SlideShare a Scribd company logo
1 of 17
INDEKS INSENTIF JABATAN : MENJAWAB TANTANGAN DALAM
            MENGHITUNG BESARAN TAMBAHAN PENGHASILAN
                  BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

     (Position Incentive Index : the Answer of Challenge in Counting the Proportion for
                           Local Civil Servants Additional Income)

                                          Oleh : Rustan A.1
                                     (PKP2A III LAN Samarinda)

                                               Abstract

Welfare will continue to be the main source of low performance. Low performance
directly will impact the achievement of development targets and the course of regional
governance. Therefore, Local Governments in the short term need to work hard to push
the prosperity of apparatus through the management of financial resources. Increasing
prosperity is indirectly also informed by the President with the order to formulated
allowances and incentives immediately which are appropriate and proportional to the
officers. This paper presents the concept of the development of criteria and calculation
of additional revenue for Local Civil Servants which was developed through in-depth
study. In addition, the authors also describe the vital elements that need to be a concern
for local governments in determining the amount of additional income to be more
accountable and systematic without sacrificing other development sectors.

Keywords : Position Incentive Index, Additional Income

                                                Abstrak

Kesejahteraan akan terus menjadi momok atas kinerja yang rendah. Kinerja yang rendah
tentu akan berdampak pada semakin jauhnya pencapaian target-target pembangunan dan
jalannya pemerintahan daerah. Oleh karenanya, dalam jangka pendek Pemerintah
Daerah perlu berupaya keras memompa kesejahteraan aparaturnya melalui tatakelola
sumberdaya keuangan yang ada. Peningkatan kesejahteraan tersebut, secara tidak
langsung juga disampaikan Presiden dengan menghimbau agar segera dirumuskan
tunjangan dan insentif yang pantas dan proporsional bagi aparatur daerah. Tulisan ini
menyajikan konsep pengembangan kriteria dan perhitungan pemberian tambahan
penghasilan bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah yang dikembangkan melalui kajian yang
mendalam. Selain itu, penulis juga memaparkan elemen-elemen vital yang perlu
menjadi perhatian bagi pemerintah daerah dalam menentukan besaran tambahan
penghasilan agar lebih akuntabel dan sistematis tanpa perlu mengorbankan sektor
pembangunan lainnya.

Kata Kunci : Indeks Insentif Jabatan, Tambahan Penghasilan




1
    Peneliti Pertama pada PKP2A III LAN (E-mail : rustanamarullah8@gmail.com)


                                                                                1|Page
Latar Belakang

Selebrasi otonomi daerah banyak digunakan oleh Pemerintah Daerah (cq. Kepala
Daerah) untuk dapat menarik social sympathy, tidak terkecuali bagi aparatur
pemerintah daerah yang notabene sangat diperlukan kerja kerasnya untuk mewujudkan
ambisi dan mimpi kepala daerah terpilih. Otonomi daerah yang memberikan otoritas
bagi kepala daerah dalam mengendalikan dan mengelola keuangan daerah menjadi
kekuatan utama untuk dapat mengambil alih perhatian aparatur pemerintah daerah.
Dengan iming-iming peningkatan kesejahteraan, kepala daerah berupaya mendorong
optimalisasi kinerja aparatur pemerintah daerah atau PNSD sebagai basis kebijakannya
sebelum menyentuh kebijakan sektor lainnya. Hal ini tidaklah salah, merupakan
langkah yang tepat, dan jalan yang baik dalam rangka meningkatkan kinerja
pembangunan daerah, sebab jika kinerja PNSD meningkat maka kinerja SKPD juga
meningkat; jika kinerja SKPD meningkat berarti program dan kegiatan pemerintah
daerah dapat berjalan dengan sempurna; jika kinerja program dan kegiatan pemerintah
daerah tercapai maka pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat juga akan
semakin meningkat, dan hasil akhirnya masyarakat akan mengapresiasi kinerja yang
dilakukan oleh pemerintah daerah.

Berbagai kreativitas untuk menstimulasi peningkatan kesejahteraan pegawai telah
diaplikasikan oleh seluruh pemerintah daerah meskipun masih dalam tingkat yang
terbatas. Berdasarkan teori umum, peningkatan kesejahteraan pegawai dapat ditempuh
melalui pemberian imbalan baik yang sifatnya imbalan intrinsik maupun imbalan
ekstrinsik. Imbalan ekstrinsik dibagi menjadi 2 (dua) yaitu imbalan yang diperoleh
dalam bentuk uang seperti, gaji; upah; honor; bonus; komisi; insentif; upah; dan
sebagainya, dan imbalan yang merupakan benefit atau tunjangan pelengkap, seperti,
uang cuti; uang makan; uang transportasi atau antar jemput; asuransi; jaminan sosial
tenaga kerja; uang pensiun; rekreasi; beasiswa melanjutkan kuliah; dan sebagainya.
Adapun imbalan intrinsik adalah imbalan yang hanya dapat dirasakan dan tidak
berbentuk fisik seperti, kelangsungan pekerjaan, jenjang karir yang jelas, kondisi
lingkungan kerja, pekerjaan yang menarik, dan lain-lain.

Pemberian imbalan/ penghargaan diharapkan menjadi motivator yang kuat dalam
peningkatan kinerja organisasi secara menyeluruh melalui peningkatan kinerja individu.
Pemberian imbalan atau kompensasi terhadap tuntutan kinerja pegawai terkait erat
dengan teori kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement theory). Pemberian
imbalan yang berbasis kinerja akan mendorong pegawai untuk lebih efektif dalam
bekerja dan kondisi ini secara langsung akan berpengaruh terhadap kemauan kuat dari
pegawai untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuannya untuk menjadi lebih
maju sehingga akan lebih mampu dalam menghadapi tantangan baru yang ditugaskan
oleh atasannya. Kondisi ini secara langsung akan menimbulkan suatu kepuasan
tersendiri terhadap diri pegawai yang bersangkutan dan peningkatan kinerja pun akan
meningkat secara simultan. Dilihat dari aspek keadilan, pemberian imbalan/kompensasi
berdasarkan kinerja, memegang prinsip keadilan untuk setiap pegawai. Pegawai yang
berprestasi tinggi yang berkorelasi erat dengan kinerja tinggi akan mendapatkan
imbalan yang tinggi pula sehingga asas keadilan juga diprioritaskan.




                                                                            2|Page
Di era globalisasi yang tidak menentu, semakin materialistis dan individualis ini,
kebutuhan akan uang menjadi faktor penting bagi setiap orang, sehingga akan menjadi
suatu hal yang lumrah jika gaji dan insentif/ kompensasi dalam bentuk uang bisa
menjadi motivator yang kuat bagi seorang pegawai dalam menjalankan pekerjaannya.
Money talks, adalah ungkapan yang sering dijumpai dalam teori manajemen sumber
daya manusia. Sistem penggajian dan kompensasi yang tidak realistis akan
memperlemah motivasi bekerja pegawai bahkan peningkatan produktivitasnya. Adalah
suatu hal yang semestinya diperhatikan oleh suatu organisasi untuk memperhatikan
kesejahteraan pegawai melalui perbaikan sistem penggajian ataupun pemberian
insentif/kompensasi jika menuntut adanya kinerja dan produktivitas yang tinggi dari
pegawainya.

Miftah Thoha (2006) dalam kajiannya menyimpulkan bahwa kesejahteraan dinilai
sebagai salah satu faktor penting yang mempengaruhi kinerja PNS. Maka perlu ada
peningkatan dimana salah satu solusinya adalah melakukan restrukturisasi sistem
penggajian secara nasional dan secara rasional sesuai standar minimal kebutuhan
pegawai. KPK (2007) meyakini bahwa sistem penggajian saat ini merupakan salah satu
penyebab timbulnya korupsi (corruption by need) baik di tingkat pemerintah pusat
maupun pemerintahan daerah: provinsi, kabupaten dan kota.

Berdasarkan uraian di atas, Pemerintah Daerah, dengan didasari PP No. 58 tahun 2005
Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No. 59 tahun 2007 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dapat meningkatkan motivasi kerja, capaian
kinerja, dan kesejahteraan PNSD-nya melalui suatu pemberian tambahan penghasilan
yang layak dan proporsional. Instruksi Presiden pada Tanggal 6 Agustus 2010 secara
tegas juga telah memberikan himbauan agar Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Keuangan bersama unsur daerah merumuskan tunjangan dan insentif yang pantas dan
proposional bagi pejabat daerah. Intruksi ini secara langsung merupakan bentuk
perhatian yang serius dari pemerintah terhadap kondisi kesejahteraan PNS yang dirasa
masih rendah dan sangat jauh ketimpangannya dibanding sektor swasta, bahkan antar
satuan/unit kerja organisasi pemerintah. Oleh karenanya, pemberian tambahan
penghasilan yang layak berdasarkan pertimbangan tertentu sudah seharusnya segera
dilaksanakan.

Dwiyanto (2010) mengingatkan bahwa pemerintah perlu membuat regulasi yang
mengatur tentang kriteria remunerasi berbasis kinerja dan kisaran dari besaran tambahan
penghasilan yang dapat diberikan kepada aparatur dan pejabat daerah. dengan
tersedianya kisaran besaran insentif dan kriteria pemberiannya, daerah dapat
mengembangkan sistem insentif dan remunerasi yang akuntabel dan dapat mendorong
peningkatan produktivitas aparatur daerah. Menyoroti kesemua uraian tersebut di atas,
penulis merasa tertantang untuk melontarkan dan menguraikan konsep kriteria dan
perhitungan tambahan penghasilan bagi PNSD melalui tahapan yang sudah
dikembangkan secara sistematis.




                                                                            3|Page
Mengapa Pemberian TPP Begitu Penting ?

Dalam dunia kerja, setiap pekerjaan yang dilakukan akan memperoleh balasan berupa
imbalan atas jasa yang telah diberikan pada organisasi atau perusahaan. Imbalan inilah yang
seringkali dikenal dengan kompensasi/ gaji/ upah yang besarnya disesuaikan oleh tingkatan
jabatan yang disandang. Imbalan atau kompensasi yang diberikan akan berpengaruh pada
kelangsungan organisasi maupun kelangsungan karyawan itu sendiri, bahkan jika
berlandaskan teori “Hierarki Kebutuhan” dari Abraham Maslow, maka bekerja untuk
memperoleh imbalan atau kompensasi dapat dikategorikan sebagai upaya untuk memenuhi
kebutuhan dasar (basic physiological needs).

Perbaikan penghasilan PNS menjadi isu yang penting seiring dengan tuntutan ekonomi
yang terus melambung tanpa dibarengi dengan peningkatan gaji pegawai yang
sebanding. Di sisi lain, aparatur pemerintah dituntut totalitas dalam bekerja serta
transparan, bersih dan akuntabel dalam mendapatkan sumber penghasilan. Sistem
penggajian yang ada saat ini akan menyulitkan PNS dalam mewujudkan keinginannya
baik sebagai makhluk individu maupun sosial yang ingin selalu diakui status sosialnya
dalam hal ini penghasilan yang baik dapat menentukan eksistensi seseorang dalam
kehidupan sosialnya tidak terkecuali PNS.

Sistem penggajian yang baik seharusnya mampu memberikan peluang kepada pegawai
untuk mendapatkan kompensasi yang lebih tinggi dalam rangka memenuhi harapannya
tersebut. Dalam organisasi pemerintahan, kondisi ini belum mampu diwujudkan.
Tuntutan kinerja yang tinggi dari seorang pegawai belum diimbangi oleh suatu
pemberian penghasilan dan tunjangan yang rasional dan sebanding padahal fungsi
penghasilan adalah sebagai “nilai tukar” atas kinerja yang diberikan. Oleh karenanya,
tambahan penghasilan yang rasional dan menarik akan menciptakan suatu lingkungan
kerja yang kondusif bagi PNS tanpa dicampuri oleh kesibukan untuk mencari tambahan
penghasilan dari sumber lain ataupun upaya untuk menyalahgunakan kewenangan untuk
memenuhi kebutuhan maupun harapan hidupnya. Secara naluriah, ini akan berdampak
pada totalitas pegawai dalam menjalankan seluruh tugas dan tanggung jawabnya dan
secara alamiah akan memberikan rasa aman bagi seorang PNS dalam memberikan
jaminan kehidupan yang layak bagi keluarganya.

Kinerja aparatur pemerintah (civil servant) sebagai pelaksana tugas urusan
pemerintahan dan pembangunan dapat ditingkatkan melalui upaya manajemen
pembinaan aparatur yang berorientasi pada merit system secara profesional, adil, serta
proporsional sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian. Salah satu sendi dalam manajemen PNS tersebut yang cukup
berperan dalam mengungkit kinerja aparatur adalah melalui pemberian gaji/ kompensasi
yang layak dan adil. Untuk itu, pemerintah wajib untuk mengusahakan dan memberikan
gaji/ kompensasi yang adil sesuai standar yang layak kepada Pegawai Negeri.

Sistem penggajian PNS sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 43 Tahun 1999 Tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian, secara rinci dapat diintisarikan sebagai berikut, bahwa gaji
yang diperoleh PNS setidak-tidaknya, (1) Sesuai dengan beban pekerjaannya, (2) Sesuai
dengan besarnya tanggung jawab yang diembannya, (3) Mampu memacu meningkatnya
produktivitas kerja, (4) Mampu menjamin kesejahteraan PNS itu sendiri, (5) Memenuhi
kebutuhan hidup keluarga PNS, (6) Mendorong prestasi kerja PNS, (7) Mampu untuk


                                                                                4|Page
mengarahkan PNS agar memusatkan perhatian, pikiran, dan tenaganya hanya untuk
melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya.

Kenyataannya, kondisi tersebut belum mampu diwujudkan. Hal ini bisa kita lihat pada
kondisi pelayanan publik yang disediakan oleh Pemerintah Daerah yang masih disoroti
miris oleh masyarakat. Kondisi ini terjadi dikarenakan unsur penyelenggaranya (baca :
PNS) belum mampu menjalankan perannya sebagai pelayan masyarakat secara optimal
dan profesional. Kondisi ini secara umum dianggap terjadi karena kurang memadainya
gaji yang diterima, oleh karenanya masih banyak kasus yang ditemukan di daerah
terkait kinerja PNS diantaranya, pungutan liar, suap, korupsi, mark-up, pengeluaran
fiktif, dan berbagai bentuk „uang pelicin‟ adalah bentuk-bentuk pelanggaran aturan yang
dilakukan untuk tujuan menambah pendapatan (extra income) yang dilakukan baik
dalam jam kerja atau setelah jam kerja. Kondisi ini menyebabkan kinerja PNS semakin
disorot dan dianggap hanya menghabiskan anggaran negara tanpa ada kontribusi yang
signifikan (Sulistyo, 2007).

Konsekuensinya, reorientasi dan restrukturisasi sumberdaya aparatur adalah kebutuhan
mendesak untuk dilaksanakan, disamping penataan kelembagaan dan tatalaksana
organisasi pemerintahan. Hal ini terutama disebabkan karena beberapa hal diantaranya,
tuntutan masyarakat akan pelayanan publik yang lebih baik, efektif dan efisien juga
kinerja aparatur daerah yang cenderung masih dinilai rendah. Kinerja aparatur akan
berkorelasi positif dengan kinerja organisasi yang secara langsung, dalam konteks
organisasi pelayanan publik, akan menghasilkan suatu layanan publik yang berkualitas.
Upaya reorientasi dan restrukturisasi sumberdaya aparatur daerah dapat dilakukan
melalui 2 (dua) pendekatan:
a. Pendekatan Jangka Panjang
    Diperlukan perbaikan sistem manajemen kepegawaian secara menyeluruh yang
    didasarkan pada kompetensi (competency based) mulai dari rekrutmen, succession
    planning, pengembangan karir, process improvement, sistem penilaian kinerja,
    sistem penggajian, promosi, reward and punishment, serta pelaksanaan pendidikan
    dan pelatihan.
b. Pendekatan Jangka Pendek
    Pemberian tunjangan kesejahteraan daerah adalah langkah awal yang dapat
    ditempuh untuk segera membenahi kondisi aparatur daerah, terutama dalam
    mendorong peningkatan kinerja dan memotivasi aparatur daerah dalam
    melaksanakan tugasnya. Pemberian tunjangan kesejahteraan daerah ini sesuai
    dengan PP No. 58 tahun 2005 pasal 63 ayat (2) bahwa pemerintah daerah dapat
    memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai negeri sipil daerah berdasarkan
    pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah,
    dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
    undangan.

