SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 9
1
Syari'at, Thariqat, Haqiqat
Inilah gambaran dari jalan menuju akhirat, yakni melalui syari'at, thariqat dan haqiqat. Melalui
jalan ini seseorang akan mudah mengawasi ketakwaannya dan menjauhi hawa nafsu. Tiga jalan
ini secara bersama-sama menjadi sarana bagi orang-orang beriman menuju akhirat tanpa boleh
meninggalkan salah satu dari tiga jalan ini.
Haqiqat tanpa syari'at menjadi batal, dan syari'at tanpa haqiqat menjadi kosong. Dapat
dimisalkan di sini, bahwa apabila ada orang memerintahkan sahabatnya mendirikan shalat, maka
ia akan menjawab: Mengapa harus shalat? Bukankah sejak zaman azali dia sudah ditetapkan
takdirnya? Apabila ia telah ditetapkan sebagai orang yang beruntung, tentu ia akan masuk surga
walaupun tidak shalat. Sebaliknya, apabila ia telah ditetapkan sebagai orang yang celaka maka,
ia akan masuk neraka, walaupun mendirikan shalat.
Ini adalah contoh haqiqat tanpa syari'at.
Sedangkan syari'at tanpa haqiqat, adalah sifat orang yang beramal hanya untuk memperoleh
surga. Ini adalah syari'at yang kosong, walaupun ia yakin. Bagi orang ini ada atau tidak ada
syari'at sama saja keadaannya, karena masuk surga itu adalah semata-mata anugerah Allah.
Syari'at adalah peraturan Allah yang telah ditetapkan melalui wahyu, berupa perintah dan
larangan. Thariqat adalah pelaksanaan dari peraturan dan hukum Allah (syari'at). Haqiqat adalah
menyelami dan mendalami apa yang tersirat dan tersurat dalam syari'at, sebagai tugas
menjalankan firman Allah.
Mendalami syari'at sebagai peraturan dan hukum Allah menjadi kewajiban umat Islam terutama
yang berkaitan dengan ibadah mahdlah, ibadah yang berhubungan langsung dengan Allah SWT.
Seperti dalam firman: Iyyâka Na'budu wa Iyyâka Nasta'în yang artinya: "Hanya kepada Engkau
(Allah), aku beribadah, dan hanya kepada engkau aku memohon pertolongan." (QS. Al-Fâtihah:
4-5).
Sedangkan yang dimaksud dengan menjaga haqiqat adalah usaha seorang hamba melepaskan
dirinya dari kekuatannya sendiri dengan kesadaran bahwa semua kemampuan dari perbuatan
yang ada padanya, hanya akan terlaksana dengan pertolongan Allah semata.
Pada dasarnya kewajiban seorang mukmin adalah melaksanakan semua perintah Allah dan
meninggalkan larangan-Nya, dengan tidak memikirkan bahwa amal perbuatannya itulah yang
2
akan menyelamatkannya dari siksaan neraka, atau menjadikannya masuk surga. Atau ia
beranggapan tanpa amal ia akan masuk neraka, atau beranggapan hanya dengan amal ia akan
masuk surga.
Sebenarnya ia harus berpikir dan meyakini bahwa semua amalannya hanya semata-mata untuk
melaksanakan perintah Allah dan mendapatkan keridhaan-Nya. Seperti firman Allah:
"Fa'budillâh Mukhlishan Lahuddîn".
Apabila Allah Ta'ala menganugerahkan pahala atas amal perbuatannya hanyalah merupakan
karunia Allah belaka. Demikian juga apabila menyiksanya, maka itu semua merupakan keadilan
Allah jua, yang tidak perlu dipertanyakan pertanggungjawabannya.
Hasan Basri mengatakan bahwasannya ilmu haqiqat tidak memikirkan adanya pahala atau tidak
dari suatu amal perbuatan. Akan tetapi tidak berarti meninggalkan amal perbuatan atau tidak
beramal.
Sayyidina Ali RA, mengatakan: Barangsiapa beranggapan, tanpa adanya perbuatan yang
sungguh-sungguh, ia akan masuk surga, maka itu adalah hayalan, sedangkan orang yang
beranggapan bahwa dengan amal yang sungguh-sungguh dan bersusah payah ia akan masuk
surga, maka hal itu sangat sia-sia. Orang pertama adalah mutamanni dan orang yang kedua
adalah muta' anni.
Pernah dikisahkan bahwa ada seorang laki-laki Yahudi dari Bani Israil, ia telah beribadah selama
tujuh puluh tahun. Pada suatu saat ia memohon kepada Allah agar dia ditetapkan berada
bersama-sama para malaikat. Maka Allah SWT, mengutus malaikat untuk menyampaikan
kepadanya bahwa dengan ibadahnya yang sekian lama itu, tidak pantas baginya untuk masuk
surga. Laki-laki ini mengatakan pula kepada malaikat itu setelah mendengar berita dari Allah
SWT. "Kami diciptakan Allah di dunia ini hanya untuk beribadah kepada Allah, maka
sepantasnyalah kami berkewajiban beribadah (tunduk) kepada-Nya."
Tatkala malaikat itu kembali melaporkan apa yang didengarnya dari hamba Allah tersebut, ia
berkata: "Ya Allah, Engkau lebih mengetahui apa yang diucapkan oleh laki laki tersebut." Allah
SWT pun berfirman. "Jika ia tidak berpaling dan tunduk beribadah kepada-Ku, maka dengan
karunia dan kasih sayang-Ku, Aku tidak akan meninggalkannya. Saksikanlah olehmu,
sesungguhnya Aku telah mengampuninya".
Syari'at
3
Ibarat bahtera itulah syari'at
Ibarat samudera itulah thariqat
Ibarat mutiara itulah haqiqat.
Ungkapan dari syair di atas menjelaskan kedudukan tiga jalan menuju akhirat. Syari'at ibarat
kapal, yakni sebagai instrumen mencapai tujuan. Thariqat ibarat lautan, yakni sebagai wadah
yang mengantar ke tempat tujuan. Haqiqat ibarat mutiara yang sangat berharga dan banyak
manfaatnya.
Untuk memperoleh mutiara haqiqat, manusia harus mengarungi lautan dengan ombak dan
gelombang yang dahsyat. Sedangkan untuk mengarungi lautan itu, tidak ada jalan lain kecuali
dengan kapal.
Sebagian Ulama menerangkan tiga jalan ke akhirat itu ibarat buah pala atau buah kelapa. Syari'at
ibarat kulitnya, thariqat isinya dan haqiqat ibarat minyaknya. Pengertiannya ialah, minyak tidak
akan diperoleh tanpa memeras isinya, dan isi tidak akan diperoleh sebelum menguliti kulit atau
sabutnya.
Agama ditegakkan di atas syari'at, karena syari'at adalah peraturan dan undang-undang yang
bersumber kepada wahyu Allah. Perintah dan larangannya jelas dan dijalankan untuk
kesejahteraan seluruh manusia. Menurut Syaikh al-Hayyiny, syari'at dijalankan berdasarkan taklif
(beban dan tanggungjawab) yang dipikul kepada orang yang telah mampu memikul beban atau
tanggungjawab (mukallaf). Haqiqat adalah apa yang telah diperoleh sebagai ma'rifat. Syari'at
dikukuhkan oleh haqiqat dibuktikan oleh syari'at. Adapun syari'at adalah bukti pengabdian
manusia yang diwujudkan berupa ibadah, melalui wahyu yang disampaikan kepada para Rasul.
Haqiqat itu sendiri merupakan bukti dari penghambaan (ibadah) manusia terhadap Allah SWT,
dengan tunduk kepada hukum syari' at tanpa perantaraan apapun.
Thariqat
Adalah thariqat itu suatu sikap hidup
Orang yang teguh pada pegangan yang genap
Ia waspada dalam ibadah yang mantap
Bersikap wara' berperilaku dan sikap
Dengan riyadhah itulah jalan yang tetap.
Para Ulama berpendapat thariqat adalah jalan yang ditempuh dan sangat waspada dan berhati-
hati ketika beramal ibadah. Seseorang tidak begitu saja melakukan rukhshah (ibadah yang
4
meringankan) dalam menjalankan macam-macam ibadah. Walaupun ada kebolehan melakukan
rukhshah, akan tetapi sangat berhati-hati melaksanakan amal ibadah. Diantara sikap hati-hati itu
adalah bersifat wara'.
