Dokumen tersebut membahas tentang vaskulitis pada bab pendahuluan. Terdapat penjelasan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan umum dan khusus dari penelitian tentang vaskulitis. Beberapa poin pembahasan meliputi anatomi fisiologi pembuluh darah, definisi, etiologi, klasifikasi, manifestasi klinis dan penatalaksanaan vaskulitis.
1. BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Walaupun prevelensi vaskulitis belum banyak dilaporkan,tetapi penyakit ini dapat di
jumpai seiring dengan kemajuan pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan imunologi
lainnya.Vaskulitis baru di curigai bila di jumpai gejala yang tidak dapat diterangkan dengan
keadaan iskemia pada kelompok usia muda dan ditemukan kelainan berbagai orga,neuritis atau
adanya kelainan pada kulit.Berbagai ahli mengemukakan kriteria diagnostik vaskulitis agar
penyakit tersebut mudah diketahui supaya pengobatan dapat diakukan lebih dinin.Arti kata
vaskulitis sendiri adalah suatu proses inflamasi pembuluh darah.Disebut vaskulitis primer bila
kumpulan gejala (sindrom) yang ditemukan tidak diketahui penyebabnya dan ini merupakan
kelompok terbanyak ,sedang vaskulitis sekunder penyebab dapat diketahui,misal oleh karena
infeksi,virus,tumor,penyakit kolagen dan kerusakan pembuluh darah akibat obat,bahan kimia
atau radiasi.
Umumnya pembagian klinis vaskulitis primer didasarkan ukuran pembuluh darah,dan
pembagian ini telah diterima oleh banyak klinisi.Masalah yang muncul untuk kepastian
diagnosis dapat diatasi dengan diterimanya konsensus Chapell Hill tahun 1994.Kehadiran
konsensus ini membuka peluang bila menemukan masalah diagnostic ,karena pembagian
tersebut lebih lengkap.Penyakit Kawasaki ,poliarteritis mikroskopik (poliangiitis
mokroskopik)dan vaskulitis esensial krioglobulinemia dimasukkan dalam konsensus tersebut,dan
tidak ada pada kriteria American College of Rheumatology (ARA)tahun 1990.Walaupun
demikian,criteria ARA masih dapat dipergunakan dalam upaya pendekatan diagnostic oleh
karena criteria tersebut berdasarkan pada gejala klinis,pemeriksaan jasmani,pemeriksaan
laboratorium,pemeriksaan penunjang (angiogram).biopsi jaringan,pengobatan,dan hasil
pengobatan bahkan pemerisaan autopsy .Kriteria ARA 1990 hanya membahas 7(tujuh) penyakit,
yaitu poliarteritis nodosa,sindrom Chung-Strauss, granulomatosa Wagener, vaskulitis
hipersensitif,purpura Henoch-Schonlein,arteritis temporal,dan penyakit Takayasu.
Dengan diterimanya kedua consensus tersebut terbuka peluan bagi klinisi untuk
mendiagnosis vaskulitis sebaik mungkin sesuai dengan sarana yang ada.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana anatomi fisiologi pembuluh darah ?
1.2.2 Apa definisi dari vaskulitis ?
1.2.3 Apa etiologi dari vaskulitis ?
1.2.4 Apa saja klasifikasi dari vaskulitis ?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi dari vaskulitis ?
1.2.6 Apa saja manifestasi klinis dari vaskulitis ?
1.2.7 Apa saja pemeriksaan penunjang dari vaskulitis ?
1.2.8 Bagaimana penatalaksanaan medis dari vaskulitis ?
1.2.9 Bagaimana prognosis dari vaskulitis ?
1.2.10 Apa saja komplikasi dari vaskulitis ?
1.2.11 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien vaskulitis ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Agar mengetahui dan memahami tentang penyakit vaskulitis
1.3.2 Tujuan Khusus
2. 1.3.2.1 Mahasiswa dapat mengetahui tentang anatomi fisiologi dari vaskulitis
1.3.2.2 Mahasiswa dapat mengetahui tentang definisi dari vaskulitis
1.3.2.3 Mahasiswa dapat mengetahui tentang etiologi dari vaskulitis
1.3.2.4 Mahasiswa dapat mengetahui tentang klasifikasi dari vaskulitis
1.3.2.5 Mahasiswa dapat mengetahui tentang patofisiologi dari vaskulitis
1.3.2.6 Mahasiswa dapat mengetahui tentang manifestasi klinis dari vaskulitis
1.3.2.7 Mahasiswa dapat mengetahui tentang pemeriksaan penunjang dari vaskulitis
1.3.2.8 Mahasiswa dapat mengetahui tentang penatalaksanaan medis dari vaskulitis
1.3.2.9 Mahasiswa dapat mengetahui tentang prognosis dari vaskulitis
1.3.2.10 Mahasiswa dapat mengetahui tentang komplikasi dari vaskulitis
1.3.2.11 Mahasiswa dapat mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien vaskulitis
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Agar memahami tentang penyakit vaskulitis
1.4.2 Manfaat Praktis
Agar mengetahui penatalaksanaan dalam penanganan pada pasien vaskulitis serta melakukan
asuhan keperawatan dengan benar kepada pasien veskulitis.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Fisiologi Vaskuler
Tinjauan Fisiologi
Perfusi yang adekuat menghasilkan oksigenasi dan nutrisi terhadap jaringan tubuh dan
sebagian bergantung pada sistem kardiovaskuler yang berfungsi baik. Aliran darah yang
memadai bergantung pada kerja pemompaan jantung yang efisien. Pembuluh darah yang paten
dan respon, serta volume sirkulasi darah yang cukup. Aktifitas sistem saraf, kekentaalan darah,
dan kebutuhan metabolisme jaringan, menentukan kecepatan aliran darah mempengaruhi juga
aliran darah yang adekuat. Sistem vaskuler terdiri 2 sistem yang saling bergantung : Jantung
3. kanan memompa darah ke paru melalui sirkulasi paru dan jantung kiri memompa darah ke semua
jaringan tubuh melalui sirkulasi sistemik. Pembuluh darah kedua sistem merupakan saluran
pengangkutan darah dari jantung ke jaringan dan kembali ke jantung. Kontraksi ventrikel
menyuplai tenaga dorong untuk mengalirkan darah melalui sistem vaskuler. Arteri
mendistribusikan darah teroksigenasi dari sisi kiri jantung ke jaringan, sementara vena
mengangkut darah yang terdioksigenasi dari jaringan ke sisi kanan jantung. Pembuluh kapiler
yang terletak diantara jaringan menghubungkan sistem arteri dan vena dan merupakan tempat
pertukaran nutrisi dan sisa metabilisme antara sistem sirkulasi dan jaringan. Arteriol dan venula
yang terletak disebelah kapiler, bersama dengan kapiler, menyusun sirkulasi mikro. Sistem limfa
melengkapi sistem sirkulasi. Pembuluh limfa mengangkut limfa (cairan serupa plasma) dan
cairan jaringan . ( Brunner & Suddarth, 2006)
Anatomi system vaskuler
Arteri dan arteriol. Arteri merupakan struktur berdinding tebal yang mengangkut darah
dari jantung ke jaringan. Aorta,yang diameternya sekitar 25mm (1 inci) memiliki banyak sekali
cabang, yang pada gilirannya terbagi lagi menjadi pembuluh yang lebih kecil, arteri dan arteriol,
yang berukuran 4 ( 0,16) saat mereka mencapai jaringan. Di dalam jaringan, pembuluh darah
terbagi lebih lanjut, mencapai diameter yang lebih kecil, kira-kira 30 um, pembuluh ini
dinamakan arteriole.
Dinamakan arteri dan arteriola tersusun atas tiga lapisan; lapisan dalam sel endotel
yangdisebut intima; lapisan tengah jaringan elastic halus disebut media dan lapisan luar jaringan
ikat yang disebut adventisia. Intima, merupakan lapisan yang sangat tipis, merupakan
permukaan halus yang berhubungan langsung dengan darah yang mengalir.
Lapisan media merupakan bagian terbesar dinding pembulubh di aorta dan arteri besar
lainnya dalam tubuh, lapisan ini terutama tersusun atas serabut jaringan elastic dan jaringan ikat
yang memberi kekuatan pada pembuluh darah dan memungkinkannya berkontriksi dan dilatasi
untuk mengakomodasi darah yang diinjeksikan dari jantung (volume sekuncup) dan menjaga
aliran darah agar teratur dan tetap. Lapisan adventisia adalah lapisan jaringan ikat yang
mengikat pembuluh darah dari jaringan sekitarnya. Kandungan jaringan elastic pada arteri yang
kecil dan arteriola jauh lebih sedikit, dan lapisan media pada pembuluh darah ini tersusun
terutama oleh otot polos. ( Brunner & Suddarth, 2006)
Otot polos mengontrol diameter dengan cara berkontriksi dan berelaksasi. Faktor kimia,
hormone dan system saraf mempengaruhi aktifitas otot polos. Karena arteriola dapat berubah
diameternya, maka mereka dapat memberikan tehanan terhadap aliran darah, dan sering
dianggap sebagai pembuluh penahan. Arteriola mengatur volume dan tekanan dalam system
arteri dan kecepatan darah ke kapiler.
Karena banyaknya otot, maka dinding arteri relatif tebal, terhitung sekitar 25% total
diameter arteri. Dinding merupakan sekitar 67 % total diameter arteriola.
Lapisan intima dan sepertiga tengah lapisan otot polos berhubungan sangat erat dengan
darah sehingga pembuluh darah menerima nutrisi melalui difusi langsung. Adventisia dan
lapisan media di sebelah luar mempunyai system vaskuler yang relative sedikit untuk nutrisi dan
memerlukan suplai darah tersendiri untuk kebutuhan metabolismenya.