Tambahan penghasilan adalah upaya pemerintah daerah untuk memberikan penghasilan
diluar penghasilan yang diterima selama ini yang dananya diambil dari APBD setelah
mendapatkan persetujuan dari DPRD. Tujuannya adalah untuk semakin meningkatkan
kesejahteraan seluruh pegawainya, dan di lain pihak diharapkan secara langsung dapat
meningkatkan semangat dan kualitas kerja. Perlu dipahami bahwa tambahan
penghasilan ini berbeda dengan tunjangan kinerja yang merupakan imbas


                                                                            5|Page
pelaksanaan reformasi birokrasi. Sebagaimana dijelaskan dalam Permenpan dan RB
No. 20 tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014, bahwa tunjangan
kinerja merupakan fungsi dari keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi atas dasar
kinerja yang telah dicapai oleh seseorang individu pegawai. Kinerja individu pegawai
yang dimaksud tentunya harus sejalan dengan kinerja yang hendak dicapai oleh
instansinya. Oleh karena itu, tunjangan kinerja individu pegawai dapat meningkat atau
menurun sejalan dengan peningkatan atau penurunan kinerja yang diukur berdasarkan
Indikator Kinerja Utama. Sementara itu, remunerasi (dalam hal ini tambahan
penghasilan dari Pemerintah Daerah) adalah semua bentuk imbalan yang diterima
pegawai atas kontribusi yang diberikannya kepada organisasi. Pemberian remunerasi
bersifat fleksibel, yaitu dapat bersifat langsung atau tidak langsung, dapat berbentuk
tunai atau nontunai, dan dapat diberikan secara reguler atau pada waktu-waktu tertentu.
Remunerasi diberikan dalam bentuk, gaji pokok, tunjangan, dan imbalan lainnya.

Dengan diberlakukannya kebijakan tambahan penghasilan bagi PNS daerah diharapkan
berdampak kepada peningkatan kesejahteraan pegawai. Pemberian tambahan
penghasilan tersebut bersifat rutin diterima pegawai per-bulan sehingga menumbuhkan
keyakinan pegawai dalam menetapkan perencanaan kebutuhan hidupnya. Disisi lain
pemberian tambahan penghasilan diarahkan agar seluruh PNS termasuk pegawai pada
lini depan pelayanan agar dapat meningkatkan disiplin dan kinerjanya dan dapat
memberikan kualitas layanan sesuai Standar Operating Procedure (SOP) yang
ditetapkan (KPK, 2007). Transparansi dan akuntabilitas unit pelayanan publik terkait
erat dengan tinggi rendahnya indeks korupsi Indonesia. Peningkatan disiplin dan kinerja
di unit ini diharapkan dapat meningkatkan indeks korupsi yang akan berkorelasi positif
dengan peningkatan investasi di Indonesia.

Pemberian Tambahan Penghasilan bagi PNSD (TPP) ini telah dilakukan dibeberapa
daerah, dan secara umum hasilnya cukup signifikan, minimal dapat meningkatkan
kedisiplinan dan kesejahteraan PNSD. Namun disisi lain, dasar perhitungan pemberian
TPP tersebut kerap dipertanyakan oleh BPK, terutama pada pembebanannya dalam
APBD yang cukup besar, serta dasar dalam penentuan TPP tiap jabatannya.

Praktek Pemberian Tambahan Penghasilan di Berbagai Daerah

Beberapa pemerintah daerah telah menerapkan tunjangan/ insentif tambahan/ tambahan
penghasilan di luar gaji pokok bagi pegawainya dalam rangka meningkatkan efisiensi
dan efektifitas kinerja pemerintah daerah serta meningkatkan kesejahteraan pegawai.
Meskipun tunjangan diberikan dengan tujuan yang sama, peristilahan pemberian
tunjangan/insentif tambahan berbeda-beda antar daerah, diantaranya (PKP2A III LAN,
2010) :
-   Pemerintah Provinsi Gorontalo disebut dengan Tunjangan Kinerja Daerah (TKD).
    Penggunaan istilah tersebut didasari oleh keinginan pemerintah provinsi gorontalo
    untuk mengubah perilaku atau memperbaiki kinerja aparaturnya.
-   Kota Pekanbaru disebut Tunjangan Penghasilan dan Peningkatan Kesejahteraan
    (TPPK), penggunaan istilah ini dilatarbelakangi kebijakan pemerintah Kota
    Pekanbaru untuk melakukan pemerataan honor atau penghasilan antar pegawai.
-   Kabupaten Solok disebut Tunjangan Daerah. Penggunaan istilah ini didorong oleh
    keinginan pemerintah daerah untuk menghilangkan kesenjangan/ ketimpangan


                                                                            6|Page
penghasilan yang cukup tinggi antar jabatan serta untuk mendorong produktivitas
    kerja aparatur daerah.
-   Kabupaten Jembrana disebut dengan Tunjangan Kesejahteraan Daerah. Pemberian
    tunjangan kesejahteraan daerah ini sebagai bentuk perhatian sekaligus kompensasi
    bagi pegawai di lingkungan pemerintah kabupaten jembrana atas kinerja baik yang
    mereka berikan.
-   Selanjutnya di Kabupaten Paser sendiri menggunakan istilah Tambahan Penghasilan
    Pegawai Negeri Sipil (TPP) sebagai upaya Pemerintah Kabupaten Paser untuk
    meningkatkan kesejahteraan PNS-nya melalui peningkatan penghasilan yang
    diberikan dan sebagai bentuk kompensasi atas tuntutan kinerja yang semakin tinggi
    kepada pegawainya.

Penulis menemukan bahwa pemberlakuan TPP juga menimbulkan masalah, seperti
yang terjadi di Provinsi Jawa Barat dalam Pikiran Rakyat (2010) yang memberitakan
bahwa :
- DPRD Provinsi Jawa Barat menemukan sistem TPP yang diberlakukan di provinsi
   tersebut telah meningkatkan anggaran belanja tidak langsung dari Rp 1,6 Triliun
   pada APBD 2010 menjadi Rp 2,05 Triliun pada RAPBD 2011 (meningkat Rp 0,45
   Triliun).
- Sejumlah PNS di lingkungan Pemprov Jawa Barat meminta kebijakan tunjangan
   tambahan penghasilan (TPP) dikaji ulang karena tidak mencerminkan asas keadilan.
- Pergub No. 119/2009 tentang pemberian insentif berbasis kinerja (IBK)
   direncanakan ditinjau ulang

Temuan lainnya terjadi di Provinsi Kalimantan Selatan sebagaimana diberitakan dalam
Banjarmasin Post (2010) menyebutkan “kebijakan Gubernur Rudy Ariffin menaikkan
tunjangan daerah ibarat madu sehingga mengundang ratusan PNS dari daerah
berbondong-bondong untuk mutasi menjadi PNS di Pemprov Kalsel. Data hingga
Agustus 2010, tercatat 500 PNS mengajukan pindah tugas ke Pemprov. Salah satu
motifnya karena tergiur besarnya tunjangan tersebut. Meningkatkan tunjangan PNS
daerah berarti menyedot belanja pembangunan pada APBD, padahal alokasi itu bisa saja
bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan tidak sekadar membayar gaji pegawai”

Problematika tersebut terjadi mungkin dikarenakan tidak dilakukannya kajian secara
mendalam sebelum kebijakan TPP tersebut diberlakukan, atau mungkin juga terjadi
karena model perhitungan yang digunakan dalam menentukan besaran TPP kurang
memperhitungkan 2 (dua) hal yang sangat vital yaitu besaran TPP yang dialokasikan
dalam APBD dan jumlah aparatur daerah yang dimiliki.

Pertimbangan Vital Dalam Penetapan Tambahan Penghasilan PNSD

Pemberian insentif yang selama ini diterapkan pada dasarnya merupakan bentuk
pengalihan honor-honor kegiatan yang diberikan kepada para pegawai dari level
tertinggi hingga level terendah di semua unit kerja baik dinas, badan, maupun kantor.
Akumulasi honor tersebut kemudian diditribusikan kembali dalam bentuk insentif dan
diberikan kepada semua pegawai secara proporsional. Sehingga secara keseluruhan
tidak terlalu berpengaruh terhadap anggaran daerah. Kebijakan ini akan memberikan
dampak positif yang besar bagi keberlangsungan organisasi, berkurangnya gap


                                                                           7|Page
pendapatan antar satuan/unit kerja sebagai akibat pendistribusian honorarium secara
proporsional berdasarkan beban dan kondisi kerja akan memacu kinerja dari seorang
pegawai dimanapun mereka ditempatkan (KPK, 2007).

Perbaikan penghasilan merupakan instrumen yang telah diimplementasikan oleh
beberapa daerah dalam usaha meningkatkan kinerja pegawainya. Kabupaten Solok telah
melakukannya sejak tahun 2004, Pemerintah Provinsi Gorontalo sejak tahun 2004,
Pemerintah Kota Pekanbaru sejak tahun 2006 dan Pemerintah Kabupaten Jembrana
sejak tahun 2006. Konsekuensi dari adanya perbaikan renumerasi tersebut adalah
terciptanya peningkatan kinerja dan semakin menunjang kesejahteraan pegawai yang
memadai. Tambahan penghasilan bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) di daerah ini
juga ditujukan untuk mengurangi kecemburuan antara pegawai di tempat yang “basah”
dan pegawai ditempat yang “kering”. Kondisi ini secara langsung akan mencegah
dampak timbulnya kepincangan organisasi dikarenakan PNS hanya akan memiliki
semangat bekerja pada satuan kerja ataupun unit kerja yang memiliki honorarium yang
besar atau tempat “basah” dan keengganan untuk berkinerja pada tempat „kering”.

Besaran nominal insentif yang diberikan kepada pegawai bervariasi diantara beberapa
daerah, hal ini tentu disesuaikan dengan kemampuan daerah dalam memberikan
tambahan penghasilan tersebut. Kota Pekanbaru secara umum mampu memberikan
insentif dalam jumlah nominal yang lebih besar dari daerah lain. Kota yang berada di
provinsi penghasil minyak tersebut mampu memberikan insentif kepada pegawai
tingkat staf sebesar Rp 750 ribu/bulan, sama dengan di Provinsi Gorontalo. Sedangkan
di Kabupaten Jembrana sebesar Rp 200 ribu, dan Kabupaten Solok Rp 150 ribu.
                                   Tabel 1.
          Perbandingan Besaran Tambahan Penghasilan di Berbagai Daerah




                                                  Diolah dari berbagai sumber, 2009




                                                                          8|Page
Berdasarkan tabel 1 di atas, terlihat bahwa masing-masing daerah memiliki besaran
tambahan penghasilan yang berbeda-beda. Namun demikian, secara umum jika ditinjau
dari hierarki besaran penghasilan dengan jabatan yang dimiliki memiliki tingkat
kesenjangan yang cukup jauh. Tingginya perbedaaan/ kesenjangan penghasilan antara
jabatan satu dengan yang lainnya dikhawatirkan akan mendorong kecemburuan sosial,
disamping kesejahteraan yang terwujud juga akan sangat timpang. Kondisi ini terlihat
pada level jabatan eselon III sampai IV di Kota Pekanbaru yang penghasilan
tambahannya cukup rapat diantara level jabatan tersebut, namun dengan eselon II ke
atas perbedaannya cukup jauh; di Kabupaten Solok hal serupa juga terjadi; dan di
Kabupaten Jembrana dimana antara level eselon III/ a dan III/ b disamakan, padahal
tingkat tanggung jawab pekerjaan dua eselon tersebut cukup berbeda.

Berdasarkan uraian diatas, penentuan besarnya tambahan penghasilan kepada aparatur
daerah, perlu memperhatikan secara serius 2 (dua) hal vital berikut dan tidak jarang
kurang begitu diperhatikan oleh pemerintah daerah dalam menentukan besaran TPP:
1. Besarnya APBD yang dialokasikan untuk Tambahan Penghasilan
   Tinggi rendahnya APBD yang dimiliki sangat berpengaruh terhadap porsi tambahan
   penghasilan yang dapat dialokasikan. Meskipun demikian, perlu diketahui bahwa
   dalam menentukan besarnya tambahan penghasilan yang diberikan kepada pegawai,
   alurnya harus dimulai dari APBD terlebih dulu, yaitu menentukan porsi (%)
   alokasi Tambahan Penghasilan dalam APBD terlebih dahulu. Setelah itu besarnya
   nilai tambahan penghasilan tersebut disebar berdasarkan tingkatan jabatan secara
   proporsional. Langkah ini cukup akurat untuk menjaga beban TPP pada APBD.

   Praktek yang selama ini terjadi adalah menentukan besaran TPP untuk masing-
   masing jabatan terlebih dahulu, baru kemudian melihat total nilai TPP yang
   dibutuhkan dalam APBD. Sehingga secara otomatis alokasi TPP dalam APBD akan
   sangat besar. Senada dengan hal ini, dari hitungan Kementerian Dalam Negeri
   dalam Kontan-Online (2010) menyebutkan bahwa baik pemerintah provinsi,
   kabupaten, dan kota dalam setahun rata-rata menghabiskan anggaran untuk pegawai
   sebesar 56% dari total anggaran seluruhnya. Jika sebagian besar komposisi APBD
   hanya untuk membiayai kebutuhan pegawai, bagaimana mungkin sektor
   pembangunan lainnya dapat berkontribusi dengan optimal. Mendagri (2011) juga
   mengingatkan agar daerah berusaha meningkatkan belanja modal dan barangnya
   serta berupaya mengurangi belanja aparaturnya, sebab peningkatan belanja modal
   dan barang/ jasa dapat menggerakkan perekonomian daerah.

   Penulis menyarankan bahwa untuk menentukan porsi (%) alokasi Tambahan
   Penghasilan PNSD dalam APBD, pemerintah daerah dapat melakukan 2 (dua) hal :
   a) Menghitung seluruh pembiayaan honorarium kegiatan bagi seluruh PNSD yang
      dikeluarkan pemerintah daerah setiap tahunnya dalam APBD, dan selanjutnya
      total pengeluaran (honorarium) tersebut dikonversi ke dalam persentase (%).
      Persentase inilah yang kemudian menjadi dasar atau basis dalam perhitungan
      TPP. Dengan demikian, pemberian TPP pada dasarnya bukan merupakan bentuk
      pembiayaan baru atau beban baru bagi APBD, melainkan pembiayaan yang
      secara rutin dikeluarkan untuk membiayai honorarium PNSD seperti tahun-
      tahun sebelumnya.



                                                                          9|Page
b) Pemerintah daerah bersama DPRD menetapkan secara langsung porsi (%)
      alokasi TPP dalam APBD. Penetapan secara langsung dapat dilakukan dengan
      melakukan proyeksi terhadap perkembangan APBD dimasa-masa mendatang.
      Sehingga, bisa saja persentase alokasi TPP dalam APBD tersebut lebih besar
      atau bahkan lebih kecil dibandingkan alokasi untuk pembiayaan honorarium
      PNSD yang selama ini dikeluarkan.

