SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 8
Jingga Untuk Matahari part 2
Dia berdiri di ambang jendela, sambil memandang ke arah lapangan sekolah. Tatapannya
memang mengarah kepada anak-anak yang sedang bermain futsal di lapangan. Namun jelas
fokus pikirannya bukanlah ke sana.
Ia melepas pandangan dari arah lapangan lalu mengambil handphone dari saku celana
sekolah. Ia mencari nomor kontak seseorang lalu menekan tombol „call‟.
Telepon diangkat. “Kenapa, Ga?” terdengar jelas suara seorang perempuan dari seberang
telepon.
“Git, gue udah gak bisa tinggal diem lagi. Gue bakalan kembali lagi ke hadapan Tari dan
melanjutkan rencana awal gue.” Ucapnya dingin.
“Lo jangan nekat deh! Lo mau gue dihabisin sama „the siccors‟ di sekolahan? Kak Ari
nggak bakal tinggal diem!”
“Ari itu urusan gue.. Nanti kita bicarain lagi di rumah lo. Gue nelfon biar lo tau dulu.”
“Tapi, Ga..” belum sempat Anggita menjawab, telfon sudah diputus. “Angga lo jangan
gila deh!” decaknya kesal, namun dengan suara pelan yang hampir tidak terdengar.
***
Suasana di ruangan kelas Ari tampak tenang. Tidak ada tanda-tanda keributan atau huru-
hara yang biasanya dipelopori oleh sang pentolan sekolah itu. Bu Sam, wali kelas Ari sibuk
menulis di papan tulis untuk di salin oleh para siswa.
Tiba-tiba Oji menyenggol Ari yang duduk di sampingnya.
“Bos, garing banget ini mah! Kelas sepi kayak kuburan, mana pas siang bolong tengah
hari gini lagi..” bisiknya pelan. Ari yang di ajak ngobrol malah diem aja dan tersenyum geli.
“Gini nih si bos! Nggak bisa diajak kompromi.. Lima menit lagi kayak gini gue bisa
masuk UGD!” sewotnya. Ia merobek bagian belakang bukunya dengan hati-hati agar tidak
terdengar Bu Sam. Perlahan di remasnya sobekan kertas itu sampai berbentuk bola tak beraturan.
Tak lama kertas itu di lempar ke arah depan dan dengan sukses berhasil mendarat mengenai
kepala Ridho. Ridho yang sudah tau asal lemparan itu langsung berbalik sambil menatap sebel
kepada Oji.
Oji cengar-cengir kuda lalu memberi isyara pada Ridho agar menunggu aksi cecunguk
Ari itu selanjutnya. Oji lalu mencolek bahu Rani yang duduk di depannya, sambil memasang
tampang memelas (kayak nggak dikasih makan 3 bulan), ia menunjuk ke arah kertas manila
kepunyaan Rani.
“Kalo nggak dipake buat gue donk!”
Rani yang tahu bakalan ada kejadian gila yang selanjutnya akan terjadi langsung
memberi kertas manila yang sudah tinggal setengah bagian dari bentuk utuhnya.
“Spidolnya sekalian!”
Kemudian tangan Oji bergerak cepat menulis sesuatu di kertas manila. Ari yang
penasaran, melirik sekilas lalu tersenyum tipis sambil geleng-geleng kepala. Ridho yang sudah
dari tadi balik badan menunggu aksi Oji, mengerutkan kening heran.
Tak lama kemudian, Oji mengangkat tinggi-tinggi kertas manila di tangannya. Layaknya
orang demo di depan gedung MPR/DPR Senayan. Ridho tersenyum lebar tanpa suara, lalu
dengan wajah tak berdosa ia mengangkat tangan dan memanggil Bu Sam.
“Bu, Oji ingin mempersembahkan sesuatu tuh buat ibu!” ujar Ridho dengan nada sok
serius, seolah ia sedang melaporkan isi dari perjanjian Linggar Jati. Bu Sam segera balik badan
dan menatap Oji dan Ridho bergantian. Murid-murid lain langsung melepaskan pandangan dari
buku catatan masing-masing. Kini semua mata penghuni kelas tertuju pada Oji dengan raut
penuh minat.
“Ada apa Oji?” sahut Bu Sam tegas. Kertas yang tadinya diangkat-angkat oleh Oji kini
sudah disembunyikan saat Ridho angkat suara tadi.
“Ji, mana? Tunjukin donk.. Nggak gentle banget sih! Kalo mau nyatain perasaan itu tuh
harus berani.. Itu baru namanya cowok sejati!” seru Ridho yang masih sok serius.
“Ayo, Ji! Tunjukin, man kalo kejantanan lo nggak GALAU!” sambar Ical yang langsung
membuat tawa satu kelas meledak.
“Sudah, tenang semua!” Bu Sam setengah berteriak. “Kertas apa itu di tangan kamu Oji?
Coba angkat!” pertintah Bu Sam.
Oji dengan perlahan mengangkat kertas manila tersebut. Ridho yang sudah terlebih
dahulu tau isi dari tulisan tangan Oji itu menahan tawanya yang hampir pecah. Saat kertas itu
sudah diangkat, muka Bu Sam memerah seakan baru makan 5 kg cabe rawit tanpa minum dalam
tempo waktu 1 menit. Tawa seisi kelas pun meledak tak terkontrol. Ari yang duduk di sebelah
Oji pun tak ayal tersenyum geli.
Tulisan Oji yang jauh dari kesan indah (malah bisa dikategorikan abstrak) itu, jelas
membuat Bu Sam geram. „I LOVE YOU MY LOVELY BU SAM! MESKIPUN DIRIMU
TELAH ADA YANG MEMILIKI, NAMUN HATIKU AKAN SLALU JADI MILIKMU..
MESKIPUN DIRIMU KERAP MENGHUKUMKU, TAK ADA CELAH DENDAM DIHATI
INI PADA MU! I LOVE YOU TRULY, DEEPLY!‟. Itulah isi dari tulisan Oji yang tiap-tiap
hurufnya ditulis besar-besar sampe orang yang bener-bener belum belajar membaca tiba-tiba bisa
langsung melek aksara.
“Hahhahhaha.. Oji, norak lu akh! Hari gini masih nyatain cinta pake cara gituan?? Ini tuh
udah jamannya teknologi man.. Orang-orang mah udah pada pake handphone, I-phone, atau
Ipad, eh elu bawa2 kertas manila gitu! Norak lu bro!” ejek Eki heboh.
“Wah,, parah lo, Ki! Itu kan cara Oji buat nyatain cinta.. Yah suka2 dia lah, mau pake
spanduk, pake baliho, atau pake papan reklame juga urusan dia! Ngapa jadi lu yang ribet!”bela
Ridho dengan sama gilanya. Yah iya lah gila... Orang jaman kuda masih makan batu aja tau kalo
nyatain cinta tuh nggak pernah pake papan reklame.!
“Tapi tetep aja nggak boleh donk! Pake cara yang romantis dikit kek gitu!”
“Cara yang romantis emang gimana, Ki?” tanya Ical sok bego. Tidak peduli dengan
tatapan bengis dari Bu Sam yang dari tadi mencoba menenangkan kelas dengan memukul-mukul
penggaris yang panjangnya 1 meter.
“Yahhh,, candle light dinner kek, jalan kek, nonton,, bawa bunga, coklat, atau apalah
gitu!”
“Kagak mungkin lah bisa! Oji mah mana ada modal.. Makan siang aja tadi kudu gue
yang bayarin!” kali ini Ridho malah ngejek Oji. Oji yang dihina malah senyam-senyum bego
tanpa merasa tersindir. Karena sebenarnya inilah yang diinginkan Oji. Kelas jadi heboh, bu Sam
nggak jadi ngajar, and keboringan berhenti melanda.
“Diam semuanya!” bentak Bu sam kesal. “Ojiiiiiiiiiiiiiiii!!! Tidak bisa apa kamu tidak
berulah sehari saja? Kamu juga Ridho ikut-ikutan!” bentak Bu Sam marah. Tatapan matanya pun
menajam dan beralih ke Ari yang jelas-jelas hari ini sedang absen dari kegiatan usil-usilan ala
Oji.
“Kok ibu ngeliat saya?” tanya Ari polos. Ia dari tadi memang hanya menonton saja
keisengan Oji dan yang lainnya. Tanpa ikut berpartisipasi.
“Saya tau ini ide kamu! Siapa lagi yang suka menghasut si Oji buat berulah kalau bukan
kamu!?”
“Yeee.. ibu mah su-udzon aja sama saya.. Ibu kangen yah karana saya hari ini absen dari
kegiatan nge gangguin ibu?”kata Ari dengan wajah tanpa dosa.
“Kamu ini memang.........” belum sempat Bu sam melanjutkan omelannya bel istirahat
sudah berbunyi panjang. “ Hah,, sudahlah! Pelajaran hari ini sampai di sini saja. Tugas kalian
dari buku Paket halaman 20 sampai 35. Dikumpul besok!” Kata Bu sam masih dengan wajah
Bete.
“Yah, ibu nggak ngira-ngira nih ngasih tugas..!” ujar Oji protes.
“Itu hukuman! Karna kalian hari ini mengganggu kegiatan mengajar saya.” Kata Bu Sam
dan langsung keluar kelas. Oji yang adalah sumber dari segala kekacauan tadi harus rela jadi
objek timpukan anak-anak satu kelas. Gimana enggak, gara-gara ulah Oji anak-anak satu kelas
