2. Bappenas-Universitas Mataram
Tim Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah
Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009
Penanggung jawab : Rektor Universitas Mataram
Koordinator : Pembantu Rektor IV Universitas Mataram
Anggota : 1. Dr. Prayitno Basuki, MA (Fak. Ekonomi)
2. Dr. Ir. Syamsuhaidi, MS. (Fak. Peternakan)
3. Yusron Saadi, ST, M.Sc. Ph.D. (Fak. Teknik)
4. Dr. Hirsanuddin, SH.,M.Hum. (Fak. Hukum)
Laporan
Evaluasi Kinerja
Pembangunan
Daerah NTB
i
3. Bappenas-Universitas Mataram
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT dipanjatkan, karena atas rahmat,
hidayah dan karunia-Nya jualah, maka laporan akhir tentang Evaluasi Kinerja
Pembangunan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009 dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Kajian ini bertujuan menghimpun data dan informasi serta menyusun hasil
analisa evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Terselesaikannya laporan akhir ini tentunya tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak, maka melalui kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima
kasih kepada yang terhormat:
1. Kepala Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Barat dan seluruh jajarannya yang
telah memberikan dukungan penyediaan data bagi EKPD Provinsi NTB Tahun
2009;
2. Kepala BPS Provinsi Nusa Tenggara Barat dan seluruh jajarannya yang telah
memberikan dukungan penyediaan data bagi EKPD Provinsi NTB Tahun 2009;
dan
3. Para pemangku pembangunan baik formal maupun non-formal yang telah
banyak memberikan informasi dan data pendukung EKPD Provinsi NTB 2009.
Disadari bahwa laporan akhir EKPD Provinsi NTB Tahun 2009 masih
banyak mengandung kelamahan dan kekurangan, maka diharapkan kepada semua
pihak untuk dapat kiranya memberikan saran masukan yang membangun dan
konstruktif untuk penyempurnaan lebih lanjut.
Mataram, Desember 2009
Pembantu Rektor IV,
Koordinator Evaluasi,
H. Zainal Asikin, SH., SU.
NIP 19550815 198104 1 001
Laporan
Evaluasi Kinerja
Pembangunan
Daerah NTB
ii
4. Bappenas-Universitas Mataram
DAFTAR ISI
Halaman
TIM EKPD UNIVERSITAS MATARAM I
KATA PENGANTAR……………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….. iii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………. iv
BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………….. I-1
1.1. Latar Belakang dan Tujuan................................................. I-1
1.2. Keluaran……………………………………………………….. I-4
1.3. Metodologi........................................................................... I-4
BAB II. HASIL EVALUASI …………………………………………… II-1
2.1. Tingkat Pelayanan Publik ……………………………………. II-1
2.2. Tingkat Demokrasi……………………………………………. II-7
2.3. Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia……………………. II-11
2.4. Tingkat Pembangunan Ekonomi……………………………... II-21
2.5. Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam........................... II-32
2.6 Tingkat Kesejahteraan Rakyat............................................. II-35
BAB III. KESIMPULAN………………………………………………… III- 1
Laporan
Evaluasi Kinerja
Pembangunan
Daerah NTB
iii
5. Bappenas-Universitas Mataram
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
1.1 Kerangka Kerja EKPD 2009 Provinsi Nusa Tenggara............. I-3
1.2 Hubungan Antara Indikator dan Pendekatan dalam
Melakukan Evaluasi................................................................ I-4
2.1 Angka Penyelesaian Kasus Kriminalitas Provinsi NTB,
Tahun 2004-2008 (%).............................................................. II-1
2.2 Persentase Aparatur Pemerintah berijazah Minimal S1
Provinsi NTB, Tahun 2004-2008............................................. II-3
2.3 Tingkat Dan Kecenderungan Pelayanan Publik Provinsi NTB
Dan Nasional, Tahun 2004-2008............................................. II-4
2.4 Angka Kriminalitas Provinsi NTB, Tahun 2004-2008 (%)........ II-5
2.5 Waktu Kriminalitas (Crime Clock) Provinsi NTB, Tahun 2004-
2008 (Menit)……………………………………………………… II-6
2.6 Gender Development Index (GDI)Provinsi NTB, Tahun 2004-
2008………………………………………………………………. II-8
2.7 Gender Empowerment Measurement (GEM) Provinsi NTB,
Tahun 2004-2008……………………………………………….. II-9
2.8 Tingkat Dan Kecenderungan Pembangunan Demokrasi
Provinsi NTB dan Nasional, Tahun 2004-2008………………. II-10
2.9 Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI di Provinsi NTB Tahun
2004-2008............................................................................... II-12
2.10 Rata-rata Nilai Akhir SMP/MTs. dan SMA/SMK/MA di
Provinsi NTB Tahun 2004-2008.............................................. II-13
2.11 Angka Putus Sekolah SD, SMP/MTs dan SMA/MA di
Provinsi NTB Tahun 2004-2008............................................... II-13
2.12 Angka Melek Aksara Usia 15 Tahun ke Atas di Provinsi NTB
Tahun 2004-2008.................................................................... II-14
2.13 Presentase Jumlah Guru Yang Layak Mengajar di Provinsi
NTB Tahun 2004-2008........................................................... II-15
2.14 Umur Harapan Hidup dan Indeks Pembangunan Manusia
Provinsi NTB Tahun 2004-2008............................................... II-16
2.15 Persentase Gizi Buruk dan Gizi Kurang di Provinsi NTB
Tahun 2004-2008.................................................................... II-17
Laporan
Evaluasi Kinerja
Pembangunan
Daerah NTB
iv
6. Bappenas-Universitas Mataram
2.16 Persentase Penduduk Ber KB di Provinsi NTB Tahun 2004-
2008........................................................................................ II-18
2.17 Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi NTB Tahun 2004-
2008......................................................................................... II-18
2.18 Tingkat Dan Kecenderungan Pembangunan Kualitas
Sumberdaya Manusia Provinsi NTB Dan Nasional, Tahun
2004-2008.............................................................................. II-19
2.19 Rata-rata Lama Sekolah di Provinsi NTB Tahun 2004-2008 II-20
2.20 Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTB, Tahun 2004-2008 II-22
2.21 Persentase Ekspor Terhadap PDRB Provinsi NTB, Tahun
2004-2008................................................................................ II-24
2.22 Persentase Output Manufaktur Terhadap PDRB Provinsi
NTB, Tahun 2004-2008........................................................... II-25
2.23 Persentase Output UMKM Terhadap PDRB Provinsi NTB,
Tahun 2004-2008………………………………………………… II-26
2.24 Pendapatan Per Kapita Provinsi NTB, Tahun 2004-2008…… II-27
2.25 .Laju Inflasi Provinsi NTB, Tahun 2004-2008………………… II-28
2.26 Jalan Nasional Dan Provinsi Dalam Kondisi Baik Provinsi
NTB, Tahun 2004-2008........................................................... II-29
2.27 Tingkat Dan Kecenderungan Pembangunan Ekonomi
Provinsi NTB Dan Nasional, Tahun 2004-2008....................... II-30
2.28 Komposisi Unit Usaha Menurut Klasifikasi Provinsi NTB,
Tahun 2006............................................................................ II-31
2.29 Persentase Luas Lahan Rehabilitasi Di Dalam Dan Luar
Hutan Provinsi NTB, Tahun 2004-2008................................... II-33
2.30 Persentase Terumbu Karang Dalam Kondisi Baik Provinsi
NTB, Tahun 2004-2008........................................................... II-33
2.31 Tingkat dan Kecenderungan Kualitas Pengelolaan SDA
Provinsi NTB dan Nasional, Tahun 2004-2008………………. II-34
2.32 Tingkat Pengguran Terbuka (%) Provinsi NTB, Tahun 2004-
2008………………………………………………………………. II-36
2.33 Persentase Kemiskinan Provinsi NTB, Tahun 2004-2008.. II-36
2.34 Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Provinsi NTB dan
Nasional Tahun 2004-2008.................................................... II-37
Laporan
Evaluasi Kinerja
Pembangunan
Daerah NTB
v
7. BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang dan Tujuan Evaluasi
Pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan
nasional, pada hakekatnya pembangunan daerah adalah upaya terencana untuk
meningkatkan kapasitas daerah dalam mewujudkan masa depan daerah yang lebih baik
dan kesejahteraan bagi semua masyarakat.
Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 32 tahun 2004 yang menegaskan bahwa
Pemerintah Daerah diberikan kewenangan secara luas untuk menentukan kebijakan dan
program pembangunan di daerah masing-masing.
Evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) 2009 dilaksanakan untuk menilai
relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang waktu 2004-2008.
Evaluasi ini juga dilakukan untuk melihat apakah pembangunan daerah telah mencapai
tujuan/sasaran yang diharapkan dan apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari
pembangunan daerah tersebut.
Secara kuantitatif, evaluasi ini akan memberikan informasi penting yang berguna sebagai
alat untuk membantu pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan pembangunan
dalam memahami, mengelola dan memperbaiki apa yang telah dilakukan sebelumnya.
Hasil evaluasi digunakan sebagai rekomendasi yang spesifik sesuai kondisi lokal guna
mempertajam perencanaan dan penganggaran pembangunan pusat dan daerah periode
berikutnya, termasuk untuk penentuan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana
Dekonsentrasi (DEKON).
