Laporan ini mengevaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dan relevansi RPJMD Lampung dengan RPJMN 2010-2014. Evaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009 menilai capaian indikator pada agenda aman dan damai, adil dan demokratis, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat. Evaluasi relevansi membandingkan prioritas nasional RPJMN dengan prioritas daerah RPJMD Lampung.
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
Laporan Akhir EKPD 2010 - Lampung - UNILA
1.
2. KATA PENGANTAR
Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Lampung ini
disusun dengan maksud agar dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam
kegiatan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah di Provinsi Lampung. Laporan
ini menyajikan Pendahuluan, Tujuan, Sasaran, Keluaran, Metodelogi,Hasil-Hasil
yang telah dicapai, Analisis Relevansi antara RPJMD Lampung terhadap RPJMN
2010-2014 dan Rekomendasi Kebijakan.
Tim Independen Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Lampung
mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan oleh Bappenas
untuk bekerjasama dalam penyusunan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah
Provinsi Lampungdan diharapkan kerjasama ini berlanjut untuk tahun berikutnya.
Kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan Laporan
Akhir Tim Independen Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Lampung ini
dapat bermanfaat dan menjadi acuan pihak-pihak yang terkait dalam
meningkatkan kinerja pembangunan Provinsi Lampung.
Bandar Lampung, November 2010
Koordinator Tim,
Prof. Dr. Ir. Sugeng P Harianto, M.S.
NIP 19580923 198211 1001
i
3. DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ……………………………………………….......... i
Daftar Isi ………………………………………………………………. ii
Daftar Tabel ...................................................................................... iii
Daftar Grafik .....................................................................................
Daftar Gambar .................................................................................
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang ……………....................................... 1
B. Tujuan dan Sasaran .…………………………………… 3
C. Keluaran ………………..……………………………….. 3
BAB II HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004-2014 4
A. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG AMAN 4
DAN DAMAI ………………………………………………….
1. Indikator …………………………………………………. 4
2. Capaian Indikator ………………………………………. 4
3. Rekomendasi …………………………………………… 8
B. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG ADIL 9
DAN DEMOKRATIS ……………………………………….
1. Indikator ………………………………………………… 9
2. Capaian Indikator ……………………………………… 9
3. Rekomendasi ………………………………………….. 14
C. AGENDA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN 14
RAKYAT ……………………………………………………..
1. Indikator …………………………………………………. 14
2. Analisis Capaian Indikator ……………………………. 16
2.1 Indeks Pembangunan Manusia ………………….. 16
2.2 Pendidikan …………………………………………. 17
2.3 Kesehatan ………………………………………….. 23
2.4 Keluarga Berencana ………………………………. 29
2.5 Ekonomi Makro …………………………………….. 34
2.6 Investasi …………………………………………….. 44
2.7 Infrastruktur ………………………………………… 48
2.8 Pertanian …………………………………………… 53
2.9 Kehutanan ………………………………………….. 56
2.10 Kelautan …………………………………………… 58
2.11 Kesejahteraan Sosial ……………………………. 60
3. Rekomendasi …………………………………………… 64
D. KESIMPULAN ……………………………………………… 67
BAB III ANALISIS RELEVANSI RPJMD LAMPUNG TERHADAP 68
RPJMN 2010-2014
A. RELEVANSI VISI DAN MISI .……………......................... 68
B. ANALISIS RELEVANSI …………………………………….. 211
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 213
A. KESIMPULAN.……………………………………………. 213
B. REKOMENDASI …………………………………………… 214
LAMPIRAN
ii
4. DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1.1 Indikator Kinerja Pembangunan Daerah 2004-2009 Dalam
Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai ........................... I0
Tabel 1.2.1
Tabel 2.1
Tabel 2.1.1 Indeks
Tabel 2.1.2
Tabel 2.1.3
iii
5. DAFTAR GRAFIK
Grafik Halaman
Grafik 2.1.1 Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai
Indikator Indeks Kriminalitas ................................... I0
Grafik 2.1.2 Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai
Indikator Persentase Penyelesaian Kasus
Kejahatan Konvensional ..........................................
Grafik 2.1.3 Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai
Indikator Persentase Penyelesaian Kasus
Kejahatan Transnasional .........................................
Grafik 2.2.1 Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokrasi
Indikator Persentase Kasus Korupsi yang
Tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan .
Grafik 2.2.2 Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokrasi
Indikator Persentase Kabupaten/Kota yang
Memiliki Peraturan Daerah Pelayanan Satu Atap ...
Grafik 2.2.3 Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokrasi
Indikator Persentase Instansi (SKPD) Provinsi
yang memiliki Pelaporan Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) ..............................................
Grafik 2.2.4 Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokrasi
Indikator Gender Development Index (GDI).............
Grafik 2.2.5 Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokrasi
Indikator Gender Empowerment Meassurement
(GEM) ......................................................................
Grafik 2.3.1 Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat Indikator
Indeks Pembangunan Manusia ...............................
Grafik 2.3.2 Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat Indikator
Angka Partisipasi Murni (SD/MI) .............................
Grafik 2.3.3 Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat Indikator
Angka Partisipasi Kasar (SD/MI) .............................
Grafik 2.3.4 Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat Indikator
Angka Melek Aksara 15 tahun keatas .....................
Grafik 2.3.5 Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat Indikator
Angka Kematian Bayi (AKB) ...................................
Grafik 2.3.6 Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat Indikator
Persentase Penduduk ber-KB (contraceptive
prevalence rate) ......................................................
Grafik 2.3.7 Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat Indikator Laju
Pertumbuhan Penduduk ..........................................
Grafik 2.3.8 Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat Indikator Laju
Pertumbuhan Ekonomi ............................................
Grafik 2.3.9 Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat Indikator
Pendapatan Per kapita (dalam juta rupiah) .............
Grafik 2.3.10 Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat Indikator Laju
Inflasi .......................................................................
Grafik 2.3.11 Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat Indikator Nilai
iv
6. Realisasi Investasi (PMA) .......................................
Grafik 2.3.12 Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat Indikator Nilai
Realisasi PMDN yang disetujui ...............................
Grafik 2.3.13 Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat Indikator
Persentase Panjang Jalan Nasional dalam Kondisi
Baik, Sedang dan Buruk .........................................
Grafik 2.3.14 Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat Indikator
Persentase Luas Lahan Rehabilitasi dalam Hutan
Terhadap Lahan Kritis .............................................
Grafik 2.3.15 Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat Indikator
Luas Kawasan Konservasi Laut (juta Ha) ...............
Grafik 2.3.16 Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat Indikator
Persentase Penduduk Miskin ..................................
Grafik 2.3.17 Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat Indikator
Tingkat Pengangguran Terbuka ..............................
Grafik 2.3.18 Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat Indikator
Tingkat Kesejahteraan sosial ..................................
v
7. DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 1 Kerangka Kinerja Evaluasi Kesesuaian RPJMD 5
Lampung dan RPJMN 2010-2014 ………………..
vi
8. Laporan Akhir
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN), kegiatan evaluasi merupakan salah satu dari empat
tahapan perencanaan yang meliputi penyusunan, penetapan, pengendalian perencanaan,
serta evaluasi pelaksanaan perencanaan. Sebagai suatu tahapan perencanaan
pembangunan, evaluasi harus dilakukan secara cermat dan sistematis dengan
mengumpulkan dan menganalisis data serta informasi yang terkait untuk menilai sejauh
mana pencapaian sasaran, tujuan, dan kinerja pembangunan tersebut dilaksanakan.
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004 – 2009 telah selesai dilaksanakan. Dalam
kaitan itu, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata
Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, maka
pemerintah melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
berkewajiban melakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan RPJMN
tersebut.
Pada saat ini telah ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 – 2014. Sebagaimana
diketahui, siklus pembangunan jangka menengah lima tahunan secara nasional ternyata
tidak selalu sama dengan siklus pembangunan lima tahunan di daerah. Oleh karena itu,
penetapan RPJMN 2010 – 2014 tidak bersamaan waktunya dengan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi dan RPJMD Kabupaten.
Kondisi ini menyebabkan prioritas-prioritas dalam RPJMD sangat mungkin tidak selalu
mengacu pada perioritas-perioritas dalam RPJMN 2010 – 2014. Untuk itu perlu dilakukan
evaluasi secara komprehensif tentang relevansi prioritas/program antara RPJMN dan
RPJMD Provinsi.
Pada pelaksanaan evaluasi ini dilakukan dua bentuk evaluasi yang berkaitan dengan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Yang pertama adalah
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
1
9. Laporan Akhir
evaluasi atas pelaksanaan RPJMN 2004 – 2009 dan yang kedua penilaian keterkaitan
antara RPJMD dengan RPJMN 2010-2014.
Metode yang digunakan dalam evaluasi pelaksanaan RPJMN 2004 – 2009 adalah
evaluasi ex-post untuk melihat efektivitas (hasil dan dampak terhadap sasaran) dengan
mengacu pada tiga agenda RPJMN 2004 – 2009 yaitu agenda Aman dan Damai; Adil dan
Demokratis; serta Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. Untuk mengukur kinerja yang
telah dicapai pemerintah atas pelaksanaan ketiga agenda tersebut diperlukan identifikasi
dan analisis indikator pencapaian.
