirikan benteng di Makasar.
c. Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone
dan pulau-pulau di luar Makasar.
d. Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.
Walaupun perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan Makasar
terhadap Belanda tetap berlangsung. Bahkan pengganti dari Sultan
Hasannudin yaitu Mapasomba (putra Hasannudin) meneruskan
perlawanan melawan Belanda.Untuk menghadapi perlawanan rakyat
Makasar, Belanda mengerahkan pasukannya secara besar-besaran.
Akhirnya Belanda dapat menguasai sepenuhnya kerajaan Makasar, dan
Makasar mengalami kehancurannya.
10. Kerajaan Makasar merupakan kerajaan Maritim dan berkembang
sebagai pusat perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini
ditunjang oleh beberapa faktor :
letak yang strategis,
memiliki pelabuhan yang baik
jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 yang menyebabkan
banyak pedagang-pedagang yang pindah ke Indonesia Timur.
Sebagai pusat perdagangan Makasar berkembang sebagai
pelabuhan internasional dan banyak disinggahi oleh pedagang-
pedagang asing seperti Portugis, Inggris, Denmark dan sebagainya
yang datang untuk berdagang di Makasar.
Pelayaran dan perdagangan di Makasar diatur berdasarkan hukum
niaga yang disebut dengan ADE’ ALOPING LOPING BICARANNA
PABBALUE, sehingga dengan adanya hukum niaga tersebut, maka
perdagangan di Makasar menjadi teratur dan mengalami
perkembangan yang pesat.
Selain perdagangan, Makasar juga mengembangkan kegiatan
pertanian karena Makasar juga menguasai daerah-daerah yang
subur di bagian Timur Sulawesi Selatan.
11. Sebagai negara Maritim, maka sebagian besar masyarakat Makasar adalah
nelayan dan pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf
kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka yang merantau untuk
menambah kemakmuran hidupnya. Walaupun masyarakat Makasar
memiliki kebebasan untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan
hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan
norma adat yang mereka anggap sakral. Norma kehidupan masyarakat
Makasar diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang
disebut PANGADAKKANG. Dan masyarakat Makasar sangat percaya
terhadap norma-norma tersebut.Di samping norma tersebut, masyarakat
Makasar juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas yang
merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut
dengan “Anakarung/Karaeng”, sedangkan rakyat kebanyakan disebut “to
Maradeka” dan masyarakat lapisan bawah yaitu para hamba-sahaya
disebut dengan golongan “Ata”.
Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Makasar banyak menghasilkan
benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka
terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang dibuat oleh orang
Makasar dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo.Kapal Pinisi dan Lombo
merupakan kebanggaan rakyat Makasar dan terkenal sampai
mancanegara.
12. atau Benteng Ujung Pandang (Jum
Pandang) adalah sebuah benteng peninggalan Kerajaan
Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai
sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Benteng ini
dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang
bernama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung
Tumapa'risi' kallonna. Awalnya benteng ini berbahan dasar
tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14
Sultan Alauddin konstruksi benteng ini diganti menjadi
batu padas yang bersumber dari Pegunungan Karst yang ada
di daerah Maros. Benteng Ujung Pandang ini berbentuk
seperti seekor penyu yang hendak merangkak turun ke
lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan
Gowa, bahwa penyu dapat hidup di darat maupun di laut.
Begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di daratan
maupun di lautan. Nama asli benteng in i adalah Benteng
Ujung Pandang.
13. Mesjid Katangka didirikan pada tahun 1605 M. Sejak
berdirinya telah mengalami beberapa kali pemugaran.
Pemugaran itu berturut-turut dilakukan oleh Sultan
Mahmud (1818), Kadi Ibrahim (1921), Haji Mansur
Daeng Limpo, Kadi Gowa (1948), dan Andi Baso,
Pabbicarabutta Gowa (1962) sangat sulit
mengidentifikasi bagian paling awal (asli) bangunan
mesjid tertua Kerajaan Gowa ini.
14. Tallo adalah sebuah kompleks makam kuno yang dipakai sejak abad
XVII sampai dengan abad XIX Masehi. Letaknya di RK 4 Lingkungan
Tallo, Kecamatan Tallo, Kota Madya Ujungpandang. Lokasi makam
terletak di pinggir barat muara sungai Tallo atau pada sudut timur laut
dalam wilayah benteng Tallo. Ber¬dasarkan basil penggalian
(excavation) yang dilakukan oleh Suaka Peninggalan sejarah dan
Purbakala (1976¬-1982) ditemukan gejala bah wa komplek makam
ber¬struktur tumpang-tindih. Sejumlah makam terletak di atas pondasi
bangunan, dan kadang-kadang ditemukan fondasi di atas bangunan
makam.
Kompleks makam raja-raja Tallo ini sebagian ditempat¬kan di dalam
bangunan kubah, jirat semu dan sebagian tanpa bangunan pelindung:
Jirat semu dibuat dan balok¬balok ham pasir. Bangunan kubah yang
berasal dari kuran waktu yang lebih kemudian dibuat dari batu bata.
Penempatan balok batu pasir itu semula tanpa memper¬gunakan
perekat. Perekat digunakan Proyek Pemugaran. Bentuk bangunan jirat
dan kubah pada kompleks ini kurang lebih serupa dengan bangunan
jirat dan kubah dari kompleks makam Tamalate, Aru Pallaka, dan
Katangka. Pada kompleks ini bentuk makam dominan berciri abad XII
Masehi.