SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 7
KAWASAN HUTAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
( Putusan MK No 45/PUU-IX/2011 )
A. Pengertian Hutan dan Kawasan Hutan
Secara yuridis normatif, menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang
Kehutanan, hutan diartikan sebagai suatu satu kesatuan ekosistem berupa
hamparan lahan berisi sumbersaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam kingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat
dipisahkan. Sedangkan kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan
atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaaannya sebagai
hutan tetap.
B. Pengertian Kawasan Hutan Posta Putusan Mahkamah Konstitusi
Terhadap pasal 1 angka 3 UU Kehutanan yang menyatakan: “ Kawasan hutan
adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap” tersebut, Pemerintah Daerah
Kabupaten Kapuas ( diwakili oleh Bupati Ir.H.Muhammad Mawardi,MM, (2) Drs.
Hambit Bintih ( Bupati Gunung Mas),(3) Drs. Duwel Rawing ( Bupati Katingan ),
(4) Drs. Zain Alkim ( Bupati Barito Timur ) (5 ) H. Ahmad Dirman ( Bupati
Sukamara ); dan (5) Drs. Akhmad Taufik, MPd (Wiraswasta ); mengajukan
permohonan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut para
Pemohon, frasa “ ditunjuk dan atau “ dalam Pasal 1 angka 3 tersebut bertentangan
dengan UUD 1945.
Atas permohonan ini kemudian pada tanggal 21 Februari 2012 terbit Putusan MK Nomor :
45/PUU-IX/2011 tentang Uji Materi Pasal 1 angka 3 UU Kehutanan. Dalam Putusan
tersebut, MK mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya dengan
menghapus frasa “ditunjuk dan atau” dalam Pasal 1 angka 3 UU Kehutanan, sehingga
berbunyi : “ Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah
untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap”. Implikasinya, penentuan
kawasan hutan tidak hanya sekedar penunjukan kawasan hutan, tetapi juga dilakukan
proses penataan batas, pemetaan dan penetapan kawasan hutan.
Sebaliknya, dalam bagian akhir putusannya, MK juga memberikan pertimbangan
mengenai ketentuan peralihan dari UU Kehutanan, khususnya Pasal 81 yang
menyatakan, “Kawasan hutan yang telah ditunjuk dan atau ditetapkan berdasarkan
peraturan perundang – undangan yang berlaku, sebelum berlakunya undang-undang ini
dinyatakan tetap berlaku berdasarkan undang-undang ini “, menurut Mahkamah,
meskipun Pasal 1 angka 3 dan Pasal 81 Undang-undang Kehutanan mempergunakan
frasa “ ditunjuk dan atau ditetapkan “ namun berlakunya untuk yang “ ditunjuk dan atau
ditetapkan “ dalam Pasal 81 Undang-undang kehutanan tetap sah dan mengikat.
Adapun inti utama pertimbangan Mahkamah Konstitusi adalah :
a. Bahwa dalam suatu negara hukum,pejabat administrasi negara tidak boleh berbuat
sekehendak hatinya, akan tetapi harus bertindak sesuai dengan hukum dan peraturan
perundang – undangan , serta tindakan berdasarkan freies Ermenssen
( dicretionary powers ). Penunjukan belaka atas suatu kawasan untuk dijadikan
kawasan hutan tanpa melalui proses atau tahap-tahap yang melibatkan berbagai
pemangku kepentingan di kawasan hutan sesuai dengan hukum dan peraturan
perundang - undangan , merupakan pelaksanaan pemerintahan otoriter. Penunjukan
kawasan hutan merupakan sesuatu yang dapat diprediksi, tidak tiba-tiba, bahkan
harus direncanakan, dan karenanya tidak memerlukan tindakan freies Ermerssen
( dicretionary powers ). Tidak seharusnya suatu kawasan hutan yang akan
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap menguasai hajat hidup orang
banyak, hanya dilakukan melalui penunjukan ;
b. Bahwa antara pengertian yang ditentukan dalam Pasal 1 angka 3 dan ketentuan Pasal
15 UU Kehutanan terdapat perbedaan. Pengertian dalam Pasal 1 angka 3 Undang-
undang Kehutanan hanya menyebutkan bahwa : “Kawasan hutan adalah wilayah
tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan
keberadaannya sebagai hutan tetap”, sedangkan dalam dalam pasal 15 ayat (1)
Undang-undang Kehutanan menentukan secara tegas adanya tahap-tahap dalam
proses pengukuhan suatu kawasan hutan. Pasal 15 ayat (1) Undang-undang
Kehutanan menentukan ,” Pengukuhan kawasab hutan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 14, dilakukan melalui proses sebagai berikut : “a. penunjukan kawassan hutan; b.
penataan kawasan hutan; c. pemetaan kawasan hutan ; dan d. penetapan kawasan
hutan”. Berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Kehutanan
penujukan kawasan hutan adalah salah satu tahap dalam proses pengukuhan kawasan
hutan, sementara itu “penunjukan” dalam ketentuan pasal 1 angka 3 Undang-undang
Kehutanan dapat dipersamakan dengan penetapan kawasan hutan yang tidak
1
memerlukan tahap-tahap sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-
undang Kehutanan;
c. Bahwa menurut Mahkamah Konstitusi, tahap-tahap proses penetapan suatu kawasan
hutan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 ayat (1) UU Kehutanan diatas sejalan
dengan negara hukum yang antara lain bahwa Pemerintah atau pejabat administrasi
negara taat kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya ayat (2)
dari pasal tersebut yang menentukan ,” Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah “
menurut Mahkamah Konstitusi ketentuan tersebut antara lain memperhatikan
kemungkinan adanya hak-hak perseorangan atau hak pertuanan (ulayat ) pada
kawasan hutan yang akan ditetapkan sebagai kawasan hutan tersebut, sehingga jika
terjadi keadaan seperti itu maka penataan batas dan pemetaan batas kawasan hutan
harus mengeluarkannya dari kawasan hutan supaya tidak menimbulkan kerugian pihak
lain, misalnya masyarakat yang berkepentingan dengan kawasan yang akan ditetapkan
sebagai kawasan hutan tersebut.
d. Menimbang bahwa karena penetapan kawasan hutan adalah proses akhir dari
rangkaian proses pengukuhan kawasan hutan,maka frasa, ” ditunjuk dan atau ” yang
terdapat dalam Pasal 1 angka 3 UU Kehutanan bertentangan dengan asas negara
hukum, seperti tersebut dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Selain itu frasa , “ ditunjuk
dan atau ditetapkan “ tidak sinkron dengan Pasal 15 Undang-undang Kehutanan.
Dengan demikian ketidaksinkronan tersebut menimbulkan ketidak pastian hukum
yang adil sebagaimana dimaksud Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menentukan, “
setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan , dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum
e. Menimbang bahwa adapun mengenai ketetuan peralihan dari UU Kehutanan,
Khususnya Pasal 81 yang menyatakan, “Kawasan hutan yang telah ditunjuk dan atau
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebelum
berlakunya undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku berdasarkan undang-undang
ini “, menurut Mahkamah meskipun Pasal 1 angka 3 dan Pasal 81 Undang-undang
Kehutanan mempergunakan frasa “ ditunjuk dan atau ditetapkan “ ,
namun berlakunya Untuk yang “ ditunjuk dan atau ditetapkan “ dalam Pasal 81
Undang-undang Kehutanan tetap sah dan mengikat.
Menurut MK dalam pertimbangan diatas, maka kawasan hutan memiliki kepastian hukum
setelah melalui 4 tahapan, yakni penunjukan,penataan batas,pemetaan dan penetapan.
Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, kementerian Kehutanan telah
menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor : S.E3/MENHUT-II/2002, tanggal 3 Mei 2012,
ditujukan kepada : (1) Gubernur di seluruh Indonesia, (2) Bupati/Walikota di seluruh
