Psikofamaka adalah obat-obat yang berkhasiat terhadap susunan saraf sentral d...
Psikologi gangguan neurotik
1. Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan adalah suatu gangguan yang paling diperngaruhi oleh kriteri
diagnostik di dalam diagnostic and stastitical manual of mental disorder edisi 3 (DSM III),
edisi ke 3 yang direvvisi (DSM III-R), dan edisi ke 4 (DSM-IV), dan oleh tumbuhnya
pengetahuan tentang biologi kecemasan.Kecemasan ada 2, kecemasan normal dan kecemasan
patologis.Penilaian tersebut didasarkan pada laporan keadaan internal pasien, perilakunya,
dan kemampuan pasien untuk berfungsi.Seorang pasien dengan kecemasan patogis
memerlukan pemeriksaan neuropsikiatri yang menyeluruh dan suatu rencana pengobatan
yang disusun secara individual.Klinisi juga harus menyadari bahwa kecemasan mungkin
merupakan komponen dari banyak kondisi medis dan gangguan mental lainyya, khusunya
gangguan depresif.Kecemasan adalah suatu penyerta yang normal dari pertumbuhan, dari
perubahan, dari pengalaman sesuatu yang baru dan belum dicoba, dan dari penemuan
identitas sendiri dan arti hidup.Sedangkan kecemasan patologis adalah respon yang tidak
sesuai terhadap stiumulus yang diberikan berdasarkan pada intensitas atau durasinya.
Kecemasan Normal
Suatu perasaan yang ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak menyenangkan dan
samar, seringkali disertai oleh gejala otonomik seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi,
kekakuan pada dada dan gangguan lambung ringan.
Ketakuatan Dan Kecemasan
Kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan, ia memperingatkan adanya
bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk
mengatasi ancaman. Ketakutan, suatu sinyal serupa yang menyadarkan, harus dibedakan dari
kecemasan. Rasa takut adalah respon dari ancaman yang asalnya diketahui, eksternal, jelas,
atau bersifat konflik; kecemasan adalah respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya
tidak diketahui, internal, samar, atau konfliktual.
Fungsi Adaptif Dari Kecemasan
Jika dianggap semata-mata sebagai suatu sinyal peringatan, kecemasan dapat
dianggap pada dasarnya merupakan emosi yang sama seperti ketakutan. Kecemasan
memperingatkan adanya ancaman eksternal dan internal dan memiliki kualitas mengancam
hidup.
2. Gejala Psikologis Dan Kognitif
Pengalaman kecemasan memiliki 2 komponen: (1) kesadaran adanya sensasi
fisiologis (seperti berdebar-debar dan berkeringat) dan (2) kesadaran sedang gugup atau
ketakutan. Disamping efek motorik dan visceral, kecemasan mempengaruhi befikir persepsi
dan belajar.Aspek penting dari emosi adalah efeknya pada selektivitas perhatian.Orang yang
kecemasan cenderung memilih benda tertentu dalam lingkungannya dan tidak melihat yang
lainnya untuk membuktikan bahwa mereka benar-benar berada dalam situasi yang
menakutkan dan berespon dengan tepat.
KECEMASAN PATOLOGIS
Teori Psikologis
Tiga bidang utama teori
psikologis (psikoanalitik, perilaku dan ekstensial) telah
menyumbangkan teori tentang penyebab kecemasan.
Teori Psikoanalitik
Freud menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego bahwa suatu
dorongan yang tidak tidak dapat diterima menekan untuk mendapatkan perwakilan dan
pelepasan sadar. Di dalam teori psikoanalitik, kecemasan dapat dipandang sebagai masuk ke
dalam empat katagori utama, tergantung pada sifat akibat yang ditakutinya : kecemasan id
atau impuls, kecemasan kastrasi, dan kecemasan superego.
Teori Perilaku
Teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang dibiasakan
terhadap stimuli lingkungan spesifik.
Teori Ekstensial
Teori ekstensial tentang kecemasan memberikan model untuk gangguan kecemasan
umum (generalized anxiety disorder) dimana tidak terdapat stimulus yang dapat diidentifikasi
secara spesifik untuk suatu perasaan yang kronis.Kecemasan adalah respon seesorang
terhadap kehampaan eksistansi dan arti yang berat tersebut.
Teori Biologis
Sistem Saraf Otonom
Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu-kardiovaskular (sebagai
contoh takikardia), muskular (sebagai contoh nyeri kepala), gastrointestinal (sebagai contoh
diare) dan pernafasan (sebagai contohnya, nafas cepat).Manifestasi kecemasan perifer
tersebut tidak selalu berubungan dengan pengalaman kecemasan subjektif.
3. Neurotransmiter
Tiga neurotransmiter utama yang berhubungan dengan kecemasan berdasarkan
penelitian pada binatang dan respon terhadap terapi obat adalah noerpinefrin, serotonin dan
gamma animobutyric acid (GABA).
Norepinefrin
Teori umum tentang peranan norepinefrin didalam gangguan kecemasan adalah
bahwa pasien yang menderita mungkin memiliki sistem noradenergik yang teregulasi secara
buruk yang secara kadang-kadang menyebabkan aktifitas.
Serotonin
Dikenalinya banyak tipe reseptor serotonin telah merangsang pencarian akan peranan
serotonin di dalam patogenesis gangguan kecemasan.
GABA.
Peranan gama-aminobutyric acid (GABA) dalam gangguan kecemasan didukung
paling kuat oleh manfaat benzodiazepin yang tidak dapat dipungkiri, yang meningkatkan
reseptor GABA pada reseptor GABAA, didalam pengobatan beberapa jenis kecemasan.
APLYSIA
Suatu model neurotransmiter untuk gangguan kecemasan didasarkan pada penelitian
pada Apylisia californica, suatu siput laut yang bereaksi terhadap bahaya dengan melarikan
diri, memasukkan dirinya ke dalam rumahnya dan menurunkan perilaku makannya.
Penelitian Pencitraan Otak
Penelitian pencitraan otak fungsional-sebagai contohnya tomografi emisi positron
(PET), tomografi komputer emisi foton tunggal (SPECT), dan elektroensefalografi (EEG)pada pasien dengan gangguan kecemasan telah secara beragam melaporkan adanya kelainan
di korteks frontalis, daerah oksipitalis dan temporalis pada suatu penelitian gangguan panik.