Kapiler, dinding kapiler tidak memiliki otot polos maupun adventisia dan tersususn
hanya oleh satu lapis sel endotel. Struktur berdinding tipis ini memungkinkan transport nutrisi
yang cepat dan efisien ke sel dan mengangkut sisa metabolisme. Diameter kapiler berkisar antara
5 sampai 10 um, sehingga sel darah merah harus menyesuaikan bentuknya untuk melalui
pembuluh darah ini. Perubahan diameter kapiler bersifat pasif dan dipengaruhi oleh perubahan
4. kontriksi pembuluh darah yang mengalirkan ke darah dan dari kapiler. Diameter kapiler juga
berubah sebagai respon rangsangan kimia. Pada beberapa jaringan, suatu cincin otot polos
dinamakan sfigter prekapiler, yang terletak diakhir arteriola kapiler dan bertanggung jawab,
bersama dengan arteriola, untuk mengatur aliran darah kapiler. Beberapa dasar kapiler, seperti
dalam ujung jari, mempunyai anastomose ateriovenosa, dimana darah dapat langsung melintas
dari sitem arteri ke vena. Pembuluh in dipercaya mengatur perpindahan panas antara tubuh dan
lingkungan luar. Penyebaran kapiler sepanjang jaringan, bervariasi tergantung jenis jaringannya
misalnya jaringan skelet, yang metabolismenya aktif, mempunyai jaringan kapiler yang lebih
padat disbanding jaringan yang kurang aktif seperti kartilago. ( Brunner & Suddarth, 2006)
Vena dan venula. Kapiler kemudian bergabung menjadi satu pembuluh besar yang
dinamakan venula, yang pada gilirannya menyatu membentuk vena, maka sistem vena secara
structural merupakan analogi sistem arteri dan vena cava sesuai dengan aorta. Jenis analogi pada
sistem arteri dan vena mempunyai yang kurang lebih sama.
Dinding vena, berbeda dengan dinding arteri, lebih sedikit ototnya. Dinding vena
kebanyakan hanya merupakan 10 % dari diameter vena, arteri 25 %. Dinding vena seperti
halnya arteri tersusun atas tiga lapisan, namun ketiga lapisan tersebut tidak jelas batasannya.
Struktur dinding vena yang tipis dan sedikit ototnya tersebut memungkinkan dinding
vena mengalami distensi lebih besar disbanding arteri; kemampuan berdistensi dan kompliens
yang lebih besar memungkinsejumlah besar darah dapat “tersimpan” didalam vena dibawah
tekanan rendah. Dengan alasan ini maka vena dianggap sebagai pembuluh kapasitan. Kurang
lebih 75 % volume darah total tersimpan dalam vena. Sistem saraf simpatis, yang mempersarafi
otot vena, dapat merangsang vena untuk berkontriksi (vena kontriksi), sehingga menurunkan
volume vena dan menaikkan volume darah dalam sirkulasi umum.
Beberapa vena tidak seperti arteri, dilengkap dengan katup. Secara umum vena yang
mengalirkan darah melawan tekanan gravitasi seperti pada ekstremitas bawah, memiliki katup
satu arah yang memisahkan kolom darah, sehingga darah tidak mengalir balik saat didorong kea
rah jantung. Katup tersusun atas bila-bila endotel, yang kemampuannya tergantung pada
integritas dinding vena. ( Brunner & Suddarth, 2006)
Pembuluh limfa. pembuluh limfa merupakan sistem komplek pembuluh berdinding tipis
yang mirip dengan kapiler darah. Jaringan ini bertugas mengumpulkan cairan limfa dari jaringan
dan organ dan mengangkut cairan tersebut ke sirkulasi vena. Pembuluh limfe bergabung
menjadi dua trunkus utama, duktu toraksikus berjalan dari sisa tubuh lainnya. Pembuluh limfa
perifer bergabung menjadi pembuluh limfa yang lebih besar dan melintasi nodus limfatikus
regional sebelum memasuki sirkulasi vena. Nodus limfatikus berperan pentig dalam
penyaringan partikel asing.
Pembuluh limfa dapat ditembus oleh molekul besar dan merupakan satu-satunya cara
dimana protei intertisial dapat kembali ke sistem vena. Dengan adanya kontraksi otot, pembuluh
limfa berubah bentuk, menciptakan rongga diantara sel endotel, yang memungkinkan protein dan
partikel dapat memasuki pembuluh darah tersebut. Kontraksi otot dinding limfa dan jaringan
sekitarnya membantu mendorong cairan limfa ke aliran vena.
Kebutuhan sirkulasi jaringan
Jumlah darah yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh selalu berubah. Prosentasi aliran
darah yang diterima oleh organ atau jaringan tertentu ditentukan oleh jaringan oleh kecepatan
metabolisme jaringan, ketersediaan itu sendiri. Ketika terjadi peningkatan kebutuhan
metabolisme, pembuluh darah akan berdilatasi untuk meningkatkan aliran oksigen dan nutrisi ke
jaringan akan berkontriksi dan darah yang mengalir ke jaringan akan berkurang. Kebutuhan
5. metabolism jaringan meningkat pada aktifitas fisik atau latihan, pemberian panas local, demam
dan infeksi, penurunan kebutuhan metabolisme. ( Brunner & Suddarth, 2006)
Metabolisme jaringan terjadi saat istirahat atau pengurangan aktivitas fisik, pemberian
pendinginan lokal, dan pendinginan badan. Bila pembuluh darah gagal berdilatasi sebgai respon
peningkatan kebutuhan aliran darah, akan terjadi iskemia jaringan(kekurangan suplai darah).
Mekanisme dimana pembuluh darah berdilatasi dan berkontraksi untuk menyesuaikan perubahan
metabolisme menunjukkan bahwa tekanan arteri yang normal tetap terjaga.
Ketika darah melintasi kapiler jaringan, oksigen dikeluarkan dan karbondioksida
dimasukkan. Jumlah oksigen yang diekstrasi pada berbagai jaringan berbeda. Misalnya, jantung
cenderung mengekstraksi sekitar 50% oksigen dari darah arteri setiap kali darah melintasi
jaringan kapilernya, sementara ginjal hanya mengekstraksi 7 % oksigen dari darah yang
melintasinya. Jumlah rata-rata oksigen yang dikeluarkan secara bersama oleh seluruh jaringan
tubuh sekitar 20%, artinya darah dalam vena kava mengandung sekitar 25% oksigen lebih sedikit
disbanding darah aorta. Hal ini dikenal sebagai perbedaan oksigen arterio-vena sistemik.
Kadarnya akan meningkat bila jumlah oksigen yang diberikan ke jaringan menurun karena
kebutuhan metabolismenya menurun.
Aliran Darah
Aliran darah melalui sistem kardiovaskuler selalu mengikuti arah yang sama, jantung kiri
ke aorta ,arteri,arteriola,kapiler,venula,vena, vena kava dan akhirnya ke jantung kanan. Aliran
satu arah ini disebabkan karena perbedaan tekanan yang terjadi antara sistem arteri dan vena.
Karena tekanan arteri(sekitar 100 mmHg) lebih tinggi disbanding takanan vena(sekitar 4
mmHg), dan cairan selalu mengalir dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah,
maka darah selalu mengalir dari sistem arteri ke sistem vena.
Perbedaan tekanan ( P) antara kedua aliran pembuluh darah tersebut merupakan daya dorong
darah tersebut merupakan daya dorong darah ke depan. Hambatan terhadap aliran darah
menghasilkan tenaga balik, yang dikenal sebagai tahanan(R). Jadi kecepatan aliran darah
ditentukan dengan membagi perbedaan tekanan dengan tahanan :
Aliran = P/R
Dari persamaan tersebut terlihat bahwa bila tahanannya menigkat maka diperlukan
tekanan pendorong yang lebih besar untuk menjaga aliran darah yang tetap. Secara fisiologis
peningkatan tekanan tekanan pendorong diperoleh dengan menigkatkan tenaga kontraksi
jantung. Bila tahanan arteri meningkat secara kronis, jantung akan mengalami hipertropi untuk
mempertahankan tenaga kontraksi yang besar. ( Brunner & Suddarth, 2006)
Pada kebanyakan pembuluh darah halus yang panjang, aliran bersifat laminer atau
sejajar, dengan darah ditengah pembuluh bergerak sedikit lebih cepat dari darah yang berada
dekat pembuluh,aliran laminer menjadi turbulen bila kecepatan aliran darah meningkat, bila
kekentalan darah meningkat, bila diameter pembuluh lebih besar dari normal atau bila suatu
segmen pembuluh mengalami penyempitan atau konstruksi. Aliran darah turbulen menghasilkan
suara, yang dinamakan bruits, yang terdengar dari luar dengan stetoskop.
Filtrasi dan reabsorbsi kapiler
pertukaran cairan melalui dinding kapiler berlangsung terus-menerus. Cairan tersebut,
yang mempunyai komposisi sama dengan plasma tanpa protein, merupakan cairan interstisial.
Kesetimbangan antara tekanan hidrostatik dan osmotic darah dan interstisium, seperti
permiabelitas kapiler, mengatur jumlah dan arah perpindahan cairan melintasi kapiler. Tekanan
6. hidrostatik adalah tekanan pendorong yang dibangkitkan oleh tekanan darah. Tekanan osmotic
adalah tenaga penarik yang dihasilkan oleh protein plasma. Normalnya tekanan hidrostatik pada
ujung arteri kapiler relative lebih tinggi disbanding vena. Tekanan yang tinggi pada ujung arteri
kapiler ini cenderung mendorong cairan keluar dari kapiler kerongga-rongga jaringan. Tekanan
osmotic cenderung menarik kembali cairan kedalam dari ruangan diantara jaringan, namun
tekanan osmotic ini tak mampu melawan tekanan hidrostatik yang tinggi pada ujung kapiler.
