SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 7
Rindu Berjumpa Nabi
Muhammad SAW
Mungkinkah Bertemu Nabi?
(Bag. I)
apatkah seseorang
bertemu, berbincang,
bahkan berdialog
dengan Nabi SAW, yang sudah
wafat berabad-abad yang lalu,
dalam keadaan sadar? Masalah
ini memang menimbulakn
perbedaan pendapat di kalangan
umat islam. Karena banyak aspek
yang dimaksudkan dan
ditanyakan.
D
Apakah pertanyaan itu
menyangkut aspek syaria’at dan
tetapanya kemungkinan melihat
Nabi SAW dengan dalil-dalil
syariat? Apakah pertanyaan itu
berkaitan dengan makna melihat
dan kapan terjadinya? Dan
siapakah yang layak melihat
Nabi SAW jika hal itu termasuk
mungkin menurut syari’at?
Sesungguhnya
permasalahan tentang melihat
Nabi SAW secara nyata dan
sadar telah disebutkan dalam
Shahih Al-Bukhari dan Muslim.
Dalam Shahih Al-Bukhari,
diriwayatkan dari Abu Hurairah
RA bahwa Rasulullah SAW
bersabda, “Barang siapa
melihatku dalam mimpi, niscaya
ia akan melihatku dalam keadaan
sadar, karena setan tidak akan
dapat menyerupaiku.”
Imam Ibnu Hajar dalam
kitabnya Fath al-Bary
menukilkan bahwa hadits ini
diriwatkan dengan tiga lafadz
yang berbeda, yakni: pertama
dengan lafazh “niscaya akan
melihatku dalam keadaan sadar”,
kedua dengan lafazh “maka
seakan-akan ia telah melihatku
dalam keadaan sadar”, dan
ketiga dengan lafazh “maka
sungguh ia telah melihatku.”
Berkenaan dengan hadits
ini, para ulama berbeda pendapat
dalam menentukan lafazh yang
paling kuat di antara ketiga
riwayat tersebut, meskipun
mereka tidak berbeda pendapat
dalam keshahihannya. Perbedaan
pendapat juga terjadi dalam
menentukan makna dari
ketiganya, terutama pada riwayat
yang menyatakan, “Barang siapa
melihatku dalam mimpi, niscaya
ia akan melihatku dalam keadaan
sadar.”
Untuk mengetahui apakah
mungkin bertemu Nabi SAW
dalam keadaan sadar, menurut
pandangan syari’at tidaklah
dapat disimpulkan berdasarkan
hadits ini. Melainkan
berdasarkan hadits-hadits lain
yang kedudukannya mendekati
mutawatir (derajat tertinggi
keshihihan hadits). Yakni, antara
lain, hadits-hadits yang
menjelaskan mungkinnya
melihat arwah yang tidak lagi
berada pada jasad duniawinya.
Hal itu telah dialami oleh
Rasulullah SAW sebagaimana
dalam riwayat yang menjelaskan
ihwal peristiwa Isra dan Mi’raj.
Nabi SAW dipertemukan
oleh Allah dengan arwah para
nabi sebelumnya, yang
menyerupai bentuk jasad mereka
semasa di dunia, sebagaimana
dijelaskan dalam hadits-hadits
yang shahih.
Dari riwayat tentang
peristiwa Isra dan Mi’raj yang
dialami oleh Rasulullah SAW,
dapat dipahami adanya
kemungkinan melihat arwah
menurut syari’at yang menjadi
pembahasan kita kali ini, dengan
tidak memandang kepada siapa
yang mengalami peristiwa
tersebut, yakni Rasulullah SAW.
Hal itu tidak lain adalah mukjizat
Nabi SAW.
Kalangan ulama
Ahlussunnah wal Jama’ah dalam
masalah karamah awliya’
berpandangan bahwa segala
sesuatu yang sah untuk menjadi
mukjizat bagi Nabi SAW, sah
pula untuk menjadi karamah
bagi wali, kecuali terdapat dalil
yang menunjukkan
kekhususannya bagi Nabi SAW.
Pandangan ini telah
dijelaskan oleh para imam, di
antaranya adalah Imam Nawawi
dalam Syarh Muslim. Demikian
itu karena karamah dan mukjizat,
keduanya adalah sama-sama
perkara yang di luar adat
kebiasaan manusia yang dating
dari Allah SWT.
Perbedaan keduanya tidak
terletak pada kemungkinan
terjadinya, melainkan pada
kedudukan mukjizat sebagai
bukti nyata yang tidak dapat
diingkari kebenarannya dan
sebagai bukti kebenaran
kenabian. Adapun karamah
tidaklah demikian, melainkan
sebagai karunia dan kemuliaan
yang Allah berikan bagi siapa
pun yang dikehendaki-Nya dari
para kekasih Allah.
Karamah-karamah
tersebut banyak disebutkan
dalam Al-Qur’an dan hadits-
hadits Nabi SAW, dengan tidak
adanya batasan tertentu, selain
bahwa hal itu mungkin
terjadinya dengan kudrat Allah
SWT dengan bentuk yang
berbeda-beda berdasarkan situasi
dan kondisi yang dialami oleh
masing-masing pelakunya.
Seperti pertemuan dan dialog
antara Maryam dan Jibril AS,
pemidahan istana Bilqis dalam
sekejap mata oleh seseorang
pengikut Nabi Sulaiman AS yang
dikaruniai ilmu dari Al-Kitab,
dan sebagainya.
Berdasarkan riwayat yang
menetapkan bertemunya Nabi
SAW dengan arwah para nabi
dalam peristiwa Isra dan Mi’raj,
sebagai mukjizat bagi beliau,
dapat dikatakn, sah pula bahwa
arwah dapat dilihat oleh wali
siapa pun dengan jalan di luar
