SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 5
AIRLANGGA
         Airlangga (Bali, 990 - Belahan, 1049) atau sering pula ditulis Erlangga, adalah pendiri Kerajaan Kahuripan,
yang memerintah 1009-1042 dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga
Anantawikramottunggadewa. Sebagai seorang raja, ia memerintahkan Mpu Kanwa untuk mengubah Kakawin
Arjunawiwaha yang menggambarkan keberhasilannya dalam peperangan. Di akhir masa pemerintahannya,
kerajaannya dibelah dua menjadi Kerajaan Kadiri dan Kerajaan Janggala bagi kedua putranya. Nama Airlangga sampai
saat ini masih terkenal dalam berbagai cerita rakyat, dan sering diabadikan di berbagai tempat di Indonesia.

Asal-usul
       Nama Airlangga berarti "Air yang melompat". Ia lahir tahun 990. Ayahnya bernama Udayana, raja
Kerajaan Bedahulu dari Wangsa Warmadewa. Ibunya bernama Mahendradatta, seorang putri Wangsa
Isyana dari Kerajaan Medang. Waktu itu Medang menjadi kerajaan yang cukup kuat, bahkan mengadakan
penaklukan ke Bali, mendirikan koloni di Kalimantan Barat, serta mengadakan serangan ke Sriwijaya.
       Airlangga memiliki dua orang adik, yaitu Marakata (menjadi raja Bali sepeninggal ayah mereka) dan
Anak Wungsu (naik takhta sepeninggal Marakata). Dalam berbagai prasasti yang dikeluarkannya, Airlangga
mengakui sebagai keturunan dari Mpu Sindok dari Wangsa Isyana dari kerajaan Medang Mataram di Jawa
Tengah.
Masa pelarian
        Airlangga menikah dengan putri pamannya yaitu Dharmawangsa Teguh (saudara Mahendradatta) di
Watan, ibu kota Kerajaan Medang (sekarang sekitar Maospati, Magetan, Jawa Timur). Ketika pesta
pernikahan sedang berlangsung, tiba-tiba kota Watan diserbu Raja Wurawari yang berasal dari Lwaram
(sekarang desa Ngloram, Cepu, Blora)[1], yang merupakan sekutu Kerajaan Sriwijaya. Kejadian tersebut
tercatat dalam prasasti Pucangan (atau Calcutta Stone). Pembacaan Kern atas prasasti tersebut, yang juga
dikuatkan oleh de Casparis, menyebutkan bahwa penyerangan tersebut terjadi tahun 928 Saka, atau sekitar
1006/7.[2]
        Dalam serangan itu, Dharmawangsa Teguh tewas, sedangkan Airlangga lolos ke hutan pegunungan
(wanagiri) ditemani pembantunya yang bernama Mpu Narotama. Saat itu ia berusia 16 tahun, dan mulai
menjalani hidup sebagai pertapa. Salah satu bukti petilasan Airlangga sewaktu dalam pelarian dapat
dijumpai di Sendang Made, Kudu, Jombang, Jawa Timur.
        Setelah tiga tahun hidup di hutan, Airlangga didatangi utusan rakyat yang memintanya supaya
membangun kembali Kerajaan Medang. Mengingat kota Watan sudah hancur, Airlangga pun membangun
ibu kota baru bernama Watan Mas di dekat Gunung Penanggungan.[3] Ketika Airlangga naik takhta tahun
1009 itu, wilayah kerajaannya hanya meliputi daerah Sidoarjo dan Pasuruan saja, karena sepeninggal
Dharmawangsa Teguh, banyak daerah bawahan yang melepaskan diri.
        Pada tahun 1023, Kerajaan Sriwijaya yang merupakan musuh besar Wangsa Isyana dikalahkan
Rajendra Coladewa raja Colamandala dari India. Hal ini membuat Airlangga lebih leluasa mempersiapkan
diri untuk menaklukkan pulau Jawa.
Masa peperangan
        Sejak tahun 1025, Airlangga memperluas kekuasaan dan pengaruhnya seiring dengan melemahnya
Sriwijaya. Mula-mula yang dilakukan Airlangga adalah menyusun kekuatan untuk menegakkan kembali
kekuasaan Wangsa Isyana atas pulau Jawa. Namun awalnya tidak berjalan dengan baik, karena menurut
prasasti Terep (1032), Watan Mas kemudian direbut musuh, sehingga Airlangga melarikan diri ke desa
Patakan. Berdasarkan prasasti Kamalagyan (1037), ibu kota kerajaan sudah pindah ke Kahuripan (daerah
Sidoarjo sekarang).
        Airlangga pertama-tama mengalahkan Raja Hasin (dari?)[rujukan?]. Pada tahun 1030 Airlangga
mengalahkan Wisnuprabhawa raja Wuratan, Wijayawarma raja Wengker, kemudian Panuda raja Lewa.
Pada tahun 1031 putra Panuda mencoba membalas dendam namun dapat dikalahkan oleh Airlangga. Ibu
kota Lewa dihancurkan pula. Pada tahun 1032 seorang raja wanita dari daerah Tulungagung sekarang
berhasil mengalahkan Airlangga. Istana Watan Mas dihancurkannya. Airlangga terpaksa melarikan diri ke
desa Patakan ditemani Mapanji Tumanggala, dan membangun ibu kota baru di Kahuripan. Raja wanita pada
akhirnya dapat dikalahkannya. Dalam tahun 1032 itu pula Airlangga dan Mpu Narotama mengalahkan Raja
Wurawari, membalaskan dendam Wangsa Isyana. Terakhir tahun 1035, Airlangga menumpas
pemberontakan Wijayawarma raja Wengker yang pernah ditaklukannya dulu. Wijayawarma melarikan diri
dari kota Tapa namun kemudian mati dibunuh rakyatnya sendiri.
[Masa pembangunan
        Kerajaan yang baru dengan pusatnya di Kahuripan, Sidoarjo ini, wilayahnya membentang dari
Pasuruan di timur hingga Madiun di barat. Pantai utara Jawa, terutama Surabaya dan Tuban, menjadi pusat
perdagangan yang penting untuk pertama kalinya. Airlangga naik tahta dengan gelar abhiseka Sri Maharaja
Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa. Airlangga juga memperluas wilayah
kerajaan hingga ke Jawa Tengah, bahkan pengaruh kekuasaannya diakui sampai ke Bali. Menurut prasasti
Pamwatan (1042), pusat kerajaan kemudian pindah ke Daha (daerah Kediri sekarang).