Tetapi pada ujung vena kapiler, tekanan osmotic akan mendominasi tekanan hidrostatik yang
rendah dan terjadilah reabsorbsi bersih cairan dari rongga antar jaringan kembali ke kapiler.
Tampaknya semua cairan yang difiltrasi di ujung arteri kapiler diabsorbsi kembali pada
akhiran vena, kecuali sejumlah kecilsaja yang tidak diabsorbsi. Kelebihan cairan filtrasi tersebut
akan masuk kedalam sirkulasi limfatik. Proses filtrasi, reabsorbsi dan pembentukan limfa
tersebut membantu mempertahankan volume cairan dan mengangkut sampah dari debris
jaringan. Permeabilitas kapiler, pada kondisi normal tetap konstan.
Pada beberapa keadaan abnormal, cairan yang difiltrasi keluar dari kapiler, jauh melebihi
jumlah yang diabsorbsi dan yang diangkut oleh pembuluh limfa. Ketidakseimbangan tersebut
dapat terjadi akibat kerusakan dinding kapiler dan kenaikan permeabilitas, sumbatan aliran limfa,
peningkatan tekanan vena, atau penurunan tekanan osmotic protein plasma. Penimbunan cairan
yang terjadi pada proses ini dinamakan edema.
Tekanan hemodinamika
Factor terpenting pada sistem vaskuler yang menentukan tahanan adalah jari-jari
pembuluh darah. Sedikit saja perubahan jari-jari dapat mengakibatkan perubahan besar pada
tahanannya. Tempat dominan untuk terjadi perubahan diameter atau lebar pembuluh darah dan
pada gilirannya tahanan, adalah arteriola dan sfingter prekapiler. ( Brunner & Suddarth, 2006)
Tahanan vaskuler perifer adalah perlawanan pembuluh darah terhadap aliran darah.
Hokum poiseuille memudahkan perhitungan tekanan.
R = 8 L/r4
Dimana R = tahanan, r = jari-jari pembuluh darah, L = panjang pembuluh, = kekentalan
darah, dan 8/ = konstanta.
Persamaan tersebut memperlihatkan bahwa tahanan berbanding lurus dengan kekentalan
darah dan panjang pembuluh darah, tetapi berbanding terbalik dengan pangkat empat jari-jari
pembuluh darah.
Kekentalan darah dan panjang pembuluh darah, pada kondisi normal, tidak ada perbedaan
secara bermakna. Maka, biasanya kedua factor tadi tidak banyak berperan terhadap aliran darah.
Namun peningkatan hematocrit yang sangat tinggi, dapat meningkatkan kekentalan darah dan
menurunkan aliran darah kapiler.
Mekanisme regulasi vaskuler perifer
Karena kebutuhan metabolism jaringan tubuh selalu berubah meskipun dalam keadaan
istirahat, maka perlu adanya sistem regulasi yang integral dan terkoordinasi sehingga aliran
darah kesetiap bagian tetap dapat dipertahankan sesuai dengan kebutuhan daerah tersebut.
Seperti yang diduga, mekanisme regulasi ini sangat kompleks dan terdiri atas pengaruh saraf
pusat, hormone dan sirkulasi bahan kimia, dan aktivita independen dinding arteri itu sendiri.
Aktivitas sistem saraf simpatis (adrenergik), yang diperantarai oleh hipotalamus, adalah factor
terpenting dalam regulasi diameter, demikian juga regulasi aliran darah pembuluh darah perifer.
Semua pembuluh darah dipersarafi oleh sistem saraf simpatis kecuali kapiler dan sfingter
prekapiler. Stimulasi saraf simpatis mengakibatkan vasokonstruksi. Neurotransmiter yang
bertanggung jawab pada vasokonstruksi simpatis adalah norepinefrin. Aktivasi simpatis terjadi
7. sebagai respons terhadap berbagai stresor fisiologi dan fisiologis. Penghilangan aktivitas
simpatis dengan obat-obatan atau simpatektomi mengakibatkan vasodilatasi.
Hormon lain juga mempengaruhi tahanan vaskuler perifer Epinefrin, yang dihasilkan
oleh medula adrenal, bekerja mirip dengan norepinefrin pada konstruksi pembuluh darah perifer
pada kebanyakan jaringan.Terapi pada konsentrasi rendah, epinefrin menyebabkan vasodilatasi
pada otot skelet, jantung dan otak. Angiotensin, zat yang kuat yang terbentuk dari interaksi
antara rennin (desintesa di ginjal) dan protein dalam sirkulasi, menstimulasi konstriksi arteri.
Meskipun konsentrasi angiotensin dalam darah biasanya rendah,namun efek vasokonstruktornya
yang kuat menjadi penting hanya pada beberapa keadaan patofisiologi tertentu, seperti gagal
jantung kongestif dan hipovolemia.
Perubahan aliran darah local dipengaruhi berbagai zat yang beredar yang mempunyai
sifat vasoaktif. Zat vasodilatasi kuat mencakup histamine,bradikinin,prostaglandin dan beberapa
metabolit otot. Turunnya persediaan oksigen dan nutrisi dan perubahan pH local juga
mempengaruhi aliran darah. Serotonin, suatu zat yang dibebaskan dari trombosit yang
teragregasi di sekitar tempat kerusakan dinding pembuluh darah, membuat arteiol berkonstriksi.
Pemberian panas pada bagian permukaan tubuh mengakibatkan vasodilatasi local, sedangkan
pemberian dingin menyebabkan vasokontriksi.
Patofisiologi system vaskuler
Penurunan aliran darah melalui pembuluh darah perifer merupakan tanda pada semua
penyakit vaskuler perifer. Efek fisiologi berubahnya aliran darah tergantung pada besarnya
kebutuhan jaringan yang melebihi suplai oksigen dan nutrisi yang tersedia.Bila kebutuhan
jaringan tinggi,maka bila terjadi sedikit penurunan aliran darah dapat mengganggu pemeliharaan
integritas jaringan sehingga jaringan menjadi iskemi (kekurangan suplai darah),malnutrisi dan
kematian apabila kekurangan aliran darah tersebut tidak diperbaiki.
Gagal jantung.
Aliran darah perifer yang tidak memadai terjdi bila kerja pemompaan jantung tidak
efisien.Gagal jantung kiri menyebabkan penimbunan darah di paru dan penurunan aliran kedeoan
atau curah jantung.Gagal jantung kanan menyebabkan kongesti vena sistemik dan penurunan
aliran kedepan.
perubahan pembuluh darah dan pembuluh limfa. Pembuluh darah yang utuh, paten dan
responsive diperlukan untuk menyalurkan oksigen yang cukup ke jaringan dan mengangkut
sampah metabolisme. Arteri dapat mengalami obstruksi akibat plak aterosklerosis, thrombus atau
embolus. Arteri dapat rusak atau mengalami obstruksi akibat trauma kimia atau mekanis, infeksi
atau proses radang, gangguan vasospatik dan malformasi congenital. Oklusi arteri yang
mendadak menyebabkan iskemia berat pada jaringan, sering ireversibel dan berakhir dengan
kematian jaringan.Bila oklusi arteri berlangsung secara bertahap, resiko kematian jaringan
mendadak menjadi lebih rendah karena sirkulasi kolateral mempunyai kesempatan untuk
berkembang.
Aliran darah vena menurun akibat thrombus yang menyumbat vena, katup vena yang
inkompeten, atau oleh penurunnya efektifitas kerja pemompaan otot di sekitarnya.Penurunan
aliran darah vena mengakibatkan peningkatan tekana vena, di ikuti peningkatan tekanan
hidrostalik kapiler, filtrasi bersih cairan keluar dari kapiler ke rongga interstisial, dan selanjutnya
terjadi edema .Jaringan edema tidak mampu mernerima nutrisi yang memadai dari darah sebagi
konsekuensinya jaringan tersebut labih peka terhadap kematian atau edema dan infeksi.
8. Sumbatan pembuluh limfa juga mengakibatkan edema. Pembuluh limfa dapat mengalami
penyumbatan oleh tumor atau kerusakan akibat trauma mekanis atau proses radang.
Pertimbangan gerontologist Proses penuaan menghasilkan perubahan dinding pembuluh darah
yang mempengaruhi tranportasi oksigen dan nutrisi ke jaringan.Lapisan intima menebal sebagai
akibat poliferasi seluler dan fibrosis. Serabut elastic di lapisan media mengalami kalsifikasi ,
tipis dan terpotong dan kolagen tertimbun di lapisan intima maupun media. Perubahan tersebut
menyebabkan kekakuan pembuluh darah, yang mengakibatkan peningkatan tekanan perifer
gangguan aliran darah, dan peningkatan beban kerja ventrikel kiri.
2.2 Definisi Vaskulitis
Vaskulitis adalah suatu kumpulan gejala klinis dan patologis yang di tandai adanya proses
inflamasi dan nekrosis dinding pembuluh darah.Pembuluh darah yang terkena dapat arteri atau
vena dengan berbagai ukuran (tjokronegoro,2001)
2.3 Etiologi Vaskulitis
Sampai saat ini penyebab penyakit ini belum di ketahui dengan jelas, namun ada
beberapa yang memegang peranan yang memicu timbulnya penyakit ini(http://ep rikenzu.
