SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 11
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI KLINIK
DIABETES MELITUS
KELOMPOK 1
ARDIAN JULIANTO (M3512001)
CHATERIN ROMAULI S (M3512007)
DIANNE PARASWATI (M3512012)
FOURY CHRISTYA (M3512018)
D3 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
Laporan Resmi Praktikum Farmasi Klinik
Pertemuan II
Diabetes Melitus
A. Tujuan Praktikum
1. Mampu mengidentifikasi setiap permasalahan dalam pemberian obat pada
pasien baik melalui resep maupun wawancara langsung dengan pasien.
2. Mampu memberikan alternative penyelesaian dari setiap permasalahan
yang ditemukan.
3. Mampu mengidentifikasi obat-obat yang bekerja di pankreas.
4. Mampu mengetahui dan melakukan penyesuaian dosis obat pada penderita
diabetes melitus.
B. Dasar Teori
Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang
ditandai dengan keadaan hiperglikemia (Powers, 2001). Diabetes mellitus bisa
disebabkan oleh destruksi sel beta pankreas karena proses autoimun atau
idiopatik yang umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, resistensi insulin,
defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas, endokrinopati, pengaruh obat atau zat kimia, infeksi, dan sindrom
genetik lain. Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan
menahun. Penyulit akut yaitu ketoasidosis diabetik (DKA), keadaan hiperosmolar
non ketotik (NKH) atau hipoglikemia. Penyulit menahun dapat berupa
makroangiopati yaitu peningkatan risiko penyakit arteri koroner, serta
mikroangiopati yaitu nefropati, retinopati, dan neuropati (Perkeni, 2006).
Diabetes militus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemi. Glukosa secara
normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk dihati
dari makanan yang dikonsumsi (Brunner dan Suddarth, 2002).
Faktor penyebab terjadinya Diabetes Mellitus:
1. Faktor keturunan
Karena adanya kelainan fungsi atau jumlah sel–sel betha pancreas yang
bersifat genetic dan diturunkan secara autosom dominant sehingga
mempengaruhi sel betha serta mengubah kemampuannya dalam mengenali
dan menyebarkan rangsang yang merupakan bagian dari sintesis insulin.
2. Fungsi sel pancreas dan sekresi insulin berkurang
Jumlah glukosa yang diambul dan dilepaskan oleh hati dan yang digunakan
oleh jaringan perifer tergantung keseimbangan fisiologis beberapa hormon.
Hormon yang menurunkan glukosa darah yaitu insulin yang dibentuk sel
betha pulau pancreas.
3. Kegemukan atau obesitas
Terjadi karena hipertrofi sel betha pancreas dan hiperinsulinemia dan
intoleransi glukosa kemudian berakhir dengan kegemukan dengan diabetes
mellitus dan insulin insufisiensi relative.
4. Perubahan pada usia lanjut berkaitan dengan resistensi insulin
Pada usia lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan insulin terutama
pada post reseptor(Sjaifoellah, 1996 : 692).
.
Ada beberapa tipe diabetes melius antara lain:
Tipe I : Diabetes melitus tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes
Melitus)
Tipe II : Diabetes melitus tidak tergantung insulin (Non- Insulin
Dependent Diabetes Melitus)
Diabetes Melitus yang berhubungan dengan keadaan sindrom lainnya, diabetes
melitus Gestasional (Carpenito, 2001).
Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronik.
Komplikasi Akut, ada 3 komplikasi akut pada diabetes mellitus yang penting
dan berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka
pendek, ketiga komplikasi tersebut adalah (Smeltzer, 2002 : 1258)
1. Diabetik Ketoasedosis (DKA)
Ketoasedosis diabetik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu
perjalanan penyakit diabetes mellitus. Diabetik ketoasedosis disebabkan
oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata (
Smeltzer, 2002 : 1258 )
2. Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat
kesadaran. Salah satu perbedaan utama KHHN dengan DKA adalah tidak
terdapatnya ketosis dan asidosis pada KHHN (Smetzer, 2002 : 1262)
3. Hypoglikemia
Hypoglikemia (Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi kalau
kadar glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini
dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral yang
berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit (Smeltzer, 2002 : 1256)
Komplikasi kronik Diabetes Melitus pada adsarnya terjadi pada semua
pembuluh darah diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati
Diabetik dibagi menjadi 2 yaitu (Long 1996) :
1. Mikrovaskuler
a. Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan–perubahan mikrovaskuler adalah
perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah
meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang
menyebabkan kebocoran protein darah dalam urin (Smeltzer, 2002 : 1272)
b. Penyakit Mata (Katarak)
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan sampai
kebutaan. Keluhan penglihatan kabur tidak selalui disebabkan retinopati
(Sjaifoellah, 1996 : 588). Katarak disebabkan karena hiperglikemia yang
berkepanjangan yang menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan
lensa (Long, 1996 : 6)
c. Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem saraf otonom,
Medsulla spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan
perubahan–perubahan metabolik lain dalam sintesa atau fungsi myelin yang
dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi saraf
(Long, 1996 : 17)
2. Makrovaskuler
a. Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi
penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh
sehingga tekanan darah akan naik atau hipertensi. Lemak yang menumpuk
dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis),
dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke
b. Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf – saraf sensorik, keadaan ini
berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi
yang menyebabkan gangren. Infeksi dimulai dari celah–celah kulit yang
mengalami hipertropi, pada sel–sel kuku yang tertanam pada bagian kaki,
bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerah–
daerah yang tekena trauma (Long, 1996 : 17)
c. Pembuluh darah otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai darah
ke otak menurun (Long, 1996 : 17)
C. Kasus
NY SS, 45 tahun adalah seorang guru SMU negeri datang ke Unit Gawat Darurat
bersama ditemani putra bungsunya dengan keluhan lemah, mual muntah dan
mengalami rasa sakit di seluruh badan. Sebelum ini, menurut penuturuan anaknya,
NY SS baik baik saja hingga tiba-tiba tidak sadarkan diri pagi ini. Hasil
pemeriksaan menunjukkan bahwa glukosa puasa NY SS 200 mg/dL.
Riwayat Penyakit:
-Diabetes mellitus semenjak 5 tahun terakhir
-Hipertensi
Hasil Laboratorium:
-Hb 11 g/dL
-SrCr 10 mg/L
Riwayat Pengobatan:
-Metformin 500 s..t.dd
-Amlodipin 5 mg 1X Sehari
-Furosemid 40 mg s.b.d.d
-Kalsitriol 0.25 μ 1X sehari
D. Penyelesaian
Jenis obat yang diresepkan oleh dokter, antara lain :
1. Metformin 500 ( 3 x sehari )
2. Amlodipin 5 mg ( 1 x sehari )
3. Furosemid 40 mg ( 2 x sehari )
4. Kalsitriol 0.25 μ ( 1X sehari )
Penggunaan furosemide 40 mg ( 2 x sehari ), indikasi untuk penanganan
hipertensi essensial. Kontra indikasinya hipersensitif thd sulfonamid, gagal hati
ato ginjal berat, enselopati hepatik, hipokalemia, stroke yg blm lama terjadi.
Kemudian efek sampingnya lelah, hipotensi ortostatik, hipokalemik, manifestasi
alergik ( Anonim, 2013).
Penggunaan Metformin 500 mg ( 3 x sehari ) kontra indikasinya hipersensitif,
gagal jantung kronis, koma, gangguan gnjal, infrak miokard. Indikasinya sebagai
monoterapi / terapi kombinasi dengan antidiabetes lain. Untuk efek sampingnya
yaitu gangguan GI, polidipsia dan rasa logam pada lidah.
Dalam patient case ini ditemukan penggunaan furosemide 40 mg 2 x
sehari untuk penanganan pasien yang memiliki riwayat hipertensi. Untuk
penggunaan Metformin 1,5 mg perhari untuk diabetes melitus tipe II yang gagal
dikendalikan dengan diet dan OHO golongan sulfonilurea, terutama pada pasien
yang gemuk. Menggunakan amlodipin 5 mg perhari dosisnya sudah benar untuk
dewasa. Indikasi pengobatan hipertensi. Kalsitriol 0.25 1X sehari Untuk
kekurangan vitamin D, efek sampingnya mual muntah.
Pasien dehidrasi dikarenakan sering buang air kecil. Hal ini dikarenakan
efek samping dari pemakaian furosemid dengan dosis yang tinggi yang diresepkan
oleh dokter kepada pasien. Hal ini dapat mengakibatkan metabolisme obat jika
diminum oleh pasien mekanismenya semakin cepat, sementara input dari pasien
kemungkinan tidak mencukupi. Dalam jangka panjang pasien kemungkinan dapat
terkena komplikasi gagal ginjal dan gagal jantung sehingga harus mengatur pola
makan dan mengubah lifestyle-nya juga.
Untuk hasil data lab, ditemukan sel HB diketahui nilainya 11 menurut
kami rendah. Sedangkan HB normal pada wanita sekitar 12 – 14, hal ini tidak lain
dapat mengakibatkan pasien lemas dan lemah. HB rendah juga dapat dikatakan
anemia, jika pasien memiliki gejala seperti tadi. Diketahui nilai SrCr pasien
dikatakan normal 10 mg/L, karena sesuai dengan reference range-nya jika
dikonversikan ke gram.
Pasien mengkonsumsi metformin dikarenakan riwayat pasien adalah
