SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 28
ACARA II
LIPIDA DAN LIPASE
A. Tujuan Praktikum
Praktikum acara II “Lipida dan Lipase” ini, bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh suhu dingin terhadap kenampakkan beberapa jenis
minyak dan lemak.
2. Mengetahui ketengikan minyak dengan metode Kreiss.
3. Mengetahui kualitas minyak dengan uji Angka Asam.
4. Mengetahui adanya aktivitas enzim Lipase dari Kacang Tanah.
B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan teori
Lipida adalah senyawa organik yang tidak larut dalam air tapi dapat
diekstraksi dengan pelarut nonpolar seperti kloroform, eter dan benzena.
Senyawa organik ini terdapat dalam semua sel dan berfungsi sebagai
komponen struktur sel, sebagai simpanan bahan bakar metabolik, sebagai
bentuk untuk mengangkut bahan bakar, sebagai komponen pelindung
dinding sel dan juga sebagai komponen pelindung kulit vertebrata.
Beberapa senyawa lipida mempunyai aktivitas biologis yang sangat
penting dalam tubuh, diantaranya vitamin dan hormone. Ditinjau dari
sudut nutrisi, lemak merupakan sumber kalori penting di samping berperan
sebagai pelarut berbagai vitamin (Gerindra, 1986).
Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang
diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu
gram minyak atau lemak. Angka asam yang besar menunjukkan asam
lemak bebas yang besar yang berasal dari hidrolisa minyak ataupun karena
proses pengolahan yang kurang baik. Meski tinggi angka asam makin
rendah kualitasnya (Martoharsono, 1978).
Dalam cairan yang mengandung asam lemak dikenal peristiwwa
“tengik”. Bau yang khas ini disebabkan karena adanya senyawaan
campuran asam keto dan asam hidroksiketo yang berasal dari dekomposisi
asam lemak yang terdapat dalam cairan itu. Sampai sekarang reaksi
menjadi tengik dikenal sebagai reaksi radikal asam lemak tidak jenuh
(Sudarmadji,dkk, 2010).
Proses oksidasi apabila terjadi kontak antara oksigen dengan
minyak dan akan menyebabkan ketengikan karena proses oksidasi ini
disebut oxidative rancidity. Enzim dapat menguraikan minyak dan akan
menyebabkan minyak tersebut menjadi tengik, ketengikan itu disebut
enzymatic rancidity. Lipase yang bekerja memecah lemak menjadi gliserol
dan asam lemak serta menyebabkan minyak berwarna gelap. Sedangkan
enzim peroksida membantu proses oksidasi minyak sehingga
menghasilkan keton. Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang
masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan
trigliserida tidak berwarna. Minyak yang berwarna oranye atau kuning
disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak. Bau dan
flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya
asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan
bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone.
Titik cair minyak sawit berbeda dalam nilai kisaran suhu, karena minyak
kelapa sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai
titik cair yang berbeda-beda. Mutu minyak kelapa sawit yang baik
mempunyai kadar kurang dari 0,1% dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01
%, kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (kurang lebih 2% atau
kurang) (Muchtadi dkk, 2010).
Pembuatan gliserol dengan cara hidrolisis dapat dilakukan dengan
bantuan katalis atau tanpa katalis. Hidrolisis tanpa katalis dilakukan pada
suhu 373oC, sedangkan dengan katalis dapat dilakukan pada suhu 100oC.
Katalis yang dapat digunakan bisa berupa katalis homogen (HCl dan
H2SO4) dan katalis heterogen berupa resin. Keunggulan katalis homogen
adalah konversi reaksi yang dihasilkan lebih besar dibandingkan katalis
heterogen. Reaksi hidrolisis minyak biji karet dengan katalis HCl
mendapatkan konversi reaksi sebesar 84%. Pemilihan HCl sebagai katalis
disebabkan karena sifatnya yang lebih reaktif dan harganya yang murah.
semakin pekat katalisator, maka reaksi hidrolisis dapat menghasilkan
gliserol yang maksimum. Namun bila katalis terlalu pekat maka gliserol
yang dihasilkan berkurang, karena ada sebagian dari katalisator yang
terarangkan, sehingga kurang reaktif. Penggunaan asam pekat yang juga
merupakan oksidator kuat memungkinkan untuk terbentuk arang
(Aziz, 2013).
Lipase digunakan untuk modifikasi lemak dan minyak terutama
karena sifat enzim yang begitu spesifik. Kinerja enzim lipase ditentukan
oleh parameter dari media reaksi, yaitu pelarut ini polaritas atau log P
(koefisien hidrofobik-hidrofilik), aktivitas air (aw), pembawa imobilisasi.
Sifat-sifat lipase dapat dipengaruhi oleh teknik reaksi rekayasa media,
berdasarkan kimianya modifikasi atau dengan menutup enzim dengan
surfaktan atau lipid (Adamczak, 2004).
Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik
yang disebut roses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal
asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidai dimulai dari
pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor
yang dapat mempercapat reaksi seperti cahaya, panas peroksida lemak atau
hidroperoksida logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co dan Mn. Dengan
adanya airlemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak.
Hidrolisis sangat menurunkan mutu minyak goreng, minyak yang telah
terhidrolisis, smoke point-nya menurun. Pencegahan ketengikan pada
minyak dapat dilakukan dengan melakukan penyimpanan pada tempat
tertutup dan dingin. Wadah lebih baik terbuat dari stainless steel, minyak
atau lemak harus terhindar dari logam besi atau tembaga. Bila makanan
telah diolah menjadi bahan makanan maka pola ketengikanya akan
berbeda misal kandungan gula yang tinggi mengurangi adanya ketengikan.
Serta adanya antioksidan, adanya antioksidan akan menhambat proses
terjadinya ketengikan (Winarno, 1984).
2. Tinjauan bahan
Angka asam pada minyak dan lemak menunjukkan kandungan
asam lemak bebas yang mempengaruhi kualitas minyak dan lemak. Angka
asam yang tinggi pada minyak jelantah diakibatkan oleh proses hidrolisis
pada saat proses penggorengan. Angka asam dapat diturunkan dengan
proses adsorpsi. Pembentukan asam lemak bebas dalam minyak goreng
bekas atau jelantah diakibatkan oleh proses hidrolisis yang terjadi selama
prosess penggorengan yang biasanya dilakukan pada suhu 160-200oC. uap
air yang dihasilkan pada saat proses penggorengan, menyebabkan
terjadinya hidrolisis terhadap trigliserida, menghasilkan asam lemak bebas,
digliserida, monogliserida, dan gliserol yang diindikasikan dari angka
asam (Mardina, 2012).
Hidrolisis minyak juga bisa dilakukan secara enzimatis
menggunakan enzim lipase. Enzim lipase menghidrolisis minyak
(trigliserida), digliserida dan mono gliserida menghasilkan asam lemak
bebas dan gliserol. enzim lipase lebih mudah menghidrolisis asam lemak
tidak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Asam lemak rantai pendek
lebih dahulu terhidrolisis daripada asam lemak rantai panjang. Tetapi
karena asam kaprilat jumlahnya jauh lebih banyak dari asam kaproat,
maka enzim lipase lebih banyak bertemu dengan asam kaprilat
(Su’i, 2013).
Selama ini produksi asam lemak dari kelapa sawit diperoleh
dengan cara hidrolisa minyak sawit dengan menggunakan air pada suhu
sekitar 240 oC – 260 oC dan tekanan 45 –50 bar. Cara lain yang digunakan
adalah dengan menghidrolisa minyak sawit secara enzimatik, yaitu dengan
menggunakan enzim lipase. Ditinjau dari segi ekonomi dan teknik, kedua
cara ini dinilai kurang efisien karena untuk pembuatan asam lemak ini
diperlukan terlebih dahulu satu pabrik pengolahan CPO sebagai bahan
bakunya. Untuk mengatasi hal ini, maka perlu dikaji suatu alternatif proses
pembuatan asam lemak yang lebih murah. Alternatif proses yang dikaji
adalah dengan memproduksi secara langsung asam lemak dari buah segar
kelapa sawit secara enzimatik, yaitu dengan cara mengaktifkan enzim
lipase yang terdapat pada buah kelapa sawit (Tambun, 2007).
Dalam proses industri yang ada saat ini,minyak sawit mentah
dihidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol pada 250 oC dan tekanan 50
bar selama 2 jam untuk mencapai konversi 96-99%. Nisbah air terhadap
minyak yang digunakan bervariasi pada rentang 0,4–1,5 (w/w), dengan
kondisi tersebut, polimerisasi lemak dan pembentukan produk samping
akan terjadi sehingga dihasilkan asam lemak yang berwarna sangat gelap
dan larutan gliserol yang tidak berwarna. Pemurnian lebih lanjut dengan
distilasi diperlukan untuk menghilangkan warna dan pemisahan hasil
samping tersebut. Hidrolisis yang diikuti distilasi untuk memurnikan
merupakan proses yang memerlukan energi yang sangat besar. Oleh
karena itu, akan sangat menguntungkan untuk mengembangkan proses
dengan konsumsi energi yang rendah dan menghasilkan produk yang tidak
berwarna (Setyopratomo, 2012).
Minyak sawit, seperti biji minyak lainnya, adalah ester asam lemak
gliserol biasa disebut trigliserida. Ia memiliki tinggi proporsi asam
palmitat jenuh (C16) yang mana mungkin saja disebabkan nilainya dalam
pembuatan sabun. minyak sawit ini juga mengandung lemak tak jenuh
yang tinggi, terutama yang berasal dari asam oleat. Dalam keadaan
aslinya, minyak sawit mengandung karotenoid (0,05-0,2%) yang
memberikan warna merah (Njoku, 2010).
Minyak dan lemak adalah bagian dari kelompok senyawa dikenal
sebagai ester lemak atau trigliserida, dan hidrolisis mereka dasarnya
melibatkan reaksi dengan air untuk menghasilkan asam lemak yang
berharga gratis dan gliserol. Ada tiga rute utama saat ini digunakan untuk
hidrolisis lemak dan minyak dalam produksi asam lemak ; tekanan tinggi
membelah uap, hidrolisis basa dan enzimatik hidrolisis. Para enzim lipase
yang secara khusus mengkatalisis hidrolisis minyak menjadi asam lemak
bebas dan gliserol pada hubungan antara dua cairan. Trigliserida ini
disebut "lipid", tidak larut dalam fase air, sehingga reaksi harus mengambil
tempat pada antar muka air dan fase lipid (Murty, 2002).
Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tak
jenuh dengan persentase yang hampir sama. Asam lemak yang pada rantai
hidrokarbonnya terdapat ikatan rangkap disebut asam lemak tidak jenuh,
dan apabila tidak terdapat ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya
disebut asam lemak jenuh. Asam palmitat dan asam oleat merupakan asam
lemak yang dominan terkandung dalam minyak sawit, sedangkan
kandungan asam lemak linoleat dan asam stearatnya sedikit. Asam
palmitat merupakan asam lemak jenuh rantai panjang yang memiliki titik
cair (meelting point) yang tinggi yaitu 64°C. Kandungan asam palmitat
yang tinggi ini membuat minyak sawit lebih tahan terhadap oksidasi
(ketengikan) dibanding jenis minyak lain. Asam oleat merupakan asam
lemak tidak jenuh rantai panjang dengan panjang rantai C18 dan memiliki
satu ikatan rangkap. Titik cair asam oleat lebih rendah dibanding asam
palmitat yaitu 14°C (Zulkifli dan Estiasih, 2014).
C. Metodologi
1. Alat
a. Gelas beker 500 ml
b. Gelas ukur
c. Tabung reaksi dan rak tabung reaksi
d. Pipet ukur
e. Timbangan
f. Erlenmeyer 250 ml
g. Pemanas
h. Pendingin Balik
i. Pipet tetes
j. Alat Sentrifugasi
k. Waterbath
l. Stopwatch
m. Buret Titrasi
2. Bahan
a. Minyak sawit
b. Lemak sapi
c. Minyak wijen
d. Minyak zaitun
e. Minyak baru
f. Minyak bekas
g. Minyak lama di kaleng
h. Air
i. Air dingin <100 C
j. HCl
k. Phloroglucinol 1%
l. Alkohol 96%
m. Alkohol netral
n. Indikator phenolphtalein
o. NaOH 0,01 N
p. NaOH 0,1 N
q. Kacang tanah
r. NaCl 0,1 M
s. Susu
3. Cara Kerja
a. Pengaruh Suhu Dingin Terhadap Kenampakan Beberapa Jenis Minyak
b. Pengujian Ketengikan Minyak dengan Metode Kreiss Test.
1 ml minyak baru, miyak
bekas, minyak lama+air,
minyak lama di kaleng dan
1 ml HCl
1 ml
phloroglucin
-ol 1%
Digojog homogen
Ditambahkan dan dibiarkan selama 10
menit
Di sentrifusi 3 menit pada rotasi 1500
rpm
Diamati lapisan warna pink yang terjadi
jika minyak tengik
10 ml
minyak
kelapa
sawit,
lemak
sapi,
minyak
wijen,
minyak
zaitun.
Dimasukkan sampel pada masing-masing
tabung dan diamati warna, bau, serta
kondisinya pada suhu kamar
Disiapkan 8 tabung reaksi
Dimasukkan tiap minyak pada tabung
kedalam gelas beaker 500 ml yang berisi
air dingin < 100 C
Diamati perubahan warna, bau, dan
kenampakannya
Diamati warna, bau, dan kenampakannya
c. Pengujiam Angka Asam
d. Uji aktivitas Enzim Lipase
1) Penyiapan larutan enzim
5 g minyak
baru/bekas
Ditimbang, dimasukkan kedalam
erlenmeyer 250 ml
Ditambahkan dan dididihkan 10
menit dengan pemanas yang
dilengkapi dengan pendingin balik
50 ml
alkohol 96%
5 tetes
indikator pp
Ditambah
Dititrasi sampai warna merah
jambu
NaOH 0,1 N
Dibandingkan jumlah titran yang
diperlukan
10 g kacang
tanah
Ditimbang, dan dihancurkan
Ditambahkan lalu dibiarkan
selama 30 menit selama 30 menit
100 ml 0,1 M
NaCl
Disaring dan diperoleh filtrat
(enzim kasar)
2) Uji Aktivitas Enzim
Dimasukkan dalam erlenmeyer 100
ml dan diseimbangkan suhunya
dalam waterbath 300 C
8 ml substrat
(susu) atau
blanko (NaCl
0,1 M)
2 ml larutan
enzim
Diinkubasi pada suhu 300 C selama
10 menit
40 ml
alkohol
Di catat NaOH yang dibutuhkan
untuk mentitrasi
Ditambahkan dan dititrasi dengan
NaOH 0,01 N hingga tepat merah
jambu
Ditambahkan
Ditambahkan
5 tetes
phenolphtalein
NaOH 0,01 N
D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 2.1 Kenampakan Jenis Minyak dan Lemak dalam Suhu Dingin
Kel Sampel
Suhu Ambien (Ruang) Suhu Dingin < 100C
Warna Bau Wujud Warna Bau Wujud
9.
Minyak
Sawit
Kuning
jernih
Tidak
berbau
Cair
Kuning
jernih
Tidak
berbau
Agak
kental
10.
Lemak
Sapi
Kuning
pekat
Menyengat Kental
Kuning
lebih
pekat
Lebih amis Padat
11.
Minyak
Wijen
Kuning
coklat
Menyengat Cair
Kuning
coklat
Menyengat
Agak
kental
12.
Minyak
Zaitun
Kuning
terang
Wangi Cair Kuning
Sedikit
wangi
Kental
13.
Minyak
Sawit
Kuning
jernih
Tidak
Berbau
Cair
Kuning
jernih
Tidak
berbau
Agak
kental
14.
Lemak
Sapi
Kuning
Pekat
Menyengat Kental
Kuning
lebih
pekat
Lebih Amis Padat
15.
Minyak
Wijen
Kuning
coklat
Menyengat Cair
Kuning
coklat
Wijen
menyengat
Agak
kental
16.
Minyak
Zaitun
Kuning
terang
Wangi Cair kuning
Sedikit
wangi
Kental
Sumber : Laporan Sementara
Sifat fisik minyak dan lemak sangat ditentukan oleh suhu yang
dialaminya. Secara umum sifat fisik minyak dan lemak ditentukan oleh
susunan asam lemak tersebut di dalam triasigliserol. Dalam praktikum ini
digunakan empat sampel minyak yaitu Minyak sawit, Lemak sawit, minyak
wijen, dan Minyak zaitun. Karakteristik masing-masing minyak tersebut
berbeda. Sehingga ketika diberi perlakuan suhu perubahanya berbeda-beda
dilihat dari segi warna, bau dan kondisi atau keadaan padat maupun cair.
Percobaan ini dilakukan dengan tujuan mengetahui pengaruh suhu dingin
terhadap kenampakan minyak-minyak tersebut.
Pada minyak sawit kelompok kami dan kelompok 13 meghasilkan hasil
yang sama setelah ditambahkan air dingin yaitu berwarna kuning jernih, tidak
berbau dan berwujud kental. Minyak sawit termasuk minyak yang memiliki
