SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 56
Baixar para ler offline
M odu l 1
Ta nt a nga n Pe m ba nguna n da n Sk a la
Pr ior it a s

D i k l a t Te k n i s
M a n a j e m e n Pr oye k
( Pr oj e ct M a na ge m e nt )




                                  Ese lon I I I
SAMBUTAN DEPUTI BIDANG PEMBINAAN DIKLAT APARATUR
               LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA


     Selaku Instansi Pembina Diklat PNS, Lembaga Administrasi Negara
senantiasa melakukan penyempurnaan berbagai produk kebijakan Diklat yang
telah dikeluarkan sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 101
Tahun 2000 tentang Diklat Jabatan PNS. Wujud pembinaan yang dilakukan di
bidang diklat aparatur ini adalah penyusunan pedoman diklat, bimbingan dalam
pengembangan kurikulum diklat, bimbingan dalam penyelenggaraan diklat,
standarisasi, akreditasi Diklat dan Widyaiswara, pengembangan sistem
informasi Diklat, pengawasan terhadap program dan penyelenggaraan Diklat,
pemberian bantuan teknis melalui perkonsultasian, bimbingan di tempat kerja,
kerjasama dalam pengembangan, penyelenggaraan dan evaluasi Diklat.

    Sejalan dengan hal tersebut, melalui kerjasama dengan Departemen
Dalam Negeri yang didukung program peningkatan kapasitas berkelanjutan
(SCBDP), telah disusun berbagai kebijakan guna lebih memberdayakan
daerah seperti peningkatan kapasitas institusi, pengelolaan dan peningkatan
SDM melalui penyelenggaraan Diklat teknis, pengembangan sistem keuangan,
perencanaan berkelanjutan dan sebagainya.

     Dalam hal kegiatan penyusunan kurikulum diklat teknis dan modul
diklatnya melalui program SCBDP telah disusun sebanyak 24 (dua puluh
empat) modul jenis diklat yang didasarkan kepada prinsip competency based
training. Penyusunan kurikulum dan modul diklat ini telah melewati proses yang
cukup panjang melalui dari penelaahan data dan informasi awal yang diambil
dari berbagai sumber seperti Capacity Building Action Plan (CBAP) daerah
yang menjadi percontohan kegiatan SCBDP, berbagai publikasi dari berbagai
media, bahan training yang telah dikembangkan baik oleh lembaga donor,
perguruan tinggi, NGO maupun saran dan masukan dari berbagai pakar dan
tenaga ahli dari berbagai bidang dan disiplin ilmu, khususnya yang tergabung
dalam anggota Technical Review Panel (TRP).

       Disamping itu untuk lebih memantapkan kurikulum dan modul diklat ini
telah pula dilakukan lokakarya dan uji coba/pilot testing yang dihadiri oleh para
pejabat daerah maupun para calon fasilitator/trainer.

    Dengan proses penyusunan kurukulum yang cukup panjang ini kami
percaya bahwa kurikulum, modul diklatnya berikut Panduan Fasilitator serta
Pedoman Umum Diklat Teknis ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
pelatihan di daerah masing-masing.




                                        i
Harapan kami melalui prosedur pembelajaran dengan menggunakan
modul diklat ini dan dibimbing oleh tenaga fasilitator yang berpengalaman dan
bersertifikat dari lembaga Diklat yang terakreditasi para peserta yang
merupakan para pejabat di daerah akan merasakan manfaat langsung dari
diklat yang diikutinya serta pada gilirannya nanti mereka dapat menunaikan
tugas dengan lebih baik lagi, lebih efektif dan efisien dalam mengelola berbagai
sumber daya di daerahnya masing-masing.

    Penyempurnaan selalu diperlukan mengingat dinamika yang sedemikian
cepat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Dengan dilakukannya
evaluasi dan saran membangun dari berbagai pihak tentunya akan lebih
menyempurnakan modul dalam program peningkatan kapasitas daerah secara
berkelanjutan.

    Semoga dengan adanya modul atau bahan pelatihan ini tujuan kebijakan
nasional utamanya tentang pemberian layanan yang lebih baik kepada
masyarakat dapat terwujud secara nyata.




                                       ii
KATA PENGANTAR
             DIREKTUR JENDERAL OTONOMI DAERAH



Setelah diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah, yang kemudian diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, telah terjadi
perubahan paradigma dalam pemerintahan daerah, yang semula lebih
berorientasi sentralistik menjadi desentralistik dan menjalankan otonomi
seluas-luasnya. Salah satu aspek penting kebijakan otonomi daerah dan
desentralisasi adalah peningkatan pelayanan umum dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan masyarakat, dan meningkatkan daya saing daerah.

Berdasarkan pengalaman penyelenggaraan pemerintahan di banyak negara,
salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan otonomi daerah
adalah kapasitas atau kemampuan daerah dalam berbagai bidang yang
relevan. Dengan demikian, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kepada
masyarakat dan peningkatan daya saing daerah diperlukan kemampuan atau
kapasitas Pemerintah Daerah yang memadai.

Dalam rangka peningkatan kapasitas untuk mendukung pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah, pada tahun 2002 Pemerintah telah
menetapkan Kerangka Nasional Pengembangan dan Peningkatan Kapasitas
Dalam Mendukung Desentralisasi melalui Keputusan Bersama Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala
Bappenas. Peningkatan kapasitas tersebut meliputi sistem, kelembagaan, dan
individu, yang dalam pelaksanaannya menganut prinsip-prinsip multi dimensi
dan berorientasi jangka panjang, menengah, dan pendek, serta mencakup
multistakeholder, bersifat demand driven yaitu berorientasi pada kebutuhan
masing-masing daerah, dan mengacu pada kebijakan nasional.

Dalam rangka pelaksanaan peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah,
Departemen Dalam Negeri, dengan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah
sebagai Lembaga Pelaksana (Executing Agency) telah menginisiasi program
peningkatan kapasitas melalui Proyek Peningkatan Kapasitas yang
Berkelanjutan untuk Desentralisasi (Sustainable Capacity Building Project for
Decentralization/ SCBD Project) bagi 37 daerah di 10 Provinsi dengan
pembiayaan bersama dari Pemerintah Belanda, Bank Pembangunan Asia
(ADB), dan dari Pemerintah RI sendiri melalui Departemen Dalam Negeri dan
kontribusi masing-masing daerah. Proyek SCBD ini secara umum memiliki
tujuan untuk meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah dalam aspek sistem,
kelembagaan dan individu SDM aparatur Pemerintah Daerah melalui
penyusunan dan implementasi Rencana Tindak Peningkatan Kapasitas
(Capacity Building Action Plan/CBAP).



                                     iii
Salah satu komponen peningkatan kapasitas di daerah adalah Pengembangan
SDM atau Diklat bagi pejabat struktural di daerah. Dalam memenuhi kurikulum
serta materi diklat tersebut telah dikembangkan sejumlah modul-modul diklat
oleh Tim Konsultan yang secara khusus direkrut untuk keperluan tersebut yang
dalam pelaksanaannya disupervisi dan ditempatkan di Lembaga Administrasi
Negara (LAN) selaku Pembina Diklat PNS.

Dalam rangka memperoleh kurikulum dan materi diklat yang akuntabel dan
sesuai dengan kebutuhan daerah, dalam tahapan proses pengembangannya
telah memperoleh masukan dari para pejabat daerah dan telah diujicoba (pilot
test), juga melibatkan pejabat daerah, agar diperoleh kesesuaian/ relevansi
dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh para pejabat daerah itu sendiri.
Pejabat daerah merupakan narasumber yang penting dan strategis karena
merupakan pemanfaat atau pengguna kurikulum dan materi diklat tersebut
dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Kurikulum dan meteri diklat yang dihasilkan melalui Proyek SCBD ini, selain
untuk digunakan di lingkungan Proyek SCBD sendiri, dapat juga digunakan di
daerah lainnya karena dalam pengembangannya telah memperhatikan aspek-
aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah.
Selain itu juga dalam setiap tahapan proses pengembangannya telah
melibatkan pejabat daerah sebagai narasumber.

Dengan telah tersedianya kurikulum dan materi diklat, maka pelaksanaan
peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah, khususnya untuk peningkatan
kapasitas individu SDM aparatur daerah, telah siap untuk dilaksanakan.
Diharapkan bahwa dengan terlatihnya para pejabat daerah maka kompetensi
mereka diharapkan semakin meningkat sehingga pelayanan kepada
masyarakat semakin meningkat pula, yang pada akhirnya kesejahteraan
masyarakat dapat segera tercapai dengan lebih baik lagi.




                                     iv
DAFTAR ISI




Sambutan Deputy IV - LAN .......................................................................................... i
Kata Pengantar Dirjen Otonomi Daerah - Depdagri ................................................iii
Daftar Isi ........................................................................................................................ v


BAB I           PENDAHULUAN......................................................................................... 1
                A. Diskripsi Singkat .................................................................................... 1
                B. Hasil Belajar ........................................................................................... 1
                C. Indikator Hasil Belajar............................................................................ 2
                D. Pokok Bahasan........................................................................................ 2


BAB II          TANTANGAN PEMBANGUNAN ............................................................. 3
                A. Pendahuluan............................................................................................ 3
                B. Gambaran Keadaan Eksisting................................................................. 3
                C. Tantangan ............................................................................................. 11
                D. Perubahan Paradigma ........................................................................... 13
                E.      Latihan .................................................................................................. 14
                F.      Rangkuman ........................................................................................... 15


BAB III         KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA.............................................. 17
                A. Pendahuluan.......................................................................................... 17
                B. Pengertian ............................................................................................. 18
                C. BOT dan Konsesi.................................................................................. 19
                D. Perkembangan Kemitraan Pemerintah Swasta ..................................... 24
                E.      Latihan .................................................................................................. 26
                F.      Rangkuman ........................................................................................... 27

BAB IV          PENETAPAN SKALA PRIORITAS ....................................................... 29
                A. Pendahuluan.......................................................................................... 29
                B. Permasalahan Umum & Metode Pemilihan ......................................... 30
                C. AHP ...................................................................................................... 32
                D. Memahami AHP melalui Contoh Aplikasi........................................... 33



                                                                 v
E.   Latihan .................................................................................................. 44
         F.   Rangkuman ........................................................................................... 45

Daftar Pustaka




                                                      vi
BAB I
                                 PENDAHULUAN


A. Diskripsi Singkat

    Dengan informasi yang lengkap tentang keadaan saat ini, diharapkan dapat
    dihasilkan ketepatan arah pembangunan menuju ke perwujudan visi daerah dan
    ketajaman penetapan skala prioritas oleh karena adanya keterbatasan sumberdaya.
    Kecuali itu juga disajikan alternatif pembiayaan proyek melalui kemitraan
    pemerintah-swasta.

    Modul I Manajemen Proyek untuk pejabat pemerintah Daerah eselon III oleh
    karenanya dimulai dengan tantangan pembangunan yang dijadikan sebagai Bab II,
    kemudian Kemitraan Pemerintah-Swasta sebagai Bab III dan terakhir adalah teknik
    penetapan skala prioritas dengan Analytical Hierarchy Process (AHP) sebagai Bab
    IV.

    Posisi Modul ini dalam Seri Modul Manajemen Proyek untuk Eselon III




              Modul I       Bab I     Pendahuluan
                            Bab II    Tantangan Pembangunan
                            Bab III   Kemitraan Pemerintah Swasta
                            Bab IV    Analytical Hierarchy Process




              Modul II      Bab I Pendahuluan
                            Bab II Evaluasi Kelayakan
                            Bab III Pengendalian Proyek


                   Gambar 1. Posisi Modul ini dalam Seri Modul Manajemen Proyek
                                       untuk Eselon III


B. Hasil Belajar

    Setelah mengikuti pembahasan Modul ini, peserta diharapkan mampu menetapkan
    target-target pembangunan dengan tepat dengan penetapan skala prioritas yang
    objektip serta mampu melakukan pemilihan sumber pembiayaan yang terbaik.




                                          1
2


C. Indikator Hasil Belajar

    Setelah mengikuti pembahasan Modul ini peserta diharapkan mampu:

    1.   Menetapkan target-target pembangunan dengan tepat.
    2.   Memahami strategi kemitraan pemerintah-swasta sebagai alternatif penunjang
         program pembangunan.
    3.   Mampu menerapkan konsep AHP dalam penetapan prioritas.


D. Pokok Bahasan

    Pokok bahasan yang dijadikan sebagai judul Bab dalam Modul ini adalah: tantangan
    pembangunan, Kemitraan Pemerintah-Swasta dan Penetapan Skala Prioritas.

    1.   Tantangan Pembangunan (Bab II)

         Bab ini menyajikan informasi keadaan eksisting, tantangan pembangunan dan
         perubahan paradigma.

    2.   Kemitraan Pemerintah-Swasta (Bab III)

         Pembahasan strategi kemitraan pemerintah-swasta dimulai dengan pengertian,
         kemudian BOT dan Konsesi, serta Perkembangan Kemitraan Pemerintah
         Swasta.

    3.   Analytical Hirarchy Process (Bab IV)

         Bab ini mengenalkan aplikasi AHP dengan dimulai dari permasalahan umum
         dan metode pemilihan, kemudian pengenalan AHP melalui contoh penerapan
         untuk suatu kasus.
BAB II
                        TANTANGAN PEMBANGUNAN


                  Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu:
                  memahami keadaan eksisting sehingga mampu
                  menetapkan arah yang tepat dalam perencanaan
                  program-program     dan    penetapan   target-target
                  pembangunan.


A. Pendahuluan

   Sebagai Negara berkembang, kita menyadari bahwa masih diperlukan investasi
   yang sangat besar dalam penyediaan pelayanan kepada masyarakat. Indonesia
   menghadapi tantangan besar dalam investasi untuk infrastruktur. Anggaran
   pembangunan untuk investasi infrastruktur terpangkas tajam akibat krisis ekonomi,
   yakni berkurang sekitar 80 persen dibandingkan dengan sebelum krisis. Tahun
   1994, pemerintah masih mengalokasikan hampir 14 miliar dolar AS anggaran
   APBN untuk pembangunan. Dari jumlah itu, 57 persen (sekitar 8 miliar dollar AS
   atau 6 persen dari PDB) untuk pembangunan infrastruktur. Tahun 2002, anggaran
   untuk pembangunan di APBN tidak sampai 5 miliar dollar AS. Dari jumlah itu,
   yang dialokasikan untuk infrastruktur hanya sekitar 30 persen, yakni hanya sekitar
   1,5 miliar dollar AS (kurang dari 2 persen PDB).

   Di satu sisi, kebutuhan investasi untuk pembangunan yang sangat tinggi, sedangkan
   di sisi lain adanya keterbatasan dalam pembiayaan dan penyediaan sumberdaya lain,
   agaknya mengharuskan agar penetapan skala prioritas dan kesesuaian dengan peta
   jalan dalam usaha mewujudkan visi perlu dijaga dengan ketat. Oleh karenanya,
   dalam rangkaian Modul Diklat Teknis Manajemen Proyek untuk pejabat Daerah
   disusun Modul I sebagai bahan informasi tentang tantangan pembangunan, sumber
   pembiayaan alternatif melalui kemitraan Pemerintah Swasta dan penetapan skala
   prioritas.

   Dalam Bab ini disajikan beberapa informasi keadaan eksisting dan tantangan
   pembangunan yang diharapkan bermanfaat sebagai masukan dalam penyusunan
   program-program pembangunan di daerah.


B. Gambaran Keadaan Eksisting

   Mengikuti alur pikir manajemen strategis, keadaan eksisting harus diidentifikasi
   sebelum penetapan sasaran kedepan. Keadaan eksisting diperoleh melalui analisis
   SWOT, yang selanjutnya dijadikan base line untuk menetapkan sasaran atau target-
   target kedepan. Agaknya, banyak Daerah mungkin berdasarkan hasil analisis
   SWOT-nya masih berada di kuadran W-O, yang berarti bahwa meskipun kita
   memiliki banyak peluang, tetapi nilai tertimbang kelemahan (W) masih lebih tinggi
   jika dibandingkan dengan nilai tertimbang kekuatan (S). Jika keadaan yang
   demikian tidak kita sadari dan tidak berusaha melakukan usaha-usaha untuk




                                           3
4


memperbaikinya, bukan hanya peluang yang tidak akan bisa kita tangkap, tetapi
kedepan kita akan menghadapi ancaman yang semakin tinggi.

Dalam Bab ini, penyajian gambaran beberapa keadaan eksisting disusun dengan
mengacu kepada tujuan-tujuan pembangunan millenium (MDGs),

      Tujuan pertama    :   Menurunkan sampai 50 persen proporsi orang yang
                            hidup dalam kondisi kemiskinan
      Tujuan kedua      :   Persamaan pendidikan bagi tiap anak perempuan
                            dan laki-laki
      Tujuan ketiga     :   Memajukan kesetaraan jender
      Tujuan keempat    :   Menurunkan angka kematian anak balita sebesar dua
                            pertiga antara tahun 2000 dan 2015
      Tujuan kelima     :   Meningkatkan kesehatan maternal dengan cara
                            menurunkan AKI (angka kematian ibu) sebesar tiga
                            perempat antara 2000-2015
      Tujuan keenam     :   Memerangi        dan   menghentikan   penyebaran
                            HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya.
      Tujuan ketujuh    :   Menghentikan perusakan lingkungan (target 10 air
                            bersih & sanitasi)

1.   Kemiskinan

     Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan)
     di Indonesia pada bulan Maret 2006 sebesar 39,05 juta (17,75 persen).
     Dibandingkan dengan bulan Februari 2005, terjadi peningkatan sebesar 3,95
     juta.


     Tabel I-1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia 1996 - 2005
5


     Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak
     banyak berubah. Pada bulan Maret 2006, sebagian besar (63,41 persen)
     penduduk miskin berada di daerah perdesaan

2.   Pendidikan

     Pendidikan di Indonesia terpuruk, mutu rendah dan biaya mahal.

     Dengan keterbatasan dana pemerintah, maka pendidikan menjadi sesuatu yang
     mahal bagi masyarakat. Sudah menjadi hal yang umum pada setiap tahun
     ajaran baru sekolah, banyak orang tua dan anak didik kebingungan mencari
     sekolah. Bila masuk sekolah favorit, perlu biaya yang mahal. Akibatnya hanya
     orang kaya saja yang bisa mendidik anaknya ke jenjang pendidikan tinggi.
     Sedangkan yang miskin, yang sekarang ini dominan di Indonesia, tidak dapat
     menyekolahkan anaknya kerena faktor biaya.

     Kita agaknya sudah terlalu lama mengabaikan persoalan kunci dalam
     membangun bangsa. Menurut buku Statistik Kesejahteraan Rakyat 2001,
     persentase penduduk berusia 10 tahun keatas yang tidak/belum pernah
     bersekolah adalah 10,25%. Angka persentase terendah adalah di propinsi
     Sulawesi Utara yaitu hanya 1,35%. Sementara itu, secara nasional penduduk
     usia 10 tahun keatas yang masih bersekolah sebesar 19,57%, terdiri dari 8,63
     bersekolah di SD/MI, 5,91% di SLTP/MTs, 3,67% di SMU/SMK/MA, dan
     1,36% di Akademi/Universitas.



                                     PENDIDIKAN
                   Tingkat HDI (Human Development Index) per kapita Indonesia
                             berada pada urutan 109 dari 174 negara

                                      HDI               Anggaran       Pengeluaran
                              1994          2000        Pendidikan   Masyarakat untuk
                                                          APBN          Pendidikan

       Singapura               26            24            19%             3%
       Malaysia                60            61            23%            5,3%
       Philipina               98            77            20%            2,2%
       Indonesia               99            109           9%             1,7%
       Vietnam                 121           108            -             2,7%




                            Gambar 2. Tingkat HDI di Indonesia
6



     Berbeda dengan Indonesia, sejumlah negara di ASEAN mulai menyadari arti
     penting SDM sebagai kunci pembangunan. Kulitas SDM kita yang rendah
     menyebabkan pengelolaan negara tidak efektif, sehingga ketika tertimpa krisis,
     bangsa ini sulit untuk bangkit.

3.   Kesetaraan Jender

     Human Development Index 2003 yang dikeluarkan UNDP menempatkan
     Norwegia di urutan kedua setelah Islandia dalam hal kesetaraan jender di
     bidang ekonomi dan politik. Norwegia memiliki tingkat persentase tinggi akan
     tenaga kerja wanita yang duduk sebagai wakil di Storting (majelis nasional
     Norwegia) atau menduduki posisi senior. Jumlah tenaga kerja wanita di pasar
     tenaga kerja umum juga cukup signifikan. Walaupun fakta masih menunjukkan
     bahwa jumlah pria yang menduduki posisi politik dan umum masih lebih
     tinggi, namun terlihat kecenderungan meningkatnya jumlah wakil wanita.
     Pemerintah kedua yang dibentuk oleh Perdana Menteri Gro Harlem Brundtland
     pada tahun 1986 memiliki proporsi kaum wanita tertinggi, dimana mereka
     menduduki delapan dari 18 posisi menteri.

     INDIKATOR pembangunan manusia versi HDR mulai memasukkan ukuran-
     ukuran baru berkaitan dengan kesetaraan jender pada tahun 1995. HDR yang
     diluncurkan hampir bersamaan waktunya dengan Konferensi Dunia IV
     mengenai Perempuan di Pembangunan di Beijing itu mengulas secara khusus
     "kesenjangan jender global", dan memunculkan ukuran-ukuran baru tentang
     kesetaraan jender dalam pembangunan manusia.

     Ukuran pertama adalah Indeks Pembangunan yang berkaitan dengan Jender
     (GDI/Gender-related Development Index), yang mencerminkan ketimpangan
     jender di bidang kesehatan dasar, pendidikan, dan pendapatan. Ukuran lainnya
     adalah Ukuran Pemberdayaan Jender (Gender Empowerment Measure/GEM),
     yang mengevaluasi kemajuan suatu bangsa dalam memajukan kaum
     perempuannya di bidang ekonomi dan politik, termasuk di bidang-bidang
     pengambilan keputusan politik. HDR 2003 melibatkan 175 negara dalam
     pengukuran GDI dan GEM. Indonesia berada pada peringkat 112, dan masuk
     ke dalam kelompok menengah dalam Indeks Pembangunan Manusia, atau turun
     dua peringkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

4.   Kesehatan

     a.   Perbandingan dengan Negara lain

          Derajat kesehatan Indonesia dengan penduduk paling besar di kawasan
          Asia Tenggara ternyata masih relatif tertinggal dibandingkan dengan
          negara-negara tetangga. Umur Harapan Hidup (UHH) waktu lahir yang
          sebesar 67,8 tahun dan umur harapan hidup dalam keadaan sehat (HALE)
          Indonesia pada tahun 2001 sebesar 56,7 tahun menduduki peringkat
          keenam di antara 10 negara anggota ASEAN. Peringkat Indonesia masih
7


     di bawah Brunei Darusalam, Malaysia dan Thailand yang beberapa tahun
     yang lalu masih relatif sejajar dengan Indonesia. Vietnam yang dulu masih
     di bawah Indonesia, berangsur-angsur mulai mengejar Indonesia. Apalagi
     jika dibandingkan dengan Singapura yang jauh lebih baik dengan UHH
     78,8 tahun dan HALE 68,7 tahun. Posisi Indonesia memang masih lebih
     baik daripada Kamboja, Laos dan Myanmar.

b.   Biaya kesehatan

     Di antara negara-negara ASEAN, persentase anggaran pemerintah untuk
     kesehatan terhadap total anggaran kesehatan yang tertinggi pada tahun
     2000 adalah Kamboja (20,5 %), menyusul kemudian Thailand (11,4 %)
     dan Singapura serta Filipina (keduanya 6,7 %). Sedangkan persentase
     terendah adalah Indonesia (3,1 %), Laos (5,0 %) dan Brunei Darusalam
     (5,4 %).

c.   Pelayanan Kesehatan

     1)   Puskesmas

          Rasio rata-rata Puskesmas terhadap 100.000 penduduk adalagh 3,5
          dan rasio Puskesmas Pembantu terhadap Puskesmas adalah 2,9 : 1. Ini
          berarti bahwa setiap 100.000 penduduk rata-rata dilayani oleh 3 atau 4
          Puskesmas.