Adapun tujuan dari Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah di Provinsi Nusa Tenggara
Barat adalah:
• Menghimpun data dan informasi evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi Nusa
Tenggara Barat
8. • Menyusun hasil analisa evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara
Barat
1.2. Keluaran
Keluaran yang diharapkan dari pelaksanaan EKPD Provinsi Nusa Tenggara Barat 2009
meliputi:
• Terhimpunnya data dan informasi evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi Nusa
Tenggara Barat
• Tersusunnya hasil analisa evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara
Barat sesuai sistematika buku panduan penyusunan EKPD secara Nasional Tahun
2009
1.3. Metodologi
A. Kerangka Kerja EKPD 2009 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Kerangka kerja EKPD 2009 Provinsi Nusa Tenggara Barat meliputi beberapa tahapan
kegiatan utama yaitu: (1) Penentuan indikator hasil (outcomes) yang memiliki
pengaruh besar terhadap pencapaian tujuan pembangunan daerah; (2) Pemilihan
pendekatan dalam melakukan evaluasi; dan (3) Pelaksanaan evaluasi serta
penyusunan rekomendasi kebijakan, sebagaimana terlihat pada Gambar 1. Ketiga
tahapan tersebut diuraikan sebagai berikut:
(1) Penentuan Indikator Hasil (outcomes)
Indikator kinerja dari tujuan/sasaran pembangunan daerah merupakan indikator
dampak (impacts) yang didukung melalui pencapaian 5 kategori indikator hasil
(outcomes) terpilih. Pengelompokan indikator hasil serta pemilihan indikator
pendukungnya, dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut:
• Specific, atau indikator dapat diidentifikasi dengan jelas;
• Relevant: mencerminkan keterkaitan secara langsung dan logis antara target
output dalam rangka mencapai target outcome yang ditetapkan; serta antara
target outcomes dalam rangka mencapai target impact yang ditetapkan;
• Measurable : jelas dan dapat diukur dengan skala penilaian tertentu yang
disepakati, dapat berupa pengukuran secara kuantitas, kualitas dan biaya;
I-2
9. • Reliable: indikator yang digunakan akurat dan dapat mengikuti perubahan
tingkatan kinerja;
• Verifiable: memungkinkan proses validasi dalam sistem yang digunakan untuk
menghasilkan indikator;
• Cost-effective: kegunaan indikator sebanding dengan biaya pengumpulan
data.
Pengelompokan 5 kategori indikator hasil (outcomes) yang mencerminkan
tujuan/sasaran pembangunan daerah meliputi:
(1) Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi.
(2) Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia.
(3) Tingkat Pembangunan Ekonomi.
(4) Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam.
(5) Tingkat Kesejahteraan sosial.
Gambar 1.1. Kerangka Kerja EKPD 2009 Provinsi Nusa Tenggara
(2) Pemilihan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi
I-3
10. Hubungan antar tingkat indikator dengan pendekatan pengukuran kinerja dapat
dilihat dalam Gambar 2 yaitu:
• Relevansi untuk menilai sejauh mana pembangunan yang dijalankan relevan
terhadap sasaran atau kebutuhan daerah dalam menjawab permasalahannya.
• Efektivitas, untuk melihat apakah pembangunan yang dilakukan berkontribusi
terhadap pencapaian baik tujuan spesifik maupun umum pembangunan
daerah.
• Efisiensi, untuk mengetahui bagaimana masukan (inputs) dirubah menjadi
keluaran (outputs).
• Efektivitas Biaya, untuk menggambarkan hubungan antara input dengan
outcomes pembangunan.
• Kualitas, yaitu pengukuran derajat kesesuaian antara hasil-hasil
pembangunan dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.
• Waktu, yaitu ketepatan waktu/periode pencapaian kinerja yang ditetapkan.
• Produktivitas, untuk melihat nilai tambah dari setiap tahapan proses
pembangunan dibandingkan dengan sumber daya yang digunakan.
Mengingat keterbatasan waktu dan sumber daya dalam pelaksanaan EKPD 2009
Provinsi Nusa Tenggara Barat, maka pendekatan dalam melakukan evaluasi
hanya meliputi relevansi dan efektivitas pencapaian.
I-4
11. Gambar 1.2. Hubungan Antara Indikator dan Pendekatan dalam Melakukan Evaluasi
(3) Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan
Tahapan evaluasi dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan dan tantangan
utama pembangunan daerah serta mengidentifikasi tujuan pembangunan daerah.
Tahap kedua adalah melengkapi dan mengoreksi Tabel Capaian yang dilanjutkan
dengan tahap ketiga yaitu melakukan penilaian berkaitan dengan relevansi dan
efektivitas pencapaian.
Tahap keempat adalah melakukan identifikasi berbagai alasan atau isu yang
menyebabkan capaian pembangunan daerah (tidak) relevan dan (tidak) efektif.
Tim Evaluasi Provinsi menjelaskan “How and Why” berkaitan dengan capaian
pembangunan daerah.
Tahap kelima adalah menyusun rekomendasi untuk mempertajam perencanaan
dan penganggaran pembangunan periode berikutnya.
Tahap keenam, Bappenas melakukan perbandingan kinerja terkait hasil evaluasi di
atas berupa review dan pemetaan berdasarkan capaian tertinggi sampai terendah.
I-5
12. B. Metodologi
Metode yang digunakan untuk menentukan capaian 5 kelompok indikator hasil
adalah sebagai berikut:
(1) Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator pendukung terpilih
yang memberikan kontribusi besar untuk pencapaian indikator hasil (outcomes).
(2) Pencapaian indikator hasil (outcomes) dihitung dari nilai rata-rata indikator
pendukung dengan nilai satuan yang digunakan adalah persentase.
(3) Indikator pendukung yang satuannya bukan berupa persentase maka tidak
dimasukkan dalam rata-rata, melainkan ditampilkan tersendiri.
(4) Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna
negatif, maka sebelum dirata-ratakan nilainya harus diubah atau dikonversikan
terlebih dahulu menjadi (100%) – (persentase pendukung indikator negatif).
(5) Sebagai contoh adalah nilai indikator pendukung persentase kemiskinan
semakin tinggi, maka kesejahteraan sosialnya semakin rendah.
(6) Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusun indikator hasil dibagi
jumlah dari penyusun indikator hasil (indicator pendukungnya). Contoh untuk
indikator Tingkat Kesejahteraan Sosial disusun oleh:
• persentase penduduk miskin
• tingkat pengangguran terbuka
• persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak
• presentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia
• presentase pelayanan dan rehabilitasi sosial
Semua penyusun komponen indikator hasil ini bermakna negatif (Lihat No.4).
Sehingga:
Indikator kesejahteraan sosial = {(100% - persentase penduduk miskin) + (100% -
tingkat pengangguran terbuka) + (100% - persentase pelayanan kesejahteraan
sosial bagi anak) + (100%- persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut
usia) + (100% - persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial}/5
Daftar indikator keluaran (outputs) yang menjadi komponen pendukung untuk
I-6
13. masing-masing kategori indikator hasil (outcomes) dapat dilihat pada Lampiran 1.
Untuk menilai kinerja pembangunan daerah, pendekatan yang digunakan adalah
Relevansi dan Efektivitas.
Relevansi digunakan untuk menganalisa sejauh mana tujuan/sasaran
pembangunan yang direncanakan mampu menjawab permasalahan
utama/tantangan. Dalam hal ini, relevansi pembangunan daerah dilihat apakah tren
capaian pembangunan daerah sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan
nasional.
Sedangkan efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara
hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Efektivitas
pembangunan dapat dilihat dari sejauh mana capaian pembangunan daerah
membaik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Dalam mengumpulkan data dan informasi, teknik yang digunakan dapat melalui:
Pengamatan langsung
Pengamatan langsung kepada masyarakat sebagai subjek dan objek pembangunan
di daerah, diantaranya dalam bidang sosial, ekonomi, pemerintahan, politik,
lingkungan hidup dan permasalahan lainnya yang terjadi di wilayah provinsi terkait.
Pengumpulan Data Primer
Data diperoleh melalui FGD dengan pemangku kepentingan pembangunan daerah.
Tim Evaluasi Provinsi menjadi fasilitator rapat/diskusi dalam menggali masukan dan
tanggapan peserta diskusi.
Pengumpulan Data Sekunder
Data dan informasi yang telah tersedia pada instansi pemerintah seperti BPS
daerah, Bappeda dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait.
1.4. Sistematika Penulisan Laporan
Sesuai dengan pedoman penulisan laporan EKPD Tahun 2009, maka sistematika
penulisan EKPD Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah sebagai berikut:
I-7
14. Kata Pengantar (ditandatangani oleh Rektor PTN)
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Tujuan
1.2 Keluaran
1.3 Metodologi
1.4 Sistematika Penulisan Laporan
BAB II HASIL EVALUASI (Deskripsi permasalahan dan tantangan utama
pembangunan daerah serta identifikasi tujuan pembangunan daerah).
2.1 . TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI
2.1.1. Capaian Indikator
Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian
indikator outcomes nasional dan analisa
Analisis Relevansi
Analisis efektifitas
2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung penunjang outcomes
yang spesifik dan menonjol
2.1.3. Rekomendasi Kebijakan
2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
2.2.1. Capaian Indikator
Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian
indikator outcomes nasional dan analisa
Analisis Relevansi
Analisis efektifitas
2.2.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung outcomes yang
spesifik dan menonjol
2.2.3. Rekomendasi Kebijakan
2.3. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI
2.3.1. Capaian Indikator
Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian
I-8
15. indikator outcomes nasional dan analisa
Analisis Relevansi
Analisis efektifitas
2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung outcomes yang
spesifik dan menonjol
2.3.3. Rekomendasi Kebijakan
2.4. KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
2.4.1 . Capaian Indikator
Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian
indikator outcomes nasional dan analisa
Analisis Relevansi
Analisis efektifitas
2.4.2 . Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung penunjang outcomes
yang spesifik dan menonjol
2.4.3 . Rekomendasi Kebijakan
2.5. TINGKAT KESEJAHTERAAN RAKYAT
2.5.1. Capaian Indikator
2.5.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
2.5.3. Rekomendasi Kebijakan
BAB III. KESIMPULAN (Menyimpulkan apakah capaian tujuan/sasaran pembangunan
daerah telah relevan dan efektif terhadap tujuan/sasaran pembangunan nasional.
I-9
16. BAB II
HASIL EVALUASI
2.1. Tingkat Pelayanan Publik
2.1.1. Capaian Indikator
Pengukuran terhadap ketercapaian pembangunan tingkat pelayanan
publik dapat menggunakan beberapa indikator yang berkaitan dengan penyelesaian
kasus kriminalitas dan kondisi atau kualitas aparatur publik. Kedua indikator
tersebut akan digunakan sebagai alat ukur keberhasilan pembangunan pelayanan
publik di Provinsi NTB. Capaian pembangunan pelayanan publik di Provinsi NTB
Tahun 2004-2008 dapat dicermati pada uraian berikut ini:
A. Angka Penyelesaian Kasus Kriminalitas
70
59.69
53.98 55.27
60 52.03
50 42.61
40
30
20
10
0
2004 2005 2006 2007 2008
Clearence Rate
Gambar 2.1. Angka Penyelesaian Kasus Kriminalitas Provinsi NTB, Tahun 2004-2008
(%)
Sumber: Kepolisian Daerah Provinsi NTB, 2009.