kadar lemak jenuh yang tinggi. Minyak sawit berwujud setengah padat pada
temperatur ruangan dan memiliki beberapa jenis lemak jenuh
diantaranya asam laurat (0.1%), asam miristat (1%), asam stearat (5%),
dan asam palmitat (44%). Minyak sawit juga memiliki lemak tak jenuh dalam
bentuk asam oleat (39%), asam linoleat (10%), dan asam alfa
linoleat (0.3%). Seperti semua minyak nabati, minyak sawit tidak
mengandung kolesterol meski konsumsi lemak jenuh diketahui menyebabkan
peningkatan kolesterol lipoprotein densitas rendah dan lipoprotein densitas
tinggi akibat metabolisme asam lemak dalam tubuh. Menurut teori dari
Muchtadi (2005) Pada proses pembuatan minyak goreng dari kelapa sawit
ada dua fase yang berbeda, yaitu fase padat dan fase cair. Jenis yang padat
disebut stearin dengan nama asam lemak yaitu stearat. Sementara, bagian dari
minyak yang berbentuk cair disebut olein dan nama asam lemak yaitu asam
oleat atau omega 9. Proses penyaringan dua kali adalah sebutan untuk
menjelaskan pemisahan minyak fase padat dari fase cair tadi. Jadi agar
stearinnya tidak terbawa, dilakukanlah double fractination atau penyaringan
dua kali. Jika hanya dilakukan satu kali penyaringan, terkadang minyak
tersebut masih bisa membeku (biasanya disebut dengan minyak goreng
curah). Penyusun utama dari komposisi minyak kelapa sawit adalah minyak
kelapa sawit komersial mengandung asam palmitat sebanyak 40-46 % dan
asam oleat sebanyak 39-45%). Asam oleat memiliki titik leleh 16°C dan asam
palmitat memiliki titik leleh 60°C sehingga seharusnya minyak kelapa sawit
komersial pada suhu di bawah 10°C sudah tidak berwujud cair lagi. Jadi
berdasarkan teori tersebut dan berdasarkan hasil praktikum masih belum
terjadi kesesuaian yakni karena minyak sawit mengental pada penambahan
air dingin <10°C pada kelompok kami kekentalan yang terjadi dimungkinkan
karena minyak yang digunakan bukan minyak komersial yakni tidak
dilakukan double fractination atau penyaringan dua kali sehingga minyak
masih bisa membeku pada suhu dingin, kenampakan pada hasil kelompok
kami yaitu berwujud agak kental.
Lemak sapi pada kelompok 10 dan 14 yang awalnya berwarna kuning
pekat, berbau menyengat serta berwujud kental setelah diberikan tambahan
air dingin bersuhu <10o menjadi lebih pekat warna kuningnya, bau lebih amis
serta berwujud padat. lemak sapi,dimana kandungan asam lemak trans jauh
lebih besar dibandingkan denganminyak nabati, Hal ini dikarenakan lemak
sapi mengandung asam lemak jenuh. Menurut teori dari Witradharma dkk
(2009) menyatakan bahwa pada lemak sapi, kandungan asam lemak
didominasi oleh asam lemak tak jenuh tunggal yaitu asam oleat (C18:1;9),
diikuti asam lemak jenuh yaitu asam palmitat (C16:0) dan asam palmitoleat
(C16:1). Titik cair lemak sapi berarti diatas suhu ruang, hal ini dibuktikan
dengan wujud yang kental pada suhu ruang sebelum ditambahkan air dingin.
Sehingga pada suhu ruang (±27ºC) lemak sapi berwujud kental dan ketika
didinginkan dengan air dingin menjadi padat. Kekeruhanya pun menjadi
bertambah, hal ini terbukti dengan perubahan warna yang dari berwarna
kuning pekat menjadi lebih pekat lagi. Hal ini terjadi karena lemak sapi
tersebut berubah wujud dari kental menjadi padat sehingga partikel-partikel
dalam lemak sapi bersatu dalam padatan yang menyebabkan warna menjadi
lebih keruh. Karena lemak sapi sebagian besar terkandung asam lemak jenuh
hal ini menjadikan lemak sapi menjadi padat ketika diberikan air bersuhu
<10ºC, maka hasil percobaan ini sudah sesuai teori dari Rohman (2007) yang
menyatakan bahwa temperatur yang rendah atau pada suhu dingin
berpengaruh terhadap minyak/lemak karena menyebabkan kondisinya lebih
padat. Semakin panjang rantai C-nya maka titik cair semakin tinggi.
Sebaliknya, semakin banyak ikatan rangkap, maka titik cair semakin rendah.
Hal ini disebabkan ikatan rangkap antar molekul asam lemak tak jenuh tidak
lurus sehingga kurang kuat ikatannya. Adapun bentuk trans menyebabkan
titik cair lebih tinggi dari pada asam lemak dalam bentuk cis.
Sampel minyak wijen yang dilakukan oleh kelompok 11 dan 15
dihasikan warna kecoklatan seperti pada awal di suhu ruang, bau yang lebih
menyengat dibandingkan sebelum ditambahkan air dingin, serta wujudnya
menjadi lebih kental. Minyak wijen diperoleh dari biji wijen (Sesamum
indicum) yang mengandung minyak sekitar 50%. Menurut Rasyid (2003)
minyak wijen tetap cair ketika di berikan suhu >10ºC karena pada minyak
wijen mengandung ikatan rangkap . Hal ini mungkin dikarenakan minyak
wijen tercampur dengan sampel lainnya, karena penggunaan pipet ukur yang
bergantian dan tidak dibersihkan dahulu sehingga terjadi kontaminasi dengan
sampel jenis lain. Menurut teori dari Handajani (2012) wijen (Sesamum
indicum L) merupakan salah satu komoditas sumber minyak nabati. Minyak
dari biji wijen telah digunakan sebagai minyak makan, seasoning, atau salad
oil. Minyak wijen mengandung banyak asam lemak tak jenuh, terutama asam
oleat (C18:1) dan asam linoleat (C18:2, Omega-6). Minyak wijen juga
mengandung banyak vitamin E. Pada hasil percobaan dengan sampel minyak
wijen ini belum sesuai dengan teori dari Handajani (2010) makin banyak
ikatan rangkap, ikatan makin lemah, berarti titik cair akan lebih rendah.
Sehingga asam lemak jenuh mempunyai titik lebur lebih tinggi daripada asam
lemak tidak jenuh. Titik cair suatu lemak atau minyak dipengaruhi oleh sifat
asam lemak penyusunnya, diantaranya panjang rantai C, jumlah ikatan
rangkap, dan bentuk cis atau trans pada asam lemak tak jenuh. Semakin
panjang rantai C-nya maka titik cair semakin tinggi. Sebaliknya, semakin
banyak ikatan rangkap, maka titik cair semakin rendah. Hal ini disebabkan
ikatan rangkap antar molekul asam lemak tak jenuh tidak lurus sehingga
kurang kuat ikatannya. Adapun bentuk trans menyebabkan titik cair lebih
tinggi dari pada asam lemak dalam bentuk cis.
Minyak zaitun sampel percobaan yang dilakukan oleh kelompok 12 dan
16 menghasilkan warna kuning setelah ditambahkan air dingin yang
sebelumnya berwarna lebih terang, dan berbau sedikit wangi dengan wujud
kental. Minyak zaitun dikenal sebagai minyak yang sehat karena banyak
mengandung lemak tak jenuh, terutama asam oleat dan polifenol. Menurut
teori dari Witradharma dkk (2009) menyatakan bahwa minyak zaitun
memiliki komposisi asam lemak tak jenuh tunggal, yaitu asam oleat
(C18:1;9), asam lemak jenuh, yaitu asam palmitat (C16:0) dan asam lemak
tak jenuh ganda, yaitu asam linoleat (C18:2;9,12) serta asam lemak yang lain.
Asam oleat atau asam cis-9-oktadekanoat merupakan asam lemak tak
jenuh yang banyak terkandung dalam minyak nabati. Kandungan terbesar
asam oleat adalah pada minyak zaitun (5-80%). Asam lemak ini juga
terkandung dalam minyak bunga matahari, minyak raps, minyak bij angur.
Pada praktikum kali ini juga terjadi penyimpangan yang dimungkin seperti
yang terjadi pada minya wijen yakni penggunaan pipet ukur yang bergantian
dan tidak dibersihkan dahulu sehingga terjadi kontaminasi dengan sampel
jenis lain. Pada hasil ini maka sudah sesuai dengan tori dari Handajani dkk
(2010) titik cair suatu lemak atau minyak dipengaruhi oleh sifat asam lemak
penyusunnya, diantaranya panjang rantai C, jumlah ikatan rangkap, dan
bentuk cis atau trans pada asam lemak tak jenuh. Semakin panjang rantai C-
nya maka titik cair semakin tinggi. Sebaliknya, semakin banyak ikatan
rangkap, maka titik cair semakin rendah. Hal ini disebabkan ikatan rangkap
antar molekul asam lemak tak jenuh tidak lurus sehingga kurang kuat
ikatannya. Adapun bentuk trans menyebabkan titik cair lebih tinggi dari pada
asam lemak dalam bentuk cis.
Asam lemak tidak jenuh berbeda dalam jumlah dan posisi ikatan
ragkapnya, dan berbeda dengan asam lemak jenuh dalam bentuk molekul
keseluruhanya. Asam lemak tak jenuh biasanya cis. Karena itu molekul akan
bengkok pada ikatan rangkap, walaupun ada juga asam lemak tidak jenuh
dalam bentuk trans. Lemak jenuh adalah lemak di mana tidak ada ikatan
rangkap di antara atom karbon pada rantai asam lemaknya. Lemak jenuh
biasanya berbentuk padat pada suhu kamar. Dehidrogenasi mengkonversi
lemak jenuh menjadi lemak tak jenuh, sedangkan hidrogenasi sebaliknya
(Winarno, 1984).
Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tak
jenuh dengan persentase yang hampir sama. Asam lemak yang pada rantai
hidrokarbonnya terdapat ikatan rangkap disebut asam lemak tidak jenuh, dan
apabila tidak terdapat ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya disebut
asam lemak jenuh. Asam palmitat dan asam oleat merupakan asam lemak
yang dominan terkandung dalam minyak sawit, sedangkan kandungan asam
lemak linoleat dan asam stearatnya sedikit. Asam palmitat merupakan asam
lemak jenuh rantai panjang yang memiliki titik cair (meelting point) yang
tinggi yaitu 64°C. Kandungan asam palmitat yang tinggi ini membuat minyak
sawit lebih tahan terhadap oksidasi (ketengikan) dibanding jenis minyak lain.
Asam oleat merupakan asam lemak tidak jenuh rantai panjang dengan
panjang rantai C18 dan memiliki satu ikatan rangkap. Titik cair asam oleat
lebih rendah dibanding asam palmitat yaitu 14°C
(Zulkifli dan Estiasih, 2014).
Temperatur yang rendah atau pada suhu dingin berpengaruh terhadap
minyak/lemak karena menyebabkan kondisinya lebih padat. Titik lebur suatu
lemak atau minyak dipengaruhi oleh sifat asam lemak, yaitu daya tarik antar
asam lemak yang berdekatan dalam kristal. Gaya ini ditentukan oleh panjang
rantai C, jumlah ikatan rangkap, dan bentuk cis dan trans pada asam lemak
tidak jenuh. Makin panjang rantai C, titik cair akan semakin tinggi dan titik
lebur menurun dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap. Makin banyak
ikatan rangkap, ikatan makin lemah, berarti titik cair akan lebih rendah.
Sehingga asam lemak jenuh mempunyai titik lebur lebih tinggi daripada asam
lemak tidak jenuh. Titik cair suatu lemak atau minyak dipengaruhi oleh sifat
asam lemak penyusunnya, diantaranya panjang rantai C, jumlah ikatan
rangkap, dan bentuk cis atau trans pada asam lemak tak jenuh. Semakin
panjang rantai C-nya maka titik cair semakin tinggi. Sebaliknya, semakin
banyak ikatan rangkap, maka titik cair semakin rendah. Hal ini disebabkan
ikatan rangkap antar molekul asam lemak tak jenuh tidak lurus sehingga
kurang kuat ikatannya. Adapun bentuk trans menyebabkan titik cair lebih
tinggi dari pada asam lemak dalam bentuk cis (Rohman, 2007).
Menurut Edwar (2011) yang menyatakan bahwa, berdasarkan strukturnya
lemak mempunyai wujud cair dan padat. Wujud padat dan cairnya lemak
dipengaruhi oleh tingkat kejenuhan asam lemak yang terdapat di dalamnya.
Lemak yang kandungan asam lemaknya terutama asam lemak tidak jenuh
akan bersifat cair pada suhu kamar dan biasanya disebut sebagai minyak,
sedangkan yang kandungan asam lemaknya terutama asam lemak jenuh akan
berbentuk padat. Faktor penyebab terjadinya perubahan yang terjadi pada
minyak/lemak pada suhu rendah adalah struktur minyak/lemak tersebut dan
jenis ikatan. Sesuai teori Dari hasil praktikum maka berdasarkan kandungan
asam lemak jenuh hingga tidak jenuh yaitu lemak sapi, minyak zaitun,
minyak sawit dan minyak wijen.
Tabel 2.2 Hasil Uji Ketengikkan Minyak dengan metode Kreiss
Kel Sampel Sebelum Sesudah
9 Minyak baru
Terbentuk 3 lapisan :
bening, gumpalan,
bening
Terbentuk 2 lapisan :
Gumpalan, lapisan agak
pink
10
Minyak
Jelantah
Terbentuk 3 lapisan :
bening, gumpalan
cokelat, lapisan agak
kecoklatan
Terbentuk 2 lapisan,
atas: jingga keruh,
bawah: putih keruh
11
Minyak lama +
sedikit air
Terbentuk 3 lapisan :
bening, keruh krem,
kuning bening.
Berbau tengik
Terbentuk lapisan
warna merah jambu
12
Minyak baru +
sedikit air
Terbentuk 3 lapisan :
bening ada gumpalan,
kuning, bening
Terbentuk 3 lapisan :
Kuning keruh, kuning
keruh ada gelembung,
bening sedikit pink
13 Minyak baru
Terbentuk 3 lapisan :
bening, gumpalan,
bening
Terbentuk 2 lapisan :
Gumpalan, lapisan
berwarna pink
14
Minyak
Jelantah
Terbentuk 3 lapisan :
bening, gumpalan
coklat, agak coklat
Terbentuk 2 lapisan :
Lapisan merah jambu,
gumpalan
15
Minyak lama +
sedikit air
Terbentuk 3 lapisan :
gumpalan krem,
Terbentuk 2 lapisan :
Gumpalan krem,
lapisan agak merah
muda
16
Minyak baru +
sedikit air
Terbentuk 3 lapisan :
bening, ada gumpalan,
bening
Terdapat 3 lapisan :
Kuning, ada gelombang
kuning keruh, lapisan
bawah sedikit pink
Sumber : Laporan Sementara
Menurut Sumardji (2010) peristiwa “tengik”. Bau yang khas ini
faktornya diantaranya karena adanya senyawaan campuran asam keto dan
asam hidroksiketo yang berasal dari dekomposisi asam lemak yang terdapat
dalam cairan itu. Sampai sekarang reaksi menjadi tengik dikenal sebagai
reaksi radikal asam lemak tidak jenuh. Selain itu menurut teori dari Muchtadi
(2010) menambahkan faktor lain diantaranya karena terjadi kontak antara
oksigen dengan minyak ini akan menyebabkan ketengikan karena proses
oksidasi ini disebut oxidative rancidity. Enzim dapat menguraikan minyak
dan akan menyebabkan minyak tersebut menjadi tengik, ketengikan itu
disebut enzymatic rancidity. Proses terjadinya ketengikan (rancidity) akan
dipercepat apabila terdapat logam tertentu seperti tembaga, seng, timah dan
timbal dan apabila mendapat panas atau cahaya penerangan. Asam lemak
juga dapat mengalami perubahan karena dimasak pada temperatur tinggi.
Proses pemasakan pada temperatur tinggi ini menyebabkan minyak
mengalami pirolisis, yaitu suatu reaksi dekomposisi karena panas. Pirolisis
menyebabkan terbentuknya akrolein, yaitu senyawa yang bersifat racun, dan
dapat menyebabkan iritasi dengan bau khas lemak terbakar. Sehingga
ketengikkan dapat dijadikan indikator kerusakkan pada minyak, sedangkan
berdasarkan teori dari Edwar (2011) proses kerusakan minyak/lemak di dalam
bahan pangan dapat terjadi selama proses pengolahan, misalnya proses
pemanggangan, penggorengan dengan cara deep frying dan selama
penyimpanan. Kerusakan ini menyebabkan bahan pangan berlemak
mempunyai bau dan rasa yang tidak enak, sehingga dapat menurunkan mutu
dan nilai gizi bahan pangan tersebut.
Uji Kreis Prinsipnya reaksi kondensasi antara ephydrin-aldehida
dengan phloroglucinol sehingga menghasilkan warna merah jambu.
Prosedurnya lemak atau minyak ditimbang pada jumlah tertentu + asam
klorida (HCl). Dikocok dengan larutan encer phloroglucinol yang
mengandung eter, jika larutan berubah menjadi warna merah jambu dan
semakin intensif maka berarti minyak atau lemak tersebut sudah mengalami
ketengikan. Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa
tengik yang disebut roses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi
radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidai dimulai dari
pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
dapat mempercapat reaksi seperti cahaya, panas peroksida lemak atau