                   Gambar 3. Rasio Puskesmas per 100.000 penduduk
                               menurut Provinsi 2001
8




          2)    Rumah Sakit

                Pada tahun 2001, Rasio Rumah Sakit terhadap penduduk adalah 2,8
                RS per 500.000 penduduk. Dilihat dar kepemilikannya, jumlah RS
                Pemerintah sebanyak 50,7 % dan jumlah RS Non Pemerintah 49,3 %.
                Sedangkan Rasio Tempat Tidur terhadap penduduk adalah 61 TT per
                100.000 penduduk.

5.   Lingkungan

     a.   Kriteria

          Dua kriteria environmentally sustainable yang dikembangkan yaitu:

          1) Terjaminnya ketersediaan dan fungsi sumberdaya alam
             a) Sumber daya alam terbarui: laju eksploitasinya harus sesuai
                  dengan kapasitas regenerasinya
             b) Sumber daya alam tak terbarui: laju pengurangannya tidak boleh
                  melebihi laju sustained income atau substitusi terbarukan yang
                  dikembangkan melalui intervensi manusia dan investasi.

          2) Rendahnya tingkat pencemaran

                Emisi pencemar tidak boleh melebihi kapasitas asimilasi lingkungan
                untuk menyerap.

     b.   Informasi Lapangan

          Kerusakan lingkungan terjadi di mana-mana. Penggundulan hutan berjalan
          dengan tingkat akselerasi yang mengkhawatirkan. Pencemaran udara di
          kota-kota besar Indonesia tinggi.

          Pencemaran kualitas air permukaan karena limbah industri dan rumah
          tangga terjadi dimana-mana. Pada tahun 2004, berdasarkan hasil
          pemantauan KLH dengan frekuensi pengambilan sample 2 kali dalam satu
          tahun, kondisi umum kualitas air baku di 30 propinsi dinyatakan tidak
          memenuhi mutu air Kelas I. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air
          Departemen PU yang menyatakan bahwa pada tahun 2004 sebanyak 62
          daerah aliran sungai (DAS) kritis.

     c.   Air

          Air merupakan kebutuhan hidup nomor 2 setelah udara. Jika tanpa udara
          Anda tidak akan bertahan hidup sekitar 3 menit, tanpa air, Anda tidak akan
          bertahan hidup lebih dari 3 hari. Amanat Undang-undang menyatakan
          bahwa air bersih adalah ‘Hak Dasar’ masyarakat, bahkan PBB menyatakan
          bahwa air bersih adalah ‘Hak Azasi’.
9


     Namun demikian, sampai 61 tahun kita merdeka, meskipum Pemerintah
     telah melakukan banyak usaha dalam penyediaan air bersih kepada
     masyarakat, tetapi akses masyarakat terhadap air yang layak dikonsumsi
     masih rendah. Berdasarkan laporan MDGs 2004, akses terhadap air yang
     layak dikonsumsi 53,4 persen. Hasil survei yang dilakukan di beberapa
     kota menemukan bahwa masyarakat miskin membeli air kalengan dengan
     harga jauh lebih mahal (15 sampai 33 kali) dibandingkan harga air yang
     dipasok oleh PDAM.

      AKSESIBILITAS PENYEDIAAN AIR MINUM MENURUT SUMBER AIR,
                            PERKOTAAN,
                             Th 2003 (%)


           air kemasan, 4.0                        mata air tak            lainnya, 0.4
                                  sumur tak
                                terlindung, 6.0   terlindung, 0.8
       air hujan, 1.5                                                               air sungai, 0.6

             mata air
                                                                                  air ledeng, 32.0
         terlindung, 2.3




       sumur terlindung,
             30.7                                                   pompa, 21.9




                        Gambar 4. Aksesibilitas Air Minum Perkotaan


     Rendahnya akses masyarakat terhadap air yang layak dikonsumsi
     mengakibatkan prevalensi penyakit yang ditularkan melalui air dan
     lingkungan seperti diare dan tipus tinggi (survei tahun 2001; 301 per 1000
     penduduk, terutama menyerang pada umur balita). Keadaan yang demikian
     tentunya akan berdampak terhadap produktivitas SDM yang selanjutnya
     akan berpengaruh terhadap kemampuan kompetisi bangsa.

d.   Sanitasi

     Indonesia merupakan salah satu Negara di Asia yang memiliki cakupan
     pelayanan untuk air limbah paling rendah; hanya sekitar 1,3 persen dengan
     hanya 7 kota yang telah memiliki jaringan air limbah.
10




                                            Operation Data 2002

                                            Connection        Area       Length        Capacity

             PDAM     Kota Bandung              95.060         11.200        350         240.000
                      Kota Cirebon              15.800            560         69          10.000
                      Kota Medan                 9.300            450        160          10.000
                      Kota Surakarta             8.600          1.100         12           5.200
                      Kota banjarmasin             500          5.000        15,5            500
                      Kota bengkulu

             DINAS    Kab. Tangerang            10,900           165              83       3,500
                      Kota Tangerang
                      Kota Bogor                    500                        8             450
                      Kota Yogyakarta             8,900         1,330        181          15,500

                                              215,000
                                                    income           = 0,8
                              Operating Ratio =
                                                      cost

                                Gambar 5. Pelayanan Air Limbah

6.   Infrastruktur

     Berdasarkan hasil survei Asian Intelligence terhadap ekspatriat yang bekerja di
     12 negara di Kawasan Asia, yaitu Cina, Filipina, Hongkong, India, Jepang,
     Korea Selatan, Malaysia, Singapura, Thailand, taiwan dan Vietnam yang
     dikeluarkan September 2002, dengan variabel rating seperti tersebut di bawah,
     Indonesia menempati urutan terakhir.


                 RATING INFRASTRUKTUR DI ASIA 2002
                       (Asian Intelligence Survey)
                                                                              Singapura 0.63
             8
                                                                              Hongkong 1.53
             7                                                                Jepang        2.73
             6                                                                Korsel        3.18
             5                                                                Malaysia      4.19

             4                                                                Taiwan        4.30

             3                                                                Thailand      5.20

             2                                                                Cina          5.43
                                                                              Filipina      6.56
             1
                                                                              Vietnam       6.99
             0
                                        1                                     India         7.30
           Catatan: Angka Rating semakin kecil semakin baik
                                                                              Indonesia 7.87
                         Gambar 6. Rating Infrastruktur di Asia 2002
11


       Variabel rating yang digunakan untuk Tabel di atas adalah:

       a.   Sistem telekomunnikasi
       b.   Sistem jalan
       c.   Sistem transportasi
       d.   Fasilitas pelabuhan peti kemas
       e.   Fasilitas internet dan jasa pendukungnya
       f.   Fasilitas rel kereta api
       g.   Fasilitas bandar udara
       h.   Sistem ketenaga listrikan
       i.   Sistem air minum
       j.   fasilitas pengiriman barang/jasa


C. Tantangan

   Dengan gambaran kondisi eksisting seperti di atas, untuk menyusun peta perjalanan
   kedepan masih tampak tantangan pembangunan yang masih sangat tinggi. Bank
   Dunia memperkirakan bahwa Indonesia harus menambah Investasi di bidang
   infrastruktur sekitar 2 persen dari PDB di atas yang sekarang.

   Kecuali itu, dengan laju pertumbuhan penduduk dan tingkat pengangguran yang
   masih tinggi, pertumbuhan ekonomi harus tinggi agar mampu secara bertahap
   menyerapnya, bukan sebaliknya; akan tertimbun oleh pertumbuhan angkatan kerja.
   Diperkirakan angka pertumbuhan harus mencapai di atas 7% agar dapat
   menurunkan angka pengangguran (dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 1%
   diperkirakan akan dapat menyerap tenaga kerja sebesar 250 – 350 ribu).




                 LAJU & JUMLAH PENDUDUK PERKOTAAN




                  Gambar 7. Laju dan Jumlah Penduduk Perkotaan
12


Berdasarkan perhitungan Bappenas, untuk mencapai pertumbuhan 5,5% tahun 2006
dibutuhkan investasi sebesar Rp 441,4 triliun, sehingga untuk mencapai angka
pertumbuhan di atas 7 % diperlukan biaya yang sangat tinggi.

Tantangan pembangunan yang tinggi tersebut, kecuali disebabkan oleh masih
tingginya pertumbuhan penduduk perkotaan juga oleh:

1.   Target-target pembangunan yang belum tercapai pada tahun-tahun yang lalu
2.   Terjadi ‘jeda pembangunan’ sejak terjadinya krisis ekonomi 1997
     a.   Anggaran pembangunan untuk investasi infrastruktur terpangkas tajam
          akibat krisis ekonomi, yakni berkurang sekitar 80 persen dibandingkan
          dengan sebelum krisis.
     b.   Tahun 1994, pemerintah masih mengalokasikan hampir 14 miliar dolar AS
          anggaran APBN untuk pembangunan. Dari jumlah itu, 57 persen (sekitar 8
          miliar dollar AS atau 6 persen dari PDB) untuk pembangunan
          infrastruktur.
     c.   Tahun 2002, anggaran untuk pembangunan di APBN tidak sampai 5 miliar
          dollar AS. Dari jumlah itu, yang dialokasikan untuk infrastruktur hanya
          sekitar 30 persen, yakni hanya sekitar 1,5 miliar dollar AS (kurang dari 2
          persen PDB).
3.   Kesehatan

     Departemen Kesehatan dengan visinya yang sangat menarik, menetapkan target
     2010 untuk beberapa indikator pelayanan kesehatan adalah seperti disajikan
     dalam Tabel di bawah.

                       Tabel I-2. Target 2010 pelayanan Kesehatan


                 INDIKATOR PELAYANAN KESEHATAN

                   Indikator kinerja pelayanan kesehatan:         Target 2010
                  1.    Rasio Puskesmas terhadap penduduk          8/100.000
                  2.    Rasio Puskesmas pembantu terhadap          5/100.000
                        penduduk                                   6/500.000
                  3.    Rasio Rumah Sakit terhadap penduduk        75/100.000
                  4.    Rasio tempat tidur rumah sakit terhadap
                        penduduk                                     90
                  5.    Persentase penduduk yang puas
                        memanfaatkan pelayanan rawat jalan
                                                                     90
                  6.    Persentase penduduk yang puas
                        memanfaatkan pelayanan rawat inap
                                                                      80
                  7.    Persentase Penduduk yang tercakup
                        Jaminan Pembiayaan Kesehatan
13



D. Perubahan Paradigma

   Dewasa ini, dalam penyelenggaraan pembangunan pelayanan umum, telah terjadi
   pergeseran Pardigma:

   1.   Prinsip Bottom-up

        Upaya mengubah pendekatan top-down menjadi bottom-up secara nyata telah
        dilakukan. Sejak tahun 1985, telah digalakkan melalui konsep pendekatan
        pembangunan kota yang dikenal sebagai Program Pembangunan Prasarana
        Kota Terpadu (P3KT). Hal ini tampak dari Enam Prinsip Kebijaksanaan
        Pembangunan Perkotaan di Indonesia tahun 1987 yang meliputi:

        a.   Pada prinsipnya pembangunan prasarana perkotaan serta pengoperasian
             dan pemeliharaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah
             Kabupaten/Kota, dengan bantuan Pemerintah Propinsi dan Pemerintah
             Pusat.

        b.   Perencanaan, penyusunan program dan identifikasi prioritas investasi
             untuk kegiatan-kegiatan pembangunan (prasarana) perkotaan akan terus
             ditingkatkan melalui suatu pendekatan desentralisasi dan bottom-up,
             dimana Pemerintah Kabupaten/Kota bertanggung jawab dalam perumusan,
             pelaksanaan dan pengoperasian dan pemeliharaan program-program yang
             mencerminkan kebutuhan serta kendala-kendala setempat.

        c.   Untuk meningkatkan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota dalam
             proses P3KT, perlu ditingkatkan pula kemampuan untuk menilai dan
             memobilisasi sumber daya setempat serta mengoptimalkan pemanfaatan
             sumber daya yang ada.

        d.   Sesuai dengan prinsip desentralisasi tanggung jawab pembangunan
             prasarana perkotaan, Pemerintah Pusat diharapkan dapat menyempurnakan
             system pembiayaan pembangunan prasarana kota.

        e.   Kemampuan untuk melaksanakan kegiatan pembangunan perkotaan secara
             lebih efektif dalam rangka memperkuat peranan dan tanggung jawab
             Pemerintah Daerah ditingkatkan melalui kegiatan-kegiatan pengembangan
             kelembagaan melalui program pengembangan sumber daya manusia yang
             terkoordinasi.

        f.   Koordinasi dan konsultasi antar instansi dan tingkat pemerintah Pusat,
             Propinsi, Kabupaten/Kota yang terkait dalam pembangunan prasarana
             perlu diperkuat. Hal ini diperlukan untuk menciptakan kondisi yang
             mendukung penyiapan program di samping bantuan teknis dari tingkat
             pemerintahan yang lebih tinggi, penilaian program, kesepakatan besarnya
             kontribusi pendanaan (misalnya hibah/pinjaman pemerintah pusat) dan
14


             implementasi program, serta untuk penelaahan dan perumusan usulan bagi
             kebijaksanaan sektoral pada masa yang akan datang.

   2.   Desentralisasi

        Derajat partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan proses pembangunan
        semakin meningkat dengan diberlakukannya otonomi daerah. Profil Daerah
        Kabupaten dan Kota dengan tahun dasar 1995 yang dimuat di Harian Kompas
        dan kemudian diterbitkan dalam bentuk buku ‘Profil Daerah Kabupaten dan
        Kota’ menarik untuk dijadikan piranti Bencmarking.

   3.   Pemerintah sebagai enabler

        Pemerintah bukan sebagai penyedia seluruh dana dan pelayanan. Dengan
        sumberdaya dan kapasitas yang terbatas, maka pendekatan strategis terhadap
        masalah perkotaan lebih terfokus pada hal-hal sebagai berikut;

        a. Usaha-usaha yang dipusatkan pada pelayanan yang mempuyai dampak
           strategis, dan yang tidak dapat dikelola secara efisien oleh sektor swasta,
           organisasi kemasyarakatan atau perorangan.

        b. Menciptakan kerangka dan struktur yang sesuai untuk kemungkinan sektor
           swasta dan organisasi kemasyarakatan menyumbangkan pelayanan.

        c. Mendorong sektor swasta antara lain melalui deregulasi, penetapan harga
           yang sesuai dengan kebijaksanaan fiskal, melalui manajemen pertanahan
           dan konsolidasi lahan misalnya, atau melalui penggunaan jasa pihak ketiga
           untuk tugas-tugas seperti konstruksi, pengumpulan dan pembuangan
           sampah, dan sebagainya, yang kesemuanya bertujuan untuk meningkatkan
           pengadaan pelayanan.

        Prospek dan kebutuhan pengembangan kelembagaan yang diharapakan harus
        ditetapkan dalam Rencana Tindak Pengembangan Kelembagaan atau Local
        Institutional Development Action Plant (LIDAP) yang menggariskan cara-cara
        untuk meningkatkan kemampuan manajemen dan kelembagaan di Kabupaten/
        Kota. Bantuan teknis dari tingkat lebih tinggi atau konsultan luar negeri yang
        diperlukan harus dicantumkan pula dalam program untuk pelaksanaan,
        manajemen, serta pengoperasian dan pemeliharaan.


E. Latihan

   Latihan 1: Pertanyaan kepada peserta dilakukan secara bergiliran
   1.   Sebutkan paling sedikit 7 tujuan-tujuan pembangunan millenium (MDGs)!
   2.   Sebutkan tantangan pembangunan yang dirasakan masih sangat tinggi untuk
        dikelola di daerah!
   3.   Sebutkan kendala yang dihadapi usaha dan proses pembangunan yang
        dirasakan masih sangat berat untuk dikelola di daerah!
15


     4.   Dalam penyelenggaraan pembangunan pelayanan umum, dewasa ini, telah
          terjadi pergeseran pardigma pembangunan.

          Sebutkan paling sedikit 3 unsur perubahan paradigma dimaksud dan apa
          dampaknya kepada cara pengelolaan pembangunan di daerah

     5.   Apa yang perlu ditetapkan dalam mengembangkan prospek dan kebutuhan
          pengembangan kelembagaan yang diharapkan untuk meningkatkan
          kemampuan manajemen dan kelembagaan pembangunan di Kabupaten/ Kota



     Latihan 2: Pertanyaan untuk diskusi kelompok (peserta dibagi 2 kelompok)

     Kelompok 1:

     Diskusikan dan tarik kesimpulan dengan menggunakan analisis SWOT bagaimana
     gambaran keadaan eksisting kondisi pembangunan di daerah yang selanjutnya akan
     dijadikan base line untuk menetapkan sasaran atau target-target kedepan.

     Gunakan sektor sektor yang menjadi kebutuhan utama masyarakat di daerah

     Kelompok 2:

     Diskusikan dampak dari adanya perubahan paradigma pembangunan yang
     mengedepankan prinsip bottom up terhadap cara cara pembangunan di daerah.

     Kaitkan perubahan paradigma tersebut dengan prinsip transparansi, partisipasi dan
     akuntabiltas dalam proses pembangunan.


F.   Rangkuman

     Mengikuti alur pikir manajemen strategis, keadaan eksisting harus diidentifikasi
     sebelum penetapan sasaran kedepan. Keadaan eksisting diperoleh melalui analisis
     SWOT, yang selanjutnya dijadikan base line untuk menetapkan sasaran atau target-
     target kedepan, gambaran beberapa keadaan eksisting disusun dengan mengacu
     kepada tujuan-tujuan pembangunan millenium (MDGs). Adapun tujuan-tujuan
     milineum tersebut adalah sebagai berikut.

           Tujuan pertama     :   Menurunkan sampai 50 persen proporsi orang yang
                                  hidup dalam kondisi kemiskinan
           Tujuan kedua       :   Persamaan pendidikan bagi tiap anak perempuan
                                  dan laki-laki
           Tujuan ketiga      :   Memajukan kesetaraan jender
           Tujuan keempat     :   Menurunkan angka kematian anak balita sebesar dua
                                  pertiga antara tahun 2000 dan 2015
           Tujuan kelima      :   Meningkatkan kesehatan maternal dengan cara
                                  menurunkan AKI (angka kematian ibu) sebesar tiga
16


                             perempat antara 2000-2015
       Tujuan keenam     :   Memerangi      dan    menghentikan   penyebaran
                             HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya.
       Tujuan ketujuh    :   Menghentikan perusakan lingkungan (target 10 air
                             bersih & sanitasi)

Melihat dari tujuan yang akan dicapai dalam pembangunan milennium diatas maka
tantangan yang harus dihadapi adalah sebagai berikut:

1.   Kemiskinan
2.   Pendidikan
3.   Kesetaraan Jender
4.   Kesehatan
5.   Lingkungan

Tantangan pembangunan yang tinggi tersebut, kecuali disebabkan oleh masih
tingginya pertumbuhan penduduk perkotaan juga oleh:

1.   Target-target pembangunan yang belum tercapai pada tahun-tahun yang lalu
2.   Terjadi ‘jeda pembangunan’ sejak terjadinya krisis ekonomi 1997
3.   Kesehatan
BAB III
                   KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA



               Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu:
               memahami strategi kemitraan pemerintah swasta dalam
               penyediaan pelayanan umum, serta bentuk-bentuk kemitraan.



A. Pendahuluan

   Pemerintahan Daerah dihadapkan pada kenyataan bahwa investasi yang diperlukan
   untuk pembangunan daerah, baik untuk pembangunan prasarana dan sarana dasar
   maupun untuk penggalian potensi daerah dan penciptaan lapangan pekerjaan sangat
   besar.

   Kendala yang dihadapi Pemerintahan Daerah saat ini utamanya adalah masalah
   pendanaan. Dengan terbatasnya kemampuan APBN/APBD, beberapa opsi
   pembiayaan yang perlu dipertimbangkan dalam pembangunanan antara lain adalah
   pinjaman, obligasi dan investor. Sesungguhnya, pinjaman jangka panjang yang
   dapat digunakan untuk pembangunan bagi credit-worthy PEMDAs and BUMDs
   meliputi: Penerusan Pinjaman (SLA), Rekening Pembangunan Daerah (RDA/RPD),
   Partisipasi Penanaman Modal Sektor Swasta, Obligasi Pendapatan dan Pinjaman
   Komersial (BPD & Bank Komersial). Akan tetapi, disebabkan tingginya pinjaman
   luar negeri pemerintah sekarang ini, sedangkan di lain pihak pinjaman jangka
   panjang dengan bunga rendah sukar diperoleh, maka sumber pembiayaan melalui
   pasar modal/ obligasi dan investor melalui kemitraan pemerintah dengan swasta
   dapat dijadikan alternatif dalam pembiayaan program-program pembangunan
   daerah.

   Menneg Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas mengakui bahwa pemerintah
   hanya mampu membiayai maksimal 20% dari total kebutuhan negara dari PDB,
   sedangkan sisanya diharapkan dari peran swasta. Prof Dr. Boediono menyatakan:
   ’to reduce shortage and avoid the harmful effects of inadequate and poor
   infrastructure, because of the sheer size of the financing gap, Private Setor
   Participation has to be increased’.

   Dalam Bab ini akan dibahas tentang sumber pembiayaan penyediaan pelayanan
   umum melalui Kemitraan Pemerintah-Swasta (KPS). Meskipun strategi ini telah
   lama disosialisasikan dan penerapannya telah banyak dilakukan di beberapa daerah
   dalam penyediaan pelayanan umum, tetapi pengertiannya sering masih kurang tepat,
   rancu dengan swastanisasi. Oleh karena itu, penyajian dalam Bab ini juga akan
   mencakup pengertian dasar.

   KPS bukan swastanisasi. Dalam KPS, kepemilikan sarana dan prasarana tetap pada
   Pemerintah, meskipun Sektor Swasta yang membangun dan membiayai. Jadi setelah
   kontrak KPS berakhir, pihak swasta mentransfer sarana dan prasarana yang




                                          17
18


   dipelihara dan dilakukan penggantian aset yang usiagunanya habis melalui biaya
   depresiasi yang telah diperhitungkan, kepada Pemerintah Daerah.


B. Pengertian

   Kemitraan (partnership) secara umum diartikan kerjasama antara dua pihak atau
   lebih dalam rangka mencapai tujuan bersama. Konsep dasar kemitraan adalah
   bahwa dalam mewujudkan tujuan, pihak yang bermitra harus mampu saling
   memperkuat, saling menutup kelemahan dan secara bersama mengelola resiko. Oleh
   karenanya, dalam membentuk kemitraan, masing-masing pihak harus memiliki
   keunggulan komparatif yang dibutuhkan oleh pihak mitra.

   Dengan demikian kemitraan akan mampu:

   1.   Meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan kegiatan
   2.   Menghasilkan keluaran yang lebih baik.

   1.   Macam Kerjasama

        Sesungguhnya, partisipasi sektor swasta dalam pembangunan daerah melalui
        kerjasama dengan pemerintah daerah berdasarkan kontrak memiliki variasi
        bentuk yang sangat luas. Misalnya dalam pembangunan prasarana pelayanan
        dasar. Jika proses pembangunannya mengikuti siklus UNIDO (United Nation
        Industrial Development Organization) yang tersusun dari 3 (tiga) tahapan
        dengan kegiatan-kegiatan seperti dalam tabel di bawah

               Tahap                                Kegiatan
         1. Persiapan       a. Identifikasi gagasan proyek atau analisis
                               pendahuluan
                            b. Studi pendahuluan
                            c. Studi Kelayakan
                            d. Evaluasi dan keputusan investasi.
         2. Pelaksanaan     a. Mulai melaksanakan proyek
                            b. Menyiapkan perincian desain-engineering
                            c. Menyusun jadwal
                            d. Mengadakan kontrak dan pembelian
                            e. Pembangunan (konstruksi)
                            f. Pra-operasi dan start-up.
         3. Operasi         Operasi instalasi

        Maka pemerintah/pemerintah daerah dapat bekerjasama dengan pihak swasta
        untuk melaksanakan salah satu atau beberapa kegiatan. Dalam studi kelayakan
        atau desain misalnya, Pemerintah Daerah dapat bekerjasama dengan konsultan
        untuk pelaksanaannya. Sedangkan dalam pekerjaan konstruksi, Pemerintah
        dapat memanfaatkan jasa kontraktor melalui beberapa pilihan bentuk kontrak
        kerjasama; seperti kontak pengadaan material, kontrak konstruksi, sampai
        dengan kontrak turn-key. Dalam kerjasama seperti itu, pihak pemerintah
        bertindak sebagai pemberi kerja dan penyandang dana.
19


        Kerjasama Pemerintah Swasta yang akan dibahas dalam Modul ini adalah
        kerjasama dimana pihak swasta sebagai penyandang dana.