harus rela bergadang nanti malam buat ngerjain tugas dari Bu sam, kalau nggak mau dapat
hukuman lagi besok.
Ada yang berbeda dengan Ari. Mungkin anak-anak yang lain tidak ada yang menyadari.
Namun tentu saja berbeda dengan Oji dan Ridho. Berteman dan dekat dengan Ari hampir lebih
dari 2 tahun, membuat mereka mulai bisa memahami dan membaca sifat raja sekolah yang
misterius itu. Ari tidak lagi sering membuat ulah di sekolah. Bahkan dapat dikatakan frekuensi
kenakalan Ari di sekolah menurun drastis. Seperti hari ini pun. Ari menolak untuk membuat
kacau pelajaran Bu Sam. Padahal biasanya, tanpa diminta pun Ari sendiri lah yang dengan ikhlas
menjadi pelopor dari sejumlah kekacauan di sekolah.
Mungkin saja perubahan Ari ini karna ia sudah bisa sedikit tersenyum lega saat ini. Ia
sudah bisa bertemu lagi dengan ibu dan saudara kembarnya, setelah sekian tahun tidak bertemu.
Ridho dan Oji pun tau bahwa Ari hanya akan berulah jika ia sedang dalam keadaan stress dari
rumah, kesepian dan down. Membuat kekacauan di sekolah adalah bentuk dari pelampiasan
emosi Ari tang sering tidak terkontrol. Namun, jika mood nya sedang sangat baik, Ari bisa
berubah jadi siswa baik yang taat aturan.
Dan saat ini Ari sepertinya sedang dalam mood yang baik. Entah karena ia sudah bisa
bertemu lagi dengan ibunya dan Ata, atau karena sosok cewek yang sekarang pun sudah tak lagi
lari saat didatanginya. Oji dan Ridho pun tau bahwa setelah sekian lama berteman dengan Ari,
Tari lah satu-satunya perempuan yang bisa mempengaruhi emosi Ari. Dan saat ini pun, sikap
Tari pada Ari mulai berubah. Tari memang belum jelas-jelas menerima Ari. Namun, sikapnya
sudah mulai menunjukkan bahwa ia tak lagi menghindari Tari seperti sebelum-sebelumnya.
Tapi, apapun itu Oji dan Ridho senang dengan perubahan positif pada diri Ari. Biar
bagaimanapun, pentolan sekolah itu perlu orang-orang dekat yang akan selalu bisa mendukung
dan menyayanginya.
***
Bel pulang SMA Airlangga berbunyi panjang. Murid-murid yang udah dari tadi ngebet
pengen pulang langsung menampakkan raut wajah sumringah bin bahagia. Tari dan Fio cepat-
cepat mengemas buku-buku mereka. Ujian dadakan yang tadi dikasih Pak Lukas, guru
matematika cukup menguras pikiran dan tenaga.
Sesampainya di depan lapangan basket sekolah, Tari berhenti tiba-tiba. Fio yang bingung
jadi ikutan berhenti juga.
“Kenapa, Tar?”
Tari tidak menjawab. Ia hanya diam sambil menunjuk ke arah pintu gerbang sekolah. Di
sana sudah ada Ari cs, yang sudah pasti terdiri dari Ari, Ridho dan Oji.
“Ohh,, Kak Ari ya? LO nggak mau ketemu dia?”
“Bukan gitu. Tadi pas istirahat yang pertama gue diajakin ke kantin, dia bilang bakal
nganterin gue pulang. “ jawab Tari sambil terus memandang ke arah gerbang sekolah, tepatnya
ke arah 3 cowok yang kayaknya lagi asyik ketawa-ketiwi itu.
“Kalo gitu, kita nungguin aja sampe Kak Ari pulang dulu. Kita bisa nunggu di kantin atau
di kelas. Soalnya gue yakin, kalo lu lewat dia pasti langsung nyegat.”
“Bukan gitu juga!”
“So?”
“Gue justru bingung. Tadi kan Kak Ari bilang gitu pas istirahat pertama. Abis itu dia gak
ngomong lagi atau sms setelah itu. Kalo ntar dia lupa dan tau2 gue nungguin dia ngajak gue, kan
nggak banget!”
“WHAT?? Lo nggak lagi demam kan Tar? Atau jangan2 ini gara2 Pak Lukas ngasih
ujian dadakan yah?” ujar Fio heran sambil megang kening Tari dengan heboh.
“Aduh... Fio lo apa-apaan sih? Gue nggak kenapa-napa akh! Gue normal-normal aja..
Lagian tadi gue udah sempat bilang „iya‟..” jawab Tari sambil melepaskan tangan Fio yang
menempel di keningnya.
“Itu Kak Ari lho, Tar! KAK ARI!” ujar Fio meyakinkan Tari bahwa yang sedang mereka
perdebatkan untuk nganterin Tari adalah „Ari‟. Biang onar di sekolah, yang beberapa kali sudah
buat Tari nangis, yang selama ini selalu dijauhin Tari, yang selama ini selalu buat hari-hari Tari
di SMU Airlangga jadi ribet. Dan bukannya Kim Bum atau Joo Won artis Korea idola Tari.
“Ya udahlah lah. Yuk! Panas banget nih..” kata Tari sambil menarik tangan Fio yang
masih bengong.
Oji yang melihat Tari dan Fio berjalan mendekati gerbang sekolah langsung menyenggol
lengan Ari.
“Tari tuh, Bos!”
Ari pun menoleh ke belakang dan mendapati Tari yang kini sudah berjarak kurang 2
meter dari tempat dia berdiri.
“Jadi gue anter pulang kan?” tanya Ari. Tari hanya mengangguk dan menjawab „iya, Kak
Ari‟ dengan suara pelan.
“Fi, Tari pulangnya bareng gue. Lo sendiri nggak pa-pa kan?”
“ Iya Ka. Nggak apa-apa.” Kata Fio nurut. Ya iya lah. Siapa Fio, ampe berani bilang
„tidak‟ pada seorang Ari yang notabene adalah penguasa sekolah.
“Gue duluan yah, Fi..” ujar Tari yang tambah membuat bengong Fio. “Saya duluan
Kak..” ujarnya lagi pada Ridho dan Oji. Tari pun kemudian mengikuti Ari yang sudah berjalan
duluan menuju tempat parkiran motor.
Begitu Tari duduk di boncengan motor Ari, Ari langsung melajukan motor nya keluar
dari area sekolah. Namun, baru sekitar 3 meter dari gerbang, segerombolan anak-anak SMA
dengan seragam yang berbeda berjalan menuju SMU Airlangga. Ari sudah pasti langsung
mengenal seragam sekolah milik SMU Brawijaya itu. Anak-anak Brawijaya sudah siap dengan
alat tempur mereka masing-masing. Ada yang megang pentungan, ada yang bawa balok kayu,
ada yang bawa tumpukan batu, dan banyak lagi. Pokoknya semua yang dibutuhkan untuk
kegiatan tawuran. Ari dengan sigap langsung memutar arah motornya kembali ke sekolah. Tari
yang duduk di belakang memucat dan langsung menundukkan kepala takut kena batu nyasar.
Anak-anak yang tadinya santai pulang dari sekolah, tiba-tiba berlarian panik. Ada yang
langsung cabut dengan kendaraan masing-masing ke arah yang berlawanan dari anak-anak
Brawijaya, ada yang ngumpet di balik semak-semak (yang ini nggak kreatif banget!), namun
lebih banyak yang kembali masuk ke gedung sekolah karena dirasa lebih aman.
Ari memarkir kembali motornya di tempat semula. Ridho yang sudah tau ada anak-anak
Brawijaya di luar langsung menghampiri Ari.
“Oji mana?” tanya Ari.
“Lagi nyiapin anak-anak untuk turun..”
“Oke..” kata Ari yang tetap tenang. Tak jauh dari tempat mereka berdiri, Fio dan Nyoman
yang tampaknya masuk lagi ke gedung sekolah karna ada gejala-gejala bakal terjadi tawuran
berjalan menemui Tari.
“Fio, gue titip Tari. Tunggu di kelas sampe gue balik lagi dan jangan kemana-mana!” ujar
Ari tegas. “Kayaknya tuh anak udah kangen mau show off di depan gue..” katanya lagi dengan
suara pelan, namun bisa di dengar oleh Ridho, Nyoman, Fio, dan Tari tentunya. Dan kata „tuh
anak‟ udah pasti adalah Angga.
Setelah itu, Ari dan Ridho setengah berlari bergabung dengan murid-murid lain yang
sudah dipimpin oleh Oji. Murid-murid yang kira-kira berjumlah hampir 50 orang itu sebagian
besar adalah anak-anak kelas dua. Mereka-mereka yang mengaku dirinya adalah „pahlawan
sekolah‟ dan siap untuk di skors atau dapat surat peringatan dari sekolah setelah perang usai. Dan
siap juga untuk memar-memar, luka, bahkan masuk rumah sakit gara-gara semangat patriotisme
yang disalah artikan.
Anak-anak Airlangga yang sudah dibekali strategi oleh Oji langsung tumpah ruah
menyambut kedatangan musuh mereka. Oji pun langsung bergabung dengan teman-temannya
yang lain. Ridho masih berdiri di samping Ari yang juga masih diam tak jauh dari gerbang
sekolah.
“Kayaknya dia nggak ada, Ri. Gue Cuma liat Bram temen deketnya dia.” Kata Ridho