        Setelah keadaan aman, Airlangga mulai mengadakan pembangunan-pembangunan demi
kesejahteraan rakyatnya. Pembangunan yang dicatat dalam prasasti-prasasti peninggalannya antara lain.
        Membangun Sri Wijaya Asrama tahun 1036.
        Membangun bendungan Waringin Sapta tahun 1037 untuk mencegah banjir musiman.
        Memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, yang letaknya di muara Kali Brantas, dekat Surabaya
        sekarang.
        Membangun jalan-jalan yang menghubungkan daerah pesisir ke pusat kerajaan.
        Meresmikan pertapaan Gunung Pucangan tahun 1041.
        Memindahkan ibu kota dari Kahuripan ke Daha.
Ketika itu, Airlangga dikenal atas toleransi beragamanya, yaitu sebagai pelindung agama Hindu Syiwa dan
Buddha.
        Airlangga juga menaruh perhatian terhadap seni sastra. Tahun 1035 Mpu Kanwa menulis Arjuna
Wiwaha yang diadaptasi dari epik Mahabharata. Kitab tersebut menceritakan perjuangan Arjuna
mengalahkan Niwatakawaca, sebagai kiasan Airlangga mengalahkan Wurawari.
Pembelahan kerajaan
Pada tahun 1042 Airlangga turun takhta menjadi pendeta. Menurut Serat Calon Arang ia kemudian bergelar
Resi Erlangga Jatiningrat, sedangkan menurut Babad Tanah Jawi ia bergelar Resi Gentayu. Namun yang
paling dapat dipercaya adalah prasasti Gandhakuti (1042) yang menyebut gelar kependetaan Airlangga
adalah Resi Aji Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana.
        Berdasarkan cerita rakyat, putri mahkota Airlangga menolak menjadi raja dan memilih hidup sebagai
pertapa bernama Dewi Kili Suci. Nama asli putri tersebut dalam prasasti Cane (1021) sampai prasasti Turun
Hyang (1035) adalah Sanggramawijaya Tunggadewi. Menurut Serat Calon Arang, Airlangga kemudian
bingung memilih pengganti karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Mengingat dirinya
juga putra raja Bali, maka ia pun berniat menempatkan salah satu putranya di pulau itu. Gurunya yang
bernama Mpu Bharada berangkat ke Bali mengajukan niat tersebut namun mengalami kegagalan. Fakta
sejarah menunjukkan Udayana digantikan putra keduanya yang bernama Marakata[rujukan?] sebagai raja Bali,
dan Marakata kemudian digantikan adik yang lain yaitu Anak Wungsu.
        Airlangga lalu membagi dua wilayah kerajaannya. Mpu Bharada ditugasi menetapkan perbatasan
antara bagian barat dan timur. Peristiwa pembelahan ini tercatat dalam Serat Calon Arang,
Nagarakretagama, dan prasasti Turun Hyang II. Maka terciptalah dua kerajaan baru. Kerajaan barat disebut
Kadiri berpusat di kota baru, yaitu Daha, diperintah oleh Sri Samarawijaya. Sedangkan kerajaan timur
disebut Janggala berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan, diperintah oleh Mapanji Garasakan.
        Dalam prasasti Pamwatan, 20 November 1042, Airlangga masih bergelar Maharaja, sedangkan
dalam prasasti Gandhakuti, 24 November 1042, ia sudah bergelar Resi Aji Paduka Mpungku. Dengan
demikian, peristiwa pembelahan kerajaan diperkirakan terjadi di antara kedua tanggal tersebut.
Akhir hayat
       Tidak diketahui dengan pasti kapan Airlangga meninggal. Prasasti Sumengka (1059) peninggalan
Kerajaan Janggala hanya menyebutkan, Resi Aji Paduka Mpungku dimakamkan di tirtha atau pemandian.
Kolam pemandian yang paling sesuai dengan berita prasasti Sumengka adalah Candi Belahan di lereng
Gunung Penanggungan. Pada kolam tersebut ditemukan arca Wisnu disertai dua dewi. Berdasarkan prasasti
Pucangan (1041) diketahui Airlangga adalah penganut Hindu Wisnu yang taat. Maka, ketiga patung tersebut
dapat diperkirakan sebagai lambang Airlangga dengan dua istrinya, yaitu ibu Sri Samarawijaya dan ibu
Mapanji Garasakan.
       Pada Candi Belahan ditemukan angka tahun 1049. Tidak diketahui dengan pasti apakah tahun itu
adalah tahun kematian Airlangga, ataukah tahun pembangunan candi pemandian tersebut.
Kahuripan, Daha atau Panjalu
        Nama kerajaan yang didirikan Airlangga pada umumnya lazim disebut Kerajaan Kahuripan. Padahal
sesungguhnya, Kahuripan hanyalah salah satu nama ibu kota kerajaan yang pernah dipimpin Airlangga.
Berita ini sesuai dengan naskah Serat Calon Arang yang menyebut Airlangga sebagai raja Daha. Bahkan,
Nagarakretagama juga menyebut Airlangga sebagai raja Panjalu yang berpusat di Daha.
Pemakaian nama Airlangga
Nama Airlangga pada masa sekarang diabadikan menjadi beberapa nama, antara lain:
    1. Nama sebuah kelurahan di Surabaya.
    2. Di Surabaya juga terdapat Universitas Airlangga, sebuah perguruan tinggi negeri tertua dan ternama
        di Indonesia.
    3. Di Kota Kediri terdapat Museum Erlangga.
    4. Di Jakarta terdapat Penerbit Erlangga.
Selain itu beberapa kota juga menggunakannya sebagai nama jalan.
Kepustakaan
        Babad Tanah Jawi. 2007. (terj.). Yogyakarta: Narasi
        Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.
        Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
Referensi
    1. ^Tim Temukan Situs Wura-Wari di Cepu, Ekspedisi Bengawan Solo "Kompas" 2007, edisi Sabtu, 16
       Juni 2007.
    2. ^ de Casparis, J.G., Airlangga, The Threshold of the Second Millennium, IIAS Newsletter Online, No.
       18. Diakses 8 Juli 2008.
    3. ^ Nama kota ini tercatat dalam prasasti Cane (1021).