Penelitian Genetika
Penelitan genetika telah menghasilkan data yang kuat bahwa sekurangnya suatu
komponen genetika berperan terhadap perkembangan gangguan kecemasan.
Pertimbangan Neuroanatomis
Lokus sereleus dan nukeli raphe terutama berajalan ke sistem limbik dan korteks
serebral.Dalam kombinasi dengan data dari penelitian pencitraan otak, bidang tersebut
4. menjadi pusat sebagian besar pembentukan hipotesis tentang substrat neuroanatomik dari
gangguan kecemasan.
Gangguan Kecemasan DSM-IV
DSM-IV menuliskan gangguan kecemasan seperti berikut ini : gangguan panik
dengan dan tanpa agorafobia, agorafobia tanpa riwayat gangguan panik, fobia spesifik dan
sosial, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan stres pasca traumatik, gangguan stress akut,
gangguan kecemasan umum, gangguan kecemasan karena kondisi umum, gangguan
kecemasan akibat zat dan gangguan kecemasan yang tidak ditentukan termasuk gangguan
kecemasan-depresif campuran (semuanya dibicarakan di bab ini).
GANGGUAN KECEMASAN KARENA KONDISI MEDIS UMUM
Gangguan kecemasan karena kondisi medis umum dituliskan dalam DSM-III-R
sebagai sindroma kecemasan organik, suatu gangguan mental organik yang berhubungan
dengan gangguan atau kondisi fisik aksis III.
Epidemiologi
Sering diitemukan walaupun insidensi gangguan bervariasi untuk masing-masing
kondisi medis umum spesifk.
Etiologi
Beberapa kondisi dapat menghasilkan gejala yang menyerupai gangguan kecemasan
seperti hipertiroidisme, hipotiroidisme, hipoparatiroid, defisiensi vitamin B-12, dll
Diagnosis
Diagnosis
DSM-IV
tentang
gangguan
kecemasan
karena
kondisi
umum
mengharuskan adanya gejala gangguan kecemasan. DSM-IV memungkinkan klinisi untuk
menentukan apakah gangguan ditandai oleh gejala kecemasan umum, serangan panik atau
gejala obsesif kompulsif.
Gambaran Klinis
Gejala gangguan kecemasan karena kondisi medis umum dapat identik dengan gejala
gangguan kecemasan primer. Antara lain :
Gangguan panik
Gangguan kecemasan umum
Fobia
Gangguan obsesif kompulsif
Diagnosis Banding
5. Kecemasan sebagai suatu gejala dapat berhubungan dengan banyak gangguan
psikiatrik, selain gangguan kecemasan sendiri. Pemeriksaan status mental diperlukan untuk
menentukan adanya gejala ganggguan mood atau gejala psikotik yang dapat mengarahkan
pada diagnosis psikiatrik lain.
Perjalanan Penyakit Dan Prognosis
Pengalaman kecemasan yang tidak mereda dapat melumpuhkan, mengganggu tiap
aspek kehidupan, termasuk fungsi sosial, pekerjaan dan psikologis.
Terapi
Pengobatan primer untuk gangguan kecemasan umum karena kondisi medis umum
adalah mengobati kondisi medis dasarnya.
Gangguan Kecemasan Akibat Zat
Epidemiologi
Sering ditemukan baik sebagai akibat ingesti yang disebut obat rekreasional dan
sebagai akibat pemakaian obat yang diresepkan.
Etiologi
Berbagai madcam zat baik berupa obat simpatomimetik (amfetamin,. Kokain atau
kafein) maupun serotonergik (LSD, MDMA) dapat mengakibatkan gejala kecemasan yang
mirip dengan tiap gangguan kecemasan DSM-IV.
Dignosis
Keriteria diagnostik DSM-IV untuk gangguan kecemasan akibat zat mengharuskan
adanya kecemasan, serangan panik, obsesi atau kompulsi yang menonjol.
Gambaran Klinis
Gambaran klinis penyerta adalah bervariasi tergantung pada zat tertentu yang
terlibat.
Diagnosis banding
Diagnosis banding antara lain : gangguan kecemasan primer, gangguan kecemasan
karena kondisi medis umum dan gangguan mood yang seringkali disertai dengan gangguan
kecemasan.
Perjalanan Penyakit Dan Prognosis
Efek ansiogenik dari sebagian besar obat adalah reversibel. Jika kecemasan tidak
memulih dengan dihentikannya obat, klinisi harus mempertimbangkan ulang diagnosis
gangguan kecemasan akibat zat atau mempertimbangkan kemungkinan bahwa zat
menyebabkan kerusakan otak yang ireversibel.
6. Terapi
Terapi primer untuk gangguan kecemasan akibat zat adalah menghilangkan zat
penyebab yang terlibat.
Beberaapa memiliki gejala gangguan kecemasan yang tidak memenuhi kriteria untuk
satupun gangguan kecemasan DSM-IV spesifik atau campuran kecemasan dan mood yang
terdepresi. Pasien tersebut paling tepat diklasifikasikan sebagai menderita gangguan
kecemasan yang tidak ditentukan (NOS; not otherwise specified).
Fobia Spesifik dan Fobia Sosial
Fobia adalah suatu ketakutan yang tidak rasional yang menyebabkan penghindaran yang
didasari terhadap objek, aktivitas atau situasi yang ditakuti. Situasi fobik menyebabkan
ketegangan orang yang bersangkutan dimana orang tersebut sadar bahwa reaksinya
berlebihan, dan ketegangan ini sampai menimbulkan gangguan kemampuan seseorang untuk
berfungsi di dalam kehidupannya.