C. BOT dan Konsesi

   Kerjasama Pemerintah dengan pihak swasta berdasarkan kontrak di mana pihak
   swasta bertindak sebagai penyandang dana (investor) memiliki dua bentuk dasar
   yaitu BOT dan Konsesi.

   1.   BOT (Build Operate and Transfer)

        a.   Pengertian

             Kontrak Bangun Kelola Alih Milik (BOT) adalah perjanjian kerjasama
             dimana mitra usaha bertanggung jawab membangun prasaran dan sarana
             termasuk membiayainya, yang kemudian dilanjutkan dengan pengo-
             perasian dan pemeliharaannya untuk suatu jangtka waktu tertentu, dan
             kemudian menyerahkan seluruh aset kepada Pemerintah tanpa penggantian
             biaya apapun.

             Untuk pengembalian modal investasi, biaya pengoperasian dan
             pemeliharaan serta keuntungan yang wajar, Mitra Usaha menerima
             pembayaran dari penanggung jawab proyek, yang pada umumnya
             menggunakan sistem pembayaran Take or Pay. Dengan sistem tersebut,
             penanggung jawab proyek akan membayar/membeli kapasitas yang
             dihasilkan oleh Mitra usaha sesuai dengan kesepakatan perjanjian
             kerjasama.

             Untuk memberikan gambaran tentang proyek BOT, kita ambil contoh
             kerjasama Pemerintah-Swasta dalam penyediaan air minum bagi
             masyarakat Daerah melalui Perusahaan Daerah Air Minum seperti di
             bawah.

              1)   B      Pihak swasta melaksanakan pembangunan          Instalasi
                          Pengolahan Air (IPA) termasuk pembiayaannya

              2)   O      Pihak swasta mengoperasikan IPA (termasuk memelihara)
                          dan menjual air olahan kepada PDAM
                          (pelayanan air minum kepada masyarakat dilakukan oleh
                          PDAM)

              3)   T      Setelah masa kontrak selesai, pihak swasta menyerahkan
                          (alih milik) IPA kepada PDAM.
20




          SWASTA       Take-or-Pay         PDAM




         IPA BARU              EKSISTING




                                Gambar 8 . BOT

b.   Apa yang membuat BOT unik?

     Unsur yang unik pada suatu BOT untuk prasarana umum mencakup:

     1) Fasilitas dibangun dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
        masyarakat akan prasarana.
     2) Umumnya sangat padat modal dan membutuhkan dana dalam jumlah
        besar untuk membangunnya. Dimana pengembalian modal relatip
        lama.
     3) Dicirikan dengan seperangkat perjanjian kontrak yang rumit, yang
        mengikat     masing-masing       pihak    dalam     transaksi   untuk
        melaksanakannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut.
     4) Pendapatan sektor swasta diperoleh dengan menjual produk layanan
        yang dihasilkan fasilitas selama periode kontrak, sesuai dengan syarat
        perjanjian antara pihak swasta dengan badan pemerintah.
     5) Resiko diidentifikasikan oleh pihak-pihak dalam transaksi dan
        ditransfer kepada pihak yang paling mampu menangani resiko
        tersebut dengan biaya serendah mungkin.

c.   Bagaimana kontrak BOT terstruktur?

     Struktur BOT kadang kala berbentuk jaring kesepakatan yang rumit yang
     melibatkan banyak peserta. Struktur yang rumit ini penting untuk dipahami
     pada saat melaksanakan kontrak. Struktur tersebut secara singkat :

     1) Jangka waktu kontrak harus cukup untuk mengembalikan hutang dan
        memberikan keuntungan yang disesuaikan dengan resiko kepada para
        investor.
     2) Permintaan akan layanan dijamin oleh otoritas pemerintah (badan
        yang mengontrak).
     3) Fasilitas akan ditransfer ke pemerintah sebagai milik pemerintah pada
        akhir periode kontrak. Kontrak harus menyebutkan secara jelas
        bagaimana pengalihan kepemilikan dilakukan dan keharusan pihak
        swasta menyiapkan fasilitas yang akan diserah terimakan. Sektor
21


        pemerintah harus menyiapkan unit untuk menangani pemindah
        tanganan ini.
     4) Di saat pengakhiran kontrak, sering kali terdapat penyediaan layanan
        untuk dilanjutkan. Hal ini dapat dilaksanakan untuk memastikan
        bahwa transisi yang mulus dalam manajemen dapat terjadi.

d.   Kendala dalam kontrak BOT

     Terdapat banyak kendala dalam memasuki kontrak jenis ini. Tidak sedikit
     yang diakibatkan oleh kesalah pahaman mengenai persyaratan, peran
     sektor pemerintah dan sektor swasta. Dalam konteks ini, kita harus
     mempelajari beberapa kendala penting dalam kontrak BOT, yaitu:

     1) Kerumitan paket penetapan harga. Kerumitan ini dicirikan oleh
        proyek besar dengan periode maturitas yang panjang sehingga
        mengharuskan keuangan proyek diselesaikan. Kebutuhan pembiayaan
        proyek ini menimbulkan dokumen hukum yang rumit, yang
        umumnya, belum dikenal oleh badan pemerintah daerah yang
        bertanggung jawab untuk memberikan layanan kepada masyarakat.
        Pengelola utilitas harus mulai mempelajari keahlian baru, memahami
        lingkungan kontrak yang rumit, mempelajari syarat dan ketentuan
        dalam pembiayaan dan pengontrakan. Situasi ini sering kali membuat
        otoritas lokal kewalahan, sehingga mengakibatkan kemacetan dalam
        negosiasi. Program yang berhasil adalah yang telah mendapatkan
        keahlian yang sesuai melalui konsultan, yang telah mengembangkan
        organisasi pemerintah pusat untuk memudahkan transaksi dan yang
        telah melatih staf pemerintahan lokal mengenai unsur penting dalam
        pembiayaan.

     2) Penetapan harga dan syarat kontrak seringkali menjadi permasalahan.
        Harga untuk layanan dinilai terlalu rendah dari yang ditawarkan oleh
        sektor swasta. Pada umumnya, pandangan ini terjadi karena badan
        pelaksana tidak memproyeksikan secara tepat data mengenai biaya
        unit proyek. Permasalahan lain adalah yang menyangkut syarat
        kontrak yang mengharuskan ditransfernya resiko tertentu. Unsur
        transfer resiko ini dapat menyangkut masalah unsur ambil atau bayar,
        keadaan kahar, penyelesaian perselisihan dan permasalahan lain yang
        menghalangi kesimpulan yang teratur dari pada kontrak.

     3) Kepekaan atas aspek politik sering kali timbul dalam diskusi. Hal ini
        termasuk tarif yang ditetapkan terlalu rendah untuk disubsidikan
        melalui pendapatan pajak atas dasar gagasan untuk menswastakan
        utilitas. Permasalahan kepekaan ini dapat diatasi dengan memberikan
        pemahaman kepada pemerintah mengenai manfaat badan usaha
        swasta dalam penyediaan layanan.
22


2.   Kontrak Konsesi

     a.   Pengertian

          Menurut      International     Finance      Corporation, Concession:”An
          arrangement whereby a private party leases assets for service provision
          from a public authority for an extended period and has responsibility for
          financing specified new fixed investments during the period; the assets
          revert to public sector at expiration of the contract”.

          Kontrak konsesi adalah bentuk kerjasama dimana mitra usaha diberi hak
          tertentu untuk melakukan pengelolaan, investasi, rehabilitasi, pemeli-
          haraan, pelayanan, menagih dan menerima pembayaran dari pelanggan/
          penerima jasa. Selama masa konsesi, pemegang konsesi memberikan
          pembayaran tertentu kepada penanggung jawab proyek. Setelah
          berakhirnya masa kontrak, yang biasanya lebih panjang dari pada BOT,
          semua aset kembali kepada penanggung jawab proyek.

          Untuk memberikan gambaran perbedaan dengan BOT, kita ambil contoh
          kerjasama Pemerintah-Swasta dalam penyediaan air minum seperti di atas.




                                  SWASTA




            Baru                  Eksistin
                                     g


                              Gambar 9. Model Konsesi


          Dalam kontrak konsesi, pelayanan kepada masyarakat dilaksanakan oleh
          pihak sawasta. Kerjasama konsesi realisasinya adalah sebagai berikut:

          1) Pihak swasta menyewa sistem eksisting, memperbaiki, memelihara
             dan mengoperasikannya untuk memberikan pelayanan kepada
             masyarakat.
          2) Pihak swata membangun Sistem Baru dan mengoperasikannya untuk
             memberikan pelayanan kepada masyarakat.
          3) Setelah masa kontrak selesai, pihak swasta menyerahkan (alih milik)
             IPA kepada PDAM.
23


     Dalam kontrak konsesi, pihak swasta bertanggung jawab atas keseluruhan
     pengoperasian dan program perbaikan sistem yang telah dimiliki oleh
     otoritas pemerintah. Pihak swasta juga bertanggung jawab untuk
     membiayai, membangun dan mengoperasikan instalasi baru guna
     meningkatkan cakupan pelayanan, yang pada akhir masa konsesi harus
     dialih milikkan ke pihak pemerintah. Berbeda dengan BOT, dalam konsesi
     pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh sektor swasta.

     Dalam kontrak konsesi, kepemilikan seluruh asset tetap pada otoritas
     pemerintah. Meskipun sesuai kontrak tanggung jawab lainnya dilimpahkan
     kepada sektor swasta, tetapi sektor pemerintah tetap memiliki peran
     kepengaturan dan monitoring kinerja pihak swasta. Kompensasi sektor
     swasta dengan sendirinya adalah berdasarkan kinerja.

b.   Tanggung jawab masing-masing pihak

     Kontraktor swasta menerima seluruh tanggung jawab otoritas pemerintah.
     Mereka mempertahankan tanggung jawab atas pengoperasian, perawatan
     dan investasi modal. Dalam segala aspek, perusahaan swasta tersebut
     bukan merupakan agen bagi otoritas pemerintah. Investasi modal
     umumnya dirancang untuk periode tahun tertentu dengan keuntungan yang
     memadai bagi kontraktor sektor swasta. Pada saat investasi dilakukan,
     kepemilikan asset tetap ditangan otoritas pemerintah dan pembayaran
     kembali hutang dijadwalkan sesuai dengan penagihan tarif.

c.   Kegunaan kontrak konsesi

     Karena kontrak jenis ini melepaskan semua kekuasaan pengoperasian dan
     investasi kepada sektor swasta, maka hanya akan dapat dilaksanakan
     dalam skala besar. Artinya, otoritas pemerintah harus melepaskan kendali
     atas sistem secara keseluruhan. Model ini hanya memiliki satu kegunaan.

d.   Syarat dan ketentuan kontrak konsesi yang umum

     Kontrak konsesi harus memiliki syarat dan ketentuan yang jelas.
     Umumnya ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:

     1) Periode pengoperasian jangka panjang, antara 20 - 30 tahun. Periode
        ini harus cukup panjang agar perbaikan investasi dapat dilakukan
        dalam 5 hingga 10 tahun pertama, dan agar dapat dihasilkan
        pendapatan untuk membayar kembali hutang atas pinjaman.

     2) Pihak swasta harus memiliki hak eksklusif atas sistem selama jangka
        waktu kontrak. Ia dikompensasikan berdasarkan kinerja, sehingga
        harus mengandalikan semua aspek dari kinerja tersebut. Jika tidak
        diberikan kendali total, tolak ukur yang mungkin telah dipilih dapat
        menjadi sasaran perubahan yang tak terkendali.
24


            3) Jika terdapat investasi apapun dan untuk terus mendorong sektor
               swasta memperbaiki sistem yang perlu diperluas, provisi kontrak
               mengharuskan kompensasi dibayarkan kepada kontraktor sektor
               swasta untuk investasi tanpa amortisasi di akhir perjanjian.
               Pengakhiran ini dapat terjadi sebagai akibat selisih waktu atau
               pengakhiran yang tidak diinginkan sebagai akibat kelalaian.
               Bagaimanapun juga, investasi modal yang terjadi harus disadari
               selama periode pengoperasian.

   3.   Investasi dan Resiko

        Dilihat dari resiko dan waktu kontrak, pada umumnya kontrak konsesi akan
        lebih besar. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi yang harus ditanamkan.
        Jika dilihat pada gambar di bawah, kewenangan yang diberikan kepada mitra
        swasta pada kontrak konsesi akan lebih besar dari kontrak BOT. Dalam kontrak
        konsesi operasional sampai dengan pelayanan kepada pelanggan termasuk
        penerimaan pembayaran dilakukan oleh pihak swasta. Kontrak konsesi
        diterapkan jika belum ada penyedia pelayanan oleh badan pemerintah daerah
        atau oleh karenha kinerja penyedia pelayanan dari BUMD atau pemerintah
        daerah tidak baik.




                                                                  KONSESI

                               TINGKAT
                                RESIKO                      BOT
                               SWASTA
                                                  KONTRAK
                Investasi




                                                   SEWA

                                        KONTRAK
                                         KELOLA
                                                          TINGKAT
                             KONTRAK                    KEWENANGAN
                            PELAYANAN                     SWASTA


                                   Jangka Waktu Kontrak KPS


                                    Gambar 10. Tingkat resiko


D. Perkembangan Kemitraan Pemerintah Swasta

   Kenyataan yang berkembang dewasa ini memperlihatkan banyak pelaksanaan
   pembangunan, khususnya di negara berkembang, menerapkan strategi kemitraan
   pemerintah swasta. Peran sektor swasta dalam pembangunan dan penyediaan
   pelayanan masyarakat di Indonesia akan cenderung terus meningkat.
   Kecenderungan tersebut beralasan jika memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
25


1.   Kebutuhan prasarana yang sangat besar akan terus berkembang seiring dengan
     pertumbuhan perkotaan dan dalam kerangka untuk mempertahankan laju
     pertumbuhan ekonomi, sedangkan dana pembangunan pemerintah terbatas.

2.   Di samping itu, dengan kesepakatan yang baru melalui ASEAN dan APEC,
     Indonesia memasuki era globalisasi dan integrasi regional, sehingga harus
     bersaing langsung dengan negara tetangganya dalam hal investasi dan hasil
     produksi. Dalam meningkatkan daya saingnya, kita dihadapkan kepada banyak
     masalah diantaranya adalah efektifitas dan efisiensi, serta kemampuan
     menghasilkan mutu yang bersaing.

3.   Dalam usaha meningkatkan efektivitas dan efisiensi, masuknya sektor swasta
     melalui kompetisi secara transparan dapat menjawab tantangan tersebut.

4.   Sering kali, dalam proses pembangunan diperlukan penerapan teknologi
     mutakhir, khususnya untuk meningkatkan mutu keluaran dan efektivitas
     pembiayaan. Transfer teknologi untuk tujuan tersebut akan dimungkinkan
     melalui kerjasama pemerintah dengan sektor swasta.

Implementasi KPS di Indonesia telah masuk ke banyak sektor seperti: penyediaan
air minum, kesehatan, pendidikan dan transportasi. Dalam usaha percepatan
pembangunan, telah diterbitkan Perpres 67/2005 Tentang Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur sebagai pengganti Keppres
7/1998.

Tujuannya adalah untuk mempercepat penyediaan infrastruktur dalam rangka
meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, serta meningkatkan
daya saing Indonesia dalam pergaulan global.

Prinsipnya adalah:

1.   Adil
2.   Terbuka
3.   Transparan
4.   Bersaing
5.   Bertanggung gugat
6.   Saling menguntungkan
7.   Saling membutuhkan


Adapun jenis infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha
mencakup

1.   Infrastruktur transportasi
2.   Infrastruktur jalan
3.   Infrastruktur pengairan
4.   Infrastruktur air minum
5.   Infrastruktur air limbah
6.   Infrastruktur telekomunikasi
26


   7.   Infrastruktur ketenagalistrikan
   8.   Infrastruktur minyak dan gas bumi


E. Latihan

   Latihan 1: Pertanyaan kepada peserta dilakukan secara bergiliran

   1. Kenyataan bahwa investasi yang diperlukan untuk pembangunan daerah, baik
      untuk pembangunan prasarana dan sarana dasar maupun untuk penggalian
      potensi daerah dan penciptaan lapangan pekerjaan sangat besar.

        Sebutkan beberapa strategi dalam rangka usaha yang bisa dilakukan pemda
        untuk dapat menutupi biaya investasi tersebut ?

   2. Jelaskan pengertian serta tujuan mendasar tentang KPS! Jelaskan pula
      perbedaan antara swastanisasi dengan kemitraan!

   3. Sebutkan macam macam kerjasama yang banyak dilakukan antara pemerintah
      dengan pihak swasta! Sebutkan pula karakteristik dari masing masing bentuk
      kerjasama tersebut!

   4. Sebutkan syarat dan ketentuan kontrak konsesi yang umum dilakukan antara
      pemda dengan swasta! Apa kegunaan kontrak konsesi? Sebutkan di daerah anda
      infrastruktur mana saja yang paling mungkin di kelola dengan cara kontrak
      konsesi! Apa kendala yang dihadapi untuk mengembangkan pola hubungan
      kerjasama semacam ini di daerah anda?

   Latihan 2: Pertanyaan untuk diskusi kelpompok (peserta dibagi 2 kelompok)

   Kelompok 1:

   Diskusikan bagaimana Investasi dan Resiko yang dihadapi bila pengembangan
   pelayanan air minum sebagai salah satu kebutuhan masyarakat di kelola dengan cara
   kerjasama antara pemerintah / PDAM dengan puhak swasta

   Kelompok 2:

   Diskusikan dengan menggunakan dasar hukum Perpres 67/2005 Tentang Kerjasama
   Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (sebagai pengganti
   Keppres 7/1998):

   a.   Apa tujuan KPS dalam penyediaan infrastruktur ?
   b.   Bagaimana penerapan prinsip prinsip good governance tersebut dibawah ini,
        dalam pengelolaannya di lapangan untuk mendapatkan manfaat “win – win
        solution”?
        1.    Adil
        2.    Terbuka
        3.    Transparan
        4.    Bersaing
27


          5.   Bertanggung gugat
          6.   Saling menguntungkan
          7.   Saling membutuhkan


F.   Rangkuman

     Pemerintahan Daerah dihadapkan pada kenyataan bahwa investasi yang diperlukan
     untuk pembangunan daerah, baik untuk pembangunan prasarana dan sarana dasar
     maupun untuk penggalian potensi daerah dan penciptaan lapangan pekerjaan sangat
     besar. Kendala yang dihadapi Pemerintahan Daerah saat ini utamanya adalah
     masalah pendanaan. Salah satu upaya untuk mengatasi kendala tersebut adalah
     Kemitraan Pemerintah-Swasta (KPS). Meskipun strategi ini telah lama
     disosialisasikan dan penerapannya telah banyak dilakukan di beberapa daerah dalam
     penyediaan pelayanan umum, tetapi pengertiannya sering masih kurang tepat, rancu
     dengan swastanisasi. KPS bukan swastanisasi. Dalam KPS, kepemilikan sarana dan
     prasarana tetap pada Pemerintah, meskipun Sektor Swasta yang membangun dan
     membiayai.

     Kemitraan (partnership) secara umum diartikan kerjasama antara dua pihak atau
     lebih dalam rangka mencapai tujuan bersama. Konsep dasar kemitraan adalah
     bahwa dalam mewujudkan tujuan, pihak yang bermitra harus mampu saling
     memperkuat, saling menutup kelemahan dan secara bersama mengelola resiko.

     Dengan demikian kemitraan akan mampu:

     1.   Meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan kegiatan
     2.   Menghasilkan keluaran yang lebih baik.

     Kerjasama Pemerintah dengan pihak swasta berdasarkan kontrak di mana pihak
     swasta bertindak sebagai penyandang dana (investor) memiliki bentuk dasar sebagai
     berikut;

     1.   BOT (Build Operate and Transfer) Kontrak Bangun Kelola Alih Milik (BOT)
     2.   Kontrak Konsesi
     3.   Investasi dan Resiko

     Kenyataan yang berkembang dewasa ini memperlihatkan banyak pelaksanaan
     pembangunan, khususnya di negara berkembang, menerapkan strategi kemitraan
     pemerintah swasta.

     Implementasi KPS di Indonesia telah masuk ke banyak sektor seperti: penyediaan
     air minum, kesehatan, pendidikan dan transportasi. Dalam usaha percepatan
     pembangunan, telah diterbitkan Perpres 67/2005 Tentang Kerjasama Pemerintah
     dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur sebagai pengganti Keppres
     7/1998.
28


Tujuannya adalah untuk mempercepat penyediaan infrastruktur dalam rangka
meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, serta meningkatkan
daya saing Indonesia dalam pergaulan global.

Prinsipnya adalah:

1.   Adil
2.   Terbuka
3.   Transparan
4.   Bersaing
5.   Bertanggung gugat
6.   Saling menguntungkan
7.   Saling membutuhkan
8.   Saling

Adapun jenis infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha
mencakup

1.   Infrastruktur transportasi
2.   Infrastruktur jalan
3.   Infrastruktur pengairan
4.   Infrastruktur air minum
5.   Infrastruktur air limbah
6.   Infrastruktur telekomunikasi
7.   Infrastruktur ketenagalistrikan
8.   Infrastruktur minyak dan gas bumi.
BAB IV
                      PENETAPAN SKALA PRIORITAS

               Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu :
               menetapkan skala prioritas sesuai dengan tingkat kebutuhan
               ketepatannya, sehingga pembangunan daerah menjadi lebih
               terarah menuju vsi yang telah ditetapkan.




A. Pendahuluan

   Kebutuhan banyak, dan akibat telah terjadinya jeda pembangunan, beberapa
   kebutuhan tersebut menjadi mendesak. Tetapi bagaimanapun juga, akibat
   keterbatasan kemampuan pembiayaan dan sumber daya lainnya, perlu dilakukan
   penetapan skala prioritas.



                                KEBUTUHAN BANYAK & MENDESAK




                            AIR
                           BERSIH


                                                                 SEKOLAH
                                PRASAR.
                                IBADAH

                                       LISTRIK               PRASAR.
                                                            OL.RAGA

                                               RUMAH
                                                SAKIT   JALAN




                         Gambar 11. Kebutuhan banyak dan mendesak


   Pengambilan keputusan terhadap pilihan-pilihan yang ada, memerlukan kriteria
   pemilihan. Sebagai contoh,

   Sering kriteria yang dipilih cukup bervariasi baik kuantitatif maupun kualitatif.
   Makin rumit permasalahan atau makin kritis seseorang akan semakin rumit
   analisisnya. Jika sumber kerumitan dalam penetapan pilihan adalah akibat
   beragamnya kriteria, maka analytical hierarchy process (disingkat AHP)




                                          29
30


   merupakan teknik untuk membantu menyelesaikan masalah itu. AHP diperkenalkan
   oleh Thomas L. Saaty pada periode 1971-1975 ketika di Wharton School.

   Dalam Bab ini kita akan membahas pemakaian AHP untuk penentuan prioritas.
   Pengenalan konsep akan langsung dilakukan pada setiap tahapan, melalui contoh.


B. Permasalahan Umum & Metode Pemilihan

   1.   Permasalahan Umum

        Proses pengambilan keputusan pada dasarnya adalah memilih suatu alternatif
        dari sekian banyak alternatif dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria
        pilihan. Misalnya, jika Anda harus mengambil keputusan untuk pembelian
        suatu mobil. Tersedia beberapa merek mobil sebagai alternatif pilihan. Jika kita
        strukturkan alur pikirnya, maka akan terbentuk gambar sebagai berikut:



                                                  Memiliki mobil yang memenuhi
                           TUJUAN
                                                  tuntutan logik dan emosional




                           ALTERNATIP/                      Toyota
                           PILIHAN                          Honda,
                                                             BMW




                                    Gambar 12. Tujuan dan alternatif

        Tentunya Anda harus set kriteria untuk menetapkan pilihan; mungkin
        kehandalan, pelayanan purna jual, efisiensi, harga beli, harga jual kembali,
        kenyamanan, dan yang menjadi sukar adalah jika Anda memasukkan kriteria
        yang berkaitan dengan otak kanan --- emosi.
31




          Tujuan




          Kriteria




          Pilihan




                           Gambar 13. Struktur Hirarkikal

     Kriteria kelompok kedua di atas bersifat kualitatif. Setelah kriteria kita
     masukkan, maka akan terstruktur menjadi seperti berikut:

2.   Model Pemilihan

     Model-model pengambilan keputusan yang dibuat sebenarnya merupakan
     usaha menyederhanakan masalah dan mempermudah manusia dari sisi logis.