Tunggul Ametung
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


     Belum Diperiksa

Langsung ke: navigasi, cari

Tunggul Ametung adalah tokoh dalam Pararaton yang menjabat sebagai akuwu wilayah Tumapel, yaitu
salah satu daerah bawahan kerajaan Kadiri pada masa pemerintahan Kertajaya (1185 - 1222). Ia kemudian
mati dibunuh pengawalnya sendiri yang bernama Ken Arok, yang kemudian mendirikan Kerajaan
Singhasari.


Daftar isi
        1Kutukan Mpu Purwa
        2Kisah Kematian
        3Keturunan Tunggul Ametung
        4Kepustakaan
        5Lihat pula



[sunting]Kutukan Mpu Purwa
Nama Tunggul Ametung hanya dijumpai dalam naskah Pararaton yang dikarang ratusan tahun sesudah
zaman Kadiri dan Singhasari. Pada zaman itu jabatan akuwu mungkin setara dengan camat pada masa
sekarang.

Pararaton mengisahkan pada suatu hari Tunggul Ametung singgah ke desa Panawijen. Di sana ia berjumpa
seorang gadis cantik bernama Ken Dedes, yang merupakan putri seorang pendeta bernama Mpu Purwa.
Tunggul Ametung terpikat hatinya dan segera meminang Ken Dedes. Gadis itu memintanya supaya
menunggu kedatangan Mpu Purwa yang saat itu sedang berada di dalam hutan. Tunggul Ametung tidak
kuasa menahan keinginannya. Ia pun menculik Ken Dedes dan membawanya paksa ke Tumapel.

Ketika Mpu Purwa pulang ke rumah, ia marah mendengar berita penculikan putrinya. Ia pun mengucapkan
kutukan, barangsiapa yang telah menculik putrinya, kelak akan mati karena tikaman keris.