1. Epidemiologi
a. Fobia Spesifik
Fobia spesifik disebut juga fobia sederhana. Objek dan situasi yang biasanya
ditakuti pada orang dengan fobia spesifik adalah binatang, badai, ketinggian,
penyakit, darah, injeksi, cedera dan kematian. Prevalensi enam bulan fobiua
spesifik adalah sekitar 5-10 per 100 orang. Fobia spesifik lebih sering terjadi
pada wanita dengan perbandingan wanita dan laki-laki adalah 2 : 1.
b. Fobia Sosial
Fobia sosial disebut juga gangguan kecemasan sosial yang ditandai dengan
ketakutan yang berlebihan terhadap penghinaan dan rasa memalukan di dalam
berbagai lingkungan sosial, seperti berbicara di depan publik, buang air kecil
di wc umum (“shy bladder”) dan janji kencan. Fobia sosial seringkali sulit
dibedakan dengan gangguan kepribadian menghindar. Prevalensi fobia sosial
antara 2-3 per 100 orang. Onset terjadinya paling muda 5 tahun dan yang
paling lanjut 35 tahun.
2. Etiologi
a. Prinsip-prinsip umum
- Faktor perilaku
Pada tahun 1920, John B Watson menuliskan artikel mengenai
penelitiaanya terhadap model stimulus-respon tradisional dari pavlov
tentang refleks yang dibiasakan (conditional reflex) dimana kecemasan
adalah dibangkitkan stimulus yang secara alami menakutkan yang terjadi
dalam hubungan dengan stimulus kedua yang bersifat netral. Apabila
kedua stimuli dipasangkan berurutan , maka stimulus yang awalnya netral
dapat memiliki kemampuan untuk membangun kecemasan apabila
stimukus tersebut dibiasakan secara bertahap. Pada gejala fobik,
pelemahan respon terhadap stimulus yang dibiasakan tidak terjadi.
Pada teori pembiasaaan perilaku (operant
conditioning theory),
kecemasan adalah dorongan yang memotivasiorganisme untuk melakukan
7. apa yang dapat menghilangkan pengaruh yang menyakitkan. Organisme
belajar bahwa tindakan tertentu memungkinkan mereka menghindari
stimulus yang dapat menimbulkan kecemasan. Model tersebut mudah
diterapkan pada fobia dimana penghindaran terhadap objek atau situasi
yang menimbulkan kecemasan memegang peranan inti dan hal ini menjadi
terfiksasi sebagai gejala yang stabil.
Teori belajar memiliki relevansi khusus terhadap fobia dan mampu
memberikan penjelasan sederhana serta dapat dimengerti dari berbagai
aspek fobia, namun berbagai kritik mengatakan bahwa teori ini sebagian
besar menggambarkan mekanisme permulaan gejala dan kurang berguna
dibandingkan teori psikoanalitik dalam memberikan pemahaman proses
psikis dasar yang terlibat.
-
Faktor psikoanalitik
Sigmund Freud menghipotesiskan bahwa fungsi utama kecemasan adalah
sebagai pemberi sinyal kepada ego bahwa suatu dorongan bawah sadar
yang dilarang mendorong mendapatkan ekspresi sadar, jadi mengubah ego
untuk memperkuat dan menyusun pertahanannya melawan dorongan
instingtual yang mengancam. Freud memandang bahwa fobia (histeria
kecemasan) sebagai akibat dari konflik yang terpusat pada situasi oedipal
masa anak-anak yang tidak terpecahkan.
Pada pasien fobik pertahanan yang terlibat terutama menggunakan
pengalihan, yaitu konflik seksual dialihkan pada obyek yang tidak relevan
dan tidak penting, yang selanjutnya memiliki kekuatan untuk
membangkitkan kumpulan afek, termasuk sinyal kecemasan. Objek atau
situasi fobik biasanya adalah sesuatu yang dapat dijauhi oleh seseorang.
Freud pertama kali merumuskan teoritiknya tentang pembentukan fobia
dalam riwayat Little Hans, seorang anak berusia 5 tahun yang memiliki
ketakutan terhadap kuda.
Pada pengamatan klinik, didapatkan pandangan bahwa kecemasan yang
berhubungan dengan fobia memiliki berbagai sumber dan warna.
Fobia menggambarkan interaksi antara diatesis genetika-konstitusional dan
stressor lingkungan. Dari hasil penelitian longitudinal didapatkan anakanak tertentu memiliki predisposisi konstitusional terhadap fobia karena
mereka lahir dengan temperamen tertentu yang dikenal sebagai inhibisi
perilaku yang tidak dikenal (behavioral inhibition to the unfamiliar).
Tetapi presdiposisi temperamental harus ada untuk menciptakan fobia
yang lengkap.
Sikap fobik-balik (Counterphobic Attitude). Otto Fenichel menarik
perhatian dengan menyatakan bahwa kecemasan dapat disembunyikan
dengan pola sikap dan perilaku yang mencerminkan suatu penyangkalan,
dimana objek atau situasi yang ditakuti adalah berbahaya atau bahwa
seseorang ketakutan terhadapnya. Orang fobik-balik akan mencari-cari
situasi yang berbahaya dan melawannya secara entusias. Terlihat pada
olahraga yang mungkin berbahaya seperti terjun payung dan mendaki
gunung. Pola perilaku tersebut meungkin melibatkan mekanisme
pertahanan yang berhubungan yaitu identifikasi dengan agresor
b. Fobia Spesifik
8. Perkembangan fobia spesifik dapat disebabkan dari pemasangan (pairing)
objek atau situasi tertentu dengan emosi ketakutan dan panik. Pada umumnya,
suatu kecenderungan tidak spesifik untuk mengalami kecemasan dan
ketakutan membentuk kelompok latar (backgroup); jika suatu peristiwa
spesifik (misalnya mengemudi) dipasangkan dengan pengalaman emosional
(misalnya kecelakaan). Mekanisme asosiasi lain antara objek fobik dan emosi
fobik adalah modeling, dimana seseorang mengamati reaksi pada orang lain
(sebagai contohnya orang tua) dan pengalihan informasi, dimana seseorang
diajarkan atau diperingatkan tentang bahaya objek
c. Fobia Sosial
Sampai sekarang belum ditemukan penyebab yang pasti. Walaupun demikian,
penelitian mengenai etiologi banyak dilakukan saat ini. Ada beberapa teori
yang mencoba mengungkapkannya, antara lain:
Teori psikoanalisa
Menurut Freud, fobia sosial atau hysteria-ansietes merupakan manifestasi dari
konflik Oedipal yang tidak terselesaikan. Selain adanya dorongan seksual
yang kuat untuk melakukan incest, terdapat pula rasa takut terhadap kastrasi.