hidroperoksida logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co dan Mn. Dengan
adanya air lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak.
Hidrolisis sangat menurunkan mutu minyak goreng, minyak yang telah
terhidrolisis, smoke point-nya menurun. Pencegahan ketengikan pada minyak
dapat dilakukan dengan melakukan penyimpanan pada tempat tertutup dan
dingin. Wadah lebih baik terbuat dari stainless steel, minyak atau lemak harus
terhindar dari logam besi atau tembaga. Bila makanan telah diolah menjadi
bahan makanan maka pola ketengikanya akan berbeda misal kandungan gula
yang tinggi mengurangi adanya ketengikan. Serta adanya antioksidan, adanya
antioksidan akan menhambat proses terjadinya ketengikan (Winarno, 1984).
Pada percobaan diatas menggunakan sampel Minyak baru, Minyak
jelantah, minyak baru + sedikit air serta minyak lama + sedikit air. Dengan
semuanya diberi perlakuan yang sama yaitu penambahan 1 ml HCL dan 1 ml
phloroglucinol 1% lalu kemudian di tunggu selama 10 menit lalu disentrifusi
3 menit pada rotasi 1500 rpm. Fungsi dari penambahan HCl adalah untuk
menghidrasi epyhidrin-aldehid menjadi furfural. Ke dalam larutan tersebut
ditambahkan phloroglucinol, menurut Anwar (2012) fungsi penambahan
phloroglucinol adalah agar bereaksi dengan furfural membentuk kompleks
berwarna merah jambu yang akan menjadi dasar terhadap analisis ketengikan
secara kualitatif. Selanjutnya, dibiarkan dulu selama 15 menit untuk memberi
kesempatan reaksi terjadi dengan baik dan homogen. Jika larutan berwarna
merah muda maka minyak telah mengalami ketengikan. Semakin tinggi
intensitas warna yang terbentuk maka minyak semakin tengik.
Pada hasilnya hampir pada semua sampel setelah dilakukan uji kreiss
menghasilkan lapisan berwarna merah jambu, namun dengan intensitas warna
yang berbeda-beda. Ini memang mungkin terjadi pada minyak jelantah
maupun minyak lama atau minyak yang telah ditambahkan dengan air,
namun seharusnya tidak terjadi pada minyak baru. Hal ini menunjukan telah
terjadi penyimpangan pada hasil praktikum. Kesalahan dimungkinkan terjadi
karena adanya kontaminasi antara minyak lama pada minyak baru, sehingga
di dapat lapisan berwarna merah jambu pada hasil praktikum diatas. Pada
minyak yang ditambahkan dengan sedikit air memiliki potensi ketengikan
yang cukup tinggi karena adanya air mengakibatkan minyak terkontaminasi
dengan oksigen. Pada perlakuan ini menyebabkan terjadinya proses oksidasi
serta menyebabkan bau tengik pada minyak. Pada minyak lama yang
disimpan di kaleng juga memiliki potensi tengik atau rusak yang tinggi hasil
ini sudah sesuai dengan teori Edwar (2011) yaitu proses terjadinya ketengikan
(rancidity) akan dipercepat apabila terdapat logam tertentu seperti tembaga,
seng, timah dan timbal, hal ini dikarenakan logam yang terkandung dalam
kaleng dapat mempercepat proses terjaidnya ketengikan yang tentu akan
sangat berpengaruh terhadap kualitas minyak dimana semakin minyak
mengalami ketengikan maka kualitasnya akan semakin menurun.
. Pada hasil dengan sampel minyak jelantah, minyak baru + sedikit air
serta minyak lama + sedikit air dengan uji kreiss diketahui telah mengalami
ketengikan yang ditunjukan dengan warna merah jambu maka hal ini sudah
sesuai dengan teori dari Winarno (1984) yang menyatakan uji kreis
prinsipnya reaksi kondensasi antara ephydrin-aldehida dengan phloroglucinol
sehingga menghasilkan warna merah jambu. Prosedurnya lemak atau minyak
ditimbang pada jumlah tertentu + asam klorida (HCl). Dikocok dengan
larutan encer phloroglucinol yang mengandung eter, jika larutan berubah
menjadi warna merah jambu dan semakin intensif maka berarti minyak atau
lemak tersebut sudah mengalami ketengikan. Kerusakan lemak yang utama
adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut roses ketengikan. Hal ini
disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak.
Otooksidai dimulai dari pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan
oleh faktor-faktor yang dapat mempercapat reaksi seperti cahaya, panas
peroksida lemak atau hidroperoksida logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co
dan Mn.
Tabel 2.3 Hasil Pengamatan Uji Angka Asam
Kel Sampel
Berat Minyak Volume
NaOH (ml)
Angka Asam
9, 13 Minyak baru
5 gram
4 3,2
10, 14 Minyak Jelantah 5 4
11, 15 Minyak baru 10 8
12, 16 Minyak Jelantah 10 8
Sumber : Laporan Sementara
Menurut teori dari Mardina (2012) angka asam pada minyak dan
lemak menunjukkan kandungan asam lemak bebas yang mempengaruhi
kualitas minyak dan lemak. Angka asam yang tinggi pada minyak jelantah
diakibatkan oleh proses hidrolisis pada saat proses penggorengan. Angka
asam dapat diturunkan dengan proses adsorpsi. Pembentukan asam lemak
bebas dalam minyak goreng bekas atau jelantah diakibatkan oleh proses
hidrolisis yang terjadi selama prosess penggorengan yang biasanya dilakukan
pada suhu 160-200oC. uap air yang dihasilkan pada saat proses
penggorengan, menyebabkan terjadinya hidrolisis terhadap trigliserida,
menghasilkan asam lemak bebas, digliserida, monogliserida, dan gliserol
yang diindikasikan dari angka asam.
Prinsip pengujian angka asam adalah menunjukkan banyaknya asam
lemak bebas yang terdapat dalam suatu minyak. Pada praktikum kali ini
angka asam dinyatakan sebagai jumlah milligram basa berupa NaOH yang
dibutuhkan asam lemak bebas. Angka asam yang dihasilkan pada minyak
baru kelompok 9 dan 13 yaitu 3,2 dengan volume NaOH sebanyak 4 ml.
Sedangkan pada kelompok 10 dan 14 diperoleh angka asam 4 dan
penambahan NaOH sebanyak 5 ml dari sampel yang digunakan yaitu berupa
minya jelantah. Untuk praktikum yang dilaksanakan oleh kelompok 11 dan
15 menggunakan sampel minyak baru seperti pada kelompok 9 dan 13 namun
disini terjadi penyimpangan yaitu banyaknya angka asam yang dihasilkan
yaitu sebesar 8 dengan volume NaOH sebanyak 10 ml padahal seharusnya
pada minyak baru angka asam yang terbentuk tidakk sebanyak itu dibuktikan
dari penambahan volume NaOH sebanyak 10 ml, kesalahan disini terjadi
dimungkinkan karena kurang telitinya praktikan pada saat proses titrasi yaitu
kitika sudah mencapai titik ekuivalen namun praktikan masih terus
melanjutkan proses titrasi sehingga didapatka hasil yang melampaui batas.
Untuk kelompok 12 dan 16 didapatkan angka asam sebesar 8 dengan volume
NaOH yang digunakan pada saat titrasi sebanyak 10 ml. Selain dari kelompok
11 dan 15 yang terjadi penyimpangan maka kelompok lain hasilnya sesuai
sesuai dengan teori dari Martoharsono (1978) yang menyatakan angka asam
dinyatakan sebagai jumlah miligram basa yang diperlukan untuk menetralkan
asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau lemak. Angka
asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar yang berasal
dari hidrolisa minyak ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik.
Meski tinggi angka asam makin rendah kualitasnya.
Tabel 2.4 Hasil pengamatan Uji Aktivita Enzim Lipase
Kel Sampel
Warna Volume
NaOH (ml)
Aktivitas
LipaseSebelum Sesudah
9,10 Susu
Bening
terdapat
endapan
Merah
jambu
11,95 11,93 x 10-4
11,12 Blanko Bening
Merah
jambu
1,99 1,99 x 10-4
13,14 Susu
Bening
terdapat
endapan
Merah
jambu
12,00 12 x 10-4
15, 16 Blanko Bening
Merah
jambu
2,25 2,25 x 10-4
Sumber : Laporan Sementara
Menurut teori dari Su’i (2013) hidrolisis minyak juga bisa dilakukan
secara enzimatis menggunakan enzim lipase. Enzim lipase menghidrolisis
minyak (trigliserida), digliserida dan mono gliserida menghasilkan asam
lemak bebas dan gliserol. enzim lipase lebih mudah menghidrolisis asam
lemak tidak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Asam lemak rantai
pendek lebih dahulu terhidrolisis daripada asam lemak rantai panjang. Tetapi
karena asam kaprilat jumlahnya jauh lebih banyak dari asam kaproat, maka
enzim lipase lebih banyak bertemu dengan asam kaprilat. Sedangkan menurut
Hidayat (2008) Lipase (triasilgliserol hidrolase, EC 3.1.1.3) merupakan enzim
yang dapat mengkatalis berbagai macam reaksi yang meliputi hidrolisis,
inter-esterifikasi, alkoholisis, asidolisis, esterifikasi dan aminolisis. Pada
umumya, sumber lipase adalah dari mikiroba dan jamur. Lipase telah
digunakan dalam berbagai keperluan industri antara lain sintesis lipid
terstruktur, industry farmasi dan kosmetik, surfaktan, food flavor, produksi
pulp dan kertas, tekstil, dan bahan bakar biodiesel. Lipase terdapat juga pada
biji dan buah tanaman seperti palma, selada, bekatul, beras, barley, gandum,
oat, kapas, jagung, mentimun dan kacang-kacangan.
Pada percobaan kali ini enzim lipase diperoleh dari kacang
tanah.Dalam percobaan ini dapat dilihat aktifitas lipase tertinggi ada pada
sampeel substrat berupa susu dengan besarnya aktivitas enzim plipase pada
substrat pertama yaitu 11,93 x 10-4 dan pada substrat kedua dihasilkan
aktivitas enzim lipase yang lebih besar yaitu 12 x 10-4. Pengaruh pemberian
substrat (susu) terhadap aktivitas enzim yaitu seperti kita ketahui pada teori-
teori yang telah disebutkan diatas yaitu enzim lipase mengkatalisis
pemecahan lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Dalam kata lain enzim
ini akan bekerja ketika ada substrat yang sesuai yakni lipid atau lemak, karena
memang kerja enzim yang begitu spesifik. Dalam susu tentu kandungan
lemak cukup tinggi ini menunjukan enzim lipase akan bekerja pada substrat
berupa susu.
Pada sampel yang kedua berupa blanko yang merupakan campuran
dari Alkohol, Enzim dan NaCl. Fungsi penambahan NaCl disini adalah untuk
mengetahui apakah benar enzim bekerja pada pH optimal 7. Pada sampel ini
tidak dilakukan inkubasi seperti pada sampel substrat. Hal ini telah sesuai
dengan teori Menurut Yuneta (2010) pada umumnya enzim lipase dapat
beraktivitas pada kondisi suhu optimal dari 45°C - 70°C dan pH optimal pada
7, bahwa enzim merupakan protein akan meningkat aktivitasnya seiring
dengan peningkatan suhu, namun apabila melampaui batas optimumnya maka
aktivitas enzim akan menurun akibat terdenaturasi.
Pada praktikum kal ini digunakan Indikator phenolphthalein yang
merupakan indikator asam basa, indikatot ini berfungsi untuk mengetahui
kadar asam atau basa pada suatu latutan, indi katr ini akan berwarnabenng
pada suasana asam dan akan berubah menjadi merah jambu pada suasana basa
(Su’i, 2012). Lipase tidak dapat bekerja pada kondisi pH yang makin rendah.
Dengan bertambahnya pH sejalan dengan waktu maka aktifitas enzim untuk
menghisrolisis triasilgliserida makin meningkat. Proses pemanasan pada
enzim akan membuat enzim menjadi rusak dan mengurangi aktivitasnya.
Kondisi ini digunakan sebagai kondisi kontrol pada penentuan aktivitas enzim
dan juga penentuan secara perubahan pH. Pada proses titrasi larutan diamati
perubahan warna dari putih menjadi pink kemudian menjadi putih kembali.
Jika larutan tidak mengalami perubahan warna kembali maka asam lemak
yang dihasilkan dari enzim telah habis dititrasi. Bisa dikatakan bahwa enzim
lipase tidak melakukan aktifitas untuk memproduksi asam lemak kembali.
E. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa :
1. Temperatur yang rendah atau pada suhu dingin berpengaruh terhadap
minyak/lemak karena menyebabkan kondisinya lebih padat.
2. Minyak yang mengalami ketengikan adalah minyak Minyak jelantah,
Minyak lama, minyak baru + sedikit air serta minyak lama + sedikit air.
3. Angka asam pada minyak baru yaitu 3,2 sedangkan minyak jelantah 4.
4. Semakin besar angka asam dari minyak, maka kualitas dari minyak
semakin buruk.
5. Sampel yang aktivitas enzimnya lebih besar adalah sampel dengan bahan
substrat sebesar 11,93 x 10-4 pada substrat pertama 12 x 10-4 pada
substrat kedua.
LAMPIRAN
Perhitungan Uji Angka Asam :
Vol NaOH = 1. Kel. 9, 13 (4 ml)
2.Kel.10,14 (5 ml)
3.Kel.11,15 (10 ml)
4.Kel.12,16 (10 ml)
Berat minyak = 5 gr
BM NaOH = 40
N NaOH = 0,1
Angka Asam =
ml NaOH x N NaOH x BM NaOH
berat minyak (gr)
1. Angka Asam =
4 x 0,1 x 40
5
= 3,2
2. Angka Asam =
5 x 0,1 x 40
5
= 4
3. Angka Asam =
10 x 0,1 x 40
5
= 8
4. Angka Asam =
10 x 0,1 x 40
5
= 8
Perhitungan Uji Aktivitas Enzim Lipase :
Vol NaOH= 1. Kel. 9, 10(11, 95 ml)
2.Kel. 11,12 (1,99 ml)
3. Kel. 13,14 (12,00 ml)
4. Kel. 15, 16 (2,25 ml)
N NaOH = 0,01 N
g sampel = 10
Waktu = 10 menit
Aktivitas enzim =
ml NaOH x M NaOH x 10−3
mg sampel yang ditambahkan x waktu
1. Aktivitas enzim =
11,95 x 0,01
20 x 10
= 11,95 x 10-4 LU/gr
2. Aktivitas enzim =
1,99 x 0,01
20 x 10
=1,99 x 10-4 LU/gr
3. Aktivitas enzim =
12 x 0,01
20 x 10
= 12x 10-4 LU/gr
4. Aktivitas enzim =
2,25 x 0,01
20 x 10
= 2,25 x 10-4 LU/gr
DAFTAR PUSTAKA
Adamczak, Marek. 2004. The Application Of Lipases In Modifying The
Composition, Structure And Properties Of Lipids – A Review. Journal Of
Food And Nutrition Sciences Pol. J. Food Nutr Vol. 13/54, No 1 (1-5).
Aziz, Isalmi., Siti Nurbayti dan Juwita Suwandari. 2013. Pembuatan Gliserol
dengan Reaksi Hidrolisis Minyak Goreng Bekas. Jakarta.
Gerindra, Aisjah. 1986. Biokimia 1. Jakarta. Gramedia.
Handajani, Sri. Godras Jati Manuhara. dan R. Baskara Katri Anandito. 2012.
Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia Dan
Sensoris Minyak Wijen (Sesamum Indicum L.). Jurnal Agritech, Vol. 30
No. 2 (1).
Mardina, Primata, dkk. 2012. Penurunan Angka Asam pada Minyak Jelantah.
Jurnal Kimia Vol. 6 No. 2 (196-200).
Martoharsono, Soeharsono. Biokimia Jilid I. Yogyakarta. Gajah Mada University
Press.
Muchtadi, Tien R., Sugiyono dan Fitriyono Ayustaningwarno. 2010. Ilmu
Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung. Alfabeta.
Murty, Ramachandra. 2002. Hydrolysis of Oils by Using Immobilized Lipase
Enzyme. Biotechnol. Bioprocess Eng. 2002, Vol. 7, No. 2 (1-3).
Njoku, P. C dan J. C. Onwu. 2010. The Study of the Characteristics and Rancidity
of Three Species of Elaeis guineensis in South East of Nigeria. Pakistan
Journal of Nutrition. Vol. 9. No. 8 (759).
Rohman, Abdul dan Soemantri. 2007. Analisis Makanan .Yogyakarta: UGM
Press.
Setyopratomo, Puguh. 2012. Produksi Asam Lemak Dari Minyak Kelapa Sawit
dengan Proses Hidrolisis. Jurnal Teknik Kimia Vol.7, No.1 (26-27).
Sudarmadji, Slamet, Sugiyono dan Fitriyono Ayustaningwarno. 2010. Analisa
Bahan Makanan Dan Pertanian. Yogyakarta. Liberty Yogyakarta.
Su’i, Moh. 2012. Hidrolisis Minyak Kelapa oleh Enzim Lipase dari Kentos
Kelapa. Agritech, Vol. 32, No. 2 (149-151).
Tambun, Rondang. 2007. Hidrolisa Buah Kelapa Sawit Secara Enzimatik. Jurnal
Teknologi Proses Vol. 6 No. 1 (22 – 25).
Winarno, F. G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
Witradharma, Tetes Wahyu. Nur Indrawaty Lipoeto Dan Aswiyanti Asri. 2009.
Pengaruh Konsumsi Berbagai Jenis Asam Lemak Terhadap Indikator
Kejadian Aterogenesis Pada Tikus Jantan Strain Wistar. Jurnal Industria
Vol 1 No 3 (180 – 193).
Zulkifli, Mochamad. dan Teti Estiasih. 2014. Sabun dari Distilat Asam Lemak
Minyak Sawit. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No 4 (170-177).
ANALISIS KIMIA LIPIDA