Blogspo t.com/2011/04/a skep-pada-pasien-vaskulitis.html) ,, yaitu:
a. Komplek imun
b. Infeksi bakteri atau virus
c. Elergi terhadap obat atau akibat pajanan terhadap bakteri, virus dan parasit.
d. Genetik
e. Nekrosis granulomatosa
2.4 Klasifikasi Vaskulitis
Walaupun banyak pembagian mengenai vaskulitis akan tetapi klasifikasi yang banyak
dianut adalah pembagian menurut Consensus Chapel Hill (1994) yang melibatkan berbagai ahli
sehingga dapat diterima dari berbagai susdut pandang. (tjokronegoro,2001)
1. Vaskulitis Primer
a. Vaskulitis Pembuluh Darah Besar
a) Arteritis Takayasu
Adalah penyakit kronik yang tidak diketahui etiologinya yang sering muncul pda wanita
muda. Prepalensi lebih banyak ditemukan pada orang asia . penyempitan , sumbatan bervariasi
tergantung kepada tingkat kelainan penyakit tersebut sehingga gejala klinisnya akan berbeda
tergantung derajat penyumbatan dan kerusakan .
9. Umumnya 80-90% arteritis takayasu mengenai wanita . dapat dimulai pada umur 10-40
tahun . Gejala awal umumnya berupa kelelahan , penurunan berat badan , dan panas yang tidak
terlalu tinggi . Gejala artralgia atau pun nyeri otot ditemukan pada separuh pasien dan jarang
disertai sinovitis. Nyeri daerah sendi dapat hilang timbul atau menetap . (tjokronegoro,2001)
Tanda dan gejala lainnya asimetris denyut arteri dan hilangnya pulsus arteri , bruit di
arteri , hipertensi (reno vascular) , sakit kepala , sinkop atau postural dizziness dan klaudikasio
Criteria diagnosis arteritis takayasu ( ditemukan 3 dari 6 kriteria )
No Kriteria Definisi
1 Usia awal penyakit < 40
tahun
Timbul gejala ditemukan
pada umur 40 tahun atau
kurang
2 Gejala klaudikasio
ekstremitas
Perburukan kelemahan ,
perasaan tidak enak pada
otot (pegal) satu atau lebih
terutama bila melakukan
aktivitas terutam ekstremitas
bagian atas
3 Penurunan pulsasi arteri
brakialis
Adanya penurunan pulsasi
salah satu atau kedua arteri
brakialis
4 Perbedaan TD > 10 mmHg Adanya pebedaan TD
sistolik >10 mmHg antara
kedua lengan
5 Bruit pada daerah A .
subklavia atau aorta
Ditemukan bruit pada
pemeriksaan auskultasi
10. diatas kedua daerah atau
salah satu arteri subklavia
atau pun aorta abdominalis
6 Angiografi yang abnormal Ditemukan arteriogram
dengan penyempitan atau
penyumbatan aorta dan
cabang – cabangnya .
b) Arteritis Temporal (giant cell arteritis)
Suatu penyakit yang kausanya tidak diketahui,terjadi pada pembuluh arteri besar dan
medium.Gejala akan muncul pada umur 50 tahun atau lebih (90% didapatkan pada umur 60
tahun atau lebih), insidensi terbanyak pada usia 70 tahun.Dua pertiga pasien adalah wanita.Pada
umumnya gejala dapat muncul beberapa minggu sebelum diagnosis ditegakkan. Gejala dapat
berupa kelelahan, pana, dan berat badan menurun. Keluhan panas ditemukan pada setengah
pasien arteritis temporal. Suhu dapat tinggi lebih dari 40 derajat Celsius dan disertai gejala yang
mirip sepsis. Gejala lainnya yang sering di jumpai adalah polimialgia reumatika dan keluhan
sakit kepala dan gejala local yang berhubungan dengan lesi kelainan berupa nyeri tekan di arteri
temporal, pembengkakan dan kadang ditemukan bruit. Kadang ditemukan gangguan penglihatan
yang dapat menetap.
Criteria diagnostic arteritis temporal.(ditemukan 3 dari 5 kriteria)
(Kriteria American college of rheumatology tahun 1990)
Kriteria Definisi
11. 1 Usia saat awitan ≥ 50 tahun Timbul tanda dan gejala
pertama kali pada usia 50
tahun atau lebih
2 Sakit kepala (baru) Nyeri yang baru pada lokasi
3 Kelainan A.temporalis A.temporalis yang lemah
pada palpasi atau ditemukan
pulsasi yang menurun, tidak
ada hubungannya dengan
aterossklerosis a.cervicals
4 Kenaikan LED LED ≥50mm/jam
(westergen)
5 Kelainan pada biopsi Menunjukkan predominansi
infiltrasi mononuclear atau
infragranulomatosa
umumnya dengan multi-nuklear
giant cell
b. Vaskulitis Pembuluh Darah Sedang
a) Poliarteritis nodosa (Poliarteritis nodosa klasik)
Suatu penyakit kompleks imun arteri muskularis dan arteriol. Penyakit ini jarang mengenai
paru dan etiologinya tidak diketahui. Gejala yang dapat ditemukan ialah : artralgia , mialgia ,
gangguan saraf perifer , kemerahan pada kulit ,nodul di kulit , nyeri abdomen , hipertensi ,dan
gangguan pada jantung ( gagal jantung ).
Untuk memudahkan pendekatan diagnosis perlu diingat hal sebagai berikut :
Vaskulitis yang mengenai pembuluh darah sedang, organ yang terkena kulit , otot, saraf perifer ,
lambung , ginjal , sedang paru –paru tidak terkena.
Dihubungkan dengan HBsAg (kurang lebih 20 %)
Diagnosis ditegakkan dengan angiografi dan biopsi jaringan .
Arteriografi menunjukkan adanya aneurisma atau oklusi arteri visera yang bukan
disebabkan oleh arteriosklerosis atau sebab noninflamasi lainnya.Pada biopsi didapatkan adanya
gambaran granulosit dan mononuklear pada dinding arteri.
12. b) Penyakit Kawasaki
Beberapa buku menyebut istilah poliarteritis infantile , karena berhubungan dengan usia
yang terjadi pada anak-anak . Penyakit ini jarang mengenai orang dewasa.
Kriteria diagnosis :
1. Panas > 5 hari
2. Ditemukan 4dari 5 keadaan ini :
A. Injeksi konjungtiva non eksudatif bilateral .
B. Ditemukan salah satu kelainan di orofaring :
1. Injected atau fisura di bibir
2. Injected farings
3. Strawberry tongue
C. Satu atau lebih kelainan di ekstremitas.
1. Eritema di telapak tangan
2. Edema di tangan atau kaki
3. Deskuamasi periungual
4. Eksantema polimorfi
5. Kelenjar getah bening servikal akut non supuratif inflamasi
4. Penyakitnya tidak dapat diterangkan oleh sebab lain .
c. Vaskulitis Pembuluh Darah kecil
a) Granulomatosis Wagener
Suatu vaskulitis yang banyak menyerang saluran nafas bagian atas dan bawah serta ginjal
yang etiologinya tidak di ketahui .Proses inflamasi yang terjadi dapat mengenai system arteri dan
13. vena terbukti dengan ditemukannya deposit sel limfosit dan sel fagosit lainnya . Dari keadaan ini
dapat disimpulkan bahwa yang bertanggung jawab pada proses diatas adalah system imun .
Hubungannya dengan ANCA (merupakan suatu keadaan kompleks imun)yang dapat
merusak pembuluh darah banyak dilaporkan peneliti , walaupun pada beberapa kasus belum
terbukti hubungannya. Bila mengenai ginjal akan menimbulkan glomerulonefritis kresentik .
Kriteria diagnostik granulomatosa wagener (ditemukan 2 dari 4 kriteria di bawah ini )
No Kriteria Definisi
1 Inflamasi oral atau
nasal
Timbulnya ulkus di mulut yang
nyeri atau tidak di temukannya
sekret hidung yang purulen atau
hemoragik
2 Foto dada abnormal Dapat di lihat gambaran nodul ,
infiltrat yang menetap atau kavitas
3 Sedimen urin Ditemukan mikrohematuria (> 5
sel darah merah / LPB) atau
silinder eritrosit
4 Biopsi , adanya
inflamasi
Inflamasi granulomatosa di
temukan pada granulomatosa
dinding arteri atau daerah
perivaskuler/ekstravaskuler
Beberapa penelitian mengemukakan bahwa granulomatosis wagener sangat berhubungan erat
dengan ANCA , sehingga pemeriksaan ini sekarang dapat di pakai sebagai pemeriksaan penapis
untuk penyakit wagener.
b) Sindrom Churg-Strauss
Keadaan yang perlu diketahui mengenai sindrom churg strauss ialah :
1. Vaskulitis yang mengenai arteri dan vena pembuluh darah sedang dan dapat mengenai paru,
saluran nafas bagian atas , usus, susunan saraf perifer , kulit ,dan ginjal.
14. 2. Diawali gejala vase alergi (gejal asma).
3. Eosinofilia dan peninggian eosinofil di paru
Kriteria diagnostik sindrom churg-strauss (ditemukan 4 dari 6 kriteria)
No Kriteria Definisi
1 Asma Riwayat wheezing atau ronki kering nyaring
pada ekspirasi
2 Eosinofilia Eosinofil >10% hitung jenis
3 Riwayat alergi Riwayat alergi musim,dan makanan serta
kontak lainnya kecuali alergi obat.