yang seolah mengerti maksud Ari masih saja berdiri diam di dekat gerbang sambil menatap
tajam ke segala arah. Namun, Angga memang tidak tampak di sana. Hanya ada Bram yang
tampaknya mengarahkan teman-temannya.
Tiba-tiba, sebuah batu terarah dan hampir mengenai Ari. Untung saja Ari cepat
mengelak. Lemparan batu itu menghantam keras dinding pos satpam sekolah. Bram dengan
dengan senyum sinisnya menatap mengejek ke arah Ari. Oji yang melihat hal itu langsung saja
melayangkan bogem mentah pada anak buah Angga itu. Bram yang tidak siap langsung limbung
dan hampir terjatuh ke jalan.
Tak lama sirine mobil petugas satpol PP mengejutkan para prajurit perang itu. Oji yang
tadinya masih ingin melanjutkan acara tinju2annya dengan Bram langsung membatalkan niatnya
itu dan menyuruh teman-temannya untuk bubar dan kembali ke sekolah. Sedangkan anak-anak
Brawijaya memilih untuk bubar ke arah yang tidak terarah sambil berusaha menghindari petugas.
***
“Oji lagi di ruang BP. Lagi nerima petuah dan amanat dari Bu Sam” kata Ridho yang saat
itu datang menyusul Ari ke kelas Tari.
“Lo kok nggak ikutan?”
“Gue permisi ke kamar mandi tadi. Gue bilang kalo nggak di kasih gue bakal ngeluarin
di ruang BP.” Jawab Ridho santai dan membuat Tari, Nyoman dan Fio ternganga lebar. Berani
banget ngomong gitu ke Bu Sam yang galak.
“Gue donk yang lagi untung! Pak Rahardi lagi nggak masuk. Jadi gue nggak harus
silaturahmi dulu ke kantor kepsek”.
“Lu mah emang selalu lebih beruntung dari kita berdua!” ujar Ridho.
“Oh ya, Lo bawa mobil kan? Anterin Fio ama Nyoman gih! Gue takutnya masih ada
anak-anak Brawijaya yang berkeliaran di deket sekolah.
“Tari nggak sekalian juga?” tanya Ridho bego. Ari pun menatap Ridho tajam karna jadi
kembali ingat peristiwa Ridho nganter Tari pulang beberapa waktu lalu. Yang berakhir pada Tari
nangis di pelukan Ridho. “Becanda man!” kata Ridho kemudian sebelum tatapan mata Ari
bertambah tajam lagi.
Ridho mengeluarkan handphone dari saku seragam sekolahnya. Di kontaknya nomor Oji.
“Ji, gue duluan ya! Dapet tugas dari Ari.” Kata Ridho yang me-loudspeaker handphone
nya.
“Wah parah lo, Dho! Ngebiarin temen susah sendiri. Temen macem apa lo?” kata Oji
ngambek.
“Bukan gitu Ji. Gue disuruh Ari buat nganterin temen-temennya si Tari pulang. Kudu
dijagain ampe nyampe pintu rumah kata Ari. “
“Lo nggak peduli lagi ama gue?” tanya Oji LEBAY.
“Gue sih sayang dan cinta ama lu, Ji. Tapi, sory2 aja nih yee, tapi gue juga masih cukup
normal untuk milih nganterin cewek-cewek tulen ketimbang harus dihukum bareng yang jadi-
jadian kayak elo!”
Ari yang mendengar tertawa geli, begitu juga Tari. Sedangkan Nyoman dan Fio
menunduk salting. Tiba-tiba terdengar suara Bu Sam yang membentak Oji karna nelfon waktu
dia lagi ceramah.
“Ini Ridho Bu.” Kata Oji pada Bu Sam. “ Dho, Bu Sam nanya lo dimana. Katanya ke
kamar mandi aja kok lama. Kangen kayaknya!” Kata Oji lagi yang membuat Ridho dan yang lain
tertawa.
“Bilang ke Bu Sam gue pergi tak lama. Dan gue titip peluk kecup!” ujar Ridho gombal.
“Udah dulu deh, Dho. Bu Sam udah pelototin gue kayak serigala mau makan anak ular!
Salam buat si bos.. Bilang gue merasa di khianati. Bye” Telepon ditutup.
“Emang serigala makan anak ular?” tanya Ridho goblok. Pertanyaannya dijawab Ari
dengan sebuah toyoran di kepala Ridho.
***
Ridho sudah jalan duluan nganterin Fio dan Nyoman. Ari pun melajukan motornya
melewati gerbang sekolah. Satpam tentu saja nggak bisa nge halangin. Kalo anak-anak yang lain
mungkin bisa. Tapi lain cerita kalo Ari.
Ari menghentikan motornya tiba-tiba tak jauh dari gerbang. Ia mengeluarkan handphone
dan mengetik beberapa huruf. SMS. Tari yang duduk diboncengan Ari memperbaiki cara
duduknya agar rok nya tidak terangkat terlalu pendek. Tidak sengaja, mata Tari menangkap
bayangan seseorang. Sekarang bayangan itu tampak jelas.
Angga berdiri di balik salah satu pohon besar dengan masih menggunakan seragam
sekolah. Ia tersenyum ke Arah Tari. Tari terkesiap. Raut wajahnya menegang. Tari kemudian
melihat Ari yang duduk di depannya. Ari tampak masih serius dengan handphonenya. Tari
sedikit lega. Paling tidak, Angga tidak harus mendatangi Ari dan membuat keributan.
Ari yang sudah selesai dengan handphonenya mengambil posisi untuk kembali melajukan
motor. Tak diduga oleh Tari, Ari tiba-tiba mengulurkan tangannya dan menarik tangan kiri Tari
dan dibimbing untuk melingkari pinggang Ari. Hal itu pun berlaku juga untuk tangan kanan. Tari
terkesiap.
“Gue tau apa yang lagi lo cemasin. Jangan nge liat dia atau mikirin dia lagi. Apalagi kalo
lagi ada di deket gue. “
“Apa?” tanya Tari gugup.
“Angga kan?” Setelah mengucapkan kata „Angga‟ motor Ari langsung melaju kencang
meninggalkan area sekolah.
Angga yang masih berdiri di tempat ia melihat Tari membuka handphone nya yang tadi
berdering.
„Dia punya gue sekarang. Lo udah lama kehilangan tempat dan tugas lo sebagai
pelindung TARI!’
Angga tersenyum getir dan sinis. “Lo emang se-jeli yang gue kira.. “
***
Jalanan yang tidak terlalu macet, membuat Ari dengan leluasa melaju membelah jalanan.
Namun, hal itu tidak menjadi perhatian cewek yang saat ini sedang duduk di belakangnya.
Pikiran Tari berkecamuk memikirkan kemunculan Angga tadi. Kenapa Angga kembali? Apa dia
yang merencanakan tawuran tadi? Bukankah Angga sudah mengalah untuk mundur sebagai
pelindung Tari demi keamanan Anggita di sekolah?
Kenapa Angga muncul lagi saat Ari kini mulai berubah? Tidak dapat dipungkiri, Angga
adalah sosok yang dulunya punya arti penting untuk tari. Sosok yang menghibur dia saat dia
menangis karna Ari. Sosok yang membantu menghilangkan kepenatan dan kejenuhan karna
keisengan Ari di sekolah. Sosok yang jadi pelindungnya sebelum „Ata‟ ciptaan Ari muncul.
Namun saat ini Tari merasa ada yang berbeda.Tanpa disadari Tari dan entah sejak kapan
Ari mulai menjadi magnet yang siap menarik Tari. Dan entah mengapa pula Tari mulai ikut
dalam gelombang magnet itu. Kutub yang sejenis kini malah perlahan berubah dan saling tarik
menarik.
Lamunan Tari terus berlanjut hingga tanpa Tari sadari motor Ari sudah berhenti dan
mereka sudah berada di depan rumah Tari. Tari tersadar dan segera turun dari boncengan motor
Ari.
“Makasih, Kak udah nganterin saya pulang,”
“Lo nggak apa-apa kan tadi?”
Tari menggeleng pelan. Ia lalu berbalik dan melangkah masuk. Namun masih 3 langkah
ia bergerak, Ari sudah turun saja dari motornya. Ia menarik tangan Tari lembut dan merengkuh
tubuh Tari hingga tak ada jarak lagi di antara mereka. Ari menyandarkan kepala cewek yang ada
dalam pelukannya itu di dada, lalu berbisik lirih di telinga Tari.
“Jingga, jangan lari lagi dari gue ataupun berniat untuk lari dari gue. Karna kalo sampe
hal itu terjadi, topeng gue sekalipun mungkin nggak akan bisa nyelamatin gue lagi.” Suara itu
bergetar. Sama bergetarnya dengan hati cewek yang sedang terpana karna kata-katanya barusan.
Ari pun melepaskan pelukannya perlahan. Ia mengangkat dagu Tari yang masih
menundukkan kepalanya.
“Lo istirahat aja. Besok pagi gue jemput berangkat sekolah.” Setelah mengucapkan kata-
kata itu, Ari mengacak-ngacak rambut Tari lembut. Ia lalu berbalik, menaiki motornya dan
melaju meninggalkan Tari yang masih belum hilang bengongnya. Dan entah kenapa, saat ini Tari
bisa merasakan jantungnya berdegup kencang.
***