2. Banyaknya aparatur daerah yang dimiliki
   Pemberian tambahan penghasilan kepada PNSD selain memperhatikan besarnya
   tambahan penghasilan yang dialokasikan dalam APBD, juga harus memperhatikan
   jumlah pegawai yang dimiliki. Semakin banyak jumlah pegawai yang dimiliki
   maka tambahan penghasilan yang dapat diberikan kepada PNSD akan
   semakin kecil. Sebaliknya, semakin sedikit jumlah pegawai maka tambahan
   penghasilan yang diberikan akan semakin besar. Kondisi seperti inilah yang
   kemudian dapat menyadarkan Pemerintah Daerah untuk tidak merekrut pegawai
   secara berlebihan dan sebenarnya tidak dibutuhkan oleh daerah, sehingga yang
   terjadi adalah pembebanan terhadap APBD.

   Berikut ditampilkan rasio perbandingan antara APBD dengan jumlah PNS yang ada
   dibeberapa daerah. Perbandingan ini diperlukan untuk melihat kekuatan APBD
   untuk membiayai satuan PNS yang ada, dan dari kekuatan APBD inilah akan
   terlihat pengaruh banyaknya PNS yang dimiliki terhadap APBD.

                                   Tabel 2.
        Perbandingan Total APBD Dengan Jumlah PNS di Beberapa Daerah
                                                Jumlah
    PEMDA                   Total APBD                     Rasio APBD : PNS
                                                 PNS
Prov. Kaltim          Rp      5.970.000.000.000  7250     Rp        823.448.276
Kabupaten Malinau Rp          1.500.000.000.000  2672     Rp        561.377.246
Kabupaten Tarakan Rp          1.301.916.323.099  3421     Rp        380.566.011
Prov. Gorontalo       Rp        500.000.000.000  2289     Rp        218.435.998
Kabupaten Paser       Rp      1.086.453.754.777  5662     Rp        191.885.156
Kota Pekanbaru        Rp      1.250.000.000.000  8422     Rp        148.420.803
                                                 Sumber : Dari Berbagai Sumber, 2010

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa rasio APBD dan PNS di Provinsi Gorontalo
lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten paser maupun Kota Pekanbaru, padahal
jumlah APBD mereka jauh lebih tinggi. Kondisi ini membuktikan bahwa kekuatan
APBD Provinsi Gorontalo cukup besar, sehingga pada dasarnya tambahan penghasilan
yang diberikan di Provinsi Gorontalo seharusnya dapat lebih tinggi dibandingkan
kabupaten paser dan kota pekanbaru. Dengan demikian, besarnya APBD dan jumlah
PNS yang dimiliki adalah kunci utama yang harus diperhatikan oleh pemerintah daerah
sebelum menetapkan besaran tambahan penghasilan kepada para pegawainya.

Setelah dua hal pokok diatas telah jelas, penyusunan unsur-unsur tambahan
penghasilan menjadi komponen berikutnya untuk dianalisis, sebagai dasar dalam


                                                                        10 | P a g e
pemberian tambahan penghasilan sebagaimana yang telah diatur dalam Permendagri
No. 59 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 39 ayat (2)
yang menyebutkan bahwa tambahan penghasilan diberikan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan pegawai berdasarkan beban kerja, tempat bertugas, kondisi kerja,
kelangkaan profesi, prestasi kerja, dan/ atau pertimbangan objektif lainnya. Berdasarkan
ketentuan tersebut dijelaskan bahwa :
- Tambahan penghasilan berdasarkan beban kerja diberikan kepada Pegawai Negeri
    Sipil yang dibebani pekerjaan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang dinilai
    melampaui beban kerja normal.
- Tambahan penghasilan berdasarkan tempat bertugas diberikan kepada Pegawai
    Negeri Sipil yang dalam melaksanakan tugasnya berada di daerah memiliki tingkat
    kesulitan tinggi dan daerah terpencil.
- Tambahan penghasilan berdasarkan kondisi kerja diberikan kepada Pegawai Negeri
    Sipil yang dalam melaksanakan tugasnya berada pada lingkungan kerja yang
    memiliki resiko tinggi.
- Tambahan penghasilan berdasarkan kelangkaan profesi diberikan kepada Pegawai
    Negeri Sipil yang dalam mengemban tugas memiliki ketrampilan khusus dan
    langka.
- Tambahan penghasilan berdasarkan prestasi kerja diberikan kepada Pegawai Negeri
    Sipil yang memiliki prestasi kerja yang tinggi dan/atau inovasi.
- Selanjutnya tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan objektif lainnya
    diberikan dalam rangka peningkatan kesejahteraan umum pegawai, seperti
    pemberian uang makan dan lain-lain.

Seluruh pertimbangan-pertimbangan pokok diatas perlu dicermati dengan baik dalam
setiap kajian kebijakan TPP sebelum ditetapkan, sehingga penerapan TPP dapat
membawa angin segar bagi PNSD itu sendiri dan kinerja pemerintahan daerah secara
agregat tanpa perlu mengganggu atau mengambil porsi pembiayaan untuk sektor
lainnya dalam APBD.

Pemberian tambahan penghasilan sebagai perbaikan penghasilan PNS tidak hanya dapat
dilakukan oleh daerah dengan kapasitas fiskal yang tinggi, melainkan seluruh daerah
dapat menerapkannya. Prinsip yang harus dipegang adalah bahwa pemberian tambahan
penghasilan ini tidak membebani APBD atau dengan kata lain tidak sebagian besar
porsi APBD hanya untuk membiayai PNSD, dan besarannya harus melihat kemampuan
APBD daerah yang bersangkutan. Oleh karenanya, persetujuan dari DPRD menjadi
prasyarat mutlak lainnya untuk dapat memberlakukan pemberian tambahan penghasilan
ini. Pembangunan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara
menyeluruh tetap menjadi prioritas utama dari penyelenggaraan pemerintahan.

Indeks Insentif Jabatan : Solusi Penentuan Besaran TPP

Dalam hubungannya dengan pemberian kompensasi, pada umumnya terdapat 4 (empat)
metode yang digunakan. Dua metode pertama biasanya dipakai oleh Pemerintah dan
dua metode selanjutnya dipakai oleh dunia swasta, keempat metode tersebut (Handoko,
2009) adalah :
1. Metode Penentuan Peringkat (Ranking Method)
2. Metode Klasifikasi (Grade/ Classification Method)


                                                                            11 | P a g e
3. Metode Perbandingan Faktor (Factor Comparison Method)
4. Metode Sistem Angka (Point System Method)

Metode yang digunakan dan dikembangkan dalam penentuan pemberian TPP dalam
tulisan ini adalah metode klasifikasi (Grade/Classification Method) jabatan dan
merupakan salah satu metode non-kuantitatif yang biasa dipakai di lingkungan
pemerintahan. Metode klasifikasi adalah metode dengan penyusunan klasifikasi/ standar
untuk kelompok-kelompok pekerjaan yang akan digunakan untuk menilai pekerjaan-
pekerjaan yang ada. Deskripsi standar diperbandingkan dengan deskripsi pekerjaan
untuk menentukan kelas atau grade pekerjaan. Pekerjaan yang lebih penting/ strategis
diberikan kompensasi yang lebih tinggi (Handoko, 2009).

Standar yang dimaksudkan tersebut dalam tulisan ini disebut sebagai Indeks Insentif
Jabatan (IIJ). Indeks insentif jabatan merupakan pola baru dalam penentuan tambahan
penghasilan PNS yang dikembangkan oleh PKP2A III LAN sejak tahun 2009 yang
didasarkan pada penilaian indeks jabatan masing-masing tingkatan jabatan yang ada
sesuai proporsi tertentu secara berjenjang dengan total ratio nilai baku =”1”, artinya
adalah dengan pendekatan indeks insentif jabatan ini, besarnya APBD yang
dialokasikan untuk TPP dapat disebarkan secara akurat dan terkontrol tanpa ada
kelebihan ataupun kekurangan. Proporsi tertentu dan berjenjang itulah yang kemudian
memunculkan perbedaan nilai indeks antara jabatan yang satu dengan jabatan lainnya
yang kemudian menghasilkan besaran TPP yang berbeda pula antara jabatan satu
dengan jabatan lainnya. Indeks insentif jabatan juga memegang teguh perbedaan-
perbedaan berikut :

-   Hierarki Jabatan, Yang Meliputi Besarnya Tanggung Jawab, Beratnya Beban
    Kerja, Luasnya Span Of Control, dan Kompleksnya Permasalahan Yang Dihadapi.
    Ini menerangkan bahwa semakin tinggi level eselon maka beban untuk melakukan
    pengawasan, koordinasi, pembinaan, dan fasilitasi pada jabatan-jabatan dibawahnya
    juga semakin besar. Dengan demikian, semakin tinggi hierarki jabatan, maka IIJ-nya
    akan semakin tinggi pula.

    Dalam PP No. 100 tahun 2000 jo. PP No. 13 Tahun 2002 Tentang Pengangkatan
    PNS Dalam Jabatan Struktural juga menyebutkan bahwa eselon adalah tingkatan
    jabatan struktural, yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak
    seorang Pegawai Negeri Sipil. Dimana dalam pasal 3 ayat (2) menjelaskan bahwa
    penetapan eselon, ditetapkan berdasarkan penilaian atas bobot tugas, tanggung
    jawab, dan wewenang. Sehingga semakin tinggi level eselon atau jabatan PNSD
    maka IIJ-nya juga secara linear semakin tinggi.

-   Pada penggunaan TPP ini diusahakan Agar Kesenjangan Kesejahteraan Antar
    Jabatan dan Kesenjangan Insentif Antar Jabatan Tidak Terlalu Timpang
    (proporsional). Hal ini penting untuk mencegah adanya kecemburuan sosial antar
    PNSD, tetapi tetap mengedepankan semangat untuk mencapai level jabatan yang
    lebih tinggi dengan IIJ yang lebih tinggi pula.

Selanjutnya, untuk menyelaraskan Indeks Insentif Jabatan (IIJ) dengan ketentuan
peraturan perundangan-undangan, maka perhitungan besaran Tambahan Penghasilan


                                                                          12 | P a g e
PNS dilakukan dengan menerapkan pola gabungan, yaitu antara Indeks Insentif
Jabatan dan Pola Pembagian Unsur Tambahan Penghasilan (dalam Permendagri
No. 59 Tahun 2007). Secara sederhana, setelah besaran TPP telah ditentukan
berdasarkan IIJ, maka besaran TPP tersebut disebar sesuai proporsi yang telah disusun.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut.




     Besaran TPP
     berdasarkan
    perhitungan IIJ




                                       Gambar 1.
           Penyebaran TPP setelah perhitungan Indeks Insentif Jabatan ke dalam
                             Unsur Tambahan Penghasilan

Penyebaran ini sangat diperlukan untuk mengetahui besarnya peranan masing-masing
unsur tambahan penghasilan dalam Permendagri No. 59 Tahun 2007. Penggabungan
kedua pola (IIJ dan Pembagian Unsur Tambahan Penghasilan) ini dirasakan cukup
efektif dan rasional, serta memberikan gambaran rinci mengenai tingkatan-tingkatan
(grade) TPP masing-masing jabatan sehingga sangat layak untuk diterapkan dengan
argumentasi :
-    Penggabungan kedua pola tersebut akan memenuhi pertimbangan empiris dan
     pertimbangan ketentuan peraturan perundangan (PerMendagri 59 tahun 2007) secara
     lebih komprehensif.
-    Besarnya APBD yang dialokasikan untuk TPP dapat dikontrol secara akurat.
-    Penggabungan kedua pola tersebut lebih menjamin secara jelas, detail, dan lengkap
     penggunaan alokasi TPP dari APBD.
-    Penggabungan kedua pola tersebut juga mencerminkan upaya pemerataan
     kesejahteraan secara objektif bagi seluruh PNS di lingkungan Pemerintah daerah
     yang bebasis pada kinerja pegawai (performance-based incentive). Pada gambar
     tersebut di atas terlihat bahwa prestasi kerja dan beban kerja memegang porsi yang
     sangat besar yaitu 80 %.

Pemberian TPP yang dikembangkan didasarkan pada kinerja pegawai (merit system)
sehingga unsur-unsur yang terkait dengan kinerja diberikan prosentase tinggi
dibandingkan unsur lainnya. Penjelasan terhadap masing-masing besarnya proporsi
unsur tambahan penghasilan pada gambar. 1 tersebut sebagai berikut :
- Tambahan Penghasilan Minimum diberikan persentase 5 %. Unsur ini diberikan
    nilai terkecil karena merupakan jumlah minimal yang akan diterima oleh pegawai
    yang besarnya diharapkan sama setiap bulannya dan akan diterima secara utuh tanpa
    mempertimbangkan aspek apapun yang terkait dengan kinerja.



                                                                           13 | P a g e
-   Beban Kerja diberikan persentase 35 %, dikarenakan TPP pada dasarnya diberikan
    dalam rangka meningkatkan pelaksanaan dan penyelesaian tugas-tugas pegawai
    secara optimal, oleh karenanya unsur ini diberikan bobot yang cukup besar.
-   Kondisi kerja diberikan bobot sebesar 15 %. Kondisi kerja disini diartikan sebagai
    resiko kerja yang timbul sebagai akibat pelaksanaan tugas pegawai. Resiko kerja
    pada dasarnya dialami oleh seluruh tingkatan jabatan, terutama diberikan sebagai
    kompensasi terhadap resiko hukum dan administratif yang mungkin dialami.
-   Prestasi kerja diberikan bobot tertinggi yakni 45 %, dikarenakan TPP ini diharapkan
    dapat mendorong peningkatan kinerja, daya kreasi, inovasi, semangat kerja, serta
    motivasi untuk bekerja optimal untuk kepentingan kemajuan organisasi.

Pengurangan tambahan penghasilan (TPP) yang diberikan kepada PNS dapat dilakukan
pada komponen Prestasi Kerja dan/ atau dapat pula komponen Beban Kerja.
Komponen-komponen pengurang tersebut disamping memiliki persentase terbesar yang
akan berpengaruh nyata jika pegawai yang bersangkutan kurang mampu menjalankan
tugas dan fungsinya dengan baik; juga dapat memacu semangat kerja/ produktivitas
pegawai untuk terus memperoleh tambahan penghasilan yang maksimum. Adanya
komponen pengurang TPP diharapkan dapat menimbulkan efek positif bagi kemajuan
dan pencapaian tujuan organisasi, serta berkurangnya permasalahan-permasalahan
akibat kurang produktifnya pegawai yang dimiliki.

Untuk lebih jelasnya pengaplikasian pola gabungan Indeks Insentif Jabatan dan
Pembagian Unsur Tambahan Penghasilan (Permendagri No. 59 Tahun 2007) yang telah
diterapkan di Kabupaten paser, Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2010 dapat dilihat
pada tabel berikut.
                                     Tabel 3.




                                                                           14 | P a g e
Sumber : PKP2A III LAN, 2010

Hal yang perlu dicermati adalah total tambahan penghasilan yang diberikan
tersebut bersifat tetap setiap tahunnya. Adapun persentase alokasi TPP dalam
APBD, hanya merupakan penentuan ideal yang digunakan sebagai awal penentuan total
nilai kebutuhan TPP pada semua tingkatan jabatan yang ada. Sehingga bukan berarti
bahwa setiap tahun TPP akan berubah mengikuti persentase yang telah ditetapkan dan
juga mengikuti peningkatan APBD. Namun, TPP akan diberikan secara tetap pada
tahun-tahun berikutnya meskipun terjadi kenaikan APBD, namun jika terjadi penurunan
APBD, besaran TPP akan disesuaikan kembali dengan tetap memegang prinsip tidak
mengganggu alokasi anggaran untuk pembangunan daerah lainnya. Karena nilai besaran
TPP tersebut tetap, maka akan berefek pada persentase kebutuhan alokasi TPP
dalam APBD yang sebenarnya akan terus berkurang seiring dengan kenaikan
APBD.