Menurut al-Qusyairy, wara' artinya berusaha untuk tidak melakukan hal-hal yang bersifat
syubhat (sesuatu yang diragukan halal haramnya). Bersikap wara' adalah suatu pilihan bagi ahli
thariqat.
Imam al-Ghazaly membagi sifat wara' dalam empat tingkatan. Tingkat yang terendah adalah
wara'ul 'adl (wara' orang yang adil) yakni meninggalkan suatu perbuatan sesuai dengan ajaran
fiqh, seperti makan riba atau perjanjian-perjanjian yang meragukan dan amal yang dianggap
bertentangan atau batal.
Tingkat agak ke atas adalah wara'ush shâlihîn (wara' orang-orang saleh). Yakni menjauhkan diri
dari semua perkara subhat, seperti makanan yang tidak jelas asal usulnya, atau ragu atas suatu
yang ada di tangan atau sedang dikerjakan, atau disimpan.
Tingkat yang atasnya lagi, adalah wara'ul muttaqqîn (wara' orang-orang yang takwa). Yakni
meninggalkan perbuatan yang sebenarnya dibolehkan (mubah), karena kuatir kalau-kalau
membahayakan, atau mengganggu keimanan, seperti bergaul dengan orang-orang yang
membahayakan, orang-orang yang suka bermaksiat, memakai pakaian yang serupa dengan
orang- orang yang berakhlak jelek, menyimpan barang-barang berbahaya atau diragukan
kebaikannya. Contoh, sahabat Umar bin Khattab meninggalkan 9/10 (sembilan per sepuluh) dari
hartanya yang halal karena kuatir berasal dari perilaku haram.
Tingkat yang tertinggi adalah, wara'ush shiddiqqîn (wara' orang-orang yang jujur). Yakni
menghindari sesuatu walaupun tidak ada bahaya sedikitpun, umpamanya hal-hal yang mubah
yang terasa syubhat.
Kisah-kisah berikut ini menunjukkan sifat-sifat orang yang wara'.
Pada masa Imam Ahmad bin Hambal, hiduplah seorang sufi bernama Bisyir al-Hafy. Ia
mempunyai saudara perempuan yang bekerja memintal benang tenun. Biasanya pekerjaan itu
dikerjakan di loteng rumahnya. Ia bertanya kepada Imam Ahmad, "Pada suatu malam ketika ia
sedang memintal benang, cahaya obor lampu orang Thahiriyah (mungkin tetangga) masuk
memancar ke loteng kami. Apakah kami boleh memanfaatkan cahaya lampu obor tersebut untuk
menyelesaikan pekerjaan kami?" Imam Ahmad menjawab "Sungguh dari dalam rumahmu telah
ada cahaya orang yang sangat wara', maka janganlah engkau memintal benang dengan
memanfaatkan cahaya obor itu".
5
Abu Hurairah mengatakan: "Pada suatu hari seorang saudaraku datang mengunjungiku. Untuk
menyajikan makanan buat menghormatinya, saya belikan lauk seekor ikan panggang. Setelah
selesai menyantap makanan itu, saya ingin membersihkan tangannya dari bau ikan bakar itu.
Dari dinding rumah tetangga, saya mengambil debu bersih untuk membersihkan dan
menghilangkan bau amis dari tangannya. Akan tetapi saya belum minta izin tetangga tersebut
untuk menghalalkan perbuatan saya itu. Saya menyesali atas perbuatan saya itu empat puluh
tahun lamanya".
Dikisahkan juga bahwa ada seorang laki-laki mengontrak sebuah rumah. Ia ingin menghiasi
ruangan rumah itu, lalu menuliskan khat-khat riq'i pada salah satu dindingnya. Ia berusaha
menghilangkan debu-debu pada dinding rumah kontrakan itu. Karena ia merasa bahwa perbuatan
itu baik dan tidak ada salahnya. Ketika ia sedang membersihkan debu-debu pada dinding rumah
itu, didengarnya suara, "Hai orang yang menganggap remeh pada debu engkau, akan mengalami
perhitungan amal yang sangat lama".
Imam Ahmad bin Hanbal pernah menggadaikan sebuah bejana tembaga kepada tukang sayur
Makkah. Ketika hendak ditebusnya bejananya itu, si tukang sayur mengeluarkan dua buah bejana
lalu ia berkata: "Ambillah salah satu, mana yang jadi milikmu". Imam Ahmad berkata, "Saya
sendiri ragu, mana dari dua bejana itu yang menjadi milikku. Untuk itu ambil olehmu bejana
dan uang tebusannya. Saya rela semua untukmu". Tukang sayur itu serta merta menunjukkan,
mana bejana milik Imam Ahmad, lalu berkata: "Inilah milikmu". Imam Ahmad berkata,
"Sesungguhnya aku hanya menguji kejujuranmu! Sudah, saya tidak akan membawanya lagi,"
sambil berjalan meninggalkan tukang sayur itu.
Diriwayatkan bahwasannya Ibnu al-Mubarak pulang pergi dari Marwan ke Syam untuk
mengembalikan setangkai pena, yang belum sempat dikembalikan kepada pemiliknya.
Hasan al-Bashry pernah menanyakan kepada seorang putera sahabat Ali bin Abi Thalib, ketika
itu sedang bersandar di Ka'bah sambil memberi pelajaran. Hasan al-Bashry bertanya: "Apakah
yang membuat agama menjadi kuat?" Dijawabnya: "yang menguatkan agama adalah sifat
wara'". "Apa yang merusak agama?" "yang merusak agama adalah tamak". Jawaban itu
mengagumkan Hasan al-Basry, lalu ia berkata "Dengan sifat wara' yang ikhlas lebih baik dari
seribu kali shalat dan puasa".
Itulah beberapa kisah yang menghiasi akhlak para sufy masa lampau. Sifat yang mengagumkan
yang melekat dalam hidup mereka. Demikian juga sifat mulia para sahabat tabi'in dan tabi'it-
tabi'in.
Kata wa-azimatun, menurut lughat, artinya cita-cita yang kuat. Maksudnya penuh kesungguhan
6
dan sabar menghadapi bermacam-macam masalah hidup, akan tetapi kuat menghadapinya dan
mampu mengendalikan hawa nafsu. Demikian juga melatih diri dengan riyadlah yang dapat
memperkuat ibadah dan melakukan ketaatan. Umpamanya riyadlah mengendalikan keinginan
yang mubah, seperti puasa makan, minum, tidur, menahan lapar seperti puasa, sunnat, atau
meninggalkan hal-hal yang kurang berguna bagi kemantapan dan konsentrasi jiwa kaum sufi.
Nabi SAW bersabda: "Cukurlah kiranya bagi manusia beberapa suapan untuk menegakkan
tulang punggungnya. Apabila ingin lebih dari itu, hendaklah ia membagi perutnya; sepertiga
untuk makan, sepertiga untuk minum, dan sepertiga lagi untuk bernafas".
Dalam hadits lain Nabi SAW bersabda: "Bukankah manusia itu tertelungkup dalam neraka, tidak
lain karena buah omongan lisannya. Sedangkan usia manusia itu adalah modal pokok
perdagangannya. Apabila disia-siakan dengan makhluk perbuatan yang tidak berguna, maka
sungguh ia telah merusaknya dengan kesia-siaan".
Oleh karena itu mengamalkan ilmu thariqat sama dengan menghindari segala macam perbuatan
mubah, seperti telah dicontohkan di atas. Itulah jalan suci akan mengantarkan manusia kepada
ketaatan dan kebahagiaan.
Haqiqat
Haqiqat adalah akhir perjalanan mencapai tujuan
Menyaksikan cahaya nan gemerlapan
Dari ma'rifatullah yang penuh harapan
Untuk menempuh jalan menuju akhirat haqiqat adalah tonggak terakhir. Dalam haqiqat itulah
manusia yang mencari dapat menemukan ma'rifatullâh. Ia menemukan hakikat yang tajalli dari
kebesaran Allah Penguasa langit dan bumi.
Menurut Imam al-Ghazaly, tajalli adalah rahasia Allah berupa cahaya yang mampu membuka
seluruh rahasia dan ilmu. Tajalli akan membuka rahasia yang tidak dapat dipandang oleh mata
kepala. Mata hati manusia menjadi terang, sehingga dapat memandang dengan jelas semua yang
tertutup rapat dari penglihatan lahiriah manusia.
Al-Qusyairi membedakan antara syari'at dan haqiqat sebagai berikut: Haqiqat adalah penyaksian