Hal ini menyebabkan terjadinya konflik dan ansietas. Akibatnya, ego berusaha
menggunakan mekanisme-pertahanan represi yaitu membuang jauh dari
kesadaran. Tatkala represi tidak lagi berhasil, ego berusaha mencari
mekanisme pertahanan tarnbahan. Mekanisme pertahanan tambahan adalah
displacement. Konflik seksual ditransfer dari orang yang mencetuskan konfilk
kepada sesuatu yang sepertinya tidak penting atau objek yang tidak relevan
atau situasi yang sakarang mempunyai kekuatan untuk membangkitkan
ansietas. Situasi atau obyek yang dipilih atau disimbolkan biasanya
berhubungan langsung dengan sumber konflik. Dengan Menghindari objek
tersebut pasien dapat lari dari penderitaan ansietas yang serius.
Teori genetik
Faktor genetik dapat berperanan dalam fobia sosial. Analisa pedigree/silsilah
memperlihatkan silsilah pertama dari proband dengan fobia sosial tiga kali
beresiko mendapat sosial fobia dibanding kontrol. Namun, gen spesifik belum
pernah diisolasi. Perangai anak yang selalu dilarang telah dihubunghubungkan dengan perkembangan fobia sosial dimasa dewasa
Teori Neurotransmiter
Mekanisme Dopaminergik
Dari penelitian didapatkan bahwa fobia sosial berhubungan dengan gangguan
pada system dopaminergik. Kadar homovanilic acid (HVA) pada penderita
fobia sosial lebih rendah blia dibandingkan dangan penderita panik atau
kontrol. Adanya perbaikan gejala fobia sosial dengan pemberian monoamine
oxidaseinhibitor (MAOI) menunjukkan bahwa kinerja dopamine terganggu
pada fobia sosial.
9. Mekanisme Serotonergik
Pemberian fenilfluramin pada panderita fobia sosial menyebabkan
peningkatan kortisol sehingga diperkirakan adanya disregulasi serotonin.
Walaupun demikian, pada pemberian methchlorphenylpiperazine (MCPP),
suatu serotonin agonis, tidak ditemukan adanya perbedaan respons prolaktin
antara pendarita fobia sosial dengan kontrol normal. Begitu pula, pengukuran
ikatan platelet (3H)-paroxetine, suatu petanda untuk mangetahui aktivitas
serotonin; tidak terlihat adanya perbedaan antara fobia sosial dengan gangguan
panik atau kontrol normal.
Mekanisme Noradrenergik
Penderita fobia sosial sangat sensitif terhadap perubahan kadar epinefrin
sehingga dengan cepat terjadi peningkatan denyut jantung, berkeringat dan
tremor. Pada orang normal, gejala fisik yang timbul akibat peningkatan
epinefrin mereda atau menghilang dengan cepat. Sebaliknya pada penderita
fobia sosial tidak terdapat penurunan gejala. Bangkitan gejala fisik yang
meningkat semakin mengganggu penampilan di depan umum. Pengalaman ini
juga membangkitkan kecamasan pada penampilan berikutnya sehingga
mengakibatkan orang tidak berani tampil dan menghindari panampilan
selanjutnya
Pencitraan Otak
Dengan magnetic resonance imaging (MRI) terlihat adanya penurunan volume
ganglia basalis pada penderita fobia sosial. Ukuran putamen berkurang pads
fobia sosial.
3. Diagnosis
a. Fobia Spesifik
Kriteria diagnostik untuk Fobia Spesifik :
o rasa takut yang jelas dan menetap yang berlebihan atau tidak
beralasan, ditunjukkan oleh adanya atau antisipasi suatu objek atau
situasi tertentu (misalnya naik pesawat terbang, ketinggian,
binatang, dll)
o pemaparan dengan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan
respon kecemasan yang segera, yang dapat berupa serangan panik
yang berhubungan dengan situasi atau dipredisposisikan oleh
situasi.
o orang menyadari bahwa rasa takut adalah berlebihan atau tidak
beralasan.
o situasi fobik dihindari atau jika tidak dapat dihindari, dihadapi
dengan
kecemasan
atau
penderitaan
yang
kuat.
penghindaran, antisipasi kecemasan, atau penderitaan dalam situasi
yang ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas normal orang,
fungsi pekerjaan atau aktivitas sosial atau hubungan dengan orang
lain, atau terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia.
o pada individu dibawah 18 th, durasi sekurangnya 6 bulan.
10. b. Fobia Sosial
Menurut DSM-IV
Kriteria A
Ketakutan yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi sosial atau
tampil didepan orang yang belum dikenal atau situasi yang memungkinkan ia
dinilai oleh orang lain atau menjadi pusat perhatian. Ada perasaan takut bahwa ia
akan berperilaku memalukan atau menampakkan gejala cemas atau bersikap yang
dapat merendahkan dirinya.
Kriteria B
Apabila pasien terpapar dengan situasi sosial, hampir selalu timbul kecemasan
atau bahkan mungkin serangan panik.
Kriteria C
Pasien menyadari bahwa ketakutannya sangat berlebihan dan tidak masuk akal.
Ketakutan tersebut tidak merupakan waham atau paranoid.
Kriteria D
Pasien menghindar dari situasi sosial atau menghindar untuk tampil di depan
umum atau pasien tetap bertahan pada situasi sosial tersebut tetapi dengan
perassan sangat cemas atau sangat menderita.
Kriteria E
Penghindaran dan kecemasan atau penderitaan akibat ketakutan terhadap situasi
sosial atau tampil di depan umum tersebut mempengaruhi kehidupan pasien secara
bermakna atau mempengaruhi fungsi pekerjaan, aktivitas dan hubungan sosial
atau secara subjektif pasien merasa sangat menderita.
Kriteria F
Untuk yang berusia di bawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6 bulan.
Kriteria G
Ketakutan atau sikap menghindar tersebut tidak disebabkan oleh efek fisiologik
zat atau kondisi medik umum atau gangguan mental lain (gangguan panik dengan
atau tanpa agoraphobia, gangaguan dismorfik, gangguan perkembangan prevasif,
atau dengan gangguan kepribadian skizoid).