Dari Gambar 2.1. di atas dapat dijelaskan bahwa angka penyelesaian kasus
kriminalitas di Provinsi NTB dari tahun 2004 – 2008 terus meningkat. Hal ini
menunjukkan bahwa pemerintah Provinsi NTB khususnya jajaran penanggungjawab
keamanan sangat serius untuk menyelesaikan kasus kriminalitas. Bila pada Tahun
2004 hanya 42,61 % kasus krimnalitas yang dapat diselesaikan, maka pada sampai
dengan Tahun 2008 kasus kriminalitas yang dapat diselesaikan sebesar 59,69 %.
Seiring dengan peningkatan persentase penyelesaian kasus kriminalitas di Provinsi
II‐1
17. NTB, maka masyarakat berharap ada jaminan rasa keamanan untuk melakukan usaha
pembangunan di semua sector kehidupan di masyarakat.
Masih tingginya angka kriminalitas dan rendahnya kesadaran hukum
masyarakat serta belum optimalnya penegakan hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM),
mengakibatkan terganggunya ketentraman dan ketertiban masyarakat. Kondisi ini
berpengaruh pada penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan, oleh karena itu penegakan hukum dan Good Governance terus
diupayakan, sehingga efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dapat
diwujudkan.
Selain indicator kriminalitas, kasus korupsi dapat pula menjadi cerminan
terhadap pencapaian pembangunan pelayanan publik di suatu daerah. Berdasarkan
data dari Kejaksaan tinggi NTB dan lembaga Somasi NTB, bahwa pada tahun 2008
jumlah kasus Korupsi di NTB adalah 37 kasus, dengan jumlah tersangka 89 orang,
Kerugian Negara Rp.74.967.728.773 (Tujuh Puluh Empat Miliar Sembilan Ratus Enam
Puluh Tujuh Juta Tujuh Ratus Dua Puluh Delapan Ribu Tujuh Ratus Tujuh Puluh
rupiah). Adapun Sektor tempat terjadinya Korupsi adalah: (1). Sektor Pemerintahan 11
kasus (29,73%), (2). Sektor Perhubungan dan Transportasi 9 kasus (24,32%), (3).
Sektor Manufaktur 5 kasus (13,51%). (4). Sektor Pertanahan dan Perumahan 4 kasus
(10,81%), (5). Sektor Kehutanan dan Perkebunan serta Pendidikan sama-sama 3 kasus
(8,11%), (6). Sektor Kesehatan 1 kasus (2, 70%).
Dari 37 kasus yang ditangani pada tahun 2008 sebagian besar masih tahap
penyelidikan (37%), 33 orang, ada tersangka yang dihentikan penyelidikannya, 1 orang
(1,12%) karena alasan demi hukum, 26 orang (29,21%) dalam Penuntutan, banding 4
orang (4,49%) Kasasi, 14 orang (15,73%) dan yang telah memperoleh Kekuatan
hukum tetap 11 orang (12,36%).
Untuk tahun 2009 jumlah kasus korupsi sejumlah 24 kasus, 14 kasus adalah
kasus lama yang sedang dalam penuntutan dan penyelidikan serta 10 adalah kasus
baru yang sedang dalam proses penyelidikan.
II‐2
18. B. Aparatur Berijazah Minimal S1
41.5
40.92 41.02
40.72 40.82
41
40.5
40 39.56
39.5
39
38.5
2004 2005 2006 2007 2008
Aparatur Berijazah Minimal S1
Gambar.2.2. Persentase Aparatur Pemerintah berijazah Minimal S1 Provinsi NTB,
Tahun 2004-2008
Sumber: Badan Kepegawaian Daerah Provinsi NTB, 2009.
Langkah konkrit yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah Provinsi NTB
dalam rangka menjaga dan memberikan rasa aman dan nyaman terhadap masyarakat
adalah secara konsisten meningkatkan profesionalisme para aparatur publik.
Peningkatan profesionalisme aparatur birokrasi diutamakan dalam rangka menghadapi
kemajuan dan tuntutan akan kualitas pelayanan yang baik. Peningkatan kualitas dan
profesionalisme sumberdaya manusia aparatur merupakan kunci utama kinerja
aparatur. Oleh karena itu, sumber daya manusia merupakan asset yang sangat
berharga bagi Pemprov NTB. Hasil usaha yang telah dicapai hingga saat ini tidak
terlepas dari peranan besar sumber daya manusia yang ada.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas aparatur pemerintah antara
lain tingkat pendidikan, pelatihan, dan penempatan pegawai dalam jabatan. Dari
Gambar 2.2. dapat dijelaskan bahwa persentase aparatur berijazah minimal S1 terus
meningkat, walaupun peningkatannya relatif kecil dimulai pada Tahun 2005 sampai
2008.
Pemerintah Provinsi NTB terus berusaha untuk mewujudkan suatu tatanan
pemerintahan yang selalu tanggap terhadap perkembangan dan tuntutan aspirasi
masyarakat dengan dukungan dari aparatur yang memiliki profesionalitas dan prestasi
kerja berdasarkan pendidikan dan pelatihan yang memadai. Keberadaan aparatur yang
II‐3
19. berkualitas akan sangat ditentukan oleh kemampuan aparatur yang bersangkutan untuk
mengimplementasikan prinsip-prinsip good governance dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan publik mulai dari tingkat kota, kecamatan, sampai
kelurahan.
C. Analisis Relevansi dan Efektivitas
60 6
5
50
4
40
3
30 2
1
20
0
10
-1
0 -2
2004 2005 2006 2007 2008
Tingkat Pelayanan Publik NTB
Tingkat Pelayanan Publik Nasional
Trend Pelayanan Publik NTB
Tren Pelayanan Publik Nasional
Gambar.2.3.Tingkat Dan Kecenderungan Pelayanan Publik Provinsi NTB Dan
Nasional, Tahun 2004-2008
Sumber: Biro Pusat Statistik, 2009.
Berdasarkan informasi yang tersaji di dalam Gambar.2.3. di atas dapat diperoleh
gambaran tentang relevansi dan efektivitas pembangunan pelayanan publik di Provinsi
NTB dibandingkan dengan pencapaian secara nasional. Relevansi dan efektivitas
pembangunan pelayanan publik di Provinsi NTB dengan nasional adalah sebagai berikut:
• Terdapat kecenderungan semakin membaiknya kondisi pelayanan publik di Provinsi
NTB baik secara kuantitatif maupun kualitatif dibandingka dengan capaian secara
nasional;
• Penyelesaian kasus kriminal yang semakin meningkat memberikan kontribusi
terhadap peningkatan pelayanan publik di Provinsi NTB;
II‐4
20. • Peningkatan pelayanan publik ditunjukkan pula dengan lebih tingginya proporsi
aparatur pemerintah daerah Provinsi NTB yang berijazah S1 bila dibandingkan
capaian nasional; dan
• Selain itu, semakin banyaknya kabupaten/kota di Provinsi NTB memiliki kantor
pelayanan satu atap yang dilandasi oleh Perda (bahkan terdapat beberapa kabupaten
dalam bentuk Badan atau Dinas Layanan dan Perijinan Terpadu).
2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Terdapat dua capaian indikator spesifik dan menonjol yang berkaitan
dengan pencapaian pembangunan pelayanan publik di Provinsi NTB, yaitu tingkat
kriminalitas (Crime Rate) dan waktu kriminalitas (Crime Clock). Kedua indikator
tersebut memberikan gambaran tentang karakteristik kejadian kriminal di Provinsi
NTB selama periode Tahun 2004-2008. Secara kuantitatif, kejadian kriminal di
Provinsi NTB memperlihatkan kecenderungan menurun dan dengan tingkat
penyelesaian semakin meningkat. Namun bila dilihat secara kualitas ada indikasi
kejadian kriminal di Provinsi NTB mengalami peningkatan atau paling tidak
frekwensi berulangnya kejadian kriminal semakin singkat. Kedua indikasi tersebut
diuraikan sebagai berikut:
A. Tingkat Kriminalitas (Crime Rate)
140
120
132 127
100 115 115
107
80
60
40
20
0
2004 2005 2006 2007 2008
Crime Rate (%)
Gambar.2.4. Angka Kriminalitas Provinsi NTB, Tahun 2004-2008 (%)
Sumber: Kepolisian Daerah Provinsi NTB, 2009
II‐5
21. Seperti tampak pada Gambar.2.4. di atas, tingkat kejadian kriminal di Provinsi
NTB selama Tahun 2004-2008 memiliki pola yang fluktuatif dengan kecenderungan
yang menurun. Pada Tahun 2004 tingkat kriminalitas di Provinsi NTB sebesar 132 %
dan menurun secara konsisten sampai dengan Tahun 2007 menjadi sekitar 107 %,
walaupun pada Tahun 2008 sedikit meningkat menjadi 115 %. Penurunan tingkat
kriminalitas di Provinsi NTB selama periode Tahun 2004-2007 merupakan dampak dari
didirikannya Kepolisian Daerah (POLDA) Provinsi NTB sejak awal Tahun 2000 an.
Karena sebelumnya kepolisian Provinsi NTB hanya berbentuk Kepolisian Wilayah
(POLWIL) di bawah POLDA Nusa Tenggara yang berkedudukan di Provinsi Bali.
