Optimalisasi Fungsi Legislasi dan Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah
MODUL1
1. M odu l 1
Ta nt a nga n Pe m ba nguna n da n Sk a la
Pr ior it a s
D i k l a t Te k n i s
M a n a j e m e n Pr oye k
( Pr oj e ct M a na ge m e nt )
Ese lon I I I
2. SAMBUTAN DEPUTI BIDANG PEMBINAAN DIKLAT APARATUR
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
Selaku Instansi Pembina Diklat PNS, Lembaga Administrasi Negara
senantiasa melakukan penyempurnaan berbagai produk kebijakan Diklat yang
telah dikeluarkan sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 101
Tahun 2000 tentang Diklat Jabatan PNS. Wujud pembinaan yang dilakukan di
bidang diklat aparatur ini adalah penyusunan pedoman diklat, bimbingan dalam
pengembangan kurikulum diklat, bimbingan dalam penyelenggaraan diklat,
standarisasi, akreditasi Diklat dan Widyaiswara, pengembangan sistem
informasi Diklat, pengawasan terhadap program dan penyelenggaraan Diklat,
pemberian bantuan teknis melalui perkonsultasian, bimbingan di tempat kerja,
kerjasama dalam pengembangan, penyelenggaraan dan evaluasi Diklat.
Sejalan dengan hal tersebut, melalui kerjasama dengan Departemen
Dalam Negeri yang didukung program peningkatan kapasitas berkelanjutan
(SCBDP), telah disusun berbagai kebijakan guna lebih memberdayakan
daerah seperti peningkatan kapasitas institusi, pengelolaan dan peningkatan
SDM melalui penyelenggaraan Diklat teknis, pengembangan sistem keuangan,
perencanaan berkelanjutan dan sebagainya.
Dalam hal kegiatan penyusunan kurikulum diklat teknis dan modul
diklatnya melalui program SCBDP telah disusun sebanyak 24 (dua puluh
empat) modul jenis diklat yang didasarkan kepada prinsip competency based
training. Penyusunan kurikulum dan modul diklat ini telah melewati proses yang
cukup panjang melalui dari penelaahan data dan informasi awal yang diambil
dari berbagai sumber seperti Capacity Building Action Plan (CBAP) daerah
yang menjadi percontohan kegiatan SCBDP, berbagai publikasi dari berbagai
media, bahan training yang telah dikembangkan baik oleh lembaga donor,
perguruan tinggi, NGO maupun saran dan masukan dari berbagai pakar dan
tenaga ahli dari berbagai bidang dan disiplin ilmu, khususnya yang tergabung
dalam anggota Technical Review Panel (TRP).
Disamping itu untuk lebih memantapkan kurikulum dan modul diklat ini
telah pula dilakukan lokakarya dan uji coba/pilot testing yang dihadiri oleh para
pejabat daerah maupun para calon fasilitator/trainer.
Dengan proses penyusunan kurukulum yang cukup panjang ini kami
percaya bahwa kurikulum, modul diklatnya berikut Panduan Fasilitator serta
Pedoman Umum Diklat Teknis ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
pelatihan di daerah masing-masing.
i
3. Harapan kami melalui prosedur pembelajaran dengan menggunakan
modul diklat ini dan dibimbing oleh tenaga fasilitator yang berpengalaman dan
bersertifikat dari lembaga Diklat yang terakreditasi para peserta yang
merupakan para pejabat di daerah akan merasakan manfaat langsung dari
diklat yang diikutinya serta pada gilirannya nanti mereka dapat menunaikan
tugas dengan lebih baik lagi, lebih efektif dan efisien dalam mengelola berbagai
sumber daya di daerahnya masing-masing.
Penyempurnaan selalu diperlukan mengingat dinamika yang sedemikian
cepat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Dengan dilakukannya
evaluasi dan saran membangun dari berbagai pihak tentunya akan lebih
menyempurnakan modul dalam program peningkatan kapasitas daerah secara
berkelanjutan.
Semoga dengan adanya modul atau bahan pelatihan ini tujuan kebijakan
nasional utamanya tentang pemberian layanan yang lebih baik kepada
masyarakat dapat terwujud secara nyata.
ii
4. KATA PENGANTAR
DIREKTUR JENDERAL OTONOMI DAERAH
Setelah diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah, yang kemudian diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, telah terjadi
perubahan paradigma dalam pemerintahan daerah, yang semula lebih
berorientasi sentralistik menjadi desentralistik dan menjalankan otonomi
seluas-luasnya. Salah satu aspek penting kebijakan otonomi daerah dan
desentralisasi adalah peningkatan pelayanan umum dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan masyarakat, dan meningkatkan daya saing daerah.
Berdasarkan pengalaman penyelenggaraan pemerintahan di banyak negara,
salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan otonomi daerah
adalah kapasitas atau kemampuan daerah dalam berbagai bidang yang
relevan. Dengan demikian, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kepada
masyarakat dan peningkatan daya saing daerah diperlukan kemampuan atau
kapasitas Pemerintah Daerah yang memadai.
Dalam rangka peningkatan kapasitas untuk mendukung pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah, pada tahun 2002 Pemerintah telah
menetapkan Kerangka Nasional Pengembangan dan Peningkatan Kapasitas
Dalam Mendukung Desentralisasi melalui Keputusan Bersama Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala
Bappenas. Peningkatan kapasitas tersebut meliputi sistem, kelembagaan, dan
individu, yang dalam pelaksanaannya menganut prinsip-prinsip multi dimensi
dan berorientasi jangka panjang, menengah, dan pendek, serta mencakup
multistakeholder, bersifat demand driven yaitu berorientasi pada kebutuhan
masing-masing daerah, dan mengacu pada kebijakan nasional.
Dalam rangka pelaksanaan peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah,
Departemen Dalam Negeri, dengan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah
sebagai Lembaga Pelaksana (Executing Agency) telah menginisiasi program
peningkatan kapasitas melalui Proyek Peningkatan Kapasitas yang
Berkelanjutan untuk Desentralisasi (Sustainable Capacity Building Project for
Decentralization/ SCBD Project) bagi 37 daerah di 10 Provinsi dengan
pembiayaan bersama dari Pemerintah Belanda, Bank Pembangunan Asia
(ADB), dan dari Pemerintah RI sendiri melalui Departemen Dalam Negeri dan
kontribusi masing-masing daerah. Proyek SCBD ini secara umum memiliki
tujuan untuk meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah dalam aspek sistem,
kelembagaan dan individu SDM aparatur Pemerintah Daerah melalui
penyusunan dan implementasi Rencana Tindak Peningkatan Kapasitas
(Capacity Building Action Plan/CBAP).
iii
5. Salah satu komponen peningkatan kapasitas di daerah adalah Pengembangan
SDM atau Diklat bagi pejabat struktural di daerah. Dalam memenuhi kurikulum
serta materi diklat tersebut telah dikembangkan sejumlah modul-modul diklat
oleh Tim Konsultan yang secara khusus direkrut untuk keperluan tersebut yang
dalam pelaksanaannya disupervisi dan ditempatkan di Lembaga Administrasi
Negara (LAN) selaku Pembina Diklat PNS.
Dalam rangka memperoleh kurikulum dan materi diklat yang akuntabel dan
sesuai dengan kebutuhan daerah, dalam tahapan proses pengembangannya
telah memperoleh masukan dari para pejabat daerah dan telah diujicoba (pilot
test), juga melibatkan pejabat daerah, agar diperoleh kesesuaian/ relevansi
dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh para pejabat daerah itu sendiri.
Pejabat daerah merupakan narasumber yang penting dan strategis karena
merupakan pemanfaat atau pengguna kurikulum dan materi diklat tersebut
dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Kurikulum dan meteri diklat yang dihasilkan melalui Proyek SCBD ini, selain
untuk digunakan di lingkungan Proyek SCBD sendiri, dapat juga digunakan di
daerah lainnya karena dalam pengembangannya telah memperhatikan aspek-
aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah.
Selain itu juga dalam setiap tahapan proses pengembangannya telah
melibatkan pejabat daerah sebagai narasumber.
Dengan telah tersedianya kurikulum dan materi diklat, maka pelaksanaan
peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah, khususnya untuk peningkatan
kapasitas individu SDM aparatur daerah, telah siap untuk dilaksanakan.
Diharapkan bahwa dengan terlatihnya para pejabat daerah maka kompetensi
mereka diharapkan semakin meningkat sehingga pelayanan kepada
masyarakat semakin meningkat pula, yang pada akhirnya kesejahteraan
masyarakat dapat segera tercapai dengan lebih baik lagi.
iv
6. DAFTAR ISI
Sambutan Deputy IV - LAN .......................................................................................... i
Kata Pengantar Dirjen Otonomi Daerah - Depdagri ................................................iii
Daftar Isi ........................................................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
A. Diskripsi Singkat .................................................................................... 1
B. Hasil Belajar ........................................................................................... 1
C. Indikator Hasil Belajar............................................................................ 2
D. Pokok Bahasan........................................................................................ 2
BAB II TANTANGAN PEMBANGUNAN ............................................................. 3
A. Pendahuluan............................................................................................ 3
B. Gambaran Keadaan Eksisting................................................................. 3
C. Tantangan ............................................................................................. 11
D. Perubahan Paradigma ........................................................................... 13
E. Latihan .................................................................................................. 14
F. Rangkuman ........................................................................................... 15
BAB III KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA.............................................. 17
A. Pendahuluan.......................................................................................... 17
B. Pengertian ............................................................................................. 18
C. BOT dan Konsesi.................................................................................. 19
D. Perkembangan Kemitraan Pemerintah Swasta ..................................... 24
E. Latihan .................................................................................................. 26
F. Rangkuman ........................................................................................... 27
BAB IV PENETAPAN SKALA PRIORITAS ....................................................... 29
A. Pendahuluan.......................................................................................... 29
B. Permasalahan Umum & Metode Pemilihan ......................................... 30
C. AHP ...................................................................................................... 32
D. Memahami AHP melalui Contoh Aplikasi........................................... 33
v
7. E. Latihan .................................................................................................. 44
F. Rangkuman ........................................................................................... 45
Daftar Pustaka
vi
8. BAB I
PENDAHULUAN
A. Diskripsi Singkat
Dengan informasi yang lengkap tentang keadaan saat ini, diharapkan dapat
dihasilkan ketepatan arah pembangunan menuju ke perwujudan visi daerah dan
ketajaman penetapan skala prioritas oleh karena adanya keterbatasan sumberdaya.
Kecuali itu juga disajikan alternatif pembiayaan proyek melalui kemitraan
pemerintah-swasta.
Modul I Manajemen Proyek untuk pejabat pemerintah Daerah eselon III oleh
karenanya dimulai dengan tantangan pembangunan yang dijadikan sebagai Bab II,
kemudian Kemitraan Pemerintah-Swasta sebagai Bab III dan terakhir adalah teknik
penetapan skala prioritas dengan Analytical Hierarchy Process (AHP) sebagai Bab
IV.