Kriteria H
Bila terdapat kondisi medik umum atau gangguan mental lain, ketakutan pada
kriteria A tidak berhubungan dengannya (gagap, Parkinson, atau gangguan
perilaku makan seperti bulimia atau anoreksia nervosa) Kriteria A merupakan
kunci gejala fobia sosial. Hal yang penting pada kriteria ini yaitu adanya situasi
yang dapat membangkitkan fobia yaitu situasi yang dinilai atau diamati oleh orang
lain dan juga ketakutan akan memperlihatkan kecemasan atau bertingkah dengan
cara yang memalukan.
Sedangkan berdasarkan PPDGJ - III diagnosis fobia sosial ditegakkan bardasarkan
yaitu
Semua kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti:
gejala psikologis, perilaku atau otonomilk yang timbul harus merupakan
manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala
lain seperti misalnya waham atau pikiran obsesif;
anxietasnya harus mendominasi atau terbatas pada situasi sosial tertentu
(outside the family circle); dan
menghindari situasi fobik harus atau sudah merupaken gejala yang
menonjol
11. Bila terlalu sulit untuk membedakan antara fobia sosial dengan agorafobia,
hendaknya diutamakan diagnosa agorafobia.
4. Gambarang klinis
a. Fobia Spesifik
Gejala psikologis atau otonomik harus merupakan manifestasi primer dari
anxietas, dan bukan sekunder dari gejala2 lain seperti waham atau pikiran
obsesif
Anxietas harus terbatas adanya objek situasi fobik tertentu
Situasi fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya
Ketakutan berlebih yang disebabkan oleh benda, atau peristiwa traumatik
tertentu, misalnya: ketakutan terhadap kucing (ailurfobia), ketakutan
terhadap ketinggian (acrofobia), ketakutan terhadap tempat tertutup
(agorafobia), fobia terhadap kancing baju, dsb.
b. Fobia Sosial
Gejala fobia sosial dapat berupa:
1. Takut berbicara di depan umum
2. Takut makan di restoran
3. Takut menulis di depan umum
4. Takut berbicara dengan orang asing atau orang yang baru dikenal
5. Takut bergabung dengan kelompok sosial
6. Takut berhadapan dengan orang yang memiliki otoritas (kekuasaan, jabatan,
pengaruh, dan lain-lain)
Fobia sosial biasanya disertai dengan:
1. Harga diri yang rendah
2. Takut dikritik
Keluhan yang umum dirasakan penderita bila berhadapan dengan kelompok
sosial atau orang banyak:
1. Rasa malu (wajah memerah)
2. Tangan gemetar
3. Mual
4. Ingin buang air kecil
5. Cenderung menghindari keramaian atau kerumunan
Pada keadaan yang ekstrim dapat terjadi isolasi sosial total.
Perlu diketahui, penderita menyadari bahwa kecemasannya sangatlah
berlebihan dan tidak masuk akal.
5. Diagnosis Banding
a. Fobia Spesifik
Gangguan hipokhondrik F 45.2
Gangguan waham F 22.0
F 40.8 gangguan fobik lainnya
F 40.9 Gangguan fobik YTT, termasuk fobia YTT, keadaan Fobik
YTT
b. Fobia Sosial
12. Gangguan depresif & agorafobia sering sulit dibedakan dgn fobia sosial.
Hendaknya diutamakan Dx agorafobia, depresi jgn ditegakkan kecuali
ditemukan sindrom depresif yg lengkap & jelas
6. Perjalanan penyakit dan Prognosis
Fobia sosial biasanya mulai pada usia dini sehingga dapat menyebabkan
gangguan disemua bidang akademik seperti rendahnya kemampuan sekolah,
menghindar dari sekolah, dan sering putus sekolah. Pemilihan karirya sangat
terbatea dan ia sering berhenti dari pekerjaan. Fobia sosial cenderung menjadi
kronik. Bila tidak diobati depat menjadi komorbiditas dengan gangguan lain
seperti depresi, penyalahgunaan alkohol atau obat. Pada penderita agorafobia
dan fobia sosial, pemakaian alkohol sering merupakan ussha untuk mengobati
diri sendiri.
7. Terapi
a. Fobia Spesifik
Terapi pemaparan
suatu tipe terapi perilaku. Ahli terapi mendesensitisasi pasien, dengan
menggunakan pemaparan stimulus fobik yang serial, bertahap, dan dipacu diri
sendiri. terapist akan mengajari pasien tentang berbagai tehnik untuk
menghapai kecemasan termasuk relaksasi, kontrol pernasafan, dan pendekatan
kognitif terhadap gangguan. Pendekatan kognitif adalah termasuk mendorong
kenyataan bahwa situasi tersebut pada dasarnya adalah aman. Keberhasilan
terapi ini tergantung pada komitemen pasien terhadap pengobatan, masalah
dan tujuan yang diindentifikasi dengan jelas, dan strategi alternatif yang
tersedia
untuk
mengatasi
perasaan.
b. Fobia Sosial
Suatu kombinasi farmakoterapi dan psikoterapi pada umumnya diberikan untuk
para orang dengan fobia sosial.
Farmakoterapi
Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIS): SSRIS dengan cepat menjadi
first-line pengobatan yang baku untuk fobia sosial. Paroxetine menerima
pengakuan badan Makanan Dan Administrasi Obat/Racun (FDA) untuk indikasi
ini pada tahun 1999 dan SSRI yang pertama memperolehnya. Penelitian
menyatakan bahwa SSRIS juga mungkin efektif.
Benzodiazepines: Benzodiazepine mungkin efektif untuk fobia sosial, tetapi
memiliki profil keselamatan lebih sedikit. Alprazolam Dan Clonazepam telah
digunakan dengan sukses.
Buspirone: Beberapa studi menyarankan kemanjuran pada penderita fobia sosial.
Propranolol: Beta-Blockers telah digunakan untuk blok autonomik terhadap
tanggapan dengan fobi sosial. Pencegahan gejala seperti gemetaran peningkatan
detak jantung mendorong kearah sukses didalam menghadapi situasi sosial.
13. Monoamine oxidase inhibitors( MAOIS): Phenelzine telah dipertunjukkan untuk
bisa efektif didalam studi. Pembatasan yang berkenaan diet makan mengurangi
ketenaran mereka. Moclobemide, suatu MAOI lebih baru, pasti mempunyai
kemanjuran dengan fobi sosial.