B. Waktu Kriminalitas (Crime Clock)
140 123
120
97
100 84
79
80
67
60
40
20
0
2004 2005 2006 2007 2008
Crime Clock (Menit)
Gambar.2.5. Waktu Kriminalitas (Crime Clock) Provinsi NTB, Tahun 2004-2008 (Menit)
Sumber: Kepolisian Daerah Provinsi NTB, 2009
Walaupun terdapat kecenderungan angka kriminalitas di Provinsi NTB
mengalami penurunan secara konsisten sejak Tahun 2004 sampai dengan 2007,
namun sebaliknya ada indikasi semakin cepatnya waktu antara terjadinya satu tindakan
kriminalitas dengan tindakan kriminalitas lainnya. Indikasi tersebut dapat dilihat dari
semakin pendeknya waktu kriminalitas (Crime Clock) dalam hitungan menit seperti
nampak pada Gambar.2.5.di atas. Waktu kriminalitas pada Tahun 2004 sekitar 123
menit atau kurang lebih 2 jam 5 menit, mengartikan bahwa jarak antara satu kejadian
kriminal dengan kejadian kriminal lainnya adalah 2 jam 5 menit. Waktu tersebut menjadi
semakin pendek secara konsisten yang sampai dengan Tahun 2008 menjadi sekitar 67
II‐6
22. menit atau 1 jam 7 menit. Secara matematis, selama kurun waktu 2004-2008 atau lima
tahun telah terjadi peningkatan kejadian kriminal 2 kali lebih cepat dibanding kurun
waktu sebelumnya.
2.1.3. Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan indikasi data dan informasi tentang Pelayanan Publik di
Provinsi NTB yang cenderung lebih baik pencapaiannya bila dibanding dengan
pencapaian secara nasional, baik yang menyangkut angka kriminalitas maupun
aparatur berijazah minimal S1, maka kondisi tersebut hendaknya terus
dipertahankan atau bahkan ditingkatkan di masa mendatang. Khusus untuk angka
kriminalitas yang cenderung semakin singkat waktu tenggangnya perlu
mendapatkan perhatian semua pihak agar miningkatkan kewaspadaan karena ada
kecenderungan akan semakin meningkatnya gangguan kriminal baik local, regional,
nasional maupun global. Hal ini perlu dikedepankan karena Provinsi NTB
merupakan daerah tujuan utama pariwisata di Indonesia yang rawan penyusupan
para criminal lintas provinsi maupun negara.
2.2. Tingkat Demokrasi
Tingkat pembangunan demokrasi secara langsung maupun tidak langsung
dapat diukur dengan beberapa indikator. Pada pelaksanaan EKPD Tahun 2009,
pembangunan demokrasi diukur dengan beberapa indikator seperti Gender
Development Index (GDI), Gender Empowerment Measurament (GEM) dan Tingkat
Partisipasi Pemilih dan pemilihan legeslatif, presiden dan wakil presiden serta kepala
daerah. Namun karena, ketersediaan data yang dapat diperbandingkan antara Provinsi
NTB dengan nasional tidak lengkap, maka hanya dua indikator pembangunan
demokrasi yang dapat disajikan yaitu GDI dan GEM.
II‐7
23. A. Gender Development Index (GDI)
54.8 54.6 54.6 54.6
54.6
54.4
54.2
53.94
54
53.65
53.8
53.6
53.4
53.2
53
2004 2005 2006 2007 2008
Gender Development Index
Gambar.2.6. Gender Development Index (GDI)Provinsi NTB, Tahun 2004-2008
Sumber: Bappenas, 2009.
Seperti nampak pada Gambar.2.6 di atas menunjukkan upaya pembangunan
gender di Provinsi NTB telah berada di jalur yang benar. Secara konsisten indikator
pembangunan gender (Gender Development Index) menunjukkan nilai yang meningkat.
Pada Tahun 2004 GDI Provinsi NTB sebesar 53,65 dan meningkat pada Tahun 2005
menjadi 63,94 serta pada Tahun 2006 meningkat lagi menjadi 54,60. Namun sejak
Tahun 2007, angka GDI tingkat provinsi belum tersedia. Oleh karena itu, untuk tujuan
analisis angka GDI Tahun 2007 dan 2008 diasumsikan sama dengan angka GDI pada
Tahun 2006.
II‐8
24. B. Gender Empowerment Measurement (GEM)
54.6 54.34 54.34 54.34 54.34
54.4
54.2
54
53.8
53.6
53.23
53.4
53.2
53
52.8
52.6
2004 2005 2006 2007 2008
Gender Empowerment Measurement
Gambar.2.7. Gender Empowerment Measurement (GEM) Provinsi NTB, Tahun 2004-
2008
Sumber: Bappenas, 2009.
Sejalan dengan pengukuran GDI, untuk mengukur pencapaian pembangunan
demokrasi di Provinsi NTB digunakan juga Gender Empowerment Measurement
(GEM). Nilai GEM menunjukkan besarnya upaya suatu pemerintahan dan masyarakat
di dalam pemberdayaan gender. Pemberdayaan gender diharapkan dapat menekan
ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender di masyarakat. Walaupun dengan data yang
terbatas, hanya tersedia data GEM selama dua tahun awal evaluasi, paling tidak telah
dapat diketahui kecenderungan awal GEM di Provinsi NTB. Gambar.2.6. menunjukkan
bahwa selama dua tahun awal evaluasi (2004-2005) nilai GEM Provinsi NTB telah
mengalami peningkatan dari sekitar 53,23 pada Tahun 2004 menjadi 54,34 pada Tahun
2005. Sedangkan pada tahun berikutnya tidak tersedia data tentang GEM di Provinsi
NTB. Oleh karena itu, untuk tujuan evaluasi untuk tahun data yang tidak tersedia GEM,
diasumsikan nilai GEM-nya sama dengan GEM Tahun 2005.
II‐9
25. C. Analisis Relevansi Dan Efektivitas
66 1.6
64 1.4
62 1.2
60
1
58
0.8
56
0.6
54
52 0.4
50 0.2
48 0
2004 2005 2006 2007 2008
Tingkat Demokratisasi NTB
Tingkat Demokratisasi Nasional
Trend Demokratisasi NTB
Tren Demokratisasi Nasional
Gambar 2.8.Tingkat Dan Kecenderungan Pembangunan Demokrasi Provinsi NTB dan
Nasional, Tahun 2004-2008
Sumber: Bappenas dan Biro Pusat Statistik, 2009.
• Pembangunan demokratisasi di Provinsi NTB selama Tahun 2004-2008 berada di
bawah pencapaian rata-rata nasional;
• Secara absolut pembangunan demokratisasi yang berada di bawah rata-rata nasional
ternyata memiliki pula kecenderungan yang menurun sama seperti kecenderungan di
tingkat nasional; dan
• Melihat kedua indikator pembangunan demokratisasi tersebut, maka dapat
disimpulkan kinerja Provinsi NTB di bidang gender masih memerlukan percepatan
untuk mengejar ketertinggalan dari rata-rata nasional.
2.2.1. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Menyadari akan ketertinggalan pembangunan demokratisasi Provinsi NTB
bila dibandingkan dengan rata-rata pencapaian nasional, maka sejak Tahun 2008
pemerintah kabupaten/kota dan provinsi telah melakukan upaya percepatan
terhadap pembangunan bidang tersebut. Sebagian hasil dari percepatan tersebut,
saat ini telah terjadi perubahan terhadap komposisi pimpinan SKPD di tingkat
provinsi maupun kabupaten/kota. Saat ini, dominasi pimpinan SKPD dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah sudah tidak menjadi monopoli laki-laki. Bahkan saat ini
II‐10
26. terdapat lima pimpinan SKPD setara eselon II di tingkat provinsi adalah perempuan
dan satu pimpinan DPRD kabupaten/kota dalam hal ini Kabupaten Lombok Timur
adalah perempuan.
2.2.2. Rekomendasi Kebijakan
Bila pembangunan demokratisasi di Provinsi NTB hendak dipercepat, maka
pemberdayaan perempuan dan kelompok rentan harus menjadi fokus
pembangunan ke depan. Pencipataan peluang usaha dan kerja bagi penduduk
perempuan dan kelompok rentan hendaknya menjadi sasaran utama pelaksanaan
program dan kegiatan baik oleh sektor publik maupun sektor swasta dan
masyarakat.
2.3. TINGKAT KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA
2.3.1. Capaian Indikator
Pengukuran terhadap pencapaian kinerja pembangunan kualitas sumberdaya
manusia di Provinsi NTB dapat dilakukan melalui pencermatan terhadap indikator dan
sub indikator yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan kualitas
sumberdaya manusia. Karena indikator dan sub indikator kualitas sumberdaya
manusia relatif tersedia dengan baik, maka hampir seluruh indikator dan sub
indikatornya akan ditampilkan pada uraian berikut ini:
A. Angka Partisipasi Murni SD/MI
Untuk mengetahui cakupan pelayanan pendidikan bagi setiap kelompok usia
sekolah digunakan Angka Partisipasi Murni (APM ), Angka Partisipasi Murni (APM)
tingkat SD/MI di Provinsi NTB tahun 2004-2008 disajikan pada gambar berikut.
II‐11
27. 99 98.4
97.55 97.59
98
96.95
97
96
94.91
95
94
93
2004 2005 2006 2007 2008
Angka Partisipasi Murni (SD/MI)
Gambar 2.9. Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI di Provinsi NTB Tahun 2004-2008
Sumber: Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Provinsi NTB, 2009.
Angka Partisipasi Murni merupakan salah satu indikator untuk melihat
pemerataan dan perluasan kesempatan belajar pada kelompok umur tertentu. Data
pada gambar di atas menunjukkan bahwa APM SD/MI pada tahun 2004 hanya
mencapai 94.91% dan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya dan pada tahun
2008.mencapai 98.40%. Diharapkan ke depan melalui pendidikan Wajar 9 tahun APM
SD/MI mencapai 100%.
B. Rata-Rata Nilai Akhir
Ujian nasional merupakan kegiatan rutin disekolah yang diikuti oleh siswa dan
peserta didik yang telah duduk pada tahun terakhir di satuan pendidikan dan yang
telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Adapun rata-rata nilai akhir ujian
nasional tingkat SMP/MTs dan SMA/SMK/MA dipaparkan pada gambar berikut :
II‐12
28. 8 6.96
6.66 6.56
7 5.85
6 6.75
4.75 6.33 6.16
5 5.63
4 4.74
3
2
1
0
2004 2005 2006 2007 2008
SM P/M Ts SMA/SMK/M A
Gambar 2.10. Rata-rata Nilai Akhir SMP/MTs. dan SMA/SMK/MA di Provinsi NTB Tahun
2004-2008
Sumber: Dinas Pendidikan Pemuda Dan Olah Raga Provinsi NTB, 2009.
Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa rata-rata nilai ujian nasional relatif
masih rendah baik pada tingkat SMP/MTs maupun SMA/SMK/MA, tetapi setiap tahun
terjadi peningkatan.
C. Angka Putus Sekolah
Angka putus sekolah pada masing-masing tingkatan sekolah digambarkan
dalam bentuk gambar sebagai berikut :
9
8
7.76
7
6 5.13 4.88
4.95
5
3.79
4 5.25
4.41
3
2.33 2.49
2 2.87
0.74 1.83
1
0.77 0.9 1.09
0
2004 2005 2006 2007 2008
SD SMP/MTs Sekolah Menengah
Gambar 2.11. Angka Putus Sekolah SD, SMP/MTs dan SMA/MA di Provinsi NTB Tahun
2004-2008
Sumber: Dinas Pendidikan Pemuda Dan Olah Raga Provinsi NTB, 2009.
II‐13
29. Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa angka putus sekolah pada tingkat
SD pada tahun 2004 sangat tinggi mencapai 7.76%, tetapi menurun drastis pada
tahun 2005 (0.74%), 2006 (0.77%), 2007 (0.9%) dan tahun 2008 (1.09%), sedangkan
pada tingkatan SMP dari tahun 2004 (5.13%) sampai 2006 (2.33%) terjadi penurunan
angka putus sekolah dan mengalamai peningkatan tahun 2007 (SMP dan SMA), dan
pada tahun 2008 menurun drastis hanya mencapai 1.83% pada tingkat SMP dan
2.49% pada tingkat SMA.
D. Angka Melek Aksara Usia 15 Tahun Ke Atas
85 84.12
84 82.76
83
82
81 80.1
80 79.2
78.7
79
78
77
76
75
2004 2005 2006 2007 2008
Angka Melek Huruf 15 Tahun Ke Atas
Gambar 2.12. Angka Melek Aksara Usia 15 Tahun ke Atas di Provinsi NTB Tahun 2004-
2008
Sumber: Dinas Pendidikan Pemuda Dan Olah Raga Provinsi NTB, 2009.
Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa jumlah masyarakat yang melek aksara
semakin meningkat (penyandang buta aksara semakin berkurang), hal ini disebabkan
karena usaha pemerintah untuk mengatasi masalah ini sangat serius. Dengan rendahnya
IPM Provinsi NTB (Urutan 32 dari 33 provinsi) berbagai upaya telah dilakukan termasuk
pemerintah mencanangkan Gerakan 3 A yaitu : AKSANO (Angka Buta Aksara Nol),
AKINO (Angka Kematian Ibu Melahirkan Nol) dan ADONO (Angka Drop Out Nol).
Pemerintah juga mengalokasikan dana yang sangat besar untuk memberantas buta
aksara ini dan mulai pertengahan tahun 2009 pemerintah melakukan pemberantasan
buta aksara dengan menggunakan metoda Kerawang (Jabar) yang pelaksanaannya
II‐14
30. hanya 32 hari. Pada tahun 2009 juga pemerintah Provinsi NTB melalui Dinas Dikpora
melakukan sensus di 913 desa dengan biaya Rp. 10 Juta per desa, sehingga didapatkan
jumlah buta aksara yang real yang sampai saat ini masih berjumlah 417.000 orang lebih
(14%). Jadi masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata nasional yang hanya
7.81%.
E. Prosentase Jumlah Guru Yang Layak Mengajar
Guru memegang peranan yang sangat penting dalam proses peningakatan
kualitas pendidikan. Oleh sebab itu kualitas guru mendapat perhatian yang cukup
tinggi untuk ditingkatkan kualitasnya. Adapun prosentase guru yang layak mengajar di
Provinsi NTB dapat dilihat pada gambar berikut :
100 86.26
81.12 82.55 86.26
90 81.01
80
70 84.05 84.05
72.44 78.04
60 69.47
50
40
30
20
10
0
2004 2005 2006 2007 2008
SMP/MTs Sekolah Menengah
Gambar 2.13. Presentase Jumlah Guru Yang Layak Mengajar di Provinsi NTB Tahun
2004-2008
Sumber: Dinas Pendidikan Pemuda Dan Olah Raga Provinsi NTB, 2009.
Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa persentase jumlah guru yang
layak mengajar pada tingkat SMP/MTs dan SMA/MA terus meningkat, dengan
demikian dapat diharapkan bahwa kualitas pendidikan juga akan meningkat.
Pemerintah dengan berbagai upaya diantaranya melalui program peningkatan mutu
pendidik dan tenaga kependidikan terus berusaha untuk meningkatkan kualifikasi
guru ke S1/D4 dan sertifikasi guru.
II‐15
31. F. Umur Harapan Hidup Dan Indeks Pembangunan Manusia
64
63
63 63.7 63.7
62 62.4 61.3 61.3
60.5
61 60.1
60.9
60 60.6
59
58
2004 2005 2006 2007 2008
Umur Harapan Hidup (Tahun) Indeks Pembangunan Manusia
Gambar 2.14. Umur Harapan Hidup dan Indeks Pembangunan Manusia Provinsi
NTB Tahun 2004-2008
Sumber: Biro Pusat Statistik Provinsi NTB, 2009.
Dari Gambar 2.14 dapat dijelaskan bahwa umur harapan hidup masyarakat
Provinsi NTB makin lama terus meningkat dari 60.1 tahun pada tahun 2004 menjadi
63.7 tahun pada tahun 2008, dan untuk tahun berikutnya diharapkan terus meningkat.
Ini berarti bahwa tingkat kesehatan masyarakat NTB terus membaik.
Masalah Indeks pembangunan manusia (IPM) Provinsi NTB masih menempati
urutan ke-32 dari 33 Provinsi. Data rendahnya IPM ini sekaligus pula merefleksikan
rendahnya daya saing SDM NTB. IPM diperoleh dari ratarata 3 (tiga) indikator pokok
yang mewakili 3 (tiga) bidang pembangunan, yaitu kesehatan, pendidikan dan
ekonomi. Bidang kesehatan diwakili oleh angka harapan hidup penduduk (longevity)
yang merupakan indikator penting dalam mengukur derajat kesehatan dan
kesejahteran penduduk di suatu wilayah. Bidang pendidikan diwakili oleh dua
indikator yaitu angka melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas dan rata-rata lama
sekolah yang mencerminkan tingkat kemampuan pengetahuan (knowledge) dan
keterampilan penduduk, sementara untuk bidang ekonomi ditentukan oleh
kemampuan daya beli (purchasing power parity) dalam memenuhi standar hidup yang
layak.
II‐16
32. G. Persentase Gizi Buruk Dan Gizi Kurang
35
30 27.34
29.2
25
20 23.47
23.12
21.29
15
10 6.58
4.09
3.45 3.18
5
0 3.74
2004 2005 2006 2007 2008
Prevalensi Gizi Buruk (%) Prevalensi Gizi Kurang (%)
Gambar 2.15. Persentase Gizi Buruk dan Gizi Kurang di Provinsi NTB Tahun 2004-
2008
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi NTB, 2009.
Dari Gambar 2.15 di atas dapat dijelaskan bahwa persentase gizi buruk dan kurang
gizi terus menurun. Sebagian besar kasus gizi buruk yang terjadi di NTB diikuti penyakit
yang menyertainya, atau gizi buruk dengan komplikasi penyakit lainnya. Artinya, tidak
murni gizi buruk tersebut akibat kurangnya asupan makanan. Kasus gizi buruk bukan
terjadi secara mendadak. Tetapi, sebelumnya penderita telah mengalami proses
kurangnya asupan makanan dalam waktu yang lama, dan ditambah berbagai penyakit
penyertanya. Untuk merawat penderita gizi buruk membutuhkan waktu lama.
Menanggulangi gizi buruk harus pula berbarengan dengan menanggulangi penyakit
penyertanya. Perawatan dilakukan sembari menanti pasien gizi buruk sembuh dari
penyakit yang menyertainya. Penyebab gizi buruk,, 20% persoalan kesehatan, 20%
lingkungan, 40% perilaku, dan 20% faktor lainnya. Perilaku yang porsinya paling besar,
harus juga diperhatikan masyarakat agar terhindar dari gizi buruk. Jadi, persoalan gizi
buruk i`ni, bukan semata-mata persoalan kesehatan, tetapi juga lingkungan dibehai dan
perilaku masyarakat yang harus diubah.
II‐17
33. H. Persentase Penduduk Ber-KB
56
54.9 54.9
55 53.9
54 54.5
53
52 51.1
51
50
49
2004 2005 2006 2007 2008
Presentase Penduduk Ber-KB
Gambar 2.16. Persentase Penduduk Ber KB di Provinsi NTB Tahun 2004-2008
Sumber: Survei Demografi Dan Kesehatan Indonesia, 2004-2007.
Dari Gambar 2.16 dapat dijelaskan bahwa persentase penduduk NTB ikut ber
KB dari tahun 2004 sampai 2008 relatif konstan, hanya pada tahun 2005 menurun. Di
Provinsi NTB yang ikut ber KB sebagian besar adalah perempuan, sedangkan
prianya sangat kecil kurang dari 1%.
I. Laju Pertumbuhan Penduduk (%)
1.8
1.75 1.70 1.70
1.7 1.73
1.65 1.60
1.6
1.55
1.46
1.5
1.45
1.4
1.35
1.3
2004 2005 2006 2007 2008
Laju Pertumbuhan Penduduk (%)
Gambar 2.17. Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi NTB Tahun 2004-2008
Sumber: Biro Pusat Statistik Provinsi NTB, 2009
II‐18
34. Dari Gambar 2.17 dapat dijelaskan bahwa laju pertumbuhan penduduk
Provinsi NTB terus meningkat dari tahun 2004 sampai 2008, dan peningkatannya
sekitar 1.7%. Adapun jumlah penduduk Provinsi NTB berdasarkan data hasil Survei
Sosial Ekonomi Nasional 2008, jumlah penduduk Nusa Tenggara Barat mencapai
4.363.756 jiwa. Dengan rincian, laki-laki sebanyak 2.084.364 jiwa dan perempuan
sebanyak 2.279.392 jiwa, dengan rasio jenis kelamin sebesar 109,36. Jumlah
rumahtangga di Provinsi NTB adalah 1.189.019 rumahtangga dengan rata-rata
anggota rumahtangga sebesar 3,67 orang.