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)
cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)
cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)Mohammad Al-hamzawiyyah
 
naskah drama lentera hati di tengah gelapnya dunia
naskah drama lentera hati di tengah gelapnya dunianaskah drama lentera hati di tengah gelapnya dunia
naskah drama lentera hati di tengah gelapnya duniaSiti Jum'atun
 
Cintaku Bersemi di Kota Bali
Cintaku Bersemi di Kota BaliCintaku Bersemi di Kota Bali
Cintaku Bersemi di Kota Balifrda arumitha
 
Naskah drama qada dan qadar
Naskah drama qada dan qadarNaskah drama qada dan qadar
Naskah drama qada dan qadarnoussevarenna
 
Luna torashyngu lovasket
Luna torashyngu   lovasketLuna torashyngu   lovasket
Luna torashyngu lovasketIke Lit
 
Cintaku berlabuh di mesir
Cintaku berlabuh di mesirCintaku berlabuh di mesir
Cintaku berlabuh di mesirbadruz zaman
 
Siapa yang menanam dialah yang akan menui
Siapa yang menanam dialah yang akan menuiSiapa yang menanam dialah yang akan menui
Siapa yang menanam dialah yang akan menuiSang Joyo
 

Mais procurados (17)

cerpen Thank you
cerpen Thank you cerpen Thank you
cerpen Thank you
 
Cerpenku
CerpenkuCerpenku
Cerpenku
 
cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)
cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)
cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)
 
Naskah Drama Hukum Karma Berlaku
Naskah Drama Hukum Karma BerlakuNaskah Drama Hukum Karma Berlaku
Naskah Drama Hukum Karma Berlaku
 
naskah drama lentera hati di tengah gelapnya dunia
naskah drama lentera hati di tengah gelapnya dunianaskah drama lentera hati di tengah gelapnya dunia
naskah drama lentera hati di tengah gelapnya dunia
 
Taubatnya Preman Sekolah
Taubatnya Preman SekolahTaubatnya Preman Sekolah
Taubatnya Preman Sekolah
 
Cintaku Bersemi di Kota Bali
Cintaku Bersemi di Kota BaliCintaku Bersemi di Kota Bali
Cintaku Bersemi di Kota Bali
 
short story
short storyshort story
short story
 
Wahyueeeeeeee
WahyueeeeeeeeWahyueeeeeeee
Wahyueeeeeeee
 
Tersayat cinta
Tersayat cintaTersayat cinta
Tersayat cinta
 
Naskah drama qada dan qadar
Naskah drama qada dan qadarNaskah drama qada dan qadar
Naskah drama qada dan qadar
 
Luna torashyngu lovasket
Luna torashyngu   lovasketLuna torashyngu   lovasket
Luna torashyngu lovasket
 
Di balik tawa
Di balik tawaDi balik tawa
Di balik tawa
 
Cintaku berlabuh di mesir
Cintaku berlabuh di mesirCintaku berlabuh di mesir
Cintaku berlabuh di mesir
 
Drama singkat
Drama singkatDrama singkat
Drama singkat
 
Siapa yang menanam dialah yang akan menui
Siapa yang menanam dialah yang akan menuiSiapa yang menanam dialah yang akan menui
Siapa yang menanam dialah yang akan menui
 
Naskah drama
Naskah dramaNaskah drama
Naskah drama
 

Semelhante a Jingga Untuk Matahari

Cerpen difabel versi pinky
Cerpen difabel versi pinkyCerpen difabel versi pinky
Cerpen difabel versi pinkypinkycantik
 
Jingga matahari part 1
Jingga matahari part 1Jingga matahari part 1
Jingga matahari part 1Fahrul Zaelani
 
Winna eff-rememberwhen
Winna eff-rememberwhenWinna eff-rememberwhen
Winna eff-rememberwhenestary
 