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Laporan Biokimia ITP UNS SMT3 Lipida
Laporan Biokimia ITP UNS SMT3 LipidaLaporan Biokimia ITP UNS SMT3 Lipida
Laporan Biokimia ITP UNS SMT3 LipidaFransiska Puteri
 
Laporan praktikum uji asam amino
Laporan praktikum uji asam aminoLaporan praktikum uji asam amino
Laporan praktikum uji asam aminoPujiati Puu
 
Identifikasi asam amino dan protein
Identifikasi asam amino dan proteinIdentifikasi asam amino dan protein
Identifikasi asam amino dan proteinpure chems
 
Titrasi iodimetri vitamin c
Titrasi iodimetri vitamin cTitrasi iodimetri vitamin c
Titrasi iodimetri vitamin cqlp
 
Metabolisme Lipid
Metabolisme Lipid Metabolisme Lipid
Metabolisme Lipid pjj_kemenkes
 
Laporan uji ninhidrin
Laporan  uji ninhidrinLaporan  uji ninhidrin
Laporan uji ninhidrinAstri Maulida
 
04 isolasi dan inokulasi
04 isolasi dan inokulasi04 isolasi dan inokulasi
04 isolasi dan inokulasiSyahrir Ghibran
 
Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Lipida dan Lipase
Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Lipida dan LipaseLaporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Lipida dan Lipase
Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Lipida dan LipaseFransiska Puteri
 
Laporan Kimia Pangan ITP UNS Semester3 ZAT WARNA TANAMAN DAN HEWAN
Laporan Kimia Pangan ITP UNS Semester3 ZAT WARNA TANAMAN DAN HEWANLaporan Kimia Pangan ITP UNS Semester3 ZAT WARNA TANAMAN DAN HEWAN
Laporan Kimia Pangan ITP UNS Semester3 ZAT WARNA TANAMAN DAN HEWANFransiska Puteri
 
Bilangan Peroksida dan Bilangan TBA
Bilangan Peroksida dan Bilangan TBABilangan Peroksida dan Bilangan TBA
Bilangan Peroksida dan Bilangan TBAYokhebed Fransisca
 
Laporan praktikum kerapatan dan BJ
Laporan praktikum kerapatan dan BJLaporan praktikum kerapatan dan BJ
Laporan praktikum kerapatan dan BJkhoirilliana12
 

Mais procurados (20)

Lemak
LemakLemak
Lemak
 
Laporan Biokimia ITP UNS SMT3 Lipida
Laporan Biokimia ITP UNS SMT3 LipidaLaporan Biokimia ITP UNS SMT3 Lipida
Laporan Biokimia ITP UNS SMT3 Lipida
 
Uji Millon
Uji MillonUji Millon
Uji Millon
 
Laporan praktikum uji asam amino
Laporan praktikum uji asam aminoLaporan praktikum uji asam amino
Laporan praktikum uji asam amino
 