Posisi Modul ini dalam Seri Modul Manajemen Proyek untuk Eselon III
Modul I Bab I Pendahuluan
Bab II Tantangan Pembangunan
Bab III Kemitraan Pemerintah Swasta
Bab IV Analytical Hierarchy Process
Modul II Bab I Pendahuluan
Bab II Evaluasi Kelayakan
Bab III Pengendalian Proyek
Gambar 1. Posisi Modul ini dalam Seri Modul Manajemen Proyek
untuk Eselon III
B. Hasil Belajar
Setelah mengikuti pembahasan Modul ini, peserta diharapkan mampu menetapkan
target-target pembangunan dengan tepat dengan penetapan skala prioritas yang
objektip serta mampu melakukan pemilihan sumber pembiayaan yang terbaik.
1
9. 2
C. Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti pembahasan Modul ini peserta diharapkan mampu:
1. Menetapkan target-target pembangunan dengan tepat.
2. Memahami strategi kemitraan pemerintah-swasta sebagai alternatif penunjang
program pembangunan.
3. Mampu menerapkan konsep AHP dalam penetapan prioritas.
D. Pokok Bahasan
Pokok bahasan yang dijadikan sebagai judul Bab dalam Modul ini adalah: tantangan
pembangunan, Kemitraan Pemerintah-Swasta dan Penetapan Skala Prioritas.
1. Tantangan Pembangunan (Bab II)
Bab ini menyajikan informasi keadaan eksisting, tantangan pembangunan dan
perubahan paradigma.
2. Kemitraan Pemerintah-Swasta (Bab III)
Pembahasan strategi kemitraan pemerintah-swasta dimulai dengan pengertian,
kemudian BOT dan Konsesi, serta Perkembangan Kemitraan Pemerintah
Swasta.
3. Analytical Hirarchy Process (Bab IV)
Bab ini mengenalkan aplikasi AHP dengan dimulai dari permasalahan umum
dan metode pemilihan, kemudian pengenalan AHP melalui contoh penerapan
untuk suatu kasus.
10. BAB II
TANTANGAN PEMBANGUNAN
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu:
memahami keadaan eksisting sehingga mampu
menetapkan arah yang tepat dalam perencanaan
program-program dan penetapan target-target
pembangunan.
A. Pendahuluan
Sebagai Negara berkembang, kita menyadari bahwa masih diperlukan investasi
yang sangat besar dalam penyediaan pelayanan kepada masyarakat. Indonesia
menghadapi tantangan besar dalam investasi untuk infrastruktur. Anggaran
pembangunan untuk investasi infrastruktur terpangkas tajam akibat krisis ekonomi,
yakni berkurang sekitar 80 persen dibandingkan dengan sebelum krisis. Tahun
1994, pemerintah masih mengalokasikan hampir 14 miliar dolar AS anggaran
APBN untuk pembangunan. Dari jumlah itu, 57 persen (sekitar 8 miliar dollar AS
atau 6 persen dari PDB) untuk pembangunan infrastruktur. Tahun 2002, anggaran
untuk pembangunan di APBN tidak sampai 5 miliar dollar AS. Dari jumlah itu,
yang dialokasikan untuk infrastruktur hanya sekitar 30 persen, yakni hanya sekitar
1,5 miliar dollar AS (kurang dari 2 persen PDB).
Di satu sisi, kebutuhan investasi untuk pembangunan yang sangat tinggi, sedangkan
di sisi lain adanya keterbatasan dalam pembiayaan dan penyediaan sumberdaya lain,
agaknya mengharuskan agar penetapan skala prioritas dan kesesuaian dengan peta
jalan dalam usaha mewujudkan visi perlu dijaga dengan ketat. Oleh karenanya,
dalam rangkaian Modul Diklat Teknis Manajemen Proyek untuk pejabat Daerah
disusun Modul I sebagai bahan informasi tentang tantangan pembangunan, sumber
pembiayaan alternatif melalui kemitraan Pemerintah Swasta dan penetapan skala
prioritas.
Dalam Bab ini disajikan beberapa informasi keadaan eksisting dan tantangan
pembangunan yang diharapkan bermanfaat sebagai masukan dalam penyusunan
program-program pembangunan di daerah.
B. Gambaran Keadaan Eksisting
Mengikuti alur pikir manajemen strategis, keadaan eksisting harus diidentifikasi
sebelum penetapan sasaran kedepan. Keadaan eksisting diperoleh melalui analisis
SWOT, yang selanjutnya dijadikan base line untuk menetapkan sasaran atau target-
target kedepan. Agaknya, banyak Daerah mungkin berdasarkan hasil analisis
SWOT-nya masih berada di kuadran W-O, yang berarti bahwa meskipun kita
memiliki banyak peluang, tetapi nilai tertimbang kelemahan (W) masih lebih tinggi
jika dibandingkan dengan nilai tertimbang kekuatan (S). Jika keadaan yang
demikian tidak kita sadari dan tidak berusaha melakukan usaha-usaha untuk
3
11. 4
memperbaikinya, bukan hanya peluang yang tidak akan bisa kita tangkap, tetapi
kedepan kita akan menghadapi ancaman yang semakin tinggi.
Dalam Bab ini, penyajian gambaran beberapa keadaan eksisting disusun dengan
mengacu kepada tujuan-tujuan pembangunan millenium (MDGs),
Tujuan pertama : Menurunkan sampai 50 persen proporsi orang yang
hidup dalam kondisi kemiskinan
Tujuan kedua : Persamaan pendidikan bagi tiap anak perempuan
dan laki-laki
Tujuan ketiga : Memajukan kesetaraan jender
Tujuan keempat : Menurunkan angka kematian anak balita sebesar dua
pertiga antara tahun 2000 dan 2015
Tujuan kelima : Meningkatkan kesehatan maternal dengan cara
menurunkan AKI (angka kematian ibu) sebesar tiga
perempat antara 2000-2015
Tujuan keenam : Memerangi dan menghentikan penyebaran
HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya.
Tujuan ketujuh : Menghentikan perusakan lingkungan (target 10 air
bersih & sanitasi)
1. Kemiskinan
Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan)
di Indonesia pada bulan Maret 2006 sebesar 39,05 juta (17,75 persen).
Dibandingkan dengan bulan Februari 2005, terjadi peningkatan sebesar 3,95
juta.
Tabel I-1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia 1996 - 2005
12. 5
Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak
banyak berubah. Pada bulan Maret 2006, sebagian besar (63,41 persen)
penduduk miskin berada di daerah perdesaan
2. Pendidikan
Pendidikan di Indonesia terpuruk, mutu rendah dan biaya mahal.
Dengan keterbatasan dana pemerintah, maka pendidikan menjadi sesuatu yang
mahal bagi masyarakat. Sudah menjadi hal yang umum pada setiap tahun
ajaran baru sekolah, banyak orang tua dan anak didik kebingungan mencari
sekolah. Bila masuk sekolah favorit, perlu biaya yang mahal. Akibatnya hanya
orang kaya saja yang bisa mendidik anaknya ke jenjang pendidikan tinggi.
Sedangkan yang miskin, yang sekarang ini dominan di Indonesia, tidak dapat
menyekolahkan anaknya kerena faktor biaya.
Kita agaknya sudah terlalu lama mengabaikan persoalan kunci dalam
membangun bangsa. Menurut buku Statistik Kesejahteraan Rakyat 2001,
persentase penduduk berusia 10 tahun keatas yang tidak/belum pernah
bersekolah adalah 10,25%. Angka persentase terendah adalah di propinsi
Sulawesi Utara yaitu hanya 1,35%. Sementara itu, secara nasional penduduk
usia 10 tahun keatas yang masih bersekolah sebesar 19,57%, terdiri dari 8,63
bersekolah di SD/MI, 5,91% di SLTP/MTs, 3,67% di SMU/SMK/MA, dan
1,36% di Akademi/Universitas.
PENDIDIKAN
Tingkat HDI (Human Development Index) per kapita Indonesia
berada pada urutan 109 dari 174 negara
HDI Anggaran Pengeluaran
1994 2000 Pendidikan Masyarakat untuk
APBN Pendidikan
Singapura 26 24 19% 3%
Malaysia 60 61 23% 5,3%
Philipina 98 77 20% 2,2%
Indonesia 99 109 9% 1,7%
Vietnam 121 108 - 2,7%
Gambar 2. Tingkat HDI di Indonesia
13. 6
Berbeda dengan Indonesia, sejumlah negara di ASEAN mulai menyadari arti
penting SDM sebagai kunci pembangunan. Kulitas SDM kita yang rendah
menyebabkan pengelolaan negara tidak efektif, sehingga ketika tertimpa krisis,
bangsa ini sulit untuk bangkit.
3. Kesetaraan Jender
Human Development Index 2003 yang dikeluarkan UNDP menempatkan
Norwegia di urutan kedua setelah Islandia dalam hal kesetaraan jender di
bidang ekonomi dan politik. Norwegia memiliki tingkat persentase tinggi akan
tenaga kerja wanita yang duduk sebagai wakil di Storting (majelis nasional
Norwegia) atau menduduki posisi senior. Jumlah tenaga kerja wanita di pasar
tenaga kerja umum juga cukup signifikan. Walaupun fakta masih menunjukkan
bahwa jumlah pria yang menduduki posisi politik dan umum masih lebih
tinggi, namun terlihat kecenderungan meningkatnya jumlah wakil wanita.
Pemerintah kedua yang dibentuk oleh Perdana Menteri Gro Harlem Brundtland
pada tahun 1986 memiliki proporsi kaum wanita tertinggi, dimana mereka
menduduki delapan dari 18 posisi menteri.
INDIKATOR pembangunan manusia versi HDR mulai memasukkan ukuran-
ukuran baru berkaitan dengan kesetaraan jender pada tahun 1995. HDR yang
diluncurkan hampir bersamaan waktunya dengan Konferensi Dunia IV
mengenai Perempuan di Pembangunan di Beijing itu mengulas secara khusus
"kesenjangan jender global", dan memunculkan ukuran-ukuran baru tentang
kesetaraan jender dalam pembangunan manusia.
Ukuran pertama adalah Indeks Pembangunan yang berkaitan dengan Jender
(GDI/Gender-related Development Index), yang mencerminkan ketimpangan
jender di bidang kesehatan dasar, pendidikan, dan pendapatan. Ukuran lainnya
adalah Ukuran Pemberdayaan Jender (Gender Empowerment Measure/GEM),
yang mengevaluasi kemajuan suatu bangsa dalam memajukan kaum
perempuannya di bidang ekonomi dan politik, termasuk di bidang-bidang
pengambilan keputusan politik. HDR 2003 melibatkan 175 negara dalam
pengukuran GDI dan GEM. Indonesia berada pada peringkat 112, dan masuk
ke dalam kelompok menengah dalam Indeks Pembangunan Manusia, atau turun
dua peringkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
4. Kesehatan
a. Perbandingan dengan Negara lain
Derajat kesehatan Indonesia dengan penduduk paling besar di kawasan
Asia Tenggara ternyata masih relatif tertinggal dibandingkan dengan
negara-negara tetangga. Umur Harapan Hidup (UHH) waktu lahir yang
sebesar 67,8 tahun dan umur harapan hidup dalam keadaan sehat (HALE)
Indonesia pada tahun 2001 sebesar 56,7 tahun menduduki peringkat
keenam di antara 10 negara anggota ASEAN. Peringkat Indonesia masih
14. 7
di bawah Brunei Darusalam, Malaysia dan Thailand yang beberapa tahun
yang lalu masih relatif sejajar dengan Indonesia. Vietnam yang dulu masih
di bawah Indonesia, berangsur-angsur mulai mengejar Indonesia. Apalagi
jika dibandingkan dengan Singapura yang jauh lebih baik dengan UHH
78,8 tahun dan HALE 68,7 tahun. Posisi Indonesia memang masih lebih
baik daripada Kamboja, Laos dan Myanmar.
b. Biaya kesehatan
Di antara negara-negara ASEAN, persentase anggaran pemerintah untuk
kesehatan terhadap total anggaran kesehatan yang tertinggi pada tahun
2000 adalah Kamboja (20,5 %), menyusul kemudian Thailand (11,4 %)
dan Singapura serta Filipina (keduanya 6,7 %). Sedangkan persentase
terendah adalah Indonesia (3,1 %), Laos (5,0 %) dan Brunei Darusalam
(5,4 %).
c. Pelayanan Kesehatan
1) Puskesmas
Rasio rata-rata Puskesmas terhadap 100.000 penduduk adalagh 3,5
dan rasio Puskesmas Pembantu terhadap Puskesmas adalah 2,9 : 1. Ini
berarti bahwa setiap 100.000 penduduk rata-rata dilayani oleh 3 atau 4
Puskesmas.