Cinta dan tahajud terakhirku satu
Cinta dan tahajud terakhirku satuCinta dan tahajud terakhirku satu
Cinta dan tahajud terakhirku satuRio Soeqer
 
Cinta dan tahajud terakhir
Cinta dan tahajud terakhirCinta dan tahajud terakhir
Cinta dan tahajud terakhirRio Soeqer
 
Jingga untuk matahari
Jingga untuk matahariJingga untuk matahari
Jingga untuk matahariRasi Rahagia
 
Cerpen - Pelajaran Unik
Cerpen - Pelajaran UnikCerpen - Pelajaran Unik
Cerpen - Pelajaran UnikApit Nopiyanti
 
Serial Oliv Buku 3 Bab 5 : Black valentine
Serial Oliv Buku 3 Bab 5 : Black valentineSerial Oliv Buku 3 Bab 5 : Black valentine
Serial Oliv Buku 3 Bab 5 : Black valentineTenia Wahyuningrum
 
Rembulan di Mata Ibu
Rembulan di Mata IbuRembulan di Mata Ibu
Rembulan di Mata Ibujefkenzie
 
Remember when winna efendi pdf
Remember when   winna efendi pdfRemember when   winna efendi pdf
Remember when winna efendi pdfFitrotul Af'idah
 
Kelembutan hatinya menghangatkan dinginnya hatiku
Kelembutan hatinya menghangatkan dinginnya hatikuKelembutan hatinya menghangatkan dinginnya hatiku
Kelembutan hatinya menghangatkan dinginnya hatikuAgnes Ervinda Ginting
 
Cerita tentang hana..
Cerita tentang hana..Cerita tentang hana..
Cerita tentang hana..Shika Nara
 

Semelhante a Jingga Untuk Matahari (20)

Cc 1
Cc 1Cc 1
Cc 1
 
Cerpen difabel versi pinky
Cerpen difabel versi pinkyCerpen difabel versi pinky
Cerpen difabel versi pinky
 
Jingga matahari part 1
Jingga matahari part 1Jingga matahari part 1
Jingga matahari part 1
 
Winna eff-rememberwhen
Winna eff-rememberwhenWinna eff-rememberwhen
Winna eff-rememberwhen
 
Cinta dan tahajud terakhirku satu
Cinta dan tahajud terakhirku satuCinta dan tahajud terakhirku satu
Cinta dan tahajud terakhirku satu
 
Cinta dan tahajud terakhir
Cinta dan tahajud terakhirCinta dan tahajud terakhir
Cinta dan tahajud terakhir
 
Jingga untuk matahari
Jingga untuk matahariJingga untuk matahari
Jingga untuk matahari
 
Kertas pena by cmoot
Kertas pena by cmootKertas pena by cmoot
Kertas pena by cmoot
 
Cerpen - Pelajaran Unik
Cerpen - Pelajaran UnikCerpen - Pelajaran Unik
Cerpen - Pelajaran Unik
 
Serial Oliv Buku 3 Bab 5 : Black valentine
Serial Oliv Buku 3 Bab 5 : Black valentineSerial Oliv Buku 3 Bab 5 : Black valentine
Serial Oliv Buku 3 Bab 5 : Black valentine
 
Asmanadia rembulandimataibu.
Asmanadia rembulandimataibu.Asmanadia rembulandimataibu.
Asmanadia rembulandimataibu.
 
Rembulan di Mata Ibu
Rembulan di Mata IbuRembulan di Mata Ibu
Rembulan di Mata Ibu
 
Ika r (po)
Ika r (po)Ika r (po)
Ika r (po)
 
Remember when winna efendi pdf
Remember when   winna efendi pdfRemember when   winna efendi pdf
Remember when winna efendi pdf
 
Kelembutan hatinya menghangatkan dinginnya hatiku
Kelembutan hatinya menghangatkan dinginnya hatikuKelembutan hatinya menghangatkan dinginnya hatiku
Kelembutan hatinya menghangatkan dinginnya hatiku
 
Cerpen 1 pop
Cerpen 1 popCerpen 1 pop
Cerpen 1 pop
 
Cerita versi ku
Cerita versi kuCerita versi ku
Cerita versi ku
 
Cerpen jangan pergi
Cerpen jangan pergiCerpen jangan pergi
Cerpen jangan pergi
 
Cerita tentang hana..
Cerita tentang hana..Cerita tentang hana..
Cerita tentang hana..
 