Pada bagian lain, metode yang digunakan dalam evaluasi relevansi RPJMN 2010 – 2014
dengan RPJMD Provinsi adalah membandingkan keterkaitan antara 11 prioritas nasional
dan 3 prioritas lainnya dengan prioritas daerah. Selain itu juga diidentifikasi potensi lokal
dan prioritas daerah yang tidak ada dalam dalam RPJMN 2010 – 2014. Adapun prioritas
nasional dalam RPJMN 2010 – 2014 adalah: 1) Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola; 2)
Pendidikan; 3) Kesehatan; 4) Penenggulangan Kemiskinan; 5) Ketahanan Pangan; 6)
Infrastruktur; 7) Iklim Investasi dan Iklim Usaha; 8) Energi; 9) Lingkungan Hidup dan
Pengelolaan Bencana; 10) Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca konflik; serta
11) Kebudayaan, Kreativitas dan Inovasi Teknologi dan 3 prioritas lainnya yaitu 1)
Kesejahteraan Rakyat lainnya, 2) Politik, Hukum dan Keamanan lainnya, 3)
Perekonomian lainnya.
Hasil EKPD tahun 2010 diharapkan dapat memberikan umpan balik pada proses
perencanaan pembangunan di daerah untuk perbaikan kualitas perencanaan di daerah.
Selain itu, hasil evaluasi dapat juga digunakan sebagai dasar bagi pemerintah dalam
mengambil kebijakan pembangunan daerah.
B. Tujuan dan Sasaran
Tujuan kegiatan ini adalah:
1. Untuk melihat sejauh mana pelaksanaan RPJMN 2004 – 2009 dapat memberikan
kontribusi pada pembangunan di Daerah Lampung;
2. Untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan antara prioritas/program (outcome)
dalam RPJMN 2010 – 2014 dengan prioritas/program yang ada dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Lampung.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
2
10. Laporan Akhir
Sasaran yang diharapkan dari kegiatan ini adalah:
1. Tersediannya data/informasi dan penilaian pelaksanaan RPJMN 2004-2009 di
daerah;
2. Tersediannya data/informasi dan penilaian keterkaitan RPJMN 2010-2014 dengan
RPJMD Provinsi Lampung.
C. Hasil yang Diharapkan
Keluaran Evaluasi ini adalah:
1. Tersedianya dokumen evaluasi pencapaian pelaksanaan RPJMN 2004 – 2009
untuk Provinsi Lampung;
2. Tersedianya dokumen evaluasi keterkaitan antara RPJMN 2010 – 2014 dengan
RPJMD Provinsi Lampung.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
3
11. Laporan Akhir
BAB II
HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004-2009
A. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI
1. Indikator
Indikator kinerja dalam Agenda Pembangunan Indonesia yang Aman dan Damai
pada Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2010 dapat dilihat
pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Indikator Kinerja Pembangunan Daerah 2004-2009
Dalam Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai
Agenda Pembangunan Indikator
Mewujudkan Indonesia yang Indeks Kriminalitas1
Aman dan Damai Persentase penyelesaian kasus kejahatan
konvensional
Persentase kasus kejahatan trans nasional
2. Analisis Capaian Indikator
Secara normatif dan ideal, Indeks Kriminalitas seharusnya semakin menurun dari
ke tahun. Kondisi Indeks Kriminalitas di Provinsi Lampung disajikan pada Grafik 2.1.1.
Pada tahun 2005 angka Indeks Kriminalitas di Provinsi Lampung mencapai posisi tertinggi
yaitu 86%. Angka indeks tersebut menurun drastis menjadi nihil pada tahun 2006, 2007
dan 2008. Namun, pada grafik tersebut tampak bahwa angka indeks tersebut naik
kembali pada tahun 2009, yaitu mencapai angka 71,98%. Fenomena ini harus dianalisis
dan dicermati, baik oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, karena akan
memiliki dampak kontraproduktif terhadap pencapaian sasaran program pembangunan.
Fenomena fluktuasi tajam pada Indeks Kriminalitas di Provinsi Lampung sangat
mungkin merupakan resultansi dari pengaruh beberapa aspek, termasuk aspek sosial,
ekonomi, politik, dan keamanan. Salah satu faktor penyebab tingginya indeks kriminalitas
adalah minimnya jumlah aparat penegak hukum dibandingkan dengan populasi
penduduk. Kondisi tersebut diperburuk pula oleh serba terbatasnya sarana dan prasarana
yang dimiliki oleh aparat penegak hukum. Dalam konteks yang lebih makro, penanganan
kasus kriminalitas ini juga terkait erat dengan angka kemiskinan. Pada saat ini angka
kemiskinan di Provinsi Lampung tahun 2009 masih cukup tinggi, yaitu 20.22%. Secara
teoritis, semakin tinggi tingkat kemiskinan maka angka kriminalitas juga akan meningkat.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
4
12. Laporan Akhir
Selain hal-hal yang diuraikan di atas, indeks kriminalitas juga erat kaitannya
dengan masalah pengangguran. Fenomena krisis ekonomi global tahun 2008 yang
menekan ekonomi domestik menyebabkan beberapa industri (PMDN dan PMA) yang
berbasis tenaga kerja (padat karya) mengalami kebangkrutan sehingga banyak kasus
pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal tersebut berimplikasi kepada meningkatnya
pengangguran, yang pada gilirannya dapat meningkatkan indeks kriminalitas. Maka
dalam konteks ini perlu kebijakan yang lintas sektoral antara berbagai instansi pemerintah
daerah.
Mencermati permasalahan tersebut, maka pemerintah diharapkan terus menerus
berupaya membangun iklim investasi yang lebih mengarah kepada pengembangan
industri yang berpola padat karya, terutama di kawasan perdesaan dan daerah suburban.
Langkah strategis lain yang perlu dipertimbangkan adalah mengembangkan sistem
jaminan sosial jangka pendek bagi tenaga kerja yang kehilangan lapangan kerja.
Tabel 2.1.1 Angka Indeks Kriminalitas di Provinsi Lampung
Indikator 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Indeks 0.00 86.00 0.00 0.00 0.00 71.98
Kriminalitas
Sumber: Polda Lampung 2010
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
5
13. Laporan Akhir
Tabel 2.1.2 Angka Persentase Penyelesaian Kejahatan Konvensional
Indikator 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Persentase Penyelesaian Kasus 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 69.70
Kejahatan Konvensional (%)
Sumber: Polda Lampung 2010
Pada Grafik 2.1.2 dapat dilihat bahwa tahun 2009 persentase penyelesaian kasus
kejahatan konvensional mencapai angka 69,70%. Dari 8.136 kasus kejahatan
konvensional, sebanyak 5.676 dapat berhasil diselesaikan (69.7%). Kejahatan
konensional yang terjadi meliputi pembunuhan (39 kasus), penganiayaan berat (214
kasus), pencurian dengan kekerasan (723 kasus), pencurian dengan pemberatan (1.809
kasus), pencurian kendaraan bermotor (1.538 kasus), senjata tajam (57 kasus), judi (299
kasus), penggelapan (513 kasus), kasus lain-lain (2.944 kasus).
Berdasarkan jenis-jenis kasus kejahatan konvensional yang terjadi, kasus
pencurian kendaraan bermotor merupakan kasus yang cukup menarik. Dengan jumlah
kasus 1.538 pada tahun 2009, berarti setiap hari di Provinsi Lampung terjadi 4.21 kasus
curanmor. Kasus curanmor di Provinsi Lampung ternyata memiliki tingkat penyelesaian
perkara yang paling rendah, yaitu hanya 23.4% (361 kasus dari 1.538 kasus). Fakta
bahwa kasus curanmor di Provinsi Lampung memiliki tingkat penyelesaian perkara paling
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
6
14. Laporan Akhir
rendah hendaknya menjadi salah satu prioritas perhatian institusi yang terkait dengan
aspek hukum dan keamanan. Harus ada upaya khusus untuk meningkatkan kapasitas
aparat penegak hukum, sehingga mampu menguasai, mengatasi, dan menyelesaikan
modus-modus kejahatan curanmor yang semakin berkembang. Sudah saatnya
mempertimbangkan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi (ICT) untuk mencegah,
mendeteksi, dan mengatasi kasus curanmor di Provinsi Lampung secara sistematis dan
tuntas.
Tabel 2.1.3 Angka Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Trans Nasional
Indikator 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Persentase 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 99.60
Penyelesaian Kasus
Kejahatan Trans
Nasional (%)
Sumber: Polda Lampung 2010
Pada Grafik 2.1.3 dapat dilihat bahwa pada tahun 2009 persentase penyelesaian
kasus kejahatan trans nasional di Provinsi Lampung mencapai angka 99,60%. Hal ini
lebih baik jika dibandingkan dengan penanganan kasus kejahatan konvensional.
Beragam kasus tindak pidana kejahatan trans nasional antara lain perdagangan orang,
kejahatan maya, penyelundupan, narkoba, teror bom, senjata api, dan bahan peledak.
Total kasus pada tahun 2009 mencapaiu 543 kasus dan tertangani sebanyak 541 kasus.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
7
15. Laporan Akhir
Jumlah kasus kajahatan trans nasional yang tertinggi di Provinsi Lampung adalah
kasus narkoba (92.6%). Fakta bahwa jumlah kasus narkoba merupakan kasus yang
tertinggi harus menjadi perhatian khusus semua pihak, termasuk pemerintah daerah dan
seluruh lapisan masyarakat (Alim Ulama, Tokoh Masyarakat, Tokoh Adat, Tokoh
Pemuda, dll). Kasus narkoba ini sangat berbahaya karena dampak negatifnya yang amat
besar dan luas terutama terhadap kualitas sumberdaya manusia. Jika masalah tersebut
tidak dapat diatasi maka Bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang lemah. Upaya-
upaya preventif, kuratif dan defensf perlu dilakukan secara sistematis, komprehenshif dan
berkelanjutan. Penegakan hukum secara tegas perlu diterapkan kepada para pelaku
tindak kejahatan narkoba.