Titrasi redoks
Titrasi redoksTitrasi redoks
Titrasi redoks
 
Iodometri
IodometriIodometri
Iodometri
 
Identifikasi asam amino dan protein
Identifikasi asam amino dan proteinIdentifikasi asam amino dan protein
Identifikasi asam amino dan protein
 
Titrasi iodimetri vitamin c
Titrasi iodimetri vitamin cTitrasi iodimetri vitamin c
Titrasi iodimetri vitamin c
 
Metabolisme Lipid
Metabolisme Lipid Metabolisme Lipid
Metabolisme Lipid
 
Laporan uji ninhidrin
Laporan  uji ninhidrinLaporan  uji ninhidrin
Laporan uji ninhidrin
 
04 isolasi dan inokulasi
04 isolasi dan inokulasi04 isolasi dan inokulasi
04 isolasi dan inokulasi
 
Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Lipida dan Lipase
Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Lipida dan LipaseLaporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Lipida dan Lipase
Laporan Kimia Pangan ITP UNS SMT3 Lipida dan Lipase
 
Laporan Kimia Pangan ITP UNS Semester3 ZAT WARNA TANAMAN DAN HEWAN
Laporan Kimia Pangan ITP UNS Semester3 ZAT WARNA TANAMAN DAN HEWANLaporan Kimia Pangan ITP UNS Semester3 ZAT WARNA TANAMAN DAN HEWAN
Laporan Kimia Pangan ITP UNS Semester3 ZAT WARNA TANAMAN DAN HEWAN
 
Bilangan Peroksida dan Bilangan TBA
Bilangan Peroksida dan Bilangan TBABilangan Peroksida dan Bilangan TBA
Bilangan Peroksida dan Bilangan TBA
 
Uji Kelarutan Lemak
Uji Kelarutan LemakUji Kelarutan Lemak
Uji Kelarutan Lemak
 
Laporan praktikum nitrobenzen
Laporan praktikum nitrobenzen Laporan praktikum nitrobenzen
Laporan praktikum nitrobenzen
 
Uji Vitamin B
Uji Vitamin BUji Vitamin B
Uji Vitamin B
 
Uji lipid 1
Uji lipid 1Uji lipid 1
Uji lipid 1
 
Laporan praktikum kerapatan dan BJ
Laporan praktikum kerapatan dan BJLaporan praktikum kerapatan dan BJ
Laporan praktikum kerapatan dan BJ
 
Lipid
LipidLipid
Lipid
 

Semelhante a ANALISIS KIMIA LIPIDA

Semelhante a ANALISIS KIMIA LIPIDA (20)

LIPID 1-KIMIA GIZI.pptx
LIPID 1-KIMIA GIZI.pptxLIPID 1-KIMIA GIZI.pptx
LIPID 1-KIMIA GIZI.pptx
 
Kim (2) LEMAK
Kim (2) LEMAKKim (2) LEMAK
Kim (2) LEMAK
 
Ketengikan
KetengikanKetengikan
Ketengikan
 
Lemak
LemakLemak
Lemak
 
Rospita uli (1507036386) kelompok 3
Rospita uli (1507036386) kelompok 3Rospita uli (1507036386) kelompok 3
Rospita uli (1507036386) kelompok 3
 
Lemak dan minyak
Lemak dan minyakLemak dan minyak
Lemak dan minyak
 
Laporan minyak dan lemak
Laporan minyak dan lemakLaporan minyak dan lemak
Laporan minyak dan lemak
 
Sifat fisik,kimia, peran lemak dan minyak
Sifat fisik,kimia, peran lemak dan minyakSifat fisik,kimia, peran lemak dan minyak
Sifat fisik,kimia, peran lemak dan minyak
 
Ii lemak-dan-minyak
Ii lemak-dan-minyakIi lemak-dan-minyak
Ii lemak-dan-minyak
 
Lemak final
Lemak finalLemak final
Lemak final
 
biogas
biogasbiogas
biogas
 
Laporan lipid
Laporan lipidLaporan lipid
Laporan lipid
 
lipid-1.ppt
lipid-1.pptlipid-1.ppt
lipid-1.ppt
 
LIPID.pptx
LIPID.pptxLIPID.pptx
LIPID.pptx
 
Laporan praktikum kimia dasar 1
Laporan praktikum kimia dasar 1Laporan praktikum kimia dasar 1
Laporan praktikum kimia dasar 1
 
Chapter ii
Chapter iiChapter ii
Chapter ii
 
Soal pertanyaan
Soal pertanyaanSoal pertanyaan
Soal pertanyaan
 
ppt fistum revisi.pptx
ppt fistum revisi.pptxppt fistum revisi.pptx
ppt fistum revisi.pptx
 
Dwi eni (a1 f011029) lipid
Dwi eni (a1 f011029) lipidDwi eni (a1 f011029) lipid
Dwi eni (a1 f011029) lipid
 
14_7462_KES107_122018_1a_pdf.ppt
14_7462_KES107_122018_1a_pdf.ppt14_7462_KES107_122018_1a_pdf.ppt
14_7462_KES107_122018_1a_pdf.ppt
 

Último

Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxPurmiasih
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTIndraAdm
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 

Último (20)

Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 

ANALISIS KIMIA LIPIDA

  • 1. ACARA II LIPIDA DAN LIPASE A. Tujuan Praktikum Praktikum acara II “Lipida dan Lipase” ini, bertujuan untuk : 1. Mengetahui pengaruh suhu dingin terhadap kenampakkan beberapa jenis minyak dan lemak. 2. Mengetahui ketengikan minyak dengan metode Kreiss. 3. Mengetahui kualitas minyak dengan uji Angka Asam. 4. Mengetahui adanya aktivitas enzim Lipase dari Kacang Tanah. B. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan teori Lipida adalah senyawa organik yang tidak larut dalam air tapi dapat diekstraksi dengan pelarut nonpolar seperti kloroform, eter dan benzena. Senyawa organik ini terdapat dalam semua sel dan berfungsi sebagai komponen struktur sel, sebagai simpanan bahan bakar metabolik, sebagai bentuk untuk mengangkut bahan bakar, sebagai komponen pelindung dinding sel dan juga sebagai komponen pelindung kulit vertebrata. Beberapa senyawa lipida mempunyai aktivitas biologis yang sangat penting dalam tubuh, diantaranya vitamin dan hormone. Ditinjau dari sudut nutrisi, lemak merupakan sumber kalori penting di samping berperan sebagai pelarut berbagai vitamin (Gerindra, 1986). Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau lemak. Angka asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar yang berasal dari hidrolisa minyak ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Meski tinggi angka asam makin rendah kualitasnya (Martoharsono, 1978). Dalam cairan yang mengandung asam lemak dikenal peristiwwa “tengik”. Bau yang khas ini disebabkan karena adanya senyawaan campuran asam keto dan asam hidroksiketo yang berasal dari dekomposisi
  • 2. asam lemak yang terdapat dalam cairan itu. Sampai sekarang reaksi menjadi tengik dikenal sebagai reaksi radikal asam lemak tidak jenuh (Sudarmadji,dkk, 2010). Proses oksidasi apabila terjadi kontak antara oksigen dengan minyak dan akan menyebabkan ketengikan karena proses oksidasi ini disebut oxidative rancidity. Enzim dapat menguraikan minyak dan akan menyebabkan minyak tersebut menjadi tengik, ketengikan itu disebut enzymatic rancidity. Lipase yang bekerja memecah lemak menjadi gliserol dan asam lemak serta menyebabkan minyak berwarna gelap. Sedangkan enzim peroksida membantu proses oksidasi minyak sehingga menghasilkan keton. Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan trigliserida tidak berwarna. Minyak yang berwarna oranye atau kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak. Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone. Titik cair minyak sawit berbeda dalam nilai kisaran suhu, karena minyak kelapa sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang berbeda-beda. Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar kurang dari 0,1% dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 %, kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (kurang lebih 2% atau kurang) (Muchtadi dkk, 2010). Pembuatan gliserol dengan cara hidrolisis dapat dilakukan dengan bantuan katalis atau tanpa katalis. Hidrolisis tanpa katalis dilakukan pada suhu 373oC, sedangkan dengan katalis dapat dilakukan pada suhu 100oC. Katalis yang dapat digunakan bisa berupa katalis homogen (HCl dan H2SO4) dan katalis heterogen berupa resin. Keunggulan katalis homogen adalah konversi reaksi yang dihasilkan lebih besar dibandingkan katalis heterogen. Reaksi hidrolisis minyak biji karet dengan katalis HCl mendapatkan konversi reaksi sebesar 84%. Pemilihan HCl sebagai katalis
  • 3. disebabkan karena sifatnya yang lebih reaktif dan harganya yang murah. semakin pekat katalisator, maka reaksi hidrolisis dapat menghasilkan gliserol yang maksimum. Namun bila katalis terlalu pekat maka gliserol yang dihasilkan berkurang, karena ada sebagian dari katalisator yang terarangkan, sehingga kurang reaktif. Penggunaan asam pekat yang juga merupakan oksidator kuat memungkinkan untuk terbentuk arang (Aziz, 2013). Lipase digunakan untuk modifikasi lemak dan minyak terutama karena sifat enzim yang begitu spesifik. Kinerja enzim lipase ditentukan oleh parameter dari media reaksi, yaitu pelarut ini polaritas atau log P (koefisien hidrofobik-hidrofilik), aktivitas air (aw), pembawa imobilisasi. Sifat-sifat lipase dapat dipengaruhi oleh teknik reaksi rekayasa media, berdasarkan kimianya modifikasi atau dengan menutup enzim dengan surfaktan atau lipid (Adamczak, 2004). Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut roses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidai dimulai dari pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercapat reaksi seperti cahaya, panas peroksida lemak atau hidroperoksida logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co dan Mn. Dengan adanya airlemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Hidrolisis sangat menurunkan mutu minyak goreng, minyak yang telah terhidrolisis, smoke point-nya menurun. Pencegahan ketengikan pada minyak dapat dilakukan dengan melakukan penyimpanan pada tempat tertutup dan dingin. Wadah lebih baik terbuat dari stainless steel, minyak atau lemak harus terhindar dari logam besi atau tembaga. Bila makanan telah diolah menjadi bahan makanan maka pola ketengikanya akan berbeda misal kandungan gula yang tinggi mengurangi adanya ketengikan. Serta adanya antioksidan, adanya antioksidan akan menhambat proses terjadinya ketengikan (Winarno, 1984).
  • 4. 2. Tinjauan bahan Angka asam pada minyak dan lemak menunjukkan kandungan asam lemak bebas yang mempengaruhi kualitas minyak dan lemak. Angka asam yang tinggi pada minyak jelantah diakibatkan oleh proses hidrolisis pada saat proses penggorengan. Angka asam dapat diturunkan dengan proses adsorpsi. Pembentukan asam lemak bebas dalam minyak goreng bekas atau jelantah diakibatkan oleh proses hidrolisis yang terjadi selama prosess penggorengan yang biasanya dilakukan pada suhu 160-200oC. uap air yang dihasilkan pada saat proses penggorengan, menyebabkan terjadinya hidrolisis terhadap trigliserida, menghasilkan asam lemak bebas, digliserida, monogliserida, dan gliserol yang diindikasikan dari angka asam (Mardina, 2012). Hidrolisis minyak juga bisa dilakukan secara enzimatis menggunakan enzim lipase. Enzim lipase menghidrolisis minyak (trigliserida), digliserida dan mono gliserida menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. enzim lipase lebih mudah menghidrolisis asam lemak tidak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Asam lemak rantai pendek lebih dahulu terhidrolisis daripada asam lemak rantai panjang. Tetapi karena asam kaprilat jumlahnya jauh lebih banyak dari asam kaproat, maka enzim lipase lebih banyak bertemu dengan asam kaprilat (Su’i, 2013). Selama ini produksi asam lemak dari kelapa sawit diperoleh dengan cara hidrolisa minyak sawit dengan menggunakan air pada suhu sekitar 240 oC – 260 oC dan tekanan 45 –50 bar. Cara lain yang digunakan adalah dengan menghidrolisa minyak sawit secara enzimatik, yaitu dengan menggunakan enzim lipase. Ditinjau dari segi ekonomi dan teknik, kedua cara ini dinilai kurang efisien karena untuk pembuatan asam lemak ini diperlukan terlebih dahulu satu pabrik pengolahan CPO sebagai bahan bakunya. Untuk mengatasi hal ini, maka perlu dikaji suatu alternatif proses pembuatan asam lemak yang lebih murah. Alternatif proses yang dikaji adalah dengan memproduksi secara langsung asam lemak dari buah segar
  • 5. kelapa sawit secara enzimatik, yaitu dengan cara mengaktifkan enzim lipase yang terdapat pada buah kelapa sawit (Tambun, 2007). Dalam proses industri yang ada saat ini,minyak sawit mentah dihidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol pada 250 oC dan tekanan 50 bar selama 2 jam untuk mencapai konversi 96-99%. Nisbah air terhadap minyak yang digunakan bervariasi pada rentang 0,4–1,5 (w/w), dengan kondisi tersebut, polimerisasi lemak dan pembentukan produk samping akan terjadi sehingga dihasilkan asam lemak yang berwarna sangat gelap dan larutan gliserol yang tidak berwarna. Pemurnian lebih lanjut dengan distilasi diperlukan untuk menghilangkan warna dan pemisahan hasil samping tersebut. Hidrolisis yang diikuti distilasi untuk memurnikan merupakan proses yang memerlukan energi yang sangat besar. Oleh karena itu, akan sangat menguntungkan untuk mengembangkan proses dengan konsumsi energi yang rendah dan menghasilkan produk yang tidak berwarna (Setyopratomo, 2012). Minyak sawit, seperti biji minyak lainnya, adalah ester asam lemak gliserol biasa disebut trigliserida. Ia memiliki tinggi proporsi asam palmitat jenuh (C16) yang mana mungkin saja disebabkan nilainya dalam pembuatan sabun. minyak sawit ini juga mengandung lemak tak jenuh yang tinggi, terutama yang berasal dari asam oleat. Dalam keadaan aslinya, minyak sawit mengandung karotenoid (0,05-0,2%) yang memberikan warna merah (Njoku, 2010). Minyak dan lemak adalah bagian dari kelompok senyawa dikenal sebagai ester lemak atau trigliserida, dan hidrolisis mereka dasarnya melibatkan reaksi dengan air untuk menghasilkan asam lemak yang berharga gratis dan gliserol. Ada tiga rute utama saat ini digunakan untuk hidrolisis lemak dan minyak dalam produksi asam lemak ; tekanan tinggi membelah uap, hidrolisis basa dan enzimatik hidrolisis. Para enzim lipase yang secara khusus mengkatalisis hidrolisis minyak menjadi asam lemak bebas dan gliserol pada hubungan antara dua cairan. Trigliserida ini
  • 6. disebut "lipid", tidak larut dalam fase air, sehingga reaksi harus mengambil tempat pada antar muka air dan fase lipid (Murty, 2002). Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh dengan persentase yang hampir sama. Asam lemak yang pada rantai hidrokarbonnya terdapat ikatan rangkap disebut asam lemak tidak jenuh, dan apabila tidak terdapat ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya disebut asam lemak jenuh. Asam palmitat dan asam oleat merupakan asam lemak yang dominan terkandung dalam minyak sawit, sedangkan kandungan asam lemak linoleat dan asam stearatnya sedikit. Asam palmitat merupakan asam lemak jenuh rantai panjang yang memiliki titik cair (meelting point) yang tinggi yaitu 64°C. Kandungan asam palmitat yang tinggi ini membuat minyak sawit lebih tahan terhadap oksidasi (ketengikan) dibanding jenis minyak lain. Asam oleat merupakan asam lemak tidak jenuh rantai panjang dengan panjang rantai C18 dan memiliki satu ikatan rangkap. Titik cair asam oleat lebih rendah dibanding asam palmitat yaitu 14°C (Zulkifli dan Estiasih, 2014). C. Metodologi 1. Alat a. Gelas beker 500 ml b. Gelas ukur c. Tabung reaksi dan rak tabung reaksi d. Pipet ukur e. Timbangan f. Erlenmeyer 250 ml g. Pemanas h. Pendingin Balik i. Pipet tetes j. Alat Sentrifugasi k. Waterbath l. Stopwatch m. Buret Titrasi
  • 7. 2. Bahan a. Minyak sawit b. Lemak sapi c. Minyak wijen d. Minyak zaitun e. Minyak baru f. Minyak bekas g. Minyak lama di kaleng h. Air i. Air dingin <100 C j. HCl k. Phloroglucinol 1% l. Alkohol 96% m. Alkohol netral n. Indikator phenolphtalein o. NaOH 0,01 N p. NaOH 0,1 N q. Kacang tanah r. NaCl 0,1 M s. Susu
  • 8. 3. Cara Kerja a. Pengaruh Suhu Dingin Terhadap Kenampakan Beberapa Jenis Minyak b. Pengujian Ketengikan Minyak dengan Metode Kreiss Test. 1 ml minyak baru, miyak bekas, minyak lama+air, minyak lama di kaleng dan 1 ml HCl 1 ml phloroglucin -ol 1% Digojog homogen Ditambahkan dan dibiarkan selama 10 menit Di sentrifusi 3 menit pada rotasi 1500 rpm Diamati lapisan warna pink yang terjadi jika minyak tengik 10 ml minyak kelapa sawit, lemak sapi, minyak wijen, minyak zaitun. Dimasukkan sampel pada masing-masing tabung dan diamati warna, bau, serta kondisinya pada suhu kamar Disiapkan 8 tabung reaksi Dimasukkan tiap minyak pada tabung kedalam gelas beaker 500 ml yang berisi air dingin < 100 C Diamati perubahan warna, bau, dan kenampakannya Diamati warna, bau, dan kenampakannya
  • 9. c. Pengujiam Angka Asam d. Uji aktivitas Enzim Lipase 1) Penyiapan larutan enzim 5 g minyak baru/bekas Ditimbang, dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml Ditambahkan dan dididihkan 10 menit dengan pemanas yang dilengkapi dengan pendingin balik 50 ml alkohol 96% 5 tetes indikator pp Ditambah Dititrasi sampai warna merah jambu NaOH 0,1 N Dibandingkan jumlah titran yang diperlukan 10 g kacang tanah Ditimbang, dan dihancurkan Ditambahkan lalu dibiarkan selama 30 menit selama 30 menit 100 ml 0,1 M NaCl Disaring dan diperoleh filtrat (enzim kasar)
  • 10. 2) Uji Aktivitas Enzim Dimasukkan dalam erlenmeyer 100 ml dan diseimbangkan suhunya dalam waterbath 300 C 8 ml substrat (susu) atau blanko (NaCl 0,1 M) 2 ml larutan enzim Diinkubasi pada suhu 300 C selama 10 menit 40 ml alkohol Di catat NaOH yang dibutuhkan untuk mentitrasi Ditambahkan dan dititrasi dengan NaOH 0,01 N hingga tepat merah jambu Ditambahkan Ditambahkan 5 tetes phenolphtalein NaOH 0,01 N
  • 11. D. Hasil dan Pembahasan Tabel 2.1 Kenampakan Jenis Minyak dan Lemak dalam Suhu Dingin Kel Sampel Suhu Ambien (Ruang) Suhu Dingin < 100C Warna Bau Wujud Warna Bau Wujud 9. Minyak Sawit Kuning jernih Tidak berbau Cair Kuning jernih Tidak berbau Agak kental 10. Lemak Sapi Kuning pekat Menyengat Kental Kuning lebih pekat Lebih amis Padat 11. Minyak Wijen Kuning coklat Menyengat Cair Kuning coklat Menyengat Agak kental 12. Minyak Zaitun Kuning terang Wangi Cair Kuning Sedikit wangi Kental 13. Minyak Sawit Kuning jernih Tidak Berbau Cair Kuning jernih Tidak berbau Agak kental 14. Lemak Sapi Kuning Pekat Menyengat Kental Kuning lebih pekat Lebih Amis Padat 15. Minyak Wijen Kuning coklat Menyengat Cair Kuning coklat Wijen menyengat Agak kental 16. Minyak Zaitun Kuning terang Wangi Cair kuning Sedikit wangi Kental Sumber : Laporan Sementara Sifat fisik minyak dan lemak sangat ditentukan oleh suhu yang dialaminya. Secara umum sifat fisik minyak dan lemak ditentukan oleh susunan asam lemak tersebut di dalam triasigliserol. Dalam praktikum ini digunakan empat sampel minyak yaitu Minyak sawit, Lemak sawit, minyak wijen, dan Minyak zaitun. Karakteristik masing-masing minyak tersebut berbeda. Sehingga ketika diberi perlakuan suhu perubahanya berbeda-beda dilihat dari segi warna, bau dan kondisi atau keadaan padat maupun cair. Percobaan ini dilakukan dengan tujuan mengetahui pengaruh suhu dingin terhadap kenampakan minyak-minyak tersebut. Pada minyak sawit kelompok kami dan kelompok 13 meghasilkan hasil yang sama setelah ditambahkan air dingin yaitu berwarna kuning jernih, tidak berbau dan berwujud kental. Minyak sawit termasuk minyak yang memiliki kadar lemak jenuh yang tinggi. Minyak sawit berwujud setengah padat pada temperatur ruangan dan memiliki beberapa jenis lemak jenuh