adat kebiasaan manusia, sebagai
penghormatan dan kemuliaan
dari Allah SWT. Karena bertemu
dan melihat arwah tidaklah
termasuk khushushiyah (sesuatu
yang dikhususkan) bagi Nabi
SAW semata, sehingga hal itu
berlaku dalam konteks umum.
Pendapat yang
mengatakan bahwa segala
sesuatu yang sah untuk menjadi
mukjizat bagi Nabi SAW, sah
pula untuk menjadi karamah
bagi wali, ini bersandarkan pada
dasar-dasar yang kuat. Yakni
bahwa pembahasan dalam
masalah terjadinya perkara apa
pun membutuhkan dua dalil,
yaitu al-imkan aqlan (mungkin
terjadinya secara akal) dan ats-
tsubut naqlan (ketetapan
berdasarkan nash-nash syari’at).
Mungkin terjadinya secara
akal, yakni tidak termasuk
mustahil secara akal, yaitu
sesuatu yang tidak mungkin
tergambar oleh akal wujudnya,
seperti pernyataan bahwa benda
bergerak dan diam pada satu
waktu yang bersamaan, tempat
yang sama, dan arah yang sama
pula. Dan mukjizat para nabi dan
karamah para awliya’ termasuk
perkara yang jaiz, mungkin
terjadinya, menurut akal. Karena
perkara yang mustahil secara
akal, mustahil pula terjadinya
meski sekadar dalam khayalan.
Menghidupkan orang
yang sudah mati, sebagaimana
terjadi pada Nabi Isa AS,
misalnya, telah dijelaskan secara
pasti dalam Al-Qur’an. Hal ini
menunjukan penetapan
terjadinya peristiwa itu menurut
nash syari’at, yang mana
menghidupkan orang yang
sudah mati termasuk mukjizat
yang paling agung. Akan tetapi,
tidak adanya riwayat yang
menyebutkan terjadinya hal itu
bagi selain Nabi Isa AS tidaklah
menunjukkan bahwa hal itu
mustahil terjadinya pada selain
Nabi Isa AS.
Di sana terdapat
perbedaan antara apa yang
mungkin terjadi dan apa yang
belum terjadi berdasarkan
ketetapan nash-nash syari’at.
Tidak ada riwayat shahih yang
menetapkan bahwa Nabi SAW
menghidupkan orang yang mati
padahal beliau lebih dekat dan
lebih tinggi kedudukannya di sisi
Allah disbanding Nabi Isa AS.
Namun Imam Syafi’I berkata,
“Tidaklah seorang nabi diberi
mukjizat oleh Allah SWT kecuali
Nabi SAW diberi mukjizat
sejenisnya yang lebih agung
darinya.”
Ketika Imam Syafi’I
ditanya perihal Nabi Isa yang
dapat menghidupkan orang yang
sudah mati, ia menjawab,
“Tangisan pilu batang kurma lebih
agung dalam masalah ini.” Karena
menghidupkan yang mati berarti
mengembalikan kehidupan bagi
sesuatu yang sudah pernah
hidup sebelumnya. Sedangkan
tangisan pilu batang kurma
berarti memberikan kehidupan
yang serupa dengan kehidupan
manuisa bagi sesuatu yang tidak
memiliki kehidupan seperti
manusia.
Para ulama menyatakan,
hal itu merupakan mukjizat Nabi
SAW, dan setiap karamah para
wali adalah mukjizat Nabi SAW,
karena mereka menerima
karamah tersebut dengan sebab
ittiba’ (mengikuti jalan)
Rasulullah SAW sehingga semua
karamah yang dikaruniakan
Allah kepada para wali tidak lain
adalah mukjizat-mukzijjat beliau
SAW.
Dari sini dapat diketahui
dengan jelas bahwa mukjizat
membutuhkan al-imkanul ‘aqliy
(mungkin terjadinya akal) dan
ats-tsubutan-naqliy (ketetapan
berdasarkan nash-nash syariat).
Demikian pula halnya dengan
karamah. Hanya saja perbedaan
keduanya adalah bahwa yang
pertama adalah pengakuan Nabi
SAW, sedangkan yang kedua
bukan pengakuan Nabi SAW.
Perbedaan juga bahwa
iman kepada setiap mukjizat
wajib hukumnya pada dzatnya;
adapun karamah para wali, wajib
iman kepadanya secara umum,
bukan kepada tiap-tiap karamah
yang terjadi pada masing-masing
setiap wali, kecuali terhadap
karamah-karamah yang telah
ditetapkan dalam Al-Qur’an dan
hadits-hadits Nabi SAW.
Adapun berkaitan dengan
masalah bertemu Nabi SAW
dalam keadaan sadar, dapat
dikatakan bahwa hal itu
termasuk mumkin syar’an wa
‘aqlan (mungkin atau boleh
terjadinya secara syari’at dan
akal).
Mungkin secara akal telah
diuraikan di atas. Adapun
menurut syariat, dasarnya adalah
kaidah; segala sesuatu yang sah
untuk menjadi mukjizat bagi
Nabi SAW, sah pula untuk
menjadi karamah bagi wali. Dan
nash syari’at yang diriwayatkan
oleh Al-Bukhari dala shahihnya
telah menetapkan bagi siapa pun
yang bertemu nabi SAW dalam
mimpi akan bertemu dengan
beliau dalam keadaan sadar.
Imam Al-Bukhari
meriwayatkan dari Abu Hurairah
RA, dalam bab at-Ta bir, Nabu
SAW bersabda, “Barang siapa
melihatku dalam mimpi, niscaya ia
akan melihatku dalam keadaaan
sadar. Karena setan tidak akan dapat
menyerupaiku.”
Kemudian Imam Al-
Bukhari menyebutkan pula
secara langsung riwayat lain dari
Anas RA, Nabi SAW bersabda,