J. Analisis Relevansi Dan Efektivitas
Mengukur pencapaian kinerja pembangunan daerah di bidang Sumberdaya
manusia Provinsi NTB dengan perbandingan pencapaian rata-rata nasional, maka
Gambar.2.18 dapat memberikan gambaran dengan jelas.
82 3
80 2.5
78
2
76
1.5
74
1
72
70 0.5
68 0
2004 2005 2006 2007
Tingkat Kualitas SDM NTB Tingkat Kualitas SDM Nasional
Trend Kualitas SDM NTB Tren Kualitas SDM Nasional
Gambar.2.18.Tingkat Dan Kecenderungan Pembangunan Kualitas Sumberdaya
Manusia Provinsi NTB Dan Nasional, Tahun 2004-2008
Sumber: Biro Pusat Statistik, 2009.
Mencermati Gambar.2.18 di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan awal
tentang perbandingan pencapaian kinerja pembangunan kualitas sumberdaya
manusia Provinsi NTB dengan pencapaian rata-rata nasional. Analisis ini memberikan
II‐19
35. gambaran tentang relevansi dan efektivitas pencapaian kinerja pembangunan kualitas
sumberdaya manusia Provinsi NTB dan rata-rata nasional secara absolut persentase
dan kecenderungannya, sebagai berikut:
• Pencapaian pembangunan kualitas sumberdaya manusia Provinsi NTB jauh lebih
rendah dari pencapaian rata-rata nasional di semua sub indikator seperti telah
dijelaskan sebelumnya dan memiliki kecenderungan berbeda dengan rata-rata
nasional;
• Menyadari akan ketertinggalan dalam pembangunan kualitas sumberdaya
manusia, maka melalui berbagai upaya sejak Tahun 2003, pemerintah Provinsi
NTB beserta seluruh stakeholder pembangunan menempatkan pembangunan
SDM pada posisi utama selama beberapa dekade melalui Program GEMA
PRIMA, GERBANG EMAS dan NTB BERSAING saat ini;
• Walaupun indikator pembangunan SDM, khususnya IPM masih rendah secara
nasional, namun trend perubahan kearah yang lebih baik selalu menunjukkan
peningkatan yang tajam (short fall) nya selalu membaik; dan
• Kedepan, dengan terobosan Program G-3-A (Gerakan AKINO = Angka Kematian
Ibu Melahirkan Nol, ADONO = Angka Drop Out Sekolah Nol dan AKSANO =
Angka Buta Akasara Nol), maka percepatan pencapaian pembangunan di bidang
SDM sangat optimis dapat dicapai.
2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
A. Rata-rata Lama Sekolah
7.2 7.08
7
6.8
6.8
6.6
6.6 6.7
6.4
6.4
6.2
6
2004 2005 2006 2007 2008
Rata-Rata Lama Sekolah (Tahun)
Gambar.2.19.Rata-rata Lama Sekolah di Provinsi NTB Tahun 2004-2008
Sumber: Biro Pusat Statistik, 2009.
II‐20
36. Dari Gambar 2.19 di atas dapat dijelaskan bahwa rata-rata lama sekolah untuk
masyarakat Provinsi NTB terus meningkat dari tahun 2004-2008. Pemerintah
Provinsi NTB dengan berbagai upaya untuk memajukan dunia pendidikan diantaranya
melalui pendidikan wajar 9 tahun dan beberapa Kota/Kabupaten yang menerapkan
pendidikan wajar 12 tahun, pendidikan gratis dan pemberian beasiswa bagi siswa
yang tidak mampu
2.3.3. Rekomendasi Kebijakan
Ketertinggalan pencapaian pembangunan kualitas sumberdaya manusia di
Provinsi NTB membawa konsekuensi pada perlunya dilakukan upaya percepatan
yang berupa program dan kegiatan inovatif dan kreatif berkaitan dengan pendidikan
dan kesehatan. Program dan kegiatan pendukung pelaksanaan wajib belajar 9 tahun
dan keaksaraan fungsional dapat menjadi fokus dalam pembangunan beberapa tahun
ke depan. Selain itu, karena indikator kesehatan dan IPM yang masih rendah,
program dan kegiatan di bidang kesehatan pun perlu diberikan stimulan yang cukup
agar mampu mendongkrak pencapaian dalam pembangunan peningkatan kualitas
sumberdaya manusia.
2.4. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI
2.4.1. Capaian Indikator
Dalam mengukur pencapaian tingkat pembangunan ekonomi di Provinsi NTB
digunakan beberapa indikator yang berkaitan dengan capaian ekonomi langsung
maupun tidak langsung. Indikator capaian ekonomi langsung seperti laju
pertumbuhan ekonomi, persentase ekspor terhadap PDRB, persentase output
manufaktur terhadap PDRB, persentase output UMKM terhadap PDRB, pendapatan
per kapita, laju inflasi dan sarana pendukung ekonomi seperti infrastruktur jalan. Pada
uraian berikut akan disajikan tentang capaian tingkat pembangunan ekonomi
berdasarkan beberapa indikator tersebut.
II‐21
37. A. Laju Pertumbuhan ekonomi
Indikator favorit untuk mengukur pencapaian di dalam pembangunan ekonomi
adalah mengukur laju pertumbuhan ekonomi. Pada Gambar 2.20 Berikut akan tersaji
tentang pola pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB Tahun 2004-2008.
8
6.69
7 6.07
6 4.89
5
4
2.76
3
2
1 1.71
0
2004 2005 2006 2007 2008
Laju Pertum buhan Ekonom i
Gambar 2.20. Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTB, Tahun 2004-2008
Sumber: Biro Pusat Statistik Provinsi NTB, 2009.
Kondisi perekonomian NTB pada Tahun 2008 tidak terlepas dari dampak krisis
global yang menerpa seluruh wilayah di dunia. Pada triwulan ke 3 dan 4 beberapa
indikator perekonomian makro Provinsi NTB mengalami pertumbuhan yang relatif
rendah. Padahal seperti kita ketahui, sebagian besar wilayah di dunia mengalami
pertumbuhan yang negatif perekonomiannya.
Kinerja perekonomian NTB dari tahun ke tahun cenderung mengalami
perbaikan, Hal ini dapat dilihat terutama dari perkembangan PDRB baik Atas Dasar
Harga Berlaku (ADHB) maupun Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 (ADHK 2000).
PDRB menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya
alam dan faktor-faktor produksi lainnya dalam menciptakan nilai tambah. PDRB
merupakan jumlah dari nilai tambah yang diciptakan oleh seluruh aktivitas
perekonomian di suatu daerah.
Pertumbuhan PDRB Provinsi NTB pada tahun 2007 adalah sebesar 4,89%
(termasuk Sub Sektor Pertambangan Non Migas). Pada tahun 2007 PDRB Provinsi
NTB termasuk Pertambangan Non Migas (ADHB) mencapai Rp. 21.401,43 milyar,
meningkat menjadi Rp. 22.974,97 milyar pada tahun 2008. Sedangkan pada periode
yang sama PDRB termasuk Pertambangan Non-Migas (ADHK) Provinsi NTB Tahun
2007 mencapai Rp 16.370,00 Milyar dan meningkat menjadi Rp 16.590,00 Milyar
II‐22
38. pada Tahun 2008. Peningkatan PDRB termasuk pertambangan Non Migas tersebut
mengartikan bahwa pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB pada Tahun 2008 sebesar
2,07 %. Pertumbuhan ekonomi sebesar 2,07 % per tahun tersebut dengan
memperhitungkan sektor pertambangan dari PT. Newmont Nusa Tenggara, namun
bila perhitungannya mengeluarkan kontribusi sektor pertambangan (PT. NNT), maka
pertumbuhan ekonomi NTB sepanjang Tahun 2008 sebesar 6,18 % per tahun (angka
sangat sementara).
Data pertumbuhan ekonomi Tahun 2008 tersebut menggunakan hasil
perhitungan kerjasama Kantor Bank Indonesia dengan BPS Provinsi NTB dan masih
bersifat sangat sangat sementara dan sangat memungkinkan untuk terjadi perubahan
sampai ditetapkannya data final. Pertumbuhan ekonomi NTB Tahun 2008 mengalami
penurunan dibanding dengan pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya. Penurunan
angka pertumbuhan ini salah satunya merupakan dampak krisis keuangan global
yang telah memasuki perekonomian tingkat regional di Indonesia yang dimulai pada
triwulan III dan IV Tahun 2008.
Seperti telah diperkirakan sebelumnya, kinerja perekonomian secara nasional
dan daerah pada triwulan IV 2008 akan mengalami pertumbuhan yang melambat.
Perlambatan pertumbuhan terjadi di sebagian besar provinsi, termasuk provinsi-
provinsi yang memiliki kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional,
seperti Jawa Barat, Sumatera Utara, Riau, dan Kalimantan Timur. Hal ini
menyebabkan pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan tumbuh melambat.
Pada triwulan laporan, variasi pertumbuhan PDRB antar daerah melebar, yaitu dari
kisaran (-) 2,2 sampai dengan 8,0 % pada tahun 2007 menjadi (-) 8,4 sampai dengan
8,3 % pada tahun 2008 . Melebarnya kisaran pertumbuhan ekonomi daerah ini antara
lain disebabkan oleh variasi kepekaan daerah terhadap dampak dari krisis keuangan
global yang berbeda. Walaupun secara umum dampak krisis sudah mulai dirasakan,
namun masih terdapat provinsi yang memiliki pertumbuhan yang tinggi, seperti
Sulawesi Tengah dan Kepulauan Riau.
