1. 1
Bab 1
A.Pendahuluan
Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi suatu negara, terutama negara berkembang.
Kekurangan pangan yang terjadi secara meluas di suatu negara akan menyebabkan
kerawanan ekonomi, sosial dan politik yang dapat menggoyahkan stabilitas negara tersebut
Sampai saat ini, baik secara psikologis maupun politis, kebijakan pangan di Indonesia masih
merupakan isu yang sangat penting yang akan berpengaruh terhadap berbagai aspek
kehidupan .Salah satu komoditas pangan adalah ubi kayu.selain bisa dimakan ubi kayu juga
merupakan bahan baku berbagai produk industri seperti industri makanan, farmasi, tekstil dan
lain-lain. Dalam industri makanan, pengolahan singkong, dapat digolongkan menjadi tiga yaitu
hasil fermentasi singkong (tapai/peuyem), singkong yang dikeringkan (gaplek) dan tepung
singkong atau tepung tapioca
Potensi ubi kayu di Indonesia sangat besar baik ditinjau dari sisi sebagai sumber bahan
pangan utama karbohidarat setelah padi dan jagung, maupun sebagai bahan pakan dan bahan
baku industri. Dilihat dari kontribusinya terhadap PDB, ubi kayu memberikan kontribusi
tanaman pangan terbesar ketiga setelah padi dan jagung pada tahun 2009 (hanya dari on
farm). Kontribusinya terhadap produksi ubi kayu dunia adalah sebesar 10%, dimana pada
tahun 2009 produksinya sebesar 22,039,138 ton,
Tabel 1 Luas Panen- Produktivitas- Produksi Tanaman Ubi Kayu Provinsi Indonesia
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa luas panen ubi kayu berfluktuasi dari tahun ke tahun
dengan penurunan sebesar 0,66%/tahun. Pada tahun 2006 , luas panen secara nasional sekitar
Provinsi Jenis Tanaman Tahun Luas Panen(Ha) Produktivitas(Ku/Ha) Produksi(Ton)
Indonesia Ubi Kayu 1999 1 350 008 122,00 16 458 544
Indonesia Ubi Kayu 2000 1 284 040 125,00 16 089 020
Indonesia Ubi Kayu 2001 1 317 912 129,00 17 054 648
Indonesia Ubi Kayu 2002 1 276 533 132,00 16 913 104
Indonesia Ubi Kayu 2003 1 244 543 149,00 18 523 810
Indonesia Ubi Kayu 2004 1 255 805 155,00 19 424 707
Indonesia Ubi Kayu 2005 1 213 460 159,00 19 321 183
Indonesia Ubi Kayu 2006 1 227 459 163,00 19 986 640
Indonesia Ubi Kayu 2007 1 201 481 166,36 19 988 058
Indonesia Ubi Kayu 2008 1 204 933 180,57 21 756 991
Indonesia Ubi Kayu 2009 1 175 666 187,46 22 039 145
Indonesia Ubi Kayu 2010 1 203 566 189,86 22 851 003
2. 2
1.227.459 ha. Produktivitas ubi kayu dari tahun 2002–2006 masih relatif rendah, tetapi
menunjukkan adanya peningkatan setiap tahun. Produktivitas tertinggi dicapai pada tahun 2006
sebesar 16,3 ton/ha. Produksi ubi kayu pada kurun waktu 2002–2006 terlihat berfluktuasi, namun
menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Produksi ubi kayu tertinggi terjadi pada tahun
2006 di mana secara nasional mencapai 19.986.640 ton, produksi tertinggi yang dapat dicapai
dalam lima thun terakhir
Potensi ubi kayu di Indonesia sangat besar baik ditinjau dari sisi sebagai sumber bahan
pangan utama karbohidarat setelah padi dan jagung, maupun sebagai bahan pakan dan bahan
baku industri. Dilihat dari kontribusinya terhadap PDB, ubi kayu memberikan kontribusi
tanaman pangan terbesar ketiga setelah padi dan jagung pada tahun 2009 (hanya dari on
farm). Kontribusinya terhadap produksi ubi kayu dunia adalah sebesar 10%, dimana pada
tahun 2009 produksinya sebesar 22,039,138 ton,
Produksi ubikayu selama kurun waktu 5 tahun meningkat rata-rata 3,79 %/tahun dari 19.321.183
ton pada tahun 2005 menjadi 22.,039,138 ton pada tahun 2009 sedangkan laju peningkatan
produktivitas mencapai 4,07 %/tahun, namun luas panen menurun 0,28 %/tahun sebagaimana
terlihat dalam table 1
A.1.Masalah Pengembangan Ubikayu di Indonesia
Beberapa permasalahan kritis dalam peningkatan produksi dan pengembangan ubi kayu antara
lain:
-Aspek Fluktuasi Produksi dan Harga
Fluktuasi produksi dan harga pada ubi kayu masih terjadi, di mana harga setiap bulannya
berfluktuasi. Harga terendah terjadi pada saat panen raya yaitu pada periode bulan Juli–Oktober.
Pada saat ini petani dirugikan dan sebaliknya di luar periode tersebut harga cukup baik tetapi
produksi terbatas dan dalam hal ini pihak industri dirugikan. Hal ini terjadi karena tidak adanya
pengaturan waktu tanam dan panen yang merata setiap bulan dikarenakan sebagian besar
pertanaman ubi kayu ditanam di lahan kering di mana kebutuhan air sepenuhnya tergantung dari
curah hujan, dan pada umumnya petani telah terbiasa menanam pada musim hujan. Di samping
itu, adanya tekanan ekonomi pada petani maka petani sering menjual secara ijon atau panen
muda sehingga pendapatan petani rendah.
3. 3
-Aspek Kemitraan Usaha
Kemitraan usaha antara petani/kelompok tani dengan Mitra Usaha/Mitra Industri belum dapat
berjalan dan berkembang dengan baik dikarenakan belum adanya kesepahaman antara pelaku
agribisnis (Petani/Kelompok Tani dengan Mitra Usaha/Mitra Industri) khususnya untuk
menampung hasil dengan harga yang wajar dan berkelanjutan. Kemitraan ini penting artinya
dalam upaya memberikan kepastian berusahatani sehingga petani termotivasi untuk
mengembangkan dan meningkatkan produksi. Sedang di sisi industri dapat diperoleh kepastian
dan kelangsungan penyediaan bahan baku lebih terjamin.
Sebagai mitra petani yang bertanggung jawab, sebaiknya Mitra Usaha/ Mitra Industri yang
tumbuh dan berkembang harus rela berbagi rasa (share) sebagai ungkapan kepedulian (care)
terhadap petani secara jujur (fairly). Aktualisasinya adalah penetapan harga yang layak yang
ditentukan oleh ke dua belah pihak. Dengan harga yang layak tersebut diharapkan akan
menggairahkan petani untuk menerapkan teknologi baru dalam upaya meningkatkan
produktivitas dan pengembangan produksi.
-Aspek Penerapan Teknologi
Tingkat produktivitas ubi kayu pada tahun 2009 masih di bawah potensi hasil, di mana tingkat
produktivitas secara Nasional baru mencapai 18,7 ton/ha sedangkan potensi hasil berkisar 25–40
ton/ha. Hal ini sebagai akibat penerapan teknologi produksi oleh petani khususnya pupuk dan
penggunaan varietas unggul belum sepenuhnya diterapkan, dan adanya panen muda karena untuk
memenuhi ekonomi kehidupan dari petani yang pada akhirnya mengakibatkan kualitasnya
rendah khususnya pada kandungan patinya. Petani ubi kayu belum menerapkan pemupukan
sesuai anjuran, bahkan seringkali tanaman tidak dipupuk sama sekali. Rendahnya penggunaan
pupuk dikarenakan belum adanya jaminan pasar dan harga yang menguntungkan/layak dan
kondisi sosial-ekonomi petani ubi kayu yang pada umumnya marginal
-Skala Usaha dan Permodalan
Sebagian besar petani ubi kayu mengusahakan lahan yang relatif sempit sehingga tidak
memenuhi skala ekonomi (pemilikan lahan kurang dari satu hektar).ini dikarenakan petani ubi
kayu lebih banyak berada di pulau jawa dan Lampung dimana untuk areal perekebunan di daerah
4. 4
tersebut sudah semakin mahal , Hal ini mengakibatkan petani sulit meningkatkan produktivitas
dan efisiensi. Di samping itu, pada umumnya petani ubi kayu menghadapi kesulitan yakni
keterbatasan dalam modal usaha. Kredit yang tersedia (KKP, Taskin Agribisnis) belum dapat
dimanfaatkan secara optimal dikarenakan keterbatasan akses untuk memperolehnya dan belum
adanya kemudahan memanfaatkan modal tersebut dari bank .
.B.Prospects Industri Ubikayu
Figure 1: World Production and Root Equivalent of Exports (tons )
5. 5
B2.Perkembangan Komoditi Ubi Kayu di Indonesia
Ubi kayu merupakan tanaman pangan yang berasal dari benua Amerika tepatnya dari
negara Brasil. Penyebaran ubi kayu hampir ke seluruh dunia seperti Afrika, Madagskar,
India, Tiongkok, dan masuk ke Indonesia pada tahun 1852 yang saat itu sedang dilanda
krisis kekurangan pangan dan ubi kayu dijadikan sebagai alternatif pengganti makanan
pokok. Perkembangan ubi kayu di dunia didominasi oleh negara asalnya serta negara yang
menjadi tempat penyebarannya. Hal ini dapat terlihat dari total produksi ubi kayu yang
dihasilkan oleh Negara- negara tersebut. Negara penghasil terbesar ubi kayu adalah
Nigeria, Brasil, Thailand, Indonesia dan Congo (Tabel 2).
Berdasarkan data diatas, dapat dilihat bahwa Nigeria merupakan negara penghasil ubi
kayu terbesar di dunia diikuti oleh Brasil dan Thailand. Sedangkan Indonesia menempati
urutan keempat negara penghasil ubi kayu terbesar di dunia kecuali pada tahun 2005 yang
menempati urutan ketiga setelah Nigeria dan Brasil. Negara penghasil ubi kayu terbesar di
152008634
161000000 165000000
173000000
182328100
190764389
222600000
217536000
233400000
242100000
16000000 18765610 17000675 17690000 22000000 20546289
38400000 44800000
37800000
48900000
0
50000000
100000000
150000000
200000000
250000000
300000000
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Production
Eksport(roots equiv)
6. 6
dunia juga merupakan negara pengekspor ubi kayu. Thailand merupakan negara
pengekspor ubi kayu terbesar di dunia dilihat dari volume ekspornya yang mencapai
5.854.073 ton pada tahun 2003. Indonesia yang juga merupakan salah satu negara
pengekspor ubi kayu yang memiliki volume ekspor yang cukup besar, yakni mencapai
148.636 ton pada tahun 2003 (FAO, 2009).
Dilihat dari urutan negara penghasil ubi kayu terbesar di dunia, dapat dikatakan bahwa
Indonesia memiliki potensi dalam memproduksi ubi kayu. Di Indonesia, ubi kayu
merupakan salah satu tanaman pangan yang merupakan tanaman rakyat sehingga
hampir diseluruh wilayah terdapat ubi kayu. Karena selain mudah dibudidayakan, ubi
kayu juga merupaka sumber pangan pokok pengganti beras dan jagung. Walaupun
menyebar hingga ke seluruh wilayah Indonesia, terdapat beberapa daerah yang menjadi
sentra produksi tanaman ubi kayu diantarnya adalah Pulau Sumatera dan Jawa yang
merupakan sentra produksi terbesar ubi kayu dibandingkan dengan pulau lain di Indonesia.
Ubi kayu sebagai salah satu komoditi tanaman pangan memiliki peranan sebagai sumber
bahan pangan, bahan baku industri baik industri kimia, pangan dan pakan. Ditambah lagi
dengan adanya isu bahwa ubi kayu merupakan salah satu komoditi yang potensial untuk
dijadikan bahan baku bakan bakar nabati (biofuel) maka peranan ubi kayu menjadi
sangat penting untuk dikembangkan. Ubi kayu dapat dikembangkan sebagai substitusi
beras dan bahan baku industri karena mempunyai keunggulan yaitu:
1. mampu beradaptasi pada lahan marginal dan lahan kering,
2. biaya produksi lebih murah dibandingkan tanaman biji-bijian,
3. mendukung pengembangan sistem tumapang sari dikarenakan pertumbuhan
kanopi yang cepat mulai bulan keempat dan waktu panen dapat ditunda sampai
7. 7
empat bulan tanpa menurunkan hasil pati,
4. hama penyakit relatif sedikit dan mudah diatasi,
5. viksositas pati dan tepungnya tinggi sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku
multi industri,
6. tahan disimpan dalam bentuk tepung selama 6-10 bulan dan tidak mengalami
kerusakan sehingga dapat memenuhi kebutuhan sepanjang tahun, dan
7. potensi genetiknya tinggi (30-50 ton umbi segar per hektar).
Sebagai sumber bahan pangan, ubi kayu kaya akan karbohidrat, vitamin C dan zat besi.
Kandungan utama ubi kayu adalah karbohidrat sebagai komponen terpenting sumber
kalori, dimana karbohidratnya mengandung pati atau aci sebanyak 64-75 persen dan
patinya mengandung amilose 17-20 persen. Selain umbi segar, daun ubi kayu muda
dapat diolah menjadi sayur karena kaya akan vitamin A dan mengandung zat besi, zat
kapur, vitamin B dan C. Ubi kayu juga dapat diolah menjadi tepung gaplek dan tapioka
sebagai sumber bahan pangan dan industri makanan dalam bentuk mie, roti, kue basah,
tiwul dan lain-lain. Ini menunjukkan bahwa ubi kayu merupakan sumber bahan pangan
yang dapat diolah dalam berbagai bentuk untuk meningkatkan nilai tambahnya.
Sebagai bahan baku industri, umbi ubi kayu dapat diolah menjadi tapioka, fruktosa,
sorbitol, alkohol, dektrin, asam sitrat, monosodium glutamate, dan high fructose syrup
(HFS). Bahkan ampas dari tepung tapioka dapat dijadikan bahan baku obat nyamuk
bakar. Sebagai sumber pakan, kulit ubi kayu dapat diolah menjadi pakan untuk ternak.
Berikut adalah gambar pohon industri tanaman ubikayu yang menunjukkan
keanekaragaman produk turunan yang dapat dihasilkan oleh ubi kayu :
8. 8
Sumber: Departemen Perindustrian, 20093
.
Figure 2 turunan Industri Tanaman Ubi Kayu
Saat ini bukan hanya sebagai sumber bahan pangan dan pakan tapi ubi kayu juga
memiliki peranan baru yaitu sebagai sumber energi alternatif. Kemampuannya
dalam menghasilkan 166,6 liter etanol dari 1000 kg ubi kayu menjadikannya komoditi
yang potensial untuk menjadi bahan baku bioethanol selain jagung dan tetes tebu.