[sunting]Kisah Kematian
Tunggul Ametung memiliki seorang pengawal kepercayaan bernama Ken Arok. Semula ia adalah penjahat
buronan Kerajaan Kadiri. Tapi berkat bantuan seorang pendeta dari India bernama Lohgawe, ia dapat
diterima bekerja di Tumapel.

Ken Arok kemudian terpikat pada kecantikan Ken Dedes, yang diramalkan oleh Lohgawe akan menurunkan
raja-raja tanah Jawa. Hal itu membuat hasrat Ken Arok semakin besar. Maka dengan menggunakan keris
buatan Mpu Gandring, Ken Arok menjalankan niatnya untuk menyingkirkan Tunggul Ametung.

Mula-mula Ken Arok meminjamkan keris pusakanya kepada rekan sesama pengawal, bernama Kebo Hijo.
Kebo Hijo sangat suka dan membawanya ke mana pun ia pergi. Hal itu membuat orang-orang Tumapel
mengira kalau keris itu adalah milik Kebo Hijo.

Pada malam yang ditentukan Ken Arok mencuri keris pusaka itu dari rumah Kebo Hijo. Ia kemudian pergi ke
kamar tidur Tunggul Ametung dan membunuh akuwu Tumapel tersebut.

Pagi harinya warga Tumapel gempar menjumpai keris Kebo Hijo menancap pada mayat Tunggul Ametung.
Kebo Hijo pun dihukum mati dengan menggunakan keris yang sama.

[sunting]Keturunan Tunggul Ametung
Pararaton kemudian mengisahkan sepeninggal Tunggul Ametung, Ken Arok menikahi Ken Dedes serta
mengangkat dirinya sebagai akuwu Tumapel. Waktu itu, Ken Dedes tengah mengandung bayi hasil
perkawinannya dengan Tunggul Ametung, yang setelah lahir diberi nama Anusapati.

Seiring berjalannya waktu Ken Arok berhasil mengalahkan Kertajaya raja Kadiri pada tahun 1222 dan
mendirikan Kerajaan Singhasari. Waktu itu Anusapati sudah dewasa dan merasa dianaktirikan oleh Ken
Arok. Setelah mendesak ibunya (Ken Dedes), ia akhirnya mengetahui kalau dirinya bukan anak kandung Ken
Arok. Ia juga mengetahui kalau ayah kandungnya adalah Tunggul Ametung yang mati dibunuh Ken Arok.

Apabila kisah dalam Pararaton ini dicermati, maka akan diperoleh gambaran bahwa Ken Dedes merupakan
saksi mata pembunuhan Tunggul Ametung. Anehnya, ia justru bersedia dinikahi oleh pembunuh suaminya
itu. Kiranya Ken Dedes dan Ken Arok sebenarnya memang saling mencintai. Perlu diingat pula kalau Ken
Dedes menjadi istri Tunggul Ametung setelah dirinya diculik oleh akuwu Tumapel tersebut. Jadi pernikahan
pertama Ken Dedes mengandung unsur keterpaksaan.

Pararaton melanjutkan bahwa Anusapati kemudian berhasil membunuh Ken Arok melalui tangan
pembantunya, dan menjadi raja Tumapel yang kedua. Ia kemudian menurunkan raja-raja selanjutnya, seperti
Wisnuwardhana dan Kertanagara.

Raden Wijaya pendiri Majapahit memang bukan keturunan Tunggul Ametung. Tetapi istrinya, yaitu Gayatri
adalah putri Kertanagara. Dari rahim Gayatri inilah lahir Tribhuwana Tunggadewi yang kemudian menjadi
raja wanita pertama di Majapahit, yang juga menurunkan raja-raja selanjutnya, seperti Hayam Wuruk dan
Wikramawardhana.
Jika apa yang ditulis dalam Pararaton itu benar, maka dapat dikatakan kalau Tunggul Ametung adalah
leluhur raja-raja Singhasari dan Majapahit.

[sunting]Kepustakaan
       R.M. Mangkudimedja. 1979. Serat Pararaton Jilid 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
       Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah

Mais conteúdo relacionado

Destaque

Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie InsightsSocial Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Kurio // The Social Media Age(ncy)
 
Good Stuff Happens in 1:1 Meetings: Why you need them and how to do them well
Good Stuff Happens in 1:1 Meetings: Why you need them and how to do them wellGood Stuff Happens in 1:1 Meetings: Why you need them and how to do them well
Good Stuff Happens in 1:1 Meetings: Why you need them and how to do them well
Saba Software
 

Destaque (20)

Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
 
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
 
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie InsightsSocial Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
 
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
 
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
 
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
 
Getting into the tech field. what next
Getting into the tech field. what next Getting into the tech field. what next
Getting into the tech field. what next
 
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search IntentGoogle's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
 
How to have difficult conversations
How to have difficult conversations How to have difficult conversations
How to have difficult conversations
 
Introduction to Data Science
Introduction to Data ScienceIntroduction to Data Science
Introduction to Data Science
 