Indonesia, dan (3) Kepala Dinas Provinsi,Kabupaten/Kota yang membidangi kehutanan,
yang intinya sebagai berikut :
a. Pasal 1 angka 3 Undang-undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 tahun 2004
menjadi : Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah
untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
b. Keputusan Penunjukan Kawasan Hutan Provinsi maupun parsial yang telah dterbitkan
Menteri Kehutanan serta segala perbuatan Hukum yang timbul dari berlakunya
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 19 tahun 2004 tetap sah dan mempunyai hukum
mengikat
c. Keputusan Menteri tentang penunjukan kawasan hutan baik provinsi maupun parsial
yang diterbitkan Menteri kehutanan setelah Putusan mahkamah Konstitusi tetap sah
dan dimaknai sebagai penetapan awal dalam proses pengukuhan kawasan hutan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004
C. Implikasi Hukum Putusan MK Terhadap Kawasan Hutan Jawa
Kawasan hutan negara yang merupakan wilayah kerja Perum Perhutani merupakan suatu
wilayah yang telah ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan
sebagai hutan tetap.
Suatu wilayah yang berstatus bukan kawasan hutan untuk kemudian menjadi kawasan
hutan dilakukan melalui proses atau kegiatan yang dimanakan pengukuhan kawasan
hutan.
Kegiatan pengukuhan kawasan hutan dapat dibedakan dalam 2 periode, yaitu periode
sebelum nerlakunya Undang-undang Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kehutanan ( UU No. 5 Tahun 1967 ), dan setelah berlakunya UU No.5 Tahun 1967.
Pada zaman Pemerintahan Hindia Belanda sampai dengan ditetapkannya Undang-
undang No.5 Tahun 1967 tentang Ketentuan – ketentuan Pokok Kehutanan, suatu areal
atau wilayah tertentu yang bukan hutan dapat dijadikan hutan/kawasan hutan melaui 2
(dua) tahapan saja, yaitu :
a. Penunjukan (Aanwijzing )
Penunjukan ini dilakukan oleh Gubernur Jenderal, atau Directeur van Landbouw,
Nijnerheid en Hendel atau Directeur van Economishe Zaken ( Departemen yang
membawahi Jawatan Kehutanan/den Diens van het Boshwezen ) dengan suatu
keputusan Penunjukan atau suatu Aanwijzing Besluit.
b. Penataan Batas ( Grensregeling)
Berdasarkan keputusan Penunjukan maka diselenggarakan kegiatan penataan batas
yang mencakup antara lain kegiatan pemancangan patok batas, pengukuran,
pemancangan pal batas, pemetaan,pembuatan Berita Acara Tata Batas.
Dengan ditandainya Berita Acara Tata Batas ( BATB ) oleh Panitia Tata Batas dan
disahkan oleh pejabat yang berwenang dalam hal ini Kepala Jawatan Kehutanan ( Hoofd
van den Dienst van het Boschwezen ) maka resmilah areal/wilayah tertentu yang
sebelumnya bukan hutan tersebut menjadi kawasan hutan. Tahapan atau proses tersebut
diatas didasarkan pada Bosch Ordonansi voor Java en Madoera 1927 dan Bosch
Verordening Java en Madoera 1932.
Status hukum areal atau wilayah yang merupakan kawasan hutan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku pada zaman Pemerintahan Hindia Belanda sampai
dengan diterapkannya UU No 5 Tahun 1967, yaitu Bosch Ordonantie Java en Madura
1927 dan Bosch Verordening Java en Madoera 1932.
Pada waktu Indonesia Merdeka, status hukum tersebut tetap dipertahankan berdasarkan
ketentuan :
a. UUD 1945, yaitu Pasal II aturan Peralihan :
“ Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama
belum diadakannya yang baru menurut Undang-undang Darurat ini “.
b. Undang-Undang No.5 Tahun 1967, tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan,
yaitu Pasal 20 Ketentuan Peralihan, berbunyi : “ Hutan yang telah ditetapkan
sebagai hutan tetap, cagar alam dan suaka margasatwa berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku sebelum berlakunya undang-undang ini,
dianggap telah ditetapkan sebagai kawasan hutan dengan peruntukan dan fungsi
sesuai dengan penetapannya.”
Ketentuan tersebut semakin ditegaskan dalam penjelasan Pasal 20 Undang-
undang No.5 Tahun 1967, yaitu : “ hutan yang telah ditetapkan sebagai hutan
tetap , suaka margasatwa dan cagar alam oleh pejabat-pejabat yang berwenang,
baik berdasar Ordonansi dan Verordening, Pemerintah, Peraturan Daerah dan/atau
Peraturan Swapraja yang berlaku sebelum keluarnya Undang-undang ini, dianggap
telah ditetapkan sebagai Kawasan Hutan dengan peruntukan dan fungsi sesuai
dengan penetapannya.”
c. Undang-undang N0. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,( Pengganti UU No.5 Tahun
1967 ) pada ketentuan Peralihan ( Pasal 81 ) menyatakan :
“ Kawasan hutan yang telah ditunjuk dan atau ditetapkan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku sebelum berlakunya Undang-undang ini
dinyatakan tetap berlaku berdasarkan undang-undang ini.”
d. Pada masa Indonesia merdeka, yaitu dengan telah diundangkannya Undang-
undang No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan, ( yang
lalu diperbarui/diganti dengan Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang
Kehutanan); suatu areal/wilayah tertentu dapat dijadikan hutan/kawasan hutan
melalui 4 ( empat ) tahapan yaitu :
1) Penunjukan
2) Penataan Batas
3) Pemetaan; dan
4) Penetapan
Sebelum terbentuknya Departemen Kehutanan, SK Penunjukan dan SK Penetapan
diterbitkan oleh Menteri Pertanian/Menteri yang membidangi Kehutanan.
Terbitnya Putusan MK Nomor : 045/PUU-IX/2011 tentang Uji Materi Pasal 1 angka 3 UU
Kehutanan , pada prinsipnya tidak berpengaruh terhadap eksistensi kawasan hutan dalam
wilayah kerja Perum Perhutani, karena kawasan hutan Perum Perhutani telah dikukuhkan
pada masa kolonial ( baik masa kolonial Hindia Belanda maupun Jepang ) dan sebelum
berlakunya UU No, 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan, yang
kedudukannya tetap kuat dengan tetap diberlakukannya ketentuan peralihan pasal 81 UU
No. 41 Tahun 1999 oleh Mahkamah Konstitusi.
Kawasan Hutan dalam wilayah kerja Perum Perhutani yang terkena dampak dari putusan
MK ini hanya sebagian kecil, dan pada umumnya adalah berupa :
(1) Lahan/tanah kompensasi yang berasal dari kegiatan pinjam pakai kawasan hutan ;
dan
(2) Tanah masuk/tanah penukar yang berasal dari kegiatan tukar-menukar kawasan
hutan yang telah ada SK Penunjukannya, namun prosesnya belum ditindak lanjuti
dengan proses penataaan batas ,pemetaan dan penetapan dari Menteri Kehutanan.
Terhadap lahan/tanah kompensasi “ yang berasal dari kegiatan pinjam pakai kawasan
hutan; dan “ tanah masuk/tanah penukar “ yang berasal dari kegiatan tukar menukar
kawasan hutan diwilayah kerja Perum Perhutani, yang baru dalam proses “ penunjukan “,
dan belum ditindak lanjuti dengan proses penataan batas, pemetaan dan penetapan dari
Menteri Kehutanan, agar diselesaikan proses pengukuhannya oleh Kementerian
Kehutanan.
Apabila semua pihak konsisten dengan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut,
khususnya pertimbangan MK tentang kedudukan “ pasal 81 UU Kehutanan “ yang
berbunyi : “ Kawasan hutan yang telah ditunjuk dan atau ditetapkan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum berlakunya undang-undang ini
dinyatakan tetap berlaku berdasarkan undang-undang ini, maka kawasan hutan wilayah
kerja Perum Perhutani yang telah dikukuhkan dalam arti telah ditunjuk dan BATB-nya
disahkan oleh pejabat yang bewenang pada masa pemerintahan kolonial berdasarkan
peraturan perundang-undangan kehutanan yang berlaku pada saat itu, maka harus tetap
diakui status hukumnya sebagai kawasan hutan.