  • 12. diantaranya asam laurat (0.1%), asam miristat (1%), asam stearat (5%), dan asam palmitat (44%). Minyak sawit juga memiliki lemak tak jenuh dalam bentuk asam oleat (39%), asam linoleat (10%), dan asam alfa linoleat (0.3%). Seperti semua minyak nabati, minyak sawit tidak mengandung kolesterol meski konsumsi lemak jenuh diketahui menyebabkan peningkatan kolesterol lipoprotein densitas rendah dan lipoprotein densitas tinggi akibat metabolisme asam lemak dalam tubuh. Menurut teori dari Muchtadi (2005) Pada proses pembuatan minyak goreng dari kelapa sawit ada dua fase yang berbeda, yaitu fase padat dan fase cair. Jenis yang padat disebut stearin dengan nama asam lemak yaitu stearat. Sementara, bagian dari minyak yang berbentuk cair disebut olein dan nama asam lemak yaitu asam oleat atau omega 9. Proses penyaringan dua kali adalah sebutan untuk menjelaskan pemisahan minyak fase padat dari fase cair tadi. Jadi agar stearinnya tidak terbawa, dilakukanlah double fractination atau penyaringan dua kali. Jika hanya dilakukan satu kali penyaringan, terkadang minyak tersebut masih bisa membeku (biasanya disebut dengan minyak goreng curah). Penyusun utama dari komposisi minyak kelapa sawit adalah minyak kelapa sawit komersial mengandung asam palmitat sebanyak 40-46 % dan asam oleat sebanyak 39-45%). Asam oleat memiliki titik leleh 16°C dan asam palmitat memiliki titik leleh 60°C sehingga seharusnya minyak kelapa sawit komersial pada suhu di bawah 10°C sudah tidak berwujud cair lagi. Jadi berdasarkan teori tersebut dan berdasarkan hasil praktikum masih belum terjadi kesesuaian yakni karena minyak sawit mengental pada penambahan air dingin <10°C pada kelompok kami kekentalan yang terjadi dimungkinkan karena minyak yang digunakan bukan minyak komersial yakni tidak dilakukan double fractination atau penyaringan dua kali sehingga minyak masih bisa membeku pada suhu dingin, kenampakan pada hasil kelompok kami yaitu berwujud agak kental. Lemak sapi pada kelompok 10 dan 14 yang awalnya berwarna kuning pekat, berbau menyengat serta berwujud kental setelah diberikan tambahan air dingin bersuhu <10o menjadi lebih pekat warna kuningnya, bau lebih amis
  • 13. serta berwujud padat. lemak sapi,dimana kandungan asam lemak trans jauh lebih besar dibandingkan denganminyak nabati, Hal ini dikarenakan lemak sapi mengandung asam lemak jenuh. Menurut teori dari Witradharma dkk (2009) menyatakan bahwa pada lemak sapi, kandungan asam lemak didominasi oleh asam lemak tak jenuh tunggal yaitu asam oleat (C18:1;9), diikuti asam lemak jenuh yaitu asam palmitat (C16:0) dan asam palmitoleat (C16:1). Titik cair lemak sapi berarti diatas suhu ruang, hal ini dibuktikan dengan wujud yang kental pada suhu ruang sebelum ditambahkan air dingin. Sehingga pada suhu ruang (±27ºC) lemak sapi berwujud kental dan ketika didinginkan dengan air dingin menjadi padat. Kekeruhanya pun menjadi bertambah, hal ini terbukti dengan perubahan warna yang dari berwarna kuning pekat menjadi lebih pekat lagi. Hal ini terjadi karena lemak sapi tersebut berubah wujud dari kental menjadi padat sehingga partikel-partikel dalam lemak sapi bersatu dalam padatan yang menyebabkan warna menjadi lebih keruh. Karena lemak sapi sebagian besar terkandung asam lemak jenuh hal ini menjadikan lemak sapi menjadi padat ketika diberikan air bersuhu <10ºC, maka hasil percobaan ini sudah sesuai teori dari Rohman (2007) yang menyatakan bahwa temperatur yang rendah atau pada suhu dingin berpengaruh terhadap minyak/lemak karena menyebabkan kondisinya lebih padat. Semakin panjang rantai C-nya maka titik cair semakin tinggi. Sebaliknya, semakin banyak ikatan rangkap, maka titik cair semakin rendah. Hal ini disebabkan ikatan rangkap antar molekul asam lemak tak jenuh tidak lurus sehingga kurang kuat ikatannya. Adapun bentuk trans menyebabkan titik cair lebih tinggi dari pada asam lemak dalam bentuk cis. Sampel minyak wijen yang dilakukan oleh kelompok 11 dan 15 dihasikan warna kecoklatan seperti pada awal di suhu ruang, bau yang lebih menyengat dibandingkan sebelum ditambahkan air dingin, serta wujudnya menjadi lebih kental. Minyak wijen diperoleh dari biji wijen (Sesamum indicum) yang mengandung minyak sekitar 50%. Menurut Rasyid (2003) minyak wijen tetap cair ketika di berikan suhu >10ºC karena pada minyak wijen mengandung ikatan rangkap . Hal ini mungkin dikarenakan minyak
  • 14. wijen tercampur dengan sampel lainnya, karena penggunaan pipet ukur yang bergantian dan tidak dibersihkan dahulu sehingga terjadi kontaminasi dengan sampel jenis lain. Menurut teori dari Handajani (2012) wijen (Sesamum indicum L) merupakan salah satu komoditas sumber minyak nabati. Minyak dari biji wijen telah digunakan sebagai minyak makan, seasoning, atau salad oil. Minyak wijen mengandung banyak asam lemak tak jenuh, terutama asam oleat (C18:1) dan asam linoleat (C18:2, Omega-6). Minyak wijen juga mengandung banyak vitamin E. Pada hasil percobaan dengan sampel minyak wijen ini belum sesuai dengan teori dari Handajani (2010) makin banyak ikatan rangkap, ikatan makin lemah, berarti titik cair akan lebih rendah. Sehingga asam lemak jenuh mempunyai titik lebur lebih tinggi daripada asam lemak tidak jenuh. Titik cair suatu lemak atau minyak dipengaruhi oleh sifat asam lemak penyusunnya, diantaranya panjang rantai C, jumlah ikatan rangkap, dan bentuk cis atau trans pada asam lemak tak jenuh. Semakin panjang rantai C-nya maka titik cair semakin tinggi. Sebaliknya, semakin banyak ikatan rangkap, maka titik cair semakin rendah. Hal ini disebabkan ikatan rangkap antar molekul asam lemak tak jenuh tidak lurus sehingga kurang kuat ikatannya. Adapun bentuk trans menyebabkan titik cair lebih tinggi dari pada asam lemak dalam bentuk cis. Minyak zaitun sampel percobaan yang dilakukan oleh kelompok 12 dan 16 menghasilkan warna kuning setelah ditambahkan air dingin yang sebelumnya berwarna lebih terang, dan berbau sedikit wangi dengan wujud kental. Minyak zaitun dikenal sebagai minyak yang sehat karena banyak mengandung lemak tak jenuh, terutama asam oleat dan polifenol. Menurut teori dari Witradharma dkk (2009) menyatakan bahwa minyak zaitun memiliki komposisi asam lemak tak jenuh tunggal, yaitu asam oleat (C18:1;9), asam lemak jenuh, yaitu asam palmitat (C16:0) dan asam lemak tak jenuh ganda, yaitu asam linoleat (C18:2;9,12) serta asam lemak yang lain. Asam oleat atau asam cis-9-oktadekanoat merupakan asam lemak tak jenuh yang banyak terkandung dalam minyak nabati. Kandungan terbesar asam oleat adalah pada minyak zaitun (5-80%). Asam lemak ini juga
  • 15. terkandung dalam minyak bunga matahari, minyak raps, minyak bij angur. Pada praktikum kali ini juga terjadi penyimpangan yang dimungkin seperti yang terjadi pada minya wijen yakni penggunaan pipet ukur yang bergantian dan tidak dibersihkan dahulu sehingga terjadi kontaminasi dengan sampel jenis lain. Pada hasil ini maka sudah sesuai dengan tori dari Handajani dkk (2010) titik cair suatu lemak atau minyak dipengaruhi oleh sifat asam lemak penyusunnya, diantaranya panjang rantai C, jumlah ikatan rangkap, dan bentuk cis atau trans pada asam lemak tak jenuh. Semakin panjang rantai C- nya maka titik cair semakin tinggi. Sebaliknya, semakin banyak ikatan rangkap, maka titik cair semakin rendah. Hal ini disebabkan ikatan rangkap antar molekul asam lemak tak jenuh tidak lurus sehingga kurang kuat ikatannya. Adapun bentuk trans menyebabkan titik cair lebih tinggi dari pada asam lemak dalam bentuk cis. Asam lemak tidak jenuh berbeda dalam jumlah dan posisi ikatan ragkapnya, dan berbeda dengan asam lemak jenuh dalam bentuk molekul keseluruhanya. Asam lemak tak jenuh biasanya cis. Karena itu molekul akan bengkok pada ikatan rangkap, walaupun ada juga asam lemak tidak jenuh dalam bentuk trans. Lemak jenuh adalah lemak di mana tidak ada ikatan rangkap di antara atom karbon pada rantai asam lemaknya. Lemak jenuh biasanya berbentuk padat pada suhu kamar. Dehidrogenasi mengkonversi lemak jenuh menjadi lemak tak jenuh, sedangkan hidrogenasi sebaliknya (Winarno, 1984). Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh dengan persentase yang hampir sama. Asam lemak yang pada rantai hidrokarbonnya terdapat ikatan rangkap disebut asam lemak tidak jenuh, dan apabila tidak terdapat ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya disebut asam lemak jenuh. Asam palmitat dan asam oleat merupakan asam lemak yang dominan terkandung dalam minyak sawit, sedangkan kandungan asam lemak linoleat dan asam stearatnya sedikit. Asam palmitat merupakan asam lemak jenuh rantai panjang yang memiliki titik cair (meelting point) yang tinggi yaitu 64°C. Kandungan asam palmitat yang tinggi ini membuat minyak
  • 16. sawit lebih tahan terhadap oksidasi (ketengikan) dibanding jenis minyak lain. Asam oleat merupakan asam lemak tidak jenuh rantai panjang dengan panjang rantai C18 dan memiliki satu ikatan rangkap. Titik cair asam oleat lebih rendah dibanding asam palmitat yaitu 14°C (Zulkifli dan Estiasih, 2014). Temperatur yang rendah atau pada suhu dingin berpengaruh terhadap minyak/lemak karena menyebabkan kondisinya lebih padat. Titik lebur suatu lemak atau minyak dipengaruhi oleh sifat asam lemak, yaitu daya tarik antar asam lemak yang berdekatan dalam kristal. Gaya ini ditentukan oleh panjang rantai C, jumlah ikatan rangkap, dan bentuk cis dan trans pada asam lemak tidak jenuh. Makin panjang rantai C, titik cair akan semakin tinggi dan titik lebur menurun dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap. Makin banyak ikatan rangkap, ikatan makin lemah, berarti titik cair akan lebih rendah. Sehingga asam lemak jenuh mempunyai titik lebur lebih tinggi daripada asam lemak tidak jenuh. Titik cair suatu lemak atau minyak dipengaruhi oleh sifat asam lemak penyusunnya, diantaranya panjang rantai C, jumlah ikatan rangkap, dan bentuk cis atau trans pada asam lemak tak jenuh. Semakin panjang rantai C-nya maka titik cair semakin tinggi. Sebaliknya, semakin banyak ikatan rangkap, maka titik cair semakin rendah. Hal ini disebabkan ikatan rangkap antar molekul asam lemak tak jenuh tidak lurus sehingga kurang kuat ikatannya. Adapun bentuk trans menyebabkan titik cair lebih tinggi dari pada asam lemak dalam bentuk cis (Rohman, 2007). Menurut Edwar (2011) yang menyatakan bahwa, berdasarkan strukturnya lemak mempunyai wujud cair dan padat. Wujud padat dan cairnya lemak dipengaruhi oleh tingkat kejenuhan asam lemak yang terdapat di dalamnya. Lemak yang kandungan asam lemaknya terutama asam lemak tidak jenuh akan bersifat cair pada suhu kamar dan biasanya disebut sebagai minyak, sedangkan yang kandungan asam lemaknya terutama asam lemak jenuh akan berbentuk padat. Faktor penyebab terjadinya perubahan yang terjadi pada minyak/lemak pada suhu rendah adalah struktur minyak/lemak tersebut dan jenis ikatan. Sesuai teori Dari hasil praktikum maka berdasarkan kandungan
  • 17. asam lemak jenuh hingga tidak jenuh yaitu lemak sapi, minyak zaitun, minyak sawit dan minyak wijen. Tabel 2.2 Hasil Uji Ketengikkan Minyak dengan metode Kreiss Kel Sampel Sebelum Sesudah 9 Minyak baru Terbentuk 3 lapisan : bening, gumpalan, bening Terbentuk 2 lapisan : Gumpalan, lapisan agak pink 10 Minyak Jelantah Terbentuk 3 lapisan : bening, gumpalan cokelat, lapisan agak kecoklatan Terbentuk 2 lapisan, atas: jingga keruh, bawah: putih keruh 11 Minyak lama + sedikit air Terbentuk 3 lapisan : bening, keruh krem, kuning bening. Berbau tengik Terbentuk lapisan warna merah jambu 12 Minyak baru + sedikit air Terbentuk 3 lapisan : bening ada gumpalan, kuning, bening Terbentuk 3 lapisan : Kuning keruh, kuning keruh ada gelembung, bening sedikit pink 13 Minyak baru Terbentuk 3 lapisan : bening, gumpalan, bening Terbentuk 2 lapisan : Gumpalan, lapisan berwarna pink 14 Minyak Jelantah Terbentuk 3 lapisan : bening, gumpalan coklat, agak coklat Terbentuk 2 lapisan : Lapisan merah jambu, gumpalan 15 Minyak lama + sedikit air Terbentuk 3 lapisan : gumpalan krem, Terbentuk 2 lapisan : Gumpalan krem, lapisan agak merah muda 16 Minyak baru + sedikit air Terbentuk 3 lapisan : bening, ada gumpalan, bening Terdapat 3 lapisan : Kuning, ada gelombang kuning keruh, lapisan bawah sedikit pink Sumber : Laporan Sementara Menurut Sumardji (2010) peristiwa “tengik”. Bau yang khas ini faktornya diantaranya karena adanya senyawaan campuran asam keto dan asam hidroksiketo yang berasal dari dekomposisi asam lemak yang terdapat dalam cairan itu. Sampai sekarang reaksi menjadi tengik dikenal sebagai reaksi radikal asam lemak tidak jenuh. Selain itu menurut teori dari Muchtadi (2010) menambahkan faktor lain diantaranya karena terjadi kontak antara oksigen dengan minyak ini akan menyebabkan ketengikan karena proses
  • 18. oksidasi ini disebut oxidative rancidity. Enzim dapat menguraikan minyak dan akan menyebabkan minyak tersebut menjadi tengik, ketengikan itu disebut enzymatic rancidity. Proses terjadinya ketengikan (rancidity) akan dipercepat apabila terdapat logam tertentu seperti tembaga, seng, timah dan timbal dan apabila mendapat panas atau cahaya penerangan. Asam lemak juga dapat mengalami perubahan karena dimasak pada temperatur tinggi. Proses pemasakan pada temperatur tinggi ini menyebabkan minyak mengalami pirolisis, yaitu suatu reaksi dekomposisi karena panas. Pirolisis menyebabkan terbentuknya akrolein, yaitu senyawa yang bersifat racun, dan dapat menyebabkan iritasi dengan bau khas lemak terbakar. Sehingga ketengikkan dapat dijadikan indikator kerusakkan pada minyak, sedangkan berdasarkan teori dari Edwar (2011) proses kerusakan minyak/lemak di dalam bahan pangan dapat terjadi selama proses pengolahan, misalnya proses pemanggangan, penggorengan dengan cara deep frying dan selama penyimpanan. Kerusakan ini menyebabkan bahan pangan berlemak mempunyai bau dan rasa yang tidak enak, sehingga dapat menurunkan mutu dan nilai gizi bahan pangan tersebut. Uji Kreis Prinsipnya reaksi kondensasi antara ephydrin-aldehida dengan phloroglucinol sehingga menghasilkan warna merah jambu. Prosedurnya lemak atau minyak ditimbang pada jumlah tertentu + asam klorida (HCl). Dikocok dengan larutan encer phloroglucinol yang mengandung eter, jika larutan berubah menjadi warna merah jambu dan semakin intensif maka berarti minyak atau lemak tersebut sudah mengalami ketengikan. Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut roses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidai dimulai dari pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercapat reaksi seperti cahaya, panas peroksida lemak atau hidroperoksida logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co dan Mn. Dengan adanya air lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Hidrolisis sangat menurunkan mutu minyak goreng, minyak yang telah