Time Management & Productivity - Best Practices
Time Management & Productivity -  Best PracticesTime Management & Productivity -  Best Practices
Time Management & Productivity - Best Practices
 
The six step guide to practical project management
The six step guide to practical project managementThe six step guide to practical project management
The six step guide to practical project management
 
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
 
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
 
12 Ways to Increase Your Influence at Work
12 Ways to Increase Your Influence at Work12 Ways to Increase Your Influence at Work
12 Ways to Increase Your Influence at Work
 
ChatGPT webinar slides
ChatGPT webinar slidesChatGPT webinar slides
ChatGPT webinar slides
 
More than Just Lines on a Map: Best Practices for U.S Bike Routes
More than Just Lines on a Map: Best Practices for U.S Bike RoutesMore than Just Lines on a Map: Best Practices for U.S Bike Routes
More than Just Lines on a Map: Best Practices for U.S Bike Routes
 
Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...
Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...
Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...
 
Barbie - Brand Strategy Presentation
Barbie - Brand Strategy PresentationBarbie - Brand Strategy Presentation
Barbie - Brand Strategy Presentation
 
Good Stuff Happens in 1:1 Meetings: Why you need them and how to do them well
Good Stuff Happens in 1:1 Meetings: Why you need them and how to do them wellGood Stuff Happens in 1:1 Meetings: Why you need them and how to do them well
Good Stuff Happens in 1:1 Meetings: Why you need them and how to do them well
 