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Sk menteri atrbpn 686 sk pg-03-03-xii-2019 luas baku lahan sawah
Sk menteri atrbpn 686 sk pg-03-03-xii-2019 luas baku lahan sawahSk menteri atrbpn 686 sk pg-03-03-xii-2019 luas baku lahan sawah
Sk menteri atrbpn 686 sk pg-03-03-xii-2019 luas baku lahan sawahAchmad Wahid
 
Mengatasi tumpang tindih antara lahan pertambangan dan
Mengatasi tumpang tindih antara lahan pertambangan danMengatasi tumpang tindih antara lahan pertambangan dan
Mengatasi tumpang tindih antara lahan pertambangan danIndra Yu
 
surat penunjukan kerja
surat penunjukan kerjasurat penunjukan kerja
surat penunjukan kerjaLegal Akses
 
Perbedaan Pendidikan Konservasi UU No. 23 Tahun 1997 dan UU No. 32 Tahun 2009
Perbedaan Pendidikan Konservasi UU No. 23 Tahun 1997 dan UU No. 32 Tahun 2009Perbedaan Pendidikan Konservasi UU No. 23 Tahun 1997 dan UU No. 32 Tahun 2009
Perbedaan Pendidikan Konservasi UU No. 23 Tahun 1997 dan UU No. 32 Tahun 2009Dedy Wiranto
 
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021Leks&Co
 
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas areal
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas arealPermen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas areal
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas arealwalhiaceh
 
Ahli Muda Bidang Keahlian Teknik Sumber Daya Air.pptx
Ahli Muda Bidang Keahlian Teknik Sumber Daya Air.pptxAhli Muda Bidang Keahlian Teknik Sumber Daya Air.pptx
Ahli Muda Bidang Keahlian Teknik Sumber Daya Air.pptxDickyAanastaSaputra
 
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutananppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutananSudirman Sultan
 
Contoh Perjanjian Penyediaan Jaringan dan Jasa Telekomunikasi Terbaru (Beli P...
Contoh Perjanjian Penyediaan Jaringan dan Jasa Telekomunikasi Terbaru (Beli P...Contoh Perjanjian Penyediaan Jaringan dan Jasa Telekomunikasi Terbaru (Beli P...
Contoh Perjanjian Penyediaan Jaringan dan Jasa Telekomunikasi Terbaru (Beli P...GLC
 
Hukum peradilan-militer
Hukum peradilan-militerHukum peradilan-militer
Hukum peradilan-militerArif Budiman
 
Proposal penawaran jasa hukum ke pt finance pdf
Proposal penawaran jasa hukum ke pt finance pdfProposal penawaran jasa hukum ke pt finance pdf
Proposal penawaran jasa hukum ke pt finance pdfAndri Marpaung SH
 