Selain kejahatan konvensional dan kejahatan trans nasional, pada tahun 2009 di
Provinsi Lampung juga terjadi 9 kasus korupsi yang termasuk klasisifikasi kejahatan
merugikan Negara. Dari 9 kasus tersebut hanya 4 kasus (44.4%) yang berhasil
diselesaikan. Angka tersebut termasuk prosentase penyelesaian kasus kejahatan
terendah dalam klasifikasi kejahatan merugikan negara. Hal ini tentu saja harus menjadi
perhatian serius pihak-pihak terkait.
3. Rekomendasi Kebijakan
Dalam kerangka agenda Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai maka
Pemerintah dan Pemerintah Daerah direkomendasikan untuk:
a) Meningkatkan aktivitas ekonomi yang berdampak langsung terhadap pemberdayaan
ekonomi masyarakat, penciptaan lapangan kerja, jaminan sosial tenaga kerja, serta
upaya-upaya lain yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
b) Mendorong peran masyarakat luas dalam upaya penegakan hukum untuk
memberantas kriminalitas, kejahatan konvensional dan kejahatan trans nasional.
Dalam konteks Provinsi Lampung, prioritas khusus perlu diberikan terhadap kasus
kejahatan curanmor, narkoba, dan korupsi.
c) Melakukan berbagai upaya untuk mempercepat reformasi birokrasi yang lebih
diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat (good
governance).
d) Meningkatkan kapasitas aparatur penegak hukum dan sarana prasarana pendukung,
sehingga aparat hukum lebih mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsi secara
efektif. Pada bagian lain perlu juga diupayakan menambah personil aparat penegak
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
8
16. Laporan Akhir
hukum di Lampung, agar proporsi antara jumlah aparat penegak hukum dengan
jumlah penduduk mendekati kondisi idealnya.
B. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS
1. Indikator
Indikator dalam Agenda Pembangunan Indonesia yang Adil dan Demokratis
pada Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2010 dapat
dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Indikator Kinerja pembangunan Daerah 2004-2009
Dalam Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis
Agenda Pembangunan Indikator
Mewujudkan Indonesia yang Pelayanan Publik
Adil dan Demokratis Persentase kasus korupsi yang tertangani
dibandingkan dengan yang dilaporkan
Persentase kabupaten/kota yang memiliki
peraturan daerah pelayanan satu atap
Persentase instansi (SKPD) Provinsi yang memiliki
pelaporan wajar tanpa pengecualian (WTP)
Demokrasi
Gender Development Index (GDI)
Gender Empowerment Measurement (GEM)
2. Analisis Capaian Indikator
Peralihan fungsi pemerintah dari prinsip to govern (memerintah) ke to service
(melayani) mempunyai beberapa implikasi, yang paling pokok adalah pemerintah di era
globalisasi dituntut untuk dapat memberikan layanan yang prima kepada masyarakat.
Oleh sebab isu korupsi dan pelayan publik yang prima menjadi tema penting dalam setiap
kebijakan pemerintah bahkan cenderung menjadi indikator tolak ukur keberhasilan
kepemimpinan.
Pada bagian lain pemberantasan korupsi merupakan satu agenda penting dalam
kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam konteks Provinsi Lampung,
pada tahun 2004 angka penanganan kasus korupsi mencapai angka 100% berdasarkan
pada laporan yang masuk dan penanganan sebanyak 2 (dua) kasus korupsi pada tahun
2004 berhasil ditangani oleh aparat penegak hukum, pada tahun 2005 jumlah kasus
korupsi yang dilaporkan masuk adalah 1 (satu) kasus korupsi dan berhasil ditangani hal
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
9
17. Laporan Akhir
ini secara kuantitatif menunjukkan tren yang sama pada tahun sebelumnya walaupun
jumlah kasus yang dilaporkan mengalami penurunan sebanyak 1 (satu) kasus korupsi.
Tabel 2.2.1 Jumlah kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang
dilaporkan
Indikator 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Persentase kasus korupsi 100.00 100.00 50.00 100.00 75.00 44.40
yang tertangani dibandingkan
dengan yang dilaporkan (%)
Sumber: Kejaksaan Tinggi Lampung
Kemudian pada tahun 2006 tren ini mengalami penurunan dari 4 (empat) kasus
korupsi yang dilaporkan aparat penegak hukum hanya menangani 2 (dua) kasus korupsi
saja atau 50% dari kasus korupsi yang dilaporkan, pada tahun berikutnya 2007, jumlah
kasus korupsi yang dilaporkan hanya 3 (tiga) kasus korupsi dan ketiga kasus korupsi
tersebut berhasil ditangani dengan baik oleh aparat penegak hukum atau 100% dari
kasus korupsi yang dilaporkan. Pada tahun 2008 jumlah kasus korupsi yang dilaporkan
mengalami kenaikan menjadi 4 (empat) kasus korupsi dan berhasil ditangani sebanyak 3
(tiga) kasus korupsi oleh aparat penegak hukum atau 75% dari total jumlah kasus korupsi
yang dilaporkan, kemudian pada tahun 2009 tren penanganan kasus korupsi mengalami
penurunan.
Pada tahun 2009 di Lampung tren persentase peanganan kasus korupsi menurun
pada level 44,4 %. Dari sisi penanganan kasus korupsi ini merupakan kinerja yang mesti
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
10
18. Laporan Akhir
ditingkatkan sehingga kasus penanganan korupsi bisa ditingkatkan pada tahun yang akan
datang.
Tabel 2.2.2 Persentase Kabupaten/Kota yang Memiliki Peraturan Daerah
Pelayanan Satu Atap(%)
Indikator 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Persentase kabupaten/ kota yang 0.00 0.00 0.00 0.00 60.00 71.00
memiliki peraturan daerah
pelayanan satu atap (%)
Sumber: Kesbang dan Politik Daerah Provinsi Lampung
Merujuk data, perda pelayanan satu atap di Provinsi Lampung mulai diberlakukan
pada tahun 2008 pada tahun itu persentase kepemilikan Perda satu atap Provinsi
mencapai 60% dan pada tahun 2009 tren persentase kepemilikan Perda naik mencapai
71% merujuk pada data hal ini bergerak cukup signifikan semua kabupaten/kota telah
memiliki perda pelayanan satu atap, hanya saja medio tahun 2008 dan 2009 Provinsi
Lampung memiliki 4 (empat) kabupaten baru yaitu Tulang Bawang Barat, Mesuji,
Pesawaran dan Pringsewu keempat kabupaten baru ini belum memiliki perda pelayanan
satu atap. Diharapkan pada tahun 2011 seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Lampung
akan memiliki Perda Pelayanan Satu Atap, hal ini sangat penting karena merupakan
bagian dari kepentingan publik yang mesti difasilitasi.
Walaupun merujuk data dari tahun 2004, 2005, 2006, 2007, ,2008 dan 2009 tidak
pernah ada SKPD Provinsi yang memiliki pelaporan Wajar Tanpa Pengecualian, dalam
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
11
19. Laporan Akhir
konteks ini semua instansi selalu memeroleh predikat pelaporan Wajar Dengan
Pengecualian. Hal ini adalah sebuah kewajaran karena predikat WDP adalah predikat
rata-rata SKPD di Indonesia. Pada bagian lain terdapat hal positif yang telah dilakukan
Pemerintah Provinsi Lampung, beragam upaya agar predikat pelaporan Wajar Tanpa
Pengecualian dapat diperoleh setiap SKPD salah satunya adalah dengan melibatkan
beragam stake holder bagi membenahi administrasi dan manajerial setiap SKPD di
Provinsi Lampung.
Tabel 2.2.3 Jumlah Gender development index Provinsi Lampung
Indikator 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Gender Development Index 58.04 59.54 60.4 60.7 58.3 57.01
Sumber: BPS (Lampung Dalam Angka)
Data grafik menunjukkan untuk level provinsi Lampung pada tahun 2004, GDI
provinsi Lampung mencapai angka 58,04 pada tahun 2005 GDI mengalami peningkatan
mencapai angka 59,54 pada tahun 2006 GDI kembali mengalami peningkatan mencapai
60,40 pada tahun 2007 GDI Provinsi Lampung kembali naik 0,30 menjadi 60,70 pada
tahun 2008 GDI mengalami penurunan menjadi 58,30 dan pada tahun 2009 GDI kembali
mengalami penurunan mencapai 57,01.
Dari data GDI berdasarkan grafik didapatkan bahwa tingkat GDI provinsi Lampung
terus mengalami peningkatan dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007, kemudian
mengalami penurunan pada tahun yang relatif signifikan pada tahun 2008 dan 2009.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
12
20. Laporan Akhir
Tabel 2.2.4 Jumlah Gender Empowerment Meassurement Provinsi Lampung
Indikator 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Gender Empowerment 59.32 60.60 61.40 61.50 66.31 61.50
Measurement
Sumber: BPS (Lampung Dalam Angka)
Gender Empowerement Messurement adalah tolak ukur yang dipakai untuk
mengukur tingkat pemberdayaan gender dalam masyarakat. Begitupun Gender
Development Index atau GDI, GDM juga merupakan alat ukur yang dipakai oleh Workd
Bank untuk sebagai salah satu bagian mencapai MDGs.
Dalam konteks provinsi Lampung, indeks Gender Empowerement Meassurement
(GEM) terlihat konstan dan tidak ada peningkatan yang cukup signifikan, yaitu pada tahun
2004 indeks mencapai 59,32, pada tahun 2005 mencapai 60,60 kemudian pada tahun
2006 mencapai 61,40 dan mengalami kenaikan menjadi 61,50 pada tahun 2007. Pada
tahun 2008 indeks tersebut naik menjadi 66,31 dan kembali mengalami pada tahun 2009
menjadi 61,50. Jika melihat tren maka indeks terus mengalami kenaikan dari tahun 2004,
2005, 2006 sampai tahun 2007 kemudian mengalami penurunan pada tahun 2008 dan
2009.