4 Mononeuropati Berhubungan dengan vaskulitis sistemik atau
poli neuropati
5 Infiltrat paru yang tidak menetap
6 Kelainan sinus
7 Eosinofil ekstra vascular Biopsi arteri , arteriol atau venul menunjukkan
penumpukan eosinofil ekstra vaskular
c) Poliarteritis mikroskopik
Poliarteritis mikroskopik (PM) adalah suatu vaskulitis sistemik yang mengenai arteriol
dan kapiler dengan gejala prodromal panas, lelah , dan mialgia, yaitu suatu sindrom yang
menyerupai infeksi virus.Pada PM ini tidak ada hubungannya ddengan infeksi. Gejale tersebut
dapat berlangsung 1 bulan sebelum tanda dan gejala penuh poliarteritis mikroskopik terlihat.
Kelainan akut GN kresentik dapat disebabkan oleh poliarteritis mikroskopik selain
granulomatosa wagener.
Walaupun penyakit tersebut hampir serupa akan tetapi gejala di luar ginjal berbeda. Poliarteritis
mikroskopik dapat menyebabkangagal ginjal akut (GGA) sehingga bila menemukan gejala GGA
tanpa sebab tidak jelas perlu dipikirkan PM. Perbedaan yang lain dengan granulomatosis
wagener adalah bahwa pada PM, ANCA jarang ditemukan. Penyakit ini bila tidak segera di obati
akan berakibat fatal, oleh karena itu penemuan secara cepat akan memberikan prognosis yang
lebih baik.
15. d) Purpura Henoch-Schonlein
Suatu sindrom tanpa trombositopenia nyeri abdomen , kadang ditemukan perdarahan
saluran cerna , dan kelaina ginjal. Ditemukannya kompleks imun lgA di jaringan merupakan hal
yang patognomonik . Umumnya pasien adalah anak-anak dan kadang-kadang penyakit ini self
limiting yang tidak menemukan pengobatan.
Kriteria diagnostik (ditemukan 2 dari 4 kriteria)
1. Pulpura palpable
2. Umur mulai kena kurang atau sama dengan 20 tahun
3. Bowel angina
4.
Pada biopsi ditemukan granulosit pada dinding pembuluh darah (arterio maupun venul)
e) Vaskulitis krioglobulinemia esensial
Tanda dan gejal yang perlu diketahui :
Vaskulitis pada pembuluh darah kecil umumnya mengenai kulit, saraf perifer, sendi dan
ginjal dan umumnya karena infeksi hepatitis C.
f) Angitis kutaneus leukositoklastik
16. Vaskulitis yang mengenai pembuluh darah kecil ini sering juga disebut hypersensitivity
vasculitis, oleh karena gejala lebih banyak pada daerah kulit , jarang / tidak ditemukan kelainan
pada visceral . Nama lain ialah allergic vasculitis, cutaneus systemic vasculitis, leucocytoclastic
vasculitis atau small vessel vasculitis.
Walaupun banyak nama , akan tetapi semua sependapat bahwa kelainan hanya pada kulit
saja yaitu pada biopsi akan terlihat suatu endapan (deposit) kompleks imun dengan suatu aktivasi
komplemen
Kriteria diagnostik Angitis Leukositoklastik(ditemukan 3 dari 5 kriteria)
No Kriteria Definisi
1 Usia saat awitan penyakit >16 tahun
2 Pengobatan saat awitan
penyakit
Pengobatan yang didapat yang
mungkin menjadi faktor presipitasi
3 Pulpura palpabel Tidak berhubungan dengan
trombositopenia
4 Ruam makulopapular
5 Gambaran biopsi arteriol
dan venul
Adanya gambaran granulosit pada
perivaskular dan ekstra vascular
2. Vaskulitis Sekunder
a. Vaskulitis yang berhubungan dengan penyakit infeksi (endokarditis bacterial,viral,mikobakterial
dan riketsia).
b. Vaskulitis yang berhubungan dengan penyakit kolagen(lupus eritematosus sistemik,arthritis
rheumatoid,sindrom Sjogren’s,dermatomiositis)
c. Vaskulitis oleh karena obat(drug induced vasculitis)
d. Vaskulitis yang berhubungan dengan keganasan
e. Vaskulitis yang berhubungan dengan penyakit sistemik(hepatitis kronik aktif,sirosis biliaris
primer).
17. 2.5 Patofisiologi dan WOC Vaskulitis
Vaskulitis terjadinya akibat aktivitas proses imunologi pada dinding pembuluh
darah.Bebeapa pertanyaan yang banyak dikemukakan misalnya ,kenapa vaskulitis itu terjadi
,keadaan apa saja yang dapat mencetuskan kerusakan pembuluh darah,atau jenis allergen apa
saja yang dapat menyebabkan vaskulitis,dan mengapa proses inflamasi tersebut hanya terjadi
pada pembuluh darah tertentus saja tanpa melibatkan pembuluh darah lainnya,serta mediator-mediator
yang dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah.Kondisi tersebut hanya
sebagian dapat diterangkan sedangkan mekanisme lainnya masih dalam penelitian.
Keadaan imunologi yang dapat menerangkan timbulnya aktivasi imunologi ditentukan oleh
beberapa keadaan,yaitu jumlah antigen,kemampuan tubuh mengenal antigen,kemampuan
respons imun untuk mengiliminasi antigen dan route(target organ)yang dirusak.
Beberapa mediator yang dapat terlibat dalam vaskulitis ini,misal:interleukin(sitokin)yaitu
suatu molekul yang dihasilkan oleh sel yang teraktivasi oleh respons imun yang dpat
berpengaruh terhadap mekanisme imunolgi selanjutnya.Interleukin yang berperan pada vaskulitis
ialah: IL-1,IL-2,IL-6,IL-4,TNF alfa,dan interferon gama.S edangkan mediator inflamasi lainnya
yang terlibat dalam terjadinya vaskulitis misalnya histamine,serotonin,PAF dan endotelin.
Dengan ditemukannya ANCA (Anti Neutrophilic Cytoplasmic Antibody) pathogenesis
beberapa vaskulitis dapat diterangkan,dan dari beberpa laporan penelitian pemeriksaan ini erat
kaitannya dengan arteritis Wegener. (tjokronegoro,2001).
Vaskulitis Reumatoid dan Poliarteritis Nodosa
Patologi pada penyakit ini yaitu: adanya inflamasi nekrotik fokal, panmural mengenai
arteri otot berukuran kecil dan sedang. Seluruh arteri tubuh dapat terkena dengan berbagai
tingkatan inflamasi. Lesi awal berupa nekrosis fibrinoid bersebukan sel radang. Perubahan
kronik tampak sebagai parut yang tebal dan menyebabkan oklusi pembuluh darah. Pada tahap
awal tampak adanya deposit komplek imun baik immunoglobulin maupun komplemen dan sulit
di temukan pada fase kronik.
Vaskulitis Hipersensitif
Proses inflamasi dapat di cetuskan oleh reaksi alergi terhadap obat atau akibat pajanan
terhadap bakteri, virus atau parasit. Reaksi di perantarai sel maupun komplek imun dapat terlihat
pada penyakit ini. Pada fese akut tampak pembengkakan endotel pembuluh darah di sertai oklusi
lumen, sebukan sel radang polimurfonuklear dan tampak adanya fragmentasi nucleus serta
leukositoklasik. Tampak pula nekrosis fibrinoid dan ekstrafasasieritrosit. Fase lanjut akan
mengenai jaringan ikat yang lebih luas dari dermis. (http://ep rikenzu. Blogspo t.com /2011/04/a
skep-pada-pasien-vaskulitis.html)
Angitis Granulomatosa dan Alergi (Sindrom Churg-Strauss)
Pada pembuluh darah dapat di jumpai deposit imunoglobulin. Nekrosis granulomatosa di
jumpai baik pada arteri kecil dan sedang maupun pada vena. Granuloma berukuran 1 mm yang
terletak dekat arteri kecil mengandung banyak eusinofil yang di kelilingi oleh makrofag dan sel
raksasa epiteloid. Pada fese akut sebukan sel radang lebih banyak di dominasi oleh eusinofil dan
pada fese kronik lebih banyak di jumpai makrofag dan sel raksasa. Pada kulit, ginjal gambaran
patologi lebih karakteristik dimana terlihat granuloma eusinofilik serta infiltrasi eusinofil.
Arteritis Takayasu
Proses patofisiologi penyakit ini di kaitkan dengan adanya infeksi oleh spirochaeta, basil
tuberculosis dan streptococcus. Di jumpai adanya antibodi terhadap aorta.
Purpura Henoch-Schonlein
18. Sepertihalnya vaskulitis hipersensitif, pada penyakit ini memberikan gambaran
patofisisologi yang hampir sama. Kebanyakan immunoglobulin yang di jumpai adalah Ig A.
proses aktivasi komplemen lebih banyak melalui jalur alternatif.