Orang pertama
Orang pertamaOrang pertama
Orang pertama
 

Jingga Untuk Matahari

  • 1. Jingga Untuk Matahari part 2 Dia berdiri di ambang jendela, sambil memandang ke arah lapangan sekolah. Tatapannya memang mengarah kepada anak-anak yang sedang bermain futsal di lapangan. Namun jelas fokus pikirannya bukanlah ke sana. Ia melepas pandangan dari arah lapangan lalu mengambil handphone dari saku celana sekolah. Ia mencari nomor kontak seseorang lalu menekan tombol „call‟. Telepon diangkat. “Kenapa, Ga?” terdengar jelas suara seorang perempuan dari seberang telepon. “Git, gue udah gak bisa tinggal diem lagi. Gue bakalan kembali lagi ke hadapan Tari dan melanjutkan rencana awal gue.” Ucapnya dingin. “Lo jangan nekat deh! Lo mau gue dihabisin sama „the siccors‟ di sekolahan? Kak Ari nggak bakal tinggal diem!” “Ari itu urusan gue.. Nanti kita bicarain lagi di rumah lo. Gue nelfon biar lo tau dulu.” “Tapi, Ga..” belum sempat Anggita menjawab, telfon sudah diputus. “Angga lo jangan gila deh!” decaknya kesal, namun dengan suara pelan yang hampir tidak terdengar. *** Suasana di ruangan kelas Ari tampak tenang. Tidak ada tanda-tanda keributan atau huru- hara yang biasanya dipelopori oleh sang pentolan sekolah itu. Bu Sam, wali kelas Ari sibuk menulis di papan tulis untuk di salin oleh para siswa. Tiba-tiba Oji menyenggol Ari yang duduk di sampingnya. “Bos, garing banget ini mah! Kelas sepi kayak kuburan, mana pas siang bolong tengah hari gini lagi..” bisiknya pelan. Ari yang di ajak ngobrol malah diem aja dan tersenyum geli. “Gini nih si bos! Nggak bisa diajak kompromi.. Lima menit lagi kayak gini gue bisa masuk UGD!” sewotnya. Ia merobek bagian belakang bukunya dengan hati-hati agar tidak terdengar Bu Sam. Perlahan di remasnya sobekan kertas itu sampai berbentuk bola tak beraturan. Tak lama kertas itu di lempar ke arah depan dan dengan sukses berhasil mendarat mengenai kepala Ridho. Ridho yang sudah tau asal lemparan itu langsung berbalik sambil menatap sebel kepada Oji. Oji cengar-cengir kuda lalu memberi isyara pada Ridho agar menunggu aksi cecunguk Ari itu selanjutnya. Oji lalu mencolek bahu Rani yang duduk di depannya, sambil memasang tampang memelas (kayak nggak dikasih makan 3 bulan), ia menunjuk ke arah kertas manila kepunyaan Rani. “Kalo nggak dipake buat gue donk!” Rani yang tahu bakalan ada kejadian gila yang selanjutnya akan terjadi langsung memberi kertas manila yang sudah tinggal setengah bagian dari bentuk utuhnya. “Spidolnya sekalian!”
  • 2. Kemudian tangan Oji bergerak cepat menulis sesuatu di kertas manila. Ari yang penasaran, melirik sekilas lalu tersenyum tipis sambil geleng-geleng kepala. Ridho yang sudah dari tadi balik badan menunggu aksi Oji, mengerutkan kening heran. Tak lama kemudian, Oji mengangkat tinggi-tinggi kertas manila di tangannya. Layaknya orang demo di depan gedung MPR/DPR Senayan. Ridho tersenyum lebar tanpa suara, lalu dengan wajah tak berdosa ia mengangkat tangan dan memanggil Bu Sam. “Bu, Oji ingin mempersembahkan sesuatu tuh buat ibu!” ujar Ridho dengan nada sok serius, seolah ia sedang melaporkan isi dari perjanjian Linggar Jati. Bu Sam segera balik badan dan menatap Oji dan Ridho bergantian. Murid-murid lain langsung melepaskan pandangan dari buku catatan masing-masing. Kini semua mata penghuni kelas tertuju pada Oji dengan raut penuh minat. “Ada apa Oji?” sahut Bu Sam tegas. Kertas yang tadinya diangkat-angkat oleh Oji kini sudah disembunyikan saat Ridho angkat suara tadi. “Ji, mana? Tunjukin donk.. Nggak gentle banget sih! Kalo mau nyatain perasaan itu tuh harus berani.. Itu baru namanya cowok sejati!” seru Ridho yang masih sok serius. “Ayo, Ji! Tunjukin, man kalo kejantanan lo nggak GALAU!” sambar Ical yang langsung membuat tawa satu kelas meledak. “Sudah, tenang semua!” Bu Sam setengah berteriak. “Kertas apa itu di tangan kamu Oji? Coba angkat!” pertintah Bu Sam. Oji dengan perlahan mengangkat kertas manila tersebut. Ridho yang sudah terlebih dahulu tau isi dari tulisan tangan Oji itu menahan tawanya yang hampir pecah. Saat kertas itu sudah diangkat, muka Bu Sam memerah seakan baru makan 5 kg cabe rawit tanpa minum dalam tempo waktu 1 menit. Tawa seisi kelas pun meledak tak terkontrol. Ari yang duduk di sebelah Oji pun tak ayal tersenyum geli. Tulisan Oji yang jauh dari kesan indah (malah bisa dikategorikan abstrak) itu, jelas membuat Bu Sam geram. „I LOVE YOU MY LOVELY BU SAM! MESKIPUN DIRIMU TELAH ADA YANG MEMILIKI, NAMUN HATIKU AKAN SLALU JADI MILIKMU.. MESKIPUN DIRIMU KERAP MENGHUKUMKU, TAK ADA CELAH DENDAM DIHATI INI PADA MU! I LOVE YOU TRULY, DEEPLY!‟. Itulah isi dari tulisan Oji yang tiap-tiap hurufnya ditulis besar-besar sampe orang yang bener-bener belum belajar membaca tiba-tiba bisa langsung melek aksara. “Hahhahhaha.. Oji, norak lu akh! Hari gini masih nyatain cinta pake cara gituan?? Ini tuh udah jamannya teknologi man.. Orang-orang mah udah pada pake handphone, I-phone, atau Ipad, eh elu bawa2 kertas manila gitu! Norak lu bro!” ejek Eki heboh. “Wah,, parah lo, Ki! Itu kan cara Oji buat nyatain cinta.. Yah suka2 dia lah, mau pake spanduk, pake baliho, atau pake papan reklame juga urusan dia! Ngapa jadi lu yang ribet!”bela Ridho dengan sama gilanya. Yah iya lah gila... Orang jaman kuda masih makan batu aja tau kalo nyatain cinta tuh nggak pernah pake papan reklame.! “Tapi tetep aja nggak boleh donk! Pake cara yang romantis dikit kek gitu!” “Cara yang romantis emang gimana, Ki?” tanya Ical sok bego. Tidak peduli dengan tatapan bengis dari Bu Sam yang dari tadi mencoba menenangkan kelas dengan memukul-mukul penggaris yang panjangnya 1 meter. “Yahhh,, candle light dinner kek, jalan kek, nonton,, bawa bunga, coklat, atau apalah gitu!” “Kagak mungkin lah bisa! Oji mah mana ada modal.. Makan siang aja tadi kudu gue yang bayarin!” kali ini Ridho malah ngejek Oji. Oji yang dihina malah senyam-senyum bego
  • 3. tanpa merasa tersindir. Karena sebenarnya inilah yang diinginkan Oji. Kelas jadi heboh, bu Sam nggak jadi ngajar, and keboringan berhenti melanda. “Diam semuanya!” bentak Bu sam kesal. “Ojiiiiiiiiiiiiiiii!!! Tidak bisa apa kamu tidak berulah sehari saja? Kamu juga Ridho ikut-ikutan!” bentak Bu Sam marah. Tatapan matanya pun menajam dan beralih ke Ari yang jelas-jelas hari ini sedang absen dari kegiatan usil-usilan ala Oji. “Kok ibu ngeliat saya?” tanya Ari polos. Ia dari tadi memang hanya menonton saja keisengan Oji dan yang lainnya. Tanpa ikut berpartisipasi. “Saya tau ini ide kamu! Siapa lagi yang suka menghasut si Oji buat berulah kalau bukan kamu!?” “Yeee.. ibu mah su-udzon aja sama saya.. Ibu kangen yah karana saya hari ini absen dari kegiatan nge gangguin ibu?”kata Ari dengan wajah tanpa dosa. “Kamu ini memang.........” belum sempat Bu sam melanjutkan omelannya bel istirahat sudah berbunyi panjang. “ Hah,, sudahlah! Pelajaran hari ini sampai di sini saja. Tugas kalian dari buku Paket halaman 20 sampai 35. Dikumpul besok!” Kata Bu sam masih dengan wajah Bete. “Yah, ibu nggak ngira-ngira nih ngasih tugas..!” ujar Oji protes. “Itu hukuman! Karna kalian hari ini mengganggu kegiatan mengajar saya.” Kata Bu Sam dan langsung keluar kelas. Oji yang adalah sumber dari segala kekacauan tadi harus rela jadi objek timpukan anak-anak satu kelas. Gimana enggak, gara-gara ulah Oji anak-anak satu