Banyak faktor yang menyebabkan menurunnya angka GDI dan GEM di Provinsi
Lampung salah satu yang menjadi faktor adalah pemerintah daerah cenderung hanya
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
13
21. Laporan Akhir
memokuskan kebijakannya pada sektor politik, di Lampung misalkan hampir setiap tahun
terdapat event pilkada, tahun 2005, 2007, 2008 belum lagi event regular pilpres dan pileg
tahun 2009. Sehingga program di sektor policy for gender issues agak terpinggirkan. Oleh
sebab itu diperlukan sebuah intervensi kebijakan yang tepat bagi meningkatkan GDI dan
GEM tersebut.
3. Rekomendasi Kebijakan
a) Perlunya intervensi kebijakan pemerintah untuk meningkatkan Gender Development
Index (GDI) dan Gender Empowerement Meassurement (GEM.)
b) Pemerintah perlu menciptakan satu kebijakan di sektor real yang mikro fokus pada
pemberdayaan perempuan.
c) Perlunya dibuat sebuah strategi kebijakan yang dapat meningkatkan pemahaman
dan kapasitas birokrasi dalam pengelolaan dan penggunaan sumber-sumber
(resources) keuangan dan lainnya.
C. AGENDA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
1. Indikator
Indikator dalam Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat pada Evaluasi
Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2010 dapat dilihat pada
Tabel 2.3
Tabel 2.3 Indikator Kinerja pembangunan Daerah 2004-2009
Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat
Agenda Indikator
Pembangunan
Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia
Kesejahteraan Pendidikan
Rakyat Angka partisipasi murni (SD/MI)
Angka partisipasi kasar (SD/MI)
Rata-rata nilai akhir SMP/MTs
Rata-rata nilai akhir sMA/SMK/MA
Angka Putus Sekolah SD
Angka Putus Sekolah SMP/MTs
Angka Putus Sekolah menengah
Angka Melek aksara 15 tahun ke atas
Persentase jumlah guru yang layak mengajar SMP/MTs
Persentase jumlah guru yang layak mengajar sekolah
menengah
Kesehatan
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
14
22. Laporan Akhir
Umur Harapan Hidup (UHH)
Angak Kematian Bayi (AKB)
Prevalensi Gizi Buruk (%)
Prevalensi Gizi Kurang (%)
Persentase Tenaga Kesehatan perpenduduk
Keluarga Berencana
Persentase penduduk ber-KB (Contraceptive prevalence rate)
Laju Pertumbuhan Penduduk
Total Fertility Rate (TFR)
Ekonomi Makro
Laju Pertumbuhan Ekonomi
Persentase ekspor terhadap PDRB
Persentase Output Manufaktuir terhadap PDRB
Pendapatan perkapita (dalam juta rupiah)
Laju inflasi
Investasi
Nilai rencana PMA yang disetujui
Nilai Realisasi Investasi PMA
Nilai Rencana PMDN yang disetujui
Nilai realisasi investasi PMDN
Realisasi penyerapan tenaga kerja PMA
Infrastruktur
% panjang jalan nasional dalam kondisi:
Baik
Sedang
Buruk
% panjang jalan provinsi dalam kondisi:
Baik
Sedang
Buruk
Pertanian
Nilai tukar petani
PDRB sektor pertanian
Kehutanan
Persentase luas lahan rehabiulitasi dalam hutan terhadap
lahan kritis
Kelautan
Jumlah tindak pidana perikanan
Luas kawasan konservasi laut (juta Ha)
Kesejahteraan Sosial
Persentase penduduk miskin
Tingkat pengangguran terbuka
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
15
23. Laporan Akhir
2. Analisis Capaian Indikator
2.1 Indeks Pembangunan Manusia
2.1.1 Indikator Indeks pembangunan manusia
Agenda Pembangunan Indikator
Meningkatkan Kesejahteraan Indeks Pembangunan Manusia
Rakyat
2.1.2 Capaian Indikator
Tabel 2.3.1 Jumlah Indek Pembangunan Manusia Provinsi Lampung
Indikator 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Indeks Pembangunan 68.40 68.80 69.40 69.78 71.85 72.57
Manusia
Sumber: BPS Lampung
Agenda pembangunan meningkatkan kesejahteraan rakyat bidang indeks
pembangunan manusia menunjukkan kecenderungan yang selalu meningkat secara linier
dari tahun 2004-2009 yaitu dari 68,40 menjadi 72,57. Hal ini berarti upaya peningkatan
mutu sumber daya manusia di Provinsi Lampung untuk menunjang pembangunan selalu
ditingkatkan dari tahun ke tahun. Jika mengacu pada persamaan garis indeks
pembangunan manusia, maka daya kemampua prediksinya sangat tinggi sehingga
upaya-upaya yang dilakukan dapat diyakini akan mencapai sasaran atau target.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
16
24. Laporan Akhir
Keberhasilan meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM) di Provinsi
Lampung ini tidak terlepas dari semakin baiknya Indeks Pembangunan Kesehatan (IPK),
Indeks Pembangunan Pendidikan (IPP) , dan Indeks Ekonomi Pendapatan (IEP):
IPM = IPK + IPP + IEP
Indikator meningkatnya Indeks Pembangunan Kesehatan masyarakat yang
digunakan adalah : Umur harapan hidup meningkat menjadi 70,5 tahun, angka kematian
bayi berkurang menjadi 28 bayi/1000 kelahiran hidup, gizi kurang berkurang menjadi 5 %,
dan meningkatnya persentase tenaga kesehatan per penduduk sebesar 0,025 % (Tabel
2.3.1).
Indikator Indeks Pembangunan Pendidikan yang tetap baik dan semakin baik
meliputi : APM SD/MI lebih dari 90 %, APK SD/MI lebih dari 100%, rata-rata nilai akhir
tingkat SMP meningkat menjadi 6,73, tingkat sekolah menengah meningkat menjadi 6,87,
angka putus sekolah tingkat SD turun menjadi 1,94 %, tingkat SMP turun menjadi 2,74 %,
persentase guru layak mengajar terhadap guru seluruhnya untuk tingkat SMP meningkat
menjadi 96,58 %, dan untuk tingkat SMA meningkat menjadi 77,86 % (Tabel 2.3.5).
Indeks Ekonomi Pendapatan dicirikan dengan semakin meningkatnya pendapatan
per kapita masyarakat. Grafik 2.3.9 menunjukkan bahwa pendapatan perkapita Provinsi
Lampung naik dua kali lipat lebih selama tahun 2004-2009 yakni dari Rp 4,5 juta/kapita
pada tahun 2004 menjadi Rp 10,75 juta per kapita pada tahun 2009.
2.1.3 Rekomendasi
Agar indek pembangunan manusia di Provinsi Lampung dapat dipertahankan
bahkan ditingkatkan, maka kebijakan yang harus diambil oleh Pemerintah Provinsi
Lampung adalah meningkatkan kebijakan yang terkait dengan sektor pendidikan,
kesehatan, dan peningkatan pendapatan masyarakat.
2.2 Pendidikan
2.2.1 Indikator Pendidikan
Agenda Pembangunan Indikator
Meningkatkan Kesejahteraan Pendidikan
Rakyat Angka partisipasi murni (SD/MI)
Angka partisipasi kasar (SD/MI)
Rata-rata nilai akhir SMP/MTs
Rata-rata nilai akhir SMA/SMK/MA
Angka Putus Sekolah SD
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
17
25. Laporan Akhir
Angka Putus Sekolah SMP/MTs
Angka Putus Sekolah menengah
Angka Melek aksara 15 tahun ke atas
Persentase jumlah guru yang layak mengajar
SMP/MTs
Persentase jumlah guru yang layak mengajar
sekolah menengah
2.2.2 Capaian Indikator
Tabel 2.3.2 Angka Partisipasi Murni Tingkat SD
Indikator 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Pendidikan
Angka Partisipasi Murni 92.73 91.60 93.94 94.04 94.23 93.98
Tingkat SD
Sumber: BPS Provinsi Lampung
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
18
26. Laporan Akhir
Tabel 2.3.3 Angka Partisipasi Kasar tingkat SD
Indikator 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Pendidikan
Angka Partisipasi 109.33 106.80 111.55 109.48 106.66 107.73
Kasar Tingkat SD
Sumber: BPS Provinsi Lampung
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
19
27. Laporan Akhir
Tabel 2.3.4 Angka Melek Huruf
Indikator 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Pendidikan
Angka Melek Huruf (%) 93.10 93.50 93.50 93.47 93.79 93.50
Sumber: BPS Provinsi Lampung
Agenda pembangunan meningkatkan kesejahteraan rakyat bidang pendidikan
dengan indikator angka partisipasi murni, angka partisipasi kasar tingkat SD menunjukkan
trend yang selalu meningkat secara lamban sedangkan angka melek huruf relatif tidak
mengalami peningkatan sehingga program-program keaksaraan masih sangat perlu
ditingkatkan, baik kuantitas maupun kualitasnya dengan lebih mendorong partisipasi
masyarakat.
Angka partisipasi murni tingkat SD dalam 6 tahun terakhir mengalami peningkatan
sebesar rata-rata 0,25 per tahun. Sebaliknya, angka partisipasi kasar tingkat SD dalam 6
tahun terakhir mengalami tren penurunan. Namun, nilai tersebut masih di atas 100%.
Kedua indikator tersebut mencerminkan bahwa pelayanan pendidikan telah diberikan
dengan baik kepada penduduk usia sekolah dasar.