Granulomatosis Wegener
Pada tahap awal terlihat keterlibatan paru dan di ikuti oleh berbagai proses inflamasi
sistemik di banyak jaringan lain termasuk ginjal. Terdapat gangguan imunitas yang di perantarai
sel dan di curigai berkaitan dengan faktor genetik berkaitan dengan HLA-DR2 dan HLA-B8.
pada fase awal tampak adanya granuloma nekrotik yang di kelilingi oleh histiosid yang
membentuk palisade
2.6 Manifestasi Vaskulitis
a. Vaskulitis Reumatoid
Manifestasi klinis yang merupakan gabungan dengan arthritis rheumatoid sering di
jumpai pada pasien ini, baik laki-laki maupun wanita, dapat di jumpai gejala konstitusional
seperti demam dan kelelahan, Infark ujung jari merupakan kelaininan yang mudah di temukan di
sertai dengan neuropati sensorimotor. Penyakit ini tidak berkaitan dengan gangguan ginjal. Di
jumpai peningkatan titer factor rheumatoid, rendahnya kadar komplemen serum, krioglobulin
dan meteri komplek imun dalam serum, juga terdapat peningkatan laju endapan rendah, anemia,
trombosit dan menurunnya kadar albumin serum (http://ep rikenzu. Blogspo t.com /2011/04/a
skep-pada-pasien-vaskulitis.html)
b. Poliarteritis Nodosa (Poliarteritis nodosa klasik)
Suatu penyakit kompleks imunarteri muskularis dan arteriol. Penyakit ini jarang mengenai
paru dan etiologinya belum diketahui. Gejala yang dapat di temukan ialah: artralgia, mialgia,
gangguan saraf perifer, kemerahan pada kulit, nodul di kulit, nyeri abdomen, hipertensi, dan
gangguan pada jantung (gagal jantung). Pada beberapa kasus terdapat perforasi usus dan
instususepsi ileoilel yang disebabkan oleh vaskulitis dinding usus yang menyebabkan udema dan
pendarahan submukosa.
c. Vaskulitis Hipersensitif
Demam merupakan gejala sistemik yang paling sering pada penyakit ini, di duga demam
terjadi akibat pelepasan mediator sitokin yang bersifat vasokontriktor yang menghambat
pengeluaran panas tubuh. Gejala lain pada penyakit ini yaitu purpura yang dapat di raba, nyeri
abdominal dan arthritis. Edema pada kaki, tangan, periorbital seringkali di jumpai. Artritis
terutama mengenai sendi lutut dan pergelangan kaki. Hipertensi di jumpai pada 13% pasien, dan
jarang terjadi kelainan fungsi ginjal. (http://eprikenzu.Blogspot.com/2011/04/askep-pada-pasien-vask
ulitis .h tml )
d. Angitis Granulomatosa dan Alergi (Sindrom Churg-Strauss)
Keadaan yang perlu di ketahui mengenai penyakit ini ialah:
1. Peradangan granulomatosa di mana vaskulitis yang mengenai arteri dan vena pembuluh darah
sedang dan dapat mengenai paru, saluran nafas bagian atas, usus, susunan saraf perifer, dan kulit.
2. Di awali gejala fase alergi (gejala asma)
3. Eosinofilia dan peninggian eosinofil di paru.
e. Arteritis Takayasu
Adalah suatu penyakit kronik yang tidak di ketahui etiologinya yang sering muncul pada
perempuan muda. Awalnya dominansi gejala sistemik lebih manonjol seperti: demam ringan,
kelelahan, penurunan BB, artalgia maupun artritis dan panas yang tidak terlalu tinggi. Kemudian
di ikuti oleh infusisinensi vaskuler akibat sumbatan atau penyempitan arteri besar. Klaudikasio,
penurunan suhu ekstremitas sering di jimpai. Hipertensi di jumpai lebih dari 50% pasien.
19. Apabila kelaini ini mengenai arteri pulmonalis dapat timbul gejala sesak nafas, hemoptisis atau
hipertensi pulmonal. Kelainan akibat stenosis arteri mesentrika dapat menimbulkan nyeri
abdominal atau pendarahan gastrointestinal. Pada arteri koronaria yang manyempit dapat timbul
gejala angina pectoris.
f. Purpura Henoch Schonlein
Berawal berupa ruam macula erterimatosa pada kulit yang disertai rasa gatal dan
berlanjut menjadi palpable purpura tanpa adanya trombosotopenia. Purpura dapat timbul dalam
12-24 jam. Purpura terutama terdapat pada kulit yang sering terkena tekanan. Penyakit ini
merupakan suatu sindrom tanpa trombositopenia, nyeri abdomen, kadang ditemukan perdarahan
saluran cerrna, dan kelainan ginjal. Ditemukannya kompleks imun IgA di jaringan merupakan
hal yang patognomonik. Umumnya pasien adalah anak-anak dan kadang-kadang penyakit ini self
limiting yang tidak memerlukan pengobatan.
g. Granulomatosa Wegener
Suatu vaskulitis yang banyak menyerang saluran nafas bagian atas seperti: rinorea,
sinusitis, ulkus mukosa hidung, otitis media bahkan sampai ketulian dengan gejala seperti: batuk,
hemoptisis, sesak nafas, bahkan sampai terjadi efusi pleura.pada stadium lanjut biasanya dapat di
jumpai kegagalan ginjal yang progresif. Proses inflamasi yang terjadi dapat mengenai system
arteri dan vena terbukti dengan di temukannya deposit sel limfosit dan sel fagosit lainnya. Dari
keadaan ini dapat di simpulkan bahwa yang bertanggung jawab pada proses ini adalah system
imun. Kelainan sendi berupa artalgia, kelainan seraf cranial dapat di jumpai pula pada penyakit
ini.
2.7 Pemeriksaan Penunjang Vaskulitis
a. Laboratorium (sampel urin)
Gejala keterlibatan ginjal mungkin tidak diperhatikan oleh pasien, tetapi dapat dievaluasi
dengan melihat sampel urin untuk sejumlah kecil darah dan protein. Gagal ginjal tidak umum,
tetapi dapat terjadi terutama dengan paparan berat atau berkepanjangan terhadap obat yang
dicurigai atau infeksi. Gagal ginjal dapat 'akut', yang berarti ada kerugian cepat fungsi ginjal,
tetapi terapi suportif dengan dialisis (pembersihan mekanik darah) bisa dilakukan selama
beberapa hari atau minggu dan kembali fungsi ginjal. Dalam beberapa kasus, gagal ginjal 'kronis'
terjadi, yang berarti bahwa ada kebutuhan yang sedang berlangsung untuk cuci darah karena
ginjal tidak memulihkan fungsi normal mereka. http://www.news-medical.net/health/What-is-
Vasculitis-%28Indonesian%29.aspx.
b. Biopsi kulit
Biopsi kulit paling sering dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis. Selama prosedur,
contoh kecil dari jaringan kulit akan dihapus dan dianalisis di bawah mikroskop di laboratorium.
Analisis ini akan menentukan apakah vaskulitis hadir.
c. ESR
Sebuah tingkat sedimentasi eritrosit (ESR) tes dapat dilakukan untuk memantau kondisi
pasien. Tes satu jam mengukur jarak (dalam milimeter) yang sel darah merah mengendap dalam
darah unclotted ke bagian bawah tabung reaksi.
2.8 Penatalaksanaan Medis Vaskulitis
Pemberian steroid dalam dosis terbagi dapat dimulai bla menemukan vaskulitis, karena
efek anti-inflamasi steroid dapat segera terlihat lebih cepat dibanding pemberian siklofospamid.
Dosis prednison dimulai 1 mg/kg BB/hari, dapat diberikan tiap 6-8 jam .Dosis permulaan
diberikan antara 7-10 hari dan setelah itu dapat diberikan pagi hari sampai 2 minggu berikutnya.
Pemberian ini umumnya disebut sebagai dosis induksi . Setelah dosis induksi, pemberian steroid
20. diturunkan secara bertahap dosis 60 mg diberikan secara selang sehari untuk waktu 1-2 bulan
berikutnya . Setelah itu dosis diturunkan secara perlahan sampai dosis pemeliharaan yang
tergantung pada gambaran klinis .
Pada keadaan khusus seperti pada penyakit granulomatosis wagener, serta poliarteris
nodosa, arteritis takayasu , dan vaskulitis susunan saraf pusat yang resisten terhadap steroid
diberikan kombinasi dengan siklofosfamid. Umumnya pemberian siklofosfamid secara oral tiap
hari yang digabung dengan steroid dosis kecil selang sehari untuk menghindari terjadinya infeksi
sekunder akibat pemakaian steroid jangka lama. Lama pemberian siklosfosfamid berkisar antara
18-24 bulan , sedang lama pemberian steroid tergantung pada aktivitas penyakitnya.
Pemberian pulse methyl prednisolon 0,5-1 g/ hari selama 3 hari berturut-turut
diberikan pada permulaan pengobatan kasus-kasus yang mengancam nyawa (life threatening
vasculitis syndrome) atau vasculitis yang progresif. Intervensi pembedahan hanya dimungkinkan
pada penyakit takayasu setelah aktivitas penyakitnya tenang, sedang pada arteritis temporal
jarang dilakukan tindakan pembedahan . (tjokronegoro,2001).
Vaskulitis Reumatoid dan Poliarteritis Nodosa
Pengobatan bergantung pada jenis dan luasnya lesi. Pada dasarnya pengobatan pada
penyakit ini tidak memerlukan pengobatan tambahan selain dari penggunaan anti inflamasi non
steroid. Penggunaan dipiridamolpada beberapa penelitian memberikan harapan yang baik,
walaupun belum di lakukan penelitian acak terkontrol dalam hal ini. Seperti halnya arthritis
rheumatoid, glukokortikoid dapat di berikan pada kelainan yang progresif seperti: manifestasi
infak ujung jari atau neuropati sensorik dan motorik. Panggunaan prosedur transfusi tukar
walaupun telah di gunakan, saat ini masih merupakan pengobatan alternatifdalam tahap
eksperimantal. (tjokronegoro,2001).
Vaskulitis Hipersensitif
Dalam penatalaksanaan vaskulitis hipersensitif, suatu hal yang harus di lakukan pertama
kali adalah menyingkirkan seluruh obat-obatan atau antigen yang di duga sebagai penyebabnya.
