SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 15
Baixar para ler offline
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                          NOMOR 4 TAHUN 2004
                              TENTANG
                        KEKUASAAN KEHAKIMAN

                  DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                       PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
   Indonesia Tahun 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh
   sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya, dan oleh Sebuah
   Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
   dan keadilan;
b. bahwa perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
   telah membawa perubahan penting terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman
   sehingga Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
   Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35
   Tahun 1999 perlu dilakukan penyesuaian dengan Undang-Undang Dasar Negara
   Republik Indonesia Tahun 1945;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b,
   perlu membentuk Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman;

Mengingat :
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 24C, dan Pasal 25 Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945;

                        Dengan persetujuan Bersama
            DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                                   dan
                    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


                      MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN


                                    BAB I
                               KETENTUAN UMUM

                                        Pasal 1
Kekuasan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi
terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.

                                            Pasal 2
Penyelenggaraan kekuasan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilakukan
oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Pasal 3
(1) Semua peradilan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia adalah peradilan
    negara dan ditetapkan dengan undang-undang.
(2) Peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
    Pancasila.

                                           Pasal 4
(1) Peradilan dilakukan “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
    MAHA ESA’.
(2) Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat , dan biaya ringan.
(3) Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan
    kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang-
    Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(4) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (3) dipidana.

                                            Pasal 5
(1) Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.
(2) Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan
    rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.

                                      Pasal 6
(1) Tidak seorang pun dapat dihadapkan di depan pengadilan selain daripada yang
    ditentukan oleh undang-undang.
(2) Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena alat
    pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapatkan keyakinan bahwa
    seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan
    yang didakwakan atas dirinya.

                                           Pasal 7
Tidak seorang pun dapat dikenakan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan
penyitaan, selain atas perintah tertulis oleh kekuasaan yang sah dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang.

                                        Pasal 8
Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di depan
pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang
menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

                                           Pasal 9
(1) Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan
    undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang
    diterapkannya, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi.
(2) Pejabat yang dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) dipidana.
(3) Ketentuan mengenai tata cara penuntutan ganti kerugian, rehabilitasi dan pembebanan
    ganti kerugian diatur dalam undang-undang.

                                   BAB II
                        BADAN PERADILAN DAN ASASNYA

                                         Pasal 10
(1) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
    yang berada di bawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
(2) Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan
    dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan
    tata usaha negara.
Pasal 11
(1) Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi dari keempat lingkungan
    peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2).
(2) Mahkamah Agung mempunyai kewenangan:
    a. mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat
        terakhir oleh semua pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di
        bawah Mahkamah agung;
    b. menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap
        undang-undang; dan
    c. kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang.
(3) Pernyataan tidak berlaku peraturan perundang-undangan sebagai hasil pengujian
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat diambil baik dalam pemeriksaan
    tingkat kasasi maupun berdasarkan permohonan langsung kepada Mahkamah Agung.
(4) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan dalam
    lingkungan peradilan yang berada di bawahnya berdasarkan ketentuan undang-
    undang.

                                           Pasal 12
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
    putusannya bersifat final untuk:
    a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
        Indonesia Tahun 1945;
    b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
        oleh Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    c. memutus pembuabaran partai politik; dan
    d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Konstitusi
    wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden
    dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa
    penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau
    perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau
    Wakil Presiden.

                                          Pasal 13
(1) Organisasi, administrasi, dan finansial Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
    berada dibawahnya berada dibawah kekuasaan Mahkamah Agung.
(2) Organisasi, administrasi, dan finansial Mahkamah Konstitusi berada dibawah
    kekuasaan Mahkamah Konstitusi.
(3) Ketentuan mengenai organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk masing-masing lingkungan peradilan
    diatur dalam undang-undang sesuai dengan kekhususan lingkungan peradilan masing-
    masing.

                                         Pasal 14
(1) Susunan, kekuasaan, dan hukum acara Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
    berada dibawahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diatur dengan undang-
    undang tersendiri.
(2) Susunan, kekuasaan, dan hukum acara Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 12 diatur dengan undang-undang.

                                        Pasal 15
(1) Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan undang-undang.
(2) Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan
    pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya
    menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam
lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan
   peradilan umum.

                                        Pasal 16
(1) Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu
    perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,
    melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup usaha penyelesaian
    perkara perdata secara perdamaian.

                                           Pasal 17
(1) Semua pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus dengan sekurang-kurangnya
    3 (tiga) orang hakim, kecuali undang-undang menentukan lain.
(2) Di antara hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seorang bertindak sebagai
    ketua dan lainnya sebagai hakim anggota sidang.
(3) Sidang dibantu oleh seorang panitera atau seorang yang ditugaskan melakukan
    pekerjaan panitera.
(4) Dalam perkara pidana wajib hadir pula seorang penuntut umum, kecuali undang-
    undang menentukan lain.

                                         Pasal 18
(1) Pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dengan hadirnya
    terdakwa, kecuali undang-undang menentukan lain.
(2) Dalam hal tidak hadirnya terdakwa, sedangkan pemeriksaan dinyatakan telah selesai,
    putusan dapat diucapkan tanpa kehadiran terdakwa.

                                         Pasal 19
(1) Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang
    menentukan lain.
(2) Tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
    putusan batal demi hukum.
(3) Rapat permusyawaratan hakim bersifat rahasia.
(4) Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan
    atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian
    yang tak terpisahkan dari putusan.
(5) Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat
    hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.
(6) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dan ayat (5)
    diatur oleh Mahkamah Agung.

                                     Pasal 20
Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan
dalam sidang terbuka untuk umum.

                                      Pasal 21
(1) Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada
    pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang
    menentukan lain.
(2) Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama, yang tidak merupakan pembebasan
    dari dakwaan atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum, dapat dimintakan
    banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali
    undang-undang menentukan lain.
Pasal 22
Terhadap putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan kasasi kepada
Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang
menentukan lain.

                                         Pasal 23
(1) Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-
    pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah
    Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-
    undang.
(2) Terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali.

                                     Pasal 24
Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan
peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan
dalam lingkungan peradilan umum, kecuali dalam keadaan tertentu menurut keputusan
Ketua Mahkamah Agung perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam
lingkungan peradilan militer.

                                           Pasal 25
(1) Segala putusan pengadilan selain memuat alasan dan dasar putusan tersebut, memuat
    pula pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau
    sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
(2) Tiap putusan pengadilan ditandatangani oleh ketua serta hakim yang memutus dan
    panitera yang ikut serta bersidang.
(3) Penetapan, ikhtisar rapat permusyawaratan, dan berita acara pemeriksaan sidang
    ditandatangani oleh ketua majelis hakim dan panitera sidang.

                                   Pasal 26
Untuk kepentingan peradilan semua pengadilan wajib saling memberi bantuan yang
diminta.

                              BAB III
         HUBUNGAN PENGADILAN DAN LEMBAGA NEGARA LAINNYA

                                       Pasal 27
Mahkamah Agung dapat memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat masalah hukum
kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan apabila diminta.

                                  BAB IV
                          HAKIM DAN KEWAJIBANNYA

                                           Pasal 28
(1) Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa
    keadilan yang hidup dalam masyarakat.
(2) Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula
    sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.

                                     Pasal 29
(1) Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang mengadili
    perkaranya.
(2) Hak ingkar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hak seorang yang diadili
    untuk mengajukan keberatan yang disertai dengan alasan terhadap seorang hakim
    yang mengadili perkaranya.
(3) Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan
    keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami istri
meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat,
    atau panitera.
(4) Ketua majelis, hakim anggota, jaksa, atau panitera wajib mengundurkan diri dari
    persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat
    ketiga, atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai, dengan pihak yang diadili
    atau advokat.
(5) Seorang, hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia
    mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang
    diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang
    berperkara.
(6) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan pada ayat (5), putusan dinyatakan
    tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi
    administratif atau dipidana berdasarkan peraturan perundang-undangan.

                                        Pasal 30
(1) Sebelum memangku jabatannya, hakim, panitera, panitera pengganti, dan juru sita
    untuk masing-masing lingkungan peradilan wajib mengucapkan sumpah atau janji
    menurut agamanya.
(2) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:

   Sumpah:
   “Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim dengan
   sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara
   Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-
   undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
   Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa.”

   Janji:
   “Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban
   hakim dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang
   Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan
   perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar
   Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa.”

(3) Lafal sumpah atau janji panitera, panitera pengganti, atau juru sita adalah
    sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

                                BAB V
                 KEDUDUKAN HAKIM DAN PEJABAT PERADILAN

                                    Pasal 31
Hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-
undang.

                                          Pasal 32
Hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil,
profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.

                                         Pasal 33
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim wajib menjaga kemandirian peradilan.

                                          Pasal 34
(1) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan hakim dilakukan oleh Komisi
    Yudisial yang diatur dengan undang-undang.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian hakim
    diatur dalam undang-undang.
(3) Dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim agung
    dan hakim, pengawasan dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diatur dalam undang-
    undang.

                                        Pasal 35
Panitera, panitera pengganti, dan juru sita adalah pejabat peradilan yang pengangkatan
dan pemberhentiannya serta tugas pokoknya diatur dalam undang-undang.

                                 BAB VI
                     PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN

                                              Pasal 36
(1)   Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh jaksa.
(2)   Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dilakukan oleh ketua pengadilan yang bersangkutan berdasarkan undang-undang.
(3)   Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh panitera
      danjurusita dipimpin oleh ketua pengadilan.
(4)   Putusan pengadilan dilaksanakan dengan memperhatikan nilai kemanusiaan dan
      keadilan.

                                     BAB VII
                                 BANTUAN HUKUM

                                          Pasal 37
Setiap orang yang tersangkut perkara berhak mendapat bantuan hukum

                                      Pasal 38
Dalam perkara pidana seorang tersangka sejak saat dilakukan penangkapan dan/atau
penahanan berhak menghubungi dan meminta bantuan advokat.

                                        Pasal 39
Dalam memberi bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, advokat wajib
membantu penyelesaian perkara dengan menjunjung tinggi hukum dan keadilan.

                                    Pasal 40
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 diatur dalam undang-
undang.

                                     BAB VIII
                                 KETENTUAN LAIN

                                      Pasl 41
Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman meliputi
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, dan badan-badan
lain diatur dalam undang-undang.

                                    BAB IX
                             KETENTUAN PERALIHAN

                                            Pasal 42
(1) Pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial dalam lingkungan peradilan   umum
    dan peradilan tata usaha negara selesai dilaksanakan paling lambat tanggal 31   Maret
    2004.
(2) Pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial dalam lingkungan peradilan   agama
    selesai dilaksanakan paling lambat tanggal 30 Juni 2004.
(3) Pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial dalam lingkungan peradilan   militer
    selesai dilaksanakan paling lambat tanggal 30 Juni 2004.
(4) Pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(5) Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan paling lambat:
    a. 30 (tiga puluh) hari sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
         berakhir;
    b. 60 (enam puluh hari) hari sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
         ayat (2) dan ayat (3) berakhir.

                                        Pasal 43
Sejak dialihkannya organisasi, administrasi, dan finansial sebagaimana dimaksud dalam
pasal 42 ayat (1):
a. semua pegawai Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha
    Negara Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, pengadilan negeri,
    pengadilan tinggi, pengadilan tata usaha negara, dan pengadilan tinggi tata usaha
    negara menjadi pegawai pada Mahkamah Agung.
b. semua pegawai yang menduduki jabatan struktural pada Direktorat Jenderal Badan
    Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman dan Hak
    Asasi Manusia, pengadilan negeri, pengadilan tinggi, pengadilan tata usaha negara,
    dan pengadilan tinggi tata usaha negara, tetap menduduki jabatannya dan tetap
    menerima tunjangan jabatan pada Mahkamah Agung.
c. semua aset milik/barang inventaris di lingkungan pengadilan negeri dan pengadilan
    tinggi serta pengadilan tata usaha negara dan pengadilan tinggi tata usaha negara
    beralih ke Mahkamah Agung.

                                           Pasal 44
Sejak dialihkannya organisasi, administrasi, dan finansial sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (2):
a. semua pegawai Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama menjadi
    pegawai Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama pada Mahkamah Agung, serta
    pegawai pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama menjadi Mahkamah Agung;
b. semua pegawai yang menduduki jabatan struktural pada Direktorat Pembinaan
    Peradilan Agama Departemen Agama menduduki jabatan pada Direktorat Jenderal
    Badan Peradilan Agama pada Mahkamah Agung, sesuai dengan peraturan perundang-
    undangan;
c. Semua aset milik/barang inventaris pada pengadilan agama dan pengadilan tinggi
    agama beralih menjadi aset milik/barang inventaris Mahkamah Agung.

                                        Pasal 45
Sejak dialihkannya organisasi, administrasi, dan finansial sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (3):
a. pembinaan personel militer di lingkungan peradilan militer dilaksanakan sesuai
    dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur personel militer;
b. semua pegawai negeri sipil di lingkungan peradilan militer beralih menjadi pegawai
    negeri sipil pada Mahkamah Agung.

                                Pasal 46
Mahkamah Agung menyusun organisasi dan tata kerja yang baru di lingkungan
Mahkamah Agung paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Undang-undang ini di
undangkan.

                                    BAB X
                              KETENTUAN PENUTUP

                                    Pasal 47
Ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur kekuasaan kehakiman
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum dibentuk yang baru
berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 48
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, maka Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2951) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35
Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3879) dinyatakan tidak berlaku.

                                         Pasal 49
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


                                                 Disahkan di Jakarta
                                                 Pada tanggal 15 Januari 2004
                                                 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
                                                                     ttd
                                                    MEGAWATI SOEKARNOPUTRI


Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 15 Januari 2004
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
        ttd
BAMBANG KESOWO



      LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 8
PENJELASAN
                               ATAS
                  UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                         NOMOR 4 TAHUN 2004
                             TENTANG
                       KEKUASAAN KEHAKIMAN


I. UMUM

  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa
  Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salahsatu
  prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan
  kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk
  menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
  Dalam usaha memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka, sesuai dengan
  tuntutan reformasi di bidang hukum telah dilakukan perubahan terhadap Undang-
  Undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
  Kehakiman dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas -
  Undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan.
  Melalui perubahan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tersebut telah diletakkan
  kebijakan bahwa segala urusan mengenai peradilan baik yang menyangkut teknis
  yudisial maupun urusan organisasi, administrasi, dan finansial berada dibawah satu
  atap dibawah kekuasaan Mahkamah Agung. Kebijakan ini sudah harus dilaksanakan
  paling lambat 5 (lima) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 35
  Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970 tentang
  Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan.
  Dengan berlakunya Undang-Undang ini, pembinaan badan peradilan umum, badan
  peradilan agama, badan peradilan militer, dan badan peradilan tata usaha negara
  berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Mengingat sejarah perkembangan
  peradilan agama yang spesifik dalam sistem peradilan nasional, pembinaan terhadap
  badan peradilan agama dilakukan dengan memperhatikan sarandan pendapat Menteri
  Agama dan Majelis Ulama Indonesia.
  Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah
  membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan khususnya dalam pelaksanaan
  kekuasaan kehakiman. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa kekuasaan
  kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
  berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
  lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah
  Mahkamah Konstitusi.
  Ketentuan Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
  Tahun 1945 menentukan bahwa Mahkamah Konstitusi mempunyai wewenang
  mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk
  menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
  Tahun 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
  diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
  memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil
  pemilihan umum. Selain itu Mahkamah Konstitusi mempunyai kewajiban memberi
  putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh
  Presiden dan/atau wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
  Indonesia Tahun 1945.
  Disamping perubahan yang menyangkut kelembagaan penyelenggaraan kekuasaan
  kehakiman sebagaimana dikemukakan di atas, Undang-Undang Dasar Negara
  Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengintroduksi pula suatu lembaga baru yang
berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yaitu Komisi Yudisial.
  Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim
  agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
  kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim.
  Mengingat perubahan mendasar yang dilakukan dalam Undang-Undang Dasar
  Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khusunya mengenai penyelenggaraan
  kekuasaan kehakiman, maka Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
  Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan
  Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 perlu dilakukan perubahan secara
  komprehensif.
  Dalam Undang-Undang ini diatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara
  kekuasaan kehakiman, asas-asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, jaminan
  kedudukan dan perlakuan yang sama bagi setiap orang dalam hukum dan dalam
  mencari keadilan. Selain itu dalam Undang-Undang ini diatur pula ketentuan yang
  menegaskan kedudukan hakim sebagai pejabat yang melakukan kekuasaan
  kehakiman serta panitera, panitera pengganti, dan juru sita sebagai pejabat peradilan,
  pelaksanaan putusan pengadilan, bantuan hukum, dan badan-badan lain yang
  fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Untuk memberikan kepastian
  dalam proses pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan di
  bawah Mahkamah Agung dalam Undang-Undang ini diatur pula ketentuan peralihan.

II. PASAL DEMI PASAL
  Pasal 1
  Kekuasaan Kehakiman yang merdeka dalam ketentuan ini mengandung pengertian
  bahwa kekuasaan kehakiman bebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan ekstra
  yudisial, kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar
  Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  Kebebasan dalam melaksanakan wewenang yudisial bersifat tidak mutlak karena
  tugas hakim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila,
  sehingga putusannya mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia.
  Pasal 2
  Cukup jelas
  Pasal 3
  Ayat (1)
  Ketentuan ini tidak menutup kemungkinan penyelesaian perkara dilakukan di luar
  peradilan negara melalui perdamaian atau arbitrase.
  Ayat (2)
  Cukup jelas
  Pasal 4
  Ayat (1)
  Ketentuan yang menentukan bahwa peradilan dilakukan “DEMI KEADILAN
  BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” adalah sesuai dengan Pasal
  29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menentukan:
  1. Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa;
  2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama
      masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
  Ayat (2)
  Ketentuan ini dimaksudkan untuk memenuhi harapan para pencari keadilan.
  Yang dimaksud dengan “sederhana” adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara
  dilakukan dengan acara yang efisien dan efektif.
  Yang dimaksud dengan “biaya ringan” adalah biaya perkara yang dapat terpikul oleh
  rakyat.
  Namun demikian, dalam pemeriksaan dan penyelesaian perkara tidak mengorbankan
  ketelitian dalam mencari kebenaran dan keadilan.
  Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud “dipidana” dalam ayat ini adalah bahwa unsur-unsur tindak pidana
dan pidananya ditentukan dalam undang-undang.
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “rehabilitasi” adalah pemulihan hak seseorang berdasarkan
putusan pengadilan pada kedudukan semula yang menyangkut kehormatan, nama
baik, atau hak-hak lain.
Ayat (2)
Lihat penjelasan Pasal 4 ayat (4)
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Ketentuan ini mengatur tentang hak uji Mahkamah Agung terhadap peraturan
perundang-undangan yang lebih rendah dari undang-undang. Hak uji tersebut dapat
dilakukan terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari peraturan
perundang-undangan tersebut yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi maupun terhadap pembentukan peraturan perundang-
undangan tersebut.
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “pengawasan tertinggi” dalam ketentuan ayat ini meliputi
pengawasan internal Mahkamah Agung terhadap semua badan peradilan di
bawahnya.
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pengadilan khusus” dalam ketentuan ini, antara lain, adalah
pengadilan anak, pengadilan niaga, pengadilan hak asasi manusia, pengadilan tindak
pidana korupsi, pengadilan hubungan industrial yang berada di lingkungan peradilan
umum, dan pengadilan pajak di lingkungan peradilan tata usaha negara.
Ayat (2)
Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terdiri atas
Mahkamah Syariah untuk tingkat pertama dan Mahkamah Syariah Provinsi untuk
tingkat banding adalah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun
2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001
Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4134).
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “hal atau keadaan tertentu” dalam ketentuan ini antara lain
adalah ditemukannya bukti baru (novum) dan/atau adanya kekhilafan/kekeliruan
hakim dalam menerapkan hukumnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 24
Yang dimaksud dengan “dalam keadaan tertentu” adalah dilihat dari titik berat
kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut. Jika titik berat kerugian
tersebut terletak pada kepentingan militer, perkara tersebut diadili oleh pengadilan di
lingkungan peradilan militer. Jika titik berat kerugian tersebut terletak pada
kepentingan umum, maka perkara tersebut diadili oleh pengadilan di lingkungan
peradilan umum.
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksud agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan rasa keadilan
masyarakat
Ayat (2)
Berdasarkan ketentuan ini maka dalam menentukan berat ringannya pidana yang akan
dijatuhkan hakim wajib memperhatikan sifat baik atau sifat jahat dari terdakwa
sehingga putusan yang dijatuhkan setimpal dan adil sesuai denagn kesalahannya.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “derajat ketiga” dalam ketentuan ini adalah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “kepentingan langsung atau tidak langsung” adalah termasuk
apabila hakim atau panitera atau pihak lain pernah menangani perkara tersebut atau
perkara tersebut pernah terkait dengan pekerjaan atau jabatan yang bersangkutan
sebelumnya.
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “dipimpin” dalam ketentuan ini mencakup pengawasan dan
tanggung jawab sejak diterimanya permohonan sampai dengan selesainya
pelaksanaan putusan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Sejalan dengan asas bahwa seseorang selama belum terbukti kesalahannya harus
dianggap tidak bersalah, maka ia harus dibolehkan untuk berhubungan dengan
keluarga atau advokat sejak ditangkap dan/atau ditahan. Tetapi hubungan ini tidak
boleh merugikan kepentingan pemeriksaan, yang pelaksanaannya sesuai dengan
ketentuan dalam Hukum Acara Pidana.
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “organisasi, administrasi, dan finansial pada ayat ini adalah
organisasi, administrasi, dan finansial pada mahkamah militer agung atau pengadilan
militer utama, mahkamah militer tinggi atau pengadilan militer tinggi, dan mahkamah
militer atau pengadilan militer.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 43
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Ketentuan ini masih tetap membolehkan penggunaan aset/barang inventaris yang ada
selama aset/barang inventaris tersebut belum tersedia di Mahkamah Agung.
Pasal 44
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Lihat penjelasan Pasal 43 huruf c
Pasal 45
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas.


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4358

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Uu nomor 16 tahun 2004 tentang kejaksaan republik indonesia
Uu nomor 16 tahun 2004 tentang kejaksaan republik indonesiaUu nomor 16 tahun 2004 tentang kejaksaan republik indonesia
Uu nomor 16 tahun 2004 tentang kejaksaan republik indonesiaIndonesia Anti Corruption Forum
 
Hukum Acara Pengadilan Agama
Hukum Acara Pengadilan AgamaHukum Acara Pengadilan Agama
Hukum Acara Pengadilan AgamaSiddiki Syadzily
 
Peraturan mk tata cara beracara
Peraturan mk tata cara beracaraPeraturan mk tata cara beracara
Peraturan mk tata cara beracaraannatasyamaryana
 
SUSUNAN BADAN KEKUASAAN PERADILAN PERDATA DI INDONESIA
SUSUNAN BADAN KEKUASAAN PERADILAN PERDATA DI INDONESIASUSUNAN BADAN KEKUASAAN PERADILAN PERDATA DI INDONESIA
SUSUNAN BADAN KEKUASAAN PERADILAN PERDATA DI INDONESIAAldy Arfan Nugraha
 
Mahkamah konstitusi
Mahkamah konstitusiMahkamah konstitusi
Mahkamah konstitusiRyan Danny
 
Uu no 22 th 2004
Uu no 22 th 2004Uu no 22 th 2004
Uu no 22 th 2004Nasria Ika
 
LEMBAGA PERADILAN INDONESIA
LEMBAGA PERADILAN INDONESIALEMBAGA PERADILAN INDONESIA
LEMBAGA PERADILAN INDONESIAShauqina Saraya
 
Hk.acara peradilan agama
Hk.acara peradilan agamaHk.acara peradilan agama
Hk.acara peradilan agamaAlalan Tanala
 
Undang Undang nomor 16 tahun 2004
Undang Undang nomor 16 tahun 2004Undang Undang nomor 16 tahun 2004
Undang Undang nomor 16 tahun 2004Awank Kurniawan
 
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
Hukum Acara Mahkamah KonstitusiHukum Acara Mahkamah Konstitusi
Hukum Acara Mahkamah KonstitusiKardoman Tumangger
 
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)Idik Saeful Bahri
 

Mais procurados (19)

Uu 05 1991
Uu 05 1991Uu 05 1991
Uu 05 1991
 
Uu nomor 16 tahun 2004 tentang kejaksaan republik indonesia
Uu nomor 16 tahun 2004 tentang kejaksaan republik indonesiaUu nomor 16 tahun 2004 tentang kejaksaan republik indonesia
Uu nomor 16 tahun 2004 tentang kejaksaan republik indonesia
 
Kumpulan Putusan Uji Materi UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
Kumpulan Putusan Uji Materi UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas BumiKumpulan Putusan Uji Materi UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
Kumpulan Putusan Uji Materi UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
 
Putusan002 puui2003
Putusan002 puui2003Putusan002 puui2003
Putusan002 puui2003
 
Hukum Acara Pengadilan Agama
Hukum Acara Pengadilan AgamaHukum Acara Pengadilan Agama
Hukum Acara Pengadilan Agama
 
Peraturan mk tata cara beracara
Peraturan mk tata cara beracaraPeraturan mk tata cara beracara
Peraturan mk tata cara beracara
 
SUSUNAN BADAN KEKUASAAN PERADILAN PERDATA DI INDONESIA
SUSUNAN BADAN KEKUASAAN PERADILAN PERDATA DI INDONESIASUSUNAN BADAN KEKUASAAN PERADILAN PERDATA DI INDONESIA
SUSUNAN BADAN KEKUASAAN PERADILAN PERDATA DI INDONESIA
 
Uu 16 2004
Uu 16 2004Uu 16 2004
Uu 16 2004
 
1986 02 peradilan umum
1986 02 peradilan umum1986 02 peradilan umum
1986 02 peradilan umum
 
Mahkamah konstitusi
Mahkamah konstitusiMahkamah konstitusi
Mahkamah konstitusi
 
Uu no 22 th 2004
Uu no 22 th 2004Uu no 22 th 2004
Uu no 22 th 2004
 
Uu 04 2004 Pjls
Uu 04 2004 PjlsUu 04 2004 Pjls
Uu 04 2004 Pjls
 
LEMBAGA PERADILAN INDONESIA
LEMBAGA PERADILAN INDONESIALEMBAGA PERADILAN INDONESIA
LEMBAGA PERADILAN INDONESIA
 
Hk.acara peradilan agama
Hk.acara peradilan agamaHk.acara peradilan agama
Hk.acara peradilan agama
 
Undang Undang nomor 16 tahun 2004
Undang Undang nomor 16 tahun 2004Undang Undang nomor 16 tahun 2004
Undang Undang nomor 16 tahun 2004
 
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
Hukum Acara Mahkamah KonstitusiHukum Acara Mahkamah Konstitusi
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
 
D1 Pajak: Asas kekuasaan kehakiman
D1 Pajak: Asas kekuasaan kehakimanD1 Pajak: Asas kekuasaan kehakiman
D1 Pajak: Asas kekuasaan kehakiman
 
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
 
Uu 07 1989
Uu 07 1989Uu 07 1989
Uu 07 1989
 

Destaque

Red mineの使い方forMintSNS
Red mineの使い方forMintSNSRed mineの使い方forMintSNS
Red mineの使い方forMintSNSTakehiro Takahashi
 
Christian Pries Incorporates a Self-confident Desire to have Scuba dive.
Christian Pries Incorporates a Self-confident Desire to have Scuba dive.Christian Pries Incorporates a Self-confident Desire to have Scuba dive.
Christian Pries Incorporates a Self-confident Desire to have Scuba dive.prieschristian
 
Tarun Kumar Thesis 2
Tarun Kumar Thesis 2Tarun Kumar Thesis 2
Tarun Kumar Thesis 2Tarun_Kumar85
 

Destaque (7)

Red mineの使い方forMintSNS
Red mineの使い方forMintSNSRed mineの使い方forMintSNS
Red mineの使い方forMintSNS
 
Interactuando con Neobook
Interactuando con Neobook Interactuando con Neobook
Interactuando con Neobook
 
Christian Pries Incorporates a Self-confident Desire to have Scuba dive.
Christian Pries Incorporates a Self-confident Desire to have Scuba dive.Christian Pries Incorporates a Self-confident Desire to have Scuba dive.
Christian Pries Incorporates a Self-confident Desire to have Scuba dive.
 
Thesis1
Thesis1Thesis1
Thesis1
 
Test
TestTest
Test
 
Tarun Kumar Thesis 2
Tarun Kumar Thesis 2Tarun Kumar Thesis 2
Tarun Kumar Thesis 2
 
Tense12
Tense12Tense12
Tense12
 

Semelhante a UU4_2004

1986 05 peradilan tata usaha negara
1986 05 peradilan tata usaha negara1986 05 peradilan tata usaha negara
1986 05 peradilan tata usaha negaraKurniawan Sukawangi
 
Penjelasan kitab undang undang hukum acara pidana
Penjelasan kitab undang undang hukum acara pidanaPenjelasan kitab undang undang hukum acara pidana
Penjelasan kitab undang undang hukum acara pidanaSei Enim
 
Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman
Penyelenggaraan kekuasaan kehakimanPenyelenggaraan kekuasaan kehakiman
Penyelenggaraan kekuasaan kehakimanabd_
 
Uu tahun 2003 no. 24 tentang mahkamah konstitusi
Uu tahun 2003 no. 24 tentang mahkamah konstitusiUu tahun 2003 no. 24 tentang mahkamah konstitusi
Uu tahun 2003 no. 24 tentang mahkamah konstitusiLegal Akses
 
Uu tahun 2003 no. 13 tentang ketenagakerjaan
Uu tahun 2003 no. 13 tentang ketenagakerjaanUu tahun 2003 no. 13 tentang ketenagakerjaan
Uu tahun 2003 no. 13 tentang ketenagakerjaanLegal Akses
 
Uuno262000ttg Pengadilan Ham
Uuno262000ttg Pengadilan HamUuno262000ttg Pengadilan Ham
Uuno262000ttg Pengadilan Hamdidit prastyawan
 
6 ruang lingkup, sumber hukum dan penyidikan
6 ruang lingkup, sumber hukum dan penyidikan6 ruang lingkup, sumber hukum dan penyidikan
6 ruang lingkup, sumber hukum dan penyidikanGradeAlfonso
 
Uu no 1 thn 1950 susunan, kekuasaan dan jalan pengadilan mahkamah agung
Uu no 1 thn 1950 susunan, kekuasaan dan jalan pengadilan mahkamah agungUu no 1 thn 1950 susunan, kekuasaan dan jalan pengadilan mahkamah agung
Uu no 1 thn 1950 susunan, kekuasaan dan jalan pengadilan mahkamah agungrudy_satria
 
Baleg rj-20200904-085805-1532
Baleg rj-20200904-085805-1532Baleg rj-20200904-085805-1532
Baleg rj-20200904-085805-1532merdekacom
 
UU Nomor 11 Tahun 2021.pdf
UU Nomor 11 Tahun 2021.pdfUU Nomor 11 Tahun 2021.pdf
UU Nomor 11 Tahun 2021.pdftaniasela95
 
Uu no 3 tahun 2006
Uu no 3 tahun 2006Uu no 3 tahun 2006
Uu no 3 tahun 2006khairu_zikri
 
Uu no 50 tahun 2009
Uu no 50 tahun 2009Uu no 50 tahun 2009
Uu no 50 tahun 2009khairu_zikri
 

Semelhante a UU4_2004 (20)

Uu 48 tahun_2009
Uu 48 tahun_2009Uu 48 tahun_2009
Uu 48 tahun_2009
 
Uu 18 2003+Pjls
Uu 18 2003+PjlsUu 18 2003+Pjls
Uu 18 2003+Pjls
 
Kwn kelompk
Kwn kelompkKwn kelompk
Kwn kelompk
 
Uu 22 2004
Uu 22 2004Uu 22 2004
Uu 22 2004
 
1986 05 peradilan tata usaha negara
1986 05 peradilan tata usaha negara1986 05 peradilan tata usaha negara
1986 05 peradilan tata usaha negara
 
Penjelasan kitab undang undang hukum acara pidana
Penjelasan kitab undang undang hukum acara pidanaPenjelasan kitab undang undang hukum acara pidana
Penjelasan kitab undang undang hukum acara pidana
 
Uu 05 2004
Uu 05 2004Uu 05 2004
Uu 05 2004
 
Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman
Penyelenggaraan kekuasaan kehakimanPenyelenggaraan kekuasaan kehakiman
Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman
 
Uu tahun 2003 no. 24 tentang mahkamah konstitusi
Uu tahun 2003 no. 24 tentang mahkamah konstitusiUu tahun 2003 no. 24 tentang mahkamah konstitusi
Uu tahun 2003 no. 24 tentang mahkamah konstitusi
 
Uu tahun 2003 no. 13 tentang ketenagakerjaan
Uu tahun 2003 no. 13 tentang ketenagakerjaanUu tahun 2003 no. 13 tentang ketenagakerjaan
Uu tahun 2003 no. 13 tentang ketenagakerjaan
 
Uuno262000ttg Pengadilan Ham
Uuno262000ttg Pengadilan HamUuno262000ttg Pengadilan Ham
Uuno262000ttg Pengadilan Ham
 
6 ruang lingkup, sumber hukum dan penyidikan
6 ruang lingkup, sumber hukum dan penyidikan6 ruang lingkup, sumber hukum dan penyidikan
6 ruang lingkup, sumber hukum dan penyidikan
 
Uu no 1 thn 1950 susunan, kekuasaan dan jalan pengadilan mahkamah agung
Uu no 1 thn 1950 susunan, kekuasaan dan jalan pengadilan mahkamah agungUu no 1 thn 1950 susunan, kekuasaan dan jalan pengadilan mahkamah agung
Uu no 1 thn 1950 susunan, kekuasaan dan jalan pengadilan mahkamah agung
 
Baleg rj-20200904-085805-1532
Baleg rj-20200904-085805-1532Baleg rj-20200904-085805-1532
Baleg rj-20200904-085805-1532
 
2009 46 pengadilan tipikor
2009 46 pengadilan tipikor2009 46 pengadilan tipikor
2009 46 pengadilan tipikor
 
Uu 08 2004
Uu 08 2004Uu 08 2004
Uu 08 2004
 
UU Nomor 11 Tahun 2021.pdf
UU Nomor 11 Tahun 2021.pdfUU Nomor 11 Tahun 2021.pdf
UU Nomor 11 Tahun 2021.pdf
 
Uu no 3 tahun 2006
Uu no 3 tahun 2006Uu no 3 tahun 2006
Uu no 3 tahun 2006
 
Uu no 50 tahun 2009
Uu no 50 tahun 2009Uu no 50 tahun 2009
Uu no 50 tahun 2009
 
Peradilan nasional
Peradilan nasionalPeradilan nasional
Peradilan nasional
 

Último

soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatArfiGraphy
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 

Último (20)

soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 

UU4_2004

  • 1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya, dan oleh Sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan; b. bahwa perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah membawa perubahan penting terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sehingga Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 perlu dilakukan penyesuaian dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman; Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 24C, dan Pasal 25 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945; Dengan persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Kekuasan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Pasal 2 Penyelenggaraan kekuasan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
  • 2. Pasal 3 (1) Semua peradilan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia adalah peradilan negara dan ditetapkan dengan undang-undang. (2) Peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila. Pasal 4 (1) Peradilan dilakukan “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA’. (2) Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat , dan biaya ringan. (3) Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (4) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipidana. Pasal 5 (1) Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. (2) Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Pasal 6 (1) Tidak seorang pun dapat dihadapkan di depan pengadilan selain daripada yang ditentukan oleh undang-undang. (2) Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapatkan keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya. Pasal 7 Tidak seorang pun dapat dikenakan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan, selain atas perintah tertulis oleh kekuasaan yang sah dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Pasal 8 Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pasal 9 (1) Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi. (2) Pejabat yang dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana. (3) Ketentuan mengenai tata cara penuntutan ganti kerugian, rehabilitasi dan pembebanan ganti kerugian diatur dalam undang-undang. BAB II BADAN PERADILAN DAN ASASNYA Pasal 10 (1) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. (2) Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.
  • 3. Pasal 11 (1) Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi dari keempat lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2). (2) Mahkamah Agung mempunyai kewenangan: a. mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh semua pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah agung; b. menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang; dan c. kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang. (3) Pernyataan tidak berlaku peraturan perundang-undangan sebagai hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat diambil baik dalam pemeriksaan tingkat kasasi maupun berdasarkan permohonan langsung kepada Mahkamah Agung. (4) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan dalam lingkungan peradilan yang berada di bawahnya berdasarkan ketentuan undang- undang. Pasal 12 (1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. memutus pembuabaran partai politik; dan d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. (2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Pasal 13 (1) Organisasi, administrasi, dan finansial Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya berada dibawah kekuasaan Mahkamah Agung. (2) Organisasi, administrasi, dan finansial Mahkamah Konstitusi berada dibawah kekuasaan Mahkamah Konstitusi. (3) Ketentuan mengenai organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk masing-masing lingkungan peradilan diatur dalam undang-undang sesuai dengan kekhususan lingkungan peradilan masing- masing. Pasal 14 (1) Susunan, kekuasaan, dan hukum acara Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diatur dengan undang- undang tersendiri. (2) Susunan, kekuasaan, dan hukum acara Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 diatur dengan undang-undang. Pasal 15 (1) Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan undang-undang. (2) Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam
  • 4. lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum. Pasal 16 (1) Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian. Pasal 17 (1) Semua pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus dengan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim, kecuali undang-undang menentukan lain. (2) Di antara hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seorang bertindak sebagai ketua dan lainnya sebagai hakim anggota sidang. (3) Sidang dibantu oleh seorang panitera atau seorang yang ditugaskan melakukan pekerjaan panitera. (4) Dalam perkara pidana wajib hadir pula seorang penuntut umum, kecuali undang- undang menentukan lain. Pasal 18 (1) Pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dengan hadirnya terdakwa, kecuali undang-undang menentukan lain. (2) Dalam hal tidak hadirnya terdakwa, sedangkan pemeriksaan dinyatakan telah selesai, putusan dapat diucapkan tanpa kehadiran terdakwa. Pasal 19 (1) Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan lain. (2) Tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan putusan batal demi hukum. (3) Rapat permusyawaratan hakim bersifat rahasia. (4) Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari putusan. (5) Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan. (6) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dan ayat (5) diatur oleh Mahkamah Agung. Pasal 20 Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Pasal 21 (1) Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain. (2) Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama, yang tidak merupakan pembebasan dari dakwaan atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum, dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.
  • 5. Pasal 22 Terhadap putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain. Pasal 23 (1) Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak- pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang- undang. (2) Terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali. Pasal 24 Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali dalam keadaan tertentu menurut keputusan Ketua Mahkamah Agung perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. Pasal 25 (1) Segala putusan pengadilan selain memuat alasan dan dasar putusan tersebut, memuat pula pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. (2) Tiap putusan pengadilan ditandatangani oleh ketua serta hakim yang memutus dan panitera yang ikut serta bersidang. (3) Penetapan, ikhtisar rapat permusyawaratan, dan berita acara pemeriksaan sidang ditandatangani oleh ketua majelis hakim dan panitera sidang. Pasal 26 Untuk kepentingan peradilan semua pengadilan wajib saling memberi bantuan yang diminta. BAB III HUBUNGAN PENGADILAN DAN LEMBAGA NEGARA LAINNYA Pasal 27 Mahkamah Agung dapat memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat masalah hukum kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan apabila diminta. BAB IV HAKIM DAN KEWAJIBANNYA Pasal 28 (1) Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. (2) Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa. Pasal 29 (1) Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang mengadili perkaranya. (2) Hak ingkar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hak seorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai dengan alasan terhadap seorang hakim yang mengadili perkaranya. (3) Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami istri
  • 6. meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera. (4) Ketua majelis, hakim anggota, jaksa, atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai, dengan pihak yang diadili atau advokat. (5) Seorang, hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara. (6) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pasal 30 (1) Sebelum memangku jabatannya, hakim, panitera, panitera pengganti, dan juru sita untuk masing-masing lingkungan peradilan wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya. (2) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut: Sumpah: “Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang- undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa.” Janji: “Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban hakim dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa.” (3) Lafal sumpah atau janji panitera, panitera pengganti, atau juru sita adalah sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. BAB V KEDUDUKAN HAKIM DAN PEJABAT PERADILAN Pasal 31 Hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang- undang. Pasal 32 Hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. Pasal 33 Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim wajib menjaga kemandirian peradilan. Pasal 34 (1) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan hakim dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diatur dengan undang-undang. (2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian hakim diatur dalam undang-undang.
  • 7. (3) Dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim agung dan hakim, pengawasan dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diatur dalam undang- undang. Pasal 35 Panitera, panitera pengganti, dan juru sita adalah pejabat peradilan yang pengangkatan dan pemberhentiannya serta tugas pokoknya diatur dalam undang-undang. BAB VI PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN Pasal 36 (1) Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh jaksa. (2) Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh ketua pengadilan yang bersangkutan berdasarkan undang-undang. (3) Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh panitera danjurusita dipimpin oleh ketua pengadilan. (4) Putusan pengadilan dilaksanakan dengan memperhatikan nilai kemanusiaan dan keadilan. BAB VII BANTUAN HUKUM Pasal 37 Setiap orang yang tersangkut perkara berhak mendapat bantuan hukum Pasal 38 Dalam perkara pidana seorang tersangka sejak saat dilakukan penangkapan dan/atau penahanan berhak menghubungi dan meminta bantuan advokat. Pasal 39 Dalam memberi bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, advokat wajib membantu penyelesaian perkara dengan menjunjung tinggi hukum dan keadilan. Pasal 40 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 diatur dalam undang- undang. BAB VIII KETENTUAN LAIN Pasl 41 Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman meliputi Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, dan badan-badan lain diatur dalam undang-undang. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 42 (1) Pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan tata usaha negara selesai dilaksanakan paling lambat tanggal 31 Maret 2004. (2) Pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial dalam lingkungan peradilan agama selesai dilaksanakan paling lambat tanggal 30 Juni 2004. (3) Pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial dalam lingkungan peradilan militer selesai dilaksanakan paling lambat tanggal 30 Juni 2004.
  • 8. (4) Pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Presiden. (5) Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan paling lambat: a. 30 (tiga puluh) hari sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir; b. 60 (enam puluh hari) hari sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berakhir. Pasal 43 Sejak dialihkannya organisasi, administrasi, dan finansial sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (1): a. semua pegawai Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, pengadilan negeri, pengadilan tinggi, pengadilan tata usaha negara, dan pengadilan tinggi tata usaha negara menjadi pegawai pada Mahkamah Agung. b. semua pegawai yang menduduki jabatan struktural pada Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, pengadilan negeri, pengadilan tinggi, pengadilan tata usaha negara, dan pengadilan tinggi tata usaha negara, tetap menduduki jabatannya dan tetap menerima tunjangan jabatan pada Mahkamah Agung. c. semua aset milik/barang inventaris di lingkungan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi serta pengadilan tata usaha negara dan pengadilan tinggi tata usaha negara beralih ke Mahkamah Agung. Pasal 44 Sejak dialihkannya organisasi, administrasi, dan finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2): a. semua pegawai Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama menjadi pegawai Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama pada Mahkamah Agung, serta pegawai pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama menjadi Mahkamah Agung; b. semua pegawai yang menduduki jabatan struktural pada Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama menduduki jabatan pada Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama pada Mahkamah Agung, sesuai dengan peraturan perundang- undangan; c. Semua aset milik/barang inventaris pada pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama beralih menjadi aset milik/barang inventaris Mahkamah Agung. Pasal 45 Sejak dialihkannya organisasi, administrasi, dan finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3): a. pembinaan personel militer di lingkungan peradilan militer dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur personel militer; b. semua pegawai negeri sipil di lingkungan peradilan militer beralih menjadi pegawai negeri sipil pada Mahkamah Agung. Pasal 46 Mahkamah Agung menyusun organisasi dan tata kerja yang baru di lingkungan Mahkamah Agung paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Undang-undang ini di undangkan. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 47 Ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur kekuasaan kehakiman masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum dibentuk yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.
  • 9. Pasal 48 Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, maka Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2951) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3879) dinyatakan tidak berlaku. Pasal 49 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta Pada tanggal 15 Januari 2004 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd MEGAWATI SOEKARNOPUTRI Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 15 Januari 2004 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd BAMBANG KESOWO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 8
  • 10. PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salahsatu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Dalam usaha memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka, sesuai dengan tuntutan reformasi di bidang hukum telah dilakukan perubahan terhadap Undang- Undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas - Undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan. Melalui perubahan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tersebut telah diletakkan kebijakan bahwa segala urusan mengenai peradilan baik yang menyangkut teknis yudisial maupun urusan organisasi, administrasi, dan finansial berada dibawah satu atap dibawah kekuasaan Mahkamah Agung. Kebijakan ini sudah harus dilaksanakan paling lambat 5 (lima) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan. Dengan berlakunya Undang-Undang ini, pembinaan badan peradilan umum, badan peradilan agama, badan peradilan militer, dan badan peradilan tata usaha negara berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Mengingat sejarah perkembangan peradilan agama yang spesifik dalam sistem peradilan nasional, pembinaan terhadap badan peradilan agama dilakukan dengan memperhatikan sarandan pendapat Menteri Agama dan Majelis Ulama Indonesia. Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan khususnya dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Ketentuan Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Mahkamah Konstitusi mempunyai wewenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain itu Mahkamah Konstitusi mempunyai kewajiban memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Disamping perubahan yang menyangkut kelembagaan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sebagaimana dikemukakan di atas, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengintroduksi pula suatu lembaga baru yang
  • 11. berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yaitu Komisi Yudisial. Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim. Mengingat perubahan mendasar yang dilakukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khusunya mengenai penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, maka Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 perlu dilakukan perubahan secara komprehensif. Dalam Undang-Undang ini diatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara kekuasaan kehakiman, asas-asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, jaminan kedudukan dan perlakuan yang sama bagi setiap orang dalam hukum dan dalam mencari keadilan. Selain itu dalam Undang-Undang ini diatur pula ketentuan yang menegaskan kedudukan hakim sebagai pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman serta panitera, panitera pengganti, dan juru sita sebagai pejabat peradilan, pelaksanaan putusan pengadilan, bantuan hukum, dan badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Untuk memberikan kepastian dalam proses pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan di bawah Mahkamah Agung dalam Undang-Undang ini diatur pula ketentuan peralihan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Kekuasaan Kehakiman yang merdeka dalam ketentuan ini mengandung pengertian bahwa kekuasaan kehakiman bebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan ekstra yudisial, kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kebebasan dalam melaksanakan wewenang yudisial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, sehingga putusannya mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia. Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Ayat (1) Ketentuan ini tidak menutup kemungkinan penyelesaian perkara dilakukan di luar peradilan negara melalui perdamaian atau arbitrase. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 4 Ayat (1) Ketentuan yang menentukan bahwa peradilan dilakukan “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” adalah sesuai dengan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menentukan: 1. Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa; 2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Ayat (2) Ketentuan ini dimaksudkan untuk memenuhi harapan para pencari keadilan. Yang dimaksud dengan “sederhana” adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan acara yang efisien dan efektif. Yang dimaksud dengan “biaya ringan” adalah biaya perkara yang dapat terpikul oleh rakyat. Namun demikian, dalam pemeriksaan dan penyelesaian perkara tidak mengorbankan ketelitian dalam mencari kebenaran dan keadilan. Ayat (3)
  • 12. Cukup jelas Ayat (4) Yang dimaksud “dipidana” dalam ayat ini adalah bahwa unsur-unsur tindak pidana dan pidananya ditentukan dalam undang-undang. Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “rehabilitasi” adalah pemulihan hak seseorang berdasarkan putusan pengadilan pada kedudukan semula yang menyangkut kehormatan, nama baik, atau hak-hak lain. Ayat (2) Lihat penjelasan Pasal 4 ayat (4) Ayat (3) Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Ketentuan ini mengatur tentang hak uji Mahkamah Agung terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dari undang-undang. Hak uji tersebut dapat dilakukan terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari peraturan perundang-undangan tersebut yang bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi maupun terhadap pembentukan peraturan perundang- undangan tersebut. Huruf c Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Yang dimaksud dengan “pengawasan tertinggi” dalam ketentuan ayat ini meliputi pengawasan internal Mahkamah Agung terhadap semua badan peradilan di bawahnya. Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pengadilan khusus” dalam ketentuan ini, antara lain, adalah pengadilan anak, pengadilan niaga, pengadilan hak asasi manusia, pengadilan tindak pidana korupsi, pengadilan hubungan industrial yang berada di lingkungan peradilan umum, dan pengadilan pajak di lingkungan peradilan tata usaha negara. Ayat (2)
  • 13. Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terdiri atas Mahkamah Syariah untuk tingkat pertama dan Mahkamah Syariah Provinsi untuk tingkat banding adalah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4134). Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Ayat (1) Yang dimaksud dengan “hal atau keadaan tertentu” dalam ketentuan ini antara lain adalah ditemukannya bukti baru (novum) dan/atau adanya kekhilafan/kekeliruan hakim dalam menerapkan hukumnya. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 24 Yang dimaksud dengan “dalam keadaan tertentu” adalah dilihat dari titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut. Jika titik berat kerugian tersebut terletak pada kepentingan militer, perkara tersebut diadili oleh pengadilan di lingkungan peradilan militer. Jika titik berat kerugian tersebut terletak pada kepentingan umum, maka perkara tersebut diadili oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum. Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Ayat (1) Ketentuan ini dimaksud agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat Ayat (2) Berdasarkan ketentuan ini maka dalam menentukan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan hakim wajib memperhatikan sifat baik atau sifat jahat dari terdakwa sehingga putusan yang dijatuhkan setimpal dan adil sesuai denagn kesalahannya. Pasal 29 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan “derajat ketiga” dalam ketentuan ini adalah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  • 14. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Yang dimaksud dengan “kepentingan langsung atau tidak langsung” adalah termasuk apabila hakim atau panitera atau pihak lain pernah menangani perkara tersebut atau perkara tersebut pernah terkait dengan pekerjaan atau jabatan yang bersangkutan sebelumnya. Ayat (6) Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Cukup jelas Pasal 36 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan “dipimpin” dalam ketentuan ini mencakup pengawasan dan tanggung jawab sejak diterimanya permohonan sampai dengan selesainya pelaksanaan putusan. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38 Sejalan dengan asas bahwa seseorang selama belum terbukti kesalahannya harus dianggap tidak bersalah, maka ia harus dibolehkan untuk berhubungan dengan keluarga atau advokat sejak ditangkap dan/atau ditahan. Tetapi hubungan ini tidak boleh merugikan kepentingan pemeriksaan, yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana. Pasal 39 Cukup jelas Pasal 40 Cukup jelas Pasal 41 Cukup jelas Pasal 42 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan “organisasi, administrasi, dan finansial pada ayat ini adalah organisasi, administrasi, dan finansial pada mahkamah militer agung atau pengadilan militer utama, mahkamah militer tinggi atau pengadilan militer tinggi, dan mahkamah militer atau pengadilan militer. Ayat (4)
  • 15. Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 43 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Ketentuan ini masih tetap membolehkan penggunaan aset/barang inventaris yang ada selama aset/barang inventaris tersebut belum tersedia di Mahkamah Agung. Pasal 44 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Lihat penjelasan Pasal 43 huruf c Pasal 45 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Pasal 46 Cukup jelas Pasal 47 Cukup jelas Pasal 48 Cukup jelas Pasal 49 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4358