Fluktuasi angka partisipasi murni dan angka partisipasi kasar tingkat SD ini terjadi
karena disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk usia sekolah SD yang secara
signifikan dapat mempengaruhi tingkat pelayanan pendidikan secara kuantitatif. Di
samping itu, pengembangan pendidikan non-formal (Kelompok Belajar Paket A) masih
memerlukan upaya sosialisasi dan peningkatan mutu pengelolaan agar dapat menjadi
jalan keluar pemerataan pendidikan bagi penduduk di luar usia sekolah tingkat SD.
Tabel 2.3.5. indikator pendidikan
Indikator 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Pendidikan
Angka Partisipasi Murni 92,73 91,60 93,94 94,04 94,23 93,98
Tingkat SD
Angka Partisipasi Kasar 109,33 106,80 111,55 109,48 106,66 107,73
Tingkat SD
Rata-Rata Nilai Akhir 4,80 5,81 5,81 5,81 6,29 6,73
Tingkat SMP
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
20
28. Laporan Akhir
Rata-Rata Nilai Akhir 4,12 5,85 6,06 6,06 6,13 6,87
Tingkat Sekolah
Menengah
Angka Putus Sekolah 2,88 1,56 2,29 2,06 2,00 1,94
Tingkat SD (%)
Angka Putus Sekolah 3,30 3,00 2,48 2,91 2,82 2,74
Tingkat SMP (%)
Angka Putus Sekolah 2,14 2,21 4,04 3,10 3,75 4,54
Tingkat Sekolah
Menengah (%)
Angka Melek Huruf (%) 93,10 93,50 93,50 93,47 93,79 93,50
Persentase Guru Layak 66,21 66,14 67,00 82,80 89,42 96,58
Mengajar Terhadap
Guru Seluruhnya
Tingkat SMP (%)
Persentase Guru Layak 64,34 68,35 70,48 71,99 74,87 77,86
Mengajar Terhadap
Guru Seluruhnya
Tingkat Sekolah
Menengah (%)
Rata-rata nilai akhir tingkat SMP dan tingkat sekolah menengah dalam 6 tahun
terakhir menunjukkan tren meningkat. Rata-rata nilai akhir tingkat SMP meningkat rata-
rata 0,39 poin per tahun. Rata-rata nilai akhir tingkat sekolah menengah meningkat rata-
rata 0,55 poin per tahun. Angka tersebut menunjukkan keberhasilan peningkatan mutu
pendidikan yang menjawab tren peningkatan passing grade kelulusan tingkat SMP dan
sekolah menengah.
Nilai akhir sebagai indikator hasil belajar menunjukkan efektivitas proses
pembelajaran secara keseluruhan di mana faktor-faktor sarana prasarana belajar, sumber
belajar, tenaga pendidik, manajemen dan tenaga kependidikan secara simultan
mempengaruhi proses pembelajaran. Data menunjukkan bahwa seluruh faktor
pendukung proses pendidikan sudah cukup efektif mendorong peningkatan hasil
pendidikan. Namun demikian perlu dilakukan upaya pemerataan kualitas faktor-faktor
pendukung agar capaian hasil belajar yang diperoleh dapat lebih ditingkatkan.
Angka putus sekolah tingkat SD dan SMP mengalami penurunan masing-masing
rata-rata 0,19 % dan 0,11 % per tahun. Tren menurun ini lebih disebabkan oleh
peningkatan layanan pendidikan, khususnya dalam memenuhi program wajib belajar 9
tahun. Peningkatan layanan yang didukung oleh peningkatan anggaran pendidikan
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
21
29. Laporan Akhir
mencapai 20 % sebagaimana diamanahkan di dalam Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional dalam praktiknya mampu meningkatkan animo dan kebutuhan masyarakat akan
pendidikan anak-anak.
Keberhasilan program wajib belajar 9 tahun belum secara signifikan
mempengaruhi peningkatan partisipasi pendidikan masyarakat di tingkat sekolah
menengah. Hal ini ditunjukkan oleh tren peningkatan angka putus sekolah tingkat sekolah
menengah dalam 6 tahun terakhir yang meningkat rata-rata 0,48 persen per tahun.
Sebagian penduduk masih memandang anak-anak usia sekolah menengah perlu untuk
memulai usaha atau mulai bekerja guna menunjang perekonomian keluarga. Kondisi ini
merupakan permasalahan kultural di samping masih perlunya meningkatkan pemerataan
layanan pendidikan menengah dan dukungan pembiayaan dari Pemerintah Provinsi
Lampung seperti beasiswa.
Angka melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas menunjukkan tren
peningkatan rata-rata 0,08 persen per tahun. Hal ini menunjukkan keberhasilan
pendidikan, terutama untuk pendidikan dasar baik melalui pendidikan formal maupun
pendidikan non-formal. Masih adanya penduduk yang buta aksara lebih disebabkan oleh
jumlah penduduk usia lanjut yang tidak melaksanakan pendidikan dasar baca tulis dan
hitung secara formal. Di samping masih adanya kelompok masyarakat miskin yang belum
terjangkau layanan pendidikan. Pada umumnya kelompok masyarakat ini berdomisili di
wilayah-wilayah terpencil.
Persentase guru layak mengajar terhadap guru seluruhnya tingkat SMP
mengalami tren peningkatan rata-rata 5,87 % per tahun, dan persentase guru layak
mengajar terhadap guru seluruhnya untuk tingkat sekolah menengah mengalami tren
peningkatan rata-rata 2,7 % per tahun. Peningkatan ini disebabkan oleh semakin
meningkatnya jumlah guru yang memenuhi syarat tingkat pendidikan sebagaimana diatur
di dalam standar pendidikan nasional. Program sertifikasi guru juga menjadi faktor yang
menyebabkan peningkatan jumlah guru yang memenuhi syarat kelayakan mengajar.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
22
30. Laporan Akhir
2.2.3 Rekomendasi
1. Perlu upaya terpadu menekan angka putus sekolah, terutama untuk pendidikan
tingkat menengah melalui peluncuran beasiswa kepada masyarakat tidak mampu,
perluasan dan pemerataan pelayanan pendidikan di seluruh wilayah, serta
peningkatan pengembangan pendidikan non-formal.
2. Program peningkatan mutu guru perlu dipercepat untuk memenuhi kebutuhan
kelayakan guru mengajar secara kualitatif, dan penyebarannya dilakukan
berdasarkan orientasi pemerataan pelayanan pendidikan.
3. Program sertifikasi tenaga pendidik perlu dilanjutkan dan ditingkatkan untuk
mempertahankan dan meningkatkan kualitas profesionalisme guru.
4. Pembangunan dan pengembangan sarana prasarana serta elemen-elemen
penunjang pendidikan lainnya (seperti pengadaan sumber belajar, media
pembelajaran, dan lain-lain) perlu ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas proses
pendidikan.
5. Alokasi dana sebesar minimal 20 persen anggaran belanja daerah perlu
dipertahankan dan ditingkatkan untuk mendukung pembangunan terpadu sektor
pendidikan di segala lini.
2.3. Kesehatan
2.3.1 Indikator Kesehatan
Pembangunan kesehatan merupakan salah satu bagian dari upaya peningkatan
kualitas sumberdaya manusia, menuju Insan Indonesia yang Cerdas dan Berdaya Saing.
Keberhasilan pembangunan kesehatan dapat dilihat dari beberapa indikator. Pada kurun
waktu tahun 2004 – 2009 indikator kinerja pembangunan kesehatan di Provinsi Lampung
disajikan pada Tabel 2.3.6.
Tabel 2.3.6. Indikator Kesehatan Provinsi Lampung tahun 2004 – 2009.
Capaian Tahun
Indikator Kesehatan 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Umur Harapan Hidup 67.60 68.00 68.50 69.90 70.10 70.50
(tahun)
Angka Kematian Bayi 55.00 37.00 29.00 43.00 35.00 28.00
(per 1.000 kelahiran
hidup)
Gizi Buruk (%) 7.20 5.70
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
23
31. Laporan Akhir
Gizi Kurang (%) 10.30 12.10 7.00 11.80 5.60 5.00
Persentase Tenaga 0.011 0.016 0.027 0.022 0.023 0.025
Kesehatan per Penduduk
(%)
Sasaran pembangunan kesehatan Nasional pada akhir tahun 2009
memprioritaskan pada peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
yang antara lain tercermin dari indikator sebagai berikut:
1. Meningkatnya umur harapan hidup;
2. Menurunnya angka kematian bayi dari 35 menjadi 26 per 1000 kelahiran hidup;
3. Menurunnya angka kematian Ibu melahirkan dari 307 menjadi 226 per 100.000
kelahiran hidup; dan
4. Menurunnya prevalensi Gizi kurang pada anak balita dari 25,8 persen menjadi 20
persen;
2.3.2 Capaian Indikator
Peningkatan kualitas puskesmas meskipun belum optimal telah dilakukan
terutama pada aspek fisik dengan program rehabilitasi infrastruktur Puskesmas di
berbagai lokasi di Propinsi Lampung. Sampai pada pertengahan 2009, akses terhadap
sarana kesehatan sudah mencapai 3,5 dari angka ideal 5 puskesmas. Peningkatan
kualitas Puskesmas juga dilakukan dengan peningkatan fasilitas rawat inap pada
beberapa Puskesmas sehingga dapat meningkatkan kualitas Puskesmas sebagai sarana
layanan kesehatan masyarakat. Namun peningkatan kualitas ini belum dapat dilakukan
secara menyeluruh terutama pada level puskesmas pembantu di daerah yang relatif
terpencil. Jumlah Puskesmas mencapai jumlah 217 yang 40 diantaranya sebagai
puskesmas rawat inap, sedangkan jumlah puskesmas pembantu mencapai kurang lebih
tiga kali lipat jumlah puskesmas yang ada. Dengan demikian jumlah layanan kesehatan
(yankes) yang berkualitas masih terbatas.