Pada kasus yang ringan hanya di jumpai purpura pada kulit tanpa dijumpainya gejala sistemik
atau keterlibatan organ internal, umumnya tidak di perlukan pengobatan spesifik. Pada kasus
dengan gejala sistemik atau keterlibatan organ vital dapat di berikan pengobatan glukokortikoid
yang setara dengan 20-60 mg/hari tergantung pada beratnya gejala klinis. Jika glukokortikoid
tidak memberikan perbaikan yang bermakna atau timbul efek samping pada penggunaan obat,
penggunaan sitostatika dapat di pertimbangkan walaupun belum jelas bahwa pemberian
sitostatika merupakan cara pengobatan yang lebih baik. Pada kasus vaskulitis hipersensitif kronik
dimana factor pencetus sulit di tentukan, penggunaan dopsone, OAINS atau colchicines dapat di
coba, walaupun hasil pengobatan dengan penggunaan modalitas ini umumnya masih bervariasi.
Angitis Granulomatosa dan Alergi (Sindrom Churg-Strauss)
Pengobatan utama penyakit ini adalah: pemberian kartikosteroid serta dengan prednisone
20-40 mg/hari, dalam dosis yang terbagi. Penggunaan kartikosteroid bersama pulse
siklofosfamid atau pertukaran plasma bersama sitostatika pada kelainan ini belum jelas
manfaatnya. Prognosis pasien pada penyakit ini umumnya lebih baik dari jenis poliarteritis yang
lain.
Arteritis Takayasu
Pada tahap awal pemberian steroid sangat membantu dalam menekan gejala sistemik
serta mengatasi timbulnya stenosis pembuluh darah. Pemberian dengan teknik pulse dapat
dengan cepat memperbaiki keadaan penyakit terutama keluhan klaudikasio. Dosis yang di
anjurkan adalah: 45-60 mg prednison dalam dosis ekuivalen. Parameter laboratorik saperti laju
21. endapan darah (LED) di pakai untuk menentukan aktifitas penyakit, serta dosis steroid dapat di
turunkan sampai dosis minimum yang tetap memberikan efek supresi terhadap gejala klinisnya.
Selanjutnya di lanjutkan dengan dosis pemeliharaan (dosis kecil) jangka panjang. Penggunaan
sitostatik, vasodilator atau anti koagulan tidak memberikan hasil yang memuaskan. Penyakit ini
dapat mengalami remisi spontan atau menjadi lebih buruk dan menimbulkan kematian.
(tjokronegoro,2001).
Purpura Henoch Schonlein
Penyakit ini bersifat self-limited dan berfariasi antara 6-16 minggu. Untuk kasus ringan
pengobatan soportif biasanya mencukupi, sedangkan pada kusu yang lebih berat di perlukan
steroid selama fase akut untuk mencegah perburukan maupun kelainan ginjal.
Granulomatosa Wegener
Pada beberapa kasus penggunaan glukokortikoid memberikan hasil yang baik, di samping
penggunaan siklofosfamid, azatioprin, metotreksat, klorambusil, dan nitrogen mustard.
Siklofosfamid labih baik dari azatioprin dalam menginduksi timbulnya remisi. Di pakai dosis 2
mg/kbBB secara oral. Pada pasien yang menunjukkan reaksi elergi terhadap siklofosfamid dapat
di pakai azatioprin atau dengan penambahan kotrimoksazol. Apabila di jumpai manifastsi
sistemik yang berat, harus di berikan pula prednison secara bersamaan dengan siklofosfamid
dengan dosis 1 mg/kgBB dalam dosis terbagi. Dosis prednison dapat di turnkan apabila gejala
sistemik telah teratasi.
Evaluasi penyakit dapat di lakukan dengan pemeriksaan terhadap laju endapan darah,
kadar c-reactive protein (CRP). Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal biasanya
prognosisnya lebih buruk dan bila terjadi gagal ginjal di perlukan tindakan cuci darah. (http://ep
rikenzu. Blogspo t.com /2011/04/a skep-pada-pasien-vaskulitis.html
2.9 Prognosis Vaskulitis
HSP adalah penyakit vaskulitis yang sembuh sendiri dengan prognosis semuanya yang
sempurna. Penyakit ginjal kronis dapat menghasilkan morbiditas : studi dasar populasi
mengindikasikan bahwa kebih sedikit dari 1% pasien dengan HSP menjadi penyakit ginjal
persisten dan kurang dari 0.1% menimbulkan penyakit ginjal yang serius. Jarangnya, kematian
dapat timbul selama fase akut penyakit sebagai hasil dari infark usus, keterlibatan CNS, atau
penyakit ginjal. Sesuai keadaan, anak-anak yang menampakkan sindrom seperti HSP membawa
karakteristik dari penyakit jaringan ikat lain.
Pada umumnya prognosis adalah baik, dapat sembuh secara spontan dalam beberapa
hari atau minggu (biasanya dalam 4 minggu setelah onset).Rekurensi dapat tejadi pada 50%
kasus.Pada beberapa kasus terjadi nefritis kronik, bahkan pada 2% kasus menderita gagal ginjal.
Bila manifestasi awalnya berupa kelainan ginjal yang berat, maka perlu dilakukan pemantauan
fungsi ginjal setiap 6 bulan hingga 2 tahun pasca-sakit. Sepertiga sampai setengah anak-anak
dapat mengalami setidaknya satu kali rekurensi yang terdiri dari ruam merah atau nyeri
abdomen, namun lebih ringan dan lebih pendek dibandingkan episode sebelumnya. Eksaserbasi
umumnya dapat terjadi antara 6 minggu sampai 2 tahun setelah onset pertama, dan dapat
berhubungan dengan infeksi saluran nafas berulang.
Prognosis buruk ditandai dengan penyakit ginjal dalam 3 minggu setelah onset,
eksaserbasi yang dikaitkan dengan nefropati, penurunan aktivitas faktor XIII, hipertensi, adanya
gagal ginjal dan pada biosi ginjal ditemukan badan kresens pada glomeruli, infiltrasi makrofag
dan penyakit tubulointerstisial. http://www.news-medical.net/health/What-is-Vasculitis-
%28Indonesian%29.aspx
2.10 Komplikasi Vaskulitis
22. Organ keterlibatan selain ruam kulit sangat jarang, tetapi mungkin parah. Radang
ginjal dan bahkan lebih jarang luka hati, paru, jantung dan otak telah terjadi pada pasien dengan
vaskulitis hipersensitif. Peradangan ginjal biasanya ringan. Komplikasi mungkin termasuk
kerusakan permanen pada pembuluh darah atau kulit dengan jaringan parut, (http://ep rikenzu.
Blogspo t.com /2011/04/a skep-pada-pasien-vaskulitis.html
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN VASKULITIS
3.1 Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, pekerjaaan, pendidikan terakhir, alamat
b. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
seperti gelisah, bingung, cemas dan demam
2. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pernah mengalami asma, pneumonia dll.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada diantara anggota keluarga pasien ada yang mengalami penyakit yang sama dengan
pasien.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Breath
Gejala: batuk, sesak napas
Tanda: distress pernapasan
b. Blood
Gejala: proses penyembuhan luka yang lambat
Tanda: Sianosis
c. Brain
Gejala : Nyeri local, sakit, rasa terbakar pada daerah yang terkontaminasi, sertarasa nyeri yang
kronis.
Tanda : penurunan rentang gerak, gerak otot melindungi bagian yang sakit
d. Bladder
Normal
e. Bowel
Gejala : tidak napsu makan, mual, anoreksia
Tanda : penurunan BB, kekeringan pada membran mukosa, dan dapat menunjukkan adanya
bising usus hiperaktif
f. Bone
Gejala: limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, kelemahan, kelelahan
Tanda: penurunan toleransi terhadap aktivitas, keterbatasan rentang gerak, kelainan pada kulit
dan pembuluh darah
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi dan pelepasan termoregulator
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,anoreksia
3. Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan diare, peningkatan asam lambung
4. Gaungguan integritas kulit berhubungan dengan nekrosis dinding pembuluh darah
23. 5. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan kebocoran kapiler glomerolus
3.3 RENCANA INTERVENSI
1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan :Setelah diberikan tindakan keperawatan, 1x24 jam hipertermi berkurang dan tidak terjadi panas
Kriteria hasil : - Pasien tidak mengeluh badannya panas
- Suhu tubuh pasien 37 C
Rencana Intervensi Rasional
Mandiri
1. Monitor Tandaa-Tanda Vital : Suhu
Badan
2. Berikan Kompres Padsa Aksila Dan
Kepala Serta Lipatan Paha
HE
Ajarkan Klien Pentingnya
Mempertahankan Cairan Yang
Adekuat
Menjelaskan
Kolaborasi
Pemberian Obat Antiperatik.
Observasi
Monitor tanda-tanda vital
Mandiri
1. Sebagai indikator untuk
mengetauhi status hipertensi.
2. Menghambat pusat simpatisdi
hipotalamus sehingga terjadi
vasodilatasi kulit dengan
merangsang kelenjar keringat untuk
mengurangi panas tubuh melalui
penguapan.
HE
Dalam kondisi demam terjadi
peningkatan evapourarasi yang
memicu timbulnya dehidrasi.
Kolaborasi
Antipiretik dapat membantu
menurunkan suhu tubuh.