Gambar 3. Rasio Puskesmas per 100.000 penduduk
menurut Provinsi 2001
15. 8
2) Rumah Sakit
Pada tahun 2001, Rasio Rumah Sakit terhadap penduduk adalah 2,8
RS per 500.000 penduduk. Dilihat dar kepemilikannya, jumlah RS
Pemerintah sebanyak 50,7 % dan jumlah RS Non Pemerintah 49,3 %.
Sedangkan Rasio Tempat Tidur terhadap penduduk adalah 61 TT per
100.000 penduduk.
5. Lingkungan
a. Kriteria
Dua kriteria environmentally sustainable yang dikembangkan yaitu:
1) Terjaminnya ketersediaan dan fungsi sumberdaya alam
a) Sumber daya alam terbarui: laju eksploitasinya harus sesuai
dengan kapasitas regenerasinya
b) Sumber daya alam tak terbarui: laju pengurangannya tidak boleh
melebihi laju sustained income atau substitusi terbarukan yang
dikembangkan melalui intervensi manusia dan investasi.
2) Rendahnya tingkat pencemaran
Emisi pencemar tidak boleh melebihi kapasitas asimilasi lingkungan
untuk menyerap.
b. Informasi Lapangan
Kerusakan lingkungan terjadi di mana-mana. Penggundulan hutan berjalan
dengan tingkat akselerasi yang mengkhawatirkan. Pencemaran udara di
kota-kota besar Indonesia tinggi.
Pencemaran kualitas air permukaan karena limbah industri dan rumah
tangga terjadi dimana-mana. Pada tahun 2004, berdasarkan hasil
pemantauan KLH dengan frekuensi pengambilan sample 2 kali dalam satu
tahun, kondisi umum kualitas air baku di 30 propinsi dinyatakan tidak
memenuhi mutu air Kelas I. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air
Departemen PU yang menyatakan bahwa pada tahun 2004 sebanyak 62
daerah aliran sungai (DAS) kritis.
c. Air
Air merupakan kebutuhan hidup nomor 2 setelah udara. Jika tanpa udara
Anda tidak akan bertahan hidup sekitar 3 menit, tanpa air, Anda tidak akan
bertahan hidup lebih dari 3 hari. Amanat Undang-undang menyatakan
bahwa air bersih adalah ‘Hak Dasar’ masyarakat, bahkan PBB menyatakan
bahwa air bersih adalah ‘Hak Azasi’.
16. 9
Namun demikian, sampai 61 tahun kita merdeka, meskipum Pemerintah
telah melakukan banyak usaha dalam penyediaan air bersih kepada
masyarakat, tetapi akses masyarakat terhadap air yang layak dikonsumsi
masih rendah. Berdasarkan laporan MDGs 2004, akses terhadap air yang
layak dikonsumsi 53,4 persen. Hasil survei yang dilakukan di beberapa
kota menemukan bahwa masyarakat miskin membeli air kalengan dengan
harga jauh lebih mahal (15 sampai 33 kali) dibandingkan harga air yang
dipasok oleh PDAM.
AKSESIBILITAS PENYEDIAAN AIR MINUM MENURUT SUMBER AIR,
PERKOTAAN,
Th 2003 (%)
air kemasan, 4.0 mata air tak lainnya, 0.4
sumur tak
terlindung, 6.0 terlindung, 0.8
air hujan, 1.5 air sungai, 0.6
mata air
air ledeng, 32.0
terlindung, 2.3
sumur terlindung,
30.7 pompa, 21.9
Gambar 4. Aksesibilitas Air Minum Perkotaan
Rendahnya akses masyarakat terhadap air yang layak dikonsumsi
mengakibatkan prevalensi penyakit yang ditularkan melalui air dan
lingkungan seperti diare dan tipus tinggi (survei tahun 2001; 301 per 1000
penduduk, terutama menyerang pada umur balita). Keadaan yang demikian
tentunya akan berdampak terhadap produktivitas SDM yang selanjutnya
akan berpengaruh terhadap kemampuan kompetisi bangsa.
d. Sanitasi
Indonesia merupakan salah satu Negara di Asia yang memiliki cakupan
pelayanan untuk air limbah paling rendah; hanya sekitar 1,3 persen dengan
hanya 7 kota yang telah memiliki jaringan air limbah.
17. 10
Operation Data 2002
Connection Area Length Capacity
PDAM Kota Bandung 95.060 11.200 350 240.000
Kota Cirebon 15.800 560 69 10.000
Kota Medan 9.300 450 160 10.000
Kota Surakarta 8.600 1.100 12 5.200
Kota banjarmasin 500 5.000 15,5 500
Kota bengkulu
DINAS Kab. Tangerang 10,900 165 83 3,500
Kota Tangerang
Kota Bogor 500 8 450
Kota Yogyakarta 8,900 1,330 181 15,500
215,000
income = 0,8
Operating Ratio =
cost
Gambar 5. Pelayanan Air Limbah
6. Infrastruktur
Berdasarkan hasil survei Asian Intelligence terhadap ekspatriat yang bekerja di
12 negara di Kawasan Asia, yaitu Cina, Filipina, Hongkong, India, Jepang,
Korea Selatan, Malaysia, Singapura, Thailand, taiwan dan Vietnam yang
dikeluarkan September 2002, dengan variabel rating seperti tersebut di bawah,
Indonesia menempati urutan terakhir.
RATING INFRASTRUKTUR DI ASIA 2002
(Asian Intelligence Survey)
Singapura 0.63
8
Hongkong 1.53
7 Jepang 2.73
6 Korsel 3.18
5 Malaysia 4.19
4 Taiwan 4.30
3 Thailand 5.20
2 Cina 5.43
Filipina 6.56
1
Vietnam 6.99
0
1 India 7.30
Catatan: Angka Rating semakin kecil semakin baik
Indonesia 7.87
Gambar 6. Rating Infrastruktur di Asia 2002
18. 11
Variabel rating yang digunakan untuk Tabel di atas adalah:
a. Sistem telekomunnikasi
b. Sistem jalan
c. Sistem transportasi
d. Fasilitas pelabuhan peti kemas
e. Fasilitas internet dan jasa pendukungnya
f. Fasilitas rel kereta api
g. Fasilitas bandar udara
h. Sistem ketenaga listrikan
i. Sistem air minum
j. fasilitas pengiriman barang/jasa
C. Tantangan
Dengan gambaran kondisi eksisting seperti di atas, untuk menyusun peta perjalanan
kedepan masih tampak tantangan pembangunan yang masih sangat tinggi. Bank
Dunia memperkirakan bahwa Indonesia harus menambah Investasi di bidang
infrastruktur sekitar 2 persen dari PDB di atas yang sekarang.
Kecuali itu, dengan laju pertumbuhan penduduk dan tingkat pengangguran yang
masih tinggi, pertumbuhan ekonomi harus tinggi agar mampu secara bertahap
menyerapnya, bukan sebaliknya; akan tertimbun oleh pertumbuhan angkatan kerja.
Diperkirakan angka pertumbuhan harus mencapai di atas 7% agar dapat
menurunkan angka pengangguran (dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 1%
diperkirakan akan dapat menyerap tenaga kerja sebesar 250 – 350 ribu).
LAJU & JUMLAH PENDUDUK PERKOTAAN
Gambar 7. Laju dan Jumlah Penduduk Perkotaan
19. 12
Berdasarkan perhitungan Bappenas, untuk mencapai pertumbuhan 5,5% tahun 2006
dibutuhkan investasi sebesar Rp 441,4 triliun, sehingga untuk mencapai angka
pertumbuhan di atas 7 % diperlukan biaya yang sangat tinggi.
Tantangan pembangunan yang tinggi tersebut, kecuali disebabkan oleh masih
tingginya pertumbuhan penduduk perkotaan juga oleh:
1. Target-target pembangunan yang belum tercapai pada tahun-tahun yang lalu
2. Terjadi ‘jeda pembangunan’ sejak terjadinya krisis ekonomi 1997
a. Anggaran pembangunan untuk investasi infrastruktur terpangkas tajam
akibat krisis ekonomi, yakni berkurang sekitar 80 persen dibandingkan
dengan sebelum krisis.
b. Tahun 1994, pemerintah masih mengalokasikan hampir 14 miliar dolar AS
anggaran APBN untuk pembangunan. Dari jumlah itu, 57 persen (sekitar 8
miliar dollar AS atau 6 persen dari PDB) untuk pembangunan
infrastruktur.
c. Tahun 2002, anggaran untuk pembangunan di APBN tidak sampai 5 miliar
dollar AS. Dari jumlah itu, yang dialokasikan untuk infrastruktur hanya
sekitar 30 persen, yakni hanya sekitar 1,5 miliar dollar AS (kurang dari 2
persen PDB).
3. Kesehatan
Departemen Kesehatan dengan visinya yang sangat menarik, menetapkan target
2010 untuk beberapa indikator pelayanan kesehatan adalah seperti disajikan
dalam Tabel di bawah.