9. 9
Keanekaragaman peran ubi kayu yang kini semakin meluas menuntut pemerintah untuk
mendorong peningkatan produksi ubi kayu karena permintaan ubi kayu akan cenderung
meningkat seiring dengan peran yang dimilikinya serta kebutuhan manusia yang kian
pesat. Di sisi lain, tentunya ini menjadi motivasi bagi para petani ubi kayu untuk
menigkatkan produksi baik itu dengan menambah luas areal maupun meningkatkan
produktivitas karena peluang pasar bagi ubi kayu akan semakin luas.
Faktor harga juga menjadi hal yang sangat penting ketika petani atau Industri
pengembangan Ubi Kayu memutuskan untuk menanam suatu komoditi tak terkecuali ubi
kayu. Seringkali faktor harga ini dijadikan motivasi bagi petani untuk meningkatkan
produksinya. Bila harga ubi kayu stabil atau meningkat maka petani akan mau
untuk meningkatkan produksinya, namun bila harga cenderung akan jatuh pada saat
panen raya maka petani akan memilih untuk tidak terlalu banyak memproduksi ubi kayu.
B3.Produksi Ubi Kayu
Produksi ubi kayu di Indonesia dapat didekati melalui luas panen dan produktivitas
komoditi itu sendiri. Dalam perkembangannya luas panen ubi kayu cenderung memiliki
tren yang menurun sedangkan tren produktivitas cenderung meningkat. Karena produksi
merupakan perkalian antara luas panen dan produktivitas maka produksi ubi kayu di
Indonesia mengalami fluktuasi namun dapat dikatakan memiliki tren yang meningkat.
Dari segi produksi, penjelasan mengenai ubi kayu dapat diuraikan melalui perkembangan
luas panen, produktivitas dan produksi ubi kayu itu sendiri sebagai berikut :
10. 10
Tabel Luas Panen- Produktivitas- Produksi Tanaman Ubi Kayu Indonesia(sumber BPS)
Keterangan :
Data Tahun 2009 adalah Angka Tetap.
Data Tahun 2010 adalah Angka Ramalan II
Provinsi Jenis Tanaman Tahun Luas Panen(Ha) Produktivitas(Ku/Ha) Produksi(Ton)
Indonesia Ubi Kayu 1999 1 350 008 122,00 16 458 544
Indonesia Ubi Kayu 2000 1 284 040 125,00 16 089 020
Indonesia Ubi Kayu 2001 1 317 912 129,00 17 054 648
Indonesia Ubi Kayu 2002 1 276 533 132,00 16 913 104
Indonesia Ubi Kayu 2003 1 244 543 149,00 18 523 810
Indonesia Ubi Kayu 2004 1 255 805 155,00 19 424 707
Indonesia Ubi Kayu 2005 1 213 460 159,00 19 321 183
Indonesia Ubi Kayu 2006 1 227 459 163,00 19 986 640
Indonesia Ubi Kayu 2007 1 201 481 166,36 19 988 058
Indonesia Ubi Kayu 2008 1 204 933 180,57 21 756 991
Indonesia Ubi Kayu 2009 1 175 666 187,46 22 039 145
Indonesia Ubi Kayu 2010 1 203 566 189,86 22 851 003
Sumber: BPS(biro pusat statistic)
Figure 3 Perkembangan Luas ArealPanen Ubi Kayu
Dari gambar figure 3 tersebut, dapat dilihat bahwa luas areal panen ubi kayu sangat berfluktuasi
dan cenderung mengalami penurunan. Luas areal panen terbesar dalam sejarah ubi kayu terjadi
pada tahun 1974 yaitu sebesar 1.509.440 hektar sedangkan luas areal panen terendah terjadi pada
11. 11
tahun 1987 b ya sebesar 1.169.886 hektar. Bila dilihat dari pertumbuhannya, pertumbuhan
rata-rata luas areal panen ubi kayu dari tahun 1970 hingga tahun 2006 adalah sebesar -0,32
persen per tahun. Sekilas memang terlihat penurunannya tidak terlalu signifikan namun bila
dibandingkan dengan tahun 1999, luas areal panen tahun 2009 turun sebesar 12,91
persen.namun terdapat kenaikan jumlah produksi ubikayu sangat signifikan namun bila
dibandingkan tahun 1999 ,jumlah produksi ubikayu tahun 2009 mengalamin kenaikan yaitu
sebesaar 39 persen , ini menunjukan bahwa dalam 10 tahun terakhir budidaya singkong mulai
menjadi daya tarik petani dan sector industry dengan mengembangkan dan melakukan penanaman
secara modern agar menghasilkan jumlah produktivitas yang meningkat ,ini dapat di lihat adanya
kenaikan produktivitas ubikayu perhektar ditahun 1999 ke tahun 2009 sebesar 55 persen
perhekatarnya yaitu di tahun 1999 produktivitas ubikayu hanya 12,2 ton /hektar dan tahun 2009
meningkat menjadi 18,7 ton perhektar dan produksi ubikayu dari ditahun 1999 ke tahun 2009
meningkat sebesar 33,9% seiring meningkatnya permintaan ubikayu dan produknya untuk
keperluan panagan , pakan dan energy ini dapat dilihat pada figure 4
Hal ini mencerminkan bahwa lahan pertanian sudah semakin berkurang, bukan hanya untuk
12. 12
komoditi ubi kayu tapi juga komoditi lain khususnya tanaman pangan.namun demikian hal ini
disiasati dengan cara meningkatkan mutu cara penanaman ubikayu untuk meningkatkan produktivitas
Ada beberapa faktor yang menyebabkan produktivitas panen ubi kayu meningkat yaitu:
1. tingkat harga yang cenderung meningkatkan karena Ubikayu digunakan tidak hanya untuk
keperluasan pangan dan pangan ternak saja tetapi untuk energy juga .dan ini mulai
menjadikan ubikayu sebagai komoditas utama bagi petani dan menjadi komoditas
perdagangan dunia yang memiliki nilai jual yang tinggi
2. menurunnya luas areal tanam adanya konversi lahan dari lahan pertanian ke lahan non
pertanian terutama terjadi di pualu jawa .
B . 4 . Konsumsi
Konsumsi ubi kayu semakin bertambah seiring dengan peranan ubi kayu sebagai sumber pangan,
pakan dan bahan bakar. pemanfaatan komoditi pertanian termasuk ubi kayu sebagai bahan
baku bahan bakar nabati baru diresmikan dengan adanya Peraturan Presiden No. 5 Tahun
2006 mengenai Kebijakan Energi Nasional yang baru berlangsung beberapa tahun, maka data
mengenai konsumsi ubi kayu untuk bahan bakar ini belum tersedia. Perpres inipun dirasa belum
dilakukan secara optimal karena petani masih terlihat sendiri- sendiri dalam pengembangan ubi
kayu menjadi bioethanol untuk meningkatkan penghasilannya.
Sumber: FAO, 20092
(diolah).
13. 13
Figure 5 Perkembangan Konsumsi Ubi Kayu
Pada gambar di atas, dapat terlihat bahwa konsumsi ubi kayu cenderung meningkat untuk
kebutuhan pangan dan penggunaan lainnya. Sedangkan konsumsi ubi kayu untuk pakan
cenderung konstan artinya tidak terjadi perubahan konsumsi ubi kayu untuk pakan yang besar.
Berikut akan dijelaskan secara lebih rinci:
a. Konsumsi Untuk Pangan
Konsumsi ubi kayu sebagai pangan alternatif cukup penting dalam penganekaragaman pangan
karena ketersediaannya yang cukup banyak dan mudah dibudidayakan pada lahan subur, kurang
subur bahkan lahan marjinal sekalipun.
Tabel 3. Kelompok Industri Pangan Berbasis Ubikayu
No.
Bentuk Bahan
Baku
Industri Pengguna
1. Ubikayu basah a. Ind. pelumatan buah-buahan dan sayuran
b. Ind. penggilingan padi dan penyosohan beras
c. Ind. tepung terigu
d. Ind. tepung dari padi-padian, biji-bijian, kacang-kacangan,
umbi-umbian, buah
e. Ind. pati ubikayu (tapioka)
f. Ind. berbagai macam pati palma
g. Ind. roti, kue kering dan sejenisnya
h. Ind. berbagai macam kerupuk
i. Ind. petis dan terasi
2. Ubikayu/Gaplek
(cassava)
a. Ind. pengalengan buah-buahan dan sayuran
b. Ind. penggilingan padi dan penyosohan beras
c. Ind. penggilingan dan pembersihan padi-padian lainnya
d. Ind. tepung dari padi-padian, biji-bijian, kacang-kacangan,
umbi-umbian, buah
e. Ind. pati ubikayu (tapioka)
f. Ind. berbagai macam pati palma
g. Ind. roti, kue kering dan sejenisnya
h. Ind. berbagai macam kerupuk
3. Tepung gaplek
(dried cassava
flour)
a. Ind. pelumatan buah-buahan dan sayuran
b. Ind. tepung dari padi-padian, biji-bijian, kacang-kacangan,
umbi-umbian, buah
c. Ind. roti, kue kering dan sejenisnya
d. Ind. gula lainnya
e. Ind. makaroni, mie, spagheti, bihun, soun dan sejenisnya
14. 14
f. Ind. pengolahan teh
g. Ind. kecap
h. Ind. berbagai macam kerupuk
i. Ind. petis dan terasi
4. Tepung kasava
(cassava flour)
a. Ind. pengolahan dan pengawetan daging
b. Ind. roti, kue kering dan sejenisnya
c. Ind. makanan dari coklat dan kembang gula
d. Ind. makaroni, mie, spagheti, bihun, soun dan sejenisnya
e. Ind. kecap
f. Ind. keripik/peyek dari kacang kedele/kacang-kacangan
lain
g. Ind. berbagai macam kerupuk
h. Ind. petis dan terasi
5. Tepung tapioka
(tapioka flour)
a. Ind. pengolahan dan pengawetan daging
b. Ind. pengalengan ikan dan biota perairan lainnya
c. Ind. pengolahan lainnya untuk ikan dan biota perairan
d. Ind. pelumatan buah-buahan dan sayuran
e. Ind. es krim
f. Ind. pengupasan dan pembersihan biji-bijian selain kopi
g. Ind. pengupasan dan pembersihan kacang-kacangan yg
terpisah dari usaha pertanian
h. Ind. pati ubikayu (tapioka)
i. Ind. berbagai macam pati palma
j. Ind. roti, kue kering dan sejenisnya
k. Ind. gula pasir
l. Ind. bubuk coklat
m. Ind. makanan dari coklat dan kembang gula
n. Ind. makaroni,mie, spagheti, bihun, soun dan sejenisnya
o. Ind. es batu
p. Ind. kecap
q. Ind. oncom
r. Ind. keripik/peyek dari kacang kedele/ kacang-kacangan
lain
s. Ind. berbagai macam kerupuk
t. Ind. petis dan terasi
u. Ind. malt dan minuman yang mengandung malt
6. Ceriping ubikayu
(cassava chips)
a. Ind. penggilingan dan pembersihan padi-padian
b. Ind. pati ubikayu (tapioka)
c. Ind. berbagai macam kerupuk
7. Ampas tapioka
(tapioca waste)
a. Ind. pati ubikayu (tapioka)
b. Ind. kecap
Sumber: Statistik Industri Besar dan Sedang Indonesia (BPS, 2008
Hasil survei pasar menunjukkan bahwa tepung tapioka digunakan dalam pembuatan
15. 15
produk-produk mi (baik mi instan ataupun tidak), kerupuk, tepung bumbu (coating mix),
berbagai macam makanan selingan/cemilan (snack food), produk-produk olahan daging
(meat product), sereal, minuman, bumbu masak instan, hingga bubur bayi instan. Survei
pasar ini hanya mencakup produk-produk pangan olahan yang secara eksplisit
mencantumkan ubikayu segar maupun produk-produk antara (intermediate product)
berbasis ubikayu seperti tepung tapioka dalam komposisinya, dan tidak mencakup produk
turunan lanjut (derivative product) dari ubikayu seperti glukosa, fruktosa, maltodekstrin,
dan sebagainya yang tidak secara eksplisit mencantumkan pati ubikayu (tapioka).
Perkembangan Konsumsi Ubi Kayu Untuk Pangan
Berdasarkan gambar diatas, dapat terlihat bahwa pernah terjadi penurunan konsumsi
ubi kayu untuk pangan yang sangat drastis yaitu sejak tahun 1977 hingga puncaknya
16. 16
pada tahun 1980. Bila dibandingkan dengan tahun 1976, konsumsi ubi kayu untuk
pangan tahun 1980 turun sebesar 33,8 persen atau 2.171.000 ton. Hal ini terjadi karena
produksi juga mengalami penurunan.
Namun sejak tahun sejak tahun 1980, konsumsi ubi kayu untuk pangan perlahan
meningkat hingga mencapai nilai 6.000.000 ton. Peningkatan konsumsi ubi kayu
untuk pangan ini disebabkan karena jumlah penduduk Indonesia juga meningkat dari
147.900 ribu jiwa pada tahun 1979 menjadi 151.107 ribu jiwa pada tahun 1980.
Peningkatan populasi penduduk ini terus meningkat hingga pada tahun 2003, populasi
penduduk Indonesia mencapai 228.864 ribu jiwa. Semakin besar jumlah penduduk
Indonesia berarti makin besar pula kebutuhan akan pangan dimana ubi kayu memiliki
kandungan karbohidrat dan pati sehingga dapat digunakan sebagai komoditi pangan
alternatif pengganti beras dan jagung.
Peningkatan konsumsi ubi kayu untuk pangan ini akan terus meningkat seiring
dengan jumlah penduduk yang juga akan meningkat. Hal ini dapat dilihat dari tren
konsumsi ubi kayu untuk pangan yang meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar
0,34 persen
Hasil survei pasar menunjukkan bahwa tepung tapioka digunakan dalam pembuatan
produk-produk mi (baik mi instan ataupun tidak), kerupuk, tepung bumbu (coating mix),
berbagai macam makanan selingan/cemilan (snack food), produk-produk olahan daging
(meat product), sereal, minuman, bumbu masak instan, hingga bubur bayi instan. Survei
pasar ini hanya mencakup produk-produk pangan olahan yang secara eksplisit
mencantumkan ubikayu segar maupun produk-produk antara (intermediate product)
17. 17
berbasis ubikayu seperti tepung tapioka dalam komposisinya, dan tidak mencakup produk
turunan lanjut (derivative product) dari ubikayu seperti glukosa, fruktosa, maltodekstrin,
dan sebagainya yang tidak secara eksplisit mencantumkan pati ubikayu (tapioka).
b. Konsumsi Untuk Pakan
Selain umbinya, kulit ubi kayu pun dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Bagian kulit
dapat diolah langsung menjadi pakan ternak, sedangkan bagaian umbi yang dapat digunakan
sebagai pakan ternak berupa onggok dan pellet yang merupakan hasil olahan ubi kayu menjadi
gaplek.