Peningkatan kualitas sarana puskesmas belum dapat diimbangi dengan
peningkatan kualitas tenaga kesehatan terutama tenaga dokter. Kondisi ini belum
termasuk keberadaan dokter tersebut yang tidak selalu di tempat mengingat jangkauan
daerah yang tidak mudah. Tenaga perawat dan bidan desa jumlahnya juga masih belum
memadai terutama untuk mengantisipasi target penurunan angka kematian bayi dan
angka kematian ibu melahirkan. Jumlah dokter spesialis di Propinsi Lampung juga masih
jauh dari angka ideal mengingat hanya sekitar 40% rumah sakit di seluruh Wilayah
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
24
32. Laporan Akhir
Propinsi Lampung yang mempunyai empat dokter spesialis. Hal ini terkendala mengingat
pengangkatan tenaga kesehatan terutama dokter spesialis bukan kewenangan Dinas
Kesehatan.
Jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin telah mulai dilaksanakan dengan
membebaskan biaya pengobatan bagi masyarakat miskin (keluarga miskin-Gakin) di
rumah sakit umum daerah melalui program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi
masyarakat miskin (JPK-MM). Namun pada pelaksanaanya masih terkendala dengan
belum semua keluarga dengan kategori miskin mempunyai kartu gakin yang berfungsi
sebagai jaminan layanan kesehatan bagi penduduk miskin. Akses yang tidak mudah juga
menjadi kendala pemantauan dan implementasi jamkesmas di daerah terpencil seperti di
kabupaten Lampung Barat dan kabupaten Way Kanan. Hal ini juga terlihat dari jumlah
puskesmas yang masih minim pada dua daerah tersebut dibandingkan dengan luas
daerah yang harus dilayani. Kendala jarak dan kesulitan transportasi serta distribusi kartu
miskin yang masih terkendala. Program apotek rakyat dan obat serba seribu masih
terkendala pelaksanaanya di daerah miskin dan terpencil, namun relatif lebih berjalan
dengan baik di daerah perkotaan.
Program gerakan hidup sehat telah dilakukan dengan bentuk penyuluhan dan
pendampingan masyarakat. Kegiatan ini juga banyak melibatkan peran aktif lebaga
swadaya masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan lingkungan dan hidup sehat.
Program ini masih sangat diperlukan dan diperkuat mengingat jenis penyakit yang masih
banyak diderita oleh masyarakat adalah diare, TBC, DBD dan Malaria yang ketiganya
sangat berhubungan dengan kesehatan lingkungan dan pola hidup sehat.
Kendala utama yang dihadapi dalam pencapaian indikator adalah belum rapinya
basis data kesehatan sehingga relatif sulit dalam melakukan evaluasi capaian indikator
yang telah diagendakan. Anggaran yang terbatas (kurang lebih hanya 3% dari APBD)
menjadikan skala prioritas harus disusun secara cermat agar pencapaian sasaran lebih
efektif dengan dana yang terbatas. Penanganan masalah kesehatan pada penduduk
miskin sangat terkait dengan bidang lain sehingga intervensi yang dilakukan cenderung
tidak dapat dilakukan hanya oleh dinas kesehatan namun harus terpadu dengan program
sektor lain. Kesulitan akses transportasi dan jarak menjadi kendala utama masih belum
idealnya akses masyarakat terhadap layanan kesehatan. Sistem pengangkatan tenaga
kesehatan juga masih dapat lebih diefektifkan terutama pada daerah miskin dan terpencil.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
25
33. Laporan Akhir
Analisa Indikator
Pada Tabel 2.3.6 tampak jelas bahwa Umur Harapan Hidup (UHH) penduduk
Provinsi Lampung secara konsisten meningkat dari tahun 2004 – 2009. Pada dasarnya
UHH merupakan akumulasi dari berbagai keberhasilan pembangunan di bidang
kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Fenomena peningkatan UHH tentu saja mempunyai
implikasi yang perlu dicermati oleh pemerintah (pusat dan daerah), termasuk penyediaan
layanan kesehatan bagi manula dan fasilitas-fasilitas lainnya yang terkait.
Pada Tabel 2.3.6 tampak bahwa Prevalensi Gizi Buruk dan Prevalensi Gizi Kurang
di Provinsi Lampung pada tahun 2004 – 2009 cenderung semakin menurun. Hal ini
mencerminkan bahwa rangkaian program pembangunan kesehatan di Provinsi Lampung
cukup berhasil dapat berjalan sinergis dengan program pembangunan pada sektor lain,
terutama sektor ketahanan pangan. Keberhasilan penurunan Prevalensi Gizi Buruk dan
Prevalensi Gizi Kurang harus menjadi lesson learned bagi RPJMD berikutnya, sehingga
menjadi lebih efektif.
Prosentase Tenaga Kesehatan per Penduduk di Provinsi Lampung pada kurun
waktu 2004 – 2009 cenderung meningkat. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah
daerah untuk meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat. Apabila dicermati, pada Tabel 2.3.6 di atas tampak jelas bahwa peningkatan
persentase tenaga kesehatan per penduduk berdampak pada keberhasilan peningkatan
UHH, penurunan angka kematian bayi, serta penurunan prevalensi gizi buruk dan gizi
kurang.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
26
34. Laporan Akhir
Grafik 2.3.5 Angka Kematian Bayi (AKB) Nasional
dan Provinsi Lampung
Angka Kematian Bayi (AKB) Nasional
80,0
Angka Kematian Bayi/1000 lahir hidup
Angka Kematian Bayi (AKB) Prov. Lampung
70,0
60,0
55
50,0
43
40,0
37 35
30,0 29 28
20,0
10,0
0,0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Grafik 2.3.6 Angka Kematian Bayi dan Tenaga Kesehatan
di Provinsi Lampung
80,0 0,030
70,0
% Tenaga Kesehatan/Penduduk
0,025
Angka Kematian Bayi/1000 lahir
60,0
0,020
50,0
hidup
40,0 0,015
30,0
0,010
20,0
Angka Kematian Bayi (AKB) Prov. Lampung
0,005
10,0
% Tenaga Kesehatan
0,0 0,000
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
27
35. Laporan Akhir
Untuk menguraikan efektifitas kinerja pembangunan di sektor kesehatan, berikut
disajikan grafik Angka Kematian Bayi pada setiap 1000 kelahiran hidup dari tahun
2004 sampai dengan 2009.
Pada Grafik 2.3.5 terlihat bahwa di Propinsi Lampung terjadi perubahan yang cukup
signifikan pada Angka Kematian Bayi. Pada kurun waktu tahun 2004 sampai dengan
tahun 2006 jumlah Angka Kematian Bayi menurun, yaitu dari 55 per 1000 kelahiran
hidup menjadi 29 per 1000 kelahiran hidup. Namun, pada tahun 2007 terjadi
peningkatan, yaitu menjadi 43 per 1000 kelahiran hidup, meskipun setelah itu
menurun kembali sampai dengan tahun 2009 menjadi 28 per 1000 kelahiran hidup.
Angka terakhir tersebut mendekati target nasional sebesar 26 per 1000 kelahiran
hidup.
Berdasarkan data yang tersedia, ada fenomena menarik mengenai hubungan antara
Angka Kematian Bayi dengan Prosentase Tenaga Kesehatan yang tersedia.
Hubungan tersebut disajikan pada Grafik 2.3.6, dimana jika grafik Angka Kematian
Bayi yang disandingkan dengan prosentase tenaga kesehatan terhadap jumlah
penduduk di Propinsi Lampung pada setiap tahunnya dari tahun 2004 sampai
dengan tahun 2009. Pada grafik tersebut tampak bahwa Angka Kematian Bayi
sangat erat korelasinya dengan prosentase jumlah tenaga kesehatan. Kenaikan
prosentase jumlah tenaga kesehatan diikuti oleh menurunnya Angka Kematian Bayi,
dan demikian sebaliknya jika prosentase tenaga kesehatan menurun maka Angka
Kematian Bayi cenderung meningkat atau dengan kata lain prosentase tenaga
kesehatan berbanding terbalik dengan Angka Kematian Bayi di Propinsi Lampung.
Pada indikator gizi kurang tampak bahwa angka yang dicapai Propinsi Lampung
sudah jauh lebih baik (5% pada tahun 2009) dibandingkan dengan target nasional
sebesar 20% pada akhir 2009. Pada Tabel 2.3.5 dapat dilihat bahwa pada tahun
2004 indikator gizi kurang sudah dapat ditekan pada angka 10%. Angka indikator
gizi kurang agak meningkat pada tahun 2005 dan 2007, namun angkanya tidak
melebihi 13%, yang berarti masih berada di bawah target nasional pada akhir 2009.
Hal ini menunjukkan bahwa angka kematian bayi tidak hanya ditentukan oleh faktor
asupan gizi, namun juga ditentukan oleh faktor pelayanan kesehatan.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
28
36. Laporan Akhir
2.3.3 Rekomendasi
Berdasarkan hasil evaluasi pembangunan kesehatan pada RJMD 2004 – 2009
tampak jelas bahwa keberhasilam pembangunan di bidang kesehatan berkontribusi
signifikan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu pada RPJMD
2010 – 2015 Provinsi Lampung, pembangunan bidang kesehatan harus tetap menjadi
salah satu prioritas utama.
Secara khusus program-program pembangunan di bidang kesehatan perlu
diarahkan untuk secara efektif mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan secara
nasional. Perlu pula dicatat bahwa program pembangunan di bidang kesehatan
hendaknya disinergikan dengan pembangunan pada bidang-bidang lain, termasuk bidang
pendidikan, bidang pertanian dan ketahanan pangan, serta pembangunan infrastruktur.