Kondisi yang lebih kompleks justru melingkupi Provinsi NTB, sepanjang triwulan
III dan IV Tahun 2008, berbagai tekanan dari faktor internal dan eksternal membuat
pertumbuhan ekonomi NTB mengalami perlambatan. Pada triwulan III dan IV-2008
perekonomian NTB hanya mencapai pertumbuhan masing-masing sebesar (-) 0,76 %
dan 0,96% (year on year = yoy) sehingga secara aggregat sepanjang tahun 2008
II‐23
39. mengalami pertumbuhan hanya sebesar 2,07 % (yoy) dengan memperhitungkan
sektor pertambangan di dalam perekonomian dan sebesar 6,69 % dengan tanpa
memperhitungkan sektor pertambangan di dalam perekonomian.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi NTB mulai terasa sejak triwulan II tahun
2008. Kendala produksi konsentrat tembaga akibat permasalahan belum diberikannya
izin hutan pinjam pakai yang terus berlanjut membuat kinerja ekonomi di sektor
pertambangan terkoreksi turun tajam hingga akhir triwulan IV-2008. Perlambatan
pertumbuhan sektor pertambangan mencapai puncaknya di akhir tahun 2008 yang
secara terakumulasi mengalami kontraksi sebesar (-) 11,70 %. Selain terjadi
penurunan skala produksi pertambangan di NTB, terdapat pula kecenderungan
menurunnya kinerja kegiatan ekspor komoditas utama yakni konsentrat tembaga asal
NTB, sebagai akibat penurunan permintaan global akibat resesi ekonomi dunia.
Namun demikian, di sisi lain sektor- sektor andalan lainnya masih mampu tumbuh
positif menopang pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara Barat pada triwulan IV-2008.
B. Persentase Ekspor Terhadap PDRB
45
38.9
40 34.27
32.05
35
28.18
30
25 18.89
20
15
10
5
0
2004 2005 2006 2007 2008
Persentase Ekspor Terhadap PDRB
Gambar 2.21. Persentase Ekspor Terhadap PDRB Provinsi NTB, Tahun 2004-2008
Sumber: Biro Pusat Statistik Provinsi NTB, 2009.
Secara konsisten proporsi ekspor terhadap PDRB Provinsi NTB sejak Tahun
2004 mengalami peningkatan signifikan. Kecuali pada Tahun 2006 sedikit mengalami
penurunan sebagai akibat adanya kebijakan pengurangan subsidi BBM yang
selanjutnya meningkatkan harga BBM dan berdampak pada daya saing ekspor
II‐24
40. Provinsi NTB di pasar internasional. Biaya produksi yang meningkat sebagai dampak
dari meningkatnya harga BBM menyebabkan daya saing ekspor produk Provinsi NTB
menjadi menurut dibanding dengan produk yang sama dari daerah lain atau negara
lain.
Bila pada Tahun 2004 proporsi ekspor terhadap PDRB di Provinsi NTB baru
mencapai 18,89 %, meningkat menjadi 32,05 % pada Tahun 2005 dan kemudian
sedikit menurun pada Tahun menjadi 28,18 %. Namun setelah Tahun 2007 terus
meningkat masing-masing menjadi 34,27 % pada Tahun 2007 dan 38,90 % pada
Tahun 2008, seperti nampak pada gambar di atas.
C. Persentase Output Manufaktur Terhadap PDRB
6
5.00
5
4 3.45 3.38 3.32 3.23
3
2
1
0
2004 2005 2006 2007 2008
Persentase Output Manufaktur terhadap PDRB
Gambar 2.22. Persentase Output Manufaktur Terhadap PDRB Provinsi NTB, Tahun
2004-2008
Sumber: Biro Pusat Statistik Provinsi NTB, 2009.
Mencermati Gambar tersebut di atas, dapat diketahui bahwa perekonomian
sangat kecil mendapat dukungan dari output manufaktur. Sektor manufaktur di
Provinsi NTB hanya berasal dari usaha mikro dan kecil, sehingga kontribusinya
terhadap pembentukan PDRB sangat terbatas atau rendah. Struktur perekonomian
yang masih didominasi oleh sektor pertanian dan pertambangan, menjadikan Provinsi
NTB bukan provinsi manufaktur. Apalagi bila dikaitkan dengan keterbatasan
infrastruktur seperti listrik, air bersih dan jalan, maka upaya pengembangan
manufaktur dengan skala menengah dan besar mengalami kendala besar.
II‐25
41. Namun demikian, selama kurun waktu 2004-2008, kontribusi output
manufaktur Provinsi NTB terhadap PDRB memiliki kecenderungan yang meningkat.
Bila pada Tahun 2004 kontribusinya masih sebesar 3.45 %, maka diakhir periode
atau Tahun 2008 kontribusi output manufaktur telah mencapai 5,00 %.
D. Persentase Output UMKM Terhadap PDRB
56
55.5 55.4
55
54.5 53.9
54 53.49 53.6
53.5
53 52.7
52.5
52
51.5
51
2004 2005 2006 2007 2008
Persentase Output UMKM Terhadap PDRB
Gambar 2.23. Persentase Output UMKM Terhadap PDRB Provinsi NTB, Tahun 2004-
2008
Sumber: Biro Pusat Statistik Provinsi NTB, 2009.
Walaupun dalam proporsi yang relatif besar dibanding dengan kontribusi
output manufaktur terhadap PDRB, kontribusi output UMKM mengalami
kecenderungan menurun sejak Tahun 2004-2008. Pada Tahun 2004 kontribusi output
UMKM telah mencapai 54,4 %, maka pada Tahun 2008 turun terus secara konsisten
menjadi 52,7 %. Hal ini menunjukkan bahwa selama 5 tahun terakhir kapasitas
UMKM di Provinsi NTB mengalami stagnasi, bahkan sebagian lagi justru mengalami
degradasi. Penyebab utama yang dikeluhkan oleh para pengusaha UMKM di NTB,
selain keterbatasan pasokan listrik, rendahnya kemampuan akses terhadap modal
kerja dan investasi dari UMKM ke lembaga perbankan dan lembaga keuangan
lainnya sangat rendah.
II‐26
42. E. Pendapatan Per Kapita (Jutaan Rupiah)
6
5
5.30
5.00
4 4.50
4.10
3 3.60
2
1
0
2004 2005 2006 2007 2008
Pendapatan Per Kapita (Jutaan Rupiah)
Gambar 2.24. Pendapatan Per Kapita Provinsi NTB, Tahun 2004-2008
Sumber: Biro Pusat Statistik Provinsi NTB, 2009.
PDRB perkapita diperoleh dengan cara membagi PDRB ADHB dengan jumlah
penduduk pertengahan tahun. Pada tahun 2003, PDRB perkapita adalah Rp 3,3 juta.
Kemudian pada tahun 2004, 2005, 2006, 2007 dan 2008 meningkat berturut-turut
menjadi Rp 3,6 juta, Rp 4,1 juta, Rp 4,5 juta, Rp. 5,0 Juta dan Rp 5,3 Juta.
Perkembangan nilai PDRB per kapita Provinsi NTB pada Tahun 2008 hanya mengalami
penambahan sebesar Rp 400 ribu saja, padahal untuk tahun-tahuan sebelumnya ada
yang mencapai angka Rp 500 ribu.
II‐27
43. K. Laju Inflasi (%)
20
17.72
18
16
13.01
14
12
8.76
10
6.61
8
6
4
2 4.17
0
2004 2005 2006 2007 2008
Laju Inflasi (%)
Gambar 2.25. Laju Inflasi Provinsi NTB, Tahun 2004-2008
Sumber: Biro Pusat Statistik Provinsi NTB, 2009.
Dari sisi inflasi, tampaknya usaha-usaha pemulihan perekonomian yang telah
dilakukan pemerintah sejak mengalami krisis Tahun 1998 mampu mempertahankan laju
inflasi tidak mencapai 2 digit. Pada Tahun 2004 laju inflasi Kota Mataram sebagai
barometer perhitungan inflasi untuk NTB tercatat sebesar 6,61 % dan pada Tahun 2005
mengalami kenaikan signifikan menjadi 17,72 % sebagai akibat dari adanya kebijakan
kenaikan harga BBM. Namun demikian, sejak Tahun 2006-2007 laju inflasi di Provinsi
NTB kembali turun menjadi masing-masing sebesar 4,17 % pada Tahun 2006 dan 8,76
% pada Tahun 2007. Laju inflasi kembali meningkat sebagai akibat dari adanya krisis
finansial global di akhir Tahun 2008. Inflasi di Provinsi NTB pada Tahun 2008
meningkat menjadi sekitar 13,01 %. Kondisi inflasi selama Tahun 2004-2008 di Provinsi
NTB dapat dilihat pada Gambar 2.25 di atas.
II‐28
44. L. Infrastruktur
90 76.1 76.42
71.67 76.42
80 67.76
70
60 48.48
45.39
44.37 44.73 44.73
50
40
30
20
10
0
2004 2005 2006 2007 2008
Jalan Nasional Kondisi Baik (%) Jalan Provinsi Kondisi Baik (%)
Gambar 2.26. Jalan Nasional Dan Provinsi Dalam Kondisi Baik Provinsi NTB,
Tahun 2004-2008
Sumber: Biro Pusat Statistik Provinsi NTB, 2009.
Pembangunan infrastruktur khususnya jalan di Provinsi NTB menunjukkan kondisi
yang belum menggembirakan. Seperti terlihat pada gambar berikut kondisi jalan
nasional dan provinsi dalam kategori baik masih relative rendah. Kondisi rata-rata jalan
nasional masih lebih baik dari pada jalan provinsi. Secara rata-rata jalan nasional dalam
kondisi baik sekitar 74 % selama periode Tahun 2004-2008. Sedangkan jalan provinsi
kondisi baik, selama periode waktu yang sama rata-rata hanya sekitar 44 %.
Kondisi jalan tersebut paling tidak dapat menjadi kendala dan hambatan terhadap
perkembangan perekonomian masyarakat di Provinsi NTB. Keterbatasan infrastruktur
jalan yang baik menyebabkan daya tarik investasi di Provinsi NTB menjadi sangat
terbatas. Para investor enggan melakukan investasi di Provinsi NTB karena
ketersediaan infrastruktur jalan yang sangat terbatas dan kondisi yang buruk.