Perjanjian jual beli kayu bilingual
Perjanjian jual beli kayu  bilingualPerjanjian jual beli kayu  bilingual
Perjanjian jual beli kayu bilingualGLC
 
Syarat dan ketentuan pembangunan & pengembangan
Syarat dan ketentuan pembangunan & pengembanganSyarat dan ketentuan pembangunan & pengembangan
Syarat dan ketentuan pembangunan & pengembanganLeks&Co
 
Eksepsi dalam Hukum Acara Pidana (Idik Saeful Bahri)
Eksepsi dalam Hukum Acara Pidana (Idik Saeful Bahri)Eksepsi dalam Hukum Acara Pidana (Idik Saeful Bahri)
Eksepsi dalam Hukum Acara Pidana (Idik Saeful Bahri)Idik Saeful Bahri
 
LAPORAN KEJADIAN, BERITA ACARA DAN ADMINISTRASI PELAPORAN
LAPORAN KEJADIAN, BERITA ACARA DAN ADMINISTRASI PELAPORANLAPORAN KEJADIAN, BERITA ACARA DAN ADMINISTRASI PELAPORAN
LAPORAN KEJADIAN, BERITA ACARA DAN ADMINISTRASI PELAPORANSudirman Sultan
 

Mais procurados (20)

Tindak pidana pemerasan
Tindak pidana pemerasanTindak pidana pemerasan
Tindak pidana pemerasan
 
Sk menteri atrbpn 686 sk pg-03-03-xii-2019 luas baku lahan sawah
Sk menteri atrbpn 686 sk pg-03-03-xii-2019 luas baku lahan sawahSk menteri atrbpn 686 sk pg-03-03-xii-2019 luas baku lahan sawah
Sk menteri atrbpn 686 sk pg-03-03-xii-2019 luas baku lahan sawah
 
Mengatasi tumpang tindih antara lahan pertambangan dan
Mengatasi tumpang tindih antara lahan pertambangan danMengatasi tumpang tindih antara lahan pertambangan dan
Mengatasi tumpang tindih antara lahan pertambangan dan
 
surat penunjukan kerja
surat penunjukan kerjasurat penunjukan kerja
surat penunjukan kerja
 
Perbedaan Pendidikan Konservasi UU No. 23 Tahun 1997 dan UU No. 32 Tahun 2009
Perbedaan Pendidikan Konservasi UU No. 23 Tahun 1997 dan UU No. 32 Tahun 2009Perbedaan Pendidikan Konservasi UU No. 23 Tahun 1997 dan UU No. 32 Tahun 2009
Perbedaan Pendidikan Konservasi UU No. 23 Tahun 1997 dan UU No. 32 Tahun 2009
 
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021
 
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas areal
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas arealPermen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas areal
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas areal
 
Ahli Muda Bidang Keahlian Teknik Sumber Daya Air.pptx
Ahli Muda Bidang Keahlian Teknik Sumber Daya Air.pptxAhli Muda Bidang Keahlian Teknik Sumber Daya Air.pptx
Ahli Muda Bidang Keahlian Teknik Sumber Daya Air.pptx
 
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutananppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
 
Pengawasan proyek
Pengawasan proyekPengawasan proyek
Pengawasan proyek
 
Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah
Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah
Hukum Agraria - Pendaftaran Tanah
 
Contoh Perjanjian Penyediaan Jaringan dan Jasa Telekomunikasi Terbaru (Beli P...
Contoh Perjanjian Penyediaan Jaringan dan Jasa Telekomunikasi Terbaru (Beli P...Contoh Perjanjian Penyediaan Jaringan dan Jasa Telekomunikasi Terbaru (Beli P...
Contoh Perjanjian Penyediaan Jaringan dan Jasa Telekomunikasi Terbaru (Beli P...
 
Hukum peradilan-militer
Hukum peradilan-militerHukum peradilan-militer
Hukum peradilan-militer
 
Proposal penawaran jasa hukum ke pt finance pdf
Proposal penawaran jasa hukum ke pt finance pdfProposal penawaran jasa hukum ke pt finance pdf
Proposal penawaran jasa hukum ke pt finance pdf
 
Justek situ tlajung udik hilir
Justek situ tlajung udik hilirJustek situ tlajung udik hilir
Justek situ tlajung udik hilir
 
Perjanjian jual beli kayu bilingual
Perjanjian jual beli kayu  bilingualPerjanjian jual beli kayu  bilingual
Perjanjian jual beli kayu bilingual
 
Syarat dan ketentuan pembangunan & pengembangan
Syarat dan ketentuan pembangunan & pengembanganSyarat dan ketentuan pembangunan & pengembangan
Syarat dan ketentuan pembangunan & pengembangan
 
Putusan Gugur Fenti
Putusan Gugur FentiPutusan Gugur Fenti
Putusan Gugur Fenti
 
Eksepsi dalam Hukum Acara Pidana (Idik Saeful Bahri)
Eksepsi dalam Hukum Acara Pidana (Idik Saeful Bahri)Eksepsi dalam Hukum Acara Pidana (Idik Saeful Bahri)
Eksepsi dalam Hukum Acara Pidana (Idik Saeful Bahri)
 
LAPORAN KEJADIAN, BERITA ACARA DAN ADMINISTRASI PELAPORAN
LAPORAN KEJADIAN, BERITA ACARA DAN ADMINISTRASI PELAPORANLAPORAN KEJADIAN, BERITA ACARA DAN ADMINISTRASI PELAPORAN
LAPORAN KEJADIAN, BERITA ACARA DAN ADMINISTRASI PELAPORAN
 

Mais de Aji Sahdi Sutisna

SK KPS Sasaka Patengan tentang Perlindungan Hutan dan Keanekaragaman Hayati d...
SK KPS Sasaka Patengan tentang Perlindungan Hutan dan Keanekaragaman Hayati d...SK KPS Sasaka Patengan tentang Perlindungan Hutan dan Keanekaragaman Hayati d...
SK KPS Sasaka Patengan tentang Perlindungan Hutan dan Keanekaragaman Hayati d...Aji Sahdi Sutisna
 
Kepmen No. 287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022
Kepmen No. 287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022Kepmen No. 287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022
Kepmen No. 287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022Aji Sahdi Sutisna
 