diabetes melitus, yang sudah diderita sejak 5 tahun terakhir, jadi hal ini dapat
dikatakan pasien sudah kronis diabetesnya, kemungkinan pasien juga menderita
DM Tipe 2. Untuk pasien dengan DM tipe 2 biasanya sering asimptomatik.
Munculnya komplikasi dapat mengindikasikan bahwa pasien telah menderita DM
selama menahun. Pada diagnosis, umumnya terdeteksi dengan adanya polidipsia
pada efek samping obat yang digunakan, sedangkan penurunan berat badan secara
signifikan juga jarang terjadi. Dalam case-nya sendiri tidak diketahui adanya berat
badan pasien. Sehingga, perlu untuk dilakukan pengecekan berat badan.
Kemudian, diresepkan amlodipin, amlodipin termasuk golongan CCB.
Penggunaan amlodipin yang telah diresepkan 5 mg/hari dosisnya sudah benar
untuk dewasa. Mekanismenya bekerja untuk menghambat masuknya kalsium ke
otot polos pembuluh darah sehingga mengurangi tahanan perifer. Amlodipin
sendiri dapat dikombinasikan dengan kalsitriol, kalsitriol diberikan 0,25 1 x
sehari, dan jangan melebihi dosis yang telah ditentukan karena memiliki fungsi
mekanisme yang sama dengan amlodipin tadi. Intinya, untuk mencegah dan
menginhibisi masuknya kalsium ke otot polos dan pembuluh darah.
Sebenarnya penggunaan kalsitriol yang telah diresepkan tidak terlalu
dipermasalahkan, mungkin dokter meresepkan karena pasien telah berumur 45
tahun dan mulai memasuki masa menopause, rentan untuk terkena osteoporosis
untuk pencegahan dini terlebih dahulu. Jadi, dokter meresepkan kalsitriol.
Pemakaian kalsitriol berefek aritmia akibat hiperkalsemia yang dapat
memperburuk reaksi efek samping glikosida jantung. Kalsitriol dapat
menyebabkan hiperkalsemia. Resiko hiperkalsemia juga meningkat pada
pemberian vitamin D bersama dengan furosemid, yang mana furosemid
merupakan golongan diuretik thiazide.
Pada saat puasa, karena pasien memiliki riwayat diabetes diketahui kadar
glukosa puasa Ny SS 200 mg/dL. Kadar gula pasien termasuk tinggi, hal ini
kemungkinan pasien makan malam dengan porsi yang berlebih. Sehingga pada
saat pasien tidak makan/ puasa pasien merasa lelah juga kemungkinan kadar
gulanya menurun. Hal ini menyebabkan pasien lemas, dan merasakan disekujur
tubuhnya nyeri. Pasien yang memiliki diabetes biasanya mengalami sakit dan
nyeri di seluruh badan karena diketahui kadar glukosa pasien tinggi.
E. Monitoring
Dalam case patient, patient tidak boleh dibiarkan begitu saja dan harus
menilai hasil yang diperoleh dari intervensi yang telah dilakukan. Setelah
dilakukan intervensi diperlukan monitoring. Monitoring sendiri meliputi data
laboratorium yang dilakukan oleh seorang pasien, memantau kondisi fisik pasien,
kemudian untuk parameter pemantauan harus jelas terhadap outcome terapi.
1. Dalam case-nya sendiri tidak diketahui adanya berat badan pasien.
Sehingga, perlu dilakukan pengecekan berat badan pasien.
Data Laboratorium :
Hb 11 g/dL
SrCr 10 mg/L
Riwayat Penyakit :
DM 5 tahun terakhir
Hipertensi
2. Dalam diagnosis, umumnya terdeteksi dengan adanya polidipsia pada efek
samping dari metformin.
3. Kita harus menanyakan terlebih dahulu kepada pasien bagaimana cara
pasien mengkonsumsi obat antidiabetesnya.
4. Pemakaian furosemid pada pasien sebaiknya dipertimbangkan lagi cara
pemakaiannya
5. Jika kadar gula darah pada saat puasa sudah diketahui, disarankan untuk
melakukan check gula darah sebelum puasa. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui perbandingan kadar gula darah pasien.
6. Penggunaan kombinasi antara amlodipin dan kalsitriol.
7. Penggunaan antara kalsitriol dan furosemid, dan efek yang ditimbulkan.
8. Kondisi pasien mengalami sakit dan nyeri di seluruh tubuh, kemungkinan
karena kadar gula darah pasien terlalu tinggi. Karena pasien memiliki
riwayat diabetes melitus.
9. Pasien disarankan untuk menjaga asupan agar BGL tidak tinggi.
F. Daftar Pustaka
Brunner and Suddarth. (2002). Text book of Medical-Surgical Nursing.
EGC. Jakarta.
Carpenito, L.J. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.
Long, B.C. (1996). Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Alih Bahasa, Yayasan Ikatan Alumni pendidikan
Keperawatan Padjadjaran. Bandung: YPKAI.Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan diabetes melitus
tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB. Perkeni. hlm. 4-11
Powers A. 2001. Diabetes Mellitus. Di dalam: Braunwald E, Fauci A,
Kasper D, Hauser S, Longo D, Jameson J, editor. Harrison's principles of
internal medicine. Edisi ke-15. New York: McGraw-Hill. hlm. 2109 - 37.
Smeltzer, S. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
Buku Kedokteran EGC.