kelas harus rela bergadang nanti malam buat ngerjain tugas dari Bu sam, kalau nggak mau dapat hukuman lagi besok. Ada yang berbeda dengan Ari. Mungkin anak-anak yang lain tidak ada yang menyadari. Namun tentu saja berbeda dengan Oji dan Ridho. Berteman dan dekat dengan Ari hampir lebih dari 2 tahun, membuat mereka mulai bisa memahami dan membaca sifat raja sekolah yang misterius itu. Ari tidak lagi sering membuat ulah di sekolah. Bahkan dapat dikatakan frekuensi kenakalan Ari di sekolah menurun drastis. Seperti hari ini pun. Ari menolak untuk membuat kacau pelajaran Bu Sam. Padahal biasanya, tanpa diminta pun Ari sendiri lah yang dengan ikhlas menjadi pelopor dari sejumlah kekacauan di sekolah. Mungkin saja perubahan Ari ini karna ia sudah bisa sedikit tersenyum lega saat ini. Ia sudah bisa bertemu lagi dengan ibu dan saudara kembarnya, setelah sekian tahun tidak bertemu. Ridho dan Oji pun tau bahwa Ari hanya akan berulah jika ia sedang dalam keadaan stress dari rumah, kesepian dan down. Membuat kekacauan di sekolah adalah bentuk dari pelampiasan emosi Ari tang sering tidak terkontrol. Namun, jika mood nya sedang sangat baik, Ari bisa berubah jadi siswa baik yang taat aturan. Dan saat ini Ari sepertinya sedang dalam mood yang baik. Entah karena ia sudah bisa bertemu lagi dengan ibunya dan Ata, atau karena sosok cewek yang sekarang pun sudah tak lagi lari saat didatanginya. Oji dan Ridho pun tau bahwa setelah sekian lama berteman dengan Ari, Tari lah satu-satunya perempuan yang bisa mempengaruhi emosi Ari. Dan saat ini pun, sikap Tari pada Ari mulai berubah. Tari memang belum jelas-jelas menerima Ari. Namun, sikapnya sudah mulai menunjukkan bahwa ia tak lagi menghindari Tari seperti sebelum-sebelumnya. Tapi, apapun itu Oji dan Ridho senang dengan perubahan positif pada diri Ari. Biar bagaimanapun, pentolan sekolah itu perlu orang-orang dekat yang akan selalu bisa mendukung dan menyayanginya. ***
  • 4. Bel pulang SMA Airlangga berbunyi panjang. Murid-murid yang udah dari tadi ngebet pengen pulang langsung menampakkan raut wajah sumringah bin bahagia. Tari dan Fio cepat- cepat mengemas buku-buku mereka. Ujian dadakan yang tadi dikasih Pak Lukas, guru matematika cukup menguras pikiran dan tenaga. Sesampainya di depan lapangan basket sekolah, Tari berhenti tiba-tiba. Fio yang bingung jadi ikutan berhenti juga. “Kenapa, Tar?” Tari tidak menjawab. Ia hanya diam sambil menunjuk ke arah pintu gerbang sekolah. Di sana sudah ada Ari cs, yang sudah pasti terdiri dari Ari, Ridho dan Oji. “Ohh,, Kak Ari ya? LO nggak mau ketemu dia?” “Bukan gitu. Tadi pas istirahat yang pertama gue diajakin ke kantin, dia bilang bakal nganterin gue pulang. “ jawab Tari sambil terus memandang ke arah gerbang sekolah, tepatnya ke arah 3 cowok yang kayaknya lagi asyik ketawa-ketiwi itu. “Kalo gitu, kita nungguin aja sampe Kak Ari pulang dulu. Kita bisa nunggu di kantin atau di kelas. Soalnya gue yakin, kalo lu lewat dia pasti langsung nyegat.” “Bukan gitu juga!” “So?” “Gue justru bingung. Tadi kan Kak Ari bilang gitu pas istirahat pertama. Abis itu dia gak ngomong lagi atau sms setelah itu. Kalo ntar dia lupa dan tau2 gue nungguin dia ngajak gue, kan nggak banget!” “WHAT?? Lo nggak lagi demam kan Tar? Atau jangan2 ini gara2 Pak Lukas ngasih ujian dadakan yah?” ujar Fio heran sambil megang kening Tari dengan heboh. “Aduh... Fio lo apa-apaan sih? Gue nggak kenapa-napa akh! Gue normal-normal aja.. Lagian tadi gue udah sempat bilang „iya‟..” jawab Tari sambil melepaskan tangan Fio yang menempel di keningnya. “Itu Kak Ari lho, Tar! KAK ARI!” ujar Fio meyakinkan Tari bahwa yang sedang mereka perdebatkan untuk nganterin Tari adalah „Ari‟. Biang onar di sekolah, yang beberapa kali sudah buat Tari nangis, yang selama ini selalu dijauhin Tari, yang selama ini selalu buat hari-hari Tari di SMU Airlangga jadi ribet. Dan bukannya Kim Bum atau Joo Won artis Korea idola Tari. “Ya udahlah lah. Yuk! Panas banget nih..” kata Tari sambil menarik tangan Fio yang masih bengong. Oji yang melihat Tari dan Fio berjalan mendekati gerbang sekolah langsung menyenggol lengan Ari. “Tari tuh, Bos!” Ari pun menoleh ke belakang dan mendapati Tari yang kini sudah berjarak kurang 2 meter dari tempat dia berdiri. “Jadi gue anter pulang kan?” tanya Ari. Tari hanya mengangguk dan menjawab „iya, Kak Ari‟ dengan suara pelan. “Fi, Tari pulangnya bareng gue. Lo sendiri nggak pa-pa kan?” “ Iya Ka. Nggak apa-apa.” Kata Fio nurut. Ya iya lah. Siapa Fio, ampe berani bilang „tidak‟ pada seorang Ari yang notabene adalah penguasa sekolah. “Gue duluan yah, Fi..” ujar Tari yang tambah membuat bengong Fio. “Saya duluan Kak..” ujarnya lagi pada Ridho dan Oji. Tari pun kemudian mengikuti Ari yang sudah berjalan duluan menuju tempat parkiran motor. Begitu Tari duduk di boncengan motor Ari, Ari langsung melajukan motor nya keluar dari area sekolah. Namun, baru sekitar 3 meter dari gerbang, segerombolan anak-anak SMA
  • 5. dengan seragam yang berbeda berjalan menuju SMU Airlangga. Ari sudah pasti langsung mengenal seragam sekolah milik SMU Brawijaya itu. Anak-anak Brawijaya sudah siap dengan alat tempur mereka masing-masing. Ada yang megang pentungan, ada yang bawa balok kayu, ada yang bawa tumpukan batu, dan banyak lagi. Pokoknya semua yang dibutuhkan untuk kegiatan tawuran. Ari dengan sigap langsung memutar arah motornya kembali ke sekolah. Tari yang duduk di belakang memucat dan langsung menundukkan kepala takut kena batu nyasar. Anak-anak yang tadinya santai pulang dari sekolah, tiba-tiba berlarian panik. Ada yang langsung cabut dengan kendaraan masing-masing ke arah yang berlawanan dari anak-anak Brawijaya, ada yang ngumpet di balik semak-semak (yang ini nggak kreatif banget!), namun lebih banyak yang kembali masuk ke gedung sekolah karena dirasa lebih aman. Ari memarkir kembali motornya di tempat semula. Ridho yang sudah tau ada anak-anak Brawijaya di luar langsung menghampiri Ari. “Oji mana?” tanya Ari. “Lagi nyiapin anak-anak untuk turun..” “Oke..” kata Ari yang tetap tenang. Tak jauh dari tempat mereka berdiri, Fio dan Nyoman yang tampaknya masuk lagi ke gedung sekolah karna ada gejala-gejala bakal terjadi tawuran berjalan menemui Tari. “Fio, gue titip Tari. Tunggu di kelas sampe gue balik lagi dan jangan kemana-mana!” ujar Ari tegas. “Kayaknya tuh anak udah kangen mau show off di depan gue..” katanya lagi dengan suara pelan, namun bisa di dengar oleh Ridho, Nyoman, Fio, dan Tari tentunya. Dan kata „tuh anak‟ udah pasti adalah Angga. Setelah itu, Ari dan Ridho setengah berlari bergabung dengan murid-murid lain yang sudah dipimpin oleh Oji. Murid-murid yang kira-kira berjumlah hampir 50 orang itu sebagian besar adalah anak-anak kelas dua. Mereka-mereka yang mengaku dirinya adalah „pahlawan sekolah‟ dan siap untuk di skors atau dapat surat peringatan dari sekolah setelah perang usai. Dan siap juga untuk memar-memar, luka, bahkan masuk rumah sakit gara-gara semangat patriotisme yang disalah artikan. Anak-anak Airlangga yang sudah dibekali strategi oleh Oji langsung tumpah ruah menyambut kedatangan musuh mereka. Oji pun langsung bergabung dengan teman-temannya yang lain. Ridho masih berdiri di samping Ari yang juga masih diam tak jauh dari gerbang sekolah. “Kayaknya dia nggak ada, Ri. Gue Cuma liat Bram temen deketnya dia.” Kata Ridho yang seolah mengerti maksud Ari masih saja berdiri diam di dekat gerbang sambil menatap tajam ke segala arah. Namun, Angga memang tidak tampak di sana. Hanya ada Bram yang tampaknya mengarahkan teman-temannya. Tiba-tiba, sebuah batu terarah dan hampir mengenai Ari. Untung saja Ari cepat mengelak. Lemparan batu itu menghantam keras dinding pos satpam sekolah. Bram dengan dengan senyum sinisnya menatap mengejek ke arah Ari. Oji yang melihat hal itu langsung saja melayangkan bogem mentah pada anak buah Angga itu. Bram yang tidak siap langsung limbung dan hampir terjatuh ke jalan. Tak lama sirine mobil petugas satpol PP mengejutkan para prajurit perang itu. Oji yang tadinya masih ingin melanjutkan acara tinju2annya dengan Bram langsung membatalkan niatnya itu dan menyuruh teman-temannya untuk bubar dan kembali ke sekolah. Sedangkan anak-anak Brawijaya memilih untuk bubar ke arah yang tidak terarah sambil berusaha menghindari petugas. ***