Rundown Upacara Adat Sakral Nyangku dan Festival Budaya Panjalu 2019
Rundown Upacara Adat Sakral Nyangku dan Festival Budaya Panjalu 2019Rundown Upacara Adat Sakral Nyangku dan Festival Budaya Panjalu 2019
Rundown Upacara Adat Sakral Nyangku dan Festival Budaya Panjalu 2019Aji Sahdi Sutisna
 
APBDES Desa Warungbanten Tahun 2018
APBDES Desa Warungbanten Tahun 2018APBDES Desa Warungbanten Tahun 2018
APBDES Desa Warungbanten Tahun 2018Aji Sahdi Sutisna
 
Perda No. 15 tahun 2016 tentang Pengakuan Masyarakat Hukum Adat Kampung Kuta
Perda No. 15 tahun 2016 tentang Pengakuan Masyarakat Hukum Adat Kampung KutaPerda No. 15 tahun 2016 tentang Pengakuan Masyarakat Hukum Adat Kampung Kuta
Perda No. 15 tahun 2016 tentang Pengakuan Masyarakat Hukum Adat Kampung KutaAji Sahdi Sutisna
 
Modul Panduan Pemetaan Pemetaan Partisipatif Pesisir, Laut dan Pulau-pulau Kecil
Modul Panduan Pemetaan Pemetaan Partisipatif Pesisir, Laut dan Pulau-pulau KecilModul Panduan Pemetaan Pemetaan Partisipatif Pesisir, Laut dan Pulau-pulau Kecil
Modul Panduan Pemetaan Pemetaan Partisipatif Pesisir, Laut dan Pulau-pulau KecilAji Sahdi Sutisna
 
UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan PetaniUU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan PetaniAji Sahdi Sutisna
 
Perpres No. 9 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta
Perpres No. 9 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu PetaPerpres No. 9 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta
Perpres No. 9 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu PetaAji Sahdi Sutisna
 
TOR Seminar Nasional Forum Anggota Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP...
TOR Seminar Nasional Forum Anggota Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP...TOR Seminar Nasional Forum Anggota Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP...
TOR Seminar Nasional Forum Anggota Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP...Aji Sahdi Sutisna
 
Permendagri no 110 thn 2016 Tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Permendagri no 110 thn 2016 Tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD)Permendagri no 110 thn 2016 Tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Permendagri no 110 thn 2016 Tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD)Aji Sahdi Sutisna
 
Kerangka Acuan Kegiatan Festival Baduy 2016
Kerangka Acuan Kegiatan Festival Baduy 2016Kerangka Acuan Kegiatan Festival Baduy 2016
Kerangka Acuan Kegiatan Festival Baduy 2016Aji Sahdi Sutisna
 
Rundown acara festival baduy 2016
Rundown acara festival baduy 2016Rundown acara festival baduy 2016
Rundown acara festival baduy 2016Aji Sahdi Sutisna
 
Daftar Desa Melek IT Kab. Lebak
Daftar Desa Melek IT Kab. LebakDaftar Desa Melek IT Kab. Lebak
Daftar Desa Melek IT Kab. LebakAji Sahdi Sutisna
 
Roundown Acara Festival Desa Melek IT Kab. Lebak 2015
Roundown Acara Festival Desa Melek IT Kab. Lebak 2015Roundown Acara Festival Desa Melek IT Kab. Lebak 2015
Roundown Acara Festival Desa Melek IT Kab. Lebak 2015Aji Sahdi Sutisna
 
Proposal Festival Desa Melek IT Kab. Lebak 2015
Proposal Festival Desa Melek IT Kab. Lebak 2015Proposal Festival Desa Melek IT Kab. Lebak 2015
Proposal Festival Desa Melek IT Kab. Lebak 2015Aji Sahdi Sutisna
 
Jadwal Acara Riungan Sesepuh Adat Sabaki Ke 10
Jadwal Acara Riungan Sesepuh Adat Sabaki  Ke 10Jadwal Acara Riungan Sesepuh Adat Sabaki  Ke 10
Jadwal Acara Riungan Sesepuh Adat Sabaki Ke 10Aji Sahdi Sutisna
 
Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara Pilpres 2014 Tingkat PPK Kec. Panjalu K...
Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara Pilpres 2014 Tingkat PPK Kec. Panjalu K...Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara Pilpres 2014 Tingkat PPK Kec. Panjalu K...
Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara Pilpres 2014 Tingkat PPK Kec. Panjalu K...Aji Sahdi Sutisna
 
Surat permohonan domain desa.id
Surat permohonan domain desa.idSurat permohonan domain desa.id
Surat permohonan domain desa.idAji Sahdi Sutisna
 
Laporan kegiatan relawan tik kabupaten ciamis 2013 2014
Laporan kegiatan relawan tik kabupaten ciamis 2013 2014Laporan kegiatan relawan tik kabupaten ciamis 2013 2014
Laporan kegiatan relawan tik kabupaten ciamis 2013 2014Aji Sahdi Sutisna
 

Mais de Aji Sahdi Sutisna (20)

SK KPS Sasaka Patengan tentang Perlindungan Hutan dan Keanekaragaman Hayati d...
SK KPS Sasaka Patengan tentang Perlindungan Hutan dan Keanekaragaman Hayati d...SK KPS Sasaka Patengan tentang Perlindungan Hutan dan Keanekaragaman Hayati d...
SK KPS Sasaka Patengan tentang Perlindungan Hutan dan Keanekaragaman Hayati d...
 