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

CARA_PERHITUNGAN_DOSIS_ppt.ppt
CARA_PERHITUNGAN_DOSIS_ppt.pptCARA_PERHITUNGAN_DOSIS_ppt.ppt
CARA_PERHITUNGAN_DOSIS_ppt.pptAtsutaneFuyujin
 
Penghitungan Dosis Obat
Penghitungan Dosis ObatPenghitungan Dosis Obat
Penghitungan Dosis Obatpjj_kemenkes
 
PENGANTAR FARMAKOKINETIK
PENGANTAR FARMAKOKINETIKPENGANTAR FARMAKOKINETIK
PENGANTAR FARMAKOKINETIKSurya Amal
 
High performance liquid chromatography (hplc)
High performance liquid chromatography (hplc)High performance liquid chromatography (hplc)
High performance liquid chromatography (hplc)muhlisun_azim
 
Prinsip kerja Obat
Prinsip kerja ObatPrinsip kerja Obat
Prinsip kerja ObatDokter Tekno
 
FARMAKOKINETIK NON LINIER
FARMAKOKINETIK NON LINIERFARMAKOKINETIK NON LINIER
FARMAKOKINETIK NON LINIERTaofik Rusdiana
 
Farmakokinetika pengaturan dosis
Farmakokinetika   pengaturan dosisFarmakokinetika   pengaturan dosis
Farmakokinetika pengaturan dosisDwi Ramdhini
 
Farmakologi
FarmakologiFarmakologi
FarmakologiCahya
 
Pembahasan UKAI Farmasi Industri Berdasarkan Aspek CPOB
Pembahasan UKAI Farmasi Industri Berdasarkan Aspek CPOBPembahasan UKAI Farmasi Industri Berdasarkan Aspek CPOB
Pembahasan UKAI Farmasi Industri Berdasarkan Aspek CPOBNesha Mutiara
 
Kasus farmakoterapi I
Kasus farmakoterapi IKasus farmakoterapi I
Kasus farmakoterapi IOppy Utriyani
 
PENGATURAN DOSIS PADA PEDIATRIK, GERIATRIK DAN OBESITAS
PENGATURAN DOSIS PADA PEDIATRIK, GERIATRIK DAN OBESITASPENGATURAN DOSIS PADA PEDIATRIK, GERIATRIK DAN OBESITAS
PENGATURAN DOSIS PADA PEDIATRIK, GERIATRIK DAN OBESITASTaofik Rusdiana
 
Laporan Praktikum Absorbsi & Ekskresi Obat
Laporan Praktikum Absorbsi & Ekskresi ObatLaporan Praktikum Absorbsi & Ekskresi Obat
Laporan Praktikum Absorbsi & Ekskresi ObatVina Widya Putri
 

Mais procurados (20)

Farmakologi
Farmakologi Farmakologi
Farmakologi
 
Jenis jenis obat paten (1)
Jenis jenis obat paten (1)Jenis jenis obat paten (1)
Jenis jenis obat paten (1)
 
CARA_PERHITUNGAN_DOSIS_ppt.ppt
CARA_PERHITUNGAN_DOSIS_ppt.pptCARA_PERHITUNGAN_DOSIS_ppt.ppt
CARA_PERHITUNGAN_DOSIS_ppt.ppt
 
Laporan farmakologi (1)
Laporan farmakologi (1)Laporan farmakologi (1)
Laporan farmakologi (1)
 
Penghitungan Dosis Obat
Penghitungan Dosis ObatPenghitungan Dosis Obat
Penghitungan Dosis Obat
 
PENGANTAR FARMAKOKINETIK
PENGANTAR FARMAKOKINETIKPENGANTAR FARMAKOKINETIK
PENGANTAR FARMAKOKINETIK
 
High performance liquid chromatography (hplc)
High performance liquid chromatography (hplc)High performance liquid chromatography (hplc)
High performance liquid chromatography (hplc)
 