Psikoterapi
Tingkah laku
Psikoterapi tingkah laku, seperti desensitisasi berangsur-angsur, mungkin
bermanfaat terhadap fobi sosial. Teknik ini melibatkan secara berangsur-angsur
pasien untuk berada situasi pada situasi yang secara normal menyebabkan
kecemasan. Dengan penguasaan situasi tanpa kecemasan , pasien secepatnya
mampu mentolelir situasi yang yang sebelumnya membuat cemas.
Kognitif
Terapi berorientasi pada pengertian yang mendalam sudah membuktikan
bermanfaat fobi sosial. Individu dengan fobi sosial sering mempunyai
penyimpangan kognitif penting berhubungan dengan orang lain.
Gangguan Obsesif – Kompulsif
Gangguan obsesif kompulsif adalah suatu contoh dari efek positif dimanapenelitian
modern telah menemukan gangguan di dalam waktu singkat. Suatuobsesi adalah pikiran,
perasaan, idea tau sensasi yang mengganggu (intrusive).Suatu kompulsif adalah pikiran atau
perilaku yang disadari, dibakukan, dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa atau
menghindari. Obsesi meningkatkan kecemasan seseorang, sedangkan melakukan kompulsi
menurunkan kecemasan seseorang. Tetapi jika seseorang memaksa melakukan suatu
kompulsi, kecemasan adalah meningkat. Seorang dengan gangguan obsesif kompulsif
biasanya menyadari irasionalitas dari obsesi dan merasakan bahwa obsesi dan
kompulsisebagai ego-distonik. Gangguan obsesif kompulsif dapat merupakan gangguan yang
menyebabkan ketidakberdayaan, karena obsesi dapat menghabiskan waktudan dapat
mengganggu secara bermakna pada rutinitas normal seseorang, fungsipekerjaan, aktivitas
social yang biasanya, atau hubungan dengan teman dananggota keluarga.
1. Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif kompulsif pada populasi umum
diperkirakan adalah 2 sampai 3 persen. Beberapa peneliti telah memperkirakan bahwa
gangguan obsesif kompulsif ditemukan pada sebanyak 10persen pasien rawat jalan di
klinik psikiatri. Angka tersebut menyebabkan gangguan obsesif kompulsif sebagai
diagnosis psikiatri tersering yang keempatsetelah fobia, gangguan berhubungan zat, dan
gangguan depresi berat.
Untuk orang dewasa laki-laki dan wanita sama mungkin terkena, tetapi untuk
remaja laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif kompulsifdibandingkan
14. perempuan. Usia onset rata-rata adalah umur 20 tahun, walaupun laki-laki memiliki onset
usia yang lebih awal (sekitar 19 tahun) dibandingkanwanita (rata-rata 22 tahun). Secara
keseluruhan kira-kira dua per tiga dari pasien memiliki onset gejala sebelum usia 25
tahun, dan kurang dari 15 persen pasienmemiliki onset gejala setelah 35 tahun. Gangguan
obsesif kompulsif dapat memiliki onset pada masa remaja atau masa kanak-kanak, pada
beberapa kasusdapat pada usia 2 tahun. Orang yang hidup sendirian lebih banyak terkena
gangguan obsesif kompulsif dibandingkan orang yang menikah, walaupun
temuantersebut kemungkinan mencerminkan kesulitan yang dimiliki pasien
dengangangguan obsesif kompulsif dalam mempertahankan suatu hubungan. Gangguan
obsesif kompulsif ditemukan lebih jarang diantara golongan kulit hitam dibandingkan
kulit putih.
2. Etiologi
1. Faktor biologis
Neurotransmiter. Banyak uji coba klinis yang telah dilakukan terhadap berbagai obat
mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi serotonin terlibat di dalam pembentukan
gejala obsesi dan kompulsi dari gangguan. Obat serotonergik lebih efektif dibandingkan
obat yang mempengaruhi sistem neurotransmitter lain. Serotonin terlibat di dalam
penyebab gangguan obsesif kompulsif adalah tidak jelas. Penelitian klinis telah mengukur
konsentrasi metabolit serotonin (5-hydroxyindoleacetic acid/ 5-HIAA) di dalam cairan
serebrospinalis, dan afinitas sertai jumlah tempat ikatan trombosit pada pemberian
imipramine (yang berikatan dengan tempat ambilan kembali serotonin) dan telah
melaporkan berbagai temuan pengukuran tersebut pada pasien dengan gangguan obsesif
kmpulsif. Beberapa peneliti mengatakan bahwa system neurotransmitter konergik dan
dopaminergik pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif adalah dua bidang
penelitian riset untuk masa depan. Penelitian pencitraan otak. Penelitian pencitraan otak
fungsional (positron emission tomoghrapy/PET) telah menemukan peningkatan aktivitas
(metabolisme dan aliran darah) di lobus frontalis, ganglia basalis (khususnya kauda) dan
singulum pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Terapi farmakologis dan
perilaku telah dilaporkan membalikkan kelainan tersebut. Baik CT maupun MRI telah
menemukan adanya penurunan ukuran kaudata secara bilateral pada pasien dengan
gangguan obsesif kompulsif. Prosedur neurologis yang melibatkan singulum kadangkadang efektif dalam pengobatan pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Suatu
penelitian MRI baru-baru ini melaporkan peningkatan waktu relaksasi T1 di korteks
frontalis, suatu temuan yang konsisten dengan lokasi kelainan yang ditemukan pada
penelitian PET.
Genetika. Penelitian kesesuaian pada anak kembar untuk gangguan obsesif kompulsif
menemukan adanya angka kesesuaian yang lebih tinggi secara bermakna pada kembar
monozigot dibandingkan kembar dizigot. Penelitian keluarga pada pasien gangguan
obsesif kompulsif telah menemukan bahwa 35 persen sanak saudara derajat pertama
pasien gangguan obsesif kompulsif juga menderita gangguan. Data biologis lainnya.