Airlangga

  • 1. AIRLANGGA Airlangga (Bali, 990 - Belahan, 1049) atau sering pula ditulis Erlangga, adalah pendiri Kerajaan Kahuripan, yang memerintah 1009-1042 dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa. Sebagai seorang raja, ia memerintahkan Mpu Kanwa untuk mengubah Kakawin Arjunawiwaha yang menggambarkan keberhasilannya dalam peperangan. Di akhir masa pemerintahannya, kerajaannya dibelah dua menjadi Kerajaan Kadiri dan Kerajaan Janggala bagi kedua putranya. Nama Airlangga sampai saat ini masih terkenal dalam berbagai cerita rakyat, dan sering diabadikan di berbagai tempat di Indonesia. Asal-usul Nama Airlangga berarti "Air yang melompat". Ia lahir tahun 990. Ayahnya bernama Udayana, raja Kerajaan Bedahulu dari Wangsa Warmadewa. Ibunya bernama Mahendradatta, seorang putri Wangsa Isyana dari Kerajaan Medang. Waktu itu Medang menjadi kerajaan yang cukup kuat, bahkan mengadakan penaklukan ke Bali, mendirikan koloni di Kalimantan Barat, serta mengadakan serangan ke Sriwijaya. Airlangga memiliki dua orang adik, yaitu Marakata (menjadi raja Bali sepeninggal ayah mereka) dan Anak Wungsu (naik takhta sepeninggal Marakata). Dalam berbagai prasasti yang dikeluarkannya, Airlangga mengakui sebagai keturunan dari Mpu Sindok dari Wangsa Isyana dari kerajaan Medang Mataram di Jawa Tengah. Masa pelarian Airlangga menikah dengan putri pamannya yaitu Dharmawangsa Teguh (saudara Mahendradatta) di Watan, ibu kota Kerajaan Medang (sekarang sekitar Maospati, Magetan, Jawa Timur). Ketika pesta pernikahan sedang berlangsung, tiba-tiba kota Watan diserbu Raja Wurawari yang berasal dari Lwaram (sekarang desa Ngloram, Cepu, Blora)[1], yang merupakan sekutu Kerajaan Sriwijaya. Kejadian tersebut tercatat dalam prasasti Pucangan (atau Calcutta Stone). Pembacaan Kern atas prasasti tersebut, yang juga dikuatkan oleh de Casparis, menyebutkan bahwa penyerangan tersebut terjadi tahun 928 Saka, atau sekitar 1006/7.[2] Dalam serangan itu, Dharmawangsa Teguh tewas, sedangkan Airlangga lolos ke hutan pegunungan (wanagiri) ditemani pembantunya yang bernama Mpu Narotama. Saat itu ia berusia 16 tahun, dan mulai menjalani hidup sebagai pertapa. Salah satu bukti petilasan Airlangga sewaktu dalam pelarian dapat dijumpai di Sendang Made, Kudu, Jombang, Jawa Timur. Setelah tiga tahun hidup di hutan, Airlangga didatangi utusan rakyat yang memintanya supaya membangun kembali Kerajaan Medang. Mengingat kota Watan sudah hancur, Airlangga pun membangun ibu kota baru bernama Watan Mas di dekat Gunung Penanggungan.[3] Ketika Airlangga naik takhta tahun 1009 itu, wilayah kerajaannya hanya meliputi daerah Sidoarjo dan Pasuruan saja, karena sepeninggal Dharmawangsa Teguh, banyak daerah bawahan yang melepaskan diri. Pada tahun 1023, Kerajaan Sriwijaya yang merupakan musuh besar Wangsa Isyana dikalahkan Rajendra Coladewa raja Colamandala dari India. Hal ini membuat Airlangga lebih leluasa mempersiapkan diri untuk menaklukkan pulau Jawa. Masa peperangan Sejak tahun 1025, Airlangga memperluas kekuasaan dan pengaruhnya seiring dengan melemahnya Sriwijaya. Mula-mula yang dilakukan Airlangga adalah menyusun kekuatan untuk menegakkan kembali kekuasaan Wangsa Isyana atas pulau Jawa. Namun awalnya tidak berjalan dengan baik, karena menurut prasasti Terep (1032), Watan Mas kemudian direbut musuh, sehingga Airlangga melarikan diri ke desa Patakan. Berdasarkan prasasti Kamalagyan (1037), ibu kota kerajaan sudah pindah ke Kahuripan (daerah Sidoarjo sekarang). Airlangga pertama-tama mengalahkan Raja Hasin (dari?)[rujukan?]. Pada tahun 1030 Airlangga mengalahkan Wisnuprabhawa raja Wuratan, Wijayawarma raja Wengker, kemudian Panuda raja Lewa. Pada tahun 1031 putra Panuda mencoba membalas dendam namun dapat dikalahkan oleh Airlangga. Ibu kota Lewa dihancurkan pula. Pada tahun 1032 seorang raja wanita dari daerah Tulungagung sekarang berhasil mengalahkan Airlangga. Istana Watan Mas dihancurkannya. Airlangga terpaksa melarikan diri ke desa Patakan ditemani Mapanji Tumanggala, dan membangun ibu kota baru di Kahuripan. Raja wanita pada
  • 2. akhirnya dapat dikalahkannya. Dalam tahun 1032 itu pula Airlangga dan Mpu Narotama mengalahkan Raja Wurawari, membalaskan dendam Wangsa Isyana. Terakhir tahun 1035, Airlangga menumpas pemberontakan Wijayawarma raja Wengker yang pernah ditaklukannya dulu. Wijayawarma melarikan diri dari kota Tapa namun kemudian mati dibunuh rakyatnya sendiri. [Masa pembangunan Kerajaan yang baru dengan pusatnya di Kahuripan, Sidoarjo ini, wilayahnya membentang dari Pasuruan di timur hingga Madiun di barat. Pantai utara Jawa, terutama Surabaya dan Tuban, menjadi pusat perdagangan yang penting untuk pertama kalinya. Airlangga naik tahta dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa. Airlangga juga memperluas wilayah kerajaan hingga ke Jawa Tengah, bahkan