Selain berdampak langsung terhadap konsumsi ubi kayu untuk pangan yang telah dijelaskan
sebelumnya, peningkatan jumlah penduduk juga berdampak tidak langsung pada konsumsi ubi
kayu. Konsumsi ubi kayu untuk pakan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya
kebutuhan pangan manusia terhadap protein hewani yang berasal dari ternak. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa bila jumlah penduduk meningkat maka kebutuhan manusia juga akan
meningkat tak terkecuali kebutuhan akan protein hewani yang berasal dari ternak. Oleh karena itu,
konsumsi ubi kayu untuk pakan ternak pun akan meningkat
Sumber: FAO, 20092
(diolah).
Figure 5. Perkembangan Konsumsi Ubi Kayu Untuk Pakan
18. 18
Berdasarkan gambar di atas, dapat terlihat bahwa konsumsi ubi kayu untuk pakan sangat
fluktuatif. Peningkatan yang cukup tajam terjadi pada tahun 1984 dimana konsumsi ubi kayu untuk
pakan meningkat 14,9 persen dari 227.000 ton pada tahun 1983 menjadi 261.000 ton pada tahun
1984. Pertumbuhan rata-rata konsumsi ubi kayu untuk pakan adalah sebesar 1,7 persen
dengan pertumbuhan sebesar 0 persen pada tahun 2003 yang berarti tidak terjadi petumbuhan
positif maupun negatif dari konsumsi ubi kayu untuk pakan.
c. Konsumsi Bahan Bakar
Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan populasi penduduk dengan semua aktivitasnya akan
berdampak pada peningkatan kebutuhan energi di semua sektor pengguna energi baik industri,
rumah tangga, transportasi dan komersial. Konsumsi energi final dari tahun 1990 yaitu sebesar
221,33 juta SBM (Setara Minyak Barel) meningkat 6,3 persen per tahun menjadi489,01 juta SBM
pada tahun 2003 dimana konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan konsumsi energi
final terbesar. Sebagian besar konsumsi BBM itu digunakan untuk transportasi (Sugiyono, 2005).
Peningkatan kebutuhan energi tersebut harus diiringi dengan pasokan energi dalam jangka
panjang yang berkesinambungan dan ramah lingkungan. Pasokan energi tersebut diusahakan berasal
dari dalam negeri dan diimpor bila dirasa produksi dalam negeri belum mencukupi
kebutuhan yang ada. Mengingat bahwa energi khususnya minyak adalah sumberdaya alam yang
tidak dapat diperbaharui maka sumberdaya tersebut akan habis padahal kebutuhan akan
energi tersebut terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia. Oleh
karena itu, masyarakat dan pemerintah harus mencari solusi energi substitusi yang dapat
menggantikan serta mencukupi kebutuhan energi tersebut.Kekhawatiran tersebut direspon dengan
dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional
untuk menjamin pasokan energi nasional.
Kebijakan utamanya meliputi penyediaan energi yang optimal, pemanfaatan energi yang
efisien, penetapan harga yang ekonomis serta pelestarian lingkungan. Sasaran kebijakan energi
19. 19
adalah: (1) tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari satu pada tahun 2025, (2) terwujudnya
energi mix yang optimal pada tahun 2025 dimana bahan bakar nabati (biofuel) diharapkan
menyumbang lebih dari lima persen. Kebijakan energi nasional ini juga memuat
tentandiversifikasi pemanfaatan energi yang ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati
(biofuel) sebagai bahan bakar lain.
Sumber: DESDM, 20071.
Figure 6 Bauran Energi Mix Sesuai Dengan Perpres No. 5 Tahun 2006
Berbagai kajian telah dilakukan sejak tahun 1980-an mengenai program pemanfaatan
bioethanol untuk bahan bakar kendaraan bermotor di Indonesia, bahkan sudah dilakukan percobaan
pada kendaraan bermotor dengan menggunakan premium yang dicampur dengan bioethanol. Namun
seiring dengan harga minyak mentah yang kian menurun dan harga bahan baku bioethanol (ubi
kayu dan ubi jalar) meningkat, maka program tersebut mengalami banyak hambatan.
Hingga pada saat subsidi BBM dihapus secara bertahap dan harga minyak dunia meningkat, serta
semakin menipisnya cadangan minyak di Indonesia maka nilai keekonomian bioethanol
20. 20
menjadi lebih besar dibanding sebelumnya. Selain itu adanya komitmen dunia akan bahaya
pemanasan globa jua menjadi insentif bagi Indonesia untuk mengembangkan kembali
bahan bakar nabati ini karena Indonesia memiliki kekayaan alam terutama pertanian
yang melimpah dan terbentang di seluruh wilayah.
Ubi kayu merupakan komoditi tanaman pangan yang sangat potensial untuk dijadikan
bahan baku bioethanol yang dapat mensubstitusi premium karena ubi kayu memiliki beberapa
keunggulan seperti: (1) ubi kayu dapat ditanam hampir di semua jenis tanah mulai dari lahan
subur, kering bahkan lahan kritis sekalipun, (2) ubi kayu memiliki potensi hasil hingga mencapai
40 ton/hektar, (3) ubi kayu dapat diproduksi dalam jumlah yang besar pada berbagai
agroekosistem, (4) resiko gagal panen kecil. Di sisi lain, karena adanya isu ubi kayu dapat
dimanfaatkan menjadi bahan baku bioethanol sebagai sumber energi alternatif maka dapat
dilihat pada figure 5 bahwa konsumsi ubi kayu mengalami tren yang meningkat sejak tahun
2000. Peningkatan konsumsi ubi kayu juga terlihat sangat drastis pada konsumsi ubi kayu untuk
penggunaan lainnya yang diduga terjadi karena adanya isu pemanfaatan ubi kayu sebagai
bahan baku bioethanol.peningkatan komsusmsi ini juga di barengi dengan naiknya tingkat produksi
ubikayu dari tahun ke tahun baik di Indonesia, Tahiland , barsil dan Nigeria disusul oleh Vietnam
yang pertumbuhan produksinya sangat signifikan ini dapat dilihat pada table 2Produksi
Singkong dunia dari tahun 2000-2009.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa ubi kayu sebagai bahan baku bioethanol
merupakan kebangkitan ketiga tanaman ubi kayu setelah pertama ubi kayu dapat dimanfaatkan
menjadi gaplek sebagai sumber bahan pangan alternatif dan kedua ubi kayu dapat diolah
menjadi tapioka yang merupakan salah satu komoditi ekspor.
Saat ini sudah dikatakan lagi bahwa ubi kayu merupakan komoditi utama karena saat ini ubi
kayu memiliki peran penting bukan hanya sebagai penyedia pangan dan pakan namun sebagai
bahan baku energi bahan bakar nabati (BBN) yang merupakan energi alternatif untuk
21. 21
mensubstitusi BBM. Dalam hal ini diharapkan kedepannya Indonesia dapat memenuhi
kebutuhan pangan, pakan dan energi terutama karena cadangan minyak kian menipis. Hal ini dapat
merupakan prospek yang bagus bagi investor untuk menanamkan investasi nya di industry
pengembangan Ubikayu baik untuk industry makanan,pakan dan energy . Hal ini dapat dilakukan
dengan keseriusan Indonesia untuk mengembangkan usahatani ubi kayu untuk mendorong
produksi dalam negeri.sehingga bisa memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional dan
mengurangi pengangguran .
C..Harga Produsen Ubi Kayu
Harga merupakan hal penting yang mempengaruhi keputusan petani untuk menentukan jumlah luas
areal yang akan ditanami dengan suatu komoditi tak terkecuali ubi kayu. Harga yang stabil dan
tinggi menjadi insentif tersendiri bagi petani untuk memperluas arealtanamnya.
Table 3 (harga ubikayu segar dan tepung tapioca .sumber BPS,)
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa harga ubi kayu relative berflutuasi. Peningkatan
22. 22
harga yang drastis terjadi pada tahun 2008 dimana harga ubi kayu meningkat 45 persen dari 325
rupiah/kg pada tahun 2007 menjadi 600 rupiah/kg. Sedangkan pada tahun 2002 terjadi
penurunan tingkat harga ubi kayu sebesar 42 persen dari 549 rupiah/kg menjadi 317 rupiah/kg.
Hal ini terjadi karena adanya panen raya yang mengakibatkan kelebihan penawaran ubi kayu
sehingga pada akhirnya harga menjadi turun.
Mengingat peranan ubi kayu sebagai sumber pangan, pakan dan bahan bakar maka faktor
harga menjadi hal yang sangat penting untuk dijaga kestabilannya. Ini dimaksudkan agar
bia ya produksi untuk industry ubika yu da pa t le bih e fisie n da n petani tidak
menjadi pihak yang dirugikan tentunya akan menjadi jaminan bagi ketersediaan ubi kayu sebagai
bahan baku baik industry tapioca karena petani memiliki insentif untuk memproduksi ubi
kayu yang memiliki harga jual yang stabil.
D.Kinerja ekspor dan import Ubi kyau Indonesia
Perdagangan internasional ubi kayu berbeda dengan komoditas pangan lainnya. Neraca
perdagangan komoditas ubi kayu sejak 1990 hingga 2005 selalu menunjukkan nilai surplus,
baik volume maupun nilainya. Selama periode 1990-1998, ekspor ubi kayu turun 16,18%/th
dari 1,28 juta ton menjadi 0,31 juta ton setara gaplek. Pada periode berikutnya (1998-2005),
23. 23
ekspor turun rata-rata 4,26%/th. Secara keseluruhan, se lama periode 1990-2005, ekspor ubi
kayu turun rata-rata 10,81%/th (Tabel perkembangan Ekspor dan import ) dan pada tahun
2006-2007 neraca perdaganagn ubikayu Indonesia mengalami deficit ini dapat dilihat dengan
jumlah import yang lebih besar dari pada ekspor .
Impor ubi kayu pada periode 1990-1998 naik drastis rata-rata 207%/th, yaitu dari 9 ton menjadi
71.338 ton. Walaupun demikian, impor cenderung menurun pada periode 1998-2005 sebesar
64,28%/th. Secara umum, sejak 1990 hingga 2005, impor ubi kayu sangat fluktuatif dan
cenderung naik rata-rata 12,55 %/th. Ekspor ubi kayu Indonesia terutama untuk Cina (81%) dan
Korea (16%). Selebihnya, ekspor ubi kayu ditujukan untuk Malaysia, Inggris Raya, Hong Kong,
Jepang, Vietnam, Singapura, Filipina, Belanda, Australia, Jerman, India, Arab Saudi, Emirat
Arab, dan Brunei Darussalam. Impor ubi kayu terutama berasal dari Cina (79%) dan Amerika
Serikat (17%). Selebihnya, impor komoditas ini berasal dari Jepang dan Singapura
B2.
E.Keadaan umum Penanaman Ubikayu di Indonesia
Secara garis besar potensi pengembangan ubi kayu sebagai bahan baku industri tepung tapioca
dapat dipilah menjadi dua, yaitu potensi biofisik dan sosial ekonomi.
Potensi Biofisik
Secara biofisik potensi pengembangan ubi kayu dapat dipilah berdasarkan aspek sumberdaya
tanaman dan lahan.
1. Sumberdaya Tanaman
24. 24
Potensi pengembangan ubi kayu sebagai bahan bakar industri bioetanol berdasarkan aspek
biofisik di antaranya: (1) produktivitas, (2) fleksibilitas umur panen, (3) fleksibel dalam usaha
tani, (4) efisiensi energi tinggi, (5) efisiensi penggunaan air tinggi, (6) tingkat adaptasi terhadap
lahan marginal tinggi, (7) efisiensi penggunaan lahan tinggi, (8) potensial diintegrasikan dengan
ternak, (9) biaya produksi murah, dan (10) sistem budidaya tanaman telah dikenal petani di 36
propinsi.
Produktivitas
Rataan produktivitas ubi kayu secara nasional selama dasawarsa terakhir masih rendah, yaitu
sekitar 40% dari potensi genetis dengan pengelolaan optimal Faktor utama yang menyebabkan
potensi hasil tinggi adalah kemampuan menghasilkan fotosintat tinggi dan periode
pertumbuhannya lama. Tanaman dapat memanfaatkan sinar matahari secara maksimal melalui
pengaturan deklinasi dan inklinasi tangkai daun dan helaian daun, di mana helaian daun dapat
bergerak mengikuti posisi matahari, sejak pagi hingga sore, ataupun mengikuti pergerakan
matahari dari Lintang Selatan ke Lintang Utara dan sebaliknya. Potensi hasil tiap varietas bersifat
spesifik lokasi (Suhartina 2005). Oleh karena itu, varietas unggul seperti Adira-4, Malang-6, UJ-
3, dan UJ-5 wilayah berkembangnya berbeda. Peningkatan produksi dapat direalisasikan melalui
penggunaan varietas unggul dan pengelolaan optimal. Dengan demikian, pengembangan industri
pada berbagai tipe agroekologi, ketersediaan bakunya berpotensi dapat dijamin.
Fleksibilitas umur panen
Hasil yang diharapkan dalam pengembangan ubi kayu sebagai bahan baku industri tapioka
adalah ubi berkadar pati tinggi untuk meningkatkan efisiensi industri. Oleh karena itu, kriteria
yang harus dipenuhi dalampenentuan umur panen adalah kadar pati optimal. Kadar pati optimal
dicapai pada umur yang bervariasi dan secara umum dapat dibedakan menjadi tiga kelompok,
yaitu umur: (a) tujuh bulan (genjah), (b) sembilan bulan (sedang), dan (c) 10 bulan (dalam).
Kualitas pati tidak berubah walaupun panennya ditunda, sedangkan bobot ubi meningkat sejalan
dengan umur. Dengan demikian umur panen dapat disesuaikan dengan kebutuhan industri tanpa
penurunan kualitas pati. Kondisi umur panen yang fleksibel tersebut memberikan gambaran
adanya potensi untuk menjamin ketersediaan bahan baku industri, sehingga potensial
dikembangkan.
25. 25
Fleksibel dalam usaha tani
Ubi sebagai hasil usaha tani mempunyai peran multi guna, seperti sebagai bahan pangan,
industri, pakan dan komoditas ekspor. Oleh karena itu, usaha tani ubi kayu dapat dilakukan
secara subsisten, semi komersial dan komersial. Usaha tani subsisten dilakukan petani dengan
tujuan utama pemenuhan kebutuhan pangan, sedangkan usaha tani semi komersial dan komersial
dengan tujuan utama mendapatkan keuntungan dan pemenuhan permintaan pasar. Ubi kayu
pertumbuhannya lambat selama tiga bulan pertama, sehingga usaha tani sistem tumpangsari
dengan padi dan palawija lainnya juga potensial dikembangkan. Ubi kayu dapat dipanen mulai
umur tujuh sampai 11 bulan, sehingga dapat dikategorikan sebagai tanaman semusim, dan dapat
dipanen pada umur 12 bulan atau lebih, sehingga dapat dikategorikan sebagai tanaman
tahunan/tanaman perkebunan. Sifat-sifat tersebut dapat digunakan sebagai indikator bahwa usaha
tani ubi kayu fleksibel, dan dalam pengembangannya berpotensi menjamin ketersediaan bahan
baku industri tapioca , pangan, pakan, dan ekspor.