manusia tentang rahasia-rahasia ketuhanan dengan mata hatinya. Syari'at adalah kepastian
7
hukum dalam ubudiyah, sebagai kewajiban hamba kepada Al-Khaliq. Syari'at ditunjukkan dalam
bentuk kaifiyah lahiriyah antara manusia dengan Allah SWT .
Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa, perumpamaan syari'at adalah ibarat kepala, thariqat ibarat
lautan, dan haqiqat ibarat mutiara.
Seperti pada bunyi syair, "Barangsiapa yang ingin mendapatkan mutiara di dalam lautan, maka
ia harus mengarungi lautan dengan menumpang kapal (ilmu syari'at), kemudian ia harus pula
menyelam untuk mendapatkan perbendaharaan yang berada di kedalaman laut, yakni bernama
mutiara (ilmu haqiqat)".
Para penuntut ilmu tasawuf tidak akan mencapai kehidupan yang hakiki, kecuali telah
menempuh tingkatan hidup ruhani yang tiga tersebut. Menuju kesempurnaan hidup ruhani dan
jasmani yang hakiki menuju hidup akhirat yang sempurna, tiga jalan itu hendaklah ditempuh
bersama-sama dan bertahap. Apabila tahap-tahap itu tidak ditempuh maka penuntut tasawuf atau
mereka yang berminat mencari hidup ruhani yang tentram, tidak akan mendapatkan mutiara yang
sangat mahal harganya itu.
Wajib Bersyari'at
Thariqat dan haqiqat bergantung kepada syari'at. Dua tahapan itu tidak akan berhasil ditempuh
oleh para penuntut, kecuali melalui syari'at.
Dasar pokok ilmu syari'at adalah wahyu Allah yang tertulis jelas dalam Al-Qur'an dan Sunnah
Nabi Muhammad SAW. Sebab ibadah mahdlah dan ghairu mahdlah serta ibadah muamalah
tercantum dengan jelas dalam ilmu syari'at.
Siapa pun tidak boleh menganggap dirinya terlepas dari syari'at, walaupun ia ulama sufi yang
besar dan piawai, atau wali sekalipun. Orang yang menganggap dirinya tidak memerlukan
syari'at untuk mencapai thariqat sangat tersesat dan menyesatkan.
Karena syari'at itu seluruhnya bermuatan ibadah dan muamalah, maka menjadi satu paduan
dengan thariqat dan haqiqat. Ibadah seperti itu tidak gugur kewajibannya walaupun seseorang
telah mencapai tingkat wali. Bahkan ibadah syari'atnya wajib melebihi tingkat ibadah manusia
biasa. Umpamanya mutu ibadah seorang waliyullah melebihi mutu ibadah orang-orang awam.
Sebagaimana Rasulullah SAW, ketika mendirikan shalat dengan penuh kekhusyuan dan begitu
lama berdiri, ruku' dan sujudnya, sehingga dua kakinya menjadi membengkak, karena dikerjakan
dengan penuh kecintaan dan ketulusan.
8
Ketika Nabi SAW ditanya berkaitan dengan ibadahnya yang begitu hebat dan sungguh-sungguh,
beliau menjawab: "Mengapa saya tidak menjadi hamba yang bersyukur?" Karena ibadah itu
termasuk salah satu cara untuk mensyukuri nikmat Allah dan semua anugerah-Nya. Maka para
shufiyah atau waliyullah sekalipun tetap berkewajiban melaksanakan ibadah syari'at yang
ditaklifkan kepada setiap muslimin dan muslimat. Oleh karena itu wajib bagi penuntut kehidupan
akhirat dan para penuntut ilmu-ilmu Islam secara intensif mempelajari ilmu syari'at. Sebab
semua ilmu yang berkaitan erat dengan kehidupan dunia dan akhirat, bergantung erat kepada
ilmu syari'at. Ilmu tasawuf dengan pendekatan kebatinan (ruhaniyah) tetap bergantung erat
dengan syari'at. Tanpa syari'at semua ilmu dan keyakinan ruhaniyah tidak ada artinya.
Hati para shufiyah akan cemerlang sinarnya dalam menempuh kehidupan ruhaniyah yang tinggi,
hanya akan diperoleh dengan ilmu syari'at. Demikian juga kemaksiatan batin dan pencegahannya
sudah tercantum dari teladan Nabi SAW, semuanya tercantum dalam ilmu syari'at.
Ilmu tasawuf, adalah bahagian dari akhlak mahmudah, hanya akan diperoleh dari uswah
hasanah-nya Nabi Muhammad SAW. Cahaya yang bersinar dari kehidupan Nabi SAW adalah
pokok dasar bagi pengembangan ilmu tasawuf atau dasar pribadi bagi para penuntut ilmu
tasawuf. Menurut tuntunan Nabi SAW, hati adalah ukuran pertama penuntut ilmu tasawuf.
Dengan kesucian hati dan ketulusannya melahirkan akhlak mahmudah dan mencegah akhlak
mazmumah, seperti yang diajarkan dalam sunnah Nabi SAW, sebagian dari ilmu syari'at. Dengan
pengertian lain, hati manusia shufiyah itu akan ditempati oleh thariqat yang berdasarkan syari'at.
Ma'rifatullah
Para ulama tasawuf dan kaum shufiyah menempuh beberapa cara untuk mecapai tingkat tertinggi
dalam shufiyah, atau ma'rifatullah. Untuk mencapai ma'rifatullah ini setiap penuntut shufiyah
menempuh jalan yang tidak sama. Ma'rifatullah adalah tingkat telah mencapai thariqat al-
haqiqah.
Akan tetapi tidak berarti thariqat menuju ma'rifatullah itu harus secara khusyusiah, lalu
menempatkan diri hanya dalam ibadah batiniyah belaka. Akan tetapi untuk mencapai tingkat
thariqat ma'rifatullah itu, para penuntut dapat juga mencapai melalui berguru langsung dengan
para syaikh yang mursyid.
Para syaikh yang mursyid, biasanya suka memberi pelajaran dan pendidikan kepada masyarakat
untuk memberi petunjuk kaifiyat ibadah dan tauhid Uluhiyah yang bersih dan uswah hasanah
Nabi SAW.
9
Imam al-Ghazaly berkata: "Barangsiapa berilmu dan beramal serta mengajarkan ilmunya, maka
ia termasuk orang yang mendapat predikat orang mulla di kerajaan langit. Ia telah berma'rifat
kepada Allah. Ia adalah ibarat matahari yang menyinari dirinya sendiri, atau laksana minyak
misik yang harum yang menyebarkan keharuman disekitarnya, sedangkan ia sendiri berada
dalam keharuman".
Ketika seorang guru (da'i) sedang asyik mengajarkan ia berada dalam suasana yang agung dan
suci. Oleh karena itu seorang da'i atau guru yang sedang mengajar Al Islam, hendaklah selalu
menjaga kesucian dan adab-adabnya. Ada pula yang menempuh jalan zikrullah dengan
mewiridkan zikir-zikir yang ma'tsur atau amalan yang bernilai ibadah, seperti membaca Al-
Qur'an, bertahmid, tasbih dan tahlil. Cara ini dijalankan oleh penuntut ilmu mutajarridah
(konsentrasi diri untuk semata-mata beribadah), termasuk jalan yang ditempuh oleh orang-orang
saleh.
Cara lain lagi yang ditempuh ialah dengan menghidmatkan diri kepada ulama Fiqh, atau ulama
tasawuf atau ulama Islam umumnya. Cara berguru, belajar dan mengajar seperti ini sangat
penting dan lebih utama dari shalat sunnat. Karena perbuatan atau amal seperti itu termasuk
maslahah mursalah (kepentingan umum), karena juga bernilai ibadah.
Sayyid Abdul Qadir Jailany RA, berkata: "Saya tidak akan mencapai ma'rifatullah dengan hanya
qiyamullail, atau berpuasa sepanjang hari. Akan tetapi sampainya saya kepada ma'rifatullah,
adalah juga dengan amalan maslahah mursalah, seperti bermurah hati dan menyantuni semua
orang, tasamuh dan tawadlu'. Ada juga yang beribadah untuk membantu dan menggembirakan
orang lain. Termasuk berusaha mencari nafkah, seperti mencari kayu bakar di hutan, lalu dijual
dan hasilnya disedekahkan bagi kepentingan umum. Cara-cara seperti ini merupakan ibadah,
selain banyak manfaatnya, juga akan mencapai ma'rifatullah karena akan memperoleh do'anya
masyarakat umum dan kaum dhu'afa".