II‐29
45. M. Analisis Relevansi dan Efektivitas
44 4
43
3.5
42
3
41
2.5
40
39 2
38
1.5
37
1
36
0.5
35
34 0
2004 2005 2006 2007 2008
Tingkat Pembangunan Ekonomi NTB Tingkat Pembangunan Nasional
Trend Pembangunan Ekonomi NTB Tren Pembangunan Ekonomi Nasional
Gambar.2.27. .Tingkat Dan Kecenderungan Pembangunan Ekonomi Provinsi NTB Dan
Nasional, Tahun 2004-2008
Sumber: Biro Pusat Statistik, 2009.
Secara kumulatif kinerja pembangunan ekonomi Provinsi NTB dicirikan oleh
beberapa pola yang menonjol, antara lain:
• Kinerja pembangunan ekonomi Provinsi NTB secara absolut di bawah pencapaian rata-
rata nasional, namun dengan kecenderungan yang sejalan dengan rata-rata nasional;
• Share perekonomian NTB ke dalam perekonomian nasional selama lima tahun terakhir
meningkat dari 0,90 % pada Tahun 2003 menjadi 0,95 pada Tahun 2007;
• Sebelum terjadi kontraksi perekonomian secara nasional Tahun 2006, performa
perekonomian NTB lebih baik dibanding rata-rata nasional. Setelah Tahun 2006
performa tersebut belum recovery secara penuh, posisi NTB memiliki kecenderungan di
bawah nasional;
• Kecenderungan tersebut menunjukkan ada perbedaan capaian indikator ekonomi di
NTB dengan indikator rata-rata nasional. Indikator yang paling menonjol mengalami
II‐30
46. degradasi di NTB adalah infrastruktur penunjang perekonomian (jalan dan kekurangan
pasokan listrik sejak puluhan tahun yang lalu);
• Kapasitas perekonomian NTB sebenarnya dapat lebih dioptimalkan bila sarana dan
prasarana pendukung perekonomian (seperti listrik, air bersih dan infrastruktur
transportasi) dapat tersedia dengan baik dan mencukupi; dan
• Melalui Program NTB Bersaing (NTB Beriman dan Berdaya Saing) dengan pendekatan
PIN (Percepatan, Inovasi dan Nilai Tambah) yang dicanangkan Pemprov NTB, dengan
unggulan rumpun hijau ekonomi dan komoditi unggulan sapi, jagung dan rumput laut
akan memberikan peluang perkembangan perekonomian NTB menjadi lebih baik.
2.4.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Asset lebih dari Rp 10 M
414 unit 62.339 unit UB Omzet/th lebih dari Rp 50 M
0.08% 11.45% 2.947 unit
0.54% UM Asset > Rp 200 Jt s.d. Rp 10 M
Asset > Rp. 50 Jt s.d. Rp 200 Jt
UK Omzet/th > Rp 100 juta s.d. Rp 1 M
Asset s.d. Rp 50 Jt
MIKRO Omzet/th s.d. Rp 100 juta
87.93%
478.684 unit
31
Gambar 2.28. Komposisi Unit Usaha Menurut Klasifikasi Provinsi NTB,
Tahun 2006
Sumber: Biro Pusat Statistik, Hasil Sensus Ekonomi Tahun 2006
Gambar 2.28 menujukkan bahwa perekonomian Provinsi NTB didominasi oleh
UMKM. Namun demikian, sangat ironis kontribusi UMKM terhadap PDRB justru
cenderung menurun dari Tahun 2004-2008. Hal ini mengindikasikan betapa rendahnya
produktivitas UMKM di Provinsi NTB. Rendahnya tingkat produktivitas UMKM jelas
akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan pekerja yang bekerja di unit usaha UMKM.
II‐31
47. 2.4.3. Rekomendasi Kebijakan
Ketidaksinkronan antara kinerja sektor atau unit usaha terhadap potensi yang
dimiliki menjadi prioritas program dan kegiatan yang harus diagendakan dalam waktu
segera oleh pemerintah Provinsi NTB. Penguatan institusi dan sumberdaya manusia
pendukung perekonomian NTB harus segera mendapatkan prioritas untuk dibenahi
dan ditingkatkan. Selain meningkatkan institusi dan sumberdaya manusia, pemilihan
komoditas unggulan yang harus dikembangkan secara penuh harus menjadi prioritas
untuk ditentukan dan disepakati oleh kabupaten/kota yang ada di Provinsi NTB.
Pengembangan komoditas berbasis lokal akan sangat mendukung pengembangan
wilayah marginal dan periperal di Provinsi NTB, serta dapat diharapkan meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya.
2.5. KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
2.5.1. Capaian Indikator
Perhatian yang kurang serius upaya pembangunan kualitas pengelolaan SDA
baik di Provinsi NTB maupun secara nasional ditunjukkan oleh keterbatasan data dan
informasi yang akan digunakan untuk mengukur pencapaiannya. Dari dua indikator
utama pengukuran kinerja kualitas pengelolaan SDA seperti kehutanan dan kelautan,
hanya bagian kecil saja dari sub indikator yang lengkap tersedia data dan
informasinya. Keterbatasan kondisi indikator kualitas pengelolaan SDA akan
dioptimalkan agar gambaran tentang kinerja pembanguan kualitas pengelolaan SDA
di Provinsi NTB dapat dikaji secara obyektif.
II‐32
48. A. Kehutanan
30 25.72
25
20 16.26
17.00
15.72
15.19
15
10 5.23
2.94
1.78 2.44
5 2.44
1.51
1.71
0 1.79 1.61 1.71
2004 2005 2006 2007 2008
Luas Lahan Rehabilitasi Dalam Hutan Terhadap Lahan Kritis (%)
Rehabilitasi Lahan Luar Hutan (%)
Luas Lahan Konservasi (%)
Gambar 2.29 Persentase Luas Lahan Rehabilitasi Di Dalam Dan Luar Hutan Provinsi
NTB, Tahun 2004-2008
Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi NTB, 2009.
B. Kelautan
9
8
8.3 8.3 8.3 8.3 8.3
7
6
5
4
3
2
1
0
2004 2005 2006 2007 2008
Terumbu Karang Kondisi Baik (%)
Gambar 2.30 Persentase Terumbu Karang Dalam Kondisi Baik Provinsi NTB, Tahun
2004-2008
Sumber: LIPI Survey Terumbu Karang Nasional, 2006.
II‐33
49. C. Analisis Relevansi Dan Efektifitas
18 8
16 6
14
4
12
10 2
8 0
6
-2
4
2 -4
0 -6
2004 2005 2006 2007
Kualitas Pengelolaan SDA NTB
Kualitas Pengelolaan SDA Nasional
Trend Kualitas Pengelolaan SDA NTB
Tren Kualitas Pengelolaan SDA Nasional
Gambar.2.31. Tingkat dan Kecenderungan Kualitas Pengelolaan SDA Provinsi NTB
dan Nasional, Tahun 2004-2008
Sumber: Biro Pusat Statistik, 2009.
Pola pencapaian kinerja pembangunan kualitas pengelolaa SDA di Provinsi NTB
sama dengan pencapaian kinerja pembangunan ekonomi, dengan karakteristik sebagai
berikut:
• Kecenderungan pencapian kualitas pengelolaan SDA di Provinsi NTB ternyata di
bawah pencapaian rata-rata nasional dan memiliki pola yang sama dengan rata-rata
nasional;
• Kondisi terumbu karang yang baik masih dalam proporsi rendah pada Tahun 2006 hasil
survey menunjukkan rata-rata kondisi terumbu yang baik sekitar 16 sampai 20 %;
• Dalam rangka melindungi kondisi hutan agar tidak terjadi degradasi, Pemprov NTB
sejak Tahun 2003 melakukan program Moratorium penebangan hutan (melarang
penebangan hutan oleh pemegang HPH) diseluruh wilayah NTB;
• Selain melakukan Moratorium penebangan hutan, melalui Program Gerbang Emas
melakukan upaya penghijauan sebanyak 25 juta pohon, namun dengan tingkat
keberhasilan yang belum optimal (sekitar 60 % di Pulau Lombok dan 30-40 % di Pulau
Sumbawa); dan
II‐34
50. • Saat ini untuk menunjang pemenuhan kebutuhan hasil hutan (kayu dan non-kayu)
sedang dikembangkan program hutan tanaman industri dan hutan tanaman energi.
2.5.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Sampai dengan Tahun 2008 tidak terdapat capaian indikator spesifik dan
menonjol pada kinerja pembangunan kualitas pengelolaan sumberdaya alam.
2.5.3. Rekomendasi Kebijakan
Terdapat beberapa rekomendasi kebijakan yang perlu dilakukan oleh para
pihak pemangku kepentingan pembangunan kualitas pengelolaan SDA di Provinsi
NTB dalam rangka percepatan pencapaian pembangunan di bidang SDA. Kebijakan
moratorium penebangan hutan yang telah dilakukan beberapa tahun yang lalu,
kiranya tetap dapat dilanjutkan dengan melakukan peningkatan upaya penegakan
hukum terhadap pelanggarnya. Pemilihan program dan kegiatan dalam pengelolaan
hutan dan laut hendaknya dilakukan secara holistik dan komprehensif dengan
mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, budaya masyarakat dan lingkungan fisik
serta lingkungan hidup. Kesemuanya memberikan arti bahwa kawasan hutan dan laut
hendaknya menjadi modal dasar dalam mengejar peningkatan kesejahteraan
masyarakat melalui praktek pembangunan berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan.
2.6. TINGKAT KESEJAHTERAAN RAKYAT
2.6.1. Capaian Indikator
Pengukuran capaian kinerja pembangunan kesejahteraan rakyat di Provinsi
NTB dapat diukur dengan dua indikator utama seperti tingkat pengangguran terbuka
(TPT) dan angka kemiskinan. Kedua indikator tersebut diharapkan dapat memberikan
gambaran obyektif terhadap tingkat kesejahteraan rakyat Provinsi NTB.
A. Tingkat Pengangguran Terbuka (%)
Penggunaan TPT sebagai salah satu indikator tingkat kesejahteraan rakyat
merupakan pendekatan yang normatif. Pendekatan tersebut meranjak dari asumsi bahwa
bila TPT rendah di suatu wilayah, maka hampir semua angkatan kerja telah mendapatkan
II‐35