Prinsip kerja Obat
Prinsip kerja ObatPrinsip kerja Obat
Prinsip kerja Obat
 
Farmakologi Dasar
Farmakologi DasarFarmakologi Dasar
Farmakologi Dasar
 
FARMAKOKINETIK NON LINIER
FARMAKOKINETIK NON LINIERFARMAKOKINETIK NON LINIER
FARMAKOKINETIK NON LINIER
 
Farmakokinetika pengaturan dosis
Farmakokinetika   pengaturan dosisFarmakokinetika   pengaturan dosis
Farmakokinetika pengaturan dosis
 
Farmakologi
FarmakologiFarmakologi
Farmakologi
 
Pembahasan UKAI Farmasi Industri Berdasarkan Aspek CPOB
Pembahasan UKAI Farmasi Industri Berdasarkan Aspek CPOBPembahasan UKAI Farmasi Industri Berdasarkan Aspek CPOB
Pembahasan UKAI Farmasi Industri Berdasarkan Aspek CPOB
 
Kasus farmakoterapi I
Kasus farmakoterapi IKasus farmakoterapi I
Kasus farmakoterapi I
 
PENGATURAN DOSIS PADA PEDIATRIK, GERIATRIK DAN OBESITAS
PENGATURAN DOSIS PADA PEDIATRIK, GERIATRIK DAN OBESITASPENGATURAN DOSIS PADA PEDIATRIK, GERIATRIK DAN OBESITAS
PENGATURAN DOSIS PADA PEDIATRIK, GERIATRIK DAN OBESITAS
 
OBAT-OBAT SUSUNAN SARAF PUSAT
OBAT-OBAT  SUSUNAN SARAF PUSAT    OBAT-OBAT  SUSUNAN SARAF PUSAT
OBAT-OBAT SUSUNAN SARAF PUSAT
 
PUD
PUDPUD
PUD
 
Interaksi obat & reseptor
Interaksi obat & reseptorInteraksi obat & reseptor
Interaksi obat & reseptor
 
Farmakologi cara pemberian obat
Farmakologi cara pemberian obatFarmakologi cara pemberian obat
Farmakologi cara pemberian obat
 
Laporan Praktikum Absorbsi & Ekskresi Obat
Laporan Praktikum Absorbsi & Ekskresi ObatLaporan Praktikum Absorbsi & Ekskresi Obat
Laporan Praktikum Absorbsi & Ekskresi Obat
 

Semelhante a Farmasi Klinik

Semelhante a Farmasi Klinik (20)

Final exam case study(studi kasus)
Final exam case study(studi kasus)Final exam case study(studi kasus)
Final exam case study(studi kasus)
 
78149561 lp-dm-gangren
78149561 lp-dm-gangren78149561 lp-dm-gangren
78149561 lp-dm-gangren
 
REFERAT DM
REFERAT DMREFERAT DM
REFERAT DM
 
Eklamsia 1
Eklamsia 1Eklamsia 1
Eklamsia 1
 
farmakoterapi penyakit DM.pptx
farmakoterapi penyakit DM.pptxfarmakoterapi penyakit DM.pptx
farmakoterapi penyakit DM.pptx
 
Makalah diabetes melitus
Makalah diabetes melitusMakalah diabetes melitus
Makalah diabetes melitus
 
Asuhan keperawatan pada n1 AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada n1 AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan pada n1 AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada n1 AKPER PEMKAB MUNA
 
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUSLAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
 
Asuhan keperawatan
Asuhan keperawatanAsuhan keperawatan
Asuhan keperawatan
 
Asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia dengan diabetes mellitus AKPER PEM...
Asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia dengan diabetes mellitus AKPER PEM...Asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia dengan diabetes mellitus AKPER PEM...
Asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia dengan diabetes mellitus AKPER PEM...
 
Askep dm
Askep dmAskep dm
Askep dm
 
Makalah diabetes melitus
Makalah diabetes melitusMakalah diabetes melitus
Makalah diabetes melitus
 
Makalah diabetes melitus
Makalah diabetes melitusMakalah diabetes melitus
Makalah diabetes melitus
 
Makalah diabetes melitus
Makalah diabetes melitusMakalah diabetes melitus
Makalah diabetes melitus
 
Diabetes Melitus
Diabetes MelitusDiabetes Melitus
Diabetes Melitus
 
DOC-20221003-WA0004.-1.pptx
DOC-20221003-WA0004.-1.pptxDOC-20221003-WA0004.-1.pptx
DOC-20221003-WA0004.-1.pptx
 
Satpel diabetes melitus
Satpel diabetes melitusSatpel diabetes melitus
Satpel diabetes melitus
 
Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus
Asuhan Keperawatan Diabetes MelitusAsuhan Keperawatan Diabetes Melitus
Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus
 
Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus
Asuhan Keperawatan Diabetes MelitusAsuhan Keperawatan Diabetes Melitus
Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus
 