“Barang siapa melihatku dalam
mimpi, sungguh dia telah melihatku,
karena sesungguhnya setan tidak
dapat menyerupai diriku. Dan
mimpi seorang mukmin adalah
bagian dari empat puluh enam
bagian kenabian.”
Selanjutnya, sebagian
ulama menjelaskan bahwa lafazh
hadits ini menggunakan kata
“fasayarani”. Huruf sin yang
menunjukkan dalam fi’il mudhari’
(kata kerja bentuk kedua yang
menunjukkan makna kini dan
akan dating), dalam kaidah
bahasa Arab, digunakan untuk
menunjukkan jarak waktu yang
dekat.
Berbeda dengan kata
sawfa, yang bermakna “niscaya
akan”, digunakan untuk masa
yang jauh.
Dan Nabi SAW tidak
berkata-kata dari hawa nafsunya,
melainkan berasal dari wahyu
yang datangnya dari Allah SWT.
Itulah sebabnya, ucapan yang
keluar dari lisan beliau adalah
ucapan yang paling kuat, yang
tidak ada kerancuan padanya
atau sesuatu yang mendatangkan
keraguan.
Bila yang dimaksud
“melihat “ dalam hadits tersebut
adalah melihat kelak pada hari
Kiamat, niscaya beliau berkata
“sawfa yarani” (niscaya akan).
Sedangkan ulama sepakat bahwa
semua orang mukmin akan
bertemu dengan Nabi SAW pada
hari Kiamat. Lalu di mana
perbedaan dan keistimewaan
bagi orang yang mimpi bertemu
Nabi di dunia, atau apakah
hanya orang yang bertemu Nabi
dalam mimpi yang akan bertemu
beliau kelak pada hari Kiamat?
Sayyid Muhammad Al-
Maliki mengatakan, “Adapun
bagi pihak yang
mentakwilkannya dengan
melihat Nabi SAW dalam
keadaan sadar di akhirat,
jawaban para ulama terhadap
mereka: sesungguhnya di
akhirat, setiap orang yang
beriman akan melihat Baginda
SAW, sana saja yang pernah
bermimpi berjumpa dengan
beliau di dunia maupun yang
tidak pernah bermimpi berjumpa
dengan Nabi SAW, seperti yang
dijelaskan dalam banyak hadits
yang lain.
Hal ini menyebabkan,
tidak ada pengkhususan antara
mereka yang pernah meliha Nabi
di dalam mimpi ataupun tidak.
Sedangkan hadits tersebut
menceritakan ihwal
pengkhususan terhadap mereka
yang tidak pernah bermimpi
berjumpa Nabi, yaitu ia akan
melihatku dalam keadaan sadar.
Selain itu, Imam As-
Suyuthi, dalam kitab Tanwir Al-
Halkfi Imkan Ru’yah AnNabiy fi Al-
Yaqzhah wa Al-Malak, menukilkan
penjelasan Imam Abu
Muhammad bin Abi Jumrah, ia
berkata dalam ta’liq-nya
(komentar) terhadap hadits
riwayat Al-Bukhari, “Hadits ini
menunjukkan bahwa barang
siapa yang bertemu Nabi SAW
dalam mimpi, niscaya orang
tersebut akan bertemu Nabi SAW
dalam keadaan sadar. Dan
apakah hal ini berlaku umum
pada masa Nabi hidup dan
sesudah beliau wafat, ataukah
hanya pada masa hidup beliau?
Kemudian apakah hal itu berlaku
bagi setiap orang yang melihat
Nabi dalam mimpi, atau khusus
bagi mereka yang memiliki
kemampuan tertentu dan
mengikuti sunnah beliau SAW?
Lafadz hadits ini
menunjukkan keumumannya;
dan barang siapa menyatakan
kekhususan dengan tanpa
adanya dalil yang
mengkhususkannya dari Nabi
SAW, orang tersebut telah
berlaku sembrono.
Namun sebagia orang
benar-benar tidak meyakini
keumuman hadits ini, ia berkata
dengan apa yang ada dalam
pikirannya, Bagaimana mungkin
seseorang yang sudah
meninggalkan dunia dapat
dilihat oleh orang yang masih
hidup di alam nyata?
Pendapat semacam ini
mengandung dua hal yang
sangat berbahaya, yaitu:pertama,
tidak mempercayai ucapan Nabi
SAW, yang tidaklah
mengucapkan sesuatu dari
keinginannya; dan yang kedua,
bodoh terhadap kekuasaan Yang
Mahakuasa dan menganggapnya
lemah.
Imam As-Suyuthi berkata,
“Ungkapan Imam Ibnu Abi
Jumrah bahwa Lafazh hadits ini
menunjukkan keumumannya
tidak khusus bagi mereka yang
memiliki kemampuan tertentu da
mengikuti sunnah beliau SAW,
maksudnya adalah kepastian
melihat Nabi SAW dalam
keadaan sadar setelah melihat
beliau dalam mimpi, meskipun
hanya sekali, sebagai bukti dari
janji beliau SAW yang tidak akan
mungkin diingkari.
Dan bagi orang awam, hal
itu banyak terjadi pada saat-saat
menjelang kematian, yaitu pada
saat hadirnya sakratul maut.
Yang mana ruhnya tidak akan
keluar dari jasadnya sebelum
melihat Nabi SAW sebagai
perwujudan dari janji beliau
SAW.
Adapun bagi selain orang-
orang awam, melihat dan
bertemu Nabi SAW dapat terjadi
sepanjang hidup mereka, baik itu
sering ataupun jarang,
tergantung dari kesungguhan
dan pemeliharaan mereka
terhadap sunnah Nabi SAW. Dan
melanggar sunnah Nabi SAW
merupakan penghalang yang
besar untuk dapat melihat dan
bertemu dengan beliau SAW.
Dinukil dari Al Kisah No.06/21
Maret-3 April 2011