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Al asma' al-husna edit
Al asma' al-husna editAl asma' al-husna edit
Al asma' al-husna edit
faizatuzzulfa
 
Apa ertinya saya menganut islam dfy
Apa ertinya saya menganut islam   dfyApa ertinya saya menganut islam   dfy
Apa ertinya saya menganut islam dfy
ummuhani85
 
(18) atas nama syari'at
(18) atas nama syari'at(18) atas nama syari'at
(18) atas nama syari'at
Dr. Maman SW
 
Af'alullah & af'alul'ibad gabung
Af'alullah & af'alul'ibad gabungAf'alullah & af'alul'ibad gabung
Af'alullah & af'alul'ibad gabung
Ustajah ILa AzieLa
 
Mutammam Perilaku terpuji
Mutammam Perilaku terpujiMutammam Perilaku terpuji
Mutammam Perilaku terpuji
Aan Editing
 
Apa artinya saya menganut islam fathi yakan
Apa artinya saya menganut islam   fathi yakanApa artinya saya menganut islam   fathi yakan
Apa artinya saya menganut islam fathi yakan
Rahmat Hidayat
 

Mais procurados (17)

Al asma' al-husna edit
Al asma' al-husna editAl asma' al-husna edit
Al asma' al-husna edit
 
Apa ertinya saya menganut islam dfy
Apa ertinya saya menganut islam   dfyApa ertinya saya menganut islam   dfy
Apa ertinya saya menganut islam dfy
 
Lembar Kerja Mata Pelajaran PAI SMP
Lembar Kerja Mata Pelajaran PAI SMPLembar Kerja Mata Pelajaran PAI SMP
Lembar Kerja Mata Pelajaran PAI SMP
 
Ruqyah rumah
Ruqyah rumahRuqyah rumah
Ruqyah rumah
 
(18) atas nama syari'at
(18) atas nama syari'at(18) atas nama syari'at
(18) atas nama syari'at
 
Af'alullah & af'alul'ibad gabung
Af'alullah & af'alul'ibad gabungAf'alullah & af'alul'ibad gabung
Af'alullah & af'alul'ibad gabung
 
Mazhab mazhab aqidah sem2
Mazhab mazhab aqidah sem2Mazhab mazhab aqidah sem2
Mazhab mazhab aqidah sem2
 
Pertemuan 4 asmaul husna
Pertemuan 4 asmaul husnaPertemuan 4 asmaul husna
Pertemuan 4 asmaul husna
 
Pilar pilar muhasabah
Pilar pilar muhasabahPilar pilar muhasabah
Pilar pilar muhasabah
 
Mutammam Perilaku terpuji
Mutammam Perilaku terpujiMutammam Perilaku terpuji
Mutammam Perilaku terpuji
 
Apa artinya saya menganut islam fathi yakan
Apa artinya saya menganut islam   fathi yakanApa artinya saya menganut islam   fathi yakan
Apa artinya saya menganut islam fathi yakan
 
Apa ertinya saya menganut islam karangan dr.fathi yakan
Apa ertinya saya menganut islam karangan dr.fathi yakanApa ertinya saya menganut islam karangan dr.fathi yakan
Apa ertinya saya menganut islam karangan dr.fathi yakan
 
Materi PAI Kelas 7 BAB I
Materi PAI Kelas 7 BAB IMateri PAI Kelas 7 BAB I
Materi PAI Kelas 7 BAB I
 
Bahaya Sihir dan Perdukunan
Bahaya Sihir dan Perdukunan  Bahaya Sihir dan Perdukunan
Bahaya Sihir dan Perdukunan
 
Bab 2 asmaul husna
Bab 2 asmaul husnaBab 2 asmaul husna
Bab 2 asmaul husna
 
Qada dan qadar
Qada dan qadarQada dan qadar
Qada dan qadar
 
Pilar pilar muhasabah
Pilar pilar muhasabahPilar pilar muhasabah
Pilar pilar muhasabah
 

Destaque

Top 10 Feos del cine
Top 10 Feos del cineTop 10 Feos del cine
Top 10 Feos del cine
Tai Yuan Lin
 

Destaque (7)

VIOPS05: Eucalyptus概説&検証報告
VIOPS05: Eucalyptus概説&検証報告VIOPS05: Eucalyptus概説&検証報告
VIOPS05: Eucalyptus概説&検証報告
 
Libre Software Communities and Universities
Libre Software Communities and UniversitiesLibre Software Communities and Universities
Libre Software Communities and Universities
 
Top 10 Feos del cine
Top 10 Feos del cineTop 10 Feos del cine
Top 10 Feos del cine
 
Moodle Direkt Integration
Moodle Direkt IntegrationMoodle Direkt Integration
Moodle Direkt Integration
 
Byte - Bytecloud - 2012
Byte - Bytecloud - 2012Byte - Bytecloud - 2012
Byte - Bytecloud - 2012
 
Project guidance
Project guidanceProject guidance
Project guidance
 
超初心者向け「好きで稼ぐ!入門」1限目:さあブログをはじめよう! 先生:甲賀まりこ先生
超初心者向け「好きで稼ぐ!入門」1限目:さあブログをはじめよう! 先生:甲賀まりこ先生超初心者向け「好きで稼ぐ!入門」1限目:さあブログをはじめよう! 先生:甲賀まりこ先生
超初心者向け「好きで稼ぐ!入門」1限目:さあブログをはじめよう! 先生:甲賀まりこ先生
 

Semelhante a Syari'at . tariqat . hakikat .