DIABETES MELLITUS
DIABETES MELLITUSDIABETES MELLITUS
DIABETES MELLITUS
 

Farmasi Klinik

  • 1. LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI KLINIK DIABETES MELITUS KELOMPOK 1 ARDIAN JULIANTO (M3512001) CHATERIN ROMAULI S (M3512007) DIANNE PARASWATI (M3512012) FOURY CHRISTYA (M3512018) D3 FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014
  • 2. Laporan Resmi Praktikum Farmasi Klinik Pertemuan II Diabetes Melitus A. Tujuan Praktikum 1. Mampu mengidentifikasi setiap permasalahan dalam pemberian obat pada pasien baik melalui resep maupun wawancara langsung dengan pasien. 2. Mampu memberikan alternative penyelesaian dari setiap permasalahan yang ditemukan. 3. Mampu mengidentifikasi obat-obat yang bekerja di pankreas. 4. Mampu mengetahui dan melakukan penyesuaian dosis obat pada penderita diabetes melitus. B. Dasar Teori Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan keadaan hiperglikemia (Powers, 2001). Diabetes mellitus bisa disebabkan oleh destruksi sel beta pankreas karena proses autoimun atau idiopatik yang umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, resistensi insulin, defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, pengaruh obat atau zat kimia, infeksi, dan sindrom genetik lain. Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun. Penyulit akut yaitu ketoasidosis diabetik (DKA), keadaan hiperosmolar non ketotik (NKH) atau hipoglikemia. Penyulit menahun dapat berupa makroangiopati yaitu peningkatan risiko penyakit arteri koroner, serta mikroangiopati yaitu nefropati, retinopati, dan neuropati (Perkeni, 2006). Diabetes militus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemi. Glukosa secara
  • 3. normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk dihati dari makanan yang dikonsumsi (Brunner dan Suddarth, 2002). Faktor penyebab terjadinya Diabetes Mellitus: 1. Faktor keturunan Karena adanya kelainan fungsi atau jumlah sel–sel betha pancreas yang bersifat genetic dan diturunkan secara autosom dominant sehingga mempengaruhi sel betha serta mengubah kemampuannya dalam mengenali dan menyebarkan rangsang yang merupakan bagian dari sintesis insulin. 2. Fungsi sel pancreas dan sekresi insulin berkurang Jumlah glukosa yang diambul dan dilepaskan oleh hati dan yang digunakan oleh jaringan perifer tergantung keseimbangan fisiologis beberapa hormon. Hormon yang menurunkan glukosa darah yaitu insulin yang dibentuk sel betha pulau pancreas. 3. Kegemukan atau obesitas Terjadi karena hipertrofi sel betha pancreas dan hiperinsulinemia dan intoleransi glukosa kemudian berakhir dengan kegemukan dengan diabetes mellitus dan insulin insufisiensi relative. 4. Perubahan pada usia lanjut berkaitan dengan resistensi insulin Pada usia lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan insulin terutama pada post reseptor(Sjaifoellah, 1996 : 692). . Ada beberapa tipe diabetes melius antara lain: Tipe I : Diabetes melitus tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes Melitus) Tipe II : Diabetes melitus tidak tergantung insulin (Non- Insulin Dependent Diabetes Melitus) Diabetes Melitus yang berhubungan dengan keadaan sindrom lainnya, diabetes melitus Gestasional (Carpenito, 2001).
  • 4. Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi Akut, ada 3 komplikasi akut pada diabetes mellitus yang penting dan berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga komplikasi tersebut adalah (Smeltzer, 2002 : 1258) 1. Diabetik Ketoasedosis (DKA) Ketoasedosis diabetik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit diabetes mellitus. Diabetik ketoasedosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata ( Smeltzer, 2002 : 1258 ) 2. Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN) Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Salah satu perbedaan utama KHHN dengan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada KHHN (Smetzer, 2002 : 1262) 3. Hypoglikemia Hypoglikemia (Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi kalau kadar glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit (Smeltzer, 2002 : 1256) Komplikasi kronik Diabetes Melitus pada adsarnya terjadi pada semua pembuluh darah diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati Diabetik dibagi menjadi 2 yaitu (Long 1996) : 1. Mikrovaskuler a. Penyakit Ginjal Salah satu akibat utama dari perubahan–perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah dalam urin (Smeltzer, 2002 : 1272)