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Hikmah melempar jumrah
Hikmah melempar jumrahHikmah melempar jumrah
Hikmah melempar jumrahMarbotMesjid
 
Kajian Tafsir Surah al-A'raf ayat 15
Kajian Tafsir Surah al-A'raf ayat 15Kajian Tafsir Surah al-A'raf ayat 15
Kajian Tafsir Surah al-A'raf ayat 15MohammadIkramMohdNor
 
Hukum menjama’ shalat ashar dengan jum’at
Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’atHukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at
Hukum menjama’ shalat ashar dengan jum’atBima Handawi
 
ema mita apriani C1G021082 agribisnis, UAS agama islam Dr.Taufik Ramdani S.Th...
ema mita apriani C1G021082 agribisnis, UAS agama islam Dr.Taufik Ramdani S.Th...ema mita apriani C1G021082 agribisnis, UAS agama islam Dr.Taufik Ramdani S.Th...
ema mita apriani C1G021082 agribisnis, UAS agama islam Dr.Taufik Ramdani S.Th...EmaMitaApriani
 
17 buletin hikmah jumat laz nas chevron duri edisi xvii 2013 tawakkal 3
17 buletin hikmah jumat laz nas chevron duri edisi xvii 2013 tawakkal 317 buletin hikmah jumat laz nas chevron duri edisi xvii 2013 tawakkal 3
17 buletin hikmah jumat laz nas chevron duri edisi xvii 2013 tawakkal 3LAZNas Chevron
 
INTERPRETASI HADIS muhammad al ghazali dan Yusuf Qordhowi
INTERPRETASI HADIS muhammad al ghazali dan Yusuf QordhowiINTERPRETASI HADIS muhammad al ghazali dan Yusuf Qordhowi
INTERPRETASI HADIS muhammad al ghazali dan Yusuf QordhowiDadang Rohendi
 
Iman kepada-kitab-kitab-allah1
Iman kepada-kitab-kitab-allah1Iman kepada-kitab-kitab-allah1
Iman kepada-kitab-kitab-allah1Nizar Deng
 
Tafsir Al azhar 109 al kaafirun
Tafsir Al azhar 109 al kaafirunTafsir Al azhar 109 al kaafirun
Tafsir Al azhar 109 al kaafirunMuhammad Idris
 
Power Poin Asbabun nuzul dalam alquran
Power Poin Asbabun nuzul dalam alquranPower Poin Asbabun nuzul dalam alquran
Power Poin Asbabun nuzul dalam alquranSri Juwita Alfath
 
Tafsir surat al baqarah 183
Tafsir surat al baqarah 183Tafsir surat al baqarah 183
Tafsir surat al baqarah 183Muhsin Hariyanto
 
Tafsir surat al baqarah 183
Tafsir surat al baqarah 183Tafsir surat al baqarah 183
Tafsir surat al baqarah 183Muhsin Hariyanto
 
Menepis persepsi salah tentang ht
Menepis persepsi salah tentang htMenepis persepsi salah tentang ht
Menepis persepsi salah tentang htDawat Fadhila
 

Mais procurados (19)

Klasifikasi orang islam
Klasifikasi orang islamKlasifikasi orang islam
Klasifikasi orang islam
 
Hikmah melempar jumrah
Hikmah melempar jumrahHikmah melempar jumrah
Hikmah melempar jumrah
 
Kajian Tafsir Surah al-A'raf ayat 15
Kajian Tafsir Surah al-A'raf ayat 15Kajian Tafsir Surah al-A'raf ayat 15
Kajian Tafsir Surah al-A'raf ayat 15
 
Materi al quran 1
Materi al quran 1Materi al quran 1
Materi al quran 1
 
Hukum menjama’ shalat ashar dengan jum’at
Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’atHukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at
Hukum menjama’ shalat ashar dengan jum’at
 
ema mita apriani C1G021082 agribisnis, UAS agama islam Dr.Taufik Ramdani S.Th...
ema mita apriani C1G021082 agribisnis, UAS agama islam Dr.Taufik Ramdani S.Th...ema mita apriani C1G021082 agribisnis, UAS agama islam Dr.Taufik Ramdani S.Th...
ema mita apriani C1G021082 agribisnis, UAS agama islam Dr.Taufik Ramdani S.Th...
 
17 buletin hikmah jumat laz nas chevron duri edisi xvii 2013 tawakkal 3
17 buletin hikmah jumat laz nas chevron duri edisi xvii 2013 tawakkal 317 buletin hikmah jumat laz nas chevron duri edisi xvii 2013 tawakkal 3
17 buletin hikmah jumat laz nas chevron duri edisi xvii 2013 tawakkal 3
 
INTERPRETASI HADIS muhammad al ghazali dan Yusuf Qordhowi
INTERPRETASI HADIS muhammad al ghazali dan Yusuf QordhowiINTERPRETASI HADIS muhammad al ghazali dan Yusuf Qordhowi
INTERPRETASI HADIS muhammad al ghazali dan Yusuf Qordhowi
 
Iman kepada-kitab-kitab-allah1
Iman kepada-kitab-kitab-allah1Iman kepada-kitab-kitab-allah1
Iman kepada-kitab-kitab-allah1
 
Hakikat iman
Hakikat imanHakikat iman
Hakikat iman
 
Tafsir Al azhar 109 al kaafirun
Tafsir Al azhar 109 al kaafirunTafsir Al azhar 109 al kaafirun
Tafsir Al azhar 109 al kaafirun
 
Power Poin Asbabun nuzul dalam alquran
Power Poin Asbabun nuzul dalam alquranPower Poin Asbabun nuzul dalam alquran
Power Poin Asbabun nuzul dalam alquran
 
Ramadhan
RamadhanRamadhan
Ramadhan
 
Tafsir surat al baqarah 183
Tafsir surat al baqarah 183Tafsir surat al baqarah 183
Tafsir surat al baqarah 183
 
Tafsir surat al baqarah 183
Tafsir surat al baqarah 183Tafsir surat al baqarah 183
Tafsir surat al baqarah 183
 
Menepis persepsi salah tentang ht
Menepis persepsi salah tentang htMenepis persepsi salah tentang ht
Menepis persepsi salah tentang ht
 
Modul media
Modul  mediaModul  media
Modul media
 
Ramadhan
RamadhanRamadhan
Ramadhan
 
Bab i uq
Bab i uq Bab i uq
Bab i uq
 

Destaque

ρωμαιικά & βυζαντινά μνημεία
ρωμαιικά & βυζαντινά μνημείαρωμαιικά & βυζαντινά μνημεία
ρωμαιικά & βυζαντινά μνημείαΑννα Κορδη
 