Hadis 5 Arbain Nawawi/ustadz Gaul
Hadis 5 Arbain Nawawi/ustadz GaulHadis 5 Arbain Nawawi/ustadz Gaul
Hadis 5 Arbain Nawawi/ustadz Gaul
Abdul Muchith
 
Kitab bidayatul hidayah
Kitab bidayatul hidayahKitab bidayatul hidayah
Kitab bidayatul hidayah
Tikno Grs
 
Rahasia dari segala rahasia kehidupan
Rahasia dari segala rahasia kehidupanRahasia dari segala rahasia kehidupan
Rahasia dari segala rahasia kehidupan
Wiyanto Suud
 
Makalah tentang taubat nasuha(pdf)
Makalah tentang taubat nasuha(pdf)Makalah tentang taubat nasuha(pdf)
Makalah tentang taubat nasuha(pdf)
amienm92
 
4 langkah meraih taqwa kultum
4 langkah meraih taqwa kultum4 langkah meraih taqwa kultum
4 langkah meraih taqwa kultum
Muhammad Imam BW
 
Ikhlas dalam beribadah x 3 kelompok 2
Ikhlas dalam beribadah x 3 kelompok 2Ikhlas dalam beribadah x 3 kelompok 2
Ikhlas dalam beribadah x 3 kelompok 2
Putriana Sofia Salma
 

Semelhante a Syari'at . tariqat . hakikat . (20)

TASAWUF PERBANDINGAN الشريعة والحقيقة
TASAWUF PERBANDINGAN الشريعة والحقيقةTASAWUF PERBANDINGAN الشريعة والحقيقة
TASAWUF PERBANDINGAN الشريعة والحقيقة
 
Ikhlas
IkhlasIkhlas
Ikhlas
 
Akhlakul karimah amirul m
Akhlakul karimah amirul mAkhlakul karimah amirul m
Akhlakul karimah amirul m
 
SYARIAT DAN HAQIQAT
SYARIAT DAN HAQIQATSYARIAT DAN HAQIQAT
SYARIAT DAN HAQIQAT
 
SYARIAT DAN HAQIQAT
SYARIAT DAN HAQIQATSYARIAT DAN HAQIQAT
SYARIAT DAN HAQIQAT
 
Fiqih Tharahah
Fiqih TharahahFiqih Tharahah
Fiqih Tharahah
 
Hadis 5 Arbain Nawawi/ustadz Gaul
Hadis 5 Arbain Nawawi/ustadz GaulHadis 5 Arbain Nawawi/ustadz Gaul
Hadis 5 Arbain Nawawi/ustadz Gaul
 
Kitab bidayatul hidayah
Kitab bidayatul hidayahKitab bidayatul hidayah
Kitab bidayatul hidayah
 
Rahasia dari segala rahasia kehidupan
Rahasia dari segala rahasia kehidupanRahasia dari segala rahasia kehidupan
Rahasia dari segala rahasia kehidupan
 
Makalah tentang taubat nasuha(pdf)
Makalah tentang taubat nasuha(pdf)Makalah tentang taubat nasuha(pdf)
Makalah tentang taubat nasuha(pdf)
 
SYARIAT DAN HAQIQAT
SYARIAT DAN HAQIQATSYARIAT DAN HAQIQAT
SYARIAT DAN HAQIQAT
 
4 langkah meraih taqwa kultum
4 langkah meraih taqwa kultum4 langkah meraih taqwa kultum
4 langkah meraih taqwa kultum
 
Presentation1(agama islam)
Presentation1(agama islam)Presentation1(agama islam)
Presentation1(agama islam)
 
Pilar pilar muhasabah
Pilar pilar muhasabahPilar pilar muhasabah
Pilar pilar muhasabah
 
Pilar pilar muhasabah
Pilar pilar muhasabahPilar pilar muhasabah
Pilar pilar muhasabah
 
Tujuh kalimah dimuliakan allah swt dan malaikat
Tujuh kalimah dimuliakan allah swt dan malaikatTujuh kalimah dimuliakan allah swt dan malaikat
Tujuh kalimah dimuliakan allah swt dan malaikat
 
Syariat dan Hakikat (Tasawwuf Perbandingan)
Syariat dan Hakikat (Tasawwuf Perbandingan)Syariat dan Hakikat (Tasawwuf Perbandingan)
Syariat dan Hakikat (Tasawwuf Perbandingan)
 
Idul adha 2014
Idul adha 2014Idul adha 2014
Idul adha 2014
 
Ikhlas dalam beribadah x 3 kelompok 2
Ikhlas dalam beribadah x 3 kelompok 2Ikhlas dalam beribadah x 3 kelompok 2
Ikhlas dalam beribadah x 3 kelompok 2
 
Dilema cinta dalam logika asmara
Dilema cinta dalam logika asmaraDilema cinta dalam logika asmara
Dilema cinta dalam logika asmara
 

Syari'at . tariqat . hakikat .