Penelitian elektrofisiologis, penelitian EEG tidur, dan penelitian neuroendokrin telah
menyumbang data yang menyatakan adanya kesamaan antara gangguan depresi dengan
gangguan obsesif kompulsif penelitian EEG tidur telah menemukan kelainan yang mirip
dengan yang terlihat pada gangguan depresif, seperti penurunan latensi REM (rapid eye
movement). Penelitian neuroendokrin seperti nonsupresi pada dexamethason-supression
test pada kira-kira sepertiga pasien dan penurunan sekresi hormone pertumbuhan pada
infus clonidine.
2. Faktor perilaku
15. Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stimuli yang dibiasakan. Stimulus yang relative
netral menjadi disertai dengan ketakutan atau kecemasan melalui proses pembiasaan
responden dengan memasangkannya dengan peristiwa yang secara alami adalah
berbahaya dan menghasilkan kecemasan. Objek dan pikiran yang sebelumnya netral
menjadi stimuli yang terbiasakan yang mampu menimbulkan kecemasan atau gangguan.
Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Seseorang menemukan bahwa tindakan
tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan pikiran obsesional. Jadi strategi
menghindar yang aktif dalam bentuk perilaku kompulsi atau ritualistic dikembangkan
untuk mengendalikan kecemasan. Karena manfaat perilaku tersebut dalam menurunkan
dorongan sekunder yang menyakitkan (kecemasan), stretegi menghindar menjadi
terfiksasi sebagai pola perilaku kompulsi yang dipelajari. Teori belajar memberikan
konsep yang berguna untuk menjelaskan aspek tertentu dari fenomena obsesif-kompulsif
(sebagai contoh kemampuan gagasan untuk menimbulkan kecemasan adalah tidak selalu
menakutkan bagi dirinya sendiri dan menegakkan pola perilaku kompulsif.
3. Faktor psikososial
Faktor kepribadian. Gangguan obsesif kompulsif adalah berbeda dari gangguan
kepribadian obsesif-kompulsif. Sebagian besar pasien gangguan obsesif kompulsif tidak
memiliki gejala kompulsif pramorbid. Dengan demikian sifat kepribadian tersebut tidak
diperlukan atau tidak cukup untuk perkembangan gangguan obsesif kompulsif. Hanya
kira-kira 15-35 persen pasien gangguan obsesif kompulsif memiliki sifat obsesional
pramorbid.
Factor psikodinamika. Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan
psikologis utama yang menentukan bentuk dan kualitas gejala dan sifat karakter obsesif
kompulsif; isolasi, meruntuhkan dan pembentukan reaksi.
Isolasi. Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang dari afek
dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Kondisi pada seseorang yang mangalami
secara sadar afek dan khayalan dari suatu gagasan yang mengandung emosi, terlepas
apakah ini berupa fantasi atau ingatan terhadap suatu peristiwa. Jika terjadi isolasi, afek
dan impuls yang didapatkan darinya adalah dipisahkan dari komponen ideasional dan
dikeluarkan dari kesadaran. Jika isolasi berhasil sepenuhnya, impuls dan afek yang terkait
seluruhnya terepresi, dan pasien secara sadar hanya menyadari gagasan yang tidak
memiliki afek yang berhubungan
dengannya.
Meruntuhkan (undoing). Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls
mungkin dapat lolos dari mekanisme primer isolasi dan menjdi bebas, operasi pertahanan
sekunder adalah diperlukan untuk melawan impuls dan menenangkan kecemasan yang
mengancan keluar ke kesadaran. Tindakan kompulsif menyumbangkan manifestasi
permukaan operasi defensif yang ditujukan untuk menurunkan kecemasan dan
mengendalikan impuls dasar yang belum diatasi secara memadai oleh isolasi. Operasi
pertahanan sekunder yang cukup penting adalahmekanisme meruntuhkan (undoing).
Seperti yang dinyatakan oleh katanya,
meruntuhkan adalah suatu tindakan kompulsif yang dilakukan dalamusaha untuk
mencegah atau meruntuhkan akibat yang secara irasional akandialami pasien akibat
pikiran atau impuls obsesional yang menakutkan.
Pembentukan reaksi (reaction formation). Baik isolasi maupunmeruntuhkan adalah
tindakan pertahanan yang terlibat erat dalammenghasilkan gejala klinis. Pembentukan
gejala menyebabkanpembentukan sifat karakter, bukannya gejala. Pembentukan
reaksimelibatkan pola perilaku yang bermanifestasi dan sikap yang secara sadardialami
yang jelas berlawanan dengan impuls dasar.
16. Faktor psikodinamika lainnya. Pada teori psikoanalitik klasik,gangguan obsesif
kompulsif dinamakan neurosis obsesif kompulsif danmerupakan suatu regresi dari fase
perkembangan oedipal ke fasepsikoseksual anal. Jika pasien dengan gangguan obsesif
kompulsif merasa terancam oleh kecemasan tentang pembalasan dendam atau
kehilanganobjek cinta yang penting, mereka mundur dari posisi oedipal dan beregresike
stadium emosional yang sangat ambivalen yang berhubungan denganfase anal.
Ambivalensi adalah dihubungkan dengan menyelesaikan fusi yang halus antara dorongan
seksual dan agresif yang karakteristik dari faseoedipal. Adanya benci dan cinta secara
bersama-sama kepada orang yang sama menyebabkan pasien dilumpuhkan oleh keraguraguan dankebimbangan.
Suatu cirri yang melekat pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif adalah
derajat dimana mereka terpaku dengan agresi ataukebersihan, baik secara jelas dalam isi
gejala mereka atau dalam hubunganyang terletak dibelakangnya.dengan demikian,
psikogenesis gangguanobsesif kompulsif mungkin terletak pada gangguan dan
perkembanganpertumbuhan normal yang berhubungan dengan fase perkembangan
analsadistik.Ambivalensi. Ambivalensi adalah akibat langsung dari perubahan dalam
karakteristikkehidupan impuls. Hal ini adalah ciri yang penting pada anak normal selama
fase perkembangan anal-sadistik; yaitu anak merasakan cinta dan kebencian kepada suatu
objek. Konflik emosi yang berlawanan tersebut mungkin ditemukan pada pola perilaku
melakukantidak melakukan pada seorang pasien dan keragu-raguan yang melumpuhkan
dalam berhadapan dengan pilihan. Pikiran magis. Pikiran magis adalah regresi yang
mengungkapkan cara pikiran awal, ketimbang impuls; yaitu fungsi ego dan juga fungsi id,
dipengaruhi oleh regresi. Yang melekat pada pikiran magis adalah pikiran
kemahakuasaan. Orang merasa bahwa mereka dapat menyebabkan peristiwa di dunia luar
terjadi tanpa tindakan fisik yang menyebabkannya, semata-mata hanya dengan berpikir
tentang peristiwa tersebut. Perasaantersebut menyebabkan memiliki suatu pikiran agresif
akan manakutkanbagi pasien gangguan obsesif kompulsif.