CourseCompletionCertificate (16)
CourseCompletionCertificate (16)CourseCompletionCertificate (16)
CourseCompletionCertificate (16)shelly berge
 
Нормативно-правовое регулирование вопросов организации в 2015 году приемной к...
Нормативно-правовое регулирование вопросов организации в 2015 году приемной к...Нормативно-правовое регулирование вопросов организации в 2015 году приемной к...
Нормативно-правовое регулирование вопросов организации в 2015 году приемной к...e-kvadrat
 
4ª edição do BHSM - Suzana Cohen
4ª edição do BHSM - Suzana Cohen4ª edição do BHSM - Suzana Cohen
4ª edição do BHSM - Suzana CohenZoom Comunicação
 
Domain Name Registration: A Detailed Guide
Domain Name Registration: A Detailed GuideDomain Name Registration: A Detailed Guide
Domain Name Registration: A Detailed GuideBookMyIdentity
 
Restaurant Indonesia | Restaurant Jakarta
Restaurant Indonesia | Restaurant JakartaRestaurant Indonesia | Restaurant Jakarta
Restaurant Indonesia | Restaurant JakartaDaniel Delmeizar
 

Destaque (6)

ρωμαιικά & βυζαντινά μνημεία
ρωμαιικά & βυζαντινά μνημείαρωμαιικά & βυζαντινά μνημεία
ρωμαιικά & βυζαντινά μνημεία
 
CourseCompletionCertificate (16)
CourseCompletionCertificate (16)CourseCompletionCertificate (16)
CourseCompletionCertificate (16)
 
Нормативно-правовое регулирование вопросов организации в 2015 году приемной к...
Нормативно-правовое регулирование вопросов организации в 2015 году приемной к...Нормативно-правовое регулирование вопросов организации в 2015 году приемной к...
Нормативно-правовое регулирование вопросов организации в 2015 году приемной к...
 
4ª edição do BHSM - Suzana Cohen
4ª edição do BHSM - Suzana Cohen4ª edição do BHSM - Suzana Cohen
4ª edição do BHSM - Suzana Cohen
 
Domain Name Registration: A Detailed Guide
Domain Name Registration: A Detailed GuideDomain Name Registration: A Detailed Guide
Domain Name Registration: A Detailed Guide
 
Restaurant Indonesia | Restaurant Jakarta
Restaurant Indonesia | Restaurant JakartaRestaurant Indonesia | Restaurant Jakarta
Restaurant Indonesia | Restaurant Jakarta
 

Semelhante a Rindu berjumpa nabi muhammad saw mungkinkah bertemu nabi

FENOMENA INKAR SUNNAH
FENOMENA INKAR SUNNAHFENOMENA INKAR SUNNAH
FENOMENA INKAR SUNNAHIdrus Abidin
 
Detik kewatan rasulullah
Detik kewatan rasulullah Detik kewatan rasulullah
Detik kewatan rasulullah TG Huda EG Hadi
 
asbab an-nuzul
asbab an-nuzulasbab an-nuzul
asbab an-nuzulReza Rizki
 
Secara historis, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam...
Secara historis, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam...Secara historis, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam...
Secara historis, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam...caturwibowo83
 
I jaz-alquran-kel-10
I jaz-alquran-kel-10I jaz-alquran-kel-10
I jaz-alquran-kel-10MJM Networks
 
THE POWER OF SHALAT.docx
THE POWER OF SHALAT.docxTHE POWER OF SHALAT.docx
THE POWER OF SHALAT.docxMuhDahlanThalib
 
PPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan Wahyu
PPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan WahyuPPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan Wahyu
PPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan WahyuIbanez Sofadella
 
Hadis Sebagai sumber Ajaran islam
Hadis Sebagai sumber Ajaran islamHadis Sebagai sumber Ajaran islam
Hadis Sebagai sumber Ajaran islamTeguh Margiantoro
 
Aliran Asy'ariyah
Aliran Asy'ariyahAliran Asy'ariyah
Aliran Asy'ariyahGusti R.
 
PPT Ulumul Qur'an "Al-Qur'an dan Wahyu"
PPT Ulumul Qur'an "Al-Qur'an dan Wahyu"PPT Ulumul Qur'an "Al-Qur'an dan Wahyu"
PPT Ulumul Qur'an "Al-Qur'an dan Wahyu"Ibanez Sofadella
 
Pengantar Studi Islam.pdf
Pengantar Studi Islam.pdfPengantar Studi Islam.pdf
Pengantar Studi Islam.pdfGladiatorUnyuk
 
Pengantar studi keislaman
Pengantar studi keislamanPengantar studi keislaman
Pengantar studi keislamanMahad Alzaytun
 
Fungsi hadits dalam ajaran islam
Fungsi hadits dalam ajaran islamFungsi hadits dalam ajaran islam
Fungsi hadits dalam ajaran islamSri Wiji Lestari
 

Semelhante a Rindu berjumpa nabi muhammad saw mungkinkah bertemu nabi (20)

FENOMENA INKAR SUNNAH
FENOMENA INKAR SUNNAHFENOMENA INKAR SUNNAH
FENOMENA INKAR SUNNAH
 
Detik kewatan rasulullah
Detik kewatan rasulullah Detik kewatan rasulullah
Detik kewatan rasulullah
 
asbab an-nuzul
asbab an-nuzulasbab an-nuzul
asbab an-nuzul
 
Secara historis, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam...
Secara historis, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam...Secara historis, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam...
Secara historis, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam...
 