  • 1. 1 Syari'at, Thariqat, Haqiqat Inilah gambaran dari jalan menuju akhirat, yakni melalui syari'at, thariqat dan haqiqat. Melalui jalan ini seseorang akan mudah mengawasi ketakwaannya dan menjauhi hawa nafsu. Tiga jalan ini secara bersama-sama menjadi sarana bagi orang-orang beriman menuju akhirat tanpa boleh meninggalkan salah satu dari tiga jalan ini. Haqiqat tanpa syari'at menjadi batal, dan syari'at tanpa haqiqat menjadi kosong. Dapat dimisalkan di sini, bahwa apabila ada orang memerintahkan sahabatnya mendirikan shalat, maka ia akan menjawab: Mengapa harus shalat? Bukankah sejak zaman azali dia sudah ditetapkan takdirnya? Apabila ia telah ditetapkan sebagai orang yang beruntung, tentu ia akan masuk surga walaupun tidak shalat. Sebaliknya, apabila ia telah ditetapkan sebagai orang yang celaka maka, ia akan masuk neraka, walaupun mendirikan shalat. Ini adalah contoh haqiqat tanpa syari'at. Sedangkan syari'at tanpa haqiqat, adalah sifat orang yang beramal hanya untuk memperoleh surga. Ini adalah syari'at yang kosong, walaupun ia yakin. Bagi orang ini ada atau tidak ada syari'at sama saja keadaannya, karena masuk surga itu adalah semata-mata anugerah Allah. Syari'at adalah peraturan Allah yang telah ditetapkan melalui wahyu, berupa perintah dan larangan. Thariqat adalah pelaksanaan dari peraturan dan hukum Allah (syari'at). Haqiqat adalah menyelami dan mendalami apa yang tersirat dan tersurat dalam syari'at, sebagai tugas menjalankan firman Allah. Mendalami syari'at sebagai peraturan dan hukum Allah menjadi kewajiban umat Islam terutama yang berkaitan dengan ibadah mahdlah, ibadah yang berhubungan langsung dengan Allah SWT. Seperti dalam firman: Iyyâka Na'budu wa Iyyâka Nasta'în yang artinya: "Hanya kepada Engkau (Allah), aku beribadah, dan hanya kepada engkau aku memohon pertolongan." (QS. Al-Fâtihah: 4-5). Sedangkan yang dimaksud dengan menjaga haqiqat adalah usaha seorang hamba melepaskan dirinya dari kekuatannya sendiri dengan kesadaran bahwa semua kemampuan dari perbuatan yang ada padanya, hanya akan terlaksana dengan pertolongan Allah semata. Pada dasarnya kewajiban seorang mukmin adalah melaksanakan semua perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya, dengan tidak memikirkan bahwa amal perbuatannya itulah yang
  • 2. 2 akan menyelamatkannya dari siksaan neraka, atau menjadikannya masuk surga. Atau ia beranggapan tanpa amal ia akan masuk neraka, atau beranggapan hanya dengan amal ia akan masuk surga. Sebenarnya ia harus berpikir dan meyakini bahwa semua amalannya hanya semata-mata untuk melaksanakan perintah Allah dan mendapatkan keridhaan-Nya. Seperti firman Allah: "Fa'budillâh Mukhlishan Lahuddîn". Apabila Allah Ta'ala menganugerahkan pahala atas amal perbuatannya hanyalah merupakan karunia Allah belaka. Demikian juga apabila menyiksanya, maka itu semua merupakan keadilan Allah jua, yang tidak perlu dipertanyakan pertanggungjawabannya. Hasan Basri mengatakan bahwasannya ilmu haqiqat tidak memikirkan adanya pahala atau tidak dari suatu amal perbuatan. Akan tetapi tidak berarti meninggalkan amal perbuatan atau tidak beramal. Sayyidina Ali RA, mengatakan: Barangsiapa beranggapan, tanpa adanya perbuatan yang sungguh-sungguh, ia akan masuk surga, maka itu adalah hayalan, sedangkan orang yang beranggapan bahwa dengan amal yang sungguh-sungguh dan bersusah payah ia akan masuk surga, maka hal itu sangat sia-sia. Orang pertama adalah mutamanni dan orang yang kedua adalah muta' anni. Pernah dikisahkan bahwa ada seorang laki-laki Yahudi dari Bani Israil, ia telah beribadah selama tujuh puluh tahun. Pada suatu saat ia memohon kepada Allah agar dia ditetapkan berada bersama-sama para malaikat. Maka Allah SWT, mengutus malaikat untuk menyampaikan kepadanya bahwa dengan ibadahnya yang sekian lama itu, tidak pantas baginya untuk masuk surga. Laki-laki ini mengatakan pula kepada malaikat itu setelah mendengar berita dari Allah SWT. "Kami diciptakan Allah di dunia ini hanya untuk beribadah kepada Allah, maka sepantasnyalah kami berkewajiban beribadah (tunduk) kepada-Nya." Tatkala malaikat itu kembali melaporkan apa yang didengarnya dari hamba Allah tersebut, ia berkata: "Ya Allah, Engkau lebih mengetahui apa yang diucapkan oleh laki laki tersebut." Allah SWT pun berfirman. "Jika ia tidak berpaling dan tunduk beribadah kepada-Ku, maka dengan karunia dan kasih sayang-Ku, Aku tidak akan meninggalkannya. Saksikanlah olehmu, sesungguhnya Aku telah mengampuninya". Syari'at
  • 3. 3 Ibarat bahtera itulah syari'at Ibarat samudera itulah thariqat Ibarat mutiara itulah haqiqat. Ungkapan dari syair di atas menjelaskan kedudukan tiga jalan menuju akhirat. Syari'at ibarat kapal, yakni sebagai instrumen mencapai tujuan. Thariqat ibarat lautan, yakni sebagai wadah yang mengantar ke tempat tujuan. Haqiqat ibarat mutiara yang sangat berharga dan banyak manfaatnya. Untuk memperoleh mutiara haqiqat, manusia harus mengarungi lautan dengan ombak dan gelombang yang dahsyat. Sedangkan untuk mengarungi lautan itu, tidak ada jalan lain kecuali dengan kapal. Sebagian Ulama menerangkan tiga jalan ke akhirat itu ibarat buah pala atau buah kelapa. Syari'at ibarat kulitnya, thariqat isinya dan haqiqat ibarat minyaknya. Pengertiannya ialah, minyak tidak akan diperoleh tanpa memeras isinya, dan isi tidak akan diperoleh sebelum menguliti kulit atau sabutnya. Agama ditegakkan di atas syari'at, karena syari'at adalah peraturan dan undang-undang yang bersumber kepada wahyu Allah. Perintah dan larangannya jelas dan dijalankan untuk kesejahteraan seluruh manusia. Menurut Syaikh al-Hayyiny, syari'at dijalankan berdasarkan taklif (beban dan tanggungjawab) yang dipikul kepada orang yang telah mampu memikul beban atau tanggungjawab (mukallaf). Haqiqat adalah apa yang telah diperoleh sebagai ma'rifat. Syari'at dikukuhkan oleh haqiqat dibuktikan oleh syari'at. Adapun syari'at adalah bukti pengabdian manusia yang diwujudkan berupa ibadah, melalui wahyu yang disampaikan kepada para Rasul. Haqiqat itu sendiri merupakan bukti dari penghambaan (ibadah) manusia terhadap Allah SWT, dengan tunduk kepada hukum syari' at tanpa perantaraan apapun. Thariqat Adalah thariqat itu suatu sikap hidup Orang yang teguh pada pegangan yang genap Ia waspada dalam ibadah yang mantap Bersikap wara' berperilaku dan sikap Dengan riyadhah itulah jalan yang tetap. Para Ulama berpendapat thariqat adalah jalan yang ditempuh dan sangat waspada dan berhati- hati ketika beramal ibadah. Seseorang tidak begitu saja melakukan rukhshah (ibadah yang