Efisiensi energi tinggi
Sumber peningkatan produksi tapioca yang berbahan baku ubi kayu adalah pati. Kadar pati
varietas unggul yang tersedia berkisar 25–31%. Kadar pati tidak menurun kualitasnya walaupun
panennya dilakukan setelah umur optimal, bahkan hasilnya meningkat disebabkan oleh bobot ubi
yang meningkat sejalan dengan umur panen. Oleh karena itu peningkatan hasil pati dapat
diperoleh melalui penundaan umur panen dalam upaya meningkatkan hasil pati/tiap satuan waktu
dan luas lahan, yaitu antara 9,63–17,02 kg/hari/ha
.Efisiensi penggunaan air tinggi
Ketersediaan air untuk pertumbuhan ubi kayu yang ideal setiap fase pertumbuhan sekitar 30 mm,
50 mm, dan 30 mm/10 hari, masing-masing selama tiga bulan pertama, tiga bulan ke dua, dan
satu bulan sebelum panen(Wargiono et al. 1989). Ubi kayu dapat mengatasi cekaman
kekurangan air melalui aktivitas akar dan kanopi, di mana pada kondisi air tidak tersedia di
dalam tanah lapisan atas, sekitar 30% dari akar ubi kayu berpenetrasi ke lapisan yang lebih
bawah sampai kedalaman sekitar tiga meter, dan tanaman menggugurkan seluruh daunnya
26. 26
(kecuali daun pucuk) agar air yang diserap akar tidak menguap melalui helaian daun. Melalui
mekanisme tersebut ubi kayu dapat bertahan hidup walaupun terjadi kekeringan. Implikasi dari
keunggulan tersebut adalah ubi kayu potensial dikembangkan pada berbagai tipe iklim dan pola
tanam, yaitu
(1) wilayah beriklim basah dan kering
(2) dapat ditanam pada musim hujan dan kemarau
(3) dapat dirotasi dengan tanaman yang memerlukan air relatif tinggi seperti sawit
Efisiensi penggunaan lahan tinggi
Berdasarkan indikator rasio efisiensi penggunaan lahan (LER) dan potensi energi, ubi kayu
mampu menggunakan lahan lebih efisien dibanding tanaman pangan lain. Ubi kayu memiliki
pertumbuhan lambat selama tiga bulan pertama dan periode akumulasi fotosintat lama (12 bulan
atau lebih), sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan
melalui tumpangsari, seperti ubi kayu+padi/aneka kacang + jagung – aneka kacang-kacangan
(jarak tanam ubi kayu 250x50 cm) atau sistem rotasi padi/palawija–ubi kayu. Penggunaan
tumpangsari dengan pengelolaan optimal dan pemilihan varietas tanaman sela yang tepat,
efisiensi penggunaan lahannya (LER) mencapai 2,5 atau lebih. Ubi kayu juga memiliki efisiensi
penggunaan lahan berdasarkan indikator hasil persatuan luas dan waktu paling tinggi dibanding
padi sawah, padi gogo dan jagung, baik berdasarkan parameter hasil maupun kalori (Tabel 2).
Berdasarkan indikator efisiensi penggunaan lahan tersebut ubi kayu sebagai bahan baku industry
tapioca cukup potensial untuk dikembangkan, baik pada lahan kering maupun lahan sawah tadah
hujan
Usaha tani sistem integrasi ubi kayu–ternak
Sebagian besar lahan pertanian di Indonesia miskin bahan organic sedangkan petani ubi kayu
yang menggunakan pupuk organik sesuai dengan kondisi tanah (rasional) dan kontinyu relatif
terbatas. Oleh karena penggunaan pupuk organik secara kontinyu sesuai dengan kondisi tanah
dapat mempertahankan stabilitas hasil, meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik dan
memperbaiki fisik tanah , maka perlu adanya upaya untuk menjamin ketersediaan pupuk organik
sesuai dengan kebutuhan dan murah. Salah satu cara untuk mencapai hal tersebut adalah usaha
dengan sistem integrasi ubi kayu–ternak ruminansia.
27. 27
Limbah ubi kayu yang dapat digunakan sebagai pakan ternak adalah daun dan kulit ubi, baik
langsung maupun melalui olahan dalam bentuk silase. Daun ubi kayu berkadar protein tinggi,
oleh karena itu penggunaan daun ubi kayu sebagai suplemen pakan ruminansia (rumput gajah,
jerami, dan rumput lainnya) dapat meningkatkan bobot harian ruminansia paling tinggi
disbanding penggunaan Gliricedia dan Leucaena (Wargiono 2005). Rumput Gajah dapat
diperoleh dari tanaman sistem hedgerows pada pematang yang ditanam baik khusus untuk pakan
maupun pengendali erosi. Sedangkan jerami padi dan jagung dapat diperoleh dari tanaman sela
dalam sistem tumpangsari atau rotasi. Hasil limbah panen dalam sistem tumpangsari ubi
kayu+padi+jagung– kacang tanah dapat menyediakan pakan sekitar 48 ekor ruminansia kecil
atau tiga ekor ruminansia besar/ha/tahun (Sasa 1996). Oleh karena limbah panen dari usaha tani
dapat menjamin ketersediaan pakan selama setahun, penggunaan limbah untuk pakan dapat
meningkatkan bobot harian serta hasil pupuk organik, dan penggunaan pupuk organik secara
kontinyu dapat meningkatkan hasil dan limbah panen, maka usaha tani sistem integrasi ubi kayu–
ternak tersebut sinergis, sehingga sistem tersebut potensial dikembangkan dalam upaya
meningkatkan produktivitas ubi kayu secara lestari dengan input eksternal minimal (LEISA).
Sebaran Sentra Produksi
Produksi ubi kayu nasional pada tahun 2009 sekitar 19,46 juta ton dengan sebaran di 26 propinsi
cukup bervariasi, yaitu antara 12.000–4.992.000 ton (BPS 2009). Permintaan bahan baku
industry tapioca skala kecil yang diprioritaskan untuk dikembangkan adalah sekitar 120.000 ton
ubi segar/ tahun. Oleh karena itu, perlu dipilih daerah sentra produksi ubi kayu yang dapat
memenuhi kebutuhan bahan baku untuk pengembangan industry tapioca di daerah tersebut. .
Fakta tersebut mengindikasikan perlunya peningkatan produksi untuk memenuhi defisit tersebut.
Pendekatan yang digunakan adalah melalui integrasi antara peningkatan produksi secara
intensifikasi oleh petani dan secara ekstensifikasi oleh pihak industri tapioka.
Peningkatan produksi diprioritaskan di kabupaten sentra produksi sebagai wilayah
pengembangan industri tapioka. Kriteria kabupaten sentra produksi adalah produksinya minimal
dapat memenuhi 75% kebutuhan bahan baku dan lahan untuk penambahan areal tanam yang
mampu menghasilkan ubi 25% dari kebutuhan bahan baku industri. Industri tapioca yang
28. 28
diprioritaskan untuk dikembangkan berkapasitas 60 ton/hari, dengan bahan baku sekitar120.000
ton ubi segar/tahun. Oleh karena itu, sentra produksi untuk pengembangan industri tapioca yang
memenuhi kriteria tersebut adalah kabupaten dengan produksi sekitar 90.000 ton ubi segar/tahun
dan tersedia lahan untuk penambahan areal tanam sekitar 1.500 ha
Daerah sentra produksi berdasarkan kriteria tersebut tersebar di 14 propinsi, meliputi 56
kabupaten (Tabel 1). Kabupaten sentra produksi tersebut diproyeksikan sebagai wilayah
pengembangan industri tapioka. Realisasi proyeksi tersebut ditentukan oleh:
(1) sebaran produksi harian yang merata sesuai dengan kebutuhan industri,
(2) tipe iklim
(3) dukungan sumberdaya lahan
(4) sumberdaya tanaman.
Sebaran Produksi
Sebaran produksi dapat dipilah berdasarkan indikator potensi wilayah dan waktu. Sebaran
produksi berdasarkan potensi wilayah adalah total produksi/ kabupaten/tahun, sedangkan sebaran
produksi berdasarkan waktu adalah distribusi produksi dari hasil panen/bulan selama setahun.
Industri tapioka membutuhkan bahan baku harian sepanjang tahun, oleh karena itu ubi segar juga
harus tersedia harian sepanjang tahun. Tersedianya ubi segar tersebut dapat terealisasi bila
didukung oleh ketersediaan air.
29. 29
Berdasarkan potensi penyediaan bahan baku untuk membangun industry tapioca berkapasitas 60
ton /hari, maka jumlah industri tiap kabupaten yang berpeluang dibangun berdasarkan
ketersediaan bahan baku menunjukkan sebaran yang tidak merata, yaitu 52%, 20%, 11%, 4%,
4%, 2%, dan 2%, masing-masing untuk satu industri, dua industri, tiga industri, empat industri,
lima industri, dan lebih dari lima industri. Kondisi tersebut memberikan gambaran adanya
tantangan dan peluang yang bervariasi antar kabupaten dalam pengembangan ubi kayu sebagai
bahan baku industry tapioca
Sebaran produksi berdasarkan waktu yaitu produksi ubi kayu harian/ tahun. Hal tersebut
dipengaruhi oleh tipe iklim, pasar, dan sistem usaha tani. Dalam sistem usaha tani subsistem,
tujuan utama usaha tani ubi kayu adalah pemenuhan kebutuhan pangan pokok, sehingga waktu
tanamnya serentak, yakni pada awal musim hujan dan masa panennya adalah pertengahan hingga
akhir musim kemarau. Hasil ubi kayu yang akan digunakan sebagai pangan pokok diproses
menjadi gaplek atau tepung dan disimpan, sedangkan hasil ubi kayu sebagai penghasil uang tunai
dijual dalam bentuk segar atau gaplek.
Usaha tani ubi kayu di daerah beriklim kering waktu tanamnya terbatas pada awal musim hujan
agar tanaman terhindar dari cekaman kekurangan air dan hasilnya optimal (Tonglum et al. 2001;
Wargiono 1993), dipanen pada musim kemarau. Di daerah beriklim basah dan permintaanya
merata sepanjang tahun, waktu tanam dan panen juga merata sepanjang tahun (BPS 2009).
Akibat dari faktor iklim, distribusi produksi tahunan bervariasi, yaitu terkonsentrasi pada musim
kemarau untuk daerah beriklim kering dan merata untuk daerah beriklim basah (Gambar 1).
F.Kenapa harus Kalimantan Timur ?
Sebaran Lahan dan Tanaman
30. 30
Pengembangan industry tapioca yang bersumber dari ubi kayu memerlukan sekitar 8,9 juta ton
ubi segar, atau peningkatan mproduksi sekitar 45% dari produksi nasional. Peningkatan produksi
tersebut nampaknya sulit direalisasikan apabila hanya dilakukan secara intensifikasi atau
ekstensifikasi, padahal luas panen menurun dengan pertumbuhan 0,5%/ tahun dan produktivitas
hanya meningkat 1,5%/tahun selama dasawarsa terakhir (BPS 2002; 2005). Konsekuensinya
adalah peningkatan produksi perlu dilakukan secara integratif, antara intensifikasi dan
ekstensifikasi. Oleh karena kabupaten di Jawa yang memenuhi kriteria tersebut sangat terbatas,
maka potensi pengembangan industri tapioca berada di luar pulau Jawa.seperti Kalimantan
timur,Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah .dilihat dari luas panen yanga hanya mengalami
peningkatan pertumbuhan 0,08 persen dari tahun 2003 ke tahun 2009 dimana luas areal tanam
Ubi kayu di Kalimantan timur tahun 2003 dengan luas 7174 hektar dan menjadi 7798
hektar(lihat table luas areal tanam ubikayu ) serta produktivitas ubikayu segar yang relative
rendah dan berfluktuasi dan hanya mencapai tingkat tertinggi pada tahun 2009 dengan jumalah
31. 31
panen ubikayu sebesar 118,001 ton pertahun sehingga untuk industry pengembangan ubi kayu di
Kalimantan timur sangat menpunyai prospek yang cukup cerah dilihat dari sisi lahan areal tanam
yang masih kecil dan produktivitas masih rendah serta didukung oleh luas areal yang dimiliki
oleh Kalimantan Timur
Produksi ubi kayu Kalimantan Timur tahun 2008 sebanyak 116.116 ton mengalami kenaikan bila
dibandingkan dengan tahun 2007 dengan produksi sebesar 105.395 ton atau naik sebesar
10,11persen. Kenaikan produksi ini disebabkan oleh naiknya produksi pada periode 2007 k3
periode 2008 . Keadaan produksi ubi kayu ini dipengaruhi peningkatan luas panen dan
peningkatan tingkat produktivitas. Peningkatan luas panen ubi kayu sebesar 8,12 persen dan
peningkatan tingkat produktivitas sebesar 1,88 persen.
Keadaan Produksi Ubi kayu Kalimantan timur
Tabel Produksi ubikayudi KalimatanTimurdan Konsumsi Ubikayu
Tahun
Jumlah
Pendudu
k (jiwa)
Luas
Tanam
(Ha)
Luas
Panen
(Ha)
Produktifita
s (Kw/Ha)
Produksi
(Ton)
Produksi
siap
dikonsu
msi (ton)
Kebutuhan
Konsumsi (ton)
%
Penyediaan
-/+
1998 2458942 9324 6996 127,00 88852 75524 30540 247,30 44984
1999 2525480 7462 8661 127,72 110619 94026 31366 299,77 62660
2000 2436545 7107 7117 128,50 91455 77737 30262 256,88 47475
2001 2489988 7024 7024 127,87 89815 76343 30926 246,86 45417
2002 2558572 8275 8794 131,56 115698 98343 31777 309,47 66566
2003 2704851 6847 7174 133,93 96084 81656 33594 243,07 48062
2004 2750369 6448 6849 130,33 89262 75873 34160 222,11 41713
2005 2928654 5924 6114 153,56 93885 79802 36374 219,39 43428
2006 2936388 6620 6549 155,00 101249 964174 421678 228,65 542496
2007 3024800 6658 6 593 159,86 105 395 966397 454980
2008 3094700 7580 7 532 154,30 116 218 103434
2009 3164800 7981 7 681 163,67 125 714
Growt
h
10 year
3,81% 9,25% 8,12% 1.18% 10,11% 9,9% 12,%
32. 32
Produksi Ubi Kayu Menurut Propinsi di Indonesia 2003-200
G.Kondisi Lingkungan untuk penanaman Ubikayu
G.3.1 Iklim
Curah hujan yang sesuai untuk tanaman ubi kayu antara 1.500 – 2.500 mm/tahun. Kelembaban
udara optimal untuk tanaman ubi kayu antara 60-65%, dengan suhu udara minimal bagi
Provinsi 2003 2004 2005 2006 2007
2008
(ATAP)
2009
(ARAM II)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1. Nanggroe Aceh D.