  • 19. terhidrolisis, smoke point-nya menurun. Pencegahan ketengikan pada minyak dapat dilakukan dengan melakukan penyimpanan pada tempat tertutup dan dingin. Wadah lebih baik terbuat dari stainless steel, minyak atau lemak harus terhindar dari logam besi atau tembaga. Bila makanan telah diolah menjadi bahan makanan maka pola ketengikanya akan berbeda misal kandungan gula yang tinggi mengurangi adanya ketengikan. Serta adanya antioksidan, adanya antioksidan akan menhambat proses terjadinya ketengikan (Winarno, 1984). Pada percobaan diatas menggunakan sampel Minyak baru, Minyak jelantah, minyak baru + sedikit air serta minyak lama + sedikit air. Dengan semuanya diberi perlakuan yang sama yaitu penambahan 1 ml HCL dan 1 ml phloroglucinol 1% lalu kemudian di tunggu selama 10 menit lalu disentrifusi 3 menit pada rotasi 1500 rpm. Fungsi dari penambahan HCl adalah untuk menghidrasi epyhidrin-aldehid menjadi furfural. Ke dalam larutan tersebut ditambahkan phloroglucinol, menurut Anwar (2012) fungsi penambahan phloroglucinol adalah agar bereaksi dengan furfural membentuk kompleks berwarna merah jambu yang akan menjadi dasar terhadap analisis ketengikan secara kualitatif. Selanjutnya, dibiarkan dulu selama 15 menit untuk memberi kesempatan reaksi terjadi dengan baik dan homogen. Jika larutan berwarna merah muda maka minyak telah mengalami ketengikan. Semakin tinggi intensitas warna yang terbentuk maka minyak semakin tengik. Pada hasilnya hampir pada semua sampel setelah dilakukan uji kreiss menghasilkan lapisan berwarna merah jambu, namun dengan intensitas warna yang berbeda-beda. Ini memang mungkin terjadi pada minyak jelantah maupun minyak lama atau minyak yang telah ditambahkan dengan air, namun seharusnya tidak terjadi pada minyak baru. Hal ini menunjukan telah terjadi penyimpangan pada hasil praktikum. Kesalahan dimungkinkan terjadi karena adanya kontaminasi antara minyak lama pada minyak baru, sehingga di dapat lapisan berwarna merah jambu pada hasil praktikum diatas. Pada minyak yang ditambahkan dengan sedikit air memiliki potensi ketengikan yang cukup tinggi karena adanya air mengakibatkan minyak terkontaminasi dengan oksigen. Pada perlakuan ini menyebabkan terjadinya proses oksidasi
  • 20. serta menyebabkan bau tengik pada minyak. Pada minyak lama yang disimpan di kaleng juga memiliki potensi tengik atau rusak yang tinggi hasil ini sudah sesuai dengan teori Edwar (2011) yaitu proses terjadinya ketengikan (rancidity) akan dipercepat apabila terdapat logam tertentu seperti tembaga, seng, timah dan timbal, hal ini dikarenakan logam yang terkandung dalam kaleng dapat mempercepat proses terjaidnya ketengikan yang tentu akan sangat berpengaruh terhadap kualitas minyak dimana semakin minyak mengalami ketengikan maka kualitasnya akan semakin menurun. . Pada hasil dengan sampel minyak jelantah, minyak baru + sedikit air serta minyak lama + sedikit air dengan uji kreiss diketahui telah mengalami ketengikan yang ditunjukan dengan warna merah jambu maka hal ini sudah sesuai dengan teori dari Winarno (1984) yang menyatakan uji kreis prinsipnya reaksi kondensasi antara ephydrin-aldehida dengan phloroglucinol sehingga menghasilkan warna merah jambu. Prosedurnya lemak atau minyak ditimbang pada jumlah tertentu + asam klorida (HCl). Dikocok dengan larutan encer phloroglucinol yang mengandung eter, jika larutan berubah menjadi warna merah jambu dan semakin intensif maka berarti minyak atau lemak tersebut sudah mengalami ketengikan. Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut roses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidai dimulai dari pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercapat reaksi seperti cahaya, panas peroksida lemak atau hidroperoksida logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co dan Mn. Tabel 2.3 Hasil Pengamatan Uji Angka Asam Kel Sampel Berat Minyak Volume NaOH (ml) Angka Asam 9, 13 Minyak baru 5 gram 4 3,2 10, 14 Minyak Jelantah 5 4 11, 15 Minyak baru 10 8 12, 16 Minyak Jelantah 10 8 Sumber : Laporan Sementara
  • 21. Menurut teori dari Mardina (2012) angka asam pada minyak dan lemak menunjukkan kandungan asam lemak bebas yang mempengaruhi kualitas minyak dan lemak. Angka asam yang tinggi pada minyak jelantah diakibatkan oleh proses hidrolisis pada saat proses penggorengan. Angka asam dapat diturunkan dengan proses adsorpsi. Pembentukan asam lemak bebas dalam minyak goreng bekas atau jelantah diakibatkan oleh proses hidrolisis yang terjadi selama prosess penggorengan yang biasanya dilakukan pada suhu 160-200oC. uap air yang dihasilkan pada saat proses penggorengan, menyebabkan terjadinya hidrolisis terhadap trigliserida, menghasilkan asam lemak bebas, digliserida, monogliserida, dan gliserol yang diindikasikan dari angka asam. Prinsip pengujian angka asam adalah menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang terdapat dalam suatu minyak. Pada praktikum kali ini angka asam dinyatakan sebagai jumlah milligram basa berupa NaOH yang dibutuhkan asam lemak bebas. Angka asam yang dihasilkan pada minyak baru kelompok 9 dan 13 yaitu 3,2 dengan volume NaOH sebanyak 4 ml. Sedangkan pada kelompok 10 dan 14 diperoleh angka asam 4 dan penambahan NaOH sebanyak 5 ml dari sampel yang digunakan yaitu berupa minya jelantah. Untuk praktikum yang dilaksanakan oleh kelompok 11 dan 15 menggunakan sampel minyak baru seperti pada kelompok 9 dan 13 namun disini terjadi penyimpangan yaitu banyaknya angka asam yang dihasilkan yaitu sebesar 8 dengan volume NaOH sebanyak 10 ml padahal seharusnya pada minyak baru angka asam yang terbentuk tidakk sebanyak itu dibuktikan dari penambahan volume NaOH sebanyak 10 ml, kesalahan disini terjadi dimungkinkan karena kurang telitinya praktikan pada saat proses titrasi yaitu kitika sudah mencapai titik ekuivalen namun praktikan masih terus melanjutkan proses titrasi sehingga didapatka hasil yang melampaui batas. Untuk kelompok 12 dan 16 didapatkan angka asam sebesar 8 dengan volume NaOH yang digunakan pada saat titrasi sebanyak 10 ml. Selain dari kelompok 11 dan 15 yang terjadi penyimpangan maka kelompok lain hasilnya sesuai sesuai dengan teori dari Martoharsono (1978) yang menyatakan angka asam
  • 22. dinyatakan sebagai jumlah miligram basa yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau lemak. Angka asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar yang berasal dari hidrolisa minyak ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Meski tinggi angka asam makin rendah kualitasnya. Tabel 2.4 Hasil pengamatan Uji Aktivita Enzim Lipase Kel Sampel Warna Volume NaOH (ml) Aktivitas LipaseSebelum Sesudah 9,10 Susu Bening terdapat endapan Merah jambu 11,95 11,93 x 10-4 11,12 Blanko Bening Merah jambu 1,99 1,99 x 10-4 13,14 Susu Bening terdapat endapan Merah jambu 12,00 12 x 10-4 15, 16 Blanko Bening Merah jambu 2,25 2,25 x 10-4 Sumber : Laporan Sementara Menurut teori dari Su’i (2013) hidrolisis minyak juga bisa dilakukan secara enzimatis menggunakan enzim lipase. Enzim lipase menghidrolisis minyak (trigliserida), digliserida dan mono gliserida menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. enzim lipase lebih mudah menghidrolisis asam lemak tidak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Asam lemak rantai pendek lebih dahulu terhidrolisis daripada asam lemak rantai panjang. Tetapi karena asam kaprilat jumlahnya jauh lebih banyak dari asam kaproat, maka enzim lipase lebih banyak bertemu dengan asam kaprilat. Sedangkan menurut Hidayat (2008) Lipase (triasilgliserol hidrolase, EC 3.1.1.3) merupakan enzim yang dapat mengkatalis berbagai macam reaksi yang meliputi hidrolisis, inter-esterifikasi, alkoholisis, asidolisis, esterifikasi dan aminolisis. Pada umumya, sumber lipase adalah dari mikiroba dan jamur. Lipase telah digunakan dalam berbagai keperluan industri antara lain sintesis lipid terstruktur, industry farmasi dan kosmetik, surfaktan, food flavor, produksi pulp dan kertas, tekstil, dan bahan bakar biodiesel. Lipase terdapat juga pada
  • 23. biji dan buah tanaman seperti palma, selada, bekatul, beras, barley, gandum, oat, kapas, jagung, mentimun dan kacang-kacangan. Pada percobaan kali ini enzim lipase diperoleh dari kacang tanah.Dalam percobaan ini dapat dilihat aktifitas lipase tertinggi ada pada sampeel substrat berupa susu dengan besarnya aktivitas enzim plipase pada substrat pertama yaitu 11,93 x 10-4 dan pada substrat kedua dihasilkan aktivitas enzim lipase yang lebih besar yaitu 12 x 10-4. Pengaruh pemberian substrat (susu) terhadap aktivitas enzim yaitu seperti kita ketahui pada teori- teori yang telah disebutkan diatas yaitu enzim lipase mengkatalisis pemecahan lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Dalam kata lain enzim ini akan bekerja ketika ada substrat yang sesuai yakni lipid atau lemak, karena memang kerja enzim yang begitu spesifik. Dalam susu tentu kandungan lemak cukup tinggi ini menunjukan enzim lipase akan bekerja pada substrat berupa susu. Pada sampel yang kedua berupa blanko yang merupakan campuran dari Alkohol, Enzim dan NaCl. Fungsi penambahan NaCl disini adalah untuk mengetahui apakah benar enzim bekerja pada pH optimal 7. Pada sampel ini tidak dilakukan inkubasi seperti pada sampel substrat. Hal ini telah sesuai dengan teori Menurut Yuneta (2010) pada umumnya enzim lipase dapat beraktivitas pada kondisi suhu optimal dari 45°C - 70°C dan pH optimal pada 7, bahwa enzim merupakan protein akan meningkat aktivitasnya seiring dengan peningkatan suhu, namun apabila melampaui batas optimumnya maka aktivitas enzim akan menurun akibat terdenaturasi. Pada praktikum kal ini digunakan Indikator phenolphthalein yang merupakan indikator asam basa, indikatot ini berfungsi untuk mengetahui kadar asam atau basa pada suatu latutan, indi katr ini akan berwarnabenng pada suasana asam dan akan berubah menjadi merah jambu pada suasana basa (Su’i, 2012). Lipase tidak dapat bekerja pada kondisi pH yang makin rendah. Dengan bertambahnya pH sejalan dengan waktu maka aktifitas enzim untuk menghisrolisis triasilgliserida makin meningkat. Proses pemanasan pada
  • 24. enzim akan membuat enzim menjadi rusak dan mengurangi aktivitasnya. Kondisi ini digunakan sebagai kondisi kontrol pada penentuan aktivitas enzim dan juga penentuan secara perubahan pH. Pada proses titrasi larutan diamati perubahan warna dari putih menjadi pink kemudian menjadi putih kembali. Jika larutan tidak mengalami perubahan warna kembali maka asam lemak yang dihasilkan dari enzim telah habis dititrasi. Bisa dikatakan bahwa enzim lipase tidak melakukan aktifitas untuk memproduksi asam lemak kembali. E. Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Temperatur yang rendah atau pada suhu dingin berpengaruh terhadap minyak/lemak karena menyebabkan kondisinya lebih padat. 2. Minyak yang mengalami ketengikan adalah minyak Minyak jelantah, Minyak lama, minyak baru + sedikit air serta minyak lama + sedikit air. 3. Angka asam pada minyak baru yaitu 3,2 sedangkan minyak jelantah 4. 4. Semakin besar angka asam dari minyak, maka kualitas dari minyak semakin buruk. 5. Sampel yang aktivitas enzimnya lebih besar adalah sampel dengan bahan substrat sebesar 11,93 x 10-4 pada substrat pertama 12 x 10-4 pada substrat kedua.
  • 25. LAMPIRAN Perhitungan Uji Angka Asam : Vol NaOH = 1. Kel. 9, 13 (4 ml) 2.Kel.10,14 (5 ml) 3.Kel.11,15 (10 ml) 4.Kel.12,16 (10 ml) Berat minyak = 5 gr BM NaOH = 40 N NaOH = 0,1 Angka Asam = ml NaOH x N NaOH x BM NaOH berat minyak (gr) 1. Angka Asam = 4 x 0,1 x 40 5 = 3,2 2. Angka Asam = 5 x 0,1 x 40 5 = 4 3. Angka Asam = 10 x 0,1 x 40 5 = 8 4. Angka Asam = 10 x 0,1 x 40 5 = 8 Perhitungan Uji Aktivitas Enzim Lipase : Vol NaOH= 1. Kel. 9, 10(11, 95 ml) 2.Kel. 11,12 (1,99 ml) 3. Kel. 13,14 (12,00 ml) 4. Kel. 15, 16 (2,25 ml) N NaOH = 0,01 N g sampel = 10 Waktu = 10 menit Aktivitas enzim = ml NaOH x M NaOH x 10−3 mg sampel yang ditambahkan x waktu 1. Aktivitas enzim = 11,95 x 0,01 20 x 10 = 11,95 x 10-4 LU/gr 2. Aktivitas enzim = 1,99 x 0,01 20 x 10 =1,99 x 10-4 LU/gr 3. Aktivitas enzim = 12 x 0,01 20 x 10 = 12x 10-4 LU/gr 4. Aktivitas enzim = 2,25 x 0,01 20 x 10 = 2,25 x 10-4 LU/gr
  • 26. DAFTAR PUSTAKA Adamczak, Marek. 2004. The Application Of Lipases In Modifying The Composition, Structure And Properties Of Lipids – A Review. Journal Of Food And Nutrition Sciences Pol. J. Food Nutr Vol. 13/54, No 1 (1-5). Aziz, Isalmi., Siti Nurbayti dan Juwita Suwandari. 2013. Pembuatan Gliserol dengan Reaksi Hidrolisis Minyak Goreng Bekas. Jakarta. Gerindra, Aisjah. 1986. Biokimia 1. Jakarta. Gramedia. Handajani, Sri. Godras Jati Manuhara. dan R. Baskara Katri Anandito. 2012. Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia Dan Sensoris Minyak Wijen (Sesamum Indicum L.). Jurnal Agritech, Vol. 30 No. 2 (1). Mardina, Primata, dkk. 2012. Penurunan Angka Asam pada Minyak Jelantah. Jurnal Kimia Vol. 6 No. 2 (196-200). Martoharsono, Soeharsono. Biokimia Jilid I. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. Muchtadi, Tien R., Sugiyono dan Fitriyono Ayustaningwarno. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung. Alfabeta. Murty, Ramachandra. 2002. Hydrolysis of Oils by Using Immobilized Lipase Enzyme. Biotechnol. Bioprocess Eng. 2002, Vol. 7, No. 2 (1-3). Njoku, P. C dan J. C. Onwu. 2010. The Study of the Characteristics and Rancidity of Three Species of Elaeis guineensis in South East of Nigeria. Pakistan Journal of Nutrition. Vol. 9. No. 8 (759). Rohman, Abdul dan Soemantri. 2007. Analisis Makanan .Yogyakarta: UGM Press. Setyopratomo, Puguh. 2012. Produksi Asam Lemak Dari Minyak Kelapa Sawit dengan Proses Hidrolisis. Jurnal Teknik Kimia Vol.7, No.1 (26-27). Sudarmadji, Slamet, Sugiyono dan Fitriyono Ayustaningwarno. 2010. Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian. Yogyakarta. Liberty Yogyakarta. Su’i, Moh. 2012. Hidrolisis Minyak Kelapa oleh Enzim Lipase dari Kentos Kelapa. Agritech, Vol. 32, No. 2 (149-151). Tambun, Rondang. 2007. Hidrolisa Buah Kelapa Sawit Secara Enzimatik. Jurnal Teknologi Proses Vol. 6 No. 1 (22 – 25). Winarno, F. G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta. Witradharma, Tetes Wahyu. Nur Indrawaty Lipoeto Dan Aswiyanti Asri. 2009. Pengaruh Konsumsi Berbagai Jenis Asam Lemak Terhadap Indikator
  • 27. Kejadian Aterogenesis Pada Tikus Jantan Strain Wistar. Jurnal Industria Vol 1 No 3 (180 – 193). Zulkifli, Mochamad. dan Teti Estiasih. 2014. Sabun dari Distilat Asam Lemak Minyak Sawit. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No 4 (170-177).