     Bebarapa metode yang banyak diterapkan adalah:

     a.   Metode Kualitatif
          1) Brainstorming & Multivoting,
          2) Analisis Sebab Akibat,
          3) Focus Group,
          4) Benchmarking,
          5) Process Flowchart,
          6) Gap Analisys,
          7) Fish-Bone Diagram, dan lain-lain
     b.   Metode Kuantitatif
          1) Teknik Probabilitas
          2) Pohon Keputusan
          3) Linear Programming
          4) Statistik
          5) Game Theory
          6) dan lain-lain

     Model AHP adalah model pengambilan keputusan yang komprehensip,
     memperhitungkan hal-hal kuantitatif dan kualitatif sekaligus.
32


C. AHP

  1.   Prinsip Dasar Model AHP

       Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan input
       utamanya persepsi manusia. Model AHP menggunakan persepsi manusia yang
       dianggap expert sebagai input utamanya, sehingga sering dikenal dengan expert
       choice. Ekspert diartikan orang yang mengerti benar permasalahan yang
       diajukan, merasakan akibat suatu masalah atau punya kepentingan terhadap
       masalah tersebut. Misalnya,

       Dalam kelompok pengambilan keputusan, terutama untuk suatu permasalahan
       yang harus dipecahkan dari berbagai sudut pandang, dapat digunakan lebih dari
       satu ekspert. Misalnya, dalam perencanaan sebuah kota, apabila akan
       diterapkan model AHP akan menjadi kurang valid apabila hanya satu ekspert
       yang mengisi model tersebut.

       Dengan memakai ekspert atau responden lebih dari satu, dapat timbul masalah
       bagaimana mengatur proses pengisian persepsi. Ada dua cara umum yang biasa
       dipakai:

       a.   Cara konsensus

            semua responden yang berkumpul dalam satu ruang harus mengeluarkan
            satu penilaian saja untuk satu perbandingan.

       b.   Cara Pengisian Kuesioner

            para respondenden tidak harus kumpul dalam satu ruangan, tetapi dapat
            dihubungi secara terpisah dengan mengisi kuesioner. Pekerjaan tersulit di
            sini adalah bagaimana menghasilkan sebuah angka yang dapat mewakili
            keinginan semua responden untuk suatu perbandingan.

       Inilah salah satu keunggulan AHP apabila dikaitkan dengan kepentingan
       politik; bersifat lebih demokratis. Dalam proses perencanaan pembangunan,
       masyarakat dimungkinkan turut serta lewat proses pembuatan hirarki dan
       pengisian kuesioner bersama-sama aparat pemerintah. Melalui cara ini
       diharapkan persepsi masyarakat dapat diimengerti pemerintah dan
       diperhitungkan dalam perencanaan pembangunan. Sehingga pada akhirnya
       pembangunan bersifat bottom-up.

  2.   Tahapan

       Secara garis besar, aplikasi AHP dilakukan dalam dua tahap, yaitu penyusuan
       hirarki dan evaluasi hirarki.
33


   3.     Nilai Perbandingan

          Secara umum seseorang dapat menyatakan perbedaan hal-hal kualitatif dalam
          lima istilah, yaitu: sama, lemah, kuat, sangat kuat dan absolut. Dengan
          mendasarkan pada kelima istilah tersebut dan kompromi di antara istilah-istilah
          tersebut, maka secara keseluruhan dibutuhkan sembilan nilai yang berurutan.

                          Tabel I-3 Skala Perbandingan Berpasangan

        INTENSITAS
                                 DEFINISI
        KEPENTINGA                                             PENJELASAN
                                 VERBAL
            N
                         Kedua elemen sama       Kedua elemen yang sama terhadap
               1
                         pentingnya              tujuan
                         Elemen yang satu        Pengalaman dan pertimbangan sedikit
               3         sedikit lebih penting   memihak pada sebuah elemen
                         dari pada yang lain.    dibanding elemen lainnya
                         Elemen yang
                         mempunyai tingkat
                         kepentingan yang
                                                 Pengalaman judgment secara kuat
                         kuat terhadap yang
               5                                 memihak pada sebuah elemen
                         lain, jelas lebih
                                                 dibandingkan elemen lainnya.
                         penting dari elemen
                         yang lain

                         Satu elemen jelas
                                                 Satu elemen dengan disukai, dan
               7         lebih penting dari
                                                 dominasinya tampak dalam praktek.
                         elemen yang lainnya.
                         Satu elemen mutlak
                                                 Bukti bahwa satu elemen penting dari
               9         lebih dari elemen
                                                 elemen lainnya adalah dominan.
                         lainnya
                         Nilai-nilai tengah
                         diantara dua            Nilai ini diberikan bila diperlukan
            2,4,6,8
                         pertimbangan yang       adanya dua pertimbangan
                         berdampingan
                                                 Bila komponen I mendapat salah satu
                                                 nilai diatas (non zero), saat
        Kebalikan dari
                                                 dibandingkan dengan elemen J, maka
        nilai terbut
                                                 elemen J mempunyai nilai
        diatas
                                                 kebalikannya saat dibandingkan
                                                 dengan elemen J


D. Memahami AHP melalui Contoh Aplikasi

   Untuk memperoleh gambaran bagaimana AHP digunakan untuk menyusun suatu
   prioritas, berikut ini adalah suatu contoh.
34


Kasus: Memilih Sekolah

Masalah pemilihan sekolah ini dilakukan sendiri oleh Prof. Saaty penemu model
AHP untuk membantu anaknya dalam menentukan perguruan tinggi yang akan
dimasukinya setelah lulus dari sekolah menengah atas. Anak Prof Saaty mengalami
kesukaran untuk memilih tiga perguruan tinggi yang menerimanya sebagai
mahasiswa.

1.   Langkah 1: Menyusun Hirarki

     Hirarki AHP menetapkan bahwa dalam penentuan prioritas, harus dimulai
     dengan penetapan tujuannya. Kemudian menetapkan kriteria dan akhirnya ke
     alternatif-alternatif di mana pilihan akan dibuat.

         Tujuan       :   Memilih sekolah yang paling cocok atau memuaskan
                          bagi si anak
         Kriteria:    :   Kriteria yang dipertimbangkan dalam menentukan
                          pilihan sekolah adalah:
                          -    Proses belajar mengajar (PBM)
                          -    Lingkungan pergaulan (LP)
                          -    Kehidupan sekolah secara umum (KS)
                          -    Pendidikan kejuruan (PK)
                          -    Kualifikasi yang diminta (KUA)
                          -    Mutu kelas musiknya (KM)
         Pilihan      :   Perguruan tinggi yang telah menerima adalah:
                          -    Perguruan Tinggi A
                          -    Perguruan Tinggi B
                          -    Perguruan Tinggi C

     Bentuk hirarki yang kurang sesuai akan menghasilkan suatu model AHP yang
     kurang bermanfaat meskipun hirarki tersebut diisi oleh seorang ekspert yang
     memang kompeten dalam bidangnya.




                                 Gambar 14. Hirarki
35


2.   Langkah 2: Menyusun Perbandingan Berpasangan

     Langkah kedua adalah menetapkan perbandingan tingkat pentingnya kriteria,
     dengan skala 1 sampai 9. Kriteria dalam kolom 1 (dalam Tabel di bawah adalah
     PBM) diisi angka 1.

     Dalam Kasus ini, pertanyaan yang harus diajukan untuk menyusun matriks
     pairwise comparison adalah:
     a. Mana yang lebih penting antara PBM dibandingkan LP, KS, PK, KUA
         dan KM?
     b. Mana yang lebih penting antara LP dibandingkan KS, PK, KUA dan KM?
     c. Mana yang lebih penting antara KS dibandingkan PK, KUA dan KM?
     d. Mana yang lebih penting antara PK dibandingkan KUA dan KM?
     e. Mana yang lebih penting antara KUA dibandingkan KM?

     Responden

     Responden hirarki ini adalah Si Anak, karena ia memenuhi kriteria expert
     untuk masalah ini yaitu orang yang mengerti benar permasalahannya dan punya
     kepentingan akan masalah tersebut.
                             Tabel I-4. Perbandingan kriteria
                 PBM         LP       KS        PK       KUA        KM
      PBM          1
      LP          1/4        1
      KS          1/3        1/7       1
      PK           1         1/3       5         1
      KUA         1/3        5         5         1         1
      KM          1/4        1         6         3        1/3        1


     Diperoleh hasil perbandingan seperti dalam Tabel di atas, yang berarti:

      -    Kolom 2      PBM        PBM dinilai sebagai kriteria terpenting,
                        (diberi    -   4 x dibanding LP,
                        angka 1)   -   3x dibanding KS,
                                   -   sama dengan PK,
                                   -   3x dibanding KUA dan
                                   -   4x dibanding KM
      -    Kolom 3       LP         LP dinilai
                        (diberi    -   Lebih penting 7 x dibanding KS,
                        angka 1)   -   Lebih penting 3x dibanding PK,
                                   -   kalah penting dibanding KUA. (1/5 kali).
                                   -   sama pentingnya dengan KM.

      -    Kolom 4       KS         KS dinilai kurang penting
                        (diberi    -   dibanding PK (1/5),
                        angka 1)   -   dibanding KUA (1/5) dan
36


                                 -       dibanding KM (1/6)

          Kolom 5      PK         PK dinilai
                      (diberi    -   sama penting dengan KUA,
                      angka 1)   -   kalah penting terhadap KM (1/3)

          Kolom 6      KUA        KUA dinilai lebih penting
                      (diberi        Disbanding KM (3x).
                      angka 1)


     Dalam penetapan perbandingan perlu konsistensi. Contoh: Apabila mercedes 2
     x lebih mahal dari honda, sedangkan jaguar 2 x lebih mahal dari mercedes,
     maka jaguar 4 x lebih mahal dari honda. Apabila jeruk 2 x lebih enak dari
     pisang, sedangkan apel 3 x lebih enak dari jeruk, maka apel 6 x lebih enak dari
     pisang

     Selanjutnya kita isi matriks dengan poros diagonal kekanan bawah dengan
     angka kebalikannya.


                      PBM        LP          KS       PK      KUA        KM

         PBM            1            4        3        1        3          4

         LP            1/4           1        7        3       1/5         1

         KS            1/3       1/7          1       1/5      1/5       1/6

         PK             1        1/3          5        1        1        1/3

         KUA           1/3           5        5        1        1          3

         KM            1/4           1        6        3       1/3         1

                  Gambar 15. Matriks Perbandingan Berpasangan

3.   Langkah 3: Menghitung Nilai Bobot Prioritas

     Setelah matriks perbandingan selesai disusun, langkah selanjutnya adalah
     mengukur bobot prioritas kriteria. Hasilnya adalah ranking bobot prioritas dari
     kriteria-kriteria.
37


a.   Menghitung Jumlah Angka setiap Kolom

     Ubah angka elemen dalam matriks diatas menjadi bentuk desimal. Akan
     kita peroleh matriks seperti di bawah. Selanjutnya, jumlahkan elemen-
     elemen dalam setiap kolom.

                   Tabel I-5. Matriks Elemen dalam Desimal
               PBM         LP        KS       PK     KUA          KM
     PBM       1.000     4.000      3.000    1.000   3.000       4.000
     LP        0.250     1.000      7.000    3.000   0.200       1.000
     KS        0.333     0.143      1.000    0.200   0.200       0.167
     PK        1.000     0.333      5.000    1.000   1.000       0.333
     KUA       0.333     5.000      5.000    1.000   1.000       3.000
     KM        0.250     1.000      6.000    3.000   0.333       1.000

               3.166      11.476     27.000    9.200    5.733    9.500


b.   Menghitung Jumlah Angka setiap Kolom

     Oleh karena total bobot elemen dalam masing-masing kolom harus sama
     dengan 1, maka nilai bobot elemen diperoleh dengan membagi angka
     elemen dengan total bobot kolom. Contoh: pada matriks dibawah
     misalnya, angka elemen 1 kolom 1 diperoleh dari 1 dibagi 3,166 (lihat
     Tabel di atas).

                       Tabel I-6. Nilai Bobot Elemen Kriteria


               PBM          LP         KS        PK      KUA     KM
      PBM      0.316       0.349     0.111     0.109     0.523   0.421
       LP      0.079       0.087     0.259     0.326     0.035   0.105
       KS      0.105       0.012     0.037     0.022     0.035   0.018
       PK      0.316       0.029     0.185     0.109     0.174   0.035
      KUA      0.105       0.436     0.185     0.109     0.174   0.316
      KM       0.079       0.087     0.222     0.326     0.043   0.105


               1.000       1.000     0.999     1.001     0.984   1.000
38


c.   Menghitung Bobot Prioritas Kriteria

     Lakukanlah operasi horizontal, baris. Jumlahkan angka elemen kriteria
     pada setiap baris (kekanan). Pada matriks di atas, untuk baris PBM
     jumlahnya adalah 1,829 dan baris LP jumlahnya sama dengan 0,891.

               Tabel I-7. Bobot Prioritas Masing-masing Kriteria


                    PBM LP        KS      PK KUA KM Bobot Prioritas
               PBM 0.316 0.349 0.111 0.109 0.523 0.421 1.829        0.306
                LP 0.079 0.087 0.259 0.326 0.035 0.105 0.891 0.1489
                KS 0.105 0.012 0.037 0.022 0.035 0.018 0.229 0.0383
                PK 0.316 0.029 0.185 0.109 0.174 0.035 0.848 0.1417
              KUA 0.105 0.436 0.185 0.109 0.174 0.316 1.325 0.2214
               KM 0.079 0.087 0.222 0.326 0.043 0.105 0.862 0.1441


                    1.000 1.000 0.999 1.001 0.984 1.000 5.984       1.000

     Oleh karena total bobot harus sama dengan 1,000, maka untuk
     memperoleh angka bobot prioritas, bagi jumlah masing-masing angka
     bobot yang diperoleh dari penjumlahan elemen baris dengan total
     jumlahnya. Lihat Tabel di atas pada kolom ‘bobot’. Misalnya, untuk baris
     PBM, jumlah elemen untuk baris adalah 1,829, sedangkan total jumlah
     adalah bobot (kolom bobot) adalah 5,984, maka bobot prioritas untuk
     kriteria PBM sama dengan 0,306.

     Akhirnya ditemukan bobot untuk masing-masing kriteria yang telah dipilih
     adalah seperti pada kolom Prioritas dalam Tabel di atas. Jika kita
     gambarkan dalam bentuk struktur dihasilkan gambar di bawah.

                                  Memilih Sekolah
                                       1,000
      =


            PBM          LP          KS         PK            KUA       KM
            0,306   +   0,149 +     0,038 +    0,142 +        0,221 +   0,144


                        Gambar 16. Bobot Prioritas Kriteria
39


4.   Langkah 4: Menghitung Ranking Pilihan untuk setiap kriteria

     Pada tahap keempat, expert memberikan penilaian terhadap setiap pilihan yang
     dalam kasus ini adalah perguruan tinggi A, B dan C, berdasarkan masing-
     masing kriteria. Oleh karena ada 6 kriteria yang telah ditetapkan dalam
     pemilihan tersebut, maka akan dilakukan penilaian peringkat ketiga PT
     berdasarkan masing-masing kriteria, sehingga akan dihasilkan 6 hasil penilaian.

     a.   Ranking pilihan berdasarkan PBM

          Menurut pendapat expert dalam hal ini si Anak, proses belajar mengajar di
          PT. B adalah yang terbaik,

                         PT. A       PT. B        PT. C

           PT. A            1          1 /3         1 /2

           PT. B            3              1            3

           PT. C            2          1 /3             1


          Konversikan ke bentuk desimal.


                   PBM    PT. A      PT. B      PT. C

                 PT. A     1.000     0.333      0.500

                 PT. B     3.000     1.000      3.000

                 PT. C     2.000     0.333      1.000
                           6.000     1.667      4.500


          Ranking Perguruan Tinggi berdasarkan PBM ditemukan sebagai berikut.


                           PT. A    PT. B      PT. C                Ranking
                 PT. A      0.167    0.200      0.111       0.478    0.159

                 PT. B      0.500     0.600     0.667       1.767    0.589

                 PT. C      0.333     0.200     0.222       0.756    0.252
                                                            3.000    1.000
40


b.   Ranking pilihan berdasarkan LP

     Ternyata responden menganggap bahwa lingkungan pergaulan (LP) untuk
     ketiga perguruan tinggi yang menerimanya adalah sama, sehingga
     dihasilkan matriks sebagai di bawah.


                      PT. A       PT. B       PT. C
        PT. A           1           1           1
        PT. B           1           1           1
        PT. C           1           1           1


     Selanjutnya kita ubah menjadi bentuk desimal:


           LP         PT. A       PT. B      PT. C
        PT. A         1.000       1.000      1.000

        PT. B         1.000       1.000       1.000

        PT. C         1.000       1.000       1.000

                      3.000       3.000       3.000


     Dan selanjutnya dapat dihitung ranking pilihan berdasarkan LP.


            LP
                      PT. A       PT. B       PT. C                   Ranking
         PT. A          0.333       0.333       0.333      1.000        0.334

         PT. B          0.333       0.333       0.333      0.999        0.333

         PT. C          0.333       0.333       0.333      0.999        0.333
                                                           2.998        1.000

c.   Ranking pilihan berdasarkan KS

     Dinilai berdasarkan masalah kehidupan sekolah secara umum, responden
     menyatakan Perguruan Tinggi A dan C sama kuatnya, sedangkan B dinilai
     kurang.
41


                  PT. A          PT. B           PT. C
     PT. A          1              5               1
     PT. B         1/5             1              1/5
     PT. C          1              5               1

     Dengan cara yang sama dengan di atas, diperoleh rankning berdasarkan
     KS adalah sebagai berikut.

        KS
                  PT. A          PT. B           PT. C                    Ranking
     PT. A         0.4545         0.3333          0.4545         1.242       0.414

     PT. B        0.0909          0.1111          0.0909         0.293       0.098

     PT. C        0.4545          0.5556          0.4545         1.465       0.488
                                                                 3.000       1.000

d.   Ranking pilihan berdasarkan PK

     Penilaian terhadap pendidikan kejuruan, A dianggap terbaik dengan
     perbandingan cukup mencolok dibandingkan B dan C.


                     PT. A             PT. B        PT. C
       PT. A             1               9              7
       PT. B             1/9             1              1/5
       PT. C             1/7             5               1

             PK
                    PT. A           PT. B           PT. C                  Ranking
       PT. A         0.7975           0.600           0.854       2.251       0.750

       PT. B            0.0886           0.067           0.024    0.180       0.060

       PT. C            0.1139           0.333           0.122    0.569       0.190
                                                                  3.000       1.000

e.   Ranking pilihan berdasarkan KUA

     Penilaian terhadap kualifikasi sekolah, menghasilkan matriks seperti di
     bawah.
42


                     PT. A      PT. B       PT. C
       PT. A           1         1/2          1
       PT. B           2          1           2
       PT. C           1         1/2          1


         KUA
                     PT. A     PT. B       PT. C                 Ranking
       PT. A           0.250     0.250       0.250      0.750       0.250

       PT. B           0.500      0.500       0.500     1.500        0.500

       PT. C           0.250      0.250       0.250     0.750        0.250
                                                        3.000        1.000

f.   Ranking pilihan berdasarkan KM

     Terakhir adalah ranking perguruan tinggi berdasarkan mutu kelas musik.

                     PT. A      PT. B       PT. C
       PT. A           1          6           4
       PT. B          1/6         1          1/3
       PT. C          1/4         3           1


         KM
                     PT. A     PT. B       PT. C                Ranking
       PT. A           0.706     0.600       0.750      2.056      0.685

       PT. B           0.118      0.100       0.063     0.280       0.093

       PT. C           0.176      0.300       0.188     0.664       0.221
                                                        3.000       1.000



g.   Hasil Ranking

     Akhirnya diperoleh Nilai Ranking Perguruan Tinggi A, B, C berdasarkan
     kriteria yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut:
MODUL1
MODUL1
MODUL1
MODUL1
MODUL1
MODUL1
MODUL1

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Rancangan fredi Uswatun Coachee
Rancangan fredi Uswatun CoacheeRancangan fredi Uswatun Coachee
Rancangan fredi Uswatun Coacheetemanna #LABEDDU
 
RA - UPAYA PENINGKATAN KEMATANGAN UKPBJ DENGAN PEMENUHAN BUKTI DUKUNG VARIABE...
RA - UPAYA PENINGKATAN KEMATANGAN UKPBJ DENGAN PEMENUHAN BUKTI DUKUNG VARIABE...RA - UPAYA PENINGKATAN KEMATANGAN UKPBJ DENGAN PEMENUHAN BUKTI DUKUNG VARIABE...
RA - UPAYA PENINGKATAN KEMATANGAN UKPBJ DENGAN PEMENUHAN BUKTI DUKUNG VARIABE...Nurul Angreliany
 
Rancangan aktualisasi prajab 2015
Rancangan aktualisasi prajab 2015Rancangan aktualisasi prajab 2015
Rancangan aktualisasi prajab 2015Wisnu Priyanto
 
KKP (Kertas Kerja Perorangan) muhamad riadi
KKP (Kertas Kerja Perorangan) muhamad riadiKKP (Kertas Kerja Perorangan) muhamad riadi
KKP (Kertas Kerja Perorangan) muhamad riadiMuhamad Riadi
 
Aktualisasi Nilai Nilai Dasar ASN
Aktualisasi Nilai Nilai Dasar ASNAktualisasi Nilai Nilai Dasar ASN
Aktualisasi Nilai Nilai Dasar ASNMokh Afifuddin
 
Pedoman Pelatihan pka pkp masa pandemi covid 19
Pedoman Pelatihan pka pkp masa pandemi covid 19Pedoman Pelatihan pka pkp masa pandemi covid 19
Pedoman Pelatihan pka pkp masa pandemi covid 19temanna #LABEDDU
 
Doc 10 buku 3-pedoman penyelenggaraan-pimpemdagri bagi pengawas
Doc 10  buku 3-pedoman penyelenggaraan-pimpemdagri bagi pengawasDoc 10  buku 3-pedoman penyelenggaraan-pimpemdagri bagi pengawas
Doc 10 buku 3-pedoman penyelenggaraan-pimpemdagri bagi pengawasNda Handara
 
Presentasi nasionalisme hadi arnowo
Presentasi nasionalisme   hadi arnowoPresentasi nasionalisme   hadi arnowo
Presentasi nasionalisme hadi arnowohadiarnowo
 
Formulir 2 teknik aktuaisasi nilai dasar Diklat Prajabatan CPNS
Formulir 2 teknik aktuaisasi nilai dasar Diklat Prajabatan CPNSFormulir 2 teknik aktuaisasi nilai dasar Diklat Prajabatan CPNS
Formulir 2 teknik aktuaisasi nilai dasar Diklat Prajabatan CPNSPG
 
20. luh putri adnyani rancanan aktualisasi
20. luh putri adnyani rancanan aktualisasi20. luh putri adnyani rancanan aktualisasi
20. luh putri adnyani rancanan aktualisasiLuh Putri Adnyani
 
Manajemen penyelenggaraan pkp dan pka terintegrasi
Manajemen penyelenggaraan pkp dan pka terintegrasiManajemen penyelenggaraan pkp dan pka terintegrasi
Manajemen penyelenggaraan pkp dan pka terintegrasitemanna #LABEDDU
 
Visualisasi Laporan Keuangan Untuk Meningkatkan Understandability Pengguna La...
Visualisasi Laporan Keuangan Untuk Meningkatkan Understandability Pengguna La...Visualisasi Laporan Keuangan Untuk Meningkatkan Understandability Pengguna La...
Visualisasi Laporan Keuangan Untuk Meningkatkan Understandability Pengguna La...Khrisna Ariyudha
 
Program Diklat Prajabatan
Program Diklat PrajabatanProgram Diklat Prajabatan
Program Diklat PrajabatanDina Haya Sufya
 
Sosialisasi per lan pka pkp
Sosialisasi per lan pka pkpSosialisasi per lan pka pkp
Sosialisasi per lan pka pkptemanna #LABEDDU
 
Mw paparan bidang d t f 17 jan
Mw paparan bidang d t f 17 janMw paparan bidang d t f 17 jan
Mw paparan bidang d t f 17 janMuktiono Waspodo
 
Keputusan Kepala LAN Kurikulum Latsar CPNS
Keputusan Kepala LAN Kurikulum Latsar CPNSKeputusan Kepala LAN Kurikulum Latsar CPNS
Keputusan Kepala LAN Kurikulum Latsar CPNSCoach RFIRMANS
 
Laporan aktualisasi cpns
Laporan aktualisasi cpnsLaporan aktualisasi cpns
Laporan aktualisasi cpnsputrirahmayuni
 
Tugas rancangan aktualisasi
Tugas rancangan aktualisasiTugas rancangan aktualisasi
Tugas rancangan aktualisasiNursodik11
 

Mais procurados (20)

Rancangan fredi Uswatun Coachee
Rancangan fredi Uswatun CoacheeRancangan fredi Uswatun Coachee
Rancangan fredi Uswatun Coachee
 
RA - UPAYA PENINGKATAN KEMATANGAN UKPBJ DENGAN PEMENUHAN BUKTI DUKUNG VARIABE...
RA - UPAYA PENINGKATAN KEMATANGAN UKPBJ DENGAN PEMENUHAN BUKTI DUKUNG VARIABE...RA - UPAYA PENINGKATAN KEMATANGAN UKPBJ DENGAN PEMENUHAN BUKTI DUKUNG VARIABE...
RA - UPAYA PENINGKATAN KEMATANGAN UKPBJ DENGAN PEMENUHAN BUKTI DUKUNG VARIABE...
 