Observasi
Untuk mengetahui perubahan tubuh
24. pasien dari pengobatan
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam , kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
Kriteria hasil : - Pasien tidak merasakan mual dan muntah
- Pasien mengalami peningkatan frekuensi makan
- Pasien bebas dari tanda-tanda malnutrisi
Rencana Intervensi Rasional
Mandiri
1. Awasi pemasukan diet/jumlah
kalori
2. Berikan makan sedikit dalam
frekuensi sering dan tawarkan
makan pagi paling besar
Mandiri
1. Makan banyak sulit untuk mengatur
bila pasien anoreksia
2. Anoreksia sulit makan pada siang
hari
3. Menghilangkan rasa tidak enak dapat
25. 3. Berikan perawatan mulut sebelum
makan
HE
1. Anjurkan makan pada posisi
duduk
2. Beritahu manfaat pemberian
nutrisi
Kolaborasi
Konsul pada ahli diet, dukungan
tim nutrisi untuk memberikan diet
sesuai kebutuhan pasien dengan
masukan lemak dan protein sesuai
toleransi
Observasi
Observasi BB, ukur lungkar lengan
meningkatkan nafsu makan
HE
1. Meunurunkan rasa penuh pada
abdomen dan dapat meningkatkan
pemasukan
2. Agar mengetahui manfaat
pemenuhan nutrisi dapat
meningkatkan daya tahan tubuh
Kolaborasi
Berguna dalam membuat program
diet untuk memenuhi kebutuhan
individu. Bila toleran, masukan
normal/lebih protein akan membantu
regenerasi hati.
Observasi
Untuk mengetahui peningkatan BB
3. Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan diare, peningkatan asam lambung
Tujuan :
Kriteria : mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh membran mukosa lembab, turgor kulit
baik, tanda-tanda vital stabil, haluaran urine adekuat secara pribadi.
Tindakan intervensi :
Intervensi Rasional
Pantau tanda-tanda vital, termasuk
CVP bila terpasang. Catat
hipertensi, termasuk perubahan
postural.
Indikator dari volume cairan
sirkulasi.
Catat peningkatan suhu dan durasi
demam. Berikan kompres hangat
sesuai indikasi. Pertahankan
pakaian tetap kering. Pertahankan
kenyamanan suhu lingkungan
Meningkatkan kebutuhan
metabolisme dan diaforesis yang
berlebihan yang dihubungkan
dengan demam dalam meningkatkan
kehilangan cairan tak kasatmata.
Kaji turgor kulit, membran mukosa,
dan rasa haus.
Indikator tidak langsung dari status
cairan.
Kaji haluaran urine dan berat jenis
urine. Ukur/kaji jumlah kehilangan
diarea. Catat kehilangan tak
kasatmata.
Peningkatan berat jenis
urine/penurunan haluaran urine
menunjukkan perubahan perfusi
ginjal/volume sirkulasi. Catatan:
pemanyauan keseimbangan cairan
sulit karena kehilangan melalui
26. gastrointestinal yang berlebihan/tak
kasatmata.
Timbang berat badan sesuai
indikasi
Meskipun kehilangan berat badan
dapat menunjukkan penggunaan
otot, fluktuasi tiba-tiba
menunjukkan status hidrasi.
Kehilangan cairan berkenaan
dengan diare dapat dengan cepat
menyebabkan krisis dan mengancam
hidup.
Pantau pemasukan oral dan
memasukkan cairan sedikitnya
2500ml/hari.
Mempertahankan keseimbangan
cairan, mengurangi rasa haus, dan
melembabkan membran mukosa.
Buat cairan mudah diberikan pada
pasien; gunakan cairan yang mudah
ditoleransi oleh pasien dan yang
menggantikan elektrolit yang
dibutuhkan, mis : gatorade, air
daging.
Meningkatkan pemasukan. Cairan
tertentu mungkin terlalu
meninmbulakan nyeri untuk
dikonsumsi (mis: jeruk asam karena
lesi pada mulut)
Hilangkan makanan yang potensial
menyebabkan diare yakni yang
pedas/makanan berkadar lemak
tinggi, kacang, kubis,
susu.mengatur
kecepatan/konsentrasi makanan
yang diberikan perselang jika
diperlukan.
Meungkin dapat mengurangi diare.
Kolaborasi:
Berikan cairan/elektrolit melalui
selang pemberi makanan/IV
Pantau hasil pemeriksaan
laboratorium sesuai indikasi, mis:
Hb/Ht
Elektrolit serum/urine
BUN/Kr
Berikan obat-obatan sesuai
indikasi:
Mungkin diperlukan untuk
mendukung/memperbesar volume
sirkulasi, terutama jika pemasukan
oral tak adekuat, mual/muntah terus
menerus.
Bermanfaat dalam memperkirakan
kebutuhan cairan.
Mewaspadakan kemungkinan
adanya gangguan elektrolit dan
menentukan kebutuhan elektrolit
tersebut.
Mengevaluasi perfusi/fungsi ginjal.
27. Antiemetik, mis: proklorperazin
maleat (Compasine);
trimetobenzamid (Tigan);
metoklopramid (Reglan);
Antidiarea, mis: difenoksilat
(Lomotil), loperamid imodium,
paregorik, atau antispasmodik, mis:
mepenzolat bromida (Cantil):
Antipiretik, mis: asetaminofen
(Tylenol).
Pertahankan selimut hipotermia
bila digunakan.
Mengurangi insiden muntah untuk
mengurangi kehilangan
cairan/elektrolit lebih lanjut.
Menurunkan jumlah dan keenceran
feses; mungkin mengurangi kejang
usus dan peristaltik. Catatan:
antibiotik mungkin digunakan untuk
mengobati diare jika disebabkan
oleh infeksi.
Membantu mengurangi demam dan
respons hipermetabolisme,
menurunkan kehilangan cairan tak
kasatmata.
Mungkin diperlukan bila tindakan
lain gagal mengurangi demam yang
berlebihan.
4. Gaungguan integritas kulit berhubungan dengan nekrosis dinding pembuluh darah
Tujuan :
Kriteria Hasil :
1) Menunjukkan regenerasi jaringan
2) Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar
Intervensi keperawatan:
Intervensi Rasional
Kaji/catat ukuran, warna,
kedalaman luka, perhatikan
jaringan nekrotik dan kondisi
sekitar luka.
Memberikan informasi dasar tentang
kebutuhan penanaman kulit dan
kemungkinan petunjuk tentang
sirkulasi pada area graft.
Berikan perawatan luka bakar
yang tepat dan tindakan kontorl
infeksi
Menyiapkan jaringan untuk
penanaman dan menurunkan risiko
infeksi/kegagalan graft.
Tinggikan area graft bila
mungkin/tepat. Pertahankan posisi
yang diinginkan dan mobilisasi
area bila diindikasikan.
Menurunkan
pembengkakan/membatasi risiko
pemisahan graft. Gerakan jaringan
dibawah graft dapat mengubah posisi
yang mempengaruhi penyembuhan
optimal.
Evaluasi warna sisi graft dan
donor; perhatikan adanya/tak
adanya penyembuhan.
Mengevaluasi keefektifan sirkulasi
dan mengidentifikasi terjadinya
komplikasi.
Kolaborasi:
Siapkan/bantu prosedur
bedah/balutan biologis. Contoh:
28. homograft (alograft)
Heterograft (xenografi, poreine)
Autograft
Graft kulit diambil dari kulit orang
itu sendiri atau orang yang sudah
meninggal (donor mati) digunakan
untuk menutupi sementara pada luka
bakar luas sampai kulit orang itu siap
ditanam (tes graft), untuk menutup
luka terbuka secara cepat setelah
eskarotomi untuk melindungi
jaringan granulasi.
Kulit graft diambil mungkin dari
binatang dengan penggunaan yang
sama untuk hemograft atau untuk
menutup autograft yang berlubang.
Kulit graft diambil dari bagian pasien
yang tak cedera mungkin ketebalan
penuh atau ketebalan parsial.
5. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan kebocoran kapiler glomerolus
Tujuan:
Kriteria Hasil :
1) Berkemih dengan jumlah normal
2) Menunjukkan perilaku yang meningkatkan kontrol kandung kemih/urine.
Intervensi keperawatan:
Intervensi Rasional
Kaji haluaran urine dan sistem
kateter/drainase, khususnya selama
irigasi kandung kemih.
Retensi dapat terjadi karena edema area
bedah, bekuan darah, dan spasme
kandung kemih.
Perhatikan waktu, jumlah berkemih,
dan ukuran aliran setelah kateter
dilepas. Perhatikan keluhan rasa penuh
kandung kemih; ketidakmampuan
berkemih, urgensi.
Kateter biasanya dilepas 2-5 hari
setelah bedah, tetapi berkemih dapat
berlanjut menjadi masalah untuk
beberapa waktu karena edema uretral
dan kehilangan tonus.
Dorong pasien untuk berkemih bila
terasa dorongan tetapi tidak lebih dari
2-4 jam per protokol.
Berkemih dengan dorongan mencegah
retensi urine. Keterebatasan berkemih
untuk tiap 4 jam (bila ditoleransi)
meningkatkan tonus kandung kemih
dan membantu latihan ulang kandung
kemih.
Ukur volume residu bila ada kateter
suprapubik.
Mengawasi keefektifan pengosongan
kandung kemih. Residu lebih dari 50 ml
menunjukkan perlunya kontinuitas
kateter sampai tonus kandung kemih
membaik.
Kolaborasi:
Pertahankan irigasi kandung kemih
kontinu (continuous bladder irrigation
[CBI]) sesuai indikasi pada periode
Mencuci kandung kemih dari bekuan
darah dan debris untuk
mempertahankan patensi kateter/aliran
29. pascaoperasi dini. urine.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
6. Vaskulitis adalah suatu kumpulan gejala klinis dan patologis yang di tandai adanya proses
inflamasi dan nekrosis dinding pembuluh darah.Pembuluh darah yang terkena dapat arteri atau
vena dengan berbagai ukuran (Tjokronegoro,2001). Masalah keperawatan yang mungkin timbul
yaitu Hipertermi,Nutrisi kurang dari kebutuhan,resiko kekurangan cairan,gangguan integritas
kulit,gangguan pola.