2. Sumatera Utara
3. Sumatera Barat
4. R i a u
5. J a m b i
6. Sumatera Selatan
7. Bengkulu
8. Lampung
9. Bangka Belitung
10. Kepulauan Riau
11. D.K.I. Jakarta
12. Jawa Barat
13. Jawa Tengah
14. D.I. Yogyakarta
15. Jawa Timur
16. Banten
17. B a l i
18. Nusa Tenggara Barat
19. Nusa Tenggara Timur
20. Kalimantan Barat
21. Kalimantan Tengah
22. Kalimantan Selatan
23. Kalimantan Timur
24. Sulawesi Utara
25. Sulawesi Tengah
26. Sulawesi Selatan
27. Sulawesi Tenggara
28. Gorontalo
29. Sulawesi Barat
30. Maluku
31. Maluku Utara
32. Papua Barat
33. Papua
75.286
411.990
122.689
51.487
52.602
158.042
82.945
4.984.616
21.371
-
949
1.651.879
3.469.795
764.409
3.786.882
155.776
137.891
88.568
861.620
233.340
115.017
71.758
96.067
39.944
50.052
590.717
210.742
9.436
-
83.716
103.297
-
40.927
63.867
464.960
117.437
47.922
44.446
248.844
59.659
4.673.091
22.138
-
815
2.074.022
3.663.236
817.398
3.963.478
163.969
142.221
88.030
1.041.279
207.832
112.319
67.292
89.389
57.314
45.106
586.350
263.972
14.507
-
91.351
144.313
-
48.150
53.424
509.796
114.199
41.668
39.780
179.952
79.934
4.806.254
19.234
3.526
791
2.068.981
3.478.970
920.909
4.023.614
144.110
155.808
92.991
891.783
243.251
73.866
80.377
93.885
68.463
48.256
464.435
256.467
12.211
56.717
94.995
142.680
25.897
33.959
46.504
452.450
133.095
47.586
40.779
228.321
113.488
5.499.403
17.264
6.899
804
2.044.674
3.553.820
1.016.270
3.680.567
143.561
159.058
87.041
938.010
250.173
65.661
82.389
101.249
82.416
52.791
567.749
238.039
9.410
40.413
103.260
123.833
21.838
37.825
41.558
438.573
114.551
51.784
44.794
150.133
76.924
6.394.906
18.666
7.077
628
1.922.840
3.410.469
976.610
3.423.630
117.550
174.189
88.527
794.121
221.630
67.617
117.322
105.395
74.406
70.858
514.277
239.271
7.432
45.921
105.761
118.354
17.834
34.450
38.403
736.771
102.285
50.772
36.905
197.150
49.478
7.721.882
19.722
9.364
454
2.034.854
3.325.099
892.907
3.533.772
115.591
169.761
68.386
928.974
193.804
73.344
119.085
116.218
83.656
70.181
504.198
217.727
9.215
54.809
107.214
116.838
23.072
35.100
47.594
887.987
137.970
52.725
37.733
173.618
59.039
7.885.116
20.262
9.631
220
2.124.899
3.369.046
1.098.192
3.094.320
115.788
162.799
83.171
916.997
198.912
77.564
139.093
118.011
84.539
60.980
481.434
220.739
7.342
58.494
109.391
107.493
13.666
35.616
J a w a
Luar Jawa
I n d o n e s i a
9.829.690
8.694.120
18.523.810
10.682.918
8.741.789
19.424.707
10.637.375
8.683.808
19.321.183
10.439.696
9.546.944
19.986.640
9.851.727
10.136.331
19.988.058
9.902.677
11.854.314
21.756.991
9.802.465
12.187.916
21.990.381
33. 33
tumbuhnya sekitar 10oC. Jika suhunya dibawah 100C, pertumbuhan tanaman akan sedikit
terhambat. Selain itu, tanaman menjadi kerdil karena pertumbuhan bunga yang kurang sempurna.
Sinar matahari yang dibutuhkan bagi tanaman ubi kayu sekitar 10 jam/hari, terutama untuk
kesuburan daun dan perkembangan umbinya.
Tanah yang paling sesuai untuk ubi kayu adalah tanah yang berstruktur remah, gembur,
tidak terlalu liat dan tidak terlalu poros, serta kaya bahan organik. Tanah dengan struktur remah
mempunyai tata udara yang baik, unsur hara lebih mudah tersedia, dan mudah diolah. Jenis tanah
yang sesuai untuk tanaman ubi kayu adalah jenis aluvial, latosol, podsolik merah kuning,
mediteran, grumosol, dan andosol.
Derajat kemasaman (pH) tanah yang sesuai untuk budidaya ubi kayu berkisar antara 4,5 –
8,0 dengan pH ideal 5,8. Umumnya tanah di Indonesia ber-pH rendah (asam), yaitu berkisar 4,0
– 5,5, sehingga seringkali dikatakan cukup netral bagi suburnya tanaman ubi kayu.
Ketinggian tempat yang baik dan ideal untuk tanaman ubi kayu antara 10-700 m dpl,
sedangkan toleransinya antara 10-1.500 m dpl. Jenis ubi kayu tertentu dapat ditanam pada
ketinggian tempat teretentu untuk dapat tumbuh optimal. Sinar matahari yang dibutuhkan bagi
tanaman ketela pohon sekitar 10 jam/hari terutama untuk kesuburan daun dan perkembangan
umbinya
G.3.2 Media Tanam
a) Tanah yang paling sesuai untuk ketela pohon adalah tanah yang berstruktur remah, gembur,
tidak terlalu liat dan tidak terlalu poros serta kaya bahan organik. Tanah dengan struktur
remah mempunyai tata udara yang baik, unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah.
Untuk pertumbuhan tanaman ketela pohon yang lebih baik, tanah harus subur dan kaya bahan
organik baik unsur makro maupun mikronya.
b) Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman ketela pohon adalah jenis aluvial latosol, podsolik
merah kuning, mediteran, grumosol dan andosol.
c) Derajat keasaman (pH) tanah yang sesuai untuk budidaya ketela pohon berkisar antara 4,5-8,0
dengan pH ideal 5,8. Pada umumnya tanah di Indonesia ber-pH rendah (asam), yaitu berkisar
4,0-5,5, sehingga seringkali dikatakan cukup netral bagi suburnya tanaman ketela pohon.
G.4.Pedoman Penanaman Ubikayu
34. 34
H. TEKNOLOGI BUDIDAYA
Bahan Tanaman
Ubi kayu atau ubi kayu dapat dikelompokkam menjadi dua, yaitu sebagai bahan baku tapioca dan
sebagai pangan langsung. Ubi kayu sebagai pangan langsung harus memenuhi syarat utama,
yaitu tidak mengandung racun HCN (< 50 mg per Kg umbi basah). Sementara itu, umbi ubi kayu
untuk bahan baku industri sebaiknya memiliki kandungan protein rendah dan kandungan HCN
yang tinggi
Tanaman ubikayu sebagian besar dikembangkan secara vegetatif yakni dengan setek. Jenis
bahan tanaman (varietas/klon) ubikayu yang banyak ditanam di Lampung antara lain
adalah varietas UJ-3 (Thailand), varietas UJ-5 (Cassesart), dan klon lokal (Barokah,
Manado, Klenteng, dan lain-lain). Varietas UJ-3 banyak ditanam petani karena berumur
pendek tetapi kadar pati yang lebih rendah sehingga menyebabkan tingginya rafaksi (potongan
timbangan) saat penjualan hasil di pabrik. Hasil kajian BPTP Lampung bahwa penggunaan
varietas UJ-5 mampu berproduksi tinggi dan memiliki kadar pati yang tinggi pula.
Beberapa varietas atau klon ubikayu yang banyak di tanam antara lain dapat dilihat pada
Tabel A.
Tabel A Beberapa varietas/klon ubikayu unggulan
Varietas/Klon Umur
(bulan)
Kadar
Pati
(%)
Produksi
(ton/ha)
SistemTanam
UJ-3
(Thailand)
8 – 10 25 – 30 35-40 Rapat (70x80 cm)
UJ-5
(Cassesart)
10 - 12 30 - 36 45 - 60 Double row
Malang-6 9 – 10 25 - 32 35 – 38 Rapat (70x80 cm)
Barokah
(Lokal)
9 – 10 25 – 30 35 – 40 Double row
1. Pembibitan Penggunaan bibit unggul
Setek untuk bibit tanaman adalah varietas UJ-5 yang diambil dari tanaman yang berumur
lebih dari 8 bulan. Jumlah bibit per hektar dengan sistem tanam double row adalah 11.700
tanaman. Panjang setek yang digunakan adalah 20 cm.
Persyaratan Bibit
Bibit yang baik untuk bertanam ketela pohon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
35. 35
a) Ubi kayu berasal dari tanaman induk yang cukup tua dengan umur (10 - 12 bulan).
b) Ubi kayu harus dengan pertumbuhannya yang normal dan sehat serta seragam.
c) Batangnya telah berkayu dan berdiameter + 2,5 cm lurus dan Belum tumbuh tunas-tunas
baru
d) Metode untuk penyemaian bibit tanaman ubi kayu terdiri dari beberapa tahap, yaitu
sebagai berikut.
- potong batang ubi kayu varietas unggul menjadi satu, dua, atau tiga mata tunas.
- Siapkan media persemaian berupa bak plastik yang diisi air, tanpa diberi pupuk atau
bahan kimia lain. Ketinggian air sekitar 0,5 cm dari dasar bak plastik.
- Di atas permukaan air, hamparkan kertas koran. Kertas ini sebaiknya disangga dengan
anyaman bambu atau penyangga lain agar tidak tenggelam. Kertas harus dipertahankan dalam
keadaan basah selama 7-14 hari.
- Letakan setek yang akan disemai di atas kertas koran yang basah tersebut dengan posisi
vertikal.
Penyiapan Bibit
Penyiapan bibit ketela pohon meliputi hal-hal sebagai berikut:
a) Bibit berupa stek batang
b) Sebagai stek pilih batang bagian bawah sampai tengah
c) Sebagai stek pilih batang bagian bawah sampai tengah
Pemilihan bibit
Benih tanaman berupa setek batang berukuran 20-30 cm. Setek yang terbaik berasal dari bagian
tengah batang tanaman yang telah berumur lebih dari 8 bulan. Ujung setek bagian bawah
dipotong miring 450. Pemotongan ini dimaksudkan untuk memperluas daerah perakaran dan
sebagai tanda bagian yang ditanam. Jika batang ditanam terbalik, hasil umbi akan sangat rendah.
Kebutuhan bibit per ha sekitar 10.000 setek.
Dalam pembibitan tradisional, satu batang ubi kayu hanya diperoleh 10-20 setek, sehingga luas
areal pembibitan harus tersedia 20% dari luas areal yang akan ditanami ubi kayu. Rapid
36. 36
multiplication menggunakan setek pendek dengan 2-3 mata tunas, sehingga dari satu batang ubi
kayu dapat dihasilkan 100-200 kali lebih banyak dibandingkan dengan pembibitan secara
tradisional. Langkah penyelenggaraan rapid multiplicatin yaitu (a) penyemaian bibit, (b)
pemindahan bibit, (c) pemeliharan, dan (d) panen
Penyemaian bibit
Metode untuk penyemaian bibit tanaman ubi kayu terdira dari beberapa tahap, yaitu sebagai
berikut.
- potong batang ubi kayu varietas unggul menjadi satu, dua, atau tiga mata tunas.
- Siapkan media persemaian berupa bak plastik yang diisi air, tanpa diberi pupuk atau
bahan kimia lain. Ketinggian air sekitar 0,5 cm dari dasar bak plastik.
- Di atas permukaan air, hamparkan kertas koran. Kertas ini sebaiknya disangga dengan
anyaman bambu atau penyangga lain agar tidak tenggelam. Kertas harus dipertahankan
dalam keadaan basah selama 7-14 hari.
- Letakan setek yang akan disemai di atas kertas koran yang basah tersebut dengan posisi
vertikal.
Pemeliharaan Pembibitan
Pemeliharaan bibit meliputi pemupukan, pengendalian gulma, serat pengendalian hama dan
penyakit tanaman. Pemupukan kebun bibit dianjurkan sejumlah 150-200 kg urea + 100 kg SP36
+ 100 kg KCl/ha. Pupuk diberikan secara bertahap, yaitu 50% urea, seluruh SP36 dan KCl pada
saat bibit berumur 2 minggu dan 50% urea pada umur 12 minggu
Pemanenan Bibit
Penen dilakukan saat tanaman berumur 7-12 bulan. Potonglah batang sekitar 10 cm dari pangkal
batang. Buang batang bagian pucuk yang belum berkayu. Kumpulkan 10-20 batang dan ikatlah
ujung bawah dan ujung atasnya. Selanjutnya simpan di tempat yang terlindung. Ikatan hendaknya
diletakkan tegak lurus dan jangan ’ditidurkan’ untuk mencegah tuna-tunas tumbuh selama masa
penyimpanan. Bibit yang disimpan sebaiknya sepanjang mungkin (minimum 1,5 meter) agar
tidak tidak mudah mengering. Sebaiknya ujung-ujung potongan batang diberi ter atau lilin agar
tidak cepat kering. Panen dilakukan saat bibit akan ditanam atau maksimal 1 bulan sebelum bibit
37. 37
ditanam.
Cara Tanam
Cara tanam yang banyak digunakan petani adalah sistem tanam rapat dengan jarak
tanam 70 x 80 cm. Cara tanam ini memiliki banyak kelemahan antara lain penggunaan
bahan tanaman dalam jumlah besar (18.000 tanaman/ha) dan produktivitas rendah (18-22
ton/ha). Hasil kajian BPTP Lampung menunjukkan bahwa penggunaan sistem tanam
double row dengan variates UJ-5 mampu menghasilkan ubikayu 50-60 ton/ha.
2.Pengolahan Media Tanam
I. Persiapan
Kegiatan yang perlu dilakukan sebelum pengolahan lahan adalah ;
- Pengukuran pH tanah dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus, pH meter dan
cairan pH tester.
- Penganalisaan jenis tanah pada contoh atau sempel tanah yang akan ditanami untuk
mengetahui ketersediaan unsur hara, kandungan bahan organik.
- Penetapan jadwal/waktu tanam berkaitan erat dengan saat panen. Hal ini perlu
diperhitungkan dengan asumsi waktu tanam bersamaan dengan tanamanlainnya (tumpang
sari), sehingga sekaligus dapat memproduksi
- Luas areal penanaman disesuaikan dengan modal dan kebutuhan setiap petani ketela
pohon. Pengaturan volume produksi penting juga diperhitungkan karena berkaitan erat
dengan perkiraan harga pada saat panen dan pasar. Apabila pada saat panen nantinya
harga akan anjlok karena di daerah sentra penanaman terjadi panen raya maka volume
produksi diatur seminimal mungkin.
Adapun cara penanaman ubikayu sistem double row adalah sebagai berikut :
II.Pengolahan tanah
38. 38
a) Pembukaan lahan pada intinya merupakan pembersihan lahan dari segala macam gulma
(tumbuhan pengganggu) dan akar-akar pertanaman sebelumnya. Tujuan pembersihan lahan
untuk memudahkan perakaran tanaman berkembang dan menghilangkan tumbuhan inang
bagi hama dan penyakit yang mungkin ada. Pembajakan dengan mesin traktor.
Pencangkulan dilakukan pada sisi-sisi yang sulit dijangkau, pada tanah tegalan yang
arealnya relatif lebih sempit oleh alat bajak dan alat garu sampai tanah siap untuk ditanami.
b) Pembuatan Bedengan dibuat pada saat lahan sudah 70% dari tahap penyelesaian. Bedengan
atau pelarikan dilakukan untuk memudahkan penanaman, sesuai dengan ukuran yang
dikehendaki. Pembentukan bedengan/larikan ditujukan untuk memudahkan dalam
pemeliharaan tanaman, seperti pembersihan tanaman liar maupun sehatnya pertumbuhan
tanaman.
c) Untuk menaikkan pH tanah, terutama pada lahan yang bersifat sangat masam/tanah gembut,
perlu dilakukan pengapuran. Jenis kapur yang digunakan adalah kapur kalsit/kaptan
(CaCO3). Dosis yang biasa digunakan untuk pengapuran adalah 1-2,5 ton/ha. Pengapuran
diberikan pada waktu pembajakan atau pada saat pembentukan bedengan kasar bersamaan
dengan pemberian pupuk kandang
d) Tanah diolah sedalam 25 cm dapat dilakukan dengan mencangkul, membajak dengan
ternak dan traktor. Dibuat guludan atau bedengan dengan jarak ganda (double row)
yaitu 80 cm dan 160 cm (Gambar 1 dan 2).
H.Teknik Penanaman
Pola tanaman harus memperhatikan musim dan curah hujan. Pada lahan tegalan/kering,
waktu tanam yang paling baik adalah awal musim hujan atau setelah penanaman padi.
Jarak tanam yang umum digunakan pada pola monokultur ada beberapa alternatif, yaitu
100 X 100 cm, 100 X 60 cm atau 100 X 40 cm. Bila pola tanam dengan sistem tumpang
sari bisa dengan jarak tanam 150 X 100 cm atau 300 X 150 cm.
Sistem atau cara tanam double row adalah membuat baris ganda (double row) yakni
jarak antar barisan 160 cm dan 80 cm, sedangkan jarak di dalam barisan sama yakni 80
cm. Sehingga jarak tanam ubikayu baris pertama (160 cm x 80 cm) dan baris kedua
(80 cm x 80 cm). Penjarangan barisan ini ditujukan agar tanaman lebih banyak
39. 39
mendapatkan sinar matahari untuk proses fotosintesa, sehingga pembentukan zat pati
ubikayu di umbi lebih banyak dan ukuran umbi besar- besar. Selain itu, diantara
barisan berukuran 160 cm dapat ditanami jagung dan kacang-kacangan untuk
meningkatkan pendapatan petani. Keuntungan lain dari sistem tanam ubikayu
double row adalah jumlah bibit yang digunakan lebih sedikit yakni 11.700 tanaman
dibandingkan dengan sistem tanam petani biasa dengan jumlah bibit 17.800 tanaman
Cara penanaman dilakukan dengan meruncingkan ujung bawah stek ketela pohon
kemudian tanamkan sedalam 5-10 cm atau kurang lebih sepertiga bagian stek tertimbun
tanah. Bila tanahnya keras/berat dan berair/lembab, stek ditanam dangkal saja.
Untuk mendapatkan sebaran produksi yang merata sepanjang tahun diperlukan
penanaman harian minimal selama enam bulan/tahun, diperlukan minimal enam bulan
basah dan tiga bulan lembab/tahun. Kondisi tersebut hanya terdapat di daerah beriklim
basah, implikasinya industri tapioka tidak dapat dikembangkan di daerah beriklim
kering karena distribusi produksinya tidak tersebar merata sepanjang tahun lihat (Figure
7).
Gambar 1. Pertanaman ubikayu dengan sistem tanam double row
40. 40
Gambar 2. Tataletak penanaman ubikayu dengan sistem tanam double row
Penanaman dan Penyulaman
Waktu tanam yang tepat bagi tanaman ubi kayu, secara umum adalah musim penghujan
atau pada saat tanah tidak berair agar struktur tanah tetap terpelihara. Tanaman ubi kayu dapat
41. 41
ditanam di lahan kering, beriklim basah, waktu terbaik untuk bertanam yaitu awal musim hujan
atau akhir musim hujan (November – Desember dan Juni – Juli). Tanaman ubi kayu dapat juga
tumbuh di lahan sawah apabila penanaman dilakukan setelah panen padi. Di daerah-daerah yang
curah hujannya cukup tinggi dan merata sepanjang tahun, ubi kayu dapat ditanam setiap waktu.
Permasalahan budi daya ubi kayu di Indonesia adalah saat tanam serentak, yakni sebagian
besar pada wala musim hujan. Hal ini mengakibatkan waktu panen yang serentak pula, sehingga
harga ubi kayu menjadi relatif murah dan terjadi ketidak sinambungan suplai bahan baku ke
pabrik tapioka . Masalah ini dapat diatasi dengan menunda umur panen karena kadar pati dalam
ubi kayu tidak menurun meski panen ditunda beberapa bulan setelah fase kadar pati optimal.
Bahkan, hasil pati meningkat karena bobot ubi cenderung meningkat dengan bertambahnya umur
tanaman sehingga menguntungkan petani.
Penerapannnya dapat dilakukan dengan cara mengatur setiap wilayah dengan menanam
ubi kayu berdasarkan umur panen, yaitu genjah (7-9 bulan), sedang (8-11 bulan), dan dalam (10-
12 bulan). Dengan pengaturan ini, pabrik TAPIOKA akan menerima suplai ubi kayu secar
teratur. Petani tidak akan menderita karena harga yang merosot karena panen raya ubi kayu.
4. Pemeliharaan Tanaman
Penyulaman
Untuk bibit yang mati/abnormal segera dilakukan penyulaman, yakni dengan cara
mencabut dan diganti dengan bibit yang baru/cadangan. Bibit atau tanaman muda yang
mati harus diganti atau disulam. Pada umumnya petani maupun pengusaha mengganti
tanaman yang mati dengan sisa bibit yang ada. Bibit sulaman yang baik seharusnya juga
merupakan tanaman yang sehat dan tepat waktu untuk ditanam. Penyulaman dilakukan
pada pagi hari atau sore hari, saat cuaca tidak terlalu panas. Waktu penyulaman adalah
minggu pertama dan minggu kedua setelah penanaman. Saat penyulaman yang melewati
minggu ketiga setelah penanaman mengakibatkan perbedaan pertumbuhan yang
menyolok antara tanaman pertama dan tanaman sulaman.
Penyiangan
Penyiangan bertujuan untuk membuang semua jenis rumput/ tanaman liar/pengganggu
(gulma) yang hidup di sekitar tanaman. Dalam satu musim penanaman minimal dilakukan
2 (dua) kali penyiangan.
42. 42
Pembubunan
Cara pembubunan dilakukan dengan menggemburkan tanah di sekitar tanaman dan
setelah itu dibuat seperti guludan. Waktu pembubunan dapat bersamaan dengan waktu
penyiangan, hal ini dapat menghemat biaya. Apabila tanah sekitar tanaman Ketela pohon
terkikis karena hujan atau terkena air siraman sehingga perlu dilakukan pembubunan/di
tutup dengan tanah agar akar tidak kelihatan.
Perempalan/Pemangkasan
Pada tanaman Ketela pohon perlu dilakukan pemangkasan/pembuangan tunas karena
minimal setiap pohon harus mempunyai cabang 2 atau 3 cabang. Hal ini agar batang
pohon tersebut bisa digunakan sebagai bibit lagi di musim tanam mendatang.
Pemupukan
Pemupukan dilakukan dengan sistem pemupukan berimbang antara N, P, K dengan dosis
Urea=133–200 kg; TSP=60–100 kg dan KCl=120–200 kg. Pupuk tersebut diberikan pada
saat tanam dengan dosis N:P:K= 1/3 : 1 : 1/3 (pemupukan dasar) dan pada saat tanaman
berumur 2-3 bulan yaitu sisanya dengan dosis N:P:K= 2/3 : 0 : 2/3.
Tanaman ubi kayu memerlukan pupuk dalam penanaman, karena unsur hara yang diserap oleh
ubi kayu per satuan waktu dan luas lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman pangan yang
berproduktivitas tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa hara terbawa panenuntuk setiap ton umbi
segar adalah 6,54 Kg N, 2,24 P2O5, dan 9,32 Kg K2O/ha/musim atau pada tingkat hasil 30 ton/ha
sebesar 147,6 Kg N, 47,4 Kg P2O5, dan 179,4 Kg K2O/ha/musim. Hara tersebut harus diganti
melalui pemupukan setiap musim. Tanpa pemupukan akan terjadi pengurasan hara, Sehingga
kesuburan hara menurun dan produksi dan produksi ubi kayu akan menurun. Berikut adalah
dosis pupuk yang berimbang untuk budi daya ubi kayu :
- Pupuk Organik : 5 – 10 ton/ha setiap musim tanam
- Urea : 150 – 200 Kg/ha
- SP36 : 100 Kg/ha
- KCl : 100 – 150 Kg/ha
43. 43
Tehnik pemberian dosis pupuk untuk tanaman ubi kayu adalah, berikan pupuk organik + 1/3
Urea + 1/3 KCl sebagai pupuk dasar pada saat pembuatan guludan. Lalu sisa dosis diberikan
pada bulan ketiga atau keempat.
Pengairan dan Penyiraman
Kondisi lahan Ketela pohon dari awal tanam sampai umur + 4–5 bulan hendaknya selalu dalam
keadaan lembab, tidak terlalu becek. Pada tanah yang kering perlu dilakukan penyiraman dan
pengairan dari sumber air yang terdekat. Pengairan dilakukan pada saat musim kering dengan
cara menyiram langsung akan tetapi cara ini dapat merusak tanah. Sistem yang baik digunakan
adalah sistem genangan sehingga air dapat sampai ke daerah perakaran secara resapan. Pengairan
dengan sistem genangan dapat dilakukan dua minggu sekali dan untuk seterusnya diberikan
berdasarkan kebutuhan.
Waktu Penyemprotan Pestisida
Jenis dan dosis pestisida disesuaikan dengan jenis penyakitnya. Penyemprotan pestisida
paling baik dilakukan pada pagi hari setelah embun hilang atau pada sore hari. Dosis
pestisida disesuaikan dengan serangan hama dan penyakit, baca dengan baik penggunaan
dosis pada label merk obat yang digunakan. Apabila hama dan penyakit menyerang dengan
ganas maka dosis pestisida harus lebih akan tetapi penggunaannya harus hati-hati karena
serangga yang menguntungkan dapat ikut mati.
5. Hama dan Penyakit
5.1
.
Hama
a
.
Uret (Xylenthropus)
Ciri: berada dalam akar dari tanaman.
Gejala: tanaman mati pada yg usia muda, karena akar batang dan umbi dirusak.
Pengendalian: bersihkan sisa-sisa bahan organik pada saat tanam dan atau mencampur
sevin pada saat pengolahan lahan.
44. 44
b
.
Tungau merah (Tetranychus bimaculatus)
Ciri: menyerang pada permukaan bawah daun dengan menghisap cairan daun tersebut.
Gejala: daun akan menjadi kering.
Pengendalian:menanam varietas toleran dan menyemprotkan air yang banyak.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Penyakit utama tanaman ubi kayu adalah bakteri layu (Xanthomonas campestris pv.
manihotis) dan hawar daun (Cassava Bacterial Blight/CBB). Kerugian hasil akibat CBB
diperkirakan sebesar 8% untuk varietas yang agak tahan, dan mencapai 50 – 90% untuk
varietas yang agak rentan dan rentan. Varetas Adira-4, Malang-6, UJ-3, dan UJ-5 tahan
terhadap kedua penyakit ini.
Hama utama ubi kayu adalah tungau merah (Tetranychus urticae). Hama ini menyerang
hanya pada musim kemarau dan menyebabkan rontoknya daun, tetapi petani hanya
menganggap keadaan tersebut sebagai akibat kekeringan. Penelitian menunjukkan
penurunan hasil akibat serangan hami ini dapat mencapai 20 – 53%, tergantung umur
tanaman dan lama serangan. Bahkan berdasarkan penelitian di rumah kaca. Serangan
tungau merah yang parah dapat mengakibatkan kehilangan hasil ubi kayu hingga 95%.
Tungau dapat menyebabkan kerusakan tanaman ubi kayu dengan cara mengurangi luas
areal fotosintesis dan akhirnya mengakibatkan penurunan hasil panen ubi kayu.
Kerusakan tanaman dapat diperparah oleh kondisi musim kering, kondisi tanaman stress
air, dan kesuburan tanah yang rendah.
Untuk pengendalian tungau merah sebaiknya ubi kayu ditanam di lahan pada awal
musim hujan untuk mencegah terjadinya serangan tungau, dengan tenggang waktu
maksimum 2 bulan. Jika terlambat ditanam, peluang terjadinya serangan lebih lama
sehingga kehilangan hasil yang ditimbulkan semakin tinggi. Namun cara yang paling
praktis, stabil dan ekonomis adalah dengan menanam varietas yang tahan tungau.
Varietas Adira-4 dan Malang-6 cukup tahan tungau, sedangkan UJ-5 dan UJ-3 peka
tungau. Sebaiknya UJ-3 dan UJ-5 sebaiknya ditanam di daerah-daerah yang mempunyai
bulan basah cukup panjang (seperti Lampung) sehingga serangan tungau yang dialami
45. 45
tidak berat. UJ-3 dan UJ-5 kurang bagus ditanam di daerah yang mempunyai musim
kering relatif panjang.
46. 46
5.2. Penyakit
a. Bercak daun bakteri
Penyebab: Xanthomonas manihotis atau Cassava Bacterial Blight/CBG .
Gejala: bercak-bercak bersudut pada daun lalu bergerak dan mengakibatkan
pada daun kering dan akhirnya mati.
Pengendalian:menanam varietas yang tahan, memotong atau memusnahkan
bagian tanaman yang sakit, melakukan pergiliran tanaman dan sanitasi kebun
b. Layu bakteri (Pseudomonas solanacearum E.F. Smith)
Ciri: hidup di daun, akar dan batang.
Gejala: daun yang mendadak jadi layu seperti tersiram air panas. Akar, batang
dan umbi langsung membusuk.
Pengendalian: melakukan pergiliran tanaman, menanam varietas yang tahan
seperti Adira 1, Adira 2 dan Muara, melakukan pencabutan dan pemusnahan
tanaman yang sakit berat.
c. Bercak daun coklat (Cercospora heningsii)
Penyebab: jcendawan yang hidup di dalam daun.
Gejala: daun bercak-bercak coklat, mengering, lubang-lubang bulat kecil dan
jaringan daun mati.
Pengendalian: melakukan pelebaran jarak tanam, penanaman varietas yang
tahan, pemangkasan pada daun yang sakit serta melakukan sanitasi kebun.
d. Bercak daun konsentris (Phoma phyllostica)
Penyebab: cendawan yang hidup pada daun.
Gejala: adanya bercak kecil dan titik-titik, terutama pada daun muda.
Pengendalian:memperlebar jarak tanam, mengadakan sanitasi kebun dan
memangkas bagian tanaman yang sakit .
47. 47
5.3. Gulma
Sistem penyiangan/pembersihan secara menyeluruh dan gulmanya dibakar/dikubur
dalam seperti yang dilakukan umumnya para petani Ketela pohon dapat menekan
pertumbuhan gulma. Namun demikian, gulma tetap tumbuh di parit/got dan lubang
penanaman.
Khusus gulma dari golongan teki (Cyperus sp.) dapat di berantas dengan cara
manual dengan penyiangan yang dilakukan 2-3 kali permusim tanam. Penyiangan
dilakukan sampai akar tanaman tercabut. Secara kimiawi dengan penyemprotan
herbisida seperti dari golongan 2,4-D amin dan sulfonil urea. Penyemprotan harus
dilakukan dengan hati-hati.
Sedangkan jenis gulma lainnya adalah rerumputan yang banyak ditemukan di
lubang penanaman maupun dalam got/parit. Jenis gulma rerumputan yang sering
dijumpai yaitu jenis rumput belulang (Eleusine indica), tuton (Echinochloa colona),
rumput grintingan (Cynodon dactilon), rumput pahit (Paspalum distichum), dan
rumput sunduk gangsir (digitaria ciliaris). Pembasmian gulma dari golongan
rerumputan dilakukan dengan cara manual yaitu penyiangan dan penyemprotan
herbisida berspektrum sempit misalnya Rumpas 120 EW dengan konsentrasi 1,0-
1,5 ml/liter.
Pengendalian gulma
Gulma harus dikendalikan karena gulma merupakan pesaing bagi tanaman
ubi kayu khusunya untuk mengambil hara, pupuk dan air. Penelitian menunjukkan
kompetisi dengan gulma menurunkan produktivitas ubi kayu hingga 7,5%. Berikut
adalah waktu yang tepat untuk pengendalian gulma yaitu :
- Tiga bulan pertama, hal ini disebabkan pertumbuhan gulma yang lebat, karena
tanah di antara tanaman belum tertutup sempurna oleh kanopi
- Di saat panen, dengan tujuan menurunkan kesulitan panen, sehingga kehilangan
hasil dapat dicegah dan mempermudah pengolahan tanah dan mengurangi
48. 48
5.4.P A N E N
Kriteria utama umur panen ubi kayu adalah kadar pati optimal, yakni pada saat tanaman berumur
7-9 bulan. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan daun mulai berkurang, warna daun mulai agak
menguning, dan banyak daun yang rontok. Sifat khusus ubi kayu ialah bobot ubi kayu meningkat
dengan bertambahnya umur tanaman, sedangkan kadar pati cenderung stabil pada umur 7-9
bulan. Hal ini menunjukkan bahwa umur panen ubi kayu fleksibel. Tanaman dapat dipanen pada
umur 7 bulan atau ditunda hingga 12 bulan. Namun penundaan umur panen hanya dapat
dilakukan di daerah beriklim basah dan tidak sesuai di daerah beriklim kering. Berikut adalah
tehnik panen yang benar :
Buanglah batang – batang ubi kayu terlebih dahulu.
Tinggalkan pangkal batang + 10 cm untuk memudahkan pencabutan
Cabutlah tanaman dengan tangan menggunakan tenaga dari seluruh tubuh, sehingga
umbinya dapat diangkat keluar dari tanah.
Pada tanah berat, pakailah alat pengungkit berupa sepotong bambu atau kayu. Ikat pangkal
batang dengan kayu, ujung pengungkit diletakkan di atas bahu, kemudian angkatlah perlahan
– lahan ke atas.
Ciri dan Umur Panen
Ubi Kayu dapat dipanen pada saat pertumbuhan daun bawah mulai berkurang. Warna daun
mulai menguning dan banyak yang rontok. Umur panen tanaman ketela pohon telah
mencapai 6–8 bulan untuk varietas Genjah dan 9–12 bulan untuk varietas Dalam.
Ubi kayu dipanen dengan cara mencabut batangnya dan umbi yang tertinggal diambil dengan
cangkul atau garpu tanah.
5.5.PASCA PANEN
a) Pengumpulan :Hasil panen dikumpulkan di lokasi yang cukup strategis, aman dan
mudah dijangkau oleh angkutan
b) Penyortiran dan Pengolongan :Pemilihan atau penyortiran umbi ketela pohon
sebenarnya dapat dilakukan pada saat pencabutan berlangsung. Akan tetapi penyortiran
umbi ketela pohon dapat dilakukan setelah semua pohon dicabut dan ditampung dalam
suatu tempat. Penyortiran dilakukan untuk memilih umbi yang berwarna bersih terlihat
dari kulit umbi yang segar serta yang cacat terutama terlihat dari ukuran besarnya umbi
serta bercak hitam/garis-garis pada daging umbi.
49. 49
c) Penyimpanan:
Cara penyimpanan hasil panen umbi ketela pohon dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Buat lubang di dalam tanah untuk tempat penyimpanan umbi segar ketela pohon
tersebut. Ukuran lubang disesuaikan dengan jumlah umbi yang akan disimpan.
Alasi dasar lubang dengan jerami atau daun-daun, misalnya dengan daun nangka atau
daun ketela pohon itu sendiri.
Masukkan umbi ketela pohon secara tersusun dan teratur secara berlapis kemudian
masing-masing lapisan tutup dengan daun-daunan segar tersebut di atas atau jerami.
Terakhir timbun lubang berisi umbi ketela pohon tersebut sampai lubang permukaan
tertutup berbentuk cembung, dan sistem penyimpanan seperti ini cukup awet dan
membuat umbi tetap segar seperti aslinya.
6.5 Pengemasan dan Pengangkutan
Pengemasan umbi ketela pohon bertujuan untuk melindungi umbi dari kerusakan selama
dalam pengangkutan. Untuk pasaran antar kota/ dalam negeri dikemas dan dimasukkan dalam
karung-karung goni atau keranjang terbuat dari bambu agar tetap segar. Khusus untuk
pemasaran antar pulau maupun diekspor, biasanya umbi ketela pohon ini dikemas dalam
bentuk gaplek atau dijadikan tepung tapioka. Kemasan selanjutnya dapat disimpan dalam
karton ataupun plastik-plastik dalam perbagai ukuran, sesuai permintaan produsen.Setelah
dikemas umbi ketela pohon dalam bentuk segar maupun dalam bentuk gaplek ataupun tapioka
diangkut dengan alat trasportasi baik tradisional maupun modern ke pihak konsumen, baik
dalam maupun luar negeri
51. 51
KEMITRAAN TERPADU
ORGANISASI
Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan terpadu yang melibatkan
usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan bank sebagai pemberi kredit dalam
suatu ikatan kerja sama yang dituangkan dalam nota kesepakatan. Tujuan PKT antara lain adalah
untuk meningkatkan kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling
menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam meningkatkan kredit usaha
kecil secara lebih aman dan efisien.
Dalam melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti (Industri Pengolahan atau
Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil mempunyai kedudukan hukum yang setara. Kemitraan
dilaksanakan dengan disertai pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari penyediaan sarana
produksi, bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi.
Proyek Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang usaha melibatkan
tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha kecil, (2) Pengusaha Besar atau eksportir,
dan (3) Bank pemberi KKPA.
Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam PKT yang sesuai dengan bidang usahanya.
Hubungan kerjasama antara kelompok petani/usaha kecil dengan Pengusaha Pengolahan atau
eksportir dalam PKT, dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam Pola
Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma dan Perusahaan
Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian menjadi terpadu dengan
keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan usaha petani
plasma. Proyek ini kemudian dikenal sebagai PKT yang disiapkan dengan mendasarkan pada
adanya saling berkepentingan diantara semua pihak yang bermitra.
1. Petani Plasma
52. 52
Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri atas (a) Petani yang akan
menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain,
(b) Petani /usaha kecil yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu ditingkatkan
dalam untuk itu memerlukan bantuan modal.
Untuk kelompok (a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan dan penanaman atau
penyiapan usaha, sedangkan untuk kelompok (b), kegiatan dimulai dari telah adanya kebun atau
usaha yang berjalan, dalam batas masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan perbaikan
pada aspek usaha.
Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi sesuai luasan atau skala yang dimiliki oleh masing-
masing petani/usaha kecil. Pada setiap kelompok tani/kelompok usaha, ditunjuk seorang Ketua
dan Sekretaris merangkap Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris Kelompok adalah mengadakan
koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan oleh para petani anggotanya,
didalam mengadakan hubungan dengan pihak Koperasi dan instansi lainnya yang perlu, sesuai
hasil kesepakatan anggota. Ketua kelompok wajib menyelenggarakan pertemuan kelompok
secara rutin yang waktunya ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok.
2. Koperasi
Para petani/usaha kecil plasma sebagai peserta suatu PKT, sebaiknya menjadi anggota suata
koperasi primer di tempatnya. Koperasi bisa melakukan kegiatan-kegiatan untuk membantu
plasma di dalam pembangunan kebun/usaha sesuai keperluannya. Fasilitas KKPA hanya bisa
diperoleh melalui keanggotaan koperasi. Koperasi yang mengusahakan KKPA harus sudah
berbadan hukum dan memiliki kemampuan serta fasilitas yang cukup baik untuk keperluan
pengelolaan administrasi pinjaman KKPA para anggotanya. Jika menggunakan skim Kredit
Usaha Kecil (KUK), kehadiran koperasi primer tidak merupakan keharusan
3. Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir
Suatu Perusahaan dan Pengelola/Eksportir yang bersedia menjalin kerjasama sebagai inti dalam
Proyek Kemitraan terpadu ini, harus memiliki kemampuan dan fasilitas pengolahan untuk bisa
menlakukan ekspor, serta bersedia membeli seluruh produksi dari plasma untuk selanjutnya
53. 53
diolah di pabrik dan atau diekspor. Disamping ini, perusahaan inti perlu memberikan bimbingan
teknis usaha dan membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk keperluan petani
plasma/usaha kecil.
Apabila Perusahaan Mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk mengadakan pembinaan
teknis usaha, PKT tetap akan bisa dikembangkan dengan sekurang-kurangnya pihak Inti
memiliki fasilitas pengolahan untuk diekspor, hal ini penting untuk memastikan adanya
pemasaran bagi produksi petani atau plasma. Meskipun demikian petani plasma/usaha kecil
dimungkinkan untuk mengolah hasil panennya, yang kemudian harus dijual kepada Perusahaan
Inti.
Dalam hal perusahaan inti tidak bisa melakukan pembinaan teknis, kegiatan pembibingan harus
dapat diadakan oleh Koperasi dengan memanfaatkan bantuan tenaga pihak Dinas Perkebunan
atau lainnya yang dikoordinasikan oleh Koperasi. Apabila koperasi menggunakan tenaga
Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), perlu mendapatkan persetujuan Dinas Perkebunan setempat
dan koperasi memberikan bantuan biaya yang diperlukan.
Koperasi juga bisa memperkerjakan langsung tenaga-tenaga teknis yang memiliki keterampilan
dibidang perkebunan/usaha untuk membimbing petani/usaha kecil dengan dibiayai sendiri oleh
Koperasi. Tenaga-tenaga ini bisa diberi honorarium oleh Koperasi yang bisa kemudian
dibebankan kepada petani, dari hasil penjualan secara proposional menurut besarnya produksi.
Sehingga makin tinggi produksi kebun petani/usaha kecil, akan semakin besar pula honor yang
diterimanya.
4. Bank
Bank berdasarkan adanya kelayakan usaha dalam kemitraan antara pihak Petani Plasma dengan
Perusahaan Perkebunan dan Pengolahan/Eksportir sebagai inti, dapat kemudian melibatkan diri
untuk biaya investasi dan modal kerja pembangunan atau perbaikan kebun.
Disamping mengadakan pengamatan terhadap kelayakan aspek-aspek budidaya/produksi yang
diperlukan, termasuk kelayakan keuangan. Pihak bank di dalam mengadakan evaluasi, juga harus
memastikan bagaimana pengelolaan kredit dan persyaratan lainnya yang diperlukan sehingga
54. 54
dapat menunjang keberhasilan proyek. Skim kredit yang akan digunakan untuk pembiayaan ini,
bisa dipilih berdasarkan besarnya tingkat bunga yang sesuai dengan bentuk usaha tani ini,
sehingga mengarah pada perolehannya pendapatan bersih petani yang paling besar.
Dalam pelaksanaanya, Bank harus dapat mengatur cara petani plasma akan mencairkan kredit
dan mempergunakannya untuk keperluan operasional lapangan, dan bagaimana petani akan
membayar angsuran pengembalian pokok pinjaman beserta bunganya. Untuk ini, bank agar
membuat perjanjian kerjasama dengan pihak perusahaan inti, berdasarkan kesepakatan pihak
petani/kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil penjualan petani
plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada bank.
Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu
perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani/Kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan
memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama
untuk dibayarkan langsung kepada Bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana
angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani plasma dengan
bank.
POLA KERJASAMA
Kemitraan antara petani/kelompok tani/koperasi dengan perusahaan mitra, dapat dibuat menurut
dua pola yaitu :
a. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani mengadakan perjanjian kerjasama
langsung kepada Perusahaan Perkebunan/Pengolahan Eksportir.
55. 55
Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang berupa KKPA kepada petani
plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasi sebagai Channeling Agent, dan
pengelolaannya langsung ditangani oleh Kelompok tani. Sedangkan masalah pembinaan
harus bisa diberikan oleh Perusahaan Mitra.
b. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melalui koperasinya mengadakan
perjanjian yang dibuat antara Koperasi (mewakili anggotanya) dengan perusahaan
perkebunan/pengolahan/eksportir.
Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian KKPA kepada petani plasma dilakukan
dengan kedudukan koperasi sebagai Executing Agent. Masalah pembinaan teknis
budidaya tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat dilaksanakan oleh pihak
Perusahaan Mitra, akan menjadi tanggung jawab koperasi.
PENYIAPAN PROYEK KEMITRAAN TERPADU
Untuk melihat bahwa PKT ini dikembangkan dengan sebaiknya dan dalam proses kegiatannya
nanti memperoleh kelancaran dan keberhasilan, minimal dapat dilihat dari bagaimana PKT ini
disiapkan. Kalau PKT ini akan mempergunakan KKPA untuk modal usaha plasma, perintisannya
dimulai dari :
1. Adanya petani/pengusaha kecil yang telah menjadi anggota koperasi dan lahan
pemilikannya akan dijadikan kebun/tempat usaha atau lahan kebun/usahanya sudah ada
tetapi akan ditingkatkan produktivitasnya. Petani/usaha kecil tersebut harus menghimpun
56. 56
diri dalam kelompok dengan anggota sekitar 25 petani/kelompok usaha. Berdasarkan
persetujuan bersama, yang didapatkan melalui pertemuan anggota kelompok, mereka
bersedia atau berkeinginan untuk bekerja sama dengan perusahaan
perkebunan/pengolahan/eksportir dan bersedia mengajukan permohonan kredit (KKPA)
untuk keperluan peningkatan usaha;
2. Adanya perusahaan perkebunan/pengolahan dan eksportir, yang bersedia menjadi mitra
petani/usaha kecil, dan dapat membantu memberikan pembinaan teknik
budidaya/produksi serta proses pemasarannya;
3. Dipertemukannya kelompok tani/usaha kecil dan pengusaha perkebunan/pengolahan dan
eksportir tersebut, untuk memperoleh kesepakatan di antara keduanya untuk bermitra.
Prakarsa bisa dimulai dari salah satu pihak untuk mengadakan pendekatan, atau ada pihak
yang akan membantu sebagai mediator, peran konsultan bisa dimanfaatkan untuk
mengadakan identifikasi dan menghubungkan pihak kelompok tani/usaha kecil yang
potensial dengan perusahaan yang dipilih memiliki kemampuan tinggi memberikan
fasilitas yang diperlukan oleh pihak petani/usaha kecil;
4. Diperoleh dukungan untuk kemitraan yang melibatkan para anggotanya oleh pihak
koperasi. Koperasi harus memiliki kemampuan di dalam mengorganisasikan dan
mengelola administrasi yang berkaitan dengan PKT ini. Apabila keterampilan koperasi
kurang, untuk peningkatannya dapat diharapkan nantinya mendapat pembinaan dari
perusahaan mitra. Koperasi kemudian mengadakan langkah-langkah yang berkaitan
dengan formalitas PKT sesuai fungsinya. Dalam kaitannya dengan penggunaan KKPA,
Koperasi harus mendapatkan persetujuan dari para anggotanya, apakah akan beritndak
sebagai badan pelaksana (executing agent) atau badan penyalur (channeling agent);
5. Diperolehnya rekomendasi tentang pengembangan PKT ini oleh pihak instansi
pemerintah setempat yang berkaitan (Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi, Kantor Badan
Pertanahan, dan Pemda);
6. Lahan yang akan digunakan untuk perkebunan/usaha dalam PKT ini, harus jelas
statusnya kepemilikannya bahwa sudah/atau akan bisa diberikan sertifikat dan buka
merupakan lahan yang masih belum jelas statusnya yang benar ditanami/tempat usaha.
Untuk itu perlu adanya kejelasan dari pihak Kantor Badan Pertanahan dan pihak
Departemen Kehutanan dan Perkebunan.
57. 57
MEKANISME PROYEK KEMITRAAN TERPADU
Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada skema berikut ini :
Bank pelaksana akan menilai kelayakan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip bank teknis. Jika
proyek layak untuk dikembangkan, perlu dibuat suatu nota kesepakatan (Memorandum of
Understanding = MoU) yang mengikat hak dan kewajiban masing-masing pihak yang bermitra
(inti, Plasma/Koperasi dan Bank). Sesuai dengan nota kesepakatan, atas kuasa koperasi atau
plasma, kredit perbankan dapat dialihkan dari rekening koperasi/plasma ke rekening inti untuk
selanjutnya disalurkan ke plasma dalam bentuk sarana produksi, dana pekerjaan fisik, dan lain-
lain. Dengan demikian plasma tidak akan menerima uang tunai dari perbankan, tetapi yang
diterima adalah sarana produksi pertanian yang penyalurannya dapat melalui inti atau koperasi.
Petani plasma melaksanakan proses produksi. Hasil tanaman plasma dijual ke inti dengan harga
yang telah disepakati dalam MoU. Perusahaan inti akan memotong sebagian hasil penjualan
58. 58
plasma untuk diserahkan kepada bank sebagai angsuran pinjaman dan sisanya dikembalikan ke
petani sebagai pendapatan bersih.
PERJANJIAN KERJASAMA
Untuk meresmikan kerja sama kemitraan ini, perlu dikukuhkan dalam suatu surat perjanjian
kerjasama yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bekerjasama berdasarkan
kesepakatan mereka. Dalam perjanjian kerjasama itu dicantumkan kesepakatan apa yang akan
menjadi kewajiban dan hak dari masing-masing pihak yang menjalin kerja sama kemitraan itu.
Perjanjian tersebut memuat ketentuan yang menyangkut kewajiban pihak Mitra Perusahaan (Inti)
dan petani/usaha kecil (plasma) antara lain sebagai berikut :
1. Kewajiban Perusahaan Perkebunan/Pengolahan/Eksportir sebagai mitra (inti)
a. Memberikan bantuan pembinaan budidaya/produksi dan penaganan hasil;
b. Membantu petani di dalam menyiapkan kebun, pengadaan sarana produksi (bibit,
pupuk dan obat-obatan), penanaman serta pemeliharaan kebun/usaha;
c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca panen untuk
mencapai mutu yang tinggi;
d. Melakukan pembelian produksi petani plasma; dan
e. Membantu petani plasma dan bank di dalam masalah pelunasan kredit bank
(KKPA) dan bunganya, serta bertindak sebagai avalis dalam rangka pemberian
kredit bank untuk petani plasma.
Kewajiban petani peserta sebagai plasma
. Menyediakan lahan pemilikannya untuk budidaya;
a. Menghimpun diri secara berkelompok dengan petani tetangganya yang lahan
usahanya berdekatan dan sama-sama ditanami;
b. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca-panen untuk
mencapai mutu hasil yang diharapkan;
c. Menggunakan sarana produksi dengan sepenuhnya seperti yang disediakan dalam
rencana pada waktu mengajukan permintaan kredit;
59. 59
d. Menyediakan sarana produksi lainnya, sesuai rekomendasi budidaya oleh pihak
Dinas Perkebunan/instansi terkait setempat yang tidak termasuk di dalam rencana
waktu mengajukan permintaan kredit;
e. Melaksanakan pemungutan hasil (panen) dan mengadakan perawatan sesuai
petunjuk Perusahaan Mitra untuk kemudian seluruh hasil panen dijual kepada
Perusahaan Mitra ; dan
Pada saat pernjualan hasil petani akan menerima pembayaran harga produk sesuai
kesepakatan dalam perjanjian dengan terlebih dahulu dipotong sejumlah kewajiban petani
melunasi angsuran kredit bank dan pembayaran bunganya
F.Strategi pemasaran ubikayu
Permintaan Luar Negeri yang cukup besar. Ubi kayu kering diperlukan untuk bahan pakan
ternak dan banyak lainnya, yang jumlah kebutuhan selama ini makin meningkat sejalan dengan
peningkatan populasi konsumen akhir dari ubi kayu tersebut. Untuk mempertahankan pasar luar
negeri yang telah dikuasai Indonesia dengan jumlah yang semakin besar, maka kebutuhan
terhadap ubi kayu untuk masa-masa mendatang diperkirakan masih akan terus meningkat.
Konsumsi Dalam Negeri ubi kayu dalam bentuk gapiek ataupun tapioka di Indonesia, terutama
diperlukan untuk kebutuhan pakan ternak, tekstil, kerupuk dan berbagai bahan campuran bagi
produk makanan lainnya yang dibuat dari tepung. Bisa dibayangkan bahwa kebutuhan tepung ubi
kayu ataupun tapioka akan terus meningkat di Indonesia, sesuai dengan peningkatan populasi
konsumen.
Kebijakan Pengusaha Pabrik Pengolahan Ubi Kayu Tentang Harga Beli UbiKayu PetaniSering
kali dialami bahwa kebijakan harga beli ubi kayu pada saat panen raya sangat merugikan petani.
Beberapa yang sering dikemukakan oleh pihak Pengusaha adalah terbatasnya daya tampung
fasilitas pabrik, dan kuota ekspor yang diterapkan oleh Pemerintah.
Untuk menjaga agar jangan sampai terjadi produksi yang melimpah, melalui kemitraan dalam
rangka budidaya ubi kayu ini oleh Petani/Kelompok Tani/Koperasi/KUD diharapkan bisa
dipertimbangkan besarnya luas cakupan kemitraan yang menyangkut luas tanam, jumlah petani
peserta dan produktivitas lahan, sehingga masalah harga bisa dijaga dan ditentukan harga
60. 60
dasarnya sesuai kemampuan daya tampung produksi dan fasilitas ekspor yang ada secara lokal
dan nasional.
Pemasaran Ubi Kayu Petani Dalam Rangka Kemitraan
Dengan kemitraan terpadu antara para Petani dengan Pengusaha Pengolahan/Ekspotir Ubi Kayu,
para Petani menggunakan modal untuk bercocok tanam ubi kayu dari fasilitas kredit. Kredit ini
diberikan oleh Badan pemberi kredit atas adanya peran serta pihak mitra Pengusaha yang ikut
menjamin keberhasilan usaha dan pelunasan kredit.
Untuk memastikan arus pelunasan kredit dan pembayaran bunganya, para petani diharuskan
melalui kesepakatan bersama menjual produksi ubi kayunya kepada Pabrik Pengolahan milik
mitra dengan harga yang ditetapkan dengan mempertimbangkan terciptanya keuntungan bagi
kedua belah pihak secara wajar. Dari penjualan ini, Petani melalui Pengusaha mitra menyisihkan
sejumlah hasil penjualan ubi kayu yang harus dipergunakan untuk melunasi kredit dan bunganya.
Mekanisme ini diatur dalam Perjanjian Kerjasama .
G. Perijinan Untuk Perkebunan Ubi kayu
Penanaman Modal Dalam Negeri/Asing
Penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk
badan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas
61. 61
berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk
perseroan terbatas dilakukan dengan mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan
terbatas, membeli saham, dan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Jenis-jenis Persetujuan dan Izin Penanaman Modal
Jenis-jenis persetujuan dan izin penanaman modal terdiri dari:
1. Surat Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (SP-PMDN) atau Surat Persetujuan
Penanaman Modal Asing (SP-PMA). Surat persetujuan tersebut dipakai sebagai dasar
pengurusan perizinan dan/atau persetujuan pelaksanaan lainnya baik di instansi pusat
maupun daerah.
2. Persetujuan Pelaksanaan Penanaman meliputi:
a. Persetujuan dan perizinan penanaman modal yang dikeluarkan oleh instansi pusat ;
(1) Angka Pengenal Importir Terbatas/APIT (BKPM atas nama Menteri Perdagangan).
(2) Rencana Penempatan tenaga Kerja Asing/RPTKA (BKPM atas nama Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi).
(3) TA.01 (BKPM atas nama Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi).
(4) Izin Mepekerjakan Tenaga Asing/IMTA (BKPM atas nama Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi).
(5) Surat Persetujuan (SP) Pabean Barang Modal/Barang Baku (BKPM atas nama Menteri
Keuangan).
(6) Akte Pendirian Perusahaan (Departemen Hukum dan HAM.
(7) NPWP (Departemen Keuangan Cq. Ditjen Pajak).
(8) Kartu Izin Tinggal Terbatas/KITAS (Departemen Hukum dan HAM Cq. Ditjen Imigrasi).
(9) Rekomendasi Teknis dari Departemen Pertanian dalam mengurus izin usaha sektor pertanian
(perkebunan, hortikultura, tanaman pangan, dan peternakan).
(10) Hak-hak atas tanah HGU dan HGB (Badan Pertanahan Nasional).
(11) Izin Usaha Tetap (BKPM diurus setelah perusahaan produksi komersial)
b. Persetujuan dan perizinan penanaman modal yang dikeluarkan oleh instansi daerah:
(1) Izin lokasi
(2) Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
62. 62
(3) Izin UUG/HO
(4) Hak atas tanah (BPN Propinsi):: - HGU ≤ 200 Ha, - HGB diatas 0,2 Ha s/d 15 Ha,
BPN - HP diatas 2 Ha , BPN Kabupaten/kota : - HGB ≤ 0,2 Ha, - HP sampai dengan 2 Ha)
(5) Izin AMDAL (Pemda Setempat)
PERSYARATAN DAN PROSEDUR PENANAMAN MODAL SEKTOR PERTANIAN
Karena Ubi Kayu Masuk dalam kategori Tanaman pangan sehingga persayaratan dan ijin yang
harus di penuhi mengikuti sector pertanian sebagai berikut :
A. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
1. Surat Persetujuan PMDN (SP-PMDN)
SP-PMDN berlaku sebagai izin prinsip, yaitu sebagai dasar pengurusan persetujuan/perizinan
pelaksanaan lainnya.
(a) Permohonan SP-PMDN baru diajukan kepada Kepala BKPM atau Ketua BKPMD. Dalam hal
permohonan penanaman modal yang berlokasi di 2 (dua) Propinsi atau lebih diajukan kepada
Kepala BKPM.
(b) Permohonan diajukan dalam 2 (dua) rangkap dengan menggunakan formulir model I/PMDN
dengan dilengkapi dengan lampiran sebagai berikut :
(1) Bukti Diri pemohon, terdiri dari :
• Rekaman Akta Pendirian Perusahaan dan Perubahannya untuk perusahaan yang berbentuk PT,
BUMN/BUMD, Cv, Fa, atau
• Rekaman anggaran dasar bagi badan usaha Koperasi; atau
• Rekaman Kartu Tanda Penduduk ( KTP ) untuk perorangan
B. Penanaman Modal Asing (PMA)
Permohonan Penanaman Modal baru dalam rangka PMA dapat diajukan oleh:
o Warga Negara Asing dan/atau
o Badan Hukum Asing dan/atau
o Perusahaan PMA dan/atau