Tabel I-2. Target 2010 pelayanan Kesehatan
INDIKATOR PELAYANAN KESEHATAN
Indikator kinerja pelayanan kesehatan: Target 2010
1. Rasio Puskesmas terhadap penduduk 8/100.000
2. Rasio Puskesmas pembantu terhadap 5/100.000
penduduk 6/500.000
3. Rasio Rumah Sakit terhadap penduduk 75/100.000
4. Rasio tempat tidur rumah sakit terhadap
penduduk 90
5. Persentase penduduk yang puas
memanfaatkan pelayanan rawat jalan
90
6. Persentase penduduk yang puas
memanfaatkan pelayanan rawat inap
80
7. Persentase Penduduk yang tercakup
Jaminan Pembiayaan Kesehatan
20. 13
D. Perubahan Paradigma
Dewasa ini, dalam penyelenggaraan pembangunan pelayanan umum, telah terjadi
pergeseran Pardigma:
1. Prinsip Bottom-up
Upaya mengubah pendekatan top-down menjadi bottom-up secara nyata telah
dilakukan. Sejak tahun 1985, telah digalakkan melalui konsep pendekatan
pembangunan kota yang dikenal sebagai Program Pembangunan Prasarana
Kota Terpadu (P3KT). Hal ini tampak dari Enam Prinsip Kebijaksanaan
Pembangunan Perkotaan di Indonesia tahun 1987 yang meliputi:
a. Pada prinsipnya pembangunan prasarana perkotaan serta pengoperasian
dan pemeliharaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah
Kabupaten/Kota, dengan bantuan Pemerintah Propinsi dan Pemerintah
Pusat.
b. Perencanaan, penyusunan program dan identifikasi prioritas investasi
untuk kegiatan-kegiatan pembangunan (prasarana) perkotaan akan terus
ditingkatkan melalui suatu pendekatan desentralisasi dan bottom-up,
dimana Pemerintah Kabupaten/Kota bertanggung jawab dalam perumusan,
pelaksanaan dan pengoperasian dan pemeliharaan program-program yang
mencerminkan kebutuhan serta kendala-kendala setempat.
c. Untuk meningkatkan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota dalam
proses P3KT, perlu ditingkatkan pula kemampuan untuk menilai dan
memobilisasi sumber daya setempat serta mengoptimalkan pemanfaatan
sumber daya yang ada.
d. Sesuai dengan prinsip desentralisasi tanggung jawab pembangunan
prasarana perkotaan, Pemerintah Pusat diharapkan dapat menyempurnakan
system pembiayaan pembangunan prasarana kota.
e. Kemampuan untuk melaksanakan kegiatan pembangunan perkotaan secara
lebih efektif dalam rangka memperkuat peranan dan tanggung jawab
Pemerintah Daerah ditingkatkan melalui kegiatan-kegiatan pengembangan
kelembagaan melalui program pengembangan sumber daya manusia yang
terkoordinasi.
f. Koordinasi dan konsultasi antar instansi dan tingkat pemerintah Pusat,
Propinsi, Kabupaten/Kota yang terkait dalam pembangunan prasarana
perlu diperkuat. Hal ini diperlukan untuk menciptakan kondisi yang
mendukung penyiapan program di samping bantuan teknis dari tingkat
pemerintahan yang lebih tinggi, penilaian program, kesepakatan besarnya
kontribusi pendanaan (misalnya hibah/pinjaman pemerintah pusat) dan
21. 14
implementasi program, serta untuk penelaahan dan perumusan usulan bagi
kebijaksanaan sektoral pada masa yang akan datang.
2. Desentralisasi
Derajat partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan proses pembangunan
semakin meningkat dengan diberlakukannya otonomi daerah. Profil Daerah
Kabupaten dan Kota dengan tahun dasar 1995 yang dimuat di Harian Kompas
dan kemudian diterbitkan dalam bentuk buku ‘Profil Daerah Kabupaten dan
Kota’ menarik untuk dijadikan piranti Bencmarking.
3. Pemerintah sebagai enabler
Pemerintah bukan sebagai penyedia seluruh dana dan pelayanan. Dengan
sumberdaya dan kapasitas yang terbatas, maka pendekatan strategis terhadap
masalah perkotaan lebih terfokus pada hal-hal sebagai berikut;
a. Usaha-usaha yang dipusatkan pada pelayanan yang mempuyai dampak
strategis, dan yang tidak dapat dikelola secara efisien oleh sektor swasta,
organisasi kemasyarakatan atau perorangan.
b. Menciptakan kerangka dan struktur yang sesuai untuk kemungkinan sektor
swasta dan organisasi kemasyarakatan menyumbangkan pelayanan.
c. Mendorong sektor swasta antara lain melalui deregulasi, penetapan harga
yang sesuai dengan kebijaksanaan fiskal, melalui manajemen pertanahan
dan konsolidasi lahan misalnya, atau melalui penggunaan jasa pihak ketiga
untuk tugas-tugas seperti konstruksi, pengumpulan dan pembuangan
sampah, dan sebagainya, yang kesemuanya bertujuan untuk meningkatkan
pengadaan pelayanan.
Prospek dan kebutuhan pengembangan kelembagaan yang diharapakan harus
ditetapkan dalam Rencana Tindak Pengembangan Kelembagaan atau Local
Institutional Development Action Plant (LIDAP) yang menggariskan cara-cara
untuk meningkatkan kemampuan manajemen dan kelembagaan di Kabupaten/
Kota. Bantuan teknis dari tingkat lebih tinggi atau konsultan luar negeri yang
diperlukan harus dicantumkan pula dalam program untuk pelaksanaan,
manajemen, serta pengoperasian dan pemeliharaan.
E. Latihan
Latihan 1: Pertanyaan kepada peserta dilakukan secara bergiliran
1. Sebutkan paling sedikit 7 tujuan-tujuan pembangunan millenium (MDGs)!
2. Sebutkan tantangan pembangunan yang dirasakan masih sangat tinggi untuk
dikelola di daerah!
3. Sebutkan kendala yang dihadapi usaha dan proses pembangunan yang
dirasakan masih sangat berat untuk dikelola di daerah!
22. 15
4. Dalam penyelenggaraan pembangunan pelayanan umum, dewasa ini, telah
terjadi pergeseran pardigma pembangunan.
Sebutkan paling sedikit 3 unsur perubahan paradigma dimaksud dan apa
dampaknya kepada cara pengelolaan pembangunan di daerah
5. Apa yang perlu ditetapkan dalam mengembangkan prospek dan kebutuhan
pengembangan kelembagaan yang diharapkan untuk meningkatkan
kemampuan manajemen dan kelembagaan pembangunan di Kabupaten/ Kota
Latihan 2: Pertanyaan untuk diskusi kelompok (peserta dibagi 2 kelompok)
Kelompok 1:
Diskusikan dan tarik kesimpulan dengan menggunakan analisis SWOT bagaimana
gambaran keadaan eksisting kondisi pembangunan di daerah yang selanjutnya akan
dijadikan base line untuk menetapkan sasaran atau target-target kedepan.
Gunakan sektor sektor yang menjadi kebutuhan utama masyarakat di daerah
Kelompok 2:
Diskusikan dampak dari adanya perubahan paradigma pembangunan yang
mengedepankan prinsip bottom up terhadap cara cara pembangunan di daerah.
Kaitkan perubahan paradigma tersebut dengan prinsip transparansi, partisipasi dan
akuntabiltas dalam proses pembangunan.
F. Rangkuman
Mengikuti alur pikir manajemen strategis, keadaan eksisting harus diidentifikasi
sebelum penetapan sasaran kedepan. Keadaan eksisting diperoleh melalui analisis
SWOT, yang selanjutnya dijadikan base line untuk menetapkan sasaran atau target-
target kedepan, gambaran beberapa keadaan eksisting disusun dengan mengacu
kepada tujuan-tujuan pembangunan millenium (MDGs). Adapun tujuan-tujuan
milineum tersebut adalah sebagai berikut.
Tujuan pertama : Menurunkan sampai 50 persen proporsi orang yang
hidup dalam kondisi kemiskinan
Tujuan kedua : Persamaan pendidikan bagi tiap anak perempuan
dan laki-laki
Tujuan ketiga : Memajukan kesetaraan jender
Tujuan keempat : Menurunkan angka kematian anak balita sebesar dua
pertiga antara tahun 2000 dan 2015
Tujuan kelima : Meningkatkan kesehatan maternal dengan cara
menurunkan AKI (angka kematian ibu) sebesar tiga
23. 16
perempat antara 2000-2015
Tujuan keenam : Memerangi dan menghentikan penyebaran
HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya.
Tujuan ketujuh : Menghentikan perusakan lingkungan (target 10 air
bersih & sanitasi)
Melihat dari tujuan yang akan dicapai dalam pembangunan milennium diatas maka
tantangan yang harus dihadapi adalah sebagai berikut:
1. Kemiskinan
2. Pendidikan
3. Kesetaraan Jender
4. Kesehatan
5. Lingkungan
Tantangan pembangunan yang tinggi tersebut, kecuali disebabkan oleh masih
tingginya pertumbuhan penduduk perkotaan juga oleh:
1. Target-target pembangunan yang belum tercapai pada tahun-tahun yang lalu
2. Terjadi ‘jeda pembangunan’ sejak terjadinya krisis ekonomi 1997
3. Kesehatan
24. BAB III
KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu:
memahami strategi kemitraan pemerintah swasta dalam
penyediaan pelayanan umum, serta bentuk-bentuk kemitraan.
A. Pendahuluan
Pemerintahan Daerah dihadapkan pada kenyataan bahwa investasi yang diperlukan
untuk pembangunan daerah, baik untuk pembangunan prasarana dan sarana dasar
maupun untuk penggalian potensi daerah dan penciptaan lapangan pekerjaan sangat
besar.
Kendala yang dihadapi Pemerintahan Daerah saat ini utamanya adalah masalah
pendanaan. Dengan terbatasnya kemampuan APBN/APBD, beberapa opsi
pembiayaan yang perlu dipertimbangkan dalam pembangunanan antara lain adalah
pinjaman, obligasi dan investor. Sesungguhnya, pinjaman jangka panjang yang
dapat digunakan untuk pembangunan bagi credit-worthy PEMDAs and BUMDs
meliputi: Penerusan Pinjaman (SLA), Rekening Pembangunan Daerah (RDA/RPD),
Partisipasi Penanaman Modal Sektor Swasta, Obligasi Pendapatan dan Pinjaman
Komersial (BPD & Bank Komersial). Akan tetapi, disebabkan tingginya pinjaman
luar negeri pemerintah sekarang ini, sedangkan di lain pihak pinjaman jangka
panjang dengan bunga rendah sukar diperoleh, maka sumber pembiayaan melalui
pasar modal/ obligasi dan investor melalui kemitraan pemerintah dengan swasta
dapat dijadikan alternatif dalam pembiayaan program-program pembangunan
daerah.
Menneg Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas mengakui bahwa pemerintah
hanya mampu membiayai maksimal 20% dari total kebutuhan negara dari PDB,
sedangkan sisanya diharapkan dari peran swasta. Prof Dr. Boediono menyatakan:
’to reduce shortage and avoid the harmful effects of inadequate and poor
infrastructure, because of the sheer size of the financing gap, Private Setor
Participation has to be increased’.
Dalam Bab ini akan dibahas tentang sumber pembiayaan penyediaan pelayanan
umum melalui Kemitraan Pemerintah-Swasta (KPS). Meskipun strategi ini telah
lama disosialisasikan dan penerapannya telah banyak dilakukan di beberapa daerah
dalam penyediaan pelayanan umum, tetapi pengertiannya sering masih kurang tepat,
rancu dengan swastanisasi. Oleh karena itu, penyajian dalam Bab ini juga akan
mencakup pengertian dasar.
KPS bukan swastanisasi. Dalam KPS, kepemilikan sarana dan prasarana tetap pada
Pemerintah, meskipun Sektor Swasta yang membangun dan membiayai. Jadi setelah
kontrak KPS berakhir, pihak swasta mentransfer sarana dan prasarana yang
17
25. 18
dipelihara dan dilakukan penggantian aset yang usiagunanya habis melalui biaya
depresiasi yang telah diperhitungkan, kepada Pemerintah Daerah.