Perlu dipahami juga bahwa pemberian tambahan penghasilan tentu akan menyedot
APBD, yang tidak lain adalah merupakan uang masyarakat yang diperoleh dari
pembayaran pajak dan eksplorasi Sumber Daya Alam daerah. Oleh karenanya
pemberian tambahan penghasilan bagi PNS juga secara langsung akan
mengikutsertakan partisipasi aktif masyarakat didalamnya. Pada tataran organisasi,
implikasi yang dipersyaratkan antara lain tuntutan peningkatan efektivitas kerja, cara/
mekanisme kerja, dan peningkatan kinerja. Sementara pada tataran individual,
konsekuensinya lebih nyata, misalnya tuntutan kedisiplinan yang lebih tinggi, ketaatan
terhadap aturan yg lebih baik, kesadaran untuk berperilaku sesuai kode etik, kemauan
untuk menandatangani kontrak kinerja dan bekerja lebih keras, juga kesiapan menerima
sanksi jika gagal memenuhi target yang ditetapkan. Dan yang lebih penting lagi adalah
jaminan tidak terdapatnya lagi aksi KKN atau bentuk-bentuk pungutan liar.

Disadari bahwa masih terdapat 2 (dua) komponen lagi yang belum dicover oleh IIJ dan
Pembagian Unsur Tambahan Penghasilan tersebut diatas. Dalam Permendagri No. 59
Tahun 2007 disebutkan bahwa pemberian tambahan penghasilan juga perlu didasarkan
pada tempat bertugas dan kelangkaan profesi. Tidak dimasukkannya kedua komponen
ini dalam perhitungan sebelumnya dikarenakan hanya berlaku secara spesifik pada
jabatan tertentu saja. Oleh karenanya, jika kemudian kita menyebut komponen yang
dicover oleh IIJ dan Pembagian Unsur Tambahan Penghasilan sebagai Tambahan
Penghasilan Umum (TPU). Maka pada beberapa jabatan tertentu, selain diberikan TPU,
juga diberikan Tambahan Penghasilan Khusus (TPK) yang besarannya ditentukan
berdasarkan professional judgment dengan melihat karakteristik kekhususan yang ada.
Adapun kekhususan tersebut yaitu
- Tempat Bertugas
    TPK ini sebagai kompensasi kepada pegawai akan minimnya sarana transportasi
    serta fasilitas/ infrastruktur lainnya yang dapat berakibat pada lebih mahalnya
    kebutuhan hidup sehari-hari. Besaran TPK ini akan menurun seiring dengan
    meningkatnya tingkat kemudahan dalam memperoleh sarana transportasi dan
    fasilitas/ infrastruktur kebutuhan dasar.




                                                                            15 | P a g e
-   Kelangkaan Profesi
    Dikarenakan keterbatasan jumlah suatu pekerjaan tertentu yang sangat dibutuhkan
    keberadaannya, serta dikarenakan pekerjaan tersebut menuntut keahlian tinggi dan
    memiliki kerumitan yang tinggi, maka untuk pekerjaan-pekerjaan misalnya dokter
    spesialis, anestesi, teknik elektromedik, ataupun auditor diberikan TPK karena
    kelangkaan profesi tersebut. Jabatan fungsional yang tingkat kelangkaannya tinggi,
    menuntut keahlian yang sangat tinggi serta kerumitan yang sangat tinggi pula, maka
    akan mendapatkan tunjangan yang tinggi. Dan besarannya akan menurun seiring
    dengan menurunnya tingkat kelangkaan jabatan tersebut.

Penutup

Dua dari tiga fokus utama dari capacity building menurut Eade (1998) adalah investing
in people dan investing in organization. Investing in people mengandung makna bahwa
manusia merupakan aktor yang harus mampu berbuat bagi kehidupan dan masa
depannya, sedangkan investing in organization dilakukan berdasarkan pertimbangan
organisasi merupakan alat atau wadah yang digunakan manusia dalam mencapai tujuan
bersama secara efektif. Kedua hal itulah yang coba dijawab melalui pemberian TPP.
TPP secara akumulatif akan menjadi gairah dan energi bagi seluruh organisasi daerah
untuk lebih maju, sebab didalamnya (TPP) telah dirancang untuk mewujudkan SDM
aparatur yang berintegritas, netral, kompeten, capable, profesional, mampu bersaing,
berkinerja tinggi dan sejahtera. Pemberlakuan TPP bagi PNSD juga semakin
meningkatkan bargaining position pekerjaan aparatur pemerintah, sehingga untuk bisa
terlibat didalamnya (direkrut atau ditempatkan pada suatu posisi) dibutuhkan pergulatan
kecakapan dan keunggulan yang lebih dan inilah keberhasilan capacity building
tersebut. Disisi lain, diharapkan dapat sebagai loncatan awal bagi daerah untuk
menyambut gelombang reformasi birokrasi secara menyeluruh.


                                DAFTAR PUSTAKA

Banjarmasin Post, 2010. Tunjangan dan kinerja PNS. Dapat                   diakses   di
     www.banjarmasin.tribunnews.com, edisi senin, 4 Oktober 2010

Dwiyanto, Agus., 2010. Reformasi Aparatur Daerah Untuk Keberhasilan
    Desentralisasi di Indonesia. Tulisan dimuat dalam Buku Reformasi Aparatur
    Negara Ditinjau Kembali. Yogyakarta: Penerbit Gava Media dan Jurusan
    Manajemen dan Kebijakan Publik dan Magister Administrasi Publik.

Eade, D., 1998. Capacity Building:An Approach to People-Centered Development.
     Dalam tulisan Yeremias T. Keban (2010) berjudul Isu Pengembangan kapasitas
     dan good governance dalam Reformasi Birokrasi. Yogyakarta: Penerbit Gava
     Media dan Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik dan Magister Administrasi
     Publik

Handoko, Hani., 2009. Kompensasi. Seri Manajemen Sumberdaya Manusia. Dapat
    diakses di www.elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_manajemen_
    sumber_daya_manusia/bab_8_kompensasi.pdf+kompensasi+filetype:pdf


                                                                           16 | P a g e
Kontan-Online, 2010. Efisiensi Anggaran, Mendagri Hitung Ulang Jumlah PNS. Edisi
     Jumat, 06 Agustus 2010

KPK, 2007. Meningkatkan Kinerja PNS Melalui Perbaikan Penghasilan : Analisa TKD
    di Pemerintah Provinsi Gorontalo dan TPPK di Pemerintah Kota Pekanbaru.
    Jakarta:   Komisi    Pemberantasan    Korupsi-Direktorat   Penelitian    dan
    Pengembangan.

Miftah Thoha 2006. Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia. Jakarta: Prenada
     Media

Pikiran Rakyat, 2010. Kebijakan TPP Perlu Dikaji Ulang. Dapat diakses di
      www.pikiranrakyat.com, edisi Jumat, 17 September 2010

PKP2A III LAN, 2010. Naskah Akademik Rancangan Peraturan Bupati Paser Tentang
    Pemberian Tambahan Penghasilan Pegawai Negeri Sipil (TPP) di Lingkungan
    Pemerintah Kabupaten Paser. Kerjasama Pemerintah Kabupaten Paser dan Pusat
    Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III Lembaga Administrasi Negara.
    Samarinda: PKP2A III LAN

Sulistyo, Agustinus., 2007. Konsep Sistem Penggajian PNS di Indonesia. Tulisan
      disajikan dalam bentuk makalah. Jakarta: LAN

                        Peraturan Perundang-Undangan

PP No. 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

Permendagri No. 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam
     Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

Permenpan dan RB No. 20 Tahun 2010 Tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-
     2014

UU No. 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian




                                                                      17 | P a g e

More Related Content

What's hot

contoh Ijin observasi penelitian
contoh Ijin observasi penelitiancontoh Ijin observasi penelitian
contoh Ijin observasi penelitianranifa90
 
Penyusunan RKPD
Penyusunan RKPDPenyusunan RKPD
Penyusunan RKPD93220872
 
21. draf surat panggilan masuk kerja panggilan pertama (karyawan mangkir)
21. draf surat panggilan masuk kerja   panggilan pertama (karyawan mangkir)21. draf surat panggilan masuk kerja   panggilan pertama (karyawan mangkir)
21. draf surat panggilan masuk kerja panggilan pertama (karyawan mangkir)legalakses636
 
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
Sistem Perencanaan Pembangunan NasionalSistem Perencanaan Pembangunan Nasional
Sistem Perencanaan Pembangunan NasionalDadang Solihin
 
Anjab jfu pengumpul & pengolah data bahan perencanaan program
Anjab jfu pengumpul & pengolah data bahan perencanaan programAnjab jfu pengumpul & pengolah data bahan perencanaan program
Anjab jfu pengumpul & pengolah data bahan perencanaan programReddy Prayudie
 
Contoh KPI Individu. Rapor Prestasi Kerja
Contoh KPI Individu. Rapor Prestasi KerjaContoh KPI Individu. Rapor Prestasi Kerja
Contoh KPI Individu. Rapor Prestasi KerjaBusinessBuddy Int
 
24. draf surat permintaan pengembalian barang milik perusahaan (mantan karyawan)
24. draf surat permintaan pengembalian barang milik perusahaan (mantan karyawan)24. draf surat permintaan pengembalian barang milik perusahaan (mantan karyawan)
24. draf surat permintaan pengembalian barang milik perusahaan (mantan karyawan)legalakses636
 
Program dan kegiatan DAK 2019 jawa tengah
Program dan kegiatan DAK 2019 jawa tengahProgram dan kegiatan DAK 2019 jawa tengah
Program dan kegiatan DAK 2019 jawa tengah93220872
 
Analisis jabatan
Analisis jabatan Analisis jabatan
Analisis jabatan Frans Dione
 
Notulensi kongnas v
Notulensi kongnas vNotulensi kongnas v
Notulensi kongnas vswirawan
 
Mekanisme dan Dokumen Perencanaan
Mekanisme dan Dokumen PerencanaanMekanisme dan Dokumen Perencanaan
Mekanisme dan Dokumen PerencanaanDadang Solihin
 

What's hot (20)

contoh Ijin observasi penelitian
contoh Ijin observasi penelitiancontoh Ijin observasi penelitian
contoh Ijin observasi penelitian
 
Penyusunan RKPD
Penyusunan RKPDPenyusunan RKPD
Penyusunan RKPD
 
21. draf surat panggilan masuk kerja panggilan pertama (karyawan mangkir)
21. draf surat panggilan masuk kerja   panggilan pertama (karyawan mangkir)21. draf surat panggilan masuk kerja   panggilan pertama (karyawan mangkir)
21. draf surat panggilan masuk kerja panggilan pertama (karyawan mangkir)
 
Anjab sekretaris
Anjab sekretarisAnjab sekretaris
Anjab sekretaris
 
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
Sistem Perencanaan Pembangunan NasionalSistem Perencanaan Pembangunan Nasional
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
 
Anjab jfu pengumpul & pengolah data bahan perencanaan program
Anjab jfu pengumpul & pengolah data bahan perencanaan programAnjab jfu pengumpul & pengolah data bahan perencanaan program
Anjab jfu pengumpul & pengolah data bahan perencanaan program
 
Contoh KPI Individu. Rapor Prestasi Kerja
Contoh KPI Individu. Rapor Prestasi KerjaContoh KPI Individu. Rapor Prestasi Kerja
Contoh KPI Individu. Rapor Prestasi Kerja
 
Pembangunan sdm asn dan penyederhanaan birokrasi
Pembangunan sdm asn dan penyederhanaan birokrasiPembangunan sdm asn dan penyederhanaan birokrasi
Pembangunan sdm asn dan penyederhanaan birokrasi
 
24. draf surat permintaan pengembalian barang milik perusahaan (mantan karyawan)
24. draf surat permintaan pengembalian barang milik perusahaan (mantan karyawan)24. draf surat permintaan pengembalian barang milik perusahaan (mantan karyawan)
24. draf surat permintaan pengembalian barang milik perusahaan (mantan karyawan)
 
Program dan kegiatan DAK 2019 jawa tengah
Program dan kegiatan DAK 2019 jawa tengahProgram dan kegiatan DAK 2019 jawa tengah
Program dan kegiatan DAK 2019 jawa tengah
 
Form penilaian security
Form penilaian securityForm penilaian security
Form penilaian security
 
Makalah inovasi
Makalah inovasiMakalah inovasi
Makalah inovasi
 
Analisis jabatan
Analisis jabatan Analisis jabatan
Analisis jabatan
 
Notulensi kongnas v
Notulensi kongnas vNotulensi kongnas v
Notulensi kongnas v
 
01 penyusunan peta jabatan & abk
01 penyusunan peta jabatan & abk01 penyusunan peta jabatan & abk
01 penyusunan peta jabatan & abk
 
Contoh Penilaian Kinerja Karyawan
Contoh Penilaian Kinerja KaryawanContoh Penilaian Kinerja Karyawan
Contoh Penilaian Kinerja Karyawan
 
Man Power Analysis & Workload Analysis
Man Power Analysis & Workload AnalysisMan Power Analysis & Workload Analysis
Man Power Analysis & Workload Analysis
 
TELAAHAN STAF TENTANG PAKTA INTEGRITAS
TELAAHAN STAF TENTANG PAKTA INTEGRITASTELAAHAN STAF TENTANG PAKTA INTEGRITAS
TELAAHAN STAF TENTANG PAKTA INTEGRITAS
 
Mekanisme dan Dokumen Perencanaan
Mekanisme dan Dokumen PerencanaanMekanisme dan Dokumen Perencanaan
Mekanisme dan Dokumen Perencanaan
 
Contoh pengisian anjab
Contoh pengisian anjabContoh pengisian anjab
Contoh pengisian anjab
 

Viewers also liked

Lampiran permen pan rb no. 63 ttg pedoman penataan tunjangan kinerja
Lampiran permen pan rb no. 63 ttg pedoman penataan tunjangan kinerjaLampiran permen pan rb no. 63 ttg pedoman penataan tunjangan kinerja
Lampiran permen pan rb no. 63 ttg pedoman penataan tunjangan kinerjaRahmat Notosuwarno
 
Konsep Umum Evaluasi Jabatan PNS
Konsep Umum Evaluasi Jabatan PNSKonsep Umum Evaluasi Jabatan PNS
Konsep Umum Evaluasi Jabatan PNSRusman R. Manik
 
Daftar periksa pelaksanaan pengendalian
Daftar periksa pelaksanaan pengendalianDaftar periksa pelaksanaan pengendalian
Daftar periksa pelaksanaan pengendalianRusman R. Manik
 
TEKNIK DAN PROSES PELAKSANAAN EVALUASI JABATAN UNTUK MENGUKUR BOBOT JABATAN (...
TEKNIK DAN PROSES PELAKSANAAN EVALUASI JABATAN UNTUK MENGUKUR BOBOT JABATAN(...TEKNIK DAN PROSES PELAKSANAAN EVALUASI JABATAN UNTUK MENGUKUR BOBOT JABATAN(...
TEKNIK DAN PROSES PELAKSANAAN EVALUASI JABATAN UNTUK MENGUKUR BOBOT JABATAN (...Bayu Wahyudi
 
Job Evaluation
Job EvaluationJob Evaluation
Job EvaluationIman Adji
 

Viewers also liked (10)

Lampiran permen pan rb no. 63 ttg pedoman penataan tunjangan kinerja
Lampiran permen pan rb no. 63 ttg pedoman penataan tunjangan kinerjaLampiran permen pan rb no. 63 ttg pedoman penataan tunjangan kinerja
Lampiran permen pan rb no. 63 ttg pedoman penataan tunjangan kinerja
 
Evaluasi jabatan
Evaluasi jabatanEvaluasi jabatan
Evaluasi jabatan
 
Konsep Umum Evaluasi Jabatan PNS
Konsep Umum Evaluasi Jabatan PNSKonsep Umum Evaluasi Jabatan PNS
Konsep Umum Evaluasi Jabatan PNS
 
Daftar periksa pelaksanaan pengendalian
Daftar periksa pelaksanaan pengendalianDaftar periksa pelaksanaan pengendalian
Daftar periksa pelaksanaan pengendalian
 
TEKNIK DAN PROSES PELAKSANAAN EVALUASI JABATAN UNTUK MENGUKUR BOBOT JABATAN (...
TEKNIK DAN PROSES PELAKSANAAN EVALUASI JABATAN UNTUK MENGUKUR BOBOT JABATAN(...TEKNIK DAN PROSES PELAKSANAAN EVALUASI JABATAN UNTUK MENGUKUR BOBOT JABATAN(...
TEKNIK DAN PROSES PELAKSANAAN EVALUASI JABATAN UNTUK MENGUKUR BOBOT JABATAN (...
 