I jaz-alquran-kel-10
I jaz-alquran-kel-10I jaz-alquran-kel-10
I jaz-alquran-kel-10
 
Kemukjizatan al qur'an
Kemukjizatan al qur'anKemukjizatan al qur'an
Kemukjizatan al qur'an
 
THE POWER OF SHALAT.docx
THE POWER OF SHALAT.docxTHE POWER OF SHALAT.docx
THE POWER OF SHALAT.docx
 
Asal usul pocong
Asal usul pocongAsal usul pocong
Asal usul pocong
 
ASBABUL NUZUL JULYANA
ASBABUL NUZUL JULYANAASBABUL NUZUL JULYANA
ASBABUL NUZUL JULYANA
 
PPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan Wahyu
PPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan WahyuPPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan Wahyu
PPT Ulumul Qur'an, Al-Qur'an dan Wahyu
 
Makalah nuzulul quran
Makalah nuzulul quranMakalah nuzulul quran
Makalah nuzulul quran
 
Hadis Sebagai sumber Ajaran islam
Hadis Sebagai sumber Ajaran islamHadis Sebagai sumber Ajaran islam
Hadis Sebagai sumber Ajaran islam
 
Aliran Asy'ariyah
Aliran Asy'ariyahAliran Asy'ariyah
Aliran Asy'ariyah
 
Mihnat Alquran - abrar m dawud faza
Mihnat Alquran - abrar m dawud fazaMihnat Alquran - abrar m dawud faza
Mihnat Alquran - abrar m dawud faza
 
PPT Ulumul Qur'an "Al-Qur'an dan Wahyu"
PPT Ulumul Qur'an "Al-Qur'an dan Wahyu"PPT Ulumul Qur'an "Al-Qur'an dan Wahyu"
PPT Ulumul Qur'an "Al-Qur'an dan Wahyu"
 
Pengantar Studi Islam.pdf
Pengantar Studi Islam.pdfPengantar Studi Islam.pdf
Pengantar Studi Islam.pdf
 
Pengantar studi keislaman
Pengantar studi keislamanPengantar studi keislaman
Pengantar studi keislaman
 
Wahyu
WahyuWahyu
Wahyu
 
Fungsi hadits dalam ajaran islam
Fungsi hadits dalam ajaran islamFungsi hadits dalam ajaran islam
Fungsi hadits dalam ajaran islam
 