pengaruh kekuasaannya diakui sampai ke Bali. Menurut prasasti Pamwatan (1042), pusat kerajaan kemudian pindah ke Daha (daerah Kediri sekarang). Setelah keadaan aman, Airlangga mulai mengadakan pembangunan-pembangunan demi kesejahteraan rakyatnya. Pembangunan yang dicatat dalam prasasti-prasasti peninggalannya antara lain. Membangun Sri Wijaya Asrama tahun 1036. Membangun bendungan Waringin Sapta tahun 1037 untuk mencegah banjir musiman. Memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, yang letaknya di muara Kali Brantas, dekat Surabaya sekarang. Membangun jalan-jalan yang menghubungkan daerah pesisir ke pusat kerajaan. Meresmikan pertapaan Gunung Pucangan tahun 1041. Memindahkan ibu kota dari Kahuripan ke Daha. Ketika itu, Airlangga dikenal atas toleransi beragamanya, yaitu sebagai pelindung agama Hindu Syiwa dan Buddha. Airlangga juga menaruh perhatian terhadap seni sastra. Tahun 1035 Mpu Kanwa menulis Arjuna Wiwaha yang diadaptasi dari epik Mahabharata. Kitab tersebut menceritakan perjuangan Arjuna mengalahkan Niwatakawaca, sebagai kiasan Airlangga mengalahkan Wurawari. Pembelahan kerajaan Pada tahun 1042 Airlangga turun takhta menjadi pendeta. Menurut Serat Calon Arang ia kemudian bergelar Resi Erlangga Jatiningrat, sedangkan menurut Babad Tanah Jawi ia bergelar Resi Gentayu. Namun yang paling dapat dipercaya adalah prasasti Gandhakuti (1042) yang menyebut gelar kependetaan Airlangga adalah Resi Aji Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana. Berdasarkan cerita rakyat, putri mahkota Airlangga menolak menjadi raja dan memilih hidup sebagai pertapa bernama Dewi Kili Suci. Nama asli putri tersebut dalam prasasti Cane (1021) sampai prasasti Turun Hyang (1035) adalah Sanggramawijaya Tunggadewi. Menurut Serat Calon Arang, Airlangga kemudian bingung memilih pengganti karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Mengingat dirinya juga putra raja Bali, maka ia pun berniat menempatkan salah satu putranya di pulau itu. Gurunya yang bernama Mpu Bharada berangkat ke Bali mengajukan niat tersebut namun mengalami kegagalan. Fakta sejarah menunjukkan Udayana digantikan putra keduanya yang bernama Marakata[rujukan?] sebagai raja Bali, dan Marakata kemudian digantikan adik yang lain yaitu Anak Wungsu. Airlangga lalu membagi dua wilayah kerajaannya. Mpu Bharada ditugasi menetapkan perbatasan antara bagian barat dan timur. Peristiwa pembelahan ini tercatat dalam Serat Calon Arang, Nagarakretagama, dan prasasti Turun Hyang II. Maka terciptalah dua kerajaan baru. Kerajaan barat disebut Kadiri berpusat di kota baru, yaitu Daha, diperintah oleh Sri Samarawijaya. Sedangkan kerajaan timur disebut Janggala berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan, diperintah oleh Mapanji Garasakan. Dalam prasasti Pamwatan, 20 November 1042, Airlangga masih bergelar Maharaja, sedangkan dalam prasasti Gandhakuti, 24 November 1042, ia sudah bergelar Resi Aji Paduka Mpungku. Dengan demikian, peristiwa pembelahan kerajaan diperkirakan terjadi di antara kedua tanggal tersebut. Akhir hayat Tidak diketahui dengan pasti kapan Airlangga meninggal. Prasasti Sumengka (1059) peninggalan Kerajaan Janggala hanya menyebutkan, Resi Aji Paduka Mpungku dimakamkan di tirtha atau pemandian. Kolam pemandian yang paling sesuai dengan berita prasasti Sumengka adalah Candi Belahan di lereng Gunung Penanggungan. Pada kolam tersebut ditemukan arca Wisnu disertai dua dewi. Berdasarkan prasasti
  • 3. Pucangan (1041) diketahui Airlangga adalah penganut Hindu Wisnu yang taat. Maka, ketiga patung tersebut dapat diperkirakan sebagai lambang Airlangga dengan dua istrinya, yaitu ibu Sri Samarawijaya dan ibu Mapanji Garasakan. Pada Candi Belahan ditemukan angka tahun 1049. Tidak diketahui dengan pasti apakah tahun itu adalah tahun kematian Airlangga, ataukah tahun pembangunan candi pemandian tersebut. Kahuripan, Daha atau Panjalu Nama kerajaan yang didirikan Airlangga pada umumnya lazim disebut Kerajaan Kahuripan. Padahal sesungguhnya, Kahuripan hanyalah salah satu nama ibu kota kerajaan yang pernah dipimpin Airlangga. Berita ini sesuai dengan naskah Serat Calon Arang yang menyebut Airlangga sebagai raja Daha. Bahkan, Nagarakretagama juga menyebut Airlangga sebagai raja Panjalu yang berpusat di Daha. Pemakaian nama Airlangga Nama Airlangga pada masa sekarang diabadikan menjadi beberapa nama, antara lain: 1. Nama sebuah kelurahan di Surabaya. 2. Di Surabaya juga terdapat Universitas Airlangga, sebuah perguruan tinggi negeri tertua dan ternama di Indonesia. 3. Di Kota Kediri terdapat Museum Erlangga. 4. Di Jakarta terdapat Penerbit Erlangga. Selain itu beberapa kota juga menggunakannya sebagai nama jalan. Kepustakaan Babad Tanah Jawi. 2007. (terj.). Yogyakarta: Narasi Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka. Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara Referensi 1. ^Tim Temukan Situs Wura-Wari di Cepu, Ekspedisi Bengawan Solo "Kompas" 2007, edisi Sabtu, 16 Juni 2007. 2. ^ de Casparis, J.G., Airlangga, The Threshold of the Second Millennium, IIAS Newsletter Online, No. 18. Diakses 8 Juli 2008. 3. ^ Nama kota ini tercatat dalam prasasti Cane (1021). Tunggul Ametung Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Langsung ke: navigasi, cari Tunggul Ametung adalah tokoh dalam Pararaton yang menjabat sebagai akuwu wilayah Tumapel, yaitu salah satu daerah bawahan kerajaan Kadiri pada masa pemerintahan Kertajaya (1185 - 1222). Ia kemudian mati dibunuh pengawalnya sendiri yang bernama Ken Arok, yang kemudian mendirikan Kerajaan Singhasari. Daftar isi 1Kutukan Mpu Purwa 2Kisah Kematian 3Keturunan Tunggul Ametung 4Kepustakaan 5Lihat pula [sunting]Kutukan Mpu Purwa
  • 4. Nama Tunggul Ametung hanya dijumpai dalam naskah Pararaton yang dikarang ratusan tahun sesudah zaman Kadiri dan Singhasari. Pada zaman itu jabatan akuwu mungkin setara dengan camat pada masa sekarang. Pararaton mengisahkan pada suatu hari Tunggul Ametung singgah ke desa Panawijen. Di sana ia berjumpa seorang gadis cantik bernama Ken Dedes, yang merupakan putri seorang pendeta bernama Mpu Purwa. Tunggul Ametung terpikat hatinya dan segera meminang Ken Dedes. Gadis itu memintanya supaya menunggu kedatangan Mpu Purwa yang saat itu sedang berada di dalam hutan. Tunggul Ametung tidak kuasa menahan keinginannya. Ia pun menculik Ken Dedes dan membawanya paksa ke Tumapel. Ketika Mpu Purwa pulang ke rumah, ia marah mendengar berita penculikan putrinya. Ia pun mengucapkan kutukan, barangsiapa yang telah menculik putrinya, kelak akan mati karena tikaman keris. [sunting]Kisah Kematian Tunggul Ametung memiliki seorang pengawal kepercayaan bernama Ken Arok. Semula ia adalah penjahat buronan Kerajaan Kadiri. Tapi berkat bantuan seorang pendeta dari India bernama Lohgawe, ia dapat diterima bekerja di Tumapel. Ken Arok kemudian terpikat pada kecantikan Ken Dedes, yang diramalkan oleh Lohgawe akan menurunkan raja-raja tanah Jawa. Hal itu membuat hasrat Ken Arok semakin besar. Maka dengan menggunakan keris buatan Mpu Gandring, Ken Arok menjalankan niatnya untuk menyingkirkan Tunggul Ametung. Mula-mula Ken Arok meminjamkan keris pusakanya kepada rekan sesama pengawal, bernama Kebo Hijo. Kebo Hijo sangat suka dan membawanya ke mana pun ia pergi. Hal itu membuat orang-orang Tumapel mengira kalau keris itu adalah milik Kebo Hijo. Pada malam yang ditentukan Ken Arok mencuri keris pusaka itu dari rumah Kebo Hijo. Ia kemudian pergi ke kamar tidur Tunggul Ametung dan membunuh akuwu Tumapel tersebut. Pagi harinya warga Tumapel gempar menjumpai keris Kebo Hijo menancap pada mayat Tunggul Ametung. Kebo Hijo pun dihukum mati dengan menggunakan keris yang sama. [sunting]Keturunan Tunggul Ametung Pararaton kemudian mengisahkan sepeninggal Tunggul Ametung, Ken Arok menikahi Ken Dedes serta mengangkat dirinya sebagai akuwu Tumapel. Waktu itu, Ken Dedes tengah mengandung bayi hasil perkawinannya dengan Tunggul Ametung, yang setelah lahir diberi nama Anusapati. Seiring berjalannya waktu Ken Arok berhasil mengalahkan Kertajaya raja Kadiri pada tahun 1222 dan mendirikan Kerajaan Singhasari. Waktu itu Anusapati sudah dewasa dan merasa dianaktirikan oleh Ken Arok. Setelah mendesak ibunya (Ken Dedes), ia akhirnya mengetahui kalau dirinya bukan anak kandung Ken Arok. Ia juga mengetahui kalau ayah kandungnya adalah Tunggul Ametung yang mati dibunuh Ken Arok. Apabila kisah dalam Pararaton ini dicermati, maka akan diperoleh gambaran bahwa Ken Dedes merupakan saksi mata pembunuhan Tunggul Ametung. Anehnya, ia justru bersedia dinikahi oleh pembunuh suaminya itu. Kiranya Ken Dedes dan Ken Arok sebenarnya memang saling mencintai. Perlu diingat pula kalau Ken Dedes menjadi istri Tunggul Ametung setelah dirinya diculik oleh akuwu Tumapel tersebut. Jadi pernikahan pertama Ken Dedes mengandung unsur keterpaksaan. Pararaton melanjutkan bahwa Anusapati kemudian berhasil membunuh Ken Arok melalui tangan pembantunya, dan menjadi raja Tumapel yang kedua. Ia kemudian menurunkan raja-raja selanjutnya, seperti Wisnuwardhana dan Kertanagara. Raden Wijaya pendiri Majapahit memang bukan keturunan Tunggul Ametung. Tetapi istrinya, yaitu Gayatri adalah putri Kertanagara. Dari rahim Gayatri inilah lahir Tribhuwana Tunggadewi yang kemudian menjadi raja wanita pertama di Majapahit, yang juga menurunkan raja-raja selanjutnya, seperti Hayam Wuruk dan Wikramawardhana.
  • 5. Jika apa yang ditulis dalam Pararaton itu benar, maka dapat dikatakan kalau Tunggul Ametung adalah leluhur raja-raja Singhasari dan Majapahit. [sunting]Kepustakaan R.M. Mangkudimedja. 1979. Serat Pararaton Jilid 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah