Dokumen tersebut membahas tentang alkalimetri yang merupakan metode titrasi asam-basa dengan menggunakan larutan baku sekunder basa dan larutan baku primer asam. Metode ini digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan yang tidak diketahui melalui proses titrasi dengan menambahkan larutan standar sampai titik akhir.
1. MAKALAH PRATIKUM
KIMIA ANALISIS
“ Alkalimetri ”
Disusun Oleh :
RIDWAN (18123442A)
Kelompok D
Teori 2
Fakultas Farmasi
Universitas Setia Budi
Surakarta
2013
2. Alkalimetri merupakan metode titrasi asam-basa dengan menggunakan larutan baku
sekunder basa dan larutan baku primer asam atau teknik analisis kimia berupa titrasi yang
menyangkut asam dan basa atau sering disebut titrasi asam-basa.
Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen
yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air
yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam )
dengan penerima proton (basa).
Reaksi dijalankan dengan titrasi, yaitu suatu larutan ditambahkan dari buret sedikit demi
sedikit sampai jumlah zat-zat yang direksikan tepat menjadi ekivalen (telah tepat banyaknya
untuk menghabiskan zat yang direaksikan) satu sama lain.
Larutan yang ditambahkan dari buret disebut titrant, sedangkan larutan yang ditambah
titrant disebut titrat (dalam hal ini titrant dan titrat berupa asam dan basa atau sebaliknya). Pada
saat ekivalen, penambahan titrant harus dihentikan, saat ini dinamakan titik akhir titrasi.
3. Untuk mengetahui keadaan ekivalen dalam proses asidi-alkalimetri ini, diperlukan suatu
zat yang dinamakan indikator asam-basa. Indikator asam-basa adalah zat yang dapat berubah
warna apabila pH lingkungannya berubah. Asidi-alkalimetri menyangkut reaksi antara asam
kuat-basa kuat, asam kuat-basa lemah, asam lemah-basa kuat, asam kuat-garam dari asam lemah,
dan basa kuat-garam dari basa lemah.
Analisis secara volumetric adalah analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan
menentukan banyaknya volume suatu larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan teliti
yang bereaksi secara kwantitatif dengan larutan dari suatu zat yang akan ditentukan
konsentrasinya.Larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan teliti, disebut larutan
standar atau larutan lembaga, dimana larutan ini setiap liternya mengandung sejumlah gram
ekivalen tertentu. Sedang banyaknya zat yang akan ditentukan dapat dihitung dari banyaknya
volum larutan standar dengan hukum ekivalen kimia biasa.
Proses penambahan larutan standar kedalam larutan yang akan ditentukan normalitasnya
sampai terjadi reaksi yang sempurna disebut titrasi. Sedangkan larutan yang akan ditentukan
normalitasnya disebut larutan yang dititrasi. Saat dimana reaksi sempurna tercapai disebut saat
titik ekivalen atau titik stokiometri biasanya titik akhir titrasi disebut juga titik akhir teoritis. Titik
akhir titrasi ini dapat dilihat dengan adanya perubahan warna yang terdapat dalam larutan yang
dititrasi. Perubahan warna dalam larutan ini akan jelas bila dalam proses titrasi ditmbahkan
sedikmit indikator.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis volumetrik
adalah sebagai berikut :
1. Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.
2. Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi yang
kuantitatif/stokiometrik.
3. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai, baik secara kimia
maupun secara fisika.
4. Harus ada indicator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia atau fisika. Indikator
potensiometrik dapat pula digunakan.
4. Alat-alat yang digunakan pada analisa titrimetri ini adalah sebagai berikut :
1. Alat pengukur volume kuantitatif seperti buret, labu ukur, dan pipet volume yang telah di
kalibrasi.
2. Larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti atau baku primer dan
sekunder dengan kemurnian tinggi.
3. Indikator atau alat lain yang dapat menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai.
Larutan baku (standar) adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan
konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N (normalitas) atau M (molaritas).
Larutan standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya diperoleh dengan cara mentitrasi
dengan larutan standar primer, biasanya melalui metode titrimetri. Contoh: AgNO3, KMnO4,
Fe(SO4)2. Zat yang dapat digunakan untuk larutan baku sekunder, biasanya memiliki
karakteristik seperti di bawah ini:
1. Tidak mudah diperoleh dalam bentuk murni ataupun dalam keadaan yang diketahui
kemurniannya.
2. Zatnya tidak mudah dikeringkan, higrokopis, menyerap uap air, menyerap CO2 pada
waktu penimbangan
3. Derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer
4. Mempunyai BE yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan
5. Larutannya relatif stabil dalam penyimpanan
Larutan baku dapat dibuat dengan cara penimbangan zatnya lalu dilarutkan dalam sejumlah
pelarut(air). Larutan baku ini sangat bergantung pada jenis zat yang ditimbangnya/dibuat.
5. Syarat-syarat larutan baku primer :
Larutan yang dibuat dari zat yang memenuhi syarat-syarat tertentu .Syarat agar suatu zat menjadi
larutan baku primer adalah:
1. Mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan (jika mungkin pada suhu 110-1200
C) dan
disimpan dalam keadaan murni.
2. Tidak bersifat higroskopis dan tidak berubah berat dalam penimbangan di udara.
3. Zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan kepekaan tertentu.
4. Sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekivalen yang besar, sehingga
kesalahan karena penimbangan dapat diabaikan.
5. Zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih
6. Reaksi yang berlangsung dengan pereaksi tersebut harus bersifat stoikiometrik dan
langsung. kesalahan titrasi harus dapat diabaikan atau dapat ditentukan secara tepat dan
mudah.
Larutan baku primer biasanya dibuat hanya sedikit, penimbangan yang dilakukanpun harus
teliti, dan dilarutkan dengan volume yang akurat. Pembuatan larutan baku primer ini biasanya
dilakukan dalam labu ukur yang volumenya tertentu. Zat yang dapat dibuat sebagai larutan baku
primer adalah asam oksalat, Boraks, asam benzoat (C6H5COOH), K2Cr2O7, AS2O3, NaCl.
Larutan baku primer adalah H2C2O4. 2H2O (asam oksalat) adalah zat padat , halus, putih,
larut baik dalam air. Asam oksalat adalah asam divalent dan pada titrasinya selalu sampai
terbentuk garam normalnya. berat ekivalen asam oksalat adalah 63. Larutan baku sekunder
adalah larutan baku yang konsentrasinya harus ditentukan dengan cara titrasi terhadap larutan
baku primer. Larutan NaOH tergolong dalam larutan baku sekunder yang bersifat basa. Natrium
hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik, adalah sejenis basa logam kaustik.
Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Natrium
hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran
ataupun larutan jenuh 50%. NaOH bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap
karbondioksida dari udara bebas. Ia sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika
dilarutkan.
6. NaOH juga larut dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan
ini lebih kecil daripada kelarutan KOH. NaOH tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non polar
lainnya.
Pembuata larutan standar dari zat yang berbentuk cair sering disebut cara pengenceran,
yaitu dari zat cair yang lebih pekat menjadi lebih cair.cara ini dapat dilakukukan pada cairan
yang telah diketahui normalitasnya. Apabila suatu larutan standar dibuat dari zat cair yang telah
diketahui normalitasnya, maka untuk menentukan banyaknya volume yang akan diencerkan
digunakan rumus :
V1 x N1 = V2 x N2
Tetapi bila larutan tersebut dibuat baru suatu zat cair yang tidak/belum diketahui
normalitasnya, maka untuk menetukan banyaknya volume yang akan diencerkan digunakan
rumus :
Vx = N x V x BM
10 x n x K x L
dengan : Vx = volume
n = valensi
K = kadar
L = density
N = normalitas larutan yang akan dibuat
BM = berat molekul zat cair tersebut
V = volume zat cair yang akan dibuat
Standarisasi larutan NaOH
Dengan Asam Oksalat (H2 C2 O4 . 2H2O)
0,2 – 1,25 gr asam oksalat dimasukkan ke dalam elenmeyer 250 ml. Bilas dengan aquadest dan
larutkan sampai volume 50 ml. Tambah 2 atau 3 tetes indikator Phenol Phtalein (PP). Titrasi
dengan larutan NaOH dari buret sampai warna merah muda
7. Konsentrasi larutan baku yang digunakan dapat berupa molaritas(jumlah mol zat terlarut
dalam satu liter larutan) dan normalitas(jumlah ekivalen zat terlarut dalam satu liter larutan).
Satuan molaritas merupakan satuan dasar yang digunakan secara internasional, sedangkan satuan
normalitas biasa juga dilakukan dalam analisis karena dapat memudahkan perhitungan.
Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi telah di
capai. Umumnya indicator yang digunakan adalah indicator azo dengan warna yang spesifik
pada berbagai perubahan pH.
Kadang-kadang kita perlu mengetahui tidak hanya atau sekedar pH, akan tetapi perlu kita
ketahui juga berapa banyak asam atau basayang terdapat didalam sampel. Sebagai contoh,
seorang ahli kimia lingkungan mempelajari suatu danau dimana ikan-ikannya mati. Dia harus
mengetahui secara pasti seberapa banyak asam yang terkandung dalam suatu sampel air danau
tersebut. Titrasi melibatkan suatu proses penambahan suatu larutan yang disebut tirant dari buret
ke suatu flask yang berisi sampel dan disebut analit. Berhasilnya titrasi asam-basa tergantung
pada seberapa akurat kita dapat mendeteksi titik stoikiometri. Pada titik tersebut, jumlah mol dari
H3O+
dan OH-
yang ditambahkan sebagai titrant adlah sama dengan jumlah mol dari OH- atau
H3O+ yang terdapat dalam analit. Pada titik stoikiometri, larutan terdiri dari garam dan air.
Larutan tersebut adalah asam apabila ion asam yang terkandung didalamnya, dan basa apabila
ion basa yang terkandung didalamnya (Atkins, 1997 : 550).
Misalkan kita ingin menentukan molaritas dari suatu larutan HCl yang tidak diketahui
konsentrasinya. Kita bisa menentukan konsentrasi HCl tersebut melalui suatu prosedur yang
disebut titrasi, dimana kita menetralisasi suatu asam dengan suatu basa yang telah diketahui
konsentrasinya. Pada titrasi, pertama-tama kita menempatkan suatu asam yang volumenya telah
ditentukan ke dalam suatu flask. Dan tambahkan beberapa tetes indikator seperti penolftalein,
kedalam larutan asam. Dalam larutan asam, penolftalein tidak berwarna. Kemudian, buret kita isi
dengan larutan NaOH yang konsentrasinya telah diketahui. dan dengan hati-hati NaOH
ditambahkan ke asam pada flask. Kita bisa mengetahui bahwa netralisasi telah berlangsung
ketika penolftalein dalam larutan berubah warna menjadi merah muda. Ini disebut titik akhir
netralisasi. Dari volume yang ditambahkan dan molar NaOH, kita dapat menentukan konsentrasi
asam (Timberlake, 2004 : 354-355)