B. Pengertian
Kemitraan (partnership) secara umum diartikan kerjasama antara dua pihak atau
lebih dalam rangka mencapai tujuan bersama. Konsep dasar kemitraan adalah
bahwa dalam mewujudkan tujuan, pihak yang bermitra harus mampu saling
memperkuat, saling menutup kelemahan dan secara bersama mengelola resiko. Oleh
karenanya, dalam membentuk kemitraan, masing-masing pihak harus memiliki
keunggulan komparatif yang dibutuhkan oleh pihak mitra.
Dengan demikian kemitraan akan mampu:
1. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan kegiatan
2. Menghasilkan keluaran yang lebih baik.
1. Macam Kerjasama
Sesungguhnya, partisipasi sektor swasta dalam pembangunan daerah melalui
kerjasama dengan pemerintah daerah berdasarkan kontrak memiliki variasi
bentuk yang sangat luas. Misalnya dalam pembangunan prasarana pelayanan
dasar. Jika proses pembangunannya mengikuti siklus UNIDO (United Nation
Industrial Development Organization) yang tersusun dari 3 (tiga) tahapan
dengan kegiatan-kegiatan seperti dalam tabel di bawah
Tahap Kegiatan
1. Persiapan a. Identifikasi gagasan proyek atau analisis
pendahuluan
b. Studi pendahuluan
c. Studi Kelayakan
d. Evaluasi dan keputusan investasi.
2. Pelaksanaan a. Mulai melaksanakan proyek
b. Menyiapkan perincian desain-engineering
c. Menyusun jadwal
d. Mengadakan kontrak dan pembelian
e. Pembangunan (konstruksi)
f. Pra-operasi dan start-up.
3. Operasi Operasi instalasi
Maka pemerintah/pemerintah daerah dapat bekerjasama dengan pihak swasta
untuk melaksanakan salah satu atau beberapa kegiatan. Dalam studi kelayakan
atau desain misalnya, Pemerintah Daerah dapat bekerjasama dengan konsultan
untuk pelaksanaannya. Sedangkan dalam pekerjaan konstruksi, Pemerintah
dapat memanfaatkan jasa kontraktor melalui beberapa pilihan bentuk kontrak
kerjasama; seperti kontak pengadaan material, kontrak konstruksi, sampai
dengan kontrak turn-key. Dalam kerjasama seperti itu, pihak pemerintah
bertindak sebagai pemberi kerja dan penyandang dana.
26. 19
Kerjasama Pemerintah Swasta yang akan dibahas dalam Modul ini adalah
kerjasama dimana pihak swasta sebagai penyandang dana.
C. BOT dan Konsesi
Kerjasama Pemerintah dengan pihak swasta berdasarkan kontrak di mana pihak
swasta bertindak sebagai penyandang dana (investor) memiliki dua bentuk dasar
yaitu BOT dan Konsesi.
1. BOT (Build Operate and Transfer)
a. Pengertian
Kontrak Bangun Kelola Alih Milik (BOT) adalah perjanjian kerjasama
dimana mitra usaha bertanggung jawab membangun prasaran dan sarana
termasuk membiayainya, yang kemudian dilanjutkan dengan pengo-
perasian dan pemeliharaannya untuk suatu jangtka waktu tertentu, dan
kemudian menyerahkan seluruh aset kepada Pemerintah tanpa penggantian
biaya apapun.
Untuk pengembalian modal investasi, biaya pengoperasian dan
pemeliharaan serta keuntungan yang wajar, Mitra Usaha menerima
pembayaran dari penanggung jawab proyek, yang pada umumnya
menggunakan sistem pembayaran Take or Pay. Dengan sistem tersebut,
penanggung jawab proyek akan membayar/membeli kapasitas yang
dihasilkan oleh Mitra usaha sesuai dengan kesepakatan perjanjian
kerjasama.
Untuk memberikan gambaran tentang proyek BOT, kita ambil contoh
kerjasama Pemerintah-Swasta dalam penyediaan air minum bagi
masyarakat Daerah melalui Perusahaan Daerah Air Minum seperti di
bawah.
1) B Pihak swasta melaksanakan pembangunan Instalasi
Pengolahan Air (IPA) termasuk pembiayaannya
2) O Pihak swasta mengoperasikan IPA (termasuk memelihara)
dan menjual air olahan kepada PDAM
(pelayanan air minum kepada masyarakat dilakukan oleh
PDAM)
3) T Setelah masa kontrak selesai, pihak swasta menyerahkan
(alih milik) IPA kepada PDAM.
27. 20
SWASTA Take-or-Pay PDAM
IPA BARU EKSISTING
Gambar 8 . BOT
b. Apa yang membuat BOT unik?
Unsur yang unik pada suatu BOT untuk prasarana umum mencakup:
1) Fasilitas dibangun dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat akan prasarana.
2) Umumnya sangat padat modal dan membutuhkan dana dalam jumlah
besar untuk membangunnya. Dimana pengembalian modal relatip
lama.
3) Dicirikan dengan seperangkat perjanjian kontrak yang rumit, yang
mengikat masing-masing pihak dalam transaksi untuk
melaksanakannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut.
4) Pendapatan sektor swasta diperoleh dengan menjual produk layanan
yang dihasilkan fasilitas selama periode kontrak, sesuai dengan syarat
perjanjian antara pihak swasta dengan badan pemerintah.
5) Resiko diidentifikasikan oleh pihak-pihak dalam transaksi dan
ditransfer kepada pihak yang paling mampu menangani resiko
tersebut dengan biaya serendah mungkin.
c. Bagaimana kontrak BOT terstruktur?
Struktur BOT kadang kala berbentuk jaring kesepakatan yang rumit yang
melibatkan banyak peserta. Struktur yang rumit ini penting untuk dipahami
pada saat melaksanakan kontrak. Struktur tersebut secara singkat :
1) Jangka waktu kontrak harus cukup untuk mengembalikan hutang dan
memberikan keuntungan yang disesuaikan dengan resiko kepada para
investor.
2) Permintaan akan layanan dijamin oleh otoritas pemerintah (badan
yang mengontrak).
3) Fasilitas akan ditransfer ke pemerintah sebagai milik pemerintah pada
akhir periode kontrak. Kontrak harus menyebutkan secara jelas
bagaimana pengalihan kepemilikan dilakukan dan keharusan pihak
swasta menyiapkan fasilitas yang akan diserah terimakan. Sektor
28. 21
pemerintah harus menyiapkan unit untuk menangani pemindah
tanganan ini.
4) Di saat pengakhiran kontrak, sering kali terdapat penyediaan layanan
untuk dilanjutkan. Hal ini dapat dilaksanakan untuk memastikan
bahwa transisi yang mulus dalam manajemen dapat terjadi.
d. Kendala dalam kontrak BOT
Terdapat banyak kendala dalam memasuki kontrak jenis ini. Tidak sedikit
yang diakibatkan oleh kesalah pahaman mengenai persyaratan, peran
sektor pemerintah dan sektor swasta. Dalam konteks ini, kita harus
mempelajari beberapa kendala penting dalam kontrak BOT, yaitu:
1) Kerumitan paket penetapan harga. Kerumitan ini dicirikan oleh
proyek besar dengan periode maturitas yang panjang sehingga
mengharuskan keuangan proyek diselesaikan. Kebutuhan pembiayaan
proyek ini menimbulkan dokumen hukum yang rumit, yang
umumnya, belum dikenal oleh badan pemerintah daerah yang
bertanggung jawab untuk memberikan layanan kepada masyarakat.
Pengelola utilitas harus mulai mempelajari keahlian baru, memahami
lingkungan kontrak yang rumit, mempelajari syarat dan ketentuan
dalam pembiayaan dan pengontrakan. Situasi ini sering kali membuat
otoritas lokal kewalahan, sehingga mengakibatkan kemacetan dalam
negosiasi. Program yang berhasil adalah yang telah mendapatkan
keahlian yang sesuai melalui konsultan, yang telah mengembangkan
organisasi pemerintah pusat untuk memudahkan transaksi dan yang
telah melatih staf pemerintahan lokal mengenai unsur penting dalam
pembiayaan.
2) Penetapan harga dan syarat kontrak seringkali menjadi permasalahan.
Harga untuk layanan dinilai terlalu rendah dari yang ditawarkan oleh
sektor swasta. Pada umumnya, pandangan ini terjadi karena badan
pelaksana tidak memproyeksikan secara tepat data mengenai biaya
unit proyek. Permasalahan lain adalah yang menyangkut syarat
kontrak yang mengharuskan ditransfernya resiko tertentu. Unsur
transfer resiko ini dapat menyangkut masalah unsur ambil atau bayar,
keadaan kahar, penyelesaian perselisihan dan permasalahan lain yang
menghalangi kesimpulan yang teratur dari pada kontrak.
3) Kepekaan atas aspek politik sering kali timbul dalam diskusi. Hal ini
termasuk tarif yang ditetapkan terlalu rendah untuk disubsidikan
melalui pendapatan pajak atas dasar gagasan untuk menswastakan
utilitas. Permasalahan kepekaan ini dapat diatasi dengan memberikan
pemahaman kepada pemerintah mengenai manfaat badan usaha
swasta dalam penyediaan layanan.
29. 22
2. Kontrak Konsesi
a. Pengertian
Menurut International Finance Corporation, Concession:”An
arrangement whereby a private party leases assets for service provision
from a public authority for an extended period and has responsibility for
financing specified new fixed investments during the period; the assets
revert to public sector at expiration of the contract”.
Kontrak konsesi adalah bentuk kerjasama dimana mitra usaha diberi hak
tertentu untuk melakukan pengelolaan, investasi, rehabilitasi, pemeli-
haraan, pelayanan, menagih dan menerima pembayaran dari pelanggan/
penerima jasa. Selama masa konsesi, pemegang konsesi memberikan
pembayaran tertentu kepada penanggung jawab proyek. Setelah
berakhirnya masa kontrak, yang biasanya lebih panjang dari pada BOT,
semua aset kembali kepada penanggung jawab proyek.
Untuk memberikan gambaran perbedaan dengan BOT, kita ambil contoh
kerjasama Pemerintah-Swasta dalam penyediaan air minum seperti di atas.
SWASTA
Baru Eksistin
g
Gambar 9. Model Konsesi
Dalam kontrak konsesi, pelayanan kepada masyarakat dilaksanakan oleh
pihak sawasta. Kerjasama konsesi realisasinya adalah sebagai berikut:
1) Pihak swasta menyewa sistem eksisting, memperbaiki, memelihara
dan mengoperasikannya untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
2) Pihak swata membangun Sistem Baru dan mengoperasikannya untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
3) Setelah masa kontrak selesai, pihak swasta menyerahkan (alih milik)
IPA kepada PDAM.
30. 23
Dalam kontrak konsesi, pihak swasta bertanggung jawab atas keseluruhan
pengoperasian dan program perbaikan sistem yang telah dimiliki oleh
otoritas pemerintah. Pihak swasta juga bertanggung jawab untuk
membiayai, membangun dan mengoperasikan instalasi baru guna
meningkatkan cakupan pelayanan, yang pada akhir masa konsesi harus
dialih milikkan ke pihak pemerintah. Berbeda dengan BOT, dalam konsesi
pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh sektor swasta.