Ppt agama
Ppt agamaPpt agama
Ppt agama
 

Rindu berjumpa nabi muhammad saw mungkinkah bertemu nabi

  • 1. Rindu Berjumpa Nabi Muhammad SAW Mungkinkah Bertemu Nabi? (Bag. I) apatkah seseorang bertemu, berbincang, bahkan berdialog dengan Nabi SAW, yang sudah wafat berabad-abad yang lalu, dalam keadaan sadar? Masalah ini memang menimbulakn perbedaan pendapat di kalangan umat islam. Karena banyak aspek yang dimaksudkan dan ditanyakan. D Apakah pertanyaan itu menyangkut aspek syaria’at dan tetapanya kemungkinan melihat Nabi SAW dengan dalil-dalil syariat? Apakah pertanyaan itu berkaitan dengan makna melihat dan kapan terjadinya? Dan siapakah yang layak melihat Nabi SAW jika hal itu termasuk mungkin menurut syari’at? Sesungguhnya permasalahan tentang melihat Nabi SAW secara nyata dan sadar telah disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim. Dalam Shahih Al-Bukhari, diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa melihatku dalam mimpi, niscaya ia akan melihatku dalam keadaan sadar, karena setan tidak akan dapat menyerupaiku.” Imam Ibnu Hajar dalam kitabnya Fath al-Bary menukilkan bahwa hadits ini diriwatkan dengan tiga lafadz yang berbeda, yakni: pertama dengan lafazh “niscaya akan melihatku dalam keadaan sadar”, kedua dengan lafazh “maka seakan-akan ia telah melihatku dalam keadaan sadar”, dan ketiga dengan lafazh “maka sungguh ia telah melihatku.” Berkenaan dengan hadits ini, para ulama berbeda pendapat dalam menentukan lafazh yang paling kuat di antara ketiga riwayat tersebut, meskipun mereka tidak berbeda pendapat dalam keshahihannya. Perbedaan pendapat juga terjadi dalam menentukan makna dari ketiganya, terutama pada riwayat yang menyatakan, “Barang siapa melihatku dalam mimpi, niscaya ia akan melihatku dalam keadaan sadar.” Untuk mengetahui apakah mungkin bertemu Nabi SAW dalam keadaan sadar, menurut pandangan syari’at tidaklah dapat disimpulkan berdasarkan hadits ini. Melainkan
  • 2. berdasarkan hadits-hadits lain yang kedudukannya mendekati mutawatir (derajat tertinggi keshihihan hadits). Yakni, antara lain, hadits-hadits yang menjelaskan mungkinnya melihat arwah yang tidak lagi berada pada jasad duniawinya. Hal itu telah dialami oleh Rasulullah SAW sebagaimana dalam riwayat yang menjelaskan ihwal peristiwa Isra dan Mi’raj. Nabi SAW dipertemukan oleh Allah dengan arwah para nabi sebelumnya, yang menyerupai bentuk jasad mereka semasa di dunia, sebagaimana dijelaskan dalam hadits-hadits yang shahih. Dari riwayat tentang peristiwa Isra dan Mi’raj yang dialami oleh Rasulullah SAW, dapat dipahami adanya kemungkinan melihat arwah menurut syari’at yang menjadi pembahasan kita kali ini, dengan tidak memandang kepada siapa yang mengalami peristiwa tersebut, yakni Rasulullah SAW. Hal itu tidak lain adalah mukjizat Nabi SAW. Kalangan ulama Ahlussunnah wal Jama’ah dalam masalah karamah awliya’ berpandangan bahwa segala sesuatu yang sah untuk menjadi mukjizat bagi Nabi SAW, sah pula untuk menjadi karamah bagi wali, kecuali terdapat dalil yang menunjukkan kekhususannya bagi Nabi SAW. Pandangan ini telah dijelaskan oleh para imam, di antaranya adalah Imam Nawawi dalam Syarh Muslim. Demikian itu karena karamah dan mukjizat, keduanya adalah sama-sama perkara yang di luar adat kebiasaan manusia yang dating dari Allah SWT. Perbedaan keduanya tidak terletak pada kemungkinan terjadinya, melainkan pada kedudukan mukjizat sebagai bukti nyata yang tidak dapat diingkari kebenarannya dan sebagai bukti kebenaran kenabian. Adapun karamah tidaklah demikian, melainkan sebagai karunia dan kemuliaan yang Allah berikan bagi siapa pun yang dikehendaki-Nya dari para kekasih Allah. Karamah-karamah tersebut banyak disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits- hadits Nabi SAW, dengan tidak adanya batasan tertentu, selain bahwa hal itu mungkin terjadinya dengan kudrat Allah SWT dengan bentuk yang berbeda-beda berdasarkan situasi
  • 3. dan kondisi yang dialami oleh masing-masing pelakunya. Seperti pertemuan dan dialog antara Maryam dan Jibril AS, pemidahan istana Bilqis dalam sekejap mata oleh seseorang pengikut Nabi Sulaiman AS yang dikaruniai ilmu dari Al-Kitab, dan sebagainya. Berdasarkan riwayat yang menetapkan bertemunya Nabi SAW dengan arwah para nabi dalam peristiwa Isra dan Mi’raj, sebagai mukjizat bagi beliau, dapat dikatakn, sah pula bahwa arwah dapat dilihat oleh wali siapa pun dengan jalan di luar adat kebiasaan manusia, sebagai penghormatan dan kemuliaan dari Allah SWT. Karena bertemu dan melihat arwah tidaklah termasuk khushushiyah (sesuatu yang dikhususkan) bagi Nabi SAW semata, sehingga hal itu berlaku dalam konteks umum. Pendapat yang mengatakan bahwa segala sesuatu yang sah untuk menjadi mukjizat bagi Nabi SAW, sah pula untuk menjadi karamah bagi wali, ini bersandarkan pada dasar-dasar yang kuat. Yakni bahwa pembahasan dalam masalah terjadinya perkara apa pun membutuhkan dua dalil, yaitu al-imkan aqlan (mungkin terjadinya secara akal) dan ats- tsubut naqlan (ketetapan berdasarkan nash-nash syari’at). Mungkin terjadinya secara akal, yakni tidak termasuk mustahil secara akal, yaitu sesuatu yang tidak mungkin tergambar oleh akal wujudnya, seperti pernyataan bahwa benda bergerak dan diam pada satu waktu yang bersamaan, tempat yang sama, dan arah yang sama pula. Dan mukjizat para nabi dan karamah para awliya’ termasuk perkara yang jaiz, mungkin terjadinya, menurut akal. Karena perkara yang mustahil secara akal, mustahil pula terjadinya meski sekadar dalam khayalan. Menghidupkan orang yang sudah mati, sebagaimana terjadi pada Nabi Isa AS, misalnya, telah dijelaskan secara pasti dalam Al-Qur’an. Hal ini menunjukan penetapan terjadinya peristiwa itu menurut nash syari’at, yang mana menghidupkan orang yang sudah mati termasuk mukjizat yang paling agung. Akan tetapi, tidak adanya riwayat yang menyebutkan terjadinya hal itu bagi selain Nabi Isa AS tidaklah menunjukkan bahwa hal itu mustahil terjadinya pada selain Nabi Isa AS.