Telaahan tambahan penghasilan malinau (ekspose awal)
Telaahan tambahan penghasilan malinau (ekspose awal)Telaahan tambahan penghasilan malinau (ekspose awal)
Telaahan tambahan penghasilan malinau (ekspose awal)
 
Telaahan TPP Kaltim 2016
Telaahan TPP Kaltim 2016Telaahan TPP Kaltim 2016
Telaahan TPP Kaltim 2016
 
Job Evaluation
Job EvaluationJob Evaluation
Job Evaluation
 
Evaluasi Jabatan (faktor jabatan struktural dan fungsional)
Evaluasi Jabatan (faktor jabatan struktural dan fungsional)Evaluasi Jabatan (faktor jabatan struktural dan fungsional)
Evaluasi Jabatan (faktor jabatan struktural dan fungsional)
 
Telaahan tambahan penghasilan kab paser
Telaahan tambahan penghasilan kab paserTelaahan tambahan penghasilan kab paser
Telaahan tambahan penghasilan kab paser
 

Similar to INDEKS INSENTIF JABATAN : MENJAWAB TANTANGAN DALAM MENGHITUNG BESARAN TAMBAHAN PENGHASILAN BAGI PNS DAERAH

dinamika pembinaan manajemen PNSD
dinamika pembinaan manajemen PNSDdinamika pembinaan manajemen PNSD
dinamika pembinaan manajemen PNSDRustan Amarullah
 
Gajipns2007
Gajipns2007Gajipns2007
Gajipns2007anbu13
 
Pengaruh kompensasi kepuasan kerja dan promosi jabatan terhadap kinerja
Pengaruh kompensasi kepuasan kerja dan promosi jabatan terhadap kinerjaPengaruh kompensasi kepuasan kerja dan promosi jabatan terhadap kinerja
Pengaruh kompensasi kepuasan kerja dan promosi jabatan terhadap kinerjagiehadi
 
Pengaruh Sistem Remunerasi Terhadap Tingkat Loyalitas di BSA Land Group
Pengaruh Sistem Remunerasi Terhadap Tingkat Loyalitas di BSA Land GroupPengaruh Sistem Remunerasi Terhadap Tingkat Loyalitas di BSA Land Group
Pengaruh Sistem Remunerasi Terhadap Tingkat Loyalitas di BSA Land GroupEkaputra Sananto
 
Perbandingan UU kepegawaian MSDM SP
Perbandingan UU kepegawaian MSDM SPPerbandingan UU kepegawaian MSDM SP
Perbandingan UU kepegawaian MSDM SPHerlambang Bagus
 
06.april2017.indek profesional
06.april2017.indek profesional06.april2017.indek profesional
06.april2017.indek profesionalhafid abdul
 
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DALAM DINAS PENDIDIK...
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DALAM DINAS PENDIDIK...ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DALAM DINAS PENDIDIK...
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DALAM DINAS PENDIDIK...SyifaMadina1
 
Evaluasi kinerja & kompensasi
Evaluasi kinerja & kompensasiEvaluasi kinerja & kompensasi
Evaluasi kinerja & kompensasiifat fatiroh
 
Makalah Evaluasi Kinerja dan Kompensasi
Makalah Evaluasi Kinerja dan KompensasiMakalah Evaluasi Kinerja dan Kompensasi
Makalah Evaluasi Kinerja dan KompensasiDevysry Wahyuni
 

Similar to INDEKS INSENTIF JABATAN : MENJAWAB TANTANGAN DALAM MENGHITUNG BESARAN TAMBAHAN PENGHASILAN BAGI PNS DAERAH (20)

dinamika pembinaan manajemen PNSD
dinamika pembinaan manajemen PNSDdinamika pembinaan manajemen PNSD
dinamika pembinaan manajemen PNSD
 
MODEL KESEJAHTERAAN ASN BERKINERJA TINGGI
MODEL KESEJAHTERAAN ASN BERKINERJA TINGGIMODEL KESEJAHTERAAN ASN BERKINERJA TINGGI
MODEL KESEJAHTERAAN ASN BERKINERJA TINGGI
 
3.kompensasi dan insentif
3.kompensasi dan insentif3.kompensasi dan insentif
3.kompensasi dan insentif
 
Sistem dp3
Sistem dp3Sistem dp3
Sistem dp3
 
Gajipns2007
Gajipns2007Gajipns2007
Gajipns2007
 
Gajipns2007
Gajipns2007Gajipns2007
Gajipns2007
 
Pengaruh kompensasi kepuasan kerja dan promosi jabatan terhadap kinerja
Pengaruh kompensasi kepuasan kerja dan promosi jabatan terhadap kinerjaPengaruh kompensasi kepuasan kerja dan promosi jabatan terhadap kinerja
Pengaruh kompensasi kepuasan kerja dan promosi jabatan terhadap kinerja
 
Pengaruh Sistem Remunerasi Terhadap Tingkat Loyalitas di BSA Land Group
Pengaruh Sistem Remunerasi Terhadap Tingkat Loyalitas di BSA Land GroupPengaruh Sistem Remunerasi Terhadap Tingkat Loyalitas di BSA Land Group
Pengaruh Sistem Remunerasi Terhadap Tingkat Loyalitas di BSA Land Group
 
PROPOSAL IBU AGUSTINA.docx
PROPOSAL IBU AGUSTINA.docxPROPOSAL IBU AGUSTINA.docx
PROPOSAL IBU AGUSTINA.docx
 
Perbandingan UU kepegawaian MSDM SP
Perbandingan UU kepegawaian MSDM SPPerbandingan UU kepegawaian MSDM SP
Perbandingan UU kepegawaian MSDM SP
 
Jurnal sdm
Jurnal sdmJurnal sdm
Jurnal sdm
 
Tugas 2
Tugas 2Tugas 2
Tugas 2
 
Makalah penelitian
Makalah penelitian Makalah penelitian
Makalah penelitian
 
06.april2017.indek profesional
06.april2017.indek profesional06.april2017.indek profesional
06.april2017.indek profesional
 
Keuangan pusat-dan-daerah
Keuangan pusat-dan-daerahKeuangan pusat-dan-daerah
Keuangan pusat-dan-daerah
 
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DALAM DINAS PENDIDIK...
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DALAM DINAS PENDIDIK...ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DALAM DINAS PENDIDIK...
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DALAM DINAS PENDIDIK...
 
Evaluasi kinerja & kompensasi
Evaluasi kinerja & kompensasiEvaluasi kinerja & kompensasi
Evaluasi kinerja & kompensasi
 
Makalah Evaluasi Kinerja dan Kompensasi
Makalah Evaluasi Kinerja dan KompensasiMakalah Evaluasi Kinerja dan Kompensasi
Makalah Evaluasi Kinerja dan Kompensasi
 
Skripsi SDM
Skripsi SDMSkripsi SDM
Skripsi SDM
 
Perilaku Organisasi
Perilaku OrganisasiPerilaku Organisasi
Perilaku Organisasi
 

More from Rustan Amarullah

2 periode menghambat demokrasi
2 periode menghambat demokrasi2 periode menghambat demokrasi
2 periode menghambat demokrasiRustan Amarullah
 
Interregional trade group UI-2012
Interregional trade group UI-2012Interregional trade group UI-2012
Interregional trade group UI-2012Rustan Amarullah
 
Aksi reaksi dan peran litbang
Aksi reaksi dan peran litbangAksi reaksi dan peran litbang
Aksi reaksi dan peran litbangRustan Amarullah
 
Efek penetesan sektor pertanian
Efek penetesan sektor pertanianEfek penetesan sektor pertanian
Efek penetesan sektor pertanianRustan Amarullah
 
Stop asap, stop kebakaran, dan stop
Stop asap, stop kebakaran, dan stopStop asap, stop kebakaran, dan stop
Stop asap, stop kebakaran, dan stopRustan Amarullah
 
Manfaat analisis beban kerja bagi pengembangan organisasi dan pemetaan kebutu...
Manfaat analisis beban kerja bagi pengembangan organisasi dan pemetaan kebutu...Manfaat analisis beban kerja bagi pengembangan organisasi dan pemetaan kebutu...
Manfaat analisis beban kerja bagi pengembangan organisasi dan pemetaan kebutu...Rustan Amarullah
 
Picture of labor force conditions in indonesia
Picture of labor force conditions in indonesiaPicture of labor force conditions in indonesia
Picture of labor force conditions in indonesiaRustan Amarullah
 
Kontrol masyarakat terhadap pemerintahan daerah
Kontrol masyarakat terhadap pemerintahan daerahKontrol masyarakat terhadap pemerintahan daerah
Kontrol masyarakat terhadap pemerintahan daerahRustan Amarullah
 
good governance dalam pengelolaan sampah
good governance dalam pengelolaan sampahgood governance dalam pengelolaan sampah
good governance dalam pengelolaan sampahRustan Amarullah
 
kompleksitas penguatan ketahanan pangan
kompleksitas penguatan ketahanan pangankompleksitas penguatan ketahanan pangan
kompleksitas penguatan ketahanan panganRustan Amarullah
 
indonesia macroeconomics condition
indonesia macroeconomics conditionindonesia macroeconomics condition
indonesia macroeconomics conditionRustan Amarullah
 

More from Rustan Amarullah (12)

2 periode menghambat demokrasi
2 periode menghambat demokrasi2 periode menghambat demokrasi
2 periode menghambat demokrasi
 
Interregional trade group UI-2012
Interregional trade group UI-2012Interregional trade group UI-2012
Interregional trade group UI-2012
 
Aksi reaksi dan peran litbang
Aksi reaksi dan peran litbangAksi reaksi dan peran litbang
Aksi reaksi dan peran litbang
 
Efek penetesan sektor pertanian
Efek penetesan sektor pertanianEfek penetesan sektor pertanian
Efek penetesan sektor pertanian
 
Regional development
Regional developmentRegional development
Regional development
 
Stop asap, stop kebakaran, dan stop
Stop asap, stop kebakaran, dan stopStop asap, stop kebakaran, dan stop
Stop asap, stop kebakaran, dan stop
 
Manfaat analisis beban kerja bagi pengembangan organisasi dan pemetaan kebutu...
Manfaat analisis beban kerja bagi pengembangan organisasi dan pemetaan kebutu...Manfaat analisis beban kerja bagi pengembangan organisasi dan pemetaan kebutu...
Manfaat analisis beban kerja bagi pengembangan organisasi dan pemetaan kebutu...
 
Picture of labor force conditions in indonesia
Picture of labor force conditions in indonesiaPicture of labor force conditions in indonesia
Picture of labor force conditions in indonesia
 
Kontrol masyarakat terhadap pemerintahan daerah
Kontrol masyarakat terhadap pemerintahan daerahKontrol masyarakat terhadap pemerintahan daerah
Kontrol masyarakat terhadap pemerintahan daerah
 
good governance dalam pengelolaan sampah
good governance dalam pengelolaan sampahgood governance dalam pengelolaan sampah
good governance dalam pengelolaan sampah
 
kompleksitas penguatan ketahanan pangan
kompleksitas penguatan ketahanan pangankompleksitas penguatan ketahanan pangan
kompleksitas penguatan ketahanan pangan
 
indonesia macroeconomics condition
indonesia macroeconomics conditionindonesia macroeconomics condition
indonesia macroeconomics condition
 