Dalam kontrak konsesi, kepemilikan seluruh asset tetap pada otoritas
pemerintah. Meskipun sesuai kontrak tanggung jawab lainnya dilimpahkan
kepada sektor swasta, tetapi sektor pemerintah tetap memiliki peran
kepengaturan dan monitoring kinerja pihak swasta. Kompensasi sektor
swasta dengan sendirinya adalah berdasarkan kinerja.
b. Tanggung jawab masing-masing pihak
Kontraktor swasta menerima seluruh tanggung jawab otoritas pemerintah.
Mereka mempertahankan tanggung jawab atas pengoperasian, perawatan
dan investasi modal. Dalam segala aspek, perusahaan swasta tersebut
bukan merupakan agen bagi otoritas pemerintah. Investasi modal
umumnya dirancang untuk periode tahun tertentu dengan keuntungan yang
memadai bagi kontraktor sektor swasta. Pada saat investasi dilakukan,
kepemilikan asset tetap ditangan otoritas pemerintah dan pembayaran
kembali hutang dijadwalkan sesuai dengan penagihan tarif.
c. Kegunaan kontrak konsesi
Karena kontrak jenis ini melepaskan semua kekuasaan pengoperasian dan
investasi kepada sektor swasta, maka hanya akan dapat dilaksanakan
dalam skala besar. Artinya, otoritas pemerintah harus melepaskan kendali
atas sistem secara keseluruhan. Model ini hanya memiliki satu kegunaan.
d. Syarat dan ketentuan kontrak konsesi yang umum
Kontrak konsesi harus memiliki syarat dan ketentuan yang jelas.
Umumnya ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Periode pengoperasian jangka panjang, antara 20 - 30 tahun. Periode
ini harus cukup panjang agar perbaikan investasi dapat dilakukan
dalam 5 hingga 10 tahun pertama, dan agar dapat dihasilkan
pendapatan untuk membayar kembali hutang atas pinjaman.
2) Pihak swasta harus memiliki hak eksklusif atas sistem selama jangka
waktu kontrak. Ia dikompensasikan berdasarkan kinerja, sehingga
harus mengandalikan semua aspek dari kinerja tersebut. Jika tidak
diberikan kendali total, tolak ukur yang mungkin telah dipilih dapat
menjadi sasaran perubahan yang tak terkendali.
31. 24
3) Jika terdapat investasi apapun dan untuk terus mendorong sektor
swasta memperbaiki sistem yang perlu diperluas, provisi kontrak
mengharuskan kompensasi dibayarkan kepada kontraktor sektor
swasta untuk investasi tanpa amortisasi di akhir perjanjian.
Pengakhiran ini dapat terjadi sebagai akibat selisih waktu atau
pengakhiran yang tidak diinginkan sebagai akibat kelalaian.
Bagaimanapun juga, investasi modal yang terjadi harus disadari
selama periode pengoperasian.
3. Investasi dan Resiko
Dilihat dari resiko dan waktu kontrak, pada umumnya kontrak konsesi akan
lebih besar. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi yang harus ditanamkan.
Jika dilihat pada gambar di bawah, kewenangan yang diberikan kepada mitra
swasta pada kontrak konsesi akan lebih besar dari kontrak BOT. Dalam kontrak
konsesi operasional sampai dengan pelayanan kepada pelanggan termasuk
penerimaan pembayaran dilakukan oleh pihak swasta. Kontrak konsesi
diterapkan jika belum ada penyedia pelayanan oleh badan pemerintah daerah
atau oleh karenha kinerja penyedia pelayanan dari BUMD atau pemerintah
daerah tidak baik.
KONSESI
TINGKAT
RESIKO BOT
SWASTA
KONTRAK
Investasi
SEWA
KONTRAK
KELOLA
TINGKAT
KONTRAK KEWENANGAN
PELAYANAN SWASTA
Jangka Waktu Kontrak KPS
Gambar 10. Tingkat resiko
D. Perkembangan Kemitraan Pemerintah Swasta
Kenyataan yang berkembang dewasa ini memperlihatkan banyak pelaksanaan
pembangunan, khususnya di negara berkembang, menerapkan strategi kemitraan
pemerintah swasta. Peran sektor swasta dalam pembangunan dan penyediaan
pelayanan masyarakat di Indonesia akan cenderung terus meningkat.
Kecenderungan tersebut beralasan jika memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
32. 25
1. Kebutuhan prasarana yang sangat besar akan terus berkembang seiring dengan
pertumbuhan perkotaan dan dalam kerangka untuk mempertahankan laju
pertumbuhan ekonomi, sedangkan dana pembangunan pemerintah terbatas.
2. Di samping itu, dengan kesepakatan yang baru melalui ASEAN dan APEC,
Indonesia memasuki era globalisasi dan integrasi regional, sehingga harus
bersaing langsung dengan negara tetangganya dalam hal investasi dan hasil
produksi. Dalam meningkatkan daya saingnya, kita dihadapkan kepada banyak
masalah diantaranya adalah efektifitas dan efisiensi, serta kemampuan
menghasilkan mutu yang bersaing.
3. Dalam usaha meningkatkan efektivitas dan efisiensi, masuknya sektor swasta
melalui kompetisi secara transparan dapat menjawab tantangan tersebut.
4. Sering kali, dalam proses pembangunan diperlukan penerapan teknologi
mutakhir, khususnya untuk meningkatkan mutu keluaran dan efektivitas
pembiayaan. Transfer teknologi untuk tujuan tersebut akan dimungkinkan
melalui kerjasama pemerintah dengan sektor swasta.
Implementasi KPS di Indonesia telah masuk ke banyak sektor seperti: penyediaan
air minum, kesehatan, pendidikan dan transportasi. Dalam usaha percepatan
pembangunan, telah diterbitkan Perpres 67/2005 Tentang Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur sebagai pengganti Keppres
7/1998.
Tujuannya adalah untuk mempercepat penyediaan infrastruktur dalam rangka
meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, serta meningkatkan
daya saing Indonesia dalam pergaulan global.
Prinsipnya adalah:
1. Adil
2. Terbuka
3. Transparan
4. Bersaing
5. Bertanggung gugat
6. Saling menguntungkan
7. Saling membutuhkan
Adapun jenis infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha
mencakup
1. Infrastruktur transportasi
2. Infrastruktur jalan
3. Infrastruktur pengairan
4. Infrastruktur air minum
5. Infrastruktur air limbah
6. Infrastruktur telekomunikasi
33. 26
7. Infrastruktur ketenagalistrikan
8. Infrastruktur minyak dan gas bumi
E. Latihan
Latihan 1: Pertanyaan kepada peserta dilakukan secara bergiliran
1. Kenyataan bahwa investasi yang diperlukan untuk pembangunan daerah, baik
untuk pembangunan prasarana dan sarana dasar maupun untuk penggalian
potensi daerah dan penciptaan lapangan pekerjaan sangat besar.
Sebutkan beberapa strategi dalam rangka usaha yang bisa dilakukan pemda
untuk dapat menutupi biaya investasi tersebut ?
2. Jelaskan pengertian serta tujuan mendasar tentang KPS! Jelaskan pula
perbedaan antara swastanisasi dengan kemitraan!
3. Sebutkan macam macam kerjasama yang banyak dilakukan antara pemerintah
dengan pihak swasta! Sebutkan pula karakteristik dari masing masing bentuk
kerjasama tersebut!
4. Sebutkan syarat dan ketentuan kontrak konsesi yang umum dilakukan antara
pemda dengan swasta! Apa kegunaan kontrak konsesi? Sebutkan di daerah anda
infrastruktur mana saja yang paling mungkin di kelola dengan cara kontrak
konsesi! Apa kendala yang dihadapi untuk mengembangkan pola hubungan
kerjasama semacam ini di daerah anda?
Latihan 2: Pertanyaan untuk diskusi kelpompok (peserta dibagi 2 kelompok)
Kelompok 1:
Diskusikan bagaimana Investasi dan Resiko yang dihadapi bila pengembangan
pelayanan air minum sebagai salah satu kebutuhan masyarakat di kelola dengan cara
kerjasama antara pemerintah / PDAM dengan puhak swasta
Kelompok 2:
Diskusikan dengan menggunakan dasar hukum Perpres 67/2005 Tentang Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (sebagai pengganti
Keppres 7/1998):
a. Apa tujuan KPS dalam penyediaan infrastruktur ?
b. Bagaimana penerapan prinsip prinsip good governance tersebut dibawah ini,
dalam pengelolaannya di lapangan untuk mendapatkan manfaat “win – win
solution”?
1. Adil
2. Terbuka
3. Transparan
4. Bersaing
34. 27
5. Bertanggung gugat
6. Saling menguntungkan
7. Saling membutuhkan
F. Rangkuman
Pemerintahan Daerah dihadapkan pada kenyataan bahwa investasi yang diperlukan
untuk pembangunan daerah, baik untuk pembangunan prasarana dan sarana dasar
maupun untuk penggalian potensi daerah dan penciptaan lapangan pekerjaan sangat
besar. Kendala yang dihadapi Pemerintahan Daerah saat ini utamanya adalah
masalah pendanaan. Salah satu upaya untuk mengatasi kendala tersebut adalah
Kemitraan Pemerintah-Swasta (KPS). Meskipun strategi ini telah lama
disosialisasikan dan penerapannya telah banyak dilakukan di beberapa daerah dalam
penyediaan pelayanan umum, tetapi pengertiannya sering masih kurang tepat, rancu
dengan swastanisasi. KPS bukan swastanisasi. Dalam KPS, kepemilikan sarana dan
prasarana tetap pada Pemerintah, meskipun Sektor Swasta yang membangun dan
membiayai.
Kemitraan (partnership) secara umum diartikan kerjasama antara dua pihak atau
lebih dalam rangka mencapai tujuan bersama. Konsep dasar kemitraan adalah
bahwa dalam mewujudkan tujuan, pihak yang bermitra harus mampu saling
memperkuat, saling menutup kelemahan dan secara bersama mengelola resiko.
Dengan demikian kemitraan akan mampu:
1. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan kegiatan
2. Menghasilkan keluaran yang lebih baik.
Kerjasama Pemerintah dengan pihak swasta berdasarkan kontrak di mana pihak
swasta bertindak sebagai penyandang dana (investor) memiliki bentuk dasar sebagai
berikut;
1. BOT (Build Operate and Transfer) Kontrak Bangun Kelola Alih Milik (BOT)
2. Kontrak Konsesi
3. Investasi dan Resiko
Kenyataan yang berkembang dewasa ini memperlihatkan banyak pelaksanaan
pembangunan, khususnya di negara berkembang, menerapkan strategi kemitraan
pemerintah swasta.
Implementasi KPS di Indonesia telah masuk ke banyak sektor seperti: penyediaan
air minum, kesehatan, pendidikan dan transportasi. Dalam usaha percepatan
pembangunan, telah diterbitkan Perpres 67/2005 Tentang Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur sebagai pengganti Keppres
7/1998.
35. 28
Tujuannya adalah untuk mempercepat penyediaan infrastruktur dalam rangka
meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, serta meningkatkan
daya saing Indonesia dalam pergaulan global.