  • 6. “Oji lagi di ruang BP. Lagi nerima petuah dan amanat dari Bu Sam” kata Ridho yang saat itu datang menyusul Ari ke kelas Tari. “Lo kok nggak ikutan?” “Gue permisi ke kamar mandi tadi. Gue bilang kalo nggak di kasih gue bakal ngeluarin di ruang BP.” Jawab Ridho santai dan membuat Tari, Nyoman dan Fio ternganga lebar. Berani banget ngomong gitu ke Bu Sam yang galak. “Gue donk yang lagi untung! Pak Rahardi lagi nggak masuk. Jadi gue nggak harus silaturahmi dulu ke kantor kepsek”. “Lu mah emang selalu lebih beruntung dari kita berdua!” ujar Ridho. “Oh ya, Lo bawa mobil kan? Anterin Fio ama Nyoman gih! Gue takutnya masih ada anak-anak Brawijaya yang berkeliaran di deket sekolah. “Tari nggak sekalian juga?” tanya Ridho bego. Ari pun menatap Ridho tajam karna jadi kembali ingat peristiwa Ridho nganter Tari pulang beberapa waktu lalu. Yang berakhir pada Tari nangis di pelukan Ridho. “Becanda man!” kata Ridho kemudian sebelum tatapan mata Ari bertambah tajam lagi. Ridho mengeluarkan handphone dari saku seragam sekolahnya. Di kontaknya nomor Oji. “Ji, gue duluan ya! Dapet tugas dari Ari.” Kata Ridho yang me-loudspeaker handphone nya. “Wah parah lo, Dho! Ngebiarin temen susah sendiri. Temen macem apa lo?” kata Oji ngambek. “Bukan gitu Ji. Gue disuruh Ari buat nganterin temen-temennya si Tari pulang. Kudu dijagain ampe nyampe pintu rumah kata Ari. “ “Lo nggak peduli lagi ama gue?” tanya Oji LEBAY. “Gue sih sayang dan cinta ama lu, Ji. Tapi, sory2 aja nih yee, tapi gue juga masih cukup normal untuk milih nganterin cewek-cewek tulen ketimbang harus dihukum bareng yang jadi- jadian kayak elo!” Ari yang mendengar tertawa geli, begitu juga Tari. Sedangkan Nyoman dan Fio menunduk salting. Tiba-tiba terdengar suara Bu Sam yang membentak Oji karna nelfon waktu dia lagi ceramah. “Ini Ridho Bu.” Kata Oji pada Bu Sam. “ Dho, Bu Sam nanya lo dimana. Katanya ke kamar mandi aja kok lama. Kangen kayaknya!” Kata Oji lagi yang membuat Ridho dan yang lain tertawa. “Bilang ke Bu Sam gue pergi tak lama. Dan gue titip peluk kecup!” ujar Ridho gombal. “Udah dulu deh, Dho. Bu Sam udah pelototin gue kayak serigala mau makan anak ular! Salam buat si bos.. Bilang gue merasa di khianati. Bye” Telepon ditutup. “Emang serigala makan anak ular?” tanya Ridho goblok. Pertanyaannya dijawab Ari dengan sebuah toyoran di kepala Ridho. *** Ridho sudah jalan duluan nganterin Fio dan Nyoman. Ari pun melajukan motornya melewati gerbang sekolah. Satpam tentu saja nggak bisa nge halangin. Kalo anak-anak yang lain mungkin bisa. Tapi lain cerita kalo Ari. Ari menghentikan motornya tiba-tiba tak jauh dari gerbang. Ia mengeluarkan handphone dan mengetik beberapa huruf. SMS. Tari yang duduk diboncengan Ari memperbaiki cara duduknya agar rok nya tidak terangkat terlalu pendek. Tidak sengaja, mata Tari menangkap bayangan seseorang. Sekarang bayangan itu tampak jelas.
  • 7. Angga berdiri di balik salah satu pohon besar dengan masih menggunakan seragam sekolah. Ia tersenyum ke Arah Tari. Tari terkesiap. Raut wajahnya menegang. Tari kemudian melihat Ari yang duduk di depannya. Ari tampak masih serius dengan handphonenya. Tari sedikit lega. Paling tidak, Angga tidak harus mendatangi Ari dan membuat keributan. Ari yang sudah selesai dengan handphonenya mengambil posisi untuk kembali melajukan motor. Tak diduga oleh Tari, Ari tiba-tiba mengulurkan tangannya dan menarik tangan kiri Tari dan dibimbing untuk melingkari pinggang Ari. Hal itu pun berlaku juga untuk tangan kanan. Tari terkesiap. “Gue tau apa yang lagi lo cemasin. Jangan nge liat dia atau mikirin dia lagi. Apalagi kalo lagi ada di deket gue. “ “Apa?” tanya Tari gugup. “Angga kan?” Setelah mengucapkan kata „Angga‟ motor Ari langsung melaju kencang meninggalkan area sekolah. Angga yang masih berdiri di tempat ia melihat Tari membuka handphone nya yang tadi berdering. „Dia punya gue sekarang. Lo udah lama kehilangan tempat dan tugas lo sebagai pelindung TARI!’ Angga tersenyum getir dan sinis. “Lo emang se-jeli yang gue kira.. “ *** Jalanan yang tidak terlalu macet, membuat Ari dengan leluasa melaju membelah jalanan. Namun, hal itu tidak menjadi perhatian cewek yang saat ini sedang duduk di belakangnya. Pikiran Tari berkecamuk memikirkan kemunculan Angga tadi. Kenapa Angga kembali? Apa dia yang merencanakan tawuran tadi? Bukankah Angga sudah mengalah untuk mundur sebagai pelindung Tari demi keamanan Anggita di sekolah? Kenapa Angga muncul lagi saat Ari kini mulai berubah? Tidak dapat dipungkiri, Angga adalah sosok yang dulunya punya arti penting untuk tari. Sosok yang menghibur dia saat dia menangis karna Ari. Sosok yang membantu menghilangkan kepenatan dan kejenuhan karna keisengan Ari di sekolah. Sosok yang jadi pelindungnya sebelum „Ata‟ ciptaan Ari muncul. Namun saat ini Tari merasa ada yang berbeda.Tanpa disadari Tari dan entah sejak kapan Ari mulai menjadi magnet yang siap menarik Tari. Dan entah mengapa pula Tari mulai ikut dalam gelombang magnet itu. Kutub yang sejenis kini malah perlahan berubah dan saling tarik menarik. Lamunan Tari terus berlanjut hingga tanpa Tari sadari motor Ari sudah berhenti dan mereka sudah berada di depan rumah Tari. Tari tersadar dan segera turun dari boncengan motor Ari. “Makasih, Kak udah nganterin saya pulang,” “Lo nggak apa-apa kan tadi?” Tari menggeleng pelan. Ia lalu berbalik dan melangkah masuk. Namun masih 3 langkah ia bergerak, Ari sudah turun saja dari motornya. Ia menarik tangan Tari lembut dan merengkuh tubuh Tari hingga tak ada jarak lagi di antara mereka. Ari menyandarkan kepala cewek yang ada dalam pelukannya itu di dada, lalu berbisik lirih di telinga Tari. “Jingga, jangan lari lagi dari gue ataupun berniat untuk lari dari gue. Karna kalo sampe hal itu terjadi, topeng gue sekalipun mungkin nggak akan bisa nyelamatin gue lagi.” Suara itu bergetar. Sama bergetarnya dengan hati cewek yang sedang terpana karna kata-katanya barusan. Ari pun melepaskan pelukannya perlahan. Ia mengangkat dagu Tari yang masih menundukkan kepalanya.
  • 8. “Lo istirahat aja. Besok pagi gue jemput berangkat sekolah.” Setelah mengucapkan kata- kata itu, Ari mengacak-ngacak rambut Tari lembut. Ia lalu berbalik, menaiki motornya dan melaju meninggalkan Tari yang masih belum hilang bengongnya. Dan entah kenapa, saat ini Tari bisa merasakan jantungnya berdegup kencang. ***