3. Diagnosis
Walaupun kriteria diagnosis untuk gangguan obsesif kompulsif di dalamdiagnostic
and statistic manual of mental disorder edisi ketiga yang direvisi(DSM-III-R) banyak
yang dipertahankan di dalam edisi keempatnya (DSM-IV),telah dibuat modifikasi penting
di dalam definisi DSM-IV tentang obsesi dankompulsi. DSM-IV memperkenalkan
pengamatan klinis bahwa pikiran (yaitu tindakan mental) dapat merupakan obsesi atau
kompulsi, tergantung pada apakahia menyebabkan peningkatan kecemasan (obsesi) atau
menurunkan kecemasan(kompulsi). DSM-IV juga memperbaharui definisi obsesi untuk
menghindari istilah “ego-distonik” di dalam edisi ketiganya dan kata tanpa perasaan
(senseless)di dalam edisi ketiga yang direvisi, keduanya memiliki arti yang kurang jelas
dansulit untuk operasinalisasi.
Kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif kompulsif
A. Salah satu obsesi atau kompulsi:
1. Pikiran, impuls atau bayangan-bayangan yang rekuren dan persisten yang dialami,
pada suatu saat selama gangguan, sebagai intrusive dan tidak sesuai, dan
menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.
2. Pikiran, impuls atau bayangan-bayangan tidak semata-mata kekhawatiran yang
berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata.
3. Orang berusaha atau mengabaikan atau menekan pikiran, impuls atau bayanganbayangan tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau tindakan lain.
17. 4. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls atau bayangan-bayangan obsesional
adalah keluar dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan
pikiran).
B. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang telah menyadari bahwa obsesi
atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan: ini tidak berlaku pada
anak-anak.
C. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas; menghabiskan waktu; atau
secara bermakna mengganggu rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan, atau aktivitas
atau hubungan social yang biasanya.
D. Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak terbatas padanya
(misalnya preokupasi dengan makanan jika terdapat gangguan makan; menarik
rambut jika teradapat trikotilomania; permasalahan pada penampilan jika terdapat
gangguan dismorfik tubuh; preokupasi dengan obat jika terdapat suatu gangguan
penggunaan zat; preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius jika terdapat
hipokondriasis; preokupasi dengan dorongan atau fantasi seksual jika tedapat
parafilia; atau perenungan bersalah jika terdapat gangguan depresif berat).
E. Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya obat yang disalahgunakan,
medikasi) atau kondisi medis umum. Sebutkan jika: dengan tilikan buruk: jika selama
sebagian besar waktu selama episode terakhir, orang tidak menyadari bahwa obsesi
dan kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan.
4. Gambaran klinis
Gejala mungkin bertumpang tindih dan berubah sesuai dengan berjalannya waktu.
Gangguan ini memiliki 4 pola gejala utama, yaitu obsesi terhadap kontaminasi, obsesi
keragu-raguan diikuti pengecekan yang kompulsi, pikiran obsesional yang
mengganggu dan kebutuhan terhadap simetrisitas atau ketepatan.
Gejala-gejala obsesi harus mencakup hal-hal berikut:
a) Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri
b) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan,meskipun
adalainnya yang tidak lagidilawan oleh pasien
c) Pikiran untuk melakukan trindakan tersebut diatas bukan merupakan halyang
member kepuasan atau kesenangan
d) Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan
yang tidak menyenangkan.
Ada kaitan erat antara gejala obsesi, terutama pikiran obsesi, dengan depresi. Pasien
dengan obsesi kompulsi seringkali menunjukkan gejala depresi dan sebaliknya pasien
gangguan depresi berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiranobsesi selama episode
depresinya.
Gejala obsesi sekunder yang terjadi pada gangguan skizofre nia, sindrom tourette atau
gangguan mental organik, harus di anggap sebagai bagian dari kondisi tersebut.
5. Diagnosis Banding
Ritual-ritual yang sesuai dgn perkembangan anak dalam bermain dan berperilaku.
• Ggn Cemas Menyeluruh
• Tic disorders (mis: Taurret’ssyndrome)
• Ggn Psikotik
6. Perjalanan Penyakit dan Prognosis
18. Sebagian besar gejala muncul secara tiba-tiba, terutama setelah suatu peristiwayang
menyebabkan stress, seperti kehamilan, maslah seksual, atau kematian salahseorang
sanak saudara.
Perjalanan penyakit biasanya lama dan bervariasi, beberapa berfluktuasi namun ada
pula yang konstan.
Prognosis buruk bila pasien mengarah pada kompulsi, berawal pada masa anakanak,
kompulsi yang aneh, perlu perawatan dirumah sakit, gangguan depresi berat yang
menyertai, kepercayaan waham, adanya gagasan yang terlalu dipegang, dan adanya
gangguan kepribadian.Prognosis baik ditandai oleh penyesuaian sosial dan pekerjaan
yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan sifat gejala episodik.
7. Terapi
Penatalaksanaan meliputi farmakoterapi dan psikoterapi. Pengobatan farmakoterapi
standar adalah dengan obat spesifik serotonin seperti klomipramin atau penghambat
ambilan kembali serotonin spesifik(SSRI) sepertifluoksetin. Bila terapi gagal, terapi dapat
diperkuat dengan menambahkan litium atau penghambat monoamine oksidase(MAOI)
khususnya fenelzin
Psikoterapi meliputi terapi perilakudengan desentisisasi dan terapi keluarga bila
terdapat faktor disharmoni keluarga yang mempengaruhi timbulnya gangguantersebut.
www.scribd.com/doc/67656998/Gangguan-Neurotik