Peningkatan kualitas kesehatan sebaiknya didorong dengan peningkatan rasio
tenaga kesehatan yang sekaligus menggambarkan peningkatan sarana prasarana serta
layanan kesehatan pada masyarakat. Upaya peningkatan status kesehatan juga perlu
diikuti upaya peningkatan bidang terkait misalnya peningkatan pendapatan masyarakat
dan pola hidup sosial yang sehat.
Upaya yang perlu dilakukan dalam meningkatkan capaian indikator Indonesia
Sehat 2010 adalah dengan membangun sistem basis data kesehatan yang efektif untuk
pengambilan keputusan dan perencanaan program ke depan. Peningkatan anggaran
dalam mendukung pelaksanaan program harus dilakukan dengan tanpa
mengesampingkan sumber dana non konvensional. Penanganan masalah kesehatan
secara terpadu dengan program sektor lain menjadi kata kunci yang sangat penting.
Peningkatan akses masyarakat terhadap yankes harus dilakukan dengan menambah
jumlah yankes terutama di wilayah yang rasio yankesnya masih rendah. Sistem
pengangkatan tenaga kesehatan harus lebih diefektifkan dengan berbasis pada
kebutuhan masyarakat terutama untuk daerah miskin dan terpencil.
2.4 Keluarga Berencana
2.4.1 Indikator keluarga Berencana
Saat ini tingkat kesertaan masyarakat dalam program KB di Propinsi Lampung
telah mencapai tingkat yang tinggi dengan aspirasi yang semakin modern. Kesertaan
yang tinggi tersebut menuntut pelayanan yang lebih berkualitas baik sarana, tenaga dan
metoda kontrasepsi yang digunakan. Apabila tuntutan tersebut tidak dapat terpenuhi,
maka dikhawatirkan akan terjadi kejenuhan yang pada akhirnya akan mengendorkan
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
29
37. Laporan Akhir
peran dan kesertaan masyarakat dalam berkeluarga berencana. Oleh karena itu
diperlukan inovasi dan rangsangan baru agar masyarakat mempertahankan, bahkan
meningkatkan peran dan kesertaan mereka dalam upaya-upaya yang mengarah kepada
peningkatan kesejahteraan.
Sasaran nasional sebagaimana ditentukan dalam RPJMN 2004-2009 adalah
Angka Fertilitas Total (TFR) sebesar 2,2 dan Laju Pertambahan Penduduk (LPP) sebesar
1,14 %. Disisi lain komitmen pemerintah kabupaten/kota terhadap program KB nasional
sangat beragam. Untuk itu perlu dilakukan penajaman sasaran sesuai dengan daya
dukung kondisi dan potensi wilayah serta kontribusinya terhadap pencapaian sasaran
nasional. Untuk daerah-daerah prioritas, pemerintah pusat dan daerah diharapkan dapat
menyediakan dukungan baik dalam bentuk kelembagaan, tenaga, sarana dan prasarana
serta anggaran yang memadai. Namun kendala kemampuan pemerintah dalam
membiayai pembangunan masih terbatas sehingga pengalokasiannya perlu didasarkan
pada skala prioritas, baik dalam konteks program maupun wilayah.
2.4.2 Capaian Indikator
Program KB merupakan suatu cara yang efektif untuk mencegah mortalitas ibu
dan anak karena dapat menolong ibu untuk menghindari kehamilan resiko tinggi. Adapun
pelaksanaannya melalui penundaan kehamilan sampai usia 20 tahun atau lebih,
menghentikan kehamilan pada usia lebih dari 35 tahun (usia yang baik untuk melahirkan
dibawah 35 tahun), dan memperkecil jumlah paritas (dua anak lebih baik),
memperpanjang jarak kehamilan satu dengan kehamilan berikutnya minimal dua tahun
(usahakan jangan punya dua balita). Keberhasilan Program KB, menurut BKKBN, dapat
dilihat dari dua indikator yaitu persentase pemakaian kontrasepsi (Contraceptive
Prevalence Rate/CPR) serta rata-rata jumlah anak yang dilahirkan (Total Fertility
Rate/TFR).
Tabel 2.3.7 Capaian Indikator Keluarga Berencana di Propinsi Lampung
Indikator Capaian Tahun
Keluarga Berencana 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Contraceptive Prevalence 78.42 80.85 78.69 85.18 87.74 90.37
Rate (%)
Pertumbuhan Penduduk (%) 1.70 1.25 1.35 1.08 1.39 1.36
Total Fertility Rate (%) 2.7 2.7 2.7 2.5 2.45 2.43
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
30
38. Laporan Akhir
Pada Tabel 2.3.7 tampak bahwa selama kurun waktu 2004 – 2009 presentase
penduduk ber KB (CPR) di Provinsi Lampung secara signifikan meningkat. Apabila
dicermati lebih lanjut, peningkatan angka CPR tersebut berkorelasi erat dengan laju
penurunan pertumbuhan penduduk. Pencapaian tersebut di atas, tidak lepas dari
dukungan sarana dan prasarana keluarga berencana yang tersedia di Provinsi Lampung.
Jumlah klinik KB di Provinsi Lampung pada tahun 2006 terdiri dari klinik KB pemerintah
814 unit, swasta 64, pelayanan KB Rumah Sakit Pemerintah 11 unit dan swasta 20 unit.
Fenomena yang diperlihatkan oleh data di atas mencerminkan bahwa program
keluarga berencana dapat menjadi instrumen yang efektif untuk mengendalikan jumlah
penduduk. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan tingginya laju pertumbuhan
penduduk maka pada RPJMD 2010 – 2015 program keluarga berencana harus menjadi
salah satu prioritas.
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (2007), secara nasional
menunjukan angka CPR pada tahun 2003 sebanyak 60,3%, TFR 2,6 dengan LPP 1,49%
sedangkan pada tahun 2007 CPR sebanyak 61,4% dengan TFR 2,6, LPP 1,28%. Jumlah
akseptor KB baru di Propinsi Lampung pada tahun 2005 sebanyak 194.222 orang dengan
pemakaian kontrasepsi yang paling diminati adalah suntikan sebanyak 92.341 pemakai
(48,34%). Akseptor KB baru yang dicapai pada tahun 2006 (222.310 orang) ternyata
kurang dari target (232.550 orang) yang ditetapkan BKKBN yaitu sekitar 95,59 persen.
Jenis kontrasepsi yang paling diminati oleh akseptor baru masih sama dengan yang
paling diminati pada tahun sebelumnya yaitu suntikan, sebesar 107.454 orang (48,33
persen) kemudian disusul jenis pil, sebanyak 87.074 orang (36,17 persen).
Sebagai ilustrasi kinerja pembangunan keluarga berencana di Provinsi Lampung,
berikut disajikan data kinerja program keluarga berencana di Kota Bandar Lampung.
Pemakai AKDR di Kota Bandar Lampung, sebagai kota terbesar di Propinsi Lampung,
mengalami penurunan dari 5,1% (tahun 2008) menjadi 4.2% (tahun 2009). Di antara tiga
belas kecamatan yang terdapat di Kota Bandar Lampung terdapat dua kecamatan yang
rendah pencapaiannya yaitu Kecamatan Teluk Betung Utara dan Kecamatan Teluk
Betung Selatan.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
31
39. Laporan Akhir
Analisa Indikator
Untuk menguraikan efektifitas kinerja pembangunan di sektor keluarga berencana,
berikut disajikan grafik CPR dan Pertumbuhan Penduduk dari tahun 2004 sampai dengan
2009.
Grafik 2.3.7 Persentase penduduk ber KB di Provinsi
Lampung
110,0
100,0
90,0
Persentase (%)
80,0
70,0
60,0
50,0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Grafik 2.3.8 Pertumbuhan Penduduk di Provinsi
Lampung
2,1
1,9
1,7
Persentase (%)
1,5
1,3
1,1
0,9
0,7
0,5
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
32
40. Laporan Akhir
Pada Grafik 2.3.7 nampak bahwa persentase pemakaian kontrasepsi (Contraceptive
Prevalence Rate/CPR) dari tahun 2004 sampai dengan 2006 cenderung stagnan pada
kisaran 80 persen namun mulai tahun 2007 meningkat terus hingga mencapai 90,37 %.
Meskipun angka tersebut masih dibawah target nasional (BKKBN) sebesar 95,59%,
namun tren yang terus meningkat memberikan harapan bahwa pada tahun 2010 paling
tidak dapat menyamai target persentase pemakaian kontrasepsi secara nasional.