Kepmen No. 287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022
Kepmen No. 287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022Kepmen No. 287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022
Kepmen No. 287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022
 
Rundown Upacara Adat Sakral Nyangku dan Festival Budaya Panjalu 2019
Rundown Upacara Adat Sakral Nyangku dan Festival Budaya Panjalu 2019Rundown Upacara Adat Sakral Nyangku dan Festival Budaya Panjalu 2019
Rundown Upacara Adat Sakral Nyangku dan Festival Budaya Panjalu 2019
 
APBDES Desa Warungbanten Tahun 2018
APBDES Desa Warungbanten Tahun 2018APBDES Desa Warungbanten Tahun 2018
APBDES Desa Warungbanten Tahun 2018
 
Perda No. 15 tahun 2016 tentang Pengakuan Masyarakat Hukum Adat Kampung Kuta
Perda No. 15 tahun 2016 tentang Pengakuan Masyarakat Hukum Adat Kampung KutaPerda No. 15 tahun 2016 tentang Pengakuan Masyarakat Hukum Adat Kampung Kuta
Perda No. 15 tahun 2016 tentang Pengakuan Masyarakat Hukum Adat Kampung Kuta
 
Modul Panduan Pemetaan Pemetaan Partisipatif Pesisir, Laut dan Pulau-pulau Kecil
Modul Panduan Pemetaan Pemetaan Partisipatif Pesisir, Laut dan Pulau-pulau KecilModul Panduan Pemetaan Pemetaan Partisipatif Pesisir, Laut dan Pulau-pulau Kecil
Modul Panduan Pemetaan Pemetaan Partisipatif Pesisir, Laut dan Pulau-pulau Kecil
 
UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan PetaniUU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
 
Perpres No. 9 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta
Perpres No. 9 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu PetaPerpres No. 9 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta
Perpres No. 9 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta
 
TOR Seminar Nasional Forum Anggota Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP...
TOR Seminar Nasional Forum Anggota Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP...TOR Seminar Nasional Forum Anggota Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP...
TOR Seminar Nasional Forum Anggota Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP...
 
Permendagri no 110 thn 2016 Tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Permendagri no 110 thn 2016 Tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD)Permendagri no 110 thn 2016 Tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Permendagri no 110 thn 2016 Tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
 
Kerangka Acuan Kegiatan Festival Baduy 2016
Kerangka Acuan Kegiatan Festival Baduy 2016Kerangka Acuan Kegiatan Festival Baduy 2016
Kerangka Acuan Kegiatan Festival Baduy 2016
 
Rundown acara festival baduy 2016
Rundown acara festival baduy 2016Rundown acara festival baduy 2016
Rundown acara festival baduy 2016
 
Daftar Desa Melek IT Kab. Lebak
Daftar Desa Melek IT Kab. LebakDaftar Desa Melek IT Kab. Lebak
Daftar Desa Melek IT Kab. Lebak
 
Roundown Acara Festival Desa Melek IT Kab. Lebak 2015
Roundown Acara Festival Desa Melek IT Kab. Lebak 2015Roundown Acara Festival Desa Melek IT Kab. Lebak 2015
Roundown Acara Festival Desa Melek IT Kab. Lebak 2015
 
Proposal Festival Desa Melek IT Kab. Lebak 2015
Proposal Festival Desa Melek IT Kab. Lebak 2015Proposal Festival Desa Melek IT Kab. Lebak 2015
Proposal Festival Desa Melek IT Kab. Lebak 2015
 
Jadwal Acara Riungan Sesepuh Adat Sabaki Ke 10
Jadwal Acara Riungan Sesepuh Adat Sabaki  Ke 10Jadwal Acara Riungan Sesepuh Adat Sabaki  Ke 10
Jadwal Acara Riungan Sesepuh Adat Sabaki Ke 10
 
Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara Pilpres 2014 Tingkat PPK Kec. Panjalu K...
Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara Pilpres 2014 Tingkat PPK Kec. Panjalu K...Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara Pilpres 2014 Tingkat PPK Kec. Panjalu K...
Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara Pilpres 2014 Tingkat PPK Kec. Panjalu K...
 
Surat permohonan domain desa.id
Surat permohonan domain desa.idSurat permohonan domain desa.id
Surat permohonan domain desa.id
 
Laporan kegiatan relawan tik kabupaten ciamis 2013 2014
Laporan kegiatan relawan tik kabupaten ciamis 2013 2014Laporan kegiatan relawan tik kabupaten ciamis 2013 2014
Laporan kegiatan relawan tik kabupaten ciamis 2013 2014
 