  • 5. b. Penyakit Mata (Katarak) Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan. Keluhan penglihatan kabur tidak selalui disebabkan retinopati (Sjaifoellah, 1996 : 588). Katarak disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjangan yang menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa (Long, 1996 : 6) c. Neuropati Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem saraf otonom, Medsulla spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan perubahan–perubahan metabolik lain dalam sintesa atau fungsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi saraf (Long, 1996 : 17) 2. Makrovaskuler a. Penyakit Jantung Koroner Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik atau hipertensi. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis), dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke b. Pembuluh darah kaki Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf – saraf sensorik, keadaan ini berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan gangren. Infeksi dimulai dari celah–celah kulit yang mengalami hipertropi, pada sel–sel kuku yang tertanam pada bagian kaki, bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerah– daerah yang tekena trauma (Long, 1996 : 17) c. Pembuluh darah otak
  • 6. Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai darah ke otak menurun (Long, 1996 : 17) C. Kasus NY SS, 45 tahun adalah seorang guru SMU negeri datang ke Unit Gawat Darurat bersama ditemani putra bungsunya dengan keluhan lemah, mual muntah dan mengalami rasa sakit di seluruh badan. Sebelum ini, menurut penuturuan anaknya, NY SS baik baik saja hingga tiba-tiba tidak sadarkan diri pagi ini. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa glukosa puasa NY SS 200 mg/dL. Riwayat Penyakit: -Diabetes mellitus semenjak 5 tahun terakhir -Hipertensi Hasil Laboratorium: -Hb 11 g/dL -SrCr 10 mg/L Riwayat Pengobatan: -Metformin 500 s..t.dd -Amlodipin 5 mg 1X Sehari -Furosemid 40 mg s.b.d.d -Kalsitriol 0.25 μ 1X sehari
  • 7. D. Penyelesaian Jenis obat yang diresepkan oleh dokter, antara lain : 1. Metformin 500 ( 3 x sehari ) 2. Amlodipin 5 mg ( 1 x sehari ) 3. Furosemid 40 mg ( 2 x sehari ) 4. Kalsitriol 0.25 μ ( 1X sehari ) Penggunaan furosemide 40 mg ( 2 x sehari ), indikasi untuk penanganan hipertensi essensial. Kontra indikasinya hipersensitif thd sulfonamid, gagal hati ato ginjal berat, enselopati hepatik, hipokalemia, stroke yg blm lama terjadi. Kemudian efek sampingnya lelah, hipotensi ortostatik, hipokalemik, manifestasi alergik ( Anonim, 2013). Penggunaan Metformin 500 mg ( 3 x sehari ) kontra indikasinya hipersensitif, gagal jantung kronis, koma, gangguan gnjal, infrak miokard. Indikasinya sebagai monoterapi / terapi kombinasi dengan antidiabetes lain. Untuk efek sampingnya yaitu gangguan GI, polidipsia dan rasa logam pada lidah. Dalam patient case ini ditemukan penggunaan furosemide 40 mg 2 x sehari untuk penanganan pasien yang memiliki riwayat hipertensi. Untuk penggunaan Metformin 1,5 mg perhari untuk diabetes melitus tipe II yang gagal dikendalikan dengan diet dan OHO golongan sulfonilurea, terutama pada pasien yang gemuk. Menggunakan amlodipin 5 mg perhari dosisnya sudah benar untuk dewasa. Indikasi pengobatan hipertensi. Kalsitriol 0.25 1X sehari Untuk kekurangan vitamin D, efek sampingnya mual muntah. Pasien dehidrasi dikarenakan sering buang air kecil. Hal ini dikarenakan efek samping dari pemakaian furosemid dengan dosis yang tinggi yang diresepkan oleh dokter kepada pasien. Hal ini dapat mengakibatkan metabolisme obat jika diminum oleh pasien mekanismenya semakin cepat, sementara input dari pasien kemungkinan tidak mencukupi. Dalam jangka panjang pasien kemungkinan dapat