INDEKS INSENTIF JABATAN : MENJAWAB TANTANGAN DALAM MENGHITUNG BESARAN TAMBAHAN PENGHASILAN BAGI PNS DAERAH

  • 1. INDEKS INSENTIF JABATAN : MENJAWAB TANTANGAN DALAM MENGHITUNG BESARAN TAMBAHAN PENGHASILAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH (Position Incentive Index : the Answer of Challenge in Counting the Proportion for Local Civil Servants Additional Income) Oleh : Rustan A.1 (PKP2A III LAN Samarinda) Abstract Welfare will continue to be the main source of low performance. Low performance directly will impact the achievement of development targets and the course of regional governance. Therefore, Local Governments in the short term need to work hard to push the prosperity of apparatus through the management of financial resources. Increasing prosperity is indirectly also informed by the President with the order to formulated allowances and incentives immediately which are appropriate and proportional to the officers. This paper presents the concept of the development of criteria and calculation of additional revenue for Local Civil Servants which was developed through in-depth study. In addition, the authors also describe the vital elements that need to be a concern for local governments in determining the amount of additional income to be more accountable and systematic without sacrificing other development sectors. Keywords : Position Incentive Index, Additional Income Abstrak Kesejahteraan akan terus menjadi momok atas kinerja yang rendah. Kinerja yang rendah tentu akan berdampak pada semakin jauhnya pencapaian target-target pembangunan dan jalannya pemerintahan daerah. Oleh karenanya, dalam jangka pendek Pemerintah Daerah perlu berupaya keras memompa kesejahteraan aparaturnya melalui tatakelola sumberdaya keuangan yang ada. Peningkatan kesejahteraan tersebut, secara tidak langsung juga disampaikan Presiden dengan menghimbau agar segera dirumuskan tunjangan dan insentif yang pantas dan proporsional bagi aparatur daerah. Tulisan ini menyajikan konsep pengembangan kriteria dan perhitungan pemberian tambahan penghasilan bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah yang dikembangkan melalui kajian yang mendalam. Selain itu, penulis juga memaparkan elemen-elemen vital yang perlu menjadi perhatian bagi pemerintah daerah dalam menentukan besaran tambahan penghasilan agar lebih akuntabel dan sistematis tanpa perlu mengorbankan sektor pembangunan lainnya. Kata Kunci : Indeks Insentif Jabatan, Tambahan Penghasilan 1 Peneliti Pertama pada PKP2A III LAN (E-mail : rustanamarullah8@gmail.com) 1|Page
  • 2. Latar Belakang Selebrasi otonomi daerah banyak digunakan oleh Pemerintah Daerah (cq. Kepala Daerah) untuk dapat menarik social sympathy, tidak terkecuali bagi aparatur pemerintah daerah yang notabene sangat diperlukan kerja kerasnya untuk mewujudkan ambisi dan mimpi kepala daerah terpilih. Otonomi daerah yang memberikan otoritas bagi kepala daerah dalam mengendalikan dan mengelola keuangan daerah menjadi kekuatan utama untuk dapat mengambil alih perhatian aparatur pemerintah daerah. Dengan iming-iming peningkatan kesejahteraan, kepala daerah berupaya mendorong optimalisasi kinerja aparatur pemerintah daerah atau PNSD sebagai basis kebijakannya sebelum menyentuh kebijakan sektor lainnya. Hal ini tidaklah salah, merupakan langkah yang tepat, dan jalan yang baik dalam rangka meningkatkan kinerja pembangunan daerah, sebab jika kinerja PNSD meningkat maka kinerja SKPD juga meningkat; jika kinerja SKPD meningkat berarti program dan kegiatan pemerintah daerah dapat berjalan dengan sempurna; jika kinerja program dan kegiatan pemerintah daerah tercapai maka pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat juga akan semakin meningkat, dan hasil akhirnya masyarakat akan mengapresiasi kinerja yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Berbagai kreativitas untuk menstimulasi peningkatan kesejahteraan pegawai telah diaplikasikan oleh seluruh pemerintah daerah meskipun masih dalam tingkat yang terbatas. Berdasarkan teori umum, peningkatan kesejahteraan pegawai dapat ditempuh melalui pemberian imbalan baik yang sifatnya imbalan intrinsik maupun imbalan ekstrinsik. Imbalan ekstrinsik dibagi menjadi 2 (dua) yaitu imbalan yang diperoleh dalam bentuk uang seperti, gaji; upah; honor; bonus; komisi; insentif; upah; dan sebagainya, dan imbalan yang merupakan benefit atau tunjangan pelengkap, seperti, uang cuti; uang makan; uang transportasi atau antar jemput; asuransi; jaminan sosial tenaga kerja; uang pensiun; rekreasi; beasiswa melanjutkan kuliah; dan sebagainya. Adapun imbalan intrinsik adalah imbalan yang hanya dapat dirasakan dan tidak berbentuk fisik seperti, kelangsungan pekerjaan, jenjang karir yang jelas, kondisi lingkungan kerja, pekerjaan yang menarik, dan lain-lain. Pemberian imbalan/ penghargaan diharapkan menjadi motivator yang kuat dalam peningkatan kinerja organisasi secara menyeluruh melalui peningkatan kinerja individu. Pemberian imbalan atau kompensasi terhadap tuntutan kinerja pegawai terkait erat dengan teori kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement theory). Pemberian imbalan yang berbasis kinerja akan mendorong pegawai untuk lebih efektif dalam bekerja dan kondisi ini secara langsung akan berpengaruh terhadap kemauan kuat dari pegawai untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuannya untuk menjadi lebih maju sehingga akan lebih mampu dalam menghadapi tantangan baru yang ditugaskan oleh atasannya. Kondisi ini secara langsung akan menimbulkan suatu kepuasan tersendiri terhadap diri pegawai yang bersangkutan dan peningkatan kinerja pun akan meningkat secara simultan. Dilihat dari aspek keadilan, pemberian imbalan/kompensasi berdasarkan kinerja, memegang prinsip keadilan untuk setiap pegawai. Pegawai yang berprestasi tinggi yang berkorelasi erat dengan kinerja tinggi akan mendapatkan imbalan yang tinggi pula sehingga asas keadilan juga diprioritaskan. 2|Page
  • 3. Di era globalisasi yang tidak menentu, semakin materialistis dan individualis ini, kebutuhan akan uang menjadi faktor penting bagi setiap orang, sehingga akan menjadi suatu hal yang lumrah jika gaji dan insentif/ kompensasi dalam bentuk uang bisa menjadi motivator yang kuat bagi seorang pegawai dalam menjalankan pekerjaannya. Money talks, adalah ungkapan yang sering dijumpai dalam teori manajemen sumber daya manusia. Sistem penggajian dan kompensasi yang tidak realistis akan memperlemah motivasi bekerja pegawai bahkan peningkatan produktivitasnya. Adalah suatu hal yang semestinya diperhatikan oleh suatu organisasi untuk memperhatikan kesejahteraan pegawai melalui perbaikan sistem penggajian ataupun pemberian insentif/kompensasi jika menuntut adanya kinerja dan produktivitas yang tinggi dari pegawainya. Miftah Thoha (2006) dalam kajiannya menyimpulkan bahwa kesejahteraan dinilai sebagai salah satu faktor penting yang mempengaruhi kinerja PNS. Maka perlu ada peningkatan dimana salah satu solusinya adalah melakukan restrukturisasi sistem penggajian secara nasional dan secara rasional sesuai standar minimal kebutuhan pegawai. KPK (2007) meyakini bahwa sistem penggajian saat ini merupakan salah satu penyebab timbulnya korupsi (corruption by need) baik di tingkat pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah: provinsi, kabupaten dan kota. Berdasarkan uraian di atas, Pemerintah Daerah, dengan didasari PP No. 58 tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No. 59 tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dapat meningkatkan motivasi kerja, capaian kinerja, dan kesejahteraan PNSD-nya melalui suatu pemberian tambahan penghasilan yang layak dan proporsional. Instruksi Presiden pada Tanggal 6 Agustus 2010 secara tegas juga telah memberikan himbauan agar Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan bersama unsur daerah merumuskan tunjangan dan insentif yang pantas dan proposional bagi pejabat daerah. Intruksi ini secara langsung merupakan bentuk perhatian yang serius dari pemerintah terhadap kondisi kesejahteraan PNS yang dirasa masih rendah dan sangat jauh ketimpangannya dibanding sektor swasta, bahkan antar satuan/unit kerja organisasi pemerintah. Oleh karenanya, pemberian tambahan penghasilan yang layak berdasarkan pertimbangan tertentu sudah seharusnya segera dilaksanakan. Dwiyanto (2010) mengingatkan bahwa pemerintah perlu membuat regulasi yang mengatur tentang kriteria remunerasi berbasis kinerja dan kisaran dari besaran tambahan penghasilan yang dapat diberikan kepada aparatur dan pejabat daerah. dengan tersedianya kisaran besaran insentif dan kriteria pemberiannya, daerah dapat mengembangkan sistem insentif dan remunerasi yang akuntabel dan dapat mendorong peningkatan produktivitas aparatur daerah. Menyoroti kesemua uraian tersebut di atas, penulis merasa tertantang untuk melontarkan dan menguraikan konsep kriteria dan perhitungan tambahan penghasilan bagi PNSD melalui tahapan yang sudah dikembangkan secara sistematis. 3|Page
  • 4. Mengapa Pemberian TPP Begitu Penting ? Dalam dunia kerja, setiap pekerjaan yang dilakukan akan memperoleh balasan berupa imbalan atas jasa yang telah diberikan pada organisasi atau perusahaan. Imbalan inilah yang seringkali dikenal dengan kompensasi/ gaji/ upah yang besarnya disesuaikan oleh tingkatan jabatan yang disandang. Imbalan atau kompensasi yang diberikan akan berpengaruh pada kelangsungan organisasi maupun kelangsungan karyawan itu sendiri, bahkan jika berlandaskan teori “Hierarki Kebutuhan” dari Abraham Maslow, maka bekerja untuk memperoleh imbalan atau kompensasi dapat dikategorikan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic physiological needs). Perbaikan penghasilan PNS menjadi isu yang penting seiring dengan tuntutan ekonomi yang terus melambung tanpa dibarengi dengan peningkatan gaji pegawai yang sebanding. Di sisi lain, aparatur pemerintah dituntut totalitas dalam bekerja serta transparan, bersih dan akuntabel dalam mendapatkan sumber penghasilan. Sistem penggajian yang ada saat ini akan menyulitkan PNS dalam mewujudkan keinginannya baik sebagai makhluk individu maupun sosial yang ingin selalu diakui status sosialnya dalam hal ini penghasilan yang baik dapat menentukan eksistensi seseorang dalam kehidupan sosialnya tidak terkecuali PNS. Sistem penggajian yang baik seharusnya mampu memberikan peluang kepada pegawai untuk mendapatkan kompensasi yang lebih tinggi dalam rangka memenuhi harapannya tersebut. Dalam organisasi pemerintahan, kondisi ini belum mampu diwujudkan. Tuntutan kinerja yang tinggi dari seorang pegawai belum diimbangi oleh suatu pemberian penghasilan dan tunjangan yang rasional dan sebanding padahal fungsi penghasilan adalah sebagai “nilai tukar” atas kinerja yang diberikan. Oleh karenanya, tambahan penghasilan yang rasional dan menarik akan menciptakan suatu lingkungan kerja yang kondusif bagi PNS tanpa dicampuri oleh kesibukan untuk mencari tambahan penghasilan dari sumber lain ataupun upaya untuk menyalahgunakan kewenangan untuk memenuhi kebutuhan maupun harapan hidupnya. Secara naluriah, ini akan berdampak pada totalitas pegawai dalam menjalankan seluruh tugas dan tanggung jawabnya dan secara alamiah akan memberikan rasa aman bagi seorang PNS dalam memberikan jaminan kehidupan yang layak bagi keluarganya. Kinerja aparatur pemerintah (civil servant) sebagai pelaksana tugas urusan pemerintahan dan pembangunan dapat ditingkatkan melalui upaya manajemen pembinaan aparatur yang berorientasi pada merit system secara profesional, adil, serta proporsional sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 43 Tahun 1999 Tentang Pokok- Pokok Kepegawaian. Salah satu sendi dalam manajemen PNS tersebut yang cukup berperan dalam mengungkit kinerja aparatur adalah melalui pemberian gaji/ kompensasi yang layak dan adil. Untuk itu, pemerintah wajib untuk mengusahakan dan memberikan gaji/ kompensasi yang adil sesuai standar yang layak kepada Pegawai Negeri. Sistem penggajian PNS sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, secara rinci dapat diintisarikan sebagai berikut, bahwa gaji yang diperoleh PNS setidak-tidaknya, (1) Sesuai dengan beban pekerjaannya, (2) Sesuai dengan besarnya tanggung jawab yang diembannya, (3) Mampu memacu meningkatnya produktivitas kerja, (4) Mampu menjamin kesejahteraan PNS itu sendiri, (5) Memenuhi kebutuhan hidup keluarga PNS, (6) Mendorong prestasi kerja PNS, (7) Mampu untuk 4|Page
  • 5. mengarahkan PNS agar memusatkan perhatian, pikiran, dan tenaganya hanya untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya. Kenyataannya, kondisi tersebut belum mampu diwujudkan. Hal ini bisa kita lihat pada kondisi pelayanan publik yang disediakan oleh Pemerintah Daerah yang masih disoroti miris oleh masyarakat. Kondisi ini terjadi dikarenakan unsur penyelenggaranya (baca : PNS) belum mampu menjalankan perannya sebagai pelayan masyarakat secara optimal dan profesional. Kondisi ini secara umum dianggap terjadi karena kurang memadainya gaji yang diterima, oleh karenanya masih banyak kasus yang ditemukan di daerah terkait kinerja PNS diantaranya, pungutan liar, suap, korupsi, mark-up, pengeluaran fiktif, dan berbagai bentuk „uang pelicin‟ adalah bentuk-bentuk pelanggaran aturan yang dilakukan untuk tujuan menambah pendapatan (extra income) yang dilakukan baik dalam jam kerja atau setelah jam kerja. Kondisi ini menyebabkan kinerja PNS semakin disorot dan dianggap hanya menghabiskan anggaran negara tanpa ada kontribusi yang signifikan (Sulistyo, 2007). Konsekuensinya, reorientasi dan restrukturisasi sumberdaya aparatur adalah kebutuhan mendesak untuk dilaksanakan, disamping penataan kelembagaan dan tatalaksana organisasi pemerintahan. Hal ini terutama disebabkan karena beberapa hal diantaranya, tuntutan masyarakat akan pelayanan publik yang lebih baik, efektif dan efisien juga kinerja aparatur daerah yang cenderung masih dinilai rendah. Kinerja aparatur akan berkorelasi positif dengan kinerja organisasi yang secara langsung, dalam konteks organisasi pelayanan publik, akan menghasilkan suatu layanan publik yang berkualitas. Upaya reorientasi dan restrukturisasi sumberdaya aparatur daerah dapat dilakukan melalui 2 (dua) pendekatan: a. Pendekatan Jangka Panjang Diperlukan perbaikan sistem manajemen kepegawaian secara menyeluruh yang didasarkan pada kompetensi (competency based) mulai dari rekrutmen, succession planning, pengembangan karir, process improvement, sistem penilaian kinerja, sistem penggajian, promosi, reward and punishment, serta pelaksanaan pendidikan dan pelatihan. b. Pendekatan Jangka Pendek Pemberian tunjangan kesejahteraan daerah adalah langkah awal yang dapat ditempuh untuk segera membenahi kondisi aparatur daerah, terutama dalam mendorong peningkatan kinerja dan memotivasi aparatur daerah dalam melaksanakan tugasnya. Pemberian tunjangan kesejahteraan daerah ini sesuai dengan PP No. 58 tahun 2005 pasal 63 ayat (2) bahwa pemerintah daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai negeri sipil daerah berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah, dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Tambahan penghasilan adalah upaya pemerintah daerah untuk memberikan penghasilan diluar penghasilan yang diterima selama ini yang dananya diambil dari APBD setelah mendapatkan persetujuan dari DPRD. Tujuannya adalah untuk semakin meningkatkan kesejahteraan seluruh pegawainya, dan di lain pihak diharapkan secara langsung dapat meningkatkan semangat dan kualitas kerja. Perlu dipahami bahwa tambahan penghasilan ini berbeda dengan tunjangan kinerja yang merupakan imbas 5|Page
  • 6. pelaksanaan reformasi birokrasi. Sebagaimana dijelaskan dalam Permenpan dan RB No. 20 tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014, bahwa tunjangan kinerja merupakan fungsi dari keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi atas dasar kinerja yang telah dicapai oleh seseorang individu pegawai. Kinerja individu pegawai yang dimaksud tentunya harus sejalan dengan kinerja yang hendak dicapai oleh instansinya. Oleh karena itu, tunjangan kinerja individu pegawai dapat meningkat atau menurun sejalan dengan peningkatan atau penurunan kinerja yang diukur berdasarkan Indikator Kinerja Utama. Sementara itu, remunerasi (dalam hal ini tambahan penghasilan dari Pemerintah Daerah) adalah semua bentuk imbalan yang diterima pegawai atas kontribusi yang diberikannya kepada organisasi. Pemberian remunerasi bersifat fleksibel, yaitu dapat bersifat langsung atau tidak langsung, dapat berbentuk tunai atau nontunai, dan dapat diberikan secara reguler atau pada waktu-waktu tertentu. Remunerasi diberikan dalam bentuk, gaji pokok, tunjangan, dan imbalan lainnya. Dengan diberlakukannya kebijakan tambahan penghasilan bagi PNS daerah diharapkan berdampak kepada peningkatan kesejahteraan pegawai. Pemberian tambahan penghasilan tersebut bersifat rutin diterima pegawai per-bulan sehingga menumbuhkan keyakinan pegawai dalam menetapkan perencanaan kebutuhan hidupnya. Disisi lain pemberian tambahan penghasilan diarahkan agar seluruh PNS termasuk pegawai pada lini depan pelayanan agar dapat meningkatkan disiplin dan kinerjanya dan dapat memberikan kualitas layanan sesuai Standar Operating Procedure (SOP) yang ditetapkan (KPK, 2007). Transparansi dan akuntabilitas unit pelayanan publik terkait erat dengan tinggi rendahnya indeks korupsi Indonesia. Peningkatan disiplin dan kinerja di unit ini diharapkan dapat meningkatkan indeks korupsi yang akan berkorelasi positif dengan peningkatan investasi di Indonesia. Pemberian Tambahan Penghasilan bagi PNSD (TPP) ini telah dilakukan dibeberapa daerah, dan secara umum hasilnya cukup signifikan, minimal dapat meningkatkan kedisiplinan dan kesejahteraan PNSD. Namun disisi lain, dasar perhitungan pemberian TPP tersebut kerap dipertanyakan oleh BPK, terutama pada pembebanannya dalam APBD yang cukup besar, serta dasar dalam penentuan TPP tiap jabatannya. Praktek Pemberian Tambahan Penghasilan di Berbagai Daerah Beberapa pemerintah daerah telah menerapkan tunjangan/ insentif tambahan/ tambahan penghasilan di luar gaji pokok bagi pegawainya dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas kinerja pemerintah daerah serta meningkatkan kesejahteraan pegawai. Meskipun tunjangan diberikan dengan tujuan yang sama, peristilahan pemberian tunjangan/insentif tambahan berbeda-beda antar daerah, diantaranya (PKP2A III LAN, 2010) : - Pemerintah Provinsi Gorontalo disebut dengan Tunjangan Kinerja Daerah (TKD). Penggunaan istilah tersebut didasari oleh keinginan pemerintah provinsi gorontalo untuk mengubah perilaku atau memperbaiki kinerja aparaturnya. - Kota Pekanbaru disebut Tunjangan Penghasilan dan Peningkatan Kesejahteraan (TPPK), penggunaan istilah ini dilatarbelakangi kebijakan pemerintah Kota Pekanbaru untuk melakukan pemerataan honor atau penghasilan antar pegawai. - Kabupaten Solok disebut Tunjangan Daerah. Penggunaan istilah ini didorong oleh keinginan pemerintah daerah untuk menghilangkan kesenjangan/ ketimpangan 6|Page
  • 7. penghasilan yang cukup tinggi antar jabatan serta untuk mendorong produktivitas kerja aparatur daerah. - Kabupaten Jembrana disebut dengan Tunjangan Kesejahteraan Daerah. Pemberian tunjangan kesejahteraan daerah ini sebagai bentuk perhatian sekaligus kompensasi bagi pegawai di lingkungan pemerintah kabupaten jembrana atas kinerja baik yang mereka berikan. - Selanjutnya di Kabupaten Paser sendiri menggunakan istilah Tambahan Penghasilan Pegawai Negeri Sipil (TPP) sebagai upaya Pemerintah Kabupaten Paser untuk meningkatkan kesejahteraan PNS-nya melalui peningkatan penghasilan yang diberikan dan sebagai bentuk kompensasi atas tuntutan kinerja yang semakin tinggi kepada pegawainya. Penulis menemukan bahwa pemberlakuan TPP juga menimbulkan masalah, seperti yang terjadi di Provinsi Jawa Barat dalam Pikiran Rakyat (2010) yang memberitakan bahwa : - DPRD Provinsi Jawa Barat menemukan sistem TPP yang diberlakukan di provinsi tersebut telah meningkatkan anggaran belanja tidak langsung dari Rp 1,6 Triliun pada APBD 2010 menjadi Rp 2,05 Triliun pada RAPBD 2011 (meningkat Rp 0,45 Triliun). - Sejumlah PNS di lingkungan Pemprov Jawa Barat meminta kebijakan tunjangan tambahan penghasilan (TPP) dikaji ulang karena tidak mencerminkan asas keadilan. - Pergub No. 119/2009 tentang pemberian insentif berbasis kinerja (IBK) direncanakan ditinjau ulang Temuan lainnya terjadi di Provinsi Kalimantan Selatan sebagaimana diberitakan dalam Banjarmasin Post (2010) menyebutkan “kebijakan Gubernur Rudy Ariffin menaikkan tunjangan daerah ibarat madu sehingga mengundang ratusan PNS dari daerah berbondong-bondong untuk mutasi menjadi PNS di Pemprov Kalsel. Data hingga Agustus 2010, tercatat 500 PNS mengajukan pindah tugas ke Pemprov. Salah satu motifnya karena tergiur besarnya tunjangan tersebut. Meningkatkan tunjangan PNS daerah berarti menyedot belanja pembangunan pada APBD, padahal alokasi itu bisa saja bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan tidak sekadar membayar gaji pegawai” Problematika tersebut terjadi mungkin dikarenakan tidak dilakukannya kajian secara mendalam sebelum kebijakan TPP tersebut diberlakukan, atau mungkin juga terjadi karena model perhitungan yang digunakan dalam menentukan besaran TPP kurang memperhitungkan 2 (dua) hal yang sangat vital yaitu besaran TPP yang dialokasikan dalam APBD dan jumlah aparatur daerah yang dimiliki. Pertimbangan Vital Dalam Penetapan Tambahan Penghasilan PNSD Pemberian insentif yang selama ini diterapkan pada dasarnya merupakan bentuk pengalihan honor-honor kegiatan yang diberikan kepada para pegawai dari level tertinggi hingga level terendah di semua unit kerja baik dinas, badan, maupun kantor. Akumulasi honor tersebut kemudian diditribusikan kembali dalam bentuk insentif dan diberikan kepada semua pegawai secara proporsional. Sehingga secara keseluruhan tidak terlalu berpengaruh terhadap anggaran daerah. Kebijakan ini akan memberikan dampak positif yang besar bagi keberlangsungan organisasi, berkurangnya gap 7|Page
  • 8. pendapatan antar satuan/unit kerja sebagai akibat pendistribusian honorarium secara proporsional berdasarkan beban dan kondisi kerja akan memacu kinerja dari seorang pegawai dimanapun mereka ditempatkan (KPK, 2007). Perbaikan penghasilan merupakan instrumen yang telah diimplementasikan oleh beberapa daerah dalam usaha meningkatkan kinerja pegawainya. Kabupaten Solok telah melakukannya sejak tahun 2004, Pemerintah Provinsi Gorontalo sejak tahun 2004, Pemerintah Kota Pekanbaru sejak tahun 2006 dan Pemerintah Kabupaten Jembrana sejak tahun 2006. Konsekuensi dari adanya perbaikan renumerasi tersebut adalah terciptanya peningkatan kinerja dan semakin menunjang kesejahteraan pegawai yang memadai. Tambahan penghasilan bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) di daerah ini juga ditujukan untuk mengurangi kecemburuan antara pegawai di tempat yang “basah” dan pegawai ditempat yang “kering”. Kondisi ini secara langsung akan mencegah dampak timbulnya kepincangan organisasi dikarenakan PNS hanya akan memiliki semangat bekerja pada satuan kerja ataupun unit kerja yang memiliki honorarium yang besar atau tempat “basah” dan keengganan untuk berkinerja pada tempat „kering”. Besaran nominal insentif yang diberikan kepada pegawai bervariasi diantara beberapa daerah, hal ini tentu disesuaikan dengan kemampuan daerah dalam memberikan tambahan penghasilan tersebut. Kota Pekanbaru secara umum mampu memberikan insentif dalam jumlah nominal yang lebih besar dari daerah lain. Kota yang berada di provinsi penghasil minyak tersebut mampu memberikan insentif kepada pegawai tingkat staf sebesar Rp 750 ribu/bulan, sama dengan di Provinsi Gorontalo. Sedangkan di Kabupaten Jembrana sebesar Rp 200 ribu, dan Kabupaten Solok Rp 150 ribu. Tabel 1. Perbandingan Besaran Tambahan Penghasilan di Berbagai Daerah Diolah dari berbagai sumber, 2009 8|Page
  • 9. Berdasarkan tabel 1 di atas, terlihat bahwa masing-masing daerah memiliki besaran tambahan penghasilan yang berbeda-beda. Namun demikian, secara umum jika ditinjau dari hierarki besaran penghasilan dengan jabatan yang dimiliki memiliki tingkat kesenjangan yang cukup jauh. Tingginya perbedaaan/ kesenjangan penghasilan antara jabatan satu dengan yang lainnya dikhawatirkan akan mendorong kecemburuan sosial, disamping kesejahteraan yang terwujud juga akan sangat timpang. Kondisi ini terlihat pada level jabatan eselon III sampai IV di Kota Pekanbaru yang penghasilan tambahannya cukup rapat diantara level jabatan tersebut, namun dengan eselon II ke atas perbedaannya cukup jauh; di Kabupaten Solok hal serupa juga terjadi; dan di Kabupaten Jembrana dimana antara level eselon III/ a dan III/ b disamakan, padahal tingkat tanggung jawab pekerjaan dua eselon tersebut cukup berbeda. Berdasarkan uraian diatas, penentuan besarnya tambahan penghasilan kepada aparatur daerah, perlu memperhatikan secara serius 2 (dua) hal vital berikut dan tidak jarang kurang begitu diperhatikan oleh pemerintah daerah dalam menentukan besaran TPP: 1. Besarnya APBD yang dialokasikan untuk Tambahan Penghasilan Tinggi rendahnya APBD yang dimiliki sangat berpengaruh terhadap porsi tambahan penghasilan yang dapat dialokasikan. Meskipun demikian, perlu diketahui bahwa dalam menentukan besarnya tambahan penghasilan yang diberikan kepada pegawai, alurnya harus dimulai dari APBD terlebih dulu, yaitu menentukan porsi (%) alokasi Tambahan Penghasilan dalam APBD terlebih dahulu. Setelah itu besarnya nilai tambahan penghasilan tersebut disebar berdasarkan tingkatan jabatan secara proporsional. Langkah ini cukup akurat untuk menjaga beban TPP pada APBD. Praktek yang selama ini terjadi adalah menentukan besaran TPP untuk masing- masing jabatan terlebih dahulu, baru kemudian melihat total nilai TPP yang dibutuhkan dalam APBD. Sehingga secara otomatis alokasi TPP dalam APBD akan sangat besar. Senada dengan hal ini, dari hitungan Kementerian Dalam Negeri dalam Kontan-Online (2010) menyebutkan bahwa baik pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota dalam setahun rata-rata menghabiskan anggaran untuk pegawai sebesar 56% dari total anggaran seluruhnya. Jika sebagian besar komposisi APBD hanya untuk membiayai kebutuhan pegawai, bagaimana mungkin sektor pembangunan lainnya dapat berkontribusi dengan optimal. Mendagri (2011) juga mengingatkan agar daerah berusaha meningkatkan belanja modal dan barangnya serta berupaya mengurangi belanja aparaturnya, sebab peningkatan belanja modal dan barang/ jasa dapat menggerakkan perekonomian daerah. Penulis menyarankan bahwa untuk menentukan porsi (%) alokasi Tambahan Penghasilan PNSD dalam APBD, pemerintah daerah dapat melakukan 2 (dua) hal : a) Menghitung seluruh pembiayaan honorarium kegiatan bagi seluruh PNSD yang dikeluarkan pemerintah daerah setiap tahunnya dalam APBD, dan selanjutnya total pengeluaran (honorarium) tersebut dikonversi ke dalam persentase (%). Persentase inilah yang kemudian menjadi dasar atau basis dalam perhitungan TPP. Dengan demikian, pemberian TPP pada dasarnya bukan merupakan bentuk pembiayaan baru atau beban baru bagi APBD, melainkan pembiayaan yang secara rutin dikeluarkan untuk membiayai honorarium PNSD seperti tahun- tahun sebelumnya. 9|Page
  • 10. b) Pemerintah daerah bersama DPRD menetapkan secara langsung porsi (%) alokasi TPP dalam APBD. Penetapan secara langsung dapat dilakukan dengan melakukan proyeksi terhadap perkembangan APBD dimasa-masa mendatang. Sehingga, bisa saja persentase alokasi TPP dalam APBD tersebut lebih besar atau bahkan lebih kecil dibandingkan alokasi untuk pembiayaan honorarium PNSD yang selama ini dikeluarkan. 2. Banyaknya aparatur daerah yang dimiliki Pemberian tambahan penghasilan kepada PNSD selain memperhatikan besarnya tambahan penghasilan yang dialokasikan dalam APBD, juga harus memperhatikan jumlah pegawai yang dimiliki. Semakin banyak jumlah pegawai yang dimiliki maka tambahan penghasilan yang dapat diberikan kepada PNSD akan semakin kecil. Sebaliknya, semakin sedikit jumlah pegawai maka tambahan penghasilan yang diberikan akan semakin besar. Kondisi seperti inilah yang kemudian dapat menyadarkan Pemerintah Daerah untuk tidak merekrut pegawai secara berlebihan dan sebenarnya tidak dibutuhkan oleh daerah, sehingga yang terjadi adalah pembebanan terhadap APBD. Berikut ditampilkan rasio perbandingan antara APBD dengan jumlah PNS yang ada dibeberapa daerah. Perbandingan ini diperlukan untuk melihat kekuatan APBD untuk membiayai satuan PNS yang ada, dan dari kekuatan APBD inilah akan terlihat pengaruh banyaknya PNS yang dimiliki terhadap APBD. Tabel 2. Perbandingan Total APBD Dengan Jumlah PNS di Beberapa Daerah Jumlah PEMDA Total APBD Rasio APBD : PNS PNS Prov. Kaltim Rp 5.970.000.000.000 7250 Rp 823.448.276 Kabupaten Malinau Rp 1.500.000.000.000 2672 Rp 561.377.246 Kabupaten Tarakan Rp 1.301.916.323.099 3421 Rp 380.566.011 Prov. Gorontalo Rp 500.000.000.000 2289 Rp 218.435.998 Kabupaten Paser Rp 1.086.453.754.777 5662 Rp 191.885.156 Kota Pekanbaru Rp 1.250.000.000.000 8422 Rp 148.420.803 Sumber : Dari Berbagai Sumber, 2010 Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa rasio APBD dan PNS di Provinsi Gorontalo lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten paser maupun Kota Pekanbaru, padahal jumlah APBD mereka jauh lebih tinggi. Kondisi ini membuktikan bahwa kekuatan APBD Provinsi Gorontalo cukup besar, sehingga pada dasarnya tambahan penghasilan yang diberikan di Provinsi Gorontalo seharusnya dapat lebih tinggi dibandingkan kabupaten paser dan kota pekanbaru. Dengan demikian, besarnya APBD dan jumlah PNS yang dimiliki adalah kunci utama yang harus diperhatikan oleh pemerintah daerah sebelum menetapkan besaran tambahan penghasilan kepada para pegawainya. Setelah dua hal pokok diatas telah jelas, penyusunan unsur-unsur tambahan penghasilan menjadi komponen berikutnya untuk dianalisis, sebagai dasar dalam 10 | P a g e
  • 11. pemberian tambahan penghasilan sebagaimana yang telah diatur dalam Permendagri No. 59 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 39 ayat (2) yang menyebutkan bahwa tambahan penghasilan diberikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pegawai berdasarkan beban kerja, tempat bertugas, kondisi kerja, kelangkaan profesi, prestasi kerja, dan/ atau pertimbangan objektif lainnya. Berdasarkan ketentuan tersebut dijelaskan bahwa : - Tambahan penghasilan berdasarkan beban kerja diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang dibebani pekerjaan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang dinilai melampaui beban kerja normal. - Tambahan penghasilan berdasarkan tempat bertugas diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang dalam melaksanakan tugasnya berada di daerah memiliki tingkat kesulitan tinggi dan daerah terpencil. - Tambahan penghasilan berdasarkan kondisi kerja diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang dalam melaksanakan tugasnya berada pada lingkungan kerja yang memiliki resiko tinggi. - Tambahan penghasilan berdasarkan kelangkaan profesi diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang dalam mengemban tugas memiliki ketrampilan khusus dan langka. - Tambahan penghasilan berdasarkan prestasi kerja diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang memiliki prestasi kerja yang tinggi dan/atau inovasi. - Selanjutnya tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan objektif lainnya diberikan dalam rangka peningkatan kesejahteraan umum pegawai, seperti pemberian uang makan dan lain-lain. Seluruh pertimbangan-pertimbangan pokok diatas perlu dicermati dengan baik dalam setiap kajian kebijakan TPP sebelum ditetapkan, sehingga penerapan TPP dapat membawa angin segar bagi PNSD itu sendiri dan kinerja pemerintahan daerah secara agregat tanpa perlu mengganggu atau mengambil porsi pembiayaan untuk sektor lainnya dalam APBD. Pemberian tambahan penghasilan sebagai perbaikan penghasilan PNS tidak hanya dapat dilakukan oleh daerah dengan kapasitas fiskal yang tinggi, melainkan seluruh daerah dapat menerapkannya. Prinsip yang harus dipegang adalah bahwa pemberian tambahan penghasilan ini tidak membebani APBD atau dengan kata lain tidak sebagian besar porsi APBD hanya untuk membiayai PNSD, dan besarannya harus melihat kemampuan APBD daerah yang bersangkutan. Oleh karenanya, persetujuan dari DPRD menjadi prasyarat mutlak lainnya untuk dapat memberlakukan pemberian tambahan penghasilan ini. Pembangunan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh tetap menjadi prioritas utama dari penyelenggaraan pemerintahan. Indeks Insentif Jabatan : Solusi Penentuan Besaran TPP Dalam hubungannya dengan pemberian kompensasi, pada umumnya terdapat 4 (empat) metode yang digunakan. Dua metode pertama biasanya dipakai oleh Pemerintah dan dua metode selanjutnya dipakai oleh dunia swasta, keempat metode tersebut (Handoko, 2009) adalah : 1. Metode Penentuan Peringkat (Ranking Method) 2. Metode Klasifikasi (Grade/ Classification Method) 11 | P a g e