Sk rbm
Sk rbmSk rbm
Sk rbm
 

Pandangan Perhutani atas Putusan MK 45/PUU-IX/2011

  • 1. KAWASAN HUTAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI ( Putusan MK No 45/PUU-IX/2011 ) A. Pengertian Hutan dan Kawasan Hutan Secara yuridis normatif, menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan diartikan sebagai suatu satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumbersaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam kingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaaannya sebagai hutan tetap. B. Pengertian Kawasan Hutan Posta Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap pasal 1 angka 3 UU Kehutanan yang menyatakan: “ Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap” tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas ( diwakili oleh Bupati Ir.H.Muhammad Mawardi,MM, (2) Drs. Hambit Bintih ( Bupati Gunung Mas),(3) Drs. Duwel Rawing ( Bupati Katingan ), (4) Drs. Zain Alkim ( Bupati Barito Timur ) (5 ) H. Ahmad Dirman ( Bupati Sukamara ); dan (5) Drs. Akhmad Taufik, MPd (Wiraswasta ); mengajukan permohonan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut para Pemohon, frasa “ ditunjuk dan atau “ dalam Pasal 1 angka 3 tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Atas permohonan ini kemudian pada tanggal 21 Februari 2012 terbit Putusan MK Nomor : 45/PUU-IX/2011 tentang Uji Materi Pasal 1 angka 3 UU Kehutanan. Dalam Putusan tersebut, MK mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya dengan menghapus frasa “ditunjuk dan atau” dalam Pasal 1 angka 3 UU Kehutanan, sehingga berbunyi : “ Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap”. Implikasinya, penentuan kawasan hutan tidak hanya sekedar penunjukan kawasan hutan, tetapi juga dilakukan proses penataan batas, pemetaan dan penetapan kawasan hutan. Sebaliknya, dalam bagian akhir putusannya, MK juga memberikan pertimbangan mengenai ketentuan peralihan dari UU Kehutanan, khususnya Pasal 81 yang
  • 2. menyatakan, “Kawasan hutan yang telah ditunjuk dan atau ditetapkan berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku, sebelum berlakunya undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku berdasarkan undang-undang ini “, menurut Mahkamah, meskipun Pasal 1 angka 3 dan Pasal 81 Undang-undang Kehutanan mempergunakan frasa “ ditunjuk dan atau ditetapkan “ namun berlakunya untuk yang “ ditunjuk dan atau ditetapkan “ dalam Pasal 81 Undang-undang kehutanan tetap sah dan mengikat. Adapun inti utama pertimbangan Mahkamah Konstitusi adalah : a. Bahwa dalam suatu negara hukum,pejabat administrasi negara tidak boleh berbuat sekehendak hatinya, akan tetapi harus bertindak sesuai dengan hukum dan peraturan perundang – undangan , serta tindakan berdasarkan freies Ermenssen ( dicretionary powers ). Penunjukan belaka atas suatu kawasan untuk dijadikan kawasan hutan tanpa melalui proses atau tahap-tahap yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan di kawasan hutan sesuai dengan hukum dan peraturan perundang - undangan , merupakan pelaksanaan pemerintahan otoriter. Penunjukan kawasan hutan merupakan sesuatu yang dapat diprediksi, tidak tiba-tiba, bahkan harus direncanakan, dan karenanya tidak memerlukan tindakan freies Ermerssen ( dicretionary powers ). Tidak seharusnya suatu kawasan hutan yang akan dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap menguasai hajat hidup orang banyak, hanya dilakukan melalui penunjukan ; b. Bahwa antara pengertian yang ditentukan dalam Pasal 1 angka 3 dan ketentuan Pasal 15 UU Kehutanan terdapat perbedaan. Pengertian dalam Pasal 1 angka 3 Undang- undang Kehutanan hanya menyebutkan bahwa : “Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap”, sedangkan dalam dalam pasal 15 ayat (1) Undang-undang Kehutanan menentukan secara tegas adanya tahap-tahap dalam proses pengukuhan suatu kawasan hutan. Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Kehutanan menentukan ,” Pengukuhan kawasab hutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14, dilakukan melalui proses sebagai berikut : “a. penunjukan kawassan hutan; b. penataan kawasan hutan; c. pemetaan kawasan hutan ; dan d. penetapan kawasan hutan”. Berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Kehutanan penujukan kawasan hutan adalah salah satu tahap dalam proses pengukuhan kawasan hutan, sementara itu “penunjukan” dalam ketentuan pasal 1 angka 3 Undang-undang Kehutanan dapat dipersamakan dengan penetapan kawasan hutan yang tidak 1
  • 3. memerlukan tahap-tahap sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 ayat (1) Undang- undang Kehutanan; c. Bahwa menurut Mahkamah Konstitusi, tahap-tahap proses penetapan suatu kawasan hutan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 ayat (1) UU Kehutanan diatas sejalan dengan negara hukum yang antara lain bahwa Pemerintah atau pejabat administrasi negara taat kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya ayat (2) dari pasal tersebut yang menentukan ,” Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah “ menurut Mahkamah Konstitusi ketentuan tersebut antara lain memperhatikan kemungkinan adanya hak-hak perseorangan atau hak pertuanan (ulayat ) pada kawasan hutan yang akan ditetapkan sebagai kawasan hutan tersebut, sehingga jika terjadi keadaan seperti itu maka penataan batas dan pemetaan batas kawasan hutan harus mengeluarkannya dari kawasan hutan supaya tidak menimbulkan kerugian pihak lain, misalnya masyarakat yang berkepentingan dengan kawasan yang akan ditetapkan sebagai kawasan hutan tersebut. d. Menimbang bahwa karena penetapan kawasan hutan adalah proses akhir dari rangkaian proses pengukuhan kawasan hutan,maka frasa, ” ditunjuk dan atau ” yang terdapat dalam Pasal 1 angka 3 UU Kehutanan bertentangan dengan asas negara hukum, seperti tersebut dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Selain itu frasa , “ ditunjuk dan atau ditetapkan “ tidak sinkron dengan Pasal 15 Undang-undang Kehutanan. Dengan demikian ketidaksinkronan tersebut menimbulkan ketidak pastian hukum yang adil sebagaimana dimaksud Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menentukan, “ setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan , dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum e. Menimbang bahwa adapun mengenai ketetuan peralihan dari UU Kehutanan, Khususnya Pasal 81 yang menyatakan, “Kawasan hutan yang telah ditunjuk dan atau ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebelum berlakunya undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku berdasarkan undang-undang ini “, menurut Mahkamah meskipun Pasal 1 angka 3 dan Pasal 81 Undang-undang Kehutanan mempergunakan frasa “ ditunjuk dan atau ditetapkan “ , namun berlakunya Untuk yang “ ditunjuk dan atau ditetapkan “ dalam Pasal 81 Undang-undang Kehutanan tetap sah dan mengikat.