  • 8. terkena komplikasi gagal ginjal dan gagal jantung sehingga harus mengatur pola makan dan mengubah lifestyle-nya juga. Untuk hasil data lab, ditemukan sel HB diketahui nilainya 11 menurut kami rendah. Sedangkan HB normal pada wanita sekitar 12 – 14, hal ini tidak lain dapat mengakibatkan pasien lemas dan lemah. HB rendah juga dapat dikatakan anemia, jika pasien memiliki gejala seperti tadi. Diketahui nilai SrCr pasien dikatakan normal 10 mg/L, karena sesuai dengan reference range-nya jika dikonversikan ke gram. Pasien mengkonsumsi metformin dikarenakan riwayat pasien adalah diabetes melitus, yang sudah diderita sejak 5 tahun terakhir, jadi hal ini dapat dikatakan pasien sudah kronis diabetesnya, kemungkinan pasien juga menderita DM Tipe 2. Untuk pasien dengan DM tipe 2 biasanya sering asimptomatik. Munculnya komplikasi dapat mengindikasikan bahwa pasien telah menderita DM selama menahun. Pada diagnosis, umumnya terdeteksi dengan adanya polidipsia pada efek samping obat yang digunakan, sedangkan penurunan berat badan secara signifikan juga jarang terjadi. Dalam case-nya sendiri tidak diketahui adanya berat badan pasien. Sehingga, perlu untuk dilakukan pengecekan berat badan. Kemudian, diresepkan amlodipin, amlodipin termasuk golongan CCB. Penggunaan amlodipin yang telah diresepkan 5 mg/hari dosisnya sudah benar untuk dewasa. Mekanismenya bekerja untuk menghambat masuknya kalsium ke otot polos pembuluh darah sehingga mengurangi tahanan perifer. Amlodipin sendiri dapat dikombinasikan dengan kalsitriol, kalsitriol diberikan 0,25 1 x sehari, dan jangan melebihi dosis yang telah ditentukan karena memiliki fungsi mekanisme yang sama dengan amlodipin tadi. Intinya, untuk mencegah dan menginhibisi masuknya kalsium ke otot polos dan pembuluh darah. Sebenarnya penggunaan kalsitriol yang telah diresepkan tidak terlalu dipermasalahkan, mungkin dokter meresepkan karena pasien telah berumur 45 tahun dan mulai memasuki masa menopause, rentan untuk terkena osteoporosis untuk pencegahan dini terlebih dahulu. Jadi, dokter meresepkan kalsitriol.
  • 9. Pemakaian kalsitriol berefek aritmia akibat hiperkalsemia yang dapat memperburuk reaksi efek samping glikosida jantung. Kalsitriol dapat menyebabkan hiperkalsemia. Resiko hiperkalsemia juga meningkat pada pemberian vitamin D bersama dengan furosemid, yang mana furosemid merupakan golongan diuretik thiazide. Pada saat puasa, karena pasien memiliki riwayat diabetes diketahui kadar glukosa puasa Ny SS 200 mg/dL. Kadar gula pasien termasuk tinggi, hal ini kemungkinan pasien makan malam dengan porsi yang berlebih. Sehingga pada saat pasien tidak makan/ puasa pasien merasa lelah juga kemungkinan kadar gulanya menurun. Hal ini menyebabkan pasien lemas, dan merasakan disekujur tubuhnya nyeri. Pasien yang memiliki diabetes biasanya mengalami sakit dan nyeri di seluruh badan karena diketahui kadar glukosa pasien tinggi. E. Monitoring Dalam case patient, patient tidak boleh dibiarkan begitu saja dan harus menilai hasil yang diperoleh dari intervensi yang telah dilakukan. Setelah dilakukan intervensi diperlukan monitoring. Monitoring sendiri meliputi data laboratorium yang dilakukan oleh seorang pasien, memantau kondisi fisik pasien, kemudian untuk parameter pemantauan harus jelas terhadap outcome terapi. 1. Dalam case-nya sendiri tidak diketahui adanya berat badan pasien. Sehingga, perlu dilakukan pengecekan berat badan pasien. Data Laboratorium : Hb 11 g/dL SrCr 10 mg/L Riwayat Penyakit : DM 5 tahun terakhir Hipertensi
  • 10. 2. Dalam diagnosis, umumnya terdeteksi dengan adanya polidipsia pada efek samping dari metformin. 3. Kita harus menanyakan terlebih dahulu kepada pasien bagaimana cara pasien mengkonsumsi obat antidiabetesnya. 4. Pemakaian furosemid pada pasien sebaiknya dipertimbangkan lagi cara pemakaiannya 5. Jika kadar gula darah pada saat puasa sudah diketahui, disarankan untuk melakukan check gula darah sebelum puasa. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kadar gula darah pasien. 6. Penggunaan kombinasi antara amlodipin dan kalsitriol. 7. Penggunaan antara kalsitriol dan furosemid, dan efek yang ditimbulkan. 8. Kondisi pasien mengalami sakit dan nyeri di seluruh tubuh, kemungkinan karena kadar gula darah pasien terlalu tinggi. Karena pasien memiliki riwayat diabetes melitus. 9. Pasien disarankan untuk menjaga asupan agar BGL tidak tinggi.
  • 11. F. Daftar Pustaka Brunner and Suddarth. (2002). Text book of Medical-Surgical Nursing. EGC. Jakarta. Carpenito, L.J. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Long, B.C. (1996). Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Alih Bahasa, Yayasan Ikatan Alumni pendidikan Keperawatan Padjadjaran. Bandung: YPKAI.Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB. Perkeni. hlm. 4-11 Powers A. 2001. Diabetes Mellitus. Di dalam: Braunwald E, Fauci A, Kasper D, Hauser S, Longo D, Jameson J, editor. Harrison's principles of internal medicine. Edisi ke-15. New York: McGraw-Hill. hlm. 2109 - 37. Smeltzer, S. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.