Prinsipnya adalah:
1. Adil
2. Terbuka
3. Transparan
4. Bersaing
5. Bertanggung gugat
6. Saling menguntungkan
7. Saling membutuhkan
8. Saling
Adapun jenis infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha
mencakup
1. Infrastruktur transportasi
2. Infrastruktur jalan
3. Infrastruktur pengairan
4. Infrastruktur air minum
5. Infrastruktur air limbah
6. Infrastruktur telekomunikasi
7. Infrastruktur ketenagalistrikan
8. Infrastruktur minyak dan gas bumi.
36. BAB IV
PENETAPAN SKALA PRIORITAS
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu :
menetapkan skala prioritas sesuai dengan tingkat kebutuhan
ketepatannya, sehingga pembangunan daerah menjadi lebih
terarah menuju vsi yang telah ditetapkan.
A. Pendahuluan
Kebutuhan banyak, dan akibat telah terjadinya jeda pembangunan, beberapa
kebutuhan tersebut menjadi mendesak. Tetapi bagaimanapun juga, akibat
keterbatasan kemampuan pembiayaan dan sumber daya lainnya, perlu dilakukan
penetapan skala prioritas.
KEBUTUHAN BANYAK & MENDESAK
AIR
BERSIH
SEKOLAH
PRASAR.
IBADAH
LISTRIK PRASAR.
OL.RAGA
RUMAH
SAKIT JALAN
Gambar 11. Kebutuhan banyak dan mendesak
Pengambilan keputusan terhadap pilihan-pilihan yang ada, memerlukan kriteria
pemilihan. Sebagai contoh,
Sering kriteria yang dipilih cukup bervariasi baik kuantitatif maupun kualitatif.
Makin rumit permasalahan atau makin kritis seseorang akan semakin rumit
analisisnya. Jika sumber kerumitan dalam penetapan pilihan adalah akibat
beragamnya kriteria, maka analytical hierarchy process (disingkat AHP)
29
37. 30
merupakan teknik untuk membantu menyelesaikan masalah itu. AHP diperkenalkan
oleh Thomas L. Saaty pada periode 1971-1975 ketika di Wharton School.
Dalam Bab ini kita akan membahas pemakaian AHP untuk penentuan prioritas.
Pengenalan konsep akan langsung dilakukan pada setiap tahapan, melalui contoh.
B. Permasalahan Umum & Metode Pemilihan
1. Permasalahan Umum
Proses pengambilan keputusan pada dasarnya adalah memilih suatu alternatif
dari sekian banyak alternatif dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria
pilihan. Misalnya, jika Anda harus mengambil keputusan untuk pembelian
suatu mobil. Tersedia beberapa merek mobil sebagai alternatif pilihan. Jika kita
strukturkan alur pikirnya, maka akan terbentuk gambar sebagai berikut:
Memiliki mobil yang memenuhi
TUJUAN
tuntutan logik dan emosional
ALTERNATIP/ Toyota
PILIHAN Honda,
BMW
Gambar 12. Tujuan dan alternatif
Tentunya Anda harus set kriteria untuk menetapkan pilihan; mungkin
kehandalan, pelayanan purna jual, efisiensi, harga beli, harga jual kembali,
kenyamanan, dan yang menjadi sukar adalah jika Anda memasukkan kriteria
yang berkaitan dengan otak kanan --- emosi.
38. 31
Tujuan
Kriteria
Pilihan
Gambar 13. Struktur Hirarkikal
Kriteria kelompok kedua di atas bersifat kualitatif. Setelah kriteria kita
masukkan, maka akan terstruktur menjadi seperti berikut:
2. Model Pemilihan
Model-model pengambilan keputusan yang dibuat sebenarnya merupakan
usaha menyederhanakan masalah dan mempermudah manusia dari sisi logis.
Bebarapa metode yang banyak diterapkan adalah:
a. Metode Kualitatif
1) Brainstorming & Multivoting,
2) Analisis Sebab Akibat,
3) Focus Group,
4) Benchmarking,
5) Process Flowchart,
6) Gap Analisys,
7) Fish-Bone Diagram, dan lain-lain
b. Metode Kuantitatif
1) Teknik Probabilitas
2) Pohon Keputusan
3) Linear Programming
4) Statistik
5) Game Theory
6) dan lain-lain
Model AHP adalah model pengambilan keputusan yang komprehensip,
memperhitungkan hal-hal kuantitatif dan kualitatif sekaligus.
39. 32
C. AHP
1. Prinsip Dasar Model AHP
Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan input
utamanya persepsi manusia. Model AHP menggunakan persepsi manusia yang
dianggap expert sebagai input utamanya, sehingga sering dikenal dengan expert
choice. Ekspert diartikan orang yang mengerti benar permasalahan yang
diajukan, merasakan akibat suatu masalah atau punya kepentingan terhadap
masalah tersebut. Misalnya,
Dalam kelompok pengambilan keputusan, terutama untuk suatu permasalahan
yang harus dipecahkan dari berbagai sudut pandang, dapat digunakan lebih dari
satu ekspert. Misalnya, dalam perencanaan sebuah kota, apabila akan
diterapkan model AHP akan menjadi kurang valid apabila hanya satu ekspert
yang mengisi model tersebut.
Dengan memakai ekspert atau responden lebih dari satu, dapat timbul masalah
bagaimana mengatur proses pengisian persepsi. Ada dua cara umum yang biasa
dipakai:
a. Cara konsensus
semua responden yang berkumpul dalam satu ruang harus mengeluarkan
satu penilaian saja untuk satu perbandingan.
b. Cara Pengisian Kuesioner
para respondenden tidak harus kumpul dalam satu ruangan, tetapi dapat
dihubungi secara terpisah dengan mengisi kuesioner. Pekerjaan tersulit di
sini adalah bagaimana menghasilkan sebuah angka yang dapat mewakili
keinginan semua responden untuk suatu perbandingan.
Inilah salah satu keunggulan AHP apabila dikaitkan dengan kepentingan
politik; bersifat lebih demokratis. Dalam proses perencanaan pembangunan,
masyarakat dimungkinkan turut serta lewat proses pembuatan hirarki dan
pengisian kuesioner bersama-sama aparat pemerintah. Melalui cara ini
diharapkan persepsi masyarakat dapat diimengerti pemerintah dan
diperhitungkan dalam perencanaan pembangunan. Sehingga pada akhirnya
pembangunan bersifat bottom-up.
2. Tahapan
Secara garis besar, aplikasi AHP dilakukan dalam dua tahap, yaitu penyusuan
hirarki dan evaluasi hirarki.
40. 33
3. Nilai Perbandingan
Secara umum seseorang dapat menyatakan perbedaan hal-hal kualitatif dalam
lima istilah, yaitu: sama, lemah, kuat, sangat kuat dan absolut. Dengan
mendasarkan pada kelima istilah tersebut dan kompromi di antara istilah-istilah
tersebut, maka secara keseluruhan dibutuhkan sembilan nilai yang berurutan.
Tabel I-3 Skala Perbandingan Berpasangan
INTENSITAS
DEFINISI
KEPENTINGA PENJELASAN
VERBAL
N
Kedua elemen sama Kedua elemen yang sama terhadap
1
pentingnya tujuan
Elemen yang satu Pengalaman dan pertimbangan sedikit
3 sedikit lebih penting memihak pada sebuah elemen
dari pada yang lain. dibanding elemen lainnya
Elemen yang
mempunyai tingkat
kepentingan yang
Pengalaman judgment secara kuat
kuat terhadap yang
5 memihak pada sebuah elemen
lain, jelas lebih
dibandingkan elemen lainnya.
penting dari elemen
yang lain
Satu elemen jelas
Satu elemen dengan disukai, dan
7 lebih penting dari
dominasinya tampak dalam praktek.
elemen yang lainnya.
Satu elemen mutlak
Bukti bahwa satu elemen penting dari
9 lebih dari elemen
elemen lainnya adalah dominan.
lainnya
Nilai-nilai tengah
diantara dua Nilai ini diberikan bila diperlukan
2,4,6,8
pertimbangan yang adanya dua pertimbangan
berdampingan
Bila komponen I mendapat salah satu
nilai diatas (non zero), saat
Kebalikan dari
dibandingkan dengan elemen J, maka
nilai terbut
elemen J mempunyai nilai
diatas
kebalikannya saat dibandingkan
dengan elemen J
D. Memahami AHP melalui Contoh Aplikasi
Untuk memperoleh gambaran bagaimana AHP digunakan untuk menyusun suatu
prioritas, berikut ini adalah suatu contoh.
41. 34
Kasus: Memilih Sekolah
Masalah pemilihan sekolah ini dilakukan sendiri oleh Prof. Saaty penemu model
AHP untuk membantu anaknya dalam menentukan perguruan tinggi yang akan
dimasukinya setelah lulus dari sekolah menengah atas. Anak Prof Saaty mengalami
kesukaran untuk memilih tiga perguruan tinggi yang menerimanya sebagai
mahasiswa.
1. Langkah 1: Menyusun Hirarki
Hirarki AHP menetapkan bahwa dalam penentuan prioritas, harus dimulai
dengan penetapan tujuannya. Kemudian menetapkan kriteria dan akhirnya ke
alternatif-alternatif di mana pilihan akan dibuat.
Tujuan : Memilih sekolah yang paling cocok atau memuaskan
bagi si anak
Kriteria: : Kriteria yang dipertimbangkan dalam menentukan
pilihan sekolah adalah:
- Proses belajar mengajar (PBM)
- Lingkungan pergaulan (LP)
- Kehidupan sekolah secara umum (KS)
- Pendidikan kejuruan (PK)
- Kualifikasi yang diminta (KUA)
- Mutu kelas musiknya (KM)
Pilihan : Perguruan tinggi yang telah menerima adalah:
- Perguruan Tinggi A
- Perguruan Tinggi B
- Perguruan Tinggi C
Bentuk hirarki yang kurang sesuai akan menghasilkan suatu model AHP yang
kurang bermanfaat meskipun hirarki tersebut diisi oleh seorang ekspert yang
memang kompeten dalam bidangnya.
Gambar 14. Hirarki
42. 35
2. Langkah 2: Menyusun Perbandingan Berpasangan
Langkah kedua adalah menetapkan perbandingan tingkat pentingnya kriteria,
dengan skala 1 sampai 9. Kriteria dalam kolom 1 (dalam Tabel di bawah adalah
PBM) diisi angka 1.
Dalam Kasus ini, pertanyaan yang harus diajukan untuk menyusun matriks
pairwise comparison adalah:
a. Mana yang lebih penting antara PBM dibandingkan LP, KS, PK, KUA
dan KM?
b. Mana yang lebih penting antara LP dibandingkan KS, PK, KUA dan KM?
c. Mana yang lebih penting antara KS dibandingkan PK, KUA dan KM?
d. Mana yang lebih penting antara PK dibandingkan KUA dan KM?
e. Mana yang lebih penting antara KUA dibandingkan KM?
Responden
Responden hirarki ini adalah Si Anak, karena ia memenuhi kriteria expert
untuk masalah ini yaitu orang yang mengerti benar permasalahannya dan punya
kepentingan akan masalah tersebut.