  • 4. 4 meringankan) dalam menjalankan macam-macam ibadah. Walaupun ada kebolehan melakukan rukhshah, akan tetapi sangat berhati-hati melaksanakan amal ibadah. Diantara sikap hati-hati itu adalah bersifat wara'. Menurut al-Qusyairy, wara' artinya berusaha untuk tidak melakukan hal-hal yang bersifat syubhat (sesuatu yang diragukan halal haramnya). Bersikap wara' adalah suatu pilihan bagi ahli thariqat. Imam al-Ghazaly membagi sifat wara' dalam empat tingkatan. Tingkat yang terendah adalah wara'ul 'adl (wara' orang yang adil) yakni meninggalkan suatu perbuatan sesuai dengan ajaran fiqh, seperti makan riba atau perjanjian-perjanjian yang meragukan dan amal yang dianggap bertentangan atau batal. Tingkat agak ke atas adalah wara'ush shâlihîn (wara' orang-orang saleh). Yakni menjauhkan diri dari semua perkara subhat, seperti makanan yang tidak jelas asal usulnya, atau ragu atas suatu yang ada di tangan atau sedang dikerjakan, atau disimpan. Tingkat yang atasnya lagi, adalah wara'ul muttaqqîn (wara' orang-orang yang takwa). Yakni meninggalkan perbuatan yang sebenarnya dibolehkan (mubah), karena kuatir kalau-kalau membahayakan, atau mengganggu keimanan, seperti bergaul dengan orang-orang yang membahayakan, orang-orang yang suka bermaksiat, memakai pakaian yang serupa dengan orang- orang yang berakhlak jelek, menyimpan barang-barang berbahaya atau diragukan kebaikannya. Contoh, sahabat Umar bin Khattab meninggalkan 9/10 (sembilan per sepuluh) dari hartanya yang halal karena kuatir berasal dari perilaku haram. Tingkat yang tertinggi adalah, wara'ush shiddiqqîn (wara' orang-orang yang jujur). Yakni menghindari sesuatu walaupun tidak ada bahaya sedikitpun, umpamanya hal-hal yang mubah yang terasa syubhat. Kisah-kisah berikut ini menunjukkan sifat-sifat orang yang wara'. Pada masa Imam Ahmad bin Hambal, hiduplah seorang sufi bernama Bisyir al-Hafy. Ia mempunyai saudara perempuan yang bekerja memintal benang tenun. Biasanya pekerjaan itu dikerjakan di loteng rumahnya. Ia bertanya kepada Imam Ahmad, "Pada suatu malam ketika ia sedang memintal benang, cahaya obor lampu orang Thahiriyah (mungkin tetangga) masuk memancar ke loteng kami. Apakah kami boleh memanfaatkan cahaya lampu obor tersebut untuk menyelesaikan pekerjaan kami?" Imam Ahmad menjawab "Sungguh dari dalam rumahmu telah ada cahaya orang yang sangat wara', maka janganlah engkau memintal benang dengan memanfaatkan cahaya obor itu".
  • 5. 5 Abu Hurairah mengatakan: "Pada suatu hari seorang saudaraku datang mengunjungiku. Untuk menyajikan makanan buat menghormatinya, saya belikan lauk seekor ikan panggang. Setelah selesai menyantap makanan itu, saya ingin membersihkan tangannya dari bau ikan bakar itu. Dari dinding rumah tetangga, saya mengambil debu bersih untuk membersihkan dan menghilangkan bau amis dari tangannya. Akan tetapi saya belum minta izin tetangga tersebut untuk menghalalkan perbuatan saya itu. Saya menyesali atas perbuatan saya itu empat puluh tahun lamanya". Dikisahkan juga bahwa ada seorang laki-laki mengontrak sebuah rumah. Ia ingin menghiasi ruangan rumah itu, lalu menuliskan khat-khat riq'i pada salah satu dindingnya. Ia berusaha menghilangkan debu-debu pada dinding rumah kontrakan itu. Karena ia merasa bahwa perbuatan itu baik dan tidak ada salahnya. Ketika ia sedang membersihkan debu-debu pada dinding rumah itu, didengarnya suara, "Hai orang yang menganggap remeh pada debu engkau, akan mengalami perhitungan amal yang sangat lama". Imam Ahmad bin Hanbal pernah menggadaikan sebuah bejana tembaga kepada tukang sayur Makkah. Ketika hendak ditebusnya bejananya itu, si tukang sayur mengeluarkan dua buah bejana lalu ia berkata: "Ambillah salah satu, mana yang jadi milikmu". Imam Ahmad berkata, "Saya sendiri ragu, mana dari dua bejana itu yang menjadi milikku. Untuk itu ambil olehmu bejana dan uang tebusannya. Saya rela semua untukmu". Tukang sayur itu serta merta menunjukkan, mana bejana milik Imam Ahmad, lalu berkata: "Inilah milikmu". Imam Ahmad berkata, "Sesungguhnya aku hanya menguji kejujuranmu! Sudah, saya tidak akan membawanya lagi," sambil berjalan meninggalkan tukang sayur itu. Diriwayatkan bahwasannya Ibnu al-Mubarak pulang pergi dari Marwan ke Syam untuk mengembalikan setangkai pena, yang belum sempat dikembalikan kepada pemiliknya. Hasan al-Bashry pernah menanyakan kepada seorang putera sahabat Ali bin Abi Thalib, ketika itu sedang bersandar di Ka'bah sambil memberi pelajaran. Hasan al-Bashry bertanya: "Apakah yang membuat agama menjadi kuat?" Dijawabnya: "yang menguatkan agama adalah sifat wara'". "Apa yang merusak agama?" "yang merusak agama adalah tamak". Jawaban itu mengagumkan Hasan al-Basry, lalu ia berkata "Dengan sifat wara' yang ikhlas lebih baik dari seribu kali shalat dan puasa". Itulah beberapa kisah yang menghiasi akhlak para sufy masa lampau. Sifat yang mengagumkan yang melekat dalam hidup mereka. Demikian juga sifat mulia para sahabat tabi'in dan tabi'it- tabi'in. Kata wa-azimatun, menurut lughat, artinya cita-cita yang kuat. Maksudnya penuh kesungguhan
  • 6. 6 dan sabar menghadapi bermacam-macam masalah hidup, akan tetapi kuat menghadapinya dan mampu mengendalikan hawa nafsu. Demikian juga melatih diri dengan riyadlah yang dapat memperkuat ibadah dan melakukan ketaatan. Umpamanya riyadlah mengendalikan keinginan yang mubah, seperti puasa makan, minum, tidur, menahan lapar seperti puasa, sunnat, atau meninggalkan hal-hal yang kurang berguna bagi kemantapan dan konsentrasi jiwa kaum sufi. Nabi SAW bersabda: "Cukurlah kiranya bagi manusia beberapa suapan untuk menegakkan tulang punggungnya. Apabila ingin lebih dari itu, hendaklah ia membagi perutnya; sepertiga untuk makan, sepertiga untuk minum, dan sepertiga lagi untuk bernafas". Dalam hadits lain Nabi SAW bersabda: "Bukankah manusia itu tertelungkup dalam neraka, tidak lain karena buah omongan lisannya. Sedangkan usia manusia itu adalah modal pokok perdagangannya. Apabila disia-siakan dengan makhluk perbuatan yang tidak berguna, maka sungguh ia telah merusaknya dengan kesia-siaan". Oleh karena itu mengamalkan ilmu thariqat sama dengan menghindari segala macam perbuatan mubah, seperti telah dicontohkan di atas. Itulah jalan suci akan mengantarkan manusia kepada ketaatan dan kebahagiaan. Haqiqat Haqiqat adalah akhir perjalanan mencapai tujuan Menyaksikan cahaya nan gemerlapan Dari ma'rifatullah yang penuh harapan Untuk menempuh jalan menuju akhirat haqiqat adalah tonggak terakhir. Dalam haqiqat itulah manusia yang mencari dapat menemukan ma'rifatullâh. Ia menemukan hakikat yang tajalli dari kebesaran Allah Penguasa langit dan bumi. Menurut Imam al-Ghazaly, tajalli adalah rahasia Allah berupa cahaya yang mampu membuka seluruh rahasia dan ilmu. Tajalli akan membuka rahasia yang tidak dapat dipandang oleh mata kepala. Mata hati manusia menjadi terang, sehingga dapat memandang dengan jelas semua yang tertutup rapat dari penglihatan lahiriah manusia. Al-Qusyairi membedakan antara syari'at dan haqiqat sebagai berikut: Haqiqat adalah penyaksian manusia tentang rahasia-rahasia ketuhanan dengan mata hatinya. Syari'at adalah kepastian