  • 12. 3. Metode Perbandingan Faktor (Factor Comparison Method) 4. Metode Sistem Angka (Point System Method) Metode yang digunakan dan dikembangkan dalam penentuan pemberian TPP dalam tulisan ini adalah metode klasifikasi (Grade/Classification Method) jabatan dan merupakan salah satu metode non-kuantitatif yang biasa dipakai di lingkungan pemerintahan. Metode klasifikasi adalah metode dengan penyusunan klasifikasi/ standar untuk kelompok-kelompok pekerjaan yang akan digunakan untuk menilai pekerjaan- pekerjaan yang ada. Deskripsi standar diperbandingkan dengan deskripsi pekerjaan untuk menentukan kelas atau grade pekerjaan. Pekerjaan yang lebih penting/ strategis diberikan kompensasi yang lebih tinggi (Handoko, 2009). Standar yang dimaksudkan tersebut dalam tulisan ini disebut sebagai Indeks Insentif Jabatan (IIJ). Indeks insentif jabatan merupakan pola baru dalam penentuan tambahan penghasilan PNS yang dikembangkan oleh PKP2A III LAN sejak tahun 2009 yang didasarkan pada penilaian indeks jabatan masing-masing tingkatan jabatan yang ada sesuai proporsi tertentu secara berjenjang dengan total ratio nilai baku =”1”, artinya adalah dengan pendekatan indeks insentif jabatan ini, besarnya APBD yang dialokasikan untuk TPP dapat disebarkan secara akurat dan terkontrol tanpa ada kelebihan ataupun kekurangan. Proporsi tertentu dan berjenjang itulah yang kemudian memunculkan perbedaan nilai indeks antara jabatan yang satu dengan jabatan lainnya yang kemudian menghasilkan besaran TPP yang berbeda pula antara jabatan satu dengan jabatan lainnya. Indeks insentif jabatan juga memegang teguh perbedaan- perbedaan berikut : - Hierarki Jabatan, Yang Meliputi Besarnya Tanggung Jawab, Beratnya Beban Kerja, Luasnya Span Of Control, dan Kompleksnya Permasalahan Yang Dihadapi. Ini menerangkan bahwa semakin tinggi level eselon maka beban untuk melakukan pengawasan, koordinasi, pembinaan, dan fasilitasi pada jabatan-jabatan dibawahnya juga semakin besar. Dengan demikian, semakin tinggi hierarki jabatan, maka IIJ-nya akan semakin tinggi pula. Dalam PP No. 100 tahun 2000 jo. PP No. 13 Tahun 2002 Tentang Pengangkatan PNS Dalam Jabatan Struktural juga menyebutkan bahwa eselon adalah tingkatan jabatan struktural, yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil. Dimana dalam pasal 3 ayat (2) menjelaskan bahwa penetapan eselon, ditetapkan berdasarkan penilaian atas bobot tugas, tanggung jawab, dan wewenang. Sehingga semakin tinggi level eselon atau jabatan PNSD maka IIJ-nya juga secara linear semakin tinggi. - Pada penggunaan TPP ini diusahakan Agar Kesenjangan Kesejahteraan Antar Jabatan dan Kesenjangan Insentif Antar Jabatan Tidak Terlalu Timpang (proporsional). Hal ini penting untuk mencegah adanya kecemburuan sosial antar PNSD, tetapi tetap mengedepankan semangat untuk mencapai level jabatan yang lebih tinggi dengan IIJ yang lebih tinggi pula. Selanjutnya, untuk menyelaraskan Indeks Insentif Jabatan (IIJ) dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan, maka perhitungan besaran Tambahan Penghasilan 12 | P a g e
  • 13. PNS dilakukan dengan menerapkan pola gabungan, yaitu antara Indeks Insentif Jabatan dan Pola Pembagian Unsur Tambahan Penghasilan (dalam Permendagri No. 59 Tahun 2007). Secara sederhana, setelah besaran TPP telah ditentukan berdasarkan IIJ, maka besaran TPP tersebut disebar sesuai proporsi yang telah disusun. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut. Besaran TPP berdasarkan perhitungan IIJ Gambar 1. Penyebaran TPP setelah perhitungan Indeks Insentif Jabatan ke dalam Unsur Tambahan Penghasilan Penyebaran ini sangat diperlukan untuk mengetahui besarnya peranan masing-masing unsur tambahan penghasilan dalam Permendagri No. 59 Tahun 2007. Penggabungan kedua pola (IIJ dan Pembagian Unsur Tambahan Penghasilan) ini dirasakan cukup efektif dan rasional, serta memberikan gambaran rinci mengenai tingkatan-tingkatan (grade) TPP masing-masing jabatan sehingga sangat layak untuk diterapkan dengan argumentasi : - Penggabungan kedua pola tersebut akan memenuhi pertimbangan empiris dan pertimbangan ketentuan peraturan perundangan (PerMendagri 59 tahun 2007) secara lebih komprehensif. - Besarnya APBD yang dialokasikan untuk TPP dapat dikontrol secara akurat. - Penggabungan kedua pola tersebut lebih menjamin secara jelas, detail, dan lengkap penggunaan alokasi TPP dari APBD. - Penggabungan kedua pola tersebut juga mencerminkan upaya pemerataan kesejahteraan secara objektif bagi seluruh PNS di lingkungan Pemerintah daerah yang bebasis pada kinerja pegawai (performance-based incentive). Pada gambar tersebut di atas terlihat bahwa prestasi kerja dan beban kerja memegang porsi yang sangat besar yaitu 80 %. Pemberian TPP yang dikembangkan didasarkan pada kinerja pegawai (merit system) sehingga unsur-unsur yang terkait dengan kinerja diberikan prosentase tinggi dibandingkan unsur lainnya. Penjelasan terhadap masing-masing besarnya proporsi unsur tambahan penghasilan pada gambar. 1 tersebut sebagai berikut : - Tambahan Penghasilan Minimum diberikan persentase 5 %. Unsur ini diberikan nilai terkecil karena merupakan jumlah minimal yang akan diterima oleh pegawai yang besarnya diharapkan sama setiap bulannya dan akan diterima secara utuh tanpa mempertimbangkan aspek apapun yang terkait dengan kinerja. 13 | P a g e
  • 14. - Beban Kerja diberikan persentase 35 %, dikarenakan TPP pada dasarnya diberikan dalam rangka meningkatkan pelaksanaan dan penyelesaian tugas-tugas pegawai secara optimal, oleh karenanya unsur ini diberikan bobot yang cukup besar. - Kondisi kerja diberikan bobot sebesar 15 %. Kondisi kerja disini diartikan sebagai resiko kerja yang timbul sebagai akibat pelaksanaan tugas pegawai. Resiko kerja pada dasarnya dialami oleh seluruh tingkatan jabatan, terutama diberikan sebagai kompensasi terhadap resiko hukum dan administratif yang mungkin dialami. - Prestasi kerja diberikan bobot tertinggi yakni 45 %, dikarenakan TPP ini diharapkan dapat mendorong peningkatan kinerja, daya kreasi, inovasi, semangat kerja, serta motivasi untuk bekerja optimal untuk kepentingan kemajuan organisasi. Pengurangan tambahan penghasilan (TPP) yang diberikan kepada PNS dapat dilakukan pada komponen Prestasi Kerja dan/ atau dapat pula komponen Beban Kerja. Komponen-komponen pengurang tersebut disamping memiliki persentase terbesar yang akan berpengaruh nyata jika pegawai yang bersangkutan kurang mampu menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik; juga dapat memacu semangat kerja/ produktivitas pegawai untuk terus memperoleh tambahan penghasilan yang maksimum. Adanya komponen pengurang TPP diharapkan dapat menimbulkan efek positif bagi kemajuan dan pencapaian tujuan organisasi, serta berkurangnya permasalahan-permasalahan akibat kurang produktifnya pegawai yang dimiliki. Untuk lebih jelasnya pengaplikasian pola gabungan Indeks Insentif Jabatan dan Pembagian Unsur Tambahan Penghasilan (Permendagri No. 59 Tahun 2007) yang telah diterapkan di Kabupaten paser, Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3. 14 | P a g e
  • 15. Sumber : PKP2A III LAN, 2010 Hal yang perlu dicermati adalah total tambahan penghasilan yang diberikan tersebut bersifat tetap setiap tahunnya. Adapun persentase alokasi TPP dalam APBD, hanya merupakan penentuan ideal yang digunakan sebagai awal penentuan total nilai kebutuhan TPP pada semua tingkatan jabatan yang ada. Sehingga bukan berarti bahwa setiap tahun TPP akan berubah mengikuti persentase yang telah ditetapkan dan juga mengikuti peningkatan APBD. Namun, TPP akan diberikan secara tetap pada tahun-tahun berikutnya meskipun terjadi kenaikan APBD, namun jika terjadi penurunan APBD, besaran TPP akan disesuaikan kembali dengan tetap memegang prinsip tidak mengganggu alokasi anggaran untuk pembangunan daerah lainnya. Karena nilai besaran TPP tersebut tetap, maka akan berefek pada persentase kebutuhan alokasi TPP dalam APBD yang sebenarnya akan terus berkurang seiring dengan kenaikan APBD. Perlu dipahami juga bahwa pemberian tambahan penghasilan tentu akan menyedot APBD, yang tidak lain adalah merupakan uang masyarakat yang diperoleh dari pembayaran pajak dan eksplorasi Sumber Daya Alam daerah. Oleh karenanya pemberian tambahan penghasilan bagi PNS juga secara langsung akan mengikutsertakan partisipasi aktif masyarakat didalamnya. Pada tataran organisasi, implikasi yang dipersyaratkan antara lain tuntutan peningkatan efektivitas kerja, cara/ mekanisme kerja, dan peningkatan kinerja. Sementara pada tataran individual, konsekuensinya lebih nyata, misalnya tuntutan kedisiplinan yang lebih tinggi, ketaatan terhadap aturan yg lebih baik, kesadaran untuk berperilaku sesuai kode etik, kemauan untuk menandatangani kontrak kinerja dan bekerja lebih keras, juga kesiapan menerima sanksi jika gagal memenuhi target yang ditetapkan. Dan yang lebih penting lagi adalah jaminan tidak terdapatnya lagi aksi KKN atau bentuk-bentuk pungutan liar. Disadari bahwa masih terdapat 2 (dua) komponen lagi yang belum dicover oleh IIJ dan Pembagian Unsur Tambahan Penghasilan tersebut diatas. Dalam Permendagri No. 59 Tahun 2007 disebutkan bahwa pemberian tambahan penghasilan juga perlu didasarkan pada tempat bertugas dan kelangkaan profesi. Tidak dimasukkannya kedua komponen ini dalam perhitungan sebelumnya dikarenakan hanya berlaku secara spesifik pada jabatan tertentu saja. Oleh karenanya, jika kemudian kita menyebut komponen yang dicover oleh IIJ dan Pembagian Unsur Tambahan Penghasilan sebagai Tambahan Penghasilan Umum (TPU). Maka pada beberapa jabatan tertentu, selain diberikan TPU, juga diberikan Tambahan Penghasilan Khusus (TPK) yang besarannya ditentukan berdasarkan professional judgment dengan melihat karakteristik kekhususan yang ada. Adapun kekhususan tersebut yaitu - Tempat Bertugas TPK ini sebagai kompensasi kepada pegawai akan minimnya sarana transportasi serta fasilitas/ infrastruktur lainnya yang dapat berakibat pada lebih mahalnya kebutuhan hidup sehari-hari. Besaran TPK ini akan menurun seiring dengan meningkatnya tingkat kemudahan dalam memperoleh sarana transportasi dan fasilitas/ infrastruktur kebutuhan dasar. 15 | P a g e
  • 16. - Kelangkaan Profesi Dikarenakan keterbatasan jumlah suatu pekerjaan tertentu yang sangat dibutuhkan keberadaannya, serta dikarenakan pekerjaan tersebut menuntut keahlian tinggi dan memiliki kerumitan yang tinggi, maka untuk pekerjaan-pekerjaan misalnya dokter spesialis, anestesi, teknik elektromedik, ataupun auditor diberikan TPK karena kelangkaan profesi tersebut. Jabatan fungsional yang tingkat kelangkaannya tinggi, menuntut keahlian yang sangat tinggi serta kerumitan yang sangat tinggi pula, maka akan mendapatkan tunjangan yang tinggi. Dan besarannya akan menurun seiring dengan menurunnya tingkat kelangkaan jabatan tersebut. Penutup Dua dari tiga fokus utama dari capacity building menurut Eade (1998) adalah investing in people dan investing in organization. Investing in people mengandung makna bahwa manusia merupakan aktor yang harus mampu berbuat bagi kehidupan dan masa depannya, sedangkan investing in organization dilakukan berdasarkan pertimbangan organisasi merupakan alat atau wadah yang digunakan manusia dalam mencapai tujuan bersama secara efektif. Kedua hal itulah yang coba dijawab melalui pemberian TPP. TPP secara akumulatif akan menjadi gairah dan energi bagi seluruh organisasi daerah untuk lebih maju, sebab didalamnya (TPP) telah dirancang untuk mewujudkan SDM aparatur yang berintegritas, netral, kompeten, capable, profesional, mampu bersaing, berkinerja tinggi dan sejahtera. Pemberlakuan TPP bagi PNSD juga semakin meningkatkan bargaining position pekerjaan aparatur pemerintah, sehingga untuk bisa terlibat didalamnya (direkrut atau ditempatkan pada suatu posisi) dibutuhkan pergulatan kecakapan dan keunggulan yang lebih dan inilah keberhasilan capacity building tersebut. Disisi lain, diharapkan dapat sebagai loncatan awal bagi daerah untuk menyambut gelombang reformasi birokrasi secara menyeluruh. DAFTAR PUSTAKA Banjarmasin Post, 2010. Tunjangan dan kinerja PNS. Dapat diakses di www.banjarmasin.tribunnews.com, edisi senin, 4 Oktober 2010 Dwiyanto, Agus., 2010. Reformasi Aparatur Daerah Untuk Keberhasilan Desentralisasi di Indonesia. Tulisan dimuat dalam Buku Reformasi Aparatur Negara Ditinjau Kembali. Yogyakarta: Penerbit Gava Media dan Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik dan Magister Administrasi Publik. Eade, D., 1998. Capacity Building:An Approach to People-Centered Development. Dalam tulisan Yeremias T. Keban (2010) berjudul Isu Pengembangan kapasitas dan good governance dalam Reformasi Birokrasi. Yogyakarta: Penerbit Gava Media dan Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik dan Magister Administrasi Publik Handoko, Hani., 2009. Kompensasi. Seri Manajemen Sumberdaya Manusia. Dapat diakses di www.elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_manajemen_ sumber_daya_manusia/bab_8_kompensasi.pdf+kompensasi+filetype:pdf 16 | P a g e
  • 17. Kontan-Online, 2010. Efisiensi Anggaran, Mendagri Hitung Ulang Jumlah PNS. Edisi Jumat, 06 Agustus 2010 KPK, 2007. Meningkatkan Kinerja PNS Melalui Perbaikan Penghasilan : Analisa TKD di Pemerintah Provinsi Gorontalo dan TPPK di Pemerintah Kota Pekanbaru. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi-Direktorat Penelitian dan Pengembangan. Miftah Thoha 2006. Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia. Jakarta: Prenada Media Pikiran Rakyat, 2010. Kebijakan TPP Perlu Dikaji Ulang. Dapat diakses di www.pikiranrakyat.com, edisi Jumat, 17 September 2010 PKP2A III LAN, 2010. Naskah Akademik Rancangan Peraturan Bupati Paser Tentang Pemberian Tambahan Penghasilan Pegawai Negeri Sipil (TPP) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Paser. Kerjasama Pemerintah Kabupaten Paser dan Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III Lembaga Administrasi Negara. Samarinda: PKP2A III LAN Sulistyo, Agustinus., 2007. Konsep Sistem Penggajian PNS di Indonesia. Tulisan disajikan dalam bentuk makalah. Jakarta: LAN Peraturan Perundang-Undangan PP No. 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Permendagri No. 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Permenpan dan RB No. 20 Tahun 2010 Tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010- 2014 UU No. 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian 17 | P a g e