  • 4. Menurut MK dalam pertimbangan diatas, maka kawasan hutan memiliki kepastian hukum setelah melalui 4 tahapan, yakni penunjukan,penataan batas,pemetaan dan penetapan. Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, kementerian Kehutanan telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor : S.E3/MENHUT-II/2002, tanggal 3 Mei 2012, ditujukan kepada : (1) Gubernur di seluruh Indonesia, (2) Bupati/Walikota di seluruh Indonesia, dan (3) Kepala Dinas Provinsi,Kabupaten/Kota yang membidangi kehutanan, yang intinya sebagai berikut : a. Pasal 1 angka 3 Undang-undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 tahun 2004 menjadi : Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. b. Keputusan Penunjukan Kawasan Hutan Provinsi maupun parsial yang telah dterbitkan Menteri Kehutanan serta segala perbuatan Hukum yang timbul dari berlakunya Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 tahun 2004 tetap sah dan mempunyai hukum mengikat c. Keputusan Menteri tentang penunjukan kawasan hutan baik provinsi maupun parsial yang diterbitkan Menteri kehutanan setelah Putusan mahkamah Konstitusi tetap sah dan dimaknai sebagai penetapan awal dalam proses pengukuhan kawasan hutan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 C. Implikasi Hukum Putusan MK Terhadap Kawasan Hutan Jawa Kawasan hutan negara yang merupakan wilayah kerja Perum Perhutani merupakan suatu wilayah yang telah ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan sebagai hutan tetap. Suatu wilayah yang berstatus bukan kawasan hutan untuk kemudian menjadi kawasan hutan dilakukan melalui proses atau kegiatan yang dimanakan pengukuhan kawasan hutan. Kegiatan pengukuhan kawasan hutan dapat dibedakan dalam 2 periode, yaitu periode sebelum nerlakunya Undang-undang Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan
  • 5. Pokok Kehutanan ( UU No. 5 Tahun 1967 ), dan setelah berlakunya UU No.5 Tahun 1967. Pada zaman Pemerintahan Hindia Belanda sampai dengan ditetapkannya Undang- undang No.5 Tahun 1967 tentang Ketentuan – ketentuan Pokok Kehutanan, suatu areal atau wilayah tertentu yang bukan hutan dapat dijadikan hutan/kawasan hutan melaui 2 (dua) tahapan saja, yaitu : a. Penunjukan (Aanwijzing ) Penunjukan ini dilakukan oleh Gubernur Jenderal, atau Directeur van Landbouw, Nijnerheid en Hendel atau Directeur van Economishe Zaken ( Departemen yang membawahi Jawatan Kehutanan/den Diens van het Boshwezen ) dengan suatu keputusan Penunjukan atau suatu Aanwijzing Besluit. b. Penataan Batas ( Grensregeling) Berdasarkan keputusan Penunjukan maka diselenggarakan kegiatan penataan batas yang mencakup antara lain kegiatan pemancangan patok batas, pengukuran, pemancangan pal batas, pemetaan,pembuatan Berita Acara Tata Batas. Dengan ditandainya Berita Acara Tata Batas ( BATB ) oleh Panitia Tata Batas dan disahkan oleh pejabat yang berwenang dalam hal ini Kepala Jawatan Kehutanan ( Hoofd van den Dienst van het Boschwezen ) maka resmilah areal/wilayah tertentu yang sebelumnya bukan hutan tersebut menjadi kawasan hutan. Tahapan atau proses tersebut diatas didasarkan pada Bosch Ordonansi voor Java en Madoera 1927 dan Bosch Verordening Java en Madoera 1932. Status hukum areal atau wilayah yang merupakan kawasan hutan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada zaman Pemerintahan Hindia Belanda sampai dengan diterapkannya UU No 5 Tahun 1967, yaitu Bosch Ordonantie Java en Madura 1927 dan Bosch Verordening Java en Madoera 1932. Pada waktu Indonesia Merdeka, status hukum tersebut tetap dipertahankan berdasarkan ketentuan : a. UUD 1945, yaitu Pasal II aturan Peralihan : “ Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakannya yang baru menurut Undang-undang Darurat ini “. b. Undang-Undang No.5 Tahun 1967, tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan,
  • 6. yaitu Pasal 20 Ketentuan Peralihan, berbunyi : “ Hutan yang telah ditetapkan sebagai hutan tetap, cagar alam dan suaka margasatwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum berlakunya undang-undang ini, dianggap telah ditetapkan sebagai kawasan hutan dengan peruntukan dan fungsi sesuai dengan penetapannya.” Ketentuan tersebut semakin ditegaskan dalam penjelasan Pasal 20 Undang- undang No.5 Tahun 1967, yaitu : “ hutan yang telah ditetapkan sebagai hutan tetap , suaka margasatwa dan cagar alam oleh pejabat-pejabat yang berwenang, baik berdasar Ordonansi dan Verordening, Pemerintah, Peraturan Daerah dan/atau Peraturan Swapraja yang berlaku sebelum keluarnya Undang-undang ini, dianggap telah ditetapkan sebagai Kawasan Hutan dengan peruntukan dan fungsi sesuai dengan penetapannya.” c. Undang-undang N0. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,( Pengganti UU No.5 Tahun 1967 ) pada ketentuan Peralihan ( Pasal 81 ) menyatakan : “ Kawasan hutan yang telah ditunjuk dan atau ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum berlakunya Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku berdasarkan undang-undang ini.” d. Pada masa Indonesia merdeka, yaitu dengan telah diundangkannya Undang- undang No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan, ( yang lalu diperbarui/diganti dengan Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan); suatu areal/wilayah tertentu dapat dijadikan hutan/kawasan hutan melalui 4 ( empat ) tahapan yaitu : 1) Penunjukan 2) Penataan Batas 3) Pemetaan; dan 4) Penetapan Sebelum terbentuknya Departemen Kehutanan, SK Penunjukan dan SK Penetapan diterbitkan oleh Menteri Pertanian/Menteri yang membidangi Kehutanan. Terbitnya Putusan MK Nomor : 045/PUU-IX/2011 tentang Uji Materi Pasal 1 angka 3 UU Kehutanan , pada prinsipnya tidak berpengaruh terhadap eksistensi kawasan hutan dalam wilayah kerja Perum Perhutani, karena kawasan hutan Perum Perhutani telah dikukuhkan pada masa kolonial ( baik masa kolonial Hindia Belanda maupun Jepang ) dan sebelum berlakunya UU No, 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan, yang
  • 7. kedudukannya tetap kuat dengan tetap diberlakukannya ketentuan peralihan pasal 81 UU No. 41 Tahun 1999 oleh Mahkamah Konstitusi. Kawasan Hutan dalam wilayah kerja Perum Perhutani yang terkena dampak dari putusan MK ini hanya sebagian kecil, dan pada umumnya adalah berupa : (1) Lahan/tanah kompensasi yang berasal dari kegiatan pinjam pakai kawasan hutan ; dan (2) Tanah masuk/tanah penukar yang berasal dari kegiatan tukar-menukar kawasan hutan yang telah ada SK Penunjukannya, namun prosesnya belum ditindak lanjuti dengan proses penataaan batas ,pemetaan dan penetapan dari Menteri Kehutanan. Terhadap lahan/tanah kompensasi “ yang berasal dari kegiatan pinjam pakai kawasan hutan; dan “ tanah masuk/tanah penukar “ yang berasal dari kegiatan tukar menukar kawasan hutan diwilayah kerja Perum Perhutani, yang baru dalam proses “ penunjukan “, dan belum ditindak lanjuti dengan proses penataan batas, pemetaan dan penetapan dari Menteri Kehutanan, agar diselesaikan proses pengukuhannya oleh Kementerian Kehutanan. Apabila semua pihak konsisten dengan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, khususnya pertimbangan MK tentang kedudukan “ pasal 81 UU Kehutanan “ yang berbunyi : “ Kawasan hutan yang telah ditunjuk dan atau ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum berlakunya undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku berdasarkan undang-undang ini, maka kawasan hutan wilayah kerja Perum Perhutani yang telah dikukuhkan dalam arti telah ditunjuk dan BATB-nya disahkan oleh pejabat yang bewenang pada masa pemerintahan kolonial berdasarkan peraturan perundang-undangan kehutanan yang berlaku pada saat itu, maka harus tetap diakui status hukumnya sebagai kawasan hutan.