Rancangan aktualisasi prajab 2015
Rancangan aktualisasi prajab 2015Rancangan aktualisasi prajab 2015
Rancangan aktualisasi prajab 2015
 
KKP (Kertas Kerja Perorangan) muhamad riadi
KKP (Kertas Kerja Perorangan) muhamad riadiKKP (Kertas Kerja Perorangan) muhamad riadi
KKP (Kertas Kerja Perorangan) muhamad riadi
 
Aktualisasi Nilai Nilai Dasar ASN
Aktualisasi Nilai Nilai Dasar ASNAktualisasi Nilai Nilai Dasar ASN
Aktualisasi Nilai Nilai Dasar ASN
 
Pedoman Pelatihan pka pkp masa pandemi covid 19
Pedoman Pelatihan pka pkp masa pandemi covid 19Pedoman Pelatihan pka pkp masa pandemi covid 19
Pedoman Pelatihan pka pkp masa pandemi covid 19
 
Doc 10 buku 3-pedoman penyelenggaraan-pimpemdagri bagi pengawas
Doc 10  buku 3-pedoman penyelenggaraan-pimpemdagri bagi pengawasDoc 10  buku 3-pedoman penyelenggaraan-pimpemdagri bagi pengawas
Doc 10 buku 3-pedoman penyelenggaraan-pimpemdagri bagi pengawas
 
Presentasi nasionalisme hadi arnowo
Presentasi nasionalisme   hadi arnowoPresentasi nasionalisme   hadi arnowo
Presentasi nasionalisme hadi arnowo
 
Formulir 2 teknik aktuaisasi nilai dasar Diklat Prajabatan CPNS
Formulir 2 teknik aktuaisasi nilai dasar Diklat Prajabatan CPNSFormulir 2 teknik aktuaisasi nilai dasar Diklat Prajabatan CPNS
Formulir 2 teknik aktuaisasi nilai dasar Diklat Prajabatan CPNS
 
20. luh putri adnyani rancanan aktualisasi
20. luh putri adnyani rancanan aktualisasi20. luh putri adnyani rancanan aktualisasi
20. luh putri adnyani rancanan aktualisasi
 
Manajemen penyelenggaraan pkp dan pka terintegrasi
Manajemen penyelenggaraan pkp dan pka terintegrasiManajemen penyelenggaraan pkp dan pka terintegrasi
Manajemen penyelenggaraan pkp dan pka terintegrasi
 
Laporan aktualisasi
Laporan aktualisasiLaporan aktualisasi
Laporan aktualisasi
 
Visualisasi Laporan Keuangan Untuk Meningkatkan Understandability Pengguna La...
Visualisasi Laporan Keuangan Untuk Meningkatkan Understandability Pengguna La...Visualisasi Laporan Keuangan Untuk Meningkatkan Understandability Pengguna La...
Visualisasi Laporan Keuangan Untuk Meningkatkan Understandability Pengguna La...
 
Program Diklat Prajabatan
Program Diklat PrajabatanProgram Diklat Prajabatan
Program Diklat Prajabatan
 
Sosialisasi per lan pka pkp
Sosialisasi per lan pka pkpSosialisasi per lan pka pkp
Sosialisasi per lan pka pkp
 
Break through2
Break through2Break through2
Break through2
 
Mw paparan bidang d t f 17 jan
Mw paparan bidang d t f 17 janMw paparan bidang d t f 17 jan
Mw paparan bidang d t f 17 jan
 
Keputusan Kepala LAN Kurikulum Latsar CPNS
Keputusan Kepala LAN Kurikulum Latsar CPNSKeputusan Kepala LAN Kurikulum Latsar CPNS
Keputusan Kepala LAN Kurikulum Latsar CPNS
 
Laporan aktualisasi cpns
Laporan aktualisasi cpnsLaporan aktualisasi cpns
Laporan aktualisasi cpns
 
Tugas rancangan aktualisasi
Tugas rancangan aktualisasiTugas rancangan aktualisasi
Tugas rancangan aktualisasi
 

Semelhante a MODUL1

LUSIARTI - PENGELOLAAN_KEUANGAN_DAERAH.pdf
LUSIARTI - PENGELOLAAN_KEUANGAN_DAERAH.pdfLUSIARTI - PENGELOLAAN_KEUANGAN_DAERAH.pdf
LUSIARTI - PENGELOLAAN_KEUANGAN_DAERAH.pdfilusiDigulSelatan
 
35 dk-2014 data dan informasi program psmk
35 dk-2014 data dan informasi program psmk35 dk-2014 data dan informasi program psmk
35 dk-2014 data dan informasi program psmkWinarto Winartoap
 
Ippmi skkni fasilitator pemberdayaan
Ippmi   skkni fasilitator pemberdayaanIppmi   skkni fasilitator pemberdayaan
Ippmi skkni fasilitator pemberdayaanippmi
 
Penyusunan Renstra dan Renja DPRD
Penyusunan  Renstra dan Renja DPRDPenyusunan  Renstra dan Renja DPRD
Penyusunan Renstra dan Renja DPRDDadang Solihin
 
Paparan RAD Kalsel 2023 (1).pptx
Paparan RAD Kalsel 2023 (1).pptxPaparan RAD Kalsel 2023 (1).pptx
Paparan RAD Kalsel 2023 (1).pptxPiandPriam1
 
Laporan Aktualisasi CPNS Kemdikbud 2019
Laporan Aktualisasi CPNS Kemdikbud 2019Laporan Aktualisasi CPNS Kemdikbud 2019
Laporan Aktualisasi CPNS Kemdikbud 2019Khrisna Ariyudha
 
Rancangan aktualisasi presentasi
Rancangan aktualisasi presentasiRancangan aktualisasi presentasi
Rancangan aktualisasi presentasitomyjenius
 
Penyusunan Renstra dan Renja DPRD
Penyusunan  Renstra dan Renja DPRDPenyusunan  Renstra dan Renja DPRD
Penyusunan Renstra dan Renja DPRDDadang Solihin
 
Nota Kesepakan PSP 2022 (A Ramdhani) Okt Rev 1.pptx
Nota Kesepakan PSP 2022 (A Ramdhani) Okt Rev 1.pptxNota Kesepakan PSP 2022 (A Ramdhani) Okt Rev 1.pptx
Nota Kesepakan PSP 2022 (A Ramdhani) Okt Rev 1.pptxArifBukhari6
 
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Pelaksanaannya
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan PelaksanaannyaSistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Pelaksanaannya
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan PelaksanaannyaDadang Solihin
 
pkw-2016-210416235902.pdf
pkw-2016-210416235902.pdfpkw-2016-210416235902.pdf
pkw-2016-210416235902.pdfFajar Baskoro
 
program BK.docx
program BK.docxprogram BK.docx
program BK.docxKangNaj
 
Fungsi dan Peran DPRD sebagai Kekuatan Legislasi, Anggaran, dan Pengawasan
Fungsi dan Peran DPRD sebagai Kekuatan Legislasi, Anggaran, dan PengawasanFungsi dan Peran DPRD sebagai Kekuatan Legislasi, Anggaran, dan Pengawasan
Fungsi dan Peran DPRD sebagai Kekuatan Legislasi, Anggaran, dan PengawasanDadang Solihin
 
10. juknis pemb implementasi ktsp region
10. juknis pemb implementasi ktsp region10. juknis pemb implementasi ktsp region
10. juknis pemb implementasi ktsp regioneli priyatna laidan
 
Optimalisasi Fungsi Legislasi dan Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah
Optimalisasi Fungsi Legislasi dan Pengawasan Dewan Perwakilan DaerahOptimalisasi Fungsi Legislasi dan Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah
Optimalisasi Fungsi Legislasi dan Pengawasan Dewan Perwakilan DaerahDadang Solihin
 

Semelhante a MODUL1 (20)

LUSIARTI - PENGELOLAAN_KEUANGAN_DAERAH.pdf
LUSIARTI - PENGELOLAAN_KEUANGAN_DAERAH.pdfLUSIARTI - PENGELOLAAN_KEUANGAN_DAERAH.pdf
LUSIARTI - PENGELOLAAN_KEUANGAN_DAERAH.pdf
 
35 dk-2014 data dan informasi program psmk
35 dk-2014 data dan informasi program psmk35 dk-2014 data dan informasi program psmk
35 dk-2014 data dan informasi program psmk
 
Ippmi skkni fasilitator pemberdayaan
Ippmi   skkni fasilitator pemberdayaanIppmi   skkni fasilitator pemberdayaan
Ippmi skkni fasilitator pemberdayaan
 
Penyusunan Renstra dan Renja DPRD
Penyusunan  Renstra dan Renja DPRDPenyusunan  Renstra dan Renja DPRD
Penyusunan Renstra dan Renja DPRD
 
Paparan RAD Kalsel 2023 (1).pptx
Paparan RAD Kalsel 2023 (1).pptxPaparan RAD Kalsel 2023 (1).pptx
Paparan RAD Kalsel 2023 (1).pptx
 
Laporan Aktualisasi CPNS Kemdikbud 2019
Laporan Aktualisasi CPNS Kemdikbud 2019Laporan Aktualisasi CPNS Kemdikbud 2019
Laporan Aktualisasi CPNS Kemdikbud 2019
 
3. Modul Kompeten (1).pdf
3. Modul Kompeten (1).pdf3. Modul Kompeten (1).pdf
3. Modul Kompeten (1).pdf
 
Rancangan aktualisasi presentasi
Rancangan aktualisasi presentasiRancangan aktualisasi presentasi
Rancangan aktualisasi presentasi
 
Penyusunan Renstra dan Renja DPRD
Penyusunan  Renstra dan Renja DPRDPenyusunan  Renstra dan Renja DPRD
Penyusunan Renstra dan Renja DPRD
 
Juknis pkw 2016
Juknis pkw 2016Juknis pkw 2016
Juknis pkw 2016
 
Nota Kesepakan PSP 2022 (A Ramdhani) Okt Rev 1.pptx
Nota Kesepakan PSP 2022 (A Ramdhani) Okt Rev 1.pptxNota Kesepakan PSP 2022 (A Ramdhani) Okt Rev 1.pptx
Nota Kesepakan PSP 2022 (A Ramdhani) Okt Rev 1.pptx
 
Info Jadwal Bimtek Nasional
Info Jadwal Bimtek NasionalInfo Jadwal Bimtek Nasional
Info Jadwal Bimtek Nasional
 
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Pelaksanaannya
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan PelaksanaannyaSistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Pelaksanaannya
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Pelaksanaannya
 
pkw-2016-210416235902.pdf
pkw-2016-210416235902.pdfpkw-2016-210416235902.pdf
pkw-2016-210416235902.pdf
 
Pkw 2016
Pkw 2016Pkw 2016
Pkw 2016
 
program BK.docx
program BK.docxprogram BK.docx
program BK.docx
 
20 materi
20 materi20 materi
20 materi
 
Fungsi dan Peran DPRD sebagai Kekuatan Legislasi, Anggaran, dan Pengawasan
Fungsi dan Peran DPRD sebagai Kekuatan Legislasi, Anggaran, dan PengawasanFungsi dan Peran DPRD sebagai Kekuatan Legislasi, Anggaran, dan Pengawasan
Fungsi dan Peran DPRD sebagai Kekuatan Legislasi, Anggaran, dan Pengawasan
 
10. juknis pemb implementasi ktsp region
10. juknis pemb implementasi ktsp region10. juknis pemb implementasi ktsp region
10. juknis pemb implementasi ktsp region
 
Optimalisasi Fungsi Legislasi dan Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah
Optimalisasi Fungsi Legislasi dan Pengawasan Dewan Perwakilan DaerahOptimalisasi Fungsi Legislasi dan Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah
Optimalisasi Fungsi Legislasi dan Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah
 