  • 7. 7 hukum dalam ubudiyah, sebagai kewajiban hamba kepada Al-Khaliq. Syari'at ditunjukkan dalam bentuk kaifiyah lahiriyah antara manusia dengan Allah SWT . Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa, perumpamaan syari'at adalah ibarat kepala, thariqat ibarat lautan, dan haqiqat ibarat mutiara. Seperti pada bunyi syair, "Barangsiapa yang ingin mendapatkan mutiara di dalam lautan, maka ia harus mengarungi lautan dengan menumpang kapal (ilmu syari'at), kemudian ia harus pula menyelam untuk mendapatkan perbendaharaan yang berada di kedalaman laut, yakni bernama mutiara (ilmu haqiqat)". Para penuntut ilmu tasawuf tidak akan mencapai kehidupan yang hakiki, kecuali telah menempuh tingkatan hidup ruhani yang tiga tersebut. Menuju kesempurnaan hidup ruhani dan jasmani yang hakiki menuju hidup akhirat yang sempurna, tiga jalan itu hendaklah ditempuh bersama-sama dan bertahap. Apabila tahap-tahap itu tidak ditempuh maka penuntut tasawuf atau mereka yang berminat mencari hidup ruhani yang tentram, tidak akan mendapatkan mutiara yang sangat mahal harganya itu. Wajib Bersyari'at Thariqat dan haqiqat bergantung kepada syari'at. Dua tahapan itu tidak akan berhasil ditempuh oleh para penuntut, kecuali melalui syari'at. Dasar pokok ilmu syari'at adalah wahyu Allah yang tertulis jelas dalam Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Sebab ibadah mahdlah dan ghairu mahdlah serta ibadah muamalah tercantum dengan jelas dalam ilmu syari'at. Siapa pun tidak boleh menganggap dirinya terlepas dari syari'at, walaupun ia ulama sufi yang besar dan piawai, atau wali sekalipun. Orang yang menganggap dirinya tidak memerlukan syari'at untuk mencapai thariqat sangat tersesat dan menyesatkan. Karena syari'at itu seluruhnya bermuatan ibadah dan muamalah, maka menjadi satu paduan dengan thariqat dan haqiqat. Ibadah seperti itu tidak gugur kewajibannya walaupun seseorang telah mencapai tingkat wali. Bahkan ibadah syari'atnya wajib melebihi tingkat ibadah manusia biasa. Umpamanya mutu ibadah seorang waliyullah melebihi mutu ibadah orang-orang awam. Sebagaimana Rasulullah SAW, ketika mendirikan shalat dengan penuh kekhusyuan dan begitu lama berdiri, ruku' dan sujudnya, sehingga dua kakinya menjadi membengkak, karena dikerjakan dengan penuh kecintaan dan ketulusan.
  • 8. 8 Ketika Nabi SAW ditanya berkaitan dengan ibadahnya yang begitu hebat dan sungguh-sungguh, beliau menjawab: "Mengapa saya tidak menjadi hamba yang bersyukur?" Karena ibadah itu termasuk salah satu cara untuk mensyukuri nikmat Allah dan semua anugerah-Nya. Maka para shufiyah atau waliyullah sekalipun tetap berkewajiban melaksanakan ibadah syari'at yang ditaklifkan kepada setiap muslimin dan muslimat. Oleh karena itu wajib bagi penuntut kehidupan akhirat dan para penuntut ilmu-ilmu Islam secara intensif mempelajari ilmu syari'at. Sebab semua ilmu yang berkaitan erat dengan kehidupan dunia dan akhirat, bergantung erat kepada ilmu syari'at. Ilmu tasawuf dengan pendekatan kebatinan (ruhaniyah) tetap bergantung erat dengan syari'at. Tanpa syari'at semua ilmu dan keyakinan ruhaniyah tidak ada artinya. Hati para shufiyah akan cemerlang sinarnya dalam menempuh kehidupan ruhaniyah yang tinggi, hanya akan diperoleh dengan ilmu syari'at. Demikian juga kemaksiatan batin dan pencegahannya sudah tercantum dari teladan Nabi SAW, semuanya tercantum dalam ilmu syari'at. Ilmu tasawuf, adalah bahagian dari akhlak mahmudah, hanya akan diperoleh dari uswah hasanah-nya Nabi Muhammad SAW. Cahaya yang bersinar dari kehidupan Nabi SAW adalah pokok dasar bagi pengembangan ilmu tasawuf atau dasar pribadi bagi para penuntut ilmu tasawuf. Menurut tuntunan Nabi SAW, hati adalah ukuran pertama penuntut ilmu tasawuf. Dengan kesucian hati dan ketulusannya melahirkan akhlak mahmudah dan mencegah akhlak mazmumah, seperti yang diajarkan dalam sunnah Nabi SAW, sebagian dari ilmu syari'at. Dengan pengertian lain, hati manusia shufiyah itu akan ditempati oleh thariqat yang berdasarkan syari'at. Ma'rifatullah Para ulama tasawuf dan kaum shufiyah menempuh beberapa cara untuk mecapai tingkat tertinggi dalam shufiyah, atau ma'rifatullah. Untuk mencapai ma'rifatullah ini setiap penuntut shufiyah menempuh jalan yang tidak sama. Ma'rifatullah adalah tingkat telah mencapai thariqat al- haqiqah. Akan tetapi tidak berarti thariqat menuju ma'rifatullah itu harus secara khusyusiah, lalu menempatkan diri hanya dalam ibadah batiniyah belaka. Akan tetapi untuk mencapai tingkat thariqat ma'rifatullah itu, para penuntut dapat juga mencapai melalui berguru langsung dengan para syaikh yang mursyid. Para syaikh yang mursyid, biasanya suka memberi pelajaran dan pendidikan kepada masyarakat untuk memberi petunjuk kaifiyat ibadah dan tauhid Uluhiyah yang bersih dan uswah hasanah Nabi SAW.
  • 9. 9 Imam al-Ghazaly berkata: "Barangsiapa berilmu dan beramal serta mengajarkan ilmunya, maka ia termasuk orang yang mendapat predikat orang mulla di kerajaan langit. Ia telah berma'rifat kepada Allah. Ia adalah ibarat matahari yang menyinari dirinya sendiri, atau laksana minyak misik yang harum yang menyebarkan keharuman disekitarnya, sedangkan ia sendiri berada dalam keharuman". Ketika seorang guru (da'i) sedang asyik mengajarkan ia berada dalam suasana yang agung dan suci. Oleh karena itu seorang da'i atau guru yang sedang mengajar Al Islam, hendaklah selalu menjaga kesucian dan adab-adabnya. Ada pula yang menempuh jalan zikrullah dengan mewiridkan zikir-zikir yang ma'tsur atau amalan yang bernilai ibadah, seperti membaca Al- Qur'an, bertahmid, tasbih dan tahlil. Cara ini dijalankan oleh penuntut ilmu mutajarridah (konsentrasi diri untuk semata-mata beribadah), termasuk jalan yang ditempuh oleh orang-orang saleh. Cara lain lagi yang ditempuh ialah dengan menghidmatkan diri kepada ulama Fiqh, atau ulama tasawuf atau ulama Islam umumnya. Cara berguru, belajar dan mengajar seperti ini sangat penting dan lebih utama dari shalat sunnat. Karena perbuatan atau amal seperti itu termasuk maslahah mursalah (kepentingan umum), karena juga bernilai ibadah. Sayyid Abdul Qadir Jailany RA, berkata: "Saya tidak akan mencapai ma'rifatullah dengan hanya qiyamullail, atau berpuasa sepanjang hari. Akan tetapi sampainya saya kepada ma'rifatullah, adalah juga dengan amalan maslahah mursalah, seperti bermurah hati dan menyantuni semua orang, tasamuh dan tawadlu'. Ada juga yang beribadah untuk membantu dan menggembirakan orang lain. Termasuk berusaha mencari nafkah, seperti mencari kayu bakar di hutan, lalu dijual dan hasilnya disedekahkan bagi kepentingan umum. Cara-cara seperti ini merupakan ibadah, selain banyak manfaatnya, juga akan mencapai ma'rifatullah karena akan memperoleh do'anya masyarakat umum dan kaum dhu'afa".