1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan menurut WHO tidak hanya berkaitan dengan kesehatan
fisik, tetapi juga kesehatan mental dan sosial, WHO dan UNICEF, Deklarasi
Alma Ata 1978, menambahkan sehingga setiap orang akan mampu hidup
produktif, baik secara ekonomi maupun sosial. Kesehatan reproduksi yaitu
keadaan sehat jasmani psikologis dan sosial yang berhubungan dengan
fungsi dan proses sistem reproduksi (ICPD, 1993). Reproduksi sehat berarti
prilaku individu yang berkaitan dengan fungsi dan proses reproduksi
termasuk prilaku seksual yang sehat. Kesehatan reproduksi remaja adalah
suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi
yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak semata-mata berarti
bebas penyakit atau bebas dari kecacatan tetapi sehat secara mental, sosial
dan kultural (Mubarak, 2007).
Keadaan kesehatan reproduksi remaja di Indonesia saat ini masih
belum seperti yang diharapkan. Bila dibandingkan dengan keadaan di
negara ASEAN lainnya, Indonesia masih tertinggal dalam banyak aspek
kesehatan reproduksi. Masalah kesehatan reproduksi selain berdampak
secara fisik, juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental, emosi,
keadaan ekonomi dan kesejahteraan sosial. (Departemen Kesehatan RI,
2001).
2. 2
Permasalahan remaja yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi
khususnya kebersihan alat genital salah satunya disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan dan kesadaran untuk mencapai keadaan sehat secara
reproduksi. Hal tersebut diperkuat oleh Notoatmodjo (2003) bahwa
pengetahuan merupakan domain yang berpengaruh dalam membentuk
perilaku seseorang. Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Lawrence
Green (1980, dalam Notoatmodjo, 2007) bahwa perilaku seseorang
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi, pendukung dan
pendorong. Dari ketiga factor tersebut, pengetahuan merupakan faktor
predisposisi yang mempengaruhi perilaku seseorang. Dengan demikian
perilaku yang kurang baik dalam membersihkan genitalia disebabkan oleh
pengetahuan yang kurang.
Berdasarkan data penelitian tentang kesehatan reproduksi wanita
menunjukkan 75% wanita di dunia pasti menderita keputihan, paling tidak
sekali dalam hidupnya. Perawatan genitalia eksterna yang tidak baik akan
menjadi pemicu terjadinya keputihan yang patologis. Faktanya banyak
remaja putri yang belum mengerti dan peduli bagaimana cara merawat
organ reproduksinya (Donatila, 2011).
Keputihan adalah cairan yang keluar melalui vagina secara
berlebihan selain darah yang membasahi vestibulum dan vagina, dan
memberikan keluhan subjektif pada penderita. Keputihan sendiri dibedakan
menjadi dua yaitu keputihan normal dan keputihan abnormal. Di Indonesia
kejadian keputihan lebih tinggi yaitu mencapai 70% wanita mengalami
keputihan yang disebabkan oleh jamur dan parasit seperti cacing kremi atau
protozoa (Trichomonas vaginalis). Angka ini berbeda tajam dengan Eropa
3. 3
yang hanya 25% saja, karena cuaca di Indonesia yang lembab sehingga
mudah terinfeksi jamur Candida albicans yang merupakan salah satu
penyebab keputihan. Kondisi seperti ini bisa dicegah dengan kebiasaan
hygiene pribadi yang baik, sedangkan kebisaan ini sendiri merupakan
perilaku yang harus dibiasakan oleh setiap individu, untuk itu dalam hal ini
perawat mempunyai peranan penting untuk mendidik masyarakat khususnya
remaja tentang pentingnya hygiene pribadi yang baik untuk mencegah
terjadinya keputihan yang patologis. (http://www.foxitsoftware.com)
Keputihan merupakan gejala yang sangat sering dialami oleh
sebagian besar wanita. Gangguan ini merupakan masalah kedua sesudah
gangguan haid. Keputihan seringkali tidak ditangani dengan serius oleh para
remaja. Padahal, keputihan bisa jadi indikasi adanya penyakit. Hampir
semua perempuan pernah mengalami keputihan. Pada umumnya, orang
menganggap keputihan pada wanita sebagai hal yang normal. Pendapat ini
tidak sepenuhnya benar, karena ada berbagai sebab yang dapat
mengakibatkan keputihan. Keputihan yang normal memang merupakan hal
yang wajar. Namun, keputihan yang tidak normal dapat menjadi petunjuk
adanya penyakit yang harus diobati (www.kompas.com.2005).
Keputihan yang fisiologis terjadi pada saat seorang perempuan
terangsang system birahinya menjelang menstruasi, sesudah menstruasi,
atau ditengah-tengah siklus, jumlahnya tidak begitu banyak, berwarna jernih,
putih (kadang-kadang meninggalkan bekas kuning di celana dalam), tidak
berbau dan tidak disertai keluhan seperti gatal, nyeri, bengkak pada alat
kelamin. Kebanyakan keputihan yang berbau dan warnanya kuning harus
4. 4
diwaspadai karena beresiko timbulnya penyakit atau infeksi genitalia.