Tabel I-4. Perbandingan kriteria
PBM LP KS PK KUA KM
PBM 1
LP 1/4 1
KS 1/3 1/7 1
PK 1 1/3 5 1
KUA 1/3 5 5 1 1
KM 1/4 1 6 3 1/3 1
Diperoleh hasil perbandingan seperti dalam Tabel di atas, yang berarti:
- Kolom 2 PBM PBM dinilai sebagai kriteria terpenting,
(diberi - 4 x dibanding LP,
angka 1) - 3x dibanding KS,
- sama dengan PK,
- 3x dibanding KUA dan
- 4x dibanding KM
- Kolom 3 LP LP dinilai
(diberi - Lebih penting 7 x dibanding KS,
angka 1) - Lebih penting 3x dibanding PK,
- kalah penting dibanding KUA. (1/5 kali).
- sama pentingnya dengan KM.
- Kolom 4 KS KS dinilai kurang penting
(diberi - dibanding PK (1/5),
angka 1) - dibanding KUA (1/5) dan
43. 36
- dibanding KM (1/6)
Kolom 5 PK PK dinilai
(diberi - sama penting dengan KUA,
angka 1) - kalah penting terhadap KM (1/3)
Kolom 6 KUA KUA dinilai lebih penting
(diberi Disbanding KM (3x).
angka 1)
Dalam penetapan perbandingan perlu konsistensi. Contoh: Apabila mercedes 2
x lebih mahal dari honda, sedangkan jaguar 2 x lebih mahal dari mercedes,
maka jaguar 4 x lebih mahal dari honda. Apabila jeruk 2 x lebih enak dari
pisang, sedangkan apel 3 x lebih enak dari jeruk, maka apel 6 x lebih enak dari
pisang
Selanjutnya kita isi matriks dengan poros diagonal kekanan bawah dengan
angka kebalikannya.
PBM LP KS PK KUA KM
PBM 1 4 3 1 3 4
LP 1/4 1 7 3 1/5 1
KS 1/3 1/7 1 1/5 1/5 1/6
PK 1 1/3 5 1 1 1/3
KUA 1/3 5 5 1 1 3
KM 1/4 1 6 3 1/3 1
Gambar 15. Matriks Perbandingan Berpasangan
3. Langkah 3: Menghitung Nilai Bobot Prioritas
Setelah matriks perbandingan selesai disusun, langkah selanjutnya adalah
mengukur bobot prioritas kriteria. Hasilnya adalah ranking bobot prioritas dari
kriteria-kriteria.
44. 37
a. Menghitung Jumlah Angka setiap Kolom
Ubah angka elemen dalam matriks diatas menjadi bentuk desimal. Akan
kita peroleh matriks seperti di bawah. Selanjutnya, jumlahkan elemen-
elemen dalam setiap kolom.
Tabel I-5. Matriks Elemen dalam Desimal
PBM LP KS PK KUA KM
PBM 1.000 4.000 3.000 1.000 3.000 4.000
LP 0.250 1.000 7.000 3.000 0.200 1.000
KS 0.333 0.143 1.000 0.200 0.200 0.167
PK 1.000 0.333 5.000 1.000 1.000 0.333
KUA 0.333 5.000 5.000 1.000 1.000 3.000
KM 0.250 1.000 6.000 3.000 0.333 1.000
3.166 11.476 27.000 9.200 5.733 9.500
b. Menghitung Jumlah Angka setiap Kolom
Oleh karena total bobot elemen dalam masing-masing kolom harus sama
dengan 1, maka nilai bobot elemen diperoleh dengan membagi angka
elemen dengan total bobot kolom. Contoh: pada matriks dibawah
misalnya, angka elemen 1 kolom 1 diperoleh dari 1 dibagi 3,166 (lihat
Tabel di atas).
Tabel I-6. Nilai Bobot Elemen Kriteria
PBM LP KS PK KUA KM
PBM 0.316 0.349 0.111 0.109 0.523 0.421
LP 0.079 0.087 0.259 0.326 0.035 0.105
KS 0.105 0.012 0.037 0.022 0.035 0.018
PK 0.316 0.029 0.185 0.109 0.174 0.035
KUA 0.105 0.436 0.185 0.109 0.174 0.316
KM 0.079 0.087 0.222 0.326 0.043 0.105
1.000 1.000 0.999 1.001 0.984 1.000
45. 38
c. Menghitung Bobot Prioritas Kriteria
Lakukanlah operasi horizontal, baris. Jumlahkan angka elemen kriteria
pada setiap baris (kekanan). Pada matriks di atas, untuk baris PBM
jumlahnya adalah 1,829 dan baris LP jumlahnya sama dengan 0,891.
Tabel I-7. Bobot Prioritas Masing-masing Kriteria
PBM LP KS PK KUA KM Bobot Prioritas
PBM 0.316 0.349 0.111 0.109 0.523 0.421 1.829 0.306
LP 0.079 0.087 0.259 0.326 0.035 0.105 0.891 0.1489
KS 0.105 0.012 0.037 0.022 0.035 0.018 0.229 0.0383
PK 0.316 0.029 0.185 0.109 0.174 0.035 0.848 0.1417
KUA 0.105 0.436 0.185 0.109 0.174 0.316 1.325 0.2214
KM 0.079 0.087 0.222 0.326 0.043 0.105 0.862 0.1441
1.000 1.000 0.999 1.001 0.984 1.000 5.984 1.000
Oleh karena total bobot harus sama dengan 1,000, maka untuk
memperoleh angka bobot prioritas, bagi jumlah masing-masing angka
bobot yang diperoleh dari penjumlahan elemen baris dengan total
jumlahnya. Lihat Tabel di atas pada kolom ‘bobot’. Misalnya, untuk baris
PBM, jumlah elemen untuk baris adalah 1,829, sedangkan total jumlah
adalah bobot (kolom bobot) adalah 5,984, maka bobot prioritas untuk
kriteria PBM sama dengan 0,306.
Akhirnya ditemukan bobot untuk masing-masing kriteria yang telah dipilih
adalah seperti pada kolom Prioritas dalam Tabel di atas. Jika kita
gambarkan dalam bentuk struktur dihasilkan gambar di bawah.
Memilih Sekolah
1,000
=
PBM LP KS PK KUA KM
0,306 + 0,149 + 0,038 + 0,142 + 0,221 + 0,144
Gambar 16. Bobot Prioritas Kriteria
46. 39
4. Langkah 4: Menghitung Ranking Pilihan untuk setiap kriteria
Pada tahap keempat, expert memberikan penilaian terhadap setiap pilihan yang
dalam kasus ini adalah perguruan tinggi A, B dan C, berdasarkan masing-
masing kriteria. Oleh karena ada 6 kriteria yang telah ditetapkan dalam
pemilihan tersebut, maka akan dilakukan penilaian peringkat ketiga PT
berdasarkan masing-masing kriteria, sehingga akan dihasilkan 6 hasil penilaian.
a. Ranking pilihan berdasarkan PBM
Menurut pendapat expert dalam hal ini si Anak, proses belajar mengajar di
PT. B adalah yang terbaik,
PT. A PT. B PT. C
PT. A 1 1 /3 1 /2
PT. B 3 1 3
PT. C 2 1 /3 1
Konversikan ke bentuk desimal.
PBM PT. A PT. B PT. C
PT. A 1.000 0.333 0.500
PT. B 3.000 1.000 3.000
PT. C 2.000 0.333 1.000
6.000 1.667 4.500
Ranking Perguruan Tinggi berdasarkan PBM ditemukan sebagai berikut.
PT. A PT. B PT. C Ranking
PT. A 0.167 0.200 0.111 0.478 0.159
PT. B 0.500 0.600 0.667 1.767 0.589
PT. C 0.333 0.200 0.222 0.756 0.252
3.000 1.000
47. 40
b. Ranking pilihan berdasarkan LP
Ternyata responden menganggap bahwa lingkungan pergaulan (LP) untuk
ketiga perguruan tinggi yang menerimanya adalah sama, sehingga
dihasilkan matriks sebagai di bawah.
PT. A PT. B PT. C
PT. A 1 1 1
PT. B 1 1 1
PT. C 1 1 1
Selanjutnya kita ubah menjadi bentuk desimal:
LP PT. A PT. B PT. C
PT. A 1.000 1.000 1.000
PT. B 1.000 1.000 1.000
PT. C 1.000 1.000 1.000
3.000 3.000 3.000
Dan selanjutnya dapat dihitung ranking pilihan berdasarkan LP.
LP
PT. A PT. B PT. C Ranking
PT. A 0.333 0.333 0.333 1.000 0.334
PT. B 0.333 0.333 0.333 0.999 0.333
PT. C 0.333 0.333 0.333 0.999 0.333
2.998 1.000
c. Ranking pilihan berdasarkan KS
Dinilai berdasarkan masalah kehidupan sekolah secara umum, responden
menyatakan Perguruan Tinggi A dan C sama kuatnya, sedangkan B dinilai
kurang.
48. 41
PT. A PT. B PT. C
PT. A 1 5 1
PT. B 1/5 1 1/5
PT. C 1 5 1
Dengan cara yang sama dengan di atas, diperoleh rankning berdasarkan
KS adalah sebagai berikut.
KS
PT. A PT. B PT. C Ranking
PT. A 0.4545 0.3333 0.4545 1.242 0.414
PT. B 0.0909 0.1111 0.0909 0.293 0.098
PT. C 0.4545 0.5556 0.4545 1.465 0.488
3.000 1.000
d. Ranking pilihan berdasarkan PK
Penilaian terhadap pendidikan kejuruan, A dianggap terbaik dengan
perbandingan cukup mencolok dibandingkan B dan C.
PT. A PT. B PT. C
PT. A 1 9 7
PT. B 1/9 1 1/5
PT. C 1/7 5 1
PK
PT. A PT. B PT. C Ranking
PT. A 0.7975 0.600 0.854 2.251 0.750
PT. B 0.0886 0.067 0.024 0.180 0.060
PT. C 0.1139 0.333 0.122 0.569 0.190
3.000 1.000
e. Ranking pilihan berdasarkan KUA
Penilaian terhadap kualifikasi sekolah, menghasilkan matriks seperti di
bawah.
49. 42
PT. A PT. B PT. C
PT. A 1 1/2 1
PT. B 2 1 2
PT. C 1 1/2 1
KUA
PT. A PT. B PT. C Ranking
PT. A 0.250 0.250 0.250 0.750 0.250
PT. B 0.500 0.500 0.500 1.500 0.500
PT. C 0.250 0.250 0.250 0.750 0.250
3.000 1.000
f. Ranking pilihan berdasarkan KM
Terakhir adalah ranking perguruan tinggi berdasarkan mutu kelas musik.
PT. A PT. B PT. C
PT. A 1 6 4
PT. B 1/6 1 1/3
PT. C 1/4 3 1
KM
PT. A PT. B PT. C Ranking
PT. A 0.706 0.600 0.750 2.056 0.685
PT. B 0.118 0.100 0.063 0.280 0.093
PT. C 0.176 0.300 0.188 0.664 0.221
3.000 1.000
g. Hasil Ranking
Akhirnya diperoleh Nilai Ranking Perguruan Tinggi A, B, C berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut: