1. Bencana berdampak berbeda pada perempuan dan laki-laki karena peran dan tanggung jawab gender mereka
2. Perempuan membutuhkan bantuan khusus seperti makanan tambahan untuk ibu menyusui, pembalut, dan pakaian sesuai budaya
3. Partisipasi aktif perempuan dalam penanggulangan bencana perlu didukung, seperti kelompok perempuan di Aceh dan Bantul
2. Pengantar… Para ahli mengkategorikan dua jenis bencana yaitu yang disebabkan oleh kejadian alam (natural disaster) dan oleh ulah manusia. Indonesia salah satu negara yang paling lengkap dengan kedua penyebab ini. Bencana alam di Aceh pada tahun 2004 telah memberikan kesadaran baru bagi bangsa Indonesia bahwa kita hidup di negara yang rawan bencana. Tidak ada pilihan untuk hidup dengan kondisi ini.Setiap fenomena alam sangat potensial untuk berkembang menjadi bencana lainnya seperti kemiskinan, tidak adanya pendidikan. Kita dapat belajar dari penanggulangan bencana di masa tanggap darurat yang terjadi di Aceh (2004) dan Jogjakarta (2006)
3. Dalam manajemen penanggulangan bencana, korban sering kali dianggap satu entitas dan cara memperlakukannya pun sama dalam pemberian bantuan. Kenyataannya, dampak bencana bagi lakilaki dan perempuan berbeda. Analisis jender dalam distribusi bantuan menjadi penting, karena sebagian besar korban adalah perempuan, anak-anak, dan orang tua. Dalam bencana gempa misalnya, kebanyakan perempuan menjadi korban karena mereka tinggal di rumah dengan anak-anaknya. Ketika gempat terjadi, mereka cenderung untuk menyelamatkan anaknya lebih dahulu dan dirinya berada dalam bahaya. Di aceh dan jogja, banyak perempuan yang meninggal sedang memeluk anaknya atau melindungi anaknya dari reruntuhan bangunan.
4. KEBUTUHAN SPESIFIK PEREMPUAN Gempa dan Tsunami Aceh mencatat bahwa kematian perempuan lebih tinggi 30-40 persen dibanding laki-laki. Mereka tinggal di rumah sehingga tidak terlalu kuat untuk berlari ke tempat yang lebih tinggi sambil membawa atau menggendong anak-anaknya. (Oxfam, UNFPA, 2005). Untuk pengungsi perempuan yang sedang menyusui, anaknya menghadapi masalah serius. Tanpa makanan bergizi, produksi susu ibu untuk anak akan menurun dan mengakibatkan kurang gizi bagi bayinya. Perempuan membutuhkan susu formula. Kadang mereka menerima bantuan susu, tetapi batas waktu pemakaiannya sudah kadaluarsa. Pengungsi perempuan yang sedang hamil juga mengalami kekurangan gizi, dan kadang terjadi keguguran. Jika tidak ditangani serius maka akibatnya bisa fatal. Hal lain yang mendasar tetapi sering diabaikan adalah masa menstruasi perempuan. Dalam kondisi darurat, perempuan butuh pembalut wanita. Ketika tidak ada, mereka hanya menggunakan kain apapun untuk mengatasi masa menstruasinya.
5. Wanita Aceh yang hidup di dalam tradisi agama yang ketat sering menghadapi masalah-masalah. Barak pengugnsi sering tidak mempunyai pembatas yang menjadikan mereka kesulitan untuk mendapatkan privasi saat ingin berganti pakaian dan menyusui. Wanita tidak merasa nyaman di ruang terbuka bersama para pria. Ini karena pelecehan sexual mudah terjadi. Karena fasilitas mandi, mencuci dan kakus sangat terbatas, pengungsi terpaksa harus antri. Bagi wanita Aceh yang perlu menutup seluruh tubuhnya, tentu ini sangat sulit untuk hidup dengan hambatan-hambatan seperti itu. Masalah-masalah yang digambarkan di atas menunjukan bahwa dampak dari bencana bagi wanita berbeda sehingga mereka juga membutuhkan bantuan yang berbeda pula. Selama tanggap darurat, bantuan diberikan ke korban sering hanya berupa mie instan, beras dan banyak makanan kaleng. Barang-barang ini penting tetapi tidaklah cukup; donatur sering lupa memberi wanita pakaian dalam, baju wanita yang sesuai dengan budaya setempat (contoh, gaun panjang untuk budaya Aceh), makanan anak, pembalut wanita, dan kebutuhan-kebutuhan wanita lainnya.