  • 4. Di sana terdapat perbedaan antara apa yang mungkin terjadi dan apa yang belum terjadi berdasarkan ketetapan nash-nash syari’at. Tidak ada riwayat shahih yang menetapkan bahwa Nabi SAW menghidupkan orang yang mati padahal beliau lebih dekat dan lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah disbanding Nabi Isa AS. Namun Imam Syafi’I berkata, “Tidaklah seorang nabi diberi mukjizat oleh Allah SWT kecuali Nabi SAW diberi mukjizat sejenisnya yang lebih agung darinya.” Ketika Imam Syafi’I ditanya perihal Nabi Isa yang dapat menghidupkan orang yang sudah mati, ia menjawab, “Tangisan pilu batang kurma lebih agung dalam masalah ini.” Karena menghidupkan yang mati berarti mengembalikan kehidupan bagi sesuatu yang sudah pernah hidup sebelumnya. Sedangkan tangisan pilu batang kurma berarti memberikan kehidupan yang serupa dengan kehidupan manuisa bagi sesuatu yang tidak memiliki kehidupan seperti manusia. Para ulama menyatakan, hal itu merupakan mukjizat Nabi SAW, dan setiap karamah para wali adalah mukjizat Nabi SAW, karena mereka menerima karamah tersebut dengan sebab ittiba’ (mengikuti jalan) Rasulullah SAW sehingga semua karamah yang dikaruniakan Allah kepada para wali tidak lain adalah mukjizat-mukzijjat beliau SAW. Dari sini dapat diketahui dengan jelas bahwa mukjizat membutuhkan al-imkanul ‘aqliy (mungkin terjadinya akal) dan ats-tsubutan-naqliy (ketetapan berdasarkan nash-nash syariat). Demikian pula halnya dengan karamah. Hanya saja perbedaan keduanya adalah bahwa yang pertama adalah pengakuan Nabi SAW, sedangkan yang kedua bukan pengakuan Nabi SAW. Perbedaan juga bahwa iman kepada setiap mukjizat wajib hukumnya pada dzatnya; adapun karamah para wali, wajib iman kepadanya secara umum, bukan kepada tiap-tiap karamah yang terjadi pada masing-masing setiap wali, kecuali terhadap karamah-karamah yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi SAW. Adapun berkaitan dengan masalah bertemu Nabi SAW dalam keadaan sadar, dapat dikatakan bahwa hal itu
  • 5. termasuk mumkin syar’an wa ‘aqlan (mungkin atau boleh terjadinya secara syari’at dan akal). Mungkin secara akal telah diuraikan di atas. Adapun menurut syariat, dasarnya adalah kaidah; segala sesuatu yang sah untuk menjadi mukjizat bagi Nabi SAW, sah pula untuk menjadi karamah bagi wali. Dan nash syari’at yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dala shahihnya telah menetapkan bagi siapa pun yang bertemu nabi SAW dalam mimpi akan bertemu dengan beliau dalam keadaan sadar. Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dalam bab at-Ta bir, Nabu SAW bersabda, “Barang siapa melihatku dalam mimpi, niscaya ia akan melihatku dalam keadaaan sadar. Karena setan tidak akan dapat menyerupaiku.” Kemudian Imam Al- Bukhari menyebutkan pula secara langsung riwayat lain dari Anas RA, Nabi SAW bersabda, “Barang siapa melihatku dalam mimpi, sungguh dia telah melihatku, karena sesungguhnya setan tidak dapat menyerupai diriku. Dan mimpi seorang mukmin adalah bagian dari empat puluh enam bagian kenabian.” Selanjutnya, sebagian ulama menjelaskan bahwa lafazh hadits ini menggunakan kata “fasayarani”. Huruf sin yang menunjukkan dalam fi’il mudhari’ (kata kerja bentuk kedua yang menunjukkan makna kini dan akan dating), dalam kaidah bahasa Arab, digunakan untuk menunjukkan jarak waktu yang dekat. Berbeda dengan kata sawfa, yang bermakna “niscaya akan”, digunakan untuk masa yang jauh. Dan Nabi SAW tidak berkata-kata dari hawa nafsunya, melainkan berasal dari wahyu yang datangnya dari Allah SWT. Itulah sebabnya, ucapan yang keluar dari lisan beliau adalah ucapan yang paling kuat, yang tidak ada kerancuan padanya atau sesuatu yang mendatangkan keraguan. Bila yang dimaksud “melihat “ dalam hadits tersebut adalah melihat kelak pada hari Kiamat, niscaya beliau berkata “sawfa yarani” (niscaya akan). Sedangkan ulama sepakat bahwa semua orang mukmin akan bertemu dengan Nabi SAW pada hari Kiamat. Lalu di mana perbedaan dan keistimewaan
  • 6. bagi orang yang mimpi bertemu Nabi di dunia, atau apakah hanya orang yang bertemu Nabi dalam mimpi yang akan bertemu beliau kelak pada hari Kiamat? Sayyid Muhammad Al- Maliki mengatakan, “Adapun bagi pihak yang mentakwilkannya dengan melihat Nabi SAW dalam keadaan sadar di akhirat, jawaban para ulama terhadap mereka: sesungguhnya di akhirat, setiap orang yang beriman akan melihat Baginda SAW, sana saja yang pernah bermimpi berjumpa dengan beliau di dunia maupun yang tidak pernah bermimpi berjumpa dengan Nabi SAW, seperti yang dijelaskan dalam banyak hadits yang lain. Hal ini menyebabkan, tidak ada pengkhususan antara mereka yang pernah meliha Nabi di dalam mimpi ataupun tidak. Sedangkan hadits tersebut menceritakan ihwal pengkhususan terhadap mereka yang tidak pernah bermimpi berjumpa Nabi, yaitu ia akan melihatku dalam keadaan sadar. Selain itu, Imam As- Suyuthi, dalam kitab Tanwir Al- Halkfi Imkan Ru’yah AnNabiy fi Al- Yaqzhah wa Al-Malak, menukilkan penjelasan Imam Abu Muhammad bin Abi Jumrah, ia berkata dalam ta’liq-nya (komentar) terhadap hadits riwayat Al-Bukhari, “Hadits ini menunjukkan bahwa barang siapa yang bertemu Nabi SAW dalam mimpi, niscaya orang tersebut akan bertemu Nabi SAW dalam keadaan sadar. Dan apakah hal ini berlaku umum pada masa Nabi hidup dan sesudah beliau wafat, ataukah hanya pada masa hidup beliau? Kemudian apakah hal itu berlaku bagi setiap orang yang melihat Nabi dalam mimpi, atau khusus bagi mereka yang memiliki kemampuan tertentu dan mengikuti sunnah beliau SAW? Lafadz hadits ini menunjukkan keumumannya; dan barang siapa menyatakan kekhususan dengan tanpa adanya dalil yang mengkhususkannya dari Nabi SAW, orang tersebut telah berlaku sembrono. Namun sebagia orang benar-benar tidak meyakini keumuman hadits ini, ia berkata dengan apa yang ada dalam pikirannya, Bagaimana mungkin seseorang yang sudah meninggalkan dunia dapat
  • 7. dilihat oleh orang yang masih hidup di alam nyata? Pendapat semacam ini mengandung dua hal yang sangat berbahaya, yaitu:pertama, tidak mempercayai ucapan Nabi SAW, yang tidaklah mengucapkan sesuatu dari keinginannya; dan yang kedua, bodoh terhadap kekuasaan Yang Mahakuasa dan menganggapnya lemah. Imam As-Suyuthi berkata, “Ungkapan Imam Ibnu Abi Jumrah bahwa Lafazh hadits ini menunjukkan keumumannya tidak khusus bagi mereka yang memiliki kemampuan tertentu da mengikuti sunnah beliau SAW, maksudnya adalah kepastian melihat Nabi SAW dalam keadaan sadar setelah melihat beliau dalam mimpi, meskipun hanya sekali, sebagai bukti dari janji beliau SAW yang tidak akan mungkin diingkari. Dan bagi orang awam, hal itu banyak terjadi pada saat-saat menjelang kematian, yaitu pada saat hadirnya sakratul maut. Yang mana ruhnya tidak akan keluar dari jasadnya sebelum melihat Nabi SAW sebagai perwujudan dari janji beliau SAW. Adapun bagi selain orang- orang awam, melihat dan bertemu Nabi SAW dapat terjadi sepanjang hidup mereka, baik itu sering ataupun jarang, tergantung dari kesungguhan dan pemeliharaan mereka terhadap sunnah Nabi SAW. Dan melanggar sunnah Nabi SAW merupakan penghalang yang besar untuk dapat melihat dan bertemu dengan beliau SAW. Dinukil dari Al Kisah No.06/21 Maret-3 April 2011