MODUL1

  • 1. M odu l 1 Ta nt a nga n Pe m ba nguna n da n Sk a la Pr ior it a s D i k l a t Te k n i s M a n a j e m e n Pr oye k ( Pr oj e ct M a na ge m e nt ) Ese lon I I I
  • 2. SAMBUTAN DEPUTI BIDANG PEMBINAAN DIKLAT APARATUR LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA Selaku Instansi Pembina Diklat PNS, Lembaga Administrasi Negara senantiasa melakukan penyempurnaan berbagai produk kebijakan Diklat yang telah dikeluarkan sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Diklat Jabatan PNS. Wujud pembinaan yang dilakukan di bidang diklat aparatur ini adalah penyusunan pedoman diklat, bimbingan dalam pengembangan kurikulum diklat, bimbingan dalam penyelenggaraan diklat, standarisasi, akreditasi Diklat dan Widyaiswara, pengembangan sistem informasi Diklat, pengawasan terhadap program dan penyelenggaraan Diklat, pemberian bantuan teknis melalui perkonsultasian, bimbingan di tempat kerja, kerjasama dalam pengembangan, penyelenggaraan dan evaluasi Diklat. Sejalan dengan hal tersebut, melalui kerjasama dengan Departemen Dalam Negeri yang didukung program peningkatan kapasitas berkelanjutan (SCBDP), telah disusun berbagai kebijakan guna lebih memberdayakan daerah seperti peningkatan kapasitas institusi, pengelolaan dan peningkatan SDM melalui penyelenggaraan Diklat teknis, pengembangan sistem keuangan, perencanaan berkelanjutan dan sebagainya. Dalam hal kegiatan penyusunan kurikulum diklat teknis dan modul diklatnya melalui program SCBDP telah disusun sebanyak 24 (dua puluh empat) modul jenis diklat yang didasarkan kepada prinsip competency based training. Penyusunan kurikulum dan modul diklat ini telah melewati proses yang cukup panjang melalui dari penelaahan data dan informasi awal yang diambil dari berbagai sumber seperti Capacity Building Action Plan (CBAP) daerah yang menjadi percontohan kegiatan SCBDP, berbagai publikasi dari berbagai media, bahan training yang telah dikembangkan baik oleh lembaga donor, perguruan tinggi, NGO maupun saran dan masukan dari berbagai pakar dan tenaga ahli dari berbagai bidang dan disiplin ilmu, khususnya yang tergabung dalam anggota Technical Review Panel (TRP). Disamping itu untuk lebih memantapkan kurikulum dan modul diklat ini telah pula dilakukan lokakarya dan uji coba/pilot testing yang dihadiri oleh para pejabat daerah maupun para calon fasilitator/trainer. Dengan proses penyusunan kurukulum yang cukup panjang ini kami percaya bahwa kurikulum, modul diklatnya berikut Panduan Fasilitator serta Pedoman Umum Diklat Teknis ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pelatihan di daerah masing-masing. i
  • 3. Harapan kami melalui prosedur pembelajaran dengan menggunakan modul diklat ini dan dibimbing oleh tenaga fasilitator yang berpengalaman dan bersertifikat dari lembaga Diklat yang terakreditasi para peserta yang merupakan para pejabat di daerah akan merasakan manfaat langsung dari diklat yang diikutinya serta pada gilirannya nanti mereka dapat menunaikan tugas dengan lebih baik lagi, lebih efektif dan efisien dalam mengelola berbagai sumber daya di daerahnya masing-masing. Penyempurnaan selalu diperlukan mengingat dinamika yang sedemikian cepat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Dengan dilakukannya evaluasi dan saran membangun dari berbagai pihak tentunya akan lebih menyempurnakan modul dalam program peningkatan kapasitas daerah secara berkelanjutan. Semoga dengan adanya modul atau bahan pelatihan ini tujuan kebijakan nasional utamanya tentang pemberian layanan yang lebih baik kepada masyarakat dapat terwujud secara nyata. ii
  • 4. KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL OTONOMI DAERAH Setelah diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, telah terjadi perubahan paradigma dalam pemerintahan daerah, yang semula lebih berorientasi sentralistik menjadi desentralistik dan menjalankan otonomi seluas-luasnya. Salah satu aspek penting kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi adalah peningkatan pelayanan umum dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat, dan meningkatkan daya saing daerah. Berdasarkan pengalaman penyelenggaraan pemerintahan di banyak negara, salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan otonomi daerah adalah kapasitas atau kemampuan daerah dalam berbagai bidang yang relevan. Dengan demikian, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat dan peningkatan daya saing daerah diperlukan kemampuan atau kapasitas Pemerintah Daerah yang memadai. Dalam rangka peningkatan kapasitas untuk mendukung pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, pada tahun 2002 Pemerintah telah menetapkan Kerangka Nasional Pengembangan dan Peningkatan Kapasitas Dalam Mendukung Desentralisasi melalui Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas. Peningkatan kapasitas tersebut meliputi sistem, kelembagaan, dan individu, yang dalam pelaksanaannya menganut prinsip-prinsip multi dimensi dan berorientasi jangka panjang, menengah, dan pendek, serta mencakup multistakeholder, bersifat demand driven yaitu berorientasi pada kebutuhan masing-masing daerah, dan mengacu pada kebijakan nasional. Dalam rangka pelaksanaan peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah, Departemen Dalam Negeri, dengan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah sebagai Lembaga Pelaksana (Executing Agency) telah menginisiasi program peningkatan kapasitas melalui Proyek Peningkatan Kapasitas yang Berkelanjutan untuk Desentralisasi (Sustainable Capacity Building Project for Decentralization/ SCBD Project) bagi 37 daerah di 10 Provinsi dengan pembiayaan bersama dari Pemerintah Belanda, Bank Pembangunan Asia (ADB), dan dari Pemerintah RI sendiri melalui Departemen Dalam Negeri dan kontribusi masing-masing daerah. Proyek SCBD ini secara umum memiliki tujuan untuk meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah dalam aspek sistem, kelembagaan dan individu SDM aparatur Pemerintah Daerah melalui penyusunan dan implementasi Rencana Tindak Peningkatan Kapasitas (Capacity Building Action Plan/CBAP). iii
  • 5. Salah satu komponen peningkatan kapasitas di daerah adalah Pengembangan SDM atau Diklat bagi pejabat struktural di daerah. Dalam memenuhi kurikulum serta materi diklat tersebut telah dikembangkan sejumlah modul-modul diklat oleh Tim Konsultan yang secara khusus direkrut untuk keperluan tersebut yang dalam pelaksanaannya disupervisi dan ditempatkan di Lembaga Administrasi Negara (LAN) selaku Pembina Diklat PNS. Dalam rangka memperoleh kurikulum dan materi diklat yang akuntabel dan sesuai dengan kebutuhan daerah, dalam tahapan proses pengembangannya telah memperoleh masukan dari para pejabat daerah dan telah diujicoba (pilot test), juga melibatkan pejabat daerah, agar diperoleh kesesuaian/ relevansi dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh para pejabat daerah itu sendiri. Pejabat daerah merupakan narasumber yang penting dan strategis karena merupakan pemanfaat atau pengguna kurikulum dan materi diklat tersebut dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kurikulum dan meteri diklat yang dihasilkan melalui Proyek SCBD ini, selain untuk digunakan di lingkungan Proyek SCBD sendiri, dapat juga digunakan di daerah lainnya karena dalam pengembangannya telah memperhatikan aspek- aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Selain itu juga dalam setiap tahapan proses pengembangannya telah melibatkan pejabat daerah sebagai narasumber. Dengan telah tersedianya kurikulum dan materi diklat, maka pelaksanaan peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah, khususnya untuk peningkatan kapasitas individu SDM aparatur daerah, telah siap untuk dilaksanakan. Diharapkan bahwa dengan terlatihnya para pejabat daerah maka kompetensi mereka diharapkan semakin meningkat sehingga pelayanan kepada masyarakat semakin meningkat pula, yang pada akhirnya kesejahteraan masyarakat dapat segera tercapai dengan lebih baik lagi. iv
  • 6. DAFTAR ISI Sambutan Deputy IV - LAN .......................................................................................... i Kata Pengantar Dirjen Otonomi Daerah - Depdagri ................................................iii Daftar Isi ........................................................................................................................ v BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1 A. Diskripsi Singkat .................................................................................... 1 B. Hasil Belajar ........................................................................................... 1 C. Indikator Hasil Belajar............................................................................ 2 D. Pokok Bahasan........................................................................................ 2 BAB II TANTANGAN PEMBANGUNAN ............................................................. 3 A. Pendahuluan............................................................................................ 3 B. Gambaran Keadaan Eksisting................................................................. 3 C. Tantangan ............................................................................................. 11 D. Perubahan Paradigma ........................................................................... 13 E. Latihan .................................................................................................. 14 F. Rangkuman ........................................................................................... 15 BAB III KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA.............................................. 17 A. Pendahuluan.......................................................................................... 17 B. Pengertian ............................................................................................. 18 C. BOT dan Konsesi.................................................................................. 19 D. Perkembangan Kemitraan Pemerintah Swasta ..................................... 24 E. Latihan .................................................................................................. 26 F. Rangkuman ........................................................................................... 27 BAB IV PENETAPAN SKALA PRIORITAS ....................................................... 29 A. Pendahuluan.......................................................................................... 29 B. Permasalahan Umum & Metode Pemilihan ......................................... 30 C. AHP ...................................................................................................... 32 D. Memahami AHP melalui Contoh Aplikasi........................................... 33 v
  • 7. E. Latihan .................................................................................................. 44 F. Rangkuman ........................................................................................... 45 Daftar Pustaka vi
  • 8. BAB I PENDAHULUAN A. Diskripsi Singkat Dengan informasi yang lengkap tentang keadaan saat ini, diharapkan dapat dihasilkan ketepatan arah pembangunan menuju ke perwujudan visi daerah dan ketajaman penetapan skala prioritas oleh karena adanya keterbatasan sumberdaya. Kecuali itu juga disajikan alternatif pembiayaan proyek melalui kemitraan pemerintah-swasta. Modul I Manajemen Proyek untuk pejabat pemerintah Daerah eselon III oleh karenanya dimulai dengan tantangan pembangunan yang dijadikan sebagai Bab II, kemudian Kemitraan Pemerintah-Swasta sebagai Bab III dan terakhir adalah teknik penetapan skala prioritas dengan Analytical Hierarchy Process (AHP) sebagai Bab IV. Posisi Modul ini dalam Seri Modul Manajemen Proyek untuk Eselon III Modul I Bab I Pendahuluan Bab II Tantangan Pembangunan Bab III Kemitraan Pemerintah Swasta Bab IV Analytical Hierarchy Process Modul II Bab I Pendahuluan Bab II Evaluasi Kelayakan Bab III Pengendalian Proyek Gambar 1. Posisi Modul ini dalam Seri Modul Manajemen Proyek untuk Eselon III B. Hasil Belajar Setelah mengikuti pembahasan Modul ini, peserta diharapkan mampu menetapkan target-target pembangunan dengan tepat dengan penetapan skala prioritas yang objektip serta mampu melakukan pemilihan sumber pembiayaan yang terbaik. 1
  • 9. 2 C. Indikator Hasil Belajar Setelah mengikuti pembahasan Modul ini peserta diharapkan mampu: 1. Menetapkan target-target pembangunan dengan tepat. 2. Memahami strategi kemitraan pemerintah-swasta sebagai alternatif penunjang program pembangunan. 3. Mampu menerapkan konsep AHP dalam penetapan prioritas. D. Pokok Bahasan Pokok bahasan yang dijadikan sebagai judul Bab dalam Modul ini adalah: tantangan pembangunan, Kemitraan Pemerintah-Swasta dan Penetapan Skala Prioritas. 1. Tantangan Pembangunan (Bab II) Bab ini menyajikan informasi keadaan eksisting, tantangan pembangunan dan perubahan paradigma. 2. Kemitraan Pemerintah-Swasta (Bab III) Pembahasan strategi kemitraan pemerintah-swasta dimulai dengan pengertian, kemudian BOT dan Konsesi, serta Perkembangan Kemitraan Pemerintah Swasta. 3. Analytical Hirarchy Process (Bab IV) Bab ini mengenalkan aplikasi AHP dengan dimulai dari permasalahan umum dan metode pemilihan, kemudian pengenalan AHP melalui contoh penerapan untuk suatu kasus.
  • 10. BAB II TANTANGAN PEMBANGUNAN Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu: memahami keadaan eksisting sehingga mampu menetapkan arah yang tepat dalam perencanaan program-program dan penetapan target-target pembangunan. A. Pendahuluan Sebagai Negara berkembang, kita menyadari bahwa masih diperlukan investasi yang sangat besar dalam penyediaan pelayanan kepada masyarakat. Indonesia menghadapi tantangan besar dalam investasi untuk infrastruktur. Anggaran pembangunan untuk investasi infrastruktur terpangkas tajam akibat krisis ekonomi, yakni berkurang sekitar 80 persen dibandingkan dengan sebelum krisis. Tahun 1994, pemerintah masih mengalokasikan hampir 14 miliar dolar AS anggaran APBN untuk pembangunan. Dari jumlah itu, 57 persen (sekitar 8 miliar dollar AS atau 6 persen dari PDB) untuk pembangunan infrastruktur. Tahun 2002, anggaran untuk pembangunan di APBN tidak sampai 5 miliar dollar AS. Dari jumlah itu, yang dialokasikan untuk infrastruktur hanya sekitar 30 persen, yakni hanya sekitar 1,5 miliar dollar AS (kurang dari 2 persen PDB). Di satu sisi, kebutuhan investasi untuk pembangunan yang sangat tinggi, sedangkan di sisi lain adanya keterbatasan dalam pembiayaan dan penyediaan sumberdaya lain, agaknya mengharuskan agar penetapan skala prioritas dan kesesuaian dengan peta jalan dalam usaha mewujudkan visi perlu dijaga dengan ketat. Oleh karenanya, dalam rangkaian Modul Diklat Teknis Manajemen Proyek untuk pejabat Daerah disusun Modul I sebagai bahan informasi tentang tantangan pembangunan, sumber pembiayaan alternatif melalui kemitraan Pemerintah Swasta dan penetapan skala prioritas. Dalam Bab ini disajikan beberapa informasi keadaan eksisting dan tantangan pembangunan yang diharapkan bermanfaat sebagai masukan dalam penyusunan program-program pembangunan di daerah. B. Gambaran Keadaan Eksisting Mengikuti alur pikir manajemen strategis, keadaan eksisting harus diidentifikasi sebelum penetapan sasaran kedepan. Keadaan eksisting diperoleh melalui analisis SWOT, yang selanjutnya dijadikan base line untuk menetapkan sasaran atau target- target kedepan. Agaknya, banyak Daerah mungkin berdasarkan hasil analisis SWOT-nya masih berada di kuadran W-O, yang berarti bahwa meskipun kita memiliki banyak peluang, tetapi nilai tertimbang kelemahan (W) masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai tertimbang kekuatan (S). Jika keadaan yang demikian tidak kita sadari dan tidak berusaha melakukan usaha-usaha untuk 3
  • 11. 4 memperbaikinya, bukan hanya peluang yang tidak akan bisa kita tangkap, tetapi kedepan kita akan menghadapi ancaman yang semakin tinggi. Dalam Bab ini, penyajian gambaran beberapa keadaan eksisting disusun dengan mengacu kepada tujuan-tujuan pembangunan millenium (MDGs), Tujuan pertama : Menurunkan sampai 50 persen proporsi orang yang hidup dalam kondisi kemiskinan Tujuan kedua : Persamaan pendidikan bagi tiap anak perempuan dan laki-laki Tujuan ketiga : Memajukan kesetaraan jender Tujuan keempat : Menurunkan angka kematian anak balita sebesar dua pertiga antara tahun 2000 dan 2015 Tujuan kelima : Meningkatkan kesehatan maternal dengan cara menurunkan AKI (angka kematian ibu) sebesar tiga perempat antara 2000-2015 Tujuan keenam : Memerangi dan menghentikan penyebaran HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya. Tujuan ketujuh : Menghentikan perusakan lingkungan (target 10 air bersih & sanitasi) 1. Kemiskinan Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2006 sebesar 39,05 juta (17,75 persen). Dibandingkan dengan bulan Februari 2005, terjadi peningkatan sebesar 3,95 juta. Tabel I-1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia 1996 - 2005
  • 12. 5 Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada bulan Maret 2006, sebagian besar (63,41 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan 2. Pendidikan Pendidikan di Indonesia terpuruk, mutu rendah dan biaya mahal. Dengan keterbatasan dana pemerintah, maka pendidikan menjadi sesuatu yang mahal bagi masyarakat. Sudah menjadi hal yang umum pada setiap tahun ajaran baru sekolah, banyak orang tua dan anak didik kebingungan mencari sekolah. Bila masuk sekolah favorit, perlu biaya yang mahal. Akibatnya hanya orang kaya saja yang bisa mendidik anaknya ke jenjang pendidikan tinggi. Sedangkan yang miskin, yang sekarang ini dominan di Indonesia, tidak dapat menyekolahkan anaknya kerena faktor biaya. Kita agaknya sudah terlalu lama mengabaikan persoalan kunci dalam membangun bangsa. Menurut buku Statistik Kesejahteraan Rakyat 2001, persentase penduduk berusia 10 tahun keatas yang tidak/belum pernah bersekolah adalah 10,25%. Angka persentase terendah adalah di propinsi Sulawesi Utara yaitu hanya 1,35%. Sementara itu, secara nasional penduduk usia 10 tahun keatas yang masih bersekolah sebesar 19,57%, terdiri dari 8,63 bersekolah di SD/MI, 5,91% di SLTP/MTs, 3,67% di SMU/SMK/MA, dan 1,36% di Akademi/Universitas. PENDIDIKAN Tingkat HDI (Human Development Index) per kapita Indonesia berada pada urutan 109 dari 174 negara HDI Anggaran Pengeluaran 1994 2000 Pendidikan Masyarakat untuk APBN Pendidikan Singapura 26 24 19% 3% Malaysia 60 61 23% 5,3% Philipina 98 77 20% 2,2% Indonesia 99 109 9% 1,7% Vietnam 121 108 - 2,7% Gambar 2. Tingkat HDI di Indonesia
  • 13. 6 Berbeda dengan Indonesia, sejumlah negara di ASEAN mulai menyadari arti penting SDM sebagai kunci pembangunan. Kulitas SDM kita yang rendah menyebabkan pengelolaan negara tidak efektif, sehingga ketika tertimpa krisis, bangsa ini sulit untuk bangkit. 3. Kesetaraan Jender Human Development Index 2003 yang dikeluarkan UNDP menempatkan Norwegia di urutan kedua setelah Islandia dalam hal kesetaraan jender di bidang ekonomi dan politik. Norwegia memiliki tingkat persentase tinggi akan tenaga kerja wanita yang duduk sebagai wakil di Storting (majelis nasional Norwegia) atau menduduki posisi senior. Jumlah tenaga kerja wanita di pasar tenaga kerja umum juga cukup signifikan. Walaupun fakta masih menunjukkan bahwa jumlah pria yang menduduki posisi politik dan umum masih lebih tinggi, namun terlihat kecenderungan meningkatnya jumlah wakil wanita. Pemerintah kedua yang dibentuk oleh Perdana Menteri Gro Harlem Brundtland pada tahun 1986 memiliki proporsi kaum wanita tertinggi, dimana mereka menduduki delapan dari 18 posisi menteri. INDIKATOR pembangunan manusia versi HDR mulai memasukkan ukuran- ukuran baru berkaitan dengan kesetaraan jender pada tahun 1995. HDR yang diluncurkan hampir bersamaan waktunya dengan Konferensi Dunia IV mengenai Perempuan di Pembangunan di Beijing itu mengulas secara khusus "kesenjangan jender global", dan memunculkan ukuran-ukuran baru tentang kesetaraan jender dalam pembangunan manusia. Ukuran pertama adalah Indeks Pembangunan yang berkaitan dengan Jender (GDI/Gender-related Development Index), yang mencerminkan ketimpangan jender di bidang kesehatan dasar, pendidikan, dan pendapatan. Ukuran lainnya adalah Ukuran Pemberdayaan Jender (Gender Empowerment Measure/GEM), yang mengevaluasi kemajuan suatu bangsa dalam memajukan kaum perempuannya di bidang ekonomi dan politik, termasuk di bidang-bidang pengambilan keputusan politik. HDR 2003 melibatkan 175 negara dalam pengukuran GDI dan GEM. Indonesia berada pada peringkat 112, dan masuk ke dalam kelompok menengah dalam Indeks Pembangunan Manusia, atau turun dua peringkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 4. Kesehatan a. Perbandingan dengan Negara lain Derajat kesehatan Indonesia dengan penduduk paling besar di kawasan Asia Tenggara ternyata masih relatif tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Umur Harapan Hidup (UHH) waktu lahir yang sebesar 67,8 tahun dan umur harapan hidup dalam keadaan sehat (HALE) Indonesia pada tahun 2001 sebesar 56,7 tahun menduduki peringkat keenam di antara 10 negara anggota ASEAN. Peringkat Indonesia masih
  • 14. 7 di bawah Brunei Darusalam, Malaysia dan Thailand yang beberapa tahun yang lalu masih relatif sejajar dengan Indonesia. Vietnam yang dulu masih di bawah Indonesia, berangsur-angsur mulai mengejar Indonesia. Apalagi jika dibandingkan dengan Singapura yang jauh lebih baik dengan UHH 78,8 tahun dan HALE 68,7 tahun. Posisi Indonesia memang masih lebih baik daripada Kamboja, Laos dan Myanmar. b. Biaya kesehatan Di antara negara-negara ASEAN, persentase anggaran pemerintah untuk kesehatan terhadap total anggaran kesehatan yang tertinggi pada tahun 2000 adalah Kamboja (20,5 %), menyusul kemudian Thailand (11,4 %) dan Singapura serta Filipina (keduanya 6,7 %). Sedangkan persentase terendah adalah Indonesia (3,1 %), Laos (5,0 %) dan Brunei Darusalam (5,4 %). c. Pelayanan Kesehatan 1) Puskesmas Rasio rata-rata Puskesmas terhadap 100.000 penduduk adalagh 3,5 dan rasio Puskesmas Pembantu terhadap Puskesmas adalah 2,9 : 1. Ini berarti bahwa setiap 100.000 penduduk rata-rata dilayani oleh 3 atau 4 Puskesmas. Gambar 3. Rasio Puskesmas per 100.000 penduduk menurut Provinsi 2001
  • 15. 8 2) Rumah Sakit Pada tahun 2001, Rasio Rumah Sakit terhadap penduduk adalah 2,8 RS per 500.000 penduduk. Dilihat dar kepemilikannya, jumlah RS Pemerintah sebanyak 50,7 % dan jumlah RS Non Pemerintah 49,3 %. Sedangkan Rasio Tempat Tidur terhadap penduduk adalah 61 TT per 100.000 penduduk. 5. Lingkungan a. Kriteria Dua kriteria environmentally sustainable yang dikembangkan yaitu: 1) Terjaminnya ketersediaan dan fungsi sumberdaya alam a) Sumber daya alam terbarui: laju eksploitasinya harus sesuai dengan kapasitas regenerasinya b) Sumber daya alam tak terbarui: laju pengurangannya tidak boleh melebihi laju sustained income atau substitusi terbarukan yang dikembangkan melalui intervensi manusia dan investasi. 2) Rendahnya tingkat pencemaran Emisi pencemar tidak boleh melebihi kapasitas asimilasi lingkungan untuk menyerap. b. Informasi Lapangan Kerusakan lingkungan terjadi di mana-mana. Penggundulan hutan berjalan dengan tingkat akselerasi yang mengkhawatirkan. Pencemaran udara di kota-kota besar Indonesia tinggi. Pencemaran kualitas air permukaan karena limbah industri dan rumah tangga terjadi dimana-mana. Pada tahun 2004, berdasarkan hasil pemantauan KLH dengan frekuensi pengambilan sample 2 kali dalam satu tahun, kondisi umum kualitas air baku di 30 propinsi dinyatakan tidak memenuhi mutu air Kelas I. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Departemen PU yang menyatakan bahwa pada tahun 2004 sebanyak 62 daerah aliran sungai (DAS) kritis. c. Air Air merupakan kebutuhan hidup nomor 2 setelah udara. Jika tanpa udara Anda tidak akan bertahan hidup sekitar 3 menit, tanpa air, Anda tidak akan bertahan hidup lebih dari 3 hari. Amanat Undang-undang menyatakan bahwa air bersih adalah ‘Hak Dasar’ masyarakat, bahkan PBB menyatakan bahwa air bersih adalah ‘Hak Azasi’.
  • 16. 9 Namun demikian, sampai 61 tahun kita merdeka, meskipum Pemerintah telah melakukan banyak usaha dalam penyediaan air bersih kepada masyarakat, tetapi akses masyarakat terhadap air yang layak dikonsumsi masih rendah. Berdasarkan laporan MDGs 2004, akses terhadap air yang layak dikonsumsi 53,4 persen. Hasil survei yang dilakukan di beberapa kota menemukan bahwa masyarakat miskin membeli air kalengan dengan harga jauh lebih mahal (15 sampai 33 kali) dibandingkan harga air yang dipasok oleh PDAM. AKSESIBILITAS PENYEDIAAN AIR MINUM MENURUT SUMBER AIR, PERKOTAAN, Th 2003 (%) air kemasan, 4.0 mata air tak lainnya, 0.4 sumur tak terlindung, 6.0 terlindung, 0.8 air hujan, 1.5 air sungai, 0.6 mata air air ledeng, 32.0 terlindung, 2.3 sumur terlindung, 30.7 pompa, 21.9 Gambar 4. Aksesibilitas Air Minum Perkotaan Rendahnya akses masyarakat terhadap air yang layak dikonsumsi mengakibatkan prevalensi penyakit yang ditularkan melalui air dan lingkungan seperti diare dan tipus tinggi (survei tahun 2001; 301 per 1000 penduduk, terutama menyerang pada umur balita). Keadaan yang demikian tentunya akan berdampak terhadap produktivitas SDM yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kemampuan kompetisi bangsa. d. Sanitasi Indonesia merupakan salah satu Negara di Asia yang memiliki cakupan pelayanan untuk air limbah paling rendah; hanya sekitar 1,3 persen dengan hanya 7 kota yang telah memiliki jaringan air limbah.
  • 17. 10 Operation Data 2002 Connection Area Length Capacity PDAM Kota Bandung 95.060 11.200 350 240.000 Kota Cirebon 15.800 560 69 10.000 Kota Medan 9.300 450 160 10.000 Kota Surakarta 8.600 1.100 12 5.200 Kota banjarmasin 500 5.000 15,5 500 Kota bengkulu DINAS Kab. Tangerang 10,900 165 83 3,500 Kota Tangerang Kota Bogor 500 8 450 Kota Yogyakarta 8,900 1,330 181 15,500 215,000 income = 0,8 Operating Ratio = cost Gambar 5. Pelayanan Air Limbah 6. Infrastruktur Berdasarkan hasil survei Asian Intelligence terhadap ekspatriat yang bekerja di 12 negara di Kawasan Asia, yaitu Cina, Filipina, Hongkong, India, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Singapura, Thailand, taiwan dan Vietnam yang dikeluarkan September 2002, dengan variabel rating seperti tersebut di bawah, Indonesia menempati urutan terakhir. RATING INFRASTRUKTUR DI ASIA 2002 (Asian Intelligence Survey) Singapura 0.63 8 Hongkong 1.53 7 Jepang 2.73 6 Korsel 3.18 5 Malaysia 4.19 4 Taiwan 4.30 3 Thailand 5.20 2 Cina 5.43 Filipina 6.56 1 Vietnam 6.99 0 1 India 7.30 Catatan: Angka Rating semakin kecil semakin baik Indonesia 7.87 Gambar 6. Rating Infrastruktur di Asia 2002
  • 18. 11 Variabel rating yang digunakan untuk Tabel di atas adalah: a. Sistem telekomunnikasi b. Sistem jalan c. Sistem transportasi d. Fasilitas pelabuhan peti kemas e. Fasilitas internet dan jasa pendukungnya f. Fasilitas rel kereta api g. Fasilitas bandar udara h. Sistem ketenaga listrikan i. Sistem air minum j. fasilitas pengiriman barang/jasa C. Tantangan Dengan gambaran kondisi eksisting seperti di atas, untuk menyusun peta perjalanan kedepan masih tampak tantangan pembangunan yang masih sangat tinggi. Bank Dunia memperkirakan bahwa Indonesia harus menambah Investasi di bidang infrastruktur sekitar 2 persen dari PDB di atas yang sekarang. Kecuali itu, dengan laju pertumbuhan penduduk dan tingkat pengangguran yang masih tinggi, pertumbuhan ekonomi harus tinggi agar mampu secara bertahap menyerapnya, bukan sebaliknya; akan tertimbun oleh pertumbuhan angkatan kerja. Diperkirakan angka pertumbuhan harus mencapai di atas 7% agar dapat menurunkan angka pengangguran (dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 1% diperkirakan akan dapat menyerap tenaga kerja sebesar 250 – 350 ribu). LAJU & JUMLAH PENDUDUK PERKOTAAN Gambar 7. Laju dan Jumlah Penduduk Perkotaan
  • 19. 12 Berdasarkan perhitungan Bappenas, untuk mencapai pertumbuhan 5,5% tahun 2006 dibutuhkan investasi sebesar Rp 441,4 triliun, sehingga untuk mencapai angka pertumbuhan di atas 7 % diperlukan biaya yang sangat tinggi. Tantangan pembangunan yang tinggi tersebut, kecuali disebabkan oleh masih tingginya pertumbuhan penduduk perkotaan juga oleh: 1. Target-target pembangunan yang belum tercapai pada tahun-tahun yang lalu 2. Terjadi ‘jeda pembangunan’ sejak terjadinya krisis ekonomi 1997 a. Anggaran pembangunan untuk investasi infrastruktur terpangkas tajam akibat krisis ekonomi, yakni berkurang sekitar 80 persen dibandingkan dengan sebelum krisis. b. Tahun 1994, pemerintah masih mengalokasikan hampir 14 miliar dolar AS anggaran APBN untuk pembangunan. Dari jumlah itu, 57 persen (sekitar 8 miliar dollar AS atau 6 persen dari PDB) untuk pembangunan infrastruktur. c. Tahun 2002, anggaran untuk pembangunan di APBN tidak sampai 5 miliar dollar AS. Dari jumlah itu, yang dialokasikan untuk infrastruktur hanya sekitar 30 persen, yakni hanya sekitar 1,5 miliar dollar AS (kurang dari 2 persen PDB). 3. Kesehatan Departemen Kesehatan dengan visinya yang sangat menarik, menetapkan target 2010 untuk beberapa indikator pelayanan kesehatan adalah seperti disajikan dalam Tabel di bawah. Tabel I-2. Target 2010 pelayanan Kesehatan INDIKATOR PELAYANAN KESEHATAN Indikator kinerja pelayanan kesehatan: Target 2010 1. Rasio Puskesmas terhadap penduduk 8/100.000 2. Rasio Puskesmas pembantu terhadap 5/100.000 penduduk 6/500.000 3. Rasio Rumah Sakit terhadap penduduk 75/100.000 4. Rasio tempat tidur rumah sakit terhadap penduduk 90 5. Persentase penduduk yang puas memanfaatkan pelayanan rawat jalan 90 6. Persentase penduduk yang puas memanfaatkan pelayanan rawat inap 80 7. Persentase Penduduk yang tercakup Jaminan Pembiayaan Kesehatan
  • 20. 13 D. Perubahan Paradigma Dewasa ini, dalam penyelenggaraan pembangunan pelayanan umum, telah terjadi pergeseran Pardigma: 1. Prinsip Bottom-up Upaya mengubah pendekatan top-down menjadi bottom-up secara nyata telah dilakukan. Sejak tahun 1985, telah digalakkan melalui konsep pendekatan pembangunan kota yang dikenal sebagai Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT). Hal ini tampak dari Enam Prinsip Kebijaksanaan Pembangunan Perkotaan di Indonesia tahun 1987 yang meliputi: a. Pada prinsipnya pembangunan prasarana perkotaan serta pengoperasian dan pemeliharaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota, dengan bantuan Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Pusat. b. Perencanaan, penyusunan program dan identifikasi prioritas investasi untuk kegiatan-kegiatan pembangunan (prasarana) perkotaan akan terus ditingkatkan melalui suatu pendekatan desentralisasi dan bottom-up, dimana Pemerintah Kabupaten/Kota bertanggung jawab dalam perumusan, pelaksanaan dan pengoperasian dan pemeliharaan program-program yang mencerminkan kebutuhan serta kendala-kendala setempat. c. Untuk meningkatkan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota dalam proses P3KT, perlu ditingkatkan pula kemampuan untuk menilai dan memobilisasi sumber daya setempat serta mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada. d. Sesuai dengan prinsip desentralisasi tanggung jawab pembangunan prasarana perkotaan, Pemerintah Pusat diharapkan dapat menyempurnakan system pembiayaan pembangunan prasarana kota. e. Kemampuan untuk melaksanakan kegiatan pembangunan perkotaan secara lebih efektif dalam rangka memperkuat peranan dan tanggung jawab Pemerintah Daerah ditingkatkan melalui kegiatan-kegiatan pengembangan kelembagaan melalui program pengembangan sumber daya manusia yang terkoordinasi. f. Koordinasi dan konsultasi antar instansi dan tingkat pemerintah Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota yang terkait dalam pembangunan prasarana perlu diperkuat. Hal ini diperlukan untuk menciptakan kondisi yang mendukung penyiapan program di samping bantuan teknis dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi, penilaian program, kesepakatan besarnya kontribusi pendanaan (misalnya hibah/pinjaman pemerintah pusat) dan
  • 21. 14 implementasi program, serta untuk penelaahan dan perumusan usulan bagi kebijaksanaan sektoral pada masa yang akan datang. 2. Desentralisasi Derajat partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan proses pembangunan semakin meningkat dengan diberlakukannya otonomi daerah. Profil Daerah Kabupaten dan Kota dengan tahun dasar 1995 yang dimuat di Harian Kompas dan kemudian diterbitkan dalam bentuk buku ‘Profil Daerah Kabupaten dan Kota’ menarik untuk dijadikan piranti Bencmarking. 3. Pemerintah sebagai enabler Pemerintah bukan sebagai penyedia seluruh dana dan pelayanan. Dengan sumberdaya dan kapasitas yang terbatas, maka pendekatan strategis terhadap masalah perkotaan lebih terfokus pada hal-hal sebagai berikut; a. Usaha-usaha yang dipusatkan pada pelayanan yang mempuyai dampak strategis, dan yang tidak dapat dikelola secara efisien oleh sektor swasta, organisasi kemasyarakatan atau perorangan. b. Menciptakan kerangka dan struktur yang sesuai untuk kemungkinan sektor swasta dan organisasi kemasyarakatan menyumbangkan pelayanan. c. Mendorong sektor swasta antara lain melalui deregulasi, penetapan harga yang sesuai dengan kebijaksanaan fiskal, melalui manajemen pertanahan dan konsolidasi lahan misalnya, atau melalui penggunaan jasa pihak ketiga untuk tugas-tugas seperti konstruksi, pengumpulan dan pembuangan sampah, dan sebagainya, yang kesemuanya bertujuan untuk meningkatkan pengadaan pelayanan. Prospek dan kebutuhan pengembangan kelembagaan yang diharapakan harus ditetapkan dalam Rencana Tindak Pengembangan Kelembagaan atau Local Institutional Development Action Plant (LIDAP) yang menggariskan cara-cara untuk meningkatkan kemampuan manajemen dan kelembagaan di Kabupaten/ Kota. Bantuan teknis dari tingkat lebih tinggi atau konsultan luar negeri yang diperlukan harus dicantumkan pula dalam program untuk pelaksanaan, manajemen, serta pengoperasian dan pemeliharaan. E. Latihan Latihan 1: Pertanyaan kepada peserta dilakukan secara bergiliran 1. Sebutkan paling sedikit 7 tujuan-tujuan pembangunan millenium (MDGs)! 2. Sebutkan tantangan pembangunan yang dirasakan masih sangat tinggi untuk dikelola di daerah! 3. Sebutkan kendala yang dihadapi usaha dan proses pembangunan yang dirasakan masih sangat berat untuk dikelola di daerah!
  • 22. 15 4. Dalam penyelenggaraan pembangunan pelayanan umum, dewasa ini, telah terjadi pergeseran pardigma pembangunan. Sebutkan paling sedikit 3 unsur perubahan paradigma dimaksud dan apa dampaknya kepada cara pengelolaan pembangunan di daerah 5. Apa yang perlu ditetapkan dalam mengembangkan prospek dan kebutuhan pengembangan kelembagaan yang diharapkan untuk meningkatkan kemampuan manajemen dan kelembagaan pembangunan di Kabupaten/ Kota Latihan 2: Pertanyaan untuk diskusi kelompok (peserta dibagi 2 kelompok) Kelompok 1: Diskusikan dan tarik kesimpulan dengan menggunakan analisis SWOT bagaimana gambaran keadaan eksisting kondisi pembangunan di daerah yang selanjutnya akan dijadikan base line untuk menetapkan sasaran atau target-target kedepan. Gunakan sektor sektor yang menjadi kebutuhan utama masyarakat di daerah Kelompok 2: Diskusikan dampak dari adanya perubahan paradigma pembangunan yang mengedepankan prinsip bottom up terhadap cara cara pembangunan di daerah. Kaitkan perubahan paradigma tersebut dengan prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabiltas dalam proses pembangunan. F. Rangkuman Mengikuti alur pikir manajemen strategis, keadaan eksisting harus diidentifikasi sebelum penetapan sasaran kedepan. Keadaan eksisting diperoleh melalui analisis SWOT, yang selanjutnya dijadikan base line untuk menetapkan sasaran atau target- target kedepan, gambaran beberapa keadaan eksisting disusun dengan mengacu kepada tujuan-tujuan pembangunan millenium (MDGs). Adapun tujuan-tujuan milineum tersebut adalah sebagai berikut. Tujuan pertama : Menurunkan sampai 50 persen proporsi orang yang hidup dalam kondisi kemiskinan Tujuan kedua : Persamaan pendidikan bagi tiap anak perempuan dan laki-laki Tujuan ketiga : Memajukan kesetaraan jender Tujuan keempat : Menurunkan angka kematian anak balita sebesar dua pertiga antara tahun 2000 dan 2015 Tujuan kelima : Meningkatkan kesehatan maternal dengan cara menurunkan AKI (angka kematian ibu) sebesar tiga
  • 23. 16 perempat antara 2000-2015 Tujuan keenam : Memerangi dan menghentikan penyebaran HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya. Tujuan ketujuh : Menghentikan perusakan lingkungan (target 10 air bersih & sanitasi) Melihat dari tujuan yang akan dicapai dalam pembangunan milennium diatas maka tantangan yang harus dihadapi adalah sebagai berikut: 1. Kemiskinan 2. Pendidikan 3. Kesetaraan Jender 4. Kesehatan 5. Lingkungan Tantangan pembangunan yang tinggi tersebut, kecuali disebabkan oleh masih tingginya pertumbuhan penduduk perkotaan juga oleh: 1. Target-target pembangunan yang belum tercapai pada tahun-tahun yang lalu 2. Terjadi ‘jeda pembangunan’ sejak terjadinya krisis ekonomi 1997 3. Kesehatan
  • 24. BAB III KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu: memahami strategi kemitraan pemerintah swasta dalam penyediaan pelayanan umum, serta bentuk-bentuk kemitraan. A. Pendahuluan Pemerintahan Daerah dihadapkan pada kenyataan bahwa investasi yang diperlukan untuk pembangunan daerah, baik untuk pembangunan prasarana dan sarana dasar maupun untuk penggalian potensi daerah dan penciptaan lapangan pekerjaan sangat besar. Kendala yang dihadapi Pemerintahan Daerah saat ini utamanya adalah masalah pendanaan. Dengan terbatasnya kemampuan APBN/APBD, beberapa opsi pembiayaan yang perlu dipertimbangkan dalam pembangunanan antara lain adalah pinjaman, obligasi dan investor. Sesungguhnya, pinjaman jangka panjang yang dapat digunakan untuk pembangunan bagi credit-worthy PEMDAs and BUMDs meliputi: Penerusan Pinjaman (SLA), Rekening Pembangunan Daerah (RDA/RPD), Partisipasi Penanaman Modal Sektor Swasta, Obligasi Pendapatan dan Pinjaman Komersial (BPD & Bank Komersial). Akan tetapi, disebabkan tingginya pinjaman luar negeri pemerintah sekarang ini, sedangkan di lain pihak pinjaman jangka panjang dengan bunga rendah sukar diperoleh, maka sumber pembiayaan melalui pasar modal/ obligasi dan investor melalui kemitraan pemerintah dengan swasta dapat dijadikan alternatif dalam pembiayaan program-program pembangunan daerah. Menneg Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas mengakui bahwa pemerintah hanya mampu membiayai maksimal 20% dari total kebutuhan negara dari PDB, sedangkan sisanya diharapkan dari peran swasta. Prof Dr. Boediono menyatakan: ’to reduce shortage and avoid the harmful effects of inadequate and poor infrastructure, because of the sheer size of the financing gap, Private Setor Participation has to be increased’. Dalam Bab ini akan dibahas tentang sumber pembiayaan penyediaan pelayanan umum melalui Kemitraan Pemerintah-Swasta (KPS). Meskipun strategi ini telah lama disosialisasikan dan penerapannya telah banyak dilakukan di beberapa daerah dalam penyediaan pelayanan umum, tetapi pengertiannya sering masih kurang tepat, rancu dengan swastanisasi. Oleh karena itu, penyajian dalam Bab ini juga akan mencakup pengertian dasar. KPS bukan swastanisasi. Dalam KPS, kepemilikan sarana dan prasarana tetap pada Pemerintah, meskipun Sektor Swasta yang membangun dan membiayai. Jadi setelah kontrak KPS berakhir, pihak swasta mentransfer sarana dan prasarana yang 17
  • 25. 18 dipelihara dan dilakukan penggantian aset yang usiagunanya habis melalui biaya depresiasi yang telah diperhitungkan, kepada Pemerintah Daerah. B. Pengertian Kemitraan (partnership) secara umum diartikan kerjasama antara dua pihak atau lebih dalam rangka mencapai tujuan bersama. Konsep dasar kemitraan adalah bahwa dalam mewujudkan tujuan, pihak yang bermitra harus mampu saling memperkuat, saling menutup kelemahan dan secara bersama mengelola resiko. Oleh karenanya, dalam membentuk kemitraan, masing-masing pihak harus memiliki keunggulan komparatif yang dibutuhkan oleh pihak mitra. Dengan demikian kemitraan akan mampu: 1. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan kegiatan 2. Menghasilkan keluaran yang lebih baik. 1. Macam Kerjasama Sesungguhnya, partisipasi sektor swasta dalam pembangunan daerah melalui kerjasama dengan pemerintah daerah berdasarkan kontrak memiliki variasi bentuk yang sangat luas. Misalnya dalam pembangunan prasarana pelayanan dasar. Jika proses pembangunannya mengikuti siklus UNIDO (United Nation Industrial Development Organization) yang tersusun dari 3 (tiga) tahapan dengan kegiatan-kegiatan seperti dalam tabel di bawah Tahap Kegiatan 1. Persiapan a. Identifikasi gagasan proyek atau analisis pendahuluan b. Studi pendahuluan c. Studi Kelayakan d. Evaluasi dan keputusan investasi. 2. Pelaksanaan a. Mulai melaksanakan proyek b. Menyiapkan perincian desain-engineering c. Menyusun jadwal d. Mengadakan kontrak dan pembelian e. Pembangunan (konstruksi) f. Pra-operasi dan start-up. 3. Operasi Operasi instalasi Maka pemerintah/pemerintah daerah dapat bekerjasama dengan pihak swasta untuk melaksanakan salah satu atau beberapa kegiatan. Dalam studi kelayakan atau desain misalnya, Pemerintah Daerah dapat bekerjasama dengan konsultan untuk pelaksanaannya. Sedangkan dalam pekerjaan konstruksi, Pemerintah dapat memanfaatkan jasa kontraktor melalui beberapa pilihan bentuk kontrak kerjasama; seperti kontak pengadaan material, kontrak konstruksi, sampai dengan kontrak turn-key. Dalam kerjasama seperti itu, pihak pemerintah bertindak sebagai pemberi kerja dan penyandang dana.
  • 26. 19 Kerjasama Pemerintah Swasta yang akan dibahas dalam Modul ini adalah kerjasama dimana pihak swasta sebagai penyandang dana. C. BOT dan Konsesi Kerjasama Pemerintah dengan pihak swasta berdasarkan kontrak di mana pihak swasta bertindak sebagai penyandang dana (investor) memiliki dua bentuk dasar yaitu BOT dan Konsesi. 1. BOT (Build Operate and Transfer) a. Pengertian Kontrak Bangun Kelola Alih Milik (BOT) adalah perjanjian kerjasama dimana mitra usaha bertanggung jawab membangun prasaran dan sarana termasuk membiayainya, yang kemudian dilanjutkan dengan pengo- perasian dan pemeliharaannya untuk suatu jangtka waktu tertentu, dan kemudian menyerahkan seluruh aset kepada Pemerintah tanpa penggantian biaya apapun. Untuk pengembalian modal investasi, biaya pengoperasian dan pemeliharaan serta keuntungan yang wajar, Mitra Usaha menerima pembayaran dari penanggung jawab proyek, yang pada umumnya menggunakan sistem pembayaran Take or Pay. Dengan sistem tersebut, penanggung jawab proyek akan membayar/membeli kapasitas yang dihasilkan oleh Mitra usaha sesuai dengan kesepakatan perjanjian kerjasama. Untuk memberikan gambaran tentang proyek BOT, kita ambil contoh kerjasama Pemerintah-Swasta dalam penyediaan air minum bagi masyarakat Daerah melalui Perusahaan Daerah Air Minum seperti di bawah. 1) B Pihak swasta melaksanakan pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA) termasuk pembiayaannya 2) O Pihak swasta mengoperasikan IPA (termasuk memelihara) dan menjual air olahan kepada PDAM (pelayanan air minum kepada masyarakat dilakukan oleh PDAM) 3) T Setelah masa kontrak selesai, pihak swasta menyerahkan (alih milik) IPA kepada PDAM.
  • 27. 20 SWASTA Take-or-Pay PDAM IPA BARU EKSISTING Gambar 8 . BOT b. Apa yang membuat BOT unik? Unsur yang unik pada suatu BOT untuk prasarana umum mencakup: 1) Fasilitas dibangun dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan prasarana. 2) Umumnya sangat padat modal dan membutuhkan dana dalam jumlah besar untuk membangunnya. Dimana pengembalian modal relatip lama. 3) Dicirikan dengan seperangkat perjanjian kontrak yang rumit, yang mengikat masing-masing pihak dalam transaksi untuk melaksanakannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut. 4) Pendapatan sektor swasta diperoleh dengan menjual produk layanan yang dihasilkan fasilitas selama periode kontrak, sesuai dengan syarat perjanjian antara pihak swasta dengan badan pemerintah. 5) Resiko diidentifikasikan oleh pihak-pihak dalam transaksi dan ditransfer kepada pihak yang paling mampu menangani resiko tersebut dengan biaya serendah mungkin. c. Bagaimana kontrak BOT terstruktur? Struktur BOT kadang kala berbentuk jaring kesepakatan yang rumit yang melibatkan banyak peserta. Struktur yang rumit ini penting untuk dipahami pada saat melaksanakan kontrak. Struktur tersebut secara singkat : 1) Jangka waktu kontrak harus cukup untuk mengembalikan hutang dan memberikan keuntungan yang disesuaikan dengan resiko kepada para investor. 2) Permintaan akan layanan dijamin oleh otoritas pemerintah (badan yang mengontrak). 3) Fasilitas akan ditransfer ke pemerintah sebagai milik pemerintah pada akhir periode kontrak. Kontrak harus menyebutkan secara jelas bagaimana pengalihan kepemilikan dilakukan dan keharusan pihak swasta menyiapkan fasilitas yang akan diserah terimakan. Sektor
  • 28. 21 pemerintah harus menyiapkan unit untuk menangani pemindah tanganan ini. 4) Di saat pengakhiran kontrak, sering kali terdapat penyediaan layanan untuk dilanjutkan. Hal ini dapat dilaksanakan untuk memastikan bahwa transisi yang mulus dalam manajemen dapat terjadi. d. Kendala dalam kontrak BOT Terdapat banyak kendala dalam memasuki kontrak jenis ini. Tidak sedikit yang diakibatkan oleh kesalah pahaman mengenai persyaratan, peran sektor pemerintah dan sektor swasta. Dalam konteks ini, kita harus mempelajari beberapa kendala penting dalam kontrak BOT, yaitu: 1) Kerumitan paket penetapan harga. Kerumitan ini dicirikan oleh proyek besar dengan periode maturitas yang panjang sehingga mengharuskan keuangan proyek diselesaikan. Kebutuhan pembiayaan proyek ini menimbulkan dokumen hukum yang rumit, yang umumnya, belum dikenal oleh badan pemerintah daerah yang bertanggung jawab untuk memberikan layanan kepada masyarakat. Pengelola utilitas harus mulai mempelajari keahlian baru, memahami lingkungan kontrak yang rumit, mempelajari syarat dan ketentuan dalam pembiayaan dan pengontrakan. Situasi ini sering kali membuat otoritas lokal kewalahan, sehingga mengakibatkan kemacetan dalam negosiasi. Program yang berhasil adalah yang telah mendapatkan keahlian yang sesuai melalui konsultan, yang telah mengembangkan organisasi pemerintah pusat untuk memudahkan transaksi dan yang telah melatih staf pemerintahan lokal mengenai unsur penting dalam pembiayaan. 2) Penetapan harga dan syarat kontrak seringkali menjadi permasalahan. Harga untuk layanan dinilai terlalu rendah dari yang ditawarkan oleh sektor swasta. Pada umumnya, pandangan ini terjadi karena badan pelaksana tidak memproyeksikan secara tepat data mengenai biaya unit proyek. Permasalahan lain adalah yang menyangkut syarat kontrak yang mengharuskan ditransfernya resiko tertentu. Unsur transfer resiko ini dapat menyangkut masalah unsur ambil atau bayar, keadaan kahar, penyelesaian perselisihan dan permasalahan lain yang menghalangi kesimpulan yang teratur dari pada kontrak. 3) Kepekaan atas aspek politik sering kali timbul dalam diskusi. Hal ini termasuk tarif yang ditetapkan terlalu rendah untuk disubsidikan melalui pendapatan pajak atas dasar gagasan untuk menswastakan utilitas. Permasalahan kepekaan ini dapat diatasi dengan memberikan pemahaman kepada pemerintah mengenai manfaat badan usaha swasta dalam penyediaan layanan.
  • 29. 22 2. Kontrak Konsesi a. Pengertian Menurut International Finance Corporation, Concession:”An arrangement whereby a private party leases assets for service provision from a public authority for an extended period and has responsibility for financing specified new fixed investments during the period; the assets revert to public sector at expiration of the contract”. Kontrak konsesi adalah bentuk kerjasama dimana mitra usaha diberi hak tertentu untuk melakukan pengelolaan, investasi, rehabilitasi, pemeli- haraan, pelayanan, menagih dan menerima pembayaran dari pelanggan/ penerima jasa. Selama masa konsesi, pemegang konsesi memberikan pembayaran tertentu kepada penanggung jawab proyek. Setelah berakhirnya masa kontrak, yang biasanya lebih panjang dari pada BOT, semua aset kembali kepada penanggung jawab proyek. Untuk memberikan gambaran perbedaan dengan BOT, kita ambil contoh kerjasama Pemerintah-Swasta dalam penyediaan air minum seperti di atas. SWASTA Baru Eksistin g Gambar 9. Model Konsesi Dalam kontrak konsesi, pelayanan kepada masyarakat dilaksanakan oleh pihak sawasta. Kerjasama konsesi realisasinya adalah sebagai berikut: 1) Pihak swasta menyewa sistem eksisting, memperbaiki, memelihara dan mengoperasikannya untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. 2) Pihak swata membangun Sistem Baru dan mengoperasikannya untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. 3) Setelah masa kontrak selesai, pihak swasta menyerahkan (alih milik) IPA kepada PDAM.
  • 30. 23 Dalam kontrak konsesi, pihak swasta bertanggung jawab atas keseluruhan pengoperasian dan program perbaikan sistem yang telah dimiliki oleh otoritas pemerintah. Pihak swasta juga bertanggung jawab untuk membiayai, membangun dan mengoperasikan instalasi baru guna meningkatkan cakupan pelayanan, yang pada akhir masa konsesi harus dialih milikkan ke pihak pemerintah. Berbeda dengan BOT, dalam konsesi pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh sektor swasta. Dalam kontrak konsesi, kepemilikan seluruh asset tetap pada otoritas pemerintah. Meskipun sesuai kontrak tanggung jawab lainnya dilimpahkan kepada sektor swasta, tetapi sektor pemerintah tetap memiliki peran kepengaturan dan monitoring kinerja pihak swasta. Kompensasi sektor swasta dengan sendirinya adalah berdasarkan kinerja. b. Tanggung jawab masing-masing pihak Kontraktor swasta menerima seluruh tanggung jawab otoritas pemerintah. Mereka mempertahankan tanggung jawab atas pengoperasian, perawatan dan investasi modal. Dalam segala aspek, perusahaan swasta tersebut bukan merupakan agen bagi otoritas pemerintah. Investasi modal umumnya dirancang untuk periode tahun tertentu dengan keuntungan yang memadai bagi kontraktor sektor swasta. Pada saat investasi dilakukan, kepemilikan asset tetap ditangan otoritas pemerintah dan pembayaran kembali hutang dijadwalkan sesuai dengan penagihan tarif. c. Kegunaan kontrak konsesi Karena kontrak jenis ini melepaskan semua kekuasaan pengoperasian dan investasi kepada sektor swasta, maka hanya akan dapat dilaksanakan dalam skala besar. Artinya, otoritas pemerintah harus melepaskan kendali atas sistem secara keseluruhan. Model ini hanya memiliki satu kegunaan. d. Syarat dan ketentuan kontrak konsesi yang umum Kontrak konsesi harus memiliki syarat dan ketentuan yang jelas. Umumnya ketentuan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Periode pengoperasian jangka panjang, antara 20 - 30 tahun. Periode ini harus cukup panjang agar perbaikan investasi dapat dilakukan dalam 5 hingga 10 tahun pertama, dan agar dapat dihasilkan pendapatan untuk membayar kembali hutang atas pinjaman. 2) Pihak swasta harus memiliki hak eksklusif atas sistem selama jangka waktu kontrak. Ia dikompensasikan berdasarkan kinerja, sehingga harus mengandalikan semua aspek dari kinerja tersebut. Jika tidak diberikan kendali total, tolak ukur yang mungkin telah dipilih dapat menjadi sasaran perubahan yang tak terkendali.
  • 31. 24 3) Jika terdapat investasi apapun dan untuk terus mendorong sektor swasta memperbaiki sistem yang perlu diperluas, provisi kontrak mengharuskan kompensasi dibayarkan kepada kontraktor sektor swasta untuk investasi tanpa amortisasi di akhir perjanjian. Pengakhiran ini dapat terjadi sebagai akibat selisih waktu atau pengakhiran yang tidak diinginkan sebagai akibat kelalaian. Bagaimanapun juga, investasi modal yang terjadi harus disadari selama periode pengoperasian. 3. Investasi dan Resiko Dilihat dari resiko dan waktu kontrak, pada umumnya kontrak konsesi akan lebih besar. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi yang harus ditanamkan. Jika dilihat pada gambar di bawah, kewenangan yang diberikan kepada mitra swasta pada kontrak konsesi akan lebih besar dari kontrak BOT. Dalam kontrak konsesi operasional sampai dengan pelayanan kepada pelanggan termasuk penerimaan pembayaran dilakukan oleh pihak swasta. Kontrak konsesi diterapkan jika belum ada penyedia pelayanan oleh badan pemerintah daerah atau oleh karenha kinerja penyedia pelayanan dari BUMD atau pemerintah daerah tidak baik. KONSESI TINGKAT RESIKO BOT SWASTA KONTRAK Investasi SEWA KONTRAK KELOLA TINGKAT KONTRAK KEWENANGAN PELAYANAN SWASTA Jangka Waktu Kontrak KPS Gambar 10. Tingkat resiko D. Perkembangan Kemitraan Pemerintah Swasta Kenyataan yang berkembang dewasa ini memperlihatkan banyak pelaksanaan pembangunan, khususnya di negara berkembang, menerapkan strategi kemitraan pemerintah swasta. Peran sektor swasta dalam pembangunan dan penyediaan pelayanan masyarakat di Indonesia akan cenderung terus meningkat. Kecenderungan tersebut beralasan jika memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
  • 32. 25 1. Kebutuhan prasarana yang sangat besar akan terus berkembang seiring dengan pertumbuhan perkotaan dan dalam kerangka untuk mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi, sedangkan dana pembangunan pemerintah terbatas. 2. Di samping itu, dengan kesepakatan yang baru melalui ASEAN dan APEC, Indonesia memasuki era globalisasi dan integrasi regional, sehingga harus bersaing langsung dengan negara tetangganya dalam hal investasi dan hasil produksi. Dalam meningkatkan daya saingnya, kita dihadapkan kepada banyak masalah diantaranya adalah efektifitas dan efisiensi, serta kemampuan menghasilkan mutu yang bersaing. 3. Dalam usaha meningkatkan efektivitas dan efisiensi, masuknya sektor swasta melalui kompetisi secara transparan dapat menjawab tantangan tersebut. 4. Sering kali, dalam proses pembangunan diperlukan penerapan teknologi mutakhir, khususnya untuk meningkatkan mutu keluaran dan efektivitas pembiayaan. Transfer teknologi untuk tujuan tersebut akan dimungkinkan melalui kerjasama pemerintah dengan sektor swasta. Implementasi KPS di Indonesia telah masuk ke banyak sektor seperti: penyediaan air minum, kesehatan, pendidikan dan transportasi. Dalam usaha percepatan pembangunan, telah diterbitkan Perpres 67/2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur sebagai pengganti Keppres 7/1998. Tujuannya adalah untuk mempercepat penyediaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, serta meningkatkan daya saing Indonesia dalam pergaulan global. Prinsipnya adalah: 1. Adil 2. Terbuka 3. Transparan 4. Bersaing 5. Bertanggung gugat 6. Saling menguntungkan 7. Saling membutuhkan Adapun jenis infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha mencakup 1. Infrastruktur transportasi 2. Infrastruktur jalan 3. Infrastruktur pengairan 4. Infrastruktur air minum 5. Infrastruktur air limbah 6. Infrastruktur telekomunikasi
  • 33. 26 7. Infrastruktur ketenagalistrikan 8. Infrastruktur minyak dan gas bumi E. Latihan Latihan 1: Pertanyaan kepada peserta dilakukan secara bergiliran 1. Kenyataan bahwa investasi yang diperlukan untuk pembangunan daerah, baik untuk pembangunan prasarana dan sarana dasar maupun untuk penggalian potensi daerah dan penciptaan lapangan pekerjaan sangat besar. Sebutkan beberapa strategi dalam rangka usaha yang bisa dilakukan pemda untuk dapat menutupi biaya investasi tersebut ? 2. Jelaskan pengertian serta tujuan mendasar tentang KPS! Jelaskan pula perbedaan antara swastanisasi dengan kemitraan! 3. Sebutkan macam macam kerjasama yang banyak dilakukan antara pemerintah dengan pihak swasta! Sebutkan pula karakteristik dari masing masing bentuk kerjasama tersebut! 4. Sebutkan syarat dan ketentuan kontrak konsesi yang umum dilakukan antara pemda dengan swasta! Apa kegunaan kontrak konsesi? Sebutkan di daerah anda infrastruktur mana saja yang paling mungkin di kelola dengan cara kontrak konsesi! Apa kendala yang dihadapi untuk mengembangkan pola hubungan kerjasama semacam ini di daerah anda? Latihan 2: Pertanyaan untuk diskusi kelpompok (peserta dibagi 2 kelompok) Kelompok 1: Diskusikan bagaimana Investasi dan Resiko yang dihadapi bila pengembangan pelayanan air minum sebagai salah satu kebutuhan masyarakat di kelola dengan cara kerjasama antara pemerintah / PDAM dengan puhak swasta Kelompok 2: Diskusikan dengan menggunakan dasar hukum Perpres 67/2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (sebagai pengganti Keppres 7/1998): a. Apa tujuan KPS dalam penyediaan infrastruktur ? b. Bagaimana penerapan prinsip prinsip good governance tersebut dibawah ini, dalam pengelolaannya di lapangan untuk mendapatkan manfaat “win – win solution”? 1. Adil 2. Terbuka 3. Transparan 4. Bersaing
  • 34. 27 5. Bertanggung gugat 6. Saling menguntungkan 7. Saling membutuhkan F. Rangkuman Pemerintahan Daerah dihadapkan pada kenyataan bahwa investasi yang diperlukan untuk pembangunan daerah, baik untuk pembangunan prasarana dan sarana dasar maupun untuk penggalian potensi daerah dan penciptaan lapangan pekerjaan sangat besar. Kendala yang dihadapi Pemerintahan Daerah saat ini utamanya adalah masalah pendanaan. Salah satu upaya untuk mengatasi kendala tersebut adalah Kemitraan Pemerintah-Swasta (KPS). Meskipun strategi ini telah lama disosialisasikan dan penerapannya telah banyak dilakukan di beberapa daerah dalam penyediaan pelayanan umum, tetapi pengertiannya sering masih kurang tepat, rancu dengan swastanisasi. KPS bukan swastanisasi. Dalam KPS, kepemilikan sarana dan prasarana tetap pada Pemerintah, meskipun Sektor Swasta yang membangun dan membiayai. Kemitraan (partnership) secara umum diartikan kerjasama antara dua pihak atau lebih dalam rangka mencapai tujuan bersama. Konsep dasar kemitraan adalah bahwa dalam mewujudkan tujuan, pihak yang bermitra harus mampu saling memperkuat, saling menutup kelemahan dan secara bersama mengelola resiko. Dengan demikian kemitraan akan mampu: 1. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan kegiatan 2. Menghasilkan keluaran yang lebih baik. Kerjasama Pemerintah dengan pihak swasta berdasarkan kontrak di mana pihak swasta bertindak sebagai penyandang dana (investor) memiliki bentuk dasar sebagai berikut; 1. BOT (Build Operate and Transfer) Kontrak Bangun Kelola Alih Milik (BOT) 2. Kontrak Konsesi 3. Investasi dan Resiko Kenyataan yang berkembang dewasa ini memperlihatkan banyak pelaksanaan pembangunan, khususnya di negara berkembang, menerapkan strategi kemitraan pemerintah swasta. Implementasi KPS di Indonesia telah masuk ke banyak sektor seperti: penyediaan air minum, kesehatan, pendidikan dan transportasi. Dalam usaha percepatan pembangunan, telah diterbitkan Perpres 67/2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur sebagai pengganti Keppres 7/1998.
  • 35. 28 Tujuannya adalah untuk mempercepat penyediaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, serta meningkatkan daya saing Indonesia dalam pergaulan global. Prinsipnya adalah: 1. Adil 2. Terbuka 3. Transparan 4. Bersaing 5. Bertanggung gugat 6. Saling menguntungkan 7. Saling membutuhkan 8. Saling Adapun jenis infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha mencakup 1. Infrastruktur transportasi 2. Infrastruktur jalan 3. Infrastruktur pengairan 4. Infrastruktur air minum 5. Infrastruktur air limbah 6. Infrastruktur telekomunikasi 7. Infrastruktur ketenagalistrikan 8. Infrastruktur minyak dan gas bumi.
  • 36. BAB IV PENETAPAN SKALA PRIORITAS Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu : menetapkan skala prioritas sesuai dengan tingkat kebutuhan ketepatannya, sehingga pembangunan daerah menjadi lebih terarah menuju vsi yang telah ditetapkan. A. Pendahuluan Kebutuhan banyak, dan akibat telah terjadinya jeda pembangunan, beberapa kebutuhan tersebut menjadi mendesak. Tetapi bagaimanapun juga, akibat keterbatasan kemampuan pembiayaan dan sumber daya lainnya, perlu dilakukan penetapan skala prioritas. KEBUTUHAN BANYAK & MENDESAK AIR BERSIH SEKOLAH PRASAR. IBADAH LISTRIK PRASAR. OL.RAGA RUMAH SAKIT JALAN Gambar 11. Kebutuhan banyak dan mendesak Pengambilan keputusan terhadap pilihan-pilihan yang ada, memerlukan kriteria pemilihan. Sebagai contoh, Sering kriteria yang dipilih cukup bervariasi baik kuantitatif maupun kualitatif. Makin rumit permasalahan atau makin kritis seseorang akan semakin rumit analisisnya. Jika sumber kerumitan dalam penetapan pilihan adalah akibat beragamnya kriteria, maka analytical hierarchy process (disingkat AHP) 29
  • 37. 30 merupakan teknik untuk membantu menyelesaikan masalah itu. AHP diperkenalkan oleh Thomas L. Saaty pada periode 1971-1975 ketika di Wharton School. Dalam Bab ini kita akan membahas pemakaian AHP untuk penentuan prioritas. Pengenalan konsep akan langsung dilakukan pada setiap tahapan, melalui contoh. B. Permasalahan Umum & Metode Pemilihan 1. Permasalahan Umum Proses pengambilan keputusan pada dasarnya adalah memilih suatu alternatif dari sekian banyak alternatif dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria pilihan. Misalnya, jika Anda harus mengambil keputusan untuk pembelian suatu mobil. Tersedia beberapa merek mobil sebagai alternatif pilihan. Jika kita strukturkan alur pikirnya, maka akan terbentuk gambar sebagai berikut: Memiliki mobil yang memenuhi TUJUAN tuntutan logik dan emosional ALTERNATIP/ Toyota PILIHAN Honda, BMW Gambar 12. Tujuan dan alternatif Tentunya Anda harus set kriteria untuk menetapkan pilihan; mungkin kehandalan, pelayanan purna jual, efisiensi, harga beli, harga jual kembali, kenyamanan, dan yang menjadi sukar adalah jika Anda memasukkan kriteria yang berkaitan dengan otak kanan --- emosi.
  • 38. 31 Tujuan Kriteria Pilihan Gambar 13. Struktur Hirarkikal Kriteria kelompok kedua di atas bersifat kualitatif. Setelah kriteria kita masukkan, maka akan terstruktur menjadi seperti berikut: 2. Model Pemilihan Model-model pengambilan keputusan yang dibuat sebenarnya merupakan usaha menyederhanakan masalah dan mempermudah manusia dari sisi logis. Bebarapa metode yang banyak diterapkan adalah: a. Metode Kualitatif 1) Brainstorming & Multivoting, 2) Analisis Sebab Akibat, 3) Focus Group, 4) Benchmarking, 5) Process Flowchart, 6) Gap Analisys, 7) Fish-Bone Diagram, dan lain-lain b. Metode Kuantitatif 1) Teknik Probabilitas 2) Pohon Keputusan 3) Linear Programming 4) Statistik 5) Game Theory 6) dan lain-lain Model AHP adalah model pengambilan keputusan yang komprehensip, memperhitungkan hal-hal kuantitatif dan kualitatif sekaligus.
  • 39. 32 C. AHP 1. Prinsip Dasar Model AHP Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Model AHP menggunakan persepsi manusia yang dianggap expert sebagai input utamanya, sehingga sering dikenal dengan expert choice. Ekspert diartikan orang yang mengerti benar permasalahan yang diajukan, merasakan akibat suatu masalah atau punya kepentingan terhadap masalah tersebut. Misalnya, Dalam kelompok pengambilan keputusan, terutama untuk suatu permasalahan yang harus dipecahkan dari berbagai sudut pandang, dapat digunakan lebih dari satu ekspert. Misalnya, dalam perencanaan sebuah kota, apabila akan diterapkan model AHP akan menjadi kurang valid apabila hanya satu ekspert yang mengisi model tersebut. Dengan memakai ekspert atau responden lebih dari satu, dapat timbul masalah bagaimana mengatur proses pengisian persepsi. Ada dua cara umum yang biasa dipakai: a. Cara konsensus semua responden yang berkumpul dalam satu ruang harus mengeluarkan satu penilaian saja untuk satu perbandingan. b. Cara Pengisian Kuesioner para respondenden tidak harus kumpul dalam satu ruangan, tetapi dapat dihubungi secara terpisah dengan mengisi kuesioner. Pekerjaan tersulit di sini adalah bagaimana menghasilkan sebuah angka yang dapat mewakili keinginan semua responden untuk suatu perbandingan. Inilah salah satu keunggulan AHP apabila dikaitkan dengan kepentingan politik; bersifat lebih demokratis. Dalam proses perencanaan pembangunan, masyarakat dimungkinkan turut serta lewat proses pembuatan hirarki dan pengisian kuesioner bersama-sama aparat pemerintah. Melalui cara ini diharapkan persepsi masyarakat dapat diimengerti pemerintah dan diperhitungkan dalam perencanaan pembangunan. Sehingga pada akhirnya pembangunan bersifat bottom-up. 2. Tahapan Secara garis besar, aplikasi AHP dilakukan dalam dua tahap, yaitu penyusuan hirarki dan evaluasi hirarki.
  • 40. 33 3. Nilai Perbandingan Secara umum seseorang dapat menyatakan perbedaan hal-hal kualitatif dalam lima istilah, yaitu: sama, lemah, kuat, sangat kuat dan absolut. Dengan mendasarkan pada kelima istilah tersebut dan kompromi di antara istilah-istilah tersebut, maka secara keseluruhan dibutuhkan sembilan nilai yang berurutan. Tabel I-3 Skala Perbandingan Berpasangan INTENSITAS DEFINISI KEPENTINGA PENJELASAN VERBAL N Kedua elemen sama Kedua elemen yang sama terhadap 1 pentingnya tujuan Elemen yang satu Pengalaman dan pertimbangan sedikit 3 sedikit lebih penting memihak pada sebuah elemen dari pada yang lain. dibanding elemen lainnya Elemen yang mempunyai tingkat kepentingan yang Pengalaman judgment secara kuat kuat terhadap yang 5 memihak pada sebuah elemen lain, jelas lebih dibandingkan elemen lainnya. penting dari elemen yang lain Satu elemen jelas Satu elemen dengan disukai, dan 7 lebih penting dari dominasinya tampak dalam praktek. elemen yang lainnya. Satu elemen mutlak Bukti bahwa satu elemen penting dari 9 lebih dari elemen elemen lainnya adalah dominan. lainnya Nilai-nilai tengah diantara dua Nilai ini diberikan bila diperlukan 2,4,6,8 pertimbangan yang adanya dua pertimbangan berdampingan Bila komponen I mendapat salah satu nilai diatas (non zero), saat Kebalikan dari dibandingkan dengan elemen J, maka nilai terbut elemen J mempunyai nilai diatas kebalikannya saat dibandingkan dengan elemen J D. Memahami AHP melalui Contoh Aplikasi Untuk memperoleh gambaran bagaimana AHP digunakan untuk menyusun suatu prioritas, berikut ini adalah suatu contoh.
  • 41. 34 Kasus: Memilih Sekolah Masalah pemilihan sekolah ini dilakukan sendiri oleh Prof. Saaty penemu model AHP untuk membantu anaknya dalam menentukan perguruan tinggi yang akan dimasukinya setelah lulus dari sekolah menengah atas. Anak Prof Saaty mengalami kesukaran untuk memilih tiga perguruan tinggi yang menerimanya sebagai mahasiswa. 1. Langkah 1: Menyusun Hirarki Hirarki AHP menetapkan bahwa dalam penentuan prioritas, harus dimulai dengan penetapan tujuannya. Kemudian menetapkan kriteria dan akhirnya ke alternatif-alternatif di mana pilihan akan dibuat. Tujuan : Memilih sekolah yang paling cocok atau memuaskan bagi si anak Kriteria: : Kriteria yang dipertimbangkan dalam menentukan pilihan sekolah adalah: - Proses belajar mengajar (PBM) - Lingkungan pergaulan (LP) - Kehidupan sekolah secara umum (KS) - Pendidikan kejuruan (PK) - Kualifikasi yang diminta (KUA) - Mutu kelas musiknya (KM) Pilihan : Perguruan tinggi yang telah menerima adalah: - Perguruan Tinggi A - Perguruan Tinggi B - Perguruan Tinggi C Bentuk hirarki yang kurang sesuai akan menghasilkan suatu model AHP yang kurang bermanfaat meskipun hirarki tersebut diisi oleh seorang ekspert yang memang kompeten dalam bidangnya. Gambar 14. Hirarki
  • 42. 35 2. Langkah 2: Menyusun Perbandingan Berpasangan Langkah kedua adalah menetapkan perbandingan tingkat pentingnya kriteria, dengan skala 1 sampai 9. Kriteria dalam kolom 1 (dalam Tabel di bawah adalah PBM) diisi angka 1. Dalam Kasus ini, pertanyaan yang harus diajukan untuk menyusun matriks pairwise comparison adalah: a. Mana yang lebih penting antara PBM dibandingkan LP, KS, PK, KUA dan KM? b. Mana yang lebih penting antara LP dibandingkan KS, PK, KUA dan KM? c. Mana yang lebih penting antara KS dibandingkan PK, KUA dan KM? d. Mana yang lebih penting antara PK dibandingkan KUA dan KM? e. Mana yang lebih penting antara KUA dibandingkan KM? Responden Responden hirarki ini adalah Si Anak, karena ia memenuhi kriteria expert untuk masalah ini yaitu orang yang mengerti benar permasalahannya dan punya kepentingan akan masalah tersebut. Tabel I-4. Perbandingan kriteria PBM LP KS PK KUA KM PBM 1 LP 1/4 1 KS 1/3 1/7 1 PK 1 1/3 5 1 KUA 1/3 5 5 1 1 KM 1/4 1 6 3 1/3 1 Diperoleh hasil perbandingan seperti dalam Tabel di atas, yang berarti: - Kolom 2 PBM PBM dinilai sebagai kriteria terpenting, (diberi - 4 x dibanding LP, angka 1) - 3x dibanding KS, - sama dengan PK, - 3x dibanding KUA dan - 4x dibanding KM - Kolom 3 LP LP dinilai (diberi - Lebih penting 7 x dibanding KS, angka 1) - Lebih penting 3x dibanding PK, - kalah penting dibanding KUA. (1/5 kali). - sama pentingnya dengan KM. - Kolom 4 KS KS dinilai kurang penting (diberi - dibanding PK (1/5), angka 1) - dibanding KUA (1/5) dan
  • 43. 36 - dibanding KM (1/6) Kolom 5 PK PK dinilai (diberi - sama penting dengan KUA, angka 1) - kalah penting terhadap KM (1/3) Kolom 6 KUA KUA dinilai lebih penting (diberi Disbanding KM (3x). angka 1) Dalam penetapan perbandingan perlu konsistensi. Contoh: Apabila mercedes 2 x lebih mahal dari honda, sedangkan jaguar 2 x lebih mahal dari mercedes, maka jaguar 4 x lebih mahal dari honda. Apabila jeruk 2 x lebih enak dari pisang, sedangkan apel 3 x lebih enak dari jeruk, maka apel 6 x lebih enak dari pisang Selanjutnya kita isi matriks dengan poros diagonal kekanan bawah dengan angka kebalikannya. PBM LP KS PK KUA KM PBM 1 4 3 1 3 4 LP 1/4 1 7 3 1/5 1 KS 1/3 1/7 1 1/5 1/5 1/6 PK 1 1/3 5 1 1 1/3 KUA 1/3 5 5 1 1 3 KM 1/4 1 6 3 1/3 1 Gambar 15. Matriks Perbandingan Berpasangan 3. Langkah 3: Menghitung Nilai Bobot Prioritas Setelah matriks perbandingan selesai disusun, langkah selanjutnya adalah mengukur bobot prioritas kriteria. Hasilnya adalah ranking bobot prioritas dari kriteria-kriteria.
  • 44. 37 a. Menghitung Jumlah Angka setiap Kolom Ubah angka elemen dalam matriks diatas menjadi bentuk desimal. Akan kita peroleh matriks seperti di bawah. Selanjutnya, jumlahkan elemen- elemen dalam setiap kolom. Tabel I-5. Matriks Elemen dalam Desimal PBM LP KS PK KUA KM PBM 1.000 4.000 3.000 1.000 3.000 4.000 LP 0.250 1.000 7.000 3.000 0.200 1.000 KS 0.333 0.143 1.000 0.200 0.200 0.167 PK 1.000 0.333 5.000 1.000 1.000 0.333 KUA 0.333 5.000 5.000 1.000 1.000 3.000 KM 0.250 1.000 6.000 3.000 0.333 1.000 3.166 11.476 27.000 9.200 5.733 9.500 b. Menghitung Jumlah Angka setiap Kolom Oleh karena total bobot elemen dalam masing-masing kolom harus sama dengan 1, maka nilai bobot elemen diperoleh dengan membagi angka elemen dengan total bobot kolom. Contoh: pada matriks dibawah misalnya, angka elemen 1 kolom 1 diperoleh dari 1 dibagi 3,166 (lihat Tabel di atas). Tabel I-6. Nilai Bobot Elemen Kriteria PBM LP KS PK KUA KM PBM 0.316 0.349 0.111 0.109 0.523 0.421 LP 0.079 0.087 0.259 0.326 0.035 0.105 KS 0.105 0.012 0.037 0.022 0.035 0.018 PK 0.316 0.029 0.185 0.109 0.174 0.035 KUA 0.105 0.436 0.185 0.109 0.174 0.316 KM 0.079 0.087 0.222 0.326 0.043 0.105 1.000 1.000 0.999 1.001 0.984 1.000
  • 45. 38 c. Menghitung Bobot Prioritas Kriteria Lakukanlah operasi horizontal, baris. Jumlahkan angka elemen kriteria pada setiap baris (kekanan). Pada matriks di atas, untuk baris PBM jumlahnya adalah 1,829 dan baris LP jumlahnya sama dengan 0,891. Tabel I-7. Bobot Prioritas Masing-masing Kriteria PBM LP KS PK KUA KM Bobot Prioritas PBM 0.316 0.349 0.111 0.109 0.523 0.421 1.829 0.306 LP 0.079 0.087 0.259 0.326 0.035 0.105 0.891 0.1489 KS 0.105 0.012 0.037 0.022 0.035 0.018 0.229 0.0383 PK 0.316 0.029 0.185 0.109 0.174 0.035 0.848 0.1417 KUA 0.105 0.436 0.185 0.109 0.174 0.316 1.325 0.2214 KM 0.079 0.087 0.222 0.326 0.043 0.105 0.862 0.1441 1.000 1.000 0.999 1.001 0.984 1.000 5.984 1.000 Oleh karena total bobot harus sama dengan 1,000, maka untuk memperoleh angka bobot prioritas, bagi jumlah masing-masing angka bobot yang diperoleh dari penjumlahan elemen baris dengan total jumlahnya. Lihat Tabel di atas pada kolom ‘bobot’. Misalnya, untuk baris PBM, jumlah elemen untuk baris adalah 1,829, sedangkan total jumlah adalah bobot (kolom bobot) adalah 5,984, maka bobot prioritas untuk kriteria PBM sama dengan 0,306. Akhirnya ditemukan bobot untuk masing-masing kriteria yang telah dipilih adalah seperti pada kolom Prioritas dalam Tabel di atas. Jika kita gambarkan dalam bentuk struktur dihasilkan gambar di bawah. Memilih Sekolah 1,000 = PBM LP KS PK KUA KM 0,306 + 0,149 + 0,038 + 0,142 + 0,221 + 0,144 Gambar 16. Bobot Prioritas Kriteria
  • 46. 39 4. Langkah 4: Menghitung Ranking Pilihan untuk setiap kriteria Pada tahap keempat, expert memberikan penilaian terhadap setiap pilihan yang dalam kasus ini adalah perguruan tinggi A, B dan C, berdasarkan masing- masing kriteria. Oleh karena ada 6 kriteria yang telah ditetapkan dalam pemilihan tersebut, maka akan dilakukan penilaian peringkat ketiga PT berdasarkan masing-masing kriteria, sehingga akan dihasilkan 6 hasil penilaian. a. Ranking pilihan berdasarkan PBM Menurut pendapat expert dalam hal ini si Anak, proses belajar mengajar di PT. B adalah yang terbaik, PT. A PT. B PT. C PT. A 1 1 /3 1 /2 PT. B 3 1 3 PT. C 2 1 /3 1 Konversikan ke bentuk desimal. PBM PT. A PT. B PT. C PT. A 1.000 0.333 0.500 PT. B 3.000 1.000 3.000 PT. C 2.000 0.333 1.000 6.000 1.667 4.500 Ranking Perguruan Tinggi berdasarkan PBM ditemukan sebagai berikut. PT. A PT. B PT. C Ranking PT. A 0.167 0.200 0.111 0.478 0.159 PT. B 0.500 0.600 0.667 1.767 0.589 PT. C 0.333 0.200 0.222 0.756 0.252 3.000 1.000
  • 47. 40 b. Ranking pilihan berdasarkan LP Ternyata responden menganggap bahwa lingkungan pergaulan (LP) untuk ketiga perguruan tinggi yang menerimanya adalah sama, sehingga dihasilkan matriks sebagai di bawah. PT. A PT. B PT. C PT. A 1 1 1 PT. B 1 1 1 PT. C 1 1 1 Selanjutnya kita ubah menjadi bentuk desimal: LP PT. A PT. B PT. C PT. A 1.000 1.000 1.000 PT. B 1.000 1.000 1.000 PT. C 1.000 1.000 1.000 3.000 3.000 3.000 Dan selanjutnya dapat dihitung ranking pilihan berdasarkan LP. LP PT. A PT. B PT. C Ranking PT. A 0.333 0.333 0.333 1.000 0.334 PT. B 0.333 0.333 0.333 0.999 0.333 PT. C 0.333 0.333 0.333 0.999 0.333 2.998 1.000 c. Ranking pilihan berdasarkan KS Dinilai berdasarkan masalah kehidupan sekolah secara umum, responden menyatakan Perguruan Tinggi A dan C sama kuatnya, sedangkan B dinilai kurang.
  • 48. 41 PT. A PT. B PT. C PT. A 1 5 1 PT. B 1/5 1 1/5 PT. C 1 5 1 Dengan cara yang sama dengan di atas, diperoleh rankning berdasarkan KS adalah sebagai berikut. KS PT. A PT. B PT. C Ranking PT. A 0.4545 0.3333 0.4545 1.242 0.414 PT. B 0.0909 0.1111 0.0909 0.293 0.098 PT. C 0.4545 0.5556 0.4545 1.465 0.488 3.000 1.000 d. Ranking pilihan berdasarkan PK Penilaian terhadap pendidikan kejuruan, A dianggap terbaik dengan perbandingan cukup mencolok dibandingkan B dan C. PT. A PT. B PT. C PT. A 1 9 7 PT. B 1/9 1 1/5 PT. C 1/7 5 1 PK PT. A PT. B PT. C Ranking PT. A 0.7975 0.600 0.854 2.251 0.750 PT. B 0.0886 0.067 0.024 0.180 0.060 PT. C 0.1139 0.333 0.122 0.569 0.190 3.000 1.000 e. Ranking pilihan berdasarkan KUA Penilaian terhadap kualifikasi sekolah, menghasilkan matriks seperti di bawah.
  • 49. 42 PT. A PT. B PT. C PT. A 1 1/2 1 PT. B 2 1 2 PT. C 1 1/2 1 KUA PT. A PT. B PT. C Ranking PT. A 0.250 0.250 0.250 0.750 0.250 PT. B 0.500 0.500 0.500 1.500 0.500 PT. C 0.250 0.250 0.250 0.750 0.250 3.000 1.000 f. Ranking pilihan berdasarkan KM Terakhir adalah ranking perguruan tinggi berdasarkan mutu kelas musik. PT. A PT. B PT. C PT. A 1 6 4 PT. B 1/6 1 1/3 PT. C 1/4 3 1 KM PT. A PT. B PT. C Ranking PT. A 0.706 0.600 0.750 2.056 0.685 PT. B 0.118 0.100 0.063 0.280 0.093 PT. C 0.176 0.300 0.188 0.664 0.221 3.000 1.000 g. Hasil Ranking Akhirnya diperoleh Nilai Ranking Perguruan Tinggi A, B, C berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut: