Dokumen tersebut merangkum eksperimen tentang penentuan kelarutan intrinsik obat asetosal pada berbagai suhu. Eksperimen ini melibatkan pembuatan larutan baku asetosal dan mengukur absorbsi larutan tersebut pada berbagai konsentrasi untuk menentukan hubungan antara konsentrasi dan absorbsi. Kelarutan asetosal kemudian diukur pada suhu 30, 37, dan 42 derajat Celsius untuk mengetahui pengaruh suhu terhad
1. PRAKTIKUM FARMASI FISIK I
‘‘KELARUTAN INTRINSIK OBAT’’
Kelompok : 2-C
Nama :
1. Ridwan (18123442A)
2. Rikad Katon Mandiri (18123443A)
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
2012
2. KELARUTAN INTRINSIK OBAT
I. TUJUAN
Memperkenalkan konsep dan proses pendukung system kelarutan
obat dan menentukan parameter kelarutan zat
II. DASAR TEORI
Kelarutan adalah kadar jenuh solute dalam sejumlah solven pada
suhu tertentu yang menunjukkan bahwa interaksi spontan satu atau
lebih solute dengan solven telah terjadi dan membentuk dispersi
molekuler yang homogen.Suatu larutan dikatakan larutan jenuh apabila
terjadi kesetimbangan antara fase solute dan fase solute dalam larutan
yang bersangkutan.Variabel – variabel yang dapat dipilih untuk
penetapan kelarutan dirumuskan oleh aturan fase Gibbs,yaitu F= C-
P+ 2
F = derajat kebebasan (variebel , misal : T, P, C )
C = Jumlah komponen
P = Jumlah fase
Secara kuantitatif, kelarutan dapat diartikan sebagai konsentrasi
bahan terlarut dalam suatu larutan jenuh pada suatu suhu tertentu.
Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas pelarut yaitu
momen dipolnya. Kelarutan suatu zat padat dalam air akan semakin
tinggi bila suhunya dinaikan. Adanya panas (kalor) mengakibatkan
semakin renggangnya jarak antar molekul zat padat tersebut.
Merenggangnya jarak antar molekul zat padat menjadikan kekuatan
gaya antar molekul tersebut menjadi lemah sehingga mudah terlepas
oleh gaya tarik molekul-molekul air. Berbeda dengan zat padat,
adannya pengaruh kenaikan suhu akan menyebabkan kelarutan gas
dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena gas yang terlarut di
3. dalam air akan terlepas meninggalkan air bila suhu meningkat (Voight,
1994).
Kelarutan dapat diungkapkan melalui banyak cara antara lain
dengan menyatakan jumlah pelarut (dalam ml) yang dibutuhkan untuk
setiap gram solute, dengan pendekatan yang berupa perbandingan,
misal : 1 bagian solute dapat larut dalam 100 – 1000 bagian solven
disebut sukar larut, fraksimol dan molar.
Kelarutan suatu zat (solute) dalam solven tertentu digambarkan
sebagai like disolves like (senyawa atau zat yang strukturnya
menyerupai akan saling melarutkan), yang penjabarannya didasarkan
atas polaritas antara solven dan solute yang dinyatakan dengan tetapan
dielektrikum atau momen dipole, ikatan hydrogen, ikatan Van der
Waals (london) atau ikatan elektrostatik yang lain.
Kelarutan gas dalam cairan dipengaruhi tekanan, suhu, salting out,
reaksi kimia sendangkan perhitungan kelarutan dapat dilakukan
menurut hokum Henry (tetapan α) maupun koefisien absorpsi Bunsen
(tetapan α).Kelarutan cairan dapat digolongkan menjadi dua atas dasar
ada tidaknya penyimpanan terhadap hokum Roult.Disebut larutan ideal
(larutan nyata = real solution) apabila tidak ada penyimpangan terhadap
hukum Raoult dan disebut larutan non ideal apabila ada
penyimpangan.Dalam hal ini perlu diperhatikan tentang sistemnya
(tercampur sempurna / sebagian).Pengaruh zat asing , komponen
penyusun (binair/ternair), tetapan dielektrik, hubungan molecular, dan
luas permukaan molekuler.
Kelarutan zat padat dalam cairan merupakan masalah yang lebih
komplek tetapi paling banyak banyak dijumpai dalam
kefarmasian.Asumsi dasar untuk kearutan zat padat dalam (sebagai)
larutan ideal adalah tergantung pada suhu percobaan (proses larut), suhu
(titik) lebur solute, dan beda entalpi peleburan molar ( ) solute
4. (yang dianggap sama dengan panas pelarutan molar solute).Hubungan
tersebut yang diturunkan dari hukum – hukum termodinamika
durumuskan oleh Hildebrand dan scott sebagai berikut :
-Log Xi
2 = ( ) ……………………..(1)
Xi
2 = kelarutan ideal zat dalam fraksimol
∆ = beda entalpi peleburan
T0 = suhu lebur
T = suhu percobaan
R = tetapan gas
Tetapi tipe larutan ideal ini jarang sekali dijumpai dalam
praktek.Untuk larutan non-ideal harus diperhitungankan pula faktor-
faktor aktivitas solute yang koefisiennya sebanding dengan volume
(molar) solute dan fraksi voleme solven, parameter kelarutan ( ) yang
besarnya sam dengan harga akar tekanan dalam ( ) solute dan interaksi
antara solven – solute.Dengan demikian persamaan yang paling
sederhana untuk larutan non-ideal, dinyatakan sebagai kelarutan regular
oleh Scatchard - Hildebrand sebagai berikut :
-Log X2 = ( ) ( )2 ……………….(2)
Dimana : V2 = volume molar solute
1 = parameter kelarutan solven
2 = parameter kelarutan solute
= fraksi volume solven
5. Keterbatasan persamaan ini ialah tidak cocok untuk proses – proses
yang didalamnya terjadi solvasi dan asosiasi antara solute dan solven,
demikian pula untuk larutan elektrolit.Persamaan (2) hanya berlaku
apabila dalam larutan tidak terdapat ikatan lain selain Van der waals.
III. ALAT
1. Labu takar 25 ml dan 100 ml
2. Becker glass 1800 ml
3. Becker glass 200 ml
4. Pipet ukur 5 ml
5. Syrring
6. Spektrofotometri UV – Vis
7. Kuvet
8. Disolusion tester
IV. BAHAN
1. Asetosal
2. Alkohol
3. Natrium Asetat
4. Asam Asetat Pekat
5. Aquades
V. CARA KERJA
1. Membuat kelarutan baku asetosal, 50 mg asetosal + 5 mL
alkohol + dapar asetat ada 100 mL, dimasukkan ke dalam labu
bakar.
2. Menimbang Natrium asetat 5,9 gram + asam asetat basial
(pekat) 3,32 mL, kemudian tambah aquades 2 L.
3. Mengambil dengan pipet larutan baku asetosal, kemudian
memasukkan ke dalam labu takar ditambah asetat 25 mL.
6. VI. HASIL PERCOBAAN
1. Data dan Perhitungan
a.
mL Konsentrasi Abs
1 2 0,111
2 4 0,172
3 6 0,232
4 8 0,294
5 10 0,362
6 12 0,441
7 14 0,492
Konsentrasi didapatkan dari:
Kemudian didapatkan:
a = 0,04185
b = 0,03233
r = 0,9990
Regresi Linear:
b. Penetapan Kadar dengan Menimbang 60 mg Asetosal
Suhu (o
C) Adsorbansi Kadar (mg%)
30o
C 0,392 10,83
37o
C 0,430 12,00
42o
C 0,443 12,40
7. Pada suhu 30o
C
Pada suhu 37o
C
Pada suhu 42o
C
9. VII. PEMBAHASAN
Larutan merupakan campuran homogen dua zat
atau lebih yang saling melarutkan dan masing-masing zat
penyusunnya tidak dapat dibedakan lagi secara fisik. Suatu larutan
dikatakan jenuh apabila terjadi kesetimbangan antara fase solut dan
fase solven dalam larutan yang bersangkutan (Purba, 2007).
Kelarutan adalah kadar solut dalam sejumlah solven pada
suhu tertentu yang menunjukan bahwa interaksi spontan satu atau lebih
solut atau solven telah terjadi dan membentuk dispersi molekuler yang
homogen. Kelarutan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pH,
temperatur(suhu), jenis pelarut, bentuk dan ukuran partikel zat,
konstanta dielektrik pelarutdan adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan
pembentuk kompleks, ion sejenis.
Dari percobaan yang dilakukan menggunakan larutan baku
asetosal dengan volume yang berbeda telah di dapatkan pula
konsentrasi yang berbeda dan dapat dihitung absorbansinya yang
memiliki nilai yang berbeda pula
Penetapan kadar asetosal sendiri dilakukan pada 3 keadaan
suhu yang berbeda yaitu : 30 O
C 37 O
C dan 42O
C dan menggunakan
asetosal dengan berat masing- masing 60 mg dan dimana dari 3
keadaan tersebut telah di dapat absorbansi yang berbeda dan dari
absorbansi dapat diketahui kadar mg% dalam 60 mg asetosal dan
rumus yang digunakan dalam penetapan kadar tersebut adalah dengan
menggunakn rumus:
Dimana nilai y sendiri adalah nilai absorbansi yang didapat
dari pembacaan Spektrofotometri UV – Vis dari larutan dapar yang
telah ditambahkan dengan 60 mg asetosal dan dilakukan pengocokan
pada dissolution tester sebanyak 50 puteran/menit dengan suhu yang
telah ditentukan.
10. VIII. KESIMPULAN
Dari percobaaan dapat di simpulkan bahwa penetapan kadar
asetosal /mg5 dalam 60 mg asetosal yang telah di campur dengan
larutan dapar akan berbeda setiap suhu nya dan semakin tinggi atau
besar suhu pada saat larutan diputar pada dissolution tester maka
semakin tingi pula absorbansi yang di baca pada spektrofotometri UV
– Vis dan apabila absorbansi tinggi atau besar maka hasil perhitungan
untuk mengetahui kadar mg% menunjukkan bahwa kadarnya semakin
tinggi pula tergantung pada suhu yang mempengaruhi absorbasi
laruutan tersebut.
11. DAFTAR PUSTAKA
Martin, Alfred, dkk. 1990. Farmasi Fisik edisi 3. Jakarta: Universitas
Indonesia press.
http://sweetest-tea.blogspot.com/2012/04/kelarutan-intrinsik-obat.html