2.4.3 Rekomendasi
Berdasarkan pemasalah dan tantangan yang dihadapi, serta kondisi pencapaian
indikator sampai tahun 2009. Maka upaya yang perlu dilakukan di bidang pembangunan
keluarga kecil berkualitas antara lain adalah:
a) Peningkatan advokasi kepada Pemerintah Kabupaten/Kota agar memberikan
prioritas (kelembagaan, tenaga lapangan, sarana/prasarana, dan anggaran)
memadai untuk program KB;
b) Peningkatan konsolidasi dan perumusan strategi tepat dan cermat agar sasaran
dapat tercapai;
c) Penurunan kesenjangan pencapaian program antar Kabupaten/Kota sehingga
sasaran propinsi dapat tercapai dan memberikan kontribusi secara nasional;
d) Pengkajin kembali kebijakan dan strategi operasional dalam rangka pencapaian
sasaran-sasaran KS (Keluarga Sejahtera);
e) Penguatan mekanisme operasional dan pemberdayaan seluruh potensi
masyarakat dalam pelaksanaan program;
f) Pencarian pendekatan dan terobosan baru dalam rangka perluasan sasaran
sesuai segmentasi wilayah dan tingkat fertilisasi;
g) Pencarian terobosan untuk peningkatan pemakaian kontrasepsi secara efektif dan
efisien, serta kesertaan pria dalam pemakaian kontrasepsi;
h) Peningkatan program kesehatan reproduksi remaja yang diarahkan untuk
menurunkan fertilisasi kelompok umur muda (kelompok 15-19);
i) Peningkatan keikutsertaan peserta KB sebagai anggota kelompok UPPKS untuk
meningkatkan ekonomi keluarga;
j) Penguatan program pelembagaan keluarga kecil berkualitas untuk peningkatan
SDM KB di lapangan baik secara kuantitas maupun kualitas, serta memperkuat
jejaring institusi masyarakat.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
33
41. Laporan Akhir
2.5 Ekonomi Makro
2.5.1 Indikator Ekonomi Makro
Selama tahun 2004 sampai 2008 laju pertumbuhan ekonomi Nasional terus
meningkat dari 4% per tahun pada 2004 menjadi di atas 6% per tahun pada 2008 dan
turun menjadi 4,44% pada tahun 2009 dikarenakan imbas dari krisis keuangan global
yang cukup berdampak pada perekonomian nasional Demikian juga untuk Provinsi
Lampung, laju pertumbuhan ekonominya juga mengalami peningkatan dari 5% per tahun
pada 2004 menjadi 6,80 % pada tahun 2009. Tren pelambatan pertumbuhan ekonomi
dunia dan nasional pada tahun 2009 tidak terlalu berpengaruh besar terhadap kinerja
ekonomi lampung yang terus tumbuh positif dan tahun 2009 mengalami pertumbuhan
ekonomi lebih tinggi dibandingkan tahun 2008. Sektor keuangan, sektor pertanian dan
sektor pengangkutan menjadi penopang pertumbuhan yang terjadi.
Dari sisi permintaan, konsumsi swasta masih mendominasi aktivitas
perekonomian dengan pangsa sebesar 55,59% dan pertumbuhan sebesar 6,2% (yoy),
diikuti dengan pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB) yang berpangsa
13,38% dengan laju pertumbuhan tahunan mencapai 11,54% (yoy). Hal ini menunjukkan
bahwa peran konsumsi swasta dan pembentukan modal tetap bruto memiliki peran yang
penting dalam meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung dari sisi
permintaan (Bank Indonesia, 2010).
Secara umum dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Lampung tahun
2009 mengalami akselerasi dibandingkan tahun 2008. Pulihnya ekonomi makro pasca
krisis ekonomi global mampu mendorong output seluruh sektor secara tahunan. Dari sisi
tekanan harga menjadi berkurang akibat supply komoditas yang memadai. Dari sisi
realisisi penerimaan daerah Provinsi 2009 dapat melebihi target yang telah ditetapkan.
Indikator kesejahteraan masyarakat di 2009 mengalami peningkatan. Hal ini terlihat pada
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang mengalami penurunan dan nilai tukar petani
(NTP) yang mengalami peningkatan.
Keputusan Gubernur Lampung melalui SK Nomor G/681/III.05/HK/2009 tanggal
19 Nopember 2009 telah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Lampung tahun
2010, sebesar Rp767.500. Mengalami kenaikan sebesar Rp76.500 atau 11,07% dari
UMP Lampung tahun 2009 sebesar Rp691.000. secara langsung akan mendorong
peningkatan konsumsi swasta sebagai sumber pertumbuhan dari sisi permintaan.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
34
42. Laporan Akhir
2.5.2 Capaian Indikator
Peningkatan konsumsi swasta pada 2009-2010 terjadi karena adanya aktivitas
persiapan Pemilukada, tahun ajaran baru, serta panen komoditas petanian dan
perkebunan. Beberapa prompt indikator peningkatan konsumsi swasta tersebut antara
lain Pemilukada, Nilai Tukar Petani, Konsumsi air dan listrik rumah tangga, hasil survei
konsumen, dan penjualan kendaraan bermotor yang terus mengalami kenaikan dari tahun
ke tahun selama 2004-2009 terutama pada tahun 2009-2010. Indikator pertumbuhan
konsumsi swasta lainnya adalah impor barang konsumsi dan optimisme masyarakat
terhadap kondisi perekonomian. Rata-rata bulanan impor barang konsumsi mengalami
peningkatan sebesar 17,57% (qtq), dari US$ 3,09 juta menjadi US$ 3,64 juta. Begitu juga
dengan hasil survei konsumen Bank Indonesia Bandar Lampung yang menunjukkan
optimisme masyarakat melalui kenaikan indeks keyakinan konsumen (IKK), indeks
kondisi ekonomi saat ini (IKESI), serta indeks ekspektasi konsumen (Bank Indonesia,
2010)
Kegiatan Investasi pada triwulan II-2010 tumbuh sebesar 11,54% (yoy) atau
4,44% (qtq). Data BPMD Provinsi Lampung menunjukkan bahwa realisasi investasi
selama triwulan laporan sebesar Rp 794,9 milyar untuk pembiayaan beberapa bidang
usaha seperti industri kimia dasar organik sebesar Rp 40,58 miliar, industri udang dan
pakan ternak sebesarRp 741,78miliar, dan jasa penunjang pertambangan minyak dan gas
bumi sebesar Rp 12,57 miliar. Ekspor juga mengalami pertumbuhan positif seiring
perkembangan kondisi global yang relatif stabil dan terus berkembang.
Dari sisi penawaran, pertumbuhan PDRB sebesar 5,5% (yoy) pada triwulan II-
2010 didukung oleh pertumbuhan positif dari delapan (8) sektor ekonomi. Pertumbuhan
terbesar terjadi pada Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan dengan
sumbangan pertumbuhan sebesar 3,68%. Perkembangan aktivitas keuangan maupun
maraknya sewa rumah merupakan salah satu penyebabnya. Adapun sektor yang
tumbuh negatif adalah sektor Pertanian akibat faktor cuaca berupa hujan yang terjadi
hampir sepanjang triwulan laporan sehingga mengganggu produksi sektor tersebut.
Sektor pertanian masih mendominasi PDRB Lampung dengan pangsa 35,6%,
namun pertumbuhan tahunannya menurun sebesar 7,2% (yoy). Sektor pertanian ini
sangat rentan dengan perubahan iklim yang ekstrim. Pada tahun 2009-2010 perubahan
iklim yang ekstrim (banjir dan kekeringan serta serangan hama yang eksplosif) telah
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
35
43. Laporan Akhir
menurunkan laju pertumbuhan sektor pertanian, akibatnya pertumbuhan ekonomi Provinsi
Lampung pada tahun 2010 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2009.
Di samping sektor pertanian, penyumbang PDRB dari sisi penawaran adalah
sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan pertumbuhan mencapai 5,4% (yoy) dan
pangsa 15,9%. Fakta tersebut menunjukkan bahwa pengembangan sektor tersebut pada
masa yang akan datang perlu terus ditingkatkan. Fakta menunjukkan bahwa pada tahun
2004-2010 pembangunan sarana dan prasarana perdagangan seperti revitalisasi pasar-
pasar tradisional, pengembangan pasar-pasar modern, pembangunan hotel dan restoran
di Kota Bandar Lampung dan kota-kota lainnya pada tahun 2004-2010 telah mampu
memacu pertumbuhan ekonomi sektor tersebut dan perekonomian Lampung secara
keseluruhan. Fasilitasi dan pelayanan serta insentif fiskal dan moneter perlu ditingkatkan
pada masa yang akan datang guna memacu sektor tersebut.
Gambar 2.3.9 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung
pada tahun 2004 sampai 2009 tumbuh positif dengan tren yang terus meningkat dari 4%
tahun 2005 menjadi lebih dari 6% pada tahun 2009. Secara relatif laju pertumbuhan
ekonomi Provinsi Lampung lebih tinggi dibanding secara relatifkan dengan laju
pertumbuhan ekonomi Nasional (Gambar 2.3.9 dan 2.3.10). Peningkatan laju
pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung disebabkan karena adanya peningkatan yang
pesat dalam aktivitas bidang pertanian, industri pertanian (agroindustri), perdagangan,
hotel dan restoran, transportasi dan komunikasi serta jasa yang selama 2004 sampai
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
36
44. Laporan Akhir
2009 nilainya meningkat lebih dari 100% (Tabel 2.3.8). Hal ini menunjukkan bahwa
pembangunan ekonomi di Lampung sangat berhasil.
Keberhasilan pembangunan di Provinsi Lampung ini juga ditunjukkan oleh pangsa
(share) PDRB Provinsi Lampung dalam PDB Nasional. Tabel 2.3.8 menunjukkan
bahwa pangsa PDRB Provinsi Lampung dalam PDB Nasional selama 2004-2009 terus
mengalami peningkatan dan share tersebut diperkirakan akan terus meningkat di masa
mendatang karena Pemerintah Provinsi Lampung semakin meningkatkan intensitas
pembangunan sektor-sektor tersebut.
Pada awal tahun 2010 Pemerintah Provinsi Lampung telah mencanang Program
Percepatan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan yang dipimpin langsung
oleh Gubernur Lampung, Wakil Gubernur Lampung dan beranggota semua SKPD,
Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang Terap, dan Stakeholder terkait (Perusahaan, BI,
Asosiasi petani, KHTI, KTNA, dll).
Upaya-upaya modernisasi dan peningkatan fasilitas bongkar muat di Pelabuhan
Panjang terus dilakukan untuk menunjang kegiatan ekspor dan impor. Revitalisasi pasar-
pasar tradisional dan sarana perdagangan lain juga dilakukan disertai dengan
pembangunan kepariwisataan daerah. Pengembangan sentra-sentra produksi unggulan
daerah semakin ditingkatkan, begitu juga dengan pengembangan jasa berbankan.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung
Kerjasama antara Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas dengan Universitas Lampung Tahun 2010
37