(Wahyudi, UNFA).
Para remaja harus waspada terhadap gejala keputihan. Penelitian
menunjukan, keputihan yang lama walau dengan gejala biasa-biasa saja,
lama kelamaan dapat merusak selaput dara. Sebagian besar cairan itu
mengandung kuman-kuman penyakit, dan kuman penyakit dapat merusak
selaput dara sampai hampir habis, sehingga pada saat hubungan badan
yang pertama tidak mengeluarkan darah. (www.indomedia.com.2005)
SMAN 19 Garut ini merupakan SMA yang letaknya cukup jauh dari
pusat kota. Tingkat pengetahuan siswa-siswi SMAN 19 Garut ini cukup baik.
Namun jika dinilai melalui tingkat kesehatan masih jauh lebih rendah. Saat
ini tercatat jumlah siswa perempuan kelas X dan XI SMAN 19 Garut tahun
2011/2012 sebanyak 255 siswa, yang terdiri dari siswa IPA 135 orang dan
siswa IPS 120 orang. Siswa yang sekolah di SMA ini kurang informasi
tentang pengaruh kesehatan yang dapat timbul, terutama tentang
kebersihan alat genitalianya (vulva hygiene). Kebanyakan siswa ini malu
untuk mengungkapkan ketidaktahuannya tentang cara menjaga kebersihan
alat genitalianya, sehingga angka terjadinya keputihan akibat dari kesalahan
cara membersihkannyapun lebih tinggi di banding SMA lainnya.
Hasil studi pendahuluan dilakukan pada kelas XI IPA dan XI IPS.
Kelas XI IPA sebanyak 10 orang, kelas XI IPS sebanyak 10 orang dengan
jumlah siswa 20 orang, didapatkan 12 orang (60%) mengatakan
menggunakan sabun sirih sebagai pembersih alat genitalianya dan
mengalami keputihan yang berwarna kuning dan berbau. Hal ini dilihat dari
pernyataan siswa yang mengatakan sering mengalami gatal-gatal pada alat
5. 5
genitalianya. Sementara 8 orang lainnya mengatakan tidak menggunakan
sabun sirih untuk membersihkan alat genitalianya dan mengalami keputihan
berwarna bening dan tidak berbau.
Kejadian keputihan akibat kesalahan cara perawatan alat genitalia
dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan akan menimbulkan berbagai
penyakit infeksi genitalia diantaranya vulvitis (infeksi vulva), vaginitis
kandidiasi (keputihan kental bergumpal dan terasa sangat gatal), servisitis
dan endometritis (infeksi pada lapisan dalam dari rahim).
Dari fenomena yang didapat, penulis tertarik untuk mengetahui
“Hubungan Pengetahuan Remaja tentang Sabun Antiseptik Daun Sirih
dengan Kejadian Keputihan di SMAN 19 Garut”. Dengan demikian, untuk
meminimalkan keadaan tersebut, perawat perlu mengidentifikasi
pengetahuan remaja tentang sabun antiseptik daun sirih dan kejadian
keputihan sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti membuat rumusan
masalah sebagai berikut: “Bagaimanakah hubungan pengetahuan remaja
tentang sabun antiseptik daun sirih dengan kejadian keputihan di SMAN 19
Garut tahun 2012?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
6. 6
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan remaja tentang sabun
antiseptik daun sirih dengan kejadian keputihan di SMAN 19 Garut tahun
2012.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan remaja tentang sabun
antiseptik daun sirih di SMAN 19 Garut tahun 2012.
b. Untuk mengetahui gambaran kejadian keputihan di SMAN 19 Garut
tahun 2012.
c. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan remaja tentang sabun
antiseptik daun sirih dengan kejadian keputihan di SMAN 19 Garut
tahun 2012.
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan ilmu
keperawatan khususnya ilmu kesehatan reproduksi tentang cara
personal hygiene yang baik.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu
kesehatan reproduksi dalam menentukan besar kecilnya kejadian
7. 7
keputihan yang behubungan dengan penggunaan sabun antiseptik
daun sirih sebagai sabun pembersih vagina (vulva hygiene).
2. Manfaat Praktis
a. Bagi institusi kesehatan di masyarakat
Hasil penelitian ini bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Garut dapat
menjadi data dasar untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan
program kesehatan reproduksi remaja tentang kejadian keputihan
yang disebabkan karena sabun antiseptik daun sirih yang nantinya
dapat berkembang menjadi penyakit infeksi genitalia.
b. Bagi institusi sekolah
Bagi institusi sekolah, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk
mengevaluasi pengetahuan remaja tentang penggunaan sabun
antiseptik daun sirih terhadap keputihan sehingga mampu
menentukan besar kecilnya risiko terjadinya keputihan pada remaja
dan dapat memotivasi supaya mampu melakukan personal hygiene
yang lebih baik.